Ketentuan Umum Diktat HIKESPI - · PDF fileYang diutamakan ialah laporan lengkap yang...
Transcript of Ketentuan Umum Diktat HIKESPI - · PDF fileYang diutamakan ialah laporan lengkap yang...
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
1
Ketentuan Umum Diktat HIKESPI
Diktat Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Tehnik Penelusuran Gua HIKESPI ini dibuat untuk kalangan terbatas dan dipergunakan untuk pendidikan dan pelatihan yang diadakan oleh HIKESPI.
Setiap kali proses pencetakan ulang maupun perbanyakan oleh pihak lain tidak diperkenankan tanpa sepengetahuan dan seijin oleh HIKESPI
Masukan dan informasi tambahan sangat dibutuhkan untuk perbaikan materi diktat ini selanjutnya.
Kegiatan penelusuran gua merupakan kegiatan berisiko Diktat ini dapat digunakan sebagai referensi walaupun bukan hal yang mutlak (teknik berkembang sesuai berjalannya waktu). Bukan menjadi tanggung jawab HIKESPI bila terjadi suatu kecelakaan di dalam latihan yang mempergunakan diktat ini sebagai referensinya dan tidak terlebih dulu dikonsultasikan dengan HIKESPI.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
2
KODE ETIK PENELUSURAN GUA HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA
FEDERATION OF INDONESIA SPELEOLOGYCAL ACTIVITIES
Penelusuran gua dilarang: Mengambil sesuatu – kecuali mengambil foto.
Meningkatan sesuatu – kecuali meninggalkan jejak kaki. Membunuh sesuatu – kecuali membunuh waktu.
Kode etik ini pertama kali dicetuskan oleh National Speleological Society
(Amerika Serikat). Karena mudah dipahami setiap penelusuran gua, maka kode
etik ini diterima secara internasional dan menjadi pegangan bagi semua
penelusuran gua.
Setiap penelusuran gua dilarang mengeluarkan atau memindahkan sesuatu dari bahan gua tanpa tujuan jelas. Bila dilakukan untuk tujuan ilmiah maka tindakan itu harus selektif dan dilaksanakan oleh yang berwenang.
Mengambil binatang dalam gua untuk tujuan identifikasi (taksonomi) misalnya,
harus disertai kesadaran bahwa jumlah binatang unik itu mungkin sangat
terbatas. Dengan demikian, jumlahnya harus dievaluasi terlebih dahulu dan
hanya diambil satu atau dua spesimen untuk penelitian. Sebelumnya wajib
diketahui, bahwa tidak ada peneliti lain yang sudah mengambil binatang yang
sama, dari gua yang sama, untuk penelitian pula.
Kegiatan penelusuran gua wajib dilaksanakan secara tertib, hati – hati dan penuh pengertian. Hindarilah penelusuran gua belantara, yang belum dikelola untuk kunjungan umum, secara masal.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
3
Menelusuri gua belantara oleh banyak orang sekaligus, dengan aneka sumber
cahaya untuk penerangan akan merubah iklim mikro gua. Hal ini akan
mengusik kehidupan binatang khas gua: apabila kalau para penelusur itu hiruk
pikuk. Kelelawar dan burung walet penghuni gua senantiasa terganggu oleh
keberadaan penelusur gua. Binatang yang memegang peran penting untuk
menjaga keseimbangan ekologi di atas permukaan tanaha, potensial pindah
tempat bila suatu gua belantara terlampau sering dikunjungi orang.
Kegiatan menelusuri gua, baik dari segi olahraga, petualangan maupun ilmiah, bukanlah hal yang perlu dipertontonkan dan tidak perlu penonton.
Ingat bahwa tidak semua orang yang berkeinginan memasuki gua menjiwai
kode etik dan moral penelusuran gua. Banyak di antaranya masih bersifat
vandalis yang sering mengotori gua, mencoret-coretinya, bahkan mematahkan
dekorasi gua berumur ribuan tahun atau menangkap binatang khas gua untuk
cindera mata (suvenir). Karenanya jangan mengajak sembarang orang masuki
gua dengan tujuan untuk mempertontonkan kebolehan, keberanian atau
keterampilan si pengajak. Bila suatu gua dirusak vandalis yang ternyata pernah
diajak seorang penelusur gua, maka si pengajak yang bertanggung jawab.
Penelusur gua wajib bertindak wajar. Tidak melampui batas kemampuan fisik maupun teknik dan kesiapan mental dirinya sendiri. Tidak memandang rendah kesanggupan sesama penelusur.
Cukup sering terjadi atau kecelakaan dalam gua karena penelusur
memaksakan dirinya melakukan tindakan – tindakan teknis yang belum
dikuasai secara sempurna. Hal ini dilakukan karena rasa malu terhadap
sesama penelusur yang lebih terampil atau dicemoohkan bila terbukti tidak
mampu. Itu sebabnya
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
4
pemimpin penelusur gua wajib mengenal keadaan fisik, mental dan derajat
ketrampilan masing – masing penelusur gua. Ketrampilan teknis, mental dan
fisik penelusur gua yang paling tidak mampu harus dijadikan patokan intensitas
penelusuran gua.
Senantiasa menunjukkan respek pada penelusur gua lain dengan cara Tidak mengambil atau memindahkan alat atau perlengkapan yang sedang
digunakan atau ditinggalkan mereka tanpa izin pemiliknya.
Tidak melakukan tindakan – tindakan yang membahayakan penelusur gua
lain.
Tidak menghasut pihak ke tiga untuk menghalangi penelusur gua lainnya
memasuki gua.
Tidak melakukan duplikasi penelitian yang sedang dilakukan peneliti lain,
pada gua yang sama.
Tidak melakukan publikasi kepertualangan dalam media masa dengan tujuan
memamerkan diri atau kelompok dan menyebut nama serta lokasi gua, karena
hal itu senantiasa mengundang para vandalis dan petualang lainnya yang tidak
atau belum memiliki kode etik dan moral penelusuran gua, untuk mengunjungi
gua tersebut.
Secara internasional butir kode etik ini dipegang teguh. Bila suatu lokasi gua
belantara dipublikasikan dalam media massa, diimbuhi dengan deskripsi
keindahan, keunikan atau “tantangan “ gua tersebut, maka berita demikian
senantiasa menjadi daya tarik bagi petualang lain, yang belum tentu memiliki
ketrampilan yang memadai dan etika konservasi lingkungan alam bawah tanah.
Akibatnya ialah rusaknya gua tersebut atau muzibah yang dialami oleh
penelusur yang belum siap mental, fisik dan teknis. Publikasi untuk umum
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
5
dalam media massa boleh dilakukan, asal proporsional. Tidak dilebih-lebihkan,
dan pakailah nama maupun lokasi fiktif gua. Yang diutamakan ialah laporan
lengkap yang diserahkan kepada instansi yang berhak mendapatkannya dan
para pemberi rekomendasi serta izin penelusuran gua.
Bila dibutuhkan surat rekomendasi untuk mendapat izin menelusuran suatu
gua, maka penerima rekomendasi dan izin wajib membuat laporan selekasnya,
yang diserahkan kepada pihak – pihak tersebut.
KEWAJIBAN PENELUSUR GUA
Senantiasa memperhatikan keadaan cuaca. Tidak memasuki gua yang mudah
kebanjiran pada musim hujan.
Senantiasa menyadari, bahwa kegiatan penelusuran gua bukan merupakan
hak, tetapi wajib dianggap sebagai suatu anugrah, rahmat, karunia dan berkah
(privilege)
Memilih sebagai tujuan utama penelusuran gua: koservasi (pencagaran) gua
dan lingkungannya. Karenanya wajib menjaga kebersihan gua dan
lingkungannya.
Wajib memberi pertolongan sesuai dengan batas kemampuan, bila ada
penelusur gua dari rombongan lain yang membutuhkannya.
Bertindak sopan dan tidak menggangu ketenteraman penduduk didekat lokasi
system perguaan. Tidak boleh menyinggung perasaan mereka.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
6
Mengikuti secara patuh dan seksama semua prosedur perizinan yang
dipersyaratkan dan memberi laporan kepada pemberi izin.
Wajib memberitahukan kepada sesama penelusur, bila dijumpai bagian –
bagian yang berbahaya dalam gua tertentu.
Bila mengalami suatu muzibah, maka hal itu tidak boleh dirahasikan. Wajib
dilaporkan kepada penduduk dan pemerintahan daerah setempat, kepada
pengawas dan pengelola wilayah tersebut dan semua penggiat penelusur gua
yang dikenal, untuk disebarluaskan, agar jangan sampai muzibah tersebut
terulang kembali.
Bila ada rencana menelusuri gua, wajib memberitahukan kepada keluarga,
rekan atau sesama anggota perkumpulan, penduduk dan kepala desa terdekat
data sebagai berikut:
1. Maksud dan tujuan menelusuri gua, rencana waktu masuk, rencana waktu
keluar, daftar nama penelusur lengkap alamat dan nomor telepon.
2. Bila sampai terjadi muzibah, atau belum keluar pada waktu yang sudah
ditentukan, siapa yang harus dihubungi dan dengan cara apa.
3. Wajib memilih dan patuh kepada pemimpin penelusur gua yang
kompeten, berwibawa dan sudah berpengalaman. Khususnya dalam
menentukan kesiapan mental, fisik dan derajat ketrampilan penelusuran
gua, yang wajib disesuaikan dengan derajat kesulitan gua.
Wajib mempelajari semua acuan yang dibutuhkan sebelum memasuki gua:
peta geologi, peta topografi, keadaan iklim, khususnya curah hujan, peta-peta
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
7
gua yang ada, literatur terkait, menghubungi nara sumber, mengumpulkan dan
menganalisa informasi penduduk setempat atau jurukunci perihal gua tersebut.
Wajib mempersiapkan diri secara fisik, mental dan ketrampilan menggunakan
semua alat atau perlengkapan yang harus tersedia secara lengkap, sesuai
kebutuhkan.
BAHAYA-BAHAYA PENELUSURAN GUA DAN PENCEGAHANNYA
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDERATION OF INDONESIA SPELEOLOGYCAL ACTIVITIES
Apabila hendak membicarakan “BAHAYA” penelusuran gua, maka secara
konseptual dan diakui secara INTERNASIONAL ialah adanya dua pengertian
yang berbeda pendekatannya.
Kedua pengertian itu harus diperhatikan secara bersama, tidak boleh terpisah
dan keduanya harus ditangai secara bersama. Baik dari segi perizinan,
rekomendasi, kegiatan penelusuran gua, pendataan gua, konsep pengolahan
gua, untuk tujuan apapun.
1. Pengertian ANTROPOSENTRISME.
2. Pengertian SPELEOSENTRISME.
1. ANTROPOSENTRISME. Dalam pemikiran ANTROPOSENTRISME, yang diperhatikan sebagai obyek
utama ialah MANUSIA PENGUNJUNG GUA.
MANUSIALAH yang perlu dilindungi terhadap bahaya. Ia harus aman, nyaman
menelusuri gua.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
8
Hal ini terutama dianut secara salah, karena hanya memperhatikan satu segi
saja) oleh para konsultan, pihak berwenang, pada waktu membuka gua untuk
umum.
Karena hanya mengutamakan keselamatan manusia, maka gua dikorbankan
dan akan rusak.
Bahaya – bahaya dari sudut pandang ANTROPOSENTRISME:
1.1. Terpeleset / terjatuh dengan akibat fatal, atau gegar otak, terkilir, terluka,
patah tulang, dsb.
Hal ini paling sering terjadi, antara lain karena: penelusur terburu-buru,
loncat, salah menduga jarak yang dilangkahi, dsb.
1.2. Kepala terantuk atap gua / stalaktit / bentukan gua lainnya.
Akibatnya: luka memar, luka berdarah, gegar otak. Wajib pakai helm.
1.3. Tersesat. Terutama bila lorong bercabang – cabang dan daya orintasi
pemimpin regu penelusuran gua kurang baik. Karenanya setiap
penelusur wajib dilakukan dengan penuh perhatian oleh setiap penelusur. Bentuk lorong yang telah dilewati, dibelakang punggung
harus diperhatikan secara periodic, karena saat kembali pasti berbeda
dengan saat pergi.
Pada setiap percabangan ditnggalkan tanda yang mudah diperhatikan
dan tidak merusak lingkungan (misalnya tumpukan batu, atau kertas
berwarna dan berefleksi bila kena sorotan lampu (fluorensensi) yang
mudah diangkat kembali). Bisa juga menelusi gua sambil mengukurnya
dengan tali topofil. Pulangnya tinggal ikuti tali tersebut sambil
menggulungnya kembali. Hal ini tambah penting, apabila kecuali
bercabang gua bertingkat banyak.
1.4. Tenggelam. Terutama apabila nekat memasuki gua pada musim hujan
tanpa mempelajari topografi dan hidrologi karst maupun sifat sungai di
bawah tanah. Bahaya menjadi semakin nyata kalau harus melewati air
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
9
terjun atau jeram deras. Apabila kalau harus melakukan penyelaman
bebas tanpa alat dan penelusur kurang mahir berenang / menyelam.
Mengarungi sungai yang dalam, harus pakai tali pengaman dengan lintasan tetap.
1.5. Kedinginan (hipotermia). Hal ini terutama bila lokasi gua jauh di atas
permukaan laut, penelusur beberapa jam terendam air, dan adanya
angin kencang yang berhembus dalam rolong tersebut.
Diperberat apabila penelusur lelah, lapar, tidak pakai pakian memadai.
Karenanya harus tepat tahu lokasi mulut gua dan lorong-lorong,
ketinggiannya di atas permukaan laut (diukur pakai altimeter), suhu air
dan udara dalam gua. Harus pula masuk gua dalam keadaan fisik sehat,
cukup makan dan bawa makanan cadangan bergizi tinggi.
1.6. Dehidrasi, Kekurangan cairan. Hal ini sudah merupakan bahan penelitian
cermat di Perancis (lihat Warta Speleo No 9 1987, halaman 49-53).
Hampir senantiasa, bila sudah timbul rasa haus, sudah ada gejala
dehidrasi dan minum cairan sudah terlambat: tidak akan memenuhi
kebutuhan lagi.
Karenanya sudah merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar
lagi lagi, bahwa sebelum memasuki gua, setiap penelusur harus minum
secukupnya. Semakin mengeluarkan tenaga, harus cukup istirahat dan
minum kembali. Cairan paling tepat untuk menghindari dehindrasi ialah
larutan oralit atau garam anti-diare.
1.7. Keruntuhan atap atau dinding gua.
Ini memang nasib sial, tetapi sudah cukup sering terjadi di luar negeri
menaiki tebing dengan andalan pada paku tebing yang dindingnya rapuh.
Atau bila kebetulan terjadi gempa bumi.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
10
Karenanya wajib mempelajari dan memperhatikan sifat batu – batuan
dinding dan atap gua. Runtuhan atap yang berserakan bukan berarti gua
itu rapuh, karena mungkin saja atap itu sudah puluhan tahun yang lalu
runtuh, tetapi penelusur wajib memperhatikan apakah lapisan – lapisan
batu gamping yang menunjung atap itu kuat sudah terlihat terlepas.
1.8. Radiasi dalam gua. Hal ini belum diperhatikan sama sekali di Indonesia,
padahal di luar negeri sudah merupakan bahaya nyata. Terutama akibat
gas radioaktif RADON dan turunannya. Penelusur yang sering memasuki gua yang ber gas Radon ini, dapat
menyerap secara akumulatif gas ini ke dalam paru – parunya, dan
terbukti, apabila penelusur gemar merokok, maka bahaya menderita
kanker paru – paru akan berlipat ganda. Itu sebabnya sangat dicela
penghisap rokok menjadi penelusur gua. Merokok di dalam gua dilarang
mutlak karena meracuni udara gua dan merusak paru-paru penelusur
lainnya yang tidak merokok.
1.9. Keracuanan gas. Ini yang paling ditakuti awam.
Memang bahaya itu ada, terutama bila sirkulasi dalam gua kurang baik.
Gas yang senantiasa ada dalam gua ialah gas CO2, karena tetasan air
dari dinding dan atap gua senantiasa mendifusikan gas CO2 ini.
Lebih-lebih bila terlihat menjuntai akar-akar pohon, atau banyak bahan
organic yang membusuk di atas lantai gua (daun, ranting, dsb yang
hanyut ke dalam gua sewaktu banjir). Gejalanya: nafas akan sesak,
frekuensi bertambah banyak, melebihi keadaan normal. Dengan
mengeluarkan tenaga yang relatif ringan, nadi bertambah cepat secara
tidak seimbang. Karenanya setiap penelusur gua wajib mengetahui
frekuensi nadinya masing-masing pada saat pada saat istirahat dan
mengeluarkan tenaga. Gerakan nafas menjadi dalam. Jantung berdebar,
mata berkunang-kunang.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
11
Kemudian kepala menjadi pening, mual, hilang orentasi, bahkan tidak
ingat nama teman. Timbul kemudian halusinasi, pingsan dan mati.
Wajib bagi kita bawa lilin. Nyalakan bila mulai timbul gejala sulit bernafas.
Bila kandungan CO2 rendah, lilin, bahkan korek api tidak akan menyala.
Jangan andalkan cahaya lampu karbit. Lampu karbit masih menyala,
padahal si pemakainya mungkin sudah pinsang.
Gas racun dapat juga akibat penggunaan dinamit untuk membongkar
bukit kapur. Di Belgia (1982) terbukti gas racun merambat sampai 3 km
lebih dari lokasi penelusur gua, dengan akibat fatal bagi 7 orang
sekaligus. Jangan memasuki gua bila disekitarnya ada pendinamitan.
Gua yang banyak kelelawarnya juga tinggi kandungan CO2-nya (Gua
Ngerong, Tuban; Gua Lawa, Nusakambangan; dsb). Hal ini karena
kelelawar membutuhkan banyak O2 sewaktu terbang, terusik oleh
masuknya orang ke dalam gua (sehingga orangnya juga kekurangan O2)
dan tumpukan guano (khususnya bila jenis kelelawarnya pemakan buah
atau penghisap, nectar), yang mengalami proses fermentasi / peragian,
akan menghasilkan banyak gas CO2.
Gua yang banyak kelelawarnya hanya boleh dimasuki pada malam hari,
saat gua itu tidak ada kelelawarnya. Lorong penuh kelelawar harus
dihindari.
1.10. Penyakit – penyakit akibat kuman / virus, dsb.
1.10.1. Histoplasmosis.Teramat sering diderita penelusuran gua di AS,
terutama bila lorongnya penuh guano kering. Parasit
Histoplasmosis capsulatum bila terhirup, akan menginfeksi
paru-paru. Gejalanya sering mirip TBC, lengkap dengan batuk
berdarah, sesak nafas, tubuh lemah, dan sering pula gagal
diobati dokter, karena menyangka adanya TBC paru-paru (juga
menurut gambaran Rontgen). Pasien wajib memberitahukan
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
12
pada dokter akan kemungkinan penyakit ini, yang baru
terungkap setelah dilakukan tes darah tertentu (titer
histoplasma diperiksa dan akan memberi hasil tertinggi).
Parasit ini bahkan bisa menyebar ke seluruh darah, ginjal dan
otak, dengan akibat kematian. Karenanya wajib menghindari
gua kelelawar dan bila tetap ingin menelusurinya wajib
memakai tutup hidung khusus. Tutup hidung itu dapat dibeli di
beberapa toko besi atau pakai tutup hidung ahli bedah.
1.10.2. Rabies. Hal ini sungguh mengejutkan pada penelusur gua di
TEXAS, karena ada 7 penelusur sekaligus mati, terinfeksi
rabies, padahal tidak digigit kelelawar, yang terkadang memang
terinfeksi virus rabies. Gua FRIO yang mereka masuki memang
banyak sekali kelelawarnya. Ketika ada tim dokter yang meneliti
udara dalam gua, ternyata penuh dengan tetesan liur kelelawar,
yang mengandung virus rabies.
Virus ini memasuki paru-paru karena terhirup oleh bernafasnya
penelusuran gua dan matilah penelusur itu, tanpa digigit
kelelawar. Hal ini sekali lagi dapat disegah, apabila tidak
memasuki gua yang banyak kelelawarnya, dan bila tetap
memasukinya, harus pakai masker/tutup hidung). Di Indonesia
belum ada yang meneliti apakah kelelawar ada yang sakit
rabies. Yang jelas di Indonesia tidak ada vampir, penghisap
darah. Kelelawar terjangkit rabies akibat menghisap darah
ternak atau binatang yang menderita rabies. MULUS FEET.
Ketika tim Inggris menelusuri gua-gua di Mulu (Serawak)
selama beberapa minggu banyak yang kulit kaki dan jari-jarinya
rusak. Terinfeksi berat, bahkan sampai membusuk. Diduga
bahwa hal ini ditimbulkan oleh gabungan infeksi jamur dan
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
13
bakteri. Kaki harus tetap kering, dan bila basah terendam air,
jangan dibiarkan basah berjam-jam lamanya. Sebaiknya secara
teratur mengganti kaos kaki dan ditaburi bedak antibiotika.
Gatal-gatal terutama di bagian-bagian yang tidak tertutup
pakaian. Hal ini sering sekali terjadi di Indonesia. Diduga bahwa
gatal-gatal ini, yang berupa bintil-bintil dan persisten selama
beberapa bulan.dtimbulkan oleh gigitan kutu (ektoparasit)
kelelawar, yang juga mungkin dijumpai dalam guanonya.
Leptospisis. Hal ini banyak makan korban pada penelusur gua
di Mulu. Badan mengigil, demam, pegal-pegal, lemas. Diduga
malaria, ternyata pada saat diteliti secara serologis, di Inggris
terbukti akibat tertular kuman leptospira, yang biasanya
ditemukan dalam kencing tikus. Hal ini terutama serta
minumnya tercemar kencing tikus gua.
1.10.3. Gigitan binatang beracun.
Ular, kalajengking, Lipan. Ular terjerumus dalam gua melalui
lubang atap atau hanyut akibat banjir. Ular tersebut menjadi
pemangsa kelelawar. Gigitan binatang apapun harus dianggap
serius, dan penelusur yang digigit atau disengat harus keluar
gua. Itu sebabnya setiap langkah dalam gua harus dilakukan
dengan hati-hati, penuh kewaspadaan. Apalagi bila memegang
sesuatu pada dinding atau atap gua untuk menjadi
keseimbangan.Keracuan bahan pencemar air dalam gua.
Berbagai insektisida dan pupuk kimia, dapat merupakan
polutan dan dapat membahayakan penelusur gua. Tim dari
Lembaga Ekologi UNPAD pada tahun 1989 dapat
membuktikannya adanya kandungan DDT dalam tetesan air
dari plafon Gua Petruk.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
14
1.10.4. Sambaran petir. Tidak ada yang menyangka, bahwa masuk
dalam gua tidak menghindarkan seseorang dari sambaran
petir. Hal ini berulang kali terbukti, bahwa jauh ke dalam gua,
petir masih dapat menyambar pula.
1.10.5. Bahaya akibat kesalahan atau kegagalan peralatan
Hal ini terutama terjadi, apabila kurang persiapan membawa
sumber cahaya. Betapa mudahpun suatu gua, penelusur tetap
akan mati, bila tidak cukup sumber cahaya. Apabila kalau
sampai terserang banjir berjam-jam lamanya. Setiap penelusur
gua paling sedikit harus bawa tiga sumber cahaya yang
berbeda (termasuk lilin). Sumber cahaya utama harus
dipadamkan sewaktu terjebak banjir. Bila perlu selama
beberapa jam harus digelapkan, agar masih cukup tersedia
sumber cahaya untuk keluar gua setelah banjir lewat.
1.10.6. Akibat CAVE DAVING. Di AS (Florida) dalam kurun waktu 10
tahun, yang mati akibat kegiatan CAVE DIVING sudah belasan.
Hal ini justeru dialami oleh yang mahir OPEN DIVING (di laut /
danau). Mereka kurang hati-hati, dan kurang tingkat disiplinnya
terhadap waktu dan jarak tempuh. Berbeda dengan
penyelaman di udara terbuka, di atas penyelam gua
menghadang atap gua. Bila sudah terdesak waktu dan setiap
kali terantuk atap gua, maka penyelam gua biasanya panik
dengan akibat fatal karena menghabiskan udara yang
dibutuhkan.
Pada umumnya dianut pameo bahwa, bahwa menelusuri gua itu jauh
lebih aman daripada naik kendaraan menuju gua atau pulang dari penelusuran
gua. Jalan raya adalah tempat yang jauh lebih rawan daripada gua.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
15
Keamanan menelusuri gua sangat tergantung kepada sikap dan tindak tanduk si penelusur gua itu sendiri. Untuk memudahkan si penelusur gua
mengingat semua tindakan pengaman, maka HIKESPI telah menyusun
ringkasan singkat mudah diingat.
Kemana Anda pergi memasuki gua, beritahukanlah kepada teman atau
keluarga; KAPAN perginya, ke lokasi mana dan KAPAN pulangnya.
Empat orang adalah jumlah MINIMAL yang dianggap aman untuk menelusuri
gua. Bila satu yang celaka, satu menemaninya, dua yang keluar gua minta
pertolongan.
Alat-alat yang dibawa harus memadahi. Setiap pemakai harus paham betul
cara menggunakannya.
Membawa TIGA SUMBER CAHAYA, lengkap dengan cadangan perlatannya,
merupakan kewajiban mutlak.
Ajak selalu orang yang berpengalaman dalam teknik penelusuran dan
berwibawa. Ia juga harus mengetahui seluk beluk lingkungan di bawah tanah.
Nafas sesak dan tersengal-sengal merupakan pertanda, bahwa ruang gua
penuh karbodioksida. Karenanya harus cepat keluar gua.
Akal sehat, ketrampilan, persiapan matang, perhitungan cepat dan tepat, serta
pengalaman, menjadi PEGANGAN PENELUSURAN GUA, bukan adu nasib
atau kenekatan.
Naluri keselamatan yang ada pada setiap penelusur gua harus dikembangkan
dan diperhatikan, karena naluri ini sering diandalkan sebagai factor pengaman
ampuh.
2. SPELEOSENTRISME. Perlu diketahui, bahwa pemikiran dari segi BAHAYA PENELUSUR
TERHADAP GUA, tidak mendapat perhatian yang seimbang. Hal ini
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
16
disebabkan akibat keacuhan, kurang pengertian terhadap bentukan alam
yang begitu peka, rendah daya dukungnya, rendah daya lentingnya.
Akibat orang masuk gua dapat dipelajari dari serial foto yang sering dibuat
di Eropa dalam jangka waktu 10 sampai 50 tahun. Apa yang pada tahun
1800 masih merupakan gua utuh, pada tahun 1850 sudah mulai rusak.pada
tahun 1900 sudah rusak sebagaian besar, pada tahun 1950 sudah rusak
total. Di Jawa boleh dijadikan contoh Gua Intan sebelah Gua Jatijajar, yang
semula indah (sebelum PD II), kini sudah rusak total.
Satu-satunya cara mencegah perusakan gua ialah dianutnya:
2.1. KODE ETIK PENELUSURAN GUA
Secara internasional disepakati, bahwa
menjelaskan/memberitahukan lokasi gua kepada awam, apabila
melalui media massa, adalah pelanggaran kode etik terberat,
apabila si penemunya belum yakin, ada instansi yang dapat
melindungi gua itu. Belum ada yang kompeten mengelolanya.
2.2. HARUS DITETAPKAN SISTEM PERIZINAN DAN REKOMENDASI
KETAT.
untuk menelusuri gua belantara yang belum dibuka untuk umum.
Hal ini secara konsekuen harus diikuti oleh perorangan atau
instansi manapun yang ingin memasuki gua tertentu, dan harus
jelas apa tujuannya. Harus ditindaklanjutkan dengan penyerahan
laporan yang bermutu. Pemberi rekomendasi harus berani
bertanggung jawab dan ikut dipersalahkan, bila sampai gua itu
rusak atau terjadi hal – hal yang menyebabkan kemuduran kualitas
gua itu.
2.3. SECARA KONSEKUEN DITETAPKAN UNDANG – UNDANG
TEPAT YANG MELINDUNGI GUA DAN BIOTA DALAM GUA.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
17
Di AS setiap gua didenda minimal US$ 500,-. Undang-Undang
lingkungan hidup dan perlindungan jenis harus ditetapkan secara
konsisten.
2.4. AKSES TETAP DIBIARKAN SULIT.
Sekali akses dipermudah, para vandalis dengan berbondong –
bondong akan mendatangai gua dan merusaknya.
2.5. LARANGAN MEDIA MASSA MENERBITKAN ARTIKEL
MENGENAI GUA-GUA INDAH DAN PEKA.
Hal ini sulit diterapkan dan butuh pengertian dari media massa.
Redaksi harus sadar, bahwa PUBLIKASI mengenai lokasi gua
hampir senantiasa berbau publisitas, untuk memenuhi ego si
penyebar berita. Hampir tidak ada pemikiran atau tanggung jawab
moral dari si penyebar berita, akan bahaya perusakan gua oleh
tindakannya itu. Jadi si penyebar berita TIDAKLAH MANUSIA
YANG BERTANGGUNG JAWAB
2.6. JANGAN MENGAJAK SEMBARANG ORANG MEMASUKI GUA.
Secara internasional terbukti berulangkali, bahwa yang diajak itu
mungkin orang yang bermoral tinggi dan menjunjung tinggi etika
konservasi, namun ia pada gilirannya mengajak orang lain. Orang
lain mengajak lagi orang lain, yang sama sekali tidak dikenal oleh
pengajak pertama. Pada gilirannya masuklah para vandalis.
Mengantarkan peminat masuk gua, padahal belum kenal pada
peminat itu, juga pelanggaran etika. Sering hanya didasari ingin
pamer dan agar dirinya dianggap orang berpengalaman atau orang
terkenal. Padahal ia sebenarnya orang yang tidak bertanggung jawab.
2.7. GUA DITUTUP.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
18
Biasanya dengan pintu gua (CAVE GATE) desain khusus,
sehingga tidak mengusik keluar-masuknya biota gua, khususnya
kelelawar dan burung kapinis dan wallet.
2.8. MENGSAKRALKAN GUA.
Biar dianggap keramat. Dijaga jurukunci, yang senantiasa
mengawasi penelusur gua.
2.9. MELARANG TOTAL MEMASUKI GUA.
Hal ini perlu diberlakukan, bagi gua yang memiliki nilai ilmiah tinggi,
amat peka, atau mempunyai nilai strategis tinggi. Juga apabila
memiliki nilai ekonomis tinggi oleh adanya sarang wallet, misalnya.
Pelarangan harus secara konsekuen dilakukan dengan
menempatkan penjaga di dekat mulut gua.
2.10. TIDAK MENYEBARKANLUASKAN LAPORAN DAN PETA GUA.
Laporan hanya untuk diserahkan kepada instansi pemberi izin dan
rekomendasi. Atau pada instansi yang mempunyai kepentingan
(PUSLIT ARKENAS, LIPI, dsb).
Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh penelusur gua terhadap gua dan isinya
banyak sekali. Bahaya itu berupa perusakan yang sifatnya PERMANEN atau
hanya SEPINTAS, KUMULATIF atau SINERGISTIK.
Gangguan atau perusakan permanen timbul, misalnya akibat gua itu “dipugar”
dengan patung – patung, seperti dalam gua Jatijajar. Biarpun patung-patung itu
disingkirkan, gua sudah kepalang rusak dan tidak mungkin diperbaiki. Juga
apabila sedimen dibuang, seperti pernah dianjurkan seorang pakar geologi
untuk memugar suatu gua di Jawa Tengah.
Sedimen merupakan tapak sejarah yang tidak dapat diganti, apabila dibuang.
Para ahli arkeologi, lapis demi lapis meneliti sedimen untuk menemukan fosil-
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
19
fosil zaman prasejarah. Para ahli paleontologi, palinologi, sedimentologi
(paleomagnetisme) akan kehilangan jejak, apabila sedimen terusik, diangkat,
demi untuk memudahkan turis umum memasuki gua.
Efek KUMULATIF terjadi bila banyak orang mengakibatkan gangguan yang
sifatnya penjumlahan sederhana. Misalnya 10 orang meninggalkan jejak 10 kali
lebih banyak dari 1 orang.
Efek SINERGISTIK terjadi bila timbul penjumlahan efek negatif secara deret
ukur. Jauh lebih banyak daripada penjumlahan sederhana. Contoh : 5 kali
memasuki gua yang banyak kelelawarnya dalam satu hari, menimbulkan
gangguan yang tidak sama dengan penjumlahan sederhana ( lima kali
terganggu ). Kelelawar begitu terusik, sehingga akan pindah tempat.
Efek negatif itu bisa berupa:
− Memasukkan bakteri, cendawan, ragi dari dunia luar ke dalam dan
merusak gua mikroekosistem gua.
− Hiruk pikuknya penelusur gua mengusik ketenangan abadi gua dan
karenanya juga mengganggu biota gua yang sudah mengadaptasi diri
mereka pada kesepian abadi.
− Lampu terang benderang mengusik biota gua. Dapat menumbuhkan
algae yang merusak.
− Bau karbit, Asap obor, dapat merusak lingkungan gua dan mengganggu
biota gua.
− Coret-coret, pengecatan dinding dan dekorasi gua.
− Pematahan dekorasi gua untuk dibawa pulang sebagai cindera mata.
Pengambilan mutiara gua. Menginjak formasi kalsit atau gipsun yang
teramat peka dan mudah rusak.
− Mencemari air dalam gua oleh karbit atau sisa makanan/minuman.
Merusak biota gua.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
20
Untuk menjaga keutuhan lingkungan gua, HIKEPSI berhasil pula menyusun
ringkasan policy yang mudah diingat:
Kepekaan gua dan lingkungannya terhadap setiap bentuk pencemaran harus
selalu diingat oleh penelusur gua.
Otoritas yang berwenang dalam konservasi alam hendaknya dihubungi untuk
diajak bekerja sama.
Nasehat dari ilmuwan dan saran-saran mereka senantiasa harus diperhatikan
dan dijadikan NARA SUMBER.
Sumber daya AIR, BIOTA, FORMASI dan SEDIMEN GUA perlu dijaga
kelestariannya.
Ekologi di dalam dan di luar gua ERAT HUBUNGANNYA dan berada dalam
KESEIMBANGAN DINAMIS.
Rehabilitasi kerusakan gua dan lingkungannya sangat sangat mustahil
dilakukan.
Vandalisme amat merusak gua dan lingkungannya. Harus aktif ditentang atau
dihindari.
Amankan gua dan lingkungannya, agar bebas coretan dan pencemaran.
Sadarkan semua pihak akan pentingnya hampir semua gua sebagai sumber
daya alam, yang karenanya perlu dilindungi.
Inisiatif ikut menjaga kelestarian gua dan lingkungannya, besar artinya bagi
NUSA, BANGSA dan GENERASI yang akan datang.
Yang penting saat ini ialah MENDATA SELURUH GUA yang ada di Indonesia
secara terintegrasi, karena tanpa pendataan tepat, mungkin gua - gua akan
lenyap dari bumi persada Indonesia.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
21
SPELEOLOGI
Speleologi secara morfologi berasal dari bahasa Yunani yaitu : Spalion = Gua
dan Logos = ilmu. Jadi secara harfiah
diterjemahkan ilmu yang mempelajari tentang
gua, tetapi karena perkembangan speleologi itu
sendiri, speleologi juga mempelajari tentang
lingkungan di sekitar gua.
Menurut IUS (International Union of Speleology)
anggota komisi X UNESCO PBB yang
berkedudukan di Wina, Austria :
“ Gua adalah setiap ruangan bawah tanah yang dapat dimasuki orang “
Menurut R.K.T.Ko (Speleogiawan) :
“Setiap lubang di bawah tanah baik terang maupun gelap, luas maupun sempit,
yang terbentuk melalui sistem percelahan, rekahan atau aliran sungai yang
kadang membentuk suatu lintasan aliran sungai bawah tanah”
Gua memiliki sifat yang khas dalam mengatur suhu udara di dalamnya, yaitu
pada saat udara diluar panas maka didalam gua akan terasa sejuk, begitu pula
sebaliknya. Sifat tersebut menyebabkan gua dipergunakan sebagai tempat
berlindung. Gua – gua yang banyak ditemukan di Pulau Jawa dan pulau –
pulau lainnya di Indonesia, sebagian besar adalah gua batu gamping atau gua
karst. Gua merupakan suatu lintasan air di masa lampau dan kini kering (gua
fosil) atau dimasa kini, dan terlihat dialiri sungai (gua aktif). Karenanya
mempelajari gua tidak terlepas dari mempelajari hidrologi karst dan segala
fenomena karst dibawah permukaan (endo karst phenomena) supaya
memahami cara – cara gua terbentuk dan bagaiman memanfaatkannya
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
22
sebagai sumber daya alam yang mempeunyai nilai estetika tinggi sebagai objek
wisata gua, atau sebagai sumber air, tanpa mencemarinya.
Di dunia ini terdapat berbagai jenis gua alam yaitu :
1 Gua garam (NaCl) : Gua yang materi pembentuknya terdiri dari garam
2 Gua es : Gua yang materi pembentuknya terdiri dari es, akibat
dari es yang mencair sebagian.
3 Gua Lava : Akibat aliran lava yang sudah mati, biasanya pada
gunung yang tidak aktif lagi.
4 Gua batu kapur : Gua yang materi pembentuknya terdiri dari batu
kapur atau batu gamping ( CaCo3 )
5 Gua gips : Gua yang materi pembentuknya terdiri dari bahan
gips.
90% dari gua-gua di dunia adalah gua yang materi pembentuknya dari batu
kapur.
Sejarah Penelusuran Gua
Tidak ada catatan resmi kapan manusia menelusuri gua. Berdasarkan
peninggalan – peninggalan, berupa sisa makanan, tulang belulang, dan juga
lukisan – lukisan, dapat disimpulkan bahwa manusia sudah mengenal gua
sejak puluhan tahun silam yang tersebar di benua Eropa, Afrika, dan Amerika.
Menurut catatan yang ada, penelusuran gua dimulai oleh John Beaumont, ahli
bedah dari Somerset, England (1674). Ia seorang ahli tambang dan geologi
amatir, tercatat sebagai orang pertama yang menelusuri sumuran (potholing)
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
23
sedalam 20 meter dan menemukan ruangan dengan panjang 80 meter, lebar 3
meter, serta ketinggian plafon 10 meter, dengan menggunakan penerangan
lilin. Menurut catatan, Beaumont merangkak sejauh 100 meter dan menemukan
jurang (internal pitch). Ia mengikatkan tambang pada tubuhnya dan minta diulur
sedalam 25 meter dan mengukur ruangan dalam gua tersebut. Ia melaporkan
penemuan ini pada Royal Society, Lembaga Pengetahuan Inggris. Orang yang
paling berjasa mendeskripsikan gua – gua antara tahun 1670-1680 adalah
BARON Johann Valsavor dari Slovenia. Ia mengunjungi 70 gua, membuat
peta, sketsa, dan melahirkan buku setebal 2800 halaman.
Joseph Nagel, pada tahun 1747 mendapat tugas dari istana untuk
memetakansistem perguaan di Kerajaan Astro-Hongaria. Sedangkan wisata
gua pertama kali tercatat tahun 1818, ketika Kaisar Habsbrug Francis I dari
Austria meninjau gua Adelsberg (sekarang bernama gua Postojna) terletak di
Yugoslavia. Kemudian wiraswastawan Josip Jersinovic mengembangkannya
sebagai tempat wisata dengan memudahkan tempat itu dapat dicapai. Diberi
penerang dan pengunjung dikenai biaya masuk. New York Times pada tahun
1881 mengkritik bahwa keindahan gua telah dirusak hanya untuk mencari
keuntungan.
Stephen Bishop pemandu wisata yang paling berjasa, ia budak belian yang
dipekerjakan oleh Franklin Gorin seorang pengacara yang membeli tanah
disekitar gua Mammoth, Kentucky Amerika Serikat pada tahun 1838. dan kini
gua Mammoth diterima UNICEF sebagai warisan dunia.
Sedangkan di Indonesia, faktor mistik dan magis masih melekat erat di gua –
gua. Baik gua sebagai tempat pemujaan, sesaji maupun bertapa. Namun
semuanya memiliki nilai budaya, legenda, mistik, dan kepercayaan sesuatu
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
24
terhadap gua perlulah didokumentasikan dan dihargai sebagai potensi budaya
bangsa. Maka Antropologi juga merupakan bagian Speleologi.
Lahirnya Ilmu Speleologi
Secara resmi ilmu Speleologi lahir pada abad – 19 berkat ketekunan Edward Alferd Martel. Sewaktu kecil ia sudah
mengunjung gua Hahn di Belgia
dengan ayahnya seorang
Paleontologi, kemudian juga
mengunjungi gua Pyrenee di Swiss
dan Itali. Pada tahun 1888 ia mulai
mengenalkan penelusuran gua
dengan peralatan, pada setiap musim
panas ia dan teman – temannya mengunjungi gua – gua dengan membawa 2
gerobak penuh peralatan, bahan makanan, dan alat fotografi. Martel membuat
pakaian berkantung banyak yang sekarang disebut cover all (wearpack).
Kantung itu diisi dengan peluit, batangan magnesium, 6 lilin besar, korek api,
batu api, martil, 2 pisau, alat pengukur, thermometer, pensil, kompas, buku
catatan, kotak P3K, beberapa permen coklat, sebotol rum dan telepon lapangan
yang ia gendong. Sistem penyelamatannya dengan mengikatkan dirinya kalau
naik atau menuruni dengan tali.
Tahun 1889, Martel menginjakkan kakinya pada kedalaman 233 m di sumuran
ranabel, dekat Marseille, Perancis dan selama 45 menit tergantung di
kedalaman 90 m. Ia mengukur ketinggian atap dengan balon dari kertas yang
digantungi spon yang dibasahi alkohol, begitu spon dinyalakan balon akan naik
keatas mencapai atap gua. Hingga kini Edward Alfred Martel disebut bapak
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
25
Speleologi. Kemudian banyak ahli speleologi seperti : Pournier, Jannel, Biret, dan banyak lagi.
Baru setelah PD I Robert De Jolly dan Nobert Casteret mampu mengimbangi
MARTEL. Robert de Jolly mampu menciptakan peralatan gua yang terbuat dari
alluminium Alloy. Nobert Casteret orang pertama yang melakukan “Cave
Diving” pada tahun 1922, dengan menyelami gua Motespan yang di dalam gua
itu ditemukan patung – patung dan lukisan bison serta binatang lain dari tanah
liat, yang menurut para ahli, itu sebagai acara ritual sebelum diadakan
perburuan binatang, ditandai adanya bekas – bakas tombak dan panah. Namun
dalam PD II, gua-gua digunakan sebagai tempat pertahanan, karena
pertahanan di gua akan sulit ditembus walaupun menggunakan bom pada
waktu itu.
Perkembangan Speleologi di Indonesia
Di Indonesia speleologi relatif tergolong suatu ilmu
yang baru. Dalam hal ini masih sedikitnya ahli – ahli
speleologi maupun pendidikan formal tentang
speleologi. Speleologi baru berkembang sekitar tahun
1980, dengan berdirinya sebuah club yang bernama
“SPECAVINA”, yang didirikan oleh NORMAN EDWIN
(alm) dan RKT Ko
Namun karena adanya perbedaan prinsip dari
keduanya maka terpecah, dan mereka masing –
masing mendirikan perhimpunan :
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
26
− Norman Edwin (alm) mendirikan klub yang diberi nama “GARBA
BUMI”,
− Robby KT. Ko mendirikan Hikespi pada tahun 1983
Pada tahun tersebut bermunculan club-club speleologi di Indonesia seperti ASC
yang berdiri pada tanggal 1 Januari 1984, SSS – Surabaya, DSC – Bali, SCALA
– Malang, dll.
Ilmu yang berkaitan erat dengan Speleologi
Dalam mempelajari Speleologi memerlukan pendekatan dari berbagai disiplin
ilmu, antara lain :
1. Hidrologi karst : Ilmu yang mempelajari tentang sistem perairan
pada kawasan karst
2. Speleogenesis : Ilmu yang mempelajari tentang proses
terbentuknya gua
3. Biospeleologi : Ilmu yang mempelajari tentang kehidupan yang
terdapat di dalam gua.
4. Geomorfologi karst : Ilmu yang mempelajari bentuakan alam di sekitar
maupun di dalam gua.
5. Sedimentologi gua : Ilmu yang mempelajari tentang sedimen gua
6. Antropologi : Ilmu yang mempelajari tentang kehidupan manusia
7. Arkeologi : Ilmu yang mempelajari tentang peninggalan
kebudayaan manusia masa lalu.
8. Paleontologi : Ilmu yang mempelajari tentang fosil binatang
maupun tumbuhan masa lalu.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
27
KARSTOLOGI
Karst ialah suatu bentang alam formasi batuan karbonat (CaCO3, MgCO3 atau campuran keduanya) yang telah mengalami proses pelarutan. Batuan karbonat terlarut oleh asam karbonat (H2CO3) yang terbentuk akibat interaksi air hujan dengan CO2 atmosferik maupun oleh CO2 biogenik, yang berasal dari sisa tanaman yang membusuk (humus) di atas permukaan tanah
Kata karst berasal dari bahasa Jerman, yang mengambil alih kata carso dari bahasa Italia, atau krs dari bahasa Slovenia. Di Indonesia, ada usaha geologiwan yang menterjemahkannya dengan istilah curing, kras atau kars Karst - ialah suatu daerah sebelah Timur Laut kota Trieste, di daerah Slovenia, yang pada tahun 1850, tampak sangat gersang, oleh deforestasi selama berabad-abad. Ini adalah kawasan yang pertama kali dideskripsi oleh geologiwan abad lalu ( Cvijic dll). Kini, oleh mpenghijauan kembali, kawasan tersebut sudah tertutup hutan yang cukup lebat, tetapi tetap dinamakan Karst. Kawasan karst - ialah suatu bentangalam yang menampakkan karakteristik relief dan drainase yang khas, terutama disebabkan oleh derajat pelarutan batu-batuannya di dalam air, yang lebih tinggi dari kawasan lain. Yang bisa menampakkan relief karst : Batuan karbonat - Kalsium karbonat. Kalsium magnesium karbonat (dolomit) Evaporit - Lebih mudah larut dari batuan karbonat: Halit (NaCl, KCl) Gipsum. Eksokarst lebih ditekuni para geologiwan, endokarst lebih ditekuni para speleologiwan. Endo dan eksokarst harus dikuasai oleh ahli karstologi. Harus dipahami istilah-istilah : Pseudokarst-Juvenile karst-Mature karst-Exhumed karst-Palaeokarst-Relictkarst-Holokarst-Merokarst-Thermokarst -Volcanokarst-Fluvial karst-Permafrost karst-Bare and Covered karst-Subsoil and mantled karst-Free karst-
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
28
Impounded karst-Sujacent atau interstratal karst-Burried karst-Biokarst-Tropical karst-Arid karst. Gvozdeckij (1965) melakukan klasifikasi karst sebagai berikut : 1. Karst terbuka (bare karst). Tidak tertutup apa-apa. 2. Karst tertutup (covered karst), oleh sedimen yang tidak ada
hubungannya dengan masa batugamping itu sendiri.(aluvium, sandstone, fluvoglacial).
3. Karst tertutup tanah yang berasal dari batugamping itu sendiri (terra rossa)
4. Karst terpendam (burried karst). Tertutup sempurna oleh batu-batuan yang lebih muda, secara kebetulan ditemukan sewaktu diadakan pengeboran atau membuat sumuran.
5. Karst tropika. 6. Karst permafrost.
Karstologi - Ilmu yang mempelajari fenomena karst dari berbagai aspek ilmiah secara interdisipliner. Aspek-aspek ilmiah karstologi : 1. Geomorfologi - topografi karst, 2. Morfogenesis karst. 3. Micro karst forms- bentukan karst mikro. 4. Litologi dan stratigrafi batuan karbonat. 5. Hidrologi karst. 6. Sedimentologi karst. 7. Denudasi karst. 8. Ekologi karst. 9. Vegetasi karst. 10. Masalah agraria di kawasan karst. 11. Masalah peternakan di kawasan karst. 12. Kependudukan di daerah karst. 13. Masalah kesehatan di kawasan karst. 14. Arkeologi. 15. Paleontologi. 16. Pariwisata kawasan karst. 17. Konservasi kawasan karst. 18. Eksploitasi kawasan karst. 19. Bendungan di kawasan karst. 20. Nilai strategi kawasan karst
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
29
Morfogenesis Kawasan Karst Faktor-faktor yang mempengaruhinya :
1) Litologi-Jenis kemurnian batuan karbonat. -Kelulusan (permeabilitas) batuan. -Kesarangan (porositas) batuan. -Kemampatan (compactness) batuan.
2) Sistem percelahan-rekahan pada batuan. 3) Tektonisme. 4) Sistem kekar-sesar-patahan yang ada. 5) Iklim masa lalu dan masa kini. Intensitas curah hujan.
(tropical karst, arid karst) 6) Kualitas air hujan (hujan asam) 7) Jenis penutup di atasnya (tanah, vegetasi, batuan klastik, dsb) 8) Ketinggian di atas permukaan laut.(lowland, middle, highland karst). 9) Pengaruh uap air laut(coastal exposure surface)
10) Pengaruh aliran sungai (fluvial karst) 11) Pengaruh vulkanisme.(abu gunung berapi) 12) Proses fisiko-kimiawi, seperti case hardening, yaitu represipitasi batugamping
yang larut oleh air hujan.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
30
13) Pengaruh biologis (lichen-algae-akar pepohonan-detritus, dsb). 14) Perusakan lingkungan karst oleh ulah manusia. Geomorfologi atau topografi karst - ilmu yang mempelajari bentukan alam karst. Yang menjadi kendala ialah peristilahan, yang tidak seragam, karena sejak semula digunakan istilah lokal, untuk bentukan alam karst tertentu. Contoh-contoh : Unthuk - Istilah bahasa Jawa untuk bukit khas di kawasan Gunung Sewu. Secara internasional dikenal sebagai conical hill, tetapi dengan bentuk yang lain daripada yang telah dikenal, sehingga dinamakan Gunung Sewu type hill. Pepino hills - Sederetan bukit karst di Puerto Rico, Mogote - Bukit karst yang berdiri sendiri atau berkelompok tetapi terpisah satu sama lain. Cenote - Sumuran yang berisi air di jazirah Yucatan. Turmkarst-Towerkarst-Karst a tourelles - Bukit terjal menyerupai menara. Dolina-sinkhole-closed depression - cekungan di daratan karst. Polje (Slovenia) - Wang (Malaysia) - Hojo (Cuba) - Plans (Perancis) - Dataran karst yang dilingkari perbukitan karst, yang biasanya dialiri sungai. Kekacauan dalam peristilahan ini, ditanggulangi dengan beberapa simposium internasional, yang menghasilkan kesepakatan peristilahan melalui Glossary of Karst Terminology (1970-Contributions to the International Hydrological Decade). Geological Nomenclature (1980-Royal Geological and Mining Society of the Netherlands) dalam bahasa Inggeris-Belanda-Perancis-Jerman-Spanyol. Beberapa bentukan morfologi karst : Doline Doline ialah cekungan tertutup (close depression) yang memiliki kedalaman antara 2 m sampai 100 m dengan diameter 10 m sampai 1000 m. Umumnya berkelompok dan dapat juga berjauhan. Cvijic (1893) membedakan doline dalam bentuk :
1. Doline berbentuk mangkuk, bila cekungan itu berdiameter 10 kali ukuran kedalamannya, derajat kemiringannya antara 10o-20o, bentuk dasar rata tertutup tanah dan sering becek.
2. Doline berbentuk corong dengan diameter 2 kali – 3 kali kedalamannya, dinding dari batuan atau tanah dengan kemiringan 30o-40o, bentuk dasarnya sempit.
3. Doline berbentuk sumur dengan perbandingan diameter lebih kecil daripada ukuran kedalamannya, dinding terbuat dari batuan, terjal sekali bahkan tegak lurus bersatu dengan dasarnya.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
31
Uvala (Slovenic) Cvijic (1901) mendeskripsikan istilah ini untuk cekungan dan dasar yang luas dan tidak rata. H. Lemann (1970) mengartikan untuk lembah yang memanjang, kadang-kadang berkelok-kelok dan biasanya dasarnya menyerupai cawan di daerah karst. Tidak disebutkan dasarnya rata menyerupai indikasi doline yang letaknya berdekatan. IUS (International Union of Speleology, Fink, 1973) menganut pendapat H. Lemann tetapi dengan dasar yang tidak rata. Sinking creek Sinking creek ialah sungai yang mengalir di daerah karst tetapi menghilang karena masuk ke aliran bawah tanah. Sink Sink merupakan tempat sungai permukaan lenyap (surface runoff), yaitu dimana air menghilang secara difusi melalui material alluvium. Swallow Hole Swallow hole terjadi apabila sungai permukaan menghilang melalui lubang yang nyata terlihat. Poljes Menurut Frans Von Steinberg (1961), poljes merupakan depresi di daerah karst yang luas arealnya, sedangkan Fink (1983) dari IUS, mengemukakan bahwa poljes adalah depresi ekstensi di daerah tertutup di semua sisi, sebagian besar terdiri dari lantai yang datar, dengan batasan yang terjal di beberapa bagian dan dengan sudut yang nyata antara dasar atau poljes serta tepi yang landai atau terjal. Poljes memiliki drainase bawah tanah dan dapat kering sepanjang tahun serta dialiri pada saat-saat tertentu dan bahkan tergenang. Biasanya luasnya beberapa kilometer, berkelok-kelok dan dasarnya tertutup deposit alluvium atau residu pelapukan (terrarossa, gravel dan lainnya), lantai poljes biasanya tidak permeabel. Danau Karst Letaknya biasanya berada pada cekungan, terbentuk karena dasarnya kedap air akibat akumulasi dari lumpur atau bahan residu pelapukan yang kedap air. Danau karst sering disebut danau perenial bila dijumpai sepanjang tahun, dan non perenial jika hanya dijumpai pada musim hujan. Natural Bridge (Jembatan Karst) Merupakan suatu fenomena yang menyerupai jembatan di kawasan karst. Faktor-faktor yang mempengaruhi karstifikasi endogenik dan eksogenik
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
32
yaitu faktor iklim, vegetasi, pedologi, geofisik, fisiokimia, stratigrafi, dan ketebalan, kepadatan, porositas, permeabilitas batu gamping itu sendiri. Faktor vulkanisme juga mempengaruhi proses karstifikasi. Adapun komponen batuan karbonat terdiri dari konstituen alakenin (butiran kerangka atau bioclast, oncoid, intraclast, dan butiran bergumpal serta oids) mikrit dan semen (klasaitik dan aragonit maupun dolomit). Sedangkan komponen non karbonat dibagi menjadi non-detrial (tanah liat, debu, dan pasir) dan diagenetik (Folley, 1959). Batuan karbonat merupakan batuan yang dominan di kawasan karst. Secara mineralogi, mineral karbonat pada kawasan karst terdiri dari kalsit, dolomit, aragonit. Kalsit adalah kalsium karbonat rombohedral, proses substitusi pada kalsit terjadi dengan Fe, Mn, Zn, dan CO atau substitusi dengan ion Mg sampai 20 mol persen. Dolomit adalah kalsium magnesium karbonat (CaMg(CO3)2), dengan kandungan berkisar antara 50-58 mol persen dan ion Mg dapat disubstitusi dengan Sr, Ba, Pb, dan K. Batu-batuan ini akan berpengaruh pada karakteristik karst yang ditujukan oleh struktur geologi karst, yaitu porositas, permeabilitas dan sistem patahan. Proses pembentukan geomorfologi karst sangat dipengaruhi oleh proses:
• Kimia (pelarutan dan pengendapan)
H20 + CO2 H2CO3 Air karbon dioksida asam karbonat H2CO3 + CaCO3 Ca(HCO3)2
Batu gamping Kalsium bikarbonat Ca2+ + 2HCO3
2 • Fisis
Pelapukan, peretakan, patahan, gravitasi transfer, peruntuhan, erosi Porositas Porositas menunjukkan ruangan yang terisi oleh udara atau air dalam batuan atau sedimen, diungkapkan dalam persen dari jumlah total material. Untuk kepentingan hidrologi yang perlu diperhatikan ialah ruangan-ruangan yang saling berhubungan, karena pori-pori yang terisolasi tidak berperan dalam perpindahan air.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
33
Porositas primer dalam batuan karbonat ialah ruangan-ruangan terbuka dalam batuan tersebut, yang sudah timbul sejak deposisi, diagenesis dan litifikasi. Porositas sekunder ialah jumlah ruangan terbuka dalam batuan yang ditimbulkan oleh proses pasca litifikasi seperti fruktuasi (joint, flauts, parting) atau akibat terjadinya pelarutan (solution cavities). Permeabilitas Permeabilitas merupakan efisiensi batuan untuk menyalurkan air. Permeabilitas primer adalah kemampuan batuan untuk menyalurkan air melalui pori-pori atau ruangan intergranuler yang sudah ada sejak pembentukannya dan saling berhubungan. Permeabilitas sekunder bila penyaluran air itu melewati ruangan-ruangan yang timbul kemudian, seperti joint, bedding, fault, misalnya akibat gerakan tektonik Suatu kawasan karst, permeabilitas dan porositas ini sangat variabel, karena tidak terlepas dari keanekaragaman struktur dan diagenesis batu gamping. Pada bagian batu gamping yang telah mengalami karstifikasi, biasanya permeabilitas dan porositas primernya rendah, tetapi permeabilitas dan porositas sekundernya tinggi. Pada batu gamping tidak mengalami karstifikasi, permeabilitas dan porositas tinggi dan tidak dijumpai permeabilitas sekunder. Pada batu gamping terdapat aliran difusi (diffuse flow). Pada batuan karbonat yang telah mengalami karstifikasi, yang menonjol ialah terbentuknya saluran-saluran terpilih (prefered channels) yang meluruskan air ke arah local base level atau zona phreatik. Permeabilitas umumnya dinyatakan dengan jarak yang ditempuh air dalam suatu permeabilitas tertentu dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan. Sistem Patahan Pada batuan yang tidak mengalami permeabilitas intergranuler primer, joint adalah penting untuk memulai perkolasi air ke bawah (Stringfield dkk., 1979). Sedangkan bedding planes bagi penyaluran air bawah tanah (Palmer, 1977) tetapi pergerakannya tetap dipengaruhi oleh adanya patahan-patahan. Joint adalah patahan yang paling sering dijumpai di akifer karbonat. Orientasinya adalah hampir tegak lurus dengan bedding plannes. Bahkan Grice (1968) menemukan joint yang sejajar letaknya dengan bedding plannes di Canada (Manatoba, Grand Rapides. Joint secara primer mempengaruhi arah aliran sebelum terjadi ruangan terlarut (solution cavities) dalam akifer karbonat. Joint yang tidak vertikal akan mempengaruhi gerakan air literal dan melebar melalui proses korosi (pelarutan batu gamping secara kimiawi). Distribusi dari joint dan bedding plannes ini dari satu bagian karst dan bagian karst lainnya dapat berbeda. Menurut Kasting (1977) hal ini mempunyai pengaruh positif terhadap air tanah (bila melancarkan aliran dalam akifer, antara lain dengan
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
34
menghubungkan beberapa aliran akifer yang tadinya terisolasi), bisa pula negatif bila aliran air terhambat karenanya. Bentukan Karst Mikro
Obyek penelitian yang amat menarik perhatian para ahli geomorfologi karst, ialah variasi bentukan yang tampak pada permukaan batuan karbonat, akibat proses pelarutan atau pelapukan. Banyak sekali nama yang lokal yang digunakan untuk mendeskripsi aneka bentukan ini, tetapi kini semua bentukan mikro itu dikenal dengan sebutan Karren, Lapies atau Schratten. Morfologi Karren itu tergantung dari : 1. Distribusi, sifat dan banyaknya hujan. (air maupun salju) 2. Sifat fisik dan kimiawi batugamping. 3. Reaksi kimiawi yang meliputi CaCO3, CO2 dan H2O. 4. Ada tidak adanya penutup tanah, tanaman, humus dsb. 5. Sudut kelandaian permukaan batugamping 6. Fase iklim masa lampau. Jenis - Jenis Karren Rillenkarren - Trittkarren - Rinnenkarren - Spitzkarren - Meanderkarren - Rundkarren - Kluftkarren - Hohlkarren - Deckenkarren - Kamenitza (Tinajita) - Solution Notch - Limestone pavement - Seekarren - Rainpits. Dapat terjadi di dalam tanah, di udara luar atau perbatasan tanah-udara. Morfogenesis Endokarst Faktor-faktor yang mempengaruhi : 1) Infiltrasi. 2) Perkolasi. 3) Rhizolith (sistem perakaran tanaman) 4) Korosi (Chemical erosion) 5) Korasi (Mechanical erosion) 6) Proses peruntuhan ruangan bawah tanah. (Collapse of underground
voids) 7) Tektonisme dan gempa bumi. 8) Sistem kekar-sesar-patahan. 9) Kegiatan pertambangan.
10) Sedimentasi dalam gua. 11) Pengendapan batukapur atau kalsit (speleothems).
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
35
Peralatan dan Perlengkapan Penelusuran Gua Kegiatan penelusuran gua didukung oleh penguasaan teknik dan peralatan yang memadai. Kriteria pemilihan perlengkapan dan peralatan
• Standard keamanan (safety) 1. UIAA (Union International des Associations d’Alpinisme) 2. CE (Conformite aux Exigences) 3. EN (European Norm) 4. CEN ( Comite Europeen de Normalisation)
• Kekuatan dan daya tahan Alat yang digunakan harus diketahui kekuatan dan beban maksimal yang direkomendasikan. Alat harus tahan terhadap situasi dan kondisi gua yang rentanterhadap abrasi / gesekan, air, lumpur, batuan kapur. Peralatan gua vertkal direkomendasikan yang telah melewati ”individually tested” yang ditandai dengan beban maksimal ”MAX” dan beban aktif ”USE”
• Fungsionalitas Pemilihan peralatan perlu diperhatikan fungsi alat, hal ini berkaitan dan penggunaan yang efektif dan efisien. Selain dari fungsi dasar, perlu di pahami fungsi – fungsi tambahan pada alat. Penggunaan alat akurat, tepat guna dan sesuai dengan kebutuhan (simplicity). Faktor yang perlu diperhatikan adalah”berat”, yang hal ini berpengaruh terhadap daya tahan/stamina dari penelusur gua.
Uraian standard peralatan penelusuran gua :
• Cover All Fungsi : Pakaian pelindung Bahan : PVC, Nylon fabric,
Keterangan : Bahan cover all mampu melindungi dari gesekan, basah dan dingin, disesuaikan dengan tipe gua.
• Sepatu
Fungsi : Alas dan melindungi kaki Jenis : Sepatu Boot, PDL
Keterangan : Sepatu mampu melindungi mata kaki, tahan terhadap gesekan, grip dan sol tahan air dan lumpur.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
36
• Helm Fungsi : Melindungi kepala dari benturan Jenis : Speleo helmet
Keterangan : Bahan terbuat dari fiber carbon, kevlar atau polycarbonate. Helm didesign mampu meredam benda yang jatuh menimpa helm.
• Pencahayaan Fungsi : Memberikan penerangan Jenis : Electrical lamp dan carbide model
Peralatan Gua Vertikal :
• Tali Fungsi : Alat utama untuk lintasan SRT Jenis : Static dan Dynamic Keterangan :
Hal yang perlu diperhatikan : - Ukuran diameter tali / size - Abrasi / gesekan - Simpul - Bahan kimia - Umur tali
• Peralatan Rigging
Fungsi : Untuk membuat anchor / tambatan Jenis :
1. Natural anchor : Webbing / sling (turbular dan flat)
2. Bolting Anchor : Hammer, Driver, Spits, Bolting bag, Hanger, Pyton.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
37
• Carabiner Fungsi : sebagai penghubung atau pengkait Jenis : carabiner screwgate, non screw, auto lock
• SRT set Alat personal SRT Set terdiri dari:
1. Harness Fungsi : Sebagai penghubung utama badan dan alat lainnya. Jenis : Sit harness, Body harness
2. Maillon Rapide 8 mm Fungsi : sebagai penghubung harness dan alat ascending dan descending Jenis : Delta MR dan semi circular
3. Cowstail Pendek dan Panjang Fungsi : Sebagai pengaman dan penghubung ascender Jenis : Dynamic rope dan Webbing (spelegyca)
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
38
4. Carabiner Fungsi : Sebagai penghubung alat Jenis :
a. O carabiner screw gate b. O carabiner non screwgate /
C.friksi c. D screwgate
5. Descender Fungsi : Alat turun Jenis : Auto stop, Rack, Simple
6. Ascender Fungsi : Alat naik Jenis : a. Croll / alat naik di dada b. Jammer / alat naik di tangan c. Basic jammer / alat naik di
tangan
7. Chest Harnest Fungsi : sebagai penghubung croll dengan badan Jenis : Webbing soft
8. Foot Loop
Fungsi : Sepagai pijakan kaki Jenis : Static rope dan webbing
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
39
Peralatan transport : Fungsi : Alat tambahan untuk membawa peralatan dan logistik
Jenis : Tackle bag, waterproof bag, perahu karet
Peralatan rescue :
1. Pulley (single & tandem)
2. Houling set terdiri dari : pulley, basic, 2 bh oval carabiner screwgate
3. Mini traxion / pro traxion
4. Survival blanket
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
40
PENGETAHUAN SIMPUL SIMPUL DASAR
Salah satu bagian yang harus dimiliki seorang penelusur gua adalah
pengetahuan tentang simpul dan kemampuan membuat simpul dengan mudah
dan cepat. Untuk itu dibutuhkan waktu yang tidak sedikit, dan dalam hal ini
ditekankan untuk memahami dengan baik tentang pengetahuan simpul. Banyak
sumber yang menyarankan untuk mempelajari simpul sebanyak – banyaknya,
yang masing – masing punya kegunaan sendiri.
Pendekatan yang disarankan saat ini menganggap jauh lebih baik
menggunakan simpul. Tetapi perlu diketahui berbagai macam simpul demana
dibutuhkan untuk suatu hal yanmg bersifat darurat maupun kesulitan lain
selama melakukan penelusuran gua. Untuk pendalaman dan pemahaman
simpul yang penting dan sering digunakan dalam penelusuran gua secara detail
untuk memudahkan jika dalam keadaan darurat, pertolongan akan lebih mudah
dilakukan seorang penelusur dalam membuat simpul tanpa harus berpikir dua
kali. Hal ini cenderung berlaku sebagai otomatis, karena penelusur dapat
membuat simpul dengan cepat dan benar.
Kriteria Simpul Yang Baik. Simpul yang baik untuk penelusuran gua Vertikal dibagi 5 ( lima ) kriteria, antara lain sebagai berikut :
1. Mudah dibuat.
2. Mudah dilihat kebenaran lilitannya.
3. Aman, dengan ikatan / lilitan tidak bergerak dan bergeser ataupun
tertumpuk pada saat dibebani.
4. Mudah dilepas / diurai setelah dibebani.
5. Mengurangi kekuatan tali seminimal mungkin
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
41
Figure eight loop
bowline
Alpine butterfly
False butterfly
Double bowline On a bight
Tape
Figure nine loop
Rabbit
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
42
Double fisherman
Triple figure eight Italian / Munter hitch
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
43
Teknik Penelusuran Teknik Penelusuran Gua Horisontal Penelusuran tanpa perlengkapan
Dalam lintasan horizontal, penelusur biasanya membawa perlengkapan
personal dan barang mereka dalam tas caving kecil. Paling mudah, serta cara
paling efektif dan dengan dampak minimal terhadap gua dalam lintasan jalan
adalah dengan mengikuti jalan yang sama dengan jalan yang dilewati oleh
anggota team di depan, dengan hati-hati menghindari area sensitive (flowstone,
stalactites, stalagmites, rimstone, dsb). Jalan dengan santai dan hindari
perubahan kemiringan yang tidak perlu-meskipun ini ditempuh dengan jarak
yang lebih jauh. Ini akan menghemat tenaga. Perhatikan pandangan di depan
untuk membantu menaruh pijakan kaki.
Jika ada anggota tim yang tertinggal di belakang, leader harus
memperlambat jalannya. Jika anggota yang paling lambat berhenti, leader
harus berhenti dan tidak melanjutkan jalannya seketika saat anggota paling
belakang sampai padanya, ini akan memberi waktu istirahat pada anggota team
yang lain.
Beri waktu istirahat secara berkala, hal ini untuk memberikan tubuh kita
waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan gua. Kondisi gua yang lembab dan
wearpack yang menangkap penguapan tubuh melalui keringat yang
menghalangi mekanisme pendinginan tubuh dan membuat kita menjadi basah.
Untuk mencegah hal ini, buka bagian atas wearpack ketika melewati lintasan
kering.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
44
Lintasan merayap Tergantung pada bawaannya, penelusur dapat
membawa tasnya dalam posisi : Kita dapat
memperkecil kelelahan dengan memvariasikan
gerakan saat berjalan.
Canyons Dan Meanders Lintasan canyons tinggi, lintasan sempit
berkelok-kelok yang terkadang
membutuhkan tenaga extra saat
menelusurinya.
Down Climbing
Duck Walking Dan Merayap Pada lintasan rendah
Posisi : Chimneys & Traverses
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
45
Teknik Vertikal Rapelling (Descending / Abseiling) dengan decender.
Pada posisi free drop seperti di
sebelah kiri , tubuh menggantung pada
anchor menggunakan cowstail pendek
dan gunakan lutut untuk keseimbangan.
Jika terdapat pijakan yang bagus,
coestail pendek tidak terbebani sebelum
turun. Kemudian buka sisi penutup
descender dalam posisi menyilang.
Pasang tali dalam posisi ‘S’ di
descender, lalu tegangkan tali pada
descender. Dengan cara menariknya
untuk menghindari kendornya tali yang
tidak perlu.
Ketika tali telah dilewatkan pada
karabiner friksi, mulai untuk turun.
Mengontrol kecepatan turun
Kita bisa megatur kecepatan turun dengan cara
memegang tali dengan 1 tangan atau dua tangan. Dibawah
karabiner friksai. Begantung pada kesukaan masing-masing.
Jika tangan kiri bebas, gunakan untuk memegang
descender, untuk membantu memberikan keseimbangan pada
tubuh. Dalam turun free hang dimana kaki kita samasekali tidak
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
46
menyentuh dinding gua, sebaiknya kita dalam posisi setengah duduk.dengan
posisi dada parallel dengan tali
Berhenti pada Rapelling Kuncian full lock adalah cara teraman untuk berhenti
secara penuh dan mengunci descender selama turun. Ini hanya
boleh dilakukan jika descender dalam posisi terbebani. Jika tidak
terbebani, meskipun dalam hentakan yang pendek akan merusak
descender japabila tidak ditempatkan secara benar pada karabiner
yang dihubungkn pada Maillon Rapide.
1. Pegang perlahan descender dengan tangan kiri
2. Buat kuncian half – lock menggunakan tangan kanan
3. Lengkapi kuncian half lock, dengan full lock
Melintasi Rebelay / Intermediate Melintasi rebelays membutuhkan beberapa
teknik :
1. Turun perlahan dan hentikan rappel
ketika berada di posisi sejajar dengan
rebelay, sedikit sisa tali harus tersedia di
bawah descender.
2. Kaitkan cowstail pendek pada karabiner
dengan pintu menghadap ke kamu,
dengan menggunakan simple
descender, satu tangan masih
memegang tali selama operasi ini.
3. Teruskan turun hingga beban berpindah
ke short cowstail, setelah itu pindahkan
descender lalu pasang pada tali
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
47
selanjutnya yang berada di bawah rebelay, usahakan sedekat mungkin
dengan rebelays
4. Melepas cowstail, Lepas cowstail dengan berdiri di atas. dinding atau
di loop yang dibuat oleh tali atas. Jangan lupa untuk
melepas tali dari karabiner friksi
5. Teriakkan sinyal “Rope Free” sehingga orang di atas bisa
melanjutkan turun. Jangan pernah melepaskan
pandangan dari descender, ini akan membantu
memposisikan dan membebani dengan benar sebelum
mulai turun
Melintasi sambungan tali atau simpul Prosedur 1
1. Turun sampai descender berhenti pada sambungan tali (lepas
karabiner friksi dari tali), pasang cowstail pendek pada simpul
sambungan tali.
2. Pasang upper ascender (yang terkait pada cowstail panjang) sejajar
dengan wajah
3. Berdiri pada footloop, pasang croll diantara upper ascender dan
descender, beban tubuh menggantung pada croll
4. Pindahkan descender ke bawah sambungan tali, kunci
5. Turun kan croll dengan berdiri pada footloop kemudian upper ascender
sedekat mungkin dengan simpul
6. Lepas croll dan turun perlahan ini akan memindahkan beban dari croll
ke descender; pastikan descender terpasang dengan benar pada
karabinernya sebelum membebaninya.
7. Lepas upper ascender dari tali, lanjutkan turun
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
48
Prosedur 2 1. Turun sampai descender berhenti pada
sambungan tali (lepas karabiner
friksi dari tali),
2. Pasang upper ascender diatas
descender sekitar 10 cm. lepas
cowstail panjang kemudian pasang
pada simpul sambungan tali.
3. Berdiri pada footloop, letakkan
cowstail pendek pada tali di atas
ascender
4. Duduk, beban berada pada cowstail pendek
5. Descender menjadi kendor; lepas dari tali dan
pasang kembali
Melintasi Deviasi 1. Berhenti rappel ketika sejajar deviasi, kunci descender jika perlu.
2. Jika dinding samping bisa dijangkau dengan kaki, dorong tubuh untuk
membuat deviasi menjadi sedikit kendor.
3. Saat melakukan ini, lepas karabiner deviasi dengan tangan yang bebas
dan taruh di atas descender.
4. Buka kunci descender dan mulai turun.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
49
Membawa Tackle Bag Ketika berada di tali,tackle bag caving
diletakkan menggantung di bawah, dikaitkan pada
maillon rapide. Membawa tackle bag di punggung
ketika kita di tali, akan mendorong kita ke belakang
serta membuat kehilangan keseimbangan, juga
membuat kerja yang tidak perlu
pada otot abdominal dan tangan..
Untuk menghindari terbelitnya
tackle bag dengan tali utama,
gunakan kaki kanan untuk
menahan tali utama, Gunakan
kaki untuk mengarahkan tackle
bag dari tali jika tackle bag ada
kemungkinan untuk mengayun.
Taruh tackle bag di punggung untuk sementara waktu jika ada
kemungkinan bahaya batuan jatuh atau ketika mendekati aliran air
Menuruni Pits Panjang Tali basah bisa menambah hingga 50%
berat daripada tali normal. Pada lorong vertical
yang amat panjang, bertambahnya bobot tali
bisa membuatnya sulit untuk memasang
descender. Pemecahannya adalah dengan
memasang hand ascender dengan posisi
terbalik pada maillon rapide.Ini akan membuat
kedua tangan bebas , yang akan memberi
cukup tali yang diperlukan untuk memasang
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
50
decender. Ketika descender sudah terpasang, lepas ascender, dan
mulailah turun.
Di awal. Kamu mungkin akan menaruk tali, pertama dengan kedua
tangan dan kemudian dengan satu tangan, selanjutnya kamu akan
merasakan teknik rappel yang normal. Bila memakai descender auto-lock,
hilangkan pengunciannya dengan karabiner, sehingga kamu akan
mendapat dua tangan untuk menarik tali.
Untuk rappelling di atas 200 meter tanpa sebuah rebelay, gunakan
escender rack. Dengan menambahkan palang atau barnya ketika turun,
akan menambah gerakan friksinya.
Memanjat Tali dengan Menggunakan System Frog Rig
Perkembangan dan penggunaan dari system sit – stand (duduk –
berdiri)- yang secara luas dikenal sebagai system Frog- telah secara tajam
mengurangi penggunaan tangga baja caving. Selama era tangga baja, tali
hanyalah digunakan untuk turun, dengan turun memakai friksi pada punggung
sebelum ditemukannya figure of eight descender Di awalnya belum ditemukan
teknik untuk menaiki tali yang sederhana, efisien dan semua anggota team bisa
menggunakannya.
Adalah Andre Meozzi seorang anggota aktif Speleo Club de la
Tronche (Isere, France), yang pertama kalinya mengembangkan teknik modern.
Anggota club ini mengadopsi metodenya dengan antusias, dan hal ini
membantu mereka untuk membuat kemajuan yang signifikan dalam eksplorasi
mereka.Namun metode sit-stand belum bisa diterima dengan begitu cepatnya
dimana-mana pada saat itu, Hanya saja pada saat EFS (Ecole Francais de
Speleologie) sekolah caving Perancislah yang memanggil anggota klub La
Tronche untuk mengelola sesi latihan . Sekarang di Eropa telah mengadopsi
system Frog rig
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
51
Perlengkapan Sebuah ascender yang dipasang pada sebuah footloop dihubungkan pada
karabiner cowstail panjang, Ascender dada, Croll (ditemukan oleh Fernand
Petzl) diletakkan antara harness dada dengan maillon rapide.500 gram pada
perlengkapan personal dibandingkan dengan berat kabel baja yang sekitar 12,5
Kg per 100 meter. Disinilah letak revolusi pada perbedaan keduanya.
Teknik - Buka penutup chest ascender dengan gerakan memutar pada handlenya,
masukkan tali di dalamnya.
- Gunakan gerakan yang sama pada ascender atas, letakkan sejajar dengan
mukaPilih sebuah single footloop , taruh satu kaki pada footloop untuk
membantu mendorong tubuh ke atas. Untuk mengatur panjang footloop,
berdiri tegak sambil memegang footloop yang dibuat tegang dengan kaki
menginjak tanah dan didalam footloop. Harness dada (chest harness) harus
dikenvangkan dan Croll diposisikan di tali. Pada posisi ini, bagian bawah
dari upper ascender harus 2 – 3 cm di atas chest ascender.
-
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
52
Teknik memanjat terbagi dalam 2 (dua) fase : 1. Dorong upper ascender setinggi mungkin. Bersamaan, ngkat kaki,
tekuk lutut hingga tumit berada di bawah selangkangan. Taruh satu
kaki pada footloop diatas yang satunya akan membantu mendorong
kaki bawah ke belakang, menambah gerakan pada tali.
2. Jaga tubuh dan kepala tetap lurus saat mendorong kaki ke bawah dan
belakang, dengan kaki yang bebas diletakkan di atas yang lain untuk
membagi kerja diantara keduanya. Pada saat bersamaan gunakan
lengan untuk membantu menjaga tubuh bagian atas untuk dekat dan
sejajar dengan tali. Hindari menarik tubuhmu sendiri dengan lengan;
biarkan kaki untuk melakukannya. Lengan memiliki jumlah otot yang
lebih sedikit daripada kaki, menggunakan lengan akan dengan cepat
melelahkan. Ketika kaki telah sepenuhnya berdiri, taruh beban tubuh
dengan cara duduk pada chest ascender. Ini akan melengkapi satu
siklusnya. Dorong lagi upper ascender, melangkah pada footloop, dan
seterusnya
Mengunci tali dengan kedua kaki dan antara footloop dengan satu kaki
Istirahat selama pemanjatan, akan memberikan tubuh untuk mengambil posisi yang paling
nyaman
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
53
Naik melewati Rebelay 1. Hentikan upper ascender sekitae2-3 cm di
bawah simpul
2. Pasang cowstail pendek pada anchor
3. Berdiri pada footloop, lepas croll dan
transfer beban pada cowstail pendek
4. Pasang croll pada tali atas, tarik tali di
bawah croll hingga croll tegang
5. Pindahkan upper ascender dari tali bawah
dan letakkan pada tali atas, di atas croll
sejajar dengan wajah
6. Mulai memanjat dengan berdiri pada footloop dan tarik tali di bawah
croll
7. Setelah 1 – 2 langkah naik, cowstail pendek akan mengendur, dan
lepas cowstail pendek
8. Periksa anchor rebelay apakah benar posisinya, lanjutkan memanjat
Keluar dari pitch langkah-langkah sama dengan melewati rebelay
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
54
Melewati Simpul 1. Bawa upper ascender sekitar 2 – 3
cm di bawah simpul, naikkan croll
setinggi mungkin.Pasang cowstail
pendek pada simpul.
2. Pindahkan upper ascender dari tali
dan tempatkan di atas simpul, cukup
tinggi untuk memberikan tempat pada
Croll
3. Dengan berpijak pada footloop dan
pindahkan croll ke tali di atas simpul
4. Lepas cowstail pendek
5. Lanjutkan naik.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
55
Rigging
Teknik pemasangan lintasan baik vertical maupun horizontal yang
digunakan untuk melewati medan.gua. Hal yang perlu diperhatikan dalam
rigging :
- Aman
- Tidak merusak peralatan
- Dapat dilewati oleh anggota tim
- Siap digunakan untuk rescue
Persiapan Memilih panjang tali
Jika terdapat dokumentasi suatu survey system perguaan, dan kita
bermaksud untuk melaksanakan survey di kawasan tersebut, kita bisa melihat
informasi rigging yang tepat.
Namun hal ini tidak berlaku apabila kita bermaksud ntuk melaksanakan
survey di daerah yang baru atau untuk melanjutkan eksplorasi. Dalam hal ini
kita membutuhkan beberapa pengetahuan mengenai kawasan karst yang akan
kita survey, dan terutama informasi morfologi kawasan tersebut. Ini akan
membantu kita untuk menentukan jumlah tali yang harus dibawa. Jumlah juga
bergantung pada jumlah tim serta durasi eksplorasi yang direncanakan. Ukuran
tali tergantung pada kemampuan teknik tim serta frekuensi penggunaannya.
Pengecekan awal Kondisi semua tali harus dicek lagi sebelum atau ketuka dimasukkan ke dalam
tas. Selama pemeriksaan ini, setiap tali harus dilepas ikatannya serta dicek
secara visual dan manual terhadap kemungkinan rusaknya mantel tali,
perbedaan diameter atau kekakuan yang mengindikasikan adanya kerusakan
pada inti tali
Memberi simpul ujung (end knot)
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
56
Simpul bisa berupa sebuah simpul delapan, tidak terlalu ketat, ditempatkan
kira-kira 1 meter dari ujung tali. Ynag mana simpul ini bisa disambung dengan
tali yang lain ketika tali pertama sudah habis sebelum dasar pitch tercapai.
Pastikan semua tali yang akan dugunakan sudah tersimpul pada ujungnya.
Packing tali Pertama sekali adalah menempatkan simpul stopper pada ujung tali.
Dan biarkan simpul tergantung di luar tackle bag, kemudian masukkan sisa tali
ke dalam. Masukkan tali sejangkauan tangan dan tidak membuat gulungan
pada taliyang mana tali akan terpeluntir dan menyebabkan tali sukar diuraikan
ketika kelur dari tas.
Tambatan Alami (Natural Anchors) Cek setiap kali menggunakan natural anchors dengan menggunakan
hammer, harus tidak terdengar kosong ketika
dipukul. Juga ratakan permukaan yang terlihat tajam.
Perhatikan arah lintasan, jangan biarkan
sling lepas dengan sendirinya ketika arah lintasan
berubah gunakan simpul jangkar yang semakin
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
57
membelit ketika dibebani, meskipun ini akan mengurangi kekuatan sling
sebesar 20%.
Pohon Ketika kita menemukan posisi yang baik, pohon merupakan anchor yang bagus
untuk turun di entrance. Selama mereka hidup, tua, dan memiliki perakaran
yang bagus di tanah, mereka umunya kuat. Sebuah pohon yang kuat bisa
digunakan sebagai anchor dobel.
Tonjolan batuan Tonjolan biasanya kuat namun mereka biasanya
memiliki sudut tajam; yang mana harus diratakan
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
58
dengan hammersebelum di rigging, namun jangan meratakan keseluruhan
dinding gua !!!Kurangi saja kemungkinan merusak tali. Jika menggunakan
anchor ini, gunakan sling untuk melindungi tali utama dari gesekan.
Eyeholes dan Jughandles Frekuensi dan kekuatan eyehole
sebagian besar tergantung pada
sifat alami batuan. Kita biasanya
dapat menjumpai di lintasan sungai
karena mereka merupakan hasil
dari proses korosi aktif batuan. Jika
mereka cukup kuat, sangatlah
praktis untuk menggunakan
mereka. Dibutuhkan sling webbing
atau tali
Batuan dan Chockstones Selalu periksa kondisi batuan, jika terdapat di Lumpur atau
serpihan batu, yang tidak bisa menahan tarikan yang akan
diberikan.
Chockstone yang tertjepit diantara dua dinding akan stabil,
Pasang dengan sling.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
59
Pemasangan Back Up Anchors
Slack atau panjang tali yang masih bisa diterima, namun
akan terasa hentakan yang tidak nyaman jika anchor primer
jebol
Jka unchor utama gagal, tegangan tali antara P dan s
menerima beban tanpa hentakan, memastikan kenyamanan
dan aman
Rigging jenis ini mengantarkan baik tali
maupun caver pada fall factor 2. Tidak
bisa diterima
Terdapat slack yang tidak perlu antara P
dan S, meningkatkan jarak jatuh dan
beban hentakan, meski fall factor masih di
bawah 1 dan tidak mencapai tingkat
bahaya. Kerugian yang lain bentuk seperti
ini boros tali
Dalam konfigurasi “false factor 2” ini, menempatkan simpul pada anchor primer
yang sejajar dengan anchor sekunder akan mengurangi potensi jatuh pada
nilai yang rendah
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
60
Pada konfigurasi ini, gagalnya anchor P akan mencegah back up uang aman,
atau jika gagalnya terjadi pada saat caver mendekati anchor, dia akan
terpelanting dengan keras ke dinding
Y – Belay Pengaturan ini akan membagi beban antara 2 poin
anchor. Y-Belay terutama digunakan dalam :
1. Di meander (anchor pada dinding sebelah),
dimana ini akan mencegah abrasi pada tali
2. Jika dinding tidak memiliki overhang. Hanya
Y- Belay atau deviasi yang menyediakan
sebuah free hang
3. Rigging ini membagi beban diantara kedua
anchor, mencegah beban hentakan jika salah
satu anchor gagal.
Simpul yang digunakan ada beberapa macam,
namun yang biasa digunakan adalah double
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
61
bowline on a bight dan double figure of eight on a bight
Semakin besar sudut yang dibentuk antara dua anchor Y – Belay akan
meningkatkan beban pada setiap anchor. Sudut ini tidak bisa lebih dari 120o
karena simpul menjadi ketat dan tali dari semula elastis, akan bertambah
panjang
Jika salah satu anchor dalam Y-Belay gagal, tidak terjadi hentakan atau
pendulum jika anchor kedua sudah tegang. Semakin keci;sudut yang dibentuk,
semakin sedikit panjang tali yang memisahkannya, maka akan semakin kecil
pula kemungkinan pendulum
Rebelay
Meskipun kita sudah benar
memasang lintasan di pitch atas dan
tali bebas, namun ada kemungkinan
akan menyentuh batuan di bawah.
Dalam hal ini perlu untuk menginstal
rebelay.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
62
Deviasi Seperti rebelay, deviasi juga menjaga tali dari
titik gesekan. Perbedaannya adalah deviasi tidak
dianchor dengan loop. Tali hanya dipasang karabiner dan
sling yang dikaitkan pada dindin
titik gesek,membalikakn arah tali menj
Mengarahkan
li secara umum
g berlawanan dengan
auhi batuan. Sudut
nchor utam
aruslah kuat dan dianggap sama dengan anchor utama dan harus didouble.
yang dibentuk biasanya rendah. Sling yang dipake kecil
dan tidak sekuat pada anchor rebelay
ta
sebesar 15o, menyebabkan gaya yang
bekerja pada sling seb
caver. Nilai akan mem
kali untuk sudut 30
esar ¼ dari beban
besar sebanyak ½
sudut yang
pada
a. Pada hal ini anchor poin
o. Jika
dibentuk sangat besar dan mencapai 60o,
sling dianggap sama dengan beban
a
h
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
63
Dasar Pemetaan Gua
I. Pendahuluan
mbaran proyeksi 2 (dua) dimensi dengan skala lebih
- Suatu gambaran proyeksi dengan skala lebih kecil dari medan
.
ng terkait dalam speleologi.
lasi system perguaan dengan gua-
ngembangan gua sebagai objek wisata
Sebagai data / rekaman keadaan gua pada saat itu (biasanya
II. Peral1.
Definisi Peta
- Suatu ga
kecil dari suatu bidang 3 dimensi yang mempunyai batas-batas
tertentu
sebenarnya
Manfaat Peta Gua
- Merupakan bukti otentik bagi penelusuran gua, sebagai team /
penelusur pertama yang menelusuri gua tersebut.
- Membantu para ahli dalam mempelajari Biospeleologi,
Hidrologi, ataupun ilmu ya
- Untuk mencari korelasi kore
gua di sekitarnya.
- Kepentingan Hankamnas
- Pariswisata untuk memudahkan dalam menentukan
prencanaan dalam pe
-
disertai dengan foto)
atan Yang Digunakan Kompas
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
64
Mengetahui atau mengukur derajat perbedaan antar lorong
terhadap arah sumbu utara magnetis
Pita ukur 2.
dan atasnya,pita ukur yang digunakan adalah
idapat sampai satuan sentimeter
ngan
4.
an pita ukur.
embar Kerja (worksheet)
bil selama survey.
Diusahakan yang terbuat dari bahan tahan air
D
III. sesuai derajat ketilitian
saat survey dilaksanakan. Oleh British Cave Research Association
njadi 6 (enam) tingkatan ditambah satu tingkatan
khusu
1.
ket kasar tanpa skala yang benar dan dibuat di luar
2. Grade 2
Untuk grade 5
yang terbuat dari bahan fiber, panjang maksimum 30 meter,
ketelitian yang d
3. Klinometer
Mengukur sudut kemiringan terhadap bidang datar de
satuan derajat
Topofil
Pada prinsipnya mempunyai fungsi sama deng
5. Catatan L
Dipergunakan untuk mencatat data yang diam
6. ATK
igunakan untuk mencatat data hasil survey
Standard Grade (Tingkatan) Dan Klassifikasi Peta Gua Peta gua yang dibuat memiliki tingkatan
(BCRA)dibagi me
s. Adapun pembagian tingkatan tersebut :
Grade 1
Gambar / s
gua dengan dasar ingatan dari si pembuat peta terhadap lorong-
lorong yang digambar.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
65
Gambar / sket kasar tanpa skala yang benar dan dibuat di
3.
bantuan kompas, tali
kur yang ditandai tiap meternya, memiliki ketelirtian pengukuran
m per 5 meter, dilakukan jika waktu sangat terbatas,
4. Grade 4
telah menggunakan kompas, klinometer serta
5.
engukuran dengan kompas prismatic, klinometer, pita ukur
engan toleransi kesalahan pengukuran jarak adalah
sdalam gua tanpa alat ukur apapun, hanya atas dasar perkiraan.
Grade 3
Sket yang digambar di dalam gua dengan
u
satuan 25 c
penggunaan klinometer sangat dianjurkan
Pengukuran
meteran dari bahan kain.
Grade 5
P
fiberglass, d
< 10 cm dan + 1o
Grade 6 6.
ada dasarnya sama dengan grade 5, tetapi kompas dan
a diletakkan pada tripod sehingga tida/ akan
7. Grade X
P
klinometerny
bergerak sewaktu akan dilakukan pengukuran.
Menggunakan peralatan teodolit serta pita ukur metalik
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
66
Selain membuat tingkat ketelitian (grade) peta gua, BCRA juga
embu
Cla
Detai antar station survey
IV. Survei Dan1. Metod
Ada d
a.
data pada station
ertama, sedang target pada station kedua. Setelah
pembacaan selesai pembaca dan pencatat data berpindah
ke station kedua, target pindah ke station ketiga. Dan
seterusnya sampai station terakhir.
m at klassifikasi perincian survey yaitu
Class A
Semua detail dibuat di luar gua atas dasar ingatan
ss C
Class B
Detail lorong diestimasi dan dicatat di dalam gua
Detail diukur pada tiap station survey
Class D
l diukur pada station survey dan
Pengambilan Data e dan Arah survey
ua metode survey, yaitu:
Forward Method
Dimana pembaca alat dan pencatat
p
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
67
b.
caan selesai, target
pindah ke station ketiga, dilakukan pembacaan. Setelah
selesai pembaca dan pencatat pindah ke station keempat.
Setelah selesai target1pindah ke station kelima,
pembacaan dilakukan dan seterusnya
ipergunakan untuk menentukan
ahan ekstrim bentuk lorong
. Batas pengukuran (30 m)
Leapfrog Method
Pembaca alat dan pencatat data pada station kedua, target
pada station pertama. Setelah pemba
) yaitu :
-
a (entrance) sampai ujung lorong
dasar gua atau sampai terakhir.
Arah survey ada 2 (dua
Top to Bottom
Pengukuran dimulai di mulut gu
/
- Bottom to Top
Pengukurran dari ujung lorong / dasar gua sampai entrance jadi
kebalikan dari system pertama
2. Penentuan Station
Dasar pertimbangan yang dapat d
suatu station survey yaitu:
a. Pertimbangan arah
b. Perub
c
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
68
d. Perubahan elevasi lorong )pitch, climb)
3. Organisasi Team Survey
t
- Orang Kesatu aca alat (membawa
- Orang Kedua
- Orang Ketiga
- Orang Keempat
vaasi (kemiringan lantai)
- Orang Kelima : ebagai leader, penentu titik
station maupun sebagai pemasang
lintasan pada pengukuran gua
vertikal
4. Data Yang direkam
Worksheet Survey
rhitungan hasil survey
e. Temuan penting (biota, ornament khusus, litoogi khusus,
dsb.)
Idealnya dalam sa u team survey pemetaan gua terdiri dari 5 (lima)
orang dengan pembagiann tugas sebagai berikut :
: Sebagai pemb
klinometer, kompas, dan meteran)
: Sebagai pencatat data pengukuran
: Sebagai descriptor / menggambar
bentuk lorong
: Sebagai target pengukuran,
membawa ujung meteran. Tinggi
badan 0rang pertama dan orang
keempat ini diusahakan sama,
dengan tujuan untuk mengurangi
kesalahan dalam pengukuran
sudut ele
S
Pe
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
69
Legenda Peta
eomorfologi
ent) tanpa uraian
peleothem rusak
talaktite
talagmite
olumn / Pilar
Gordyn
G Speleothem (ornam S S S C
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
70
Helectute Moon Milk Gourdam Calcite floor Scalop Pothole Alur Plafon Dan masih banyak lagi !!!
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
71
Lumpur Pasir Kerikil bulat Chip (tajam) Boulder/Runtuhan Bangunan
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
72
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
73
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
74
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
75
Biospeleologi
• Bios = hidup; kehidupan • Speleo = gua • Logos = ilmu
Biospeleologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan beserta kondisi lingkungan hidup organisme di dalam gua Gua dibagi menjadi 4 zona gua :
1. Zona terang, termasuk dalam bagian ceruk 2. Zona senja, zona peralihan antara bagian terang dan bagian gelap gua 3. Zona gelap, dengan fluktuasi suhu. Masih dipengaruhi iklim luar gua 4. Zona gelap, tanpa fluktuasi suhu. Tidak dipengaruhi iklim luar gua.
Aspek yang dipelajari :
1. Organisme 2. Hub. Organisme dg lingkungan 3. Material organik sbg makanan dasar. 4. Parameter lingkungan.
Biota Gua
• Trogloxene (Troglo = gua; xenos = tamu) • Troglophile (Troglo = gua; phileos = cinta) • Troglobion (Troglo = gua; bios = hidup)
FAUNA AVERTEBRATA GUA Yayuk R. Sudihardjono
Gua merupakan salah satu bentuk ekosistem yang unik dan khas, yang
tidak dapat dijumpai pada bentuk ekosistem lainnya. Keunikan gua tidak hanya
pada apa yang terkandung di dalamnya, tetapi juga bentuk morfologinya yang
juga dapat mengundang decak kagum pengunjungnya. Karena keunikannya
tersebut, banyak orang yang tertarik untuk mempelajarinya dari berbagai aspek,
baik geologi, arkeologi, morfologi maupun biota penghuninya.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
76
Di Indonesia penelitian hewan tanah masih dirasa sangat kurang
apalagi biota gua. Keberadaan fauna tanah/gua mempunyai arti penting dalam
rantai ekosistem, yang antara lain membantu perombakan bahan organik dalam
membantu pembentukan tanah. Terbatasnya peminat penelitian akan fauna
tanah/gua menjadi kendala dalam pengembangan pengetahuannya. Oleh
karena itu, tidak heran apabila pengetahuan fauna tanah maupun gua di
Indonesia masih sangat terbatas. Dengan terbatasnya pengetahuan yang ada,
menjadi salah satu sebab misteri yang menyangkut dayaguna fauna tanah/gua
belum tersingkap. Hal ini menjadi tantangan untuk menggali pengetahuan fauna
tanah maupun gua. Dengan demikian keberadaannya dapat didayagunakan
sebagaimana mestinya bagi tanpa mengurangi kelestarian eksistensinya.
EKOLOGI GUA
Kekhasan atau keunikan ekisistem di dalam gua disebabkan oleh
beberapa faktor yang terkomposisi. Faktor yang dimaksudkan antara lain
berupa suhu, pencahayaan, kelembaban, keadaan lantai dasar dan dinding,
vegetasi penutup di atasnya, dan kandungan oksigen. Karena kekhasannya
tersebut, maka di dalam gua hanya hidup jenis-jenis flora dan fauna yang
mampu beradaptasi dengan kondisi setempat.
Faktor utama yang berpengaruh langsung terhadap fauna gua adalah
iklim, sedang faktor tidak langsungnya adalah proses karstifikasi dan
pembentukan hutan di atasnya. Vegetasi biasanya lebih banyak dan
beranekaragam pada dataran tinggi (>3.700m), misalnya di hutan tropika,
pegunungan, dan hutan lumut. Pada umumnya, lantai jenis hutan-hutan
tersebut kaya akan bahan organik. Bahan-bahan organik ini akan terombak,
dan mengalami mineralisasi, membentuk tanah. Sebagian serasah dan humus
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
77
terbawa ke dataran lebih rendah melalui aliran air (banjir, arus, dlsb.), dan
sebagian lagi meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam.
Beberapa organisme permukaan tanah, dengan cara yang sama yaitu
hanyut, terbawa meresap-meresap ke dalam tanah. Mikroklimat yang
ditemukan di dalam tanah besar, kemungkinan besar mirip dengan mikroklimat
tempat asal (permukaan tanah/lantai hutan). Dengan menemukan mikroklimat
yang sama dan terpenuhinya kebutuhan pakan. maka organisme permukaan
tanah yang masuk ke dalam tanah akan mampu mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan akhirnya berkembang menjadi organisme tanah
Dengan cara yang sama, organisme tanah dapat mencapai gua.
Mikroklimat dan tersedianva pakan yang cukup menjadikan alasan kuat bagi
organisme tanah untuk bertahan di dalam gua. Oleh karena itu, beberapa jenis
fauna tanah juga dapat dijumpai di dalam gua. bahkan sampai di dekat daerah
akumulasi guano pun dapat ditemukan organisme tanah. Organisme tanah
yang mampu menyesuaikan diri dengan mikroklimat, dan cukup mendapatkan
pakan di dalam gua. akan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya
dan ahirnya menjadi fauna gua. Beranekaragam jenis binatang dapat
ditemukan di dalam gua Beberapa jenis antropoda dapat ditemui di dalam gua,
antara lain Collembola. Coleoptera (Staphylinidae, Pselapidae, Caraboidea),
Lepidoptera, Diplopoda, Isopoda, Labah-labah, dlsb. Kelompok yang
disebutkan merupakan fauna terestrial di dalam gua, yang pada umumnya
masih mempunyai ciri bukan organisme gua, seperti masih adanya mata dan
pigmen. Sebaliknya, beberapa di antaranya menyesuaikan diri dengan
mengalami modifikasi organ-organ tertentu. Dari 27 jenis Collembola yang
diperoleh dari gua dari Simbu, Lae, Telefomin, Irlandia 10 Jenis di antaranya
masih menunjukkan bentuk morfologi fauna serasah atau lantai hutan
(Deharveng 1981). Bournes (1980, dalam Deharveng 1981) meneliti dengan
cermat asal muasal fauna gua. Diperoleh catatan adanya laba-laba, Diptera,
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
78
Lepidoptera, Isopoda, dan Myriapoda. Binatang akuatik yang dapat ditemukan
di gua misalnya udang, kepiting, Coleoptera (Disticidae), larva Diptera, dan
Heteroptera.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah adanya kelelawar di
dalam gua dalam jumlah banyak. Kelelawar ini menghasilkan timbunan kotoran
(guano) yang tidak sedikit. Guano dapat menjadi sumber pakan bagi beberapa
kelompok artropoda. Timbunan guano yang cukup tebal, adanya beberapa
artropoda yang memanfaatkan guano atau jamur yang tumbuh di atasnya
sebagai sumber pakannya, menyebabkan terbentuknya ekosistem guano yang
dihuni oleh janis-jenis fauna guano.
TROGLOBION DAN TROGLOMORF
Troglobion adalah hewan yang seluruh hidupnya ada di dalam gua.
Pada umumnya kelompok troglobion ini memiliki morfologi khas. Pada daerah
dataran rendah tidak ditemukan bentuk troglomorf yang khas (Deharveng
1981), beberapa masih dilengkapi dengan mata dan pigmen. Berbeda dengan
yang ditemukan di dataran tinggi tampak adanya bentuk-bentuk troglomorfi
yang khas. Bentuk troglomorfi itu antara lain tidak bermata, tubuh pipih, dan
tidak berpigmen, misalnya terlihat pada jenis-jenis yang tercatat dari gua Simbu
dan Telfomin. Contoh jenis yang dilaporkan dari gua dengan ketinggian 1500m
yaitu Isopoda (Styloniscidae dan Philosciidae), Coleoptera, Collembola
(Neanuridae). Troglobion akuatik misalnya cacing pipih, Polychaeta, lintah,
Gastropoda, Crustacea, Cbleoptera (Dysticidae). Namun demikian terdapat
variasi cukup tinggi dari kelompok troglobion ini. Variasi terjadi karena adanya
evolusi adaptasi (Deharveng 1981). Fauna gua memiliki keanekaragaman
cukup tinggi. Tercatat ada 10 kelas hewan Invertebrata yang dapat ditemukan
di dalam gua (Daftar 1). Namun, masing-masing gua menunjukkan komposisi
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
79
jenis penghuninya yang berbeda untuk gua satu dengan lainnya (Daftar 2).
Perbedaan komposisi jenis penghuni gua ini disebabkan oleh faktor mikroklimat
masing-masing gua.
Daftar 1. Beberapa kelas invertebrata gua
A. Akuatik:
• Crustacea (13 jn)
B. Terestrial:
• Protozoa (4 jn)
• Annelida
• Oligochaeta
• Gastropoda
• Arachnida (33 jn)
• Crustacea (13jn)
• Diplopoda (2-4 jn)
• Chilopoda
• Symphyla
• Pauropoda
• Insecta
1. Thysanura
2. Diplura (7 jn)
3. Protura
4. Collembola (13 sk, 68 mg, 114 jn)
5. Blattodea (4 jn)
6. Isoptera
7. Orthopthera,
8. Psocopthera (7 mg, 10 jn)
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
80
9. Homoptera
10. Heteroptera
11. Coleoptera (8 mg, 12 jn)
12. Lepidoptera ---guano
13. Hymoneptera
14. Diptera (2 jn)
*Daftar 2. Fauna invertebrata di beberapa gua di ASEAN (Deharveng & Lerlerc 1986)
Kelompok fauna\gua Batu Mulu Thai Bl
Thai Slt
Maros
Gastropoda + ? + ? * Arachnida
Amblypyga Schizomida Palpigradi Arane Opilion Pseudoscorpion Acarina,Trombii-dae
+ ? ? + ? - ?
+ ? ? + * ? ?
0 - - + - * +
+ - 0 + - - ?
+ - 0 + - - -
Isopoda, Gniscoidea Styliscidae Philosicidae Armadillidae
? ? +
? ? +
* + +
. - +
? + +
Dilopoda + + + + + Insecta collembola
-Troglopedetes -Sinella
? ?
? ?
+ +
+ +
? ?
Insecta, Pterygota -Blattodea -Orthoptera -Heteroptera -Leipidoptera -Diptera -psocoptera
+ + + + + *
+ + * + + 0
+ + * + + +
- + * + + ?
* + ? ? + ?
+ =melimpah banyak; * =ada tetapi tidak banyak; - = Jarang;
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
81
? +Tidak dijumpai, Mungkin ada; 0 = mungkin tidak ada; Thai bl = Thailand Barat Laut; Thai Slt = Thailand Selatan
FAUNA GUANO
Banyak jenis fauna yang hidup pada lapisan guano. Hewan guano ini
hidup dari guanonya atau jamur yang tumbuh di atasnya. Fauna yang dikenal
hidup dari jamur yang tumbuh pada guano adalah Collembola, antara lain
marga Sinelle, Pseudosinel1a, dan Onychiurus. Lantai beberapa gua yang
dilapisi guano juga dapat ditemukan adanya Diplopoda (kaki seribu), tungau
(terutama suku Uropodidiae), kecoa/cecunguk yang biasanya berukuran besar,
larva Diptera dan Lepidoptera (Tinaeidae), Coleoptera (Silphidae, dan
Catopidae). Kelompok Coleoptera (Scarabaeidae), Diplura, Isopoda
(Oniscoidea) dikenal sebagai hewan koprofagus (pemakan kotoran binatang),
dan pemakan detritus serta jamur dari guano.
Di antara fauna yang hidup dari guano atau jamur yang tumbuh pada
lapisan guano, juga ditemukan kelompok pemangsa fauna guano. Kelompok ini
antara lain ialah Acarina (Mesostima) Schizomida, labah-labah besar, dan
Amblypyga (Ketonggeng), Chilopoda, beberapa Coleoptera (Carabidae,
Staphylinidae), dan beberapa Hemiptera (Reduviidae). Kelimpahan jenis fauna
gua sangat dipengaruhi oleh suhu udara di dalam gua. Biasanya suhu di dalam
gua guano berkisar 34,5° (di luar 32,0°). Suhu yang agak hangat ini disebabkan
oleh adanya fermentasi guano.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
82
COLLEMBOLA
TAK KENAL MAKA TAK SAYANG
Collembola merupakan salah satu kelompok fauna tanah/gua yang
berukuran kecil. Panjang tubuhnya berkisar 0,25-8,00mm. Pada umumnya
warna tubuh mirip dengan warna tanah, hitam, coklat, abu-abu tua, tetapi ada
beberapa yang berwarna cerah keperakan, merah merona, atau kehijauan.
Dalam klasifikasi lama, Collembola masih dimasukkan ke dalam klas
Insecta. Tetapi sekarang, Collembola merupakan klas tersendiri di bawah
induk-klas Hexapoda. Dibandingkan dengan Insecta, Collembola mempunyai
persamaan karakter yaitu adanya kepala, teraks, dan abdomen; kaki 3 pasang;
dan sepasang antena. Perbedaannya adalah abdomen Collembola hanya 6
ruas, tidak mempunyai mata majemuk, dan tidak mempunyai sayap atau
modifikasinya.
Collembola mudah dijumpai di permukaan tanah, atau di dalam tanah
yang tertutup oleh serasah dan/atau humus tebal. Habitat yang disukai
Collembola adalah permukaan tanah yang berhumus tebal, lembab tidak
basah, dan tidak terkena cahaya matahari secara langsung atau tempat yang
terlindung.
Collembola merupakan salah satu kelompok fauna gua yang penting.
Kepentingannya terlihat dari populasi dan keanekaragamannya yang cukup
tinggi dibanding kelompok artropoda lainnya, serta peranannya. Oleh karena
itu, penelitian fauna gua selalu tidak akan lepas dengan pengamatan kekayaan
jenis Collembola-nya. Sebagai fauna gua, Collembola memiliki kekhasan
persebaran. Pada setiap gua dapat ditemukan komposisi jenis Cellembola yang
berbeda.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
83
Jenis-jenis Collembola dapat dibedakan menjadi kelompok yang
terbatas di gua dan yang bukan hanya di gua (Daftar 3). Pembagian tersebut
adalah sebagai berikut:
A. Jenis-jenis Collembbola gua.
1. Acherontiella. non-troglomorffi: guano dan tanah gua di Sulawesi
Selatan, Thailand, Eropa, dan Amerika.
2. Wil1emia, edafomorfi : guano di Sulawesi Selatan, Malaysia, dan
Thailand.
3. Troglopedetes, mempunyai variasi morfologi dari non-troglomorfi tinggi
: di Thailand.
4. Psoudoparanella : di Malaysia
5. Sinella (coecobrya) coececa. Tanpa pigmen : tanah gua, guano di Asia
Tenggara.
6. Sinella (Sinella) spp., troglomorfi : di Asia Tenggara
7. Pseudosinella troglomorfi: Gua Filipina, Sulawesi, dan Halmahera.
8. Oncopodura tricuspis, troglomorfi : Thailand Utara.
B. Jenis yang tidak terbatas di gua
1. Arrhopalites spp. di Thailand dan Sulawesi
2. Folsomides exiquus, Folsomia onychiurina, F. candida dan Isotomiella
sp. dapat dijumpai di beberapa gua di Asia Tenggara.
3. Beberapa jenis yang keberadaannya di gua karena sesuatu hal, seperti
terbawa arus air sungai, dan banjir.
Daftar 3. Collembola yang dikoleksi di gua-gua Sulawesi dan Halmahera
No Jenis Gua Macam Habitat
1 Willemia sp. M Tanah, Gua
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
84
2 Branchystomella sp. M Tanah 3 Blasconura sp. M Tanah 4 Friesea sp. M Tanah 5 Lobella sp. M Tanah 6 Micranurida sp. M Tanah 7 Paleonura sp. M Tanah 8 Paranura sp. M Tanah 9 Pseudachorutella sp. M Tanah 10 Mesaphorura sp. M,W Tanah 11 Denisia sp. M Tanah 12 Folsomides exsiquus. M Tanah, Gua 13 Folsimides sp. M,W Tanah 14 Folsomina sp. W Tanah, Gua 15 Isotomiela sp. M,W Tanah, Gua 16 Harlomillea sp. A,W Tanah, Gua 17 Lepidocyrtus sp. W Tanah 18 Pseudosinella sp. M,W,A,H Gua 19 Sinella(caecobrya) sp. W Gua, Guano 20 Arripalites sp. M,T Tanah, Gua 21 megalothorak sp. M,W Tanah
M: Gua karst Maros ; W: Gua karst Mampu, Watampone
A : Gua karst magana Malawa ; T: Gua karst Londa, Toraja
H : Gua batu lubang, Halmahera;
Dikutip dari Deharvberg 1987 b.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
85
Peran dan Peranannya
Perombak bahan organik dan pembantu pembentukan tanah
Dalam hidupnya Collembola memerlukan jamur, ganggang hijau, hifa,
bagian bahan organik, dan jasad renik lainnya sebagai pakannya. Jasad renik
tersebut diperoleh dari bahan organik yang akan dan sedang mengalami
perombakan. Collembola membantu perombakan bahan organik secara fisik
dan kimia. Secara fisik karena Collembola memecah bahan organik menjadi
fraksi-fraksi yang lebih kecil, sedangkan secara kimia melalui pencernaannya.
Bahan organik yang menjadi pakan Collembola bukan hanya yang berasal dari
tumbuhan, tetapi juga yang berupa bangkai artropoda lainnya. Jamur yang
dimakan tidak semuanya tercerna, bagian yang tidak tercerna ini tersebar ke
lain tempat. Dengan cara ini, Collembola membantu menyebarluaskan jamur.
Aktifitasnya dalam mencerna bahan organik dan menyebarkan jamur perombak
dapat diartikan sebagai bantuan Collembola dalam pembentukan tanah.
Indikator, tinqkat kesuburan tanah
Untuk menjamin kehidupannya Collembola memerlukan air,
kelembaban, kandungan bahan kimia, sumber bahan organik, ph, dan juga
tekstur tanah atau butiran-butiran tanah. Oleh karena itu, dapat diharapkan
bahwa pada suatu keadaan tanah tertentu akan dapat dijumpai jenis-jenis
Collembola tertentu pula. Pada kondisi tanah yang berbeda, akan dijumpai
populasi dan komposisi jenis Collembola yang berbeda. Perbedaan ini
disebabkan karena beberapa jenis Collembola tertentu peka terhadap unsur
kimia tertentu, kelembaban, pH, tekstur tanah dan/atau faktor lainnya.
Sebaliknya, ada jenis-jenis tertentu pula yang tidak peka terhadap faktor-faktor
fisik tersebut. Kelompok yang tidak peka ini tidak dapat dijadikan indikator.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
86
Potensi Collembola sebagai indikator- tingkat kesuburan tanah sudah cukup
lama diketahui, namun pemanfaatannya secara praktis belum ada.
Dalam memonitor populasi Collembola untuk mengetahui keadaan
tanah perlu pula diamati populasi musuh alaminya, antara lain tungau. Dalam
situasi alami normal (tanpa gangguan), populasi Collembola dan pengendalinya
selalu dalam keadaan berimbang.
Indikator tingkat pencemaran tanah
Collembola termasuk makhluk yang peka terhadap perubuhan fisik
maupun biotik tanah. Bahan pencemar yang masuk merembes ke dalam tanah
juga berpengaruh terhadap populasi Collembola. Yang dimaksudkan dengan
bahan pencemar antara lain bahan limbah kimia dan pestisida,.
Statusnya di Indonesia
Setiap Jenis racun serangga mempunyai pengaruh yang berbeda
terhadap Collembola. Simazine dapat membunuh Collembola dan tungau,
tetapi tidak untuk cacing. Methanal dapat mematikan semua serangga tanah
kecuali yang hidup pada kedalaman tanah >15cm. Aldrin, Oialdrin, dan
Heptakhlor dapat menurunkan populasi tungau tetapi meningkatkan populasi
Collembola.
Perubahan populasi Collembola yang mencolok dijadikan indikator
terjadinya pencemaran tanah. pencemaran dapat dipantau dengan memantau
populasi collembola secara teratur.
Indikator pengolahan tanah yang baik
Pengolahan lahan dengan cara pembakaran sangat merugikan
lingkungan tanah itu sendiri. Pada kenyataannya, setelah pembakaran meso-
fauna tanah tinggal 45%, sedangkan Collembola dan Lumbricidae tinggal 6%.
Collembola dan fauna tanah lainnya merupakan makhluk-makhluk
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
87
pembentuk tanah yang kehadirannya diperlukan oleh siapa saja. Dengan
demikian dampak pembakaran lahan akan semakin dirasa merugikan semua
pihak, oleh karena itu harus dihentikan. Sebab dengan berkurangnya populasi
Collembola dan fauna tanah lainnya berarti pula proses perombakan bahan
organik dan pembentukan tanah terhambat.
Peranannya di dalam gua
Peranan Collembola gua tidak berbeda dengan rekannya yang berada
di luar gua. Di dalam gua kehadiran Collembola diharapkan dapat
mempercepat proses perombakan bahan organik yang menimbun di lantai. Hal
ini dapat jelas diamati pada gua yang memiliki lapisan guano yang cukup tebal.
Collembola dapat dikumpulkan dari lapisan guano yang sudah tidak segar,atau
yang sudah mulai/mengalami perombakan. Dalam kegiatannya sebagai
perombak guano, tentu saja proses perombakannya dilakukan bersama dengan
jenis-jenis fauna lainnya. Collembola dikenal sebagai pemakan jamur. Jamur
yang dimakannya tidak seluruhnya dapat dicerna, sebagian masih
diekskresikan kembali dalam bentuk jamur. Dalam hal sebagian pemakan jamur
ini, peran Collembola cukup besar yaitu sebagai pemencar dan penyubur
pertumbuhan jamur dalam lapisan guano. Adanya jamur mempercepat proses
perombakan guano. Dengan tidak secara langsung Collembola membantu
proses perombakan guano.
Di samping membantu perombakan bahan organik gua, besar
kemungkinan kehadiran Collembola dalam gua Juga dapat menjadi indikator
tingkat pencemaran. Tidak tertutup kemungkinan meskipun gua berada di
dalam tanah, bahan pencemar dapat meresap hingga mencapai lantai gua, dan
mencemari kehidupan yang ada di dalamnya. Ukuran populasi dan komposisi
jenis Collembola dapat menjadi petunjuk yang sangat berharga bagi
ada/tidaknya pencemaran pada lantai hutan.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
88
PPPK Praktis / Pertolongan Pertama Gawat Darurat
Penggunaan ketrampilan sesuai prinsip pengobatan cedera atau penyakit akut dengan
menggunakan sarana atau materi yang tersedia pada saat itu.
Tujuan :
1. Penyelamatan hidup korban
2. Mencegah kondisi memburuk atau cacat
3. Menunjang penyembuhan
Tanggung jawab selaku pelaku P3K dalam melakukan pertolongan :
1. Nilai situsai. Dapatkah anda menolong? Amankah bagi anda? Amankah bagi
korban ? jika tidak jangan lakukan. Jangan menambah korban lagi karena
tenaga anda masih dibutuhkan untuk menolong korban-korban lainnya.
2. Mengenal kondisi terancam bahaya dan prioritas pertolongan. Harus dapat
menganalisa koondisi yang mengancam nyawa korban dan tepat dalam
melakukan prioritas pertolongan sesuai dengan tingkat/beratnya cidera korban.
3. Melakukan pertolongan sesuai dengan teori P3K yang diketahui dan jangan
coba-coba melakukan pertolongan yang kemudian hari tidak dapt
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
4. Mengatur dan merencanakan transportasi kefasilitas kesehatan yang terdekat
dan memadai.
Langkah-langkah dalam situasi darurat :
1. Keselamatan Amankah untuk anda? Korban? Sekitarnya?
2. RESPON pengamatan awal sadar atau tidak sadarnya korban.
3. AIRWAY pembukaan jalan pernafasan dan tindakan posisi stabil merupakan
langkah penting dalam resusitasi (PPGD). Keadaan hipoksia menyebabkan
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
89
cidera dan kematian otak dalam 3 menit. Usahakan tidak ada benda/zat asing
yang menutup/mengganggu saluran pernafasan.
4. BREATHING. Setelah jalan nafas terbuka maka penting agar dapat bernafas
secara normal. Lakukan ventilasi dengan ambubag atau dengan resutisasi dari
mulut ke mulut.
5. CIRCULATION. Bila penderita mengalami henti jantung CPR (cardiopulmo
resuscitation) harus segera dilakukan. Denyut nadi dan tekanan darah harus
normal (60-80/menit untuk dewasa 100 untuk anak 140 untuk bayi).
Tiga situasi yang menjadi prioritas:
1. Henti nafas atau henti jantung
2. Pendarahan besar
3. Ketidaksadaran
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
90
Daftar Pustaka
Bogli A. (1980) Karst Hydrology and Physical Speleology. Springer Verlag. Berlin, Heidelberg, New York. Pages 85, 86, 87, 88, 90. Deharveng, L.1981. The Fauna of Caves. Spelonca suppl. (3):38-39.
Deharveng, L & P. Lerlerc, 1985. 20. considerations sur le peuplement des milieux
terestres. Expedition thai- Maros 85 – Raport speleologique. Edit. Assoc.
Pyreneenne de speleologie, Toulouse : 174-177.
Deharveng, L 1987a. Cave Colembolla of South-East Asia. The Korean Journal Of
Systematic Zoology 3(2) : 165-174.
Deharveng, L 19787b. 13-Colembolles cavernicoles et edaphiques de Sulawesi
et des moluqes. In expedition Thai-Maros (86) :133-142. ed. Aps.
Touluse.
Marbach, George, 2001, Alpine Caving Technique
Merchant, Dave. 2007. Life On A Line :The Underground Rope Rescue Manual. 2nd
Edition.
Hill. Carol Cave Minerals National Speleological Society 1976
NSS, Caving Basic
NSS, Caving Rescue
Matalabiogama, 1987. Studi habitat kelelawar Gua dan inventarisasi biota
gombong selatan. Laporan Fak biologi UGM. 27 hal
Petzl. 2006. catalog petzl 2006
Petzl. 2006. Work Solutions 2006.
R.K.T. Ko, Kumpulan Makalah Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia 1983 –2003 Richard, Dave. 2004 Knot Break Strength vs Rope Break Strength. Journal Smith D, et al. (1976) The Science of Speleology. Academic Press. London pages 179 till 184.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
91
Sampurno-Geologi 1999 dalam Pariwisata-Kumpulan Makalah Lokakarya Geowisata sebagai materi kelompok halaman 26 – 27 Suhardjono, Y.R. 1988. Fauna gua Petruk. Laporan perjalanan.
Swart, Peter. 2001. “Caving” The essential guide to equipment and techniques. New
Holland Publisher
Online Source : http://rschp2.anu.edu.au:8080/aboutme.html www.beal-planet.com www.cro.org.uk www.petzl.com www.ses.nsw.gov.au
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
92
Daftar Istilah 1. akifer : merupakan formasi batuan yang dapat
menyimpan atau meluluskan air dalam jumlah yang cukup banyak melalui celah-celahnya
2. allogenic water : air yang berasal dari luar daerah karst 3. authigenic water : merupakan air hujan atau air imbuhan yang jatuh
dipermukaan kawasan karst. 4. ascending : Teknik naik dalam prosedur SRT (single rope
tecnique) 5. bare karst : karst terbuka, kawasan karst yang tidak punya
lapisan penutup 6. base flow : aliran dasar, berasal dari aliran tegak dan panjang
untuk mencapai alur drainase utama. 7. batu gamping : batuan yang minimal mengandung 80% mineral
karbonat yang berupa kalsium karbonat atau magnesium karbonat.
8. bedding joint : patahan vertikal diantara lapisan sedimentasi batu gamping.
9. bedding plane : patahan horizontal diantara lapisan sedimentasi batu gamping.
10. bell hole : dome kecil pada plafon gua yang berbentuk lonceng.
11. boulder : bongkahan batu gamping yang terdapat di dalam gua.
12. calsidophilic/calcicol : vegetasi yang menyukai batu gamping. 13. canopy : bentukan endokarsik, aliran vadose yang mengalir
di atas bongkahan batu membentuk tudung serupa payung.
14. chamber : ruangan besar dalam gua. 15. chocked air : hambatan oleh udara di dalam lorong, sehingga
aliran air mengalami penundaan. Terutama disebabkan tertutupnya lorong secara sempurna oleh air.
16. climb up : teknik memanjat dalam penelusuran (atas) 17. coloumn : stalaktit dan stalakmit yang menyatu membentuk
pilar. 18. conical hills : bukit-bukit di daerah kapur yang menyerupai
kerucut. 19. contact spring : sumber air yang merupakan kumpulan air dari
sistem percelahan.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
93
20. covered karst : karst tertutup, kawasan karst yang bagian permukaannya tertutup oleh sedimentasi yang tidak ada hubungannya dengan masa batu gamping itu sendiri (alluvium, sandstone, fluvoglacial).
21. danau karst : tampungan air di kawasan karst, letaknya biasanya pada cekungan tertentu karena dasarnya kedap air akibat akumulasi dari lumpur atau bahan residu pelapukan yang kedap air.
22. descending : Tehnik menuruni lintasan dalm teknik SRT (single rope technique)
23. diffuse flow : aliran air yang menghilang karena memasuki sistem percelahan.
24. direct flow : aliran langsung, masuknya air ke dalam tanah melalui sistem rucutan terbuka atau tertutup (ponora, luweng, dan sebagainya).
25. doline : cekungan-cekungan di daerah karst yang berkelompok maupun tunggal, depresi dari cone / bukit.
26. dolomit : sifat jenis batuan karst (dolomit), yang serupa mineral kalsit yang secara petrografis dapat dipisah atau dibedakan dari indeks refraksinya.
27. down stream : penelusuran gua dengan mengikuti arah air mengalir.
28. drainase : pola atau sistem aliran-aliran 29. drapery : bentukan serupa gordyn tipis yang ujungnya
bergerigi, serupa gergaji. 30. evaporasi : penguapan baik oleh tanaman diatas daerah kars
maupun langsung. 31. evaportranspirasi : oleh Schulz (1976) didefinisikan sebagai
penguapan dari daerah atau aliran sungai akibat pertumbuhan tanaman di dalamnya.
32. exsurgence : sungai yang muncul dari air kondensasi dan perkolasi intern kawasan kars, baik sebagian maupun seluruhnya.
33. fast and turbulent : aliran air dengan kecepatan tinggi dan bersifat direct flow turbulensi, karena adanya kemiringan hidraulik
yang mengeliminir penundaan. 34. flood over flow spring : sumber air sewaktu banjir. 35. flowstone : deposit endokarsik hasil dari, endapan aliran
kalsit melalui celah horisontal yang dijumpai pada dinding/teras/lantai dua.
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
94
36. fracture spring : sumber air pada patahan batuan 37. gourdyn : deposit endokarsit hasil dari, endapan aliran
kalsit, membentuk tirai/layar, terletak pada dinding atau plafon gua.
38. gravel : jenis butiran serupa pasir 39. gravity fed spring/ spring under gravity/ : sumber air dengan aliran bebas terlihat free flow spring sebagai sungai yang keluar dari gua atau celah. 40. halit : jenis batuan yang bersifat lebih mudah larut
daripada batuan karbonat 41. helektit : deposit endokarsik hasil dari, endapat kalsit dari
tetesan perkolasi berbentuk bunga karang yang terbalik.
42. hyper ventilation : fenomena dalam gua, dimana kadar oksigen rata- rata di bawah prosentase normal. Baik disebabkan oleh vegetasi yang ada di atasnya ataupun dari proses kimia pembentukan speleothem.
43. infiltration : perembesan air melalui system percelah-rekahan batuan
44. inlet : aliran air masuk, yang memberi imbuhan pada aliran pertama
45. intermittent spring / ebbing and flowing spring/ periodic spring : sumber air periodik 46. kalsit : kalsium karbonat rombohedral/hexagonal
biasanya terlihat sebagai hablur kristal yang bagus dan jelas.
47. kremnofit : sejenis tanaman berbatang lunak, sering terlihat merembet di dinding kapur
48. local base level : ketinggian muka air tanah setempat 49. lorong fosil : zona hidrografi gua yang kondisi hidrologisnya
relatif amat minim, kelembaban rendah, suhu relatif tinggi, serta tingkat kerapuhan yang tinggi.
50. lorong vadose : suatu zona hidrografi gua yang sangat dipengaruhi oleh air infiltrasi dan air lebih rendah dibandingkan lorong fosil
51. macrogourdam : deposit endokarsik hasil dari, endapan kalsit yang membentuk petak-petak perkolasi, lebih bersifat transisional karena masih terfluktuasi. Memiliki suhu tinggi dan kelembaban besar
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
95
52. microgourdam : deposit endokarsik hasil dari, endapan kalsit yang membentuk petak-petak kecil, muncul dari lantai gua
53. natural bridge : merupakan suatu fenomena yang menyerupai jembatan di daerah batu gamping
54. perkolasi : aliran air yang menembus aliran tanah dan batuan karbonat di kawasan karst
55. permeabilitas : tingkat kelulusan batuan untuk menyalurkan air 56. pitch : lorong vertikal pada gua yang harus dituruni
dengan alat bantu 57. poljes : depresi ekstensi daerah karst tertutup di semua
sisi, lantainya tidak permeabel, dengan batasan terjal di beberapa bagian dan sudut yang nyata
58. porositas : tingkat kesarangan batuan atau sedimen dalam bentuk prosen dari jumlah total material
59. presipitasi : curah hujan kawasan 60. resurgence : sungai yang meluncur setelah melewati bagian
interior daerah karst 61. run off : air larian, tergantung pada intensitas dan lamanya
hujan, sudut kemiringan atau keterjalan perbukitan, jenis ketebalan, kepadatan dan kelulusan air tanah penutupnya
62. sandstone : jenis batuan yang terbentuk karena perekatan pasir
63. sodastraw : deposit endokarsit hasil dari, endapat kalsit dari tetesan perkolasi berbentuk sedotan, bening, berongga, muncul di plafon gua
64. solution cavities : proses pelarutan batuan oleh air dan reaksi asam 65. speleogenesis : proses pembentukan atau terjadinya gua beserta
lorong-lorongnya 66. speleothem : bentukan-bentukan endokarsik apapun bentuknya 67. spring on bedding joint : sumber air pada lapisan batuan 68. stalakmit : deposit endokarsik hasil dari, endapan kalsit dari
tetesan perkolasi 69. stalaktit : deposit endokarsik hasil dari, endapan kalsit dari
tetesan perkolasi, muncul dari plafon gua 70. static pool : kolam / telaga, di dalam gua yang terisi air
sepanjang tahun 71. sump : akhir lorong aktif menyerupai pool 72. swallow hole : sistem perguaan yang berada di punggungan
bukit, terjadi akibat turunnya local base level
Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran Gua dan Lingkungannya
96
73. tectonic uplift : pengangkatan lapisan permukaan bumi akibat gerakan tektonik
74. terrarossa : tanah alvisol, berwarna merah kecoklatan dan terhampar di atas kawasan karst, terbentuk oleh pelapukan batuan karbonat, bersifat kedap air
75. top hill : sistem perguaan di puncak bukit, terjadi akibat runtuhnya puncak gua
76. top soil : lapisan tanah permukaan 77. troglobion : hewan yang sudah beradaptasi penuh terhadap
kegelapan abadi gua dan tidak pernah beranjak ke bagian terang gua
78. up stream : penelusuran gua bertentangan dengan arah air mengalir
79. uvala : cekungan yang memanjang dan tidak rata (Cvijic, 1901), lembah memanjang dan berkelok-kelok, dasarnya menyerupai cawan di daerah karst (H. Lehman)
80. water table : permukaan air tanah