KETELADANAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK...
Transcript of KETELADANAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK...
KETELADANAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK
MENURUT ABDULLAH NASIH ‘ULWAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk
Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)
Jenjang Pendidikan Strata Satu (S-1)
Oleh
Ina Siti Julaeha
109011000143
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
KETELADANAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK
MENURUT ABDULLAH NASIH ‘ULWAN
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi
Syarat-syarat “Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam”
(S. Pd. I)
Oleh:
INA SITI JULAEHA
NIM: 109011000143
Di bawah bimbingan
A. Irfan Mufid M.A
NIP: 1958070719877031005
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
iii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul Keteladanan Orang Tua dalam Mendidik Anak menurut
Abdullah Nasih ‘Ulwan disusun oleh Ina Siti Julaeha, Nim 109011000143,
Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui
bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk
diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh
fakultas.
Jakarta, 5 Mei 2014
Yang mengesahkan,
Dosen Pembimbing
Ahmad Irfan Mufid M.A
NIP. 1974-3182003121002
iv
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ina Siti Julaeha
NIM : 109011000143
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Alamat : Jl. raya ketimpal, RT/RW 03/09 Kp.Bunut, desa. Cilamaya
Wetan, kec-Cilamaya, Kab. Karawang.
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul “KETELADANAN ORANG TUA DALAM
MENDIDIK ANAK MENURUT ABDULLAH NASIH ‘ULWAN” adalah benar
hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:
Nama Pembimbing : A. Irfan Mufid M.A
NIP : 195807071987031005
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan karya
sendiri.
Jakarta, 25 April 2013
Yang Menyatakan
Ina Siti Julaeha
NIM. 109011000231
vi
ABSTRAK
Ina Siti Julaeha (NIM: 109011000143). Keteladanan Orang Tua dalam mendidik
Anak menurut Abdullah Nashih ‘Ulwan.
Kata kunci : Keteladanan Orang Tua, Mendidik Anak menurut Abdullah Nashih ‘Ulwan
Pendidikan Islam dalam keluarga merupakan proses pembentukan kepribadian
Islam pada anak. Diperlukan peran dan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik
utama dalam mendidik anak dengan baik. Selain itu, adanya keteladanan pendidik
merupakan salah satu cara berpengaruh dalam pada diri anak.
Orang tua adalah sebagai pendidik pertama generasi, namun belum dirasakan
sepenuhnya bagi mayoritas keluarga muslim saat ini. Oleh karena itu, sangat penting
untuk mengoptimalkan kembali peran orang tua dalam keluarga agar tidak terjadi krisis
keteldanan. Skripsi ini mengupas gagasan Abdullah Nashih ‘Ulwan mengenai peran
penting keteladanan orang tua dalam mendidik anak. Penulis menjadikan rujukan
pemikiran terhadap Abdullah Nashih ‘Ulwan, Penelitian ini menjawab permasalahan,
bagaimana konsep keteladanan orang tua dalam mendidik anak muenurut Abdullah
Nashih ‘Ulwan?
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengggunakan pendekatan Analysis
Content (isi), sehingga hasil penelitiannya tidak berupa angka-angka melainkan berupa
interpretasi dan kata-kata. Pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan
teknik kajian litelatur dengan menjadikan kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam karya Dr.
Abdulullah Nashih ‘Ulwan sebagai data primer, dan literalut-litelatur yang berkaitan
dengan obyek penelitian ini sebagai data sekundernya. Kemudian data-data yang
terkumpul dianalisa dengan menggunakan content analysis yakni, dengan cara
memilah-milah data yang terkumpul untuk dianalisa isinya sesuai dengan yang
dibutuhkan sehingga dapat diambil suatu kesimpulan.
Penelitian ini membuktikan sebagai berikut: 1). Keteladanan dalam pendidikan
adalah metode/cara yang efektif dalam mempersiapkan anak dari segi Akhlak, mental
dan sosial. Keteladanan yang diajarkan meliputi aspek ibadah, syariat dan akhlak.
Abdullah Nashih ‘Ulwan mengingatkan para pendidik beberapa contoh Nabi
Muhammad SAW dalam mendidik. Pertama, pendidik menunjukkan kejujuran. Kedua,
pendidik harus menunjukkan keadilan kepada anak sebagai teladan yang baik. Ketiga,
pendidik harus menunjukkan kasih sayang kepada anak. Keempat, pendidik memiliki
sikap lemah lembut dan berpegang pada manhaj Islam dalam beretika sehari-hari. 2).
Abdullah Nashih ‘Ulwan memandang bahwa orang tua adaah peletak awal
pembentukam kepribadian Islam melalui keteladanan yang dilakukan di dalam
lingkungan keluarga. Baik buruknya anak ditentukan dari pengaruh sikap yang
dicontohkan orang tua kepadanya. Orang tua sebagai pendidik pertama harus
memberikan keteladanan dengan mengajarkan sekaligus mengamalkan ajaran
Rasulullah SAW dan kesalihan para sahabat sebagai peletak keteladanan terbaik
sepanjang masa.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-
Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga
dan sahabatnya.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat “Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I). Dalam penyusunan, penulis menggunakan
judul “Keteladanan Orang Tua dalam Mendidik Anak menurut Abdullah Nashih
‘Ulwan. Skripsi ini mendeskripsikan urgensi keteladanan orang tua sebagai
metode efektif dalam mendidikan anak di lingkungan keluarga.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan skripsi ini. adapun ucapan terima kasih, penulis
sampaikan kepada yang terhormat:
1. Nurlena Rifa’i, Pd. D, selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Jakarta.
2. Dr.Abdul Majid Khon, M. Ag, selaku ketua jurusan PAI Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta.
3. Marhamah Saleh, MA, selaku sekretaris jurusan PAI Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta.
4. Ahmad Irfan Mufid MA, selaku dosen pembimbing penulis, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta.
5. Drs. Ghufron Ihsan MA, selaku dosen penguji I skripsi penulis Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta.
6. Drs. Djunaidatul Munnawaroh MA, selaku dosen penguji II skripsi penulis
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta.
7. Yang tercinta kedua orang tua yang melalui doa dan keridhoan merekalah
menjadi penggerak langkah dalam mencapai keberkahan ilmu.
viii
8. Sahabat rekan-rekan seperjuangan PAI angkatan 2009
9. Ananda-ananda tersayang siswa-siswi santri Bait Qur’any At-Tafkir
Legoso
10. Seluruh sahabat dakwah MHTI chapter kampus Ciputat, Ukhti Sari
Yulianti S.Pd. I, ukhti Wini Mulyani S. Kom, ukhti Hanfah dan Ukhti
Wiwi. Dan seluruh sahabat satu almamater jurusan PAI yakni ukhti Siti
Aminah S.Pd. I dan Ukhti Zakiyah S.Pd.I. Terima kasih atas segala
dukungan dan saran serta hangatnya ukhuwah yang terjalin dalam
kebersamaan menapaki indahnya perjuangan. Semoga Allah meridhoi dan
selalu dalam keistiqomahan di jalan-Nya.
Dengan segala kebaikan ini, penyusun berharap cukuplah Allah
SWT, yang akan membalas segala kebaikan yang telah tercurahkan.
Sebab, Allah sajalah sebagai pemberi balasan terbaik. Penyusun
menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca.
Mudah-mudahan makalah yang sederhana ini bermanfaat bagi
penyusun sendiri dan pembaca pada umumnya. Segala kekhilafan,
kekurangan dan kekeliruan semata-mata hanya keterbatasan penyusun
selaku manusia dan hanya Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu.
Jakarta, 5 Mei 2014
Penyusun
Ina Siti Julaeha
109011000143
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ..................................... iii
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ...................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH ......................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................... 9
C. Pembatasan Masalah ........................................................................ 9
D. Rumusan Masalah ............................................................................ 9
E. Tujuan Penelitian ............................................................................. 9
F. Manfaat Penelitian ........................................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................. 11
A. Keteladanan Orang Tua dalam Pendidikan Anak ........................... 12
1. Pengertian Keteladanan ............................................................ 12
2. Dasar Keteladanan .................................................................... 17
3. Macam-macam Keteladanan ..................................................... 20
4. Pengertian Orang Tua ............................................................... 23
5. Peran Orang Tua dalam Mendidik anak ................................... 23
6. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Keluarga ........................... 28
7. Urgensi Keletadanan Orang Tua .............................................. 31
8. Tujuan Keluarga Muslim .......................................................... 35
9. Nilai Edukatif Keteladanan dalam Pendidikan Islam ............... 36
B. Kajian Relevan ................................................................................ 39
x
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 41
A. Waktu Penelitian .............................................................................. 41
B. Metode penelitian ............................................................................. 41
1. Jenis Penelitian ........................................................................... 41
2. Pendekatan Peneiltian ................................................................ 42
3. Sumber Data ............................................................................... 42
4. Teknik Analisa ........................................................................... 43
C. Prosedur Penelitian........................................................................... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN ......................................................................... 45
A. Deskripsi Data ................................................................................ 45
1. Biografi Penulis .......................................................................... 45
2. Latar Belakang Pendidikan Abdullah Nashih ‘Ulwan ............... 46
3. Karya-karya Abdullha Nashih ‘Ulwan ....................................... 47
4. Pengalaman Abdullha Nashih ‘Ulwan ....................................... 48
B. Keteladanan orang tua dalam mendidik anak menurut Adullah
Nashih ‘Ulwan .................................................................................. 50
1. Macam-macam Keteladanan ...................................................... 52
a. Keteladanan dalam Beribadah ................................................ 52
b. Keteladanan dalam Berakhlak ................................................ 54
c. Keteladanan dalam Bersiasat .................................................. 56
d. Keteladanan Memegang Prinsip ............................................. 57
2. Bahaya tidak adanya keteladanan orang tua dalam pendidikan
anak meurut Abdullah Nashih ‘Ulwan ....................................... 63
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 67
A. Kesimpulan ....................................................................................... 67
B. Implikasi Penelitian .......................................................................... 68
C. Saran ................................................................................................. 69
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 71
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini pendidikan Islam mengalami permasalahan besar, yakni
tujuan pembentukam kepribadian muslim belum tercapai optimall. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah minimnya pelaksanaan
pendidikan Islam dalam keluarga, terutama dalam menampilkan teladan yang
baik dari orang tua terhadap anaknya. Pada akhirmya keluarga muslim
saat ini kehilangan gambaran ideal dari proses pendidikan di rumah.
Peran orang tua sebagai pendidik utama dalam mengarahkan anak
melakukan proses sosial pertama di lingkungan keluarga hilang tergerus
dengan perkembangan zaman. Dengan berbagai alasan kesibukan orang tua
tidak selalu mendampingi perkembangan anak. Apalagi memberikan
pendidikan khusus dengan memberikan teladan baik kepada anak-anaknya
secara intens. Ayah dan ibunya hanya terfokus pada pemenuhan kebutuhan
materi dan menyerahkan proses pendidikan kepada orang lain. Seperti dengan
menyekolahkan di sekolah elit, mencukupkan memberikan les privat, dan
memberikan kebebasan dalam menggunakan sarana berupa alat teknologi dan
komunikasi tanpa pengawasan. Adanya pembinaan dan pengarahan orang tua
di dalam rumah hanya sebatas perintah dan larangan. Tidak diiringi dengan
memberikan contoh kesolehan dalam mengamalkan kebaikan yang diajarkan
kepada anak.
2
Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai
ideal yang terbaik dalam pribadi yang diinginkan.1 Sehingga buah dari
perolehan ilmu adalah pengamalan dalam kehidupan. Pendidikan Islam adalah
usaha sadar manusia yang mempunyai pengetahuan lebih mengenai tuntutan
yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada orang yang di didik dalam rangka
mengubahnya menjadi lebih baik, lebih bernilai dan meraih kebahagiaan dunia
dan akhirat.2 Diperkuat dengan pendapat Al-Attas tujuan pendidikan Islam
adalah mengakui kekusaan Allah sehingga menjalankan ketaatan secara benar
dalam kehidupannya.
Terjadi pengikisan tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak.
Kebanyakan orang tua yang terlalu sibuk dengan aktivitas di luar rumah
sehingga mengabaikan tugas mendidik anak dengan baik dalam lingkungan
keluarga. Orang tua merasa cukup memberikan tanggung jawab sepenuhnya
kepada sekolah. Padahal waktu di sekolah hanya 7 jam. Sedangkan sisanya
sekitar 17 jam dilakukan dilingkungan rumah. Hal ini berarti 75 % pendidikan
dihabiskan di lingkungan rumah.3 Dalam hal ini, 75 % pendidikan adalah
tanggung jawab orang tua. Tetapi orang tua belum sepenuhnya menyadari
peran dan tanggung jawabnya sebagai pendidik. Sehingga jika anak terlibat
dalam masalah kenakalan karena kurangnya perhatian orang tua dalam
mendidiknya, maka yang sering disalahkan adalah pihak sekolah. Padahal
guru di rumah yaitu orang tua adalah pendidik yang paling utama bagi anak.
Menjaga keluarga untuk taat pada Allah dan terhindar dari neraka
merupakan peran dan tanggung jawab orang tua, sebagaimana firman Allah
SWT:
1M Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1996), hal 113
2Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1997), cet. Ke-5,
h. 8
3www.http. Dul Rohim, “Pendidikan Anak dalam Keteladanan, di akses 27 April
2014
3
….
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka. …(QS. At-Tahrim : 6)
Pendidikan dapat mengubah dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari
yang tidak baik menjadi baik. Begitu pentingnya pendidikan dalam Islam
sehingga merupakan kewajiban perorangan.4
Dalam konsep pendidikan Islam proses pengembangan pemikiran,
penataan perilaku, pengaturan emosi, hubungan peranan manusia dengan
dunia ini, serta bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia sehingga
mampu meraih kehidupan sekaligus mengupayakan perwujudannya. Seluruh
aspek tersebut telah tergambar secara integrative dalam sebuah akidah Islam
yang wajib diimani agar dalam diri manusia tertanam perasaan yang
mendorong pada perilaku normative yang mangecu pada syariat Islam.
Perilaku yang dimaksud adalah penghambaan manusia berdasarkan
pemrhaman atas tujuan penciptaan manusia itu sendiri.5
Tidak ada perealisasian syariat Islam kecuali melalui penempatan diri,
generasi muda, dan masyarakat dengan landasan iman dan tunduk kepada
Allah. Untuk itu pendidikan Islam meruapakan amanat yang harus dikenalkan
oleh suatu generasi berikutnya. Terutama dari orang tua atau pendidik kepada
anak didik. Dan keburukanlah yang akan menimpa orang yang mengkhianati
amanat itu. Dalam hal ini peran penting seorang pendiik adalah tidak hanya
sebagai penyampai materi pelajaran (tranfer of knowledge), tetapi juga sebagai
pembimbing dalam memberikan keteladan (uswah) yang baik (transfer of
values). Atau dalam Islam dikenal dengan istilah “al-„ilmu lil „amal”. Tujuan
4Heri Jauhari, Fikih Pendidikan, (Bandung:PT. Rosda Karya , 2008), cet ke -2, h.1
5Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,
(Jakarta: Gema Insani, 2004), cet ke-4, h. 34
4
seseorang belajar dan berpendidikan adalah untuk direalisasikan dalam
kehidupan.
Anak-anak, pada hakikatnya adalah generasi masa depan, pada
pundaknyalah penentuan masa depan, dan di antara kewajiban bagi para
pendidiknya saat ini, adalah menanamkan berbagai tanggung jawab dalam
mengemban kepemimpinan secara sukses.6\
Tujuan pendidikan Islam menghantarkan manusia pada perilaku dan
perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah. Artinya manusia
tidak merasa keberatan atas ketetapan Allah dan rasul-Nya.7
Islam merupakan syariat Allah bagi manusia. Dengan bekal syariat itu
manusia beribadah. Agar manusia mampu memikul dan merealisasikan
amanah besar itu, syariat itu membutuhkan pengamalan, pengembangan, dan
pembinaan. Pengembangan dan pembinaan itulah yang dimaksud dengan
pendidikan Islam.8
Sebagaimana firman Allah swt dalam al-Qur‟an:
Artinya . dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.(Q.S. Ad-Dzariyat : 56)
Dalam menjalankan kewajiban pendidikan maka proses itu berisi
tugas, dan setiap tugas harus dilaksanakan, suatu tugas selesai dilaksanakan
setelah tujuan yang dituju telah tercapai. Agar tujuan itu dapat dicapai dengan,
6Muhammad At-Thiyat Al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam,
(Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996). cet ke-1, h. 81
7Ibid, h. 26
8Ibid, h. 24
5
cepat, meyakinkan dan tepat, perlu ada suatu cara yang serasi. Cara itulah
yang ditempuh untuk sampai pada tujuan. 9
Pada dasarnya suri teladan yang baik memiliki dampak yang besar
pada kepribadian anak.10
Tidak mungkin anak belajar menahan emosi, jika ia
melihat orang tuanya marah-marah dan emosional. Seperti halnya tidak
mungkin pula anak belajar kasih sayang, kalau ia melihat orang tuanya
bersikap keras. Anak akan tumbuh dnegn kebaikan, terdidik dalam akhlak
terpuji, jika ia mendapatkan teladan dari kedua orang tuanya. Sebaliknya ia
akan menyimpang dari kebaikan dan biasa berbuat dosa, jika sering melihat
orang tuanya memberi contoh perbuatan dosa.11
Tidak dipungkiri peran orang tua sangat diperhatikan anak bahkan
diikutinya sebagai sebuah percontohan nyata yang ada dihadapannya.
Demikian besarnya kepercayaan anak, tentu kepercayaan yang demikian besar
ini akan mempengaruhi pembentukan dan perkembangan kepribadian anak
didik secara keseluruhan12
Pendidik tidak dapat bertindak secara alamiah saja agar tindakan
pendidikan dapat dilakukan lebih efektif dan efesien, maka disinilah teladan
merupakan salah satu pedoman bertindak. Pada dasarnya secara psikologis
anak memang senang meniru, tidak saja yang baik, yang jelek pun ditirunya.13
Dari sinilah keteladanan menjadi faktor yang sangat berpengaruh pada
baik buruknya anak. Jika pendidik adalah seorang yang jujur terpercaya,
maka anak pun akan tumbuh dalam kejujuran dan sikap amanah. Namun jika
9Zakiyah Darajat, dkk, Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), cet
ke-5, h. 2
10
Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid. Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik
Anak.
(Yogyakarta. Pro-U Media. 2010) . cetakan ke-5. hal. 139
11
Abdullah Nasih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Solo:Insa Kamil, 2013),
cet ke-2, h. 538
12
Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: PT.
BPK Gunung Mulia, 1995), h. 109.
13
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), hal.142
6
pendidik adalah seorang yang pendusta dan khianat maka ana juga akan
tumbuh dalam kebiasaan dusta dan tidak bisa dipercaya. 14
Memang anak memiliki potensi yang besar untuk menjadi baik, namun
sebesar apapun potensi tersebut, anak tidak akan begitu saja mengikuti
prinsip-prinsip kebaikan selama ia belum melihat pendidiknya berada di
puncak ketinggian akhlak dan memberikan contoh yang baik. Mudah bagi
pendidik untuk memberikkan satu pelajaran kepada anak, namun sangat sulit
bagi anak untuk mengikutinya ketika ia melihat orang yang memberikan
pelajaran tersebut tidak mempraktikkan apa yang diajarkannya.15
Potensi besar yang ada dalam diri anak, juga dipengaruhi dengan
keberadaan pendidikan di sekitarnya jika ia berada dalam pembinaan oran tua
dan lingkungan yang baik sesuai dengan dasar ajaran Islam maka ia akan
tumbuh dan terbentuk dengan pribadi mulia. Terlebih jika orang dewasa yang
berada di dekatnya dalam hal ini adalah orang tua menempatkan peran dan
tugas pendidiknya dengan kesadaran penuh disertai dengan kasih sayang dan
keikhlasan memberikan teladan terbaik bagi anak. Maka untuk mewujudkan
kepribadian Islam bukanlah hanya sekedar angan-angan belaka. Oleh karena
itu begitu pentingnya keteladanan orang tua sebagai figur utama yang
menemani masa-masa perkembangan jiwa anak, maka dibutuhkan realisasi
yang nyata dalam aktivitas sehari-hari.
Untuk menggambarkan begitu pentingnya peran pendidik dalam
mengajarkan kebaikan dan membiasakan keteladanan yang kepada anak yang
berada dalam pengawasannya. Maka Al-Ghazali, dalam kitab Ihya
„Ulumuddin” sendiri telah menyejajarkan para pendidik dengan deretan para
nabi, sebagaimana ditulis:
“Makhluk Allah yang paling utama di atas bumi adalah manusia yang
paling utama adalah hatinya. Sedangkan seorang pendidik sibuk
14
Abdullah Nasih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Solo: Insan Kamil, 2013),
hal. 516
15
Abdullah Nasih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, …, h.116
7
memperbaiki, membersihkan, menyempurnakan dan mengarahkan
hati agar selalu dekat kepada Allah. Maka mengajarkan ilmu adalah
ibadah dan pemenuhan khalifah Allah, bahkan merupakan tugas
kekhilafahan Allah yang paling utama.”
Pendidikan di dalam keluarga pada hakikatnya merupakan proses
pendidikan sepanjang hayat. Pembinaan dan pengembangan kepribadian
penguasaan dasar-dasar tsaqofah Islam dilakukan melalui pengalaman hidup
sehari-hari dan dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada di keluarga terutama
orang tua.16
Oleh karena itu upaya mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan
dalam keluarga meruapakan bagian penting dari kesuksesan terwujudnya
kepribadian Islam.
Dalam Islam meyakini bahwa sesungguhnya sunnah Rasulullah SAW
merupakan hakim bagi setiap sesuatu.sehingga sebuah keharusan manusia
untuk menjadi Rasulullah teladan dalam hidupnya. Megikuti sesuatu yang
dibawa Nabi merupakan bukti kecintaan kepada Allah.17
Artinya : Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Q.S Ali Imran : 31).
Dengan latar belakang tersebut maka penulis merasa tertarik untuk
membahas lebih jauh tentang " Keteladanan Orang Tua dalam Mendidik
Anak menurut Dr. Abdullah Nasih ‘Ulwan”
16Ismail Yusanto, dkk. Menggagas Pendidikan Islami, (Bogor: Al-Azhar Press,
2011), h. 78
17
Abdullah Al-Mushlih, Shalah As Shawi, Pokok-pokok Ajaran Islam yang Wajib
diketahui Setiap Muslim, (Jakarta: Darul Haq, 2013), cet ke-2, h. 47
8
Penulis memilih judul ini karena terdorong oleh tanggung jawab
sebagai bagian dari umat Rasulullah. Menjadikan metode yang digunakan
beliau dalam mendidik generasi terbaik di masanya sebagai jalan untuk
mewujudkan cita-cita pendidikan. Bukan hanya sekedar mengajarakan tetapi
memberikan percontohan. Tidak sebatas mentransfer keilmuan yang luas,
namun di sempurnakan dengan hadirnya uswah/teladan terbaik dari pendidik
untuk dijadikan pemahaman kuat dan membekas bagi anak-anak didiknya.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis
mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Minimnya peran dan tangggung jawab orang tua dalam mendidik
generasi.
2. Keteladanan orang tua dalam proses pendidikan anak belum
terealisasi dengan baik.
3. Konsep keteladanan orang tua dalam mendidik anak menurut
Abdullah Nashih Ulwan.
C. Pembatasan Masalah
Dari uraian identifikasi di atas, untuk memperjelas pembahasan
skripsi ini, maka penulis fokus membahas mengenai keteladanan orang
tua dalam mendidik anak menurut Abdullah Nashih Ulwan
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan
sebelumnya maka rumusan masalah dalam skripsi ini adalah: Bagaimana
konsep keteladanan orang tua dalam mendidik anak menurut Abdullah
Nasih „Ulwan ?
E. Tujuan Penelitian
9
Secara sederhana, tujuan merupakan target yang diharapkan akan
tercapai setelah melakukan pekerjaan. Adapun tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini dilihat dari permasalahan yang ada adalah
- Untuk megetahui urgensi peran dan tanggung jawab orang tua dalam
memberikan pendidikan anak di lingkungan keluarga.
- Untuk mengetahui keteladanan orang tua dalam mendidik anak
menurut Abdullah Nashih „Ulwan
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoritis maupun
praktis, antara lain:
a. Manfaat Teoritis:
1) Menjadikan rujukan bagi para pendidik sebuah konsep integral yaitu
ilmu dan amal dalam mengajarkan kesempurnaan ilmu kepada
anaknya
2) Menambah pengetahuan/wawasan bagi penulis khususnya dan bagi
para pembaca umumnya.
3) Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya di
bidang pendidikan Islam.
b. Manfaat praktis
1) Pertimbangan bagi orang tua, dan guru di sekolah. Sebagai upaya
menanamkan keteladanan untuk membentuk pribadi yang ideal
sesuai Islam, agar tidak rusak tergerus oleh arus globalisasi yang
semakin pesat.
2) Memberikan masukan bagi pendidik, terutama orang tua dan
lingkungan keluarga agar dapat memberikan keteladan kepada anak
sesuai konsep Islam sehingga seorang anak tumbuh berkepribadian
yang lurus
3). Bagi masyarakat secara umum, bahwa pendidikan memerlukan jalan
untuk mensuksekan proses belajar. Dengan adanya lingkungan
10
masyakat yang mencerminkan teladan baik akan menjaga diri anak
setelah ia memperoleh teladan di rumahnya.
4). Negara, berperan besar dengan adanya kebijakan dan keputusan
dalam memberikan aturan untuk mendidik warganya. Media masa
yang disuguhkan untuk mendidik, sebagai media dakwah dan
persuasiv. Sebab suksesnya keteladanan orang tua dalam keluarga
dan masyarakat ditentukan oleh negara. Karena itu dalam Islam
negara adalah pelindung dan penjaga keimanan umat.
11
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Keteladanan Orang Tua dalam Mendidik Anak
1. Pengertian keteladanan
Dari segi bahasa, “keteladanan” kata dasarnya adalah “teladan” yang
artinya contoh, sesuatu yang patut ditiru karena baik, tentang kelakuan, perbuatan
dan perkataan. Kemudian kata “teladan” diberi imbuhan dengan awalan “ke” dan
akhiran “an”, sehingga menjadi kata “keteladanan” yang berarti hal-hal yang
memberikan teladan atau contoh yang patut ditiru.1
Dalam bahasa Arab teladan berasal dari kata al- Qudwah. Menurut Yahya
Jala, al-Qudwah berarti al-Uswah, yaitu ikutan, mengikuti seperti yang diikuti.2
Dalam Al-Quran kata teladan diibaratkan dengan kata-kata uswah yang
kemudian dilekatkan dengan kata hasanah, sehingga menjadi padanan kata
uswatun hasanah yang berarti teladan yang baik. Dalam Al-Quran kata uswah
juga selain dilekatkan kepada Rasulullah SAW juga sering kali dilekatkan kepada
Nabi Ibrahim a.s. Untuk mempertegas keteladanan Rasulullah SAW Al-Quran
selanjutnya menjelaskan akhlak Rasulullah SAW yang tersebar dalam berbagai
ayat dalam Al-Quran.
Keteladanan menurut Heri Jauhari Muchtar , “keteladanan adalah metode
pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik. Baik
dalam ucapan maupun dalam perbuatan 3
Adapun metode keteladanan menurut Abdullah Nashih „Ulwan merupakan
metode efektif bagi pendidikan anak dan mengasah kreativitas diri seorang
pendidik.4 Selain itu beliau memperkuat pendapatnya dengan argumentasi dari
1 S. Badudu, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), h.
1456. 2A. Zainal Abidin, Mepmeprkembangkan dan Mempertahankan Pendidikan Islam di
Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 96
3Heri jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2005), cet.1, h. 224
4Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015), h. 200
12
Charles Scaefer keteladanan terdapat isyarat-isyarat non-verbal yang berarti dan
menyediakan suatu contoh yang jelas ditiru.
Menurut Nur Uhbiyanti dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam
menuliskan bahwa metode yang cukup besar pengaruhnya dalam mendidik anak
adalah metode pemberian contoh dan teladan.5
Jadi keteladanan adalah mendidik anak dengan cara memberikan contoh
yang baik (uswah hasanah) agar dijadikan panutan baik dalam berkata, bersikap
dan dalam semua hal yang mengandung kebaikan. Sehingga pendidikan Islam
yang diajarkan mempengaruhi anak untuk meniru kebaikan yang diajarkan.
Selain itu, keteladan akan memunculkan kepribadian yang peka dalam
menjalankan ketaatan. Hal ini disebabkan anak melihat orang-orang yang
sekitarnya adalah pribadi yang dikagumi dan diidolakan. Anak tidak akan
terpengaruh dengan tokoh fiktif yang dihadirkan oleh media televisi, karena ayah
dan ibunyalah menjadi panutan anak dalam kesolehan. Dengan demikian proses
pendidikan akan berjalan dengan penuh makna jika kedisiplinan dalam ibadah
misalnya, akan terlihat dari orang tuanya yang bersegera salat saat mendengar
adzan. Ayahnya segera bergegas pergi ke mesjid untuk melaksanakan solat
berjamaah. Ibu segera menghentikan segala aktivitas untuk menunaikan
kewajiban dengan penuh kerelaan. Hal ini akan menjadikan anak begitu antusias
meniru kebiasaan tersebut, terlebih jika pendidikan keteladanan ini diberlakukan
sejak anak usia dini. Sebab anak akan memiliki kemampuan untuk mencerap
pemahaman lebih kuat dan membekas. Sehingga orang tua diharapkan untuk
selalu memberikan apresiasi positif kepada anak, baik melalui pujian maupun
melalui teladan yang baik.
Keteladanan dalam pendidikan adalah metode yang paling menyakinkan
keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk akhlak pada diri anak.
Hal ini dikarenakan pendidikan keteladanan merupakan metode mudah dalam
pandangan anak, yang akan ditiru dalam tindakannya, bahkan akan terpatri dalam
jiwa dan perasaannya dan tercermin dalam ucapan dan perbuatannya.6
5 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung:Pustaka Setia, 1999), hal. 117
6Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), cet. V, h. 174
13
Pendidikan Islam memiliki metode yang khas dalam menerapkan konsep
ideal yang diajarkan dalam proses pendidikannya. Ajarannya bersumber dari
kekuatan dalil yakni al-Qur‟an dan as-Sunnah. Sebab proses pendidikan yang
dilakukan bertujuan untuk terwujudnya suatu ketaatan dalam diri seorang muslim
terhadap aturan Islam.
Melalui keteladanan anak akan belajar dari perbuatan yang berkesan di
dalam diri anak. Sehingga ia akan cenderung mengingat sesuatu yang
mempengaruhi jiwanya. Anak akan mudah melupakan yang didengarkannya dan
dilihatnya. Namun tidak dengan sesuatu yang berkesan di hatinya. Oleh karena itu
keteladanan adalah metode utama dalam pendidikan. Sehingga bagi orang tua
yang menginginkan anaknya terbaik, maka ia harus menjadikan yang terbaik
terlebih dahulu.7
Dalam pendidikan Islam, metode keteladan ini lebih banyak diberikan
dalam berbagai bentuk tindakan. Alasannya, keimanan seseorang disebut berhasil
guna, jika diikuti dengan praktek (pengamalan) baik dalam kegiatan „ubudiyah‟
maupun dalam muamalah diantara manusia.8 Sehingga buah dari ilmu adalah
pengamalan keshalihan.
Anak-anak memiliki konsep tentang dunia di mana ia hidup dan
bertumbuh terdiri dari ide-ide yang diasosiasikannnya dengan obyek orang dan
kegiatan-kegiatan yang terdapat di sekitarnya.9Sehingga anak-anak cenderung
menjadikan keadaan sekitar menjadi bahan belajar. Peristiwa yang dialami,
perkataan yang didengar, dan sikap yang ia terima dari orang-orang yang ada di
sekitarnya akan tercermin dalam kepribadiannya.
Dengan demikian, mendidik dengan memberikan contoh adalah salah satu
cara yang paling banyak meninggalkan kesan.10
Karena teladan ini menjadi
7Saiful falah, Parents Power “Membangun karakter Anak melalui Pendidikan Keluarga,
(Jakarta: epublika, 2014), h. 246
8Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:CV Pustaka Setia,
2001), cet. II, h. 182
9 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, ( Jakarta: BUmi Aksara,
2011), cet ke-5, h. 44
10
Ibrhim Amini, Agar Tak Salah Mendidik, (Jakarta: Al-Huda, 2006), cet. 1, h. 307
14
magnet yang menarik perhatian untuk diikuti oleh anak disebabkan ia melihat
figur yang menjadi sumber utama yang mengajarkan kebaikan.
Keteladanan merupakan cara utama di samping cara yang lainnya dalam
pendidikan Islam, yang dapat dijadikan sebagai media pendidikan, yang dapat
secara efektif membentuk kepribadian anak didiknya menjadi manusia yang
berakhlak mulia. Keteladanan sering juga disebut dengan suri teladan. Dalam Al-
Qur‟an telah digambarkan dengan kata uswah yang diberi sifat di belakangnya,
seperti hasanah yang berarti baik, sehingga terdapat ungkapan uswatun hasanah
yang berarti suri teladan yang baik.11
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang dipahami dan dikembangkan
dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya
yaitu al-Qur‟an dan as-Sunnah. Karena itu pendidikan Islam berupa pemikiran
dan teori pendidikan yang dibangun dari sumber-sumber tersebut.12
Selain dengan
dua sumber yakni al-Qur‟an dan as-Sunnah, juga mengikuti pendapat ulama,
warisan sejarah Islam.13
Adanya keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang sangat
berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk
aspek moral, spirit, dan etos sosial anak. Hal ini karena pendidik adalah figur
terbaik dalam pandangan anak, yang tindak tanduk, sopan santunnya, disadari
atau tidak akan ditiru anak.
Pendapat Al-Ghazali, dalam kitab Ihya „Ulumuddin” sendiri telah
menyejajarkan para pendidik dengan deretan para nabi, sebagaimana ditulis:
“Makhluk Allah yang paling utama di atas bumi adalah manusia yang
paling utama adalah hatinya. Sedangkan seorang pendidik sibuk
memperbaiki, membersihkan, menyempurnakan dan mengarahkan hati
agar selalu dekat kepada Allah. Maka mengajarkan ilmu adalah ibadah
dan pemenuhan khalifah Allah, bahkan merupakan tugas kekhilafahan
Allah yang paling utama.”
11 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 95
12
Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Beginilah seharusnya Mendidik Anak, (Jakarta:
Darul Haq, 2007), cet ke-5, h. 131
13
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 95
15
Dalam kaitannnya dengan metode keteladanan dalam mendidik,
Abdurrahman An-Nahlawi menjelaskan macam-macam metode lain yang
digunakan dalam pendidikan Islam sebagai berikut:
1) Metode dialog Qur‟ani dan Nabawi
Metode dialog adalah pembicaaran antara dua belah pihak atau lebih yang
dilakukan melalui Tanya jawab dan di dalamnya terdapat kesatuan topik dan
tujuan pembicaraan oleh pendidik kepada anak didik. Dialog merupakan jembatan
yang menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain. bentuk dialog
yang terdapat dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah sangat variatif. Namun, bentuk
yang paling penting adalah dialog khitabi (seruan Allah) dan ta‟abbudi
(penghambaan terhadap Allah), dialog deskriptif, dialog naratif, dialog
argumentatif, serta dialog nabawiyah.
2) Metode melalui kisah-kisah Qur‟ani dan Nabawi
Metode kisah adalah metode pendidikan Islam dengan cara menyampaikan
kisah-kisah al-Qur‟an dan nabawi oleh pendidik dengan tujuan untuk membiaskan
dampak psikologi dan edukasi yang baik, dan konstan, dan cenderung mendalam.
Pendidikan dengan kisah dapat memggiring anak didik pada kehangatan perasaan,
kehidupan, da kedinamisan jiwa yang mendorong manusia untuk mengubah
perilaku dan mempernbaharui tekadnya selaras dengan tuntutan, pengarahan,
penyimpulan, dan pelajaran yang dapat diambil dari kisah terssebut.
3) Mendidik melalui perumpamaan
Mendidik melalui perumpamaan adalah media pendidikan Islam yang
mnjelaskan dan menhyikapkan hakikat sesuatu sifat sesuatu dan keadaan sesuatu
yang tidak dijelaskan. Penyingkapan yang paling dalam ialah pendeskripsian
makna-makna logis melalui gambar konkrit atau sebaliknya.
4) Mendidik melalui keteladanan
Mendidik melalui keteladanan adalah proses pendidikan denga
memberikan figur teladan di hadapan anak didik.kurikulum pendidikan yang
sempurna telah dibuat dengan rancangan yang jelas bagi perkembangan manusia
melalui sistematisasi bakat, psikologis, emosi, mental, dan potensi manusia.
Namuntidak dipungkiri jika timbul masalah bahwa kurikulum seperti itu masih
16
memerlukan pola pendidikan yang realististis yang dicontohkanoleh seornag
pendidik melaui perilaku dan metode pendidikan yang diperlihatkan kepada anak
didik dambil tetap berpegang pada landasa, metode, dan tujuan kurikulum
pendidikan Islam.
5) Mendidik melalui Praktik dan perbuatan
Mendidik melalui Praktik dan perbuatan adalah metode pendidikan Islam
yang dihadirkan melalui adanya tuntutan untuk mengarahkan segala perilaku,
naluri, dan pola kehidupan menuju perwujudan etika dan syariat ilahiah secara
nyata. Dalam hal ini pendidikan sebagai sarana untuk mewujudkan syariat ilahiah
yang ideal ke dalam perilaku praktis yang memadukan perwujudan runtutan
manusia.
6) Mendidik melalui pemberian Ibrah dan nasihat
Mendidik melalui pemberian Ibrah dan nasihat adalah pendidikan yang
disampaikan dengan memberikan gambaran peristiwa dan kisah dalam al-Qur‟an
dengan tujuan unyuk mengambill pelajaran dari suatu peristiwa yang dikabarkan
dalam al-Qur‟an. Hal ini dimaksudkan agar manusia mengantarkan dirinya dari
suatu pengetahuan yang terlihat menuju sesuatu yang tidak terlihat, atau jelas
merenung da berpikir. Adapan melalui Penyampaian nasehat dalam proses
pendidikan diakukan agar melembutkan hati dan mendorong untuk beramal. 7).
7). Mendidik melalui targhib dan tarhib
Mendidik melalui targhib dan tarhib adalah model mendidik dengan
memberikan janji kesenangan dan ancaman bagi anak dalam menjalankan proses
pendidikan. Targhib adalah janji yang dosertai bujukan dan rayuan untuk
menunda kenikmatan, kelezatan dan kemaslahatan. Namun penundaan itu bersifat
pasti, baik, dan murni serta dilakukan melalui amal saleh atau pencegahan diri
dari yang membahayakan. Sedangkan tarhib adalah metode pendidikan Islam
dilakukan dengan cara memberikan ancaman atau intimidasi melalui hukuman
yang disebabkan oleh terlaksananya sebuah dosa, kesalahan atau perbuatan yang
telah dilarang Allah.14
14 Abdurrahman An-Nahlawi,Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Maysarakat, … ,
h. 205
17
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penerapan metode targhib
dan tarhib adalah sebagai berikut :
a) Jangan menghukum ketika marah, karena pemberian hukuman ketika
marah akan lebih bersifat emosional yang dipengaruhi nafsu shaithaniyah.
Penyampaian nasehat dalam proses pendidikan diakukan agar
melembutkan hati dan mendorong untuk beramal
b) Jangan sampai menyakiti perasaan dan harga diri anak atau orang yang
kita hukum
c) Jangan sampai merendahkan derajat dan martabat orang yang
bersangkutan, misalnya dengan menghina atau mencaci di depan orang
lain. 15
2. Dasar keteladanan
Manusia pada dasarnya diberikan kemampuan untuk meniru dan
mengikuti dalam bertingkahlaku. Terlebih bagi anak yang masih memerlukan
arahan dan petunjuk dalam berbuat sesuatu. Anak akan melihat dan mengamati
segala bentuk sikap yang dia temui.
Dalam ajaran Islam Allah swt, sebagai peletak manhaj langit sekaligus
sebagai mukjizat bagi hamba-hamba piliahan-Nya. Seorang Rasul yang diutus
untuk menyampaikan risalah langit kepada umay haruslah disifati dengan
kesempurnaan jiwa, akhlak dan akal yang tinggi. Sehingga orang-orang dapat
menjadikannya rujukan, mengikutinya, belajar, dan mencontohmya dalam
kemuliaan dan ketinggian akhlak. Karenanya Allah mengutus Nabi Muhammad
saw untuk menjadi teladan yang baik sepanjang sejarah untuk muslimin dan
seluruh umat manusia.16
Allah swt berfirman:
15Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,, 2005), h.
21
16
Abdullah Nashih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Solo: Insan Kamil, 2013), cet
ke-2, h. 516
18
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.(Q.S. al-Ahzab : 21)
Allah swt telah meletakkkan pada pribadi Muhammad saw gambaran
sempurna tentang manhaj / metode Islam. Hal ini bertujuan agar beliau menjadi
gambaran hidup yang kekal dengan keagungan dan kesempurnaan akhlak untuk
generasi-generasi setelahnya.17
Penjelasan mengenai ayat di atas adalah bukti yang jelas bahwa Rasulullah
Saw sebagai pendidik memberikan teladan yang nyata kepada sahabatnya pada
perang Ahzab. Dalam perang Ahzab Rasulullah SAW, memberikan contoh
keteguhan dan kekuatan dalam kebaikan. Rasul menggali parit dengan pacul lalu
mengangkut debu dan tanah dengan alat pikul. 18
Demikian teladan yang diajarkan Rasulullah, maka dapat dipastikan
adanya kekuatan yang muncul dalam jiwa para sahabat melihat kesungguhan
rasul-Nya. Keadaan yang membawa semangat juang tinggi yang akan
berpengaruh ke dalam jiwa-jiwa kaum muslimin. Kekuatan keimanan yang akan
mewarnai jiwa umat Islam akan pentingnya menggelorakan semangat, rela
berkorban, yakin dan memiliki jiwa perkasa.
Dalam hal ini Rasulullah sebagai pemimpin dan pendidik memberikan
contoh dalam perbuatan nyata bukan hanya berbentuk perintah kepada para
sahabatnya dalam bersungguh-sungguh menggali parit sebagai benteng
pertahanan kaum muslimin. Oleh karena itu suah seharusnya pendidik
mencontohkan ssikap nyata dalam menjalankan kebaikan. Bukan sebaliknya
17 Abdullah Nashih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, …, h. 517
18
Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2003), jilid ke 9, h.240
19
memberikan perintah dan intruksi belaka. Tidak diiringi dengan sikap langsung
dan bersegera dalam menjalankannya. Sebab bisa beraujung pada kemalasan dan
sikap acuh anak saat mendengar kebaikan. Dikarenakan orang tuanya sebagai
pendidik tidak mengamalkan secara langsung dengan perbuatan.
Adanya pendidikan Islam yang bersumber dari al-Qur‟an dan Sunnah
Rasulullah saw, metode keteladanan tentunya didasarkan kepada kedua sumber
tersebut. Dalam al-Qur‟an keteladanan diistilahkan dengan kata “uswah”, kata ini
terulang sebanyak tiga kali dalam dua surat, yaitu:
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan Dia banyak menyebut Allah. (Q.S Al-Ahzab : 21)
…..
Artinya: Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan
orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: ,,,.
(Q.S Al-Mumtahanah : 4)
Artinya: Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik
bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan
20
pada) hari kemudian. dan Barangsiapa yang berpaling, Maka Sesungguhnya Allah Dia-
lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Q.S al-Mumtahanah : 6)
Ketiga ayat tersebut memperlihatkan bahwa kata “uswah” selalu
digandengkan dengan sesuatu yang positif “hasanah” dan digambarkan mengenai
suasanan yang menyenangkan.
Rasulullah SAW, sebagai pembawa risalah Islam juga sebagai teladan
yang baik bagi umatnya. Beliau dalam berbagai kesempatan selalu terlebih dahulu
mempraktekkan semua ajaran yang disampaikan Allah SWT, sebelum
menyampaikan kepada umatnya. Sehingga tidak ada celah bagi orang-orang yang
tidak senang untuk membantah dan menuduh bahwa Rasulullah saw, hanya
pandai bicara. Praktek “uswah” ternyata menjadi pemikat, umat yang menjauhi
semua larangan yang disampaikan dan mengamalkan semua tuntutan yang
diperintahkan oleh Rasulullah saw, seperti melaksanakan salat, puasa, nikah dan
lain-lain.19
3. Macam-macam Pemberian Keteladanan
Abdurrahman an-Nahlawi telah mengemukakan bahwa pola pengaruh
keteladanan berpindah kepada peniru melalui beberapa bentuk, dan yang paling
penting ada dua hal, yaitu pemberian pengaruh keteladanan langsung yang tak
disengaja, dan pemberian pengaruh keteladanan langsung yang disengaja.
a. Pemberian pengaruh secara spontan
Abdurrahman an-Nahlawi di sini menjelaskan bahwa pengaruh yang
tersirat dari sebuah keteladanan akan menentukan sejauhmana seseorang memiliki
sifat yang mampu mendorong orang lain untuk meniru dirinya, baik dalam
keunggulan ilmu pengetahuan, kepemimpinan, atau ketulusan dan sebagainya.
Dalam kondisi yang demikian, terjadi secara langsung tanpa disengaja.
Dan ini berarti bahwa setiap orang yang ingin dijadikan panutan oleh orang lain
harus senantiasa mengontrol perilakunya, dan menyadari bahwa dia akan diminta
19Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Balai
Pustakam 1995), cet 1 h. 117-119
21
pertanggungjawaban di hadapan Allah atas segala tindak-tanduk yang diikuti atau
ditiru oleh orang-orang yang mengaguminya.20
.
b. Keteladanan secara sengaja
Pemberian Pengaruh Keteladanan langsung yang disengaja, Misalnya;
seorang pendidik menyampaikan model bacaan yang diikuti oleh anak didiknya.
Seorang imam membaguskan shalatnya untuk mengajarkan shalat yang sempurna.
Ketika berjihad, seorang panglima tampil di depan barisan untuk menyebarkan
ruh keberanian, pengorbananm dan tampil ke garis depan dalam diri para tentara21
Rasulullah telah menggunakan teknik keteladanan langsung ini dalam
berbagai kesempatan. Ketika Rasulullah mengajarkan shalat kepada kaum
Muslim, beliau naik ke tempat yang tinggi sehingga bisa terlihat oleh semua
orang. Kemudian Rasulullah bersabda:
Artinya : Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku
Bahkan bisa dikatakan, seluruh kehidupan Rasulullah SAW adalah
penjelasan terhadap syariah Islam. Maka ketika Aisyah ra. Ingin menerangkan
akhlak Rasulullah SAW, dengan ungkapan terbaiknya“Akhlaknya adalah al-
Qur‟an”22
Berbagai contoh praktis keteladanan dalam perilaku-perilaku mulia yang
diterapkan kepada anak-anak, dalam kehidupan dan pertumbuhannya diantaranya
sebagai berikut:
a. Mendidiknya agar terbiasa berwudhu setiap kali bangun tidur, dan bukan
hanya mencuci muka saja.
b. Mendidiknya agar terbiasa tidur segera setelah shalat isya. Tidak boleh
dibiarkan terlambat tidur agar anak bisa bangun tepat waktu shalat shubuh.
c. Mendidiknya agar terbiasa menerima tamu.
20 Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,
(Jakarta: Gema Insanim 2004) , cet ke-4,h. 265
21
Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat ,…, h. 266
22
M.Rawwas Qal‟ah ji, Biografi Nabi SAW “Menyibak Tabir Kepribadian Rasul
Muhammad SAW”, (Dahran: Mahabbah Pustaka, 1986), h.168
22
d. Melatihnya agar bisa berbelanja berbagai kebutuhan rumahnya.
e. Membiasakannya untuk berjamaah shalat di mesjid tepat pada waktunya.
f. Bila memiliki anak perempuan, maka harus dibiasakan untuk memakai
hijab.
g. Membiasakan untuk melakukan puasa sunnah.
h. Membiasakan untuk makan dan minum dengan tangan kanan.23
Dalam memberikan keteladanan dalam proses pendidikan anak,
maka sepatutnya pendidik memperhatikan kelebihan dan kekarangan
metode pendidikan ini. Agar dalam penerapannya dijalnkan dengan
pertimbangan yang baik. Sehingga orang tua akan sangat berhati-hati
dalam memberikan percontohan dala kehidupan sehari-hari. Karena
tingkah lakunya dilihat dan diperhatikan anak.
Diantara kelebihan metode keteladanan, adalah:24
1) Akan memudahkan anak didik dalam menerapkan ilmu yang
dipelajarinya.
2) Agar memudahkan pendidik dalam mengevaluasi hasil berlajarnya.
3) Agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik.
4) Bila keteladanan dalam lingkungan sekolah, keluarga dan
masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik bagi anak.
5) Terciptanya hubungan harmonis antara pendidik dan peserta didik.
6) Secara tidak langsng pendidik dapat menerapkan ilmu yang
diajarkannya.
7) Mendorong pendidik untuk selalu berbuat baik karena akan
dicontoh.
adapun kekurangan metode keteladanan adalah: Pertama, jika figur
yang dicontoh tidak baik, akan cenderung untuk mengikuti tidak
baik. Kedua, jika teori tanpa praktek akan menimbulkan
verbalisme.
23 Muhammad sa‟id Mursi, Melahirkan Anak Masya Allah, ( Jakarta: Cendikia, 2001), cet
ke-1, h. 142
24
Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, …, h. 122
23
4. Pengertian Orang Tua
Orang tua adalah ayah dan ibu kandung, atau orang yang dianggap tua atau
dituakan (cerdik, pandai, ahli dan sebagainya), atau orang-orang yang dihormati
dan disegani. Dalam Islam orang tua ditempatkan pada posisi tertinggi
sehubungan dengan kasih sayang dan ketulusan oleh anak-anak mereka. Di
beberapa ayat dalam al-Qur‟an menempatkan kasih sayang pada orang tua
langsung setelah keimanan kepada Allah.25
Adapun fungsi orang tua dalam keluarga menurut Zakiyah Darajat diantaranya:
1. Pendidik yang harus memberikan pengetahuan, sikap dan keterampilan
terhdap anggota keluarga yang lain dalam kehidupannya.
2. Pemimpin keluarga yang harus mengatur kehidupan anggota.
3. Contoh yang merupakan tipe ideal di dalam kehidupan dunia.
4. Penanggung jawab di dalam kehidupan baik yang bersifat fisik dan
material maupun mental spiritual keseluruhan anggota keluarga.26
Jadi keteladanan orang tua dalam mendidik anak adalah memberikan
contoh yang baik (uswah hasanah) melalui peran orang tua sebagai pendidik
utama dalam keluarga dalam mengajarkan kebaikan. Sehingga bisa dijadikan
contoh yang akan ditiru dan diikuti anak sebagai cara yang efektif dalam
membentuk kepribadian anak.
5. Peran orang tua dalam mendidik anak
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama. Utama karena
pengaruh mereka amat mendasar dalam perkembangan kepribadian anaknya.
Pertama karena orang tua adalah orang pertama dan paling banyak melakukan
kontak dengan anaknya. Jika dilihat dari ajaran Islam, anak adalah amanat dari
Allah SWT yang akan dimintai pertanggungjawabannya. sebagaimana di dalam
al-Qur‟an ialah ayat yang menjelaskan agar setiap orang menjaga dirinya dan
anggota keluarganya dari siksa neraka.27
25 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Hadis, (Jakarta: UIN Press, 2005), cet ke-
1, h.233
26
Zakiyah Darajat dkk, Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1987), h.183
27
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaha Rosda
Karya, 1997), cet ke-3, h. 135
24
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan. (Q.S At-Tahrim : 6)
Oleh karena itu tugas mulia yang dijalankan oleh orang tua dalam upaya
membentuk kerpribadian anak menuju kedewasaaan dengan bekal dasar yang kuat
dalam diri anak merupakan hal terpenting. Sehingga dasar yang telah terbentuk
yakni pendidikan Islam merupakan dasar utama yang menjadikan anak akan teguh
dalam menjalani kehidupan serta menjaga diri dari kebinasaan dunia dan terhindar
dari siksa neraka.
Sedangkan dalam ayat lain Allah SWT berfirman :
Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur.(Q.S Al-Nahl : 78)
Dalam ayat tersebut Allah SWT menjelaskan bahwa setiap manusia yang
terlahir dalam keadaan dengan tidak mengetahui apapun. Diawali dengan ayat-
25
ayat sebelumnya berkenaan mengenai bukti-bukti kekuasaan-Nya. Besarnya
nikmat dan keluasan ilmu Allah SWT. Kemudian di ayat ini Allah SWT,
memberikan berbagai nikmat yang diberikan kepada manusia, yang juga termasuk
dari nuansa rahasia-rahasia Allah yang tersembunyi. Misalnya nikmat tempat
tinggal, ketenangan dan keteduhan di rumah-rumah dan lain-lain.28
Atas dasar inilah maka orang tua merupakan pendidik pertama yang akan
mengajarkan sekaligus memberikan pengarahan dan teladan baik. Agar anak
memiliki lingkungan keluarga yang mendidiknya mengenal Islam. Meneladani
keshalihan kepada anak akan memiliki pengaruh yang besar. Orang tua memiliki
kewajiban mengajarkan keutamaan menjalankan syariat dan memupuk
keimanannya agar terpancar kepribadian yang mulia dihadapan anak. Sebab
keteladanan orang tuanya pengaruh yang dominan dalam jiwa anak.
Sebagaimana dalam hadis dapat kita cermati sabda nabi SAW, yang berbunyi
Artinya : “Tidak seorang pun dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah suci) maka
kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi, atau Nasrani, dan Majusi.
(H.R Muslim)
Anak akan melihat, mendengar dan mengamati sikap orang tuanya. Sebab
secara lansung anak sejak lahir berinteraksi dekat bersama ayat dan ibunya.
Apapun sikap yang ditujukan orang tuanyalah yang akan menjadi gambaran anak
dalam berbuat.
Secara umum orang tua mempunyai tiga peranan terhadap anak:
1. Merawat fisik anak, agar anak tumbuh kembang dengan baik.
2. Proses sosialisasi anak, agar anak belajar menyesuaikan diri terhadap
lingkungan.
3. Kesejahteraan psikologis dan emosional anak.29
Dalam hal ini maka peran orang tua memberikan keteladanan merupakan
sebuah bekal penting atas pendidikan anak. Sehingga pada saat anak tumbuh di
28 Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zhiilalil Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2003), jilid 7, h. 199
29
Lubis Salam, Keluarga Sakinah, (Surabaya: Terbit Terang,t,th), h. 76
26
lingkungan masyarakat ia dapat beradaptasi dan diterima oleh lingkungan
sekitarnya. Baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat.
Pada dasarnya, perilaku anak akan terlihat pada kelakuan orang tuanya.
Jika orang tua memperlakukan anak-anak dengan baik dalam syariat Allah,
mereka akan menjadi anak berbakti kepada orang tuanya. Sebaliknya jika orang
tuanya salah dalam mendidik anak-anaknya, maka janganlah berharap anak-anak
akan berbakti kepadanya.30
Misalnya anak yang diajarkan dengan kedisiplinan menjalankan syariat
Allah seperti shalat, menutup aurat, sopan santun dalam ucapan maupun
perbuatan dan menjaga pergaualannya secara Islami. Maka anak akan terbentuk
menjadi pribadi yang takut menjalankan keburukan dan dekat pada ketaatan
kepada Allah SWT. Sebaliknya jika orang tuanya mencontohkan kemalasan
ibadah, sikap angkuh, perkataan yang buruk dan sikap yang melanggar syariat
Islam. Maka anak secara langsung akan mengikuti keburukan yang diperlihatkan
oleh pendidiknya dalam hal ini ayah dan ibunya.
Jika dalam menjalankan aktiviitas sehari-hari di dalam rumah sikap yang
dicerminkan ayah dan ibunya adalah berkata kasar dan bersikap buruk. Hal
demikian pula yang akan ditiru oleh anak-anaknya. Orang tua yang mampu
mmberikan keteladanaan ketaatan dan kebaikan dalam perbuatan dan perkataan
akan menjadi inspirasi kesolihan bagi anaknya. Meskipun tidak bisa dipungkiri,
anak akan menemui tantangan lain yakni berupa media sosial dan lingkungan.
Namun setidaknya anak sudah dibekali kebaikan sehingga akan menjadi modal
awal ia bersosialisasi dengan lingkungannya. Idealnya seorang pendidik keluarga
yakni dalam hal ini adalah orang tua, selain mampu memberikan keteladanan,
juga tetap mengawasi dan memberikan pengarahan terhadap segala macam
aktivitas anaknya. Tidak memberikan kebebasan sepenuhnya sebab bagaimana
pun anak tetap membutuhkan bimbingan dari orang tuanya.
Banyak alasan mengapa pendidikan agama di rumah tangga adalah paling
penting. Alasan pertama, pendidikan di tiga tempat pendidikan
30M.Thalib, 40 Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Anak, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 1993), cet ke-6, h. 65
27
lainnya(masyarakat, rumah ibadah, sekolah) frekuensinya rendah. Pendidikan di
masyarakat hanya berlangsung beberapa jam saja setiap minggu, di rumah ibadah
seperti di mesjid juga hanya sebentar, terlebih di sekolah hanya dua jam pelajaran
setiap minggu. Alasan kedua, inti pendidikan Islam ialah penanaman iman.
Penanaman iman itu hanya mungkin dilakukan secara maksimal dalam kehidupan
sehari-hari dan hanya mungkin dilakukan di rumah.31
Orang tua yang saleh merupakan contoh suri teladan yang baik bagi
perkembangan jiwa anak yang sedang tumbuh, karena pengaruh mereka sangat
besar sekali dalam pendidikan anak. Apabila orang tua sudah berperilaku dan
berakhlak baik, taat pada Allah, menjalankan syariat Islam, dan berjuang
sepenuhnya di jalan Allah serta memiliki jiwa sosial, maka dalam diri anak pun
akan mulai terbentuk dan tumbuh dalam ketaatan pula dan megikuti apa yang
telah dicontohkan orang tuanya dalam perilaku sehari-hari. Seperti disebutkan
dalam al-Qur‟an32
Artinya :”(sebagai) satu keturunan yang sebagiannya (turunan) dari yang
lain. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”( Q.S Ali-Imran ; 34)
Anak akan selalu melihat apa yang tengah dilakukan kedua orang tuanya.
Dan secara perlahan mulai meniru dan berlaku seperti mereka. Hingga jika
mereka mendapatkan kedua orang tuanya berlaku jujur, maka hal itu akan
membentuk mereka untuk menjadi orang yang jujur pula. Rasulullah
menganjurkan agar ornag tua hndaklah menjadi suri tauladan dalam berakhlak
yang benar di tengah pergaulan mereka dengan anak-anak. Seorang anak akan
memperhatikan sikap orang tuanya. Hal ini terjadi pada seorang anak sahabat
Nabi Saw, yaitu Abdullah Ibnu Abi Bakrah. Ia senantiasa memperhatikan doa-doa
31 M.Thalib, 40 Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Anak, …, h.134
32
M. Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, (Bandung: al-Bayan, 2000),
cet ke- 5, h. 65
28
ayahnya. Kemudian ia bertanya tentang doa itu, maka ayahnya pun menjawab dan
memberikan penjelasan terhadap apa yang dia lakukan. Wahai ayah, aku
mendengar setiap pagi engkau berdoa: “Ya Allah, lindungilah aku dan
pendengaranku, ya Allah lindungilah aku dan penglihatanku dan tiada Tuhan
kecuali Engkau.”. Kemudian Ayah mengulanginya setiap pagi dan petang. Dalam
hal ini maka orang tua ditutut untuk menerapkan segala perintah Allah dan sunnah
Rasulullah, baik akhlak maupun perbuatannya.33
Dengan memberikan tampilan cara memuliakan anak, maka anak akan
dapat memahami apa yang dimaksud orang tuanya. Tampilan dari orang tua
tersebut akan menjadi sumber teladan. Sumber ini merupakan sumber utama bagi
anak untuk mendapatkan keteladanan. Merekalah yang pertama kali menanmkan
nilai-nilai pada sang anak. Apabila orang tua menginginkan sang anak tumbuh
dalam kejujuran, amanah, menjauhi dari perbuatan yang tidak diridhoi agama,
kasih sayang, maka hendaknya mereka memberikan teladan yang baik dari diri
mereka sendiri.34
6. Tanggung Jawab orang tua dalam keluarga
Menurut Hasan Ayub keluarga ialah suatu kumpulan manusia dalam
kelompok kecil yang terdiri atas suami, istri dan anak. Terwujudnya masyarakat
Islam dimulai dari keberadaan keluarga yang menerapkan aturan Islam seutuhnya
melalui pembinaan dan penataan keluarga melalui pendekatan nilai-nilai Islam
secara terus-menerus dalam kehidupan keluarga.35
Proses pendidikan Islam merupakan proses membina generasi Islam agar
dapat terikat dengan syariat Allah SWT dan rasul-Nya. Maka dibutuhkan langkah
yang nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam upata menginternailsasikan konsep
Islam dalam tatanan praktek. Agar dapat diikuti dan dijadikan uswatun hasanan/
contoh yang baik bagi anak. Selain membutuhkan figur yang berperan melakukan
33 Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malng: UIN Malang Press, 2008), h.
291
34
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, ter. Saifullah
Kamalie dan Hery Noer Ali (Bandung: As-syifa‟, 1988), h. 5
35
Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, ( Bandung: Rosda
Karya, 2012), h.213
29
pengajaran dan pendidikan ini, maka sebuah kewajiban bagi seorang pendidik
untuk mengemban tanggung jawabnya dengn baik.
Adanya peran keluarga adalah basis awal pengembangan pendidikan bagi
anak. Islam memandang bahwa orang tua memiliki tanggung jawab dalam
mengantarkan anak-anaknya untuk bekal kehidupan baik kehidupan duniawi
maupun ukhrowi. Dalam keluarga anak adalah orang pertama yang masuk sebagai
peserta didik. Oleh karena itu dalam berinteraksi orang tua harus mampu
menampilkan pola perilaku yang positif, karena dapat menstimulus anak.
Terutama dalam etika bicara, bertingkah laku dan sebagainya. Karena anak akan
mensugesti, meniru dan mendemonstrasikan apa yang dilihat. Maka orang tua
harus menjalankan ajaran agama dengan baik dan benar, yang dimulai dari
kehidupn interaksional dalam keluarga.36
Keberadaan orang tua sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak jiwa
sosial dan mental anak. Perkataan dan kebiasaan orang tua akan mejadi bahan
pembelajaran yang akan benar-benar diamati dan dititu
Seorang anak dilahirkan dalam keadaan berkekurangan dan
kebergantungan di dalam segala hal. Karena itu apabila orang tua tidak
melaksanakan tanggung jawabnya pasti anak tidak bisa hidup dengan arahan yang
baik. Dengan demikian orang tua tidak bisa mengelak dari tanggung jawab ini. 37
Imam Al-Ghozali mengatakan, “Anak adalah amanat di tangan kedua
orang tuanya. Hatinya yang suci adalah mutiara yang masih mentah. Mutiara ini
dapat condong kepada segala sesuatu. Apabila dibiasakan dan diajarkan dengan
kebaikan, maka dia akan tumbuh dalam kebaikan itu. Dampaknya kedua orang
tuanya akan hidup berbahagia di dunia dan di akhirat.
Oleh karena itu Rasulullah SAW, melimpahkan tanggung jawab pendidikan
anak kepada kedua orang tua sebagai tanggung jawab yang sempurna. Dari Ibnu
Umar ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :
36 Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, …, h. 220-221
37
Syahminan Zaini, Prinsip-prinsip Dasar konsepsi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam
Mulia, 1986), h.133
30
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai
pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan
diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin
dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah
pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai
pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu
adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung
jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.\" Aku menduga Ibnu 'Umar
menyebutkan: "Dan seorang laki-laki adalah pemimpin atas harta bapaknya, dan
akan dimintai pertanggung jawaban atasnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan
setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya
."(HR. Bukhari)”.38
Menurut Jalaluddin Usman Said menyebutkan tanggung jawab keluarga
terhadap anaknya adalah: Pertama, mencegah kemungkaran dan selalu
mengkontruksikan hal-hal yang baik. Kedua, memberikan arahan dan binaan,
untuk selalu berbuat baik. Ketiga, beriman dan bertakwa kepada Allah swt. 39
Tanggung jawab orang tua terhadap anaknya bukan hanya sebatas
memenuhi kebutuhan secara materi, dengan memfasilitasi anak dengan segala
kebutuhan makan, berpakaian dan memberikan saran dan prasarana pendidikan
yang canggih. Namun hal yang terpenting adalah kesadaran orang tua dalam
menunaikan amanah Allah SWT dengan sungguh-sungguh yakni mendidik anak
sesuai konsep pendidikan Islam. Menjadikan akidah Islam sebagai sumber ajaran,
dan prinsip dalam menentukan kebaikan dan keburukan. Serta memberikan
pembiasaan sikap sesuai dengan ajaran Islam yang berlandaskan pada aturan
Allah SWT dan teladan Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari.
38Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik Anak,
(Yogyakarta:Pro-U Media, 2009), h. 46-47
39
Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, …, h. 206
31
7. Urgensi keteladanan orang tua dalam mendidik anak
Pentingnya penggunaan keteladanan (uswah) dalam pendidikan Islam pada
prinsipnya didasarkan pada pendekatan normatif dan psikologi manusia yang
sejak lahir memiliki fitrah ingin meniru (gharizah). Gharizh adalah hasrat yang
mendorong anak, orang lemah dan orang yang dipimpin untuk meniru perilaku
orang dewasa, orang kuat, dan pemimpin.40
Pengetahuan yang melekat pada jiwa manusia bila tidak deproleh melalui
praktek, semakin lama semakin berkurang intensitasnya. Dalam penelitian dapat
diketahui berbagai pengaruh cara belajar-mengajar sebagai berikut:
1). Belajar dengan mendengarkan hanya berhasil diserap oleh anak didik
sebesar 15 % dari materi pelajaran.
2). Belajar dengan menggunakan mata (visualisasi) dapat mengahasilkan 55 %
dari bahan yang disajikan.
3). Belajar dengan praktek menghasilkan bahan apersepsi sampai 90 % dari
bahan yang diajarkan.41
Hal itulah menurut pandangan Islam bahwa keteladanan dalam pendidikan
Islam dapat memberikan kontribusi nilai-nilai pendidikan yang luhur terhadap
pembentukan kepribadian anak didik, ini berkaitan erat dengan pembinaan iman
dan akhlak. Dalam proses pendidikan Islam yang dilaksanakan oleh Rasulullah
Saw. sendiri bahwa metode ini lebih banyak diberikan fokus (penekanan) dalam
berbagai kesempatan, karena makna keimanan seseorang yang bersifat teoritis,
baru berhasil guna jika diikuti dengan praktik (pengamalan)-nya, baik dalam
kegiatan „ubudiyah maupun dalam mu‟amalah di antara manusia.42
Setiap pendidik hendaknya melakukan evaluasi terhadap perilakunya,
karena perbuatan baik bagi anak-anak adalah yang dikerjakan oleh pendidik, Dan
begitu sebaliknya perbuatan jelek bagi anak adalah yang ditinggalkan oleh
40 Abdurrahman an-Nahlawi,, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, ...,
h. 368
41
Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:Pustaka Setia,
2007), h.183
42
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), h. 212.
32
pendidiknya. Sebab anak amat dekat dengan perilaku yang masih ikut-ikutan.
Sebab ia sedang berproses menjadi orang dewasa Maka sikap baik orang tua dan
guru di depan anak-anak merupakan pendidikan yang paling utama. Anak akan
belajar secara langsung kepada orang dewasa yang berada di sekitarnya.
Oleh karena itu, pendidik harus menyadari bahwa di samping mengajar
dan membimbing dalam rangka pembentukan kepribadian anak didik dengan
nasihat dan pembelajaran. Serta diringi juga memberikan pendidikan yang
mempengaruhi jiwanya melalui keteladanan. Karena kepribadian, sikap dan cara
hidup pendidik, akan memberikan kesan sehingga berpengaruh kepada perilaku
anak-anaknya.
Dalam pengertian umum, anak didik adalah setiap orang yang menerima
pengaruh dari seorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan
pendidikan. Sedang dalam arti sempit anak didik ialah anak yang diserahkan
kepada tanggung jawab pendidiknya.
Karena itulah, anak didik memiliki beberapa karakteristik, diantaranya:
1. Belum memiliki pribadi dewasa sehingga masih menjadi tanggung jawab
pendidik.
2. Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga
masih menjadi tanggung jawab pendidik.
3. Sebagai manusia memiliki sifat-sifat dasar yang sedang ia kembangkan
secara terpadu, menyangkut kebutuhan biologis, rohani, sosial,intelegensi,
emosi, kemampuan berbicara, perbedaan individu dan sebagainya.43
Perkembangan agama pada masa anak, terjadi melalui pengalaman
hidupnya sejak kecil, dalam keluarga, di sekolah dan dalam masyarakat. Semakin
banyak pengalaman yang sesuai dengan ajaran agama, dan semakin banyak unsur
agama, maka sikap, tindakan, kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan
sesuai dengan ajaran agama. Hendaknya setiap pendidik menyadari bahwa dalam
pembinaan pribadi anak sangat diperlukan pembiasaan yang cocok dan sesuai
dengan perkembangan jiwanya. Karena pembiasaan orang tua di rumah akan
43Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997),
h. 23
33
membentuk sikap tertentu pada anak, secara perlahan akan membentuk pola sikap
yang khas sehingga membentuk kepribadianya.
Memang anak memiliki potensi yang besar untuk menjadi baik, namun
sebesar apapun potensi tersebut, anak tidak akan begitu saja mengikuti prinsip-
prinsip kebaikan selama ia belum melihat pendidiknya berada di puncak
ketinggian akhlak dan memberikan contoh yang baik. Mudah bagi pendidik untuk
memberikkan satu pelajaran kepada anak, namun sangat sulit bagi anak untuk
mengikutinya ketika ia melihat orang yang memberikan pelajaran tersebut tidak
mempraktikkan apa yang diajarkannya.44
Potensi besar yang ada dalam diri anak dipengaruhi dengan keberadaan
pendidikan di sekitarnya. Apabila seorang anak berada dalam pembinaan oran tua
dan lingkungan yang baik sesuai dengan dasar ajaran Islam maka ia akan tumbuh
dan terbentuk dengan pribadi mulia. Selain itu orang tua pun telah mampu
menempatkan peran dan tugasnya dengan kesadaran penuh disertai dengan kasih
sayang dan keikhlasan. Maka upaya mewujudkan kepribadian Islam pada anak
akan berhasil terbentuk. Oleh karena itu, pentingnya keteladanan orang tua
sebagai figur utama yang menemani masa-masa perkembangan jiwa anak, maka
dibutuhkan realisasi yang nyata dalam aktivitas sehari-hari.
Pendidikan di dalam keluarga pada hakikatnya merupakan proses
pendidikan sepanjang hayat. Pembinaan dan pengembangan kepribadian,
penguasaan dasar-dasar tsaqofah Islam dilakukan melalui pengalaman hidup
sehari-hari dan dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada di keluarga terutama
orang tua.45
Oleh karena itu upaya mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan
dalam keluarga merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari kesuksesan
terwujudnya kepribadian Islam yang menjadi tujuan pelaksanaan pendidikan
Islam dalam membina generasi muslim.
Ajaran Islam meyakini bahwa sesungguhnya sunnah Rasulullah SAW
merupakan hakim bagi setiap sesuatu.sehingga sebuah keharusan manusia untuk
44 Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan,…, h.116
45
Ismail Yusanto, dkk. Menggagas Pendidikan Islami, (Bogor: Al-Azhar Press, 2011), h.
78
34
menjadi Rasulullah teladan dalam hidupnya. Megikuti sesuatu yang dibawa Nabi
merupakan bukti kecintaan kepada Allah.46
Artinya : Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu."
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Q.S Ali Imran : 31).
Di rumah, ayah dan ibu bisa mengajarkan dan menanamkan dasar-dasar
keagamaan kepada anak-anaknya, termasuk di dalamnya dasar-dasar
kehidupan.47
Seorang pendidik harus memiliki pengaruh besar dalam menjadikan
pribadinya patut untuk dicontoh oleh anak didiknya. Sebab, tingkah laku, cara
berbuat, dan berbicara akan ditiru oleh anak. Dengan teladan ini, lahirlah gejala
identifikasi positif, yakni penyamaan diri dengan orang yang ditiru. Identifikasi
positif itu penting sekali dalam pembentukan kepribadian. Karena itulah teladan
merupakan alat pendidikan yang utama, sebab terikat erat dalam pergaulan. Hal
yang perlu diperhatikan adalah tingkah laku yang harus ditiru dan sebaliknya.
Teladan dimaksudkan untuk membiasakan anak didik dalam mencapai tujuan
yang diinginkan.48
Sebagai pendidik, maka seharusnya rang tua selalu berevaluasi diri pada
saat ia mengetahui anaknya berbuat keburukan. Sudah semestinya orang tua
merenungi kesalahan yang dilakukan anaknya. Kemungkinan kesalahan tersebut
berasal dari hilangnya keteladanan orang tua dalam mendidik dan membina anak
46Abdullah Al-Mushlih, Shalah Assh Shawi, Pokok-pokok Ajaran Islam yang Wajib
diketahui Setiap Muslim, (Jakarta: Darul Haq, 2013), cet ke-2, h. 47
47
Muhammad At-Thiyah Al-Abrasyi, Beberapa Pemikran Pendidikan Islam,
(Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996), cet ke-1, h. 82
48
Muhammad At-Thiyah Al-Abrasyi, Beberapa Pemikran Pendidikan Islam,…, h. 29
35
di rumah. Atau justru keburukan yang diperbuat anaknya merupakan buah dari
kebiasaan buruknya. Orang tua sebagai pendidik utama yang memiliki hubungan
biologis yang dekat dengan anak, maka sikap orang tua meliputi ayah dan ibu
menjadi inspirasi bagi anak dalam bersikap. Sikap dan kepribadian orang tua akan
akan mampu mensuasanakan anak dalam mengambil sebuah keputusan bersikap
baik atau buruk. Sebab tidak bisa dipungkiri karakteristik anak akan mengikuti
dan cenderung dibentuk dari sikap kebiasaan orang-orang di sekitanya. Anak akan
tumbuh menjadi pribadi yang teguh pada prinsip dan bersikap santun, apabila ia
memperoleh percontohan mulia dari orang tuanya. Maka dari itu ntuk dapat
mewujudkan tujuan pendidikan Islam, maka keteladanan adalah sebuah
keharusan. Agar tujuan terbentuknya kepribadian Islam dan terbinanya ketakwaan
secara totalitas kepada ajaran Islam mampu diwujudkan. Maka sebuah kewajiban
yang tidak bisa dihilangkan dalam proses pendidikan Islam yakni dengan melalui
keteladanan orang tua dalam mendidik anaknya dengan segala kebaikan di
lingkungan keluarga.
6. Tujuan keluarga muslim
Keluarga muslim adalah benteng utama tempat anak-anak dibesarkan
melalui pendidikan Islam. Adapun yang dimaksud keluarga muslim adalah
keluarga yang mendasarkan aktivitasnya pada pembentukan keluarga yang sesuai
dengan syariat Islam. Berdasarkan pedoman al-Qur‟an dan as-Sunnah, oleh
karena itu tujuan terbentuknya keluarga muslim adalah:
1) Mendirikan Syariat Allah SWT dalam segala permasalahan rumah tangga,
artinya tujuan berkeluarga adalah mendirikan rumah tangga muslim yang
mendasarkan kehidupannya pada terwujudnya penghambaan kepada Allah
SWT. Dengan sangat mudah, anak-anak akan meniru kebiasaan orang
tuanya dan terbiasa untuk hidup Islami.
2) Mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis
3) Mewujudkan sunnah Rasulullah saw, dengan melahirkan anak-anak yang
saleh.
4) Memenuhi kebutuhan cinta kasih sayang
36
5) Menjaga fitrah anak agar anak-anak tidak melakukan penyimpangan-
penyimpangan.49
Terwujudnya masyarakat Islam dimulai dari keberadaan keluarga yang
menerapkan aturan Islam seutuhnya melalui pembinaan dan penataan keluargga
dengan pendekatan nilai-nilai Islam secara terus-menerus dalam kehidupan
keluarga. 50
Dengan demikian orang tua sebagai pendidik, memiliki kewajiban
melakukan dua langkah berikut: Pertama, membiasakan anak untuk mengingat
kebenaran dan nikmat Allah, serta mencari dalil dalam mengesakan Allah melalui
tanda-tanda kekuasan-Nya. Kedua, membiasakan anak untuk mewaspadai
penyimpangan-penyimpangan yang kerap membiasakan dampak negatif terhadap
diri anak. Misalnya, menonton film, berita-berita dusat atau gejala-gejala lain
yang tersalurkan melalui media informasi. 51
Tujuan ideal Pendidikan Islam yaitu terbentuknya keluarga muslim ini
memerlukan proses yang serius dari usaha orang tua dalam menjalankan amanah
mulia ini dengan baik. Jika keluarga muslim mampu menjalankan fungsi dan
tujuan dari pendidikan Islam, maka akan mampu menjadi benteng utama pada
anak dalam menghadapi perilaku menyimpang dan tantangan dalam pergaulan di
masyarakat.
9. Niilai edukatif keteladanan dalam pendidikan Islam
Tinjauan dari sudut ilmiah menunjukkan bahwa, pada dasarnya keteladanan
memiliki sejumlah asas kependidikan berkut ini :
a. Pendidikan Islam merupakan konsep yang senantiasa menyeru pada jalan
Allah SWT. Orang tua dituntut untuk menjadi teladan di hadapan anak-
anaknya,. Bersegera berkorban, dan menjauhkan diri dari hal-hal yang
hina. Artinya setiap anak akan meneladani pendidikan dan benar-benar
akan puas terhadap ajaran yang diberikan kepadanya sehingga perilaku
49 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam dalam Keluarga, Sekolah dan
Masyarakat, …, h. 139-145
50
Atang Abd. Hakim dan jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Rosda
Karya, 2012), h. 213
51
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam dalam Keluarga, Sekolah dan
Masyarakat, …, h. 145
37
ideal yang diharapkan dari setiap anak merupakan tuntutan realistis dan
dapat diaplikasikan. Orang tua harus memiliki figur teladan dalam
keluarga sehingga sejak kecil dia terarah oleh konsep–konep Islam
b. Islam telah menjadikan kepribadian Rasulullah SAW, sebagai teladan
abadi dan actual bagi pendidik dan generasi muda sehingga setiap kali
melihat, membaca riwayat beliau akan semakin bertambah kecintaan dan
keinginan untuk meneladani beliau. Islam menyajikan keteladanan ini
agar manusia menerapkan suri teladan kepada dirinya sendiri.
Demikianlah Islam senatiassa terlihat dan tergambar jelas sehingga tidak
beralih menjadi imajinasi kecintaan spiritual tanpa dampak nyata. Maka
untuk memudahkan transfer keteladanan ialah peniruan yang menjadi
karakteristik manusia.
Jika dilihat dasar dari psikologis keteladanan keberadaan figur
teladan bersumber dari kecenderungan meniru yang sudah menjadi
karakter manusia. Peniruan bersumber dari kondisi mental seseorang
yang senantiasa merasa bahwa dirinya berada dalam perasaan yang sama
dengan kelompok lain sehingga peniruan ini berawal dari sebuah
kecenderungan. Naluri ketundukan punbisa dikategorikan sebagai
pendorong untuk meniru. Pada dasarnya penirua ini berpusat pada tiga
unsur berikut:
1) Kesenangan untuk meniru dan mengikuti. Lebih jelas hal ini
terjadi pada anak-anak dan remaja. Mereka terdorong oleh
keinginan samar tanpa disadari membawa mereka pada peniruan
gaya bicara, cara bergerak, cara bergaul, atau perilaku-perilaku
lain dari orang yang mereka kagumi. Masalah yang akan timbul
saat hal yang ditiru adalah bukan hanya yang posotif. Pada
gilirannya mereka meniru perilaku-perilaku buruk. Dalam hal ini
al-Qur‟an telah memberikan peringatan kepada orang tua,
terutama ayah untuk berusaha memelihara kedudukannya sebagai
sosok teladan bagi anak-anaknya, sebagai dijelaskan dalam
firman Allah :
38
Artinya : Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami,
anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai
penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa. (Q.S Al-Furqon : 74)
2) Kesiapan untuk meniru, setiap periode usia manusa memilki
kesiapan dan potensi yang terbatas untuk periode tersebut. Islam
mengenakan kewajiban shalat pada anak yang usianya belum
mencapai tujuh tahun dengan tetap menganjurkan kepada orang
tua untuk mengajak anaknya meniru gerakan shalat. Namun,
orang tua tetap memperhitungkan kesiapan dan potensi ketika
anak-anak meniru seseorang. Biasanya kesiapan untuk meniru
muncul ketika manusia tegah mengalami berbagai krisis,
kepedihan sosial, dan kepedihan lainnya. Dari sinilah maka
kedudukan dan peran orang yang lebih kuat akan berpengaruh
dan ditiru oleh oleh orang yang lemah. Rasulullah SAW telah
mengingatkan kita untuk mewaspadai hal-hal negatif yang
terkandung dalam sikap meniru,terutama jika tujuan peniruan itu
tiak jelas, sebagaimana sabda Rasulullah SAW sebagai berikut :
“sesungguhnya kalian akan megikuti tradisi orang
sebelum kalian, sejengkal-sejengkal dan sehasta demi sehasta.”
3) Peniruan terkadang memiliki tujuan yang sudah diketahui oleh si
peniru atau bisa jadi tujuan itu tidak ada. Peniruan lebih condong
pada kehidupan yang difensif yaitu kecenderungan
mempertahankan dunia individual karena seolah-olah dia berada
di bawah bayang individu yang kuat dan perkasa, yang membuat
39
orang lemah menirunya. Kegiatan meniru ini akan mengingkat
menjadi kegiatan berpikir yang memadukan kesadaran,
keterkaitan, dan peniruannya meningkat. Dalam pendidikan
Islam, peniruan yang berkesadaran ini meningkat menjadi ittiba
yang jenisnya akan terus meningkat bila disertai petuntuk atau
pengetahuan tentang tujuan dan cara peniruan.52
Sehubungan
konsep ini, Allah SWT telah berfirman :
Artinya : Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang
yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata,
Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik". ( Q. S
Yusuf : 108 ).
B. Hasil penelitian yang relevan
Berdasarkan penelusuran penulis terhadap karya ilmiah skripsi, tesis,
disertasi di perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bahwa yang membahas
tentang metode pendidikan Islam melalui keteladanan orang tua menurut
Abdullah Nasih „Ulwan belum penulis temukan, namun terdapat beberapa skripsi
yang menulis tentang Urgensi keteladanan dalam Pendidikan Islam, yaitu skripsi
saudari Mia Huzama (2012), Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI), yang berjudul “Urgensi Metode Keteladanan dalam Pendidikan Islam”. Dia
menjelaskan bahwa keteladanan mempunyai kedudukan yang sangat penting
karena anak didik akan menilai dan meniru. Sejatinya manusia memerlukan
52Abdurrahman, Pendidikan Islam dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, …, h.
263
40
tokoh teladan dalam hidupnya. Oleh karena itu orang tua harus memahami
dampak buruk dari hilangnya keteladanan dalam mendidik anak. Dalam al-Qur‟an
ditegaskan dalam surah as-Shaf ayat 2-3 bahwa perilaku seorang pendidik harus
sejalan dengan apa yang ia katakana.
Skripsi saudara Yuli Setiawati (2012), Fakultas Tarbiyah, Jurusan
Pendidikan Agama Islam (PAI), yang berjudul “Pengaruh Keteladanan Guru PAI
terhadap Pembentukan Karakter Siswa Di SDIT Al-Iman Jakarta Timur”. Dia
menyimpulkan dari hasil penelitiannya tersebut bahwa interpretasi data didapat
indeks korelasi sebesar 0, 73 yang besarnya berkisar antara 0,70 – 0,90 termasuk
dalam kategori adanya pengaruh yang sangat kuat. Denga demikian berarti
terdapat pengaruh yang kuat anatara keteladanan guru PAI dengan pembentukan
kaakter siswa.
Skripsi saudari Ita Humairo (2012), Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI), yang berjudul “Konsep Pendidikan Akhlak Persfektif
Abdullah Nashih „Ulwan”. Dia menjelaskan bahwa konsep akhlak kepada Allah
dan makhluk-Nya hendanya berlandasakan keimanan dan sejalan dengan ajaran-
ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur‟an dan as-Sunnah. Pada dasar
pembentukan akhlak menurut Abdullah Nasih „Ulwan menyebutkan bahwa
keimanan kepada Allah yang berkaitan dengan ketauhidan atau kepercayaan
terhadap Tuhan, telah menjadi dasar pendidikan akhlak. Secara khusus Konsep
pendidikan akhlak terhadap Allah SWT meliputi: keikhlasan ketakwaan dan
penyabar.
Perbedaan penelitian yang akan penulis lakukan dengan penelitian di
atas adalah penulis ingin memaparkan bagaimana urgensitas keteladanan orang
tua dalam mendidik anak menurut Abdullah Nashih Ulwan. Agar orang tua
sebagai pendidik memahami benar peran dan tanggung jawabnya dalam
memberikan keteladanan yang akan berpengaruh kepada tingkah laku anak-
anaknya.
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan januari 2014 sampai dengan April
2014. Adapun penelitian dilakukan dengan mengumpulkan sumber referensi yang
terkait dengan judul skipsi. Dengan melalui proses jangka waktu kurang lebih 4
bulan.
B. Metode penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis menggunakan metode penelitian
kepustakaan (Library Research) yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk
mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materi
yang terdapat di perpustakaan. Seperti bukum majalah, dokumen, catatan dan
kisah-kisah sejarah dan lain-lain. Dengan melalui dua langkah, pertama, tahap
inverntarisasi bahan penelitian dengan cara menghimpun selelngkap-lengkapnya
bahan informasi. Kedua, tahap pengelompokan, yakni tahap pemilihan informasi
sesuai dengan kategorisasi yang dibutuhkan.1
Adapun data dan informasi yang terhimpun dalam skripsi ini bersifat
kualitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu
1 Cik Hasan Bisri, Model penelitian Agama dan Dinamika Sosial , (Jakarta: PT. Grafindo
Persada, 2002), cet ke-1, h. 63
43
penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur
analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya.2
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan filosofis yaitu
mengadakan deteksi dengan pertanyaan filosofis yang telah mendpatkan jawaban-
jawaban dari para ahli sepanjang sejarah. Di samping itu dengan mengajukan
mendasar secara filosofis.3 Pertanyaan-pertanyaan filosofis itu semisal:
Bagaimana konsep metode metode dalam pendidikan Islam. Bagaimana konsep
keteladanan orang tua dalam mendidik anak menurut Abdullah Nashih ‘Ulwan.
3. Sumber data
Sumber data dalam penelitian adalah sumber dari mana data dapat di
peroleh. Adapun sumber data yang digunakan adalah data primer dan data
sekunder.
a. Sumber data primer yaitu: diperoleh dari buku-buku, bahan cetak atau
karya grafis berupa jurnal, majalah, koran, pelbagai jenis laposumber
informasi langsung dan mempunyai wewenang dan bertanggung jawab
terhadap pengumpulan dan penyimpanan data atau yang sering disebut
tangan pertama. Dalam hal ini data primer yang digunakan adalah Pertama
Tarbiyatul Aulad Fil Islam karya Abdullah Nashih ‘Ulwan..4
b. Sumber data sekunder yaitu : Sumber data informasi yang secara tidak
langsung mempunyai wewenang dan tanggun jawab terhadap informasi
yang ada padanya.5 Dalam hal ini adalah data-data yang bersumber dari
penulis itu sendiri mauapun karya-karya lain yang berkaitan dengan
penelitian tersebut sebagai tambahan data primer. Dalam hal ini penulisan
menggunakan sumber sekunder yang berasal dari buku Pendidikan Anak di
Rumah, di Sekolah dan di Masyarakat karya Dr. Abdurrahman An-
2 Lexy J. Lexy Moleong, Metodologi penelitian kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010), h. 6
3Abuddin Nata, Metode Studi Islam, (Jakarta: Raja Grapindi Persada, 1999), h. 42
4 Abuddin Nata, Metode Studi Islam, …, h. 6
5M. Ali, Penelitian kependidikan: Prosedur dan Strategi, (Bandung: Aksara, 1987), h.42
43
Nahlawi, buku Propehetic Parenting Cara Nabi Mendidik Anak karya
Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid. Buku Cara Nabi Menyiapkan
Generasi karya Syeikh Jamal Abdurrahman.
Prosedur pengumpulan dan pengolahan data terdiri dari :
Pertama, mengumpulkan data penelitian dari berbagai sumber, dalam penelitian
ini dilakukan dengan dua cara, yaitu pengumpulan data melalui kajian pustaka.
Dalam kajian pustaka sumber data yang dikumpulkam dikelompokkan menjadi
dua jenis, sumber data primer dan sumber data sekunder.
Sumber data Primer, yaitu buku-buku karya orang lain yang dijadikan
objek studi yang berkaitan dengan pokok pembahasan buku Dr. Abdullah Nashih
‘Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Solo: Insan Kamil Press, 2013
Adapun sumber data sekunder, yaitu buku penunjang, majalah, Koran atau
sejenisnya yang masih ada keterkaitannya dengan pembahasan dalam penelitian
ini.
Kedua, data-data yang telah terkumpul kemudian digabungkan dan
dilakukan kajian mendalam terhadap data-data tersebut dengan menyeleksi dan
menganalisanya.
Ketiga, Menggunakan hasil analisis data terhadap seluruh data yang
terseleksi dalam bentuk deskripsi.
Keempat, setelah data-data terkumpul dilakukan tahapan seleksi dan
selanjutnya disajikan, maka langkah yang terakhir adalah menarik kesimpulan
atau verifikasi.
4. Teknik Analisa Data
Analisa data menggunakan metode analisis isi ( Conten Analysis) yang
pada dasarnya merupakan suatu teknik sitematika untuk meganalisis isi pesan dan
mengola pesan, atau suatu alat untuk komunikator yang terpilih.6 Dengan kata lain
metode ini ialah: teknik penelitian untul membuat inferensi-inferensi yang dapat
ditiru dan sahih data dengan memperhatikan konteknya.7 Dengan metode analisis
6Amirul Hadi, Metode penelitian Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h. 175
7Burhan bungin, Metodologi penelitian Kualitatotif, (Jakarta: Raja Grapindo Persada,
2003), h. 172-173
43
isi tersebut , tidka hanya sampai pada pengumpulan data tetapi meliputi analisis
dan interpretasi.
Dalam pembahasan selanjutnya di analisis dengan meggunakan metode
berpikir deduktif yaitiu cara atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan
pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak pada pengamatan atas hal-hal atau
masalah yang bersifat umum kemudian kesimpulan yang bersifat khusu.8
C.Prosedur penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian
deskriptif analisis, metode yang dilakukan adalah :
1. Teknik mengumpukan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari literature
yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti dengan mengumoulkan
data-data melalui bahan bacaan dengan bersumber pada buku-buku primer
dan buku-buku sekunder yang berkaitan degan masalah yang dibahas.
2. Teknik pengolahan data
Setelah data-data terkumpul lengkap, berikutnya yang penulis lakukan
adalah membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi, dan
mengklasifikasikan data-data yang mendukung pokok bahasan, untuk
selanjutnya penulis analisis, kemudian disimpulkan dalam satu pembahasan
yang utuh.
3. Analisa data
Dalam menganalisa data, penulis menggunakan metode deskriptif
analisis, yaitu memaparkan masalah-masalah sebagaimana adanya, disertai
argument-argumen. Kemudian menguraikan susunan pembahasan kepadda
bagian yang signifikan, setelah di analisis, dipaparkan kembali unsur-unsur
tersebut untuk mencapai suatu kesimpulan.
4. Teknik penulisan
Dalam penulisan skipsi ini mengikuti pedoman penulisan karya ilmiah
UIN Syarif Hidayatullah tahun 2013 . Di lengkapi dengan buku panduan
penulisan karya ilmiah lainnya
8Sudarta, Metode penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grapindo Persda, 1996), h. 57-58
45
BAB IV
Hasil Penelitian
A. Deskripsi Data
1. Biografi Abdullah Nashih ‘Ulwan
Abdullah Nasih „Ulwan adalah seorang ulama, faqih, dai dan pendidik. Ia
dilahirkan di desa Qadhi Askar di kota Halab Suriah pada tahun 1347 H/ 1920 M,
di sebuah keluarga yang taat beragama, yang sudah terkenal dengan ketakwaan
dan keshalehannya. Nasabnya sampai kepada Al-Husein bin Ali bin Abi Thalib.
Ia menamatkan sekolah dasarnya di desanya. Setelah lulus sekolah dasar, ayahnya
menyekolahkannya ke sekolah Khusruwiyyah untuk belajar ilmu-ilmu syari‟ah,
pada tahun 1943 M. ia belajar kepada guru-guru besar seperti, Syaikh Raghib Ath-
Thabbakh, Ahmad Asy-Syama‟, dan Ahmad „IzzuddinAl-Bayanuni. Di sana ia
pun bertemu dengan dr. Musthafa As-Siba‟i.
Ia mendapatkan ijazah sekolah menengah atas syariah pada tahun 1949 M.
lalu ia meneruskan studinya di Universitas Al-Azhar Asy-Syarif dan
menyelesaikan S1-nya di Fakultas Ushuluddin pada Tahun1952 M. kemudian
pada tahun 1854 M, ia menyelesaikan S2-nya. Lalu kembali ke Halab dan bekerja
sebagai pengajar materi pendidikan Islam di sekolah menengah atas di sana. Lalu
ia pergi ke Yordania dan tingga di sana. Kemudian pergi ke Arab Saudi dan
bekerja sebagai pengajar di Universitas Al-Malik „Abdul Aziz. Di sanalah ia
menyelesaikan S3-nya dan mendapatkan gelar Doktor dalam bidang Fikih dan
dakwah.1
1Abdullah Nashih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Solo, Insan Kamil, 2013),
h.905
46
Pada tahun 1979 Abdullah Nashih „Ulwan meninggalkan Suriah menuju
ke Jordan, di sana beliau tetap menjalankan dakwahnya dan pada tahun 1980
beliau meninggalkan Jordan ke Jeddah Arab Saudi setelah mendapatkan tawaran
sebagai dosen di Fakultas Pengajaran Islam di Universitas Abdul Aziz dan
beliau menjadi dosen di sana. Beliau berhasil memperoleh ijazah Doktor di
Universitas Al-Sand Pakistan pada tahun 1982 dengan desertasi “Fiqh Dakwah
wa Daiyah”. Setelah pulang menghadiri pengkumpulan di Pakistan beliau
merasa sakit di bagian dada, lalu dokter mengatakan bahwa ia mengalami
penyakit di bagian hati dan paru-paru, lalu beliau dirawat di rumah sakit.
Abdullah Nashih Ulwan meninggal pada tanggal 29 Agustus 1987 M
bertempatan dengan tanggal 5 Muharram 1408 H pada hari Sabtu jam 09.30 pagi
di rumah sakit Universitas Malik Abdul Aziz Jeddah Arab Saudi dalam usia 59
tahun. Jenazahnya di bawa ke Masjidil Haram untuk dishalati dan dikebumikan
di Makkah.2
2. Latar Belakang Pendidikan Abdullah Nashih ‘Ulwan
Abdullah Nashih Ulwan telah belajar di bebarapa sekolah diantaranya
a. Sekolah Dasar dan sekolah lanjutan pertama di Halab selesai tahun
1964
b. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas jurusan Ilmu Syari‟ah dan
Pengetahuan di Halab selesai tahun 1949.
c. Universitas al-Azar di Mesir mengambil fakultas Ushuluddin dapat
terselesaikan pada tahun 1952.
d. Di al-Azhar, Abdullah Nashih Ulwan melanjutkan S-2 dan lulus
pada tahun 1954 dan menerima Ijazah Spesialis Pendidikan setara
dengan Master of Arts (M.A)3
2Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam, terj. Saifullah Kamali dan Hery
Noer Ali, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Semarang: asy-Syifa‟, Jilid II, t.th., hlm. 542 3 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiayatul Aula Fil Islam, Juz 2, Darussalam Lithoba‟i Wa
Nasyiri Wa Tawazi, Beirut, t,th., hlm. 1119-1120
47
3. Karya-karya Abdullah Nashih ‘Ulwan
Karya yang berkisar pada masalah dakwah dan pendidikan :
a. Al-Takafulul al- Ijtima`i Fil- Islam(Asuransi sosial dalam Islam ).
b. Ta`addudu al-Zaujat Fil-Islam.
c. Shalahuddin al-Ayyubi.(Shalahuddin al-Ayyubi)
d. Hatta Ya`lama al-Syabab. (Sampai pemuda mengetahui)
e. Tarbiyatul Aulad Fil-Islam.(Pendidikan Anak dala Islam)
Karya yang menyangkut kajian Islam (studi Islam) :
a. Ila Kulli Abin Ghayyur Yu`min billah.
b. Fadha`ilul al-Shiyam wa ahkamuhu.
c. Hukmu al-Ta`min Fil-Islam.
d. Ahkamul al-Zakat (4 madzhab).
e. Syubhat wa Rudud Haulal al -Aqidah wa Ashlul al-Insan.
f. Aqabatul al -Zawaj wa thuruqu Mu`alajatiha `ala Dhanil al- Islam.
g. Mas`uliyatul al-Tarbiyah al-Jinsiyyah.
h. Ila Waratsatil al-Anbiya`.
i.Hukmu al-Ta’lim Fil Islam.
j. Takwinu al-Syakh Syiyyah al-Insaniyyah fi Nazharil al-Islam.
k. Adabul al-Khitbah wa al-Zilaf wa haququl al-Zaujain.
l. Ma`alimul al-Hadharah al-Islamiyyah wa Atsaruha fil al-Nahdhah
al-Aurubiyyah.
m. Nizhamul al-Rizqi fil al-Islam.
n. Hurriyatul al-I`tiqad Fil al-Syari`ah al-Islamiyyah.
o. Al-Islam Syari`atul al-Zaman wa al-Makan.
48
p. Al-Qaumiyyah fi Mizanil al-Islam4
4. Pengalaman Abdullah Nashih ‘Ulwan
Abdullah Nashih Ulwan dalam hal ini berpengalaman sebagai
tenagapengajar untuk materi pendidikan di sekolah-sekolah lanjutan atas di Halab
yaitu pada tahun 1954 dan dia aktif menjadi seorang da‟i yang gigih dalam
berdakwah.Abdullah Nasih Ulwan merupakan pemerhati masalah pendidikan
terutama pendidikan remaja dan dakwah Islam.Sebagai seorang ulama dan
cendikiawan muslim, beliau telah banyak menulis buku, termasuk penulis yang
produktif, untuk masalah-masalah dakwah, syariah dan bidang tarbiyah. Sebagi
spesialisnya ia dikenal sebagai seorang penulis yang selalu memperbanyak fakta-
fakta Islami, baik yang terdapat dalam al-Quran, As- Sunnah dan atsar-astar para
salaf yang saleh terutama dalam bukunya yang berjudul Tarbiyatul Aulad Fil
Islam. Hal ini sesuai dengan pendapat Syeh Wahbi Sulaiman al-Ghajawi al-
Albani yang berkata bahwa dia adalah seorang beri man yang pandai dan
hidup.Abdullah Nasih Ulwan terkenal dikalangan masyarakatnya sebagai seorang
yang berbudi luhur, menjalin hubungan baik antara sesama masyarakat dan selalu
menjalankan hikmat masyarakat apabila ia berpegang teguh, karena dia
dibesarkan dalam keluarga yang berpegang teguh pada agama dan mementingkan
akhlak Islam dalam pergaulan dan hubungan antar sesama.5
5. Keadaan Sosial
Abdullah Nashih Ulwan mendasarkan segala ide dan pemikirannya pada
al-Qur'an dan hadits Rasulullah, kemudian memberikan ilustrasi penjelasannya
pada apa yang diperbuat Rasulullah, para sahabatnya dan para salaf yang shahih.
Sebagai seorang penganut Sunni dan aktifitas dalam organisasi Ihwanul
Muslimin, hampir-hampir dia tidak mengambil referensi para pemikir Barat
kecuali dalam keadaan tertentu, pemikiran tersebut dipengaruhi oleh pemikiran
4 Abdullah Nashih Ulwan, , Pendidikan Anak dalam Islam, ( Solo:Insan Kamil Press,
2013), h.905- 906
5http://www.referensimakalah.com/2013/03/biografi-abdullah-nasih-ulwan. (diakses 9
April 2014)
49
jama‟ah. Ikhwanul muslimin, diman ia sebagai aktivis dalam organisasi tersebut.
Pada waktu itu berkembang aliran Alawi yang ada di Suriah.Aliran tersebut pada
sistem keagamaan dan kepercayaan, pesta dan adat istiadat telah dipengaruhi oleh
agama Kristen, hal ini disebabkan karena Suriah pernah dijajah oleh nergara-
negara Barat, dimana pemeluk agama Kristen telah hidup berabad-abad di Suriah.
Namun demikian, Abdullah
Nashih Ulwan tidak terpengaruh oleh aliran tersebut, justru pemikirannya
banyak dipengaruhi oleh pemikiran ihwanul muslimin, yang dapat dari Mesir. Ia
hidup pada masa Suriah berada pada di bawah kekuasaan asing sampai tahun
1947.
Pada masa pemerintahan di bawah rezim Sunni dan pemerintahan kaum
Alawi setelah tahun 1966.Ia adalah seorang yang berani dalam menyatakan
kebenaran, tidak takut atau gentar kepada siapapun dalam menyatakan kebenaran
sekalipun pada pemerintah. Semasa di Suriah, ia telah menegur beberapa sistem
yang diamalkan oleh pemerintah pada masa ituyang telah terkontaminasi oleh
ajaran Barat yang pernah menjajahnya.
Abdullah Nasihh Ulwan adalah tokoh muslim yang aktiv mengeluarkan
ide-idenya melalui karya-karyanya yang sangat menarik. Beliau hidup pada masa
suriah di bawah kekuasaan asing sampai 1947.Pribadinya adalah berani membela
kebenaran, tidak takut kepada siapa pun termasuk pemerintah. Semasa di suriah ia
telah menegur beberapa sistem yang dilaksanakan oleh pemerintah pada masa itu
yang telah terkontaminasi oleh ajaran Barat yang telah menjajahnya. Beliau juga
selalu menyeru masyarakat pada sistem Islam.Hal inilah yang menyebabkan
terpaksa meninggalkan suriah menuju Jordan. Pada tahun 1979, di sana beliau
tetap berdakwah. Pada 1980 beliau meninggalkan Jordan menuju Jeddah, setelah
mendapat tawaran dosen disana.6
6Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam: Gagasan-Gagasan besar Para
Ilmuwan Muslim, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 203
50
B. Keteladanan orang tua dalam mendidik anak menurut Abdullah Nashih
‘Ulwan
Pendidikan anak dalam Islam adalah sebuah proses menjadi manusia
muslim. Dengan bekal tersebut pada saat dewasa ia akan mampu
mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk mereaslisasikan tugas dan
fungsinya sebagai khalifah Allah SWT, baik kepada Tuhannya, dirinya dan
hubungan dengan sesamanya. Pendidikan yang dimaksud selalu berdasarkan
kepada ajaran al-Qur‟an dan al-Hadis.7Pendidikan Islam memiliki metode yang
khas dalam menerapkan konsep ideal yang diajarkan dalam pembinaannya sebab
bersumber dari kekuatan dalil yakni al-Qur‟an dan as-Sunnah. Sebab proses
pendidikan yang dilakukan adalah bertujuan untuk mewujudkan ketaatan dalam
diri seorang muslim terhadap aturan Islam. Menjaddikan aturam Islam menjadi
kaidah dan panduan dalam bertingkah laku.
Dalam melakukan proses pendidikan memang memerlukan usaha yang
keras agar dapat berhasil dengan baik. Pendidikan ini meliputi pendidikan iman,
fisik, dan intelektual.Pendidikan iman merupakan pembentukan dasar bagi jiwa
anak, dan pendidikan fisik sebagai persiapan moral unuk membentuk akhlak dan
kebiasaa, sedangkan pendidikan intelektual berguna untuk penyadaran dan
pembudayaan.8
Beragama proses pendidikan yang diajarkan pun tidak akan mampu
berjalan dengan baik, apabila orang tua tidak menjadi figur yang baik bagi anak-
anaknya. Sehingga konsep pendidikan sebaik apapun akan terasa kosong. Sebab
anak membutuhkan orang dewasa yang akan membina dan mengarahkan tidak
hanya sebatas ucapan namun diiringi dengan tingkah laku yang nyata.
Orang tua memberikan tampilan teladan dan memuliakan anak dengan
keluhuran akhlak. Anak akan melihat orang tua sebagai sumber keteladanan.
Keberadaan mereka menjadi pendidik pertama yang menanamkan nilai-nilai
7Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press,
2002), cet. 1, h. 40-41
8Abdullah Nashih Ulwan, Membangun Kepribadian Anak, terjemah Khalilullah Ahmas
Masjkur Hakim, (Bandung: Rosdakarya, 1992), cetakan ke-2 edisi revisi, h. 54
51
keislaman pada anak.9Karena itu, nilai-nilai keislaman tersebut akan dapat
tertanam dalam diri anak jika ayah dan ibunya mampu menjalankan perannya
dengan baik. Sebab segala sikap orang tua yang ditampilkan dalam kehidupan
sehari-hari akan menjadi informsi awal dalam proses pendidikannya sebelum ia
masuk usia sekolah.
Tanggung jawab pendidikan yang diemban oleh orang tua sangat berat.
Sebab ayah dan ibu harus membangun karakter anak dari nol. Oleh karena itu
orang tua harus menanamkan nilai-nilai pada jiwa anak secara khusus, sehingga
ketika dewasa, anak mampu menunaikan tugasnya tanpa ragu-ragu dan putus
asa.10
Sebab orang tuanya telah mendidiknya menjadi pribadi yang dikelilingi
kebaikan. Sehingga akan menjadi karakter awal yang mempengaruhi
perkembangan sosialnya kelak di lingkungan masyarakat.
Menurut Abdullah Nashih „Ulwan keteladanan dalam pendidikan adalah
cara yang paling efektif dan berhasil dalam mempersiapkan anak dari segi akhlak,
membentuk mental, dan sosialnya. Hal ini karena pendidik adalah panutan atau
idola dalam pandangan anak dan contoh baik bagi kecenderungan mereka yang
masih meniru.11
Dengan memberikan teladan yang baik, maka akan
menumbuhkan keinginan bagi orang lain untuk meniru atau mengikutinya.
Karena pada dasarnya adanya contoh ucapan, perbuatan dan tingkah laku yang
baik dalam hal apapun, hal itu merupakan suatu amaliyah yang paling utama dan
berkesan.Baik dalam mendidik anak maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu keteladanan merupakan unsur yang tidak bisa terlepas dari
pendidikan Islam. Sebab sejatinya Allah SWT, sang pendidik sejati manusia telah
memberikan teladan dan contoh yakni Rasulullah SAW. Agar risalah dan
ajarannya diikuti oleh umatnya dalam segala aspek kehidupan baik berubungan
dengan Allah, sesama dan dengan dirinya sendiri.Sehingga ajaran Islam yang
9 Abu Muhamad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam “Gagasan-gagasan Besar Para Ilmuan
Muslim, …, h. 237
10Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Sosial Anak , terjemah Khalilullah Ahmas
Masjkur Hakim, (Bandung: Rosdakarya, 1992), cetakan ke-1, h.31
11 Abdullah Nashih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, …, h. 516
52
agung mudah terlaksana dengan melihat contoh nyata keberadaaan rasul sebagai
uswah utama bagi kehidupan.
Orang tua adalah pendidik utama bagi anak-anaknya.Dengan hal itu maka
orang tua memiliki kewajiban menghadirkan teladan baik dalam kehidupan
sehari-hari.Seperti membentuk akidah yang kuat, mencontohkan kejujuran dan
bijaksana dalam bertindak.Sehingga ajaran Islam dalam pendidikan tidak hanya
sekedar tumpukan teori yang tertulis dalam tumpukan buku-buku.keberadaannya
cukup untuk difahami saja tanpa diamalkan. Akan tetapi orang tua adalah
pendidik pertama yang mengamalkan kebaikan ilmu yang dimiliki dengan
menghadirkan figur kebaikan bagi anak
Maka dari itu, Islam telah menggariskan satu integrasi yang tepat antara
aspek teori dan praktek dalam kehidupan nyata yakni dengan menghadirkan
seorang pengajar sekaligus mendidik keshalihan dalam wujud keteladanan.
1. Macam-macam keteladanan
Pendidikan anak dalam Islam adalah hal yang sangat penting terlebih dalam
lingkungan keluarga. Karena dalam pengasuhan dan bimbingan orang tua
anak akan memulai belajar, meniru dan menangamati perilaku orang-orang
dewasa di sekitarnya untuk dijadikan panutan bagi dirinya. Sebab pada
awalnya anak belum terbentuk kemandirian berpikir dan bersikap sehingga ia
tumbuh dewasa.
Menurut Dr. Nashih „Ulwan dalam bukunya Pendidikan Anak dalam
Islam menenyebutkan macam-macam keteladanan seorang pendidik yang
disandarkan pada Rasulullah sebagai teladan dalam segala aspek kehidupan
diantara keteladanan dalam ibadah, akhlak, kedermawanan, zuhud, tawadhu,
pemaaf dan kemurahan hati, kecerdasan bersiasat, kekuatan fisik, siasat yang
cerdik, keteguhan memegang prinsip, berikut penjelasannya:12
a. Keteladanan ibadah
Teladan Nabi dalam bidang ibadah diriwayatkan dari al-Mughirah
bin Syu‟bah bahwa rasulullah melakukan shalat malam sampai kaki
beliau bengkak. Ketika dikatakan kepada beliau, “ bukankah Allah
12 Abdullah Nashih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, …, h. 518
53
telah megampunimu,apa yang telah lalu dan akan datang” beliau
menjawab:
“Apakah aku tidak boleh menjadi seorang hamba yang bersyukur”
(H.R Al-Bukhari dan Muslim)
.
Diriwayatkan dari „Alqamah, “Aku bertanya kepada
„Aisyah ra, apakah Nabi mengkhususkan hari (untuk menambah
ibadah padanya)?”Aisyah menjawab, “Tidak, amal beliau selalu
berlanjut (terus-menerus).Dan siapakah di antara kalian yang mampu
seperti Rasulullah SAW lakukan?” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Demikian hati Rasulullah selalu terkait dengan Allah,
beliau sangat menyenangi ibadah dan munajat. Bangun di malam hari
untuk shalat, beliau menempati kedudukan tertinggi dalam ibadah dan
melakukan semua perintah Allah berupa tahajud, ibadah, tasbih,
dzikir dan doa. Menghiasi diri dengan amalan-amalan sunah
sebagaimana firman Allah SWT dalam surah .13
Artinya : Dan pada sebahagian malam hari
bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan
bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat
yang Terpuji. (Al-Isra : 79)
Maka dalam hal keteladanan orang tua sebagai pembiasan
bagi anak dalam melakukan ibadah. Sebab anak akan selalu
memperhatikan orang tuanya, dan cenderung mengikuti aktivitas
orang-orang dewasa di sekitarnya.
13 Abdullah Nashih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, …, h. 519-520
54
b. Keteladanan dalam berakhlak
Keteladanan Rasulullah dalam berakhlak berhubungan
dengan semua akhlak beliau yang mulia sebagai berikut:
1) Keteladanan dalam kedermawanan dapat terlihat dari
pribadi Rasulullah SAW yang selalu memberi tanpa
takut miskin.
2) Keteladanan dalam sifat zuhud, Abdullah bin Mas‟ud ra
berkata, “Aku masuk menemui Rasulullah saat beliau
tengah tidur di atas selembar tikar yang membekas di
badan beliau yang mulia.
Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Aisyah berkata, “ Rasulullah
tidak pernah merasakan kenyangnya sepotong roti gandum selama tiga
hari berturut-turut sejak beliau datang ke Madinah sampai beliau
meninggal dunia. Rasulullah selalu melaksanakan apa yang Allah
kehendaki.
Keteladanan seorang pendidik yang diajarkan oleh Rasulullah
dalam sifat zuhud bukanlah berarti beliau miskin dan tidak memiliki
makanan.Seandainya beliau ingin hidup mewah, bergelimang
kesenangan duniam beliau bisa melakukannya.Dunia itu pasti datang
tunduk patuh kepadanya. Namun sebaliknya beliau menghendaki
kehidupan yang zuhud dan menahan diri, karena beberapa tujuan
berikut :
a) Mengajarkan makna tolong menolong dengan sepenuh
hati dan mementingkan orang lain
b) Rasulullah menginginkan bahwa generasi setelahnya
megikuti kehidupan yang sederhana
c) Rasulullah mengajarkan kepada orang-orang munafik,
kafir dan yang memusuhi Islam bahwa beliau mengajak
manusia bukan untuk menumpuk harta, melainkan
hanyalah membawa pahala dari Allah semata.
55
3). Keteladanan dalam sifat tawadhu, semua orang yang
sezaman dengan Rasulullah bahwa beliau selalu yang
memulai salam kepada para sahabatnya, dan selalu
menghadapkan seluruh tubhnya kepada orang yang
berbicara kepadanya.sebagaimana firman Allah dalam surat
As-Syu‟ara : 215
Artinya : Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang
mengikutimu, Yaitu orang-orang yang beriman.
4). Keteladanan dalam sifat pemaaf dan kemurahan hati,
Rasulullah telah mencapai tingkat tertinggi dari sifat pemaaf dan
kemurahan hatinya. Maka beliau menghadapi sifat kasar orang-
orang Arab. Kemurahan Rasulullah salam memperlakukan orang-
orang yang memusuhi beliau setelah beliau mendapatkan
kemenangan, cukup kita lihat dari perlakuan beliau terhadap
penduduk mekah yang sangat menyakiti beliau, menindasanya
sampai mengusir beliau dari negerinya sendiri, menuduh telah
megatakan kebohongan dan kepalsuan bahkan berniat membunuh
Rasul. Namun kemurahan beliau nampak saat penaklukan kota
Mekah, saat pasukan kaum muslimin sudah memenuhi Mekah,
sifat pemaaf dan pemurah Rasul meliputi seluruh penduduk negeri
itu. Padahal kebiasaaan para pemimpin di muka bumi ini adalah
membunuh musuh-musuh yang sudah merugikannnya.Namun yang
dilakukan Rasulullah adalah mengumpulkan mereka keamanan
dengan mengatakan “pergilah, kalian semua bebas”. Bagamiana
mungkin beliau tidak mencapai derajat tertinggi dari sifat
kemurahan hati, sedangkan Allah telah menurunkan ayat-Nya :
56
Artinya : jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang
mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-
orang yang bodoh.(al-A‟raf : 199)
c. Keteladanan dalam bersiasat
Keteladanan Rasulullah dalam kecerdasannya dalam bersiasat, beliau
menjadi teladan dalam siasatnya yang cerdik untuk semua kalangan,
baik mereka yang beriman kepadanya dan yang tidak.
Seandainya Nabi SAW tidak disifati dengan kecerdasan dan
siasat yang baik yang Allah anugerahkan kepada beliaum pastilah
beliau tidak mampi untuk menegakkan negara Islam di Madinah, dan
juga tidak akan mamppu membuat semenanjung Arab datang kepada
beliau untuk menunjukkan kecintaan dan loyalitas mereka.
Bagaimana mungkin beliau tidak menjadi teladan yang baik dalam
bersiasat dan berinteraksi, sedangkan beliau menjadi pelaksana dari
Tuhannya untuk bersiasat dan berinteraksi dengan sempurna.
Perhatikanlah perintah Allah kepada Nabi SAW berikut ini :
57
Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya. (Q.S Ali- Imran : 159)
d. Keteladan memegang prinsip
Keteladan Rasulullah memegang prinsip, karena memang sifat
tersebut adalah salah satu akhlak yang mulia. Dalam keteguhan
hatinya menghadapi pamannya yang akan menyerahkan kepada
Quraisy dan menelantarkannya. Beliau mengatakan sebagai
pengemban risalah Islam yang abadi untuk menunjukkan kepada
dunia , bagaimana harusnya teguh memegang keyakinan.
“Demi Allah wahai pamanku, seandainya mereka meletakkan matahari di
tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan pernah
meninggalkan dakwah ini, Aku tidak akan meninggalkan sampai Allah
menjadikannya menang atau aku binasa karenanya.”14
Kemudian beliau berdiri sambil menangis tersedu-sedu. Melihat
tekadnya yang kuat dan keteguhannya di jalan dakwah sampai tidak
peduli apapun yang terjadi, sang paman berkata, “pergilah wahai anak
saudaraku, kataknlah apa yang ingin engkau katakana, Demi Allah,
aku tidak akan pernah menyerahkanmu selamanya.
Ujian yang berat dalam menyampaikan risalah Allah di muka bumi ini
tidak menjadikan beliau lemah dan mudah berputus asa melainkan dengan
keteguhan prinsip beliau melalui setiap badai ujian yang melanda
kehidupannya.Oleh karenanya inilah merupakan kebanggaan generasi-generasi
14Abdullah Nasih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, …, hal. 518
58
setelahnya merasa mulia karenanya. Tentu saja beliau memiliki sifat teguh dalam
memegang keyakinan, karena Allah menurunkan ayat :
Artinya :Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai
keteguhan hati dari Rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu
meminta disegerakan (azab) bagi mereka. pada hari mereka melihat
azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak
tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (inilah) suatu
pelajaran yang cukup, Maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang
fasik.(Q. S Al-Ahqaf : 35)
Dan dalam sebuah ayat lain Allah menegaskan bahwa :
Artinya : Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga,
Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-
orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan
59
kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)
sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya:
"Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya
pertolongan Allah itu Amat dekat. (Q. S Al-Baqarah : 214)
Itulah sifat Nabi SAW dalam limpahan keagungan dan kemuliaan
perangainya, Sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya : Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti
yang agung.(Q. S. Al-Qolam : 4)
Jika Allah telah mengistimewakan Nabi SAW dengan akhlak yang agung
dan menjadikannya sebagai teladan yang baik, maka secara alami semua hati tentu
akan tertarik kepada beliau. Tidak aneh jika semua orang mendapati pada diri
Nabi SAW semua contoh dan teladan yang baik dalam segala bidang kehidupan,
mulai diri keagamaan, keduniaan, dan kehidupan sosial. Karenanyamereka yang
hidup sezaman denga beliau dan bersama-sama dengan Rasulullah adalah orang
yang paling kuat kecintaannya dan keimanannya terhadap beliau. Sebagai hasil dri
kecintaannya kepada Nabi SAW sampai-sampai mereka lebih mencintai beliau
daripada diri mereka sendiri.Para sahabat adalah orang-orang yang hebat dan
mulia, cukuplah dengan ayat ini membuat mereka menjadi mulia :
60
Artinya : Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi
berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud
mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak
pada muka mereka dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka
dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman
yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat
lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang
mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang
besar. (Q.S Al-Fath : 29)
Inilah contoh keteladanan Rasulullah yang menjadi gambaran bagi para
pendidik yang berjuang untuk membina dan memberikan pengaruh besar bagi
perkembangan kepribadian anak didik.15
Generasi muslim di setiap zaman dan tempat harus memandang para
sahabat Rasulullah ini sebagai teladan yang baik dalam ibadah, akhlak, keberanian
dan keteguhan, tekad yang kuat, saling mengasihi, mendahulukan ang lain, dan
jihad untuk meraih syahid. Generasi muslim di setiap masa tetap menjadikan
mereka sebagai sumber inspirasi dalam menjalankan kehidupan.
Melalui keteladanan yang merasuk pada diri para sahabat Rasulullah dan
generasi yang mengikuti mereka, Islam tersebar ke seluruh pelosok dunia. Sejarah
telah mencatat dengan penuh kebanggaan bahwa Islamsampai ke semua bangsa-
15
I Abdullah Nashih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, …, h.520-528
61
bangsa melalui para pedagang muslim dan para da‟i yang menunjukkan gambaran
kejujuranm dan sifat amanah mereka. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa sisi
akhlak yang terlihat dengan keteladanan yang baik adalah faktor terbesar yang
member pengaruh terhadap hati dan jiwa.Oleh karenanya generasi Islam hari ini
seharusnya memahami hakikat ini dan memberika teladan yang baik bagi yang
lainnya.
Demikian agung dan mulianya kepribadian Rasulullah SAW, sehingga
menjadi sebuah keteladanan penting dalam pendidikan Islam.Kesempurnaannya
dalam meralisisasikan ajaran Islam meliputi segala aspek harus dapat
terapllikasikan dengan baik dalam dunia pendidikan kita hari ini. Termasuk dalam
memberikan keteladanan ibadah, keteladanan akhlak, kekuatan fisik, bersiasat
dan teguh dalam memegang prinsip akidah.
Dari pembahasan ini, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan Islam
adalah yang bersumber dari al-Qur‟an dan as-Sunnah, maka sebuah kewajiban
manusia untuk menjadikan tuntutan Allah dan Rasul-Nya.Sebab akidah Islam
adalah pandangan yang menyeluruhan yang meliputi manusia, kehidupan dan
alam semesta.Hal ini menjadi landasan dasar dari setiap perbuatan yang dilakukan
oleh manusia.Atas perintah Allah swt dan larangan-Nya.
Atas dasar keimanan pada rasul, ajakan untuk tunduk dan meneladani
ajaran rasulullah saw sebagai komitmen seorang muslim. Mengikuti dengan
penuh kesadaran mengenai apa saja yang diperintahkan rasul kepadanya maka
akan dijalankan. Begitu pula sebaliknya apa saja yang dilarang maka akan
ditinggalkan.
Sebagai pendidik utama, orang tua harus mampu menjadikan anak sebagai
pribadi yang soleh dengan cara memberikan teladan kesolehan. Anak akan
tumbuh menjadi generasi yang memiliki idealisme kuat, dalam menjaga syariat.
Hukum syara yang akan dijadikan anak dalam melakukan perbuatan atau
meninggalkannya.
Keteladanan yang baik sudah menjadi keharusan demi berhasilnya
pendidikan dan menyebarkan ide kebaikan.Contoh dan panutan yang baik, sudah
menjadi keharusan untuk menarik hati, serta akhlak yang utama sudah menjadi
62
keharusan untuk menjadi sumber inspirasi kebaikan bagi masyarakat dan
meninggalkan pengaruh yang lebih baik bagi generasi berikutnya.
Berikut ini beberapa contoh tuntunan Nabi SAW dalam mengingatkan
pendidik untuk memberikan teladan yang baik
a. Pendidik menunjukkan kejujuran dalam bersikap
b. Pendidik menunjukkan sikap adil kepada anak, artinya pendidik
akan menjadi orang yang pertama menjalankan hukum syara
sebagai bentuk pemberian keteladan kepada anak.
c. Memberikan kasih sayang kepada anak dalam kehidupan sehari-
hari, menampakkannya saat melakukan kewajiban dakwah dan
tarbiyah mereka, agar anak tumbuh dengan akhlak yang baik dan
terdidik dalam kemuliaan 16
Ketika anak mendapatkan kedua orang tua dan gurunya memberi contoh
yang baik dalam segala hal, maka anak pun secara tidak langsung merekam
prinsip-prinsip kebaikan yang diajarkan dan terpatri pada dirinya akhlak Islam
yang mulia.Ketika orang tua menghendaki anaknya sedikit demi sedikit memiliki
akhlak jujur, amanah, „iffah, kasih sayang, dan menjauhi yang batil, maka mereka
harus memberikan teladan terlebih dahulu dalam melakukan kebaikan dan
menjauhi kejeleka, menghiasi diri dengan akhlak terpuji dan membersihkan diri
dari akhlak yang buruk.Juga memberi teladan dalam mengikuti kebenaran dan
menjauhi kebatilan.
Sehingga melalui pembinaan dalam keluarga diharapkan akan lahir anak-
anak yang memiliki kepribadian yang baik dengan pola metode pendidikan yang
benar menurut Islam, salah satunya melalui peran keteladanan orang tua.
Orang `tua tidak hanya cukup memberi teladan yang baik saja kepada
anak, namun mereka pun berkewajiban membuat anak terikat dengan sang
pemilik teladan baik, Rasulullah yaitu, dengan mengajarkan anak tentang kisah-
kisah peperangan beliau, sirahnya yang agung, akhlaknya yang mulia, sebagai
pengamalan sabda Rasulullah
16 Abdullah Nashih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, …, h.533-536
63
Kewajiban orang tua pun mengikat hati anak-anak dengan keteladanan
para sahabat Rasulullah SAW, generasi terdahulu yang shalih, dan generasi yang
mengikuti kebaikan mereka.
….
Artinya: mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk
oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk mereka. …. (Q. S Al‟An‟am : 90)
Agar terpatri pada diri anak sifat-sifat mulia dan kesempurnaan, dan
tumbuh dalam keberanian dan sikap berkorban. Sehingga ketika ia sudah dewasa,
ia tidk mengenal pemimpin, teldan, dan panutan yang melainkan Muhammad
SAW. Orang tua pun berkewajiban untuk mengikat hati anak-anaknya dengan
keteladanan para sahabat Rasulullah generasi terdahulu yang shalih, dan generasi
yang mengikuti kebaikan mereka.17
2. Bahaya tidak adanya keteladanan orang tua dalam pendidikan anak menurut
Abdullah Nasih „Ulwan
Anak yang melihat orang tuanya berbohong, tidak mungkin akan belajar
kejujuran. Sebagaimana juga anak yang melihat orang tuanya menipu, tidak
mungkin akan belajar amanah. Anak yang melihat orang tuanya melalaikan
akhlak mulia, tidak mungkin belajar akhlak mulia.Dan anak yang mendegar dari
orang tuanya kata-kata kotor dan celaan, tidak mungkin dapat belajar bicara yang
sopan dan lembut. Berkaitan dengan hal ini maka sangat penting dalam
memberikan keletadan kepada anak dengan tingkah laku yang mulia.
Mengabaikan peran ini akan mendatangkan keburukan di kemudian hari. Sebab
anak akan kehilangan percontohan baik yang seharusnya diikuti. Demikian juga
sebaliknya jika anak tumbuh dalam kebaikan, terdidik dalam akhlak terpuji, jika
17
Abdullah Nashih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, …,h. 538-539
64
ia mendapatkan teladan dari orang tuanya akan mampu menghindari kebiasaan
tercela.
Al-Qur‟an telah mengingatkan para pendidik yang perbuatannya berlainan
dengan ucapannya. Allah swt telah mengingatkan tentang kebencian besar
dihadapan-Nya bagi orang yang mengajarkan kebaikan namun tidak
mengamalkannya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah as-Shaff ayat 2-
3
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di
sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
(Q.S As-Shaff :2-3)
Hendaknya para oang tua dan pendidik semua mengetahui bahwa
pendidikan dengan keteladanan yang baik adalah cara efektif untuk meluruskan
penyimpangan anak .bahkan ini adalah asas untuk meningkatkan akhlak yang baik
dan etika sosial.18
Sebagai pendidik maka sudah semestinya orang tua memperhatikan
dengan hati-hati mengenai sikap dan ucapannya. Sebab segala sikap akan diikuti
oleh anak meskipun hal tersebut adalah sesuatu yang keliru. Karena hadirnya
kehidupan orang dewasa di sekitar anak akan mempengaruhi bagaimana cara anak
berucap dan bersikap.
Mengabaikan peran penting sebagai peletak dasar kebaikan melalui
keteladanan merupakan perbuatan yang dibenci Allah SWT. Dalam hal ini
18 Abdullah Nashih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, …, h. 542
65
keteladanan orang tua adalah sebuah kewajiban yang harus tertunaikan dengan
baik. Sebab ketiadaan keteladanan ini mengakibatkan dampak buruk yang besar
bagi anak, terlebih saat seorang pendidik tidak memahami urgensi metode
keteladanan. Banyak alasan yang akan menjadi dalih bagi anak untuk tidak
mematuhi perintah yang di tujukan kepada anak. Maka dari itu keteladanan orang
tua dalam mendidik anak merupakan keharusan. Dikarenakan keberadaan
keteladanan sangat berperan besar dalam mempengaruhi jiwa anak serta akan
menumbuhkan sikap percaya kepada pendidik sebab dengan keteladanan
terwujudkan sikap kejujuran. Kejujuran dalam mengatakan kebenaran yang
senantiasa diiringi dengan perilaku yang nyata.
Tidak ada alasan yang tepat bagi seorang muslim jika dalam mendidik
generasi penerus hanya terbatas pada ceramah-ceramah dan nasihat saja. Sebab
keshalihan pendidik pada umumnya dan orang tua sebagai peletak dasar
pendidikan Islam akan tertular kepada anak jika secara nyata menghadirkan sikap
teldanan yang baik. Sikap yang seharuskan ditunjukan orang tua adalah sikap
yang penuh dengan tanggung jawab menjalankan kebaikan secara optimal dalam
menjalankan ajaran Islam. Meskipun pada dasarnya orang tua dan semua pendidik
sangat memungkinkan berbuat kesalahan. Hal terpenting yang harus dilakukan
apabila orang tua sebagai pendidik melakukan kesahan adalah meminta maaf dan
mengakui bahwa ha tersebut salan. Dengan pengakuan ini tidak akan menjatuhkan
harga diri orang tua dihadapan anak. Melainkan anak akan sangat menghormati
kejujuran dan kerendahan hati dari para pendidiknya baik orang tua ataupun guru
pada umumnya.
Oleh karena itu, jika orang tua menjalankan perannya maka pendidikan
Islam mampu tersuasanakan dengan baik dari lingkungan keluarga yang
merupakan pilar utama dan pertama dalam membina kepribadian anak yang kelak
menjadi bagian dari masyarakat. Sehingga diharapkan kelak saat anak hidup
bermasyarakat ia akan mampu menularkan kebaikan yang telah ia peroleh dari
kedua teladan baik orang tuanya. Dengan demikian, maka akan terbangun sebuah
kultur masyarakat tidak banyak bicara yang tidak ada bukti nyata perbuatannya.
Masyarakat akan terbangun kesadaran bahwa setiap muslim akan bertanggung
66
jawab mengenai dirinya kepada Allah SWT. Sehingga masing-masing individu
akan berlomba-lomba untuk memberikan kebaikan dan membagikan dan
menyebarkannya kepada seluruh alam.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian keteladanan Orang tua menurut
Abdullah Nashih ‘Ulwan adalah bahwa pendidikan keluarga tidak bisa
terlepas dari peran orang tua sebagai pendidik utama. Orang tua
berkewajiban mendidik anak-anaknya dengan memberikan teladan yang
baik sebagai usaha membentuk kepribadian Islam pada anak. Berikut ini
akan dijelaskan kesimpulan dari penelitian Keteladanan Orang tua dalam
mendidik Anak menurut Abdullah Nashih ‘Ulwan secara rinci sebagai
berikut:
1. Dalam proses pendidikan memerlukan sebuah keteladanan, sebab anak
akan melihat tingkah laku para pendidiknya. Metode keteladanan
dalam pendidikan sangat efektif dalam mendidik anak dan mengasah
kreativitas diri seorang pendidik. Sedangkan orang tua adalah pendidik
pertama dan utama bagi anak-anaknya. Baik buruk orang tuanya akan
sangat berpengaruh pada anak. Oleh karena itu, keteladanan dalam
pendidikan adalah cara yang paling efektif dan berhasil dalam
mempersiapkan anak dari segi akhlak, membentuk mental, dan
sosialnya.
2. Abdullah Nashih ‘Ulwan memandang bahwa orang tua adalah peletak
awal pembentukam kepribadian Islam melalui keteladanan yang
dilakukan di dalam lingkungan keluarga. Baik buruknya anak
ditentukan dari pengaruh sikap yang dicontohkan orang tua kepadanya.
Orang tua sebagai pendidik pertama harus memberikan keteladanan
yang baik. Disamping mengajarkan sekaligus mengamalkan ajaran
Rasulullah SAW dan kesalihan para sahabat sebagai peletak
keteladanan terbaik sepanjang masa
3. Macam-macam keteladanan seorang pendidik yang disandarkan pada
Rasulullah sebagai teladan dalam segala aspek kehidupan diantara
keteladanan dalam ibadah, akhlak, kedermawanan, zuhud, tawadhu,
pemaaf dan kemurahan hati, kecerdasan bersiasat, kekuatan fisik,
siasat yang cerdik, keteguhan memegang prinsip.
4. Contoh tuntunan Nabi SAW dalam mengingatkan pendidik untuk
memberikan teladan yang baik dalam mendidik anak menurut
Abdullah Nashih ‘Ulwan
a. Pendidik menunjukkan kejujuran dalam bersikap
b. Pendidik menunjukkan sikap adil kepada anak
c. Memberikan kasih sayang kepada anak dalam kehidupan sehari-
hari
B. Implikasi
Implikasi dari penelitian ini adalah dengan menjadikan keteladanan
orang tua sebagai metode pendidikan Islam yang tidak bisa ditinggalkan.
Dalam melakukan proses pendidikan orang tua sebagai figur utama yang
berpengaruh. Sebab sebaik apapun pendidik dalam menguasai konsep
pendidikan Islam, akan sulit berpengaruh pada anak jika dalam penerapan
kehidupan nyata tidak teraplikasikan. Maka tujuan pendidikan Islam yang
ideal tidak akan pernah terwujudkan.. Sebab metode keteladanan ini
merupakan metode yang diajarkan Rasulullah insan mulia sepanjang
zaman. Beliau mengajarkan dengan pengajaran terbaik yakni menampilkan
uswatun hasanah dalam kesehariannya. Karena itu, dalam sejarah
Rasulullah SAW telah terbukti berhasil mendidik para sahabatnya dengan
menghadirkan contoh terbaik, sehingga para sahabat mampu menjadi
generasi terbaik sepanjang sejarah.
C. Saran
1. Untuk Orang tua, sebagai pendidik utama dan pertama dalam keluarga
hendaknya memiliki konsep matang dalam mendidik anak agar sesuai
dengan aturan Islam. Yakni berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah
serta keteladanan sahabat Rasulullah. Dan hal yang sangat penting
adalah memberikan teladan mulia kepada anak-anaknya. Orang tua
tidak hanya mencukupkan diri mengarahkan tanpa memberikan
percontohan yang baik kepada anak.Atau bahkan orang tua bersikap
acuh, dengan memberikan anak kebebasan dan keleluasaan dalam
segala hal. Inilah contoh yang keliru dari cara berpikir para pendidik.
Anak akan tetap membutuhkan pengarahan dan bimbingan serta figur
yang baik dari kedua orang tuanya. Sebab tingkah laku dan sikap
orang tua menjadi sumber yang akan diikuti oleh anak-anaknya.
Keshalihan anak tertular dari keshalihan orang tuanya. Dan
terbentuknya keshalihan pada anak menjadi pondasi kuat dalam
interaksinya dengn lingkungan. Anak akan memilikiprinsip kebaikan
yang harus ia jaga dalam bergaul. Dan tidak akan terpengaruh dengan
fenomena buruk yang akan ia hadapi diluar rumahnya. Baik dalam hal
buruknya pergaulan di sekolah, dampak negatif media masa, atau
benturan krisis keteladanan yang ada di lingkungan ia berada.
2. Untuk guru di sekolah, Keberhasilan keteladanan para pendidik di
sekolah tempat anak menimba ilmu pun harus memiliki landasan ideal.
Yakni teladan yang diajarkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW,
para sahabat dan tabiiin yang mulia. Sebab sejatinya peran guru adalah
untuk digugu dan ditiru oleh siswanya. Dan guru adalah sosok yang
menginspirasi anak-anak didiknya.
3. Untuk negara, yakni dalam hal ini adalah tugas pemerintah dalam hal
ini sangat memberikan dukungan besar dalam mengembangkan
budaya keteladanan baik dalam istansi, lembaga dan sekolah. Sebab
seberapa besarnya pengaruh keluarga dan sekolah, tetaplah negara
memiliki peran pentingsebagai pemegang kebijakan besar. Mengatur
dan mengarahkan masyarakat untuk membudayakan sikap teladan
yang baik dari para pemimpin, birokrat dan teknokratnya. Sebab
masyarakat akan bersikap sebagaimana para pemimpinnya. Jika
menghadirkan sikap jujur dan bijaksana, maka masyarakat akan
mengikuti kultur yang dibentuk pemimpin mereka. Dan sistem aturan
hidup yang baik, hanya akan terpancar dari akidah Islam. Sebab Allah
SWT yang menjadi sang pengatur hidup dalam segala aspek.
Mengetahui benar aturan yang tepat bagi makhluk-Nya. Dengan hal
inilah maka akan tercapai tujuan pendidikan Islam. Maka keshalihan
individu, masyarakat dan negara akan dapat terintegrasi dengan baik.
Akhirnya dengan segala keterbatasan, penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penulis pun berharap semoga tulisan ini dapat mendatangkan
manfaat dan kebaikannya akan terealisasi dalam kehidupan sehari-
hari.Sehingga dapat meningkatkan kualitas diri bagi penulis secara
akademisk dalam dunia pendidikan anak di dalam Islam secara khusus dan
pembaca memberikan manfaat besar untuk para pembaca.
71
Daftar Pustaka
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, ter. Saifullah
Kamalie dan Hery Noer Ali, Bandung: As-syifa’, 1988.
Abidin, A. Zainal, Memperkembangkan dan Mempertahankan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Al-Abrasyi, Muhammad At-Thiyah. Beberapa Pemikran Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996.
Al-Maghribi, Al-Maghribi bin as-Said . Beginilah seharusnya Mendidik Anak,
Jakarta: Darul Haq, 2007.
Al-Mushlih, Abdullah dan Ash-Shawi, Shalah. Pokok-pokok Ajaran Islam yang
Wajib diketahui Setiap Muslim, Jakarta: Darul Haq, 2013.
Amini, Ibrhim . Agar Tak Salah Mendidik, Jakarta: Al-Huda, 2006.
An-Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan
Masyarakat, Jakarta: Gema Insani, 2004.
Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Balai
Pustaka 1995.
Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat
Press, 2002.
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam: suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 1998.
Bisri, Cik Hasan. Model penelitian Agama dan Dinamika Sosial, Jakarta: PT.
Grafindo Persada, 2002.
Bungin, Burhan. Metodologi penelitian Kualitatotif, Jakarta: Raja Grapindo
Persada, 2003.
Daradjat, Zakiah. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 2011.
_____________ dkk, Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
72
______________ dkk, Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, Jakarta: Bulan
Bintang, 1987.
Edy. Ayah Edy Punya Cerita “ Kumpulan kisah Inspirasi Parenting yang Wajib
diketahui Orang Tua, Jakarta: PT Mizan Publika, 2013.
Falah, Saiful . Parents Power “Membangun karakter Anak melalui Pendidikan
Keluarga, Jakarta: Republika, 2014.
Gunarsa, Singgih D. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta: PT.
BPK Gunung Mulia, 1995.
Hadi, Amirul. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 1998.
Hafizh, M. Nur Abdul . Mendidik Anak Bersama Rasulullah, Bandung: al-Bayan,
2000.
Hakim, Atang Abd. dan Mubarok, Jaih. Metodologi Studi Islam, Bandung: Rosda
Karya, 2012.
Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1997.
http://www.referensimakalah.com/2013/03/biografi-abdullah-nasih-ulwan. Diakses
9 April 2014.
Ihsan, Hamdani dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung:Pustaka
Setia, 2007.
Iqbal, Abu Muhammad. Pemikiran Pendidikan Islam: Gagasan-Gagasan besar
Para Ilmuwan Muslim, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Jauhari, Heri. Fikih Pendidikan, Bandung:PT. Rosda Karya , 2008..
M Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
M. Ali, Penelitian Kependidikan: Prosedur dan Strategi, Bandung: Aksara, 1987.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010.
Muchtar, Heri jauhari . Fikih Pendidikan, Bandung: PT. Rosdakarya, 2005..
Muchtar, Heri Jauhari. Fikih Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,, 2005.
Mursi, Muhammad Sa’id. Melahirkan Anak Masya Allah, Jakarta: Cendikia, 2001.
Nata, Abuddin . Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Nata, Abuddin. Pendidikan dalam Perspektif Hadis, Jakarta: UIN Press, 2005.
73
____________ Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
____________ Metode Studi Islam, Jakarta: Raja Grapindi Persada, 1999.
Qal’ah ji, M.Rawwas. Biografi Nabi SAW “Menyibak Tabir Kepribadian Rasul
Muhammad SAW”, Dahran: Mahabbah Pustaka, 1986.
Qutb, Sayyid . Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jakarta: Gema Insani, 2003.
___________. Tafsir Fi Zhiilalil Qur’an, Jakarta: Gema Insani, 2003.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2004), cet. V.
S. Badudu, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1996.
Salam, Lubis. Keluarga Sakinah, Surabaya: Terbit Terang,t,th.
Sudarta, Metode penelitian Filsafat, Jakarta: Raja Grapindo Persda, 1996.
Suwaid, Muhammad Nur Abdul Hafizh. Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik
Anak, Yogyakarta:Pro-U Media, 2009.
Tafsir, Ahmad . Ilmu Pendidikan Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011.
Tafsir, Ahmad. Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT. Remaha
Rosda Karya, 1997.
Thalib, M. 40 Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Anak, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 1993.
Uhbiyati, Nur . Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:Pustaka Setia, 1999.
Ulwan, Abdullah Nashih. Membangun Kepribadian Anak, terjemah Khalilullah
Ahmas Masjkur Hakim, Bandung: Rosdakarya, 1992.
____________________. Pendidikan Sosial Anak , terjemah Khalilullah Ahmas
Masjkur Hakim, Bandung: Rosdakarya, 1992..
____________________. Tarbiayatul Aula Fil Islam, Juz 2, Darussalam Lithoba’i
Wa Nasyiri Wa Tawazi, Beirut, t,th.
____________________. Pendidikan Anak dalam Islam, Solo:Insan Kamil, 2013.
www.http. Dul Rohim, “Pendidikan Anak dalam Keteladanan, di akses 27 April
2014
Yasin, Fatah. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, Malng: UIN Malang Press,
2008.
74
Yusanto, Ismail dkk. Menggagas Pendidikan Islami, Bogor: Al-Azhar Press,
2011.
Zaini, Syahminan. Prinsip-prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, Jakarta:
Kalam Mulia, 1986.
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi Aksara, 1997.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Ina Siti Julaeha
Tempat\ & Tanggal lahir : Karawang, 24 Mei 1991
Pekerjaan formal : Pengajar di MI Bait Qur’any Ciputat-Tangsel
Alamat : Kp. Bunut, rt/rw 03/09 desa Cilamaya Wetan, kec.
Cilamaya-kab. Karawang, Jawa Barat
Riwayat Pendidikan Formal:
1. SDN Tegal Waru 1 lulus tahun 2003
2. Mts N Cilamaya lulus tahun 2006
3. MA Cilamaya lulus tahun 2009
Pendidikan Non Formal:
1. Pondok Pesantren Darul Aitam Krasak-Cilamaya (3 tahun)
2. Pondok Pesantren Ashiddiqiyah cab 3 Karawang (1 tahun)
Kursus dan Pelatihan:
1. Pelatihan tahsin al-Qur’an di Pondok Pesantren Nurul Hikmah Ciputat (santri
(tidak mukim ) selama 1,5 tahun)
2. Training UTHB (Umat Terbaik Hidup Berkah) pada tahun 2011
3. Training metode menghafal semudah menggerakkan jari Bait Qur’any di
tahun 2013
4. Training metode Bilqis (Bimbingan Qur’an Intensif) di tahun 2013
Riwayat Pekerjaan Formal:
1. Guru TPQ Bait Qur’any di tahun 2011-2014
2. Guru MI Bait Qur’any di tahun 2014-sekarang
3. Guru Mts Bait Qur’any di tahun 2014-2015
Pengalaman :
1. Pembina santri di Pondok Pesantren Darul Aitam Karawang di tahun 2005
2. Anggota pengurus OSPA bagian bahasa di pesantren Ashiddiqiyah Karawang
di tahun 2007
3. Aktivis dakwah HTI chapter kampus Ciputat 2009 - sekarang
4. Ketua LISMA (Lingkar Studi Mahasiswa) di Fakultas Tarbiyah 2010
5. Kajian ta’lim ibu-ibu di sekitar tempat tinggal (kosan) di Semanggi 2 –
Ciputat
6. Ta’lim mingguan di masyarakat sekitar dusun Sedap Malam - Ciputat
7. Pelatihan dan praktek formal mengajar di sekolah pada semester 8 tahun
2013 PPKT di SMK Triguna Ciputat –Tangsel