Keteladanan Guru
-
Upload
hosnol-hidayat -
Category
Documents
-
view
198 -
download
0
Transcript of Keteladanan Guru
-
8
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teori
1. Keteladanan Guru
a. Pengertian Keteladanan Guru
1) Pengertian Keteladanan
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa "keteladanan" adalah kata dasar dari keteladanan ialah "teladan" yang artinya perbuatan atau barang dan sebagainya yang patut ditiru atau dicontoh.1 Dalam bahasa Arab "keteladanan" diungkapkan dengan kata "uswah" dan "qudwah". Kata "uswah" terbentuk dari huruf-huruf hamzah, as-sin, dan al-waw. Secara etimologi, setiap kata bahasa Arab yang terbentuk dari ketiga huruf tersebut memiliki persamaan arti yaitu pengobatan dan perbaikan. Ibn Zakaria mendefinisikan bahwa "uswah" berarti "qudwah" yang artinya ikutan, mengikuti dan yang diikuti. Dengan demikian keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain.2 Namun keteladanan yang dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam yaitu keteladanan yang baik, sesuai dengan pengertian "uswah" dalam ayat-ayat yang telah disebutkan sebelumnya.3
Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif yang
paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan
membentuk anak didalam moral, spiritual dan sosial.4 Dalam hal
ini pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak, karena
segala tindak tanduknya, sopan santunnya, cara berpakaiannya dan
tutur katanya akan selalu diperhatikan oleh peserta didik.5
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :
Balai Pustaka, 1994), Edisi ke II, hlm. 1025 2 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Jakarta Pers,
2002), hlm. 117 3 Ibid., hlm. 117 4 Abdullah Nashih Ulwan, "Tarbiyatu 'l-Aulad fi 'l-Islam Juz II", Terjemah Saifullah
Kamalie, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (Bandung : Asy Shifa', 1988), hlm. 2 5 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatu'l Aulad Fi'l-Islam, Terj. Ahmas Masjkur Hakim,
Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-Kaidah Dasar, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 3
-
9
2) Pengertian Guru
Menurut Ahmad Syar'i, pendidik dalam pendidikan Islam pada hakekatnya adalah mereka yang melaksanakan tugas dan tanggung jawab mendidik, mendidik tidak hanya dibatasi pada terjadinya interaksi pendidikan dan pembelajaran antara guru dan peserta didik di muka kelas, tetapi mengajak, mendorong dan membimbing orang lain untuk memahami dan melaksanakan ajaran Islam. 6
Menurut Kamal Muhammad Isa, guru atau pendidik adalah
pemimpin sejati, pembimbing dan pengarah yang bijaksana,
pencetak para tokoh dan pemimpin umat.7 Menurut Ahmad D.
Marimba, pendidik adalah orang yang memikul tanggung jawab
untuk mendidik.8
Jadi keteladanan guru adalah contoh yang baik dari guru baik
tingkah laku, tindak tanduk, sopan santun, sikap dan sifat untuk ditiru
dan dicontoh oleh peserta didiknya.
Earl V Pullians and James D Young berpendapat :
Of the many jobs the teacher has, one of the most basic is that of being an example or model to this students and to all who think of him a teacher.9 "Dari banyaknya pekerjaan yang dimiliki seorang guru, tugas yang
paling mendasar adalah menjadi contoh (teladan) atau model bagi
peserta didiknya dan untuk semua orang yang berfikir seperti
seorang guru."
6 Ahmad Syar'i, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2005), hlm. 31-32 7 Kamal Muhammad Isa, "Khashaish Madrasatin Nubuwwah", Terj. Chairul Halim,
Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Fikahati Anesta, 1994), cet. I, hlm. 64 8 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : PT al-Ma'arif,
1980), hlm. 37 9 Earl V Pullians and James D Young, A Techer is Many Things, (America : Indiana
Press, 1968), hlm. 52
-
10
b. Landasan Dasar Psikologis Keteladanan
Kebutuhan manusia akan keteladanan lahir dari gharizah (naluri)
yang bersemayam dalam jiwa manusia yaitu taqlid (peniruan).
Gharizah dimaksud adalah hasrat yang mendorong anak, orang yang
dipimpin untuk meniru perilaku orang dewasa, orang kuat dan
pemimpin.10
Demikian juga ghazirah untuk tunduk dan patuh yang dimiliki
oleh anggota kelompok untuk mengikuti / mencontoh pemimpinnya.
Islam telah menjadikan pribadi rasul sebagai suri teladan yang
terus menerus bagi seluruh pendidik, bagi generasi demi generasi,
tercantum dalam firman Allah :
) :21(
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah". (QS al-Ahzab 21)11
Pada ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah mengutus Nabi
Muhammad SAW ke permukaan bumi adalah sebagai contoh atau
teladan yang baik bagi umatnya. Beliau selalu terlebih dahulu
mempraktekkan yang baik bagi umatnya. Beliau selalu terlebih dahulu
mempraktekkan semua ajaran yang disampaikan Allah sebelum
menyampaikannya kepada umatnya, sehingga tidak ada celah bagi
orang-orang yang tidak senang untuk membantah dan menuduh bahwa
Rasulullah SAW hanya pandai bicara dan tidak pandai
mengamalkan.12
Pada dasarnya, kebutuhan manusia akan figur teladan bersumber
dari kecenderungan meniru yang sudah menjadi karakter manusia.
10 Abdurrahman an-Nahwali, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Dalam
Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, (Bandung : CV Diponegoro, 1992), hlm. 367-368 11 Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Semarang : CV Toha Putra, 1989), hlm. 670 12 Armai Arief, op.cit., hlm. 119
-
11
Peniruan bersumber dari kondisi mental seseorang yang senantiasa
merasa bahwa dirinya berada dalam perasaan yang sama dengan
kelompok lain (empati), sehingga dalam peniruan ini, anak-anak
cenderung meniru orang dewasa, kaum lemah cenderung meniru kaum
kuat serta bawahan cenderung meniru atasannya.13
Pada hakekatnya, peniruan ini berpusat pada tiga unsur yaitu : 14
Pertama, kesenangan untuk meniru dan mengikuti. Hal ini
terjadi pada anak-anak dan remaja. Mereka terdorong oleh keinginan
samar yang tanpa disadari membawa mereka pada peniruan gaya
bicara, cara bergerak, cara bergaul atau perilaku-perilaku lain dari
orang yang mereka kagumi. Mereka bisa jadi meniru bukan pada hal-
hal yang positif tetapi pada hal-hal yang negatif juga. Pendidik (guru)
semaksimal mungkin harus berusaha untuk memelihara kedudukannya
sebagai sosok teladan bagi peserta didiknya.
Kedua, kesiapan untuk meniru. Setiap periode usia manusia
memiliki kesiapan dan potensi yang terbatas untuk periode tersebut.
Karena itulah Islam mengenakan kewajiban shalat pada anak yang
usianya belum mencapai 7 tahun dengan tetap menganjurkan kepada
orangtuanya untuk mengajak anaknya meniru gerakan-gerakan dalam
shalat. Biasanya, kesiapan untuk meniru muncul ketika manusia
tengah mengalami berbagai krisis, kepedihan sosial, dan kepedihan
lainnya.
Ketiga, setiap peniruan terkadang memiliki tujuan yang sudah
diketahui oleh si peniru atau bisa jadi tujuan itu tidak jelas, bahkan
tidak ada. Dari penerimaan ini dia merasa memperoleh kekuatan dan
keperkasaan, yaitu sejenis kekuatan individu yang menjadikan orang
lain kagum sehingga meniru dalam segala hal. Melalui konsep
peniruan yang Islami, peserta/anak didik kita akan memahami bahwa
13 Abdurrahman an-Nahlawi, "Ushuluf Tarbiyah Islamiyah wa Asalibiha fi Baiti wal
Madrasah wal Mujtama", Terjemah Shihabuddin, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta : Gema Insani Pers, 1995), hlm. 263.
14 Ibid., hlm. 263-266
-
12
meniru dan mengikuti jejak para pemimpin kaum muslimin akan
memberikan kebahagiaan, kekuatan, kegagahan, dan ketaatan kepada
Allah SWT, sehingga mereka akan tetap meniru dan mengikuti
mereka.
c. Sifat-sifat Guru
Menjadi guru berdasarkan tuntutan hati nurani tidaklah semua
orang dapat melakukannya, karena orang harus merelakan sebagian
besar dari seluruh hidup dan kehidupannya mengabdi kepada negara
dan bangsa guna mendidik peserta didik menjadi manusia yang
berkepribadian muslim.
Agar dapat melaksanakan tugas dan kewajiban guru dengan
baik, menurut Mohamad Athiyah al-Abrosi sebagaimana dikutip oleh
Ahmad Syar'i menyebutkan tujuh sifat yang harus dimiliki guru,
yaitu :15
1. Bersifat zuhud, dalam arti tidak mengutamakan kepentingan
materi dalam pelaksanaan tugasnya, namun lebih mementingkan
perolehan keridhaan Allah. Ini tidak berarti mereka harus miskin,
tidak kaya atau tidak boleh menerima gaji, tetapi menekankan niat
dan motivasi mendidik didasarkan atas keikhlasan.
2. Berjiwa bersih dan terhindar dari sifat / akhlak buruk, dalam arti
bersih secara fisik / jasmani dan bersih secara mental / rohani,
sehingga dengan sendirinya terhindar dari sifat / perilaku buruk.
3. Bersikap ikhlas dalam melaksanakan tugas mendidik. Ikhlas dalam
kaitan ini termasuk pula sikap terbuka, mau menerima kritik dan
saran tidak terkecuali dari peserta didik sehingga dalam
pembelajaran tercipta interaksi antara guru dan murid.
4. Bersifat pemaaf, peserta didik sebagai manusia berpotensi tentu
penuh dinamika. Terjadinya interaksi antara guru dengan peserta
didik sebagai konsekuensi dinamika dan kreativitas, tidak jarang
15 Ahmad Syar'i, op.cit., hlm. 36-38
-
13
dapat membuat rasa jengkel, kurang puas, menyinggung perasaan
dan tidak menyenangkan guru.
5. Bersifat kebapaan, dalam arti ia harus memposisikan diri sebagai
pelindung yang mencintai muridnya serta selalu masa depan
mereka.
6. Berkemampuan memahami bakat, tabiat dan watak peserta didik.
Dalam konteks ini, seorang guru harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan psikologi, agar mampu memahami tabiat, watak,
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik sebagai landasan
dasar pengembangan potensi mereka.
Robert F. McNereney berpendapat bahwa :
Knowledge of the characteristics of teachers is important to teacher educators for three reasons. It provides a foundation upon which teacher educator can diagnose personal needs and abilities, it offers a guide for ways for ways to support teachers, and it helps to select teacher developmental objectives that focus in short-term or long term personal growth.16 "Pengetahuan karakter para guru penting bagi pendidik untuk 3
alasan, hal itu memberikan dasar bagi pendidik untuk dapat
mengenal kebutuhan, kecakapan masing-masing individu,
memberikan pedoman / petunjuk cara-cara untuk mendukung guru
dan membantu guru untuk menyeleksi perkembangan tujuan-
tujuan yang memusatkan pada pertumbuhan individu dalam
jangka pendek atau jangka panjang."
7. Menguasai bidang studi / bidang pengetahuan yang akan
dikembangkan / diajarkan. Ini berarti guru harus lebih dahulu
membekali diri dengan pengetahuan dan ketrampilan muatan
materi yang diajarkan kepada peserta didik.
16 Robert F. Mc Nergney, Teacher Development, (New York : Macmillan Publishers,
1981), hlm. 120
-
14
d. Bentuk-bentuk keteladanan
Secara psikologis ternyata manusia memang memerlukan tokoh
teladan dalam hidupnya. Peserta didik cenderung meneladani pendidik
/ gurunya, peserta didik meniru baik dalam perilaku yang baik maupun
yang jelek sekalipun.
Pengaruh yang kuat dalam memberikan pendidikan terhadap
anak adalah teladan orang tua. Anak akan meniru apa saja yang
dilakukan orang lain. Oleh karena itu perlu disadari dan diperhatikan
agar orang tua (guru) dapat memberikan teladan yang baik dan benar,
dengan cara :17
1. Menunjukkan sikap baik
Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
a. Sikap menghadapi problema dengan baik
dalam menghadapi berbagai masalah seharusnya guru dapat
menjadi contoh bagaimana mengatasi problema dengan cara
yang baik.
b. Sikap pengendalian diri
Sebagai seorang guru seharusnya dapat mengendalikan diri
dan emosi karena seorang guru harus bisa bersikap sabar
dalam menghadapi peserta didiknya yang mempunyai banyak
karakter.
c. Sikap komunikasi dengan peserta didik
Mempererat dengan peserta didik merupakan faktor yang
paling penting demi tercapainya interaksi belajar mengajar
dengan baik.
2. Mengurangi sikap yang tidak baik
Sebagai seorang guru seharusnya berbuat dan berperilaku yang
baik sehingga dia harus seminimal mungkin melakukan sikap yang
tidak baik.
17 Charles Schaefer, Bagaimana Mempengaruhi Anak, (Semarang : Dahara Prize, 1994),
cet. 5, hlm. 16-18
-
15
3. Menunjukkan kasih sayang
Kasih sayang merupakan kelemahan hati dan kepekaan perasaan
sayang terhadap orang lain, merasa sependeritaan dan mengasihi
mereka.
Islam tidak menyajikan keteladanan ini sekedar untuk dikagumi
atau sekedar untuk merenungkan dalam lautan hayat yang serba
abstrak. Islam menyajikan riwayat keteladanan itu semata-mata untuk
diterapkan dalam diri mereka sendiri, setiap orang diharapkan
meneladaninya sesuai dengan kemampuannya untuk bersabar.18
Adapun bentuk-bentuk keteladanan ada 2 macam yaitu :19
1. Keteladanan yang disengaja
Ialah keteladanan yang memang disertai penjelasan atau perintah
agar meneladani. Keteladanan ini dilakukan secara formal,
sebagaimana pendidik harus meneladani peserta didiknya dengan
teladan yang baik. Misalnya seorang pendidik menyampaikan
model bacaan yang diikuti oleh peserta didik. Seorang imam
membaguskan sahalatnya untuk mengerjakan shalat yang
sempurna. Dalam hal ini Rasulullah SAW telah memberikan
teladan langsung kepada para sahabat sehingga mereka telah
banyak mempelajari masalah keagamaan sesuai dengan
permintaan Rasulullah SAW agar mereka meneladani beliau.20
2. Keteladanan yang tidak disengaja
Ialah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat dan
keikhlasan. Dalam hal ini adalah guru, bagaimana sosok guru
dapat hadir dihadapkan peserta didiknya, walaupun keteladanan
ini tidak formal tetapi pendidik selalu saja menjadi perhatian
peserta didiknya. Pengaruh keteladanan ini terjadi secara spontan
18 Abdurrahman an-Nahwali, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Dalam
Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, op.cit., hlm. 367 19 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 1994), hlm. 143-144 20 Abdurrahman an-Nahlawi, "Ushuluf Tarbiyah Islamiyah wa Asalibiha fi Baiti wal
Madrasah wal Mujtama", Terjemah Shihabuddin, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, op.cit., hlm. 267
-
16
dan tidak disengaja, ini berarti bahwa setiap orang yang ingin
dijadikan panutan oleh orang lain harus senantiasa mengontrol
perilakunya dan menyadari bahwa dia akan dimintai
pertanggungjawaban dihadapan Allah atas segala tindak tanduk
yang diikuti oleh khalayak atau ditiru oleh orang-orang yang
mengaguminya.21 Jadi semakin dia waspada dan tulus utuh
berbuat baik semakin bertambah pula kekaguman orang pada
dirinya.
Bentuk-bentuk keteladanan tidak dapat terwujud dengan
sendirinya, dalam sekolah gurulah yang harus terwujud semua itu.
Oleh sebab itu, seorang guru / pendidik dituntut harus memiliki
berbagai sifat dan sikap antara lain sebagai berikut :22
a. Seorang guru haruslah manusia pilihan, siap memikul amanah dan
menunaikan tanggung jawab dalam pendidikan generasi muda.
b. Seorang guru, hendaklah mampu mempersiapkan dirinya
sesempurna mungkin, tidak hanya berperan sebagai pendidik
tetapi membina agar peserta didik selalu dijalan Allah SWT.
c. Hendaknya tidak tamak dan batil dalam melaksanakan tugasnya
sehari-hari, sehingga seorang guru, semata-mata hanya
mengharapkan pahala dari Allah SWT.
d. Harus dapat memiliki sikap yang terpuji, berhati lembut, berjiwa
mulia dan takwa kepada Allah SWT.
e. Penampilan guru, hendaklah selalu sopan dan rapi.
f. Seorang guru seyogyanya mampu menjadi pemimpin yang shalih,
contoh teladan yang baik bagi peserta didiknya karena jika
seorang guru mampu menawan hati para peserta didiknya maka
hampir dapat dipastikan bahwa merekapun akan meniru tingkah
laku gurunya.
g. Seruan dan anjuran seorang guru, hendaklah tercermin pula dalam
sikap keluarganya dan para sahabatnya dan merupakan konsep
kehidupan nyata yang dapat dilaksanakan dan diamalkan
21 Ibid. 22 Kamal Muhammad Isa, op.cit., hlm. 64-67
-
17
h. Seorang guru harus menyukai dan mencintai peserta didiknya
tidak boleh angkuh.
Demikianlah sifat dan sikap guru yang harus dimilikinya agar
anak dapat berkepribadian muslim. Meskipun anak berpotensi besar
untuk meraih sifat-sifat baik dan menerima dasar-dasar pendidikan
yang mulia, ia akan jauh dari kenyataan positif dan terpuji jika dengan
kedua matanya ia melihat langsung pendidik yang tidak bermoral.
Memang yang mudah bagi pendidik adalah mengajarkan berbagai
teori tersebut jika orang yang mengajar dan mendidiknya tidak pernah
melakukannya, atau perbuatannya berbeda dengan ucapannya.23
Karena itulah Allah mengutus Nabi Muhammad SAW menjadi
tokoh ideal dan panutan bagi umat Islam sepanjang masa. Adapun
keteladanan yang beliau berikan dalam lapangan ibadah dan akhlak
sungguh telah mencapai puncak tertinggi, keteladanan tersebut antara
lain :24
a. Keteladanan dalam beribadah
Perihal keteladanan dalam ibadah, nabi selalu taat kepada Allah,
selalu rindu beribadah dan bermunajat kepada-Nya. Beliau
senantiasa bangun untuk salat malam, lebih-lebih pada siang hari.
b. Keteladanan bermurah hati
Rasulullah SAW selalu menyantuni orang papa tanpa merasa takut
kekurangan dan kemiskinan, lebih-lebih pada bulan Ramadhan.
c. Keteladanan dengan sikap zuhud
Dengan sikap zuhud dan kesederhanaan sebenarnya beliau
menghendaki beberapa hal, antara lain :
1. Dengan Zuhud yaitu, beliau bermaksud mengajarkan kepada
seluruh generasi muslim akan arti tolong menolong,
pengorbanan dan mendahulukan orang lain.
23 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatu'l Aulad Fi'l-Islam, Terj. Ahmas Masjkur Hakim,
Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-Kaidah Dasar, op.cit., hlm. 2 24 Ibid, hlm. 5-24
-
18
2. Dengan zuhud dan kesederhanaannya itu beliau bermaksud
agar generasi muslim hidup dan merasa puas dengan rizki
yang ada, karena dikhawatirkan kemewahan dan kemegahan
hidup di dunia akan melalaikan kewajiban kita kepada Allah
SWT.
3. Juga dimaksudkan agar beliau dapat memberikan kesadaran
kepada orang-orang yang sakit hati, seperti orang-orang
munafik, musuh-musuh dan orang-orang kafir. Beliau
mengumpulkan harta, kenikmatan dan kemewahan dunia yang
berkedokkan agama.
d. Keteladanan dengan sifat tawadhu-nya
Misalnya beliau memberi contoh dengan selalu mulai memberi
salam kepada para sahabatnya, setiap pembicaraan selalu disertai
dengan penuh perhatian, baik dengan anak kecil maupun orang
dewasa, Nabi selalu memenuhi undangan siapa saja baik orang
merdeka, budak laki-laki, budak perempuan dan memenuhi hajat
orang lemah dan papa, serta duduk di tanah.
Begitu juga kesabarannya dalam memperlakukan musuh-musuh
Islam disaat kaum muslimin sudah meraih kemenangan. Terutama
dalam memperlakukan penduduk Mekah yang pernah keterlaluan
menyakitinya, mengusirnya dari Mekah, bahkan mau
membunuhnya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
:
. ) (25 "Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : seorang muslim yang tertempa musibah kecelakaan, kemelaratan, kegundahan, kesedihan, kesakitan maupun duka cita, sampai-sampai pada tertusuk duri niscaya Allah akan mengampuni dosanya dengan apa yang menimpanya itu". (HR. Bukhari)
25 Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardazbah
al-Bukhori al-Jafi, Shahih Bukhori, Juz 7, (Beirut : Dar al Kutub al-Ilmiyah, 1992), hlm.3
-
19
e. Keteladanan dalam hal keberanian
Rasulullah adalah orang yang tak tertandingi dalam hal kekuatan
fisik, telah beliau buktikan di medan pertempuran.
f. Keteladanan dalam berpolitik yang baik
Berkat akhlak mulia inilah beliau sukses dalam setiap bidang, dan
berkat cara berpolitiknya yang piawai inilah beliau mampu
menempatkan segala persoalan secara proporsional.
g. Keteladanan berpegang teguh pada prinsip
Keteladanan ini merupakan salah satu sifat rasul yang sangat
menonjol, bahkan merupakan salah satu sifat dan moral dasar
beliau.
Dalam pribadinya, umat manusia akan mendapatkan keteladanan
yang sempurna dan contoh ideal dalam beberapa aspek hidup dan
kehidupan keagamaan, keduniawian dan sosial kemasyarakatan.
Orang yang pernah hidup sezaman dengan Nabi, orang yang
pernah berkumpul dengan nabi merupakan orang-orang yang
terdalam iman dan cintanya kepada beliau. Seringkali mereka
tidak sabar dan rindu untuk segera menemui Nabi untuk sekedar
untuk melihat beliau.
Dengan cara inilah keteladanan yang baik akan begitu berbekas
pada jiwa para sahabat, serta akan berpengaruh positif dalam
proses pembentukan, pendidikan dan pembinaan.
e. Urgensi keteladanan guru dalam pendidikan
Guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas
maupun diluar dinas, dalam bentuk pengabdian. Guru merupakan
profesi / jabatan untuk pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus
sebagai guru.
-
20
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan
melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai
hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dan melatih berarti mengembangkan
ketrampilan-ketrampilan pada siswa.
Dalam kehidupan masyarakat, masyarakat menempatkan guru
pada tempat yang lebih terhormat yakni di depan memberi suri
tauladan, di tengah-tengah membangun karsa dan dibelakang memberi
dorongan dan motivasi (ing ngarso sung tulada, ing madya mangun
karsa, tut wuri handayani).26
Keteladanan merupakan suatu metode untuk merealisasikan
tujuan pendidikan dengan memberi contoh yang baik kepada peserta
didik agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan
memiliki akhlak dan kepribadian yang baik dan benar.
Untuk menciptakan anak yang saleh, pendidik tidak cukup
hanya memberikan prinsip saja, karena yang lebih penting bagi siswa
adalah figur yang memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip
tersebut, karena berapapun banyaknya prinsip tanpa disertai contoh
teladan, itu akan menjadi kumpulan resep yang tak bermakna.27
Guru tidak hanya memberi teori kepada peserta didiknya tetapi
dia harus mampu menjadi panutan bagi peserta didiknya, sehingga
peserta didik dapat mencontoh dan mengikutinya tanpa adanya unsur
paksaan.
Oleh karena itu keteladanan merupakan faktor dominan dan sangat
menentukan bagi keberhasilan pendidikan.28
2. Kepribadian Muslim
a. Pengertian Kepribadian Muslim
- Secara etimologi
Istilah kepribadian berasal dari bahasa Inggris "personality" dan
juga ada yang menyebut "individuality". Kepribadian berasal dari
26 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000),
cet. II, hlm. 6-8. 27 Armai Arief, op.cit., hlm. 121 28 Ibid., hlm. 122
-
21
kata "pribadi", yaitu manusia sebagai perseorangan, kemudian
mendapat awalan ke dan akhiran an, sehingga menjadi
kepribadian yaitu keadaan manusia sebagai perseorangan dan
keseluruhan sifat-sifat yang merupakan watak.29
- Secara terminologi
Secara terminologi definisi tentang kepribadian ini akan
dikemukakan beberapa pendapat ahli antara lain :
Menurut Utsman Najati, yang dikutip oleh Totok Jumantoro,
kepribadian sebagai keseluruhan komplementer yang bertindak
dan memberi respons sebagai suatu kesatuan dimana terjadi
pengorganisasian dan interaksi semua peralatan fisik maupun
psikisnya dan membentuk tingkah laku dan responsnya dengan
suatu cara yang membedakannya dari orang lain.30
Sedangkan J.F Dashile, sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin
menyebutkan bahwa kepribadian merupakan cermin dari seluruh
tingkah laku seseorang.31
Kepribadian adalah sistem-sistem psikofisik yang dinamis dari diri
individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik (khas)
dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.32
Kepribadian dari segi agama / biasa disebut kepribadian muslim
adalah identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari
keseluruhan tingkah laku sebagai muslim, baik tingkah laku secara
lahiriyah maupun batiniah. Tingkah laku lahiriyah seperti cara
berkata, berjalan, berpakaian, makan, minum, berhadapan dengan
teman, tamu dan lain-lain sikap batinah seperti penyabar, ikhlas,
tidak dengki, tidak dendam, dan lain-lain.
Muslim adalah orang yang memeluk agama-agama yang
diturunkan kepada seluruh nabi, dari Nabi Adam sampai Nabi
29 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit., hlm. 788 30 Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah, Dengan Aspek-aspek Kejiwaan yang Qur'ani,
(Jakarta : Sinar Grafika, 2001), hlm. 139 31 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 172 32 Gerungan, "Psychology Sosial", dalam Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta : Bumi Aksara, 1995), hlm. 187
-
22
Muhammad, atau orang yang memeluk agama yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW.33
Menurut Ahmad D Marimba bahwa kepribadian muslim adalah
kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya yakni baik tingkah laku
luarnya kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan
kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan,
penyerahan diri kepada-Nya.34
Jadi kepribadian muslim adalah kepribadian seseorang yang
mencerminkan suatu ciri khas seorang muslim yang sesuai dengan
ajaran-ajaran Islam.
b. Aspek-aspek kepribadian
Secara garis besar aspek-aspek kepribadian itu dapat
digolongkan dalam 3 hal :35
2. Aspek-aspek kejasmaniahan, meliputi tingkah laku luar yang
mudah nampak dan ketahuan dari luar, misalnya cara-caranya
berbuat, cara-caranya berbicara. Aspek kejasmaniahan
dipengaruhi dan dibentuk oleh tenaga-tenaga kejasmaniahan.
3. Aspek-aspek kejiwaan, meliputi aspek-aspek yang tidak segera
dapat dilihat dan ketahuan dari luar, misalnya cara-caranya
berfikir, sikap36 dan minat. Aspek ini dipengaruhi oleh tenaga-
tenaga kejiwaan (karsa, rasa, cipta).
Berikut adalah perihal dasar-dasar kejiwaan yang selalu
diupayakan Islam penanamannya antara lain :37
a. Takwa
b. Ukhuwah (persaudaraan muslim)
c. Kasih sayang (rohmah)
d. Itsar (mementingkan orang lain daripada diri sendiri)
e. Memaafkan
f. Al-Jurah (berani karena benar)
33 Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta :
Djambatan, 1992), hlm. 701 34 Ahmad D. Marimba, op.cit., hlm. 68 35 Ibid., hlm. 67-71 36 Sikap dalam pengertian disini bukan dimaksudkan apa yang tampak dari luar,
melainkan yang berada didalam berupa pendirian atau pandangan seseorang dalam menghadapi seseorang atau sesuatu hal.
37 Abdullah Nashih Ulwan, "Tarbiyatu'l-Aulad fi'l-Islam, Terj. Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, Pendidikan Anak Menurut Islam, Pendidikan Sosial Anak, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1990), cet. I, hlm. 2-23
-
23
4. Aspek-aspek kerohanian yang luhur, meliputi aspek-aspek
kejiwaan yang lebih abstrak yaitu filsafat hidup dan kepercayaan.
Ini meliputi sistem nilai yang telah meresap didalam kepribadian
itu, yang telah menjadi bagian dan mendarah daging dalam
kepribadian yang mengarahkan dan memberi corak seluruh
kehidupan individu itu. Aspek-aspek kerohanian yang luhur
dibentuk dan dipengaruhi oleh budi.
Aspek ini memungkinkan seseorang untuk berhubungan dengan
Yang Maha Agung dan hal-hal yang ghaib. Misalnya meyakini
adanya Tuhan, adanya malaikat, rasul, hari kiamat, kitab-kitab dan
taqdir.
c. Ciri-ciri Kepribadian Muslim
Orang yang mendalami pendidikan Islam akan melihat tujuan
tertinggi ialah pembentukan moral, akhlak dan pendidikan rohani.
Setiap pelajaran harus menyebut soal moral, tiap guru haruslah orang
yang bermoral, dan setiap pendidik pun haruslah mengutamakan
moral agama dari hal-hal lainnya.38 Akhlak yang sempurna adalah
tiang dalam pendidikan Islam. Nabi Muhammad adalah penyempurna
akhlak bagi umatnya. Sebagaimana sabda Nabi SAW :
: : ) (39
"Dari Abu Hurairah berkata : telah bersabda Rasulullah SAW, "sesungguhnya aku diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak yang baik" (HR Ahmad bin Hanbal)
Menurut Abdullah al-Darraz, pendidikan akhlak dalam
pembentukan kepribadian muslim berfungsi sebagai pengisi nilai-nilai
keislaman. Pemberian nilai-nilai keislaman dalam upaya membentuk
38 Muhammad 'Athiyah al-Abrasyi, "At-Tarbiyyah al-Islamiyyah", Terj. Abdullah Zakiy
al-Kaaf, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2003), cet. ke-1, hlm. 122
39 Imam Ahmad Ibn Hanbal, Musnad, Jilid II, (Beirut : Darul Kutub al-Ilmiyah, t.th), hlm. 504
-
24
kepribadian muslim seperti dikemukakan al Darraz, pada dasarnya
merupakan cara untuk memberi tuntunan dalam mengarahkan
perubahan dan sikap manusia umumnya ke sikap-sikap yang
dikehendaki oleh Islam. Muhammad Darraz menilai materi akhlak
merupakan bagian dari nilai-nilai yang harus dipelajari dan
dilaksanakan, hingga terbentuk kecenderungan sikap yang menjadi ciri
kepribadian muslim. Usaha dimaksud menurut Darraz dapat dilakukan
melalui cara memberikan materi pendidikan akhlak berupa :40
1. Penyucian jiwa
2. Kejujuran dan benar
3. Menguasai hawa nafsu
4. Sifat lemah lembut dan rendah hari
5. Berhati-hati dalam mengambil keputusan
6. Menjauhi buruk sangka
7. Mantap dan sabar
8. Menjadi Teladan yang baik
9. Beramal saleh dan berlomba-lomba berbuat baik
10. Menjaga diri (iffah)
11. Ikhlas
12. Hidup sederhana
13. Pintar mendengar dan kemudian mengikutinya (yang baik)
Ajaran-ajaran Islam tentu harus ditanamkan dan diajarkan kepada
setiap individu muslim agar mereka mempunyai kepribadian, tingkah
laku dan budi pekerti seorang muslim dan dapat membekas dalam diri
pribadi muslim.
Wasoal Dja'far menerangkan sifat seorang muslim adalah sebagai
berikut :41
2. Sidiq, lurus didalam perkataan dan perbuatan
3. Amanah, jujur, dapat dipercaya tentang apa saja
40 Jalaluddin, op.cit., hlm. 179 41 Wasoal Dja'far, "Ad-Dien", dalam Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta :
Bumi Aksara, 1995), hlm. 202
-
25
4. Sabar, takkan menanggung barang atau perkataan yang
menyusahkan, tahan uji
5. Ittihad, bersatu didalam mengerjakan kebaikan dan keperluan.
6. Ihsan, berbuat baik kepada orang tuanya, kepada keluarganya dan
kepada siapapun
7. Ri'ayatul Jiwar, menjaga kehormatan tetangga-tetangga
8. Wafa' bil ahdi, memenuhi dan menepati kesanggupan atau
perjanjian
9. Tasau bil haq, pesan memesan, menepati dan memegang barang
haq kebenaran
10. Ta'awun, tolong menolong atas segala kebaikan
11. Athi' alad-dla'if, sayang hati kepada orang-orang yang lemah dan
papa
12. Muwasafil Faqier, menghiburkan hati orang fakir dan miskin
13. Rifqi, berhati belas kasihan kepada hewan sekalipun
Makin lengkap sifat-sifat di atas menghiasi dirinya, yang berarti
makin banyak ajaran-ajaran Islam dijalankan, berarti makin sempurna
pribadi muslimnya. Pribadi yang demikian, adalah pribadi yang
menggambarkan terwujudnya keseluruhan esensi manusia secara
kodrati yaitu sebagai makhluk individual, makhluk sosial, makhluk
moralitas dan makhluk Tuhan.42
d. Proses pembentukan kepribadian
Pembentukan kepribadian itu, berlangsung secara berangsur-
angsur, bukanlah hal yang sekali jadi, melainkan sesuatu yang
berkembang. Proses pembentukan kepribadian terdiri atas 3 taraf
yaitu : 43
1. Pembiasaan
Pembagian ini sesuai pula dengan salah satu dasar-dasar
perkembangan manusia, bahwa pembinaan yang lebih dahulu
42 Ibid., hlm. 203 43 Ahmad D. Marimba, op.cit., hlm. 76-81
-
26
banyak memerlukan tenaga-tenaga kepribadian yang lebih
"rendah" (jasmaniah) akan lebih mudah dan lebih dahulu dapat
mulai dilaksanakan daripada tenaga yang lebih tinggi (rohaniah).
Tujuannya terutama membentuk aspek kejasmanian dari
kepribadian atau memberi kecakapan berbuat dan mengucapkan
sesuatu (pengetahuan hafalan). Contohnya melakukan shalat,
dengan jalan mengontrol gerakan-gerakan anak-anak44
2. Pembentukan, pengertian, minat dan sikap
Kalau pada taraf pertama baru merupakan pembentukan
kebiasaan-kebiasaan (drill) dengan tujuan agar cara-cara yang
dilakukannya tepat, maka pada taraf kedua ini diberi pengetahuan
dan pengertian tentang amalan-amalan yang dikerjakan dan
diucapkan. Dalam taraf ini perlu ditanamkan dasar-dasar
kesusilaan yang rapat hubungannya dengan kepercayaan.
3. Pembentukan kepribadian yang luhur
Pembentukan ini menanamkan kepercayaan yang terdiri atas :
a. Iman kepada Allah SWT
b. Iman kepada malaikat-malaikat-Nya
c. Iman kepada kitab-kitab-Nya
d. Iman kepada rasul-rasul-Nya
e. Iman kepada qadha dan qadar
f. Iman kepada hari berkesudahan / akhir
Hasilnya ialah adanya kesadaran dan pengertian yang mendalam.
Segala apa yang dipikirkannya, dipilihnya dan diputuskannya,
serta dilakukannya adalah berdasarkan keinsyafannya sendiri
dengan penuh rasa tanggung jawab. Pembentukan taraf ini
sebagian besar disebut pembentukan sendiri (pendidikan sendiri).
Ketiga jenis taraf usaha pembentukan kepribadian terutama tertuju
kepada usaha-usaha mempersubur berkembangnya tenaga-tenaga
44 Pada anak-anak terdapat sifat ingin selalu bergerak. Dalam shalat, gerakan-gerakan ini
diatur sesuai dengan kebutuhan dan syarat-syarat gerakan shalat.
-
27
kepribadian yang sifatnya positif membantu usaha pembentukan
kepribadian muslim.
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
Kepribadian seseorang secara garis besar dipengaruhi oleh 2 faktor
yaitu :45
1. Faktor Intern (pembawaan)
Yaitu segala sesuatu yang dibawa anak sejak lahir yakni fitrah yaitu suci dan merupakan bakat bawaan yang merupakan ciri khas masing-masing individu. Selain itu individu (orang per orang) setiap muslim memiliki latar belakang pembawaan yang berbeda.46 Namun perbedaan itu terbatas pada seluruh potensi yang mereka miliki berdasarkan faktor bawaan masing-masing, meliputi aspek jasmani dan rohani. Aspek jasmani seperti bentuk fisik, warna kulit dan lain-lain. Aspek rohani seperti sikap mental, bakat, tingkah kecerdasan maupun sikap emosional.47
2. Faktor ekstern (lingkungan)
Adalah segala sesuatu yang ada di luar pribadi manusia dan dapat
mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Meliputi :
a. Keluarga
Bagi anak keluarga merupakan tempat pertama menerima pendidikan dan pengarahan dari orang tua. Di dalam keluarga inilah dasar-dasar kepribadian anak di berikan orang tua menjadi faktor penting menanamkan dasar-dasar kepribadian muslim yang kuat menentukan corak dan gambaran kepribadian muslim seseorang setelah dewasa. Disinilah letak tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak-anaknya, karena anak adalah amanah Allah yang diberikan kepada kedua orang tuanya yang kelak akan di minta pertanggung jawaban atas pendidikan anak-anaknya.48 Para ahli sependapat betapa pentingnya pendidikan dalam keluarga, bahwa apa-apa yang terjadi dalam pendidikan itu membawa pengaruh terhadap kehidupan si terdidik (anak),
45 Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila, (Bandung :
Sinar Baru Algensindo, 2001), cet. Ke 4, hlm. 84 46 Jalaluddin, op.cit., hlm. 175 47 Ibid., hlm. 177 48 Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), cet. Ke-2,
hlm. 179
-
28
demikian pula terhadap pendidikan yang akan dialaminya di sekolah dan di masyarakat.49 Pada umumnya hubungan antar anggota keluarga menimbulkan kasih sayang. Namun kasih sayang yang keterlaluan dapat menimbulkan sifat manja keterlaluan, dapat menghambat pola perkembangan kepribadian si anak.50
b. Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan ke dua setelah
keluarga, di sekolah anak akan dididik dan dibimbing oleh
para guru.
Tugas guru selain memberikan ilmu pengetahuan,
keterampilan, tetapi juga harus mendidik anak beragama
sesuai dengan ajaran agama Islam agar peserta didik dapat
berkepribadian muslim.
Pendidikan budi pekerti dan keagamaan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah haruslah merupakan kelanjutan, setidak-tidaknya jangan bertentangan dengan apa yang diberikan dalam keluarga.51 Sekolah harus dapat membantu keluarga dalam usaha pembentukan kepribadian, budi pekerti dan keagamaan. Kalau diperhatikan, betapa lama sekolah-sekolah memegang peranan dalam pembentukan kepribadian seseorang, mulai dari taman kanak-kanak sampai sekolah tinggi (bagi mereka yang berkesempatan), maka dapatlah disimpulkan bahwa sebagian besar pembentukan kecerdasan (pengertian), sikap dan minat sebagai bagian dari pembentukan kepribadian dilaksanakan di sekolah.52
c. Masyarakat
Pendidikan dalam masyarakat ini boleh dikatakan pendidikan
secara tidak langsung, pendidikan yang dilaksanakan dengan
tidak sadar oleh masyarakat. Dan peserta didik sendiri secara
sadar atau tidak mendidik dirinya sendiri, mempertebal
49 Ahmad D. Marimba, op.cit., hlm. 58-59 50 Ibid., hlm. 59 51 Ibid., hlm. 179 52 Ahmad D. Marimba, op.cit. hlm. 63
-
29
keimanan serta keyakinan sendiri akan nilai-nilai kesusilaan
dan keagamaan didalam masyarakat.53 Masyarakat sangat
berpengaruh dalam kepribadian anak, karena bagaimana dia
bergaul dan dengan siapa dia berteman akan mempengaruhi
perilakunya.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertian (pengetahuan) sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan. Kalau kita berpegang teguh pada batas kita semula bahwa pendidikan ialah bimbingan secara sadar, maka sebagian dari pengalaman yang diperoleh dalam masyarakat tidak dapat dimasukkan kategori pendidikan. Ini hanya dapat dimasukkan dalam kategori pergaulan.54
3. Pengaruh keteladanan guru terhadap kepribadian muslim
Dalam pendidikan formal, gurulah yang seharusnya membimbing
dan mengarahkannya, selain mengajar tingkah laku, cara berbuat dan
berbicara akan ditiru oleh peserta didik. Dengan teladan ini timbullah
gejala identifikasi positif yaitu penyamaan diri dengan orang yang akan
ditiru. Identifikasi positif itu penting sekali dalam pembentukan
kepribadian.55
Seperti dikatakan di atas, nilai-nilai yang dikenal peserta didik masih
melekat pada orang-orang yang disenanginya dan dikaguminya, jadi pada
orang-orang dimana ia beridentifikasi.
Inilah salah satu proses yang ditempuh anak-anak dalam mengenal nilai. Sesuatu itu disebutkan baik karena dilakukan juga oleh ayah, ibu atau guru. Lambat laun nilai-nilai yang dimilikinya sendiri, tanpa membayangkan lagi orang-orang tempat nilai mula-mula "diambilnya" (transfer). Akhirnya peserta didik memilikinya sendiri, sehingga ia melakukan shalat (misalnya), karena keinsyafan sendiri bukan karena demikian diperbuat oleh orang tuanya. Dengan demikian maka motif-motif (alasan-alasan) peserta didik berbuat kebajikan bukan lagi karena
53 Zuhairini, dkk, op.cit, hlm. 180 54 Ahmad D. Marimba, op.cit., hlm. 63-64 55 Ahmad D. Marimba, op.cit., hlm. 85
-
30
ingin berbuat seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang disenanginya melainkan karena ia memahami nilai perbuatan itu.56
Secara tidak langsung hal tersebut dapat dimengerti bahwa para
pendidik mempunyai pengaruh yang besar terhadap anak didiknya dalam
menjalankan tugasnya sebagai pendidik.57
Peserta didik memiliki tugas menerima konsep pendidikan, agar
dirinya terbentuk insan muslim. Yang kenal dan tahu akan Tuhan dan
agamanya memiliki akhlak al-Quran, bersifat, bersikap dan bertindak
sesuai dengan kaidah al-Quran.58
Oleh sebab itu, keteladanan dan tingkah laku yang mulia dari
seorang guru adalah faktor penentu sangat kuat pengaruhnya dalam
memperbaiki dan membantu ahklak seseorang. Tingkah laku seorang
guru, harus merupakan realisasi dari apa yang di ucapkan dan apa yang di
anjurkan untuk dilakukan.59 Sebagaimana firman Allah SWT :
"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?" (Q.S. al-Baqarah (2) :44)60
Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menjadi
suri teladan bagi seluruh manusia dan seluruh generasi. Suri teladan buat
semua orang adalah kepribadian Rasul yang didalamnya terdapat segala
norma, nilai dan ajaran Islam.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Untuk menghindari terjadinya pengulangan hasil penelitian yang
membahas permasalahan yang sama dari seseorang dalam bentuk buku, kitab
56 Ibid., hlm. 85. 57 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), cet. II, hlm 170. 58 Kamal Muhammad Isa, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Fihakati Aneska,
1994), hlm. 79. 59 Ibid., hlm. 66 60 Departemen Agama RI, op.cit., hlm 16
-
31
ataupun skripsi, maka penulisan akan memaparkan beberapa buku atau skripsi
yang sudah ada sebagai bandingan dalam mengupas permasalahan tersebut
sehingga di harapkan akan muncul penemuan baru. Beberapa buku atau
skripsi diantaranya sebagai berikut :
Pertama : Skripsi dengan judul "Studi Komparatif Tentang Kepribadian
Muslim pada Anak dari Keluarga yang Sakinah dan Keluarga yang tidak
Sakinah di kelas II dan III MTs Miftahul Huda Pulo Kulon Grobogan", ditulis
olah Imam Taufiq Hidayah NIM 3199074 Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang, pada tahun 2005. Membahas tentang keluarga sakinah, tujuan
keluarga sakinah, ciri-ciri keluarga sakinah, materi pokok keluarga sakinah,
dan keluarga tidak sakinah, faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian
muslim dan ciri-ciri kepribadian muslim.
Kedua : Skripsi dengan judul "Relevansi Tradisi Keguruan Rasulullah
dalam Pendidikan Islam Modern", ditulis oleh Yolha Ulfana, NIM 3100202,
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, pada tahun 2004. Membahas
tentang kepribadian Rasulullah sebagai guru (pendidik), Rasulullah sebagai
pendidik perspektif pendidikan Islam modern dan keteladanan Rasul dalam
bidang pendidikan.
Ketiga, Skripsi dengan judul "Pendidikan Tasawuf dan Pembentukan
Kepribadian Muslim (Analisis Pemikiran Tasawuf Prof. Dr. Hamka)", ditulis
oleh Suntaryadi, NIM 3198016, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
pada tahun 2003. Membahas tentang pemikiran tasawuf Hamka dan
pembentukan kepribadian muslim, analisis pemikiran Hamka tentang tasawuf
dalam perspektif pendidikan muslim.
Dari masing-masing judul di atas ada perbedaan dalam segi pembahasan
dengan skripsi penulis. Adapun yang menjadi perbedaan antara skripsi penulis
dengan skripsi di atas tentang bentuk-bentuk keteladanan, syarat dan sifat
guru sebagai teladan, bentuk-bentuk keteladanan Rasulullah dan urgensi
keteladanan guru dalam pendidikan. Sedang kepribadian muslim peserta didik
yang dibahas adalah aspek-aspek kepribadian, ciri-ciri kepribadian, dan proses
pembentukan kepribadian.
-
32
C. Pengajuan Hipotesis
Istilah Hipotesis sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu Hypo
yang artinya dibawah dan These yaitu kebenaran.61 Hipotesis dapat
diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.62
Secara teknik hipotesis adalah pernyataan mengenai keadaan populasi
yang akan diuji kebenarannya melalui data yang diperoleh dari sampel
penelitian, secara statistik, hipotesis merupakan pernyataan keadaan parameter
yang akan di uji melalui statistik sampel.63 Jadi hipotesis adalah jawaban
sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling
mungkin atau paling tinggi kebenarannya.
Adapun hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah ada
pengaruh positif keteladanan guru terhadap kepribadian muslim peserta didik
di MTs N Planjan Kesugihan Kabupaten Cilacap
61 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta :
PT Rineka Cipta, 2002), hlm. 64 62 Ibid., hlm. 67 63 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000),
hlm. 68.