Ketahanan Sosial Budaya Atasi Antagonisme - prasetya.ub.ac.id filemengeluarkan resolusi jihad kaum...

2
Ketahanan Sosial Budaya Atasi Antagonisme Dikirim oleh siti-rahma pada 18 October 2018 | Komentar : 0 | Dilihat : 689 Seminar Kebangsaan Peran Santri dalam Memperkokoh Persatuan Bangsa Yahya Cholil Staquf anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) meyakini Indonesia memiliki ketahanan sosial budaya luar biasa mengatasi antagonisme yang merebak melalui media sosial. Menurutnya, banyak krisis yang telah dilalui sejak zaman Majapahit hingga saat ini tapi bisa diselesaikan dengan baik. Demikian disampaikannya pada Seminar Kebangsaan Peran Santri dalam Memperkokoh Persatuan Bangsa di Gedung Widyaloka, Kamis (18/10/2018). Kegiatan ini merupakan kerjasama Universitas Brawijaya dan PWNU Jatim dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional. "Walaupun di media sosial kelihatannya keras sekali sampai yang membaca ketakutan, tapi tidak sampai terproyeksi di dunia nyata," ucap Katib Aam Nahdlatul Ulama (NU) yang akrab disapa Gus Yahya ini. Hal ini menurutnya, karena Indonesia punya ketahanan sosial budaya yang menjadi kekuatan peradaban yang tidak dimiliki masyarakat-masyarakat lain di dunia. Berdasar pengalamannya walaupun di media sosial ia dikomentari pedas, dalam dunia nyata ketika bertemu tidak lantas terlontar makian pula. "Ini karena kita punya budaya sungkan," ungkapnya. Pada kesempatan tersebut Gus Yahya juga meluruskan makna hari santri yang diperingati setiap 22 Oktober. Dikatakannya Hari Santri bukanlah hari besar keagamaan tapi hari besar nasional yang berarti milik semua orang bukan NU saja. Santri menurutnya adalah tradisi intelektual nusantara yang tumbuh selama berabad-abad sejak zaman pra islam. Sebelum ada pendidikan model Barat yang diadopsi saat ini, pendidikan nusantara terjadi di padepokan-padepokan dengan resi-resi. Para resi tinggal dengan murid-murid yang tinggal bersama, sebelumnya bernama cantrik. "Mereka inilah santri," ujarnya. Ia berharap Hari Santri bisa diperingati siapapun yang merawat tradisi intelektual nusantara pada dirinya termasuk Muhammadiyah. Dijelaskannya, unsur utama tradisi ini adalah dinamika kecendekiaan. Ciri dinamika kecendekiaan ini adalah gagasan-gagasan intelektual besar yang membentuk peradaban nusantara ini. Contohnya adalah identitas kerajaan Majapahit sebagai Bhinneka Tunggal Ika yang tidak menggunakan agama sebagai identitas kerajaannya. Selain Gus Yahya, pembicara terakhir yakni Dr. Ahmad Basarah Wakil Ketua MPR RI mengungkapkan sejarah munculnya Hari Santri yang disahkan di Keputusan Presiden (Keppres) No. 22 tahun 2015 tentang Hari Santri Nasional. Pada tahun 2014, Joko Widodo yang masih menjadi calon presiden diajak Basarah ke Pesantren Babussalam, Malang. Pesantren ini dipimpinan H. Thoriq Darwis bin Ziyad atau akrab disapa Gus Thoriq. Di tempat itulah Gus Thoriq mengajukan usulan agar tanggal 1 Muharram dijadikan Hari Santri bila Jokowi terpilih.

Transcript of Ketahanan Sosial Budaya Atasi Antagonisme - prasetya.ub.ac.id filemengeluarkan resolusi jihad kaum...

Ketahanan Sosial Budaya Atasi Antagonisme

Dikirim oleh siti-rahma pada 18 October 2018 | Komentar : 0 | Dilihat : 689

Seminar Kebangsaan Peran Santri dalam Memperkokoh

Persatuan Bangsa

Yahya Cholil Staquf anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) meyakini Indonesia memiliki ketahanan sosial budaya luar biasa mengatasi antagonisme yang merebak melalui media sosial. Menurutnya, banyak krisis yang telah dilalui sejak zaman Majapahit hingga saat ini tapi bisa diselesaikan dengan baik. Demikian disampaikannya pada Seminar Kebangsaan Peran Santri dalam Memperkokoh Persatuan Bangsa di Gedung Widyaloka, Kamis (18/10/2018). Kegiatan ini merupakan kerjasama Universitas Brawijaya dan PWNU Jatim dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional.

"Walaupun di media sosial kelihatannya keras sekali sampai yang membaca ketakutan, tapi tidak sampai terproyeksi di dunia nyata," ucap Katib Aam Nahdlatul Ulama (NU) yang akrab disapa Gus Yahya ini.

Hal ini menurutnya, karena Indonesia punya ketahanan sosial budaya yang menjadi kekuatan peradaban yang tidak dimiliki masyarakat-masyarakat lain di dunia. Berdasar pengalamannya walaupun di media sosial ia dikomentari pedas, dalam dunia nyata ketika bertemu tidak lantas terlontar makian pula. "Ini karena kita punya budaya sungkan," ungkapnya.

Pada kesempatan tersebut Gus Yahya juga meluruskan makna hari santri yang diperingati setiap 22 Oktober. Dikatakannya Hari Santri bukanlah hari besar keagamaan tapi hari besar nasional yang berarti milik semua orang bukan NU saja. Santri menurutnya adalah tradisi intelektual nusantara yang tumbuh selama berabad-abad sejak zaman pra islam. Sebelum ada pendidikan model Barat yang diadopsi saat ini, pendidikan nusantara terjadi di padepokan-padepokan dengan resi-resi. Para resi tinggal dengan murid-murid yang tinggal bersama, sebelumnya bernama cantrik. "Mereka inilah santri," ujarnya.

Ia berharap Hari Santri bisa diperingati siapapun yang merawat tradisi intelektual nusantara pada dirinya termasuk Muhammadiyah. Dijelaskannya,  unsur utama tradisi ini adalah dinamika kecendekiaan. Ciri dinamika kecendekiaan ini adalah gagasan-gagasan intelektual besar yang membentuk peradaban nusantara ini. Contohnya adalah identitas kerajaan Majapahit sebagai Bhinneka Tunggal Ika yang tidak menggunakan agama sebagai identitas kerajaannya.

Selain Gus Yahya, pembicara terakhir yakni Dr. Ahmad Basarah Wakil Ketua MPR RI mengungkapkan sejarah munculnya Hari Santri yang disahkan di Keputusan Presiden (Keppres) No. 22 tahun 2015 tentang Hari Santri Nasional. Pada tahun 2014, Joko Widodo yang masih menjadi calon presiden diajak Basarah ke Pesantren Babussalam, Malang. Pesantren ini dipimpinan H. Thoriq Darwis bin Ziyad atau akrab disapa Gus Thoriq. Di tempat itulah Gus Thoriq mengajukan usulan agar tanggal 1 Muharram dijadikan Hari Santri bila Jokowi terpilih.

Setelah Jokowi terpilih sebagai Presiden RI, di tanggal 15 Oktober 2018 ia menandatangani Keppres Hari Santri. Namun bukan di 1 Muharram melainkan tanggal 22 Oktober yang merupakan momen saat KH. Hasyim Asy'ari mengeluarkan resolusi jihad kaum muslimin untuk membela bangsanya yang terkenal dengan fatwa Hubbul Wathon Minal Iman. [siti-rahma]