Kesmas Fix 2

85
FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI BURUK PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKOHARJO Oleh: Rizky Tri Agustin, S.Ked J500080113 Rizky Wirawan, S.Ked J500070079 Rohmilia Kusuma, S.Ked J500080009 Ruri Citra, S.Ked J500070083 Sulchan Chris Wardana, S. Ked J500080029 Suryani, S.Ked J500070008 Supandi Hasan, S.Ked J500080071 Pembimbing: dr. Yulia Astuti 0

description

kesmas

Transcript of Kesmas Fix 2

Page 1: Kesmas Fix 2

FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI BURUK PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKOHARJO

Oleh:

Rizky Tri Agustin, S.Ked J500080113

Rizky Wirawan, S.Ked J500070079

Rohmilia Kusuma, S.Ked J500080009

Ruri Citra, S.Ked J500070083

Sulchan Chris Wardana, S. Ked J500080029

Suryani, S.Ked J500070008

Supandi Hasan, S.Ked J500080071

Pembimbing:

dr. Yulia Astuti

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

DINAS KESEHATAN SUKOHARJO PUSKESMAS SUKOHARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

0

Page 2: Kesmas Fix 2

DAFTAR ISI

Daftar Isi ...................................................................................................... 1

Daftar Tabel ................................................................................................. 3

Daftar Gambar ............................................................................................. 4

Bab I Pendahuluan ...................................................................................... 5

A. Latar Belakang ................................................................................. 5

B. Rumusan Masalah ............................................................................ 7

C. Tujuan ............................................................................................. 8

D. Manfaat ........................................................................................... 8

Bab II Tinjauan Pustaka ............................................................................. 9

A. Gizi Buruk ...................................................................................... 9

1. Definisi Gizi Buruk .................................................................. 9

2. Pengukuran Gizi Buruk ............................................................ 9

3. Klasifikasi gizi Buruk ............................................................... 10

4. Faktor Resiko Gizi Buruk ......................................................... 14

B. Profil Puskesmas Sukoharjo ........................................................... 17

1. Luas Wilayah ........................................................................... 17

2. Jumlah Desa ............................................................................ 18

3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin .............................. 18

4. Jumlah Rumah Tangga atau Kepala Keluarga ......................... 18

5. Jumlah Penduduk ................................................................... 18

6. Ratio Beban Tanggungan ........................................................ 19

7. Presentase Penduduk yang Melek Huruf ................................ 19

8. Derajat Kesehatan .................................................................. 20

9. Upaya Kesehatan ................................................................... 21

Bab III Metode Penerapan Gegiatan ........................................................ 25

A. Tahap-tahap Penjaringan Gizi Buruk di Wilayah Kerja

Puskesmas Sukoharjo ............................................................ 25

B. Analisa SWOT ....................................................................... 27

C. Analisa Fishbone ................................................................... 31

1

Page 3: Kesmas Fix 2

Bab IV Hasil dan Pembahasan ................................................................ 32

A. Analisis Situasi ............................................................................ 32

B. Analisis Masalah ......................................................................... 35

Bab V Simpulan dan Saran .................................................................... 48

A. Simpulan ..................................................................................... 48

B. Saran ........................................................................................... 48

Daftar Pustaka ........................................................................................ 50

2

Page 4: Kesmas Fix 2

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Data Pencapaian Gizi Buruk Puskesmas Kecamatan Sukoharjo

tahun 2012

Tabel 2 : Data Pencapaian Gizi Buruk Puskesmas Kecamatan Sukoharjo

tahun 2013

Tabel 3 : Jumlah Pemberian Tablet Fe pada Ibu Hamil

Tabel 4 : Temberian Tablet Vitamin A

Tabel 5 : Pemberian ASI Eksklusif dan MP ASI

Tabel 6 : Program, Target dan Pencapaian Program Gizi Puskesmas-

Sukoharjo tahun 2013

Tabel 7 : Matrikulasi Masalah Gizi

Tabel 8 : Alternatif Pemecahan Masalah

Tabel 9 : Matrikulasi Alternatif Pemecahan Masalah

3

Page 5: Kesmas Fix 2

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Kerangka Pemikiran

Gambar 2 : Kaitan Antara Perbaikan Gizi, Peningkatan SDM dan Kemiskinan

4

Page 6: Kesmas Fix 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Pada

kelompok tersebut mengalami siklus pertumbuhan dan perkembangan yang

membutuhkan zat-zat gizi yang lebih besar dari kelompok umur yang lain

sehingga balita paling mudah menderita kelainan gizi.1 Kejadian gizi buruk

seperti fenomena gunung es dimana kejadian gizi buruk dapat menyebabkan

kematian.2

Pengertian gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks

Berat Badan menurut Umur (BB/U) < -3 SD yang merupakan padanan istilah

severely underweight.3 Terdapat 3 jenis gizi buruk yang sering dijumpai yaitu

kwashiorkor, marasmus dan gabungan dari keduanya marasmiks-

kwashiorkor.4

Pengertian kwashiorkor sendiri adalah suatu bentuk malnutrisi protein

yang berat disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan

asupan protein yang inadekuat.5 Kwashiorkor dapat dibedakan dengan

marasmus yang disebabkan oleh asupan dengan kurang dalam kuantitas tetapi

kualitas yang normal , sedangkan marasmiks-kwashiorkor adalah gabungan

dari kwashiorkor dengan marasmus yang disertai dengan oedema. 2,5

Menurut data yang diperoleh dari Depkes (2010) memperlihatkan

prevalensi gizi buruk di Indonesia terus menurun dari 9,7% di tahun 2005

menjadi 4,9% di tahun 2010.6 Namun prevalensi gizi buruk di Jawa Tengah

dari tahun 2007-2009 mengalami kestabilan yaitu 4%.7

Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota cakupan

D/S di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 mencapai 79,2% (Target 70%).

Jumlah kabupaten/kota yang sudah mencapai target ada 32 (90,7%). Cakupan

tertinggi pada Kabupaten Sragen (90,7%), kabupaten Sukoharjo (90,1%) dan

terendah pada Kabupaten Pemalang (60,6%). Jumlah kasus gizi buruk yang

ditemukan dan ditangani di Provinsi Jawa Tengah 1.597 kasus. Jumlah

5

Page 7: Kesmas Fix 2

tersebut merupakan laporan dari 34 kabupaten/kota dengan jumlah tertinggi

adalah Kabupaten Pekalongan (129 kasus), sedangkan yang terendah adalah

Kota (3 kasus).7

Kejadian gizi buruk apabila tidak diatasi akan menyebabkan dampak

yang buruk bagi balita.2 Dampak yang terjadi antara lain kematian dan infeksi

kronis.8 Deteksi dini anak yang kurang gizi (gizi kurang dan gizi buruk) dapat

dilakukan dengan pemeriksaan BB/U untuk memantau berat badan anak.

Selain itu pamantauan tumbuh kembang anak dapat juga menggunakan KMS

(KartuMenuju Sehat). 9

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk,diantaranya

adalah status sosial ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang

baik untuk anak, dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).10,11 Sosial adalah

segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi adalah segala

usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran

hidup.12

Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur status

sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan.1 Selain status

sosial ekonomi, BBLR juga dapat mempengaruhi terjadinya gizi buruk, hal

ini dikarenakan bayi yang mengalami BBLR akan mengalami komplikasi

penyakit karena kurang matangnya organ, menyebabkan gangguan

pertumbuhan fisik dan gangguan gizi saat balita.13

Sumber lain menyebutkan asupan makanan keluarga, faktor infeksi, dan

pendidikan ibu menjadi penyebab kasus gizi buruk.14 Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan

kejadian gizi buruk.Dalam penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lombok

Timur tahun 2005 menunjukkan bahwa terdapat hubungan status

ekonomi,pendidikan ibu, pengetahuan ibu dalam monitoring pertumbuhan,

perhatian dari ibu,pemberian ASI, kelengkapan imunisasi, dan asupan

makanan balita dengan kejadian gizi buruk.11

Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam

keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi

6

Page 8: Kesmas Fix 2

pangan yang merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak

balita.15 Selain pendidikan, pemberian ASI dan kelengkapan imunisasi juga

memiliki hubungan yang bermakna dengan gizi buruk karena ASI dan

imunisasi memberikan zat kekebalan kepada balita sehingga balita tersebut

menjadi tidak rentan terhadap penyakit. Balita yang sehat tidak akan

kehilangan nafsu makan sehingga status gizi tetap terjaga baik.16,17

Balita gizi buruk yang ditemui di pusksmas biasanya selain menderita

gizi buruk juga menderita penyakit lainnya seperti TBC, ISPA, dan diare. Hal

ini dikarenakan penyakit penyerta yang diderita oleh balita menyebabkan

menurunnya nafsu makan sehingga pemasukan zat gizi ke dalam tubuh balita

menjadi berkurang.2,6

Upaya perbaikan gizi masyarakat sebagaimana tercantum di dalam

Undangundang Kesehatan No 36 tahun 2009 bertujuan untuk meningkatkan

mutu gizi perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola

konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi dan peningkatan akses dan

mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan

teknologi.7

Gizi buruk merupakan masalah yang kompleks dan penyebab gizi

buruk pada balita mempunyai peranan yang bervariasi, sehingga peneliti

tertarik untuk menganalisis “FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI

BURUK PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

SUKOHARJO”.

B. Rumusan Masalah

Apakah status sosial ekonomi, pendidikan ibu, penyakit penyerta, ASI,

Berat Badan Lahir Rendah, dan kelengkapan imunisasi merupakan faktor

risiko terjadinya kasus gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Sukoharjo.

7

Page 9: Kesmas Fix 2

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis faktor risiko yang mempengaruhi balita gizi buruk yang

ditemui pada daerah kerja puskesmas sukoharjo.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis status sosial ekonomi sebagai faktor risiko balita gizi

buruk

b. Menganalisis pendidikan ibu sebagai faktor risiko balita gizi buruk

c. Menganalisis penyakit penyerta pasien sebagai faktor risiko balita

gizi buruk

d. Menganalisis ASI sebagai faktor risiko balita gizi buruk

e. Menganalisis Berat Badan Lahir Rendah sebagai faktor risiko balita

gizi buruk

f. Menganalisis kelengkapan imunisasi sebagai faktor risiko balita gizi

buruk

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Keilmuan

Untuk memperluas wacana gizi buruk dibidang Ilmu Kesehatan Anak dan

Ilmu Gizi.

2. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai berbagai faktor yang

mempengaruhi terjadinya gizi buruk, sehingga dapat dilakukan upaya

pencegahan terjadinya gizi buruk.

3. Bagi Tenaga Kesehatan Puskesmas Sukoharjo

Memberikan informasi dalam pengambilan keputusan untuk mengentaskan

kejadian kasus gizi buruk.

8

Page 10: Kesmas Fix 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gizi Buruk

1. Definisi Gizi Buruk

Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh

kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran.2 Gizi buruk adalah kondisi

seseorang yang nutrisinya di bawah rata-rata.21 Hal ini merupakansuatu

bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.2

Balita disebut gizi buruk apabila indeks Berat Badan menurut Umur

(BB/U) < -3 SD.3 Keadaan balita dengan gizi buruk sering digambarkan

dengan adanya busung lapar.2 Dikatakan underweight apabila BB/U di bawah

standar deviasi, stunted jika TB/U di bawah standar deviasi, dan dikatakan

wasted apabila BB/TB di bawah standar deviasi.4 Ratio BB/TB bila

dikombinasikan dengan berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut

umur sangat penting dan lebih akurat dalam penilai status nutrisi karen

mencerminkan proporsi tubuh serta dapat membedakan antara wasting dan

stunting atau perawakan pendek. BB/TB dinyatakan dalam presentase dari

BB standar yang sesuai dengan TB terukur bayi tersebut.6

2. Pengukuran Gizi Buruk

Gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain:23

1. Pengukuran klinis: metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita

tersebut gizi buruk atau tidak. Metode ini pada dasarnya didasari oleh

perubahan-perubahan yang terjadi dan dihubungkan dengan kekurangan

zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, rambut,

atau mata.22 Misalnya pada balita marasmus kulit akan menjadi keriput

sedangkan pada balita kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih

atau merah muda (crazy pavement dermatosis).23

2. Pengukuran antropometrik: pada metode ini dilakukan beberapa macam

pengukuran antara lain pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar

lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan,

9

Page 11: Kesmas Fix 2

lingkar lengan atas sesuai dengan usia yang paling sering dilakukan dalam

survei gizi. Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui dengan

mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi

juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi dari

ketiganya.24

Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori:3

a. Tergolong gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.

b. Tergolong gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD.

c. Tergolong gizi baikjika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.

d. Tergolong gizi lebih jika hasil ukur > 2 SD.

Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau Panjang

badan (0 bulan-24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori:3

a. Sangat pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.

b. Pendek jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD.

c. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.

d. Tinggi jika hasil ukur > 2 SD.

Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang

Badan:3

a. Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.

b. Kurus jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD.

c. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.

d. Gemuk jika hasil ukur > 2 SD.

Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat kurus, sedangkan

balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal.3

3. Klasifikasi Gizi Buruk

Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP

(malnutrisi energi dan protein) ditetapkan dengan patokan perbandingan berat

badan terhadap umur anak sebagai berikut:24

1. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)

2. Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)

3. Berat badan <60% :  marasmus (MEP berat)

10

Page 12: Kesmas Fix 2

4. Berat badan <60% : marasmik kwashiorkor (MEP berat)

Keterangan Gizi Baik(%) Gizi Kurang(%) Gizi Buruk(%)

BB/U 80-100 60-80 <60

TB/U 95-100 85-95 <85

BB/TB 90-100 70-90 <70

LLA/U 85-100 70-85 <70

LLA/TB 85-100 75-85 <75

1. Marasmus25, 26, 27

Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama

akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama

tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot.

Mempunyai Individu dengan marasmus  mempunyai penampilan yang

sangat kurus dengan tubuh yang kecil dan tidak terlihatnya lemak.

Marasmus biasa menyerang siapa saja atau bisa menyerang semua usia.

Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat

terjadi karena: diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat

atau karena kelainan metabolik dan malformasi kongenital.

Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai

dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan

kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar

karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap

tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut

dan berkeriput, serta wajah seperti orang tua. Abdomen dapat kembung

dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya

normal, nadi mungkin melambat, tekanan darah dan frekuensi napas

menurun, kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Biasanya terjadi

konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan,

dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.

Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan

kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan

kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan

11

Page 13: Kesmas Fix 2

hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan

tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan

hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat

(glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar,

sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat

sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan.

Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan

menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar

dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak,

gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan

keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini

berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai

memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.

2. Kwashiorkor24, 25, 27

Kwashiokor merupakan bentuk malnutrisi energi protein yang

disebabkan oleh defisisensi protein yang berat, biasanya asupan kalori

juga mengalami defisiensi (Dorland, 1998). Kwashiokor memang kondisi

dimana terjadi defisiensi protein dalam asupan makanannya, tetapi dapat

terjadi karena kehilangan antioksidan yang menyertai defisiensi energi

dari makanan tersebut. Penyakit ini sering terlihat pada anak-anak balita

dan biasanya disertai dengan iritabilitas.

Penyebab utama dari kwashiokor yaitu kekurangan asupan protein.

Selain itu ada banyak penyebab kwashiorkor lainnya, misalnya ketika

susu digantikan oleh diet yang tidak memadai dan sering tidak seimbang.

Bayi yang paling sering terkena pada saat kelaparan, ketika ibu mereka

mengalami defisiensi protein. Penyakit ini bisa juga karena faktor sosial

dimana kebiasaan suku atau masyarakat pedalaman yang masih belum

paham untuk bisa memberikan asupan gizi yang baik, terutama protein

(Kaneshiro, 2012). Kwashiokor dapat terjadi karena penyerapan protein

terganggu, seperti pada keadaan diare kronik, kehilangan protein

abnormal pada proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka bakar,

12

Page 14: Kesmas Fix 2

dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit hati kronik

(Behrman, 2000). Faktor ekonomi juga berperan sebagai penyebab

penyakit ini, dimana paling sering terjadi pada anak dari golongan

penduduk yang berpenghasilan rendah. Hal ini dikarenakan protein yang

bermutu baik terutama terdapat pada bahan makanan yang berasal dari

hewan seperti protein susu, keju, telur, daging dan ikan. Bahan makanan

tersebut mahal harganya, sehingga tidak terbayar oleh mereka yang

berpenghasilan rendah.

Ada beberapa tanda dan gejala kwashiokor, Gejala terpenting

adalah pertumbuhan yang terganggu. Perubahan mental, biasanya

penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis. Sebagian

besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun yang berat.

Gejala gastrointestinal termasuk gejala yang penting. Anoreksia

dapat mejadi parah, sehingga segala pemberian makanan ditolak dan

makanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung. Selain itu, diare

juga pada sebagian besar penderita. Hal ini mungkin karena gangguan

fungsi hati, pankreas, dan usus.

Perubahan rambut baik dari segi texture maupun warna. Pada

penderita kwashiokor rambut kepalanya mudah dicabut. Tarikan ringan

kadang tanpa reaksi penderita. Pada penderita kwashiokor lanjut, rambut

penderita akan tampak kusam, kering, halus, jarang dan berubah

warnanya menjadi putih.

Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis

kulit lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan

persisikan kulit. Selain itu, ditemukan perubahan kulit yang khas untuk

penyakit kwarshiokor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan

bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam dan ditemukan

pada bagian tubuh sering mendapat tekanan disertai kelembapan oleh

keringat, contohnya pantat, fosa poplitea, lutut, buku kaki, paha, lipat

paha, dan sebagainya.Hepatomegali atau pembesaran hati merupakan

gejala yang juga sering ditemukan. Hati yang dapat diraba umumnya

13

Page 15: Kesmas Fix 2

kenyal, permukaannya licin dan pinggir tajam dimana terjadi perlemakan

hebat.

Kelainan kimia darah, yaitu kadar albumin serum rendah,

disamping kadar globulin normal atau sedikit meninggi. Sehingga

perbandingan antara albumin per globulin menjadi terbalik.

3. Maramsmiks-Kwashiorkor28

Marasmus-kwashiorkor mempunyai gejala (sindroma) gabungan

kedua hal di atas. Seorang bayi yang menderita marasmus lalu berlanjut

menjadi kwashiorkor atau sebaliknya tergantung dari makanan/gizinya

dan sejauh mana cadangan energi dari lemak dan protein akan

berkurang/habis terpakai. Apabila masukan energi kurang dan cadangan

lemak terpakai, bayi/anak akan jatuh menjadi marasmus. Sebaliknya bila

cadangan protein dipakai untuk energi, gejala kwashiorkor akan

menyertai.

Gejala yang umum adalah gagal tumbuh kembang. Di samping itu

terdapat satu atau lebih gejala kwashiorkor seperti edema, dermatosis,

perubahan rambut, hepatomegali,perubahan mental, hipotrofi otot,

jaringan lemak subkutan berkurang, kerdil, anemia, defisiensi vitamin.

Berat badan dengan edema kurang dari 60% nilai berat badan terhadap

umur pada standar yang baku.

Penyakit penyerta yang sering ditemukan antara lain

ISPA ,Bronkopneumoni, Koch Pulmonum, ISK, penyakit parasit dan

diare. Tidak jarang penyakit ini menjadi faktor penyebab utama

marasmus-kwashiorkor, misal diare menahun atau Tuberkulosis. Oleh

karena itu penyakit penyerta tersebut harus diobati secara tuntas.

4. Faktor Resiko

Faktor risiko gizi buruk antara lain:

1. Asupan Makanan; Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh

berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat,

anak tidak cukup atau salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan

pola makan yang salah.2 Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita adalah

14

Page 16: Kesmas Fix 2

air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.Setiap gram

protein menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori, dan karbohidrat 4 kalori.

Distribusi kalori dalam makanan balita dalam keseimbangan diet adalah

15% dari protein, 35% dari lemak, dan 50% dari karbohidrat.Kelebihan

kalori yang menetap setiap hari sekitar 500 kalori menyebabkan kenaikan

berat badan 500 gram dalam seminggu.26

2. Status Sosial Ekonomi; Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai

masyarakat sedangkan ekonomi adalah segala usaha manusia untuk

memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran hidup.31 Sosial

ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur status sosial

ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan.1 Rendahnya

ekonomi keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya beli pada

keluarga tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi

pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak

balita. Keadaan sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah

kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan

untuk mengatasi berbagai masalah tersebut.12 Balita dengan gizi buruk

pada umumnya hidup dengan makanan yang kurang bergizi.29

3. Pendidikan Ibu; Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang

kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara

di dunia. Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi

merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi. Salah satu faktor

yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang

rendah. Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan seseorang

kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam

kehidupan.35 Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan

pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan

kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari

kekurangan gizi pada anak balita.36

4. Penyakit Penyerta; Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya

sangat rentan terhadap penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-

15

Page 17: Kesmas Fix 2

penyakit tersebut justru menambah rendahnya status gizi anak.26 Terdapat

hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi kurang maupun

gizi buruk.Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan

mengalami penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di

sisi lain anak yang menderita sakit akan cenderung menderita gizi buruk.26

Menurut penelitian yang dilakukan di Jogjakarta terdapat perbedaan

penyakit yang bermakna antara balita KEP dengan balita yang tidak

KEP(p=0,034) CI 95%.14

5. Pengetahuan Ibu; Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam

penentuan konsumsi makanan dalam keluaga khususnya pada anak balita.

Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi

makanan keluarga. Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi

menyebabkan keanekaragaman makanan yang berkurang. Keluarga akan

lebih banyak membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan

lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya

kemampuan ibu menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan

sehari-hari.35

6. Berat Badan Lahir Rendah; Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi

dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi

sedangkan berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu)

jam setelah lahir.15 Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran

prematur. Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu

ini pada umumnya disebabkan oleh tidak mempunyai uterus yang dapat

menahan janin, gangguan selama kehamilan,dan lepasnya plasenta yang

lebih cepat dari waktunya. Bayi prematur mempunyai organ dan alat

tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim

sehingga semakin muda umur kehamilan, fungsi organ menjadi semakin

kurang berfungsi dan prognosanya juga semakin kurang baik. Kelompok

BBLR sering mendapatkan komplikasi akibat kurang matangnya organ

karena prematur.37

16

Page 18: Kesmas Fix 2

7. Kelengkapan Imunisasi; Sistem kekebalan tersebut yang menyebabkan

balita menjadi tidak terjangkit sakit. Apabila balita tidak melakukan

imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan berkurang dan akan rentan

terkena penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang tidak langsung dengan

kejadian gizi. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi

dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit untuk

mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan

bibit penyakit.16

8. Air Susu Ibu (ASI); Berdasarkan riset yang sudah dibuktikan di seluruh

dunia, ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi sampai enam bulan, dan

disempurnakan sampai umur dua tahun.29 Memberi ASI kepada bayi

merupakan hal yang sangat bermanfaat antara lain oleh karena praktis,

mudah, murah, sedikit kemungkinan untuk terjadi kontaminasi, dan

menjalin hubungan psikologis yang erat antara bayi dan ibu yang penting

dalam perkembangan psikologi anak tersebut. Beberapa sifat pada ASI

yaitu merupakan makanan alam atau natural, ideal, fisiologis, nutrien

yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan

mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai

kebutuhan pertumbuhan bayi.27

B. Profil Puskesmas Sukoharjo

A. Luas Wilayah

Wilayah kerja Puskesmas Sukoharjo sama dengan luas wilayah Kecamatan

Sukoharjo yaitu sekitar 44 kilometer persegi. Luas tersebut berbatasan dengan

kecamatan lain di wilayah Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten dan Kota lain

Sukoharjo. Batas-batas tersebut ialah:

Sebelah Utara : Kecamatan Grogol

Sebelah Selatan : Kecamatan Nguter dan Kecamatan Tawang Sari

Sebelah Barat : Kabupaten Klaten

Sebelah Timur : Kecamatan Bendosari

17

Page 19: Kesmas Fix 2

B. Jumlah Desa

Wilayah kerja Puskesmas Sukoharjo terdiri dari 14 desa, yaitu:

No Desa No Desa

1 Sukoharjo 8 Kenep

2 Gayam 9 Banmati

3 Bulakrejo 10 Mandan

4 Kriwen 11 Begajah

5 Dukun 12 Joho

6 Bulakan 13 Jetis

7 Sonorejo 14 Combongan

C. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur

Pada tahun 2011 penduduk wilayah Kecamatan Sukoharjo sekitar 86.835 jiwa

yang terdiri dari 43.232 jiwa penduduk laki-laki dan 43.603 jiwa penduduk

perempuan. Desa yang memiliki jumlah penduduk terbesar yaitu Desa Gayam

dengan jumlah penduduk 10.021jiwa. Sedangkan desa yang memiliki

penduduk terkecil yaitu Desa Combongan dengan jumlah penduduk sekitar

4.710 jiwa.

D. Jumlah Rumah Tangga atau Kepala Keluarga

Pada tahun 2011 jumlah rumah tangga atau kepala keluarga yang ada di

wilayah Kecamatan Baki kurang lebih 20.043 kepala rumah tangga. Dari

jumlah tersebut Desa Gayam adalah desa yang memiliki jumlah kepala rumah

tangga terbesar yaitu sekitar 2.042 KK, sedangkan Desa Banmati adalah desa

yang memiliki jumlah KK terkecil yaitu sekitar 1.035 KK.

E. Jumlah Penduduk

Kepadatan penduduk Kecamatan Sukoharjo pada tahun 2011 dengan luas

wilayah kurang lebih 44 kilometer persegi dan jumlah penduduk 86.833 jiwa

yaitu sekitar 1.952,6 jiwa per kilometer persegi.

Dari 14 desa yang ada, Desa Gayam adalah desa yang memiliki tingkat

kepadatan penduduk tertinggi yaitu sekitar 4.939,41 jiwa per kilometer

18

Page 20: Kesmas Fix 2

persegi dan desa yang memiliki kepadatan terendah adalah desa Sonorejo

yaitu sekitar 1.132,51 jiwa per kilometer persegi.

Rata-rata jumlah jiwa per KK di Kecamatan Sukoharjo pada tahun 2011 yaitu

sekitar 4 jiwa/KK. Rata-rata tertinggi di Desa Bulakan yaitu sekitar 7

jiwa/KK dan terendah berada di Desa Jetis yaitu sekitar 3 jiwa/KK.

F. Ratio Beban Tanggungan

Rasio beban tanggungan adalah perbandingan antara banyaknya orang yang

tidak produktif (umur dibawah 15 th dan 65 th keatas) dengan banyaknya

orang yang termasuk usia produktif. Kecamatan Sukoharjo pada tahun 2011

memiliki rasio beban tanggungan sekitar 455 jiwa per 1000 jumlah penduduk.

Rasio beban tanggungan terbesar ada di Desa Mandan yaitu sekitar 78,25

jiwa per 1000 penduduk dan rasio beban tanggungan terkecil ada di Desa

Jetis yaitu sekitar 38,53 jiwa per 1000 penduduk. Berdasarkan Tabel 2, dari

14 desa di Kecamatan Sukoharjo dapat diketahui bahwa Desa Combongan

adalah desa yang memiliki jumlah penduduk yang tidak produktif paling

tinggi, sedangkan usia produktif paling tinggi ada di Desa Gayam sehingga

rasio beban tanggungannya paling kecil.

G. Presentase Pendududk Berumur 10 Tahun Keatas yang Melek Huruf

Di wilayah kerja Puskesmas Sukoharjo pada tahun 2011, persentase

penduduk perempuan berusia 10 tahun keatas yang melek huruf sekitar 92%

lebih besar dibandingkan persentase penduduk laki-laki yaitu sekitar 90,5%.

Dari 14 desa di Kecamatan Sukoharjo, desa Dukuh adalah desa yang

memiliki penduduk 94.94% melek huruf baik laki-laki dan perempuan

98,28%, sedangkan persentase melek huruf terendah di Desa Combongan

yaitu 86,95% untuk laki-laki dan 83,2% untuk perempuan. Secara

keseluruhan persentase penduduk berumur 10 th keatas yang melek huruf di

Kecamatan Baki sekitar 84,51 %.

H. Derajat Kesehatan

1. Angka Kematian

19

Page 21: Kesmas Fix 2

b. Angka Kematian Bayi per-1000 Kelahiran Hidup

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi pada bayi sebelum

mencapai usia satu tahun. Pada tahun 2011 di wilayah kerja

Puskesmas Sukoharjo angka kematian bayi ada 1 bayi mati per 1000

kelahiran hidup. Ini terjadi di Desa Sonorejo.

c. Angka Kematian Balita per-1000 Kelahiran Hidup

Kematian balita adalah kematian yang terjadi pada balita sebelum usia

lima tahun. Angka kematian balita di wilayah kerja Puskesmas

Sukoharjo pada tahun 2011 ada 2 balita mati per 1000 kelahiran

hidup. Kematian balita terjadi di Desa Sukoharjo.

d. Jumlah Kematian Ibu

Kematian ibu adalah kematian yang terjadi pada ibu karena peristiwa

kehamilan,persalinan dan masa nifas. Pada tahun 2011, jumlah

kematian ibu di Puskesmas Sukoharjo ada 3 kasus kematian ibu

bersalin, terjadi di Desa Gayam, Sonorejo dan Jetis.

2. Status Gizi

a. Persentase Kunjungan Neonatus

Persentase kunjungan neonatus di Puskesmas Sukoharjo pada tahun

2011 adalah 100%. Jumlah kunjungan neonatus yang ada di

Puskesmas Sukoharjo adalah 1.022 kunjungan.

b. Persentase Kunjungan Bayi

Persentase kunjungan bayi di Puskesmas Sukoharjo pada tahun 2011

adalah 100%. Jumlah kunjungan bayi seluruhnya ada 1.022

kunjungan.

c. Persentase BBLR Ditangani

Persentase BBLR yang ditangani di Puskesmas Sukoharjo pada tahun

2011 adalah 100%. Jumlah kasus BBLR yang ada adalah 39 kasus dan

semuanya tertangani.

d. Balita dengan Gizi Buruk

20

Page 22: Kesmas Fix 2

Pada tahun 2011 di Puskesmas Sukoharjo ada 34 balita yang berstatus

gizi buruk (0,65%).

e. Desa Bebas Rawan Gizi

Persentase balita dengan status gizi buruk di Puskesmas Sukoharjo

pada tahun 2011 adalah 0,65 %. Berdasarkan data yang ada diketahui

bahwa seluruh desa di wilayah Puskesmas Sukoharjo adalah bebas

rawan gizi.

I. Upaya Kesehatan

1. Pelayanan Kesehatan

a. Persentase Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-1

Persentase cakupan kunjungan ibu hamil K-1 di Puskesmas

Sukoharjo pada tahun 2011 sebesar 86,7%. Dari 14 desa yang ada 5

desa diantaranya mencapai 100% dalam memberikan pelayanan

kesehatan ibu hamil K-1, desa tersebut antara lain Bulakan, Kenep,

Banmati, Joho dan combongan. Sedangkan persentase terkecil ada di

Desa Gayam yaitu hanya mencapai 41%.

b. Persentase Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4

Persentase cakupan kunjungan ibu hamil K-4 di Puskesmas

Sukoharjo pada tahun 2011 sebesar 85,8%. Cakupan kunjungan ibu

hamil K-4 tertinggi di Desa Bulakan, sedangkan cakupan kunjungan

terendah ada di Desa Gayam yaitu sebesar.

c. Persentase Persalinan oleh Bidan atau Tenaga Kesehatan yang

Memiliki Kompetensi Kebidanan

Persentase persalinan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Sukoharjo

pada tahun 2011 sebesar 92,1%. Ada beberapa desa yang mencapai

100% antara lain Dukuh dan Mandan. Persentase terkecil ada di

Desa Begajah.

d. Persentase Ibu Nifas Mendapat Pelayanan

Persentase ibu nifas yang mendapat pelayanan di Puskesmas

Sukoharjo tahun 2011 adalah sebesar 90,7%. Ada 2 desa mencapai

21

Page 23: Kesmas Fix 2

100% dalam memberikan pelayanan kepada ibu nifas antara lain

Desa Dukuh dan Mandan. Persentase terkecil 58% di Desa Joho.

e. Persentase Balita Mendapat Vitamin A 2 Kali

Balita mendapat vitamin A 2 kali di Puskesmas Sukoharjo tahun

2011 sebesar 100%.

f. Persentase Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan

Balita gizi buruk yang ada di Puskesmas Sukoharjo tahun 2011 ada

34 anak dan semuanya mendapat perawatan. Jadi di Puskesmas

Sukoharjo balita gizi buruk 100% mendapat perawatan.

g. Persentase Ibu Hamil yang Mendapatkan Tablet Fe

Persentase ibu hamil yang mendapatkan tablet Fe1 di Puskesmas

Sukoharjo tahun 2011 sebesar 84,31% dan yang mendapatkan tablet

Fe3 83,13%. Desa Combongan adalah desa dengan persentase

terendah untuk ibu hamil yang mendapatkan tablet Fe1yaitu sebesar

16,03% sedangkan 8 desa lainnya ada yang mencapai 100% antara

lain Sukoharjo, Gayam, Bulakrejo,Kriwen, Dukuh, Mandan,

begajah, dan Jetis . Persentase terendah untuk ibu hamil

mendapatkan Fe3 adalah Desa Combongan 28,21% dan yang

tertinggi ada di Desa Sonorejo sebesar 98,68%.

h. Persentase WUS yang Mendapatkan Imunisasi TT

Persentase ibu hamil yang mendapatkan TT di Puskesmas Sukoharjo

tahun 2011 untuk TT1: 89,4%. Dari hasil tersebut dapat diketahui

bahwa di Puskesmas Sukoharjo masih diperlukan peningkatan

cakupan pelayanan imunisasi TT untuk wanita usia subur karena

hasil tersebut masih tergolong kecil.

i. Persentase Akses Ketersediaan Darah untuk Ibu Hamil dan Neonatus

Dirujuk

Persentase akses ketersediaan darah untuk ibu hamil dan neonatus

dirujuk di Puskesmas Sukoharjo tahun 2011 masih nihil.

22

Page 24: Kesmas Fix 2

j. Ibu Hamil Risti/Komplikasi yang Ditangani

Persentase ibu hamil risti/komplikasi yang ditangani pada tahun

2011 di Puskesmas Sukoharjo adalah 100%. Jumlah ibu hamil

risti/komplikasi yang ditangani adalah 260 orang dari 260 bumil risti

yang ada.

k. Neonatal Risti/Komplikasi yang Ditangani

Jumlah neonatal risti/komplikasi yang ditangani di Puskesmas

Sukoharjo tahun 2011 adalah 241 bayi dari 241 neonatal

risti/komplikasi yang ada. Secara keseluruhan neonatal

risti/komplikasi yang ditangani sebesar 100%.

l. Persentase Bayi yang Mendapat ASI Eksklusif

Pada tahun 2011 di wilayah Puskesmas Sukoharjo ada 249 bayi yang

diberi ASI eksklusif dari 607 bayi yang ada, atau sekitar 41,1%.

m. Persentase Desa dengan Garam Beryodium yang Baik

Pada tahun 2010 di wilayah Puskesmas Sukoharjo untuk persentase

desa dengan garam beryodium yang baik mencapai 95,92%.

n. Upaya Penyuluhan Kesehatan

Upaya penyuluhan kesehatan di Puskesmas Sukoharjo tahun 2011

sebanyak 28 kali penyuluhan kelompok dan 28 kali penyuluhan

masa

o. Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin dan

Masyarakat Rentan

Cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan keluarga miskin dan

masyarakat rentan di Puskesmas Sukoharjo tahun 2011 belum

dilakukan pencatatan.

p. Persentase Keluarga Miskin yang Mendapat Pelayanan Kesehatan

Persentase Keluarga Miskin yang Mendapat Pelayanan Kesehatan

sebanyak 21%.

q. Cakupan Pelayanan Kesehatan Kerja pada Pekerja Formal

Pada tahun 2011 di Puskesmas Sukoharjo belum dilaksanakan

pelayanan kesehatan kerja pada pekerja formal.

23

Page 25: Kesmas Fix 2

2. Perilaku Hidup Masyarakat

a. Persentase Rumah Tangga Ber-PHBS

Persentase rumah tangga ber-PHBS di Puskesmas Sukoharjo tahun

2011 adalah 86%.

b. Persentase Posyandu Aktif

Pada tahun 2011 persentase posyandu aktif di Puskesmas Sukoharjo

mencapai 100%. yaitu sejumlah 105 posyandu

3. Keadaan Lingkungan

a. Persentase Rumah Sehat

Puskesmas Sukoharjo pada tahun 2011 memeriksa 3360 rumah atau

16,8% dari rumah yang ada. Dari 3360 rumah yang diperiksa,

persentase rumah sehat di Puskesmas sukoharjo mencapai 88%.

b. Persentase Keluarga yang Memiliki Akses terhadap Air Bersih

Puskesmas Sukoharjo pada tahun 2011 memeriksa 3360 keluarga

yang memiliki akses air bersih atau 13,9% dari jumlah keluarga yang

ada. Dari 100 keluarga yang diperiksa, persentase akses air bersih

adalah 98%.

c. Persentase Keluarga yang Memiliki Sarana Sanitasi Dasar

Persentase keluarga yang memiliki sarana sanitasi dasar di

Puskesmas Sukoharjo tahun 2011 untuk Jamban adalah 97,78%,

tempat sampah 100%, pengelolaan limbah 100%.

d. Persentase Tempat-tempat Umum Sehat

Pada tahun 2011 persentase tempat-tempat umum sehat di

Puskesmas Sukoharjo adalah 63,93%.

e. Persentase Institusi Dibina Kesehatan Lingkungannya

Persentase institusi dibina kesehatan lingkungannya di Puskesmas

Sukoharjo tahun 2011 adalah 63,93%.

24

Page 26: Kesmas Fix 2

BAB III

METODE PENERAPAN KEGIATAN

A. Tahap-tahap Penjaringan Gizi Buruk di Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo

Tahap-tahap dalam penjaringan dan pelacakan balita gizi buruk di

Puskesmas Kecamatan Sukoharjo mencakup kegiatan sebagai berikut:

1. Penjaringan secara aktif

Penjaringan secara aktif dilakukan dua bulansekali atau tiga bulan sekali

di semua posyandu yang ada di wilayah Sukoharjo. Kegiatan inidilakukan

oleh petugas Puskesmas yang dibantuoleh kader kesehatan yang ada di

masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah:

a. Semua balita didata terlebih dahulu kemudian dilakukan pengukuran BB,

TB dan Lingkar kepala.

b. PengukuranBB menggunakan standar yang lebih sederhana yakni dengan

indeks BB/U.

c. Bila didapatkan balitadengan BB yang tidak sesuai dengan umurnya

atauterdapat tanda-tanda gizi buruk maka balita tersebutdirujuk ke

Puskesmas untuk dilakukan pemeriksaanlebih lanjut sehingga status gizi

balita tersebut dapatdipastikan.

2. Penjaringan secara pasif

Penjaringan secara pasif dilakukan diPuskesmas apabila penderita datang

kePuskesmas untuk memeriksakan penyakitnya dansaat itu diketahui balita

tersebut menderita gizi buruk,juga didapatkan laporan dari kader bahwa ada

giziburuk diwilayah kerja Puskesmas.Kegiatan yang dilakukan dalam

penjaringantersebut antara lain

a. Menanyakan nama dan umur balita.

b. Menimbang berat badan denganmenggunakan indeks BB/Umur,

mengukur tinggibadan, mengukur lingkar kepala, kemampuanmotorik

kasar, dan kemampuan motorik halus.

25

Page 27: Kesmas Fix 2

c. Biladidapatkan kriteria gizi buruk pada balita maka balitatersebut akan

dilaporkan ke pelayanan giziPuskesmas untuk dilakukan validasi serta

mengukurkembali BB dengan menggunakan indeks BB/U.

d. Setelah didapatkan hasil tentang status gizi balitatersebut dan dipastikan

bahwa balita tersebutmengalami gizi buruk maka akan dimasukkan

dalamdaftar penderita gizi buruk yang akan mendapatkanpenanganan

lebih lanjut.

e. Namun sebelumnya balitatersebut diperiksa kembali oleh dokter

untukmengetahui adanya penyakit penyerta, bila penyakityang menyertai

tidak dapat diatasi di Puskesmasmaka akan dirujuk ke rumah sakit.

3. Pelacakan balita dengan gizi buruk

Pelacakan pada balita gizi buruk dilakukanuntuk mengetahui faktor –

faktor yang berkaitandengan kejadian gizi buruk dengan melaluiwawancara

dan pengamatan. Pelacakandilaksanakan setelah terjadi penjaringan

ataudidapatkan kasus balita gizi buruk denganmendatangi rumah balita gizi

buruk tersebut.

Kegiatan yang dilakukan dalam pelacakanbalita gizi buruk di wilayah

Puskesmas Sukoharjo diantaranya:

a. Memberikan kuesioner atau tanya jawab langsung kepada orang tua

balita gizi buruk

b. Melakukan pengukuran ulang antropometri bila diperlukan

c. Melakukan rujukan ke Puskesmas dan atau ke rumah sakit bila ada

penyakit yang menyertai serta melakukan dokumentasi.

26

Page 28: Kesmas Fix 2

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

B. Analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threat)

Untuk mengetahui berbagai faktor yang mendukung serta menghambat dalam

pelaksanaan kegiatan pengendalian gizi buruk di Puskesmas Kecamatan

Sukoharjo, perlu diadakan kajian secara seksama dengan analisis SWOT

(Strenght, Weakness, Opportunity, Threat) dengan unsur-unsur sebagai berikut:

1. Kekuatan (Strength)

Yang dimaksud dengan kekuatan (strength) adalah berbagai kelebihan

yang bersifat khas yang dimiliki oleh suatu organisasi, yang apabila

dimanfaatkan akan berperan besar tidak hanya dalam memperlancar berbagai

kegiatan yang akan dilaksanakan oleh organisasi, tetapi juga dalam mencapai

tujuan yang dimiliki oleh organisasi.

2. Kelemahan (Weakness)

Yang dimaksud kelemahan (weakness) adalah berbagai kekurangan yang

bersifat khas yang dimiliki oleh suatu organisasi, yang apabila diatasi akan

berperan besar tidak hanya dalam memperlancar berbagai kegiatan yang akan

27

Faktor-faktor yang berpengaruh

Kasus gizi buruk

Unit Pengedalian Gizi Masyarakat

PROMIZI

Puskesmas Kecamatan Sukoharjo

Page 29: Kesmas Fix 2

dilaksanakan oleh organisasi, tetapi dalam mencapai tujuan yang dimiliki

oleh organisasi.

3. Kesempatan (Opportunity)

Yang dimaksud dengan kesempatan (opportunity) adalah peluang yang

bersifat positif yang dihadapi suatu organisasi, yang apabila dimanfaatkan

akan besar peranannya dalam mencapai tujuan organisasi

4. Hambatan (Threat)

Yang dimaksud dengan hambatan (threat) adalah kendala yang bersifat

negatif yang dihadapi suatu organisasi, yang apabila berhasil diatasi akan

besar peranannya dalam mencapai tujuan organisasi.

28

Page 30: Kesmas Fix 2

BAB IV

HASIL DAN PEMBAH

29

Weakness( kelemahan)

Pendataan kurang

menyeluruh sehingga belum

tercapainya angka yang

maksimal

Alokasi dana puskesmas yg

masih kurang (alokasi ke

bag. Gizi)

Kualitas dan kuantitas Nakes

yang masih kurang

Kurangnya upaya kesehatan

dalam hal promotif (KIE-

ASI)

Treats (Hambatan)

Kurangnya pengetahuan masyarakat dan dukungan

keluarga terhadap manfaat dan pentingnya ASI

eksklusif pada bayi

Tingkat pendidikan dan status ekonomi masyarakat

yang masih rendah

Masaah ketidakseimbangan kebutuhan dan daya beli.

Kurangnya perilaku masyarakat terhadap sanitasi dan

kebersihan lingkungan.

Opportunity (Kesempatan)

Lokasi wilayah puskesmas

sukoharjo yang cukup luas

namun secara keseluruhan

mudah di jangkau oleh

petugas

Kinerja DINKES sukoharjo

cukup baik

Adanya kader kesehatan di

wilayah puskesmas

Adanya poliklinik swasta

Adanya praktisi swasta

Adanya posyandu

Strength (kekuatan )

Adanya tenaga medis yang profesional ( 4 dokter umum dan 2 dokter gigi

dan jumlah paramedis sebanyak 68)

Kepercayaan masyarakat terhadap puskesmas

Adanya fasilitas penunjang puskesmas (lab dll)

Adanya program gizi cakupan ASI eksklusif, KIA dan psyandu yang telah

terjadwal termasuk di dalamnya konseling gizi.

Adanya posyandu

Page 31: Kesmas Fix 2

Analisa Strategi SWOT

Dari analisis tersebut diatas dapat dirumuskan bahwa strategi pelaksanaan

kegiatan pengendalian gizi buruk di Puskesmas Kecamatan Sukoharjo sebagai

berikut:

a. Strategi S – O (mengoptimalkan kekuatan untuk menangkap kesempatan) :

1) Meningkatkan kerjasama dengan dokter spesialis dan ahli gizi sebagai

konsultan melalui program kunjungan ahli

2) Terus memberikan pembekalan dan pelatihan bagi para kader tentang

masalah gizi buruk

3) Optimalisasi FKKP sebagai sarana pemotivasi bagi kader sekaligus

sarana tukar pikiran (sharing) antar kader mengenai masalah-masalah

yang dihadapi

4) Meningkatkan mutu pelayanan medis Gizi

5) Kerjasama dengan poliklinik dan praktisi swasta

6) Optimalsasi program Gizi, Posyandu, dan KIA , khususnya konseling/

KIE tentang gizi dan pemberian makanan yang bergizi bagi bayi dan

balita

b. Strategi W-O (memanfaatkan kesempatan untuk meminimalkan

kelemahan)

1) Memperbaiki sistem pendataan yang sudah ada

2) Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan di Puskesmas

sehingga kegiatan penyuluhan, konseling, maupun KIE dapat lebih

maksimal

3) Meningkatkan peran serta kader dalam mendukung program gizi, jika

perlu dengan memberikan reward bagi keluarga yang menerapkan pola

hidup sadar gizi di wilayah kerja Puskesmas Sukoharjo.

4) Meningkatkan kerja sama lintas sektoral, termasuk rumah sakit untuk

tidak memberikan susu formula kepada bayi yang dilahirkan disana.

30

Page 32: Kesmas Fix 2

c. Strategi S-T (memanfaatkan kekuatan untuk menghadapi Hambatan)

1) Melakukan survei dan memberikan kuesioner pada masyarakat

wilayah Puskesmas Sukoharjo untuk mengetahui sejauh mana

pengetahuan mereka tentang gizi buruk

2) Meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan (penyuluhan,

konseling/ KIE, pembagian leaflet, pemasangan poster)

3) Optimalisasi KP-ibu sebagai sarana pemotivator bagi ibu dan keluarga,

dan sarana tukar pikiran (sharing) mengenai masalah-masalah yang

dihadapi

d. Strategi W-T (meminimalkan kelemahan untuk menghindari hambatan)

1) Lebih melibatkan peran serta tokoh masyarakat ataupun organisasi

masyarakat setempat dalam mendukung program Gizi Puskesmas

2) Mengadakan penyuluhan rutin serta memperbaiki perencanaan dan

strategi program penyuluhan

3) Membangun koordinasi yang baik antara puskesmas, kader, maupun

tokoh masyarakat setempat untuk melaksanakan program gizi

puskesmas

4) Perluasan cakupan pelaksanaan program gizi

Berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan pada penulisan makalah ini

dapat disimpulkan bahwa tingginya angka kejadian gizi buruk di Puskesmas

Kecamatan Sukoharjo sangat dipengaruhi oleh kerja sama lintas program

yang masih kurang serta minimnya dana yang tersedia untuk pengadaan

kegiatan penyuluhan, meskipun pelaksanaan program pengendalian gizi

buruk di Puskesmas Kecamatan Sukoharjo sudah berjalan baik. Selain itu,

pencapaian target kejadian gizi buruk terhambat oleh pengetahuan dan

kesadaran masyarakat terhadap kejadian gizi buruk masih rendah serta kerja

sama lintas sektoral yang belum berjalan optimal, meskipun Puskesmas

Kecamatan Sukoharjo sudah menjalin kerja sama dengan jejaring swasta di

wilayah tersebut.

C. Analisis fishbone

(Terlampir)

31

Page 33: Kesmas Fix 2

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Situasi

Berdasarkan data yang diperoleh di Puskesmas Kecamatan Sukoharjo, pada

tahun 2012 ditemukan Balita dengan gizi buruk BB/U sebanyak 42 kasus. Jumlah

kasus gizi buruk BB/U yang ditemukan masih berada di bawah target.

Tabel 1. Data Pencapaian Gizi Buruk Puskesmas Kecamatan Sukoharjo 2012

DesaJumlah

balita

Jumlah

balita

yang

ditimbang

Status gizi Z score

< -3SD-3 SD s/d -2

SD

-2 SD s/d 2

SD>2 SD

Gizi Buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih

N % N % N % N %

Desa Sukoharjo 580 489 1 0,20 20 4,09 468 95.71 0 0.00

Desa Gayam 667 624 8 1,28 12 1,92 604 96.79 0 0.00

Desa Bulakrejo 411 367 1 0,27 12 3.27 353 96.19 1 0.27

Desa kriwen 415 336 6 1.79 63 18.75 264 78.57 3 0.89

Desa dukuh 444 367 2 0.54 12 3.27 348 94.82 5 1.36

Desa Bulakan 633 544 5 0.92 34 6.25 503 92.46 2 0.37

Desa Sonorejo 388 351 2 0.57 16 4.56 333 94.87 0 0.00

Desa Begajah 349 232 2 0.86 3 1.29 226 97.41 1 0.43

Desa Joho 427 320 2 0.63 29 9.06 285 89.06 4 1.25

Desa Jetis 400 347 3 0.86 19 5.48 318 91.64 7 2.02

Desa Mandan 349 290 2 0.69 19 6.55 268 92.41 1 0.34

Desa Banmati 306 277 5 1.81 8 2.89 264 95.31 0 0.00

Desa

Combongan312 286 1 0.35 3 1.05 278 97.20 4 1.40

Desa Kenep 347 279 2 0.72 21 7.53 251 89.96 5 1.79

Jumlah 6,028 5,109 42 0.82 271 5.30 4,763 93.23 33 0.65

Sumber data: Laporan petugas Gizi Puskesmas Kecamatan Sukoharjo 2012

32

Page 34: Kesmas Fix 2

Dari data-data tersebut didapatkan angka prevalensi gizi buruk di Puskesmas

Kecamatan Sukoharjo sebesar 0.82%. Prevalensi gizi buruk yang dicapai

Puskesmas Kecamatan Sukoharjo pada tahun 2012, masih berada dibawah target

yang ditetapkan, yaitu sebesar 0,5%.

Pada tahun 2013, kejadian gizi buruk di Puskesmas Kecamatan Sukoharjo

mengalami penurunan Selama tahun 2013, ditemukan 43 kasus gizi buruk BB/U.

Tabel 2. Data Pencapaian Gizi Buruk Puskesmas Kecamatan Sukoharjo 2013

DesaJumlah

balita

Jumlah

balita

yang

ditimbang

Status gizi Z score

< -3SD-3 SD s/d -2

SD

-2 SD s/d 2

SD>2 SD

Gizi Buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih

N % N % N % N %

Desa Sukoharjo 616 540 4 0.74 22 4,07 514 95.19 0 0.00

Desa Gayam 724 676 6 0.89 15 2.22 655 96.89 0 0.00

Desa Bulakrejo 420 399 2 0.50 24 6.02 371 92.98 2 0.50

Desa kriwen 374 374 2 0.53 80 21.39 290 77.54 2 0.53

Desa dukuh 455 451 2 0.44 12 2.66 432 95.79 5 1.11

Desa Bulakan 641 545 7 1.28 36 6.61 500 91.74 2 0.37

Desa Sonorejo 382 248 0 0.00 6 2.42 235 94.76 7 2.82

Desa Begajah 332 259 2 0.77 13 5.02 242 93.44 2 0.77

Desa Joho 388 290 3 1.03 21 7.24 261 90.00 5 1.72

Desa Jetis 532 522 3 0.57 22 4.21 489 93.68 8 1.53

Desa Mandan 317 268 3 1.12 20 7.46 245 91.42 0 0.00

Desa Banmati 305 278 6 2.16 11 3.96 259 93.17 2 0.72

Desa

Combongan273 251 1 0.40 4 1.59 243 96.81 3 1.20

Desa Kenep 374 335 2 0.60 12 3.58 285 85.07 36 10.75

Jumlah 6.133 5.436 43 0.60 12 5.48 5.021 92.37 74 1.36

Sumber data: Laporan petugas Gizi Puskesmas Kecamatan Sukoharjo 2013

Pada tabel di atas ditemukan sebanyak 43 kasus (0.60%) Balita dengan gizi

buruk. Pencapaian tersebut masih dibawah target yang ditetapkan yaitu sebesar

33

Page 35: Kesmas Fix 2

0,5%. Pencapaian pada tahun 2013 mengalami penurunan apabila dibandingkan

pencapaian pada tahun 2012.

Cakupan pemberian tablet Fe pada ibu hamil pada tahun 2013 mengalami

penurunan dibandingkan tahun 2012. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Jumlah pemberian tablet Fe pada ibu hamil

TahunJumlah ibu

hamil

Fe 1 Fe2

N % N %

2012 1566 1581 100.96 1447 92.40

2013 1617 1039 64.25 903 55.84

Sumber: unit PROMIZI Puskesmas Sukoharjo

Cakupan pemberian tablet vitamin A untuk bayi dan balita pada tahun 2013 di

wilayah kerja Puskesmas Sukoharjo terjadi peningkatan pada bayi dan terjadi

penurunan pada balita dibandingkan tahun 2012. Hal ini dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4. Temberian Tablet Vitamin A

Tahu

n

Bayi (6-11 bulan) Balita (1-4 tahun) Ibu nifas

JumlahDpt Vit

A% Jumlah

Dpt Vit

A% jumlah

Dpt Vit

A%

2012 724 709 98 4835 4801 99.30 1492 1426 95.58

2013 733 727 99 4820 4723 97.99 1548 959 61.95

Sumber: unit PROMIZI Puskesmas Sukoharjo

Cakupan pemberian ASI eksklusif untuk bayi dan MP ASI untuk balita pada

tahun 2013 di wilayah kerja Puskesmas Sukoharjo terjadi peningkatan

dibandingkan tahun 2012. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Pemberian ASI Eksklusif dan MP ASI

Tahun Bayi (0-6 bulan) Balita (6-24 bulan)

34

Page 36: Kesmas Fix 2

Jumlah Dpt ASI % Jumlah Dpt MP ASI %

2012 730 344 47.12 356 0 0

2013 777 457 58.82 275 48 17.45

Sumber: unit PROMIZI Puskesmas Sukoharjo

Berdasarkan hasil laporan kegiatan program gizi tahun 2013, didapatkan

beberapa program yang belum mencapai target realisasi, diantaranya:

Tabel 6. program, target dan pencapaian program gizi Puskesmas Sukoharjo 2013

No. Program Target (%) Pencapaian

1. Gizi buruk BB/U 0,5% 0.60%

2. Pemberian MP-ASI 17.45 %

3. ASI eksklusif 90% 58.82%

4. Pemberian tablet vitamin

A dosis tinggi

Bayi

Balita

Bufas

100%

100%

100%

99 %

97.99%

61.95%

Sumber: data sekunder plan of action

Keterangan:

1. Presentasi gizi buruk BB/U di atas target, yaitu: 0.60%

2. Presentase pemberian ASI eksklusif masih rendah, yaitu 58,82 %

3. Presentase pemberian tablet vitamin A dibawah target, yaitu: bayi (99%),

balita (97.99%), bufas (61.95%)

B. Analisis masalah

1. Prioritas Masalah

Dari data plan of action Puskesmas Sukoharjo tahun 2013 dapat

diketahui beberapa program Gizi yang belum mencapai target yang telah

ditetapkan. Ada tiga program Gizi puskesmas yang hasilnya belum

memenuhi target dan merupakan masalah bagi puskesmas, yaitu:

a. Presentasi gizi buruk BB/U masih di atas target

b. Presentase pemberian ASI eksklusif masih rendah

c. Presentase pemberian tablet vitamin A masih dibawah target

35

Page 37: Kesmas Fix 2

Prioritas masalah-masalah diatas ditentukan melalui matrikulasi

masalah. Indikator yang digunakan dalam membuat matrikulasi masalah

antara lain adalah:

a. Importance yaitu pentingnya masalah, dibagi menjadi tiga, yaitu:

1) Prevalence (besarnya masalah)

2) Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)

3) Social benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)

4) Rate of increase (kenaikan besarnya masalah)

5) Degree of unmet need (derajat keinginan masyarakat yang tidak

terpenuhi)

6) Public concern (rasa prihatin masyarakat terhadap masalah)

7) Political climate (suasana politik)

b. Technology yaitu kelayakan teknologi yang tersedia

c. Resources yaitu sumber daya yang tersedia

Dari indikator tersebut diatas, terdapat beberapa kriteria yaitu 1 = tidak

penting; 2 = agak penting; 3 = cukup penting; 4 = penting; 5 = sangat

penting.

Tabel 7. Matrikulasi Masalah Gizi

No. Daftar masalahI

T Rjumlah

P ES S RI DU SB PB PC IxTxR

1.Presentase gizi buruk

BB/U masih diatas target5 4 5 4 4 5 5 4 4 4 2560000

2.Presentase pemberian ASI

eksklusif masih rendah4 5 4 3 3 4 4 3 3 3 311040

3.

Presentase pemberian

vitamin A masih dibawah

target

3 4 3 2 3 4 3 3 3 4 93312

Keterangan:

I : importance SB : social benefits

P : prevalence PB : public concern

36

Page 38: Kesmas Fix 2

ES : easy solving PC : political climate

S : severity T : technology

RI : rate of increase R : resources

DU : degree of unmet need

Urutan prioritas masalah adalah sebagai berikut:

a. Presentase gizi buruk BB/U masih di atas target

b. Presentase pemberian ASI eksklusif masih rendah

c. Presentase pemberian vitamin A di bawah target

Dari hasil matrikulasi masalah, prioritas masalah pertama dalam

program Gizi adalah Presentase gizi buruk BB/U masih di atas target di

wilayah Puskesmas Sukoharjo.

2. Prioritas pemecahan masalah

Prioritas masalah yang telah diperoleh melalui matrikulasi masalah

perlu disusun alternatif pemecahannya dengan terlebih dahulu menggali

penyebab dari masalah tersebut. Penyebab masih tingginya presentase gizi

buruk BB/U di wilayah kerja Puskesmas Sukoharjo dikarenakan oleh

beberapa sebab, yaitu:

a. Kondisi ibu dan bayi: proses ibu melahirkan (normal/caesar),

kesehatan dan status gizi ibu, usia ibu saat hamil dan melahirkan,

paritas ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, kondisi bayi.

b. Kesadaran Ibu: rasa percaya diri, pengetahuan/ pendidikan ibu

mengenai gizi buruk, serta adanya pengaruh dari luar seperti dukungan

keluarga dan lingkungan.

c. Tenaga kesehatan: kinerja tenaga kesehatan dalam manajemen gizi

buruk, kuantitas tenaga kesehatan dalam program gizi, cakupan

pelaksanaan program gizi, dan pemanfaatan kader.

d. Kader: kinerja kader dan motivasi kader.

Berdasarkan penyebab-penyebab yang ada, bisa didapatkan beberapa

alternatif pemecahan masalah sebagai berikut:

Tabel 8. Alternatif Pemecahan Masalah

Masalah Penyebab Alternative pemecahan masalah

37

Page 39: Kesmas Fix 2

Presentase gizi

buruk BB/U di

atas target

1. kondisi ibu dan bayi

a. Kesehatan dan status gizi

ibu yang rendah

b. Asupan gizi yang rendah

bagi bayi dan balita

c. Pekerjaan ibu

d. Pendapatan keluarga

e. Kondisi bayi (bayi sakit,

kembar, prematur)

1. Peningkatan kesehatan serta

status gizi ibu hamil dan

menyusui (PMT, tablet Fe,

vaksin TT 2x selama hamil)

2. Peningkatan asupan gizi bagi

bayi dan balita melalui

1) Menyediakan pemberian

makanan tambahan

pemulihan (PMT-P)

kepada balita kurang gizi

dari keluarga miskin

2) Memberikan suplementasi

gizi (kapsul Vit. A dan

tablet Fe) kepada seuma

balita

3) Penyelenggaraan PMT

penyuluhan setiap bulan di

posyandu

4) konseling ASI eksklusif,

meliputi cara pemberian

ASI yang baik dan benar

serta cara pemerasan dan

penyimpanan ASI,

terutama bagi ibu yang

bekerja

2. Kesadaran Ibu:

a. Pola asuh yang salah

b. Pengetahuan/ pendidikan

ibu mengenai gizi buruk

yang masih rendah

1. Peningkatan pengetahuan

ibu, keluarga (suami, ortu,

mertua), dan lingkungan

tentang pentingnya gizi bagi

bayi dan balita melalui:

38

Page 40: Kesmas Fix 2

c. Kurangnya dukungan dari

keluarga dan lingkungan.

a.Penyuluhan tentang gizi

yang baik bagi bayi dan

balita

b.Penyebaran leaflet

c.Pemasangan poster di

puskesmas, posyandu,

maupun pelayanan kesehatan

lainnya

2. Meningkatkan ketrampilan

dan pengetahuan ibu dalam

memberikan asuhan gizi

kepada anak (ASI/MP-ASI)

3. Pengikutsertaan peran suami

dan keluarga dalam

mendukung pemberian gizi

yang baik bagi bayi dan

balita

4. Melibatkan peran aktif tokoh

masyarakat, tokoh agama,

pemuka adat dan kelompok

potensial lainnya

3. Tenaga kesehatan:

a. Kinerja tenaga kesehatan

belum optimal dalam

manajemen gizi buruk

b. Kuantitas tenaga

kesehatan program gizi di

Puskesmas Sukoharjo

masih kurang

c. Cakupan pelaksanaan

program gizi masih

1. Pelatihan manajemen

program gizi di puskesmas

bagi pimpinan dan petugas

puskesmas dan jaringannya

2. Pelatihan tatalaksana gizi

buruk bagi petugas

Puskesmas perawatan

maupun Kader Posyandu.

3. Alokasi tambahan tenaga

kesehatan dalam program

39

Page 41: Kesmas Fix 2

terbatas gizi di Puskesmas Sukoharjo

4. Penyediaan biaya

operasional bagi Puskesmas

untuk pembinaan Posyandu,

pelacakan kasus, kerjasama

Pekerja Sosial

Masyarakat/Lembaga

Swadaya Masyarakat tingkat

kecamatan, dll

4. Kader

Kinerja kader yang belum

optimal dan motivasi yang

masih kurang

1. Pelatihan/orientasi petugas

Puskesmas,petugas sektor

lain dan kader yang berasal

dari masyarakat

2. Pelatihan ulang petugas dan

kader

3. Pembinaan dan

pendampingan kader

4. Penyediaan modal usaha

Kader baik melalui

Kelompok Usaha Bersama

(KUBE)maupun Usaha Kecil

Menengah (UKM) dan

mendorong partisipasi

swasta.

Alternatif pemecahan masalah diatas apabila dilaksanakan diharapkan

dapat menyelesaikan permasalahan rendahnya cakupan gizi buruk dengan

baik. Namun, untuk melaksanakan pemecahan masalah tersebut secara

bersamaan akan sangat sulit. Untuk itu perlu dipilih prioritas pemecahan

masalah dengan mengacu pada:

a. Efektivitas pemecahan masalah

40

Page 42: Kesmas Fix 2

Untuk menentukan efektivitas pemecahan masalah digunakan kriteria:

1) Magnitude (M) yaitu besarnya masalah

2) Importance (I) yaitu pentingnya pemecahan masalah

3) Vulnerability (V) yaitu sensitifitas dalam mengatasi masalah yang

dihadapi

Nilai efektivitas untuk setiap alternatif pemecahan masalah adalah

mulai dari angka 1 (paling tidak efektif) sampai dengan angka 5

(paling efektif)

b. Efisiensi pemecahan masalah

Efisiensi ini dikaitkan dengan biaya (cost (C)) yang diperlukan untuk

melaksanakan pemecahan masalah. Nilai efisiensi yakni angka 1

(paling efisien) sampai angka 5 (paling tidak efisien).

Hitung nilai prioritas (P) untuk setiap alternatif pemecahan masalah,

dengan membagi hasil perkalian nilai M x I x V dengan nilai C.

Pemecahan masalah dengan nilai P tertinggi adalah prioritas

pemecahan masalah terpilih.

Prioritas pemecahan masalah terhadap tingginya gizi buruk diberikan

sebagai berikut:

Tabel 9. Matrikulasi Alternatif Pemecahan Masalah

No

.Daftar pemecahan masalah

EfektifitasEfisiensi

(C)

Jumlah

MxIxV

CM I V

1. Optimalisasi kondisi ibu dan

bayi melalui:

a.Peningkatan status gizi ibu

hamil dan menyusui

b. Peningkatan asupan gizi

bagi bayi dan balita melalui

1) Menyediakan pemberian

makanan tambahan

pemulihan (PMT-P)

41

Page 43: Kesmas Fix 2

kepada balita kurang gizi

dari keluarga miskin

2) Memberikan suplementasi

gizi (kapsul Vit. A dan

tablet Fe) kepada seuma

balita

3) Penyelenggaraan PMT

penyuluhan setiap bulan di

posyandu

4) konseling ASI eksklusif,

meliputi cara pemberian

ASI yang baik dan benar

serta cara pemerasan dan

penyimpanan ASI,

terutama bagi ibu yang

bekerja

2. Peningkatan kesadaran ibu,

keluarga, dan lingkungan,

melalui:

1. Peningkatan pengetahuan ibu,

keluarga, dan lingkungan

tentang pentingnya gizi bagi

bayi dan balita melalui:

a. Penyuluhan tentang gizi

bagi bayi dan balita

b. Penyebaran leaflet

c. Pemasangan poster di

puskesmas, posyandu,

maupun pelayanan

kesehatan lainnya

2. Meningkatkan ketrampilan

5 5 4 3 33,3

42

Page 44: Kesmas Fix 2

dan pengetahuan ibu dalam

memberikan asuhan gizi

kepada anak (ASI/MP-ASI)

3. Pengikutsertaan peran

suami dan keluarga dalam

mendukung pemberian gizi

yang baik bagi bayi dan balita

4. Melibatkan peran aktif

tokoh masyarakat, tokoh

agama, pemuka adat dan

kelompok potensial lainnya

3. Optimalisasi kinerja tenaga

kesehatan melalui

a. Pelatihan manajemen

program gizi di puskesmas

bagi pimpinan dan petugas

puskesmas dan jaringannya

b. Pelatihan tatalaksana gizi

buruk bagi petugas

Puskesmas perawatan

maupun Kader Posyandu.

c. Alokasi tambahan tenaga

kesehatan dalam program

gizi di Puskesmas Sukoharjo

d. Penyediaan biaya

operasional bagi Puskesmas

untuk pembinaan Posyandu,

pelacakan kasus, kerjasama

Pekerja Sosial

Masyarakat/Lembaga

Swadaya Masyarakat tingkat

3 4 4 3 16

43

Page 45: Kesmas Fix 2

kecamatan, dll

4. Optimalisasi kinerja kader

dengan

a. Pelatihan/orientasi petugas

Puskesmas,petugas sektor

lain dan kader yang berasal

dari masyarakat

b. Pelatihan ulang petugas dan

kader

c. Pembinaan dan

pendampingan kader

d. Penyediaan modal usaha

Kader baik melalui

Kelompok Usaha Bersama

(KUBE) maupun Usaha

Kecil Menengah (UKM) dan

mendorong partisipasi

swasta.

4 3 3 3 12

Dari tabel di atas , didapatkan prioritas utama yaitu:

1. Peningkatan kesadaran ibu, keluarga, dan lingkungan, melalui peningkatan

pengetahuan ibu, keluarga, dan lingkungan tentang pentingnya gizi bagi

pertumbuhan bayi dan balita melalui:

a. Penyuluhan gizi yang baik bagi bayi dan balita

b. Penyebaran leaflet

c. Pemasangan poster di puskesmas, posyandu, maupun pelayanan

kesehatan lainnya

2. Meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan ibu dalam memberikan

asuhan gizi kepada anak (ASI/MP-ASI).

3. Pengikutsertaan peran suami dan keluarga dalam mendukung pemberian

gizi yang baik bagi bayi dan balita.

44

Page 46: Kesmas Fix 2

4. Melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan

kelompok potensial lainnya.

5. Promosi Keluarga Sadar Gizi38

Mengembangkan, menyediakan dan menyebarluaskan materi promosi

ke masyarakat, organisasi kemasyarakatan, institusi pendidikan,

tempat kerja, tempat-tempat umum.

Melakukan kampanye secara bertahap, tematik menggunakan media

efektif terpilih.

Menyelenggarakan diskusi kelompok terarah melalui dasawisma

dengan dukungan petugas.

6. Peningkatan kualitas tenaga kesehatan dengan cara melakukan pelatihan

tenaga kesehatan. Pelatihan tenaga kesehatan menggunakan modul yang

ada dengan materi meliputi:38

Pemantauan pertumbuhan anak seperti menimbang, mengisi dan

interpretasi KMS, mengukur LiLA, konseling dan mengisi SIP),

Pendampingan dalam melaksanakan PHBS, konseling pemberian

makanan, kepatuhan melaksanakan atau mengonsumsi paket

pemulihan gizi,

Peranan kader posyandu dalam penanganan anak gizi buruk secara

rawat jalan.

Pelatihan dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota oleh tim fasilitator.

Tenaga kesehatan yang dilatih berasal dari Puskesmas, Puskesmas

Pembantu dan Poskesdes, dengan melibatkan tenaga kesehatan dari

Puskesmas dari tenaga Puskesmas, Puskesmas Pembantu, dan Poskesdes.38

45

Page 47: Kesmas Fix 2

Gambar 2. Kaitan Antara Perbaikan Gizi, Peningkatan SDM dan

Kemiskinan

7. Menyediakan tenaga konseling38

Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil penilaian

pertumbuhan anak

Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi

Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi

Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi anak

dan cara menyiapkan makan formula, melaksanakan anjuran makan

dan memilih atau mengganti makanan

8. Pemberian paket obat dan Makanan untuk Pemulihan Gizi

Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa makanan lokal atau

pabrikan:38

a. Jenis pemberian ada 3 pilihan: makanan therapeutic atau gizi siap saji,

F100 atau makanan lokal dengan densitas energi yg sama terutama

dari lemak (minyak/santan/margarin)

b. Pemberian jenis Makanan untuk pemulihan gizi disesuaikan masa

pemulihan (rehabilitasi)

1 minggu pertama pemberian F 100.

Minggu berikutnya jumlah dan frekuensi F100 dikurangi seiring

dengan penambahan makanan keluarga.

c. Tenaga kesehatan memberikan makanan untuk pemulihan gizi kepada

orangtua anak gizi buruk pada setiap kunjungan sesuai kebutuhan

hingga kunjungan berikutnya.

Makanan untuk Pemulihan Gizi bukan makanan biasa tetapi merupakan

makanan khusus untuk pemulihan gizi anak yang diberikan secara

bertahap:38

46

Page 48: Kesmas Fix 2

a. Anak gizi buruk dengan tanda klinis diberikan secara bertahap:

Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-

7 kali pemberian/hari. Diberikan selama satu minggu dalam

bentuk makanan cair (Formula 100).

Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang

diberikan 5-7 kali pemberian/hari (Formula 100).

b. Anak gizi buruk tanpa tanda klinis langsung diberikan fase

rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7

kali pemberian/hari (Formula 100).

Rehabilitasi lanjutan diberikan selama 5 minggu dengan pemberian

makanan secara bertahap dengan mengurangi frekuensi makanan cair dan

menambah frekuensi makanan padat.38

Dengan adanya media promosi di posyandu, masyarakat dapat lebih

mudah memahami pentingnya gizi bagi pertumbuhan bayi dan balita.

Penyuluhan, konseling dan penggunaan media promosi, seperti poster/ leaflet

diberikan dengan bahasa yang menarik dan mudah dipahami. Diharapkan

dengan media tersebut, posyandu dapat menjadi sarana promotif dan preventif

yang mudah dijangkau dan terpercaya. Sehingga seluruh level masyarakat

(tidak hanya masyarakat menengah ke bawah, tetapi juga masyarakat

menengah ke atas) mulai memahami pentingnya gizi bagi pertumbuhan bayi

dan balita dan dengan kesadaran diri memberikan gizi yang baik bagi bayi dan

balita.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Prioritas masalah program Gizi Puskesmas Sukoharjo tahun 2013 adalah

masih tingginya angka kejadian gizi buruk sedangkan prioritas pemecahan

47

Page 49: Kesmas Fix 2

masalah ialah dengan peningkatan kesadaran ibu melalui peningkatan

pengetahuan ibu tentang pentingnya pemberian gizi yang baik bagi bayi dan

balita dengan cara:

1. Penyuluhan gizi yang baik bagi bayi dan balita

2. Penyebaran leaflet

3. Pemasangan poster di puskesmas, posyandu, maupun pelayanan kesehatan

lainnya

B. Saran

1. Promosi kesehatan yang dilakukan hendaknya lebih ditekankan pada

peningkatan peran para ibu, misalnya dengan penyuluhan bersama antara

petugas dari puskesmas dan kader kepada masyarakat tentang pentingnya

pemberian gizi yang baik bagi bayi dan balita serta memberikan

pengarahan tentang apa yang harus dilakukan bagi para ibu yang bekerja

agar tetap bisa memberikan gizi yang seimbang, khususnya ASI eksklusif

pada buah hatinya.

2. Puskesmas mendorong kader untuk aktif mendatangi ibu-ibu yang tidak

datang ke Posyandu, untuk selanjutnya dianalisis penyebabnya dan

diberikan alternatif pemecahan masalahnya.

3. Untuk meningkatkan kinerja kader, puskesmas dapat memberikan

penghargaan/ reward pada kader terbaik tiap tahunnya.

4. Petugas dari puskesmas diharapkan bekerja secara lebih optimal dalam

membina kader, mengawasi jalannya program gizi dan menepati jadwal

yang telah ditentukan bersama.

5. Meningkatkan koordinasi antara puskesmas dan kader dengan

mengadakan rapat koordinasi program untuk membahas sasaran dan target

program yang harus dicapai. Target program dalam satu tahun bisa dibagi

per bulan atau tergantung komitmen bersama antara puskesmas dan kader.

6. Puskesmas dapat melakukan survei sejauh mana pengetahuan masyarakat

tentang gizi buruk. Survei dapat dilakukan dengan kuesioner atau

wawancara. Hasil survei dapat dijadikan bahan evaluasi untuk pelaksanaan

program selanjutnya.

48

Page 50: Kesmas Fix 2

7. Optimalisasi program KIE, Posyandu, dan gizi, khususnya konseling gizi.

8. Meningkatkan kerja sama lintas sektoral, termasuk rumah sakit untuk tidak

memberikan susu formula kepada bayi yang dilahirkan disana.

DAFTAR PUSTAKA

1. Notoatmodjo S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Jakarta: Rineka Cipta.

2. Pudjiadi S. 2005. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Gaya Baru.

49

Page 51: Kesmas Fix 2

3. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status

Gizi Anak. Jakarta: Direktorat Bina Gizi.

4. Kumar S. 2007. Global Database on Child Growth and Malnutrition. Diakses

pada September 2013. Available from: http://Who.int//nutgrowthdb>.

5. Tropical Medicine Central Resource. Kwashiorkor (Protein–Calorie

Malnutrition). Diakses pada September 2013. Available from:

http://tmcr.Usuhs.mil/tmcr/chapter16/Kwashiorkor.htm

6. Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Anak dengan Gizi Baik

Menjadi Aset dan Investasi Bangsa di Masa Depan. Diakses pada September

2013. Available from: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-

release/1346-anak-dengan-gizi-baik-menjadi-aset-dan-investasi-bangsa-di-

masa-depan.html

7. Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah.

Diakses pada September 2013. Available from:

http://www.docstoc.com/docs/66364904/Laporan-Akhir-EKPD-2010-

Provinsi-Jawa-Tengah-oleh-Universitas-Diponegoro

8. Sudaryat S, Soetjiningsih. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu

Kesehatan Anak RSUP Sanglah. Denpasar: SMF Ilmu Kesehatan Anak FK

Unud Denpasar.

9. World Health Organisation. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah

Sakit. Jakarta: WHO Indonesia.

10. Kusriadi. 2010. Analisis Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian Kurang

Gizi Pada Anak Balita Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Bogor:

Institut Pertanian Bogor.

11. Anwar K, Juffrie M, Julia M. 2011. Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk di

Kabupaten Lombok Timur, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Gizi Klinik

Indonesia. Diakses pada September 2013:2(3):81-85.Available

from:http://ijcn.or.id/v2/content/view/33/40/

12. Effendi. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:

EGC.

50

Page 52: Kesmas Fix 2

13. Hidayat AAA. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan

Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

14. Razak AA, Gunawan IMA, Budiningsari RD. 2011. Pola Asuh Ibu Sebagai

Faktor Risiko Kejadian Kurang Energi Protein (KEP) Pada Anak Balita.

Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Diakses pada September 2013:6(2):95-

103.Available from: http://www.i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?

dataId=10761

15. Kosim, Sholeh M. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi I.Jakarta: Badan

Penerbit IDAI.

16. Supartini Y. 2002. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:

EGC.

17. Mexitalia M. 2011. Air Susu Ibu dan Menyusui. Dalam: Sjarif DR, Lestari

ED, Mexitalia M, Nasar SS, penyunting. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan

Penyakit Metabolik. Edisi ke-1.Jakarta: IDAI.

18. Hartono A. 1997. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit.Jakarta: EGC.

19. Wahyuni S, Julia M, Budiningsari D. 2005. Pengukuran Status Gizi Pasien

Anak Menggunakan Metode SGNA Sebagai Prediktor Lama Rawat Inap,

Status Pulang dan Kejadian Malnutrisi di Rumah Sakit. Jurnal Gizi Klinik

Indonesia. Diakses pada September 2013. Available from:

http://dc183.4shared.com/doc/gV1MYaob/preview

20. Lada C, Aspatria U, Jutomo L. 2012. Kajian Jenis-Jenis Penyakit Infeksi dan

Lamanya Perawatan Bagi Balita Penderita Gizi Buruk di Panti Rawat Gizi

Panite Kabupaten Timor Tengah Selatan. Jurnal Gizi Klinik Indonesia.

Diakses pada September 2013. Available from:

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1109819_2085-9341.pdf

21. Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

22. Paryanto E.1997. Gizi Dalam Masa Tumbuh Kembang. Jakarta: EGC.

23. Soendjojo RD, Sritje H, Mien S. 2000. Menstimulasi Anak 0-1 Tahun.

Jakarta:PT Elexmedia Komputindo.

51

Page 53: Kesmas Fix 2

24. Departemen Kesehatan RI. 2002. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta:

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI.

25. Kliegman R. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics. USA: Saunders Elsevier.

26. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Indonesia. 2007. Buku

Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika.

27. Walker, Allan. 2004. Pediatric Gastrointertinal Disease. USA: DC Decker.

28. Dini L. 2000. Konsumsi Pangan Tingkat Rumah Tangga Sebelum dan Selama

Krisis Ekonomi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.

29. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan

Masyarakat. Jakarta: EGC.

30. Rumiasih. 2003. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi

Buruk pada Anak Balita di Kabupaten Magelang.Semarang: Universitas

Diponegoro.

31. Pius, Dahlan. 2001. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola.

32. Departemen Kesehatan RI. 2002. Program Gizi Makro. Jakarta: Depkes RI.

33. Soekanto, Soerjono. 2000. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

34. Taruna J. 2002. Hubungan Status Ekonomi Keluarga dengan Terjadinya

Kasus Gizi Buruk pada Anak Balita di Kabupaten Kampar Provinsi Riau

Tahun 2002. Jakarta: Universitas Indonesia.

35. Abu A. 1997. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.

36. Departemen Kesehatan RI. 2004. Analisis Situasi dan Kesehatan Masyarakat.

Jakarta: Depkes RI.

37. Tim Paket Pelatihan Klinik PONED. 2008. Buku Acuan Pelayanan Obstetri

dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta: EGC.

38. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Pelayanan Anak

Gizi Buruk. Jakarta: Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan

Anak.

52