Kesimpulan - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/736/11/D_902008103_BAB...

14
393 Bab Sepuluh Kesimpulan Esuriun Orang Bati adalah simpul pengikat seluruh aspek ke- hidupan Orang Bati untuk bertahan hidup (survival strategy) karena terdapat nilai dasar (ngavin) tentang “manusia berhati bersih" atau Bati yang diyakini Orang Bati hanya dimiliki oleh “Manusia Batti” sebagai leluhur (Tata Nusu Si) dari Orang Bati. Idealisme tentang manusia berhati bersih menjadi cita-cita sekaligus tujuan hidup dari anak cucu keturunan Alifuru Bati atau Orang Bati, termasuk juga keturunan Alifuru Seram yang memiliki keyakinan kuat pada ideologi Batti. Hakikat Manusia Batti adalah kesemestaan. Orang Bati percaya bahwa leluhur (Tata Nusu Si) yang bernama "Manusia Batti" sejak diciptakan atau timbul dengan evolusi daratan Seram yaitu tidak pernah me- ninggal dunia (mati). Dalam kosmologi Orang Bati, ternyata Manusia Batti senantiasa ada sepanjang masa dengan mereka sebagai anak cucu keturunan Alifuru Bati atau Orang Bati. Hakikat dari nilai dasar (ngavin) mengenai manusia berhati bersih dilembagakan dalam adat esuriun, kemudian diwujudkan me- lalui strategi Esuriun Orang Bati sebagai kisah nyata turunnya Alifuru Bati atau Orang Bati dari hutan dan gunung (madudu atamae yeisa tua ukara) untuk menjaga dan melindungi (mabangat nai tua malindung) seluruh hak milik yang berharga meliputi manusia, tanah, hutan, gunung, adat, budaya, identitas, sumber daya alam, dan lainnya yang terdapat dalam watas nakuasa sebagai ruang hidup. Kisah Esuriun Orang Bati yang dilakukan Alifuru Bati atau Orang Bati yaitu me- ngikuti rute perjalanan “Manusia Batti” ketika turun dari hutan dan gunung (madudu atamae yeisa tua ukara). Sebagai pewaris tradisi dan kebudayaan Bati mereka terus mensosialisasikan dan melembagakan nilai dasar tersebut dalam adat untuk bertahan hidup (survive). Proses sosialisasi nilai berlangsung pada individu, kelompok, maupun ko- munitas. Proses pelembagaan (institusionalisasi) nilai dasar tentang

Transcript of Kesimpulan - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/736/11/D_902008103_BAB...

Page 1: Kesimpulan - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/736/11/D_902008103_BAB X.pdfarti tempat itu adalah batas wilayah adat yang harus dijaga dan di-lindungi.

393

Bab Sepuluh

Kesimpulan

Esuriun Orang Bati adalah simpul pengikat seluruh aspek ke-hidupan Orang Bati untuk bertahan hidup (survival strategy) karena terdapat nilai dasar (ngavin) tentang “manusia berhati bersih" atau Bati yang diyakini Orang Bati hanya dimiliki oleh “Manusia Batti” sebagai leluhur (Tata Nusu Si) dari Orang Bati. Idealisme tentang manusia berhati bersih menjadi cita-cita sekaligus tujuan hidup dari anak cucu keturunan Alifuru Bati atau Orang Bati, termasuk juga keturunan Alifuru Seram yang memiliki keyakinan kuat pada ideologi Batti. Hakikat Manusia Batti adalah kesemestaan. Orang Bati percaya bahwa leluhur (Tata Nusu Si) yang bernama "Manusia Batti" sejak diciptakan atau timbul dengan evolusi daratan Seram yaitu tidak pernah me-ninggal dunia (mati). Dalam kosmologi Orang Bati, ternyata Manusia Batti senantiasa ada sepanjang masa dengan mereka sebagai anak cucu keturunan Alifuru Bati atau Orang Bati.

Hakikat dari nilai dasar (ngavin) mengenai manusia berhati bersih dilembagakan dalam adat esuriun, kemudian diwujudkan me-lalui strategi Esuriun Orang Bati sebagai kisah nyata turunnya Alifuru Bati atau Orang Bati dari hutan dan gunung (madudu atamae yeisa tua ukara) untuk menjaga dan melindungi (mabangat nai tua malindung) seluruh hak milik yang berharga meliputi manusia, tanah, hutan, gunung, adat, budaya, identitas, sumber daya alam, dan lainnya yang terdapat dalam watas nakuasa sebagai ruang hidup. Kisah Esuriun Orang Bati yang dilakukan Alifuru Bati atau Orang Bati yaitu me-ngikuti rute perjalanan “Manusia Batti” ketika turun dari hutan dan gunung (madudu atamae yeisa tua ukara). Sebagai pewaris tradisi dan kebudayaan Bati mereka terus mensosialisasikan dan melembagakan nilai dasar tersebut dalam adat untuk bertahan hidup (survive). Proses sosialisasi nilai berlangsung pada individu, kelompok, maupun ko-munitas. Proses pelembagaan (institusionalisasi) nilai dasar tentang

Page 2: Kesimpulan - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/736/11/D_902008103_BAB X.pdfarti tempat itu adalah batas wilayah adat yang harus dijaga dan di-lindungi.

Esuriun Orang Bati

394

manusia berhati bersih yang dilakukan dari satu generasi ke generasi berikutnya, dimaksudkan untuk menegaskan eksistensi Orang Bati se-bagai manusia maupun sukubangsa yang telah menjalani kehidupan bermasyarakat dalam kawasan hutan hujan di Pulau Seram Bagian Timur. Dalam hidup keseharian, Orang Bati senantiasa melakukan ritual adat yang berbasis Esuriun Orang Bati untuk bertahan hidup (survive) dengan lingkungan di mana mereka berada. Sesuai dengan adat Esuriun Orang Bati, maka keturunan Alifuru Bati atau Orang Bati yang boleh menggunakan nama Bati adalah “Bati Kilusi” atau “Bati Garuda” (Bati Awal) baik untuk penyebutan diri, kelompok, ko-munitas, teritorial, dan sebagainya.

Nilai dasar (ngavin) tentang Manusia Berhati Bersih atau Batti menjadi basis kekuatan untuk bertahan hidup (survival strategy) dan telah digunakan untuk menghadapi tekanan (presure) yang bersumber dari dalam maupun yang berasal dari luar, baik fisik, sosial, budaya, lingkunan, dan lainnya. Nilai dasar (ngavin) tentang Manusia Berhati Bersih atau Batti berkaitan dengan kosmologi Alifuru Bati atau Orang Bati, dan implementasi secara nyata yaitu melalui ritual adat dalam Esuriun Orang Bati sebagai mezokosmos untuk menghubungkan makrokosmos yaitu leluhur (Tata Nusu Si ) atau Manusia Batti dengan Alifuru Bati atau Orang Bati sebagai mikrokosmos. Strategi Euriun Orang Bati untuk melestarikan nilai dasar (basic value) tentang manusia berhati bersih atau Batti yang dipercaya bahwa itu adalah leluhur yang tidak pernah meninggal, dan senantiasa berada dengan mereka. Nilai dasar tersebut berada pada tataran makrokosmos yaitu leluhur (Tata Nusi Si) yaitu Manusia Bati yang bersifat kesemestaan, mikrokosmos adalah Alifuru Bati atau Orang Bati, dan dihubungkan dengan Esuriun Orang Bati sebagai mezokosmos yang memiliki multi fungsi dan peran dalam menyelenggarakan kehidupan bersama menurut adat.

Kisah nyata Esuriun Orang Bati untuk menegaskan eksistensi Orang Bati berarti mereka adalah sukubangsa Bati atau kelompok etnik (ethnic group) karena Orang Bati memiliki teritorial yang dinamakan etar dan watas nakuasa, kebudayaan, pemerintahan, peradaban, dan lainnya. Orang Bati telah menjalani kehidupan bermasyarakat pada

Page 3: Kesimpulan - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/736/11/D_902008103_BAB X.pdfarti tempat itu adalah batas wilayah adat yang harus dijaga dan di-lindungi.

Kesimpulan

395

setiap kampung atau dusun (wanuya) yang terdapat dalam wilayah adat Weuartafela di Negeri Kian Darat. Wilayah kediaman Orang Bati di-namakan Tana (Tanah) Bati (Atamae Batu) terdapat di pegunungan, lereng bukit, lembah, dan pesisir pantai yang terdapat dalam kawasan hutan hujan di Pulau Seram Bagian Timur.

Esuriun Orang Bati sebagai penegasan terhadap eksistensi Orang Bati sebagai manusia maupun sukubangsa, berarti Orang Bati bukan manusia atau orang ilang-ilang (hilang-hilang) seperti stigma (anggap-an negatif) orang luar (Orang Maluku) selama ini. Anggapan orang luar (Orang Maluku) terhadap Orang Bati sebagai manusia atau orang ilang-ilang (hilang-hilang) adalah mitos yang harus diakhiri. Orang Bati adalah lingkungan masyarakat adat (indigenous peoples) yang men-diami Pulau Seram Bagian Timur. Krusialnya fenomena Orang Bati di Maluku ketika karena selama ini terdapat kesalahan interpertasi ter-hadap konsep Bati dan konsep Batti ketika berlangsungnya interaksi sosial di kalangan oranag luar (Orang Maluku) baik itu secara individu, kelompok, maupun komunitas.

Esuriun Orang Bati yang dilakukan oleh anak cucu keturunan Manusia Awal (Alifuru) atau Alifuru Ina yang menyebut diri sebagai Alifuru Bati atau Orang Bati turun dari hutan dan gunung (madudu atamae yeisa tua ukara) berada dalam totalitas kehidupan yang me-nyatukan mereka dengan leluhur, alam semesta, manusia, dan ling-kungan. Karakter Orang Bati adalah Manusia Gunung (Mancia Atayesu). Dewasa ini ada Orang Bati yang mendiami wilayah pesisir pantai tetapi karakter mereka bukan Manusia Pantai (Mancia Layena). Hutan (esu) dan gunung (ukar) adalah jati diri maupun eksistensi Orang Bati yang sesungguhnya, dan senantiasa menyatu sepanjang masa. Makna hutan (esu) pada Orang Bati adalah pemberi kehidupan di masa damai, dan menjadi tempat berlindung di masa perang (yaisa nangguan nai kita nini hiduppa kita minggilu tua sanang, yaisa tua ukar oi le kekuatan nai kita bo mai masa paranga). Jadi merusak hutan (esu) sama artinya dengan merusak diri dari Orang Bati, dan hal ini dapat menimbulkan persoalan yang krusial dengan Orang Bati.

Page 4: Kesimpulan - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/736/11/D_902008103_BAB X.pdfarti tempat itu adalah batas wilayah adat yang harus dijaga dan di-lindungi.

Esuriun Orang Bati

396

Strategi Esuriun Orang Bati untuk menjaga dan melindungi (mabangat nai tua malindung) seluruh hak milik yang berharga untuk bertahan hidup (property protection for suvival strategy) yang terdapat dalam ruang hidup atau wilayah kekuasaan (watas nakuasa) dan etar sesuai pembagian (tabagu) yang dilakukan secara bersama merupakan kesengajaan. Hal ini dimaknai sebagai strategi Orang Bati untuk men-ciptakan rintangan yang tidak terkalahkan (invisible barriers). Melalui Esuriun Orang Bati manusia ditempatkan sebagai pagar (sirerun) atau benteng karena mereka yang berbicara dengan bahasa yang sama ber-arti tempat itu adalah batas wilayah adat yang harus dijaga dan di-lindungi.

Strategi Esuriun Orang Bati dilakukan secara damai, karena tidak menimbulkan pertentangan (conflict) maupun kekerasan (violence) terhadap orang lain. Strategi tersebut dikategorikan cakap karena adat Esuriun Orang Bati dijadikan sebagai benteng tanpa tembok. Lembaga adat Esuriun Orang Bati berfungsi dan berperan sebagai benteng tanpa tembok di Tana (Tanah) Bati. Benteng tersebut sangat kokoh, kuat, ulet (berketahanan) sehingga seluruh kepentingan Orang Bati bisa terjaga dan terlindungi secara baik, karena tidak memberi ruang pada orang luar untuk masuk secara leluasa maupun melakukan eksploitasi sumber daya dalam wilayah Orang Bati. Lembaga adat Esuriun Orang Bati me-rupakan bentuk nyata dari kearifan lokal (local wisdom) dalam mengelola wilayah hutan (esu) di mana tanggalasu menjadi wilayah penting untuk bertahan hidup (survive) sehingga mencegah kepunahan pada generasi penerus tradisi dan kebudayaan Bati dengan lingkungan mereka sendiri.

Esuriun Orang Bati sebagai kekuatan bertahan hidup (survival strategy) bukan cara pendudukan, atau penguasaan hak milik dan wilayah orang lain dengan cara kekerasan seperti dialami oleh banyak suku di dunia, kemudian menimbulkan peperangan di mana-mana. Cara yang dilakukan Orang Bati dikategorikan cakap, manusiawi karena melalui mekanisme adat Esuriun Orang Bati, seluruh sumber daya alam berupa hutan sagu (yesu kiya), dan sagu (suat) sebagai makanan pokok untuk bertahan hidup (survive) tetap lestari. Dalam pandangan Orang Bati apabila hutan menjadi rusak berarti kehidupan

Page 5: Kesimpulan - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/736/11/D_902008103_BAB X.pdfarti tempat itu adalah batas wilayah adat yang harus dijaga dan di-lindungi.

Kesimpulan

397

manusia terancam “yeisa kalu paku tei, berarti “kita mancia eya pakutei wak”. Kawasan hutan sagu (yesu kiya) merupakan mata-rantai yang mengikat seluruh aspek kehidupan Orang Bati secara sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, keamanan, dan sebagainya untuk bertahan hidup (survival strategy), karena hutan sagu (yesu kiya) pada masa lampau berkaitan dengan mahar dalam perkawinan. Perkawinan merupakan mata-rantai kelangsungan hidup Orang Bati karena keturunannya bisa bertahan hidup (survive). Untuk itu strategi saling menjaga dan me-lindungi antara sesama orang satu asal berada pada hakikat hidup yang tertinggi. Wujud dari hak milik berharga yang dijaga dan dilindungi antara lain manusia, tanah, hutan, gunung, identitas, adat, ke-budayaan,sumber daya alam, dan lainnya adalah strategi untuk me-wujudkan eksistensi Orang Bati sebagai manusia maupun sukubangsa.

Esuriun Orang Bati berfungsi dan berperan sebagai tali pengikat integrasi antar kelompok sosial Patasiwa dan Patalima yang berbeda sehingga dapat hidup bersama dalam satu teritorial, memiliki bahasa, budaya yang sama, dan lainnya untuk menguatkan relasi sosial antar roina kakal atau orang saudara yang solid. Tipe integrasi yang dicapai Orang Bati yaitu integrasi kultural (cultural integration) sehingga dapat dikategorikan sebagai integrasi yang final karena dilakukan melalui adat esuriun. Tipe integrasi kultural yang dicapai Orang Bati belum di-temukan pada kelompok sosial lain di Pulau Seram maupun Kepulauan Maluku, karena setiap kelompok sosial Patasiwa dan Patalima di tempat lainnya sejak awal hidup dengan teritori, adat-istiadat, budaya, dan lainnya sendiri-sendiri.

Kelompok sosial Patasiwa dan Patalima di tempat lain tidak pernah menyatu (melebur menjadi satu) tetapi mereka hidup ber-dampingan (bersebelahan). Kelompok sosial Patasiwa dan Patalima di Tana (Tanah) Bati justru melebur dan menyatu dalam ikatakan Siwa-Lima dengan penamaan Anak Esuriun di Tana (Tanah) Bati, karena pengalaman hidup membuktikan bahwa kelompok Patasiwa dan Patalima di tempat lain selalu hidup bermusuhan. Strategi untuk me-nyatukan kelompok sosial Patasiwa dan Patalima menjadi Siwa-Lima melalui Esuriun Orang Bati tidak meninggalkan simbol asli yang ter-

Page 6: Kesimpulan - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/736/11/D_902008103_BAB X.pdfarti tempat itu adalah batas wilayah adat yang harus dijaga dan di-lindungi.

Esuriun Orang Bati

398

dapat dalam adat-istiadat dan budaya mereka masing-masing seperti rumah adat (baileu atau baileo) berupa bangunan yang dimiliki oleh masing-masing kelompok pata, dan alam terbuka dengan pohon pakis yang terdapat di Tana (Tanah) Bati dijadikan sebagai tempat ber-kumpul untuk melakukan musyawarah. Simbol Bati telah digunakan untuk usaha perdamaian karena persoalan yang dihadapi oleh berbagai kelompok dalam masyarakat dapat terselesaikan apabila nama Bati telah disebutkan. Strategi menyatukan kelompok sosial Patasiwa dan Patalima melalui Esuriun Orang Bati terwujud melalui penamaan kelompok sosial Bati Awal, Bati Tengah, Bati Dalam, dan Bati Pantai sebagai kesatuan hidup yang berada dalam ikatan teritorial genealogis atau wilayah roina kakal di wilayah Tana (Tanah) Bati. Orang Bati sangat percaya bahwa keturunan Suku Alifuru (Manusia Awal) atau Alifuru Ina, dan mereka sebagai keturunan Alifuru Bati atau Orang Bati berasal dari Pulau Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu). Artinya makna Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram mengisyaratkan bahwa ale deng beta (kamu dengan saya) berasal dari sana.

Esuriun Orang Bati merupakan modal sosial (social capital) yang solid karena terdapat relasi saling percaya (trust) yang tercipta di sesama Orang Bati untuk saling menjaga dan melindungi (mabangat nai tua malindung), terdapat jaringan sosial yang kuat berdasarkan relasi roina kakal atau orang saudara, dan terdapat norma-norma sosial yang dilembagakan melalui adat untuk menyelenggarakan kehidupan ber-masyarakat seperti tata krama pergaulan. Dalam Esuriun Orang Bati terbentuk jaringan sosial yang mengikat identitas Orang Bati sebagai orang satu asal. Esuriun Orang Bati memiliki basis norma sosial yang kuat karena berperan dalam kehidupan sosial tanpa mengabaikan basis modal kultural (cultural capital) yang kuat berdasarkan nilai dasar yang terkandung dalam Esuriun Orang Bati untuk menegaskan eksistensi Orang Bati sebagai manusia maupun sukubangsa (etnic group) atau kelompok etnik sebagai benteng terakhir Orang-Orang Seram yang sulit ditembusi oleh orang luar dari waktu ke waktu.

Adat Esuriun Orang Bati mengsakralkan wilayah hutan (esu), tana (tanah), dan gunung (ukar) dan lainnya dianggap sebagai wilayah

Page 7: Kesimpulan - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/736/11/D_902008103_BAB X.pdfarti tempat itu adalah batas wilayah adat yang harus dijaga dan di-lindungi.

Kesimpulan

399

bernyawa sehingga terus dibudidayakan oleh anak cucu pewaris tradisi dan kebudayaan Bati untuk bertahan hidup (survive). Esuriun Orang Bati menciptakan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan. Esuriun Orang Bati adalah modal sosial (social capital) yang solid dalam ke-lompok dan komunitas karena mampu manciptakan relasi saling per-caya yang sangat kuat pada orang satu asal, memperkuat jaringan sosial antar roina kakal atau sesama orang saudara karena terdapat norma sosial untuk menyelenggarakan kehidupan bersama. Basis nilai yang terdapat dalam Esuriun Orang Bati merupakan modal budaya (cultural capital) untuk mengatasi tekanan (presure) secara fisik seperti kondisi alam yang tidak ramah, isolasi, tekanan sosial seperti stigma dan lain-nya. Adat Esuriun Orang Bati telah mengsakralisasi nama Bati sebagai wilayah bernyawa untuk untuk bertahan hidup (survival strategy), usaha membangun diri, komunitas, dan kampung (Gum Mae Tawotu Tana Wanuwea) atau kumpul bersama membangun kampung atau negeri.

Strategi Esuriun Oranag Bati telah meciptakan ketahanan pangan maupun kedaulatan pangan sehingga Orang Bati mampu bertahan hidup (survive) menghadapi kondisi iklim dan musim yang berubah-ubah setiap saat, dan sering menimbulkan paceklik atau musim susah (pinakuta danggu) yang berlangsung selama sembilan bulan, yaitu dari Desember sampai dengan Agustus. Melalui studi studi tiga musim (musim penghujan, musim kemarau, dan musim pancaroba). Kawasan Pulau Seram Bagian Timur di mana Orang Bati berada sering meng-hadapi musim paceklik atau musim susah (pinakuta danggu) yang pan-jang karena kawasan ini merupakan tempat pertemuan angin yang da-tang dari Samudera Pasifik dan Samudera Hindia Indonesia sehingga menimbulkan arus laut yang kuat, gelombang laut yang besar di ka-wasan tersebut. Fenomena alam yang terjadi sepanjang tahun me-nyebabkan Negeri Orang Bati atau Tana (Tanah) Bati yang berada di kawasan tersebut tidak kelihatan (tersamar) karena ditutupi oleh kabut akibat penguapan air laut dari hamparan ombak yang besar meng-hantam tebing batu di pesisir pantai. Kondisi lingkungan yang dialami Orang Bati seperti ini oleh orang luar dipersepsikan sebagai ilang-ilang

Page 8: Kesimpulan - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/736/11/D_902008103_BAB X.pdfarti tempat itu adalah batas wilayah adat yang harus dijaga dan di-lindungi.

Esuriun Orang Bati

400

(hilang-hilang) atau tidak kelihatan secara jelas oleh pandangan mata orang lain.

Walaupun selama ini Orang Bati mengalami tekanan (presure) secara fisik (alam tidak ramah, isolasi geografi, dan lainnya), tekanan sosial karena menguatnya stigma (anggapan negatif) dari orang luar, te-tapi melalui adat Esuriun Orang Bati mereka berusaha untuk mem-biayai diri sendiri dengan kekuatan yang dimilikinya untuk mem-bangun diri dan komunitas berdasarkan falsafah hidup Gum Mae Tawotu Tana Wanuwe (kumpul bersama membangun kampung atau negeri). Lembaga Esuriun Orang Bati memiliki fungsi dan peran se-bagai kekuatan moril untuk mendorong proses-proses membangun diri dan komunitas, dan lebih jauh dari itu menjadi sumber kekuatan pada Orang Bati untuk bertahan hidup (survive) dalam kondisi ter-abaikan.

Akibat menguatnya stigma di kalangan orng luar (Orang Maluku) yang ditujukan pada Orang Bati maka kehidupan mereka menjadi ter-abaikan. Untuk menghindari stigma (anggapan negatif) orang luar (Orang Maluku) terhadap Orang Bati, maka nama Bati yang disakral-kan sering disembunyikan ketika mereka melakukan adaptasi, interaksi dengan lingkungan luar. Dalam berinteraksi dengan orang luar (Orang Maluku) ternyata Orang Bati berusaha menyembunyikan identitas Bati agar nama Bati maupun Batti yang sakral tidak salah ditafsirkan oleh orang lain. Kesucian nama Bati dan Batti senantiasa dijaga dan di-lindungi. Selain itu juga cara yang dilakukan Orang Bati untuk meng-hindari stigma sehingga tidak menimbulkan rasa takut pada orang lain. Strategi yang dilakukan Orang Bati agar dapat bertahan hidup (survive) melalui cara menyembunyikan identitas Bati adalah tipe manusia atau orang yang cakap melakukan survive dalam stigma karena Orang Bati setiap saat berhadapan dengan kekuatan yang dimiliki orang luar.

Lembaga adat Esuriun Orang Bati menciptakan ketahanan diri (self defence) yang kuat dan ketahanan kelompok (group defence) untuk mengatasi keterisolasian, keterasingan, dan lainnya agar eksistensi Bati tetap lestari. Lembaga adat Esuriun Orang Bati turut menciptakan ke-tahanan pangan (food security) karena terdapat mekanisme lokal dalam mengelola hutan sagu (yesu kiya) dan sagu

Page 9: Kesimpulan - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/736/11/D_902008103_BAB X.pdfarti tempat itu adalah batas wilayah adat yang harus dijaga dan di-lindungi.

Kesimpulan

401

(suat) sebagai makanan pokok untuk bertahan hidup (survive) pada tingkat individu, keluarga, kerabat, kelompok, dan komunitas. Hal ini diketahui dari struktur sosial, budaya, ekonomi dan mata pencaharian hidup Orang Bati yang masih mengandalkan ekonomi subsisten.

Biarlah Orang Bati terus mengkonsumsi makan lokal mereka yaitu sagu (suat) yang diwariskan oleh leluhur. Sagu (suat) telah teruji pada Orang Bati ketika menghadapi masa krisis pangan (paceklik yang panjang) atau musim susah (pinakuta danggu). Untuk itu kawasan hutan sagu (yesu kiya) benar-benar dijaga, dilindungi, dipelihara, dan dibudidayakan secara baik karena sagu (suat) dan hutan sagu (yesu kiya) memiliki nilai kelangsungan hidup jangka panjang (survival strategy), mahar, dan lainnya. Strategi bertahan hidup (survive) pada Orang Bati dengan mengandalkan sagu (suat) sebagai makanan pokok berarti kehidupan mereka tidak tergantung pada pihak luar termasuk negara.

Cara hidup Orang Bati yang arif tersebut dalam mengelola sumber daya alam ternyata tidak menciptakan ketergantungan pangan pada orang lain maupun negara. Sebab cara mengkonsumsi makanan yang tidak adaptif dengan tradisi dan kebudayaan mereka dapat me-ngancam survival strategy, atau kelangsungan hidup jangka panjang. Kebiasaan mengkonsumsi sagu (suat) sebagai makanan pokok pada Orang Bati ternyata mampu memberikan kekuatan untuk bertahan hidup (survive) ratusan tahun lamanya dalam kawasan hutan hujan di Pulau Seram Bagian Timur. Mekanisme bertahan hidup (survive) pada Orang Bati perlu dijadikan contoh dalam mengelola sistem ekonomi pada lingkungan masyarakat lokal yang mengandalkan sumber daya alam untuk bertahan hidup (survive). Strategi seperti ini memiliki nilai keberlanjutan (sustainable). Merubah pola konsumsi maupun ekonomi yang dimiliki masyarakat lokal yang tidak adaptafif bisa mengancam keberlanjutan (sustainable) pada tingkat individu, kelompok, maupun komunitas. Biarlah pola konsumsi lokal seperti itu terus dijaga, di-lindungi, bahkan dikuatkan untuk mengatasi bahaya krisis pangan pada lingkungan lokal maupun nasional, dan internasional yang saat ini makin dicemaskan oleh banyak kalangan.

Page 10: Kesimpulan - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/736/11/D_902008103_BAB X.pdfarti tempat itu adalah batas wilayah adat yang harus dijaga dan di-lindungi.

Esuriun Orang Bati

402

Orang Bati sangat yakin dalam jangka waktu yang tidak lama Pulau Seram dan Manusianya akan dibangun. Maforu tata anak esuriun damul nai wanu tana (Nusa Ina panggil pulang anak cucu Alifuru) untuk membangun Seram yang lebih maju, namun tetap lestari. Arti-nya membangun Maluku tanpa membangun Seram dan Manusianya tidak ada arti sama sekali, sebab Nusa Ina (Pulau Ibu) telah memanggil pulang anak cucu untuk kembali membangun Seram di Maluku. Untuk membangun Pulau Seram dan Manusianya butuh niat dari manusia yang tulus, nurani yang bersih (Bati). Untuk itu pemahaman yang benar terhadap manusia, sukubangsa, dan wilayah tidak seperti mosaik. Membangun Seram butuh kearifan dari pengambil kebijakan pada tingkat pusat maupun daerah. Bertindak yang tidak arif di Pulau Seram dapat menimbulkan bencana yang jauh lebih buruk.

Seram tidak mungkin hancur, tetapi orang yang salah mem-bangun Seram akan hancur sampai ke akar-akarnya, karena Seram adalah induk dari Nusa Ina (Pulau Ibu) yang mengandung makna sebagai pulau suci berkelimpahan. Secara sosial-budaya apabila pem-bangunan makin diarahkan ke Pulau Seram maka persoalan tanah dapat menimbulkan gejolak besar di masa depan. Sebab Alifuru yang turun dari hutan dan gunung yaitu memiliki tujuan untuk menjaga dan melindungi tanah sebagai salah satu hak milik yang berharga. Leluhur Orang Bati turun dari hutan dan gunung (madudu atamae yeisa tua ukara) untuk menjaga, melindungi seluruh hak milik berharga antara lain manusia, tanah, identitas, adat, budaya, dan sumber daya alam yang terdapat dalam kawasan Tana (Tanah) Bati maupun wilayah yang memiliki hubungan teritorial genealogis atau wilayah roina kakal dengan sesama keturunan Orang Bati di Pulau Seram.

Walaupun terdapat perbedaan persepsi mengenai ke luarnya Alifuru Seram pada masa lampau dalam bentuk migrasi karena terjadi pergolakan, namun jauh sebelumnya proses ini telah berlangsung sebelum kedatangan bangsa-bangsa lain ke wilayah Kepulauan Maluku. Perspektif dari Tana (Tanah) Bati memiliki versi yang berbeda, tetapi peneliti sangat percaya bahwa ekspedisi kora-kora yang dilakukan oleh Alifuru Seram untuk menjelajahi wilayah perairan di Kepulauan

Page 11: Kesimpulan - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/736/11/D_902008103_BAB X.pdfarti tempat itu adalah batas wilayah adat yang harus dijaga dan di-lindungi.

Kesimpulan

403

Maluku maupun wilayah lainnya dimaksudkan untuk menunjukkan eksistensi mereka pada orang luar bahwa Seram itu menakutkan maupun menyeramkan adalah strategi mengamankan Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram dan manusianya dari serbuan orang luar.

Jadi pemaknaan Seram yaitu menakutkan dan menyeramkan dapat dipahami sebagai strategi untuk mematahkan moril orang luar yang ingin menguasai Seram dan manusianya. Alifuru Seram ternyata memiliki kearifan dalam berpikir baru bertindak. Apabila mereka menyebut Seram adalah Pulau Suci Berkelimpahan (Nusa Hula Wano), bisa saja wilayah ini telah hancur dan musnah karena dieksploitasi orang luar yang memiliki kekuatan lebih besar pada masa lampau maupun saat ini. Tampak bahwa Seram yang dimaknai sebagai me-nyeramkan dan menakutkan maupun wacana tentang Orang Bati telah menciptakan rasa takut pada orang luar untuk memasuki Pulau Seram. Selain itu juga wacana Orang Bati telah berperan sebagai peredam konflik maupun menciptakan damai apabila terjadi kasus-kasus ter-tentu dalam masyarakat seperti penculikan, pembunuhan terhadap warga tertentu yang tidak diketahui pelaku, dan sebagainya. Apabila terjadi hal seperti ini dan masyarakat menyebutkan bahwa kejadian tersebut adalah perlakuan Orang Bati, maka secara diam-diam isu ter-sebut menjadi reda, bahkan hilang tanpa bekas.

Orang Bati atau Suku Bati adalah manusia sama seperti Orang Maluku lainnya. Orang Bati bukan orang atau manusia ilang-ilang (hilang-hilang) sebagaimana stigma orang luar selama ini. Orang Bati telah menjani hidup bermasyarakat, memiliki peradaban, mempunyai pemimpin, memiliki adat-istiadat, teritorial, dan sebagainya sehingga lingkungan kehidupan Orang Bati merupakan masyarakat adat. Per-soalan yang menyebabkan Orang Bati menjadi terabaikan karena se-lama ini menguatnya stigma sebagai orang atau manusia ilang-ilang (hilang-hilang). Stigma tersebut berkembangan dari mitos mengenai orang ilang-ilang (hilang-hilang) sebagai fenomena umum yang ber-kembang dalam kehidupan Orang Maluku. Melalui kisah Esuriun Orang Bati, sejarah asal-usul leluhur, cara bertahan hidup (survival strategy), dan lainnya yang telah dibahas melalui studi ini dapat di-

Page 12: Kesimpulan - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/736/11/D_902008103_BAB X.pdfarti tempat itu adalah batas wilayah adat yang harus dijaga dan di-lindungi.

Esuriun Orang Bati

404

kemukakan bahwa Esuriun Orang Bati benar-benar sebagai lembaga adat yang berfungi dan berperan sebagai pagar (sirerun) untuk menjaga dan melindungi seluruh hal milik yang berharga pada Orang Bati. Hal ini berarti bahwa sejak dahulu sampai sekarang Orang Bati telah men-ciptakan rintangan tanpa kawat duri, dan rintangan ini tidak ter-kalahkan (invisible barriers) karena memiliki basis nilai yang ber-ketahanan (resilience) sebagai pandangan geopolitik mereka untuk me-nguasai ruang hidup guna membangun diri, komunitas, dan kampung (Gum Mae Tawoto Tana Wanuwea).

Integrasi kultural dapat dicapai apabila kelompok-kelompok sosial yang berbeda memegang kuat komitmen (kesepakatan) yang telah berhasil diciptakan dan dibangun secara bersama sebagai nilai kelangsungan hidup. Merubah komitmen atau kesepatan berarti sama saja dengan merubah tujuan hidup ke arah yang tidak jelas. Komitmen Orang Bati untuk mengkokohkan integrasi kultural yang berbasiskan nilai tentang manusia berhati bersih dimaksudkan untuk mewujudkan integrasi eksistensial sebagai tujuan akhir untuk mewujudkan integrasi eksistensial dapat tercipta apabila individu maupun kelompok yang berbeda-beda saling memahami keberadaan asal-usul, kemudian me-miliki niat, tekad, serta memiliki kesadaran bersama untuk me-nemukan jati diri (identitas) agar saling menjaga dan melindungi yang berbasiskan nilai kebersamaan.

Pencapaian integrasi kultural dari kelompok sosial yang berbeda di Tana (tanah) Bati dimaksudkan untuk mewujudkan integrasi eksis-tensial pada Orang Bati yang memiliki makna yaitu Ale deng Beta atau Ka Tua Aku atau Kita Lotu atau kamu dengan saya memiliki asal-usul leluhur yang sama yaitu Alifuru sebagai pernyataan pada orang luar agar eksistensi (keberadaan) Orang Bati harus diakui. Makna mendasar yaitu penyangkalan terhadap Orang Bati sebagai Orang Maluku berarti penyangkalan terhadap Alifuru sebagai leluhur. Orang Bati menyebut bahwa so go utana kita abus-abus tako utana, so go suatta kita abus-abus tako suata. Sei balwaitta, ale waitta nabesati. Makna kalimat ini sama dengan bahasa tanah yang digunakan Orang Patasiwa Putih yaitu sei hale hatu, hatu lisa pei, sei lisa sou, sou lisa ei (satu makan sayur,

Page 13: Kesimpulan - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/736/11/D_902008103_BAB X.pdfarti tempat itu adalah batas wilayah adat yang harus dijaga dan di-lindungi.

Kesimpulan

405

semua makan sayur. Satu makan sagu semua makan sagu. Siapa bale (balik) batu, batu akan gepe (tindis) atau menimpa yang bersangkutan.

Peluang untuk Melakukan Penelitian Lanjutan

Studi bertema Esuriun Orang Bati yang selama ini belum ditemu-kan secara ilmiah merupakan gambaran nyata tentang realitas ke-hidupan dari orang-orang yang mengalami nasib terabaikan me-ngembangkan strategi bertahan hidup (survive). Dalam kondisi ter-abaikan tetapi Orang Bati berusaha dengan kekuatan sendiri untuk bertahan hidup (survive) dengan cara membiaya sendiri untuk mem-bangun diri dan komunitas. Melalui studi ini juga terdapat informasi baru yang aktual dan memiliki kemungkinan untuk melakukan pe-nelitian ilmiah serupa dalam lingkup yang lebih luas, terutama meng-gunakan perspektif sosiologi, antropologi, historis (sejarah), politik, dan hukum untuk mengkaji lebih dalam tentang kearifan lokal dan nilai yang memiliki kekuatan bertahan hidup (survive) pada komunitas yang mengalami isolasi geografi.

Penelitian ilmiah yang bertema Relasi Antar Etnik dan Integrasi, Sejarah Asal-Usul Suku Alifuru di Pulau Seram-Maluku, Survival Strategy Pada Orang-Orang Terabaikan, dan Konflik Tanah di Seram Timur adalah tema-tema yang relevan dan aktual untuk diteliti dalam rangka pembangunan berwawasan lingkungan. Masalah sosial-budaya yang sangat krusial saat ini dan masa yang akan datang yaitu efek negatif dari konflik sosial yang terjadi di Maluku pada waktu lampau sehingga mengakibatkan penyimpangan, penerobosan, perampasan hak atas tanah milik marga tertentu oleh orang lain. Esuriun Orang Bati dilakukan untuk menjaga dan melindungi semua hak milik yang ber-harga antara lain manusia, tanah, identitas, adat, kebudayaan dan lain-nya untuk kelangsungan hidup (survival strategy) bagi anak cucu ke-turunan Orang Bati maupun Alifuru.

Keturunan Orang Bati yang mendiami wilayah adat Kelbarin seperti Banggoi, Bula, Salas, dan lainnya mulai merasa resah ketika Pemekaran Kabupaten Seram Bagian Timur dari kabupaten induk

Page 14: Kesimpulan - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/736/11/D_902008103_BAB X.pdfarti tempat itu adalah batas wilayah adat yang harus dijaga dan di-lindungi.

Esuriun Orang Bati

406

waktu itu adalah Kabupaten Maluku Tengah. Studi ilmiah dengan tema-tema seperti dikemukakan oleh peneliti sangat berguna untuk di-sumbangkan demi kepentingan pembangunan berbasis kearifan lokal untuk dan cara-cara hidup dari masyarakat sesuai kebudayaan untuk dapat bertahan hidup (survive) sehingga di masa depan pemerintah dapat mengelola pembangunan tanpa menimbulkan pertentangan (conflict) maupun kekerasan (violence) yang dilakukan sangat ber-tentangan dengan nilai budaya masyarakat adat di Maluku.