Kesimpulan Ersa

6
MALU TAKUT DIPOTONG KEWAJIBA N INFORMASI SESUAI KONDISI & KEBUTUHAN SIMPATI KE PENDAMPING Diskusi dan Kesimpulan 1. Pokok-pokok temuan Mas saya coba pakai gambar-gambar, mungkin karena memang lebih kebayangnya sama saya kalo pake gambar2 Soal temuan saya coba gambarkan pake piramida seperti ini (jadi kayak maslow..) saya kebayangnya ini selain menggambarkan populasi (dari proporsi yang bawah lebih besar, lebih banyak, lebih sering muncul), juga menggambarkan “tingkatan” motivasi.. dari yang “Cuma” terpaksa, mulai penasaran ingin dapat informasi (biasanya sih soal pencairan, yah soal pengasuhan jg bolehla, nambah2 ilmu bisa), sampe benar2 datang karena ingin datang karena sesuai kondisi dan kebutuhan. Kenapa saya gambarkan ini karena akan berlanjut ke pemahaman, dan penerapan. Nampaknya untuk pemahaman bisa tinggi (yang kemudian berlanjut ke penerapan), diperlukan motivasi tinggi terlebih dahulu (ini bicara dari sisi beneficiaries, dari sisi program ada pendamping dan infrastruktur) hingga kemudian akan paham, dan berlanjut ke penerapan. Ini juga untuk menggambarkan bahwa di daerah kontrol motivasinya ada di bagian paling bawah dan tengah (meskipun ada perbedaan dalam informasinya). Kenapa saya memasukkan ini, karena jika permasalahan sudah dimulai di awal (rendahnya motivasi) kita perlu memasukkan faktor2 penyebab, dan juga bagaimana mengatasi kondisi ini... perlukah kita berikan semacam saran atau formulasinya (untuk meningkatkan motivasi)? Apakah kita punya data, kapasitas, dan waktu yang cukup untuk ini?

description

contoh kesimpulan catatan lapangan dari penelitian sosial

Transcript of Kesimpulan Ersa

Diskusi dan Kesimpulan

1. Pokok-pokok temuan Mas saya coba pakai gambar-gambar, mungkin karena memang lebih kebayangnya sama saya kalo pake gambar2 Soal temuan saya coba gambarkan pake piramida seperti ini (jadi kayak maslow..) saya kebayangnya ini selain menggambarkan populasi (dari proporsi yang bawah lebih besar, lebih banyak, lebih sering muncul), juga menggambarkan tingkatan motivasi.. dari yang Cuma terpaksa, mulai penasaran ingin dapat informasi (biasanya sih soal pencairan, yah soal pengasuhan jg bolehla, nambah2 ilmu bisa), sampe benar2 datang karena ingin datang karena sesuai kondisi dan kebutuhan.Kenapa saya gambarkan ini karena akan berlanjut ke pemahaman, dan penerapan. Nampaknya untuk pemahaman bisa tinggi (yang kemudian berlanjut ke penerapan), diperlukan motivasi tinggi terlebih dahulu (ini bicara dari sisi beneficiaries, dari sisi program ada pendamping dan infrastruktur) hingga kemudian akan paham, dan berlanjut ke penerapan. Ini juga untuk menggambarkan bahwa di daerah kontrol motivasinya ada di bagian paling bawah dan tengah (meskipun ada perbedaan dalam informasinya). Kenapa saya memasukkan ini, karena jika permasalahan sudah dimulai di awal (rendahnya motivasi) kita perlu memasukkan faktor2 penyebab, dan juga bagaimana mengatasi kondisi ini... perlukah kita berikan semacam saran atau formulasinya (untuk meningkatkan motivasi)? Apakah kita punya data, kapasitas, dan waktu yang cukup untuk ini?

MALUTAKUT DIPOTONGKEWAJIBANINFORMASISESUAI KONDISI & KEBUTUHANSIMPATI KE PENDAMPING

Saya coba gambarkan juga lewat tangga pengetahuan .... soal penerapan sejauh yang saya tahu.. tingkatan-tingkatannya mulai dari dasar (basic, pengetahuan dasar-dari data sebetulnya ibu2 sudah ada pengetahuan pengasuhan, norma2, paham bahwa kekerasan tidak baik sama anak), kemudian naik ke motivasi (motivated. Minimal untuk datang dulu ke kelas), kemudian tahu diberi materi di kelas... dari data2 pengakuan ibu bilang sudah tahu, kemudian paham kalau ditanya di kelas paham tapi sudah keluar lupa, bisa-nah disini mungkin bisanya itu yang mas soni sering sampaikan bahwa dia belum bisa karena tidak dibekali skill skill pengasuhannya yang konkrit kayak di supernanny (untuk membedakan dengan the nanny yang bintangnya fran drescher, kalo itu saya nonton buat liat fran drescher nya hehe), kemudian terampil, dari terampil kemudian akan timbul impact(?).

DasarMotivasiTahuPahamBisaTerampilImpact (?)

Ada dimana ibu-ibu dalam tahapan ini? Apa kondisi yang menyebabkan mereka dalam tahapan tertentu? Faktor apa yang mendukung atau menghambat, jika menghambat perlukah kita sarankan/merancang solusi ataukah perlu diberikan gambaran saja? Fenomena BARLEN Bubar Klalen. Di kelas ingat tapi keluar kelas lupa lagi, faktor dari umur ibu2 menurut ibu2. Yang diingat adalah.... Temuan mengenai pemahaman yang most frequent (concept). Kembali lagi permasalahan intensitas (selain daya serap) untuk terus menerus mengingatkan pemahaman hingga matang. Ibu-ibu memiliki pemahaman mengenai kekerasan, kasih sayang, tapi tidak dibekali keterampilan bagaimana (How to nya) untuk tidak berbuat kekerasan kepada anak, mengatasi anak yang nakal atau rewel. Sehingga dalam penerapan ibu-ibu membuat inovasi-inovasi sendiri (misalkan menakut2i, berbohong, ada juga yang meninggalkan anaknya, atau mengunci anaknya). Skill (keterampilan) ini tidak diberikan, dan intensitas pendampingan juga minim (terkait kesibukan dan ketersediaan waktu pendamping juga banyaknya warga dampingan) Selain itu apakah diperlukan juga iming-iming (Why ?) berupa bentuk manfaat yang akan diperoleh oleh ibu-ibu jika mengikuti pertemuan FDS juga hasil yang bisa diperoleh secara nyata apabila penerima menerapkan materi (dan jika kemudan ditambah tata cara pengasuhannya step by step seperti supernanny) ibu-ibu dapat lebih konsisten dalam menjalankannya karena harapan hasil yang akan dicapai. Contoh kasus di atas yang Muklas pendamping ambil contoh penerima sbg role model jika menerapkan FDS. Dia bercerita ada satu peserta PKH yang bisa dapat Bidik Misi di ITS jadi sebagai patokan bahwa orang miskin bisa menyekolahkan anaknya lebih bagus. Dari segi penerapan hal-hal apa saja yang sudah diterapkan dan apa yang tidak? Apa saja yang mempengaruhi (koordinasi dengan tim kang fau). Terlalu gegabah untuk menyatakan tidak ada dampak dari FDS, mungkin dampak yang ada adalah memberikan penguatan, semacam koridor pengasuhan, meskipun belum paham benar atau diterapkan secara keseluruhan, setidaknya ada konsep-konsep pengasuhan yang tertanam dalam pikiran ibu-ibu (perlu didiskusikan lagi). Untuk memperkua dampak, apakah melalui penguatan infrastruktur, ataukah perlu mengubah modul ataupun pelaku pendampingan? Perubahan konsepsi nilai bahwa orang mulai sadar walaupun tidak baik, tapi bukan itu yang didengerin somehow (soal agama). Pointer2 pemikiran dari apa yang dilihat sebagai kesimpulan, koordinasi dengan pemegang bab, tulisin semua pointer masukin ke tempat2 nya.

2. Memperkuat infrastruktur FDS vs Mengubah modul

Infrastruktur: Pendamping (kapasitas, waktu), Terkait pendamping, cerita dari Jakarta bahwa pendamping bukan direkrut sebagai pengajar menjelaskan pada awalnya pendamping memang bukan direkrut sbg pengajar, tapi memfasilitasi proses verifikasi, validasi dan pendataan KSM, sehingga pendamping kesulitan saat job desk bertambah dengan pengajaran Tempat, kebanyakan di rumah ketua kelompok, ada juga yg keliling dr rumah penerima ke penerima lain tergantung arisan, ada yang menggunakan kantor desa bahkan kantor kecamatan. Tempat seperti apa yang ideal? Bagaimana penguatannya? Kantor desa mungkin sesuai namun PKH sebagai program yang banyak menimbulkan kecemburuan nampak menggunakan fasilitas desa akan terkendala hal tersebut (kades belum tentu setuju) Monitoring, sebagai monitoring, tidak ada monitoring khusus terkait laporan kegiatan FDS, absen warga juga tidak ada, tindak lanjut ataupun penyampaian kesulitan-kesulitan tidak banyak dilakukan pendamping. Penguatan dalam monitoring spt apa? Apa lewat bentuk laporan yang lebih baku? Ada proses penggalian kesulitan ibu2? Yakin gak bakal sampai ke pusat untuk lebih bisa memformulasikan solusi bagi permasalahan yang umum dihadapi pendamping (dan juga beneficiary) dalam proses FDS. Dukungan bagi pendamping. Dari segi pendanaan sudah ada BOP Pendamping. Menambah gaji dan tunjangan? Waktu (kesibukan pendamping) agar pendamping dapat lebih konsentrasi dalam mendampingi warga terkait FDS sedangkan PKH dan KUBE sendiri sudah cukup menyita waktu.Bentuk penguatannya? Menrancang mekanisme monitoring yang lebih efektif? Training tambahan bagi pendamping? Menambah jumlah pendamping (mengurangi rasio pendamping:penerima)? Mengubah modul agar? Then how? Apakah akan ngulik-ngulik atau mengkritisi desain modul? Apa argumentasinya (amunisi kita?)? Apa kita punya kapasitas untuk itu mengingat kita bukan ahli pendidikan anak -_- Lebih sesuai dengan kondisi/kebutuhan RTSM? Lebih konkrit dalam tips tips praktek? Perlukah prosesnya input datang dari ibu2 (bottom up?) sehingga tergali kesulitan-kesulitan yang dihadapi ibu-ibu untuk kemudian dicarikan solusinya oleh fasilitator? Pedagogik vs andragogik ? Karena dari segi umur ibu2 umumnya diajarkan secara andragogik sementara FDS mengajarkan secara pedagogik. Sedangkan orang dewasa mempunyai kecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi (Problem Centered Orientation) yang lebih ke andragogik. Intensitas? Bentuk pendampingan semstinya berupa Coaching yang tidak hanya teori tapi juga berdialog, mencontohkan dan memberi penerapan solusi2 jadi seperti pelatih bola, bukan Cuma kasi teori cara tendang bola tapi juga dampingi selama pelatihan mencotohkan nendang bola dll. 3. Apakah lebih baik pemerintah yang melaksanakan FDS atau sebaiknya mengkontrakkan kepada lembaga atau ormasPros and cons kembali lihat dulu nomor 2. Mana yang bisa mengaddress permasalah lebih baik.Misal : intensitas. Skill (pendamping atau fasilitator siapa yang lebih ngolotok), monitoringnya gimana? Bentuk2 kontrak (okay maybe a bit to far), pemahaman kondisi masyarakat dan medan (ini sih mau ormas ato pendamping hrsnya sama karena pendaming juga lokal),

Pemerintah:Pros: Ga perlu ribet lagi cari aktor.. pendamping udah ada Ga perlu ribet bikin kontrak2 baru ke ormas ato lsm Ga perlu ribet susun monitoring. Lebih bisa seragam jika dibandingkan ngesubkon ke LSM (apalagi kalo banyak LSM yang dilibatkan, misalnya beda2 LSM tergantung lokasi pendampingan) juga terkait materi. Urusan dana dll lebih mudah karena di bawah struktur pemerintahanCons: Dari sisi motivasi dan pemahaman mungkin kurang jika dibanding LSM yang memang bergerak di bidang pengasuhan dan perlindungan anak, misalnya. Intensitas mungkin akan kalah dibanding LSM yang bisa mendampingi terus menerus. Banyak ribet di urusan administrasi yang akan sita waktu pendamping Mengecilkan kembali peran pendamping (kalo pendamping sih mungkin seneng karena kerjaannya berkurang hehe)NGO/OrmasPros : Bisa lebih menguasai materi dan pemahaman serta motivasi mungkin lebih tinggi soalnya memang bergerak di bidang yang spesifik misalnya perngasuhan dan perlindungan anak Intensitas bisa lebih baik karena bisa mendampingi terus menerus

Cons: Ribet lagi ngurus kontrak, tender program dll --> ngebangun sistem baru antara pemerintah dan NGO Perlu monitoring baru krn nge sub ke pihak di luar pemerintah smtr uang pake pemerintah (TNP2K) Mungkin ada ada variasi dalam materi dan metoda... ribet monitoringnya Pendamping mau dikemanain?

Diantara dua ini mana yang bisa lebih bisa mengatasi kendala2 agar FDS lebih efektif dan bisa lebih berdampak?

4. Pendekatan proses evaluasi yang lebih mendalam vs survey