Kesenian Kethek Ogleng Sanggar Suwita Laras Kabupaten Wonogiri

17
Kesenian Kethek Ogleng Sanggar Suwita Laras Kabupaten Wonogiri Oleh Fatimatus Zaroh/11020134211 Mahasiswa S1 Prodi Pendidikan Sendratasik Unesa e-mail : [email protected] Pembimbing: Dra. Jajuk Dwi Sasanadjati, M.Hum Abstrak Kethek Ogleng merupakan seni pertunjukan yang berasal dari Desa Tokawi Kabupaten Pacitan. Kethek Ogleng merupakan salah satu kesenian yang sampai saat ini masih ada dengan kepopuleritasannya dan dapat dibuktikan dengan adanya persebaran di berbagai daerah seperti Kediri, Ponorogo, Madiun dan Wonogiri. Wonogiri menjadi daerah yang memiliki kepopuleritasan paling tinggi daripada Tokawi dan daerah yang lain. Persebaran tersebut akhirnya menjadikan bentuk pertunjukan kethek ogleng berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Begitu pula dengan bentuk kethek ogleng di Sanggar Suwita Laras Kabupaten Wonogiri sebagai daerah yang memiliki kepopuleritasan tinggi tersebut. Sanggar Suwito Laras mempunyai latar belakang sebagai kelompok penampil kethek ogleng yang telah menyebarkan kesenian tersebut hingga menjadi populer di masyarakat khususnya Kabupaten Wonogiri. Oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Kesenian Kethek Ogleng Sanggar Suwita Laras Kabupaten Wonogiri”. Rumusan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk pertunjukan kethek ogleng di Sanggar Suwita Laras serta fungsi dan antusiasme masyarakat terhadap kesenian kethek ogleng tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu metode kualitatif. Sedangkan analisis data menggunakan metode taksonomi dari beberapa teori dan konsep disiplin ilmu. Pada proses validitas data penulis menggunakan triangulasi metode dan triangulasi sumber. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kemunculan kethek ogleng di Sanggar Suwito Laras dibawa oleh pemimpin sanggar dan diajarkan di sanggar tersebut. Tujuan dimunculkannya kethek ogleng di Sanggar Suwita tidak hanya untuk melestarikan kesenian akan tetapi juga ingin mengembangkan bentuk tanpa merubah makna dan struktur sebagai ciri khas kethek ogleng. 1

description

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : FATIMATUS ZAROH

Transcript of Kesenian Kethek Ogleng Sanggar Suwita Laras Kabupaten Wonogiri

Kesenian Kethek Ogleng Sanggar Suwita Laras Kabupaten Wonogiri

Oleh Fatimatus Zaroh/11020134211

Mahasiswa S1 Prodi Pendidikan Sendratasik Unesae-mail : [email protected]

Pembimbing: Dra. Jajuk Dwi Sasanadjati, M.Hum

Abstrak Kethek Ogleng merupakan seni pertunjukan yang berasal dari Desa Tokawi Kabupaten Pacitan. Kethek Ogleng merupakan salah satu kesenian yang sampai saat ini masih ada dengan kepopuleritasannya dan dapat dibuktikan dengan adanya persebaran di berbagai daerah seperti Kediri, Ponorogo, Madiun dan Wonogiri. Wonogiri menjadi daerah yang memiliki kepopuleritasan paling tinggi daripada Tokawi dan daerah yang lain. Persebaran tersebut akhirnya menjadikan bentuk pertunjukan kethek ogleng berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Begitu pula dengan bentuk kethek ogleng di Sanggar Suwita Laras Kabupaten Wonogiri sebagai daerah yang memiliki kepopuleritasan tinggi tersebut. Sanggar Suwito Laras mempunyai latar belakang sebagai kelompok penampil kethek ogleng yang telah menyebarkan kesenian tersebut hingga menjadi populer di masyarakat khususnya Kabupaten Wonogiri. Oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Kesenian Kethek Ogleng Sanggar Suwita Laras Kabupaten Wonogiri”.

Rumusan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk pertunjukan kethek ogleng di Sanggar Suwita Laras serta fungsi dan antusiasme masyarakat terhadap kesenian kethek ogleng tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu metode kualitatif. Sedangkan analisis data menggunakan metode taksonomi dari beberapa teori dan konsep disiplin ilmu. Pada proses validitas data penulis menggunakan triangulasi metode dan triangulasi sumber.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa kemunculan kethek ogleng di Sanggar Suwito Laras dibawa oleh pemimpin sanggar dan diajarkan di sanggar tersebut. Tujuan dimunculkannya kethek ogleng di Sanggar Suwita tidak hanya untuk melestarikan kesenian akan tetapi juga ingin mengembangkan bentuk tanpa merubah makna dan struktur sebagai ciri khas kethek ogleng. Kesenian kethek ogleng tidak akan dikenal oleh masyarakat luas tanpa adanya campur tangan seniman sebagai pelestari dan pegolah seni serta masyarakat sebagai pendukungnya.Kata Kunci : Kethek Ogleng, Bentuk Pertunjukan, Sanggar Suwita Laras

AbstractKethek Ogleng is an art performance originated from Tokawi Village in Pacitan

Regency. Kethek Ogleng is a well-known art performance and it is distributed in several regions such as Kediri, Ponorogo, Madiun, and Wonogiri. This art performance has the highest rate of performance in Tokawi and other regions in Wonogiri. Finally the distribution make form of Kethek Ogleng permorfance be different between one area with others. Same as with form of Kethek Ogleng in Suwita Laras Studio in Wonogiri District as the area have been high popularity. Suwito Laras Studio has background as group performance of Kethek Ogleng was shared that art until have the popularity in society especially in Wonogiri District. Therefore, researcher are interested in conducting research in entitled “Kethek Ogleng Art in Suwita Laras Studio Wonogiri District”.

This purpose of this study was to determine how to shape Kethek Ogleng show in Suwita Laras Studio as well as function and public enthusiasm for Kethek Ogleng art.

1

The method which is used qualitative method. The data analysis used is taxonomy method adopted from several theories and knowedge concepts. In the process of data validation, the researcher used triangulation method and source triangulation.

Based on the result of this research that the appear of Kethek Ogleng in Suwito Laras Studio was bought by leader of studio and theaced in that studio. The purpose of appear Kethek Ogleng in Suwito Laras not only for perpetuate thats art, but also want to make thats art be evolved without change the means and structure as characteristic of Kethek Ogleng. The art of Kethek Ogleng will never knows by everyone without intervention of artist as perpetuater and art processor and wide community as supported.Key words : Kethek Ogleng, Art Performance, Suwita Laras Studio

A. PENDAHULUAN

Kethek Ogleng merupakan salah

satu kesenian yang sampai saat ini masih

ada dengan kepopuleritasannya.

Kepopuleritasan dari Kethek Ogleng ini

dapat dibuktikan dengan adanya bentuk-

bentuk sajian baru yang muncul.

Sebagai contoh yaitu di daerah

Ponorogo, Kediri, Madiun, dan

Wonogiri. Misalnya di Ponorogo pernah

dipentaskan dalam perayaan HUT RI

dalam bentuk tari kolosal, di Kediri

Kethek Ogleng pernah dipentaskan

dengan bentuk kreativitas tari

kontemporer dan garapan baru, di

Madiun pernah dipentaskan di KOREM

Madiun sebagai isian acara, dan di

Wonogiri sering di pentaskan di acara

hajatan dan perayaan hari besar ataupun

digunakan dalam perlombaan kesenian

antar sekolah. Asal usul munculnya

kethek ogleng memang ada di buku

Cerita Rakyat Pacitan1 yang

menjelaskan alur cerita kethek ogleng.

Selain itu juga ada di buku Menelusuri

Asal Usul Kethek Ogleng2 yang

menjelaskan tentang siapa pencipta

Kethek Ogleng. Seiring perkembangan

jaman akhirnya Kethek Ogleng mulai

merambah ke beberapa daerah lain

dengan berbagai modifikasi sesuai cerita

daerah. Salah satu daerah persebaran

kethek ogleng tersebut adalah Wonogiri.

Wonogiri yaitu daerah dengan letak

bersebelahan dengan desa Tokawi

pemilik kethek ogleng. Kethek ogleng

menyebar ke Wonogiri dibawa oleh

salah satu seniman yang kemudian

dikembangkan dan diajarkan kepada

murid-muridnya. Seniman tersebut yaitu

Patmo Suwito pemilik Sanggar Suwita

Laras di Desa Tirtamaya Kabupaten

Wonogiri.

Cerita kethek ogleng merupakan

sajian dramatari yang identik

membawakan lakon cerita Panji. Tokoh

yang ada didalamnya antara lain Raden

Panji Asmarabangun, Dewi

1Bonari Nabonenar, Cerita Rakyat Pacitan Jawa Timur, ( Jakarta : Grasindo, 2007 ), p. 36 - 412Sukisno, Menelusuri Asal Usul Kethek Ogleng Cetakan ke-3, ( Pacitan : Disbudpar, 2014 ), p. 3 - 4

Candrakirana, para Emban, para Begal,

Endang Roro Tompe, dan Mbok Rondo.

Jalan cerita dari Kethek Ogleng dimulai

dari Dewi Candrakirana yang mencari

Raden Panji Asmarabangun yang sedang

pergi dari istana. Dewi Candrakirana

ditemani oleh para Emban dalam

perjalanannya, akan tetapi dalam

perjalanan tersebut Dewi Candrakirana

menyamar sebagai Endang Roro Tompe.

Di tengah perjalanannya Dewi

Candrakirana dan para Emban

beristirahat di rumah mbok Rondo,

sebagai tempat peristirahatan.

Menjelang keesokan harinya Dewi

Candrakirana dan para emban

melanjutkan perjalanan akan tetapi

dihadang oleh segerombolan begal.

Akhirnya muncul kethek dan mau

menolong Dewi Candrakirana dan para

Emban dengan persetujuan kalau saja

berhasil menolong maka Dewi

Candrakirana menjadi istrinya. Dewi

Candrakirana mengiyakan permintaan

kethek dengan syarat mengantarkan pula

mencari Raden Panji Asmarabangun.

Setelah semua begal lari dan kethek

mengantarkan hingga Dewi

Candrakirana bertemu Raden Panji

Asmarabangun kemudian kethek

tersebut mempersilakan Dewi

Candrakirana dan Raden Panji

Asmarabangun kembali ke istana.

Sanggar Suwita Laras yang

merupakan sanggar yang terletak di

daerah pedesaan mempunyai

karakteristik berbeda dengan sanggar

lain yang berada di Wonogiri. Sanggar

ini menampilkan bentuk pertunjukan

kethek ogleng yang hampir sama dengan

aslinya di Tokawi, akan tetapi lebih

lengkap dengan menggunakan lakon

Endang Roro Tompe. Tujuan dari Patmo

Suwito sebagai pemilik sanggar

menampilkan bentuk pertunjukan

hampir menyerupai aslinya yaitu untuk

menjaga nilai-nilai yang terkandung

didalam kesenian tersebut serta

menyesuaikan minat warga masyarakat

sekitar. Pernyataan di atas memunculkan

permasalahan terkait bagaimana bentuk

pertunjukan kethek ogleng di Sanggar

Suwita Laras Kabupaten Wonogiri.

B. Bentuk Pertunjukan Kesenian Kethek

Ogleng Sanggar Suwita Laras.

Bentuk adalah aspek yang secara

estetis dinilai oleh penonton. Penonton

tidak melihat setiap elemen tetapi

melalui kesan yang meningkat sampai

menyeluruh. Bentuk sesungguhnya

dapat didefinisikan sebagai hasil

pernyataan berbagai macam elemen

yang didapatkan secara kolektif melalui

vitalitas estetis, sehingga hanya dalam

pengertian inilah elemen-elemen

tersebut dihayati. Proses penyatuan

3

bentuk yang dicapai disebut dengan

komposisi.3 Bentuk yang dimaksudkan

dalam penelitian ini adalah bentuk

sajian dari kesenian yang dikemas untuk

sebuah pertunjukan.

Seni pertunjukan merupakan

segala bentuk seni yang dapat dinikmati

oleh indera mata (visual), indera telinga

(auditif), serta panca indera kita yang

lainnya. Seni pertunjukan meliputi seni

tari, musik, seni sastra dan seni rupa.

Untuk saat ini seni pertunjukan sudah

mulai diramaikan pula dengan media

elektronika sehingga ada beberapa

bentuk seni pertunjukan tradisional

yang dikolaborasikan dengan unsur

elektronik.

Unsur pendukung dalam seni

pertunjukan rata-rata terdiri dari tujuh

unsur yaitu :

a. Pelaku

b. Lakon

c. Pentas

d. Sutradara

e. Tata rias dan busana

f. Properti

g. Penonton4

C. Asal Usul Kesenian Kethek Ogleng

Saggar Suwita Laras

Kethek Ogleng mulai muncul di

Wonogiri pertama kali diperkenalkan

oleh Patmo Suwito. Patmo Suwito

merupakan murid pertama yang

merupakan generasi kedua dari Sutiman

sebagai pencipta kethek ogleng yang

berasal dari Desa Tirtamaya Kecamatan

Tirtamaya Kabupaten Wonogiri. Patmo

Suwito berlatih selama sekitar 6 bulan.

Motivasi dan gagasan yang dimiliki

akhirnya membawa PAtmo Suwito

kembali ke daerah asalnya yaitu Desa

Tirtamaya dan berniat mengembangkan

kesenian kethek ogleng tersebut di

daerahnya.

Patmo Suwito yang membawa

Kethek Ogleng ke Tirtamaya kemudian

mengembangkan bentuk sajian yang

dimasukkan kedalam sanggar miliknya

yaitu Sanggar Suwita Laras. Menurut

Patmo, kesenian kethek ogleng ini unik.

Tari bertemakan hewan biasanya hanya

diberikan kepada anak-anak dan dengan

geakan gampang. Tetapi kethek ogleng

ini meskipun terlihat mudah sebenarnya

susah untuk dilakukan.

Kemunculan kethek ogleng di

sanggar Suwita Laras dirasa membawa

untung karena banyak masyarakat yang

tertarik terhadap sajian pertunjukan

kethek ogleng. Seiring berjalannya

3Jacqueline Smith, Komposisi Tari, Sebuah Petunjuk Praktis Bagi Guru. Terjemahan Ben Suharto, (Yogyakarta : IKALASTI, 1985 ), p. 6

4Henricus Supriyanto, Penelitian Seni Pertunjukan Penerapan Metode Interdisipliner, Makalah disajikan dalam kepelatihan Penlitian Dosen FBS UNESA (Surabaya, 27 Maret 2008)

waktu, Patmo mengolah kembali bentuk

sajian dari yang beliau dapatkan dari

Sutiman. Bentuk sajian yang beliau

garap disesuaikan dengan minat

masyarakat sekitar Tirtamaya yaitu

terdapat lawakan pada pertunjukan.

Ketika sajian ini mulai sering

ditampilkan dan banyak yang menyukai

akhirnya banyak yang berlatih kepada

Patmo.

D. Struktur Pertunjukan Kesenian

Kethek Ogleng Sanggar Suwita Laras

Bentuk pertunjukan Kethek

Ogleng merupakan keseluruhan unsur

pertunjukan yang ditampilkan dalam

pementasan. Bentuk pertunjukan

tersebut merupakan hasil kolaborasi

yang baik antara penari dan pengiring.

1. Maju Gendhing

Gambar 1Kethek jalan masuk area pertunjukan

( Doc. Fatimatus )

Gerakan pada ragam maju gendhing

yaitu gerak kera berjalan menuju area

pertunjukan atau panggung yang telah

disediakan. Biasaya kera ini keluar dari

tempat make up yang telah disediakan oleh

penanggap.

Iringan :

Gangsaran

d t dh g2

. 2 6 2 6 2 6 g2

(iringan diulang beberapa kali

menyesuaikan aba-aba kendang)

2. Glangsaran

Gambar 2Kethek Makan

( Doc. Fatimatus )

Gerakan pada ragam gerak

glangsaran merupakan gerakan atraksi.

Gerakan atraksi ini antara lain:

menggelundung, bergelantung, memanjat,

makan dan lain-lain. Gerakan ini tidak

selalu runtut karena merupakan gerakan

5

improvisasi yang merupakan gerakan

kebiasaan dari kera.

Iringan:

Gangsaran

I. j23 j56 j66 . j53 j65 j55 . j36 j53 j33 . j65 j32 . g.

. 2 6 2 6 2 6 g2II. j66 j56 jjjjjjj65 j6. j53 j65 j53 j5.

j36 j53 j33 . j65 j32 . g. . 2 6 2 6 2 6 g2III. . . 6 6 . . 2 2

. . j56 j56 . . j32 j32 j56 j5j3j56 j5j3j56 j2j22 j56 j5j3j56 j1j3j56 j2j22

. 2 6 2 6 2 6 g2

IV. .6 j5j3j56 j5j56 j5j3j56 j22. . 2 6 2 6 2 6 g2

3. Blendrong

Gambar 3

Kethek lungguh jengkeng

( Doc. Fatimatus )

Gerakan pada ragam gerak blendrong

merupakan gerak pakem diantaranya

yaitu:

a. Sembahan

b. Junjungan

c. Laku maju

d. Trecet

e. Junjungan

f. Trisik

g. Junjungan

h. Egolan

i. Laku samping

j. Kebyok kepat sampur

k. Kebyok ulap-ulap

l. kebyok kepat sampur

m. Ukel suweng

n. Kebyok kepat sampur

o. Bumi langit

p. Junjungan

q. Trisik

r. Junjungan

4. Glangsaran

Gambar 4

Kethek duduk

( Doc. Fatimatus )

Gerakan pada ragam gerak

glangsaran merupakan gerakan atraksi.

Gerakan atraksi ini antara lain:

menggelundung, bergelantung, memanjat,

dan lain-lain. Gerakan ini tidak selalu runtut

karena merupakan gerakan improvisasi

yang merupakan gerakan kebiasaan dari

kera.

Iringan:

Gangsaran

I. j23 j56 j66 . j53 j65 j55 . j36 j53 j33 . j65 j32 . g.

. 2 6 2 6 2 6 g2II. j66 j56 jjjjjjj65 j6. j53 j65 j53 j5.

j36 j53 j33 . j65 j32 . g. . 2 6 2 6 2 6 g2III. . . 6 6 . . 2 2

. . j56 j56 . . j32 j32 j56 j5j3j56 j5j3j56 j2j22 j56 j5j3j56 j1j3j56 j2j22

. 2 6 2 6 2 6 g2IV. .6 j5j3j56 j5j56 j5j3j56 j22.

. 2 6 2 6 2 6 g2 5. Kudangan

Gambar 5

Kethek berinteraksi dengan Endang Roro

Tompe

( Doc. Fatimatus )

Kudangan merupakan percakapan

antara kethek dan Endang Roro Tompe.

Pada ragam kudangan tidak ada tariannya,

akan tetapi hanya terdapat percakapan yang

merupakan bagian lelucon pada bentuk

pertunjukan Kethek Ogleng tersebut. Salah

satu lelucon berwujud panyandra kethek

yang diucapkan oleh Endang Roro Tompe.

Percakapan antara kethek dan Endang Roro

Tompe bersifat improvisasi karena tidak

ada teks yang pakem. Inti dari percakapan

yaitu kethek ingin memperistri Endang

Roro Tompe, akan tetapi Endang Roro

Tompe tidak mau.

Iringan :

1265 2123 1232 312g6 (2x) 1265 2123 1232 312g6 (2x) 1265 2123 1232 312g6 (2x) 1265 2123 1232 312g6 (2x)

.612 5321 5653 235g6

6. Mundur Gending

Gambar 6

Kethek berinteraksi dengan Endang Roro

Tompe

7

( Doc. Fatimatus )

Gerakan pada ragam mundur

gendhing yaitu gerak kera berjalan

meninggalkan area pertunjukan atau

panggung.

Iringan :

Gangsaran

d t dh

g2 . 2 6 2 6 2 6 g2

(iringan diulang beberapa kali

menyesuaikan aba-aba kendang).

E. Fungsi Kesenian Kethek Ogleng

Sanggar Suwita Laras

Kesenian Kethek Ogleng

Wonogiri mempunyai fungsi dalam

pertunjukannya. Fungsi yang menonjol

terdapat pada fungsi sekunder antara

lain yaitu:

1. Sebagai hiburan

Kultur masyarakat

Kabupaten Wonogiri yang

dinamis dan heterogen

merupakan salah satu faktor

munculnya fungsi Kethek

Ogleng sebagai hiburan.

Kesenian Kethek Ogleng dalam

fungsi hiburan tentu tidak

terlepas dari minat masyarakat

sebagai penonton. Kethek

Ogleng disini biasa digunakan

dalam acara sunatan, nikahan,

atau acara-acara kemasyarakatan

yang lain. Tidak terlepas juga

acara sekolah dan acara pada

hari-hari peringatan hari besar.

Sebagai fungsi hiburan tentu saja

Kethek Ogleng ini menyesuaikan

bentuk pertunjukan dengan

lingkungan tempat pementasan

sehingga bentuk pertunjukan di

Kabupaten Wonogiri Nampak

beragam dengan berbagai

koreografi.

2. Sebagai pendidikan

Kesenian Kethek

Ogleng selain sebagai

hiburan juga difungsikan

sebagai media pendidikan.

Hal ini dapat dilihat dari

penari kethek ogleng yang

tidak hanya berasal dari

orang-orang dewasa saja,

aka tetapi juga anak-anak

sekolah. Hal ini berarti

kesenian Kethek Ogleng

diajarkan pada

ekstrakurikuler dan

diajarkan sebagai media

pendidikan tari.

3. Sebagai pelestarian

Fungsi media

pelestarian dalam kesenian

Kethek Ogleng adalah

dengan mengembangkan

kreatifitas dan koreografi

pada kesenian ini maka

peminat Kethek Ogleng

tidak akan hilang hanya

dikarenakan kesenian yang

monoton dan tidak ada

perubahan. Sehingga proses

pengembangan dan

perubahan ini diharapkan

agar kesenian ini mampu

bertahan dan tetap diminati

oleh masyarakat sehingga

tidak punah.

4. Sebagai media komersial

Kesenian Kethek

Ogleng di Kabupaten

Wonogiri lebih

diprioritaskan sebagai

media komersial atau media

mencari uang. Sebagai

contoh di sebuah acara

hajatan, maka biaya sewa

pementasan kethek ogleng

ditentukan oleh pengisi

acara. Akan tetapi karena

antusias dan minat

masyarakat terhadap

kesenian Kethek Ogleng

sangat besar, maka

masyarakat tidak pernah

mempermasalahkan berapa

nominal yang harus

dikeluarkan untuk

mempergelarkan Kethek

Ogleng. Hal ini selain

menguntungkan pelaku

kesenian, juga

menguntungkan pedagang

yang berdagang di sekitar

area pertunjukan kethek

ogleng. Karena banyaknya

penonton yang melihat,

pedagang tersebut mengaku

mendapatkan untung juga

dari dagangan yang dijual.5

F. Antusiasme Masyarakat Terhadap

Kesenian Kethek Ogleng Sanggar

Suwita Laras

Kesenian Kethek Ogleng

Sanggar Suwita Laras mempunyai

faktor-faktor yang menyebabkan

antusiasme masyarakat besar.

Adapun penyebab antusiasme

masyarakat dapat dilihat dari faktor

internal dan eksternal. Faktor

internal dan eksternal ini dapat

menjadi hubungan sebab akibat

terjadinya persebaran sebuah

kesenian yang dapat berdampak

juga terhadap perkembangan dan

pergeseran kesenian Kethek

Ogleng tersebut.

Faktor internal sebagai

penyebab antusiasme masyarakat

5 Wawancara dengan Suparman di Rumah kediaman Suparman, Wonogiri tanggal 17 Oktober 2014 pukul 10.00

9

dalam persebaran kesenian Kethek

Ogleng adalah pihak seniman dan

bentuk pertunjukan dari Kethek

Ogleng itu sendiri. Pihak seniman

ini meliputi penari dan personil

pengiring Kethek Ogleng.

Sedangkan faktor eksternal adalah

masyarakat penikmat kesenian.

G. Penutup

Kethek Ogleng mengalami

persebaran di beberapa daerah, akan

tetapi daerah yang memiliki antusiasme

masyarakat paling tinggi yaitu

Wonogiri. Salah satu persebaran

Kethek Ogleng yaitu di Sanggar Suwita

Laras. Pada masing-masing daerah

persebaran memiliki karakteristik yang

berbeda. Karakteristik inilah yang

membuat hasil karya cipta kesenian

Kethek Ogleng menjadi beragam dan

berkembang sesuai dengan bentuk

pertunjukan pada masing-masing

wilayah.

Antusiasme masyarakat

terhadap kesenian Kethek Ogleng

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal berasal dari pelaku

kesenian Kethek Ogleng yaitu pencipta

dan personil (penari dan pengrawit)

serta bentuk pertunjukan kesenian

Kethek Ogleng yang mempunyai

beberapa kelebihan. Faktor eksternal

berasal dari bentuk masyarakat pada

tiga wilayah yang menghasilkan bentuk

pertunjukan yang berbeda-beda yaitu di

Tokawi, Tirtamaya dan Pokoh.

Kesenian Kethek Ogleng Tokawi dapat

diterima pada masyarakat Kabupaten

Wonogiri karena masyarakat Kbupaten

Wonogiri memiliki unsur kebudayaan

yang hampir sama dengan masyarakat

Tokawi.

Saran yang dapat diberikan

melalui hasil penelitian diantaranya

yaitu dinas kebudayaan dan pariwisata

daerah Tokawi hendaknya lebih

memperhatikan keberadaan para

seniman kesenian Kethek Ogleng,

terutama pada daerah Tokawi sebagai

pemilik kesenian Kethek Ogleng,

sehingga kesenian yang dimiliki tidak

beralih atau di klaim oleh daerah lain

yang memiliki potensi lebih tinggi.

Selain itu, perkumpulan kesenian

Kethek Ogleng yang berada di Tokawi

seharusnya juga mengembangkan

kreativitas dari Kethek Ogleng sebab

saat ini kesenian Kethek Ogleng telah

mengalami persebaran ke berbagai

wilayah.

Saran untuk koreografer baru di

wilayah Wonogiri khususnya Sanggar

Suwita Laras seharusnya tidak

menghilangkan nilai-nilai yang

terkamdung dari kesenian Kethek

Ogleng yang merupakan kesenian

tradisi.

DAFTAR PUSTAKA

Nabonenar, Bonari. 2007. Cerita Rakyat Pacitan Jawa Timur, Jakarta : Grasindo

Sukisno. 2014. Menelusuri Asal Usul Kethek Ogleng Cetakan ke-3. Pacitan : Disbudpar

Smith, Jecqueline. 1985. Komposisi Tari Petunjuk Praktis Bagi Guru. Terjemahan oleh Ben

Suharto. Yogyakarta: Ikalasti Yogyakarta

Supriyanto, Henricus. 2008. Penelitian Seni Pertunjukan Penerapan Metode Interdisipliner.

Makalah disajikan dalam Kepelatihan Penelitian Dosen FBS UNESA. Surabaya 27

Maret 2008

11