KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF PADA ABDI DALEM KERATON...

17
i KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF PADA ABDI DALEM KERATON KASUNANAN SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh: SEKAR PURBOSARI F. 100 090 054 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

Transcript of KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF PADA ABDI DALEM KERATON...

i

KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF PADA ABDI DALEM

KERATON KASUNANAN SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Diajukan Oleh:

SEKAR PURBOSARI

F. 100 090 054

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

ii

KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF PADA ABDI DALEM

KERATON KASUNANAN SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Diajukan Oleh:

SEKAR PURBOSARI

F 100 090 054

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

1

KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF PADA ABDI DALEM

KERATON KASUNANAN SURAKARTA

Sekar Purbosari

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstrak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan gambaran

pengalaman kesejahteraan subyektif pada abdi dalem Keraton Kasunanan

Surakarta. Subjek penelitian ini terdiri dari 6 abdi dalem dengan karakteristik

sebagai berikut : a) Abdi dalem yang termasuk didalam abdi dalem garap

Keraton Kasunanan Surakarta; b) Abdi dalem perempuan dan laki-laki; c)

Tercatat sebagai abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta. Hasil penelitian

ini adalah abdi dalem Keraton cukup bahagia dalam menjalani hidupnya

dibuktikan dengan lebih seringnya abdi dalem mengalami peristiwa

menyenangkan dari pada peristiwa menyedihkan dalam kehidupannya sehari-

hari. Abdi dalem cukup puas dengan kehidupannya terkait dengan keluarga,

kepuasan tersebut dirasakan karena dapat memiliki keluarga yang rukun dan

dapat mencukupi kebutuhan primer keluarganya. Abdi dalem mencapai

kepuasan hidup terkait dengan pekerjaan karena sudah mendasari niatannya

sebagai abdi dalem yakni untuk mengabdi kepada Keraton Kasunanan

Surakarta, namun abdi dalem Keraton belum mencapai kepuasan hidupnya

terkait dengan kesehatan karena terdapat dua abdi dalem yang mengeluhkan

kesehatannya sebagai kesulitan hidup yang sering dialami.

Kata kunci : kesejahteraan subyektif, abdi dalem Keraton.

Abdi dalem merupakan orang

yang mengabdi pada Keraton,

pengabdian abdi dalem ini telah

dilakukan selama belasan tahun,

bahkan puluhan tahun. Kehidupan

Keraton tidak akan lepas akan adanya

abdi dalem keraton yang setia dan

masih melakukan pengabdian dengan

berbagai gelar dan predikat

kebangsawanannya di lingkungan

kekerabatan Keraton. Kebanyakan

abdi dalem melakukan pengabdian

2

selama belasan bahkan hingga puluhan

tahun, meskipun Keraton saat ini

sudah tidak berkemampuan

memberikan gaji, namun semangat

besar dan animo abdi dalem untuk

mengabdi hanya didasari oleh

semangat pengabdian, loyalitas dan

dedikasi yang tinggi untuk ngurip-

nguripi Keraton.

Abdi dalem keraton terbagi

menjadi dua yakni yang pertama abdi

dalem anon-anon dan abdi dalem

garap. Abdi dalem anon-anon adalah

abdi dalem yang mengabdi dari luar

Keraton, menghadap ke Keraton jika

ada suatu tugas atau jadwal untuk

menghadap (sowan) dan abdi dalem

anon-anon tidak diberi upah. Kedua

yaitu abdi dalem garap yaitu abdi

dalem yang mengabdi di dalam

Keraton yang menghadap ke Keraton

sehari-hari sesuai dengan jadwal dan

abdi dalem ini mendapatkan gaji dari

Keraton. Jumlah keseluruhan dari abdi

dalem Keraton tidak dapat dipastikan

karena abdi dalem anon-anon yang

tersebar diluar Keraton jumlah ribuan

bahkan puluhan ribu, namun abdi

dalem garap jumlahnya dapat

diketahui yakni berjumlah lima ratus

delapan belas (518). Dari jumlah abdi

dalem garap tersebut dibagi kedalam

sembilan departemen yang ada di

Keraton Kasunanan Surakarta dengan

tugas dan kewajiban masing-masing.

Tugas dan kewajiban abdi dalem

Keraton seperti tugas menjaga pusaka-

pusaka yang dimiliki Keraton,

membersihkan bagian-bagian ruangan

Keraton, menyiapkan sesajen setiap

harinya, meronce bunga yang

digunakan untuk keperluan Keraton,

menjadi pawang hujan, dan

sebagainya.

Menurut sebuah pustaka di

Keraton (Sasono Pustoko) yang

disebut dengan abdi dalem yaitu setiap

orang (siapa saja) yang bekerja di

keraton atau yang mengabdi kepada

sang raja “kang sinebut abdi dalem

yaiku pawongan sapa bae kang

makarya ing kraton utawa ngabdi

marang ratu”. Lebih lanjut abdi dalem

adalah siapa saja yang sanggup

menjadi abdinya budaya Surakarta

Hadiningrat serta ditetapkan dengan

3

surat keputusan pemberian pangkat

oleh Raja. Abdi dalem Keraton digaji

kurang lebih empat puluh dua ribu

sampai enam ratus ribu setiap

bulannya. Namun gaji tersebut tidak

dapat dipastikan diberikan setiap

bulan. Dengan penghasilan yang

sangat sedikit, abdi dalem keraton

masih setia dan masih selalu mengabdi

kepada Keraton dengan sepenuh hati.

Para abdi dalem mempercayai bahwa

sebagai manusia apabila bersedia

mengabdi kepada Keraton maka akan

memperoleh anugerah, kebahagiaan,

dan ketenangan hidup dalam

kehidupannya kelak. Seperti hasil

penelitian yang dilakukan oleh Alimin,

dkk (2007) menunjukkan bahwa abdi

dalem menjalankan tugas dan

kewajiban serta menjalankan perintah

yang diberikan oleh raja dengan baik

disertai perasaan senang dan rela,

walaupun terkadang tugas yang

diberikan bukan tugasnya dan kadang

tidak berkenaan dihati, hal itu

dikarenakan sabda atau perintah raja

dipercaya adalah perintah Tuhan, jadi

apapun perintah raja dipercaya

membawa dampak yang baik untuk

abdi dalem yang melaksanakannya.

Subjective Well-Being (SWB)

yaitu evaluasi yang dilakukan

seseorang terhadap kehidupannya.

Evaluasi tersebut bersifat kognitif dan

afektif. Evaluasi yang bersifat kognitif

meliputi bagaimana seseorang

merasakan kepuasan dalam hidupnya.

Evaluasi yang bersifat afektif meliputi

seberapa sering seseorang merasakan

emosi positif dan emosi negatif.

Seseorang dikatakan mempunyai

tingkat subjective well-being yang

tinggi jika orang tersebut merasakan

kepuasan dalam hidup, sering

merasakan emosi positif seperti

kegembiraan dan kasih sayang serta

jarang merasakan emosi negatif seperti

kesedihan dan amarah (Diener, dkk,

2000).

Diener dkk, (1997)

kesejahteraan subjektif (subjective

well-being) merupakan cara

bagaimana seseorang mengevaluasi

dirinya. Evaluasi tersebut meliputi

kepuasan hidup, sering merasakan

emosi positif seperti kegembiraan

4

kasih sayang, serta jarang merasakan

emosi negatif seperti kesedihan dan

marah.

Carr (2004) memberi definisi

yang sama antara kebahagiaan dan

subjective well-being, yakni sebuah

keadaan psikologis positif yang

dikarakteristikan dengan tingginya

tingkat kepuasan terhadap hidup,

tingginya tingkat afek positif, dan

rendahnya tingkat afek negatif.

Menurut Seligman (2002) kebahagiaan

(happiness) merupakan salah satu

variable utama subjective well-being,

disamping kepuasan hidup (life

satisfaction) dan low neuroticism.

Diener dkk, (2003)

berpendapat bahwa Subjective well

being (SWB) menggambarkan

evaluasi yang menyeluruh mengenai

kehidupan seseorang, namun secara

lebih dalam dan tepat, SWB terdiri

atas beberapa komponen, yaitu afek

positif, afek negatif, kepuasan dan

domain kepuasan yang cukup

berkorelasi satu sama lain dan secara

konseptual berhubungan. Lebih jauh

lagi penjelasan mengenai komponen-

komponen tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Afek positif dan negatif

Afek pleasant dan unpleasant

merefleksikan pengalaman mendasar

atas peristiwa yang sedang terjadi di

dalam kehidupan seseorang. Maka

banyak penelitian yang menyebutkan

bahwa penilaian afektif ini merupakan

bentuk utama dari penilaian SWB.

Penilaian afektif dapat berbentuk

emosi dan mood. Emosi merupakan

reaksi singkat yang berdasarkan pada

peristiwa khusus atau stimulus

eksternal, sedangkan mood merupakan

perasaan yang lebih panjang atau

menetap dan tidak didasarkan pada

peristiwa khusus. Penilaian afektif

penting karena dengan mengetahui

jenis afeksi yang dialami oleh individu

maka peneliti bisa memahami cara

individu tersebut mengevaluasi kondisi

dan pertistiwa yang terjadi di dalam

hidupnya.

b. Kepuasan hidup

Kepuasan hidup adalah

penilaian individu

5

terhadap kualitas kehidupannya secara

global. Individu dapat menilai kondisi

kehidupannya, menentukan

kepentingan dari kondisi itu dan

mengevaluasi kehidupannya pada

skala yang berkisar dari tidak puas

hingga puas. Kepuasan hidup

menrupakan komponen kognitif dari

SWB karena memerlukan proses

kognitif, sedangkan afek positif dan

negatif merupakan komponen afektif.

c. Domain kepuasan

Domain kepuasan

merefleksikan evaluasi seseorang

mengenai aspek khusus dalam

hidupnya. Domain kepuasan ini

penting karena dengan mengukur

kepentingan domain dari kehidupan

seseorang, maka seseorang dapat

mengkonstruk kembali penilaian

kepuasan hidupnya secara global.

Domain kepuasan ini dapat

memberikan informasi mengenai

bagaimana seseorang menyusun

penilaian globalnya mengenai

kebahagiaan dan juga memberikan

informasi yang detail tentang aspek

khusus kehidupan seseorang.

Carr (2004) menyebutkan

bahwa untuk mengidentifikasi faktor-

faktor yang berkontribusi pada

kebahagiaan bukanlah merupakan hal

yang mudah. Tetapi pada kebanyakan

penelitian menyebutkan bahwa faktor

kepribadian dan demografis

merupakan faktor utama yang

menyebabkan dan berhubungan

dengan kebahgaiaan. Berikut ini

adalah beberapa faktor yang

mempengaruhi kebahagiaan seseorang:

1) Kepribadian

Berdasarkan penelitian

mengenai kebahagiaan menunjukkan

bahwa orang yang bahagia dan tidak

bahagia memiliki profil kepribadian

yang berbeda. Hubungan antara trait

kepribadian dan kebahagiaan tidak

bersifat universal pada semua budaya.

Pada budaya barat yang

individualistik, orang yang bahagia

adalah yang memiliki trait ekstraversi,

optimis, harga diri yang tinggi dan

locus of control internal. Sedangkan

orang yang tidak bahagia adalah orang

yang memiliki tingkat neurotik yang

tinggi. Hal tersebut berbeda dengan

6

orang-orang di budaya timur yang

menganut budaya kolektivistik dimana

faktor-faktor tersebut tidak

berhubungan dengan kebahagiaan. Jadi

nilai budaya menentukan trait

kepribadian yang mempengaruhi

kebahagiaan. Menurut Eddington &

Shuman (2005) kepribadian

menunjukkan peran yang lebih

signifikan dibandingkan dengan

peristiwa hidup spesifik lainnya dalam

menentukan Subjective Well-Being.

2) Variabel demografis

Faktor lain yang juga

mempengaruhi kebahagiaan adalah

variabel demografis dan lingkungan

(Eddington & Shuman, 2005). Faktor-

faktor demografis itu adalah:

a. Jenis Kelamin

Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa perbedaan jenis

kelamin merupakan faktor yang sangat

kecil dalam menentukan kebahagiaan

dan kepuasan hidup seseorang.

b. Usia

Pada banyak penelitian dan

survey menunjukkan bahwa pengaruh

usia terhadap kebahagiaan adalah kecil

(Argyle, 1999).

c. Pendidikan

Hubungan antara pendidikan

dan kebahagiaan adalah kecil tetapi

signifikan. Namun hubungan antara

pendidikan dan kebahagiaan

merupakan hasil dari korelasi antara

pendidikan dengan status pekerjaan

dan pendapatan.

d. Pendapatan

Banyak penelitian yang

menyebutkan bahwa pendapatan

berhubungan dengan kebahagiaan.

Secara umum, orang yang lebih kaya

akan merasa lebih bahagia

dibandingkan dengan orang yang lebih

miskin.

e. Perkawinan

Orang yang menikah memiliki

kebahagiaan lebih tinggi dibandingkan

dengan orang yang tidak pernah

menikah, bercerai, berpisah, atau

janda. Pada beberapa negara, pasangan

yang hidup bersama (kohabitasi)

secara signifikan lebih bahagia

dibandingkan

7

dengan orang yang tinggal seorang

diri. Perkawinan sering ditemukan

menjadi salah satu faktor terkuat yang

berkorelasi dengan kebahagiaan.

f. Pekerjaan

Orang yang bekerja akan lebih

bahagia dibandingkan dengan orang

yang tidak bekerja. Orang yang tidak

bekerja mempunyai tingkat stress yang

lebih tinggi, kepuasan hidup yang

lebih rendah dan kemungkinan bunuh

diri yang lebih tinggi dibandinkan

dengan orang yang bekerja.

g. Kesehatan

Hubungan yang kuat antara

kesehatan dan kebahagiaan muncul

pada pengukuran kesehatan melalui

self-report, tidak pada penilaian secara

objektif oleh ahli. Maka dapat

disimpulkan bahwa persepsi akan

kesehatan menjadi lebih penting dari

pada kesehatan secara objektif dalam

mempengaruhi kebahagiaan.

h. Agama

Banyak survey yang

menunjukkan bahwa kebahagiaan

berkorelasi secara signifikan dengan

agama, hubungan seseorang dengan

Tuhan, pengalaman doa dan partisipasi

di dalam aspek keagamaan.

i. Waktu luang

Kebahagiaan berkorelasi cukup

tinggi dengan kepuasan waktu luang

dan tingkatan aktivitas di waktu luang.

Kegiatan yang dilakukan pada waktu

luang dapat meningkatkan

kebahagiaan, seperti aktivitas

menyenangkan bersama teman,

kegiatan olah raga, dan liburan.

Sedangkan kegiatan menonton televisi

di waktu luang terutama tontonan yang

berat kurang dapat meningkatkan

bahagia.

j. Etnis

Etnis minoritas di suatu negara

memiliki kebahagiaan yang lebih kecil

karena berdasarkan pada rendahnya

pendapatan, pendidikan, dan status

pekerjaan yang diperoleh.

k. Peristiwa kehidupan

Intensitas peristiwa positif

yang terjadi tidak banyak

mempengaruhi kebahagiaan sebagian

karena jarang terjadi.

8

Para abdi dalem Keraton

mampu mensejahterakan

kehidupannya dengan berbagai cara

walaupun dengan gaji atau upah yang

minim. Kebahagiaan serta kepuasan

hidup didapatkan ketika abdi dalem

mampu mengabdi kepada Keraton dan

menjaga kelestarian Keraton dengan

baik. Abdi dalem beranggapan bahwa

mengabdi pada Keraton akan

menjadikan kehidupannya lebih berarti

dan bahagia. Abdi dalem Keraton

mengabdi kepada keraton dengan

ketulusan hati serta keyakinan bahwa

mengabdi kepada Keraton merupakan

hal yang sangat membanggakan dan

membahagiakan selama hidupnya. Hal

tersebut dibuktikan dengan tetap

mengabdinya abdi dalem walaupun

pendapatan atau gaji yang diberikan

keraton sangat minim bahkan tidak

dapat dipastikan gaji tersebut akan

diberikan setiap bulannya. Namun,

dengan keadaan perekonomian seperti

itu abdi dalem Keraton mampu

mencukupi kehidupannya dan merasa

bahagia dengan hidupnya. Abdi dalem

Keraton merasa bahagia dengan

hidupnya karena selalu bersyukur

dengan segala keadaan dan abdi dalem

menilai kebahagiaan sebagai hal yang

sederhana.

Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan gambaran

pengalaman kesejahteraan subyektif

pada abdi dalem Keraton Kasunanan

Surakarta.

METODE

Subjek Penelitian. Abdi dalem

Keraton Kasunanan Surakarta yang

termasuk di dalam abdi dalem garap

dengan jenis kelamin laki-laki dan

perempuan. Subjek penelitian

berjumlah 6 orang abdi dalem dengan

rincian 4 abdi dalem perempuan dan 2

abdi dalem laki-laki.

Alat pengumpulan data. Berupa

wawancara dan observasi sehingga

data-data yang diperoleh berupa narasi

dan deskripsi dari hasil wawancara dan

observasi yang telah dilaksanakan.

Langkah-langkah dalam analisis data

penelitian ini sebagai berikut:

1. Mengorganisasikan data

2. Melakukan pengkodingan

9

3. Menentukan tema

4. Mencari kategori

5. Mendeskripsikan kategori

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil wawancara yang

dilakukan diketahui bahwa peristiwa-

peristiwa menyenangkan yang pernah

dialami informan bermacam-macam

seperti, mengalami suatu peristiwa

atau mendapatkan sebuah rejeki yang

tidak terduga, diapresiasikan oleh

orang lain, terpenuhinya kebutuhan

sehari-hari, mendapat kepercayaan dari

atasan,dapat hidup rukun dengan

keluarga, dan dapat membahagiakan

oranglain. Peristiwa menyenangkan

yang dialami abdi dalem polisi adalah

ketika mendapatkan rejeki tak terduga,

yakni pada saat ada pengunjung atau

wisatawan yang memberinya rejeki

atau uang. Peristiwa tidak terduga

yang dialami oleh informan SR pada

saat dipanggil dan diberi petuah oleh

Sinuhun PB XII. Sedangkan peristiwa-

peristiwa menyedihkan yang dialami

informan seperti pada saat informan

belum mendapatkan fasilitas tempat

tinggal yang layak dan menjadi milik

pribadi, belum bisa membahagiakan

orang lain, merasa tidak dihormati

anak-anaknya, dan merasakan dampak

dari terbakarnya Keraton pada tahun

1985 dan dampak dari masa transisi

tahun 2005 yang hingga kini belum

terselesaikan permasalahannya.

Tingginya afek positif dan

rendahnya afek negatif dapat dilihat

dari peristiwa-peristiwa bermakna

yang pernah dialami informan. Semua

peristiwa dianggap menyenangkan

karena menjadi abdi dalem didasari

dengan niatan dari hati untuk

mengabdi kepada Keraton. Walaupun

informan juga merasakan peristiwa

yang tidak menyenangkan, seperti gaji

yang tidak rutin diberikan yang

terkadang menjadi permasalahan

ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan

keluarga, namun informan selalu

berusaha mengubah perasaannya

menjadi perasaan yang senang

terhadap pekerjaannya karena niatan

dari hati untuk mengabdi kepada

Keraton agar mendapat berkah dari

Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai

dengan hasil penelitian yang

10

dilakukan oleh Alimin, dkk (2007)

menunjukkan bahwa abdi dalem

menjalankan tugas dan kewajiban serta

menjalankan perintah yang diberikan

oleh raja dengan baik disertai perasaan

senang dan rela, walaupun terkadang

tugas yang diberikan bukan tugasnya

dan kadang tidak berkenaan dihati, hal

itu dikarenakan sabda atau perintah

raja dipercaya adalah perintah Tuhan,

jadi apapun perintah raja dipercaya

membawa dampak yang baik untuk

abdi dalem yang melaksanakannya.

Pendapat dari Wikandaru (2010) Abdi

dalem bekerja di keraton dengan

prinsip sukarela, artinya mereka

bekerja atas kemauan sendiri dengan

jumlah honor yang sangat kecil.

Mereka bekerja dengan tujuan untuk

mencari berkah dalam Keraton.

Informan berusaha untuk

mencukupi kebutuhan hidupnya, baik

kebutuhan secara ekonomi maupun

kebutuhan untuk bersosialisasi dengan

orang lain. Pemenuhan kebutuhan

ekonomi menjadi hal yang paling

penting karena dapat mencukupi

kebutuhan keluarganya adalah salah

satu peristiwa yang paling

menyenangkan dalam hidup informan.

Informan ST, TR dan EL

mengungkapkan peristiwa

menyenangkan dalam hidupnya adalah

ketika dapat mencukupi kebutuhan

keluarganya. Hal ini sesuai dengan

pendapat Hellevik (2003) berbagai

cara telah banyak ditempuh manusia

untuk mencapai well-being, yakni

melalui pemenuhan kebutuhan materi

dan kemapanan ekonomi.

Informan ST, PR, TR, dan EL

merupakan informan yang memiliki

tingkat afek positif lebih tinggi dari

pada afek negatifnya. Sedangkan

informan KB dan SR memiliki tingkat

afek positif dan afek negatif yang

sama. Sehingga dari keenam informan

dapat diketahui bahwa informan ST,

PR, TR, dan EL merupakan abdi

dalem yang mencapai tingkat

kebahagiaan lebih tinggi dari pada

informan KB dan SR. Dibuktikan

dengan lebih seringnya merasakan

peristiwa-peristiwa positif seperti

kegembiraan dan kasih sayang serta

jarang merasakan emosi negative

11

seperti kesedihan, hal ini sesuai

dengan pendapat Diener dkk, (1997)

kesejahteraan subyektif merupakan

cara bagaimana seseorang

mengevaluasi dirinya. Evaluasi

tersebut meliputi kepuasan hidup,

sering merasakan emosi positif seperti

kegembiraan dan kasih sayang serta

jarang merasakan emosi negative

seperti

Kehidupan informan berfokus

pada kebahagiaan diri sendiri dan

keluarganya, seperti kebahagiaan

ketika dapat mencukupi kebutuhan

keluarga dan ketika dapat berkumpul

dengan keluarganya. Informan

berusaha mencukupi kebutuhan

keluarganya dengan bekerja sebagai

abdi dalem dan ada salah satu

informan yang memiliki pekerjaan lain

sebagai PNS di BP 3 Jateng. Kesulitan

hidup yang dialami informan adalah

kesulitan ekonomi dan gangguan

kesehatan. Kesulitan ekonomi dialami

karena gaji sebagai abdi dalem dirasa

sangat minim dan tidak bisa dipastikan

akan keluar setiap bulannya. Terdapat

dua informan yang mengalami

kesulitan hidup berupa gangguan

kesehatan yakni gangguan persendian

dan gejala katarak. Walaupun

pendapatan dari pekerjaan informan

sebagai abdi dalem tidak rutin

diberikan, informan tidak

menjadikannya sebagai kesulitan

hidup namun sebagai tahapan hidup

yang harus dilalui. Informan

mendasari pekerjaannya sebagai abdi

dalem dengan niatan dari hati untuk

mengabdi dan hidup dibawah naungan

Keraton agar mendapatkan berkah dari

Tuhan Yang Maha Esa.

KESIMPULAN

Dari peristiwa-peristiwa

bermakna yang pernah dialami abdi

dalem dapat diketahui bahwa abdi

dalem Keraton Kasunanan Surakarta

cukup bahagia dalam menjalani

hidupnya, karena dalam kesehariannya

abdi dalem lebih sering merasakan hal-

hal menyenangkan seperti ketika

bertugas sebagai abdi dalem Keraton

dan ketika berada di lingkungannya,

terdapat beberapa peristiwa

menyenangkan seperti mendapat rejeki

yang tidak terduga, memiliki keluarga

12

yang hidup rukun dan dapat

mencukupi kebutuhan primer sehari-

hari dalam keluarganya. Sedangkan

peristiwa menyedihkan jarang dialami

oleh abdi dalem. Peristiwa

menyedihkan tersebut seperti belum

mendapatkan fasilitas tempat tinggal

yang layak dan menjadi milik pribadi,

belum membahagiakan orang tua dan

ketika merasakan dampak dari

perselisihan yang terjadi di dalam

keluarga Keraton Kasunanan

Surakarta.

Abdi dalem Keraton

Kasunanan Surakarta mencapai

kepuasan hidup yang berkaitan

dengan keluarga. Kepuasan hidup

dirasakan ketika informan memiliki

pasangan hidup, anak, dan cucu. Selain

itu abdi dalem merasa bahagia karena

memiliki keluarga yang rukun dan

dapat berkumpul dengan keluarganya

seperti anak dan cucunya, dapat

mencukupi kebutuhan primer

keluarganya, dapat mencukupi

kebutuhan pendidikan anak serta

cucunya, dan dapat membelikan

sebuah barang untuk cucunya.

Peristiwa-peristiwa tersebut yang

menjadikan abdi dalem Keraton

merasa bahagia dan merasa puas

menjalani hidupnya karena memiliki

keluarga rukun dan dapat

membahagiakan keluarganya.

Abdi dalem Keraton mencapai

kepuasan hidup yang berkaitan dengan

pekerjaannya. Meskipun keseluruhan

abdi dalem Keraton mengeluhkan

kelancaran pemberian gaji, namun

abdi dalem tidak menjadikan hal

tersebut sebagai kesulitan hidup yang

sangat menghambat, karena abdi

dalem dapat mencukupi kebutuhan

primer keluarganya seperti kebutuhan

sandang, pangan, dan pendidikan anak

serta cucunya dengan penghasilan

tidak terduga yang diberikan

pengunjung saat mengajak abdi dalem

berfoto bersama. Abdi dalem Keraton

tidak memiliki pekerjaan lain selain

menjadi abdi dalem, hanya satu abdi

dalem Keraton yang bekerja menjadi

PNS selain menjadi abdi dalem

Keraton Kasunanan Surakarta. Abdi

dalem tidak bekerja selain menjadi

abdi dalem Keraton karena sudah

mendasari niatannya untuk

menghabiskan hidup dengan mengabdi

13

kepada Keraton Kasunanan Surakarta.

Abdi dalem merasa bahagia dan

mencapai kepuasan hidup karena dapat

mengabdi kepada Keraton Kasunanan

Surakarta, walaupun dengan gaji yang

tidak rutin diberikan.

Abdi dalem Keraton belum

mencapai kepuasan hidupnya yang

berkaitan dengan kesehatan, karena

terdapat dua abdi dalem Keraton yang

mengeluhkan kesehatannya sebagai

kesulitan hidup yang saat ini dialami.

Usia abdi dalem yang sudah tidak

muda lagi menjadi sebab dari

permasalahan kesehatannya, seperti

gejala katarak dan persendian yang

sering dirasakan oleh abdi dalem

Keraton.

DAFTAR PUSTAKA

Allimin, F, Taufik & Moordiningsih.

2007. Dinamika Psikologis

Pengabdian Abdi Dalem

Keraton Surakarta Paska

Suksesi. Indigenous,Jurnal

Ilmiah Berkala Psikologi, 2,

26-36

Argyle, M. 1999. Causes and

Correlates of Happiness.

Dalam D. Kahneman, E.

Diener, & N. Schwarz (Eds.).

Well-being: The Foundations

of Hedonic Psychology. New

York: Russell Sage Foundation

Carr, A. 2004. Positive Psychology:

The Science of Happiness and

Human Strengths. New York:

Brunner-Routledge

Diener, E., & Diener, C. 1997. Resent

Findings on Subjective Well-

Being. www.psycho.uiuc.edu.

Diakses pada tanggal 8 Oktober

2012.

Diener, E., Scollon, C.N., & Lucas,

R.E. 2003. The Evolving

Concept of Subjective Well-

Being: The Multifaceted

Nature of Happiness. Advances

in Cell Aging and Gerontology,

vol. 15, 187–219.

Diener, E., Suh, E., & Oishi, S. 2000.

Similarity of the Relations

Between Martial Status and

Subjective Well-Being Across

Cultures. Journal of Cross-

Cultural Psychology, 31, 419-

436

Eddington, N. & Shuman, R. 2005.

Subjective Well-Being

(Happiness).

http://www.texcpe.com/cpe/PD

F/ca-happiness.pdf (diunduh

pada tanggal 18 Maret 2012).

Seligman, M. E. P. 2002. Authentic

Happiness. New York: Free

Press.