KESANTUNAN BERBAHASA DALAM NASKAH …Hasil penelitian ini menunjukkan bentuk ujaran yang terjadi...
-
Upload
nguyenliem -
Category
Documents
-
view
227 -
download
0
Transcript of KESANTUNAN BERBAHASA DALAM NASKAH …Hasil penelitian ini menunjukkan bentuk ujaran yang terjadi...
KESANTUNAN BERBAHASA DALAM NASKAH DRAMA
UMANG-UMANG KARYA ARIFIN C. NOER DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA
DAN SASTRA INDONESIA DI SMP
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
Nova Liana
NIM. 1111013000108
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
KESANTI]NAI\ BERBAIIA.SA DALAM NASKAH DRAMAUMANG-UMANG KARYA ARIFIN C. NOER DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASADAN SASTRA INDONESIA
Skripsi
Diaj,rkan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar S arj ana Pendidikan
Oleh
NOVA LIANA
NIM: 1111013000108
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
Dr. Siti Nuri Nurhaidah, M.A.
,/JI,RUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASt'RA INDONESIA
FAKIILTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUANUNIYERSITAS ISLAM NE GERI
SYARIF HIDAYATI]LLAII .
JAKARTA2016 M
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH
Skripsi berjudul "Kesantunan Berbahasa dalam Naskah Drama Uruang-
Umang Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya Terhadap pembelajanan
Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP" diajukan kepada Fakultas Ilmu Tariyah
dan Keguruan (FITK) UN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus
dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 4 April 2016 dihadapan dewan penguji.
Oleh karena.itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana (S. Pd) dalam bidang
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Tangerang,4 Aprtl20l6
Panitia Ujian Munaqasah
Ketua Panitia ( Ketua Jurusan/Prodi) Tanggal
IVakyun Subuki M.HumNIP. 19800305 200901 1 015
Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)
Dona Aji Karunia Putra. M.ANrP. 19840409 20t101 1 015
Penguji 1
Dr. Nurvani. M.A.NIP. 1 9820 6282009122 003
Penguji 2
Dr. Darsita Supamo. N{. Hum.NrP. 19610807 199303 2 001
t2/ 6:!.otr
v/6-rue
,t/n lol6
t(, - aoti/u
Dekan Fakultas i
I(EN.IENTERIAN AGANTAL]IN JAIC{RTAFITI(.8 tr- lt -ar*t* "\ir ,D CS.er lrlf,e
FORNI (FR)
No, Dokumen : FITK-FR-AKD-089Tg. Terbit : I I{arct 2010
No- Rerisi: : 0IHd r/r
SURAT PERN{YATAAN{ KARYA SEIVDIRI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Dosenr Pembi;nbing
: NovaLiana
: Piladang; 07 November 1991
:1111013000108
: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia / S-l
: Kesantrman Berbahasa dalam Naskatra Drama
Umng-Uffiag Karfa tuifin C- Noer dan Implikasinya
terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
: Dr. Siti Nrri Nuftaidah, M.A.
DqEs ini menyatatan bahnra stripsi lraug saya buat benar-benar t asil karla sediridan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pemlataan ini dibrat sebagai salah satu syarat nrenernpuh Ujian Munaqasah.
Jakal/r4 10 Februari 2016Mahasisw Ybs.
NIM.tI11013000108
UJI REFERENSI
Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yar,g berjudul
"Kesantunan Berbahasa dalam Naskah Drama Umang-Umang Karya Arifin C.
Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia" yang
disusun oleh Nova Liana dengan NIM l1l1013000108 Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, telah diuji kebenarannya oleh dosen pembimbing pada
tanggal 6 Januari 2016
Jakarta,6 Januari2016
Pembimbing
Dr. Siti NuriNurhaidah, M.A.,
i
ABSTRAK
Nova Liana. (NIM : 1111013000108). Kesantunan Berbahasa Dalam
Naskah Drama Umang-Umang Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya
terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP.
Penelitian ini mengkaji kesantunan berbahasa menurut teori Leech, objek
yang dianalisis yaitu naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer.
Kesantunan berbahasa tidak hanya berlaku pada saat komunikasi secara langsung
akan tetapi kesantunan berbahasa juga terdapat di dalam karya sastra.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesantunan berbahasa
pada naskah drama umang-umang karya Arifin C. Noer dan mendeskripsikan
implikasi kesantunan berbahasa terhadap pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yang menghasilkan
data deskriptif. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan teknik simak
yaitu simak bebas cakap dan di lanjutkan dengan teknik catat. Selanjutnya
dijabarkan dengan memberikan analisis kemudian diberi kesimpulan akhir.
Hasil penelitian ini menunjukkan bentuk ujaran yang terjadi pada tokoh
dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer terdapat pematuhan
dan pelanggaran. Dari keseluruhan data pada ujaran diperoleh 27 data yang
mematuhi prinsip kesantunan Leech yaitu 7 maksim kebijaksanaan, 3 maksim
penerimaan, 9 maksim kemurahan, 2 maksim kerendahan hati, 5 maksim
kesetujuan, dan 1 maksim simpati. Sedangkan yang melanggar prinsip kesantunan
Leech diperoleh 39 data yaitu, 6 maksim kebijaksanaan, 8 maksim penerimaan, 13
maksim kemurahan, 5 maksim kerendahan hati, 5 maksim kesetujuan, dan 2
maksim simpati. Pada naskah drama Umang-Umang tersebut lebih didominasi
oleh pelanggaran maksim kemurahan. Kesantunan berbahasa dapat diimplikasikan
pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yaitu pembelajaran diskusi di
SMP kelas VIII.
Kata kunci : Kesantunan, Prinsip Kesantunan teori Leech, Naskah Umang-
Umang.
ii
ABSTRACT
Nova Liana. (NIM: 1111013000108). Politeness In manuscript Umang
Umang By Arifin C. Noer and Implications Learning Indonesian Language
and Literature at the SMP. This research about the politeness according to Leech's theory, the object
being analyzed is a manuscript Umang-Umang by Arifin C. Noer. Politeness is
not only valid at the time of direct communication but politeness is also found in
the literature.
The purpose of this research is to describe the politeness in the manusript
Umang-Umang by Arifin C. Noer and describe the implications of politeness is
learning Indonesian language and literature. The method used is qualitative
method that produces descriptive data. Collecting the data, the authors used a
technique that “simak bebas cakap “and technique “catat”. Then elaborated by
providing analysis and then given a final conclusion.
The results of this research indicate the form of speech happens to the
characters in the manuscript Umang Umang by Arifin C. Noer there are
compliance and violations. Of all the data on the speech obtained 27 data that
adheres to the principle that Leech politeness 7 tact maxim, 3 maxim of
generosity, 9 approbation maxim, 2 modesty maxim, 5 maxim of agreement, and
1 maxim of sympathy. While that violate Leech politeness principle that the data
obtained 39, 6 tact maxim, 8 maxim of generosity, 13 approbation maxim, 5
modesty maxim, 5 maxims of agreement, and 2 maxim of sympathy. Manuscript
Umang-Umang are more dominated by the violation of the maxim of
approbation. Politeness can be implicated in learning Indonesian language and
literature that discussion teaching 8th grade junior higt school.
Keywords: Politeness, Politeness Principle of Leech theory, Manuscript Umang
Umang.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil ‘alamin segala puji bagi Allah semesta alam yang telah
melimpahkan rahmat dan nimat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah untuk nabi besar
Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para umatnya.
Penulis menyusun penelitian ini guna memenuhi salah satu syarat
mendapatkan gelar sarjana pendidikan program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penulisan
penelitian ini penulis banyak mendapat masukan, bimbingan, saran, dorongan,
dan semangat dari berbagai pihak. Semua itu tak lain untuk menjadikan penulis
menjadi pribadi yanglebih baik dan kaya informasi, sehingga pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Makyun Subuki , M. Hum., selaku ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia.
3. Dona Aji Karunia, MA., selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia.
4. Ibunda dan Ayahanda tercinta dewi Asmita dan Yusrizal yang tak pernah
letih merawat, mendukung, mendoakan, dan memberi motivasi serta
bantuan moril maupun materil kapda penuli dengan tulus dan ikhlas.
5. Dr. Siti Nuri Nurhaidah, M.A. selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan bimbingan,
semangat, motivasi, dan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
6. Dosen-dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah
membagi ilmunya selama masa perkuliahan.
7. Kakak dan adikku tercinta Yusni Rika dan Popi Septiani yang selalu
mendoakan, dan memberikan semangat kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini
iv
8. Sahabat terbaikku Sukaesih, Siti Nurhasanah, dan Syifa Fauziyah Soliha
yang selalu ada dalam suka dan duka, teman curhat dan keluh kesah,
teman bersama dalam segalanya.
9. Adek-adek kosan Arum, Ajeng, dan Farisha yang selalu bersedia
memberi bantuan dan semangat kepada penulis.
10. Teman-teman PBSI sepejuangan angkatan 2011 khususnya PBSI kelas C
yang senantiasa memberi kebahagian selama masa-masa kuliah, memberi
informasi, dan semangat dalam menyelesaikan penelitian.
Terima kasih pula untuk seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian penelitian ini.
Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua. Penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca untuk menjadikan penelitian ini lebih baik
lagi. Besar harapan penulis agar penelitian ini dapat bermanfaat, baik untuk
penulis pribadi maupun pembaca.
Jakarta, Januari 2016
penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................... ii
KATA PENGANTAR. .............................................................................. iii
DAFTAR ISI .............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ..................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Identifikasi Masalah . ......................................................... 4
C. Batasan Masalah . ............................................................... 5
D. Rumusan Masalah .............................................................. 5
E. Tujuan Penelitian ............................................................... 5
F. Manfaat Penelitian ............................................................. 6
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pragmatik . ....................................................................... 7
1. Tokoh-Tokoh dan Teori Pragmatik .......................... 7
2. Teori Kesantunan ...................................................... 10
3. Konteks ..................................................................... 18
B. Drama . ............................................................................. 20
1. Pengertian Drama ..................................................... 20
2. Karakteristik Drama . ................................................ 21
C. Biografi Arifin C. Noer . .................................................. 23
D. Sinopsis Naskah Drama Umang-Umang Karya
Arifin C. Noer .................................................................. 25
E. Penelitian yang Relevan ................................................... 27
vi
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ......................................................... 30
B. Metode Penelitian ............................................................... 30
C. Ruang Lingkup Penelitian .................................................. 31
D. Objek Penelitian ................................................................. 31
E. Pengumpulan Data. ............................................................ 31
F. Jenis Data . ......................................................................... 33
G. Analisis Data. ..................................................................... 33
H. Pelaksanaan Penelitian. ...................................................... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Temuan kesantunan berbahasa menurut Leech dalam naskah
drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer ...................... 36
B. Analisis deskripsi kesantunan berbahasa dalam naskah Drama
Umang-Umang karya Arifin C. Noer . ............................... 38
C. Implikasi terhadap pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia ............................................................................ 80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................ 82
B. Saran . ................................................................................. 83
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 84
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak bisa hidup
sendiri. Setiap manusia yang ada di dunia ini harus bersosialisasi dengan
sesamanya, menjalin komunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Supaya
komunikasi dan kerjasama dapat terjalin maka perlu alat untuk melakukan
komunikasi tersebut. Alat yang digunakan untuk berkomunikasi yaitu bahasa.
Bahasa dimaknai oleh beberapa ahli sebagai “sistem lambang bunyi yang arbirter
yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.”1 Selanjutnya dapat diketahui bahwa
bahasa berfungsi sebagai alat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi.
Kehidupan manusia yang cendrung berkelompok menuntut mereka harus
berinteraksi dengan orang lain setiap harinya, maka dalam berkomunikasi dengan
orang lain ada hal yang perlu diperhatikan yaitu aspek kesantunan. Cara
berinteraksi yang baik terhadap sesama dengan saling tolong-menolong, saling
menghormati, dan berbagi dapat meningkatkan kualitas dalam hidup
bermasyarakat. Untuk meningkatkan kualitas tersebut maka berbicara dengan
bahasa yang santun dan benar tentu sangat diperlukan oleh manusia selaku
makhluk sosial.
Pada kenyataannya saat berkomunikasi seringkali kita mendengar seseorang
mengucapkan kata-kata tidak santun, kadang sebagian bahasa yang digunakan
tidak sesuai dengan nilai kesantunan. Jika menyaksikan situasi di terminal
misalnya, kita sering mendengar kalimat yang tidak santun. Kata-kata seperti:
dasar lu, suwe, oke bro, alay lu, cangkemmu, dan masih banyak kata-kata lainnya
yang tidak pantas didengar. Tetapi bahasa tersebut dapat dimaklumi dalam
1Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h.32
2
komunitasnya sesuai dengan budaya di terminal yang memang keras. Terkadang
seseorang tidak mengindahkan nilai-nilai kesantunan dalam berbahasa dilakukan
untuk mendapatkan simpati dan supaya bisa diterima dalam suatu komunitas.
Sekarang ini, banyak anak sekolahan mulai dari SD, SMP sampai SMA atau
orang yang berpendidikan juga tak jarang mengucapkan kata-kata yang tidak
santun atau kasar, padahal mereka orang-orang yang sudah diajarkan tentang
kesantunan. Kejadian pada para pejabat negara seperti anggota dewan MPR dan
DPR ketika rapat atau sidang mereka saling menuding dan berdebat mereka
menggunakan kata-kata yang tidak santun. Selain itu di sinetron, reality show, talk
show, komedi dan banyak acara lawak lainnya di media massa yang suka
menyela dan berbicara tidak santun, yang mereka pikirkan bagaimana penonton
dapat terhibur tanpa mengindahkan pengaruhnya bagi penonton.
Jika dilihat dari kenyataan tersebut dan kejadian-kejadian di sekitar kita maka
faktor usia, pendidikan, lingkungan, dan pekerjaan sangat mempengaruhi sikap
dan bahasa yang digunakan oleh sesesorang. Untuk itu dalam berkomunikasi
seseorang juga harus memahami konteks tuturan. Karena, dengan memahami
konteks tuturan kita tahu, dengan siapa kita berbicara, di mana tempat ujaran itu
dilakukan, dan apa tujuan ujaran tersebut dilakukan sehingga mitra bicara tdak
tersinggung dan pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik.
Kajian mengenai kesantunan berbahasa selama ini sudah banyak dilakukan,
mulai dari tuturan secara langsung yang menjadi objek kajiannya sampai dengan
tulisan di media masa dan hasil karya sastra para sastrawan yang selalu menarik
untuk dijadikan objek penelitian. Karya sastra merupakan suatu proses penulis
kreatif yang dapat membuat persepsi berbeda dari tiap pembaca. Tata bahasa yang
digunakan, pilihan kata, dan kesantunan dalam teks sebuah karya sastra akan
menjadi penilaian bagi pembaca.
“Karya sastra adalah salah satu hasil dari bentuk komunikasi manusia yang
tertulis. Karya sastra merupakan suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Selain
itu, karya sastra juga merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas
3
pengertiannya dari pada karya fiksi.”2 Melalui karya sastra penulis menyampaikan
pesan dan nilai kehidupan. Bagaimanakah cara penyampaian pesan dan
penggunaan bahasa yang digunakan oleh seseorang sastrawan dalam menulis,
santun ataupun tidak santun hanya pembaca yang dapat menilainya. Karena
sebuah karya sastra tidak dituntut untuk menghasilkan karya yang bernilai santun,
namun pembacalah yang harus teliti dalam memilih karya sastra yang banyak
mengandung pesan dan nilai kehidupan.
Karya Arifin C. Noer banyak diilhami dari kehidupan masyarakat. Drama
hasil tulisan Arifin C. Noer biasanya tidak menentu arahnya, bagitu juga karakter
tokoh-tokohnya yang diciptakan juga tidak menentu namun jika dibaca dan
dipahami secara mendalam karya-karya Arifin C. Noer penuh dengan pesan moral
dan nilai-nilai kehidupan. Seperti halnya dalam naskah drama Umang-Umang
yang bernuansa sosial yang menceritakan kehidupan masyarakat kelas bawah
yang mengalami kesulitan ekonomi sehingga mereka melakukan tindakan
kejahatan.
Dalam naskah drama Umang-Umang banyak terdapat dialog-dialog yang
bersifat memerintah, menghina dan mencaci yang semuanya banyak melakukan
penyimpangan dari aturan-aturan berkomunikasi yang digariskan oleh prinsip-
prinsip pragmatik. Naskah drama Umang-Umang ini secara jelas tidak
mengindahkah nilai-nilai kesantunan, namun untuk memahami sebuah naskah
diperlukan latar belakang atau konteks terjadinya penyimpangan tersebut.
Kebanyakan drama karya Arifin C. Noer menceritakan tokoh-tokohnya
memimpikan kehidupan yang bahagia dan penuh hayalan, tetapi selalu terbentur
dengan lingkungan, kepribadian dirinya dan keinginan-keinginan tokoh lain.
pertimbangan memilih objek penelitian berupa naskah drama Umang-Umang ini
karena dalam drama Umang-Umang sering diwarnai penyimpangan prinsip-
prinsip kesantunan. Drama Umang-Umang juga memiliki daya tarik tersendiri
karena memiliki penokohan yang unik, dimana dalam cerita ada tokoh yang
2Wellek dan Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta:PT Gramedia Utama, 1993), h. 3- 4
4
memiliki peran ganda. Pertama dia berperan sebagai Waska yang merupakan
pemimpin penjahat, Waska digambarkan sebagai seorang Nabi bagi pengikutnya,
kedua dia berperan sebagai tokoh Semar layaknya sebagai dalang yang menuntun
cerita dalam naskah ini.
Sebenarnya banyak media sastra lain yang di dalamnya banyak terdapat
pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, namun naskah drama Umang-
Umang ini dipilih karena di dalam naskah drama Umang Umang ini terdapat
ujaran yang memenuhi prinsip kesantunan. Ujaran tersebut menarik untuk diteliti
karena dibalik ujaran tersebut ada maksud ujaran dan mengandung prinsip
kesantunan.
Membahas kesantunan berbahasa berkaitan dengan pembelajaran bahasa
Indonesia di SMP. Penulis mengimplikasikan hasil penelitian pada kegiatan
pembelajaran bahasa Indonesia di SMP yaitu materi berdiskusi. Saat pembelajaran
diskusi masih banyak siswa yang menggunakan bahasa yang kurang santun dalam
penyampaian sanggahan atau pendapat dalam berdiskusi di kelas. Sehingga dalam
penelitian mengenai kesantunan berbahasa ini diharapkan nantinya siswa dapat
menyampaikan sanggahan ataupun pendapat dalam berdiskusi dengan
menggunakan bahasa yang santun sehingga tidak menyinggung perasaan teman-
temannya. Maka dari itu, penulis ingin menganalisis kesantunan berbahasa dalam
naskah drama Umang-Umang karya Arifin C Noer dan implikasinya terhadap
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka masalah yang
dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Sebagai makhluk sosial manusia menggunakan bahasa sebagai alat untuk
berkomunikasi.
2. Kurangnya kesantunan berbahasa manusia sebagai makhluk sosial dalam
berkomunikasi.
5
3. Pematuhan dan pelanggaran kesantunan berbahasa dalam naskah drama
Umang-Umang karya Arifin C Noer dengan kajian pragmatik
4. Impliksi kesantunan berbahasa dalam pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia.
C. Pembatasan Masalah
Banyaknya permasalahan yang diidentifikasi, maka penulis membatasi
masalah yang akan diteliti pada kesantunan berbahasa dalam naskah drama
Umang-Umang karya Arifin C Noer dan implikasinya dalam pembelajaran bahasa
dan sastra Indonesia. Penelitian ini menggunakan prinsip kesantunan Leech yang
merupakan teori yang sesuai dengan kenyataan dan dianggap lengkap.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah mengenai kesantunan berbahasa yang
dianalisis, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pematuhan dan pelanggaran kesantunan berbahasa dalam
naskah drama Umang-Umang karya Arifin C Noer?
2. Bagaimanakah implikasi kesantunan berbahasa terhadap pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia di SMP?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka dapat dijelaskan tujuan dari analisis ini
adalah:
1. Untuk mendapatkan data yang bersifat deskriptif tentang kesantunan
berbahasa yang mematuhi dan melanggar pada naskah drama Umang-
Umang karya Arifin C Noer.
2. Untuk mendeskripsikan implikasi kesantunan berbahasa terhadap
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP.
6
F. Manfaat Pelitian
1. Manfaat secara teoretis
Manfaat teoretis yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah memberikan
sumbangan untuk perkembangan teori-teori pragmatik dan juga untuk membantu
penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kesantunan
berbahasa.
2. Manfaat secara praktis
Penelitian ini dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan
kesantunan berbahasa pembaca maupun para peserta didik dalam berkomunikasi
baik terkait pembelajaran di sekolah atau penerapan dalam kehidupan sehari-hari
di masyarakat. Selain itu penelitian ini dapat membantu menanamkan pendidikan
karakter pada peserta didik maupun pembaca.
7
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pragmatik
1. Tokoh-Tokoh dan Teori Pragmatik
Pragmatik tidak lahir begitu saja. Pragmatik lahir melalui pemikiran kritis para
ahli yang merasa tidak puas dengan ilmu linguistik yang hanya membahas tentang
bahasa. Maka karena rasa ketidakpuasan tersebut, para ahli bahasa terus
mengembangkan ilmu linguistik yang mengkaji tentang makna, sehingga lahirlah
semantik dan pragmatik, kedua ilmu tersebut sama-sama mengkaji makna tetapi
semantik mengkaji makna sesuai arti harfiahnya sedangkan pragmatik mengkaji
makna sesuai konteksnya atau situasi pada saat tuturan itu diucapkan.
Sekarang pragmatik menjadi pembicaraan yang serius. kajian pragmatik begitu
luas dan rumit, sehingga banyak para ahli mencoba mengkaji pragmatik dan akhirnya
menghasilkan defenisi yang berbeda-beda. Berikut ini adalah tokoh-tokoh yang
mencetuskan atau memulai pengkajian tentang pragmatik.
Moris pada tahun 1938, berkontribusi terhadap penamaan pragmatik. Moris
mendefenisikan pragmatik sebagai suatu cabang semiotik, ilmu tentang tanda.
“Menurut Moris semiosis adalah sesuatu yang ditandai penanda definite. Mediator
adalah sarana tanda; penerima yang memperhatikan tanda adalah interpretan;
perantara proses adalah interpreter; apa yang diperhatikan adalah designata.”1
Bagaimana bahasa itu berhubungan dengan makna yang ingin disampaikan oleh
penutur, dan makna yang terkadung dalam ucapan sipenutur tergantung dari situasi
yang terjadi pada saat tuturan tersebut terjadi.
1Deborah Schiffrin, Ancangan Kajian Wacana, terj. dari Approaches to Discourse, oleh Unang
Dkk, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2007), h. 269.
8
Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal pada masa
sekarang ini, walaupun ilmu ini jarang atau tidak pernah disebut oleh para ahli bahasa
sebelumnya . Menurut Leech “Hal ini dilandasi oleh semakin tertariknya para linguis
untuk menguak hakikat bahasa dan tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa
didasari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan
dalam komunikasi.”2 Pragmatik mengakibatkan serasi atau tidaknya penggunaan
bahasa dalam komunikasi.
Leech menyatakan “pada akhir tahun 1950-an Chomsky menemukan titik pusat
sintaksis, namun, sebagai seorang strukturalis ia masih menganggap „makna‟ terlalu
rumit untuk dipikirkan secara sungguh-sungguh.”3 “Pada awal tahun 1960-an Kazt
bersama kawan-kawannya mulai, menemukan cara mengintegrasikan makna dalam
teori linguistik. Lakoof dan Ross pada tahun 1971 menandaskan bahwa sintaksis
tidak dapat dipisahkan dari kajian pemakaian bahasa.”4 Kehadiran pragmatik sebagai
tahap terakhir dari perkembangan linguistik yang sangat luas bersangkutan dengan
bentuk, makna, dan konteks. Pragmatik dapat diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari bahasa secara eksternal, yang ditentukan oleh konteks dan situasi.
Pakar pragmalinguistik yang mengemukakan pengertian pragmatik yaitu Jacob
L. Mey, dikutip oleh Nuri Nurhaidah “memberikan acuan pragmatik sebagai ilmu
bahasa yang mempelajari pemakaian dan penggunaan bahasa, yang ditentukan oleh
konteks situasi tutur di dalam masyarakat dan wahana kebudayaan yang mewadahi
dan melatar-belakanginya.”5 “Levinson dikutip Kunjana, mendefenisikan pragmatik
sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya.”6 Menurut
2 Geoffrey Leech, Prinsip-Prinsip Pragmatik, terj. dari The Principles of Pragmatics, oleh M.D.D
Oka (Jakarta:UI Press 1993), h. 1. 3 Leech, op. cit., h. 2.
4 Ibid.
5 Nuri Nurhaidah, Wacana Poloitik Pemilihan Presiden di Indonesia, (Yogyakarta: Smart Writing,
2014), h. 21. 6 Kunjana Rahardi, Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta: Erlangga,2005),
h. 48.
9
Parker yang dikutip oleh Kunjana bahwa “pragmatik adalah ilmu bahasa yang
mempelajari sturuktur bahasa secara eksternal.”7 George Yule mengemukakan
“Pragmatics is concerned with the study of meaning as communicated by a speaker
(or writer) and interpreted by a listener(or reader).”8 Pragmatik adalah ilmu yang
mempelajari tentang komunikasi antara pembicara dan bagaimana interpretasi oleh
pendengar.
Selanjutnya dalam buku Gunarwan juga mengutip beberapa pendapat ahli
mengenai pragmatik diantaranya, “Yule mengatakan pragmatik itu mengkaji makna
kontekstual: bagaimana ada lebih banyak yang dikomunikasikan daripada yang
(sebenarnya) diucapkan.”9 “Thomas mendefinisikan pragmatik sebagai kajian makna
di dalam interaksi.”10
“Richards mengatakan pragmatik adalah kajian tentang
penggunaan bahasa di dalam komunikasi, terutama hubungan di antara kalimat dan
konteks serta situasi penggunaan kalimat itu.”11
Ahli lain mengemukakan batasan
pragmatik yakni Tarigan. Menurut Tarigan “pragmatik menelaah ucapan-ucapan
khusus dalam situasi-situasi khusus dan memusatkan perhatian pada aneka ragam
cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial.”12
Pendapat para ahli tersebut
senada bahwa pragmatik adalah kajian mengenai makna bahasa yang berdasarkan
kepada konteks saat interaksi berlangsung.
Misalnya cuaca sedang panas, di dalam kelas sedang berlangsung kegiatan
belajar mengajar yang di dalam ruangannya tidak ada pendingin ruangan dan
pintunya tertutup. Kemudian guru berkata “cuacanya panas sekali ya?” sambil kipas-
kipas dengan tangannya. Seorang murid kemudian membuka pintu ruangan kelas
7 Ibid.
8 George Yule, Pragmatics,(New York: Oxford University Press 1996), h. 3.
9 Asim Gunarwan, Pragmatik Teori dan Kajian Nusantara, (Jakarta: Universitas Atma Jaya 2007),
h. 51. 10
Ibib, h. 51. 11
Ibid, h. 218. 12
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Pragmatik, (Bandung: Angkasa, 2009), h. 31.
10
tersebut. Dari peristiwa di atas dapat di simpulkan sebagai peristiwa pragmatik.
Ketika guru berkata cuacanya panas sekali, guru tersebut bermaksud menyuruh
muridnya untuk membuka pintu, tetapi tidak diungkapkan secara langsung. Murid
dapat memahami makna yang terdapat dalam kalimat gurunya tersebut karena
konteksnya ruangan terasa panas.
Dari beberapa pendapat ahli sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pragmatik
adalah bagian dari ilmu bahasa yang terkait dengan aspek pemakaiannya, penentuan
maknanya sehubungan dengan maksud pembicaraan sesuai konteks atau keadaan saat
ujaran dilakukan. Konteks dalam tuturan yang digunakan oleh pengguna bahasa juga
dipengaruhi oleh budaya yang terjadi dalam masyarakat. Jika dalam golongan
masyarakat telah sepakat terhadap sesuatu tanda yang menjadi simbol dari sebuah
tuturan maka hal tersebut dapat disepakati bersama dan dipakai dalam masyarakat.
2. Teori Kesantunan Berbahasa
Sebagai makhluk sosial manusia perlu melakukan komunikasi. Agar proses
komunikasi berjalan lancar setiap penutur dan mitra tutur haruslah dapat saling
bekerja sama. Selanjutnya, bekerja sama yang baik dalam berkomunikasi salah
satunya dapat dilakukan dengan berlaku santun. Dalam kamus linguistik umum,
“kesantunan adalah hal memperlihatkan kesadaran akan martabat orang lain.
Kesantunan tersebut di bagi menjadi dua yaitu, pertama kesantuan positif adalah hal
memperlihatkan solidaritas dengan orang lain, kedua kesantunan negatif adalah hal
memperlihatkan akan hak orang lain untuk tidak merasa dipaksa bersikap tertentu
atau dipaksa melakukan sesuatu.”13
Sehingga kesantunan diartikan sebagai tindakan
menghargai atau menghormati orang lain.
Diketahui bahasa adalah alat untuk berkomunikasi. Hakikat kesantunan
berbahasa adalah hal yang paling mendasar yang dapat menjadi sebuah prinsip dan
13
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik,(Jakarta:PT Gramedia, 2008), h. 119.
11
strategi dalam hal kehalusan dalam berbahasa yang baik dan benar. Sopan-santun
adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak berbicara,
khususnya pendengar atau pembaca. “Secara umum sopan santun berkenaan dengan
hubungan antara dua pemeran serta yang boleh dinamakan dengan diri dan lain.”14
Hal ini bermakna bahwa kesantuan melibatkan penutur dan mitra tutur. Namun tidak
menutup kemungkinan, kesantunan juga ditujukan pada pihak ketiga yang ada dalam
situasi tutur yang bersangkutan. Suatu tuturan bisa dianggap sopan, namun di tempat
yang lain bisa saja menjadi tidak sopan.
Setiap orang harus memiliki tatacara berbahasa sesuai dengan norma-norma
budaya, jika tidak maka ia mendapat nilai negatif seperti, disebut sebagai orang yang
sombong, egois, angkuh bahkan tidak berbudaya. Menurut Keith Allan dalam
Kunjana menjelaskan, “dengan demikian dapat ditegaskan bahwa berbicara atau
bertutur sapa yang tidak baik memungkinkan setiap orang untuk dapat terlibat dan
mengambil peran secara aktif dalam penuturan itu adalah aktivitas yang asosial.”15
Aktivitas yang asosial tersebut merupakan tindakan yang tidak santun. Menghargai
orang lain menjadi hal yang sangat penting dalam bersosialisasi, karena tidak seorang
pun manusia yang hidup dimuka bumi ini dapat menjalani kehidupannya secara
individu tanpa bantuan dari orang lain.
Perkembangan pragmatik, sebagaimana layaknya perkembangan ilmu yang lain,
yang pada gilirannya memicu pendapat dari para ahli sehingga menghasilkan teori-
teori baru. Awalnya terdapat teori Grice, yang mengembangkan prinsip pragmatik
yang disebut Prinsip Kerja Sama (PKS). Namun, terdapat pelanggaran prinsip
kerjasama karena, dalam ujaran penutur tidak hanya cukup dengan mematuhi prinsip
kerja sama tetapi juga diperlukakn prinsip kesantunan. Akibatnya muncul para ahli
yang mengemukakan konsep kesantunan.
14 Leech, op. cit., h. 206.
15 Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (jakarta: Erlangga, 2009), h. 22.
12
Diantaranya yaitu pandangan Lakoff dan Leech tentang kosep kesantunan yang
dirumuskan dalam prinsip kesantunan. Selanjutnya Brown dan Levinson
merumuskan konsep kesantunan dengan teori kesantunan. Muncunya teori dan
prinsip kesantunan tersebut karena adanya pelanggaran Prinsip Kerja Sama (PKS)
Grice.
Robin Lakoff dalam Chaer menyatakan agar ujaran kita terdengan santun oleh
orang lain ada tiga kaidah yang harus dipenuhi. “Kaidah tersebut adalah kaidah
formalitas (formality), kaidah ketidaktegasan (hesitancy) dan skala kesamaan atau
kesekawanan (aquality or cameraderie).”16
Skala formalitas memiliki arti bahwa
dalam berujaran tidak boleh memaksa dan menunjukkan keangkuhan. Skala
ketidaktegasan, orang tidak boleh bersikap terlalu tegang dan terlalu kaku di dalam
kegiatan bertutur, dan disarankan penutur hendaknya bertutur sedemikian rupa
sehingga mitra tuturnya dapat menentukan pilihan. Skala kesamaan atau
kesekawanan berarti penutur menganggap mitra tuturnya sebagai sahabat,
mempunyai rasa kesekawanan dan kesejajaran dan buatlah mitra tutur merasa senang.
Kesantunan yang dikembangkan oleh Brown dan Levinson dalam Elizabeth,
telah mengembangkan sebuah teori kesopanan yang sudah banyak diterima, yang
mereka yakini memiliki validitas secara lintas budaya. “Secara ringkasnya, teori ini
menyatakan bahwa orang akan termotivasi oleh kebutuhan mereka untuk
mempertahankan “harga diri” (face) mereka, yaitu harga diri dalam artian sosiologis,
seperti yang dikembangkan Goffman, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan
persetujuan atau penghargaan dari orang lain dan mempertahankan perasaan bahwa
dirinya adalah berarti dihadapan orang lain.”17
Brown dan Levinson membagi dua
kebutuhan dalam setiap proses sosial, yaitu kebutuhan untuk diapresiasikan dan
kebutuhan untuk bebas (tidak terganggu). Kebutuhan yang pertama disebut muka
16
Abdul Chaer, Kesantunan Berbahasa, (Jakarta:Rineka Cipta, 2010), h. 46. 17
Elizabeth Black, Stilistika Pragmatis, Terj. dari Pragmatic Stylistic oleh Ardianto dkk,
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2011), h.153.
13
positif dan muka negatif. Muka positif maksudnya mengacu kepada citra diri orang
yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya atau yang dimilikinya, diakui oleh
orang lain sebagai suatu hal yang baik, menyenangkan, dikagumi dan dihargai.
Contohnya pada kalimat diberikut ini:
(1) Saya senang kalau anda berkunjung ke rumah saya.
Kalimat di atas merupakan ujaran yang santun karena penutur senang dan
menghargai tindakan yang dilakukan oleh orang lain. Sedangkan muka negatif
maksudnya mengacu kepada citra diri orang yang berkeinginan agar apapun yag
dilakukannya dibiarkan saja oleh penutur dan tidak menyuruh melakukan sesuatu.
Seperti contoh kalimat dibawah ini yang dianggap tidak santun karena penutur
melarang kebebasan orang lain untuk melakukan sesuatu.
(2) Jangan berteriak dalam ruangan ini!
Renkema mengemukakan dalam Jaszczolt “berdasarkan konsep face yang
dikemukakan oleh Goffman ini, Brown dan Levinson membangun teori tentang
hubungan intensitas FTA dengan kesantunan yang terealisasi dalam bahasa.”18
“Intensitas FTA diekspresikan dengan bobot atau weight (W) yang mencangkup tiga
parameter sosial, yaitu: pertama, tingkat ganguan atau rate of imposition (R), kedua
jarak sosial atau social distance (D) dan ketiga, kekuasaan atau power (P) yang
dimiliki mitra bicara.”19
Maksud dari bobot misalnya dapat kita contohkan ketika
seseorang meminjam sesuatu barang kepada orang lain antara pulpen dan laptop
maka ketika meminjam laptop seseorang akan lebih santun dibandingkan ketika
meminjam pulpen, Karena bobot barang yang dipinjam berbeda. Jarak sosial dapat
dicontohkan dengan ketika meminjam sesuatu kepada orang lain ujaran seseorang
akan lebih santun dibandingkan kepada saudara sendiri. Saat berbicara dengan dosen
18
K.M. Jaszczolt, Semantics and Pragmatics: Meaning in Language and Discourse,
(London:Longman,2002), h. 181. 19
Ibid.
14
akan lebih santun dibandingkan berbicara dengan teman sendiri karena kekuasaannya
berbeda.
Selanjutnya Leech mengajukan teori kesantunan berdasarkan prinsip kesantunan
yang dijabarkan menjadi maksim-maksim atau bidal-bidal. “Prinsip-prinsip
kesantunan yang dikemukakan Leech ada enam maksim, yaitu maksim kebijaksanaan
(tact maxim), maksim penerimaan (maxim of generosity), maksim kemurahan
(approbation maxim), maksim kerendahan hati (modesty maxim), maksim
kesepakatan (agreement maxim), dan maksim simpati (symphaty maxim).”20
“Leech
menggunakan istilah maksim untuk menekankan yang baik kepada pendengar,
mengurangi yang tidak tepat dan membalikkan strategi pembicaraan tentang
seseorang.”21
kesantunan yang ditawar oleh Leech tersebut lebih mementingkan
orang lain dan mengurangi kepentingan bagi diri sendiri. Seseorang dikatakan santun
apabila ujarannya tidak merugikan orang lain walaupun dirinya sendiri mengalami
kerugian. Berikut penjabaran keenam maksim tersebut:
a. Maksim kebijaksanaan (Tact Maxim), maksim ini kadang disebut juga dengan
maksim kearifan. Maksim kebijaksanaan seseorang dapat dikatakan santun
apabila tuturan itu “memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain dan
meminimalkan kerugian pada pihak lain.”22
Berikut contoh tuturan yang
penuturnya memaksimalkan keuntungan untuk orang lain dan meminimalkan
kerugian pada pihak lain.
(3) A : Mari saya bawakan tas Bapak!
B : Jangan, tidak usah!
20
Chaer, cp. cit. h. 56. 21
Jaszczol, op. cit., h. 176.
22 Leech, loc cit.
15
Pada percakapan no (3) di atas, terlihat penutur A santun dan yang menjadi mitra
tuturnya yaitu B juga menjawab dengan santun. Penutur A berusaha memberikan
keuntungan bagi mitra tuturnya.
(4) A : Mari saya bawakan tas Bapak!
B : Ini, begitu dong jadi mahasiswa!
Percakapan no (4) terlihat mitra tutur tidak santun, karena memaksimalkan
keuntungan bagi diri sendiri dan meminimalkan kerugian pada diri sendiri.
b. Maksim penerimaan (Maxim of Generosity), maksim penerimaan juga sering
disebut dengan maksim kedermawanan. Tuturan dapat dikatakan santun apabila
“buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan buatlah kerugian diri sendiri
sebesar mungkin.”23
Maksim penerimaan berpusat pada diri, dimana diri sendiri
yang memberikan tawaran-tawaran kebaikan kepada orang lain. Berikut contoh
tuturan maksim penerimaan.
(5) Belikan saya minuman di warung!
(6) Saya bersedia membelikan minuman untuk Bapak ke warung.
Kalimat (5) merupakan kalimat yang tidak santun, karena memaksimalkan
keuntungan bagi diri sendiri. Kalimat tersebut tidak memenuhi maksim penerimaan,
berbeda dengan kalimat (6) yang meminimalkan keuntungan pada diri sendiri dan
memaksimalkan kerugian pada diri sendiri.
c. Maksim kemurahan (Maxim of Approbation), maksim kemurahan sering diseut
juga dengan maksim pujian. Tuturan dapat dikatakan santun apabila penutur
berusaha “mengecam orang lain sesedikit mungkin dan memberikan pujian kepada
orang lain sebanyak mungkin.”24
Untuk lebih jelasnya simak tuturan berikut ini:
(7) A : Bajumu bagus sekali.
23 Leech, loc. cit.
24
Ibid, h. 207.
16
B : Wah biasa aja, bajumu juga bagus.
(8) A : Bajumu bagus sekali.
B : Iya dong, baru beli ini.
Tuturan (7) antara penutur dan mitra tuturnya sama-sama santun, karena sama-
sama memaksimalkan rasa hormat atau memberi pujian bagi orang lain. Penutur A
memaksimalkan keuntungan pada mitra tuturnya B, penutur B meminimalkan
penghargaan terhadap dirinya sendiri. Tuturan (8) penutur A memperlihatkan
kesantunan. A memaksimalkan pujian pada mitra tuturnya B, tetapi B berlaku tidak
santun karena meminimalkan rasa hormat pada mitra tuturnya.
d. Maksim kerendahan hati (Maxim of Modesty), tuturan dapat dikatakan santun
apabila “meminimalkan pujian pada diri sendiri dan memaksimalkan cacian pada
orang lain.”25
Berikut contoh yang memenuhi maksim kerendahan hati dan yang
tidak memenuhi maksim kerendahan hati.
(9) Maaf, saya ini orang kampung.
(10) Saya ini anak kemaren, Pak.
(11) Hanya saya yang bisa seperti ini.
(12) Asal kalian tau, saya lebih dulu makan garam dari kalian.
Tuturan (9) dan (10) menunjukkan kesantunan memenuhi maksim kerendahan
hati, tuturan tersebut meminimalkan pujian bagi diri sendiri. Berbeda dengan tuturan
(11) dan (12) tidak memenuhi maksim kerendahan hati, tuturan tersebut
memperlihatkan kesombongan yaitu memaksimalkan pujian bagi diri sendiri.
e. Maksim kesetujuan (Maxim of Agreement) disebut juga maksim kecocokan agar
setiap penutur dan mitra tutur “meminimalkan ketidaksesuaian antara diri sendiri
25 Jaszczolt, loc. cit.
17
dengan orang lain dan maksimalkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang
lain,”26
maka itu dikatakan dengan santun. Simak petuturan berikut:
(13) A : Menurut saya, kita berangkat besok saja!
B : Saya setuju, sepertinya itu lebih baik.
(14) A : Menurut saya, kita berangkat besok saja!
B : Tidak bisa, kita harus berangkat sekarang!
Tuturan (13) memenuhi maksim kesetujuan, penutur A dan B sama-sama setuju
dan sesuai. Sedangkan tuturan (14) tidak memenuhi maksim kesetujuan karena
penutur B menentang pendapat penutur A.
f. Maksim simpati (Maxim of Sympathy), dikatakan santun apabila “meminimalkan
antipati antara diri sendiri dengan orang lain dan maksimalkan simpati antara diri
sendiri dengan orang lain.”27
Bila mitra tutur memperoleh keberuntungan penutur
memberikan ucapan selamat. Jika mitra tutur mendapatkan musibah penutur
menyampaikan rasa duka. Contoh tuturan yang menyatakan maksim simpati.
(15) A : Aku berhasil memenangkan lomba cerdas cermat kemarin.
B : Selamat ya, kamu memang hebat.
(16) A : Saya telah mengeluarkan banyak uang untuk mendirikan perusahaan
ini, tapi sampai sekarang belum juga ada hasilnya.
B : Bersabarlah, tidak ada usaha yang sia-sia, nanti juga pasti ada
hasilnya.
(17) A : Ibu saya gagal dioperasi hari ini.
B : Ya udahlah, santai aja kali.
Tuturan (15) penutur B memenuhi maksim kesimpatian, karena ketika penutur A
menyampaikan keberhasilannya dan mitra tuturnya B memberi selamat kepada A.
Tuturan (16) merupakan contoh tuturan yang santun dan memenuhi maksim simpati
karena si B menunjukan rasa simpatinya terhadap si A. Ketika A mengeluh B tetap
26
Tarigan, op. cit., h. 72.
27
Ibid.
18
menyemangati A. Sedangkan tuturan (17) tidak memenuhi maksim kesimpatian
karena B tidak menunjukkan rasa simpati sedikitpun terhadap apa yang dialami A.
Sebagai kesimpulan untuk teori Leech ini dapat dinyatakan inti maksim
kebijaksanaan dan maksim penerimaan yaitu memberikan keuntungan bagi orang
lain. Inti maksim kemurahan dan maksim kerendahan hati yaitu memaksimalkan
pujian pada orang lain. Sedangkan inti maksim kecocokan atau persetujuan yaitu
menyatakan persesuaian dengan orang lain. Inti maksim simpati yaitu meyatakan rasa
simpati terhadap orang lain.
3. Konteks
Berbicara pragmatik tidak terlepas dari pembicaraan tentang konteks. “Telaah
mengenai bagaimana cara kita melakukan sesuatu dengan memanfaatkan kalimat-
kalimat adalah telaah mengenai tindak ujar (speech acts), dalam menelaah tindak ujar
kita harus menyadari betapa pentingnya konteks ucapan.”28
Istilah konteks
didefenisikan oleh Mey yang dikutip oleh F.X. Nadar yaitu, “situasi lingkungan
dalam arti luas yang memungkinkan peserta petuturan untuk dapat berinteraksi, dan
yang membuat ujaran mereka dapat dipahami.”29
Selanjutnya pentingnya konteks
juga ditekan oleh Nuri Nurhaidah yang menyebutkan bahwa “Konteks adalah
rangkaian dari asumsi-asumsi untuk menghasilkan efek dari sebuah tuturan.”30
Setiap
bertutur dalam komunikasi penutur dan mitra tutur berada dalam konteks tertentu
yang sama-sama telah mereka ketahui. Mitra tutur dapat memahami arti dari ujaran
penutur berdasarkan konteks dalam tuturan tersebut.
“Hymes membuat akronim SPEAKING dalam permasalahan konteks yaitu,
settings, participants, ends, act of sequence, keys, instrumentalis norms dan genres
28Tarigan, loc. cit.
29
F.X Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h.4.
30
Nurhaidah, op. cit., h. 54.
19
untuk mempermudah pola-pola komunikasi,”31
dikutip oleh F.X Nadar. Berikut
uraian mengenai SPEAKING.
a. (S) merupakan singkatan dari setting/latar dan scene/suasana. Setting mengacu
pada waktu dan tempat saat peristiwa tutur berlangsung. Sedangkan scene
mengacu pada adegan yang terjadi saat tuturan berlangsung.
b. (P) merupakan singkatan dari partisipant/peserta. Semua yang terlibat dalam
peristiwa tutur, merupakan peserta tuturan.
c. (E) adalah singkatan dari ens/tujuan. Mengacu pada hasil akhir dari respon
percakapan, dan tujuan personal yang dicari oleh peserta percakapan.
d. (A) adalah singkatan dari act sequence/urutan tindakan. Mengacu pada bentuk
dan isi yang aktual dari kata-kata yang digunakan.
e. (K) adalah singkatan dari key/kunci. Mengacu pada nada dan cara tuturan itu
diucapkan, diantaranya serius, mencekam, menakutkan, kegembiraan,
kelembutan. Kunci yang dimaksud adalah pada gerak tubuh.
f. (I) adalah singkatan instrumentalities/sarana. Mengacu pada saluran (verbal,
nonverbal, fisik) bentuk-bentuk tuturan yang diambil repertoar masyarakat.
g. (N) merupakan singkatan dari norms/norma. Merupakan perilaku tertentu
yang berkaitan erat dengan peristiwa tutur baik dari voelume suara, ekspresi
dan gerak tubuh.
h. (G) merupakan singkatan dari genre/jenis. Merupakan jenis bahasa ujaran,
seperti ungkapan, pantun, pribahasa, motto, nasehat, lelucon, yang semuanya
ditandai dengan cara yang tidak biasa. 32
Jadi Konteks situasi yang dimaksud adalah segala keadaan yang melingkupi
terjadinya komunikasi. Hal ini dapat berhubungan dengan tempat, waktu, kondisi
psikologis penutur, respons lingkungan terhadap tuturan, dan sebagainya.
31
Nadar, op, cit., h. 7.
32 Ibid., h. 56.
20
B. Drama
Sampai sekarang belum ada kesepakatan baku secara universal tentang
pengertian sastra karena sifat sastra yang dinamis terus berkembang. Sapardi Djoko
Damono memaparkan bahwa sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa
sebagai mediumnya: bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial.33
Medium sastra
adalah bahasa, sehingga pembaca sastra harus memahami kaidah-kaidah bahasa yang
digunakan dalam teks sastra. “Horatius adalah seorang pemikir Romawi menyatakan
bahwa sastra berfungsi sebagai hiburan dan memberi manfaat bagi pembacanya, yang
disebutnya “dulce et utile”.”34
Sastra digunakan untuk menyampaikan pesan tentang
sesuatu yang baik dan buruk. Biasanya penikmat sastra akan mendapatkan hiburan
setelah membaca sebuah karya sastra.
Saat sekarang ini peminat sastra semakin banyak. Jenis karya sastra pun
beragam, mulai dari novel, puisi, cerpen, prosa fiksi dan drama. Indonesia
mempunyai banyak pengarang dan dan penyair hebat yang telah menghasilkan
berbagai jenis karya sastra dan memperoleh banyak penghargaan. Salah satu jenis
karya sastra yang menarik adalah drama, karena teks drama mempunyai ciri yaitu ada
petunjuk lakunya, sehingga pembaca lebih bisa membayangkan adegan yang terjadi
dalam teks drama tersebut. Banyak pengarang Indonesia yang menulis teks drama,
salah satunya Arifin C. Noer yang telah banyak memperoleh penghargaan baik dalam
negeri maupun luar negeri.
1. Pegertian Drama
Sebagai salah satu genre sastra, drama mempunyai tujuan yang lain dari hasil
karya sastra yang berbentuk prosa dan puisi. Drama mempunyai tujuan khusus yaitu
untuk dipentaskan atau dipertunjukkan. “Kata drama berasal dari kata Yunani dramai
33
Endah t. Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2010), h. 12. 34
Melani Budianta,dkk, Membaca Sastra, (Magelang:Indonesia Tera, 2003), h. 19.
21
yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, dan sebagainya., jadi drama berarti
perbuatan atau tindakan.” 35
Drama datang dari khazanah kebudayaan Barat. Baik
drama maupun teater muncul dari rangkaian upacara keagamaan, secara ritual
pemujaan terhadap para dewa. ”Menurut Ferdinan Brunetiere dan Balthazar
Vergahen drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan harus
melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku.”36
Dalam drama seseorang
memainkan peran dan bisa menjadi siapa saja, sesuai keinginan sutradara.
“Sedangkan pengertian drama menurut Moulton adalah hidup yang dilukiskan
dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang diekpresikan
secara langsung.”37
Drama adalah perasaan manusia yang beraksi di depan mata kita.
Itu berarti bahwa aksi dari suatu perasaan mendasari keseluruhan drama. “Drama
termasuk ragam sastra karena ceritanya (lakon drama) bersifat imajinatif dalam
bentuk naskah drama.”38
Apakah sebuah drama itu nantinya dipentaskan atau hanya
sekedar dibaca saja, pada intinya yang disebut dengan drama adalah sebuah genre
sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan adanya dialogue atau percakapan di
antara tokoh-tokoh yang ada dan adanya petunjuk laku.
2. Karakteristik Drama
Sebagai sebuah bentuk karya sastra, penyajian drama berbeda dengan bentuk
karya sastra lainnya. “Sebuah drama pada umumnya menyangkut dua aspek , yakni
aspek cerita bagian dari sastra, yang kedua adalah aspek pementasan yang
berhubungan erat dengan seni lakon atau seni teater. Kedua aspek ini walaupun
sepintas lalu seperti terpisah, yang satu berupa naskah dan yang lain berupa
pementasan, namun pada dasarnya merupakan satu totalitas.”39
Kedua aspek dalam
35
Hasanudin, Drama karya dalam dua dimensi, (Bandung: Angkasa, 1996), h.2 36 ibid, h. 2 37
Ibid, h.2 38
Widjoko&Endang Hidayat, Tori Sejarah dan Sastra Indonesia, (Bandung : UPI PRESS, 2006),
h. 66. 39
Ibid, h.157.
22
drama yaitu aspek cerita dan aspek pementasan saling berkaitan adanya pementasan
karena adanya cerita.
Sebagai genre sastra, drama dibentuk oleh unsur-unsur sebagaimana terlihat
dalam genre sastra lainnya, terutama fiksi. “Secara umum terdapat unsur yang yang
membentuk dan membangun dari dalam karya itu sendiri yang sering disebut unsur
intrinsik dan unsur yang mempengaruhi penciptaan karya yang berasal dari luar dan
disebut unsur ekstrinsik.”40
Dari dalam karya itu sendiri cerita dibentuk oleh unsur-
unsur penokohan, alur, latar, konflik-konflik, tema dan amanat, serta aspek gaya
bahasa. Karya sastra dapat terbentuk juga karena kekreatifan seorang pengarang.
Pengalaman hidup dapat saja menjadi pendorong bagi pengarang untuk membuat
cerita, dorongan dari luar tersebut merupakan unsur ekstrinsik dari sebuah naskah
drama.
Drama dalam kapasitas sebagai seni pertunjukan hanya dibentuk dan dibangun
oleh unsur-unsur yang yang menyebabkan suatu pertunjukan dapat terlaksana dan
terselenggara. “Menurut Damono ada tiga unsur yang merupakan satu kesatuan
menyebabkan drama dapat dipertunjukkan, yaitu unsur naskah, unsur pementasan,
dan unsur penonton. Pada unsur pementasan terurai lagi atas beberapa bagian
misalnya komposisi pentas, tata busana, tata rias, pengcahayaan, tata suara.”41
Ketika
sebuah teks drama akan dipentaskan, sutradara dan timnya harus memikirkan busana
yang akan digunakan oleh pemain, bagaimana tata riasnya, tata panggung,
pengcahayaan dan lain sebagainya yang mempengaruhi keberhasilan sebuah
pertunjukkan atau pementasan.
Pada intinya karakteristik dalam drama itu ada dua yaitu drama sebagai genre
sastra dan drama sebagai pertunjukan atau seni lakon. Dalam hal ini penulis mengkaji
salah satu karya Arifin C. Noer, drama yang berjudul Umang-Umang.
40
Hasanudin, op.cit., h. 8 41
Ibid
23
C. Biografi Arifin C. Noer
“Arifin Chairin Noer lahir di Cirebon, Jawa Barat, 10 Maret1941.”42 Beliau lebih
dikenal sebagai Arifin C. Noer. Beliau adalah sutradara teater, dan film yang
beberapa kali memenangkan Piala Citra untuk penghargaan film terbaik dan penulis
skenario terbaik. Kepiawaiannya tidak hanya itu saja beliau juga menulis cerita dan
skenario. Film-film yang disutradari oleh Arifin adalah film-film bermutu dan laku,
tidak heran filmnya mendapatkan dan memenangkan berbagai penghargaan.
Arifin C. Noer adalah anak kedua dari Mohammad Adnan. Menamatkan SD di
Taman Siswa, Cirebon, SMP Muhammadiyah, Cirebon, lalu SMA Negeri Cirebon
tetapi tidak tamat, kemudian pindah ke SMA Jurnalistik, Solo. Setelah itu ia kuliah di
Fakultas Sosial Politik Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta. Arifin C. Noer
menikmati pendidikan mulai dari SD hingga perguruan tinggi. Ketika masa SMA
Arifin bersekolah di dua tempat karena sekolah yang di Cirebon tidak tamat beliau
pindah ke SMA Jurnalisitik.
Arifin C. Noer Mulai menulis cerpen dan puisi sejak SMP dan mengirimkannya
ke majalah yang terbit di Cirebon dan Bandung. Semasa sekolah ia bergabung dengan
Lingkaran Drama Rendra, dan menjadi anggota Himpunan Sastrawan Surakarta. Di
sini ia menemukan latar belakang teaternya yang kuat. Dalam kelompok drama
bentukan Rendra tersebut ia juga mulai menulis dan menyutradarai lakon-lakonnya
sendiri, seperti Kapai Kapai, Tengul, Madekur dan Tarkeni, Umang-Umang dan
Sandek Pemuda Pekerja. Tak diragukan lagi kepiawaian Arifin dalam menulis itu
semua terbukti dari karya-karyanya yang sudah banyak dan bermutu.
“Kreativitasnya di bidang penulisan puisi dan drama makin berkembang sejak
Pindah ke Yogyakarta di tahun 1960. Kemudian saat kuliah di Universitas
Cokroaminoto, ia bergabung dengan Teater Muslim yang dipimpin Mohammad
42
Hardo S., “Arifin C. Noer, Sineas Lengkap”, Suara Karya Minggu, Jakarta, Minggu ke 3
Agustus 1992, h. 3.
24
Diponegoro.”43
Ia kemudian hijrah ke Jakarta dan mendirikan Teater Kecil, di tengah
minat dan impiannya sebagai seniman, ia sempat meniti karier sebagai manajer
personalia Yayasan Dana Bantuan Haji Indonesia dan wartawan Harian Pelopor
Baru.
Naskah-naskahnya menarik minat para dramawan dari generasi yang lebih muda,
sehingga banyak dipentaskan di mana-mana. Karyanya memberi sumbangan besar
bagi perkembangan seni peran di Indonesia. “Putu Wijaya menyebut Arifin sebagai
pelopor teater modern Indonesia. Tak sekadar dramawan dan sutradara, ia juga
seorang pemikir.”44
Teaternya akrab dengan publik. Ia memasukkan unsur-unsur
lenong, stanbul, boneka (marionet), wayang kulit, wayang golek, dan melodi pesisir.
Menurut penyair Taufiq Ismail, Arifin adalah pembela kaum miskin.
Arifin kemudian berkiprah di dunia layar perak sebagai sutradara. “Pada film
Pemberang ia dinyatakan sebagai penulis skenario terbaik di Festival Film Asia 1972
dan mendapat piala The Golden Harvest. Ia kembali terpilih sebagai penulis skenario
terbaik untuk film Rio Anakku dan Melawan Badai pada Festival Film Indonesia
1978. Ia mendapat Piala Citra.”45
Penghargaan yang diperoleh Arifin tak pernah puas
iya dapatkan iya terus berkarya.
“Film perdananya Suci Sang Primadona, 1977, melahirkan pendatang baru
Joice Erna, yang memenangkan Piala Citra sebagai aktris terbaik Festival Film
Indonesia 1978.”46
Film perdananya yang sudah menghasilkan pemain berkualitas,
memacu Arifin untuk terus berkarya dan terus menerus film-film selanjut Arifin
meraih penghargaan.
Menyusul film-film lainnya: Petualangan-Petualangan, Harmonikaku, Yuyun
Pasien Rumah Sakit Jiwa, Matahari-Matahari. “Serangan Fajar dinilai sebagai film
43
Hardo. S. Loc. Cit. 44
Heryus Saputro, “Jejak Langkah Arifin C. Noer”, Femina, jakarta, 18 0ktober 1995, h. 10. 45
Hardo. S., Loc. Cit. 46
Ibid.
25
FFI terbaik 1982 dan menyabet 5 piala citra.”47
Salah satu film Arifin yang paling
kontroversial adalah Pengkhianatan G 30 S/PKI (1984). Film tersebut adalah filmnya
yang terlaris dan dijuluki superinfra box-office. Film ini diwajibkan oleh pemerintah
Orde Baru untuk diputar di semua stasiun televisi setiap tahun pada tanggal 30
September untuk memperingati insiden Gerakan 30 September pada tahun 1965.
Peraturan ini kemudian dihapus pada tahun 1997. Melalui film itu pula Arifin
kembali meraih Piala Citra 1985 sebagai penulis skenario terbaik. “Pada FFI 1990,
filmnya Taksi dinyatakan sebagai film terbaik dan meraih 7 Piala Citra.”48
Berbagai
penghargaan dari dalam dan luar negeri diraihnya, Tangan Arifin dingin, beliau dapat
memilih mana yang terbaik bagi pemain dan naskah-naskah yang terbaik yang
hendak dimainkannya.
Selanjutnya tentang kehidupan rumah tangga Arifin, kesusksessan Arifin juga
didukung oleh keluarganya. Beliau menikah dengan Nurul Aini, istrinya yang
pertama, dikaruniai dua anak: Vita Ariavita dan Veda Amritha. Pasangan ini bercerai
tahun 1979. Arifin kemudian menikah dengan Jajang Pamoentjak, putri tunggal dubes
RI pertama di Prancis dan Filipina, yang juga seorang aktris dikenal dengan nama
Jajang C. Noer. Darinya, Arifin mendapat dua anak, yaitu: Nitta Nazyra dan Marah
Laut. Arifin C. Noer wafat di Jakarta karena sakit kanker hati pada 28 Mei 1995.
D. Sinopsis Naskah drama Umang-Umang
Drama Umang-Umang menceritakan tentang derita masyarakat bawah yang
sangat kekurangan dalam kebutuhan ekonomi sehingga memaksa mereka untuk
melakukan tindak kejahatan demi memenuhi kebutuhan hidup. Dalam hal ini mereka
dipimpin oleh seorang penjahat besar yang bernama Waska serta anak buah yang
bernama Ranggong dan Borok. Waska adalah sosok pemimpin yang tegas, kuat dan
tidak takut dengan bahaya yang mengancam kehidupannya.
47
Ibid. 48
Ibid.
26
Karena kemiskinan mereka berpindah ke kota, tetapi bukannya menjadi kaya
mereka tetap saja miskin. Kemiskinan inilah yang memojokan mereka untuk
melaukan tindakan kejahatan. Waska memiliki keinginan dalam hidupnya untuk
menaklukan dunia. Maka dia merencanakan untuk merampok bank dan perusahaan-
perusahaan besar yang ada. Waska meminta bantuan anak buahnya Ranggong untuk
melakukan rencana tersebut. Hal tersebut dilakukan karena Waska tidak tega melihat
kaumnya menderita.
Namun secara tiba-tiba Waska jatuh sakit, penyakit lamanya kambuh lagi, dia
membeku seperti patung. Ketika dalam keadaan sakit Bigayah pacar Waska datang
minta dinikahi, tetapi Waska tidak mau menikah karena menikah baginya bukan
kejahatan. Bigayah mencintai Waska dengan sepenuh hati. Dalam keaadaan sakit
Waska tetap mengomandoi penjarahan itu tanpa bisa dihalangi oleh siapapun,
termasuk sahabatnya Jonathan yang merupakan seorang seniman.
Ranggong anak buah Waska takut kalau Waska sampai mati, karena Waska
mempunyai rencana besar. Kemudian Ranggong bersama Borok mencari jamu
mujarab yang bisa membuat mereka hidup tanpa batas. Akhirnya Ranggong dan
Borok mendapatkan jamu mujarab yaitu jamu dadar bayi. Mereka mendapatkan itu
dari dukun yang mereka panggil Albert dan Mbah putri
Setelah mereka mendapatkan jamu tersebut dan mereka bisa hidup tanpa batas,
tetapi setelah itu mereka bertiga merasa bosan dengan hidupnya. Akhirnya mereka
mencari cara untuk bisa mati. Tetapi apapun cara yang mereka lakukan tetap saja
mereka hidup.
27
E. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan ini dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan yaitu mencontek hasil penelitian orang lain, maka dari itu penulis akan
memaparkan perbedaan di antara masing-masing judul dan masalah yang dibahas.
Skripsi yang berjudul “Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam Naskah Drama
Umang-Umang Atawa Orkes Madun II Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya
terhadap Pembelajaran Sastra”. Karya Yunita ini adalah skripsi Mahasiswa
Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia pada tahun 2014. Penelitian ini mendeskripsikan tentang pandangan hidup
tokoh Waska, Yunita menemukan tiga pandangan hidup tokoh Waska yaitu (1)
Waska menganggap bahwa dunia ini tidak lagi diperlukannya cinta kasih. (2)
Pandangannya tentang penderitaan berubah. (3) Pandangan Waska tentang tanggung
jawab yang baginya itu kekokohan hidup.49
Persamaan dari penelitian ini karya yang
diteliti sama yaitu naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. noer. Perbedaannya
tulisan Yunita mendeskripsikan pandangan hidup tokoh yang terdapat dalam drama,
sedangkan penelitian yang penulis teliti lebih kepada bahasa yang digunakan dalam
naskah yaitu tentang kesantunan berbahasa dalam naskah drama Umang-Umang.
“Nilai Moral dalam Naskah Drama Umang-Umang Karya Arifin C. noer dan
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMP”.50
Skripsi karya Ana Aan
Setiyono Mahasiswa Universitas Pancasakti Tegal jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia tahun 2013. Penelitian ini membahas nilai moral yang terdapat
dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer dan implikasinya
terhadapa pembelajaran bahasa dan sastra di SMP. Tujuan Penelitian Ini adalah
49
Yunita, “Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam Naskah Drama Umang-Umang Atawa Orkes
Madun II Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra”, Skripsi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2014, h. I, tidak dipublikasikan. 50
Ana Aan Setiyono, “Nilai Moral dalam Naskah Drama Umang-Umang Karya Arifin C. noer
dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMP”,Skripsi, Universitas Pancasakti Tegal, Tegal,
2013, h. i, tidak dipublikasikan.
28
mengungkapkan watak tokoh utama laki-laki dalam naskah drama Umang-Umang
karya Arfin C. Noer serta mendeskripsikan implikasi pembelajaran aspek watak
tokoh drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer dalam pembelajaran sastra di
SMP. Persamaan dalam penelitian yaitu objek yang digunakan sama-sama naskah
drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer. Perbedaannya Ana hasil penelitiannya
bertujuan untuk mencari nilai moral yang terdapat dalam naskah drama Umang-
Umang sedangkan penelitian penulis bertujuan untuk mencari kesantunan bahasa
dalam naskah drama Umang-Umang.
Skripsi Syafrida Mahasiswa Universitas negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan pada tahun 2015 yang berjudul “ Kesantunan
Berbahasa Menurut Teori Leech dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari dan
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”.51
Persamaan
penelitian Syafrida dengan penelitian penulis adalah sama-sama meneliti tentang
kesantunan berbahasa, dan teori yang digunakan juga sama yaitu teori kesantunan
Leech. Sedangkan perbedaan penlitian yang penulis tulis dengan penelitian Syafrida
yaitu pada objek yang diteliti. Syafrida yang menjadi objek kajian adalah novel karya
Dewi Lestari sedangkan penelitian penulis objeknya adalah naskah drama Umang-
Umang karya Arifin C. Noer.
51
Syafrida, Kesantunan Berbahasa Menurut Teori Leech dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi
Lestari dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”, skripsi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2015, h. I, tidak dipublikasikan.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
Peneliti dalam melakukan penelitian membutuhkan sebuah metodelogi, agar
penelitian yang dilakukan sistematis dan terorganisir. Muhammad mengatakan
metodelogi, yaitu cara memahami suatu fenomena.1 Adapun unsur-unsur
metodelogi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Skema Konseptual 1
Sumber Muhammad (2011) yang sudah dimodifikasi oleh peneliti
1 Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011), h. 17.
Metodelogi
Penelitian
Ancangan
Metode
kualitatif
deskriptif
Teknik
Pragmatik Metode
simak
Teknik
simak
Teknik Simak
Bebas Cakap
Teknik
Catat
Kesantunan
Berbahasa
Teori
Geoffrey
Leech
30
A. Rancangan Penelitian
Metodelogi dalam penelitian ini terdiri dari tiga aspek, yaitu ancangan,
metode, dan teknik penelitian. Ancangan yang digunakan adalah teori pragmatik
yaitu pendekatan penelitian yang “mengkaji makna dan hubungannya dengan
situasi ujaran.”2 Pendekatan pragmatik ini digunakan berdasarkan pertimbangan
beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi. Saat
berkomunikasi perlu diperhatikan aspek kesantunan, supaya mitra tutur tidak
tersinggung. Teori kesantunan yang digunakan adalah teori Geefrey Leech, yang
menyatakan enam maksim kesantunan berbahasa yaitu maksim kebijaksanaan,
maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kemurahan, maksim
kemufakatan, dan maksim simpati
B. Metode Penelitian
Metode sangat diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah dalam
penelitian. Muhammad menyatakan metode merupakan cara yang harus dilakukan
untuk meraih tujuan.3 Maka perlu metode yang tepat untuk mendapat hasil
penelitian yang tepat pula. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
pendekatan kualitatif deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh
Muhammad mendefinisikan “metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
atau perilaku yang diamati.”4 Kemudian menurut Berg, “penelitian kualitatif
ditekankan pada deskripsi objek yang diteliti.”5 Metode penelitian kualitatif ini
dipandang sesuai untuk mengkaji dan menganalisis data secara objektif sesuai
fakta yang ditemukan di dalam teks.
Penelitian ini berupaya untuk menganalisis kesantunan berbahasa yang
terdapat dalam naskah drama. Dalam kegiatan penelitian ini penulis menganalisis
2 Geoffrey Leech, Prinsip-Prinsip Pragmatik, terj. The Principles of Pragmatics, oleh M.D.D
Oka (Jakarta:UI Press 1993), h. 19. 3 Ibid, h. 203.
4 Ibid, h. 30
5 Ibid
31
data deskriptif berupa kata-kata tertulis yang mematuhi dan melanggar maksim
kesantunan berbahasa di dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C.
Noer melalui dialog-dialog tokoh dalam drama.
C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah dilaog-dialog yang dianggap
mematuhi dan melanggar maksim kesantunan dalam naskah drama Umang-
Umang karya Arifin C. Noer. kesantunan berbahasa terlihat berdasarkan
penggunaan bahasa yang digunakan dan konteks yang terjadi saat ujaran
berlangsung. Kesantunan berdasarkan maksim kesantunan yang disampaikan oleh
Leech yang terdiri dari enam maksim yaitu maksim kebijaksanaan, maksim
penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kemurahan, maksim kemufakatan,
dan maksim simpati.
D. Objek Penelitian
Objek dalam peneltian ini adalah penggalan ujaran dalam naskah drama
Umang-Umang karya Arifin C. Noer yang diduga mematuhi dan melanggar
maksim kesantunan. Naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer ini
terdiri dari tiga babak. Peneliti membaca, mencermati lalu mencatat ujaran dalam
naskah tersebut kemudian menentukan maksimnya berdasarkan makna ujaran
tersebut.
E. Pengumpulan Data
Sugiyono menyatakan bahwa “teknik Pengumpulan data merupakan langkah
yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data.”6 Dalam penelitian kualitatif ada tiga cara untuk
mengumpulkan data, salah satunya yaitu pengumpulan data yang dilakukan
dengan mengamati apa-apa yang diteliti atau metode pengamatan.7 Metode yang
6 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.
224 7 Muhammad, op. cit., h. 168
32
digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak sedangkan teknik yang
digunakan yaitu teknik simak bebas cakap dan teknik catat.
Metode Simak
Metode simak adalah metode yang digunakan untuk memperoleh data
dengan melakukan penyimakan terhadap penggunaan bahasa.8 Menyimak
penggunaan bahasa dalam dialog-dialog tokoh dalam naskah drama.
Adapun yang dilakukan peneliti dalam prosesnya adalah sebagai berikut:
a. Menyimak; dialog-dialog tokoh dalam naskah drama disimak berdasarkan
maksim kesantunan yaitu maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan,
maksim kerendahan hati, maksim kemurahan, maksim kemufakatan, dan
maksim simpati.
b. Membaca; membaca kembali ujaran dalam naskah drama yang
mengandung maksim kesantunan.
c. Memahami; memahami dialog tokoh dalam drama Umang-Umang karya
Arifin C. Noer berdasarkan maksim kesantunan.
Metode ini selanjutnya digunakan secara cermat dengan menggunakan teknik
simak bebas cakap dan teknik catat.
1. Teknik simak bebas cakap
Pada teknik ini peneliti hanya sebagai pengamat saja. Peneliti menyadap
perilaku berbahasa di dalam suatu peristiwa tutur dengan tanpa
keterlibatannya dalam peristiwa tutur tersebut.9 Teknik ini cocok
dilakukan dalam penelitian ini karena peneliti tidak terlibat dalam peristwa
tutur hanya menjadi pengamat pada objek yang diteliti yaitu naskah
drama.
Peneliti menyimak dialog-dialog dalam naskah drama Umang-Umang
karya Arifin C. Noer, selain itu menyimak mengenai teori kesantunan
berbahasa yaitu teori Geofreey Leech dengan cara mempelajari sumber
tertulis seperti buku-buku, jurnal dan hasil-hasil penelitian terdahulu.
8 Ibid, h. 194.
9 Mahsun, Metode Penelitian Bahasa, (Jakara: PT RahaGrafindo Persada, 2007), h. 243.
33
Kemudian selanjutnya, peneliti mengkaji hubungan kesantunan berbahasa
dengan ujaran dan petunjuk laku dalam naskah drama Umang-Umang
tersebut untuk dapat memaknai maksim yang terdapat dalam ujaran
tersebut.
2. Teknik Catat
Teknik catat adalah teknik lanjutan yang dilakukan ketika menerapkan
metode simak.10
Peneliti mencatat semua data yang diperoleh dari objek
yang diteliti yaitu naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer.
F. Jenis Data
Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah naskah
drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer. Identitas naskah drama tersebut
adalah:
Judul buku : Orkes Madun, Atawa, Madekur dan Tarkeni, Umang-Umang,
Sandek Pemuda Pekerja, Ozone, Magma
Pengarang : Arifin C. Noer Penerbit : Pustaka Firdaus
Cetakan : pertama tahun 2000 Tebal : 812 halaman ISBN 979-541-119-5
G. Analisis Data
Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan menggunakan metode padan.
Menurut Sudaryanto dalam Muhammad, metode padan adalah metode analisis
data yang alat penentunya berada di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari
bahasa yang bersangkutan atau diteliti.11
Yang dipadankan dalam penelitian ini
adalah segala keadaan yang melingkupi terjadinya komunikasi yang sifatnya luar
kebahasaan.
Teknik yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu. Menurut
Sudaryanto dalam Muhammad teknik pilah unsur penentu merupakan teknik pilah
di mana alat yang digunakan adalah daya pilah bersifat mental yang dimiliki oleh
peneliti sendiri, mengandalkan intuisi dan menggunakan pengetahuan teoritis.12
Daya pilah dalam teknik ini menggunakan daya pilah pragmatik atau disebut
10
Ibid, h. 93 11
Muhammad, op. cit., h. 234. 12
Ibid, h. 239.
34
metode padan pragmatik, adalah metode padan yang alat penentunya mitra tutur.
Metode ini mengidentifikasi satuan bahasa menurut reaksi akibat yang terjadi.
Ketika memilah data yang disediakan berdasarkan alat penentu ada teknik
lanjutannya. Teknik lanjutan menggunakan teknik hubung banding menyamakan.
Menyamakan diantara satuan-satuan bahasa yang ditentukan identitasnya.
H. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian adalah langkah-langkah atau urutan-urutan yang harus
dilalui atau dikerjakan dalam suatu penelitian. Adapun langkah-langkah
pelaksanaan penelitian sebagai berikut:
1. Mengumpulkan teori-teori mengenai pragmatik
2. Membaca dengan cermat naskah drama Umang-Umang karya Arifin C.
Noer.
3. Menetapkan naskah drama Umang-Umang sebagai objek penelitian
dengan fokus kesantunan berbahasa menggunakan teori Geoffrey Leech.
4. Membaca ulang dengan cermat naskah drama Umang-Umang untuk
menemukan maksim kesantunan yang terdapat di dalam naskah tersebut
dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di
SMP.
5. Mengumpulkan data yang mematuhi dan melanggar maksim kesantunan.
6. Mendeskripsikan dan menganalisis data yang mematuhi dan melanggar
maksim kesantunan berdasarkan maksim kebijaksanaan, maksim
penerimaan, maksim kemurahan, maksim kerendahan hati, maksim
kecocokan, dan maksim simpati.
7. Menyimpulkan hasil keseluruhan penelitian.
35
Kegiatan meneliti kesantunan berbahasa dalam naskah drama Umang-
Umang karya Arifin C. Noer
ss
Skema konseptual Mahsun (2011) dan Rahardi (2009) yang telah dimodifikasi peneliti
Data kesantunan berbahasa dalam
naskah drama Umang-Umang
karya Arifin C. Noer
Teknik simak
bebas cakap,
teknik catat
Teknik simak
Klasifikasi data sesuai maksim
kesantunan
Analisis data dan pembahasan
Penelitian
kualitatif
deskriptif
Metode dan teknik
analisis data
Metode analisis
padan
Teori Rahardi
Teknik Hubung
Banding
Menyamakan
Teknik Hubung
Banding
Membedakan
Teknik Hubung
Banding
Menyamakan Hal
Pokok
skema
Hasil data kesantunan
berbahasa dalam naskah
drama umang-Umang
karya Arifin C. Noer.
Teori pragmatik
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Berkomunikasi selalu identik dengan kesantunan, karena kesantunan
menunjukan kepribadian penutur. Kajian dalam penelitian ini adalah kesantunan
berbahasa dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer dan
implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, yang
menggunakan prinsip kesantunan Leech. Deskripsi penemuan penelitian ini
mencakup pematuhan dan pelanggaran maksim kebijaksanaan (MKb), maksim
penerimaan (MP), maksim kemurahan (MKm), maksim kerendahan hati (MKH),
maksim kesetujuan (MKs), dan maksim simpati (MS).
A. Temuan kesantunan berbahasa menurut Leech dalam naskah drama
Umang-Umang karya Arifin C. Noer
Berdasarkan hasil penelitian didapat temuan-temuan penelitian. Berikut ini
disajikan tabel temuan hasil penelitian pematuhan kesantunan berbahasa dan
pelanggaran kesantunan berbahasa.
Tabel 1. Hasil penelitian pematuhan kesantunan berbahasa
No Kesantunan menurut Leech Jumlah/data
1 Maksim Kebijaksanaan (KB) 7
2 Maksim Penerimaan (PN) 3
3 Maksim Kemurahan (KM) 9
4 Maksim Kerendahan hati (KH) 2
5 Maksim Kesetujuan (KC) 5
6 Maksim Simpati (KS) 1
Jumlah 27
Pematuhan maksim prinsip kesantunan dalam naskah drama Umang-Umang
karya Arifin C. Noer meliputi: (1) maksim kebijaksanaan, (2) maksim
37
penerimaan, (3) maksim kemurahan, (4) maksim kerendahan hati, (5) maksim
kesetujuan, (6) maksim simpati. Dari keseluruhan data pada ujaran dan petunjuk
laku diperoleh 27 data yang mematuhi prinsip kesantunan Leech yaitu 7 maksim
kebijaksanaan, 3 maksim penerimaan, 9 maksim kemurahan, 2 maksim
kerendahan hati, 5 maksim kesetujuan, dan 1 maksim simpati.
Tabel 2. Hasil penelitian pelanggaran kesantunan berbahasa
No Kesantunan menurut Leech Jumlah/data
1 Maksim Kebijaksanaan (KB) 6
2 Maksim Penerimaan (PN) 8
3 Maksim Kemurahan (KM) 13
4 Maksim Kerendahan hati (KH) 5
5 Maksim Kesetujuan (KC) 5
6 Maksim Simpati (KS) 2
Jumlah 39
Pelanggaran maksim prinsip kesantunan dalam naskah drama Umang-Umang
karya Arifin C. Noer meliputi: (1) maksim kebijaksanaan, (2) maksim
penerimaan, (3) maksim kemurahan, (4) maksim kerendahan hati, (5) maksim
kesetujuan, (6) maksim simpati. Dari keseluruhan data pada ujaran dan petunjuk
laku diperoleh 39 data yang melanggar prinsip kesantunan Leech yaitu 6 maksim
kebijaksanaan, 8 maksim penerimaan, 13 maksim kemurahan, 5 maksim
kerendahan hati, 5 maksim kesetujuan, dan 2 maksim simpati.
38
B. Analisis Deskripsi Kesantunan Berbahasa dalam Naskah Drama Umang-
Umang Karya Arifin C. Noer
Analisis temuan-temuan penggalan ujaran yang mematuhi maksim
kesantunan.
1. Maksim kebijaksanaan (KB)
Pematuhan maksim kebijaksanaan terjadi apabila penutur berusaha
memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain dan berusaha meminimalkan
kerugian bagi pihak lain. Seseorang yang selalu mematuhi maksim kebijaksanaan
adalah orang yang berjiwa besar karena lebih mementingkan keuntungan bagi
orang lain. Berikut ujaran yang mematuhi maksim kebijaksanaan.
(1) Konteks : Ujaran ini diucapkan oleh Gustav kepada Nabi. Mengenai
pertanyaan Nabi. Tujuannya untuk menjawab pertanyaan Nabi yang bertanya
tentang kenapa mereka menangis. Ujaran ini terjadi di gerbong tua.
Nabi : Ada apa saudara?
Gustav : (Berseru) Hentikan sebentar tangismu, teman-teman, ada yang
mau bicara!
Orang-orangpun berhenti menangis
Gustav : Barangkali ada yang perlu dijelaskan, nabiku?
Nabi : Kenapa kalian menangis dan tangis kalian sedemikian rupa
sehingga kedengaran sampai di langit lapisan ke tujuh.1
Ujaran yang diucapkan oleh Gustav di atas dikatakan mematuhi maksim
kebijaksanaan, karena Gustav memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain.
Ketika Nabi bertanya, Gustav menyuruh semua orang berhenti menangis hal
tersebut menandakan dia menghormati kedatangan Nabi. Pemaksimalan
keuntungan bagi pihak lain terlihat pada Hentikan sebentar tangismu teman-
teman, ada yang mau bicara! dan selanjutnya dengan santun dia bertanya kepada
nabi Barangkali ada yang perlu dijelaskan, nabiku?. Gustav menawarkan dengan
bertanyaan kepada Nabi, hal tersebut memperlihatkan Gustav menambahkan
pengorbanan bagi dirinya sendiri.
1 Arifin C. Noer Orkes Madun. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 135
39
(2) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Gustav kepada Borok mengenai suruhan
Borok menyuruh Gustav untuk melayani Nabi. Tujuannya untuk menjawab tugas
yang diberikan oleh Borok. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Gustav : Saya, Borok.
Borok : Jamu mereka dan layani!
Gustav : Akan saya layani, Borok.
Nabi : Kami tidak minum-minuman keras.
Borok : Saya tahu. Duduk saja. Kalian akan disuguhi wedang bandrek
dan wedang jahe.2
Ujaran yang diucapkan oleh Gustav tersebut di atas dikatakan mematuhi
maksim kebijkasanaan, karena Gustav memaksimalkan keuntungan bagi pihak
lain yaitu ketika Nabi datang Borok menyuruh Gustav melayani Nabi, kemudian
Gustav bersedia melakukan apa yang diperintahkan Borok. Pemaksimalan terlihat
pada Akan saya layani, Borok Gustav berarti menambah pengorbanan bagi dirinya
dengan melakukan perintah dari Borok dan tindakan Gustav tersebut berarti
Gustav memuliakan tamunya.
(3) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Semar kepada Nabi. Semar meminta izin
kepada Nabi, karena dia akan memainkan peran adegan musyawarah. Tujuannya
agar Nabi tidak tersinggung jika ia meninggalkan Nabi. Percakapan ini terjadi di atas
panggung.
Semar : Permisi sebentar, Tuanku, kami akan memainkan adegan
musyawarah ini.
Nabi : Sebagai pemain, apalagi sutradara, sebenarnya kamu bisa
mengarahkan lakon ini, Semar.
Semar : Maaf, apa Tuanku diri saya milik diri saya semata-mata?3
Pada kalimat Permisi sebentar, Tuanku, kami akan memainkan adegan
musyawarah ini, yang diucapkan oleh Semar kepada Nabi dikatakan mematuhi
maksim kebijaksanaan, karena Semar berusaha memaksimalkan keuntungan bagi
Nabi. Semar tidak ingin Nabi tersingung dengan perginya dia untuk memainkan
peran selanjutnya, Semar mengucapkan kata Tuanku menyatakan kalau dia
menghormati Nabi. Walaupun Nabi menghalangi Semar dan megatakan sebagai
sutradara sebenarnya bisa mengubah lakonnya tetapi dengan sopan Semar
menjawab perkataan Nabi. Semar mengucapkan kata Maaf ketika menjawab
2 Ibid, h. 136-137
3 Ibid, h. 158
40
ucapan Nabi. Hal tersebut menunjukkan Semar menambah pengorbanan bagi
dirinya sendiri.
(4) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Embah putri kepada Ranggong. Ranggong
datang meminta tolong kepada Embah putri, agar menolong pemimpinnya yang
sedang sakit. Tujuan Embah putri untuk melayani tamunya. Percakapan ini terjadi di
rumah Embah Putri.
Ranggong : Tapi pemimpin kami tidak boleh mati.
Embah Putri: Emangnya kenapa?
Ranggong : Setidak-tidaknya kematiannya ditunda barang beberapa tahun
sampai ia sempat mewujudkan impian spektakulernya.
Embah Putri: Sebentar, Lebih baik kalian minum dulu.
Borok : Kami tidak perlu minum, Mbah. Kami perlu minta jamu itu.4
Ujaran yang ucapkan oleh Embah Putri di atas dikatakan mematuhi maksim
kebijaksanaan, karena Embah Putri berusaha memaksimalkan keuntungan bagi
pihak lain (Ranggong dan Borok). Pemaksimalan dilakukan Embah putri dengan
menawarkan minum kepada tamunya sebelum dia memberikan obat.
Pemaksimalan tersebut terlihat pada Lebih baik kalian minum dulu. Walaupun
Embah terus didesak oleh Ranggong dan Borok namun Embah Putri dengan
tenang dan sabar menawarkan minuman kepada Borok dan Ranggong.
(5) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Juru kunci kepada Ranggong. Ranggong
meminta petunjuk kepada Jurukunci dimana kuburan bayi. Tujuan Juru kunci yaitu
unutk memberikan kemudahan kepada ranggong dalam menemukan kuburan bayi.
Percakapan ini terjadi di tempat perkuburan atau makam.
Ranggong : Kami tidak memerlukan kain kafan. Malam ini kami hanya
perlu pentunjuk dari bapak.
Jurukunci : Petunjuk apa?
Ranggong : Kami perlu limabelas kuburan bayi.
Jurukunci : Baru? Lama? Sedeng?
Ranggong : Baru.5
Ujaran yang diucapkan oleh Jurukunci tersebut di atas dikatakan mematuhi
maksim kebijaksanaan, karena memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain.
Jurukunci bersedia memberikan petunjuk kepada orang lain. Pemaksimalan itu
terlihat pada Petunjuk apa? Pertanyaan yang diajukan Jurukunci tersebut
menyatakan kalau dia bersedia memberi petunjuk ditambah lagi dengan kata
4 Ibid, h. 171-172
5 Ibid, h. 181
41
berikut ...ikutlah.... hal tersebut menunjuk Jurukunci ingin memberikan
kemudahan bagi Ranggong untuk mencari mayat bayi-bayi, berarti Jurukunci
meminimalkan kerugian bagi Ranggong.
(6) Konteks : Ujaran diucapan oleh Jonathan kepada Waska. Jonathan mengajak
Waska untuk minum. Tujuannya agar Waska dapat mengenang masa-masa indah
persahabatan mereka. Ujaran ini terjadi di gerbong tua.
Jonathan : Aku masih punya beberapa hal….
Waska : Simpan saja atau nyanyikan buat orang lain.
Jonathan : Sebelum aku meninggalkan tempat ini, bagaimana kalau
kita minum-minum dulu di warung, setidak-tidaknya kita
masih bisa mengenangkan tahun-tahun persahabatan kita.6
Ujaran yang diucapkan oleh Jonathan di atas dikatakan mematuhi maksim
kebijaksanaan, karena memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain (Waska).
Walaupun Waska telah menolaknya tetapi Jonathan tidak mau meninggalkan
temannya begitu saja, dia malah mengajak temannya untuk minum.
Pemaksimalan itu terlihat pada kalimat bagaimana kalau kita minum-minum dulu
di warung.... pertanyaan Jonathan tersebut menyatakan kalau dia seorang yang
santun tidak pendendam walau sudah ditolak temannya.
(7) Konteks : Ujaran diucapan oleh Waska kepada Debleng. Ketika Waska dan
Ranggong memancing di laut tiba-tiba terpancing arwah Debleng. Tujuannya untuk
menyatakan kesediaannya menguburkan mayat Debleng. Percakapan ini terjadi di
tepi laut. Debleng : Debleng.
Waska : Kok dalam laut?
Debleng : Gua arwah.
Waska : Kok dalam laut?
Debleng : Gua sendiri nggak tahu kenapa. Tolong, jangan diajak
omong terus. Gua cape. Tolong. kuburkan lagi mayat gua.
Waska : Ini kewajiban. akan saya kubur. Ayo, Ranggong, Borok.7
Ujaran Waska di atas yang menyatakan akan menguburkan Debleng
dikatakan mematuhi maksim kebijaksanaan. Karena tindakan Waska tersebut
memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain (Debleng). Pemaksimalan tersebut
terlihat pada Ini kewajiban. akan saya kubur. Ayo, Ranggong, Borok. Karena
6 Ibid, h. 194
42
menguburkan seseorang adalah kewajiban Waska bersedia menguburkan Debleng
dan mengajak temannya ikut menguburkan Debleng. Tindakan tersebut memberi
keuntungan bagi Debleng.
2. Maksim Penerimaan (PN)
Pematuhan maksim penerimaan terjadi apabila ujaran memaksimalkan
kerugian pada diri sendiri dan meminimalkan keuntungan pada diri sendiri.
Maksim penerimaan ini megandung makna menambah pengorbanan bagi diri
sendiri demi kuntungan orang lain.
Berikut penggalan ujaran yang mematuhi maksim penerimaan :
(8) konteks : Ujaran ini disampaikan oleh Bigayah kepada Waska. Karena waska
sakit, Bigayah merasa Waska perlu ada yang mengurusnya, dan Bigayah bersedia
melayani waska. Tujuannya agar Waska bersedia menerima Bigayah. Percakapan ini
terjadi di gerbong tua.
Bigayah : Bungkus ketupat suguhanku yang kau makan empat puluh
lebaran yang lalu masih kusimpan sebagai kenang-kenangan,
Waska. Juga puting rokok menakjinggo yang kamu hisap
empat puluh tahun yang lalu masih ku simpan sebagai tanda
bukti kasihku padamu, Waska. Bahkan tikar yang kita
pergunakan pertama kali malam itu, empat puluh cap gomeh
yang lalu masih tergantung sebagai hiasan dinding rumahku,
Waska. Empat puluh, Waska, angka yang cukup banyak dan
cukup baik, masihkah kau menolak lamaranku, kehadiranku,
cintaku. Waska, pada usiamu yang hampir seratus tahun seperti
sekarang ini kau memerlukan seorang teman dalam
kekosonganmu, dalam kesunyianmu.
Waska : Aku masih muda. Aku masih muda. Baru saja aku melewati
masa akilbalikku. Dan sekali aku mohon, Gayah…8
Ujaran yang diucakan oleh Bigayah mengandung maksim penerimaan, karena
Bigayah memaksimalkan kerugian bagi dirinya sendiri dengan menambah
pengorbanan pada dirinya sendiri. Pengorbanan tersebut terlihat pada ujaran
...Empat puluh, Waska, angka yang cukup banyak dan cukup baik, masihkah kau
menolak lamaranku, kehadiranku, cintaku..Waska, pada usiamu yang hampir
seratus tahun seperti sekarang ini kau memerlukan seorang teman dalam
8 Ibid, h. 147
43
kekosonganmu, dalam kesunyianmu. Kalimat tersebut bermakna Bigayah yang
telah lama menunggu cinta Waska, dia tetap setia menunggu dan bersedia
melayani serta menemani kekosongan Waska, walaupun Waska terus
menolaknya.
(9) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Ranggong kepada Waska. Waska berteriak
memanggil Ranggong karena sakitnya bertambah kemudian Ranggong menjanjikan
untuk menyusul Borok. Tujuannya Agar Waska tidak berteriak lagi. Percakapan ini
terjadi di gerbong tua.
Waska : (Berteriak) Ranggong! Matahari itu telah mengelincir tanpa
tanggung jawab dan aku dibiarkannya mengejarnya megap-
megap.
Ranggong : Segera akan kususul Borok, Waska, segera.9
Ranggong pun lari
Ujaran yang diucapkan oleh Ranggong kepada Waska mematuhi maksim
penerimaan, karena Ranggong memaksimalkan kerugian bagi dirinya sendiri dan
meminimalkan keuntungan bagi dirinya senidri dengan menambah pengorbanan
pada dirinya sendiri. Pengorbanan tersebut terlihat pada kalimat Segera akan
kususul Borok, Waska, segera. Pada kata segera bermakna secepatnya, itu
menyatakan bahwa Ranggong akan melakukan pekerjaannya secepatnya untuk
keuntungan orang lain (Waska)
(10) Konteks : Ujaran ini disampaikan oleh Jonathan kepada Waska. Jonathan
mencoba terus mengajak Waska untuk berdamai dengan menawarkan minum teh.
Tujuannya untuk membujuk Waska supaya tidak melaksanakan impian gilanya.
Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Waska menyalakan cangklongnya
Jonathan : Sebenarnya aku sangat tersinggung sekali, tapi aku tahu kamu
dalam keadaan tidak normal. Bagaimana kalau malam ini aku
usulkan teh teko ala Tegal. 10
Waska kelihatan naik-turun nafasnya.
Jonathan : Waska….
Waska ; (Teriak) Borok!
Jonathan : Jangan keterlaluan. Saya akan pergi.
9 Ibid, h. 154
10
Ibid, h.. 195
44
Ujaran Jonathan mematuhi maksim penerimaan, karena Jonathan
memaksimalkan kerugian pada dirinya sendiri dan meminimalkan keuntungan
bagi dirinya sendiri. Sebenarnya Jonathan tersinggung oleh Waska yang selalu
mengusirnya dan menghina musiknya namun, Jonathan tetap mengajak Waska
untuk minum. Pemaksimalan kerugian tersebut terlihat pada kalimat ...Bagaimana
kalau malam ini aku usulkan teh teko ala Tegal. Sebagai teman yang baik,
Jonathan kemudian mengajak Waska minum teh untuk melunakkan pikiran
Waska.
3. Maksim Kemurahan (KM)
Ujaran dikatakan mematuhi maksim kemurahan jika ujaran tersebut
memaksimalkan pujian atau rasa hormat kepada orang lain dan meminimalkan
cacian atau kecaman pada orang lain. Dalam pertuturan diharapkan tidak saling
mencela dan mengejek. Seseorang yang mempunyai rasa hormat tinggi dan suka
memuji orang lain akan dianggap santun dan disenangi oleh orang lain.
Berikut penggalan ujaran yang mematuhi maksim kemurahan:
(11) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Ranggong. Waska memuji
Ranggong karena Ranggong adalah anak buahnya yang setia. Tujuannya untuk
memuji kesetiaan Ranggong. Percakapan terjadi di gerbong tua.
Ranggong : Ya, Waska.
Waska : Kamu gagah laksana golok. Tapi kamu juga indah laksana
fajar. Kamu memang golokku dan fajarku. Sudah berapa lama
kamu menjadi perampok?
Ranggong : Tepatnya lupa, Waska. Seingat saya selepas sekolah dasarsaya
sudah mulai mencuri kecil-kecilan dan sekarang umur saya
lebih empat puluh.
Waska : Pengalaman penjara?
Ranggong : Tiga kali tiga tempat.
Waska : Senior kamu, Ranggong. Dan itu artinya kamu bias mengambil
peran lebih besar dalam impian saya itu. Kawin?
Ranggong : Tidak, Waska, seperti kamu juga.
Waska : Sempurna. Kamu orang kedua setelah Borok. Persis seperti
saya impikan. Ya, ya. Kamu dan Borok seperti tangan kanan
dan tangan kiri, seperti busur dan anak panahnya. Lengkap.11
11
Ibid, h. 125-126
45
Ujaran yang diucapkan oleh Waska dikatakan memenuhi maksim kemurahan,
karena Waska memaksimalkan pujian pada orang lain (Ranggong). Pemaksimalan
pujian terlihat pada Kamu gagah laksana golok. Tapi kamu juga indah laksana
fajar. Kamu memang golokku dan fajarku... Selanjutnya Waska terus memuji
Ranggong terlihat pada kata-kata Senior kamu Ranggong... dan terakhir Waska
mengatakan kata sempurna untuk Ranggong. Pujian terus diucapkan oleh Waska
kepada Ranggong, berarti Waska memaksimalkan pujian pada orang lain
(Ranggong).
(12) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Debleng kepada teman-temannya. Saat itu
Waska dalam keadaan sakit dan semua anak buahnya memikirkan keadaaan Waska.
Tujuannya untuk memberi pujian kepada Waska dan memberi semangat kepada
teman-temannya. Lokasi percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Japar : Kalau dia mati, siapa yang akan memimpin kita?
Debleng : Dia pemimpin lebih dari pemimpin. sedemikian besar
kharismanya, sehingga wajah serta kulitnya yang hitam
berkilat memancarkan cahaya terang benderang bagaikan
wajah orang suci, wali-wali, wajah-wajah santun, bahkan
laksana matahari.12
Ujaran yang diucapkan oleh Debleng dikatakan mematuhi maksim
kemurahan karena Debleng memaksimalkan pujian bagi orang lain dan
meminimalkan cacian bagi orang lain. Pujian diberikan Debleng kepada
pemimpinnya yaitu Waska. Pemaksimalan pujian tersebut terliahat pada Dia
pemimpin lebih dari pemimpin. sedemikian besar kharismanya, sehingga wajah
serta kulitnya yang hitam berkilat memancarkan cahaya terang benderang
bagaikan wajah orang suci, wali-wali, wajah-wajah santun, bahkan laksana
matahari. Semua Ujaran yang diucapkan oleh Debleng bermakna pujian. Dari
ujaran tersebut terlihat jelas bahwa Debleng sangat menghormati pemimpinnya.
(13) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Ranggong kepada Waska. Waska mengerang
kesakitan dan Ranggong terus menyemangati Waska. Tujuannya untuk memberi
semangat kepada Waska. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Ranggong : Tahan, Waska, Tahan!
Waska : Akan saya tahan, akan saya tahan. Tak akan saya biarkan
putus nyawa saya dan saya pasti menang.
12
Ibid, h. 133
46
Ranggong : Kamu lebih tua, jauh lebih tua daripada saya, tapi kamu dalam
segala hal. Kamu adalah tauladanku. Kamu adalah cita-citaku.
Kamu adalah panduku. Waska, kebangganku berkibar-kibar
setiap kali aku menatap garis-garis wajahmu yang tajam
bagaikan mata pisau membara.13
Ujaran yang diucapkan oleh Ranggong dikatakan mematuhi maksim
kemurahan, karena Ranggong berusaha memaksimalkan pujian kepada orang lain
dan meminimalkan cacian kepada orang lain(Waska). Ketika Waska Sakit
Ranggong terus menyemangati Waska dengan memberikan pujian agar Waska
terus bertahan melawan penyakitnya. Pujian tersebut dapat dilihat pada kalimat
Kamu lebih tua, jauh lebih tua daripada saya, tapi kamu juga lebih kuat dalam
segala hal. Kamu adalah tauladanku. Kamu adalah cita-citaku. Kamu adalah
panduku. Waska, kebangganku berkibar-kibar setiap kali aku menatap garis-
garis wajahmu yang tajam bagaikan mata pisau membara. Ujaran tersebut
menunjukkan Ranggong sangat menghormati Waska dan berharap agar Waska
dapat bertahan melawan penyakitnya.
(14) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Ranggong. Ranggong
menjawab perkataan Waska, pertamanya Waska marah tetapi kemudian dia memuji
Ranggong. Tujuan Waska untuk memberi pujian kepada Ranggong biar bertambah
semangatnya. Ujaran ini terjadi di gerbong tua.
Waska : Ini masalah detik. Ini hanya bisa diatasi kalau kamu
semua bisa mengalahkan detik.
Ranggong : Aku sanggup mengalahkan semua detik yang ada, Waska.
Waska : Siapa yang bicara itu? Siapa yang sesumbar itu?
Ranggong : Golokmu, Waska.
Waska : Ranggong, Golokku. Mendengar suaramu aku seperti baru
saja menghirup udara segar dan meneguk air pegunungan.
Berangkatlah, anakku, segera!14
Ujaran yang ducapkan oleh Waska dikatakan mematuhi maksim kemurahan
karena Waska memaksimalkan pujian bagi orang lain (Ranggong) dan
meminimalkan cacian pada orang lain (Ranggong). Pemaksimalan pujian tersebut
terlihat pada Ranggong, Golokku. Mendengar suaramu aku seperti baru saja
menghirup udara segar dan meneguk air pegunungan. Waska memuji anak
13
Ibid, h. 144-145 14
Ibid, h. 146
47
buahnya yaitu Ranggong yang selalu setia kepadanya. Waska menyatakan bahwa
jawaban Ranggong memeri kesejukan bagi dirinya.
(15) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Buang kepada teman-temannya atau pengikut
Waska. Debleng mengumpulkan semua orang karena Waska akan menyampaikan
impiannya atau rencananya. Tujuan Buang memuji Waska agar teman-temanya
bersemangat mengikuti pidato Waska. Perkumpulan ini terjadi di tempat
pemakaman.
Debleng : Kumpul!!!
Buang : Saudara-saudaraku, segeralah kumpul di alun-alun, maksud
saya di kompleks kuburan berbagai bangsa dan berbagai
agama. Di atas tanah yang di dalamnya berisi leluhur kita itu
Waska pemimpin jempolan kita akan membagai-bagikan
impian spektakuler dan kolosalnya dari ketentraman jiwa
kita.Kumpul saudara-saudara, kumpul. Hidangan supaya bawa
sendiri masing-masing. Bagi mereka yang tidak sempat
mencuri makanan karena kesiangan dianjurkan supaya
merampas saja. Jangan sekali-kali mengemis. Mengemis itu
haram. Kumpul saudara, kumpul leluhur kita, baik yang di
bawah tanah maupun di atas tanah telah menanti dengan
setumpukan novelnya yang terbaru.
Debleng : Kumpul! Kumpul! Penjelasan sudah cukup, saya tidak perlu
lagi menjelaskan. Kumpul!15
Ujaran yang diucapkan oleh Buang mematuhi maksim kemurahan, karena
Buang memaksimalkan pujian pada orang lain dan meminimalkan cacian pada
orang lain. Pujian atau penghargaan itu diberikan oleh Buang kepada
pemimpinnya yaitu Waska. Pemaksimalan pujian tersebut terlihat pada ...Waska
pemimpin jempolan kita akan membagai-bagikan impian spektakuler dan
kolosalnya dari ketentraman jiwa kita. Ujaran tersebut disampaikan oleh Buang
dihadapan teman-temannya untuk mengumpulkan teman-temannya, pujian yang
dituturkan menandakan rasa hormat terhadap pemimpinnya.
(16) Konteks : Ujaran ini disampaikan oleh Waska kepada Seniman (Jonathan).
Waska memperkenalkan sahabatnya kepada pengikutnya dengan memberikan pujian
kepada Jonathan. Tujuannya untuk memuji Jonathan yang hadir di acara
perkumpulan Waska dan pengikutnya.
15
Ibid, h. 158
48
Waska : Anak-anakku, perkenalkanlah sahabatku, Jonathan, seniman. Ia
adalah seniman abad ini. Ia adalah universalis. Semua kota
telah dihirupnya dan sebaliknya kota-kota itu juga telah
menghirup ciptaan-ciptaan seninya yang memang lezat.
Sebagai tanda seorang universalis ia telah memasang hampir
semua lambang berbagai Negara pada jaketnya yang berlabel
levi’s, meskipun buatan Pulogadung. Silakan duduk,
sahabatku.
Seniman : Terima kasih.
Waska : Berbeda dengan seniman dahulu kala, yang biasanya hidup
dikalangan para pangeran dan bangsawan seperti raja-raja,
maka Jonathan telah memilih gerombolan kita sebagai
lingkungannya serta sumber-sumber ciptaannya. Tepuk tangan
untuk Jonathan, anak-anakku.16
Ujaran yang diucapkan oleh Waska dikatakan mematuhi maksim kemurahan,
karena meminimal cacian pada orang lain dan memaksimalkan pujian pada orang
lain (Seniman). Pemaksimalan pujian pada orang lain itu terlihat pada kalimat
…Ia adalah seniman abad ini. Ia adalah universalis. Semua kota telah dihirupnya
dan sebaliknya kota-kota telah menghirup ciptaan-ciptaan seninya yang memang
lezat. Kalimat ciptaan seninya yang memang lezat mengandung makna bagus.
Dan penghargaan juga diberikan oleh Waska dengan menyuruh anak buahnya
bertepuk tangan buat temannya tersebut. Penghargaan tersebut terlihat pada ...
tepuk tangan untuk Jonathan. Terlihat Waska sangat menghargai dan
menghormati tamunya.
(17) Konteks : Ujaran ini disampaikan oleh Gagah kepada Embah Putri. Gagah
meminta izin pulang kepada Embah Putri dan memuji keahlian Embah Putri.
Tujuannya Gagah memuji Embah Putri untuk meyakinkan Embah putri bahwa
dirinya sudah mantap dengan pendiriannya. Percakapan ini terjadi di rumah Embah
Putri.
Gagah : Saya permisi pulang sekarang saja, Mbah.
Embah Putri: Bagaimana keputusanmu. Nak?
Gagah : Tetap pada pikiran pertama, Mbah.
Embah Putri:Kamu terlalu banyak membaca buku-buku tragedi. Tapi
Embah sudah membuka segala macam kemungkinan dan
kerangka berfikir yang lain kepadamu, jadi Embah serahkan
saja semuanya kepada kamu sendiri.
Gagah : Embah memang kaya, tapi aku mantap sudah.
Embah Putri : Sudah kalau begitu. Hati-hati di jalan.
16
Ibid, h. 161
49
Gagah : Baik, Mbah.17
Ujaran yang diucapkan oleh Gagah mengandung maksim kemurahan karena
memaksimalkan pujian pada orang lain dan mengurangi cacian pada orang lain.
Maksim kemurahan itu terlihat pada kalimat Embah memang kaya. Kaya yang
dimaksud oleh Gagah bukan kaya harta namun kaya ilmu dan keahlian dalam
menolong orang lain. Pada kalimat tersebut Gagah memberikan pujian pada
Embah dengan mengatakan Embah seorang yang kaya. Pujian tersebut merupakan
penghargaan yang diberikan Gagah karena Embah telah menolongnya.
(18) Konteks : Ujaran ini disampaikan oleh Embah kepada Embah Putri. Embah
putri sedang menangis. Tujuan Embah untuk menghibur Embah Putri agar tidak
bersedih. Percapakan ini terjadi di rumah Embah Putri.
Embah : Senyum, sayang, karena dengan senyum, kuntum-kuntum
bunga akan lebih semarak mekarnya.
Embah putri tersenyum
Embah : Kecantikanmu telah menggetarkan keindahan pagi hari.18
Ujaran yang dikatakan Embah sebagai penutur dikatakan mematuhi maksim
kemurahan dan mitra tuturnya Embah Putri juga mematuhi maksim kemurahan.
Karena memaksimalkan pujian dan meminimalkan cacian pada orang lain.
Pemaksimalan pujian yang diberikan Embah terlihat pada Kecantikanmu telah
menggetarkan keindahan pagi hari. Embah begitu begitu romantisnya terhadap
istrinya. Dengan pujian yang diberikan oleh Embah dibalas oleh Embah Putri
dengan Kamu betul-betul penghibur sejati. Reaksi keduanya saling memberikan
pujian berarti Embah dan Embah Putri sama-sama memenuhi maksim kesantunan
kemurahan.
(19) Konteks : Uajaran ini disampaikan oleh Bigayah kepada Waska. Waska,
Bigayah dan teman-teman Waska yang lain sedang bergembira, atas kemenangan
tersebut bigayah memuji Waska. Tujuan memberikan pujian kepada Waska. Ujaran
ini terjadi di tempat berkumpulnya Waska dan teman-temannya.
Bigayah : Setiap detik, Kamu makin gagah, Waska.
Waska : Kita menang, Gayah.
Ranggong : Kita menang, Borok.19
17
Ibid, h. 173] 18 Ibid 19
Ibid, h. 186
50
Ujaran yang diucapkan oleh Bigayah tersebut dikatakan memenuhi maksim
kemurahan, karena memaksimalkan pujian bagi orang lain (Waska) dan
meminimalkan cacian pada orang lain. Pemaksimalan pujian terlihat pada ...kamu
makin gagah, Waska. Bigayah memuji Waska dengan mengatakan Waska
semakin bertambah gagah, karena telah berhasil melaksanakan rencananya.
4. Maksim Kerendahan Hati (KH)
Ujaran dikatakan mematuhi maksim kerendahan hati apabila memaksimalkan
cacian pada diri sendiri dan meminimalkan pujian pada diri sendiri. Seseorang
dikatakan santun jika ia tidak membanggakan dirinya atau pamer kepada orang
lain.
Berikut penggalan ujaran yang mematuhi maksim kerendahan hati:
(20) Konteks : ujaran ini disampaikan oleh Waska kepada Bigayah. Waska tidak
ingin bertemu Bigayah kemudian waska bersembunyi namun Bigayah terus
memanggilnya. Tujuan Waska merendahkan dirinya agar Bigayah meninggalkan
dirinya. Ujaran ini tejadi digerbong tua.
Bigayah : Jangan bersembunyi, Waska, jangan bersembunyi. Biar saja
polisi-polisi dan kantib menangkap kita asalkan kita bisa tetap
bercinta. Biarkan kita terjaring Team Penertiban Kota seolah
kita terjaring Dewi Ratih dan Kamajaya. Waska, nasib buruk,
kesialan, kemelaratan dan penyakit jangan pula kita biarkan
memusnahkan cinta kita. Melarat sudah, penyakit sudah, tapi
janganlah kita dimakan kebencian.
Waska :(Dari suatu tempat yang fantastis jauhnya). Aku tidak
bersembunyi, aku bertapa, aku bersemedi, aku sedang
menghitung jumlah semut yang pernah ada dan jumlah tarikan
nafas saya selama ini. Jangan dekati saya. Kalau cintamu tidak
atau belum mendapatkan balasan dari hatiku adalah karena
fikiranku yang jahanam serta penuh kepogahan, yang adalah
bagaikan putra Nuh nan durhaka.20
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut dikatakan mematuhi maksim
kerendahan hati karena Waska memaksimalkan cacian atas dirinya sendiri dan
meminimalkan pujian bagi dirinya sendiri. Pemaksimalan cacian terlihat pada
...Jangan dekati saya. Kalau cintamu tidak atau belum mendapatkan balasan dari
hatiku adalah karena fikiranku yang jahanam serta penuh kepogahan, yang
20
Ibid, h. 149
51
adalah bagaikan putra Nuh nan durhaka. Ujaran Waska mengatakan dirinya
pongah dan bagaikan putra Nuh nan durhaka mengandung makna kalau dia
seorang yang jahat. Hal tersebut menyatakan kalau dia merendahkan dirinya
terhadap Bigayah, agar Bigayah tidak mengejarnya lagi.
(21) Konteks : Ujaran ini diucapkan oleh Embah kepada Ranggong dan Borok.
Mengenai obat yang akan mereka cari buat Waska, apakah mereka sanggup
mengambil jantung bayi. Tujuannya Embah ingin bertanya apakah mereka sanggup
melakukakanya. Percakapan ini terjadi di rumah Embah Putri.
Borok : Modar!
Ranggong : Tega, Mbah!
Embah Putri: Kalian memang terlalu gagah. Dan Embah tak punya daya
apa-apa kecuali hanya mengemukakan segala sesuatunya.
Sayang sekali tapi beginilah lakonnya.
Ranggong : Terima kasih, Mbah, permisi.
Borok : Permisi, Mbah. Terimakasih.21
Ujaran yang diucapkan oleh Embah Putri di atas dikatakan mematuhi maksim
kerendahan hati karena meminimalkan pujian pada diri sendiri. Embah Putri
merendah seakan-akan dia bukan siapa-siapa padahal dia adalah seorang dukun
yang sakti. Peminimalan pujian pada diri sendiri terlihat pada ...Dan Embah tak
punya daya apa-apa kecuali hanya mengemukakan segala sesuatunya. Ujaran
Embah tersebut menunjukkan kerendahan hati Embah putri yang tidak
membanggakan dirinya kepada tamunya. Padahal semua orang tahu kalau Embah
adalah seorang dukun yang sakti.
5. Maksim Kecocokan (KC)
Ujaran atau tuturan dikatakan santun apabila memaksimalkan kesesuaian
antara diri sendiri dengan orang lain dan meminimalkan ketidaksesuaian dengan
orang lain. Apabila antara penutur dan mitra tutur terdapat kecocokan dan
kemufakatan maka, masing-masing dari mereka dapat dikatakan bersikap santun.
Berikut penggalan ujaran yang mematuhi maksim kesetujuan:
(22) Konteks : Ujaran ini disampaikan oleh Ranggong kepada Waska. Waska
merencanakan akan merampok secara besar-besaran dan Ranggong menyetujui
21
Ibid, h. 175
52
rencana yang dibuat Waska tersebut. Tujuannya menyetujui rencana Waska.
Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Waska : Ranggong, sejak muda saya memimpikan memimpin operasi
besar secara simultan. Seluruh penjuru kota kita serang, kita
rampok. Habis-habisan. Paling sedikit 130 bank yang ada, 400
pabrik, 2000 perusahaan menengah dan kecil dan ribuan toko-
toko dan warung-warung yang ada di kota ini akan kita gedor
secara serempak. Mendadak. Pasti. Pasti menetas impian tua
saya ini. Jumlah kita, anak-anak lapar dan dahaga sudah
menjadi rongga mulut raksasa yang akan mengancam
keheningan langit. Kehadiran kita yang bersama ini akan
menggetarkan para nabi dan para malaikat. Senyum dan
pandangan yang memancarkan impian pada wajah rangong
seolah menyebabkan tubuhnya membeku untuk beberapa saat.
Waska : Kamu suka rencana itu?
Ranggong : Suka sekali, Waska, suka sekali. Sekarang bahkan saya sudah
membayangkan bagaimana saya melaksanakan tugas-tugas
saya.22
Ujaran yang diucapkan oleh Ranggong dikatakan mematuhi maksim
kesetujuan karena, memaksimalkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang
lain. Ranggong setuju dengan ide Waska yang merencanakan perampokan besar-
besaran. Persetujuan Ranggong terlihat pada kalimat Suka sekali, Waska, suka
sekali. Sekarang bahkan saya sudah membayangkan bagaimana saya
melaksanakan tugas-tugas saya. Ranggong langsung mengatakan suka dengan ide
Waska dan bahkan ia sudah membayangkan tugasnya nanti. Dari jawaban tersebut
yang setuju dengan rencana Waska terlihat jelas Ranggong anak buah yang patuh
terhadapn bosnya. Anak buah yang patuh akan terlihat santun kepada bosnya.
(23) Konteks : ujaran diucapakan oleh Semar kepada Nabi. Semar setuju dengan
Nabi, bahwa di dunia ini tidak ada yang milik dirinya sendiri. Tujuannya meyatakan
kesetujuannya dengan pendapat Nabi. Percakapan ini terjadi di atas panggung.
Semar : Maaf, apa Tuanku diri saya milik diri saya semata-mata?
Nabi : Tentu saja tidak.
Semar : Kalau begitu kita sependapat. Dan lebih dari itu saya hampir
mutlak percaya, bahwa tidak seorangpun di dunia ini, baik
yang di bawah tanah, di atas tanah maupun di balik langit,
yang mutlak milik dirinya semata-mata. Kalau ada orang yang
merasa, bahwa dirinya adalah mutlak miliknya semata, pastilah
22
Ibid, h. 126
53
orang itu sedang menyadari kedudukannya, yang ternyata tidak
seperti yang diucapkan mulutnya.23
Ujaran yang diucapkan oleh Semar merupakan pematuhan maksim
kesetujuan karena, Semar memaksimalkan persesuaian dengan orang lain (Nabi)
dan meminimalkan ketidaksesuaian dengan orang lain. Kesetujuan tersebut
terlihat pada kalimat Kalau begitu kita sependapat.... kata sependapat yang
diucapkan Semar menyatakan iya semufakat atau setuju dengan yang diiucapkan
oleh Nabi. Kesetujuan Semar dengan penadapat Nabi tersebut menyatakan
kesantunannya terhadap pendapat seseorang karena tidak menentang pendapat
orang lain tersebut.
(24) Konteks : ujaran ini disampaiakn oleh Ranggong kepada Borok. tentang
dimana mereka menemukan bayi untuk diambil jantungnya. Tujuannya menanyakan
kepada Borok bagaimana mendapatkan jantung bayi.
Ranggong : Di mana kita bisa mendapatkan bayi sebanyak yang kita
perlukan?
Borok : Gampang. Kenapa itu kamu tanyakan? di kuburan kita juga
bisa dapat.
Ranggong : Di kuburan? Ide bagus.
Borok : Kalau setuju ayo segera kita turun.24
Ujaran yang diucapkan oleh Ranggong mematuhi maksim kesetujuan karena,
memaksimalkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan
meminimalkan ketidaksesuaian antara orang lain dan diri sendiri. Persesuaian
tersebut terlihat pada kalimat ...Ide bagus diucapkan Ranggong ketika Borok
mengusulkan untuk mencari bayi dikuburan. Dan Ranggong mengatakan ide
Ranggong bagus, itu bermakna kalau Ranggong setuju dengan ide temannya
tersebut.
(25) Konteks : ujaran diucapkan oleh Ranggong dan Borok kepada Waska. Mereka
membicarakan tentang kehidupan yang sudah mereka lakukan. Tujuannya
menayakan kesetujuan dengan apa yang diucapkan oleh Waska. Percakapan ini
terjadi di tepi pantai.
Waska : Semuanya sudah kita lakukan.
Ranggong : Ya.
Borok : Ya.
Waska : Cuma mati yang belum.
23
Ibid, h. 158 24
Ibid, h. 178
54
Ranggong : Ya. Ya.
Borok : Kita bunuh diri saja, Pak?
Ranggong : Yuk.
Waska : Bunuh diri
Borok : Ya.
Waska : Ide yang bagus. Yuk.25
Ujaran yang diucapkan oleh Borok dan Waska tersebut di atas dikatakan
mematuhhi maksim kesetujuan, karena mereka memaksimalkan persesuaian
dengan orang lain dan meminimalkan ketidaksesuaian dengan orang lain. Borok
dan Waska menyetujui ide dari temannya Ranggong untuk mengakhiri hidup
mereka maka mereka bunuh diri saja. Persetujuan itu terlihat pada kata Ya yang
diucapkan olen Borok dan Waska menyahutnya dengan berkata Ide yang bagus.
Yuk.
(26) Konteks : ujaran ini disampaiakn oleh Ranggong dan Waska kepada Borok.
Tentang ide Borok yang mengajak terjun ke jurang untuk mengakhiri hidup mereka.
Tujuannya menyetujui pendapat Borok. Percakapan ini terjadi di tepi pantai. Borok : Nasib kita betul-betul nggak baik.
Waska : Ada ide baru?
Borok : Kita terjun saja ke jurang.
Ranggong : Ya, kita naik ke bukit itu lalu kita terjun bebas.
Waska : (Sebentar berfikir) Yuk26
Ujaran yang diucapkan oleh Ranggong dan Waska mematuhi maksim
kesetujuan karena mereka memaksimalkan persesuaian antara diri sendiri dengan
orang lain dan meminimalkan ketidaksesuaian dengan orang lain. Persetujuan itu
terlihat pada kalimat Ya, kita naik ke bukit itu lalu kita terjun bebas, yang
diucapkan oleh Ranggong dan Waska berkata Yuk. Waska dan Ranggong setuju
dengan Borok yang mengajak mereka terjun ke jurang saja untuk mengakhiri
hidup mereka.
6. Maksim Simpati (KS)
Ujaran dikatakan mematuhi maksim simpati apabila memaksimalkan simpati
antara diri sendiri dengan orang lain dan meminimalkan antipati antara diri sendiri
dengan orang lain. Seseorang dikatakan santun apabila dia ikut berbelasungkawa
25
Ibid, h. 205 26
Ibid, h. 207
55
jika orang lain mendapatkan musibah dan mengucapkan selamat atas keberhasilan
atau keuntungan orang lain.
Berikut penggalan ujaran yang mematuhi maksim simpati:
(27) Konteks : ujaran ini diucapkan oleh Debleng. Tentang meninggalnya salah satu
temannya (Engkos) karena dianiaya oleh Waska dan teman-temannya. Tujuannya
untuk mendoakan Engkos agar diterima disisi tuhan. Ujaran ini terjadi di tempat
perkumpulan Waska. Debleng : Betapapun hinadinanya orang yang dalam kubur ini, tuhan,
namun terimalah ia. Barangkali ia hanyalah serbuk kayu,
barangkali ia hanyalah arang, barangkali ia hanyalah daki,
barangkali ia hanyalah karat pada besi tua, namun tak bisa
dipungkiri ia adalah milikMu, makhlukMu, maka terimalah ia
kembali dalam rahasiaMu. Kejahatan yang telah dilakukan
orang dalam kubur ini betul-betul kelewatan, Tuhan. Ia telah
menghina dirinya habis-habisan. Sekali lagi, Tuhan, terimalah
ia karena Engkau pun tahu kami tak bisa menyimpannya.
Amien.27
Ujaran yang diucapkan oleh Debleng tersebut dikatakan mematuhi maksim
simpati karena, memaksimalkan simpati antara diri sendiri dengan orang lain dan
meminimalkan antipati pada orang lain. Debleng mendoakan temannya yaitu
Engkos agar arwahnya diterima disisi Tuhan, Debleng bersimpati atas kematian
Engkos. Pemaksimalan simpati tersebut terlihat pada Betapapun hinadinanya
orang yang dalam kubur ini, Tuhan, namun terimalah ia. Dengan doa yang
diucapkan oleh Debleng untuk Engkos tersebut terlihat jelas bahwa Debleng ikut
berbelasungkawa atas kematian temannya.
Analisis temuan-temuan penggalan ujaran yang melanggar maksim
kesantunan
1. Pelanggaran Maksim Kebijaksanaan (PKB)
Pelanggaran maksim kebijaksanaan terjadi apabila penutur meminimalkan
keuntungan bagi orang lain dan memaksimalkan kerugian bagi orang lain.
27 Ibid, h. 124
56
Pelanggaran terjadi karena penutur tidak peduli dengan orang lain dan lebih
mementingkan dirinya sendiri.
Berikut penggalan ujaran yang melanggar maksim kebijaksanaan :
(28) Konteks : Ujaran ini diucapkan oleh Waska kepada Engkos. Tentang
pertanyaan Engkos yang membuat Waska marah. Tujuannya untuk melampiaskan
kemarahannya. Ujaran ini terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Waska : Tanya apa kamu?
Engkos : Tanya….
Waska : Cuah!28
Ujaran yang diucapkan Waska tersebut di atas dikatakan melanggar maksim
kebijaksanaan, karena memaksimalkan kerugian kepada orang lain dan
meminimalkan keuntungan kepada orang lain (Engkos). Waska memarahi Engkos
dan belum sempat Engkos menjawab Waska sudah meludahinya hal tersebut
merugikan Engkos, karena Engkos pasti merasa tersingung dengan perlakuan
Waska tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada ujaran Waska Tanya apa kamu?
Dan Cuah! Seharusnya Waska mendengarkan penjelasan dari anak buahnya.
(29) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Empat kepada Gustav. Gustav
mengucapkan kata-kata seakan-akan Waska benar-benar telah mati sehingga
membuat Empat marah. Tujuannya memarahi Gustav agar Gustav tidak berkata
sembarangan. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Gustav : Tuhan Maha Kuasa. Dari tanah kembali ke tanah.
Empat :(Marah) Jangan omong sembarangan, Gustav. Dia belum mati.
Gustav : Maaf, buang, saya hilap. Soalnya, kalian bersedih sedemikian
rupa sehingga kayaknya Waska sudah jadi mayat.
Ranggong : Berhentilah menangis, berhentilah menangis.29
Ujaran yang diucapkan oleh Empat tersebut dikatakan melanggar maksim
kebijaksanaan, karena meminimalkan keuntungan kepada orang lain dan
memaksimalkan kerugian kepada pada orang lain. Empat memarahi Gustav,
tindakkan tersebut merugikan Gustav karena Empat memarahi Gustav di depan
orang banyak dan itu dapat mempermalukan Gustav. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan tuturan (Marah) Jangan omong sembarangan, Gustav. Dia
belum mati.
28
Ibid, h. 120 29
Ibid, h. 134
57
(30) Konteks : ujaran disampaikan oleh Bigayah kepada Satu. Tentang permintaan
Satu yang meninta Bigayah agar jangan berbicara keras-keras namun, Bigayah
memarahi Satu, Tujuannya memarahi Satu dan memberi tahu Satu bahwa Bigayah
yang berkuasa di tempat tersebut. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Satu : Maaf, Bigayah, bicaranya jangan keras-keras.
Bigayah : Apa? Jangan keras-keras? kamu siapa? Hansip baru? Tukang
beca baru? Copet baru? Garong baru? Tamu baru? Seniman
Baru?
Satu : Saya tukang pijat baru, Bigayah.
Bigayah : Ya, tapi barukan?
Satu : Baru satu bulan, Bigayah.
Bigayah : Tapi kok situ berani melarang saya bicara keras padahal bicara
keras itu adat saya dan di stasiun tua ini adat serta kepribadian
sangat dijunjung tinggi? Kok berani?
Satu : Saya berani karena…30
Ujaran yang diucapkan Bigayah tersebut dikatakan melanggar maksim
kebijaksanaan, karena memaksimalkan kerugian pada orang lain dan
meminimalkan keuntungan kepada orang lain (Satu). Bigayah diberitahu oleh
Satu jangan berbicara keras tetapi dia memarahi Satu. Ujaran Bigayah tersebut
terlihat pada Apa? Jangan keras-keras? kamu siapa? Hansip baru? Tukang beca
baru? Copet baru? Garong baru? Tamu baru? Seniman Baru? Bigayah terus
bertanya karena dia tidak terima ada orang melarangnya. Selanjutnya ...bicara
keras itu adat saya dan di stasiun tua ini adat serta kepribadian sangat dijunjung
tinggi? Kok berani? Bigayah merasa dia punya kuasa, jadi tidak ada yang boleh
melarangnya. Walaupun tindakkannya merugikan orang lain.
(31) Konteks : Ujara diucapkan oleh Ranggong dan Debleng kepada Bigayah.
Tentang Bigayah yang menangisi Waska karena tidak menghiraukannya. Tujuannya
menyindir Bigayah dan agar tidak berlarut-larut menangisi Waska. Percakapan ini
terjadi di gerbong tua. Bigayah : Tujuh hari tujuh malam sudah saya menangis meraung-raung
bagaikan seekor kucing betina disuatu wuwungan rumah tua
kala dinihari yang dingin dan sepi. Tujuh hari tujuh malam
sudah sehingga saya persiapkan segala sesuatunya, asam
sianida, air keras, silet, pil tidur, belati, pistol, bahkan tali
plastik merah untuk sewaktu-waktu diperlukan kalau-kalau
saya bermaksud bunuh diri.
Debleng : Sampai sebegitu jauhkah tekad percintaan pasangan tua
kayak kalian.
30
Ibid, h. 142
58
Bigayah : Cinta tak pernah kenal akan usia.
Ranggong :Tapi Bigayah, mendengar rencana-rencanamu yang serem
begitu, apakah tidak akan membuat keadaan kesehatan Waska
semakin parah. Membuat jiwa Waska semakin tersiksa
sehingga bisa mengakibatkan semakin rawan tali nyawanya
dan gampang putus.31
Ujaran yang diucapkan oleh Debleng di atas dikatakan melanggar maksim
kebijaksanaan karena meminimalkan keuntungan kepada orang lain (Bigayah).
ketika Bigayah sedang menangis dan mengadukan tentang Waska yang tidak mau
menerimanya, Debleng malah mempertanyakan tentang tekad cintanya yang
menurutnya sudah tidak pantas lagi karena sudah tua. Tuturan tersebut dapat
dilihat Sampai sebegitu jauhkah tekad percintaan pasangan tua kayak kalian.
Perkataan Debleng tersebut dapat menyinggung perasaan Bigayah karena
pertanyaan yang diajukan Debleng seakan mengkritik dirinya.
(32) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Borok kepada Ranggong. Mereka berdua
ingin membangunkan Embah yang sedang tidur. Tujuannya membangunkan Embah
untuk meminta pertolongan. Percakapan ini terjadi di rumah Embah.
Ranggong : Pulas sekali tidurnya. Kasian dia kalau kita bangunkan.
Borok : Kalau tunggu sampai besok barangkali Waska keburu mati
dulu.
Ranggong : Itu dia.
Borok : Itu dia, kita bangunkan saja monyet tua itu.
Ranggong : Ya, kalau dia bangun, kalau malah dia yang mati karena
kaget?
Borok : Modar! Mana ada orang berilmu dan sakti pake kaget
segala. Ayolah jangan berdebat.
Ranggong : Jangan terlalu kasar tapi.32
Ujaran yang diucapkan oleh Borok di atas dikatakan melanggar maksim
kebijaksanaan karena memaksimalkan kerugian kepada orang lain (Embah) dan
meminimalkan keuntungan bagi orang lain. Borok akan membangunkan Embah
yang sedang tidur. Ujaran tersebut dapat di llihat pada Itu dia, kita bangunkan
saja monyet tua itu. Membangunkan orang yang sedang tidur berarti menganggu
ketenangan orang lain, hal tersebut dianggap tidak santun. Ditambah lagi dengan
menggunakan kata-kata kasar yang mengatakan monyet tua.
31
Ibid, h. 150 32
Ibid, h. 166
59
(33) Konteks : Ujaran diucapka oleh Borok kepada Jurukunci dan anaknya. Borok
ingin mencari kuburan bayi tiba-tiba Borok bertemu dengan Jurukunci. Tujuannya
untuk mengancam Jurukunci dan anaknya. Percakapan ini terjadi di kuburan.
Jurukunci : Jangan kaget, Nak. Kalau mendengar suara Babeh yakin ini
suara arwah.
Borok : Jangan macam-macam. Kalian bisa modar.
Jurukunci : Wah, ini pasti calon pencuri.
Borok : Kami biangnya. Berdiri dan jangan banyak mulut. 33
Ujaran yang diucapkan oleh Borok tersebut dikatakan melanggar maksim
kebijkasanaan, karena memaksimalkan kerugian pada orang lain dan
meminimalkan keuntungan bagi orang lain (Jurukunci). Borok berteriak kepada
Jurukunci hingga membuatnya kaget. Dan Borok juga megancam Jurukunci. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan jangan macam-macam. Kalian bisa modar dan
... Berdiri dan jangan banyak mulut. Ancaman yang dilakukan Borok membuat
Jurukunci ketakutan, berarti membuat kerugian bagi Jurukunci.
2. Pelanggaran Maksim Penerimaan (MP)
Pelanggaran maksim penerimaan terjadi apabila peserta tutur memaksimalkan
keuntungan bagi dirinya sendiri dan meminimalkan kerugian bagi dirinya sendiri.
Pelanggaran petuturan terjadi akibat tidak adanya rasa hormat terhadap orang lain,
sehingga mengakibatkan seseorang lebih mementingkan dirinya sendiri.
Berikut penggalan ujaran yang melanggar maksim penerimaan:
(34) Konteks : Ujaran ini diucapkan oleh Waska. Waska tidak tahan lagi menahan
sakitnya, kemudian dia berteriak memanggil Borok untuk menanyakan jamu yang
dijanjikannya. Tujuannya agar borok cepat datang memberikan obatnya. Ujaran ni
terjadi di gerbong tua.
Waska : Saya tidak pernah takut mati. Masalahnya saya tidak pernah
mau mati. (Berseru) Borok!
Semua tidak tahu apa mesti menyahut
Waska : Bangsat kamu Borok! Di mana kamu Borok? Kalau kamu
berani mengingkari janji atau berbohong, saya tidak akan
berfikir dua kali untuk merobek mulut dan matamu! Borok!
Ranggong : Dia baru saja pergi mengambil jamu yang dijanjikannya,
Waska.34
33 Ibid, h. 180
34 Ibid, h. 145
60
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut di atas dikatakan melanggar
maksim penerimaan, karena memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri dan
meminimalkan kerugian bagi diri sendiri. Waska menagih jamu, tetapi Waska
memaki Borok dalam ucapannya. Hal tersebut terlihat pada Bangsat kamu Borok!
Di mana kamu Borok ! kalau kamu berani mengingkari janji atau berbohong,
saya tidak akan berfikir dua kali untuk merobek mulut dan matamu! Dalam
kalimat tersebut Waska terus mengancam borok jika Borok tidak dapat
memberikannya jamu. Berarti Waska memaksimalkan keuntungan bagi dirinya
sendiri.
(35) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Waska kepada Bigayah. Bigayah datang
menemui Waska tetapi Waska tidak suka mendengar suara Bigayah hingga
mengeluarkan kata-kata kasar. Tujuannya agar Biagayah pergi meninggalkannya.
Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Bigayah : (Dari jauh) Ya, Waska, Bigayahmu.
Waska : Wadow, wadow. Saya minta berhenti kamu memanggil-
manggil.
Bigayah : Sudah hampir empat puluh tahun aku dirundung cinta suci
atasmu, Waska, masihkah kau menampik?
Waska : Aku mohon, aku mohon janganlah engkau memperdengarkan
suaramu. Frekuensi suaramu sedemikian rupa menyebabkan
gendang telingaku terluka dan jantung melipatkan debarannya
tujuh ribu kali per detik. Aku mohon, Bigayah, aku mohon.35
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim
penerimaan, karena Waska memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri dan
meminimalkan kerugian pada diri sendiri. Hal ini karena Waska tidak
menginginkan kehadiran Bigayah, sehingga Waska mengatakan suara Bigayah
dapat membunuhnya. Hal ini terlihat pada Aku mohon, aku mohon janganlah
engkau memperdengarkan suaramu. Frekuensi suaramu sedemikian rupa
menyebabkan gendang telingaku terluka dan jantung melipatkan debarannya
tujuh ribu kali per detik. Ujaran yang diucapkan Waska mengatakan gendang
telinganya terluka dan jantungnya melipat debarannya merupakan kata sindirian
untuk Bigayah menyatakan suara Bigayah jelek atau sumbang.
35
Ibid, h. 146
61
(36) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Borok kepada Japar. Borok terus berkata
modar kemudian Japar bertanya perihal kata modar tersebut, tetapi Borok malah
marah. Tujuan melampiaskan kemarahannya terhadap Japar. Percakapan ini terjadi
di tempat perkumpulan Waska dan teman-temannya.
Borok : Modar! Modar!
Japar : Nggak bisa prei modar modarnya!
Borok : Gua ledakin! Gua ledakin!
Ranggong : Jangan sekarang, Borok.
Borok : Modar! Modar!36
Ujaran yang diucapkan oleh Borok di atas dikatakan melanggar maksim
penerimaan, karena memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan
meminimalkan kerugian bagi dirinya sendiri. Borok ditanya oleh Japar perihal
kata-kata dia yang selalu berkata modar, Tetapi borok malah marah. Hal ini dapat
dilihat pada ,Gua ledakin! Gua ledakin! Borok tidak mempedulikan orang
disekitarnya, dia hanya mempedulikan dirinya sendiri.
(37) Konteks : Ujaran ini disampiakan oleh Anak kecil kepada Semar. Tentang
perintahnya kepada Semar untuk segera memainkan adegan selanjutnya. Tujuannya
untuk emminta Semar melanjutkan adegan selanjutnya. Percakapan ini terjadi di atas
panggung.
Anak Kecil : Oom Semar, cepetan dong.
Semar : Cerewet-permisi, Tuanku-Emangnya penonton saja
yang boleh mengaso dan ngobrol.
Anak Kecil : Oom sendiri bilang penonton adalah raja.
Semar : Nggak ada raja. Yang ada penonton dan pemain, atau
sebaliknya. Nah, ayo, kamu mulai, mulai!37
Ujaran yang diucapkan oleh Anak kecil di atas dikatakan melanggar maksim
penerimaan, karena memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan
meminimalkan kerugian bagi dirinya sendiri. Anak kecil meminta Semar untuk
memulai adegan selanjutnya hal ini terlihat pada Oom Semar, cepetan dong.
Ujaran Anak kecil tersebut mengandung makna memerintah. Selanjutnya ujaran
Anak kecil yang mengatakan Oom sendiri bilang penonton adalah raja
mengandung makna kalau dia adalah raja dan perintah raja harus dipatuhi. Ujaran
anak kecil tersebut dikatakan tidak santun , karena memerintah dan mengkritik
orang lain yang lebih tua darinya.
36
Ibid, h. 157 37 Ibid, h. 159
62
(38) Konteks : ujaran disampaikan oleh Embah kepada Ranggong. Ranggong
meminta pertolongan kepada Embah tapi Embah malah tidak peduli. Tujuannya
untuk memita pertolongan Embah. Percakpan ini terjadi di rumah Embah.
Ranggong : Ya, Embah, tolonglah kami. Berikanlah jamu itu. Nyawa
Waska sudah getas sekali. Beberapa detik saja Embah
terlambat menolong putuslah semuanya.
Embah : Kenapa? Kenapa kalau putus? Dan apa benar putus? Apa kamu
tahu? Putus? Begitu? Orang-orang macam kalianlah yang
membuat hidup ini jadi bising. Sekarang aku minta supaya
kalian jangan lagi mengusik tidurku. Malam sudah larut. Aku
harus tidur.38
Ujaran yang diucapkan oleh Embah di atas dikatakan melanggar maksim
penerimaan, karena Embah memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan
meminimalkan kerugian bagi dirinya sendiri. Embah tidak mempedulikan tamu
yang minta tolong kepadanya, hal ini terlihat pada Sekarang aku minta supaya
kalian jangan lagi mengusik tidurku. Malam sudah larut. Aku harus tidur. Ujaran
Embah tidak santun, karena tamu seharusnya dilayani, tetapi Embah malah
membiarkannya.
(39) Kontes : Ujaran ini disampaikan oleh Waska kepada Jonathan. Waska terus
berpidato kepada pengikutnya, tiba-tiba Jonathan memotong pidato Waska.
Tujuannya untuk menyampaikan kepada Jonathan bahwa banyak orang yang
bergantung kepadanya. Percakapan ini terjadi ditempat perkumpulan Waska
Waska : Jangan main-main, Jonathan, gua lagi serius.
Jonathan : Gue juga serius. Lu yang nggak serius.
Waska : Aku bisa membunuh dia. Aku marah.
Ranggong : Jangan hiraukan, Waska, sahabatmu itu sedang mabuk.
Borok : Modar! Modar!
Waska : Kami bertiga bagaikan trisula yang berkarat yang digenggam
bermilyar tangan lapar dan dahaga, lapar dan lapar jiwa.39
Ujaran yang diucapkan oleh Waska di atas dikatakan tidak santun karena
memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri dan meminimalkan kerugian bagi
diri sendiri. Waska mengancam Jonathan, hal ini dapat dilihat pada Jangan main-
main, Jonathan, gua lagi serius. Waska semakin marah dan mengancam kembali,
terlihat pada Aku bisa membunuh dia. Aku marah. Ujaran Waska mengancam
38
Ibid, h. 169 39
Ibid, h. 188
63
orang lain dikatakan tidak santun, karena Waska memaksimalkan kemarahannya
yang dapat merugikan orang lain.
(40) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Jonathan. Jonathan berusaha
menyadarkan Waska atas sikapnya yang salah, tetapi Waska malah membantahnya.
Tujuannya untuk memberhentikan Jonathan menasehatinya. Percakapan terjadi di
tempat perkumpulan Waska.
Jonathan : Begini, Waska bagaimanapun perbuatan jahat…
Waska : Berhentilah kamu nyap-nyap. Akuilah sebenarnya kamu tidak
berfikir. Sekarang dengarkan pokok-pokok pikiran saya. Aku
sampai pada kesimpulan bahwa pada hakekatnya semua orang
jahat, atau sebaliknya semua orang baik. Karenanya apa pun
yang dilakukan orang adalah jahat tapi juga sebaliknya adalah
baik. Jadi apa pun yang kulakukan adalah jahat dan baik juga
seperti apa yang dilakukan guru taman kanak-kanak. Tetapi
seandainya apa yang kulakukan adalah jahat semata-mata,
maka kejahatan orang lain pastilah akan berlipat lagi
ukurannya.40
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim
penerimaan, karena Waska memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan
meminimalkan kerugian bagi dirinya sendiri. Waska tidak mau mendengarkan
pendapat orang lain (Jonathan) atas sikanya. Dia malah membantah Jonathan
terlihat pada Berhentilah kamu nyap-nyap. Akuilah sebenarnya kamu tidak
berfikir. Sekarang dengarkan pokok-pokok pikiran saya. Selanjutya Waska yang
meminta Jonathan untuk mendengarkannya. Ujaran Waska mengandung makna
dia tidak peduli dengan tindakannya salah atau benar yang penting dia akan tetap
melaksanakan rencananya. Pelanggaran tersebut terlihat juga pada Jadi apa pun
yang kulakukan adalah jahat dan baik juga seperti apa yang dilakukan guru
taman kanak-kanak. Dari ucapan Waska tersebut terlihat jelas dia tidak mau
menerima pendapat siapapun dan tidak peduli dengan dampak tindakkannya nanti.
(41) Konteks : Ujaran ducapkan oleh Waska kepada Jonathan. Waska dan Jonathan
terus berdebat, Waska terus membantah dan akhirnya mengusir Jonathan. Tujuannya
agar Jonathan pergi meninggalkannya dan teman-temannya. Perdebatan ini terjadi di
tepat perkumpulan Waska.
Jonathan : Aku menyesal sekali persahabatan kita yang berpuluh tahun
berakhir seperti ini. Maksudku, kamu putus secara sepihak dan
40 Ibid, h. 192
64
keji seperti ini. Tapi sebelum segala sesuatunya berakhir aku
minta supaya kamu sudi mendengarkan penjelasan-penjelasan
saya tentang kesenian saya, tentang akhlak dan tentang nilai
persahabatan.
Waska : Kamu ingin mengatakan bahwa kesenian penting untuk
menjaga keseimbangan supaya manusia jangan cepat sinting.
Kamu juga ingin mengatakan bahwa akhlak tidak ada
hubungannya dengan makan dan tidak makan. Nah, aku telah
mengucapkannya. Cukup kan? Jonathan, terus terang emosiku
mau membludak dan amarah sudah puncak. Karena tiba-tiba
aku merasa dikalahkan oleh penjahat lain yang jauh lebih
besar, yaitu kamu. Kejahatan yang tengah kuhidupi
mendapatkan saingan berat dari kesenianmu dan aku tak mau
disaingi. Nah, aku minta tinggalkan tempat ini.41
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut di atas dikatakan melanggar
maksim penerimaan, karena Waska memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri
dan meminimalkan kerugian bagi diri sendiri. Waska tidak menginginkan
kehadiran Jonathan yang berusaha menghalangi rencananya. Waska mengkritik
dan sangat marah kepada Jonathan. Hal ini terlihat pada Jonathan, terus terang
emosiku mau membludak dan amarah sudah puncak...Nah, aku minta tinggalkan
tempat ini. Ujaran Waska tersebut tidak santun karena dia tidak menerima
kehadiran temannya dan mengusir temannya, dia hanya menuruti keinginanannya.
3. Pelanggaran Maksim Kemurahan (PKM)
Pelanggaran maksim kemurahan terjadi apabila ujaran yang dilakukan oleh
peserta tutur memaksimalkan cacian atau kecaman kepada orang lain dan
meminimalkan pujian kepada orang lain. Peserta tutur yang suka mengejek atau
menghina orang lain dianggap orang yang tidak sopan.
(42) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Engkos. Tentang Engkos yang
bertanya kepada Waska apa yang akan dilakukan seterusnya karena ia telah lama
mengintip. Tujuanya untuk melepasskan kekesalan hatinya agar Engkos tidak
bertanya. Percakapan terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Engkos : (Yang sedang mengintip) Waska, kita sudah tujuh jam
mengintip nonstop. Bagaimana seterusnya?
41
Ibid, h. 194
65
Waska : Betul-betul anjing kurapan budak setan itu. Ngggak sabaran.
Mana bisa dia menjadi penjahat besar tanpa memiliki
ketahanan menghadapi waktu.42
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut di atas dikatakan melanggar
maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan
meminimalkan pujian kepada orang lain. Waska mengatakan Engkos dengan
sebutan anjing dan setan. Hal ini terlihat pada Betul-betul anjing kurapan budak
setan itu. Ujaran Waska tidak santun karena Waska memaki orang lain dengan
sebutan yang menyamakannya dengan nama binatang, dan hal tersebut dapat
menyinggung perasaan orang yang dikatakan oleh Waska.
(43) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Engkos. Waska memanggil
Engkos, namun jawaban Engkos membuat Waska marah. Tujuannya untuk
mnegabsen keberadaan Engkos. Percakapan ini terjadi di tempat perkumpulan
Waska.
Waska : Engkos!
Engkos : Engkos tadi sudah diludahi, Waska.
Waska : Keluar sebentar, bajingan, Ke sini.43
Ujaran yang diucapkan oleh Waska dikatakan melanggar maksim kemurahan,
karena memaksimalkan cacian atau penjelekan kepada orang lain (Engkos) dan
meminimalkan pujian kepada orang lain. Waska memanggil Engkos dengan
sebutan Bajingan. Pemaksimalan cacian tersebut dapat dilihat pada Keluar
sebentar, bajingan, Ke sini. Waska tampak tidak santun karena memanggil
Engkos dengan sebutan bajingan, padahal Engkos sudah menjawab panggilannya.
(44) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Waska kepada Engkos. Engkos mendekati
Waska dengan cara mengesod, dan Waska sangat marah dengan sikap Engkos
tersebut. Tujuannya agar Engkos berdiri. Ujaran ini terjadi ditempat perkumpulan
Waska.
Waska : Apa-apan kamu?
Engkos terus ngesod.
Waska : Berdiri! Kamu bukan anjing, anjing.
Engkos terus ngesod
Waska : Betul-betul menjijikan! Berdiri, anjing 44
42
Ibid, h. 120 43 Ibid, h. 122
44
Ibid
66
Ujaran yang dilakukan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim
kemurahan karena memaksimalkan cacian pada orang lain (Engkos).
Pemaksimalan cacian itu terlihat jelas pada Berdiri! Kamu bukan anjing, anjing.
Dan Betul-betul menjijikan! Berdiri, anjing. Ujaran Waska tersebut tampak sekali
tidak santun, karena Waska terus memanggil nama Engkos dengan anjing. Hal
tersebut merupakan penghinaan terhadap Engkos.
(45) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Waska kepada Engkos. Waska menyuruh
Engkos berdiri tetapi Engkos terus saja ngesod. Tujuannyab untuk memaksa Engkos
berdiri. Ujaran terjadin ditempat perkumpulan Waska.
Waska : Berdiri, babi! Berdiri!
Engkos : Hormatku, Waska, hormatku. Kagumku, Waska, kagumku.
Setiaku, Waska, setiaku.
Waska : Jadi betul-betul kamu anjing! Kamu robek-robek dirimu
sendiri?
Engkos : Waska, Waska, Waska…..
Waska : Kamu sendiri yang minta diludahi, Engkos. Kamu sendiri
yang minta dicambuk, Engkos. Kamu sendiri yang minta
dirajam, Engkos. Kamu sendiri yang minta dibandem,
Engkos.45
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim
kemurahan, karena Waska memaksimalkan cacian kepada orang lain (Engkos).
Pemaksimalan cacian terlihat jelas pada ujaran Jadi betul-betul kamu anjing!
Kamu robek-robek dirimu sendiri? Ujaran Waska secara langsung memaki
Engkos, Waska terus menyebut Engkos sebagai anjing. Walaupun Engkos
menyatakan dia berbuat demikin adalah bentuk hormatnya. Ujaran Waska tersebut
sangat tidak santun, karena sebagai pemimpin Waska seharusnya menghargai
bentuk penghormatan anak buahnya.
(46) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Anakkecil. Ibu-ibu mencari anak-anaknya
dan seorang anak kecil memaki-maki orang tuanya. Tujuannnya untuk melepaskan
kekesalannya kepada orang tuanya. Ujaran itu terjadi di atas panggung.
Ibu Satu : Toto! Toto! Di mana kau? Pulanglah Toto.
Lalu ibu yang lain muncul.
Ibu Dua : Titi! Titi! Di mana kau? Pulanglah Titi.
Lalu ibu yang lain muncul.
Ibu Tiga : Somad, sudah malam, Somad. Pulang, Somad.
45
Ibid
67
Lalu muncul anak kecil.
Anak Kecil : (Sambil lari) Bapa Anjing! Ibu anjing! Gua nggak mau
pulang! 46
Ujaran yang dilakukan oleh Anak kecil dikatakan melanggar maksim
kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain (ibu) dan
meminimalkan pujian kepada orang lain. pemkasimalan cacian tersebut terlihat
pada ujaran Bapa Anjing! Ibu anjing! Gua nggak mau pulang! Ujaran Anak kecil
tersebut secara langsung mengandung makna menghina orang tuanya karena ia
menyamakan orang tuanya dengan binatang. Seharusnya sebagi anak ia harus
patuh kepada orang tuanya bukan menghina orang tuanya tersebut.
(47) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Satu kepada Anak kecil. Satu memaki anak
kecil, karena anak tersebut membantahnya. Tujuannya untuk menyatakan
kekesalannya terhadap anak kecil. Percakapan terjadi di gerbong tua.
Anak Kecil : Ah, masak! Tadi gua masih beliin dia rokok.
Satu : Masak! Naiklah sendiri ke gerbong dan tengok lagi ngapain
dia.
Satu : Diberi tahu mendebat, anak sialan.47
Ujaran yang diucapkan oleh Satu tersebut di atas dikatakan melanggar
maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan
meminimalkan pujian kepada orang lain (Anak kecil). Pemaksimalan cacian
tersebut terlihat pada ujaran Diberi tahu mendebat, anak sialan. Satu memaki
karena Anak kecil mendebatnya sehingga, Satu menjadi kesal dan memaki anak
anak tersebut dengan sialan. Ujaran Satu tersebut terlihat jelas menyatakan Satu
tidak santun.
(48) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Dajjal. Dajjal meraung-raung
dan Waska menyuruh Dajjal berhenti. Tujuannya untuk menyuruh Dajjal diam dan
memaki Dajjal. Ujaran terjadi di dekat bukit.
Dajjal meraung-raung.
Waska : Berhenti kamu meraung-raung Dajjal! Cenggeng kamu!48
Ujaran yang dilakukan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim
kemurahan, karena Waska memaksimalkan cacian kepada orang lain dan
46
Ibid, h. 132
47
Ibid, h. 138 48
Ibid, h. 155
68
meminimalkan pujian kepada orang lain (Dajjal). Pemaksimalan cacian tersebut
terlihat pada ujaran Cenggeng kamu! Pada ujaran tersebut Waska secara langsung
mencela Dajjal dengan sebutan cengeng. Waska mencela Dajjal karena Dajjal
terus meraung-raung.
(49) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Seniman (Jonathan). Seniman
hadir dalam rapat yang akan diselengarakan Waska, dan Waska seakan-akan kaget
dengan kedatangan Seniman sehingga mengatakan temannya tersebut setan.
Percakapan ini terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Seniman : Aku juga hadir, Waska!
Waska : Setan lu, Jonathan ke mana saja kamu? Lama sekali kamu
hilang.
Seniman : Mengembara seperti biasanya, seperti sejak dahulu kala. New
York, Paris, London, Moskow, semua, semua kota, semua
perempuan, semua lorong, semua museum, semua auditorium,
semua, semua.49
Ujaran yang ducapkan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim
kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan meminimalkan
pujian kepada orang lain (Seniman). Pemaksimalan cacian itu terlihat pada ujaran
Waska yakni Setan lu, Jonathan ke mana saja kamu? Ujaran tersebut diucapkan
Waska karena Waska kaget dengan kehadiran Seniman yang merupakan
temannya. Ujaran Waska tidak santun karena mengatakan temannya setan,
seharusnya Waska menyebutkan namanya. Namun hal tersebut terjadi karena
Seniman adalah temannya sendiri sehingga sudah biasa baginya.
(50) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Embah kepada Borok dan Ranggong. Embah
kesal dibangunkan oleh Ranggong dan Borok. Tujuannya untuk melepaskan
kekesalannya kepada Borok dan Ranggong. Percakapan terjadi di rumah Embah.
Borok : Ya, Kenapa dia tidur?
Ranggong : Kenapa tidur. Mana aku tahu.
Embah : Aku tidak tidur. aku kesal. Aku kesal karena kalian berdua
sama-sama sinting. Bahkan bertiga dengan pemimpin kalian.
Sinting. Sekarang aku mau tidur.
Borok : (Meraung) Embah!!!50
49
Ibid, h. 161
50
Ibid, h. 168
69
Ujaran yang diucapkan oleh Embah tersebut di atas dikatakan melanggar
maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan
meminimalkan pujian kepada orang lain (Ranggong dan Borok). Pemaksimalan
cacian tersebut terlihat pada ujaran Embah yakni, Aku kesal karena kalian berdua
sama-sama sinting. Bahkan bertiga dengan pemimpin kalian. Sinting. Ujaran
Embah secara langsung bermakna menghina, karena Embah kesel dengan
Ranggong dan Borok yang telah mengganggunya. Ujaran Embah tidak santun
seharusnya Embah menjamu tamunya buka menghina dengan mengatakan mereka
sinting.
(51) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Jonathan kepada Waska. Jonathan
membantah semua pidato yang disampaikan oleh Waska. Tujuannya untuk
menghentikan rencana Waska. Percakapan terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Waska : Sebelum dan sesudah pesta ini tidak ada lagi pesta yang lebih
besar dan yang lebih meriah yang memungkinkan seluruh
kegembiraan kita tumpah sehingga tuntas dasar sumbernya.
Pesta ini pesta kami atas suatu kemenangan karena kami akan
memiliki 200.000 fajar dan 200.000 senja. Anak-anakku, di
bukit yang terjal ini, kekosongan kita telah sampai pada
kesempurnaannya, kesepian kita yang kerontang semakin
berdebu dan matahari di ubun-ubun kita memanggangnya,
meramunya, meraciknya sehingga hanya topanlah yang kita
tunggu hadirnya agar tercipta badai debu yang akan menyapu
sudut-sudut kota. Dalam beberapa detik lagi, kita akan
mendenguskan nafas amarah kita yang dihembus oleh gas bau
bacin dari perut kita yang kosong, melanda sebagai wadah
epidemic yang tak akan tertahankan oleh kota yang sombong
ini. Di bukit ini kami berdiri bagaikan tiga batang lilin hitam
dengan nyala ungu.
Jonathan : Waska, amarahmu berlebihan. Pidatomu bagaikan sajak
cengeng penyair remaja yang cengeng.51
Ujaran yang diucapkan oleh Jonathan dikatakan melanggar maksim
kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan meminimalkan
pujian kepada orang lain. pemaksimalan cacian tersebut terlihat pada Waska,
amarahmu berlebihan. Pidatomu bagaikan sajak cengeng penyair remaja yang
cengeng. Ujaran Jonathan tampak sekali tidak santun, karena secara langsung
menghina Waska, dengan mengatakan pidato Waska bagai sajak cengeng.
51
Ibid, h. 188
70
(52) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Jonathan. Waska terus
berdebat dengan Jonathan. Jonathan mencoba mengingatkan Waska dengan kisah
masa lalunya namun Waska mendebat Jonathan. Tujuannya untuk mencela Jonathan.
Percakapan terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Jonathan : Kamu kehilangan sesuatu tapi kamu tidak menyadarinya,
Waska. Cobalah sebentar kenangkan semuanya secara utuh.
Berlakulah adil. Timbanglah satu demi satu seluruh yang kamu
miliki.
Waska : Janganlah mencoba mengorek-ngoerek masa lampauku.
Sentimentil! Dan lagi apakah kamu kira ketika aku berlayar
dulu, ketika aku jadi kelasi dulu lantaran didorong oleh
romantic keremajaan keluarga ningrat? Seperti romantic
semangat kesenianmu yang penuh dengan skandal itu?52
Ujaran yang dilkukan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim
kemurahan, karena Waska memaksimalkan cacian kepada orang lain dan
meninimalkan pujian kepada orang lain (Jonathan). Karena Jonathan terus
mengungkit masa lalu mereka berdua hingga membuat Waska kesel. Ujaran
Waska yang meamksimalknan cacian terhadap Jonathan terlihat pada Seperti
romantic semangat kesenianmu yang penuh dengan skandal itu? Ujaran Waska
secara langsung menghina Jonathan dengan mengatakan kesenian Jonathan penuh
dengan skandal yang bermakna penuh masalah.
(53) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Waska kepada Jonathan. Jonathan
menyampaikan kepada Waska tentang kesenian yang telah lama Ia tinggalkan, tapi
Waska malah menuduhnya memainkan skandal yang lain dan mencaci Jonathan.
Tujuannya untuk mengalahkan Jonathan dalam perdebatan. Percakapan ini terjadi di
tempat perkumpulan Waska.
Jonathan : Terus terang aku tak hendak berdebat soal kesenianku, apalagi
soal lainnya, karena pikiranmu belingsatan. Tapi satu hal,
kamu tahu sendiri kesenian yang kamu bicarakan sudah lama
aku tinggalkan dan kamu sendiri juga tahu bagaimana selama
ini aku menulis serta menyanyi tentang kalian, tentang kamu!!!
Waska : Kalau begitu kamu sedang memainkan skandal yang lain dan
mungkin lebih besar lagi. Jonathan, ternyata jiwamu cacingan,
atau mungkin kamu idiot tanpa diketahui sejarah. Selama ini
kamu mengira nyanyian kamu, kesenian kamu mewakili
kelaparan kami, amarah kami? Cuah! Ilusi! Dan lebih dari itu,
sambil membungkam rasa persahabatanku padamu, aku
menuduhmu, aku mendakwa kamu telah mengatasnamakan
52
Ibid, h. 192
71
kami, penderitaan-penderitaan kami dan kamu telah mendapat
keuntungan dan kehormatan.53
Ujaran yang dilakukan oleh Waska kepada Jonathan tersebut dikatakan
melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain
dan meminimalkan pujian kepada orang lain (Jonathan). Waska terus berdebat
dengan Jonathan hingga akhirnya Waska menghina Jonathan. Pemaksimalan
cacian tersebut terlihat jelas pada ujaran Waska yakni, Jonathan, ternyata jiwamu
cacingan, atau mungkin kamu idiot tanpa diketahui sejarah. Ujaran Waska yang
secara langsung mengatakan jiwa Jonathan cacingan yang berarti penakut, dan
idiot yang mengandung makna bodoh. Dari ujaran yang disampaikan Waska
tersebut terlihat jelas Waska melanggar maksim kemurahan.
(54) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Waska kepada Jonathan. Waska tetap tidak
menerima nasehat dari Jonathan dan mengatakan nasehat Jonathan kuno. Tujuannya
agar Jonathan berhenti menasehatinya. Percakapan terjadi di tempat perkumpulan
Waska.
Jonathan : Dakwaanmu terlalu berat.
Waska : Tapi masih terlalu ringan dibanding penipuan-penipuanmu.
Dan ketahuilah, nasehat-nasehatmu adalah pepatah-pepatah
kuno yang sudah mati. Karenanya, pergilah.54
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim
kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan meminimalkan
pujian kepada orang lain (Jonathan). Pemaksimalan cacian tersebut terlihat pada
nasehat-nasehatmu adalah pepatah-pepatah kuno yang sudah mati. Karenanya,
pergilah. Ujaran Waska secara langsung menghina Jonathan, karena Waska kesal
dengan Jonathan yang terus menasehatinya. Dengan mengatakan nasehat Jonathan
sudah kuno berarti tidak cocok dipakai lagi untuk zaman sekarang. Kalimat
selanjutnya menyuruh Jonathan pergi, terlihat jelas Waska tidak santun terhadap
temannya.
53
Ibid, h. 193
54
Ibid, h. 194
72
4. Pelanggaran Maksim Kerendahan Hati
Pelanggaran maksim kerendahan hati terjadi apabila penutur memaksimalkan
pujian kepada dirinya sendiri dan meminimalkan cacian pada dirinya sendiri.
Orang yang suka memuji diri sendiri adalah orang yang suka pamer dan orang
seperti ini akan dianggap tidak santun.
Berikut penggalan ujaran yang melanggar maksim kerendahan hati:
(55) Konteks : Ujaran disapaikan oleh Gustav kepada teman-temannya ( Ranggong
dan Japar). Mereka sedang meributkan tentang keadaan Waska, dan takut jika
Waska semakin memburuk. Tujuannya untuk menentukan siapa yang akan
memimpin mereka selanjutnya. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Ranggong : Saya takut dia mati.
Japar : Kalau mati kenapa?
Ranggong : Siapa yang akan memimpin kita?
Gustav : Gampang itu. Kita berantam dulu. Pilih yang paling jagoan.
Ranggong : Gampang. Kamu kira kamu mampu memimpin saya dan
teman-teman semua?
Gustav : Bisa saja. Apa susahnya?55
Ujaran yang diucapkan oleh Gustav dikatakan melanggar maksim kerendahan
hati karena memaksimalkan pujian kepada diri sendiri dan meminimalkan cacian
kepada diri sendiri. Ranggong memikirkan siapa yang akan menjadi pemimpin
jika Waska mati, tiba-tiba Gustav menjawabnya. Gustav merasa bisa memimpin
Ranggong dan teman-teman lainnya. Pemaksimalan pujian terhadap diri sendiri
tersebut terlihat pada ujaran Gustav yakni, Bisa saja. Apa susahnya? Ujaran
Gustav dikatakan tidak santun karena dia menyombongkan dirinya dia merasa
bisa menjadi pemimpin.
(56) Konteks : Ujaran ini diucapkan oleh Bigayah kepada Saru. Satu memberitahu
Bigayah kalau Waska sedang sakit tetapi, Bigayah malah marah kapada Satu. Tujuan
Bigayah untuk mengancam Satu dan memamerkan bahwa dia punya kekuatan.
Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Bigayah : Ayo, jangan bisu!
Satu : Bigayah, pacarmu Waska saat ini sedang dalam keadaan
sakratul maut di gerbong tua itu.
Bigayah : (Menjambak leher bajunya) Jangan bicara sembarangan,
ya? Saya orang kuat di sini.
Satu : Betul, Bigayah, kami berkumpul di sekitar gerbong tua karena
di dalam gerbong itu Waska sedang berkelahi dengan ajalnya.56
55
Ibid, h. 128
73
Ujaran Bigayah dikatakan melanggar maksim kerendahan hati, karena
memaksimalkan pujian kepada diri sendiri dan meminimalkan cacian kepada diri
sendiri. Pemaksimalan pujian terlihat pada ujaran Bigayah yakni, Jangan bicara
sembarangan, ya? Saya orang kuat di sini. Bigayah menyatakan dirinya adalah
orang yang kuat. Bigayah dikatakan tidak santun karena ujarannya mengandung
makna menyombongkan diri.
(57) Konteks : Ujaran ini disampaikan oleh Waska kepada Nabi. Waska
menjelaskan kepada Nabi kalau dia dan pengikutnya tidak lagi dalam keputus-asaan.
Tujuannya untuk menjawab pernyataan Nabi yang menyatakan mereka dalam
keputuasaan. Percakapan terjadi di atas panggung.
Nabi : Tapi Waska, apakah kamu tidak menyadari sebenarnya kamu
dan kawan-kawanmu sedang diliputi oleh suatu sikap keputus-
asaan yang sangat gelap mengerikan?
Waska : Nabi, ketahuilah, kami sudah melewati tahap itu. Kami sudah
jauh dari sikap serta keadaan itu. Kami telah menyebranginya.
Kami telah mengarungi samudera luas keputus-asaan dan
sampai di suatu pulau seberang harapan yang masih belantara,
yang masih lekat dengan hutan buah larangan, yang setiap
batangnya dari berjuta pohonan melilit seekor ular purba. Dan
di pulau itu adalah sebuah bukit terjal. Dan di bukit terjal itu
adalah sebuah goa yang dinding-dindingnya adalah tembaga.
Dan di tempat yang hanya berbau karat besi itu kami telah
bertemu dengan Dajjal.
Nabi : Tuhanku!57
Ujaran Waska kepada Nabi dikatakan melanggar maksim kerendahan hati
karena memaksimalkan pujian kepada diri sendiri dan meminimalkan cacian
kepada diri sendiri. Waska mengatakan kalau dia dan pengikutnya telah melewati
sikap putus asa. Pemaksimalan pujian itu terlihat jelas pada Nabi, ketahuilah,
kami sudah melewati tahap itu. Kami sudah jauh dari sikap serta keadaan itu.
Kami telah menyebranginya. Ujaran Waska tersebut terlihat tidak santun karena
bersikap sombong.
(58) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Waska kedpada tukang pijat. Tukang pijat
menawarkan diri untuk memijat Waska tapi Waska malah marah-marah. Tuajuan
Waska berkata seperti itu untuk menyatakan bahwa dirinya baik-baik saja di hadapan
pengikutnya. Percakapan terjadi di tempat perkumpulan Waska.
56
Ibid, h. 143
57
Ibid, h. 155
74
Tukang Pijat: Nggak dipijit dulu, bapa?
Waska : Kamu kira aku kumpulin orang-orang sebanyak ini hanya
untuk nonton aku pijatan? Lagi siapa yang menyatakan aku
sakit? Siapa (Batuk-batuk hebat sekali) Aku tidak sakit!
Aku tidak sakit! Aku sehat wal-afiat. (Meludah) Batuk
sialan!58
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut di atas dikatakan melanggar
maksim kerendahan hati, karena memaksimalkan pujian kepada dirinya sendiri.
Dalam ujaran ini Waska tidak mau mengakui dirinya sakit, dia merasa kuat
padahal dia sering batuk-batuk. Hal ini dapat dibuktikan pada Lagi siapa yang
menyatakan aku sakit? Siapa (Batuk-batuk hebat sekali) Aku tidak sakit! Ujaran
tersebut dikatakan tidak santun, karena Waska tidak menghargai tukang pijat yang
ingin membantunya. Waska tidak terima kalau dia dibilang sakit, mungkin dia
merasa malu kepada anak buahnya kalau sakit, karena dia adalah seorang
pemimpin dan seorang pemimpin adalah orang yang kuat.
(59) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Borok kepada Debeleng dan Ranggong.
Mengenai kostum yang akan digunakan untuk merampok nanti. Tujuannya
menyatakan dirinya penjahat besar dan punya gaya sendiri. Percakapan terjadi
ditempat perkumpulan Waska.
Ranggong : kamu tidak pake kostum khusus dalam perampokan
nanti?
Debleng : ya, Borok. Aku kira kamu paling cocok mengenakan
kostum ala bandit Chicago seperti dalam film.
Borok : Modar! Gue bandit yang terbesar, lebih besar dari
Alcapone, gue nggak mau tiru-tiru.
Debleng : Gua mau pake topeng biar serem. Habis muka gue
klimis.59
Ujaran yang dilakukan oleh Borok dikatakan melangga r maksim kerendahan
hati, karena memaksimalkan pujian kepada dirinya sendiri dan meminimalkan
cacian kepada diri sendiri. Pemaksimalan pujian tersebut terlihat pada ujaran
Modar! Gue bandit yang terbesar, lebih besar dari Alcapone, gue nggak mau tiru-
tiru. Ujaran tersebut dikatan tidak santun karena secara langsung Borok
58
Ibid, h. 160
59
Ibid, h. 189
75
mengatakan bahwa dirinya adalan bandit terbesar, kata-kata yang diucapkan
Borok tersebut bermakna menyombongkan dirinya.
5. Pelanggaran Maksim Kesetujuan
Pelanggaran maksim kesetujuan terjadi apabila peserta tutur meminimalkan
persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan memaksimalkan
ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. pelanggaran terjadi jika
seseorang maunya menang sendiri dan pendapat orang lain tidak mau
didengarkan, orang tersebut akan dianggap tidak santun.
Berikut penggalan ujaran atau petunjuk laku yang melanggar maksim
kesetujuan:
(60) Konteks : Ujaran diucapkan Nabi kepada para pengikut Waska. Nabi tidak
setuju kalau anak buah Waska menangisi Waska. Tujuannya untuk menayakan
alasan mereka menangisi Waska. Percakapan terjadi di gerbong tua.
Nabi : Kenapa Waska?
Gustav :Waska, pemimpin besar kami, pemimpin umat manusia, sedang
menderita sakit. Bahkan pada detik-detik ini ia sedang dalam
keadaan inkoma, sakratulmaut.
Nabi :Kalian kelewatan, betul-betul kalian kelewatan. Tuhan
ampunilah mereka karena mereka menangisi Waska.
Debleng : Ya, kami menangisi Waska.
Nabi : Waska kalian tangisi?
Nabi : Nggak masuk akal. Nggak masuk akal.
Nabi : Waska? Orang semacam itu? 60
Ujaran yang dilakukan Nabi dikatakan melanggar maksim kesetujuan, karena
meminimalkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan
memaksimalkan ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. Nabi tidak
setuju anak buah Waska menangisi Waska. Peminimalan persesuaian tersebut
terlihat pada ujaran Waska kalian tangisi? Nggak masuk akal. Nggak masuk akal.
Waska? Orang semacam itu? Ujaran Nabi tersebut mengandung makna kalau
Waska tidak pantas ditangis karena dia adalah seorang penjahat.
60
Ibid, h. 136
76
(61) Konteks : Ujaran diucapakan oleh Ranggong dan Borok kepada Nabi. Mereka
membantah pendapat Nabi yang merendahkan Waska. Tujuannya agar nabi tidak
usah mencampuri urusan mereka. Percakapan terjadi di gerbong tua.
Nabi : Saudaraku,
Ranggong : Pandanganmu ingin mengatakan bahwa Waska adalah tokoh
jahat dan karenanyalah tidak patut ditangisi. Tuhan, apakah
benar saya nggak boleh menangisi orang yang telah membantu
banyak orang itu?
Nabi : Tetapi….
Borok : Nggak pakai tetapi! Kalau kalian merasa ganjil atau merasa
tidak terlibat dalam peristiwa ini lebih baik duduk saja
menonton. Gustav!61
Ujaran yang diucapkan oleh oleh Borok dikatakan melanggar maksim
kesetujuan karena memaksimalkan ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan
orang lain dan meminimalkan kesesuain dengan orang lain. ujaran Borok yang
membantah perkataan Nabi menjelaskan kalau Borok tidak setuju dengan Nabi.
Pemaksimalan ketidaksesuain tersebut terlihat pada ujaran Borok yakni, Nggak
pakai tetapi! Ujaran borok tersebut menyatakan kalau dia tidak suka dibantah oleh
Nabi. Dari ujaran Borok tersebut terlihat jelas kalau dia tidak santun terhadap
Nabi yang dengan tegas mengatakan tidak ada tetapi.
(62) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Seniman kepada Gustav. Gustav
menyampaikan pendapatnya bahwa dengan menangis berarti telah melakukan
segala-galanya, tetapi dibantah oleh Seniman. Tujuannya untuk menyatakan
pendapatnya yaqng tidak setuju dengan Gustav. Percakapan terjadi di gerbong tua.
Gustav : Menurut pendapat saya pribadi dengan menangis kita sudah
melakukan segala-galanya.
Seniman : Karena pada saat ini menangis hampir merupakan suatu atau
salah satu bentuk ekspresi yang jarang digunakan atau kurang
disukai orang, belakangan ini kita lebih senang mengetawai
daripada menangisi. Barangkali karena kita sudah terlalu jenuh
menangis, terlalu jenuh menderita atau apalah dan kita lebih
suka ketawa habis-habisan. Dan keadaan ini telah didukung
secara mutlak dan merata di kalangan para seniman. Tetapi
kita semua tahu seniman menangis memang suatu sikap yang
kurang agung, kecuali apabila tangis itu disaring sedemikian
rupa dan sebaliknya ketawa tanpa batas bagi mereka
merupakan bentuk pernyataan perasaan yang lebih terhormat,
lebih intelek. Dan kita memang sama-sama tahu seniman
adalah golongan semau gue sementara mereka menganggap
61
Ibid
77
diri mereka adalah segala-galanya. Dan dalam beberapa hal
kalau mereka mengakui sikap seniman-seniman ini pada
hakekatnya nyaris suatu sikap kebangsawanan yang kenes
dengan sedikit unsur kebuasan yang terselubung.62
Ujaran yang diucapkan oleh Seniman dikatakan melanggar maksim
kesetujuan, karena memaksimalkan ketidaksesuaian dengan orang lain dan
meminimalkan kesesuaian dengan orang lain (gustav). Seniman tidak setuju
dengan Gustav yang menganggap dengan menangis berarti telah melakukan
segala-galanya. Ketidaksetujuan itu terlihat pada ujaran Seniman yakni, Tetapi
kita semua tahu seniman menangis memang suatu sikap yang kurang agung,
kecuali apabila tangis itu disaring sedemikian rupa dan sebaliknya ketawa tanpa
batas bagi mereka merupakan bentuk pernyataan perasaan yang lebih terhormat,
lebih intelek. Menurut Seniman menangis bukan sikap yang agung, dan
sebaliknya tertawalah yang menujukkan sikap terhormat dan intelek.
(63) Konteks : Ujaran disampaikan oleh Seniman kepada Nabi dan Semar. Mereka
membicarakan Waska yang keras kepala dan Nabi meminta pendapat Seniman
tentang Waska. Tujuannya mengatakan jika dia tidak mau ikut campur dengan
diskusi tersebut. Percakapan terjadi di atas panggung.
Semar : Waska memang keras kepala.
Nabi : Betul-betul putra Nuh. Saya harap saja pada akhir sandiwara
ini, ia akan mendapatkan karunia cahaya.
Semar : Saya sendiri juga mengharapkan itu, tapi sayangnya, seperti
juga pengarang sendiri, kita hampir tidak pernah bisa menduga
akhir kisah seseorang. Benih peristiwa selalu luput dari tangan
kita.
Nabi : Nah, pendapatmu bagaimana, seniman?
Seniman : Aku hanya berurusan dalam lakon Waska tapi tidak dalam
diskusi kalian. Tapi kalau aku boleh berkata aku hanya mau
mengatakan bahwa aku tidak punya urusan dengan semua itu.
Terus terang belakangan ini kemurnian elemen-elemen itu
ditunganggi secara kurangajar dan tak senonoh.63
Ujaran yang diucapkan Seniman tersebut di atas dikatakan melanggar maksim
kesetujuan, karena memaksimalkan ketidaksesuaian dengan orang lain dan
meminimalkan kesesuaian dengan orang lain (Nabi dan Semar). Pemaksimalan
ketidaksesuaian tersebut terlihat pada ujaran Seniman yakni, Aku hanya berurusan
62
Ibid, h. 140
63
Ibid, h. 157
78
dalam lakon Waska tapi tidak dalam diskusi kalian. Tapi kalau aku boleh berkata
aku hanya mau mengatakan bahwa aku tidak punya urusan dengan semua itu.
Ujaran yang diucapkan seniman dikatakan tidak santun karena ketika Nabi
meminta pendapatnya dia menjawab tidak mau ikut serta dalam diskusi tersebut,
tetapi ia tetap mengungkapkan pendapatnya.
(64) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Ranggong kepada Borok. Borok mengatakan
kalau Juru kunci mempermainkan mereka tapi Ranggong membantahnya. Tujuannya
menyatakan ketidak setujuan dengan pendapat Borok. Percakapan terjadi di kuburan.
Borok : Dia mempermainkan kita.
Ranggong : Tidak. Justru dia mempermainkan dirinya.
Borok : Dia membuang waktu.
Ranggong : Tidak. Waktu membuang dia.64
ujaran yang dilakukan oleh Ranggong dikatakan melanggar maksim
kesetujuan, karena memaksimalkan ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan
orang lain (Borok). Pemaksimalan ketidaksetujuan tersebut terlihat pada Tidak.
Justru dia mempermainkan dirinya. Dan Tidak. Waktu membuang dia. Sikap
seperti itu dikatakan tidak santun karena Ranggong selalu membalikkan kata-kata
yang diucapkan oleh Borok menyatakan dia tidak setuju dengan apa yang
dibicarakan oleh Borok.
6. Pelanggaran Maksim Simpati
Pelanggaran maksim simpati terjadi apabila dalam tuturan peserta tutur
meminimalkan rasa simpati antara diri sendiri dengan orang lain dan
memaksimalkan rasa antipati antara diri sendiri dengan orang lain. orang yang
tidak memiliki rasa simpati dan bersikap antipati terhadap orang lain akan
dianggap tidak santun.
Berikut penggalan ujaran yang melanggar maksim simpati:
(65) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Bigayah kepada Waska. Bigayah terus
mendekati Waska namun, Waska terus menolaknya. Ujaran diucapkan Bigayah agar
dia bisa mendekati Waska. Percakapan terjadi di gerbong tua.
Bigayah : Waska.
64
Ibid, h. 180
79
Waska : Jangan mendekat, Gayah.
Bigayah : Waska.
Waska : Kasihani aku, Gayah, aku sedang sakit parah, inkoma,
dalam keadaan sakratul maut.
Bigayah : Justru itu artinya kesempatan yang baik.65
Ujaran yang dilakukan oleh Bigayah tersebut dikatakan melanggar maksim
kesimpatian, karena memaksimalkan rasa antipati terhadap orang lain dan
meminimalkan rasa simpati terhadap orang lain. hal ini terlihat pada ujaran
Bigayah Justru itu artinya kesempatan yang baik. Ujaran bigayah dikatakan tidak
santun karena Bigayah tidak mempedulikan Waska yang telah memohon
kepadanya jangan menganggunya karena dia lagi sakit , tetapi bigayah tetap
menganggunya. Dari ujaran tersebut terlihat jelas Bigayah tidak memiliki rasa
simpati terhadap Waska karena terus mendesak Waska.
(66) Konteks : Ujaran diucapkan oleh Embah kepada Borok dan Ranggong. Borok
menyampaikan kepada Embah kalau Waska sakit namun, Embah menanggapi hal
itu biasa saja. Tujuan Borok ingin meminta pertolongan Embah. Percakapan terjadi
di rumah Embah.
Borok : Waska sakit.
Embah : Sakit?
Ranggong : Sakit keras sekali, Albert.
Embah : sakit apa?
Borok : Sakit tua.
Embah : Lalu apa ada yang istimewa?
Borok : Ia meraung-raung saja.
Embah : Tidak usah dikuatirkan. Tidak lama lagi ia akan tenang.
Sembuh atau mati.66
Ujaran yang dilakukan oleh Embah dikatakan melanggar maksim simpati,
karena memaksimalkan antipati terhadap orang lain dan meminimalkan simpati
terhadap orang lain. Embah tidak peduli terhadap Ranggong dan Borok yang
meminta pertolongan kepadanya untuk pemimpinya. Pemaksimalan rasa antipati
Embah dapat dilihat pada Lalu apa ada yang istimewa? Dan Tidak usah
dikuatirkan. Tidak lama lagi ia akan tenang. Sembuh atau mati. Ujaran Embah
65
Ibid, h. 148
66
Ibid, h. 168
80
tersebut menyatakan kalau Embah tidak bersimpati terhadap penyakit yang
dialami Waska.
C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Dalam kegiatan berbahasa, manusia sebagai pengguna bahasa harus dapat
menguasai empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca,
dan menulis. Dalam kehidupan sehari-hari aspek berbicara menjadi sesuatu yang
penting karena melalui berbicara seseorang dapat menjalin komunikasi dengan
orang lain dan mengungkapkan perasaan, gagasan, serta ide-idenya. Dalam
berbahasa, manusia perlu memperhatikan adanya kesantunan ketika
berkomunikasi dengan manusia lainnya. Hal itu bertujuan agar manusia tidak
melakukan penyimpangan dalam berbahasa.
Di sekolah yang merupakan lembaga pendidikan pengajaran kesantunan
berbahasa merupakan aspek yang sangat penting untuk membentuk karakter dan
sikap seseorang. Dari penggunaan bahasa seseorang dalam bertutur kepada orang
lain, dapat diketahui karakter dan kepribadian seseorang. Dengan adanya muatan
pendidikan karakter di sekolah pada setiap mata pelajaran, dalam hal ini
khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia.
Pada kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia, keterampilan berbicara sangat
diperlukan, agar proses komunikasi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa
dapat berjalan dengan baik. Kegiatan yang pembelajaran yang berhubungan
dengan aspek keterampilan berbicara yakni kegiatan berdiskusi. Diskusi berasal
dari bahasa yaitu discutio atau discusium yang artinya bertukar pikiran. Diskusi
pada dasarnya suatu bentuik tukar pikiran yang teratur dan terarah, baik dalam
kelompok kecil maupun dalam kelompok besar.67
Dalam pembelajaran diskusi
sejumlah orang dapat menyampaikan gagasan, ide, dan pendapatnya, oleh karena
itu dalam pembelajaran sering digunakan metode diskusi sebagai upaya
pencapaian tujuan pembelajaran.
67
Djago Tarigan, Pendidikan Keterampilan Berbahasa, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2005)
h, 7.18.
81
Pelajaran berdiskusi terdapat di SMP kelas VIII semester genap dengan
kompetensi dasar menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan
pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan. Dalam kegiatan
berdiskusi terkadang sering muncul penggunaan ujaran yang kurang santun pada
siswa dalam mengungkapkan pendapatnya. Tidak jarang saat berdiskusi adu
pendapat dan menyalahkan pendapat orang lain dilakukan oleh siswa.
Dalam berdiskusi di kelas sering juga terlihat antara kelompok penyaji dan
penanggap kurang saling menghargai terkadang tuturan yang digunakan berupa
sindiran dan ejekan atau bantahan yang dapat menyinggung perasaan orang lain.
Oleh sebab itu, dalam kegiatan pembelajaran diperlukan materi cara berdiskusi
yang santun dan pilihan kata yang tepat ketika berbicara dengan orang lain.
Melalui pelajaran diskusi seorang guru dapat memberikan penilaian terhadap
siswanya dari bahasa yang digunkaan oleh siswa, santun atau tidak bahasa yang
digunakan oleh siswa. Sebelumnya dalam pengajaran diskusi guru harus
menjelaskan bagaimana menyampaikan pendapat, menyanggah dan menolak
pendapat orang lain dengan baik sehingga orang lain dapat menerima pendapat
dan tidak tersinggung.
Metode diskusi merupakan metode pembelajaran yang melibatkan siswa
secara langsung. Dengan demikian banyak manfaat yang di dapat oleh siswa jika
sering menggunakan metode diskusi dalam setiap pembelajaran yaitu, siswa dapat
mengembangkan sikap sosial yaitu belajar bagaimana menghargai pendapat orang
lain, selanjutnya dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa dan dapat
melatih siswa berbicara di hadapan orang banyak.
Dalam pembelajaran diskusi pemilihan kata yang digunakan oleh siswa
menentukan kesantunan berbahasa siswa, semakin santun bahasa yang digunakan
semakin santun dan baik karakter siswa tersebut. Adapun rancangan pembelajaran
yang berhubungan dengan kajian penelitian dapat dilihat pada rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) terlampir.
82
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis kesantunan berbahasa menggunakan prinsip
kesantunan berbahasa Geoffrey Leech yang dilakukan pada naskah drama
Umang-Umang karya Arifin C. Noer, dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer ditemukan
pematuhan dan pelanggaran maksim kesantunan. Dari keseluruhan data pada
ujaran diperoleh 27 data yang mematuhi prinsip kesantunan Leech yaitu 7
maksim kebijaksanaan, 3 maksim penerimaan, 9 maksim kemurahan, 2
maksim kerendahan hati, 5 maksim kesetujuan, dan 1 maksim simpati.
Sedangkan yang melanggar prinsip kesantunan Leech diperoleh 39 data yaitu,
6 maksim kebijaksanaan, 8 maksim penerimaan, 13 maksim kemurahan, 5
maksim kerendahan hati, 5 maksim kesetujuan, dan 2 maksim simpati. Pada
naskah drama Umang-umang tersebut lebih didominasi oleh pelanggaran
maksim kemurahan. Hal ini karena di dalam dialog yang terjadi antara tokoh
banyak menggunakan bahasa yang tidak santun, yaitu mengunakan kata-kata
kasar untuk menghina orang lain dan banyak terdapat cacian pada orang lain .
2. Kesantunan berbahasa dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran bahasa
dan sastra Indonesia di SMP pada materi kelas VIII semester genap
kompetensi dasar menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan
pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan. Kegiatan diskusi
dalam pembelajaran banyak memberikan manfaat bagi siswa yaitu dapat
mengembangkan sikap sosial yaitu belajar bagaimana menghargai pendapat
orang lain, selanjutnya dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa dan
dapat melatih siswa berbicara di hadapan orang banyak. Semakin santun
bahasa yang digunakan oleh seorang anak maka semakin santunlah sikap
anak tersebut
83
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian analisis beserta kesimpulan yang telah dijelaskan
dalam skripsi ini. Penulis memiliki beberapa saran, diantaranya:
1. Bagi peneliti yang ingin mengkaji kesantunan berbahasa selanjutnya
hendaklah mengkaji dengan menggunakan objek penelitian yang lain dan
lebih mendetail analisisnya guna menambah khazanah ilmu bahasa.
2. Bagi Guru hendaklah mengajarkan kepada siswa bagaimana
menggunakan bahasa yang santun dan dalam memberikan bahan
pelajaran seharusnya terlebih dulu memilih bahan bacaan yang berkualitas
kepada peserta didiknya yang dapat memberi manfaat baik sehingga
menjadikan siswa lebih berkarakter, baik di lingkungan sekolah mapun
lingkungan masyarakat
3. Bagi peserta didik, diharapkan mampu menggunakan bahasa yang santun
dalam pelajaran diskusi dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
84
DAFTAR PUSTAKA
Black, Elizabeth. Stilistika Pragmatis. Terj. dari Pragmatic Stylistic oleh Ardianto
dkk. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. 2011
Budianta, Melani. dkk, Membaca Sastra. Magelang: Indonesia Tera, 2003
Chaer, Abdul. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta, 2010
-------. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2007
Gunarwan, Asim. Pragmatik Teori dan Kajian Nusantara. Jakarta: Universitas
Atma Jaya 2007
Hardo S.. “Arifin C. Noer Sineas Lengkap”. Suara Karya Minggu. Jakarta,
Minggu ke 3 Agustus 1992
Hasanudin. Drama karya dalam dua dimensi. Bandung: Angkasa, 1996
Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta : Referensi, 2013
Jaszczolt, K.M. Semantics and Pragmatics: Meaning in Language and Discourse.
London: Longman, 2002
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia, 2008
Leech, Geofrrey. Prinsip-Prinsip Pragmatik. terj. dari The Principles of
Pragmatics. oleh M.D.D Oka. Jakarta:UI Press 1993
Mahsun. Metode Penelitian Bahasa. Jakara: PT Raja Grafindo Persada. 2007
Muhammad. Metode Penelitian Bahasa. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011
Nadar, F. X. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009
Noer, Arifin C. Orkes Madun. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000
Nurhaidah, Nuri. Wacana Poloitik Pemilihan Presiden di Indonesia. Yogyakarta:
Smart Writing, 2014
Priyatni, Endah T. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis. Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2010
Rahardi, Kunjana. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga,2005
-------. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga, 2009
85
Saputro, Heryus. “Jejak Langkah Arifin C. Noer”. Femina. Jakarta. 18 0ktober
1995
Schiffrin, Deborah. Ancangan Kajian Wacana. terj. dari Approaches to
Discourse. oleh, Unang, Dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007
Setiyono, Ana Aan, “Nilai Moral dalam Naskah Drama Umang-Umang Karya
Arifin C. noer dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMP,”
Skripsi, Universitas Pancasakti Tegal, Tegal. 2013.tidak dipublikasikan
Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2012
Syafrida, “Kesantunan Berbahasa Menurut Teori Leech dalam Novel Perahu
Kertas Karya Dewi Lestari dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia,” skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta.2015
tidak dipublikasikan
Tarigan, Djago. Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta : Universitas
Terbuka. 2005
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa, 2009
Yule, George. Pragmatics.New York: Oxford University Press 1996
Yunita, “Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam Naskah Drama Umang-Umang
Atawa Orkes Madun II Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Sastra” Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta. 2014.
tidak dipublikasikan
Wellek dan Warren. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Utama, 1993
Widjoko dan Endang Hidayat. Tori Sejarah dan Sastra Indonesia. Bandung : UPI
PRESS, 2006
LEMBAR UJI REFERENSI
Nama : Nova Liana
NIM : 1111013000108
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Skripsi :"Kesantunan Berbahasa dalam Naskah Drama
Umang-Umang karya Arifin C. Noer dan
implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa
Indonesia di SMP "Dosen Pembimbing : Dr. Siti Nuri Nurhaidah, M.A.
No ReferensiParafPembimbing
1
Elizabeth Black. Stilistikn Pragmatis. Terj. Dari
Pragmatic Stylistic oleh Ardianto dkk.
Yogyakarta:Pustaka Pelaj ar. 20 1 I/
2.
Budianta, Melani. dkk, Membaca Sastra.
Magelang: Indonesia T era, 2003 /
J.
Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta:
Rineka Cipta,2007 {
4.
Chaer, Abdul. Kesantunan Berbahasa. Jakarta:
Rineka Cipta,2010 {
5.
Gunarwan, Asim. Pragmatik Teori dan Kaiian
Nus ant ar a. Jakarta: Universitas Atma J ay a 2007 /
6.
Hardo S.. "Arifin C. Noer Sineas Lengkap".
Suara Karya Minggu. Jakarta, Minggu ke 3
Agustus 1992
/
7.Hasanudin. Drama karya dalam dua dimensi.
Bandung: Angkasa, 1996 /
8.Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan
Sosial. J akarta : Referensi, 2013 t
9.
Jaszczolt, K.M. Semantics and Pragmatics:
Meaning in Language and Discourse. London:
Longmary2002 __/
I
10.
Kridalaksana Harimurti. Kamus Linguistik.
Jakarta: PT Gramedia, 2008 {
11.
Leech, Geofrrey. Prinsip-Prinsip Pragmatik.
terj. dari The Principles of Pragmatics. oleh
M.D.D Oka. Jakarta:Ul Press 1993
f
t2.Mahsun. Metode Penelitian Bahasa. Jakara: PT
Raja Graf,rndo Persada. 2007 I13.
Muhamma d. Metode P enelitian Bahas a.
Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011 ft4.
Nurhaidah, Nuri. Wacana Poloitik Pemilihan
Pr esiden di Indone sia. Y ogyakarta: Smart
Writing,2014
{
15.Nadar, F. X. Pragmatik dan Penelitian
Pragmatik Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009 /
t6.Noer, Arifin C. Orkes Madun. Jakarta: Pustaka
Firdaus,2000 /
t7.
Priyatni, Endah T. Membaco Sastra dengan
Ancangan Literasi Kritis. Jakarta: PT Bumi
Aksara,2010
{
18. Rahardi, Kunjana. Pragmatik Kesantunan
Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: {
Erlangga,2005
19.
Rahardi, Kunjana. Sosiopragmatik. Jakarta:
Erlangga,2009 /
20.
Schiffrin, Deborah. Ancangan Kaiian Wacana.
terj. dari Approaches to Discourse. oleh, Unang,
Dkk. Yogy akarta. Pustaka P elaiar 2007
/
2t.
Setiyono, Ana Aar{'Nilai Moral dalam Naskah/
Drama Umang-Umang Karya Arifin C. noer dan
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di
SMP," Skripsi, Universitas Pancasakti Tegal,
Tegal. 20 1 3.tidak dipublikasikan
{
22.Saputro, Heryrs. "Jejak Langkah Arifin C.
Noer". Femina. Jakarta.18 0ktober 1995(
/-).Sugiyono Metode P enelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,2}l2 /
24.
Syafrida, "Kesantunan Berbahasa Menurut
Teori Leech dalam Novel Perahu Kertas Karya
Dewi Lestari dan Implikasinya Terhadap
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia,"
skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
J akarta.Z}l5 tidak dipublikasikan.
/
25.
Tarigan, Djago. Pendidikan Keterampilan
Berbahasa. Jakarta : Universitas Terbuka'
2005{
26.Tarigan, Henry Guntur. Pengaiaran Pragmatik.
Bandung: Angkasa,2009 /
27.Yule, George. Pragmatics.New York: Oxford
University Press 1996 /
28.
Yunita, "Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam
Naskah Drama Umang-Umang Atawa Orkes
Madun II Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya
terhadap Pembelajaran Sastra" Skripsi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta. 2014. tidak
dipublikasikan.
I
29.Wellek dan Warren. Teori Kesusastraan.
Jakarta: PTyGramedia Utama, 1993
\/
30.Widjoko dan Endang Hidayat. Tori Sejarah dan
Sastra Indonesia. Bandung : UPI PRESS,2006 I
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
K.D.10.1.
Sekolah : SMPN
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas /Semester : VIII/2
Standar Kompetensi 10. Mengemukakan pikiran, perasaan, dan informasi melalui
kegiatan diskusi dan protokoler
Kompetensi Dasar 10.1 Menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan
pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan
Indikator Mampu menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan
pendapat dalam diskusi dengan etika yang baik dan argumentatif
Alokasi Waktu : 4 X 40 menit ( 2 pertemuan)
I. Tujuan Pembelajaran
Siswa mampu menyampaikan persetujuan dalam diskusi dengan etika
yang baik dan santun.
Siswa mampu menyampaikan sanggahan dan penolakan pendapat dalam
diskusi dengan etika yang baik dan argumentatif dengan santun.
II. Materi Pembelajaran
Menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam
diskusi dengan etika yang baik dan argumentati.
Memberikan sanggahan dalam adu pendapat disertai bukti. Untuk
membahas suatu masalah , dilakukan berbagai diskusi.
Dalam kegiatan ini, siswa berlatih mengemukakan pendapat dan
menyanggah pendapat/ menolak usul yang ada dalam diskusi.
Siswa akan memperbincangkan masalah sinema remaja yang ditayangkan
televisi dalam suatu diskusi.
III. Metode Pembelajaran
Pemodelan
Tanya jawab
Inkuiri
Diskusi
IV. Langkah – Langkah Pembelajaran
Pertemuan Pertama
Langkah – langkah Pembelajaran Alokasi
Waktu Metode
A.Kegiatan Awal:
1. Guru membuka pelajaran dengan apersepsi Tanya jawab
pengalaman siswa dalam berdiskusi atau melihat. diskusi di
Televisi. (ingin tahu)
2. Siswa menyimak rumusan tujuan pembelajaran yang
disampaikan guru.
10
menit
Tanya
Jawab
B.Kegiatan Inti
1. Siswa menyimak pemutaran rekaman kegiatan diskusi dari
salah satu TV dengan sungguh-sungguh. (kerja keras)
2. Siswa mengemukakan tata cara diskusi (menjawab pertanyaan,
menyampaikan pendapat, menolak, dll) dari hasil menyimak.
3. Siswa menerima rumusan bahan untuk diskusikan dalam
kelompok.
4. Siswa berdiskusi dalam kelompok masing-masing menjawab
permasalahan yang diberikan guru.(kerja sama)
60 ―
Pemodelan
Diskusi
Inkuiri
C.Kegiatan Penutup
1. Siswa menanyakan kesulitan dalam berdiskusi.
2. Guru memberikan tanggapan dan memberikan nilai.
10 ―
Tanya
Jawab
Pertemuan Kedua
Langkah – langkah Pembelajaran Alokasi
Waktu Metode
A.Kegiatan Awal:
1. Guru membuka pelajaran dengan mengadakan apersepsi
(menanyakan tugas yang diberikan ke siswa pada pelajaran
sebelumnya)
2. Siswa mempersiapkan tugas pertemuan yang lalu
10
menit
Tanya
Jawab
B.Kegiatan Inti:
1. Siswa memperagakan kegiatan diskusi sesuai dengan rumusan
kelompok di depan kelas. (kerja sama)
2. Siswa kelompok lain mengemukakan kalimat persetujuan
dengan etika yang baik. (santun)
3. Siswa dalam kelompok lain mengemukakan sanggahan dan
penolakan dengan bahasa dan etika yang baik disertai
argumentasi yang logis. (berpikir logis)
4. Siswa penilai memberikan komentar terkait persetujuan,
sanggahan, dan penolakan yang disampaikan peserta
diskusi dengan memperhatikan etika berbicara. (santun)
60 ―
Diskusi
C.Kegiatan Penutup
1. Siswa melakukan refleksi dengan menyampaikan kesulitan
dalam berdiskusi.
2. Siswa menyimpulkan pelajaran
10 ―
Tanya
jawab
V. SUMBER BELAJAR
Buku Bahasa Indonesia kelas VIII Penerbit Depdiknas Hal.138
LKS Bahasa Indonesia MGMP BIND. Kab. Malang kelas VIII
VI. PENILAIAN
a. Teknik : Unjuk kerja
b. Bentuk Instrumen : Uji kerja dan produk
c Kisi – Kisi soal penilaian
Standart
Kompetensi
Kompetensi
Dasar Indikator Instrumen
10. Mengemu -
kakan pikiran,
perasaan, dan
informasi mela -
lui kegiatan
diskusi dan
protokoler
10.1 Menyam-
paikan perse-
tujuan, sang-
gahan, dan
penolakan
pendapat dalam
diskusi disertai
dengan bukti atau
alasan
1. Disajikan teks bacaan, siswa menemukan
sanggahan.
2. Disajikan teks bacaan, siswa menemukan
pendapat yang sesuai dan tidak sesuai.
3. Disajikan teks bacaan, siswa menemukan
sanggahan dan penolakan yang muncul dalam
diskusi.
d. Soal Penilaian
1. Bagaimana pendapat kelompokmu terhadap pendapat yang terdapat dalam
teks?
2. Tulislah pendapat yang sesuai dan pendapat yang tidak sesuai!
3. Tulislah sanggahan yang muncul dan penolakan usul yang muncul dalam
diskusi !
e. Pedoman Penskoran kegiatan diskusi.
No Nama
Siswa
Kegiatan diskusi
Jumlah skor
Keaktifan Kerjasama Kesungguhan
Skor : A = 9—10 C = 6—7
B = 7.5 – 8.5 D = kurang dari 6
Kriteria penilaian skor = skor didapat siswa X 100
Skor maksimal (30)
Mengetahui, Tangerang, ..............2016
Kepala Sekolah Guru mata pelajaran
(Rohman, M. Pd) (Nova Liana, S. Pd)
BIOGRAFI PENULIS
Nova Liana, lahir di Piladang 07 November
1991. Penulis memulai pendidikan formal di sebuah
TK Tunas Harapan Piladang, kemudian melanjutkan
pendidikan dasar di SD N 08 Piladang, lalu
melanjutkan pendidikan menengahnya di SMP N 04
Payakumbuh. Setelah lulus ia kembali menempuh
pendidikan di SMA N 01 Kec. Akabiluru lulus tahun
2009. Pada tahun 2011 akhirnya melanjutkan
kembali studinya keperguruan tinggi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Anak kedua dari tiga bersaudara ini adalah anak dari Yusrizal dan Dewi
Asmita, selama masa kuliah tinggal dirumah sewa di Jl. H. Nipan No. 74 RT : 01
RW : 8 Kel. Pisangan Kec. Ciptat Timur, Tangerang, Banten. Sebelum sempat
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, ia bekerja selama satu setengah
tahun di sebuah pusat perbelanjaan di daerah Jakarta Timur. Ia pernah bekerja di
BPJS ketenagakerjaan dan Oktober 2015 bekerja di KEMDIKBUD sebagai
tenaga kerja magang. Ia pernah menjadi fasillitator bidang kesekretariat di acara
Kawah Kepemimpinan Pelajar (KKP) P SMP yang diadakan kemdikbud di
sawangan Depok.