Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

107
SEMINAR DAN LOKAKARYA KEBAHASAAN LEMBAGA ADAT 2015 BAHASA INDONESIA DARI BAHASA MELAYU MENUJU BAHASA DUNIA Halimi Hadibrata, M.Pd. Kantor Bahasa Provinsi Bengkulu [email protected] 1. Pendahuluan Sangatlah menarik mengkaji sejarah perekembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, sejarah lembaga dan kebijakan nasional kebahasaan serta peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa kawasan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) dan bahasa dunia. Sejarah kebijakan bahasa Indonesia dapat dilihat dari perkembangan bahasa dan perekembangan lembaga bahasa yang menanganinya. Dengan adanya pengaruh bahasa asing ke dalam struktur dan cara pemakaian bahasa Indonesia, pengembangan bahasa Indonesia menimbulkan persoalan yang tidak mudah ditangani oleh lembaga kebahasaan pemerintah tanpa kerja sama dengan pihak lain. Kesulitan itu disebabkan oleh keadaan berbagai pilihan sikap dan beragam pandangan. Di satu sisi ada pihak yang ingin mempertahankan keaslian bahasa Indonesia dengan menekan sekecil mungkin pengaruh dan penggunaan serapan unsur bahasa asing. Di sisi lain, ada pihak yang cenderung lebih longgar dan tidak mempermasalahkan terserapnya unsur-unsur asing ke dalam bahasa Indonesia. Sementara itu ada pihak moderat yang menyetujui masuknya serapan bahasa asing dengan syarat adanya keselarasan kaidah penyerapannya dengan kaidah bahasa Indonesia yang sudah ada sebelumnya atau dibentuk kaidah baru yang ajeg. Oleh karena itu, diperlukan landasan filosofis, teoretis, dan payung hukum yang kuat untuk pengkajian, pengembangan bahasa, dan pembinaan penutur bahasa Indonesia sehingga bahasa Indonesia tetap berjaya menjadi bahasa negara, bahasa kawasan dalam MEA, dan menjadi bahasa internasional. Karena itu pula, lembaga nasional kebahasaan yang sekarang disebut Badan Bahasa harus bekerja sama dengan pihak lain yang terkait, terutama di dalam penetapan kerangka umum kebijakan bahasa nasional dengan mempehatikan tatanan kehidupan bangsa Indonesia yang multikultural dan tatanan dunia global yang dipererat dengan teknologi informasi dan komunikasi, serta kerja sama antarnegara dalam berbagai bidang. Di dalam artikel ini ada empat masalah yang dibahas. Pertama, alasan-alasan logis yang melatarbelakangi keputusan para pendiri bangsa dengan memilih bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Kedua, berkaitan dengan sturuktur bahasanya, bagaimana perbedaan bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia yang ada sekarang, baik pada tataran morfem, kata, istilah maupun kalimat. Ketiga, bagaimana sejarah lembaga pengelola bahasa nasional dan politik bahasa pada era prakemerdekaan, pascaawal kemerdekaan 1945 dan pascareformasi 1998. Secara khusus dibahas lebih dalam pengelolaan bahasa pascareformasi 1998 terutama ihwal revitalisasi dan regulasi bahasa, baik bahasa daerah, bahasa nasional, maupun bahasa asing dalam tatanan bangsa yang multikultural dan dunia global. Selain itu di bawah topik ini dibahas pula mengenai lembaga atau

Transcript of Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

Page 1: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

BAHASA INDONESIA DARI BAHASA MELAYU MENUJU BAHASA DUNIA

Halimi Hadibrata, M.Pd.

Kantor Bahasa Provinsi Bengkulu [email protected]

1. Pendahuluan Sangatlah menarik mengkaji sejarah perekembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, sejarah lembaga dan kebijakan nasional kebahasaan serta peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa kawasan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) dan bahasa dunia. Sejarah kebijakan bahasa Indonesia dapat dilihat dari perkembangan bahasa dan perekembangan lembaga bahasa yang menanganinya. Dengan adanya pengaruh bahasa asing ke dalam struktur dan cara pemakaian bahasa Indonesia, pengembangan bahasa Indonesia menimbulkan persoalan yang tidak mudah ditangani oleh lembaga kebahasaan pemerintah tanpa kerja sama dengan pihak lain. Kesulitan itu disebabkan oleh keadaan berbagai pilihan sikap dan beragam pandangan. Di satu sisi ada pihak yang ingin mempertahankan keaslian bahasa Indonesia dengan menekan sekecil mungkin pengaruh dan penggunaan serapan unsur bahasa asing. Di sisi lain, ada pihak yang cenderung lebih longgar dan tidak mempermasalahkan terserapnya unsur-unsur asing ke dalam bahasa Indonesia. Sementara itu ada pihak moderat yang menyetujui masuknya serapan bahasa asing dengan syarat adanya keselarasan kaidah penyerapannya dengan kaidah bahasa Indonesia yang sudah ada sebelumnya atau dibentuk kaidah baru yang ajeg. Oleh karena itu, diperlukan landasan filosofis, teoretis, dan payung hukum yang kuat untuk pengkajian, pengembangan bahasa, dan pembinaan penutur bahasa Indonesia sehingga bahasa Indonesia tetap berjaya menjadi bahasa negara, bahasa kawasan dalam MEA, dan menjadi bahasa internasional. Karena itu pula, lembaga nasional kebahasaan yang sekarang disebut Badan Bahasa harus bekerja sama dengan pihak lain yang terkait, terutama di dalam penetapan kerangka umum kebijakan bahasa nasional dengan mempehatikan tatanan kehidupan bangsa Indonesia yang multikultural dan tatanan dunia global yang dipererat dengan teknologi informasi dan komunikasi, serta kerja sama antarnegara dalam berbagai bidang. Di dalam artikel ini ada empat masalah yang dibahas. Pertama, alasan-alasan logis yang melatarbelakangi keputusan para pendiri bangsa dengan memilih bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Kedua, berkaitan dengan sturuktur bahasanya, bagaimana perbedaan bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia yang ada sekarang, baik pada tataran morfem, kata, istilah maupun kalimat. Ketiga, bagaimana sejarah lembaga pengelola bahasa nasional dan politik bahasa pada era prakemerdekaan, pascaawal kemerdekaan 1945 dan pascareformasi 1998. Secara khusus dibahas lebih dalam pengelolaan bahasa pascareformasi 1998 terutama ihwal revitalisasi dan regulasi bahasa, baik bahasa daerah, bahasa nasional, maupun bahasa asing dalam tatanan bangsa yang multikultural dan dunia global. Selain itu di bawah topik ini dibahas pula mengenai lembaga atau

Page 2: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

organisasi yang berperan dan bekerja sama dengan lembaga nasional kebahasaan dalam pengkajian dan pengembangan internal kebahasaan dan pembinaan para penuturnya. 2. Landasan Teori Keberadaan bahasa Indonesia dan lembaga nasional pengelolanya dapat dilihat dalam perspektif sejarah dan perkembangan kebijakan nasional kebahasaan sehingga kebahasaindonesiaan di masa yang akan datang dapat direncanakan, dilaksankan, dan dievaluasi dengan baik berdasarkan pada landasan keilmubahasaan dan landasan hukum/konstitusi yang kuat. 2.1 Politik dan Perkembangan Bahasa Menurut Kridalaksana (1996: 53) sejarah perkembangan bahasa di negara-negara yang merdeka pada abad kedua puluh dalam hubungan dengan penuturnya dapat terjadi dalam empat tahap perkembangan, yaitu tahap penegakan, pemantapan, pembinaan, dan pemeliharaan. Pada tahap penegakan, sebuah bahasa masih harus diusahakan untuk diterima oleh suatu masyarakat, walaupun secara resmi sudah diakui. Tahap ini sudah kita lalui dengan peristiwa Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan pengakuan resmi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dalam pasal 36, UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945. Pada tahap pemantapan, sebuah bahasa sudah dapat diterima secara bulat dan berkedudukan kokoh dalam masyarakat tetapi masih harus disebarluaskan penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Pada tahap pembinaan, sebuah bahasa sudah disebarluaskan dan digunakan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat dalam arti sudah berkembang secara vertikal dan horizontal tetapi masih harus dilakukan berbagai tindakan supaya hasil perkembangan itu benar-benar berakar dalam masyarakat penuturnya. Pada tahap pemeliharaan, sebuah bahasa sudah berakar berabad-abad dalam masyarakat penuturnya, tetapi harus dilakukan tindakan-tindakan suapaya bahasa itu dapat terus-menerus menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Berdasarkan pandangan ini, kita dapat mencermati, bahwa bahasa Melayu yang diangkat menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional merupakan tahap penegakan yang dilatarbelakangi oleh keniscayaan sejarah kebahasaan dan sosial politik yang berkembang pada masa prakemerdekaan yang diproyeksikan ke masa depan pascakemerdekaan. Proyeksi itu berkaitan dengan bagaimana pengembangan struktur bahasa Indonesia secara internal dan kemudahannya untuk dipelajari oleh suku lain, kedudukan dan fungsinya sebagai bahasa nasional, hubungan fungsional bahasa nasional dengan bahasa daerah dan bahasa asing, serta garis-garis kebijakan lembaga kebahasaan memberdayakan bahasa Indonesia dalam politik nasional kebahasaan dan kebudayaan modern. Selanjutnya, Kridalaksana menunjukkan, bahwa kemapanan situasi kebahasaan di Indonesia setidaknya dapat terwujud, manakala dapat menjawab dan menjabarkan poko-pokok pikiran mengenai politik nasional kebahasaan sebagai berikut, (1) bagaimana mengembangkan bahasa nasional Indonesia agar tetap terjaga sebagai pemersatu bangsa,

Page 3: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

(2) bagaimana memelihara bahasa-bahasa daerah sebagai akar budaya dan kekayaan budaya nasional, (3) bagaimana memanfaatkan bahasa-bahasa asing untuk kepentingan pengembangan bahasa dan budaya nasional, dan (4) bagaimana mengelola bahasa kita dalam konteks kerjasama internasional. Berkaitan dengan upaya menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa MEA, kita harus benar-benar melaksanakan politik nasional kebahasaan dengan memanfaatkan serapan dari bahasa-bahasa asing dan mengelola bahasa kita dalam konteks kerjasama internasional. Berbagai bahasa di dunia telah mengalami perubahan, pergeseran, kemajuan, dan juga kepunahan. Hal tersebut sebenarnya dapat dirangkum dalam satu istilah saja, yaitu perubahan bahasa. Menurut Yus Badudu (1996:28-29) berhasil tidaknya, bahasa Indonesia berubah dan berkembang menjadi bahasa dunia bergantung kepada tiga faktor, yaitu (1) kewibawaan dan peran politik Indonesia dalam percaturan dunia modern, (2) kehidupan ilmiah dan daya cipta bangsa Indonesia dalam menghadapi

kebudayaan dunia modern, dan (3) berian keuntungan bagi bangsa lain yang mengenal/menguasai bahasa Indonesia. Kini para sarjana bahasa Indonesia ditantang oleh arus perubahan bahasa Indonesia. Dalam pandangan Jacob (1991:129) seorang pakar kedokteran, palaentologis dan antropologis kawakan Indonesia, ilmu pengetahuan sangat berperan dalam perubahan, yaitu untuk mempelajari, menyongsong, dan mengubah struktur, serta memperluas fungsi penggunaan bahasa. Pendapat ini merupakan dasar pandangan bahawa pemilihan dan pengembangan bahasa Indonesia dari bahasa Melayu menjadi bahasa nasional merupakan hasil studi mendalam mengenai situasi sosial politik yang menyongsong dan memperjuangkan kemerdekaan, kedemokratisan, dan perdamaian antarsuku bangsa di bumi Nusantara. Sejak awal perencanaan bahasa nasioanl, bahasa Melayu diproyeksikan menjadi bahasa Indonesia yang modern yang diterima oleh semua suku bangsa yang ada di Nusantara yang hendak dipersatukan menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dilihat dari kelahirannya, sebagai bahasa persatuan, sejak adanya Sumpah Pemuda 1928 kini bahasa Indonesia sudah berusia 87 tahun merajut persatuan dan kesatuan, sedangkan sebagai bahasa negara sudah bertahan tujuh puluh tahun dengan terus-menerus dikembangkan dan diperluas fungsi penggunaannya dalam berbagai bidang dan kini sedang diupayakan menjadi bahasa kawasan dalam tatanan MEA. Tofler (dalam Jacob. 1991:129) telah memberikan ramalan yang gamblang mengenai masa depan umat manusia, yaitu akan adanya era informasi. Di era informasi inilah bahasa Indonesia berkembang semakin pesat dan dapat dibinakan kepada masyarakat penuturnya atau diinformasikan kepada peminat bahasa Indonesia di luar negeri dengan cara diakses daring, diunduh, dan dicetak secara digital. Inilah realitas zaman kita yang berbeda dengan pola pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia di masa lalu yang lebih mengandalkan pembinaan bahasa melalui media cetak dan pertemuan bersemuka dalam penyuluhan bahasa, melalui siaran radio, atau televisi.

Page 4: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Naisbitt dan Aburdane (2005: 48-49.b) dengan pendekatan lain meramalkan pertumbuhan ekonomi, kebangunan demokrasi, swastanisasi, kebangkitan keagamaan, dan keterlibatan lebih merata antara laki-laki dan perempuan yang akan melanda Asia, termasuk Indonesia. Pandangan lain mengenai hal demikian, dikemukakan Pink (2005: 48-49) yang membagi perkembangan zaman menjadi empat masa, yaitu masa pertanian (abad ke-18–ditandai dengan adanya model hubungan pekerja petani), masa industri (abad ke-19– ditandai dengan adanya model hubungan pekerja pabrik dan organisasi efisien yang memperkuat ekonomi), masa informasi (abad ke-20–ditandai dengan adanya pekerja intelektual), dan masa konseptual abad ke-21–ditandai dengan adanya karekter utama para pekerja pencipta dan mampu berempati). Era informasi dan konseptual ini menantang bahasa Indonesia, dengan pertanyaan, peran apa yang dapat dijalankan olehnya. Perkembangan fokus kajian bahasa Indonesia, seperti kata McMahon (1994:1-12) dapat dipelajari seperti memutar kaset, dapat ke depan (dengan kajian perubahan bahasa) atau ke belakang (dengan kajian rekonstruksi bahasa). Bahasa juga dapat dipelajari oleh penutur dan anak-cucunya secara sinkronis dan diakronis. Di samping itu, pengembang bahasa dapat juga merencanakan masa depan bahasa Indonesia dengan menciptakan berbagai pedoman, kaidah, dan regulasi politik kebahasaan di masa kini untuk mengantisipasi dan mengakomodasi keadaan di masa yang akan datang, termasuk di dalamnya politik bahasa dalam kawasan MEA dan dunia internasional. Seperti kata Jacob, ilmu pengetahuan dapat digunakan untuk mempersiapkan dan mengubah masa kini menjadi masa depan yang lebih baik. Bahkan, menurut Eastman (1983) bahasa dapat direncanakan dalam arti direkayasa atau diperlengkapi dengan perangkat internal kebahasaan yang mutkhir dan perangkat peraturan yang memperkokoh pelaksanaan pengembangan bahasa dan pembinaan penuturnya untuk membentuk kebudayaan. Dalam istilah Moeliono (1991) perencanaan bahasa sebagai proses dan fungsi dinamai pengembangan dan pembinaan bahasa. Perencanaan bahasa yang berpotensi memiliki pengaruh raksasa adalah perencanaan yang dilakukan melalui undang-undang. Kini kita, para teknokrat perekayasa bahasa di Indonesia sangat diuntungkan dengan adanya Undang-Undang No.24 tahun 2009 yang mengatur penggunaan bahasa-bahasa daerah dan pengembangan bahasa Indonesia. Dengan undang-undang ini perencanaan bahasa dan pelaksanaan pengembangan dan pembinaan penutrnya seharusnya akan lebih efektif daripada yang dilakukan sebelumnya. Bahkan, efektivitas tersebut menjadi semakin nyata karena setiap komponen bangsa akan terlibat aktif, tidak seperti selama ini yang monolitik, hanya datang dari Pemerintah. Hal tersebut sangat sejalan pandangan Sapir (1970:3-23) yang diikuti oleh Whorf dan pandangan Vygotsky (1986),-- meskipun tidak amat sejalan tetapi keduanya sangat memperhatikan keterkaitan antara bahasa dan cara berpikir, dan pada akhirnya ada keterkaitan antara bahasa dengan budaya. Bahasa Indonesia pada masa sekarang dipengaruhi oleh dua faktor mutakhir penting yang sangat berpotensi dan berpengaruh terhadap berbagai peristiwa perubahan sosial budaya di Indonesia pada masa sekarang. Pertama, globalisasi yang menyebabkan seluruh penduduk dunia

Page 5: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

menyesuaikan diri dengan “tersempitkannya bola dunia” yang diduduki manusia, yaitu dengan terciptanya tatanan kehidupan baru masyarakat global. Kedua, gerakan reformasi – suatu gerakan yang berhasil menjatuhkan pemerintahan Orde Baru yang otoriter dan sentralistik - sehingga menghasilkan pemerintahan baru, yaitu orde reformasi dengan otonomi daerah yang mulai diberlakukan pada tahun 2001 silam menjanjikan terciptanya sebuah kehidupan BI yang terlepas dari dominasi dan hegemoni pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Kedua faktor inilah yang melatarbelakangi diadakannya program unggulan Pusat Bahasa untuk melakukan revitalisasi bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing sejak 2005 hingga sekarang (oleh Badan Bahasa). 2.2 Bahasa Melayu Menjadi Bahasa Indonesia 2.2.1 Beberapa Alasan Bahasa Melayu Menjadi Bahasa Indonesia Ada tiga alasan yang melatarbelakangi pengangkatan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia yaitu, (1) faktor historis bahasa Melayu sebagai bahasa lingua franca pada masa keemasan Kerajaan Sriwijaya dan sesudahnya, (2) faktor internal bahasa yaitu struktur bahasanya sederhana dan terbuka menerima serapan bahasa asing, dan (3) faktor kedemokratisan pemakaiannya yang tidak mengenal tata tingkat fungsi sosial. Ketiga alasan tersebut diuraikan seperti di bawah ini. a. Bahasa Melayu sebagai Bahasa Lingua Franca Beberapa keterangan sejarah menunjukkan bahwa Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan besar pada permulaan kurun awal Masehi dan sudah menguasai sebagian besar Asia Tenggara. Dengan pusat kerajaannya di daerah Nusantara yang berbahasa Melayu, Sriwijaya besar sekali pengaruhnya menjadikan bahasa Melayu sebagai lingua franca di Nusantara ini. Keterangan ini didukung oleh bukti sejarah lainnya yang menunjukkan, bahwa pada babad-babad kuno orang-orang Tionghoa pada permulaan kurun waktu Masehi yang datang ke Indonesia telah menemui sejenis lingua franca di Nusantara yang dinamakan Kwenlun. Prasasti Melayu tertua ditemukan bukan hanya di daerah-daerah yang berbahasa Melayu, tetapi juga di luarnya, seperti terbukti dari Prasasti Gandasuli di Jawa Tengah berangka tahun 827 dan 832 Masehi. Daerah-daerah yang dimaksudkan berbahasa Melayu tersebut terletak di antara Selat Malaka dan Laut Tiongkok Selatan, yaitu pada jalan-jalan kapal laut terpenting untuk masuk ke Kepulauan Indonesia, dan yang merupakan perhubungan laut satu-satunya antara Timur dan Barat. Menurut Sutan Takdir Alisjahbana, (dalam Kridalaksana, 1991:98) ketika bangsa Eropa pertama kali datang ke Indonesia, bahasa Melayu sudah memiliki kedudukan yang sangat penting di tengah-tengah bahasa-bahasa daerah yang banyak. Pigafetta yang mengikuti Magelhain mengelilingi dunia pertama kali dan kapalnya berlabuh di Tidore 1521 menuliskan daftar kata-kata Melayu yang pertama. Begitu pula Jan Huygen van Linschoten, pelaut Belanda yang 60 tahun kemudian berlayar ke Indonesia menuliskan dalam karangannya “Itinerarium ofte Schipvaert naer Oost ofte Portugaels Indien” bahwa bahasa Melayu bukan hanya

Page 6: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

sangat harum namanya tetapi juga dianggap sebagai bahasa yang terhormat diantara bahasa-bahasa timur lainnya. Agama Islam yang disebarluaskan dengan mengikuti jalan pelayaran dan perdagangan juga menggunakan bahasa Melayu, demikian juga dengan bangsa Portugis. Pada abad ke-16 bahasa Melayu dipakai oleh raja-raja di daerah Maluku apabila mengirim surat kepada raja Portugis. Begitu pula dengan Saint Francois Xavier yang menentang Islam dan memasukkan ajaran Kristen juga menggunakan bahasa Melayu karena bahasa Melayu dianggap sebagai bahasa yang diketahui semua orang. Selanjutnya, Alisjahbana mengatakan, bahwa, timbulnya bahasa-bahasa kebangsaan di Asia setelah perang dunia kedua merupakan akibat dari runtuhnya kerajaan-kerajaan kolonial Eropa. Kekuasaan penjajahan Eropa di Asia menimbulkan berdirinya berbagai kesatuan politik dan ekonomi di berbagai daerah bekas jajahan yang ingin memisahkan diri dari penguasanya. India, Pakistan, Birma, dan Indonesia adalah negara-negara kebangsaan baru yang muncul setelah perang dunia kedua. Tiap-tiap negara yang baru merdeka ini bukan hanya menghadapi masalah politik dan ekonomi tetapi juga soal bahasa. Masalah bahasa yang terjadi di India, Pakistan, Birma dan Filipina yang merupakan bekas jajahan Inggris jauh lebih sulit dibandingkan dengan yang terjadi di Indonesia yang dikuasai oleh Belanda. Hal ini disebabkan karena bahasa Belanda tidak memiliki kedudukan yang sepenting bahasa Inggris dalam perhubungan dunia. Lebih jauh diakui Alisjahbana bahwa di Indonesia lebih mudah membangun bahasa kebangsaan yang baru walaupun keadaan di Indonesia amat sulit dalam hal bahasa. Ada beberapa faktor yang dikatakan mengapa demikian, pertama karena wilayah Indonesia yang luas jika dibandingkan dengan Eropa. Indonesia adalah daerah yang terdiri dari berbagai pulau dan memiliki 720 bahasa versi Pusat Bahasa (Sugono, 2005:8). Walaupun bahasa-bahasa dan dialek-dialek tersebut bisa dikembalikan kepada rumpun bahasa purba yang sama, namun sekarang masing-masing telah jauh tumbuh menyendiri sehingga dikatakan bahwa bahasa dan dialek tersebut telah menjadi bahasa dan dialek yang berbeda. Namun, justru dengan terpecahnya daerah Indonesia yang luas menjadi beratus-ratus kesatuan geografis dan kebudayaan yang masing-masing mempunyai bahasa sendiri, membuat bangsa Indonesia memiliki suatu keperluan yang sama akan suatu bahasa bersama yang dapat dipahami oleh semua orang, bukan saja yang berasal dari kepulauan Indonesia, tetapi juga bangsa asing yang senantiasa bergelombang datang ke Indonesia yang tertarik dengan kekayaannya yang termasyhur. Pada zaman ketika kepulauan Indonesia dikuasai oleh kekuasaan asing, senantiasa ada kecenderungan bahwa bahasa kebudayaan atau kekuasaan politik asing menjadi bahasa pergaulan, seperti bahasa Sanskerta pada zaman Hindu, bahasa Arab pada zaman Islam, bahasa Belanda pada zaman penjajahan, dan bahasa Jepang pada zaman pendudukan Jepang. Tetapi karena bahasa-bahasa tersebut hanya dikuasai oleh sekelompok kecil bangsa Indonesia, maka diperlukan bahasa pergaulan yang dipahami oleh lebih banyak orang dari berbagai daerah yang bahasa atau dialeknya berbeda-beda. (Sugono, 2005:97).

Page 7: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

b. Struktur Bahasa Melayu lebih Sederhana dan Terbuka Dibandingkan dengan bahasa Jawa yang merupakan bahasa ibu bagi 50 juta penduduk saat itu, bahasa Melayu yang hanya memiliki penutur sebanyak 8 juta justeru dipilih sebagai lingua franca terutama disebabkan karena bahasa Melayu strukturnya lebih sederhana dan terbuka menyerap unsur bahasa asing sehingga relatif lebih mudah dipelajari daripada bahasa Jawa. Kesederhanaan dan keterbukaan bahasa Melayu menyerap bahasa asing dapat dilihat pada perubahannya menjadi bahasa Indonesia pada tataran morfem terikat, kata, istilah, dan kalimat, sebagai bentuk serapan dari bahasa lain, selain bentuk pemberdayaan unsur bahasa Indonesia sendiri yang sebelumnya tidak terdapat dalam bahasa Melayu. Perincian bentuk-bentuk perubahan bahasa Melayu di dalam bahasa Indonesia yang mencirikan perkembangan bahasa Indonesia sendiri seperti di bawah ini. (1) adanya penyerapan morfem terikat bahasa asing seperti antar-, dwi-, panca-pra-swa- tri-, tuna- seperti pada kata-kata berikut, antarkota, dwipurwa, pancasila, pramuka, swasembada (pangan), tridarma (perguruan tinggi), tunawisma; (2) adanya penyerapan kata asing yang relatif besar jumlahnya, terutama berasal dari dari bahasa belanda dan arab. (3) penumbuhan swadaya bahasa indonesia, yaitu penggunaan konfiks ke-an, pen-an, gabungan afiks men-kan, dan di-kan, seperti dalam kata-kata berikut kehidupan, penemuan, menjalankan, dikorbankan. (4) adanya penyerapan istilah bahasa asing yang memungkinkan diimbuhi degan imbuhan bahasa Indonesia, seperti monitor,’pantau’ menjadi memantau, dipantau, terpantau; (5) penyerapan/pengaruh afiks bahasa daerah lain (Jawa) seperti ke-, -an, dan ke-an, (6) pemeranan analogi dalam bahasa seperti men-+bawa menjadi membawa, dianalogikan dengan bentuk baru seperti men+ borong menjadi memborong; (7) pengungkapan baru hasil terjemahan seperti blauw bloed,’berdarah biru’ (8) keterpengaruhan struktur kalimat seperti penggunaan adalah sebagai pengaruh penggunaan to be dalam bahasa inggris, contoh i’m a teacher and my mother is a nurse,’ saya adalah guru dan ibu saya seorang perawat’ (dalam bahasa melayu asli, saya guru, ibu saya perawat) (Yus Badudu, dalam Kridalaksana, 1991: 28-38). Bentuk-bentuk serapan bahasa tersebut merupakan bukti adanya dinamika perubahan, keterbukaan, dan keberkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Keadaan tersebut telah mendorong bahasa Melayu untuk ditetapkan menjadi bahasa nasional Indonesia yang modern dan diarahkan menjadi bahasa dunia. c. Bahasa Melayu lebih Demokratis Perbedaan sutruktur dan kosakata yang dibeda-bedakan menurut perbedaan usia, pangkat, dan kedudukan penutur-petutur di dalam masyarakat mempersulit pembelajaran bagi orang asing yang ingin mempelajari bahasa jenis itu, seperti bahasa Jawa dan Sunda. Ketika mempelajari bahasa Sunda atau bahasa Jawa yang berundak-usuk pemakaiannya, pada hakekatnya ia harus mempelajari lebih dari

Page 8: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

satu bahasa. Bahasa Melayu tidak memiliki undak-usuk (tingkat-tingkat) pemakaian dalam fungsi sosial seperti bahasa Jawa dan bahasa Sunda tersebut sehingga bahasa Melayu lebih demokratis dan lebih mudah dipelajari dan digunakannya. Pertimbangan kedemokratisan tidak hanya dipicu oleh struktur internal bahasa, tetapi didorong oleh para pejuang bangsa kita sendiri yang menuntut keadilan, kemerdekaan, dan kedemokratisan. Dengan demikian, tidak hanya bahasanya yang demokratis tetapi juga para pejuangnya pun berjiwa demokratis, sehingga mampu mengenyampingkan kepentingan etnis kelompok pejuangnya sendiri yang sebenarnya banyak berasal dari etnis Jawa. Berikut disajikan contoh bahasa Melayu pra-Indonesia yang disebut oleh Ananta Toer (2003:29) sebagai bahasa Melayu Lingua Franca (tetapi menurut orang Belanda sendiri sebagai bahasa Melayu rendah seperti tampak dalam jilid buku tersebut) dalam cerita terjemahan Melati van Java Karya Terjemahan F.Wiggers, “Dari Boedak sampe Djadi Radja (Betawi, 1898, 2 Jilid, 402 halaman) ” seperti di bawah ini Kadoewa oetoesan itoe sembah soejoed, maka bertitah radja: “Apakah kahendaknya toewanmoe Pangeran Adipati?” “Goesti, kami punya toewan telah oetoeskan kami dengan singrah dateng kemari sebab atinya terlaloe soesah, tida ia taoe apa ia mesti bikin dari itoe dipinta goesti poenya bitjara. Contoh kalimat-kalimat di atas memperlihatkan kepada kita, bahwa bahasa Melayu lingua franca memiliki beberapa bentuk fonem dan morfem yang sekarang sudah berubah dalam bahasa Indonesia sebagai berikut (1) ka ke: kadoewa=kedua, kahendaknya=kehendaknya, (2) e a datengdatang (3) Ø h atinyahatinya (4) Oe u: itoe=itu, oetoesan=utusan (5) dj j: radja=raja (6) tj c: bitjara=bicara 2.2.2 Tahap-Tahap Penegakan Bahasa Melayu Menjadi Bahasa Indonesia Seperti sudah disinggung di atas, bahwa penegakan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia dilakukan dalam tujuh tahap, mulai dari tahap penyemaian sampai tahap penetapannya secara konstitusional. Sebagai tahap persemaian yang terjadi menurut keniscayaan sejarah, bahasa Melayu disemai dalam sejarah modern sejak permulaan abad ke-17 VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) sebuah kongsi dagang Belanda yang awalnya beroperasi di Indonesia dalam perdagangan, kemudian menambah kegiatannya dengan menyebarkan agama Kristen melalui pendidikan. Sementara bangsa Indonesia memiliki berbagai bahasa daerah yang banyak jumlahnya dan bahasa Belanda sulit diajarkan, maka dipilih bahasa Melayu yang dapat dipahami oleh sebagian besar masyarakat sebagai bahasa daerah pertama yang dipilih dalam penyebaran dan penerjemahan Injil. Selanjutnya, Kitab Perjanjian Baru dalam bahasa Melayu dapat diterbitkan pada tahun 1731 dan Kitab Perjanjian lama pada tahun 1733 (Kridalaksana, 1991:99-100). Penerjemahan kitab suci Injil ke dalam bahasa Melayu diikuti upaya penerjemahannya ke dalam bahasa daerah lain di Nusantara melalui

Page 9: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

lembaga khusus yang didirikan pada tahun 1814. Sebut saja misalnya, Colsma (1840-1926) mengkaji bahasa Sunda untuk tujuan yang sama. Berkaitan dengan tahap penegakan bahasa sebagai proses pelaksanaan kebijakan politik bahasa nasional Indonesia, bahasa Indonesia diangkat dan diperkembangkan dari bahasa Melayu Riau dan semakin lama semakin berbeda dari bahasa Melayu aslinya. Perbedaan ini merupakan hasil pergeseran yang diarahkan melalui perencanaan kebahasaan dalam politik nasional kebahasaan yang secara teknis mengacu kepada istilah language planing atau language policy. Perencanaan bahasa Indonesia secara historis berkaitan dengan sejarah penegakkan Bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia sebagai bentuk kebijakan bahasa. Masa persemaian (inseminasi) penting yang dikemukakan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional menurut Kridalaksana (1991:9) ada tujuh tahap. Penegakan pertama, sesudah pertengahan abad ke-19 Kepala Wilayah Hindia Belanda, Gubernur Jenderal Rochusssen memutuskan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di sekolah rakyat untuk mempersiapkan tenaga administrasi yang murah dalam pemerintahan. Catatan sejarah ini menunjukkan bahwa, bahasa Melayu sudah difungsikan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan yang sangat menguntungkan bagi kedudukan, fungsi dan pengembangan bahasa Melayu di waktu itu yang kelak diangkat menjadi bahasa Indonesia. Pada abad ke-19 dan ke-20 kedudukan bangsa Belanda di Indonesia semakin kuat sehingga bahasa Belanda pun memiliki kedudukan penting pula oleh karena bahasa Belanda diajarkan di sekolah-sekolah. Sementara bahasa Melayu juga semakin maju karena bangsa Belanda menggunakannya dalam pemerintahan dan dalam korespondensi dengan bangsa Indonesia. Pada tahun 1850 Gubernur Jenderal Rochussen mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar sebab bahasa Melayu merupakan lingua franca di seluruh Kepulauan Hindia, yaitu bahasa yang dipakai oleh bangsa-bangsa yang berbeda, seperti Melayu, Jawa, Cina, Arab, Bugis, Makasar, Bali atau Dayak, dalam perhubungan dengan sesamanya. Namun demikian, atas kerja Van der Chijs pada pertengahan abad ke-19 penyebaran bahasa Belanda pun mendapat kemajuan. Pada tahun 1900 Direktur Departemen Pengajaran Mr. J.H. Abendanon mendirikan kursus-kursus bahasa Belanda pada sekolah-sekolah rakyat yang 6 tahun, dan menjadikan bahasa Belanda sebagai mata pelajaran tetap di kelas 5 dan 6 sekolah rakyat, dan bahasa Belanda juga menjadi mata pelajaran penting pada sekolah guru. Penegakan kedua, pada tahun 1908. Kaum intelektual di jajahan Belanda Hindia Timur (yang menjadi Indonesia sekarang) sejak tahun 1908 mendirikan organisasi-organisasi yang dapat mempengaruhi rakyat agar mereka bangkit dan maju. Mereka sadar bahwa hanya dengan persatuan Indonesia mereka mampu menentang kekuasaan penjajahan. Mereka kemudian mencari suatu bahasa yang dapat dipahami oleh sebagian besar rakyat. Oleh karena perkembangan politik sedemikian rupa, maka perhatian ditujukan kepada bahasa Melayu yang telah sejak berabad-abad menjadi lingua franca di seluruh Kepulauan Indonesia. Pada tahun 1908, untuk pertama kalinya bangsa Indonesia yang diwakili oleh kaum terpelajar pada Kongres Budi Utomo di Jakarta menuntut agar syarat masuk ke sekolah Belanda dipermudah, perlu didirikan sekolah-sekolah istimewa untuk

Page 10: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

bangsa Indonesia yang ingin melanjutkan pelajarannya tentang bahasa Belanda. Mereka tidak puas bahasa Belanda hanya dijadikan mata pelajaran karena pengetahuan yang kurang dalam bahasa Belanda menyebabkan mereka tidak dapat melanjutkan pendidikan. Ketika Hazeu menjadi Direktur Departemen Pengajaran, bahasa Belanda mulai diajarkan dari kelas pertama sekolah rakyat yaitu mulai tahun 1914. Pada tahun itu pemerintah Belanda mendirikan Hollandsch Inlandsch Scholen (HIS) yang memakai bahasa Belanda tujuh tahun dan anak-anak yang telah tamat dapat melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya. Pemerintah Belanda mendirikan volkslectur (Taman Bacaan Rakyat). Badan penerbitan ini diubah menjadi Balai Pustaka pada 1917 yang menyetujui penerbitan buku-buku dalam bahasa Melayu yang dikontrol isi dan bahasanya sebagai pesaing penerbit swasta yang dicurigai mengobarkan permusuhan terhadap Pemerintah Belanda. Tahap kedua ini pun sangat menguntungkan bagi bahasa Melayu karena banyak buku dapat beredar dan dibaca dalam bahasa Melayu yang menyokong gerakan kebangkitan nasional yang sudah dirintis sejak 1908. Penegakan ketiga, pada 25 Juni 1918 Ratu Belanda menyetujui penggunaan bahasa Melayu oleh anggota Bumi Putera di lembaga dewan rakyat (Volksraad) dan di lingkungan organisasi Bumi Putera. Tahap ketiga ini mempertegak kedudukan dan fungsi bahasa Melayu dalam dunia politik, selain fungsinya dalam dunia pendidikan dan penerbitan. Berkaitan dengan ketiga keputusan tersebut sebagai perintisan upaya penegakan bahasa Melayu dalam istilah Kridalaksana, potensi bahasa Melayu yang diberdayakan adalah potensi eksternnya atau aspek sosiolingusitiknya sesuai dengan situasi politik masyarakat penuturnya yang masih berusaha mempersiapkan upaya-upaya mencapai kemerdekaan berdasarkan rasa senasib-sepenanggungan antarsesama etnis Nusantara. Penegakan keempat, yaitu bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dikrarkan secara politis dalam sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Dengan tambah berkembangnya kesadaran kebangsaan dan bertambah majunya pergerakan kesatuan bangsa Indonesia, bertambah banyak pula masyarakat yang menggunakan bahasa Melayu. Pada Kongres Pemuda Indonesia yang pertama tahun 1926 Mohamad Yamin masih berbicara dalam bahasa Belanda tentang kemungkinan bahasa dan kesustraan Indonesia di masa yang akan datang. Namun dua tahun sesudahnya, yaitu tanggal 28 Oktober 1928 pada Kongres Pemuda kedua di Jakarta, pemuda Indonesia bersumpah bahwa mereka berbangsa satu bangsa Indonesia, bertanah air satu, tanah air Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Inilah yang menjadi tonggak sejarah penting yang menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia, dan memberikan kedudukan penting dalam masyarakat Indonesia, sehingga bangsa Indonesia perlu menumbuhkan bahasa Indonesia. Dengan keputusan ini, bahasa Idonesia menggantikan fungsi bahasa Belanda sebagai alat untuk mencapai kebudayaan modern.1 Keputusan kebahasaan yang tercakup dalam Sumpah Pemuda ini diambil oleh para pejuang bangsa Indonesia yang berjiwa demokratis

 

Page 11: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

dan berwawasan nasioal/keindonesiaan, bukan orang-orang yang berwawasan etnosentris. Oleh karena itu, keputusan kebahasaan itu diambil berdasarkan pertimbangan kedemokratisan bahasa yaitu, bahwa bahasa Melayu lebih demokratis daripada bahasa Nusantara lain, seperti bahasa Jawa dan bahasa Sunda yang jumlah penuturnya lebih banyak tetapi bahasanya tidak demokratis karena mengenal undak-usuk. Sneddon (2003:101-102) menambahkan bahwa dengan Sumpah Pemuda (Youth Pledge) 28 Oktober 1928, para delegasi kongres pemuda memproklamasikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa (the language of the national unity). Perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang tunggal, hanya sastu-satunya bahasa nasional menjadi kekuatan pemersatu utama yang dideskripsikan oleh para sosiolinguis ternama sebagai sebuah proses yang sangat ajaib (miraculous) karena penduduk Nusantara dapat diyakinkan dengan bahasa khusus yang berasal dari luar harus menjadi bahasa kesatuan antaretnik dan pengintegrasian mereka. Bahasa Indonesia menjadi elemen penting, bahkan paling penting dalam pengintegrasian beratus-ratus kelompok etnik yang sekarang menjadi bangsa yang berpenduduk terbesar keempat di dunia, dan menjadi serbuk dasar tunggal yang paling penting (the most important single ingredient) dalam membentuk kebudayaan Indonesia modern. Selanjutnya, tahap kelima diselenggrakannya Kongres Bahasa Indonesia I yang dilatarbelakangi oleh keprihatinan penggunaan bahasa Melayu/Indonesia dalam surat kabar yang terkesan kurang terpelajar. Sebagai jurnalis muda, Sumanang mengusulkan adanya Kongres Bahasa Indonesia I di Solo 1938 yang berhasil juga mempersiapkan kedudukan dan peran bahasa Indonesia kelak di masa kemerdekaan (yang saat itu masih dalam perjuangan). Penegakan keenam, bahasa Indonesia sangat diuntungkan dalam perkembangannya dengan terjadinya kekalahan Belanda oleh Jepang pada 1942 yang menyebabkan penggunaan bahasa Indonesia dalam roda pemerintaan di zaman Jepang yang mengobarkan antibelanda. Ketika bangsa Jepang mendarat di Indonesia dan memegang pemerintahan pada permulaan tahun 1942, Jepang berusaha menanamkan dengan cepat kejepangannya dan menghapuskan penggunaan bahasa Belanda yang waktu itu menjadi bahasa resmi tetapi karena bahasa Jepang sulit diajarkan secara singkat dan karena keadaan yang mendesak, maka dengan terpaksa mereka harus menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia bukan hanya menjadi bahasa undang-undang tetapi juga bahasa pengumuman dan surat-surat resmi antarkantor pemerintah serta antara pemerintah dengan rakyat. Bahasa Indonesia juga menjadi bahasa pengantar pendidikan di sekolah-sekolah mulai dari SD sampai perguruan tinggi. Pada masa penjajahan Jepang, bahasa Indonesia berkembang pesat, dan pada tanggal 20 Oktober 1942 didirikan Komisi Bahasa Indonesia yang bertugas menentukan kata-kata yang umum bagi bangsa Indonesia. Pada akhir pendudukan Jepang telah ditetapkan 7.000 istilah baru. Sneddon2 menegaskan bahwa sejak Jepang menguasai teritorial jajahan Belanda di Indonesia pada awal 1942, bahasa Belanda yang digunakan dalam administrasi dan pendidikan dilarang dan diganti dengan bahasa Indonesia.

 

Page 12: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Penegakan ketujuh, kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 serta-merta memperkuat kedudukan bahasa Indonesia dengan UUD 1945-nya yang menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Dalam waktu yang singkat bahasa Indonesia mendapatkan status de facto sebagai bahasa resmi, yang kemudian diresmikan pada deklarasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. 2.3 Sejarah Badan Bahasa dan Kebijakan Bahasa Nasional Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, bahasa Indonesia ditentukan secara resmi dalam Undang Undang Dasar 1945; --bahwa bahasa Negara adalah bahasa Indonesia. Pusat Bahasa berawal dengan terbentuknya Instituut voor Taal en Cultuur Onderzoek (ITCO) yang merupakan bagian dari Universitas Indonesia pada tahun 1947 dan dipimpin oleh Prof. Dr. Gerrit Jan Held. Pada tanggal 18 Juni 1947 didirikan Komisi Bahasa, yaitu panitia pekerja bahasa Indonesia yang dapat menentukan kira-kira 5000 istilah baru. Sementara itu, pada Maret 1948 pemerintah Republik Indonesia membentuk lembaga bahasa bernama Balai Bahasa di bawah Jawatan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Pada tahun 1952, Balai Bahasa dimasukkan ke lingkungan Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan digabung dengan ITCO menjadi Lembaga Bahasa dan Budaya (Sneddon, 2003:104). Tujuh tahun kemudian pada 1 Juni 1959, Lembaga Bahasa dan Budaya berubah nama menjadi Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK). Lembaga ini berpindah penaung, yaitu di bawah naungan (langsung) Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Ketika situasi politik berubah dari politik nasional periode orde lama ke orde baru di bawah Presiden Soeharto, pada 3 November 1966, LBK berubah menjadi Direktorat Bahasa dan Kesusasteraan (DBK) di bawah Direktorat Jendral Kebudayaan, di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pada 27 Mei 1969 Direktorat Bahasa dan Kesusasteraan berubah nama menjadi Lembaga Bahasa Nasional (LBN) di bawah naungan Dirjen Kebudayaan. Selanjutnya, sejak 1 April 1975 sampai dengan tahun 2000, LBN berubah nama menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (PPPB). Karena panjangnya nama lembaga ini, secara tidak resmi lembaga ini sering disebut dengan singkatan P3B. Lembaga yang kerap disingkat dengan nama Pusat Bahasa ini, secara berturut-turut dipimpin oleh Prof. Dr. Amran Halim, Prof. Dr. Anton M. Moeliono, Drs. Lukman Ali, Dr. Hasan Alwi, dan Dr. Dendy Sugono. Oleh karena itu, berdasarkan mandat Presiden Indonesia, sejak tahun 2000 sampai sekarang (2008), lembaga ini disebut dengan Pusat Bahasa dengan 22 Lembaga Balai Bahasa/Kantor Bahasa yang tersebar di 23 Provinsi di Indonesia di bawah naungan Sekretariat Jendral Departmen Pendidikan Nasional, Departemen Pendidikan Nasional. Sejak 2012 Pusat Bahasa berubah status lembaga menjadi lembaga eselon 1 dengan nama Badan Pengembangan, Pelindungan, dan Pembinaan Bahasa, yang dipopulerkan dengan sebutan Badan Bahasa. Saat ini, Badan Bahasa memiliki Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berstatus sebagai balai bahasa 17 balai dan yang berstatus kantor bahasa, lima kantor yang tersebar di dua puluh dua provinsi di Indonesia. Beberapa karya penting di bidang kebahasaan dalam rangka menata bahasa Indonesia dalam politik nasional kebahasaan pascareformasi adalah

Page 13: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

(1) Pengindonesiaan Kata dan Ungkapan Asing Edisi Kedua, 2003; (2) Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan Edisi Kedua, Pusat Bahasa, 2002; (3) Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, 2002. (4) Pengindonesiaan Kata dan Ungkapan Asing, Edisi Kedua, Pusat Bahasa. 2003. (5) Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Pusat Bahasa, Balai Pusta, 2003. Beberapa kegiatan terakhir pada zaman Pusat Bahasa, yaitu pertama, konsensus antara ahli bahasa dan Forum Bahasa Media Massa yang diadakan sebulan sekali menyepakati peluruhan seluruh kata yang diawali dengan huruf konsonan /k,p,s,t/ bila diberi awalan meN-, seperti meN + pesona menjadi memesona, bukan mempesona, meN+punya+i menjadi memunyai, bukan mempunyai. Kedua, revisi KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yang diperkenalkan pada kongres bahasa tahun 2008. Revisi ini memuat leksikon bahasa daerah yang konsepnya tidak ada dalam bahasa Indonesia, seperti kata ngaben di Bali. Inventarisasi kata-kata budaya seperti ini masih terus-menerus dan masih sedang dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. Ketiga, penerbitan kamus istilah, yaitu kamus khusus untuk bidang ilmu dasar, antara lain (fisika, kimia, matematika, dan biologi); ilmu terapan (kedokteran, filsafat, hukum, bahasa, sastra, komunikasi massa, pendidikan, agama, dan lain-lain). Kamus istilah ini hasil kerja sama antara Pusat Bahasa, pakar bidang ilmu, dan Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia (MABBIM). Keempat, penyusunan tesaurus Indonesia sebagai sumber padanan kata. Kelima, pengembangan uji kemahiran berbahasa atau proficiency test yang disebut dengan UKBI (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia) dan pengembangan bahan ajar BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing). Keenam, Undang-Undang Bahasa Nomor 24 tahun 2009 yang mendudukkan tiga jenis bahasa di Indonesia, yaitu bahasa daerah sebagai bahasa ibu, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, dan bahasa asing sebagai bahasa sumber ilmu pengetahuan. Kedudukan tiga bahasa ini akan diperjelas melalui undang-undang dan dilindungi pemakaiannya sehingga tidak saling menerjang dan mengalahkan. 2.4 Politik Bahasa Nasional Pascareformasi: Revitalisasi Bahasa Bahasa dapat berkembang karena adanya kontak dengan bahasa dan budaya lain sehingga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diikutinya. Satu hal yang perlu dijaga adalah bahwa dalam mengembangkan bahasa nasional ini (bahasa Indonesia), di satu pihak kita harus bersifat terbuka dan di pihak lain kita harus juga waspada (Alwi dan Sugono, 2000:4). Kewaspadaan itu salah satunya harus diwujudkan dalam penataan unsur internal bahasa, seperti perubahan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia yang lebih terbuka dan penggunaannya lebih menasional pada masa pascakemerdekaan. Mengenai perubahan bahasa Indonesia, setidaknya ada tiga masalah kebahasaan di Indonesia yang terkait, yaitu masalah bahasa Indonesia (BI), bahasa daerah, dan pemakaian bahasa asing. Ketiga masalah itu tidak terlepas dari kehidupan masyarakat pendukungnya.

Page 14: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Terlebih lagi, ketiganya akan juga berpengaruh terhadap perkembangan dan keadaan bahasa Indonesia pada masa kini dan masa depan. Di dalam politik bahasa nasional, bahasa-bahasa yang digunakan di Indonesia secara umum diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa daerah, dan bahasa asing. Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara, bahasa persatuan antaretnis, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Bahasa daerah terdiri atas bahasa-bahasa etnis yang yang diakui keberadaannya sebagai bahasa yang digunakan antarangota kelompok etnis yang ada di Indonesia. Bahasa asing terdiri atas bahasa-bahasa negara lain yang dipergunakan di Indoesia dalam percaturan politik, perdagangan, kebudayaan, dan pendidikan. Secara politis, ketiga bahasa tersebut pada taraf nasional dapat dipergunakan sebagai bahasa resmi kenegaraan bergantung kepada konteks penggunaannya. Bahasa Indonesia dipergunakan sebagai bahasa resmi di dalam urusan kenegaraan yang resmi, seperti dalam urusan tata usaha, peradilan, dan penyelenggaraan politik. Bahasa daerah dapat dipergunakan sebagai bahasa resmi dalam upacara adat yang dipertontonkan di muka umum. Selain bahasa Indonesia, bahasa asing seperti bahasa Inggris dapat diterima pengggunaannya sebagai bahasa resmi pada pertemuan internasional yang diselenggarakan di Indonesia. Ketiga bahasa tersebut dikelola dalam arti dirancang, dikembangkankan dan dibinakan oleh UPT di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu, bahasa Indonesia diajarkan pula di luar negeri sebagai bagian dari politik nasional kebahasaan. Akan tetapi, di dalam perjalanan praktik politik nasional kebahasaan, ketiga bahasa tersebut selalu memberi tantangan serius, baik dalam segi pengembangan sistem internal kebahasaan, kedudukan, maupun fungsi sosialnya. Pengembangan sistem internal kebahasa-indonesiaan berkaitan dengan pengembangan dan pemutakhiran bahasa Indonesia secara linguistik agar mampu mendandani dirinya menjadi bahasa yang memiliki sistem tata bahasa yang sistematis. Sistem tata bahasa yang “diharapkan itu” mampu mengakomodasi bentuk-bentuk serapan baru yang dibutuhkan untuk pengembangan konsep ilmu, teknologi, dan budaya sesuai dengan tuntutan zamannya. Kedudukan resmi bahasa Indonesia yang berakar dari bahasa Melayu Riau, secara umum, sejak dipersiapkan sebagai bahasa persatuan pada kongres bahasa Indonesia 1918, dan diikrarkan dalam salah satu butir Sumpah Pemuda 1928, sampai menjadi bahasa resmi negara pascakemerdekaan 1945 tidak pernah goyah. Bahasa Indonesia tidak pernah dipermasalahkan menjadi bahasa nasional, tetapi letak permasalahannya justru terjadi pada keberbagian perannya dalam kehidupan sosial dan kenegaraan. Penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sosial sehari-hari di kalangan penuturnya tampak “kurang beradab” karena bahasa Indonesia digunakan secara longgar dan terbuka dengan inteferensi dan campur kode dari bahasa asing dan penggunaan bentuk-bentuk bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Hal ini sangat memprihatinkan para pemerhati bahasa Indonesia. Dilihat dari fungsi sosialnya, yaitu sebagai bahasa negara, sarana pengungkapan dan pewarisan budaya Indonesia, serta sarana pemerolehan dan pembelajaran informasi pengetahuan, ilmu dan teknologi, bahasa Indonesia kurang mampu mengayomi bahasa daerah dan kurang mampu bersaing dengan

Page 15: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

bahasa asing. Dengan kata lain, sejatinya bahasa Indonesia dapat diperkembangkan keberadaan, fungsi, dan kedudukannya dengan pendayagunaan potensi intern dan ekstern kebahasaan, tetapi di dalam perjalanannya selalu ada celah impotensi keduanya akibat hipertensi pengaruh bahasa dan budaya asing. Hipertensi bahasa dan budaya asing yang disambut dengan sikap positif oleh sebagian besar masyarakat Indonesia menyebabkan peminggiran bahasa, sastra, dan budaya daerah, dan pengabaian penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada awal-awal tahun era reformasi. Kedudukan bahasa Indonesia yang secara historis sudah kuat menjadi lebih kokoh kedudukannya dalam UUD 1945 pasal 36 bahwa bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Dengan demikian bahasa Indonesia berperan sebagai bahasa persatuan yang digunakan pergaulan antarsuku bangsa Indonesia dan sebagai bahasa negara dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mengingat kedudukan dan peranan bahasa Indonesia yang sangat penting dan strategis dalam mempererat kesatuan bangsa, maka bahasa Indonesia ditingkatkan fungsinya sebagai bahasa pengantar dan sarana pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan. Semangat nasionalisme yang mengedepankan bahasa Indonesia sebagai satu-satunya bahasa nasional bangsa Indonesia tidak berarti harus mengenyampingkan kedudukan dan peranan bahasa daerah. Akhir-akhir ini kesadaran bangsa dan keseriusan pemerintah NKRI sangat tampak dalam memperhatikan bahasa dan sastera daerah. Salah satunya adalah lahirnya UU Nomor 22 tahun 1999 yang menegaskan bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu untuk lebih menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Yang dimaksud keanekaragaman daerah tentu saja mencakup bahasa, sastra, dan budaya daerah yang harus diberdayakan dan diangkat ke permukaan dalam porsinya sebagai bagian dan penopang ketahanan budaya nasional dalam tatanan budaya global. Sejalan dengan arus pembangunan NKRI dalam era reformasi dan otonomi daerah, maka di dalam UU Nomor 22 tahun 1999 dipertegas Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000, Bab II, butir 10.f bahwa pemerintah provinsi sebagai daerah otonom memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan museum provinsi, suaka peninggalan sejarah, kepurbakalaan, kajian sejarah, dan nilai tradisional, serta pengembangan bahasa dan budaya daerah. Implementasi peraturan pemerintah tersebut terhadap program pemerintah di Departemen Pendidikan Nasional salah satunya dapat dilihat dalam pemberlakuan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada 2 Mei 2002 yang menekankan pembelajaran berbasis konteks lingkungan siswa dengan memperbolehkan adanya pelajaran muatan lokal bahasa dan budaya daerah. Persoalan kebahasaan dan kesastraan daerah menjadi tantangan sendiri di daerah provinsi mengingat kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) di daerah-daerah provinsi tertentu belum siap, sedangkan Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPTP) kebahasaan dan kesastraan seperti kantor atau balai bahasa tidak memiliki kewenangan dalam menangani bahasa daerah. Sejauh pengetahuan penulis, tidak semua provinsi dan/atau daerah memiliki UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) yang secara khusus menangani bahasa dan sastra. Selama ini langkah yang

Page 16: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

ditempuh kantor bahasa atau balai bahasa yaitu dengan melakukan kerja sama dengan universitas di daerah provinsi, pemerintah provinsi (dinas pendidikan provinsi), pemerintah kabupaten/kota yang bersedia melaksanakan kegiatan kebahasaan dan kesastraan. Kondisi tarik-menarik kepentingan pemerintah pusat melalui Badan Bahasa, universitas di daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota yang tidak selalu sejalan, kadang-kadang menimbulkan adanya acara-acara kebahasaan dan kesastraan yang tumpang-tindih, seperti seminar, penyuluhan, pelatihan, dan lomba-lomba kebahasaan dan kesastraan yang diselenggarakan di lingkungan dinas pendidikan provinsi, kabupaten, dan kota. Kondisi inilah yang dihadapi UPTP kebahasaan di tingkat provinsi dan daerah kota/kabupaten yang tampaknya belum menjabarkan UU No.22 ke dalam peraturan daerah untuk menangani masalah kebahasaan dan kesastraan secara khusus. Di sisi lain, mengingat pentingnya pengelolaan kebahasaan dan kesastraan di Indonesia, maka beberapa organisasi profesi kebahasaan dan kesastraan dijadikan sebagai mitra Badan Bahasa, walaupun di beberapa daerah provinsi tampaknya tidak semua organisasi itu berjalan baik dan dapat bekerja sama. Pusat Bahasa sebagai penyelenggara Kongres Bahasa Indonesia VIII, pada 14 sampai dengan 17 Oktober 2003 di Jakarta mencanangkan empat tujuan strategis, yaitu (1) memantapkan peran bahasa dan sastra Indonesia dalam memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menghadapi budaya global; (2) meningkatkan mutu pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dalam kehidupan masyarakat madani; (3) memantapkan peran bahasa dan sastra Indonesia dan daerah dalam memperkukuh ketahanan bangsa; dan (4) memantapkan peran media massa dalam pembinaan bahasa dan apresiasi sastra, (Soegono, 2003). Visi dan misi Pusat Bahasa relevan dengan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional (menurut Garis-garis Besar Haluan Negara) adalah membentuk manusia Indonesia yang berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani, berilmu, dan berketerampilan. Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional tersebut, visi Pusat Bahasa adalah menjadikan lembaga bahasa dan sastra nasional sebagai lembaga penelitian bahasa dan sastra yang unggul, pusat informasi dan pelayanan bahasa dan sastra yang prima dan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang berwibawa dan digunakan dalam perhubungan luas antarbangsa. Misi Pusat Bahasa meliputi (1) peningkatan mutu bahasa dan sastra, (2) peningkatan sikap positif masyarakat terhadap bahasa dan sastra, (3) peningkatan mutu pegawai kebahasaan dan kesastraan, (4) pengembangan bahan/sarana informasi kebahasaan dan kesastraan, (5) pengembangan kerja sama, dan (6) penegmbangan pengelolaan kelembagaan. Di dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya ada beberapa organisasi kebahasa-sastraan Indonesia yang menjadi mitra Pusat Bahasa. Pertama, HPBI (Himpunan Pembina Bahasa Indonesi) didirikani pada 21 Februari 1974 oleh para guru, dosen, peneliti, dan kelompok masyarakat lain di Pacet, Sindanglaya, Jawa Barat dalam acara Seminar Tata Bahasa dan Pengajaran Bahasa Indonesia, diselenggarakan oleh Lembaga Bahasa Nasional (sekarang Pusat Bahasa). HPBI tumbuh dari organisasi sebelumnya, yaitu IGBI (Ikatan Guru Bahasa Indonesia)

Page 17: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

bertujuan menghimpun para pencinta bahasa Indonesia dan mereka yang berkecimpung dalam pembinaan, penyuluhan, penelitian , dan pengajaran bahasa Indonesia dalam upaya meningkatkan kemampuan dan keterampilan berbahasa Indonesia dan penerapannya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. HPBI menerbitkan Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia. Kedua, MLI (Masyarakat Linguistik Indonesia) didirikan di Bandung pada 15 November 1975, bertujuan untuk menggalakan penelitian kebahasaan dan memberikan wahana kepada para pakar bahasa untuk mengikuti perkembangan mutakhir dan saling bertukar pikiran tentang kebahasaan antarsesama anggotanya. Ketiga, HISKI (Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia) didirikan pada 17 November 1984 di Tugu, Puncak, Bogor, Jawa barat. HISKI adalah organisasi profesi dalam bidang ilmu dan telaah kesusasteraan yang dicetuskan di dalam seminar Penataran Sastera yang diselengarakan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang Badan Bahasa). 2.5 Peran Bahasa Indonesia Sekarang dan Masa Depan Bagaimana peran bahasa Indonesia di masa sekarang dan masa depan? Seperti dijelaskan Yus Badudu bahwa keberhasilan pengembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa dunia bergantung kepada tiga faktor, yaitu peran bangsa Indonesia dalam percaturan dunia, kehidupan dunia ilmiah, dan daya tarik keuntungan asing yang diperoleh dengan menguasai bahasa Indonesia. Berkaitan dengan faktor pertama, yaitu keberhasilan bahasa Indonesia menjadi bahasa dunia bergantung kepada peran bangsa Indonesia dalam percaturan politik internasional. Pada masa sekarang peran bangsa Indonesia dalam tatanan politik internasional tampak berkurang karena buruknya citra Indonesia di mata dunia yang diakibatkan oleh isu terorisme, korupsi dalam negeri, perang antaretnis, dan kerusuhan. Berbeda halnya dengan masa, ketika Indonesia masih berperan sebagai ketua gerakan negara-negara nonblok di zaman Presiden Soeharto, faktor tersebut merupakan faktor yang benar-benar tampak berpengaruh sehingga bahasa Indonesia diajarkan di banyak negara, bahkan di Australia bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua setelah bahasa Inggris (pada zaman Perdana Menteri Poul Keating). Berkaitan dengan faktor kedua, yaitu kehidupan dunia ilmiah dan daya cipta bangsa Indonesia dalam dunia modern, masih banyak persoalan kebahasaan yang belum tuntas seperti dilaporkan M.Marcellino bahwa dari 900 kata pinjaman bahasa Inggris yang diselidiki oleh Shidarta (1992:96) terdapat penyimpangan dari norma baku morfofonem pengindonesian (meN- + bentuk dasar verba aktif ) sebagai berikut (1) di Harian Kompas 16,7 % di register bisnis dan 19,6 % di register politik dan dari 671 kata pinjaman bahasa Inggris di register masalah sosial terdapat 14,8 % kesalahan; (2) di Harian Suara Pembaharuan dari 894 yang diselidiki ditemukan kesalahan pengindonesiaan 15,4% register bisnis, 16% dari 916 kata register politik , dan 13,4 % dari 633 kata register maslah sosial. Selain itu, Marcellino melaporkan, bahwa telaah kesalahan pengindonesiaan kata pinjaman bahasa Inggris yang disebutkan di atas disebabkan oleh pengaruh intern bahasa sumbernya (Inggris) secara linguistik dan faktor ekternnya, baik faktor

Page 18: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

psikolinguistik maupun sosiolinguistik. Dilihat dari segi psikolinguistiknya, pengindonesiaan kata serapan bahasa Inggris yang melanggar norma bakunya karena kesiapan dwibahasawan untuk mengingat dan menggunakan bentuk bahasa dari bahasa aslinya. Sementara dari segi sosiolinguistiknya, disebabkan oleh sikap positif penutur bahasa Indonesia terhadap bahasa Inggris. Kondisi ini memperlihatkan, bahwa bahasa Indonesia berada pada tahap pemantapan yang sedang menuju kesiapannya menjadi bahasa penyerap konsep-konsep bahasa asing yang harus terus dikembangkan dan dimodernisasi. Berkaitan dengan faktor ketiga, bahwa bahasa Indonesia dapat berhasil menjadi bahasa dunia manakala ada keuntungan yang dapat dipetik oleh penutur bahasa lain dengan menguasai bahasa Indonesia. Persyaratan ini hanya dapat dipenuhi jika negara, bangsa, budaya, dan tanah air Indonesia menjadi faktor yang menarik untuk kepentingan bisnis, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kepariwisataan bagi dunia internasional. Sekadarnya dapat disebutkan sebuah harapan besar, bahwa mengingat Indonesia memiliki jumlah penduduk yang melimpah sebagai pangsa pasar bisnis, kekayaan alam dan keragaman budaya yang melimpah ruah seandainya dapat dikelola dengan baik, besar kemungkinan syarat ini dapat terpenuhi untuk menentukan bahasa Indonesia di masa depan yang memberi banyak keuntungan bagi penutur asing untuk menguasainya di masa sekarang dan masa depan. Di masa sekarang dan masa yang akan datang bahasa Indonesia sebagai bahasa modern memiliki peran penting dalam tiga ranah situasi sosial yang perlu mendapat perhatian perencanaan bahasa yaitu dalam masyarakat multikultural, dunia global, dan dunia maya. Bagaimana konfigurasi bahasa Indonesia pada ketiga ranah tersebut diuraikan seperti di bawah ini. (1) Bahasa Indonesia dalam Dunia Global Di tengah persaingan global saat ini, BI sebenarnya mempunyai posisi tawar yang tinggi. Lalu, dalam kondisi seperti itu bagaimana prospek bahasa Indonesia pada era globalisasi? Proses globalisasi BI menjadi tidak terelakan. Globalisasi itu telah memosisikan B1 bukan hanya menjadi

bahasa negara, melainkan juga menjadi bahasa penting dari suatu etnik yang mengglobal. Kriteria yang mengindikasikan sebuah bahasa itu penting atau tidak penting mencakup tiga hal, yaitu (1) jumlah penutur, (2) luas penyebarannya, dan (3) sejauhmana bahasa itu dapat digunakan dalam aneka ragam pemakaian bahasa. Dilihat dari jumlah penuturnya, pada tahun 2006, penutur BI adalah sekitar 220 juta orang ditambah dengan penutur-penutur yang berada di luar Indonesia'. Dari luas penyebarannya, penutur B1 yang berjumlah 220 juta lebih itu tersebar dalain daerah yang luas, yaitu dari Sabang di ujung barat Indonesia, sampai Merauke di ujung timur Indonesia. Daerah ini masih ditambah dengan daerah lain, seperti Malaysia, Brunei, Australia, Suriname, Belanda, Rusia, dan Jepang. Selain itu, BI juga dapat digunakan dalam aneka ragam pemakaian bahasa. BI telah digunakan dalam buku-buku ilmiah, karya sastra, internet, dan sebagai sarana komunikasi untuk tujuan tertentu. BI kembali dapat memainkan peran filosofis dan politis dalam pembentukan kepribadian bangsa untuk memasuki tatanan kehidupan global. Sementara

Page 19: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

itu, ke luar negara Indonesia, BI dapat memainkan peran sosiologis dalam pengembalian citra Indonesia di dunia internasional melalui program pengajaran BI untuk penutur asing (BIPA) dengan pendekatan budaya. Untuk memenuhi tuntutan i tu , mau t idak mau, kebutuhan akan pengembangan kosakata/istilah BI semakin mendesak, terutama ketika bahasa Indonesia dipakai dalam ranah ilmu pengetatahuan dan teknologi (iptek). Apalagi kini perkembangan iptek begitu pesat maka laju perkembangan kosakata/istilah bidang pun harus dipacu mengejar kemajuan bidang tersebut.3 Di samping pengembangan kosakata bidang iptek, pengembangan kosakata pun mencakup bidang kebudayaan masyarakat Indonesia. Di seluruh wilayah Indonesia terdapat, 746 bahasa daerah. Keragaman budaya masyarakat Indonesia yang tergambar pada kekayaan bahasa daerah itu merupakan sumber pengayaan kosakata/istilah bidang tersebut, di samping bahasa daerah mcmiliki peran turut membentuk identitas bangsa. Hal lain yang menuntut perkembangan BI ditengah arus globalisasi, selain perkembangan iptek, adalah yang berkaitan dengan tatanan baru kehidupan dunia dan perkembangan teknologi informasi. Kondisi ini telah menempatkan bahasa asing pada posisi strategis yang mnemungkinkan bahasa itu memasuki berbagai sendi kehidupan bangsa dan mempengaruhi perkembanpui BI. Penggunaan bahasa asing, baik disadari ataupun tidak, telah membawa perubahan perilaku masyarakat dalam bertindak dan berbahasa. Memang, BI telah banyak menyerap kosakata bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Arab, dan Belanda. Bahkan, ada yang mengatakan "9 dan 10 kosakata bahasa Indonesia adalah asing" (Munsyi, 2003). Lalu, adakah BI yang asli? Bagaimana B1 yang asli itu? lbarat manusia, sekarang BI sudah tumbuh dewasa. Seiring perjalanan waktu, BI yang mutakhir adalah "sosok" yang modern. BI telah banyak bersentuhan dengan bahasa daerah yang mengelilinginya dan telah banyak menyerap bahasa asing. Oleh karena itu, pertanyaan semacam itu dapat dijawab dengan pertanyaan retoris semacami ini: Apakah Si A yang masih bayi sama dengan Si A yang sekarang sudah tumbuh dewasa? Sejatinya, Si A yang sekarang tetaplah Si A yang dulu masih bayi. Jika Si A itu wanita, maka Si A yang sekarang telah semakin dewasa, cantik, pintar, dan semakin pandai bernalar. BI mutakhir adalah bahasa yang modern. Kemodernan itu bisa dilihat dari daya serap dan daya adaptif BI yang tinggi ketika menyerap dan mengadaptasi kata/istilah asing dari berbagai bidang ilmu, baik ilmu-ilmu sosial maupun ilmu-ilmu pasti alam. Sebagai contoh, mungkin sebagian dari kita belum akrab dengan kata/istilah papan ketik, peranti lunak, peranti keras, log masuk, unduh, galat, simpan, ambil, pandai, pos-el, dan ranah. Semua itu adalah kata/istilali BI dalam bidang tekonologi informasi dan komputer untuk keyboard, sofware, haedware , log-on, download, error, save, fetch, scan, e-mail, dan domain. Jika ada yang masih bertanya mengapa bahasa Inggris yang banyak menjadi

3 Pengembangan kosakata itu, khususnya kosa kata keilmuan sudah mulai dibahas dalam Kongres Bahasa Indonesia I pada tahun 1938 di Surakarta.

Page 20: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

sumber kata/istilah dalam B1, lebih "cangih" merajut makna, ide, atau konsep-konsep? Kelebihan ini bisa jadi karena.jumlah kosakata bahasa lnggris delapan kali lipat jumlah kosakata bahasa Indonesia. Artinya secara leksikal, konsep ihwal dunia para punutur bahasa Inggris jauh lebih banyak daripada konsep serupa yang dimiliki penutur BI. Sebagai bahan perbandingan, penutur dewasa bahasa Iiggris rata-rata memiliki pembendaharaan kata sekitar 50.000 kata, tetapi jumlah yang sebenarnya jauh lebih beragam. Pendidikan tinggi memberi perbendaharaan sekitar 80.000 kata. Memang, sebagai bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan iptek, BI dihadapkm pada kekurangan kosakata termasuk peristilahannya. Berbagai konsep iptek dari luar yang menggunakan bahasa asing belum seluruhnya dapat dengan cepat dialihbahasakan ke dalam BI. Namun, dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan perkembangan bahasa Inggris, perkembangan BI lumayan "dahsyat". Sebagai gambaran, perkembangan daya ungkap BI pada masa lalu, antara lain, tercermin dari perkembangan khasanah leksikon BI yang dapat diketahuii dari dokumen-dokumen masa lalu. Salah satu dokumen yang dapat menjadi petunjuk ke arah itu ialah kamus. Kamus Umum Bahasa Indonesia W.J.S. Poenvaderminta (1953) memuat sekitar 23.000 lema. Pada edisi tahun 1976 kamus itu mendapat tambahan sekitar 1000 lema. Pada tahun 1933, Pusat, Bahasa menerbitkan Kamus Bahasa Indonesia yang memuat sekitar 30.000 lema. Akhirnya, Pusat Bahasa menerbitkan Kamus Baru, Bahasa Indonesia pada tahun 1988. Kamus yang memuat 63.000 lema itu menggalami revisi tahun 1991 dengan penambahan 10.000 lema sehingga menjadi 73.000 lema. Kamus merupakan khazanah perbendaharaan kata suatu bahasa. Demikian juga Kumus Besar Bahasa Indonesia merupakan "gudang" kosakata BI, baik yang aktif maupun yang pasif. Dalam rangka peningkatan daya ungkap BI, perlu dilakukan pengaktifan kembali kosakata yang tidak dimanfaatkan penutur BI dalam kehidupm masa kini demi memperkaya pengungkapan berbagai konsep. Pemanfaatan kosakata itu akan memperluas cakrawala dan variasi bahasa. Dalam buku Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia (Jumariam dan Qodratillah, 1995:9), misalnya, terdapat 1.413 kata BM yang belum termfaaatkan oleh pengguna bahasa dalam kegiatan kebahasaaanya.4 Selain pemanfaatan kembali kosakata lama, pengembangan kosakata itu dapat dilakukan melalui progam gramatikalisasi, (Kridalaksana, 2000:223). Menurut Calne (2005) dalam buku Batas Nalar; bahasa, nalar, dan matematika sama-sama berakar pada asal-usul yang begitu dinamis dan praktis, namum dengan terbentuknya basis data (database) budaya kita, dari generasi ke generasi, ketiganya mampu mencapai puncak abstrak yang tak terkira tingginya. Nalar, seperti halnya matematika dan bahasa, lebih merupakan fasilitator daripada inisiator. Kita mengunakan nalar untuk mendapatkan yang kita mau bukan untuk menentukan yang kita mau. Nalar sudah dinaikkan ke 4 Di dalam buku itu tercatat 7.636 kata serapan dan bahasa asing. Bahasa Sanskerta (677 kata), Arab (1.495 kata), Cina (290 kata), Portugis (131 kata), Tamil (83 kata), Belanda (3.290 kata), dan Inggris (1.610 kata) turut memperkaya kosakata bahasa Indonesia.

Page 21: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

tingkat logika simbolik, bahasa ke tingkat puisi metafisik, dan matematika ke tingkat teori probabilitas. Nalar merajuk argumen, sedangkan tata bahasa merajuk kalimat, dan kosa-kata adalah simbol dari konsep-konsep. Calne (2005) juga menyatakan bahwa kemajuan numusia (hummi progresss) adalah basil optimisine yang bertegas-tegas namun tak realistis-bahwa cara hidup kita yang mutakhir lebih tinggi mutunya dari semua cara hidup sebelumnya. Sejalan dengan pendapat Calne tersebut, perkembangan kosakata BI yang lumayan dahsyat itu sehingga ahli bahasa sejumlah kata/istilah ilmiah dengan kosakata yang ada, atau yang baru, sanggup membuat. BI punya potensi yang sama dengan bahasa Yunani: sama-sama menuntut kerja keras, nalar. Nalar memiliki batas yang tak tertembus sehingga nalar bukan saja tak bisa dimintai tanggung jawab, tetapi juga mematok kognitif manusia. Bahasa Yunani merupakan bahasa yang tegak kukuh sebagai sebuah Bahasa yang niengusung wacana besar. Demiikian pula dengan Bahasa Latin yang menjadi bahasa perantara dari bahasa Yunani via bahasa Arab ke pusat kebudayaan Eropa. Namun, kedua Bahasa itu perlahan-lahan mulai sempoyongan karena tidak banyak lagi orang yang berpikir dan membangun wacana dalam bahasa bersangkutan. Kemutakhiran BI dalam kasus pengindonesian kata atau istilah asing memang bukan sekedar memadankan atau menterjemakan kata. Arti atau padanan kata/istilah asing sukar diperoleh bukan karena pikiran orang Indonesia tidak bersifat sejagat tetapi karena kata/istilah yang dipilih untuk penggunaan dalam suatu konteks akan dikaitkan dengan implikasi, praandaian, sikap, tingkat kesopansantunan (ethical), dan sikap budaya yang berlainan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Oleh karena itu, sungguhpun akan gampang memadankan suatu kata dalam suatu bahasa dengan kata dalam bahasa yang lain dari segi makna harfialinya, tetapi sangat sukar mernadankannya dengan makna sekunder dan implikasinya. Sebagai contoh adalah kata kata unduh. Kata itu berasal dari bahasa Jawa yang berarti `mengambil atau memetik buah/hasil panen'. Kata unduh dipakai untuk niengantikan istilah download. Pemaknaan kata unduh masih terasa sulit untuk BI, apalagi jika dikaitkan dengan muatan gagasan dari istilah teknis dalam dunia komputer/internet. Lihatlah gagasan yang dikandung dari kata unduh. 'proses pemindahan data dari komputer utama ke komputer lokal dalam sebuah jaringan internet atau mengambil file dari komputer lain yang sama-sama terhubung pada jaringan lokal'. Pada Jumat, 9 Mei 2008, Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, ketika berpidato dalam Presidential Lecture yang juga menghadirkan Bill Gate, Chairman Microsoft Corp di Plennary Hall, Jakarta Convention Center, menyampaikan pertanyaan retoris: ”Seberapa penting Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pembangunan Indonesia?” Pertanyaan tersebut dijawabnya sendiri. Menurutnya, tidak bisa tidak, TIK penting dan dapat mengatasi berbagai masalah bangsa, seperti mengurangi kemiskinan dan kebodohan.5 Pernyataan tersebut merupakan optimisme pimpinan negara yang,

5 Astari Yanuarti, “Menuju Kemandirian Teknologi Informasi”, dalam Gatra: Edisi Khusus 100 

Page 22: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

tentu saja, tidak asal ucap. Kemajuan bangsa Indonesia disadari tidak serentak. Ada yang dalam masa pertama, sekaligus di tempat lain ada juga yang dalam masa kedua, ketiga dan keempat dalam pengelompokan Pink di atas. Namun tak dapat dipungkiri bahwa masyarakat yang berada pada masa ke tiga akan mengikuti kemajuan masyarakat masa ke empat, masyarakat masa ke dua akan mengikuti perkembangan masyarakat masa ke tiga atau ke empat. Demikian juga masyarakat yang berada pada masa ke satu akan mengikuti perkembangan masyarakat yang telah lebih maju, mungkin langsung ke yang ke empata dan mungkin juga melalui masa ke dua atau ke tiga. Bukan sebaliknya, masyarakat masa ke empat (suka berkreasi) kembali ke masa pertama (agraris). Oleh karena itu, tak pelak, kemajuan kehidupan dunia maya, yang ditandai dengan dominasi dunia telekomunikasi dan informasi, akan terus melanda bangsa Indonesia, bahkan melanda seantero bola dunia. Di Indonesia telah dikembangkan piranti lunak terbuka beserta masyarakatnya yang terus mengembangkan IGOS (Indonesia Goes Open Source) dan sejenisnya. Momentum satu abad kebangkitan nasional digunakan oleh banyak kalangan di Indonesia untuk menyatakan kesiapannya untuk bangkit dan bersiap-siap melesat maju. Salah sata alat untuk melesat maju adalah teknologi inforsasi dan komunikasi. Departemen komunikasi dan Informasi telah berniat bersungguh-sungguh melesat dengan teknologi tersebut.6 Di samping departemen tersebut, Departemen Pendidikan Nasional juga menggiatkan penerapan TIK secara masal untuk e-pembelajaran dan e-administrasi. Belum lagi sektor-sektor swasta yang biasanya malah jauh lebih cepat dan lincah ketimbang pemerintah dalam hal melakukan perubahan. Tak dapat dipungkiri, kehidupan dalam dunia maya akan semakin marak dan banyak generasi bangsa Indonesia yang akan tersita waktunya untuk hidup di dunia maya, dunia informasi dan komunikasi. Dunia informasi dan komunikasi akan terus melanda. Salah satu yang dilanda dengan dahsyat adalah bahasa Indonesia. (2) Bahasa Indonesia dalam Masyarakat Multikultural Masyarakat Indonesia masa kini dan masa mendatang bukan hanya kental dengan teknologi tetapi juga diwarnai dengan sekian intensifnya pergaulan multikultural. Dengan kemajuan teknologi tersebut, masyarakat mudah bergaul dengan masyarakat dunia lain dan dengan suku lain. Dalam situasi itu, masyarakat hidup bersama tetapi dengan warna yang berbeda-beda dengan sedikit sekat yang mudah ditembus, seperti gabungan serpihan atau mosaik.7 Di dalamnya terangkum berbagai macam rupa manusia dan budaya yang berbeda-beda. Setiap warna budaya dapat menempati lokasi yang besar dan ada yang kecil. Namun, mereka saling berkomunikasi, bisa saja harmonis daling membantu dan juga bisa anarkhis, saling makan dan tikam. Yang dianut oleh bangsa Indonesia adalah model mosaik yang indah, seperti terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD

Tahun Kebangkitan Nasional. No. 27. Tahun XIV, 15‐21 Mei 2008. hh. 116. 6 Iklan Depkominfo. “Momentum Kebangkitan TIK.” Dalam Ibid. h. 67. 7 GA Watson, Multicuturalism. Buckingham‐Philadelphia: open University Press. 2000. 

Page 23: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

1945, bahwa kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan daerah. Di era reformasi dan otonomi daerah, setiap daerah memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakannya dengan memerhatikan kebijakan nasional. Dalam hal pendidikan, misalnya, seperti disampaikan oleh Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Penengah, Suyanto, ujung dari otonomi pendidikan adalah kemandirian sekolah, dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).8 Budaya-budaya dan bahasa-bahasa lokal akankah menghambat perkembangan bahasa Indonesia? Sudah terbukti dalam sejarah bangsa Indonesia bahwa kebudayaan daerah memperkaya kebudayaan nasional dan bahasa-bahasa daerah memperkaya bahasa nasional. (3) Bahasa Indonesia dalam Dunia Maya Bagaimana pengaruh bahasa Inggris terhadap bahasa Indonesia pada masa pergaulan dunia maya? Pergaulan dunia maya tanpa batas fisik dan tidak memerlukan paspor maupun SJLP (Surat Jalan Laksana Paspor), apa lagi visa. Oleh karena itu, penggunaan bahasa Indonesia pada konteks tersebut sangat memungkinkan memerlukan dukungan bahasa lain atau istilah-istilah baru yang sengaja diciptakan untuk keperluan, misalnya: berkirim pesan singkat melalui hape. Namun, pengguna istilah-istilah asing atau baru ketika berkirim pesan singkat tidak lantas menggunakannya membabi buta ketika mohon ijin kepada guru maupun ketika membeli lempar. Jika hendak jujur, bahasa Indonesia yang dinikmati semua penggunanya sekarang sudah berubah dari bahasa asalnya, Melayu, seperti telah dikemukakan di atas. Sungguh dapat dibandingkan dengan jelas struktur dan kosa kata bahasa Melajoe pada 1917 yang ditulis oleh Sasrasoeganda9 dengan bahasa dalam surat kabar masa kini. Keduanya jauh berbeda namun keduanya juga diterima oleh para penutur pada masanya masing-masing. 3. Simpulan Berdasarkan pembahasan masalah di atas dapat ditarik beberapa simpulan. Pertama, Sejarah bahasa Indonesia telah menunjukkan bahasa Indonesia terlahir dari suatu bahasa etnik Melayu Riau yang berpenutur sedikit, dibanding penutur bahasa lain, seperti Sunda dan Jawa. Bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa persatuan dan bahasa nasional Indonesia karena (1) semangat bersatu dalam kepentingan politik bersama (nasional) sebagai bangsa terjajah dan bahasa Melayu sudah menjadi bahasa lingua franca, (2) kesederhanaan struktur bahasa, dan (3) kedemokratisan cara pemakaiannya. Kedua, bahasa Melayu yang sudah berubah dan berkembang menjadi bahasa Indonesia diteggakan dalam tujuh tahap, yaitu (1) tahap insemenisasi sejarah sejak zaman Sriwijaya sampai masa

8 Iklan Dikdasmen. “Wawancara dengan Dirjen Mandikdasmen Prof. Suyanto, Ph.D.: Berakhir pada kemandirian Sekolah”, dalam Gatra: Edisi Khusus 100 Tahun Kebangkitan Nasional. No. 27. Tahun XIV, 15‐21 Mei 2008. hh. 44‐45. 9 Sasrasoeganda Koewatin, Kitab jang Menjatakan Djalannja Bahasa Melajoe. Semarang – Soerabaja: Boekhandel en Drukkerij v/h G.C.T VAN DORP & CO. 

Page 24: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

awal kedudukan Belanda, (2) tahap keabangkitan nasionalisme pada tahun 1908, (3) tahap pemerluasan fungsi sosial-politik di lembaga Dewan Rakyat (Volksraad) dan di lingkungan organisasi Bumi Putera, (4) tahap pengikraran nasional secara politis dalam sumpah pemuda 28 Oktober 1928, (5) tahap pembinaan dengan diselenggrakannya Kongres Bahasa Indonesia I 1938, (6) tahap pemerkuatan dengan terjadinya kekalahan Belanda oleh Jepang pada 1942 bahasa Indonesia digunakan dalam roda pemerintahan Jepang yang antibelanda, (7) tahap penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dalam UUD 1945. Ketiga, pengkajian dan pengembangan kebahasa-Indonesia-an serta pembinaan masyarakat bahasa dan sastra Indonesia, daerah dan asing pada masa sekarang dilakukan oleh Badan Bahasa sebagai lembaga yang memiliki otoritas pelaksana politik kebahasaan nasional di Indonesia. Keempat, program revitalisasi bahasa dilakukan oleh Badan Bahasa pada era pascareformasi 1998 karena alasan faktual bahwa di masyarakat Indonesia pengaruh bahasa dan budaya asing disambut dengan sikap positif sehingga menyebabkan peminggiran bahasa, sastra, dan budaya daerah serta pengabaian penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pemerintah melakukan upaya pemerkuatan dan pengarahan implementasi dari pasal 36, UUD 1945 dengan UU Nomor 22 tahun 1999 dan dipertegas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000, termasuk mengenai kewenangan daerah menangani bahasa, sastra, dan budaya daerah. Dengan revitalisasi yang dilakukan, bahasa dan budaya Indonesia telah bertahan sampai sekarang dan selanjutnya diperlukan revitalisasi yang lebih terarah untuk pemertahanan dan peningkatan penggunaan budaya dan bahasa-bahasa daerah dan Indonesia dengan menyusun Undang Undang Kebahasaan No.24 tahun 2009. Kelima, peran bahasa Indonesia pada zaman sekarang dan di masa depan, yaitu (1) bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa modern dalam dunia global dalam pelbagai ranah kehidupan, dan telah digunakan oleh orang-orang asing sebagai bahasa asing, (2) sebagai bahasa yang lahir dari bangsa yang multikultural, bahasa Indonesia telah diperkaya oleh bahasa daerah dan dipergunakan untuk berkomunikasi oleh masyrakat yang multikultural, dan (3) bahasa Indonesia telah memasuki ranah dunia maya dengan segala variasinya yang dipergunakan secara produktif dan efektif serta sangat menguntungkan bagi pemeliharaan dan pengembangnnya dalam strategi perencanaan atau pembinaan dan pengembangan bahasa nasional yang baik.

Page 25: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, Sutan Takdir. 1991. “Sejarah Bahasa Indonesia”. Masa Lampau Bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai, ed. Harimurti Kridalaksana. Yogyakarta: Kanisius.

Alwi, Hasan dan Sugono, Dendy (ED). 2000. Politik . Bahasa. Jakarta: Pusat

Bahasa. ---------- 2000. Politik Bahasa: Rumusan Politik Bahasa, Jakarta: Pusat Bahasa

dan Penerbit Progress. ---------- 2000. Politik Bahasa, Rumusan Seminar Polilik- Bahasa. Jakarta: Pusat

Bahasa dmi Penerbit Progress. Ananta Toer, Pramoedya. 2003. Tempo Doeloe Antologi Sastra Pra-

Indonesia.(Jakarta: Lentera Dipantara) Calne, Donald 11. 2005. Batas Nalar, Rasionalitas dan Perilaku manusia

(terjemahan Parakitri T. Simbolon). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Carroll, John B., Language Thought and Reality: Selected Writings of Benjamin

Lee Whorf. Cambridge: The M.I.T. Press. Coulmas, Florian. 2005. Sociolinguistic: The Study of Speakers Choices.

Cambridge: Cambridge University Press. Crystal, David.2001. Language and the Internet. Cambridge: Cambridge

University Press. Dardjowidjojo, Soenjono. Peny. 1996. Bahasa Nasional Kita dari Sumpah

Pemuda ke Pesta Emas Kemerdekaan 1928-1995”. Bandung: Penerbit ITB.

Eastman, Carol M. 1983. Language Planning: An Introduction. San Francisco:

Chandler & Sharp Publishers Inc. Gunarso. 1998."Pemanfaatkan Teknologi dalam Pengembangan Bahasa

Indonesia". Prosiding seminar Kebahasaan siding ke 37 MABBIM di Kuala Terengganu, Terengganu.

Iklan Depkominfo. “Momentum Kebangkitan TIK.” Dalam Gatra: Edisi Khusus

100 Tahun Kebangkitan Nasional. No. 27.Tahun XIV,15-21 Mei 2008. Iklan Dikdasmen. “Wawancara dengan Dirjen Mandikdasmen Prof. Suyanto,

Page 26: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Ph.D.: Berakhir pada kemandirian Sekolah”, dalam Gatra: Edisi Khusus 100 Tahun Kebangkitan Nasional. No. 27. Tahun XIV, 15-21 Mei 2008.

Jacob, T. Masa Depan: Mempelajari, Menyongsong, dan Mengubahnya. Jakarta:

Balai Pustaka, 1991. Jumariam dan Meity T. Qodratillah (Ed) Senarai Kata Serapan dalam Bahasa

Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 1995. Kridalaksana, Harimurti (ed) 1991. Masa Lampau Bahasa Indonesia: Sebuah

Bunga Rampai (seri ILDEP) .Yogyakarta: Kanisius, Maarif, Ahmad Syafii, 2004. Mencari Autentisitas dalam Kegalauan, Jakarta:

Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah McMahon, April M.S., 1994. Language Change. Cambridge: Cambridge

University Press. Moeliono, Anton M. 1985. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Ancangan

Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa (Seri ILDEP). Jakarta: Djambatan.

------------ 2000."Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi”

dalam Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi (Hasan Alwi, Dendy Sugono, clan A. Rozak Zaidan (FAL). Jakarta: Pusat Bahasa.

---------- 1991.Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan alternatif di

dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan. (seri ILDEP, Redaksi: W.A.L. Stokhof).

Munsyi, Alif Danya. 2003. 9 dari 10 Kata Bahasa Indonesia adalah Asing.

Jakarta: Kepustakaan Populer (;r;iiDcdla (KPG). Naisbitt, John dan Aburdane, Patricia. 2000. Megatrends London: Sidgwick &

Jackson. Ltd. Pink, Daniel H. A Whole New Mind. USA: Riverhead Books (Penguin

Group). 2005. Sapir, Edward, 1970. Language: An Introduction to the Study of Speech.

London:Granada. Koewatin, Sasrasoeganda (tanpa tahun) Kitab jang Menjatakan Djalannja

Bahasa Melajoe. Semarang – Soerabaia: Boekhandel en Drukkerij v/h G.C.T VAN DORP & CO.

Page 27: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Sneddon, James. 2003. The Indonesian Language: Its History and Role in Modern

Society. Sydney: University of New South Wales Press Ltd. Soegono, Dendy. Kongres Bahasa Indonesia VIII, Jakarta, 14—17 Oktober 2003. ----------(Ed.) 2003. Bahasa Indonesia Menuju Masyarakat Madani. Jakarta:

Penerbit Progres Tilar, H.A.R. 2004. Multikulturalisme, Tantangan-tantangan Global Masa

Depan dalam Tranformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo. Tofler, Alfin. 1970. Future Shock. New York: Random House. Vygotsky, Lev, 1986. Thought and Language. Cambridge: The M.I.T. Press.

(Terjemahannya direvisi dan disunting oleh Aleks Kazulin), Watson, GA, 2000. Multicuturalism. Buckingham-Philadelphia: Open

University Press. Yanuarti, Astari. “Menuju Kemandirian Teknologi Informasi”, dalam Gatra:

Edisi Khusus 100 Tahun Kebangkitan Nasional. No. 27. Tahun XIV, 15-21 Mei 2008.

Page 28: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

RUANG KEBERAGAMAN DAN POTENSI BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA PEREKONOMIAN ASEAN

oleh Drs. Haruddin, M.Hum

Kepala Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo

Pendahuluan Dalam makalah sederhana ini, tiga isu menarik akan dipaparkan secara ringkas yang meliputi: (1) Bahasa Indonesia sebagai ruang keberagaman, (2) Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai representasi keberagaman, dan (3) potensi bahasa Indonesia sebagai bahasa perekonomian ASEAN. Ketiga masalah ini akan diuraikan pada bahasan berikut ini. Bahasa Indonesia sebagai ruang keberagaman Multikultural dan multilingual merupakan dua ciri khas bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia memiliki diversitas bahasa, etnik, dan ruang geografis yang sangat unik dan beragam. Bahkan, setiap suku atau kelompok etnik mempunyai ciri khas tradisi, kebudayaan, dan bahasa daerah tersendiri. Dengan jumlah kelompok penutur yang variatif pula, bahasa daerah tersebut tersebar di wilayah yang luas. Dalam konteks inilah, selama kurun 70 tahun, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara berperan penting merekatkan dan menjembatani penutur bahasa daerah yang berbeda-beda itu. Menurut data Ethnologue (2014) di wilayah Indonesia terdapat 706 bahasa--jumlah yang luar biasa banyak. Kalau diperkirakan bahwa di seleuruh dunia ini hanya terdapat sekitar 7.106 bahasa, angka 706 mengagumkan sekali. Hampir 10% bahasa di dunia dituturkan di Indonesia. Akan tetapi, yang lebih menarik mungkin distribusi semua bahasa itu. Distribusi bahasa di Indonesia biasanya melibatkan penyebaran geografis dan penyebaran demografis (lihat Collins 2014). Penyebaran geografis cukup jelas dalam Tabel 1. Kalau berpandukan Ethnologue, kita berhadapan dengan data wilayah yang menarik. _____________________________________________________________ Pulau Jumlah Bahasa Jumlah Penduduk1 ______________________________________________________________ Sumatra 49 43.309.707 Jawa 17 107.600.000 Kalimantan 74 9.110.000 Nusa Tenggara 73 7.961.540 Sulawesi 114 12.000.000 Maluku 128 2.549.454 Papua 256 1.641.000 _____________________________________________________________ Tabel 1: Penyebaran Geografis Bahasa Daerah di beberapa Wilayah Indonesia

1 Semua angka ini diperoleh dari Ethnologue. Walaupun angka ini tidak sesuai dengan jumlah penduduk Indonesia sekarang, statistik ini dianggap masih relevan secara proporsional (relatif).

Page 29: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Kalau data ini dibandingkan dengan peta, tampak bahwa semakin jauh ke timur, semakin banyak bahasa. Dapat dikatakan bahwa banyaknya bahasa tidak berkaitan dengan banyaknya penduduk (Collins 2014). Yang perlu ditegaskan di sini bahwa betapa pun kompleksnya diversitas bahasa di Indonesia, bahasa Indonesia tetap menjadi jembatan utama bagi seluruh penutur bahasa yang berbeda-beda itu. Di sisi lain, keberagaman bahasa-bahasa itu rupanya juga berpotensi besar dalam pengembangan kosakata dan daya ungkap bahasa Indonesia. Bahasa-bahasa daerah merupakan aset masa depan bahasa Indonesia. Yang perlu dipahami juga bahwa selain bahasa-bahasa lokal, kehadiran bahasa asing juga mempunyai peran tersendiri dalam mewarnai situasi kebahasaan di Indonesia. Yang menarik, isu kebahasaan dan keberagaman di atas sejalan dengan isu yang telah disinggung dalam pertemuan Forum Keberagaman Bahasa ASEM Ke-1 yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa pada 2012 lalu di Jakarta. Forum yang mempertemukan pandit (scholar) bahasa, para pakar, dan pemangku kepentingan dari mitra ASEM, serta perwakilan dari UNESCO ini telah merumuskan keberagaman bahasa dalam tiga sudut pandang. Pertama, ada bahasa nasional yang berfungsi sebagai kekuatan pemersatu. Kedua, ada bahasa daerah atau bahasa lokal yang berfungsi untuk mengekspresikan identitas budaya. Ketiga, ada bahasa asing yang dianggap berguna untuk merangsang dan mendorong pembangunan ekonomi melalui ilmu pengetahuan dan komunikasi internasional. 2 KBBI: Representasi Ruang Keberagaman Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan, baik kosakata, pedoman atau kaidah, maupun jumlah penuturnya. Dalam hal kosakata, bahasa Indonesia yang sebagian besar kosakatanya berasal dari bahasa Melayu, bahasa daerah, dan bahasa asing telah memiliki 90.000 lema (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, 2008) dan 387.983 kata dari berbagai bidang ilmu yang terekam dalam bentuk glosarium (Sugiono 2008). Dalam hal pedoman atau kebijakan pun bahasa Indonesia mengalami perkembangan. Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI) Edisi III yang terbit 2008 memberi kemudahan kepada pakar Indonesia untuk memadankan kosakata asing menjadi kosakata bahasa Indonesia (Zabadi, 2013). Meskipun demikian, proses masuknya kosakata bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia tentu saja tidaklah serumit dengan masuknya istilah asing ke dalam bahasa Indonesia. Yang perlu dipahami juga bahwa pemodernan bahasa Indonesia rupanya menyangkut dua aspek, yaitu (1) pemekaran kosakata dan (2) pengembangan jumlah laras bahasa dan bentuk wacana. Pemekaran kosakata diperlukan agar pelambangan konsep dan gagasan kehidupan modern dapat disampaikan. Cakrawala sosial budaya yang melintasi batas peri kehidupan yang tertutup memerlukan tersedianya kosakata baru dalam bahasa Indonesia. Yang menarik,

2http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/Ringkasan%20Di

skusi%20Forum%20Keberagaman%20Bahasa%202012.pdf 

Page 30: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

sumber kosakata itu berasal dari bahasa Indonesia/Melayu, bahasa daerah3, dan bahasa asing. Masuknya kosakata dari bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia merupakan hal yang tidak dapat dihindari sebagai pertanda bahwa bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya kosakata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa daerah dan bahasa asing. Tujuan utamanya adalah untuk memperkaya kosakata bahasa Indonesia sehingga mampu menjadi pilihan utama ketika menyampaikan gagasan atau ide dalam era global ini (Zabadi, 2013). Potensi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Perekonomian ASEAN

Tujuh puluh tahun bukanlah waktu yang singkat untuk perjalanan sebuah bangsa, apalagi bahasa. Menapak tilas perjalanan bahasa Indonesia sesungguhnya menimbulkan kekaguman dan kebanggaan yang dalam. Betapa bahasa Indonesia telah menjadi identitas yang sangat berperan dalam memosisikan bangsa Indonesia di mata dunia. Seperti yang diketahui, ada beberapa negara yang tidak memiliki bahasa nasional alih-alih menggunakan bahasa Inggris sebagai sarana komunikasi resmi. Dengan kenyataan seperti ini, sesungguhnya bangsa Indonesia memiliki posisi terhormat dalam kancah dunia internasional. Sejak dikumandangkan 28 Oktober 1928 silam, bahasa Indonesia dapat dikatakan timbul tenggelam martabatnya. Akan tetapi, sebagai bahasa yang dinamis, bahasa Indonesia terus berbenah, berkembang untuk memenuhi kebutuhan kemajuan zaman dan teknologi. Pemerhati bahasa Indonesia terus melakukan berbagai upaya agar bahasa indonesia tetap dapat digunakan secara mantap sebagai alat komunikasi untuk mengungkapkan segala macam pandangan, gagasan, konsep mulai dari yang paling mudah dan sederhana sampai pada yang paling rumit, yang menyangkut berbagai bidang kehidupan. Pemberlakuan pasar bebas ASEAN pada akhir 2015 mendatang sejatinya merupakan kesempatan bangsa Indonesia untuk menunjukkan jati diri dan indentitas keberagaman yang membuatnya padu dengan bahasa Indonesia. Meskipun batas-batas geopolitis yang selama ini dipandang sebagai ciri dan penyekat suatu negara dipastikan akan kabur, perberlakuan pasar bebas ASEAN menjadi kesempatan bagi bangsa ini untuk merajut kebhinekaan budaya dan bahasanya. Kita ketahui bersama bahwa telah lama, hasil alam dari seluruh pelosok negeri ini banyak digandrungi oleh negara-negara di dunia. Pala, cengkeh, kopi, lada, dan rempah—rempah lainnya dapat tetap menjadi produk kebanggaan nasional. Tantangan untuk Indonesia dalam menyambut MEA ini sebenarnya tidak hanya di bidang ketenagakerjaan yang menuntut tenaga kerja kita dapat bersaing dengan tenaga kerja asing, melainkan juga pada bidang kebahasaan. Penertiban penggunaan bahasa Indonesia pada produk-produk buatan Indonesia adalah mutlak dilakukan demi memosisikan bangsa di kancah perdagangan ASEAN dan

3Edisi Keempat KBBI tampaknya sedikit berbeda dengan terbitan sebelumnya dalam hal

pengumpulan data pada lema KBBI. Pada terbitan kali ini, pengumpulan data lema kamus rupanya telah melibatkan 22 Balai/Kantor Bahasa di seluruh Indonesia. Hal ini semakin jelas menunjukkan bahwa kosakata bahasa daerah tertentu di wilayah kerja Balai/Kantor Bahasa dapat terakomodasi masuk ke dalam KBBI.

Page 31: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

dunia, karena menurut Bill Clinton, blok-blok perdagangan itu sesungguhnya lebih penting daripada blok-blok militer3. Perekonomian yang mantaplah yang dapat menjamin keberlangsungan sebuah negara. Apabila bidang ekonomi mantap, negara dapat dengan leluasa melakukan berbagai upaya pembangunan untuk kesejahteraan masyarakatnya. Adanya jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Path dan media sosial lainnya sesungguhnya sangat berperan dalam mengenalkan bahasa Indonesia ke mata dunia internasional bahkan dalam sebuah situs dinyatakan pengguna twitter di Indonesia menempati posisi ketiga terbanyak di dunia4. Toko-toko daring dalam negeri yang semakin bermunculan, yang tentu saja menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi, juga semakin memperkukuh posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa perdagangan. Toko-toko daring seperti tokobagus.com, bukalapak.com, tokopedia.com, traveloka. com menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi untuk melayani pelanggannya. Dengan cara ini, bahasa Indonesia lebih cepat dikenali oleh masyarakat dunia dan ASEAN. Berdasarkan kenyataan ini, bukan tidak mungkin apabila suatu hari, bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa internasional. Dengan jumlah penduduk yang menghampiri angka 240 juta jiwa5, bahasa Indonesia sangat berpotensi menjadi salah satu bahasa dunia, apalagi jika sikap pengguna bahasa Indonesia terus berkembang ke arah positif. Dalam 70 tahun perjalanannya, ada beberapa hal yang patut dicatat sebagai sebuah pencapaian bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, yaitu: 1. bahasa Indonesia dijadikan bahasa resmi ke-2 di Vietnam6,

Pemerintah Daerah Ho Chi Minh City, Vietnam, mengumumkan Bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua secara resmi pada bulan Desember 2007, kata seorang diplomat Indonesia.

2. bahasa Indonesia telah dipelajari lebih dari 45 negara di dunia. Walaupun yang paling efektif merubah citra adalah merubah realitas, namun

peran budaya dan bahasa Indonesia dalam diplomasi sangat krusial. Tingginya minat orang asing belajar bahasa dan budaya Indonesia harus disambut positif.

3. Wikipedia bahasa Indonesia yang menduduki peringkat ke 26 di dunia dan Terbesar Ketiga di Asia.

Menulis ensiklopedia bebas di internet semakin digemari masyarakat Indonesia. Bahkan ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia, Wikipedia Indonesia, telah menjadi ensiklopedia elektronik terbesar ketiga setelah Wikipedia berbahasa Jepang dan Mandarin.

4. Bahasa Indonesia bahasa ketiga yang paling banyak digunakan pada wordpress. Fakta bahwa setelah Spanyol, Bahasa Indonesia adalah Bahasa yang menempati urutan ketiga yang paling banyak digunakan dalam posting-posting Wordpress. Indonesia pun adalah negara kedua terbesar di dunia yang pertumbuhannya paling cepat dalam penggunaan engine blog itu. Dalam 6 bulan terakhir tercatat 143.108 pengguna baru Wordpress dari Indonesia dan telah ada 117.601.633 kunjungan melalui 40 kota di Indonesia.

Page 32: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

5. Bahasa dan musik Indonesia dikirim ke luar angkasa 6. Kehadiran Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa beserta balai dan

kantor bahasa di seluruh Indonesia berperan penting dalam membina dan mengembangkan bahasa Indonesia dan daerah di wilayah masing-masing. Berbagai penelitian dan dokumentasi kebahasaan dan kesastraan yang telah dilakukan menunjukkan betapa bangsa Indonesia kaya akan istilah linguistik dan kesastraan yang semakin memperjelas keberagaman dan keunikan kita di mata dunia sehingga melalui MEA, bangsa Indonesia bisa merajut kebhinekaan tersebut dalam menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa MEA.

Pada akhirnya, bahasa Indonesia yang merupakan rumpun keluarga bahasa Melayu yang juga dikenal ragamnya di Malaysia dan Singapura tetap mampu menunjukkan kekhasannya di mata bangsa-bangsa ASEAN lainnya, sehingga melalui MEA, bahasa Indonesia mendapat kesempatan yang baik untuk semakin bermartabat. Hal ini tentu saja dapat terwujud apabila didukung oleh pemerintah di berbagai sektor kehidupan dan sikap positif masyarakat Indonesia terhadap bahasa Indonesia.

Page 33: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Rujukan Arifin, B.H. 2014. Pengguna Twitter Indonesia Terbanyak Ketiga Dunia diakses

dari http://www.enciety.co/pengguna-twitter-indonesia-terbanyak-ketiga-dunia/ 1 Juli 2015.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2012. Forum Keberagaman Bahasa

ASEM ke-1 diselenggarakan di Jakarta pada 4-5 September 2012. Collins, T. James. 2014. Keragaman bahasa dan kesepakatan masyarakat:

Pluralitas dan komunikasi. Makalah dalam Seminar Internasional PBSI UIN Jakarta, 4 November 2014.

Ethnologue. 2014. www.ethnologue.com. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama. Luthfi. 2013. Keunikan dan kelebihan Bahasa Indonesia di mata dunia. Diakses dari

luthfiradovic.blogspot.com/.../keunikan-dan-kelebihan-bahasa-indonesia, 1 Juli 2015.

Pidato Bill Clinton tanggal 21 September 1993, diakses dari

http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1998/05/16/0002.html, 1 Juli 2015.

Proyeksi Penduduk Indonesia (Indonesia Population Projection) 2010 – 2035

diakses dari www.bps.go.id 1 Juli 2015. Sugiono, 2008. “Pengembangan Kosakata dan Istilah Indonesia.” Dalam Seminar

Bahasa dan Sastra Mabbim-Mastera. Jakarta: Pusat Bahasa. Zabadi, Fairul. 2013. Kosakata Bahasa Indonesia sebagai Pengungkap Pikirian

Cendikia: Peluang, Kendala, dan Strategi. Makalah Kongres Bahasa Indonesia X, 30 Oktober 2013.

Page 34: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Radio Komunitas di Batas Negara Mengglobalkan Bahasa Indonesia, Melestarikan Bahasa Daerah

Oleh Dedy Ari Asfar

Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Barat Pengantar Kalimantan Barat merupakan wilayah penting dan strategis secara politik, ekonomi, dan kebudayaan berkenaan dengan pengelolaan kawasan perbatasan. Kalimantan Barat terletak pada arah timur Batam dan Singapura serta berdekatan dengan Sarawak, Malaysia dengan garis perbatasan yang panjang. Menurut (Suratman, 2008:134) kawasan perbatasan Kalimantan Barat—Sarawak, Malaysia merupakan kawasan yang berjarak 20 km dari garis batas sepanjang 800 km. Hal ini diasumsikan dengan menghitung mulai dari Tanjung Datok, Kabupaten Sambas yang berada diujung paling barat sampai ke Kabupaten Kapuas Hulu yang berada di ujung paling timur maka luas kawasan perbatasan meliputi 1.600 km atau 1.600.000 ha.

Ada lima kabupaten yang berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia, yaitu Kabupaten Bengkayang dan Sambas di wilayah barat serta Kapuas Hulu, Sintang, dan Sanggau yang berada di wilayah timur Kalimantan Barat. Di lima kabupaten ini terdapat 97 administrasi desa di sepanjang kawasan perbatasan. Di Kabupaten Sambas ada 6 desa di Kecamatan Paloh dan 5 desa di Kecamatan Sajingan Besar yang berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia. Di Kabupaten Bengkayang terdapat 5 desa di Kecamatan Jagoi Babang dan 5 desa di Kecamatan Seluas yang berbatasan langsung dengan Sarawak. Di Kabupaten Sanggau ada 10 desa di Kecamatan Sekayam dan 5 desa di Kecamatan Entikong yang berbatasan langsung. Di Kabupaten Sintang ada 9 desa di Kecamatan Ketungau Hulu dan 13 desa di Kecamatan Ketungau Tengah yang juga berbatasan langsung dengan Sarawak. Di Kabupaten Kapuas Hulu ada 5 desa di Kecamatan Empanang, 8 desa di Kecamatan Putussibau, 6 desa di Kecamatan Badau, 7 desa di Kecamatan Batang Lupar, 8 desa di Kecamatan Embaloh Hulu, dan 5 desa di Kecamatan Puring Kencana yang berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia.

Salah satu kawasan yang memiliki akses langsung dengan infrastruktur jalan relatif bagus adalah Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang. Kawasan ini berbatasan langsung dengan wilayah Sarawak Malaysia. Di kawasan ini terdapat radio komunitas yang aktif mengudara. Radio komunitas ini dinamakan Barista. Nama ini merupakan akronim dari nama-nama kampung yang ada di perbatasan, yaitu Babang, Risau, dan Take. Kampung-kampung ini merepresentasikan bahasa daerah yang menjadi ucap utama para penyiar stasiun Radio Barista.

Radio Barista di perbatasan Jagoi Babang-Sarawak, Malaysia berperan sangat penting dalam mengudarakan penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Dalam siarannya para penyiar menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah setempat. Siaran radio ini menjangkau sampai ke wilayah Serikin, Bau, Sarawak, Malaysia. Oleh karena itu, tanpa disadari Radio Barista telah mengampanyekan pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia dan melestarikan

Page 35: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

bahasa daerah kepada para pendengarnya, baik di Jagoi Babang maupun di Sarawak, Malaysia. Profil Radio Komunitas di Batas Negara Radio Barista menjadi ikon penting radio komunitas yang ada di perbatasan Jagoi Babang, Kalimantan Barat—Sarawak, Malaysia. Jangkauan sinyal radio komunitas ini cukup jauh. Radio Barista terdengar di Seluas, Jagoi, dan Sarawak, Malaysia. Radio ini menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah setempat yang dominan dipakai di wilayah perbatasan, yaitu bahasa Bakatik dan Bidayuh Jagoi.

Radio Barista didirikan secara swadaya oleh masyarakat perbatasan yang ada di Kecamatan Jagoi Babang dengan pendampingan dan inisiatif dari mahasiswa KKN-PPM Universitas Tanjungpura pada tahun 2009. Peralatan dan tower yang ada di Barista merupakan sumbangan dari Kementerian Kominfo dengan memanfaatkan gedung serbaguna yang telah dibangun Pemerintah Kabupaten Bengkayang untuk masyarakat Kecamatan Jagoi Babang.

Para penyiar merupakan sukarelawan yang memiliki kecintaan di dunia penyiaran sehingga rela berkorban waktu demi mengisi Radio Barista. Oleh karena itu, radio komunitas ini tidak membayar para penyiarnya setiap kali mengudara. Para penyiar secara sukarela menjadi teman di udara bagi masyarakat di perbatasan.

Koordinator pelaksana program acara Radio Barista adalah Bambang atau panggilan saat mengudaranya Bang Madun. Pekerjaan aslinya seorang satpam di perusahaan sawit. Penyiar senior di Barista ini mengemukakan bahwa tujuan didirikannya Radio Barista adalah agar radio komunitas yang ada di Jagoi Babang dapat dikenal oleh negara tetangga Malaysia. Melalui radio komunitas ini diharapkan bahasa Indonesia dan daerah dapat dikenal dan menjadi kebanggaan masyarakat perbatasan diantara warga negara Malaysia.

Radio perbatasan menurut Bang Madun sangat diminati tidak saja pendengar dari Kecamatan Seluas dan Jagoi Babang tetapi juga sampai ke Serikin, Lundu, dan Bau, Sarawak, Malaysia. Pendengar Malaysia merasa radio ini juga radio mereka karena bahasa Bidayuh Jagoi yang digunakan dalam acara Kupoa Otto’ ‘kampung kita’ setiap hari Rabu dan Jumat pukul 18.00—21.00 WIB memiliki bahasa yang sama dengan bahasa mereka di Malaysia. Menurut Ce’ Mpunk penyiar Kupoa Otto’ banyak SMS dari Malaysia berisikan salam-salam dan sapa-sapa untuk handai taulan di Jagoi Babang.

Lebih lanjut Bang Madun bercerita bahwa Radio Barista menggunakan bahasa Bakatik dan Bidayuh Jagoi karena pendengar setianya penutur Bakatik dan Bidayuh Jagoi. Pendengar Malaysia pun suka karena bahasa Bidayuh Jagoi memiliki kesamaan dengan bahasa mereka. Radio Barista yang mengudara setiap malam di wilayah perbatasan ini menjadi kebanggaan masyarakat perbatasan dan menjadi ajang silaturahmi masyarakat negeri jiran dengan kerabat sesuku di Jagoi. Bahkan, tiap malam selalu saja ada pendengar Malaysia yang SMS untuk kabar-kabari dan salam kepada saudara mara di Indonesia.

Konsep Radio Barista dalam bersiaran adalah membacakan SMS yang masuk dan memutarkan lagu yang diminta. Pendengar Radio Barista pun segala

Page 36: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

umur, ada yang tua dan muda. Acara-acaranya berusaha untuk menghibur, mendidik, dan melestarikan budaya lokal. Menurut Nelly salah satu perempuan penyiar Radio Barista, “Saya mempunyai banyak pendengar dari kalangan remaja dan orang-orang tua yang SMS. Mereka meminta lagu dan salam-salam.” “Dalam siaran, saya biasa menyelipkan pendidikan nilai dan pergaulan sehat di kalangan remaja,” jelas Nelly yang juga guru honorer bahasa Inggris di salah satu SMP Jagoi Babang.

Siaran tentang budaya lokal dan informasi seputar kampung juga menjadi fokus para penyiar Barista. Misal Bang Jahe’ seorang penoreh getah yang menjadi penyiar berbahasa Bakatik di Barista. Ia biasa menyiarkan legenda dan mitos lokal. Hal yang sama juga dilakukan oleh Ce’ Mpunk penyiar acara Kupoa Otto’ yang kerap menyisipkan adat dan ritual kampung dalam ujarannya saat mengudara.

Para penyiar ini bangga menjadi penyiar Radio Barista. Walaupun, mereka tidak mendapat honor atau bayaran sebagai penyiar. Mereka merupakan pamong-pamong budaya yang secara ikhlas dan sukarela mengabdi pada bangsa dan tanah air demi mengampanyekan pemakaian bahasa Indonesia dan mempertahankan budaya lokal. Mengglobalkan Bahasa Indonesia, Melestarikan Bahasa Daerah Di dalam sebuah gedung serbaguna tempat Radio Barista mengudara sayup-sayup terdengar seseorang berujar, “Selamat malam ditujukan kepada pendengar setia Barista FM di frekuensi 107 FM Megahertz dengan alamat Jalan Dwikora Dusun Risau, Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang. Baiklah Anda bersama saya Ce’ Mpunk dengan acara Kupoa Otto’.” Ini merupakan salah satu kalimat baku bahasa Indonesia penyiar Radio Barista bernama Ce’ Mpunk saat membuka siaran.

Radio komunitas yang berada di perbatasan berperan secara langsung dan tidak langsung mengglobalkan pemakaian bahasa Indonesia hingga ke negara jiran. Pemakaian bahasa Indonesia yang digunakan para penyiarnya merupakan upaya nyata menumbuhkan sikap positif dan bangga berbahasa Indonesia masyarakat perbatasan. Radio ini menjadi garda terdepan dalam menjadikan bahasa Indonesia sebagai arus utama di daerah perbatasan.

Radio ini juga berperan melestarikan bahasa lokal. Setidaknya, ada dua bahasa utama yang dilestarikan oleh para penyiarnya, yaitu bahasa Dayak Bakatik dan Bidayuh Jagoi. Dalam hal ini, para penyiar memiliki program menggunakan bahasa daerah setempat ketika mengudara.

Pemakaian bahasa daerah ini mendapat tempat dihati para pendengarnya karena dituturkan dalam media massa elektronik yang berjangkau luas. Efeknya, menimbulkan rasa bangga para pendengarnya karena bahasa Ibu mereka dapat di dengar melalui radio.

Radio komunitas ini jelas sekali berperan untuk mempertahankan bahasa Ibu dan melestarikan tradisi lisan yang masih hidup di batas negara. Hal ini dilakukan para penyiar dengan cara menyiarkan mitos dan dongeng masyarakat setempat. Bahkan, para penyiar secara khusus menginformasikan pengetahuan lokal berbentuk adat dan ritual kampung yang masih dilaksanakan.

Page 37: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Penutup Radio komunitas di batas negara harus menjadi satu program pemerintah yang harus dikembangkan dan dibina. Melalui radio komunitas secara tidak langsung masyarakat diajak untuk berpartisipasi dan terlibat dalam mengampanyekan cinta bahasa Indonesia. Selain itu, melalui radio komunitas pelestarian tradisi lokal dapat dilakukan dan dikembangkan dengan sangat mudah oleh para penyiarnya. Dalam hal ini, pemerintah dapat berperan memberikan insentif serta menitipkan program bangga berbahasa Indonesia dan melestarikan tradisi lisan daerah. Dengan demikian, radio komunitas di batas negara harus dibina dan dikembangkan sebagai sebuah gerakan untuk mengglobalkan bahasa Indonesia dan melestarikan bahasa daerah. DAFTAR PUSTAKA Asfar, Dedy Ari. 2012. “Pelestari Budaya di Perbatasan: Catatan Lapangan.”

Naskah yang tidak diterbitkan. Suratman, Eddy. 2008. Kawasan Perbatasan dan Pembangunan Daerah.

Pontianak: Untan Press.

Page 38: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

REVITALISASI BAHASA DAERAH DALAM MEMPERKUAT BAHASA INDONESIA DALAM RANGKA MENJADIKAN BAHASA INDONESIA

MENJADI BAHASA MEA oleh

Muston N.M. Sitohang, S.Pd. Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah

Jalan Tingang Km.3,5 Palangka Raya

1. Pendahuluan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dicetuskan dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-9 pada tahun 2003 di Bali. Hasil konferensi tersebut menyepakati BALI Concord II yang memuat tiga pilar untuk mencapai visi ASEAN 2020, yaitu ekonomi, sosial-budaya, dan politik-keamanan. Menyikapi hal tersebut, Indonesia sebagai bagian dari ASEAN mau tak mau, suka tak suka harus ikut serta dalam kespekatan tersebut. Sebab jika Indonesia tidak terlibat atau sebentar saja menunda untuk bergambung dengan kesepakatan tersebut, maka Indonesia akan tertinggal beberapa langka dari negar-negara yang lain sekawasan. Terlibat dalam MEA tersebut, tentu saja Indonesia harus memperkuat beberapa faktor pendukung yang dianggap memililiki peran penting dalam menguatkan posisi Indonesia dalam MEA. Dalam hal ini pilar sosial-budaya yang termasuk di dalamnya adalah bahasa. Bahasa dianggap salah satu faktor utama yang mampu memposisikan Indonesia menjadi negara yang diperhitungan dalam kawasan ini. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang multibahasa, multiagama dan multietnis dengan menggunakan satu bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia telah merekatkan semua kalangan dan menerima semua perbedaan kebahasaan dan kebudayaan daerah sebagai kekayaan kebudayaan nasional. Jaminan negara terhadap bahasa seperti telah terjabarkan dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Pasal 32 Ayat (1) dan (2), yang mendudukkan posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi negara. Dengan status demikian, nasionalisasi bahasa Indonesia semakin kukuh sebagai lambang jatidiri bangsa. Potensi yang besar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia adalah jumlah warga negara dengan populasi yang terbesar di kawasan Asia Tenggara dan tentu saja jumlah bahasa daerah yang hidup dan berkembang di tengahnya juga menjadi kekayaan tersendiri. Hal itu adalah potensi yang mengagumkan yang tentu saja jika dimanfaatkan secara maksimal maka Indonesia akan benar-benar memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam berlangsungnya MEA nantinya. Menyikapi kondisi kebahasaan yang terjadi di Indonesia, maka politik bahasa sangat diperlukan agar mampu mengantisipasi perubahan yang disebabkan oleh adanya MEA tersebut. Sugono (2008:1) menyatakan bahwa kebijakan pemerintah dalam bidang bahasa meliputi perencanaan bahasa di Indonesia yang mencakup bahasa Indonesia, bahasa daerah dan penggunaan bahasa asing. Ketiga komponen bahasa yang ada di Indonesia membutuhkan beberapa kebijakan yang meliputi penelitian, pengembangan, pembinaan dan pelayanan di bidang kebahasaan dan

Page 39: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

kesastraan. Sedangkan kebijakan penggunaan bahasa asing meliputi pemanfaatan bahasa asing sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sebagai sumber pengayaan bahasa Indonesia. Keterkaitan ketiga bahasa yang disebutkan di atas tentu harus berimbang dan saling mendukung penggunaannya dalam menyikapi perkembangan dan dinamika yang terjadi baik di tingkat lokal maupun internasional. Sehingga tidak terjadi ketimpangan. Porsi masing-masing bahasa telah dibagi menurut wilayah pemakaiannya. Selain bahasa Indonesia, Indonesia memiliki 749 bahasa daerah (Kompas print, 25 Maret 2015). Dengan jumlah bahasa daerah yang begitu banyak, Indonesia memiliki kekayaan kosa kata yang dapat memperkaya bahasa Indonesia dengan luar biasa. Potensi bahasa-bahasa tersebut tentunya harus digarap dengan maksimal. Merujuk kepada keputusan yang bersifat politis yang dihasilkan Seminar Politik Bahasa tahun 2000 jika dikaitkan dengan bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai: (a) pendukung bahasa nasional, (b) bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat permulaan untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain, dan (c) sumber kebahasaan untuk memperkaya bahasa Indonesia, serta (d) dalam keadaan tertentu dapat berfungsi sebagai pelengkap bahasa Inonesia di dalam penyelenggaraan pemerintahan pada tingkat daerah (Alwi dan Dendy Soegono (2000) dalam Mahsun (2004)). Sebagai tindak lanjut atas pemenuhan tuntutan tersebut, upaya pemeliharaan bahasa daerah itu mencakup upaya pengembangan, pembinaan, revitalisasi, dan pendokumentasian menuju pelestarian bahasa dalam memasuki tatanan baru kehidupan masyarakat multikultural sebagai bagian dari masyarakat internasional yang heterogen. Dengan demikian, upaya pemeliharaan bahasa daerah selain tugas dan kewajiban negara, juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Di samping itu, pemeliharaan bahasa daerah meliputi upaya perlindungan bahasa daerah agar tidak punah dan merevitalisasi fungsi dan kedudukan bahasa, termasuk aksara dan sastra daerah dalam ranah-ranah penggunaannya oleh masyarakat penuturnya (Sugono 2008:2). Berkaitan dengan kondisi global, dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Indonesia harus mampu menjadikan potensi bahasa daerah tersebut mampu memperkaya bahasa Indonesia sehingga bahasa Indonesia bukan hanya menjadi bahasa lokal saja namun menjadi bahasa yang modern dan digunakan sebagai bahasa pada tingkat regional ASEAN. 2. Revitalisasi Bahasa Daerah Seperti kita ketahui penggunaan bahasa daerah saat ini masih terus hadir walaupun hanya antargenarasi saja. Fungsinya pun hanya pada fungsi-fungsi praktis dan fungsi sosial saja. Namun, lambat laun fungsi-fungsi tersebut semakin terkikis oleh dinamika dalam masyarakat yang terus menggerus penggunaan bahasa daerah tersebut. Hal tersebut memunculkan gejala rapuhnya ketahanan bahasa daerah tersebut, karena bahasa daerah yang tadinya banyak dituturkan dalam peristiwa-peristiwa budaya telah tergantikan oleh media lain yang tentunya menggunakan bahasa lain (Mbete, 2011.137). Generasi muda yang tadinya

Page 40: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

disuguhi berbagai peristiwa budaya yang menggunakan bahasa daerah lambat laun berubah menggunakan bahasa kedua atau pun bahkan bahasa ketiga (asing). Oleh sebab itu diperlukan suatu usaha yang keras dalam rangka merevitalisasi bahasa daerah agar bahasa daerah tersebut tidak “tergeser” dalam tiga kebijakan bahasa yang dijalankan pemerintah. Upaya-upaya yang dilakukan dalam merevitalisasi dan meningkatkan mutu bahasa daerah adalah dengan meningkatkan mutu pemakaian dan mutu bahasa derah itu sendiri. Memantapkan mutu pemakaian bahasa berarti melakukan suatu pembinaan dan pengembangan bahasa. Pembinaan bahasa berarti usaha meningkatkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan berbahasa. Beberapa usaha yang dapat dilakukan dalam pembinaan dapat dilakukan dalam pengajaran dan pemasyarakatan. Sedangkan untuk memantapkan peran bahasa daerah yaitu melalui pemantaapan mutu pemakai bahasa daerah yaitu dapat dilakukan melalui pengajaran dan pemasyarakatan. Proses pengajaran bahasa daerah di dalam dunia pendidikan pun harus ditingkatkan. Selain pengembangan kurikulum juga disertai pengembangan bahan ajar, penerapan metode pembelajaran yang tepat, peningkatan mutu pengajar, serta tentu saja saran pendidikan bahasa. 3. Peran Bahasa Daerah dalam Rangka Menjadikan Bahasa Indonesia

Menjadi Bahasa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Seperti yang telah disampaikan pada bagian terdahulu yaitu jika dikaitkan dengan bahasa Indonesia salah satu fungsi bahasa daerah adalah sebagai pendukung bahasa nasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa daerah memiliki fungsi yang sangat strategis dalam politik bahasa Indonesia. Saat ini beberapa negara di kawasan ASEAN sedang mendorong warga negaranya untuk belajar bahasa Indonesia. Hal tersebut tentu saja bukan tanpa alasan. Potensi bangsa Indonesia untuk menjadi negara maju sangatlah besar. Jika dikaitkan dengan politik ekonomi, maka Indonesia adalah pangsa pasar yang besar bagi negara-negara sekawasan yang menjadikan Indonesia sebagai mitra ekonomi mereka. Posisi bahasa asing selama ini menjadi keharusan bagi pelaku ekonomi sebenarnya dapat digeser oleh bahasa Indonesia. Tentu saja hal tersebut tidaklah mudah. Bahasa Indonesia haruslah memiliki kekayaan kosakata yang dapat mewakili istilah-istilah yang selama ini masih asing. Kekayaan kosa kata tersebut bersifat wajib jika Indonesia ingin “memaksa” negara-negara sekawasan menggunakan bahasa Indonesia dalam setiap kegiatan ekonomi yang melibatkan banyak pihak. Kekayaan bahasa Indonesia tentu saja memungkinkan untuk terus dikembangkan. Bahasa daerah yang hidup dan berkembang di Indonesia dapat menjadi bagian dari referensi. Oleh sebab itu dianggap perlu adanya pemekaran fungsi bahasa daerah. Bahasa Indonesia tidak hanya sekadar menerima kekayaan dari bahasa daerah, tetapi harus mulai diperhatikan penjaringan kosakata dari sumber bahasa daerah yang secara potensial dapat dikembangkan sebagai kekayaan dalam bahasa

Page 41: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Indonesia. Sehingga tidak ada kesan asal comot. Dengan demikian perkembangan bahasa daerah untuk dapat memperkuat bahasa Indonesia yang mengarah pada kondisi yang positif, yaitu menuju bahasa Indonesia yang modern. Dengan demikian bahasa daerah memiliki peran yang jelas dan penting. Bahasa daerah bukan hanya sebagai bahasa pada level lokal yaitu peristiwa-peristiwa budaya dan kedaerahan, namun bahasa daerah mampu memberikan kontribusi dalam memperkaya bahasa Indonesia diberbagai bidang. Kosakata dalam bahasa Indonesia yang diperkaya oleh kosakata bahasa daerah juga mampu mewakili modernisasi sehingga lambat laun akan menggantikan bahasa yang lebih dulu telah dipergunakan dalam kawasan ASEAN. 4. Penutup Penggunaan bahasa Indonesia di kawasan ASEAN masih minim pemanfaatannya. Bahasa Indonesia dibeberapa negara dipelajari hanya untuk kebutuhan akademis saja. Belum dimanfaatkan secara luas untuk kegiatan yang bersifat ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan potensi negara Indonesia yang sangat besara, sudah selayaknyalah bahasa Indonesia menajadi bahasa penenting di kawasan ini. Oleh sebab itu, bahasa Indonesia haruslah memperkaya diri dengan kosakata yang mampu mewakili istilah dalam banyak hal. Untuk itu, bahasa daerah adalah pilihan terbaik untuk menggali kosakata yang diharapkan mampu mewakili istilah-istilah penting, terkhusus istilah yang mampu membawa bahasa Indonesia menjadi bahasa penting dan modern dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Bahasa Indonesia yang lebih modern tentu saja menjadi harapan kita. Namun, kemodernan bahasa Indonesia bukan berarti melemahkan bahasa daerah. Justru bahasa daerahlah yang diharapkan yang memberi kontribusi terbesar dalam menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa MEA. Daftar Bacaan Mbete, Aron Meko. 2011. Pemekaran Fungsi Bahasa Daerah demi Ketahanan

Budaya Bangsa. dalam Risalah Kongres Bahasa VIII p.133—149. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Jakarta. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Mahsun, 2004. Metode dan Teknik Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo

Persada Muhamad Nasir. 2015. Mendokumentasikan-Bahasa-Daerah-Merawat-Budaya-

Bangsa. dalam http://print.kompas.com/baca/2015/03/26. diakses tanggal 7 Agustus 2015.

Sugono, Dendy. 2008. “ Kebijakan Bahasa Daerah di Indonesia” dalam Suar

Betang vol. III, No. 2 Desember p. 1—7. Palangka Raya: Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah

Page 42: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Suryanyahu, Anthony. 2005. “Sikap Bahasa dan Pilihan Bahasa Penutur Jati Bahasa Dayak Ngaju di Kota Palangka Raya”. Laporan Penelitian. Palangka Raya:Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah

Page 43: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

CERITA RAKYAT ”PUTRI KARANG MELENU” (SALASAILAH KERAJAAN KUTAI, KALIMANTAN TIMUR)

oleh Yudianti Herawati

Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur Jalan Batu Cermin 25 Sempaja, Samarinda

Pos-el: [email protected]

1. LATAR BELAKANG Karya sastra merupakan warisan budaya bangsa yang perlu dilestarikan, baik dari sektor ekonomi, lingkungan, politik, maupun sosial budaya. apabila dilihat dari sektor sosial budaya, pengembangan karya sastra lahir dari warisan budaya bangsa. Salah satu warisan budaya bangsa yang perlu dilestarikan adalah cerita rakyat. Dari cerita rakyat itulah dapat diketahui nilai budaya, seperti adat istiadat, kepercayaan, dan sistem nilai yang berlaku pada masa lampau. Seperti diketahui bahwa cerita rakyat itu terbagi atas dongeng, legenda, dan mithe. Cerita rakyat yang digolongkan dalam jenis legenda sebagian berhubungan dengan asal-usul nama suatu tempat yang pernah mempunyai cerita sejarah, seperti Gunung Tangkuban Perahu (di Jawa Barat) atau nama seseorang yang pernah berjaya pada masa itu, seperti nama Raja Mulawarman (di Kutai, Kalimantan Timur). Dewasa ini, keberadaan cerita rakyat Kutai, Kalimantan Timur tampak mengalami kemerosotan. Hal itu disebabkan oleh kurangnya perhatian masyarakat dan pemerintah terhadap keberadaan sastra Kutai, Kalimantan Timur. Di samping itu, kemunduran pengarang sastra Kutai juga merupakan penyebab semakin terpinggirnya karya sastra di wilayah ini. Keberadaan sastra Kutai ditentukan oleh sejumlah elemen, yakni pengarang, penerbit, dan penikmat atau pembaca sastra itu sendiri. Menurunnya pengarang karya sastra Kutai disebabkan oleh menurunya kualitas dan penerbitan. Akibatnya, regenerasi pengarang tidak berlangsung secara baik. Di samping itu, media bagi penerbitan karya pengarang cerita rakyat di Kutai sangat minim yang menimbulkan rasa malas bagi pengarang pemula untuk berkarya. Berdasarkan uraian di atas, untuk membangkitkan kembali karya sastra Kutai penulis mengangkat sebuah naskah karya sastra berupa cerita rakyat “Puteri Karang Melenu” (Puteri Junjung Buyah) dari Kerajaan Kutai, Kalimantan Timur. Cerita rakyat ”Puteri Karang Melenu” adalah kenyataan kehidupan sosial yang menurut kepercayaan masyarakat Kabupaten Kutai pernah terjadi di lingkungannya Kerajaan Kutai masa lampau, yakni pada masa kejayaan Kerajaan Kutai Kartanegara abad 1300 Masehi dan hingga saat ini masih diyakini keberadaannya. “Puteri Karang Melenu” merupakan sejarah masa lampau, berbagai upacara adat tahunan dalam rangka memperingati hari jadinya Kabupaten Kutai Kartanegara, berupa upacara adat Erau; upacara penguluran atau memandikan naga sebagai simbol lahirnya Puteri Karang Melenu. Unsur budaya inilah yang tetap aktual dan berfungsi dalam masyarakat Kutai hingga saat ini

Page 44: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

sehingga tradisi budaya tersebut mengait dalam suatu fungsi, yakni kepercayaan rakyat. 2. PEMBAHASAN Kalimantan Timur, Bumi Etam memang kaya. Tidak hanya kaya hasil alamnya, tetapi kaya karya budaya yang dapat diwarisi oleh generasi mudanya. Salah satu warisan kekayaan budaya itu adalah cerita rakyat yang tersebar di berbagai wilayah Kalimantan Timur. Salah satu cerita rakyat yang sangat populer di Kalimantan Timur, khususnya Kutai adalah cerita “Putri Karang Melenu” yang juga dikenal dengan cerita “Lembuswana”. Cerita “Putri Karang Melenu” atau “Lembuswana” adalah ikon budaya Kalimantan Timur. Mengapa? Karena diyakini terkait dengan latar historis pemerintahan Kerajaan Kutai tempo dulu. Sampai-sampai wujud fisik “Lembuswana” itu tertampang di beberapa tempat, baik di kantor pemerintah maupun di tempat umum. Cerita “Putri Karang Melenu” ini sering dipahami memiliki kaitan dengan dinasti Kerajaan Kutai. Masyarakat tradisional pendukung cerita rakyat memiliki sifat kebersamaan yang lebih besar daripada sifat perseorangan. Cerita rakyat adalah salah satu sumber budaya bangsa. Untuk mengumpulkan dan mencatat cerita rakyat khususnya yang berbentuk sejarah kebudayaan daerah pada masa lampau adalah suatu hal yang sangat berarti mengingat peranannya yang sangat penting untuk membina kehidupan sosial budaya masyarakat pendukungnya karena di dalam cerita rakyat itu terdapat nilai-nilai sejarah dan sosial budaya yang selalu menjadi pedoman hidup masyarakat Kutai. Tema dalam cerita rakyat “Putri Karang Melenu” (Puteri Junjung Buyah) adalah cerita seorang tokoh wanita keturunan dari Dewa yang berasal dari Kayangan. Cerita “Putri Karang Melenu” (Puteri Junjung Buyah) ada kemiripan dengan rakyat cerita Putri Junjung Buih dari daerah Banjar, Kalimantan Selatan sehingga masyarakat Kutai memberikan julukan Putri Karang Melenu dengan sebutan Putri Junjung Buyah. Berikut ini sinopsis cerita rakyat “Putri Karang Melenu”.

“Putri Karang Melenu” Hulu Dusun dan Babu Jaruma hampir berputus harapan. Keinginan untuk mendapatkan anak dari perkawinannya selalu hanya dalam penantian. Penantian yang sangat panjang. Penantian yang melelahkan. Hampir-hampir memutuskan harapannya. Doa sudah dilantunkan dengan khusuk dan tekun. Berbagai sarat menurut adat sudah dilakukan. Namun, suami istri yang menggantungkan hidup dari berladang itu belum diberi anak. Istrinya, Babu Jaruma, tiada mampu mengandung. Sementara, tahun sudah berganti berpuluh-puluh kali dari hitungan perkawinan keduanya. Kehidupan suami-istri itu sangat harmonis meskipun tidak dikaruniai seorang anak. Pagi berladang, sore pulang ke rumah. Malam bercengkerama sebentar sebelum tidur. Sesekali beberapa tetangga sebaya datang ke rumahnya. Mereka bercengkerama hingga tengah malam. Dan Bangun setelah fajar tiba dan agar jago berkokok menyambut matahari muncul di arah timur. Tetapi, seperti sudah menjadi kehendak Tuhan, suatu hari terjadi keajaiban. Bumi tiba-tiba menjadi gulita. Gelap dengan awan hitam. Menakutkan. Orang kampung mengira langit akan runtuh. Angin kencang dan guntur tiada henti. Dunia seolah akan binasa. Semua orang tercekam ketakutan. Tujuh hari tujuh malam semua penduduk ketakutan. Bumi seolah hendak terbelah. Langit terasa akan runtuh. Sungguh menakutkan. Penduduk tidak berani keluar rumah. Tidak

Page 45: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

pergi ke kebun. Tidak mengerjakan apapun juga. Mereka hanya berdoa memohon perlindungan kepada Tuhan. Mereka berharap keadaan segera tenang kembali. Banyak penduduk yang terpaksa menanggung lapar. Bahan makanan sudah habis. Hendak pergi ke huma sangat ketakutan. Mencari kayu bakar pun tiada berani. Persediaan makan keluarga Petinggi Dusun juga habis. Tinggal sedikit beras. Itupun sudah bercampur debu. Karena terdorong rasa lapar, Babu Jaruma pergi ke dapur. Maksud hati hendak menanak nasi. Tapi, tiada kayu bakar sepotong pun. Ia memanggil suaminya untuk mencari kayu bakar. Tanpa berpikir panjang Petinggi Dusun mengambil parangnya. Akan keluar rumah mencari kayu bakar, pastilah takut. Maka, dipotongnya kayu kasau rumahnya. Dibelah dan dijadikan kayu bakar. Untung tiada dapat dikira. Nasib kadang mengejutkan yang mengalaminya. Dalam satu belahan kayu kasau itu, terdapat seekor ular kecil. Petinggi Dusun diam sejenak. Dilihatnya anak ular itu. Tapi, aneh. Ular kecil itu mengangkat kepalanya. Memandang Petinggi Dusun. Wajahnya tampak mengiba. Meminta belas kasihan. Petinggi Dusun itu mengerti maksud si ular kecil. Diambilnya ular itu dengan penuh belas kasihan. Ular kecil itu diperlakukannya dengan baik. Dipanggilnya Babu Jaruma. Ketika datang dan melihat si ular, Babu Jaruma menaruh rasa iba yang sangat dalam. Ia meminta kepada suaminya agar ular itu dipelihara. Lalu, diangkatnya ular itu. Ditaruhnya dalam kotak wadah sirihnya. Diberinya makan dan minum. Ular itu semakin besar. Tempat sirih tidak mampu menampung tubuh si ular. Petinggi merasa iba. Khawatir si ular tiada merasa nyaman dalam istirahatnya. Maka, dibuatnya tempat yang agak besar. Segeralah kandang dibuatnya. Petinggi meminta bantuan beberapa orang untuk menyiapkan kandang itu. Dalam beberapa hari, si ular sudah dipindahkan ke dalam kandang yang sangat besar. Petinggi merasa lega. Senang telah dapat menyediakan rumah yang nyaman bagi ular yang dianggapnya sebagai anaknya itu. Namun, setiap pagi terheran-heran. Setiap bangun tidur, Petinggi selalu ingin melihat si ular. Babu Jaruma pun seperti itu. Ia ingin memperhatikan ularnya. Makanannya semakin banyak. Yang aneh, tubuhnya tumbuh dengan sangat amat cepat. Hanya dalam hitungan bulan berganti beberapa kali, kandang yang besar itu tidak mampu menampung tubuh si ular. Sekarang ular itu telah berubah menjadi naga yang sangat besar. Petinggi mulai merasa risau dan gelisah. Malam itu Petinggi Hulu Dusun bermimpi. Dalam mimpinya dikatakan dengan suara yang pelan dan sangat jelasnya. “Ayah, dan juga ibuku. Aku sudah besar. Tubuhku sangat besar. Aku tahu Petinggi dan Babu Jaruma merasa gelisah. Takut tidak bisa merawatku. Penduduk juga takut kepadaku. Aku mohon kepadamu. Buatkanlah tangga agar aku dapat turun dari kandang. Aku akan pergi.” Suara itu diucapkan oleh seorang wanita yang sangat cantik. Suara itu belum hilang. “Ibuku, kebaikanmu kepadaku tidak sia-sia. Aku berharap Tuhan membalasnya. Sebentar lagi aku tidak akan menggelisahkanmu.” Petinggi terbangun malam itu. Kemudian menceritakan prihal mimpinya semalam kepada istrinya. Babu Jaruma tampak bersuka cita mendengar cerita sang suami tercinta. Keduanya sepakat untuk segera membuat tangga. Dengan harapan si naga raksasa dapat turun dengan mudah. Keduanya tidak tahu apa yang akan diperbuat oleh si naga raksasa itu. Petinggi segera memanggil beberapa orang tetangga. Diambilnya kayu bambu dan rotan sebagai pengikat. Dalam waktu yang tidak lama, tangga sudah jadi dengan menggunakan kayu lampung. Anak tangga terbuat dari bambu. Untuk mengikatnya, gunakan akar lembiding. “Pasti aku dapat turun memakai tangga itu.” Petinggi mendengar suara itu adalah suara si naga. Belum sempat tertidur, ia mendengar suara gaib lagi, seolah dalam mimpi. “Nanti, aku akan menuju tepian. Sekejap saja aku akan membenamkan diriku di air sungai besar itu. Maka, jangan sampai ketinggalan. Ajaklah Babu Jaruma yang telah merawatku sejak kecil ke tepian. Lalu, perhatikan dan amatilah.

Page 46: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Ketika aku tenggelam nantiakan tampak buih yang banyak. Suruhlah Babu Jaruma mengikuti ke mana arah buih itu pergi. Terima kasih atas kebaikannya.” Tangga sudah jadi. Maka, turunlah segera dan berjalanlah sesukamu. Aku dan istriku akan mengikutimu ke mana kau pergi.” Si naga mengangkat kepalanya. Matanya berkedip-kedip. Dengan wajah ceria, si naga turun melewati tangga. Kali ini dapat turun dengan selamat. Ia terus berjalan menuju tepian sungai. Tiada menoleh. Setiba di tepi Mahakam, si naga menceburkan dirinya ke sungai. Ia berenang kian ke mari. Ke hilir, dan ke hulu. Babu Jaruma dan Petinggi termangu di tepi sungai. Kemudian, naik sampan ke tengah sungai. Aneh memang. Kala itu alam seakan berduka. Langit tiba-tiba gelap gulita. Hujan turun dengan dahsyatnya. Angin bertiup kencang tidak tentu arahnya. Semua orang panik. Mencekam dan menakutkan. Air Mahakam berdebur kencang. Petinggi dan istrinya bergegas mengayuh sampan ke tepi. Dengan susah dan payah, keduanya bisa mencapai tepi sungai. Apa yang terjadi. Alam tiba-tiba terang. Angin berhembus lembut. Hujan tiba-tiba berhenti. Dan langit tampat cerah. Bunga yang tumbuh di tepi sungai mekar seketika. Di atas beberapa pohon burung berkicau bersahutan. Angin tampak damai dan bersahabat. Saking terpesonanya, Petinggi dan Babu Jaruma tidak memperhatikan arah naga berenang. Keduanya, termenung. Si naga yang disayanginya telah hilang ditelan derasnya aliran Sungai Mahakam. Keanehan terjadi lagi. Sungai Mahakam dipenuhi dengan buih. Air tidak tampak lagi. Maka, Petinggi dan istrinya segera naik ke atas perahu. Dikayuhnya dengan sepenuh tenaganya. Ia bergegas menuju anak sungai Mahakam. Sungai Sudiwo namanya. Ketika sedang mengayuh perahunya, Petinggi dan istrinya mendengar tangis seorang bayi. Suara tangis itu semakin jelas terdengar. Sungguh memilukan suara itu. Maka, Petinggi mempercepat perahunya menuju ke arah munculnya suara tangis bayi itu. Dalam hatinya, berdebar, “Kejadian apa lagi ini. Ada suara tangis bayi yang baru lahir. Sedang seisi sungai hanya ada buih bergumpal-gumpal.” Istrinya hanya terdiam. Keduanya melihat ke kiri dan ke kanan. Tidak diduga, Petinggi dan istrinya melihat pelangi menghujam ke sebuah buih. Buih itu tampak menggunduk seperti bukit buih di tengah lautan buih. Dilihatnya langit. Tampak awan bergerak menuju ke atas gundukan buih di tengah sungai itu. Seolah sang awan memayungi gundukan bukit buih. Dari tempat itulah suara tangis bayi tadi muncul. Namun, perlahan mulai menghilang hingga tiada terdengar. Dipandangnya tepi sungai dekat gundukan buih itu. Bunga liar tampak subur. Bunganya bermekaran, dengan bau mewangi semerbak. Babu Jaruma tidak lepas memandang gundukan buih. Sebentar kemudian, dia berbisik kepada suaminya, “Kanda, lihat! Gundukan buih itu.” Suaminya memasang mata mengamati gundukan buih dengan seksama. “Istriku, jangan lengah, lihatlah terus.” Dari dalam buih muncullah sebuah kemala yang bercahaya. Indah berkilauan cahayanya. Dengan sigap, Petinggi dan Babu Jaruma mengayuh perahunya. Keduanya mendekati munculnya kumala itu. Setelah dekat tampak dengan jelas. Ternyata, seorang bayi mungil terbaring di atas sebuah gong besar. Gong itu bercahaya keemasan. Petinggi berbisik kepada istrinya, “Lihat, ada bayi mungil di atas gong. Tenang dulu. Apa yang akan terjadi?” Istrinya mengangguk sambil tetap memandang bayi di atas gong emas itu. Pelan-pelan. Perlahan-lahan, gong meninggi sedikit demi sedikit. Tampaklah seekor naga raksasa menyangga gong besar tadi. Sekarang tampak jelas karena telah berada di atas tumpukan buih. Petinggi tetap diam dan waspada. Aneh memang, naga itu duduk kokoh di atas seekor sapi besar. Sapi keemasan warnanya. Kakinya bertaji dan berbelalai. Ia bukan sapi biasa. Punggungnya memiliki sayap indah keemasan. Ia bertaji seperti burung garuda. Bertaring laksana singa. Berekor laksana seekor naga raksasa.

Page 47: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Bahkan, seluruh tubuhnya berhiaskan sisik keemasan. Sungguh kokoh dan tegap rupanya. Lembu atau sapi ajaib itu dikenal dengan nama lembuswana. Petinggi semakin mendekat. Dalam hati Petinggi berkata, “Apakah bayi itu untuk kita?. Betapa bahagianya istrinya. Mungkin sekali bayi itu sebagai ganti naga yang telah dipeliharanya sejak dulu. Babu Jaruma mengajak suaminya semakin mendekat ke arah gong besar itu. Sudah kehendak alam. Perlahan dan pelan, lembuswana membenamkan diri ke dalam buih sungai. Setelah tiada tampak, sang naga pun tenggelam. Kesempatan itu sangat mengkhawatirkan. Petinggi tidak mau kehilangan bayi mungil itu. Ketika gong dan bayi itu terapung, disambarnya. Dimasukkannya ke dalam perahu. Dengan sekuat tenaga perahu dikayuhnya menepi. Dalam perahu, keduanya tiada lepas memandang sang bayi. Dilihatnya bayi ajaib itu memegang emas dan telur. Namun, telur itu pecah sebelum perahu sampai ke tepian. Telur itu pecah dan muncul anak ayam betina. Petinggi Dusun dan istrinya semakin mempercepat langkahnya. Ia ingin segera tiba di rumah. Hatinya berbahagia karena mendapatkan seorang bayi perempuan yang mungil. Bayi gaib di tengah sungai yang berbuih. Bayi itu sebagai ganti anaknya, si naga, yang dulu pernah dibelainya. Setibanya di rumah, dimandikan bayi mungil itu. Diselimuti dengan kain yang terbaik. Dibaringkan di atas lamin yang bagus. Satu demi satu tetangga di kampung itu berdatangan. Mereka gembira melihat Petinggi Dusun telah mendapatkan seorang bayi. Betapa gembirannya kedua suami istri ini mendapatkan seorang bayi perempuan sangat cantik. Mereka membawa bayi itu pulang ke rumah dan memberikan asi untuk disusui. Setelah tiga hari rumah Petinggi sangat ramai. Hari itu akan dilakukan upacara putus tali pusat. Juga pemberian nama. Banyak tetangga berdatangan. Banyak makanan. Ternak banyak disembelih. Hiburan diadakan. Mereka bersuka ria. Pada pagi itu, Petinggi Dusun menyampaikan sambutan kepada seluruh warga. “Semua yang turut hadir di rumahku. Ketahuilah! Beberapa hari yang lalu, istriku menerima suara gaib melalui mimpinya. Aku dipesankan untuk menamai anakku ini. Maka, sekarang aku beri nama anakku Putri Karang Melenu. Anakku juga dapat dipanggil Putri Junjung Buyah”. Semua yang datang gembira melihat Putri Karang Melenu yang elok parasnya. Kehadirannya sangat ajaib. Sama seperti kehadiran anak yang sekarang diasuh oleh Petinggi Jaitan Layar. Bedanya ia adalah anak laki-laki. Sementara itu, Petinggi Hulu Dusun mendapatkan anak perempuan. Pesta tetap berlasung ramai. Hingga usai semua orang pulang ke rumah masing-masing. 3. Nilai Budaya Cerita Rakyat “Putri Karang Melenu” Cerita rakyat ”Puteri Karang Melenu” (Puteri Junjung Buyah) adalah kenyataan kehidupan sosial yang menurut kepercayaan masyarakat Kabupaten Kutai, cerita ini benar-benar terjadi di lingkungannya Kerajaan Kutai pada masa lampau, dan sekarang masih diyakini keberadaannya. Berbagai tradisi adat tersebut sebetulnya mengait dalam suatu fungsi, yakni kepercayaan rakyat. Kepercayaan rakyat merupakan tradisi yang oleh orang berpendidikan Barat dianggap sederhana, tidak berdasarkan logika sehingga secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan (Danandjaya, 1984:153). Kepercayaan ini dianggap benar-benar ada dan bukan tahayul, karena terdapat bukti-bukti nyata tentang keberadaannya. Bukti-bukti tentang keberadaan Puteri Karang Melenu (Puteri Junjung Buyah) berupa peninggalan-peninggalan sejarah yang masih tersimpan di museum Mulawarman Kabupaten Kutai Kartanegara.

Page 48: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Nilai budaya yang terkandung dalam cerita rakyat “Puteri Karang Melenu” yang terkenal dengan nama Puteri Junjung Buyah dari Kutai ini memiliki fungsi sosial budaya yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Akan tetapi, gejala sosial budaya yang berpengaruh di masyarakat pada masa itu lebih percaya pada hal-hal gaib dan tenaga gaib yang sudah menyatu dalam kehidupan dan kepercayaan mereka. Di samping itu, mereka masih tetap memegang erat tradisi kebudayaan. Di sisi lain, dalam masyarakat modern ini, pandangan-pandangan tersebut disebabkan oleh cara berpikir yang salah, koinsidensi, dan predileksi (kegemaran) saja. Cerita rakyat “Puteri Karang Melenu” dianggap hanya sebagai mitos rakyat yang keberadaannya tidak perlu dipertentangkan, bahkan perlu dilestarikan dan dikembangkan sebagai kebudayaan daerah. 3. PENUTUP Cerita rakyat “Puteri Karang Melenu” (Puteri Junjung Buyah) lahir dari mitos rakyat daerah Kabupaten Kutai. Cerita ini merupakan potret kehidupan masyarakat pada zaman dahulu dan masa kini. Kepercayaan adat yang kental masih berfungsi dan menghiasi kehidupan masyarakat Kutai. Banyak peninggalan-peninggalan bersejarah yang telah berakar di Bumi Kutai. Saat ini, warisan leluhur yang tidak pernah dilupakan oleh masyarakat Kutai dan berfungsi sepanjang zaman adalah upacara Erau, yakni upacara tahunan untuk merayakan hari kesucian dan kejayaan Kabupaten Kutai. Benda-benda kerajaan yang masih melekat dengan keberadaan Puteri Karang Melenu berupa arca lembuswuana tersimpan di museum Mularwarman Tenggarong, Kutai Kartanegara. Cerita rakyat ”Putri Karang Melenu” (Puteri Junjung Buyah) bagi masyarakat Kutai dan daerah lainnya bukan sekadar dinikmati dan dipertunjukkan saja. Akan tetapi, cerita rakyat ini merupakan aset budaya lokal yang dimiliki oleh komunitas sub-subetnik Melayu sebagai salah satu produk folklor yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal dan nilai-nilai spiritual yang perlu dilestarikan dan direvitalisasi. DAFTAR PUSTAKA Bascom,William R. 1965. “ The Forms of Folklore : Prose Narrative “, Journal of

American Folklore, vol. 78. Pages 3-20 dalam Soedarsono. (ed). 1986. Kesenian, Bahasa Folklor Jawa. Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara. Dekdikbud.

Danandjaja, James. 1984. Folklore Indonesia. Ilmu gosip, Dongeng, dan lain-lain.

Jakarta : Grafiti Press. Pudentia MPSS. 2008. Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi

Lisan (ATL).

Page 49: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

RADIN JAMBAT HANGKIRAT

Oleh Roveneldo, M.Pd.

Kantor Bahasa Provinsi Lampung [email protected] telepon: 085279487555

Assalamualaikum diwa-diwaku para diwa jama diwa di awan,

Diwa Sebiji Nyata jama diwa di kayangan nyak haga nyusun kata sejarah kediwaan Radin Jambat kuasa rik jama puningkawan

Negeriy Tanjung sai subur dialiriy wai sai irang. Wai ibarat uyat nadi jemou Tanjung Jambi. Jemou tiyuh sai wadeh ngehormati jemou sai megu jak luwah atau temoui, mak jarang amen kak meney tepik pok tiyan di anggep gegoh sekelik. Ratu Tanjung Jambi rajo negeiy adalah Putra Dewou Sebiji. Begelar Dewou Sebiji Nyatou dan sangon empu saktiy bijak bestari netep dan betapou Arob Reban, pok rajou-rajou, anak-anak rajo, jemou-jemou sakti, jak segalo negeriy berguru lemuw sakti.

Putra sai tohou rajou, umpu (eppuw) Dewou Sebiji Nyatou adalah anak modou namou nou Radin Jambat anak modou gagah perkasou wawai budipekerti dan kak gadu beguruw, mengewasoi tarekat sappai tingkat sewou, Radin Jambat ngemek wou adik sai namou nou Puningkawan Juk Muli dan Puningkawan Mak Waya. Wou adik Radin Jambat enou sangon sakti dan menguasai tarekat ke tujuw.

Alkisah wettuw debingei bulan purnamou dan di musem kemarau tiyan tegou Radin Jambat, Puningkawan Mak Waya di sebelah kanan dan Puningkawan Juk Muli di sebelah kiriy tiyan tegou betapou dingak bukit sai gecak di sebelah barat negeriy Tanjung Jambi. Sappai pituw bingiy pituw hari meguwlah eppuw tuyut. Ngenah Puningkawan Juk Muli miwang betanyou Diwou Sebiji Nyatou. “eppuwkuw ulah nyou niku miwang, dang kak mudah lunik hati, mak wawai rangga amen ragah miwang”.

Ngedengiy barou empuw nou Puningkawan Juk Muli miwang pun begadu. “ikam tegou betapou ulah agou kiluy petunjuk, sebab selamou pituw bulan kiyai Radin Jambat ngipiy tembuk muliy sikep jak kayangan, Radin Jambat agou ngelamar muliy impiannou. Dewou Sebija Nyatou Nyengeh dan Ngomong “besabar amen agou ngelakuken pekerken wawai-wawai dang sappai naan jadiy seselan”. “Ikam kak bepiil agou ngonot jodoh muliy nipiy untuk kiya”, tembal Puningkawan Juk Muliy. Radin Jambat jak jenou meneng dan nutuk cawou jamou eppuw “ Ijinken nyak (Radin Jambat) nyeretou eppuw, nyak agou kiluy petunjuk” nyak ngemek muliy namou nou Putri Junjungan Atas, bidadari jak sergou buwok

Page 50: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

ikel mengkilat. You kak ngemek tunangan walu belas rajo dan pengiran jak negeriy seberang lautan” .

Kak gadu ngedengiy ceretou, Dewou Sebiji Nyatou ngejawab “ dengiyken eppuwku, dang akuk muliy enou celakou muliy enou sombong mak pantes ngedampingey muw. “Mesou jawaban enou Radin Jambat mak ngenahken lunik atey dan ngelanjut ceretou nou “ emppuw ngemek kopok muliy lunik reping dan wadeh, keturunan Batanghari Sembilan ngemek ideng di bengem kanan dan cocok kedey eppuw? “ di tembal Dewou Sebiji Nyatou “ Dang akuk muliy enou muliy sai mak dapok ngerawat direy, celakou ngebiy jamou muliy mak dapok mesou keturunan”.

Radin Jambat ngelanjut lagi “Ngemek kopok eppuw, muliy sikep sai sakti, meliharou putik garuda balak, siapou sai adok nuwou nou dapok ngegasou terlindungei aman”. Ditembal kopok jamou Dewou Sebiji Nyatou “Dang akuk muliy enou sebai enou celakou, sebai ngemek otot balak mak cocok tepik di tiyuh, you cocok tepik di talang. Muliy gegoh enou amen mohou setemennou ateinou nyepen amarah”.

Ngoloh Radin Jambat nyeretouken muliy kebuguhannou ngemek sai muliy sai tembuk delem ngipiykuw, sikep gegoh bidadari”. Radin Jambat! Dang akuk muliy enou ulah muliy celakou cerakah dan keker’. Tembal Dewou Sebiji Nyatou. “Ngemek kopok muliy mak sikep, Putri Melayu anak rajou Angtasan, eppuw Putra Guru, ulun settei di Melayu”. Ditembal kopok jamou Dewou Sebiji Nyatou “ Dang akuk muliy enou ulah buwoknou ibah tabiat ngelawan ragah (suami).

Mak putus asou dan marah Radin Jambat ngomong “ ngemek kopok muliy ngemek makkou dan rajin bekerjou” lokwak gelek ceretou eppuw motong kalimat Radin Jambat “Dang akuk muliy enou ulah muliy enou ayen muliy penurut you buguh ngisung ulun layen. Ahernou Radin Jambat meneng ngebatem-batem mak lagey ngusulken. Lem natei nou eppuw kuw jou mak temen-temen nulung you.

Ngenah Radin Jambat membisu ngomonglah eppuw. “Dang sedeh eppuwkuw jemoh dawah bou pegahu metei tegou luwah jak Tanjung Jambi tutuk arus wai adok muarou, adok ke barat tembo’i muaro wai dah terus keulu, tembo’i muliy. Di nuwou muliy enou ngemek mahligai balak, pok muliy enou di Kota Besi. Kota indah sai nayah batang pinang sederet tembuh di pengger wai. Muliy enou namounou Puteri betik Hati kayo rayou dan pemurah atei. Radin Jambat mak nembal dan meiyaken. Muliy enou muliy celakou kediy ram lokwak tembuk??? “Dang kuatir eppuwkuw muliy enou muliy sai pantes untuk meu, you ngemek tuah, tuahnou gegoh tuahkuw.

Tembal Dewou Sebiji Nyatou. Seneng ateiy Radin Jambat ulah muliy sai di cawouken eppuwnou gegoh muliy sai wat di nipiynou. Tiyan nyiapken pekakas sai agou dibou; si celanou dijuk namo celanou sulang sepan dan kawai dijuk

Page 51: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

namou Kawai Kancing Enem,kawai tahan senjatou . Diluahken senjang di juk namouTanjung Ungu Sutera, selop Buluderu Paku Mas, kopiah sai dijuk namou Bintang Sutera Biru. Selaian perabut mak lopou ngebou senjatou ngejou badan, ngemek keris sattit sai dijuk namou Keris Cenderik Lunik. Keris sattey sai sekedau jak lidah settan, zaman hou amen di culuk ke langek dapok betaburan bettang di awan.

Sarung keris enou dijuk namou srung parasman, ngemek rajah. Dibou moneh badik sai wawai dijuk namou badek tepou bengkuluw, asal jak kahyangan badek sattey dapok ngecurkrn batuw keras sebalak kibau cuman sekaley tujah. Ngemek pedang sattey sekali rarap pak batang kelapou pegat sekaligus. Dilem pedang enou ngemek kekuatan enem badak dan wou gajah balak. Amen ditujah dilem lawet dapok punyuw sejaouh hasta gelek matei ngapung. Puningkawan Mak Maya moneh ngemekken tekat Radin Jambat Radin Jambat sai dijuk namou Semambu Ulung Betung. Hou ulun sai sakek tengah amen ditenggul segalou penyakek gelek melap. Pegahuw sattey ayen diguwai jak kayuw duguwai jan ten sai kak gaduw di jeppey, termasuk pengayoh, jamou tembou. Segalou pekakas kak lengkap cawoula h Radin Jambat “amen segalou perlengkapan selesai kak dapok jemoh tepuy ram lappah.

Jemoh selokkwak lappah, tiyan tegou adok kermat poyang sai wat parok

pok nuwou, tiyan bedoa jamou Tuhan Yang Maha Esa di elem atei ngebacou surat AL-Ihklas. Puningkawan Juk Muli kak gadu Tarikat Sayidina Ali, selamou enem hariy pituw bingiy. Pelapah ejou meney dan jawoh wattuw sai meney dan liwat lawet lepas kuruk kopok kemuarou batang arei. Sesuai ngipiy arahan Radin Jambat dan petunjuk Dewou Sebiji Nyata. Pegahuw lunik enou kuruk kemuarou batang arey dan Puningkawan Mak Waya ngiyawken “Kiyai gegoh nou ngemek tiyuh di depan deniy.

Waway nou ram belabuh. Tegoh ditiyuh pengger wai sai wawai bebaris batang pinang jamou kelapou ngemek moneh garduw sai dijagou nayah pengawal. Kepegu’an pegahuw ikam dinah jamou Puteri Betik Hati lajuw dikisung sai namounou Lambang ulah agou nyematok empunya pegahuw sai appai belabuh, sai kak gadu ngebou (pekakas mengan nyirih) dikisung Puteri Betik Hati sai ngebou namounou Lambang.

Sai sangon adat istiadat jak hou amen tuan rumah menyambut temoy, mak lopou ngebou pekakas pakai nyirih. Tanggoh ejou dijuk jamou temoy, nyereh adalah betandou sai kedau nuwou neremou temoy sai terbuka. Kak tegoh tiyan di tengah jemou ramik Lambang cawou jamou rombongan Radin Jambat “amen metiy agou puteri kiluy metey senggah di nuwounou’. Puningkawan Juk Muli ngucapken teremoukaseh dan cawou ikam nyapenken pekakas ikam pai.

Page 52: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Makmeney Puningkawan Juk Muli cakak nuwou puteri. Tegoh delem ateynozu cawou matey kak wawai negeriy ejou batang lurus pinang dan kelapou, jamou gardu dan tengah lebuh. Nyou makket ngiyokken pulau sewawai ejou. Nayah muliy menganai bekerjoudi talang dan nyappah, betani dan ngonot punyuw.

Kak puas ngenah molohlah Puningkawan Juk Muli ngadep Radin Jambat dn cawou Kiyai matey kak wawai tiyuh negeriy ejou gegoh delem nipiy kiyai, Puteri Betik hati wadeh dan sekam kak di tengguwnou didoh nuwou. Ngedengey cawou adek nou Radin Jambat lajuy makai perabut sai wawai dan dilengkapi senjatou (nyelok senjatou).

Puningkawan Juk Muli lajuw ngomong jamou Puningkawan Mak Waya. “Siapkan sai agou ram bou ten, mas, dan segalou pekakas pakai ngelamar kepeguan ram kak tepat pok tujuan’. Radin Jambat lappah segalou matou jemou tiyuh ngenah tiyan segalou ngomong delem atei Lailahhaillah matei kak wawai ragah iney. Wou pengawal Radin Jambat ngejukken pekakas. Puteri Betik Hati neremou segalou pekakas sai dibou.

Abdi Puteri Betik Hati neremou seneng atey segalou jemou tiyuh muliy menganai dan bebay hiran ulah appai ejou ulun ngelamar ngebou sesam pas tiyan ngebuka ternyatou siy segalou ngemek ten permatou. Nayah bebay tekanjat. Tebou-tebou meguw ragah, namounou Sidang Bulawan Bumi, marah balak you cawo. Metei mak pandai kedei sappou nyak nyou maksud meteiy adok jou metei jou sanak-sanak nyaklah sai tunanngan puteri.

Amen metei mak sanggup matei tandak jakjou. Tembal settai Puningkawan Juk Muli “Mapas matei kak wawai tebiat muw paman, nyou amen mejeng pai ram bebalah wawai-wawai, sekam mak liyem kedey nayah muliy makkou gonou kegagahan ram jou mahluk Tohan”. Sidang Bulawan Bumi tambah marah “ “dang nayah cawo, naan nikuw ku patteiy. Ditembal Puningkawan Mak Waya “ikam meguw ayen agou perang cuman ngonot jamou amen metei netang perang ikam mak mendur setapak pun”.

Meguw kopok Radin Si Umang-Umang sai moneh agou meminang Puteri

Betik Hati. Ragah pelikar pecat silat neken tengah berucap “ Jak kedou meteiy appai ku nah tandah tiyan jak jou Lambang naan kuguwai ujan rah gawoh. Puningkawan Juk Muli mohou balak “tuan mateykak ngerey, appai tegoh lajuw marah, lowak tembuk sai sebener benernou, amen ilmu dang jadiy kesombongan enou gawoh lagiy beguruw lowak digonouken.

Ngedengei bunyi guluw-guluw kilak luwah jak jawoh ragah namou nou Radin Sinang. You lappah iring-iringan enem gibu wou pulu tujuw perajurit besejatou “ Jak kedou metei sappai tegoh di negerey ejou, nyou tujuan metei adok jou kerek Radin Sinang. Ditembal Puningkawan Juk Muli “ikam meguw sengajou

Page 53: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

jamou junjungan ikam Radin Jambat. Radin Sinang tekanjat, Radin Jambat Hangkirat, Hangkirat kak dapok tecapai puncak muak menang amen ngelawan, sewawai nou mendur gawoh.

Segalou tiyan menetepken janjiy perang selamou tegou bulan di Lawok Tungku Telu. Radin Jambat hening ngenah langek mekerken agou perang. Radin Jambat nyuak adeknou “Puningkawan Ma Waya adok jou, perjalanan ram jou lowak beraher tunang-tunang puteri ayen jemou biasou tiyan jemou saktey ram malang mak dapok ditulak tung mak dapok di akuk ejou lah nasib ram”.

Radin Jambat ngisung adeknou “adek metey wou lapah adok Arob Reban, ceretouken jamou emppuw tuyut Dewou Sebiji Nyatou segalou sai ram alami ram naan tembuk di nuwou di Tanjung Jambi. Hariy begattiy hari bulan begetei bulan sappai tegoh wettew, janjey perangdi LawokTungku Telu. Ditengah hariy Radin Jambat, Puningkawan Juk Muli dan Puningkawan Mak Waya tegoh di ney Sindang Bulawan Bumi megou kak debiy mak meney jak san Radin Sinang meguw jamou bala tentaranou. Terjadiylah petepuran sai ngeguwai bumiy kecang, cahayou matouhariy manem, puser angen kuat ulah tiyan lagou.

Kemenangan bepihak di Radin Jambat, Puningkawan Juk Muli dan Puningkawan Mak Waya. Kak gadu perang Radin Jambat tiyan besedarou ngepekken lawet tungku telu moloh kopok nembuk Puteri betik hati di nuwou gecak. Sang puteri menjak jak pedem. Puningkwan Juk muli nyepaiken agou tiyan agou ngelamar sang puteri. Puteri Betik Hati dan endai Puteri Betik Hati neremou lamaran Radin Jambat. Segalou jemou tiyuh pemuka delem upacara agung pelepasan Radin Jambat dan Puteri betik Hati agou adok Tanjung Jambi, pok tiyan nikah. Nayah cobaan sai dihadepi rombongan Radin Jambat amun segalou cobaan dan rintangan pelapahan ngebuahken hasel selamat seppai tujuan.

Radin Jambat ngelanjutkken pelapahan tiyan. Di negereiy Tanjung Jambi, Ratu Tanjung Jambi besamou wargou nyambut Radin Jambat dan sang calon anak metuw riyak riyuh penuh segalou sokou. Pesta balak kak gadu siap dirayouken, Ratu Tebat Kuning pihak sabai meguw pituw pegahuw ngebou sesan. Rakyat negerei kepul, muliy menganai ngebou sesan jak sabai bepecak silat, nigel dan nariy. Muliy menganay seneng atey hormat dan bangga. Kak perou bulan dilewatiy di tengah debingey Puteri Betik Hati miyah jak ngipiy, delem ngipiy nou you ngenah matouhariy dan bulan gugur kuruk wou punguw nou.

Puteri Betik Hati lasah laseh dan betanyou jamou alim ulama. “mahap eppuw di debingey malem jumaat berbiy nyak ngipiy, bulandan matouhariy torun kuruk delem wou punguw kuw nyou petandou enou eppuwkuw. Sang eppuw nembal “Puteri Betik Hati, dang di ceretouken ejou jamou ulunulah ngipiy enou ngejuk pandai nikuw agou ngemek sanak upiy kembar.

Amen Laher juk geluw namou sai tohuw Radin Kumala Hiri sai nomor duwou Radin Munala Bulan. Tanggal epak belas liwat nengah bingey laherlah

Page 54: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

wou sanak upiy ragah segalou. Wou anak peter sikep soleh taat sembahyang dan hormat jamo ulun toho. Kak meney wakttew bejalan wou sanak kembar kak tambah balak sai tohou Radin Kumala Hiri netep pok tiyuh enday nou di Kota Besey nembuk nyaik ulah ngenah pusakou warisan ayah nou “Tanjung Landan” sai dipakai ayah nou ngetakken salah. RadinMunala Bulan nerusken kepemimpinan ayahnou di Tanjung Jambi.

Page 55: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

RADIN JAMBAT HANGKIRAT Oleh

Roveneldo, M.Pd. Kantor Bahasa Provinsi Lampung

[email protected] telepon: 085279487555

Assalamualaikum diwa-diwaku para diwa jama diwa di awan,

Diwa Sebiji Nyata jama diwa di kayangan nyak haga nyusun kata sejarah kediwaan Radin Jambat kuasa rik jama puningkawan

Negri Tanjung Jambi yang subur dialiri sungai yang jernih. Sungai ibarat urat nadi

penduduk Tanjung Jambi. Sungai ini membelah negri mengalir dari hulu di lereng

Gunung dan zermuara ke lautan. Penduduk kampung ramah dan amat

menghormati para pendatang, pendatang adalah tamu, bila menetap menjadi

saudara. Ratu Tanjung Jambi raja negri ini adalah putra Diwa Sebiji. Bergelar

Diwa Sebiji Nyata adalah seorang empu sakti bijak bestari menetap di Pertapaan

Arob Reban, tempat raja-raja, putra-putra raja dan pendekar-pendekar dari

berbagai negri berguru Ilmu kesaktian, Tarekat dan Kenegaraan.

Putra tertua Raja, umpu (cucu) Diwa Sebiji Nyata seorang pemuda

bernama Radin Jambat, Sosoknya gagah tampan berwibawa namun bijak, seorang

pemuda yang telah menuntaskan perguruannya, menguasai tarekat hingga tingkat

sembilan, seorang maestro sufi namun layaknya seorang pemuda yang masih

tertarik berpetualang.

Radin Jambat Hangkirat diwa jak padang mak asa, seorang yang telah

mencapai puncak pemahamannya tak lagi dapat digambarkan dengan kata.

Adiknya Puningkawan Juk Muli yang tampan gemar bersolek seperti gadis dan

Puningkawan Mak Waya penampilannya tampak lemah kurang semangat namun

sakti, mereka berdua menguasai tarikat tingkat ketujuh. Pada tingkat ini kesaktian

tak lagi membaca mantra, ketika ia berkehendak maka terjadilah.

Tiga manusia sakti ini senantiasa memuja Tuhan, memohon dan

menyerahkan hidupnya pada Yang Maha Esa, bertanya perihal dunia pada bakas

kakeknya Diwa Sebiji Nyata. Alkisah Di suatu malam ketika bulan purnama

bersinar terang di musim kemarau yang panas tiga bersaudara, Radin Jambat sang

Page 56: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

pemimpin, Puningkawan Mak Waya di sebelah kanan dan Puningkawan Juk Muli

di sebelah kiri. Mereka bertiga bersemedi di puncak bukit tertinggi di sisi barat

negri Tanjung Jambi.

Setelah tujuh hari tujuh malam bersemedi, pada siang hari yang amat terik

datanglah sang kakek. Melihat Puningkawan Juk Muli menangis bertanya Diwa

Sebiji Nyata. “umpuku kenapa kau menangis, janganlah mudah berkecil hati, tak

pantas seorang lelaki menangis”. Mendengar suara kakeknya Puningkawan Juk

Muli menghentikan isaknya berkipas seakan kepanasan lalu menjawab “kami

bertiga bersemedi untuk minta petunjuk, sebab selama tujuh bulan ini kakanda

Radin Jambat selalu bermimpi bertemu gadis cantik dari kahyangan, Radin

Jambat ingin meminang gadis impiannya”.

Tersenyum bijak Diwa Sebiji Nyata berkata “bersabarlah jika

berkehendak, pikirkan baik-baik jangan nanti menjadi sesalan”. “Tekad kami

sudah bulat kek, ijinkan kami mencari jodoh gadis impian untuk kakanda”, jawab

Puning kawan Juk Muli. Radin Jambat yang sedari tadi hanya diam ikut berkata

pada bakasnya ”Ijinkan saya bercerita Bakas, saya ingin minta petunjuk Bakas”,

terjadilah dialog antara kakek dan cucu “Saya punya gadis pujaan, Puteri

Junjungan Atas namanya, seorang ratu, bidadari dari surga berambut ikal

mengkilat. Namun ia telah memiliki tunangan sebanyak delapan belas raja dan

pangeran dari negeri seberang lautan”.

Mendengar ini setelah merenung sejenak, Diwa Sebiji Nyata menjawab

“dengarkan endapatku, jangan ambil gadis itu sebab celaka, gadis itu sombong

tak pantas untukmu ”. Mendapat jawaban ini Radin Jambat tidak menampakkan

kecewa dan melanjutkan ucapannya “Bakas, ada lagi gadis kecil ramping dan

ramah, tubuhnya gemulai nan lincah, keturunan Batanghari Sembilan ada tahi

lalat di pipi kanan dan kiri cocokkah ini untuk ku kakek ?” Dijawab Diwa Sebiji

Nyata “Jangan ambil gadis itu, gadis yang tidak bisa merawat diri, celaka menikah

dengannya bakal tidak dapat keturunan”. Radin Jambat melanjutkan lagi “Adalagi

Bakas, gadis cantik yang sakti, memelihara burung garuda besar, siapa yang

berkunjung ke rumahnya akan merasa betah dan nyaman terlindungi”.

Page 57: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Dijawab lagi oleh Diwa Sebiji Nyata “jangan ambil gadis itu,

perempuan itu celaka, perempuan berotot besar tidak cocok tinggal di kampung,

ia hanya cocok tinggal di ladang. Gadis seperti ini ketika nampak tertawa

sesungguhnya hatinya menyimpan amarah”. Kembali Radin Jambat menceritakan

gadis pujaannya yang lain, “ada satu gadis lagi yang muncul dalam mimpiku,

cantik bak bidadari”. “Radin Jambat ! Jangan ambil gadis itu sebab gadis celaka

kikir dan serakah” jawab Diwa Sebiji Nyata. “Ada lagi seorang gadis, tidak terlalu

cantik, putri melayu anak raja Angtasan, cucu Putera Guru, orang sakti di

Melayu” . Dijawab lagi oleh Diwa Sebiji Nyata “Jangan ambil gadis itu sebab

rambutnya pendek dan sifatnya melawan suami”.

Tanpa putus asa dan amarah kembali Radin Jambat berkata, “ada lagi

gadis cukup berada dan rajin bekerja”. Namun belum apa-apa sang kakek

langsung memotong ucapan Radin Jambat “Jangan diambil gadis ini sebab gadis

itu bukan gadis penurut ia gemar memerintahkan orang lain. Akhirnya Radin

Jambat diam membisu tidak lagi mengusulkan siapa-siapa hatinya berkata

kakeknyanya ini tidak sungguh-sungguh ingin membantunya. Melihat Radin

Jambat membisu berkatalah sang kakek. “Jangan bersedih umpuku besok siang

berperahulah kalian bertiga keluar dari Tanjung Jambi ikuti arus sungai menuju

muara, berlayarlah ke Barat temui muara sungai dan teruslah kehulu, temuilah

seorang gadis.

Di rumah gadis itu ada mahligai besar, tempat gadis itu di Kota

Besi. Kota indah yang banyak pohon pinang berjajar tumbuh di tepi sungai. Gadis

itu bernama Puteri Betik Hati kaya raya namun pemurah”. Radin Jambat tidak

langsung mengiyakan apa kata kakeknya namun bertanya. “Apa gadis itu bukan

gadis celaka sebab kita belum pernah bertemu..???” “Jangan khawatir umpuku

gadis ini gadis yang pantas untuk mu, ia bertuah, tuahnya seperti tuahku, kau akan

kuat bersamanya”.

Jawab Diwa Sebiji Nyata. Betapa senangnya hati Radin Jambat sebab

gadis yang disebut kakeknya ini sesungguhya sama seperti gadis yang ada dalam

mimpinya. Segera mereka menyiapkan perlengkapan antara lain, satu celana

diberi nama celana Sulang Sepan dan baju yang diberi nama “Baju Hitam

Page 58: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Kancing Enam”, baju yang tahan senjata tajam. Juga dikeluarkan sebuah sarung

yang diberi nama Tanjung Ungu Sutera, selop Buluderu Paku Mas, kopiah yang

diberi nama Bintang Sutera Biru. Selain perlengkapan pakaian tak lupa juga

berbagai senjata mustika jika nanti ada pertempuran, Sebuah keris sakti yang

dikenal dengan nama Keris Cenderik Lunik.

Keris sakti yang berasal dari lidah setan, konon jika di pancangkan ke

langit maka akan bertaburan bintang di awan. Sarung keris itu sendiri diberi nama

Sarung Parasman, terdapat rajah di atasnya. Disiapkan juga sebuah badik yang di

kenal dengan nama Badik Tempa Bengkulu, berasal dari kahyangan badik sakti

ini dapat manghacurkan batu keras dan sebesar kerbau dengan sekali hunjam. Ada

juga sebuah pedang sakti bergelar Pedang Cundung Kebawok, menurut kisah

begitu saktinya pedang ini sekali tebas empat pohon kelapa putus sekaligus. Di

dalam pedang ini terdapat kekuatan enam ekor badak dan dua ekor gajah besar.

Jika ditusukkan ke dalam lautan maka ikan yang berada sejarak beberapa hasta

akan mati mengapung. Puningkawan Mak Maya juga menyiapkan tongkat Radin

Jambat yang bergelar Semambu Ulung Betung.

Konon orang yang sakit pinggang jika disentuh tongkok itu penyakitnya

akan sirna. Perahupun di siapkan, sebuah perahu sakti yang bukan terbuat dari

kayu tetapi dari sebuah intan yang dimanterai, tak lupa dayung, kemudi dan

timba. Setelah tt melanjutkan dengan Tarikat Sayidina Ali, telah dilakukannya

tarikat ini selama enam hari tujuh malam. Perjalan ini akan sangat jauh, waktu

yang lama dan medan amat berat. Pertama-tama mereka mengikuti arus sungai ke

hilir hingga ke muara, setelah menempuh lautan lepas kembali masuk muara

sungai. Lalu menyusuri sungai sesuai arahan mimpi Radin Jambat dan petunjuk

Diwa Sebiji Nyata. Di tengah lautan ombak sangat ganas, berbulan–bulan di

lautan, perahu kecil itu kadang dihempas ke atas karang, kemudi patah tiga.

Disaat yang mencekam tiba-tiba ombak raksasa datang bergulung-gulung

siap menelan perahu dan penumpangnya. Melihat ini Radin Jambat menghibaskan

kedua tangannya ke arah belakang, pedang Cundung Kubawok digunakan, hawa

sakti keluar dan terciptalah angin kencang yang mendorong perahu itu melaju

Page 59: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

kemuka membelah ombak raksasa. Perahu kecil itu lalu masuk kemuara sungai

terus ke hulu dan suatu ketika Puningkawan Mak Waya berseru “kakanda

tampaknya ada perkampungan di depan sana sebaiknya kita berlabuh”.

Merapatlah mereka ke perkampungan tepian sungai yang indah berbaris

pohon pinang dan kelapa dengan daun melambai menari-nari ditiup angin.

Terdapat banyak gardu yang dijaga para pengawal satu persatu. Kedatangan

perahu ini terlihat oleh Puteri Betik Hati lalu diperintahkannya salah satu abdi

bernama Lambang untuk menyapa sang empunya perahu yang baru berlabuh,

“bawakanlah pesanan” (perlengkapan untuk makan sirih/nginang) perintah sang

putri pada Lambang. Salah satu adat istiadat jaman dahulu jika tuan rumah

menyambut tamu, tak lupa membawa perlengkapan untuk nyirih. pesanan ini

diberikan kepada sang tamu, nyirih adalah lambang bahwa tuan rumah menerima

sang tamu dengan terbuka. Setelah tiba dihadapan orang asing itu berkatalah

Lambang pada rombongan Radin Jambat “jika kalian sudi tuan puteri meminta

kalian singgah ke rumahnya”.

Puningkawan Juk Muli mengucapkan terima kasih dan mengatakan

bahwa mereka akan berkemas terlebih dahulu. Menduga tamunya datang dari

tanah Jawa, dengan berlari Lamang melaporkan kepada putri bahwa telah datang

tiga bersaudara dari tanah Jawa. Tak lama diutuslah Puningkawan Juk Muli naik

ke rumah puteri. Tiba di sana hatinya terkesiap betapa cantiknya negeri ini,

berjajar pohon pinang kelapa, dengan gardu dan pelatarannya, belum pernah ia

menginjak pulau secantik ini.

Para mudamudinya giat bekerja di ladang dan kebun, bertani dan mencari

ikan. Setelah puas memandang kembalilah Puningkawan Juk Muli menghadap

Radin Jambat dan berkata “kanda sungguh ini negeri yang amat cantik seperti

dalam mimpi kanda,

Puteri Betik Hati amat ramah beliau menunggu kanda di bawah rumah

panggung”. Mendengar ucapan adiknya Radin Jambat segera berkemas

mengenakan pakaian kebesaran dan perlengkapan senjata di pinggang.

Puningkawan Juk Muli lalu berkata pada Puningkawan Mak Waya “Siapkan

Page 60: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

persembahan kita, intan dan emas serta semua perlengkapan untuk melamar sebab

kedatangan kita sudah tepat pada tujuan”.

Radin Jambat melangkah gagah semua mata penduduk setempat yang

berkumpul terkesima, berkata dalam hati Lailahhaillallah sungguh gagah dan

tampan lelaki ini. Wajah bersih berwibawa, langkah tegap selempang senjata, tak

bosan mata memandang. Kedua pengawal Radin Jambat menyerahkan barang

persembahan. Puteri Betik Hati terkesima dan menerima persembahan tersebut.

Abdi Puteri Betik Hati menerima dengan tersenyum sementara para ibu-

ibu dan gadis-gadis lainnya terheran-heran sebab baru kali ini orang melamar

dengan membawa persembahan sam-sam (ikan sungai yang diasinkan dalam

wadah guci) namun betapa terkejutnya mereka ketika wadah sam-sam itu dibuka

ternyata isinya penuh dengan intan permata.

Beberapa ibu-ibu yang semula menghina mundur tak dapat berucap,

bahkan kejadian

ini terbawa mimpi dalam tidur di malam harinya. Ketika hadirin semua duduk,

tiba-tiba datang seorang berwajah seram menakutkan, Sidang Bulawan Bumi,

tanpa basa-basi melangkah ke tengah lingkaran dengan marah serta congkak ia

berkata “Kalian tak kenal aku apa maksud kalian kemari, kalian ini masih anak-

anak, Aku tunangan puteri, jika kalian tak sanggup mati segera enyah dari tempat

ini” mendengar itu dengan tenang Puningkawan Juk Muli berkata “Astaga

alangkah tak baiknya kelakuanmu paman, sebaiknya duduk dahulu kita bicara

baik-baik, tidakkah kau malu di kelilingi para gadis, tidak ada gunanya gagah-

gagahan, kita ini sesama mahluk Tuhan”.

Sidang Bulawan Bumi makin marah ucapanya tak ditanggapi dan berkata

kembali lebih keras “jangan banyak bicara, nanti ku bunuh kau, tak ada Tuhan,

tak ada tempatku menyembah”. Selesai ucapan Sidang Bulawan Bumi, dijawablah

oleh Puningkawan Mak Waya “kami datang bukan untuk berperang tapi mencari

sahabat, jika kamu menantang perang kami tidak akan mundur sejengkalpun”.

Sementara itu di bawah rumah ternyata telah menunggu Radin Si Umang-

Umang salah seorang yang ingin meminang Puteri Betik Hati. Lelaki jagoan dan

sangar ini lekas naik tangga masuk kerumah dengan bertolak pinggang berucap

Page 61: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

“Dari mana kalian bajingan, baru ini kulihat, usir mereka ini Lambang atau kubuat

hujan darah”.

Puningkawan Juk Muli berkelit lidah sambil tertawa “tuan alangkah ganas,

baru sampai langsung marah, kau belum bertemu yang benar-benar tuntas, kalau

sekedar ilmu jangan menjadi kebanggaan, apalagi sedang berguru belumlah dapat

dipergunakan”. Tiba-tiba terdengar suara genderang perang dan bunyi halilintar,

muncul dikejauhan lelaki gagah berjuluk Radin Sinang. Ia berjalan bersama

iringan panjang sebanyak enam ribu dua puluh tujuh prajurit lengkap dengan

senjata perang. “Dari mana asal kalian hingga sok jagoan di negeri ini, apa tujuan

kalian datang kemari ?” teriak Radin Sinang. Dijawab Puningkawan Juk Muli

“kami datang dengan sengaja, junjungan kami ini Radin Jambat”.

Radin Sinang terkejut tak ketulungan, Radin Jambat Hangkirat, Hangkirat

yang telah mencapai puncak takkan menang dilawan, sebaiknya mundur saja tapi

untuk menutupi malu ia langsung menggertak lawan dengan menyebutkan silsilah

keturunannya. Pada zaman dahulu ketika orang hendak berkelahi mereka terlebih

dahulu menyebutkan silsilah keluarganya untuk menakuti lawan dan menghindari

pertempuran jika seandainya musuh masih ada pertalian darah. “kalian sengaja

datang ingin menantang, Radin Jambat Hangkirat pertimbangkan baik-baik karena

aku kasihan, maka aku perintahkan kau mundur senyampang ada kesempatan,

kalau kalian belum tahu inilah nama dan julukanku, Radin Sinang Kajang Selipat

gemegor anggot pati, telah kukelilingi jagad, seluruh dunia telah kujelajahi,

mencari lawan tanding setingkat yang tak lagi menginjak bumi, kini barulah

bertemu alamat tepat, Radin Jambat Hangkirat anak Sang Ratu Jambi” Mendengar

ini bangunlah Puningkawan Mak Waya dengan marah dan suara menggelegar ia

berkata disaksikan khalayak ramai. “Jangan berbohong kau Radin Sinang..! gelar

itu milikku, gelar yang kau sebutkan itu gelarku…!”. Mendengar ini betapa

malunya Radin Sinang. Sementara sejak kedatangan Radin Sinang, Sidang

Bulawan Bumi menyingkir diam-diam, ia jerih melihat Radin Sinang. Tapi Radin

Sinang pantang malu dia lantang menantang. “Telah bertemu pantang mundur, tak

jaya bila tak bertempur” Mereka menetapkan janji berperang tiga bulan kemudian

Page 62: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

di Lawok Tungku Telu (Laut Tiga Perapian) yang ditengahnya ada pancang

(tiang) dasarnya dijaga naga, untuk menentukan siapakah yang akan jaya. Perang

telah ditetapkan, semua undur diri dalam emosi yang berkecamuk. Radin Jambat

termenung memandang kelangit biru.

Dirinya, Sidang Bulawan Bumi, Radin si Umang-umang dan Radin

Sinang, pada hari dan waktu yang sama datang ke negri ini meminang Putri Betik

Hati….. berkembang hinga janji perang di Laut Tiga Perapian tiga bulan

mendatang…... Takdir, nahas, kebetulan atau sengaja.

Siapakah dalangnya…???. Siapakah lagi yang datang bila tiba

waktunya…???. Radin jambat memanggil adiknya “Puningkawan Mak Waya

kemarilah, perjalanan kita kali ini belum berakhir,…tunang-tunang putri ini

bukanlah manusia biasa mereka orang-orang sakti dengan bala tentaranya, namun

malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, mungkin demikianlah takdirku”.

Radin Jambat menurunkan perintah “adinda berdua pergilah ke Arob Reban,

ceritakan pada kakek Diwa Sebiji Nyata semua yang telah terjadi dan akan terjadi

lalu kita bertemu di rumah di Tanjung Jambi”.

Setelah mereka pulang uningkawan Juk Muli resah gelisah tak sabar

menunggu perang, ia bertanya “kiyai (kakak) kau tampak tenang saja apakah

andalanmu” Radin Jambat tak menjawab ia sedang berzikir syirr tanpa suara,

mengucap dalam hati kulehu (Al ikhlas) tiga kali. Kemudian ia menjawab “Tuhan

bersamaku, kalau sekadar ilmu belumlah dapat diandalkan”. Hari berganti hari,

bulan berganti bulan hingga tiba waktu, janji perang di Lawok Tungku Telu. Laut

Tiga Perapian… tiga pulau berdekatan ditengah lautan. Suara benturan gelombang

dari tiga celahnya menderu ditengah hari saat Radin Jambat, Puningkawan Juk

Muli dan Puningkawan Mak Waya tiba disana.

Mereka mendarat di pulau yang terluas, permukaannya pasir gersang

tanpa mahluk hidup, angin kencang menerbangkan debu, tegak berdiri, berzikir

mereka menunggu. Sidang Bulawan Bumi datang menjelang sore, Si wajah seram

menakutkan ini segera ambil posisi lalu tegak berdiri diam siap siaga. Radin

Sinang mendarat bersama bala tentaranya. Saat tiba Radin Sinang segera menagih

Page 63: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

janji “kalau kau lelah menunggu selama ini tidak perlu menunggu’ hari esok kita

berperang sekarang juga” teriaknya.

Mereka segera adu ilmu kesaktian. Radin Sinang meluncurkan jurus

pertamanya, melihat gelagat ini bangunlah Puning Kawan Juk Muli, tubuhnya

berputar ke atas menuju cahaya matahari, bumi bergoyang, alam dunia geger,

cahaya matahari redup tertutup pusaran angin yang keluar akibat putaran

tubuhnya, puncaknya dunia gelap gulita. Radin Sinang mengibaskan kerisnya,

selarik sinar merah keluar dari keris sakti memusnahkan ajian Puningkawan Juk

Muli.. Padang mak asa… dimensi ruang tak terkira, mahluk penghuninya jadi bala

tentara.

Puningkawan Juk Muli terhentak berdiri, menyadari serangannya

dipatahkan lawan, lalu secepat kilat tangannya memukul gong kecil yang

dikeluarkan dari dalam sakunya. Sungguh dahsyat gong kecil itu, mengeluarkan

suara lingking malaikat bak raungan seribu singa, memecahkan gendang telinga,

dada manusia tergetar yang tak kuat muntah darah dan mati, bala tentara radin

sinang porak poranda.

Radin Sinang mundur menyimpan kembali kerisnya dan cepat mengangkat

sebuah bedil, sangkur di ujungnya sepanjang enam jengkal. Bedil ini amat sakti,

konon jika ditembakkan ke sungai mampu mengeringkan sungai enam bulan

lamanya, ditembakkan kelaut akan nyomor (menciptakan pusaran air) enam bulan

lamanya, percikan pelurunya mampu menghancurkan dunia sekitar.

Sidang Bulawan Bumi terjun ke pertempuran, ia melompat terbang diikuti

bala-bala yang keluar dari bumi bagaikan awan ngengat seluas tiga ratus meter

persegi, Puningkawan Mak Waya menyambutnya dengan jurus macan terbang.

Jurus sakti yang dapat mengurung musuhnya dalam gulungan maut, dahsyatnya

jurus ini maka lawan tak dapat berkutik, melompat ke kiri lawan dapat mati,

melompat ke kanan badan terbelah, melompat ke atas pukulan menghunjam,

darah dijantung akan mengering walau badan tak cacat.

Radin Kepitan Cina, Seorang satria dari negeri campa hadir disana, ia

menyerap berita adanya perang tanding adu digdaya, setelah mendaratkan perahu

pasukannya ia menyerbu masuk dalam pertempuran. Segera membuka jurus

Page 64: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

macan campa, duduk bersila angin diatasnya bergerak dahsyat, dilapis ketiga

tampak samar bayangan harimau menggantung, matanya memancarkan racun

bagai kesih (bulu halus) bambu wulung yang memercikkan cahaya menyerbu

lurus ke arah Puningkawan mak Waya.

Celaka…! Ilmunya belum apa-apa, hanya dengan mendorong lurus

telapak tangannya Puningkawan Mak Waya menyerap ribuan kesih beracun itu

dan mengembalikan pada tuannya. Senjata makan tuan, Radin Kepitan Cina

terkapar lemah habis terkuras semua energinya. Sementara pertarungan antara

Puningkawan Juk Muli berhadapan dengan Radin Sinang makin seru, satu

pukulan mendarat di kening Radin Sinang tubuhnya berubah lebam kemerah-

merahan. Dalam keadaan kritis tiba-tiba muncul istrinya, Puteri Mas Kumala

berteriak menghentikan pertarungan. Puteri Mas Kumala telah lama mencari

suaminya ini yang menghilang selama 4 bulan, tahunya melamar gadis. Untung

saja belum mati Radin Sinang dibawa istrinya pergi. Melihat kesempatan untuk

meloloskan diri Radin Kepitan Cina melompat ke perahunya segera meningalkan

arena.

Melihat Radin Sinang roboh, Sidang Bulawan Bumi ciut nyalinya “ ini

baru dua adiknya yang turun gelanggang, bagaimana pula bila si Radin Jambat

Hangkirat”,

entah kapan perginya dicari ia sudah tak ada. Perang tanding mereda semua lawan

pergi berhamburan.

Dunia terang benderang angin menahan nafasnya, tiada sesuatu bergerak

seakan waktu berhenti, sekeliling bercahaya dan perlahan muncullah kakek Diwa

Sebiji

Nyata menyapa Radin Jambat tiga bersaudara “cucuku kalian jangan kecewa,

semua ini ulahnya” Seorang empu sakti pengelana ia singgah dari satu negeri ke

negeri lainnya mengajarkan Agama, membantu yang lemah menegur pendosa.

Kalau semua ini ulahnya, apa yang dikehendakinya ?.

Lembut ia berkata “cucuku bersabarlah hingga tersingkap rahasia….”Usai

peperangan Radin Jambat bersaudara meninggalkan lawok tungku telu kembali

menemui Putri Betik Hati di rumah panggungnya. Sang puteri terbangun dari tidur

Page 65: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

sebab hari telah malam, Puningkawan Juk Muli juru bicara menyampaikan tujuan

mereka datang kemari, melamar sang puteri. Puteri Betik Hati dan Ibunda

menerima, Diceritakan juga bahwa sang puteri telah mengisi tidurnya dengan

mimpi indah selama tujuh bulan terakhir ini. Sang puteri tertawa dan bersedia

menerima lamaran Radin Jambat.

Keesokan paginya Ratu Tebat Kuning ibunda tuan puteri merestui lamaran

ini. Ia mengumpulkan seluruh penduduk dan Pemuka dalam upacara agung

pelepasan Radin Jambat dan Puteri Betik Hati menuju Tanjung Jambi, tempat

akan diselenggarakan penikahan mereka. Terharu dalam bahagia mereka melepas

kepergian sang puteri. Dalam perjalan pulang menuju Tanjung Jambi di tengah

lautan luas tiba-tiba perahu mereka dihadang Radin Sinang dan Sidang Bulawan

Bumi beserta ribuan bala tentaranya.

Saat Radin Jambat dan Puningkawan menghadapi lawan, Radin Sinang

mengutus adik perempuannya Puteri Ayu dan istrinya Puteri Mas Kumala, mereka

bersekongkol untuk merayu Puteri Betik Hati. Mendengar suara Puteri Ayu yang

memanggil dikejauhan maka keluarlah sang puteri dari perahu dan ikut

menyaksikan

peperangan. Namun ternyata dibalik semua itu Puteri Ayu dan Puteri Mas Kumala

berencana jahat meracuni sang putri.

Puteri Betik Hati terkena racun dan dibawa lari Radin Sinang dalam

keadaan tidak sadarkan diri. Mengetahui Putri Betik Hati diculik, Radin Jambat

melesat ke Arob Reban, Puningkawan Mak Waya merapal ajian puncak

kesaktiannya, ia melesat ke atas, jasadnya melebur, samar muncul bayangan

seekor burung dara lalu terbang mengintai keberadaan Putri Betik Hati dilarikan,

di pelataran istana Radin sinang ia hinggap

menunggu di sebuah tiang, terlihat Radin Sinang membawa Putri Betik Hati

menuju istananya. Mendapat berita ini Puningkawan Juk Muli segera merapal

puncak kesaktiannya, tarekat tingkat ke tujuh berguru pada kakeknya Diwa Sebiji

Nyata, ia melompat tubuhnya mengambang, jasad lebur muncullah samar

bayangan Kenui Ulung (Elang Wulung), disambarnya Puteri Betik Hati dan

Page 66: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

diterbangkannya keawan menuju Arob Reban tempat Diwa Sebiji dan Radin

Jambat yang terus mengawasi.

Radin Sinang marah lu…ar biasa, ia berteriak lantang mengumpulkan

seluruh tentara negrinya dari hilir sampai hulu, senjata dipersiapkan, bedil seribu

pedang enam puluh kodi, keris dipegang anak-anak linggis dibawa gadis, pemuda

berseragam putih punggawa berdandan haji, mereka berangkat mencegat

digunung Lintik. dari gunung Lintik nampak pelataran Arob Reban dimana Radin

Jambat dan Diwa Sebiji menunggu. Memasuki pelataran Arob Reban Radin

Sinang terdepan dengan pasukannya, menyusul Sidang Bulawan Bumi dengan

seluruh kekuatan negrinya. Padang mak asa… Dimensi ruang tak terkira, mahluk

penghuninya jadi bala tentara terseret kedunia nyata… Jin mata delapan - Hulu

balang neraka – Iblis tanpa kepala – Jin mata merah dan seorang laki-laki ber

hidung tujuh yang tingginya dua puluh empat hasta, telinganya selebar tampah

dadanya lebar dua depa.

Kilat dan guntur mengiringi pasukan ini memasuki pelataran Arob Reban.

Puningkawan Mak Waya tiba dalam bayangan seekor burung dara, Puningkawan

Juk

Muli tiba membawa Putri Betik Hati terbang dalam bayangan seekor Elang

Wulung, diturunkannya sang putri menghadap Diwa Sebiji Byata. Elang wulung

terbang dan menghunjam ke sungai di tepi pelataran Arob Reban, menyelam

kehulu ia menghadirkan Bangsa Empat, menyelam ke hilir ia memanggil mahluk

Penguasa pusaran air Arob Reban, semuanya terbang keatas menuju Lawan.

Dunia kelam hiruk-pikuk, angin bergelung dipenuhi malaikat, kedua

Puningkawan melambung melebur jasad menebar guntur dan kilat, pasukan lawan

yang baru tiba dipelataran Arob Reban hancur-lebur, tubuh-tubuh terbelah

terputus pegat, yang selamat mundur terluka atau sekarat. Arob Reban…

Pertapaan Diwa Sebiji Nyata, tempat raja-raja, putra-putra raja dan pendekar-

pendekar dari berbagai negri berguru Ilmu kesaktian, Tarekat dan Kenegaraan.

Tempat yang disegani, tempat keramat, tempat suci.

Datang dengan niat jahat dan mahluk laknat, tak diampuni. Radin Sinang

menunduk bak macan siap menerkam, merapal mantra memanggil seribu bala-

Page 67: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

bala mahluk gaib, lalu merapal ilmu mukmuk, melengking terbang menyerang

Puningkawan Mak Waya yang melambung terbang larut dalam pusaran bayang

bayang. Bala-bala menyerang ganas, seribu bala bala dengan lubang hidung

sebesar paha, mata melorot seperti terong dan berpunggung bungkuk

mengacungkan gada, siapa terkena seluruh rambut dan bulu rontok - hancur

tulang dirangka. Penguasa pusaran air Arob Reban menghabisinya. Radin Kepitan

cina terjun ke arena, meluncur dalam bayangan naga membawa bala tentara iblis

cuping gajah, menyerang Puningkawan Juk Muli. Puningkawan Juk Muli dalam

lebur jasad Elang Wulung memanggil Bangsa Empat, bala tentara iblis cuping

gajah luluh lantak.

Elang Wulung mengucap sahadat Radin Sinang mati mendadak. Radin

Kepitan cina ciut nyalinya bala-balanya musnah semua. Napas terengah engah

lemas hilang tenaga, putus asa akhirnya ia menangis menyesal… jauh dari negeri

Campa karena congkak ia terseret dalam peristiwa yang belum takarannya.

Halibambang Sekama, entah dari mana datangnya. Tiba langsung menghina

Radin Sinang yang telah tewas. “Ha…ha…ha…, gara-gara Radin Sinang, bakbay

(ibu-ibu) masuk gelanggang, kalau belum siap lebih baik balik belakang, dari

pada sia-sia jangan ikut perang…..siapa berani datang kemari, pilih yang benar-

benar lakilaki…!!!”.

Punikawan Juk Muli maju, Halibambang Sekama langsung membuka

jurus naga, tubuhnya meliuk lentur lalu melesat ke angkasa, mengambang ia

memangil saudaranya dari padang mak asa, Prajurit dada besi yang dadanya

selebar dua hasta, betis sebesar batang kelapa kumis bak kawat baja dengan

jenggot panjang tak terurus, hidung sebesar paha gigi sebesar baji, matanya dua

sebesar tempurung kelapa, sekali pukul dua ekor gajah hancur lebur jadi debu,

ganas dan sakti tak terbakar api, makanannya tembaga kuningan dan besi.

Meluncur turun dari udara Prajurit dada besi ini langsung menggedorkan

gadanya ke bumi pelataran Arob Reban. Gempa luar biasa seakan dunia miring,

kehancuran dimana-mana, ledakan suaranya bak seribu tambur raksasa, debu

beterbangan menutup cahaya, dunia gelap gulita. Energi ledakannya

menghancurkan benda apa saja, kuda Halibambang Sekama yang tersambar

Page 68: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

gelombangnya meledak berkepingkeping, Bangsa Empat dan Penguasa pusaran

air Arob Reban menyingkir.

Puningkawan Mak Waya yang baru mencapai tingkat tujuh kecut

nyalinya, “kalau mengukur kekuatannya aku mati sia-sia”, Puningkawan Jukmuli

bertanya pada kakaknya “kiyai apa yang dapat kuperbuat”. Radin Jambat sang

maestro diam tak menjawab. Sepanjang perjalanan sejak mula hingga kini ia

belumlah bertempur.

Haruskah….?. Diwa Sebiji Nyata yang sejak tadi mengamati melambung

ketengah arena menegur Halibambang Sekama, “kau telah melanggar larangan,

kalian muridku – Radin Jambat cucuku, malah menjadi lawan, kau sama saja

dengan Radin Sinang, Sidang Bulawan Bumi dan Radin Kepitan Cina, tersesat

karena cenderung pada dunia dan memperturutkan nafsu hingga lupa

diperguruan” Sidang Bulawan Bumi yang berhati curang melarikan diri saat

pertempuran baru saja mulai, sisa pasukannya Iblis mata delapan dan Hulu balang

neraka yang masih hidup memanggil sisa bala-bala “kumpul semua, tinggalkan

tempat ini.. walau ditunggu kita kalah kuasa, kita murid lawan cucu Diwa Sebiji

Nyata, bertahan mati paling tidak cedera”. Mereka lenyap kembali ke padang mak

asa. Puningkawan Juk Muli menghadap, “Bakas Diwa Sebiji Nyata, maaf kami

membangunkan tapamu kakek, jangan berkecil hati aku sendiri mampu

menghadapinya, karena semua ini dalam kuasa Tuhan”.

Radin Jambat bertindak…. Ia melangkah menuju arena, Diwa Sebiji

kembali ke Arob Reban. Pelataran porak-poranda kehancuran dimana-mana, bau

darah terbakar, mayat bergelimpangan, dunia gelap suram.

Radin Jambat Hangkirat Radin Jambat Hangkirat Diwa padang mak asa

Dewa dimensi ruang tak terkira Jak alam suai pangsat Dari alam sembilan tingkat

Nginjang turun dunia Berada di dunia nyata Berhadapan dengan Radin Jambat.

100 langkah, udara dingin menusuk hingga ke sum-sum tulang. 80 langkah,

dingin luar biasa, energi tak terlihat menekan Halibambang Sekama dari segala

arah. 60 langkah, dingin diluar batas kemampuan manusia, tekanan menjepit tak

tertahankan, Gemetar Halibambang Sekama, gigi gemeretuk, tubuhnya ambruk,

tiada daya upaya dapat menghentikannya.

Page 69: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

40 langkah, dingin merobek syaraf, tekanan menghancurkan raga, tubuh

bergetar, kulit merah darah, keringat mengucur deras ia menjerit mohon ampun,

bala-balanya mabur “Mohon ampun guru…aku tak mengenal Radin Jambat dan

Puningkawan, mohon selamat badan..!!!. Pertempuran hitam putih, kebenaran

menghapus kejahatan, kegelapan sirna digantikan fajar cahaya. 20 langkah,

mohon ampunkan dosa….!!!, aku bersaksi segalanya milik Tuhan…”

lambat….kalimatnya berakhir nyawanya terbang.

Diwa Sebiji Nyata timbul rasa kasihan, namun tak dapat ditolak segalanya

telah terlanjur, semua murid ini lupa diperjanjian, halal haram semua ditelan tiada

lagi sesalan. Tersingkaplah rahasia…. mereka murid murtad semua…. Empu

Serunting Sakti mengembalikan mereka ke hadapan Diwa Sebiji Nyata di

pelataran Arob Reban dalam suatu penghakiman untuk jadi peringatan.

Radin Jambat lanjutkan perjalanan. Di negeri Tanjung Jambi, Ratu

Tanjung Jambi bersama warganya menyambut Radin Jambat sang anak dan calon

menantu dengan suka cita. Pesta besar siap dirayakan, Ratu Tebat Kuning sang

besan datang dengan tujuh perahu membawa san-san (hadiah pernikahan dari

keluarga perempuan), pesta penyambutan dilakukan. Rakyat negeri berkumpul,

bujang gadis membawa barang-barang sang besan sambil bersilat, nigol dan

menari, para punggawa dan ibu-ibu menyambut di rumat adat, semua berpakaian

adat lengkap, mereka menangis dalam bahagia, terharu juga tertawa. Pemudi dan

pemuda terkesima, hormat juga bangga.

Seluruh negeri takhenti saling bicara bertukar cerita, perjuangan dalam

perjalanan Junjungannya dan peristiwa yang menyertai untuk jadi pelajaran bagi

mereka. Sang Empu berfatwa “keseimbangan Alam semesta, Manusia serta Tuhan

nya adalah Nyata”. Beberapa bulan kemudian disuatu malam sang puteri

terbangun dari mimpi, dalam mimpinya ia melihat matahari dan bulan turun jatuh

ke dalam kedua tangannya.

Puteri Betik Hati menjadi gelisah dan bertanyalah dia pada kyai alim

ulama. “Mohon maaf kakek, di malam Jum’at kemarin saya bermimpi, bulan dan

matahari turun ke dalam kedua tanganku apakah pertandanya ini kakek”. Sang

Kyai menjawab lembut “Puteri Betik Hati, tak usah diceritakan hal ini kepada

Page 70: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

orang lain sebab mimpi itu mengabarkan bahwa kau akan mendapat dua anak

kembar”. Lalu sang kyai melanjutkan “jika telah lahir nanti berilah nama anak

yang tua Radin Kumala Hiri dan anak kedua Radin Munala Bulan. Tanggal empat

belas lewat tengah malam lahirlah dua anak laki-laki Puteri Betik Hati. Dua anak

tampan dan cerdas, taat beribadah dan hormat pada yang tua.

Konon dua bocah ini selalu mempertanyakan asal usulnya dan setelah

dewasa anak tertua Radin Kumala Hiri pergi ke negri ibunya di Kota Besi

menemui nenek untuk melihat salah satu pusaka warisan ayahnya “Tanjung

Landan” yang dipakai ayahnya untuk ngantak salah (sujud pada calon mertua

dengan menyerahkan senjata). Kemudian ia menetap di negeri kelahiran ibunya,

Radin Munala Bulan meneruskan

Kepemimpinan ayahnya di tanjung Jambi.

***

Page 71: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Page 72: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

BAHASA INDONESIA DAN SIKAP BERBAHASA DALAM MENJAWAB TANTANGAN GLOBAL

Oleh: Noormala

Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara

Pendahuluan Indonesia merupakan negeri dengan ragam suku dan tujuh ratusan bahasa daerahnya. Keberagaman ini tidak menyurutkan langkah untuk tetap berkomitmen dalam berbahasa yakni Bahasa Indonesia. Setidaknya, sejak diikrarkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 hingga hari ini seluruh lapisan masyarakat tetap menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang diterapkan di dalam kehidupan. Hal ini diperkuat dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan Pasal 25 ayat 2 menyatakan bahwa Bahasa Indonesia berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah. Merupakan suatu kebanggaan dan kehormatan, Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi kedua di Vietnam yang dikukuhkan oleh pemerintah daerah Ho Ci Minh City pada bulan Desember tahun 2007 yang lalu. Adalah kenyataan pula di Australia, Bahasa Indonesia menjadi bahasa popular keempat di mana tercatat sekitar 500 sekolah yang mengajarkan Bahasa Indonesia. Perkembangan Bahasa Indonesia pun terus melaju seiring dengan pengajaran bahasa tersebut di 45 negara saat ini. Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri, Andri Hadi, ketika tampil pada pleno Kongres IX Bahasa Indonesia yang membahas Bahasa Indonesia sebagai Media Diplomasi dalam Membangun Citra Indonesia di Dunia Internasional di Jakarta. Sejarah mengungkap bahwa pada awal abad ke-15, Bahasa Indonesia telah menjembatani hubungan bangsa Indonesia dan China (Daftar Kata Cina-Melayu) serta bangsa Indonesia dan Italia (Italia-Melayu oleh Pigafetta, 1525). Namun, pada sisi yang berbeda kita tengah menyaksikan Bahasa Indonesia sedang dilanda pergeseran peran dan fungsi oleh para pemakai bahasa ini. Hal yang demikian tampak ketika menjamurnya penggunaan bahasa asing –khususnya bahasa Inggris yang dipandang mempunyai nilai lebih dibandingkan bahasa nasional apalagi bahasa daerah- mulai dari iklan, jenis usaha, nama-nama toko hingga nama-nama pusat perbelanjaan. Keranjingan ini telah meluas sampai pada papan nama gedung perkantoran, permukiman, petunjuk lalu lintas, dan tempat-tempat wisata. Disadari atau tidak, rasa kebanggaan akan berbahasa Indonesia mulai terkikis. Pertanyaannya, mengapa ini terjadi di saat dunia luar sedang menoleh pada bahasa bangsa ini, lalu mengapa kita sebagai pemilik bahasa ini justru lebih menghargai dan terpesona dengan bahasa lain? Bahasa Indonesia menuju MEA Di tahun 2015 ini, bangsa Indonesia tengah bersiap-siap menyambut pembentukkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pembentukan ini berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi

Page 73: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

(KTT) pada Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia. Kesepakatan ini bertujuan meningkatkan daya saing ASEAN serta bisa menyaingi Tiongkok dan India untuk menarik investasi asing. Modal asing dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan warga ASEAN. Pada KTT selanjutnya yang berlangsung di Bali Oktober 2003, petinggi ASEAN mendeklarasikan bahwa pembentukan MEA pada tahun 2015. (http://nationalgeographic.co.id) Ada sepuluh negara yang tergabung di MEA yakni Myanmar, Thailand, Singapura, Indonesia, Malaysia,Kamboja, Vietnam, Laos, Filipina, dan Brunei Darussalam. Dan berikut ini merupakan tabel bahasa resmi negara-negara ASEAN.

NEGARA BAHASA RESMI Brunei Darussalam Bahasa Melayu dan Inggris Filipina Bahasa Tagalong, Inggris, dan Spanyol Indonesia Bahasa Indonesia Kampuchea Bahasa Khmer Laos Bahasa Laos Malaysia Bahasa Melayu, Cina, dan Bahasa Tamil Myanmar Birma Singapura Inggris, Mandarin, Melayu, Tamil Thailand Bahasa Thailand dan Inggris

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa yang mendominasi digunakan, setidaknya ada empat dari sepuluh negara, sekitar 40% negara-negara ASEAN, menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi yakni Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, dan Singapura. Pembentukkan MEA sesungguhnya tercipta untuk kepentingan ekonomi dan politik. Namun, tidak dipungkiri peran bahasa selalu ada untuk mewujudkan kesepahaman berkomunikasi atas kepentingan tersebut. Oleh karena itu, inilah saatnya Bahasa Indonesia berperan aktif mengambil peluang untuk mendominasi dan mempengaruhi sebagai bahasa komunikasi antarnegara-negara ASEAN. Keselarasan Pemahaman Berbahasa Indonesia Berbahasa berarti harus mengetahui dan memahami hakikat, peran, dan fungsi, serta penerapan bahasa di dalam kehidupan. Suriasumantri (1999) mengemukakan bahwa bahasa merupakan sarana untuk mengungkapkan perasaan, sikap, dan pikiran. Aspek pikiran dan penalaran merupakan aspek yang membedakan manusia dan makhluk lainnya. Menurut Sudaryanto (1990: 5), secara umum bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi. Hubungan individu yang satu dan individu yang lain tidak dapat dipisahkan dari bahasa sebagai alat komunikasi. Atas dasar itulah bahasa hidup dan berkembang dengan segala fungsinya. Berbahasa Indonesia tidak bisa dipisahkan dari adanya pemahaman penutur/pemakai bahasa tentang bahasa tersebut. Kuatnya seseorang memahami Bahasa Indonesia akan berdampak pada munculnya kesadaran untuk berbahasa Indonesia, sebaliknya lemahnya seseorang memahami Bahasa Indonesia tentu saja bisa berdampak pada hilangnya kesadaran berbahasa yang pada akhirnya

Page 74: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

memunculkan rasa tidak bangga dan malu terhadap bahasa itu. Oleh karena itu, penting untuk membangun pemahaman yang baik tentang Bahasa Indonesia sebelum meminta sesorang untuk berbahasa Indonesia yang baik. Upaya membangun pemahaman yang baik tentang Bahasa Indonesia sejatinya telah dilakukan diantaranya melalui (1) kampanye “penggunaan Bahasa Indonesia secara baik dan benar” ke seluruh lapisan masyarakat, (2) penyuluhan melalui media cetak ataupun media elektronik serta media luar ruang, (3) penyelenggaraan sayembara menulis, baik menulis kreatif maupun menulis ilmiah, (4) pembentukkan forum bahasa media massa, (5) pemberian penghargaan kebahasaan, dan (6) pengembangan kreatifitas dan apresiasi sastra. (Sugono, Dalam Pemartabatan Bahasa Kebangsaan, 2008). Keselarasan Sikap Berbahasa Indonesia Goglioli (1973: 29--35) mengatakan bahwa sikap adalah persiapan seseorang bereaksi terhadap suatu keadaan atau kejadian yang dihadapi. Selain itu, Gere (1979: 56) mengatakan bahwa sikap adalah kesiapan mental dan saraf yang terbentuk melalui pengalaman yang memberikan arah atau pengaruh yang dinamis kepada reaksi seseorang terhadap semua objek atau keadaan yang menyangkut sikap itu. Berdasarkan pendapat Goglioli dan Gere di atas dapat disimpulkan bahwa sikap berbahasa lahir dari pemahaman dan kesadaran terhadap bahasa itu sendiri. Lalu bagaimana pemahaman dan kesadaran berbahasa mampu memunculkan sikap berbahasa yang tepat? Jawabannya dapat dilihat dari kesesuaian antara kerja otak (pikiran) dengan perilaku (sikap). Kesesuaian itu dilandasi dengan kumpulan pengetahuan yang dimiliki yakni tentang peran, fungsi, dan kedudukan Bahasa Indonesia. Keragaman bahasa merupakan identitas yang harus dikelola dengan baik agar tetap menjadi satu kesatuan. Telah dikemukakan di awal bahwa Indonesia memiliki ragam suku dan bahasa yang terbentang dari Sabang hingga Marauke. Menurut Sugono, Keberadaan bahasa daerah di wilayah negeri ini merupakan kekayaan kebudayaan di bumi pertiwi Indonesia, yang juga menjadi kekayaan kolektif dunia. Dengan fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional maka keberadaan bahasa daerah menjadi terbatas pemakaiannya yakni hanya dipakai di lingkungan keluarga, untuk keperluan upacara keagamaan atau adat, acara budaya lokal. Meski terbatas pemakaiannya, bahasa daerah harus tetap dijaga dan dilestarikan. Menjaga dan melestarikan bahasa daerah adalah sikap berbahasa. Upaya memahami fungsi bahasa nasional dan bahasa daerah sejatinya mampu menciptakan keselarasan sikap berbahasa. Dengan kata lain, jika fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional betul-betul telah menjadi kenyataan maka fungsi itu akan menghasilkan (1) sikap kebanggaan bahasa dan (2) sikap kesetiaan bangsa. Sikap kebanggaan timbul jika ada perasaan bahwa Bahasa Indonesia dapat mengungkapkan konsep yang rumit secara cermat dan isi hati yang sehalus-halusnya. Sikap kesetiaan bahasa terungkap jika orang lebih suka memakai Bahasa Indonesia untuk berbagai keperluan dalam komunikasi antargolongan, dan jika ia bersedia menjaga agar pengaruh bahasa asing jangan berlebihan. Senada dengan hal tersebut, Alwi (2011: 76) mengatakan para pemakai Bahasa Indonesia memiliki sikap positif yang mencakup tiga unsur, yaitu kebanggan terhadap

Page 75: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Bahasa Indonesia, kesetiaan terhadap Bahasa Indonesia, dan kesadaran akan norma Bahasa Indonesia. Dan, tugas kita saat ini adalah menjadikan fungsi Bahasa Indonesia tercermin dalam sikap berbahasa. Penutup Potensi Indonesia dengan jumlah penduduk keempat di dunia merupakan modal yang sangat berarti untuk menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional yang berpengaruh. Upaya ke arah itu memerlukan kesungguhan dari penutur dan sikap penutur Bahasa Indonesia untuk menjadikan Bahasa Indonesia terterapkan dalam seluruh aspek kehidupan.Ini adalah langkah awal. Langkah berikutnya yakni kemauan mengambil peran untuk berpartisipasi aktif dalam setiap bentuk komunikasi baik di dalam maupun di luar negeri. Dengan demikian, Indonesia dan Bahasa Indonesia mampu berdiri sejajar dengan bangsa dan bahasa lain adalah sebuah keniscayaan. Daftar Pustaka Alwi, Hasan. 2011. Bahasa Indonesia: Pemakai dan Pemakaiannya. Jakarta.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Gere, A.R. 1979. Attitudes Language and Change. Illionis. NCTA. Goglioli, P.P. 1973. Language and Social Contex. London. Cox &Wynian Ltd. Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik kea rah Memahami Metode Linguistik.

Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Sugono, Dendy. Tanpa tahun. Pengglobalan Kebudayaan Indonesia Melalui

Pembelajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing. Suriasumantri, Jujun S. 1999. “Hakikat Dasar Keilmuan”, dalam M. Thoyibi

(editor), Filsafat Ilmu dan Perkembanggannya. Surakarta. Muhammadiyah University Press.

Pusat Bahasa. 2008. Pemartabatan Bahasa Kebangsaan. Jakarta. Pusat Bahasa. Muhibah. 2010. Peneroka Hakikat Bahasa. Yogyakarta. Universitas Sanata

Darma. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009. http://www.nationalgeographic.co.id http://www.kawasanwilayahasiatenggara.com http://www.thecrowdvoice.com

Page 76: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Potret Maestro Seniman Tradisi di Sulawesi Tenggara

Asrif (Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara)

Email: [email protected] Mereka yang Terabaikan “Saya tak akan pernah menyerah!”, demikian lelaki dengan nama sapaan La Zini menyatakan tekadnya dalam melestarikan sastra lisan kabanti1 di Sulawesi Tenggara. Hingga pada usianya yang ke-65 tahun, ia masih aktif menerima undangan berbagai pihak untuk menghibur masyarakat melalui lantunan lirik-lirik kabanti. Ia telah menjelajahi berbagai kampung di Buton, Muna, Kendari, bahkan hingga ke Kepulauan Menui2 (Sulawesi Tengah) juga pernah ke Bone (Sulawesi Selatan). Ia menjelajahi berbagai wilayah tersebut dengan membawa gambus, memetik, menyanyi, dan menghibur masyarakat yang mengundangnya. Kabanti adalah sastra lisan yang dicipta dan dinyanyikan secara spontan mengenai kisah percintaan, etika, sejarah, atau hal-hal lain sesuai dengan konteks acara. Sastra lisan kabanti biasanya diiringi musik gambus. Oleh sebab itu, penyanyi kabanti rata-rata memahami petikan gambus, menguasai biola, dan tetabuhan seperti gendang (rebana). La Zainuddin Busaru mulai mempelajari kabanti sejak berusia sepuluh tahun dengan memanfaatkan papan kayu yang dijadikannya sebagai gambus sederhana. Tak lupa beberapa utas tali pancing disematkan sebagai senar gambus. Dari alat sederhana tersebut, lelaki yang selalu mengenakan songkok hitam itu melatih kemampuannya memetik gambus. Niatnya belajar gambus adalah untuk memenuhi harapan ayahnya yang penggemar musik-musik gambus dan nyanyian kabanti. Setelah mulai memahami cara memetik gambus, ayahnya menghadiahi dirinya lima buah gambus sebagai bukti nazar ayahnya yang akan membelikan lima buah gambus jika anaknya pandai memetik gambus. La Zainuddin Busaru dan Sastra Lisan Kabanti Lelaki yang hanya mengenyam pendidikan hingga kelas 4 Sekolah Rakyat (SR) itu semula berprofesi sebagai tukang kabanti yang menghibur anak-anak muda yang menenggak konau (miras tradisional). Profesi sebagai tukang kabanti tak hanya dijalaninya di daratan, tetapi juga di laut. Pernah suatu hari, juragan kapal nelayan yang bersandar di pelabuhan Baubau mengajaknya berlayar. Tugasnya hanya sebagai penghibur nelayan saat melaut. Tak hanya sebagai tukang kabanti, profesi sebagai buruh pelabuhan pernah dilakoninya di Kota Kendari. Bertahun-

1 Pada bulan November 2013, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan sastra lisan

kabanti sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Di Sulawesi Tenggara, sastra lisan berkembang di pulau Buton, Muna, Wakatobi, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.

2 Kepulauan Menui masuk ke dalam administrasi Provinsi Sulawesi Tengah. Jarak wilayah yang lebih dekat ke ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara, Kendari, menyebabkan banyak warga Menui bermukim di Kota Kendari. Dari situasi itu, interaksi antara masyarakat Kota Kendari dan masyarakat pulau Menui terjalin.

Page 77: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

tahun La Zainuddin Busaru melakoni profesi sebagai buruh pelabuhan hingga suatu masa, lelaki tua itu menjadi khatib di sebuah masjid. Saat menjadi khatib, ia meninggalkan kegemarannya mencipta kabanti yang berarti juga meninggalkan kebiasaannya memetik gambus. Ia dikehendaki oleh keluarganya untuk fokus menjadi khatib. “Kalau telah menjadi perangkat masjid, sebaiknya gambus dan kabanti ditinggalkan”, demikian saran keluarganya. La Zainuddin Busaru memahami maksud baik saran dari keluarga istrinya itu. Kesehariannya hanya fokus pada urusan agama karena jabatannya sebagai khatib masjid hingga suatu hari lelaki yang memiliki tiga anak itu memperoleh kabar akan ada pertandingan musik Arab. Kabar itu kembali mengingatkannya pada kemampuan memetik gambus dan berkabanti yang dikuasainya dengan baik. Ingatan masa lalu tentang lakonnya sebagai tukang kabanti memantik semangat untuk mengikuti lomba itu. Lomba diikuti, dan La Zainuddin Busaru menjadi pemenang lomba musik Arab itu. Raihan juara yang disandangnya menjadikan La Zainuddin Busaru kembali tersohor sebagai tukang kabanti. Berbagai tawaran dari perorangan, kelompok, dan lembaga untuk menghibur masyarakat menghampiri lelaki itu. Mulailah dia kembali menjalani profesi sebagai tukang gambus profesional. Berbagai lomba diikutinya, tak hanya di Sulawesi Tenggara, tetapi meluas hingga ke Jakarta dan Surabaya. Penghargaan sebagai Tokoh Pemerhati Sastra Daerah dialamatkan pada dirinya oleh sebuah lembaga pemerintah yang bergerak di bidang bahasa dan sastra. Sebuah sekolah menengah pertama memercayakan pada La Zainuddin Busaru untuk melatih siswa mereka belajar musik Arab. Bagaimana dengan dukungan pemerintah setempat? Pertanyaan klasik itu dijawabnya dengan dengan jawaban klasik berikut ini. “Sangat kurang jika tak dikatakan tidak ada sama sekali”. Perhatian pemerintah yang diterimanya hanyalah beberapa undangan untuk mewakili Sulawesi Tenggara pada ajang lomba musik Arab/Pesisir. Selebihnya, berupa penghargaan sebagai Tokoh Pemerhati Sastra Daerah oleh Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara3. Saat mempertunjukan kabanti, ia tidak sendirian. Ia selalu ditemani istri dan ketiga anaknya. Jika salah seorang anggota keluarga berhalangan, tetangganya diajak serta menyemarakkan pertunjukannya. Pegiat kabanti ini beralasan, keterlibatan istri merupakan salah satu cara menjaga harmonisasi rumah tangga. Kehadiran istri dan anak-anaknya menghindarkan dirinya pada “kekeliruan” komunikasi pertunjukan dengan penonton. Ia meminimalisir godaan-godaan dari penonton karena kabanti merupakan nyanyian ungkapan perasaan yang disampaikan melalui cara-cara yang paling halus dan menyentuh. Ungkapan-ungkapan dalam kabanti dapat membuka ruang komunikasi dua pihak tentang hal-hal yang sifatnya pribadi. Beberapa pakkabanti diketahui memiliki beberapa istri. Mereka tidak menyangkal peran mereka sebagai pakkabanti seringkali menerima godaan dari lawan jenis. Situasi seperti itu terjadi terutama terjadi aksi pobanti

3 Pada tahun 2009, Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara mengadakan Penghargaan Sastra

bagi para pegiat sastra daerah. Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara menetapkan La Zainuddin Busaru sebagai tokoh sastra lokal Sulawesi Tenggara yang menerima penghargaan tersebut. Sayangnya, program ini tidak berjalan di tahun-tahun berikutnya.

Page 78: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

yang mana antara pakkabanti dan penonton berbalasan mengungkapkan perasaan yang berpotensi menciptakan hubungan psikologis di antara mereka. La Zainuddin Busaru menghindarkan diri pada kondisi seperti itu dengan menyertakan istrinya ketika memenuhi permintaan mempertunjukan kabanti. Demikian pula halnya dengan pelibatan anak-anaknya yang bertujuan menghadirkan kegiatan positif bagi anak-anaknya agar tidak terlibat dalam kegiatan negatif di masyarakat. Oleh karena itu, sejak anak-anaknya masih kecil La Zainuddin Busaru memberikan mainan berupa gambus untuk mengenalkan dan mengajari anak-anaknya profesi yang dijalani ayahnya. Melalui cara seperti itu, anak-anaknya sejak usia dini mulai mengenal dan terampil memainkan alat musik yang menjadi pendukung pertunjukan kabanti. Mereka yang Menginspirasi Dalam berbagai keterbatasan, ia dan keluarganya tetap aktif merawat dan mengembangkan sastra lisan kabanti. Ia bersama keluarganya mempertunjukan kabanti di berbagai acara hiburan, di berbagai kampung, dan bahkan menyeberangi lautan menuju pulau lain yang mengundangnya mengadakan pertunjukan kabanti. Kala masyarakat saat ini beramai-ramai meninggalkan sastra klasik, La Zainuddin Busaru memilih merawat dan mengembangkan sastra lisan kabanti. Di kalangan generasi muda, sastra lisan ini telah menjadi asing yang menjadikan mereka berjarak dengan sastra lisan kabanti. Oleh karena itu, komitmen La Zainuddin Busaru dan keluarganya yang terus melestarikan sastra lisan kabanti merupakan suatu kerja keras yang patut didukung oleh semua masyarakat dalam rangka merawat karya budaya setempat karena sastra lisan kabanti bukan sekadar hiburan melainkan sarana transformasi pengetahuan, sejarah, adat-istiadat, dan nilai-nilai positif lainnya. La Zainuddin Busaru merupakan satu dari sedikit masyarakat yang tetap gigih melestarikan sastra lisan kabanti. Di tengah hiruk-pikuk hiburan modern, ia dan keluarganya tetap konsisten merawat dan mempertunjukkan kabanti. Mereka tidak pernah berkecil hati menjadi keluarga yang setia melestarikan sastra tradisional. La Pegiat kabanti ini telah menunjukkan totalitas bersastra. Berkat keberadaan mereka, sastra lisan kabanti di Sulawesi Tenggara khususnya di Kota Kendari masih dapat dijumpai. Kegigihan dan ketulusan La Zainuddin Busaru melestarikan sastra lisan kabanti telah menohok pandangan miring tentang sastra tradisional. Di Sulawesi Tenggara, sastra lokal yang tersisa hanya sebatas sastra lokal seperti cerita rakyat. Itupun tidak dalam kondisi yang baik. Dalam situasi seperti itu, La Zainuddin Busaru tetap aktif dan konsisten mengembangkan sastra lisan kabanti. Ia bahkan mampu menarik perhatian salah satu rumah produksi musik di Kota Kendari. Tercatat telah tiga buah album musik tradisional Sulawesi Tenggara yang diproduksi bersama rumah produksi musik Megaswara. Kenyataan ini membuktikan bahwa menggeluti sastra lokal bukanlah suatu pilihan keliru. Justru sebaliknya, menggeluti sastra lokal melahirkan simpati dan apresiasi dari masyarakat pemilik dan pendukung mata budaya tersebut. La Zainuddin Busaru telah menohok masyarakat Sulawesi Tenggara sekaligus menempatkannya sebagai salah satu tokoh yang menginspirasi beberapa kalangan mengenai

Page 79: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

pengembangan dan pelestarian sastra lokal di tengah terjangan industri hiburan yang marak dan beragam saat ini. Pegiat kabanti ini tinggal di sebuah rumah yang sangat sederhana. Berdindingkan papan, beratapkan daun rumbia, dan lantai tanah berlapiskan plastik adalah ornamen yang mengokohkan rumah tua itu. Sebenarnya, saya ingin menyebutnya pondok, tetapi hati saya menolak kata “pondok” karena rumah itu telah melindungi keluarganya dari sengatan terik matahari dan dinginnya malam Kota Kendari. Di rumahnya yang sederhana, La Zainuddin Busaru kerap menembangkan kabanti. Jemarinya lihai memetik gambus. Hidupnya sangat sederhana. Tak ada harapan muluk-muluk. Mimpinya setiap malam, besok ada orang yang mengundangnya untuk bermain gambus! Daftar Bacaan Asrif. 2015. “Pujangga Lisan di Sulawesi Tenggara”. Terbit di harian Kendari

Pos, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. …….. 2014. “Identifikasi, Pemetaan, dan Pelindungan Sastra Lokal di Sulawesi

Tenggara” dalam Kandai (Jurnal Bahasa dan Sastra) Volume 10, No. 1, Mei 2014. ISSN 1907-204X. Hal. 127—137. Kendari: Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara.

……. 2013. “Globalisasi, Otonomi Daerah, dan Pemertahanan Sastra Lisan Kabanti” dalam Telaga Bahasa Volume 1, No. 1, Juni 2013. ISSN 2354-9521. Hal. 43—55. Gorontalo: Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo.

……. 2010. “Sastra Kabanti: Pengertian, Jenis, dan Fungsi” dalam Kandai (Jurnal Bahasa dan Sastra), Volume 6, No. 2, November 2010. ISSN 1907-204X. Hal. 126—135. Kendari: Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara.

Data Wawancara 1. Wawancara pada tanggal 13 Juli 2011di kediamannya di Kel. Anduonohu, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. 2. Wawancara tanggal 4 Oktober 2014 di kediamannya di Kelurahan Anduonohu, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.

Page 80: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

“70 Tahun Negara Berbahasa Indonesia: Merajut Kebinekaan Bangsa menuju Bahasa MEA”

Oldrie Ch. Sorey

Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara Jalan Diponegoro nomor 25 Manado

Telepon (0431) 843301, 856541, faksimile (0431) 843301 Pos-el: [email protected]

Tonggak lahirnya bahasa Indonesia adalah sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda, terutama butir ketiga yang berbunyi “Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung Tinggi Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia”, memberi isyarat kepada kita sebagai masyarakat Indonesia bahwa kita harus mencintai dan menggunakan bahasa Indonesia di dalam kehidupan bermasyarakat. Sepanjang sejarah bahasa Indonesia selalu mengalami perkembangan. Dalam perkembangannya bahasa Indonesia tidak menampik kenyataan terhadap masuknya bahasa lain. Justru bahasa-bahasa yang masuk itu dapat memperkaya bahasa Indonesia terutama dari segi perbendaharaan kata. Sungguhpun demikian bahasa Indonesia masih dapat menunjukkan jati dirinya, baik sebagai alat pemersatu, sebagai sarana komunikasi dan sebagai bahasa negara. Letak geografis Indonesia sebagai negara kepulauan membuat masyarakat Indonesia berbeda suku, agama, budaya dan bahasanya. Berdasarkan penelitian Badan Bahasa sampai tahun 2014 ada kurang lebih 659 bahasa lokal yang ada di Indonesia(dikutipdarihttp://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/berita/1682/). Bahasa-bahasa ini menjadi sarana komunikasi masyarakat di tiap daerah walaupun penuturnya belum kita ketahui berapa jumlahnya. Kita tidak dapat membayangkan kalau seandainya tidak ada bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar yang digunakan oleh masyarakat di tiap daerah, pasti akan terjadi kekacauan karena setiap penutur bahasa lokal tersebut pasti akan berkomunikasi dengan bahasa mereka masing-masing. Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu memegang peranan yang sangat penting dalam keberlangsungan pemakaian bahasa Indonesia di daerah-daerah. Bahasa Indonesia harus mampu menembus berbagai perbedaan bahasa daerah yang ada di Indonesia sehingga orang Toraja yang berbahasa Toraja dapat berkomunikasi dengan orang Manado yang berbahasa Melayu Manado dengan menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian bahasa Indonesia adalah benang pengikat yang paling fundamental dalam membangun keindonesiaan. Memang sangat disadari bahwa beban berat yang dipikul oleh bahasa Indonesia dirasakan semakin bertambah banyak dan tambah rumit. Hal ini disebabkan oleh dua hal, yaitu bahasa Indonesia harus dapat menjadi bahasa pemersatu terhadap kurang lebih 659 bahasa lokal dan bahasa Indonesia harus mampu bertahan dan menentukan identitas diri terhadap derasnya pemakaian bahasa asing di era sekarang ini. Kecenderungan mengunggulkan identitas bahasa asing akhir-akhir ini telah menjadi-jadi. Hampir setiap gedung-gedung megah di Indonesia, terpampang tulisan-tulisan asing sebagai lambang kemodernan, padahal di

Page 81: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Indonesia memiliki bahasa Indonesia. Sikap yang demikian ini tentu akan melunturkan citra dan identitas bangsa. Selain sebagai bahasa pemersatu, bahasa Indonesia dikatakan juga sebagai alat komunikasi. Menurut Keraf (1991:3) fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat perhubungan antar anggota masyarakat. Sebagai sarana komunikasi, pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar di zaman sekarang sungguh memprihatinkan. Kemajuan teknologi yang semakin berkembang, memaksa para kaum muda di zaman sekarang kurang memperdulikan penggunaan bahasa Indonesia yang tepat. Anak muda sekarang lebih cenderung menggunakan bahasa atau ungkapan yang sedang ngetrend atau bahasa alai. Pengaruh sosial media begitu kuat memengaruhi pemakaian bahasa yang menyimpang dari kaidah yang baik dan benar. Sehingga ini membuat kedudukan bahasa Indonesia semakin terjepit. Kita sering mendengar orang berdalih bahwa berbahasa itu yang terpenting lawan berbicara dapat memahami informasi yang kita sampaikan, dan tidak harus menggunakan bahasa yang baik dan benar sebagaimana yang diatur dalam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu bahasa Indonesia juga mempunyai empat fungsi sebagai berikut : 1. Sebagai lambang kebangsaan negara; 2. Lambang identitas negara; 3. Alat penghubung antarwarga, antardaerah, antarbudaya; 4. Alat yang menyatukan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda. Bahasa Indonesia juga digunakan sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia merupakan alat yang digunakan sebagai bahasa media massa untuk menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa yang menerapkan kaidah dengan konsisten. Sedangkan bahasa yang baik adalah bahasa yang mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakaiannnya. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap terbuka sehingga mampu mengembangkan dan menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemakaian bahasa Indonesia di Wikipedia yang menduduki peringkat ke 26 di dunia dan Terbesar Ketiga di Asia hal ini dikarenakan menulis ensiklopedia bebas di internet semakin digemari masyarakat Indonesia. Wikipedia Indonesia, telah menjadi ensiklopedia elektronik terbesar ketiga setelah Wikipedia berbahasa Jepang dan Mandarin. Wikipedia Indonesia kini berada di peringkat 26 dari 250 Wikipedia berbahasa asing di dunia. Sedangkan di tingkat Asia berada di peringkat tiga, setelah Jepang dan Mandarin. Tantangan Wikipedia berbahasa Indonesia kedepan adalah bagaimana meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan publik sebab informasi di wikepedia Indonesiaterusdiperbaruisetiapsaat,(dikutipdarihttp://luthfiradovic.blogspot.com/2013/05/keunikan-dan-kelebihan-bahasa-indonesia.html) .

Page 82: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Keunggulan lain dari bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi adalah bahasa ketiga yang paling banyak digunakan pada wordpress setelah Spanyol. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang menempati urutan ketiga yang paling banyak digunakan dalam posting-posting WordPress. Indonesia pun adalah negara kedua terbesar di dunia yang pertumbuhannya paling cepat dalam penggunaan engine blog itu. Semakin berkembangnya teknologi di dalam kehidupan kita akan berdampak juga pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan IPTEK itu. Interaksi global dalam berbagai bidang dewasa ini tidak bisa dihindari. Akibatnya proses transaksi nilai-nilai global dengan sendirinya juga akan terjadi. Pentingnya kesadaran dari diri kita sendiri terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sepanjang kita berada di wilayah negara Indonesia, merupakan suatu keniscayaan untuk tetap mempergunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah. Hal ini juga mempertegas kecintaan kita terhadap bahasa kita sendiri agar identitas bangsa kita lebih dihargai dalam skala internasional. Sehingga tidak menutup kemungkinan, bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa Internasional di masa mendatang. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan juga sebagai bahasa negara, wajib digunakan dalam segala kegiatan resmi kenegaraan. Demikian pula di semua jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa pengantar. Hal itu dimaksudkan agar bahasa Indonesia dapat berkembang secara wajar di tengah masyarakat pemakainya. Selain itu, upaya tersebut diharapkan pula dapat menjadi perekat persatuan suku yang ribuan jumlahnya ini menjadi satu bangsa yang besar yakni, bangsa Indonesia. Referensi: Keras. G. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/berita/1682/). Diakses tanggal 31 Juli 2015. http://luthfiradovic.blogspot.com/2013/05/keunikan-dan-kelebihan-bahasa-indonesia.html). diakses tanggal 31 Juli 2015.

Page 83: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

MEMERKASAKAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI PILAR BUDAYA DALAM KONTEKS

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN oleh

Nofita Anggraini Balai Bahasa Provinsi Sumatera Selatan

pos-el: [email protected]

Abstrak

Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN di penghujung tahun 2015 ini sekurangnya menuntut kesiapan bahasa Indonesia sebagai pilar budaya. Mengapa demikian? Karena, pemberlakuan MEA 2015 bukan merupakan peristiwa ekonomi semata, melainkan juga memiliki efek yang tidak kecil dalam konteks budaya. Hal ini dapat dimengerti karena bahasa, sebagai salah satu wujud kebudayaan memegang peranan yang penting. Bahasa Indonesia tidak hanya menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang berkebhinekaan, akan tetapi juga di satu sisi akan mampu menjadi filter untuk menahan derasnya arus tenaga kerja asing. Di sisi lain, tentunya yang tidak dapat diabaikan adalah menyiapkan instrumen penting dalam diplomasi kebudayaan yang mengusung bahasa Indonesia menjadi bahasa yang mendunia. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian itu di antaranya berkaitan dengan bidang kebahasaan (termasuk pendidikan) dan kesenian berbahasa Indonesia. kata kunci: bahasa Indonesia, budaya, MEA PENGANTAR Seperti disampaikan oleh Ketua DPD RI, Irman Gusman, saat penutupan seminar Politik Bahasa 2015 di Jakarta, Sabtu (6/06/2015) bahwa bahasa Indonesia merupakan perekat persatuan bangsa Indonesia, dan merupakan cikal bakal nasionalisme modern. Bahasa Indonesia memiliki fungsi penting sebagai pilar budaya, selain pilar ekonomi dan pertahanan menyongsong pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun ini. Dapatlah dimaklumi kiranya pernyataan bahwa bahasa Indonesia menjadi pilar budaya yang patut disokong dalam menghadapi MEA, karena secara kebudayaan faktor utama yang paling rentan bersinggungan adalah bahasa, sebagai alat komunikasi, dalam hal ini adalah bahasa Indonesia, meski dalam konteks komunitas perekonomian, yang tidak dapat dipandang sebagai aktivitas ekonomi semata. Ada pergerakan manusia yang berkembang sedemikian rupa, menerobos jauh ke luar bidang perekonomian, yang secara sederhana saja dapat dilihat dari aktivitas berkomunikasi. Oleh sebab itu, tidaklah berlebihan jika Ketua DPD RI menyatakan pula bahwa investasi budaya khususnya bahasa sangat penting membangun identitas bangsa.

Page 84: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Persoalan yang dihadapi bahasa Indonesia sebagai pilar budaya tentu saja dapat dilihat secara objektif, yang fakta sebenarnya tidak hanya “tergopoh-gopoh” atau gamang dalam menghadapi MEA 2015 saja, karena persoalan ini secara internal tengah dihadapkan pada sebuah kondisi yang sudah menggejala ke arah sikap negatif terhadap bahasa Indonesia pada penuturnya, selain diperlukan langkah-langkah pembinaan, termasuk langkah-langkah pengembangan dan pelindungan bahasa serta pengembangan strategi dan diplomasi kebahasaan, seperti diamanatkan melalui Seminar Politik Bahasa 2015. SEBUAH REFLEKSI DARI GENERASI MUDA Sudahkah kita bangga berbahasa Indonesia? Sudahkah kita merasa bangga menjadikan bahasa Indonesia sebagai bagian dari budaya kita? Sudahkah kita santun dalam berbahasa? Demikian ditulis Shindy Nilasari, seorang mahasiswa dalam Kompasiana, 31 Oktober 2013. Menurutnya, pertanyaan inilah yang tiba-tiba muncul saat ia kuliah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang bila kita telaah lebih dalam asal-usul sejarahnya, seharusnya dapat membuat kita sebagai warga negara Indonesia bangga untuk menggunakannya dan menjadikannya bagian dari budaya kita. Namun, kenyataannya tidak demikian. Perjuangan dan ikrar pemuda-pemuda nusantara waktu itu seharusnya dapat kita jadikan pedoman untuk saat ini. Namun, entah kenapa dengan alasan globalisasi bahasa Indonesia seakan menjadi semakin tersingkirkan. Sekolah-sekolah mulai menggunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantar (lingua franca) dalam kegiatan pembelajaran. Anak muda lebih sering menggunakan istilah-istilah asing, karena mungkin dianggap lebih keren atau apalah. Fakultas Bahasa Indonesia kurang diminati oleh warga Indonesia sendiri, mahasiswanya justru kebanyakan adalah orang asing yang memiliki ketertarikan terhadap budaya Indonesia. Ia juga mengeluhkan kemampuan dan kesantunan berbahasa rakyat Indonesia juga tidak terlepas dari tata cara berbahasa public figure negeri ini. Jangan harapkan rakyat akan menjadi santun jika para pemimpinnya saja bersikap tidak santun. Media sebagai sumber informasi rakyat yang sangat berpengaruh dalam pembentukan opini masyarakat terkadang menampilkan tontonan yang tidak pantas untuk dilihat. Misalnya saja, kelakuan para pejabat negara yang berkelahi di tengah rapat yang seharusnya menjadi forum terhormat, umpatan-umpatan yang tidak pantas dikeluarkan dari orang yang berpendidikan. Di sisi lain, sebagai akibat dari arus globalisasi, jenjang pendidikan dan keahlian tertentu mengharuskan seseorang (siswa dan mahasiswa) untuk mampu berbahasa Inggris, baik dalam skala TOEFL, IELTS, dan sejenisnya. Gejala ini pun sudah muncul pada beberapa perguruan tinggi di Indonesia sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian sarjana, dan seterusnya. Bahkan, muncul anggapan bahwa siapa yang tidak mampu berbahasa Inggris, maka dapat dipastikan ia akan tergerus dalam persaingan global. Hal yang sederhana saja, misalnya, seperti diakui Aulia Luqman Aziz (2014), Kita sulit untuk tidak mengucapkan istilah dan variasi istilah yang ada dalam komputer dalam keseharian kita: meng-copy, copypaste, di-delete, di-save, di-print, hingga belum dapat ditemukannya kata

Page 85: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

pengganti “file” yang bisa diterima oleh lidah kita dengan baik. Ini belum ditambah dengan betapa “rupa-rupa” penyimpangan bahasa dan penulisannya pada jejaring media sosial seperti facebook dan twitter. MEMERKASAKAN PILAR BUDAYA BERBAHASA INDONESIA Sebagai bangsa yang berdaulat, tentunya bangsa Indonesia patut berbangga telah memiliki sebuah bahasa yang telah terbukti mampu mempersatukan ribuan suku bangsa yang ada, yang tidak kurang memiliki 746 bahasa daerah, yakni bahasa Indonesia (lihat Sugono, 2008). Semua etnis yang ada sangat mendukung bahasa Indonesia, seperti dikatakan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Prof. Dr. Mahsun, bahwa keunggulan Bahasa Indonesia dibanding Bahasa Melayu, khususnya dalam hal politik identitas. Menurutnya, bahasa Indonesia bisa menjadi pemersatu bangsa karena bahasa ini bukanlah bahasa dari etnis tertentu sehingga etnis manapun cenderung membuka diri untuk mempelajarinya. Hal itu berbeda dengan bahasa Melayu di Malaysia yang berbasis etnis tertentu sehingga etnis non-Melayu seperti Tionghoa dan India merasa enggan mempelajarinya dan cenderung mempertahankan bahasa etnisnya (ROL, 6 November 2014). Pernyataan di atas tentunya menjadi modal yang sangat kuat bagi bangsa Indonesia, terutama dalam memerkasakan bahasa Indonesia sebagai pilar budaya dalam arti seluas-luasnya. Keberadaan bahasa dalam konteks budaya telah mampu mengeristal sebagai simbol jati diri bangsa. Dalam kaitan ini, bahasa Indonesia harus terus dikembangkan agar tetap dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana komunikasi yang modern dalam berbagai bidang kehidupan. Di samping itu, mutu penggunaannya pun harus terus ditingkatkan agar bahasa Indonesia dapat menjadi sarana komunikasi yang efektif dan efisien untuk berbagai keperluan. Upaya ke arah itu kini telah memperoleh landasan hukum yang kuat, yakni dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Undang-undang tersebut merupakan amanat dari Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan sekaligus merupakan realisasi dari tekad para pemuda Indonesia sebagaimana diikrarkan dalam Sumpah Pemuda, tanggal 28 Oktober 1928, yakni menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Secara khusus, menurut catatan penulis, berkaitan dengan pemerkasaan bahasa Indonesia dalam menghadapi MEA, antaranya adalah dengan melaksanakan sepenuhnya Peraturan yang mengatur agar pekerja asing harus berbahasa indonesia saat mea sudah diberlakukan. Untuk itu setiap orang asing yang akan bekerja di Indonesia harus mengikuti Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). UKBI penting dilakukan untuk pengembangan bahasa Indonesia ke depannya, apalagi guna memasuki MEA. Diadakannya UKBI juga untuk melindungi para pekerja Indonesia sendiri, dengan begitu pekerja Indonesia juga mendapat kesempatan untuk bekerja. Sama halnya dengan bahasa yang digunakan untuk iklan lowongan pekerjaan yang ada di media massa, hampir semuanya menggunakan bahasa asing. Hal ini sudah merupakan kesalahan karena tidak

Page 86: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang resmi terutama di negara sendiri. Dalam diskusi bersama teman-teman dan melihat umpan balik dalam pelaksanaan UKBI kepada mahasiswa asing (Darmasiswa RI), dalam hal ini UKBI yang dilaksanakan Balai Bahasa Provinsi Sumatera Selatan dan Universitas Sriwijaya berkait dengan pembelajaran BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing), tampaknya memang perlu pembedaan instrument tes antara UKBI dan UKBIPA, mengingat UKBI selama ini ditujukan kepada penutur bahasa Indonesia non-asing. Tentunya hal ini juga ke depan dapat menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan tes sejenis kepada tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia. Upaya memerkasakan pilar budaya berbahasa Indonesia ini juga tentunya dapat dilakukan melalui diplomasi kebudayaan itu sendiri. Menurut hemat penulis, bisa saja dimotori oleh Pemerintah maupun dilakukan oleh pihak lain. Misalnya, melalui seni dalam arti luas, baik dalam lagu maupun film. Sebuah catatan kecil yang dapat disampaikan di sini, misalnya, tatkala tayangan film anak asal Malaysia Upin dan Ipin masuk ke Indonesia, betapa banyak anak yang ikut meniru gaya berbahasa tokoh Upin, Ipin, dan beberapa sahabatnya. Kosakata bahasa Melayu “mewarnai” keseharian anak-anak Indonesia yang menonton tayangan film itu. Artinya, kondisi serupa juga dapat dilakukan dengan mengekspor film-film Indonesia ke luar negeri, minimal di kawasan ASEAN. Tidak hanya itu, lagu-lagu dari penyanyi Indonesia yang ngetop dan diminati di kawasan ASEAN juga dapat menjadi sarana penguatan bahasa Indonesia sebagai pilar budaya menghadapi MEA 2015. PENUTUP Rencana pemberlakuan MEA 2015 setidaknya menjadi tonggak dalam mengevaluasi kembali strategi kebahasaan, dalam hal ini bahasa Indonesia, sebagai pilar budaya dalam konteks tersebut. Sejarah telah membuktikan bahwa bahasa Indonesia telah mampu menjadi perekat ribuan suku bangsa yang di atasnya berdiri lebih dari 700 bahasa daerah dalam interaksi dan komunikasi di wilayah republik ini. Pemerkasaan pilar budaya dalam kerangka bahasa Indonesia menuju MEA 2015, seharusnya didukung oleh berbagai pihak dengan menggunakan aturan-aturan yang ada, selain melalui diplomasi kebudayaan itu sendiri, misalnya dengan memanfaatkan lagu dan film berbahasa Indonesia. RUJUKAN A. L. Aziz. 2014. “Penguatan Identitas Bahasa Indonesia sebagai Lambang

Identitas Nasional dan Bahasa Persatuan Jelang Penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015”. JURNAL STUDI SOSIAL, Th. 6, No. 1, Mei 2014, 14-20. Pada laman: http://lp2m.um.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/31.pdf. Diakses 24 Juli 2015.

BAHASA SASTRA SEBAGAI PILAR PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN BUDAYA. Pada laman:

Page 87: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

http://yumnashilah.blogspot.com/2014/10/bahasa-sastra-sebagai-pilar-pelestarian.html

Kemendikbud: Internasionalisasi Bahasa Indonesia Titik Awal Baik. Pada laman : http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/14/11/06/nelmpp-

kemendikbud-internasionalisasi-bahasa-indonesia-titik-awal-baik. Diakses 23 Juli 2015. Mawardi, S. T. Pada MEA 2015 TKA Harus Bisa Bahasa Indonesia. Pada

laman: https://www.linkedin.com/pulse/pada-mea-2015-tka-harus-bisa-bahasa-indonesia-mawardi-s-t-. Diakses 26 Juli 2015.

Mustakim. “Bahasa sebagai Jati Diri Bangsa”. Pada laman : http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/321. Diakses 25 Juli 2015.

Sugono, D. 2008. Politik Bahasa Nasional dalam Era Otonomi Daerah. Raja Ali Haji. Pada laman: http: / /www. r a j a a l i h a j i . c om/ i d /article.php?a=RGdIL3c%3D=.

Diakses 25 Juli 2015. BIODATA

Nama : Nofita Anggraini, S.Pd., M.Si., Ph.D. Tempat,tanggal lahir : Palembang, 20 November 1975 Unit kerja : Balai Bahasa Palembang Jabatan : Fungsional Umum, Bidang Kebahasaan Pos-el : [email protected] Alamat : Jalan Tombak No.592 Rt.07 Sekip Ujung, Palembang 30127. Telepon : 082175796673

Page 88: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

ALIH KODE BAHASA INDONESIA KE BAHASA MINANGKABAU DALAM KELUARGA MUDA DI KOTA PADANG

oleh Rita Novita

Balai Bahasa Provinsi Sumatera Barat [email protected]

1. Pendahuluan Kota Padang merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Barat yang masyarakatnya dominan menggunakan bahasa daerah, yaitu bahasa Minangkabau. Penggunaan bahasa daerah tersebut antara lain dapat ditemui pada ranah keluarga, lingkungan rumah, kantor, dan sekolah. Pada ranah rumah tangga atau keluarga tidak semua keluarga menggunakan bahasa Minangkau dalam berkomunikasi di rumah. Sebagian keluarga cenderung menggunakan bahasa Indonesia. Salah satu komponen keluarga yang cenderung menggunakan bahasa Indonesia adalah keluarga muda. Keluarga muda yang dimaksudkan di sini adalah keluarga yang memiliki anak maksimal berumur 16 tahun dan belum memiliki cucu. Pada umumnya keluarga yang menggunakan bahasa Indonesia di rumah adalah mereka yang berlatar belakang pendidikan SMA ke atas dan bekerja, Penggunaan bahasa Indonesia dalam keluarga muda di Kota Padang disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, mereka ingin mengajarkan bahasa Indonesia kepada anak. Para orang tua tidak ingin anak seperti mereka yang tidak lancar menggunakan bahasa Indonesia. Hal itu sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa lingkungan tepat tinggal, pola asuh orang tuda, dan dukungan orang tua mempengaruhi perkembangan anak (Asrori, 2008:101).Kedua, orang tua ingin mengajarkan kesantunan berbahasa karena beberapa kata dalam bahasa Minangkabau dinilai tidak santun, seperti kata kau, waang, dan aden. Ketiga, orang tua beranggapan bahwa penguasaan bahasa Minangkabau secara alamiah didapatkan di luar sekolah, seperti di lingkungan rumah dan di sekolah sehingga mereka tidak perlu membiasakan anak berbasa Minangkabau di rumah. Komunikasi yang dilakukan oleh dwibahasawan tersebut tidak dapat terhindarkan dari peristiwa alih kode. Kedwibahasawan bukanlah sesuatu yang bersifat mutlak, hitam atau putih, tetapi bersifat “kira-kira” atau “kurang lebih” (Tarigan, 2011:7). Di samping itu, penggunaan bahasa Indonesia dalam keluarga muda menyebabkan munculnya penggunaan bahasa Minangkabau yang tidak murni lagi (Martis dkk, 2005:153). Alih kode merupakan peralihan dari bahasa satu ke bahasa yang yang dilakukan oleh penutur. Alih kode yang dilakukan oleh keluarga yang cenderung menggunakan bahasa Indonesia umumnya adalah alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Minangkabau. Alih kode yang dilakukan oleh penutur tidak terjadi begitu saja, melainkan ada beberapa faktor yang menyebankan hal itu terjadi. Misalnya, terpengaruh oleh lawan. Penutur menggunakan bahasa Indonesia, sedangkan lawan tutur menggunakan bahasa Minangkabau. Hal itu menyebabkan

Page 89: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

si penutur beralih kode ke bahasa Minangkabau. Makalah ini akan menguraikan fakto-faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode. a. Hadirnya Orang Ketiga Orang ketiga yang hadir pada suatu peristiwa tutur dapat memengaruhi bahasa yang digunakan oleh seseorang. Seseorang yang dianggap tidak sepenuhnya memahami kode tertentu akan mendorong seseorang untuk beralih kode. Apabila hal itu tidak dilakukan, khawatirkan komunikasi menjadi tidak lancar. Si penutur beranggarapan bahwa lawan tutur akan mengalami kesulitan dalam menjawab atau menanggapi apa yang disampaikan si penutur. Alih kode tersebut dapat terlihat pada contoh-contoh berikut ini. Peristiwa tutur 1: Bunda : Makan ya, nak? Anak : Itu…itu…. Ayah : Hati-hati nak, tersedak nanti. Tanganya, tangan bagus ya? Bunda : Makan pepaya, ya? Biar lunak ooknya…. Anak : Ndak mau… Tamu : Sadang manga tu? ‘Apa yang sedang dilakukan? Bunda : Ei, siko duduak a. (‘Hei, sinilah duduk’) Tamu : Iyo. ‘Iyo.’ Pelaku tutur dalam peristiwa tutur tersebut adalah bunda, ayah, anak, dan tamu. Ayah dan bunda sedang membujuk anaknya yang tidak mau makan pepaya. Anak juga diminta menggunakan tangan kanan untuk makan karena tangan kanan adalah tangan dinilai paling baik digunakan untuk makan. Tangan kiri merupakan tangan yang dianggap kurang baik karena salah satu berfungsinya untuk membersihkan kotoran ketika buang air kecil dan air besar. Bahasa yang digunakan oleh ayah dan bunda adalah bahasa Indonesia. Akan tetapi, setelah datang seorang tamu, bunda beralih kode bahasa Minangkabau. b. Merasa Segan kepada Orang Sekampung Perasaan segan kepada orang sekampung juga dapat menyebabkan seorang penutur beralih kode ke bahasa Minangkabau. Alih kode karena faktor tersebut dapat terlihat pada peristiwa tutur sebagai berikut. Peristiwa tutur 2: Ibu : Ayo nak, kita pergi antar ayah ke dokter Ayah : Iya nak, cepatlah nak! Anak : Iya Bunda…. Ayah : Kami pai lu, makan selah dulu tek. ‘Kami pergi, etek silakan makan duluan.’ Etek : Indak makan dulu Wan? ‘Wan tidak makan dulu?’ Ayah : Ndak do, makan ubek dulu baru makan. Kami pai lu. ‘Tidak, makan obat dulu sebelum makan. Kami berangkat.’ Pada peristiwa tutur (2) terlihat bahwa ibu dan ayah menggunakan bahasa Indonesia kepada si anak. Akan tetapi, ketika ayah berbicara kepada orang

Page 90: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

sekampung, ayah beralih kode ke bahasa Minangkabau. Ayah merasa segan menggunakan bahasa Indonesia. Hal itu dilakukan karena takut dikatakan sombong atau ‘sok’. Alih kode tersebut berkemungkinan tidak terjadi apabila orang tersebut merasa bahwa ia orang terpandang yang biasa menggunakan bahasa Indonesia dan lawan bicaranya memiliki status sosial yang jauh lebih rendah dari si penutur. Dengan demikian, ia yakin lawan tuturnya tidak memiliki persepsi yang negatif terhadap dirinya. c. Ingin Mempersempit Jarak atau Ingin lebih Akrab Alih kode dari BI ke BM juga dapat terjadi karena ingin mempersempit dengan lawan tutur. Pembicara akan merasa tidak akrab dengan lawan tutur apabila tidak melakukan alih kode ke bahasa Minangkabau. Berikut contoh alih kode tersebut. Peristiwa tutur 3: Anak : Apa tu ma, kok ada bijinya? Ibu : Jambu biji, ya ada bijinya. Kalam mah, Yudi nak manulih, di meja tu selah Yud, lah dibarasihan. ‘Tempatnya agak gelap, Yudi akan menulis. Yang di sana sudah dibersihkan. Tamu : Ndak baa doh Ni Da, lai nampaknyo. ‘Tidak apa-apa Nida, Di sini terlihat juga’ Pada tutura (3) juga terlihat adanya alih kode dari BI ke BM yang dilakukan oleh ibu. Pada awalnya ibu menggunakan BI kepada anak ketika berbicara kepada tamu ia langsung ke BM, yakni “Kalam mah, Yudi nak manulih, di meja tu selah Yud, lah dibarasihan” yang artinya ‘Tempatnya agak gelap, Yudi akan menulis. Yang di sana sudah dibersihkan’. Hal itu dilakukan ibu agar tidak ada jarak dengan tamu. d. Terpengaruh oleh Lawan Bicara Alih kode dari BI ke BM dapat juga disebabkan karena terpengaruh oleh lawan bicara. Pembicara melakukan alih kode dari BI ke BM ketika lawan bicara menggunakan BM. Berikut contoh alih kode tersebut. Alih kode dari BI ke BM dapat juga disebabkan karena terpengaruh oleh lawan bicara. Pembicara melakukan alih kode dari BI ke BM ketika lawan bicara menggunakan BM. Berikut contoh alih kode tersebut. Peristiwa tutur (4) Mama : Gimana tadi di sekolah? Anak : O…senang tadi, ma. Mama : Bagus. Anak : Ado kawan baru tadi ma. ‘Tadi ada kawan baru ma.’ Mama : Sia namonyo? ‘Siapa namanya.’ Anak : Andi, ma. ‘Andi ma.’ Mama : O…. ‘O….’

Page 91: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Anak : Mainannyo banyak ma. ‘Mainannyo banyak, ma.’ Mama : Rancaklah, tu. ‘Baguslah kalau begitu.’ Pada peristiwa tutur (4) terlihat mama beralih kode kepada anak karena terpengaruh dengan kode yag digunakan anak. Mama menanyakan bagaimana situasi belajar dengan menggunakan bahasa Indonesia dan anak pun menjawabnya dengan bahasa Indonesia. Ketika anak berbicara dengan bahasa Minangkabau, mama pun terpengaruh dan menggunakan bahasa Minangkabau. e. Pengaruh Emosi Pengaruh emosi juga dapat menyebabkan alih kode dari BI ke BM. Ketika pembicara emosi, ia cenderung menggunakan BM. Hal itu terjadi karena secara psikologis ungkapan emosial seseorang dapat dicurahkan dengan bahasa pertamanya. Berikut ini contoh alih kode tersebut. Peristiwa tutur 5: Mama : Mit…udah main PS-nya mit. Belajar lagi, buat PR! Anak : Udah ma. Mama : Kita buat aturan sekali seminggu main PS. Hari ini hari sekolah, kita kan nggak boleh main PS di hari sekolah. Anak : Mama cerewet! Mama : Mama ini orang tua kamu, nak! Kamu carilah urang tuo nan lain. Kalau raso ndak bisa mandangaan mama cerewet, tolong patuahlah! Peristiwa tutur () bahwa mama melakukan alih kode ke bahasa Minangkabau karena emosi kepada anak. Mama melarang anaknya untuk bermain PS karena anak harus belajar dan membuat PR. Anak menyampaikan kepada mama bahwa ia telah selesai membuat PR agar ia tetap diperbolehkan bermain PS. Mama malarang anaknya bermain pada hari sekolah, mereka hanya boleh bermain PS pada hari libur. Merasa keasyikannya terganggu, anak mengungkapkan isi hatinya yang membuat orang tuanya marah. Anak mengatakan mamanya cerewet. Hal itu membuat mama emosi. Kemarahan mama kepada anaknya yang tidak mau diatur baru terluapkan atau tersampaikan apabila disampaikan dengan bahasa Minangkabau. Berikut ini contoh lain alih kode yang disebabkan oleh emosi. Peristiwa tutur 7: Mama : Mana obatnya Cha? Anak : Ini a… Icha nggak punya kalung. Tante : Minta belikanlah sama mama. Anak : Iya, tapi mama nggak punya duit. Mama : Manyo piak! ‘Mana piak!’ Anak : Kasihan deh lu…. Mama : Kamarilah! Anak mada! ‘Ke sinilah! Anak nakal’

Page 92: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Mama meminta anak mengambilkan obat, tetapi anak tidak memperdulikan. Bahkan, ia asyik berbicara dengan tante. Hal itu membuat mama marah. Mama menyuruh anak mendekat dan menyatakan bahwa si anak nakal. Kemarahan mama juga terlihat menggunakan bahasa Minangkabau. f. Menunjukkan Identitas atau Bangga dengan Bahasa Minangkabau Identitas memiliki makna jati diri (KBBI, 2008:517). Seseorang yang beralih kode ke bahasa Minangkabau dapat disebabkan karena ingin memperlihatkan jati dirinya sebagai orang Minang kepada lawan tutur. Hal itu dapat terlihat pada contoh berikut ini. Persitiwa tutur 8: Tamu : Asamaulaikum. Mama : Waalaikum salam. Nadia siapa yang datang? (sedang berada di dapur) Anak : Tante Rina Ma. Mama : Suruh masuk, ya. Anak : Masuklah Te. Mama : E…Rina, baa kaba? Tamu : Kabar baik. Mama : Dari ma ko? ‘Dari mana?’ Tamu : Dari pasar…ngganggu uni boleh kan? Mama : Nda ado doh…. ‘Ndak ada.’ Tamu : Lai sehat ni? ‘Uni sehat kan?’ Mama : Alhamdulillah. Pada peristiwa tutur (8) terlihat mama menggunakan bahasa Indonesia kepada anak. Selanjutnya, datang seseorang yang juga menggunakan bahasa Indonesia. Akan tetapi, mama menyapa orang tersebut dengan bahasa Minangkabau. Hal itu dapat disebabkan keinginan penutur yang ingin memperlihatkan kepada lawan tutur bahwa ia orang Minang dan bisa berbahasa Minangkabau. g. Menjelaskan Sesuatu atau Konsep Penutur yang memiliki bahasa pertama bahasa Minangkabau akan menggunakan bahasa Minangkabau untuk menjelaskan sesuatu. Hal itu dijelaskan agar lawan tutur lebih mudah memahami apa yang dijelaskan. Alih kode karena ingin menjelaskan dapat terlihat pada contoh berikut ini. Persitiwa tutur 9: Mama : Coba inilah nak! Anak : Ini apa ma? Mama : Namanya ini lapek. Anak : Lapek itu apa tu ma? Mama : Lapek tu makanan nan tabuek bisa tabuek dari pisang, di dalamnyo ado isinyo. ‘Lepat itu makan yang bisa terbuat dari pisang dan ada isinya di dalam.’ Anak : O….

Page 93: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Pada peristiwa tutur (9) terlihat mama beralih kode ke bahasa Minangkabau kepada anak karena ingin menjelaskan lepat. Mama merasa bahwa anaknya akan lebih mudah mengerti apa yang dimaksudkan dengan lepat. Hal itu dapat disebabkan oleh bahasa pertama yang penutur dan lawan tutur adalah bahasa Minangkabu. 5. Penutup Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada tujuh faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode. Ketujuh faktor tersebut adalah hadirnya orang ketiga, merasa segan kepada orang sekampung, ingin mempersempit jarak atau Ingin lebih akrab, terpengaruh oleh lawan bicara, pengaruh emosi, menunjukkan identitas atau bangga dengan bahasa Minangkabau, menjelaskan sesuatu atau konsep. Terjadinya alih kode merupakan hal yang wajar. Akan tetapi, alih kode tersebut sebaiknya tidak merusak bahasa Minangkabau.

Daftar Pustaka Aslinda dan Leni Syafyahya. 2014. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika Aditama. Asrori. 2008. Psikologi Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima. Chaer, Adul dan Leoni Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Hasanuddin. 2009. Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia. Bandung: Angkasa. Martis, Non dkk. 2005. Eksistensi Bahasa Minangkabau dalam Keluarga Muda di Kota Padang. Padang: Balai Bahasa Padang Sudaryanto. 1990. Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Tarigan, Henry Guntur. 2011. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Tim Penyusun Kamus. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. Schiffrin, Deborah. 2007. Ancangan Kajian Wacana. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Page 94: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Orang Medan Berbahasa Indonesia: Dulu dan Kini—Lisan dan Tulis

Oleh Sahril

Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara

Pengantar Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi atau interaksi yang dimiliki manusia. Bahasa cenderung mengalami perubahan bersamaan dengan perubahan yang terjadi pada masyarakat penuturnya. Sebagaimana diketahui, bahasa dijadikan sebagai sarana ekspresi dan komunikasi dalam kegiatan kehidupan manusia, seperti dalam bidang kebudayaan, ilmu, dan teknologi. Secara umum, bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat. Kota Medan adalah ibukota Provinsi Sumatera Utara. Masyarakat Medan dikenal cukup majemuk. Setidaknya ada tujuh sukubangsa asli Sumatera Utara, yaitu Melayu, Batak, Karo, Simalungun, Pakpak, Nias, dan Mandailing yang banyak berdomisili di Medan. Di samping itu banyak pula suku bangsa lain yang berasal dari luar Sumatera Utara. Termasuk suku bangsa yang berasal dari luar Indonesia, seperti Tionghoa, Arab, dan India (Sing, Tamil, dan Benggali). Setuhan dengan dunia luar juga sangat kental di kota ini. Hanya di Medan yang kita temukan nama jalan memakai nama tokoh dunia. Misalnya Jalan Sun Yat Sen (tokoh Tiongkok), Jalan Gandi (tokoh India), Jalan Yose Rizal (tokoh Filipina). Begitu juga nama-nama sarana umum, seperti pasar ’orang Medan menyebutnya ”pajak”, misalnya pasar Hongkong. Pusat Studi Sejarah Universitas Negeri Medan (Unimed) setidaknya terdapat lebih kurang 50 fotokopi koran lama yang terbit sekitar tahun 1918—1919 yang diambil oleh serorang ahli sejarah Unimed Dr. Ichwan Azhari dari perpustakaan Leiden, Belanda. Koran-koran lama itu, antara lain: Perempoean Bergerak, Soeara Iboe, Pelita Andalas, Pewarta Deli, Pedoman Masyarakat, Tjermin Karo, Asahan Moetiara, Ichtiar, Bintang Karo, dan lainnya. Semua koran tersebut diterbitkan di Medan dengan menggunakan bahasa Melayu. Tetapi sangat disayangkan, arsip atau dokumenatsi koran-koran tersebut tidak ada di Medan. Bahasaku1 Karya: Mozasa Aku menyair, aku bernalam Mengurai kasih melimpah sayang Berbisik sedih, bersorak girang Dengan bahasa seri pualam Aku bernyanyi mengayun padi Memikul butir memberat emas Aku menghimbau burung bebas Dengan bahasa moyangku asli

1 Dikutip dari buku Kiliran Jasa Seorang Guru Bahasa: sebuah biografi Sabaruddin Ahmad, Shafwan Hadi Umry dan Rusli A. Malem (Balai Bahasa Sumatera Utara, 2005), hlm. 100—101. 

Page 95: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Bukan hina bahasaku kini Tidak kaku ia tersenyum Hebat gembira ia menderum Tangkas cekatan ia mencari O, saudara congkak mulia Melonjak khidmat bahasa sana Memuji tinggi bahasa orang Mari sertaku ke taman indah Membelai memupuk bahasa kita Biar subur megah menjulang Dulu dan Kini—Lisan dan Tulis Bahasa sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu masyarakat dan bangsa. Tanpa bahasa, masyarakat manapun tidak akan mungkin tumbuh dan berkembang maju. Demikian pula bahasa, tidak akan mungkin ada tanpa masyarakat yang mendukung dan memilikinya. Sejarah telah mencatat bahwa cikal bakal bahasa Indonesia itu berasal dari bahasa Melayu. Orang Medan telah lama menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, baik dalam percakapan lisan, maupun dalam tulisan. Dengan demikian, orang ketika lahirnya bahasa Indonesia yang disahkan melalui kongkres II Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, yang mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia tidak merasa kesulitan untuk berbahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan, jauh sebelum lahirnya bahasa Indonesia, orang Medan sudah menggunakan bahasa Melayu dalam lisan dan tulisan, misalnya dalam karya sastra yang ditulis oleh para penyair yang dimuat oleh koran terbitan Medan telah menggunakan bahasa Melayu2. Begitu juga Tan Malaka, setelah menamatkan studinya di Belanda, beliau bekerja sebagai guru di Sumatera Timur dari tahun 1919—1921. Di saat menjadi guru, beliau banyak menulis tentang kritikan terhadap kaum penjajah yang dimuat oleh koran terbitan Medan. Semua tulisannya ditulis dalam bahasa Melayu3. Dari karya sastra yang ditulis oleh penyair perempuan, pada awal abad 20, yang dimuat oleh koran terbitan Medan terlihat bahwa para penulisnya begitu mahir menggunakan bahasa melayu/ Indonesia dengan diksi yang cukup terjaga. Beberapa karya penyair perempuan itu antara lain:

2 Lihat Pidia Amelia (2013) Mustika Kiasan: Antologi Puisi Penyair Perempuan Sumatera Bagian Utara 1919—1941. Medan: Ulu Brayan Publisher. Buku memuat 12 puisi yang ditulis oleh kaum perempuan dan dimuat oleh koran terbitan Medan sekitar tahun 1919—1941. 3  Lihat  Emnast  (1941/2007)  Tan  Malaka  di  Kota  Medan.  Medan:  Arsip  Sumatra.  Buku  ini merupakan sebuah novel yang ditulis oleh Emnast atau Muchtar Nasution terbit pertama sekali tahun  1941  di Medan,  novel  ini  berkisah  tentang  sepaak  terjang  tokoh  Tan Malaka  di  Kota Medan.  Novel  ini  ditulis  dengan  bahasa  Indonesia,  jauh  sebelum  bahasa  Indonesia  dijadikan sebagai bahasa negara.   

Page 96: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

“Organ untuk Perempuan Bergerak”, karya Siti Alima dimuat oleh koran Perempoean Bergerak, tanggal 16 Mei 1919 (hlm. 3). Puisi ini terdiri atas 11 bait. Berikut kutipan bait pertama; organ perempuan sudah terbit rembuk dan rukun itulah bibit girangnya hati bukan sedikit apa halangan, hendak disabit “Ajakan”, karya Oepik Amin dimuat oleh koran Perempoean Bergerak, tanggal 16 Mei 1919 (hlm. 3). Puisi ini terdiri atas 20 bait. Berikut kutipan pada bait kedua; Setelah dekat dia berkata Hai Oepik Amin saudara beta Perempuan bergerak korannya kita Sudah terbit di Medan kota “Cumbuan”, karya Potjut-potjut Chadija, Tiawah, Aseb, dan Fatimah, dimuat oleh koran Perempoean Bergerak, tanggal 16 Mei 1919 (hlm. 4). Puisi ini terdiri atas 31 bait. Berikut kutipan pada bait ketiga; Kalau ada salah awalnya Diharap pembaca memaafkannya Karena kami sangat bodohnya Karang mengarang belum bantasnya “1924—1925”, karya Boenga Rebi-Rebi yang dimuat oleh koran Tjermin Karo, tanggal 13 Januari 1925 (hlm. 1). Puisi ini terdiri atas 17 bait. Berikut kutipan pada bait keempat; Lanjutkan ingatan, perubahan nama Angka empat dengannya lima Nanti mengetahui kita bersama Rasa seram bulu dan roma “Mustika Kiasan”, karya Syarikat Kaum Ibu Sumatera (SKSI) yang dimuat oleh koran Pelita Andalas, tanggal 29 Agustus 1929 (hlm. 2). Puisi ini terdiri atas 17 bait. Berikut kutipan pada bait kelima; Ikut kemauan, junjungan kita Pelepas hati, penurut nafsu Badan yang lemah, turut bicara Jadi haluan, setiap waktu “Doenia Isteri: Ajakan”, karya P. Beroe Bangoen yang dimuat oleh koran Bintang Karo, edisi Maret 1931 (hlm. 3). Puisi ini terdiri atas 17 bait. Berikut kutipan pada bait keenam; Ilmu itu harta yang kekal Tentulah ia jangan tertinggal Walau di darat atau di kapal Itu boleh menjadi bekal “Perci Permenungan”, karya R. Moen’im yang dimuat oleh koran Soeara Iboe edisi Juli 1931 (hlm. 4). Puisi ini terdiri atas 5 bait. Berikut kutipan pada bait kedua; Ke daksina kupandang jelas

Page 97: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Kulihat mega beriring-iring Siapakah tidak menaruh belas Melihat bangsanya tidur berbaring “Doa Ku”, karya Anggia Murni yang dimuat oleh koran Pedoman Masyarakat tanggal 4 Januari 1939 (hlm. 11). Puisi ini terdiri atas 7 bait. Berikut kutipan pada bait ketiga; Kalau orang lain memberi barang Berupa benda, alamat girang Pemberianku hanya sepatah doa Bagiku lebih dari mata benda “Surya” dan “Tepian Mandiku” karya Noersima K yang dimuat oleh koran Bintang Oemoem tanggal 12 Juli 1941. Puisi ini terdiri atas 5 bait dan 6 bait. Berikut kutipan pada bait ketiga puisi Surya; Begitulah cahaya menerangi kita Tiada membedakan hina dan mulia Segala makhluk diteranginya Setiap hari, kelain masa Daan kutipan puisi Tepian Mandiku bait keempat; Dikala daku dipelukanmu Alangkah segar rasa diriku Jika kuturut kehendak tubuh Berendam lama, maulah daku “Termenung” karya Boroe Marpaoeng yang dimuat oleh koran Bintang Oemoem tanggal 12 Agustus 1941. Puisi ini terdiri atas 6 bait. Berikut kutipan bait pertama; Di kala beta duduk termenung Terkenang masa nan silam Air mata membasuh di jantung Sejak ditimpa cinta kejam “Guci Asmara” karya I’mah yang dimuat oleh koran Bintang Oemoem tanggal 16 Agustus 1941. Puisi ini terdiri atas 4 bait. Berikut kutipan pada bait keempat; Kini dendangan batin remaja Mundurkan diri sementara Waktu mendatangkan tempat pada penjaga Agar ceritanya tepat terpadu Umumnya puisi-puisi yang ditulis oleh penyair perempuan ini berbentuk pantun, tetapi dalaam bentuk gaya pujangga lama, sebagaimana yang pernah ditulis oleh Rustam Effendi dan Amir Hamzah. Tetapi yang menarik justru para penyair perempuan ini lebih dahulu menciptakan bentuk demikian daripada dua penyair ternama berikutnya (Rustam Effendi dan Amir Hamzah). Bahasa dan Penerbitan Medan memang kota bersejarah bagi industri perbukuan Indonesia. Medan termasuk kota bersejarah yang memulakan industri penerbitan nasional sejak awal. Dahulu ada sejumlah penerbit di Medan yang menerbitkan karya-karya sastra. Tahun 1952, di Medan telah berdiri organisasi penerbit lokal bernama Gabungan Penerbit Medan (Gapim) yang terdiri atas 40 orang anggota dan 24 di antaranya

Page 98: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

adalah pedagang buku. Gapim pun diajak bergabung ke Ikatan Penerbit Indonesia pada tahun 1953, Oktober 1953 terbentuklah Ikapi Cabang Medan4. Tidak hanya itu, Medan menjadi kota pertama di Indonesia yang menyelenggarakan pameran buku. Bulan April 1954, Ikapi Cabang Sumatra Utara menggelar pameran buku pertama di lingkungan Ikapi yang dihadiri Menteri PP dan K, Mr. Moh. Yamin. Berhubung maraknya dunia penerbitan di Medan, berpengaruh pula terhadap lahirnya para penulis. Para penulis ini tentunya berpengaruh pula terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Beberapa tokoh tersebut adalah Sutan Takdir Alisyahbana (STA), Amir Hamzah, Armin Pane, Sanusi, Merari Siregar, Chairil Anwar, Muhammad Zain Saidi (Mozasa), Iwan Simatupang, dan Sabaruddin Ahmad. Beberapa pemikiran mereka terhadap perkembangan bahasa Indonesia, misalnya STA di samping tokoh Pujangga Baru, beliau juga tokoh pembina dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia. STA pertama kali menggunakan istilah pembinaan dan pengembangan dengan Language Engineringg. Beliau mengungkapkan bagaimana memanfaatkan penemuan-penemuan dalam bidang linguistik (ilmu bahasa) untuk mempengaruhi pembentukan bahasa Indonesia agar mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lahir dari kehidupan modern. Tata bahasa Indonesia yang disusunnya bukanlah semata-mata tatabahasa deskriptif, melainkan tatabahsa normatif yang sanggup memberikan norma-norma suatu yang modren (Kleiden, 1988: XVII-XIX). Merari Siregar terkenal sebagai sastrawan yang mula-mula menulis secara baru dengan novelnya yang berjudul Azab dan Sengsara. Selain sebagai pengarang novel, Merari Siregar juga seorang penyadur yang baik. Cerita saudaranya sangat hidup sehingga pembaca tidak merasakan cerita itu sebagai saduran dari luar negeri. Pembaca seolah-olah membaca cerita Indonesia asli, seperti dalam cerita si Jamin dan Si Johan. Dalam pandangan Umar Junus, Marah Rusli dan Merari Siregar yang dianggap pemula tradisi penulisan novel dalam sastra Indonesia. Sabaruddin Ahmad adalah tokoh pendidik, tokoh pembina, dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia di Sumatera Utara. Buku Sabar dalam bidang bahasa dan sastra Indonesia telah diajukan buku paduan dan buku pelajaran di sekolah-sekolah dan di masyarakat Sumatera Utara, Nasional, dan negara tetangga Malaysia. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa orang Medan, jauh sebelum Sumpah Pemuda 1928, sudah menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari, walaupun saat itu belum bernama bahasa Indonesia tetapi bahasa Melayu. Hal yang paling menonjol pada penggunaan bahasa Indonesia masyarakat Medan pada saat itu lebih pada bentuk bahasa yang mempunyai ciri-ciri bahasa yang dibuat Van Ophuiysen (1901). Ciri itu menunjukkan adanya perubahan bunyi satu fonem tetapi dilafalkan dengan dua buah fonem, seperti kamoe untuk mengungkapkan kamu. Bunyi [oe] untuk mengartikan [u]. Agaknya tidak mengherankan, bahwa untuk menguraikan dan menguasai bunyi-bunyi tiap

4 Lihat 50 Tahun Ikapi: Membangun Masyarakat Cerdas. 

Page 99: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

bahasa hanya diperlukan sebagian saja dari bunyi-bunyi bahasa di dunia yang tidak terbilang macamnya itu. Pembinaan Kehidupan Budaya Bangsa Kalau dalam hubungannya dengan persatuan dan kesatuan bangsa yang perlu diperhatikan adalah bahasa Indonesia dan bahasa daerah, tetapi dalam hal pengembangan iptek perhatian itu hendaknya dipusatkan pada bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan bahasa asing. Pengaitan bahasa asing itu sekaligus menggambarkan kenyataan bahwa konsep-konsep iptek modern, pada umumnya berasal dari dunia barat, masih tertulis dalam bahasa asing. Dalam konteks pembinaan kehidupan budaya bangsa, interaksi yang perlu diperhatikan tidak saja antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah, tetapi juga antara bahasa Indonesia dan bahasa asing. Dalam hubungannya dengan bahasa daerah, pemakaian bahasa Indonesia dalam bidang kebudayaan harus dapat memberikan gambaran dan pemahaman yang jelas tentang puncak-puncak kebudayaan daerah yang didasari oleh nilai budaya daerah yang luhur. Persentuhan antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah akan mengakibatkan dicorakinya kebudayaan nasional oleh ciri-ciri budaya daerah. Sebaliknya, persentuhan antara bahasa Indonesia dan bahasa asing akan membuat kebudayaan nasional itu agak bercorak mondial. Bahasa Indonesia yang berperan dalam pembinaan budaya bangsa harus menampilkan diri, baik dalam sistem ketatabahasaannya maupun dalam kenyataan pemakaian bahasanya, sebagai filter yang akan menjaga keutuhan identitas dan sistem nilai yang bercorak nasional itu. Untuk itu, sejauh menyangkut pembinaan dan pengembangan bahasa, bahasa daerah dan bahasa asing harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menetapkan sistem dan pemerkayaan kosakata bahasa Indonesia. Hal itu berarti bahwa unsur-unsur yang berasal dari bahasa daerah dan bahasa asing itu, haruslah disesuaikan dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Pembinaan bahasa Indonesia terus ditingkatkan sehingga penggunaannya secara baik dan benar serta dengan penuh rasa bangga makin menjangkau seluruh masyarakat, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta memantapkan kepribadian bangsa. Penggunaan istilah asing yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia harus dihindari. Pengembangan bahasa Indonesia juga terus ditingkatkan melalui upaya penelitian, pembakuan peristilahan dan kaidah bahasa, serta pemekaran perbendaharaan bahasa sehingga bahasa Indonesia lebih mampu menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi. Penulisan karya ilmiah dan karya sastra termasuk bacaan anak yang berakar pada budaya bangsa, serta penerjemahan karya ilmiah dan karya sastra yang memberikan inspirasi bagi pembangunan budaya nasional perlu digalakkan untuk memperkaya bahasa, kesastraan, dan pustaka Indonesia. Pembinaan bahasa daerah perlu terus dilanjutkan dalam rangka mengembangkan serta memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia dan khazanah kebudayaan nasional sebagai salah satu unsur jati diri dan kepribadian bangsa. Perlu ditingkatkan penelitian, pengkajian, dan pembangunan bahasa dan sastra daerah serta penyebarannya melalui berbagai media.

Page 100: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Kemampuan penguasaan bahasa asing perlu ditingkatkan dan dikembangkan untuk memperlancar komunikasi dengan bangsa lain di segala aspek kehidupan terutama informasi ilmu pengetaahuan dan teknologi. Di samping itu, penguasaan bahasa asing juga memperluas cakrawala pandang bangsa sejalan dengan kebutuhan pembangunan. Daftar Pustaka Ahmad, Sabaruddin. 2005. “Bahasa dalam Kesusastraan” dalam Shafwan Hadi

Umry, Kiliran Jasa sang Guru Bahasa Sebuah Biografi Drs. H. Sabaruddin Ahmad. Medan: Balai Bahasa Sumatera Utara.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Hasanuddin. 2004. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. Kleiden, Ignes. 1988. Kebudayaan Sebagai Perjuangan, Perkenalan dengan

Pemikiran St. Takdir Alisjahbana. Jakarta: Dian Rakyat. Moeliono, Anton M. 1985. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan

Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan. Purba, Antilan. 2007. Otonomi Budaya, Ketika Seni Budaya Dipinggirkan.

Medan: USU Press. Selamatmulyana. 1982. Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara. Jakarta: Balai

Pustaka. Slamet, St.Y. “Perkembangan Bahasa Indonesia Sumbangannya Terhadap

Persatuan dan Jati Diri Bangsa”. Makalah Seminar Nasional dalam rangka Dies Natalis XXXIV Universitas Sebelas Maret.

Sugono, Dendy. 2003. Ensiklopedia Sastra Indonesia Modern. Jakarta: Depdikbud.

Syukri, A. 2007. Dialog Islam dan Barat, Aktualisasi Pemikiran Etika Sutan Takdir Alisjahbana. Jakarta: Gaung Persada Press.

Umry, Shafwan Hadi. 2005. Kiliran Jasa sang Guru Bahasa Sebuah Biografi Drs. H. Sabaruddin Ahmad. Medan: Balai Bahasa Sumatera Utara.

Page 101: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

PEMERTAHANAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI LINGUA

FRANKA DAN BAHASA PEMERSATU DALAM MASYARAKAT MULTILINGUAL DAN MULTIKULTURAL INDONESIA

Iskandar Syahputera Balai Bahasa Provinsi Aceh

Jalan Panglima Nyak Makam 21, Lampineung, Banda Aceh 23125 Tel.(0651) 7551096 Pos-el: [email protected]

Abstract

This article tries to strengthen and describe the successfull achivements, and the efforts in maintaining Bahasa Indonesia to perform its role and fuction as a lingua franca and a unifying language in Indonesian multilingual and multicultural society. Starting from 1928-2015 Bahasa Indonesia has experienced its success as a lingua franca and a language of unity. Inspite the condition of Indonesian multilingual and multicultural society Bahasa Indonesia has proved its strenght and endurance in managing the multilingual and multicultural society. Absolutely, it is a need design a sustainable efforts in maintaining its status. Keywords: lingua franca, unifying language, multilingual, multicultural

Abstrak Artikel ini mencoba mempertegas dan menguraikan kembali capaian – capaian keberhasilan, dan upaya - upaya pemertahanan bahasa Indonesia dalam melakukan peran dan fungsinya sebagai lingua franka dan bahasa pemersatu dalam masyarakat multilingual dan multikultural Indonesia. Mulai dari 1928-2015 bahasa Indonesia telah mengalami keberhasilannya sebagai lingua franka dan bahasa pemersatu. Meskipun menghadapi kondisi masyarakat yang multilingual dan multikultural di Indonesia, bahasa Indonesia telah membuktikan kekuatan dan daya tahannya dalam mengelola masyarakat multilingual dan multikultural. Sungguh ini adalah suatu kebutuhan untuk merancang upaya- upaya yang berkelanjutan dalam mempertahankan statusnya . Kata kunci : lingua franka , bahasa persatuan , multilingual , multikultural 1. Pendahuluan Kesuksessan bahasa Indonesia sebagai bahasa penghubung antar suku bangasa (lingua franca) dan bahasa persatuan telah memasuki 87 tahun apabila dihitung sejak diikrarkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan pada Sumpah Pemuda tahun 1928 – 2015. Sungguh suatu prestasi yang sangat luar biasa dan harus terus tetap dijaga dan dipertahankan keberlanjutannya. Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang terbentang dari Sabang hingga Meurauke. Sehingga Indonesia juga sering disebut sebagai sebuah negara kepulauan. Sebanding dengan jumlah sebaran pulau – pulau yang banyak sudah pasti Indonesia juga memiliki banyak suku yang memiliki banyak bahasa, adat dan budaya. Indonesia sendiri memiliki 746 bahasa daerah (Sugono, 2011). Dengan banyaknya jumlah bahasa dan budaya tersebut menjadikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat multilingual dan multikultural. Hal ini berarti bahwa setiap suku atau kelompok etnik mempunyai tradisi dan kebudayaan

Page 102: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

sendiri, termasuk variasi atau ragam bahasanya. Bahasa-bahasa kelompok etnik tersebut juga disebut sebagai bahasa daerah, selain dituturkan dan didukung oleh jumlah kelompok penutur yang sangat variatif, juga memiliki sebaran yang luas. Penyebaran bahasa daerah tertentu ke wilayah lain di Indonesia tentunya memungkinkan terjadinya persaingan antarbahasa daerah tersebut. Tentu saja hal ini perlu menjadi masalah penting yang memerlukan perhatian dari semua pihak terutama oleh para pengambil kebijakan dalam hal ini adalah pemerintah. Jika hal ini tidak diperhatikan atau menjadi fokus utama maka di khawatirkan akan terjadi gesekan antarbahasa daerah yang akan memicu disintegrasi bangsa. Apalagi dengan banyaknya pulau yang dimiliki oleh Indonesia tentu juga Indonesia memiliki banyak ragam bahasa dan budaya, hal ini tentunya akan berimplikasi terhadap masa depan persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk mempersatukan bangsa yang berbeda-beda bahasa dan budaya, salah satunya adalah dengan memperkuat peran dan fugsi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang sekaligus berfungsi sebagai bahasa penghubung antar suku bangsa, daerah, budaya yang bebeda (lingua franca). Namun ini adalah suatu anugerah Tuhan yang Maha Esa yang patut disyukuri oleh segenap bangsa Indonesia. Bahwa perbedaan – perbedaan bahasa, adat dan budaya sudah seharusnya dapat terus ditumbuhkan, dikembangkan, dilestarikan dan dipertahankan sehingga akan dapat memperkaya khasanah bahasa, adat dan budaya yang belum tentu dimiliki oleh bangsa – bangsa lain. Banyak usaha – usaha yang telah dilakukan dalam menumbuhkembangkan dan melestarikan bahasa, adat, dan budaya di daerah baik yang dilakukan oleh pemerintah, pemerhati bahasa, dan budayawan. Seperti yang diutarakan oleh (Fiinnbogadottir, 2008) bahwa “sesungguhnya kita tidak akan mendapatkan masa depan dunia yang lebih baik dan lebih kuat tanpa individu – individu. Akan tetapi individu – individu tersebut tidak akan dapat tumbuh didalam sebuah kekosongan. Mereka akan tumbuh dengan lata belakang budayanya agar supaya menjadi kuat”. Pernyataan ini mengandung makna bahwa pentingnya menjaga kelestarian adat dan budaya yang juga tidak dapat dipisahkan dari peran bahasa. 2. Capaian Keberhasilan Keberhasilan bahasa Indonesia didalam memainkan fungsi dan perannya tentu saja tidak terlepas dari aspek seperti; kebijakan bahasa, politik bahasa, perencanaan bahasa dan modal bawaan (innate capital). Segala upaya – upaya tersebut tentu harus dilandasi oleh sebuah perencanaan. Dalam hal ini tentu perencanaan yang dimaksud adalah perencanaan bahasa. Halim (1976) menguraikan ada dua hal utama dalam perencanaan bahasa di Indonesia yaitu; pembinaan dan pengembangan bahasa. Adapun yang dimaksud dengan pembinaan adalah segala usaha atau upaya yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pengguna bahasa dengan menjadikan penutur bahasa sebagai sasarannya, sedangkan yang dimaksud dengan pengembangan adalah segala usaha atau upaya yang dilakukan untuk meningkatkan mutu bahasa dengan menjadikan bahasa sebagai sasarannya (Sugono, 2011). Tentu saja aspek kebijakan bahasa nasional sangat menentukan keberhasilan perencanaan bahasa tersebut. Ada beberapa keberhasilan yang telah dicapai oleh kebijakan bahasa nasional Indonesia seperti yang di ungkapkan oleh (Woolard, 2000; Bukhari,1996:19; Alisjahbana 1962:1 dalam Pauw, 2009) bahwa kebijakan nasional bahasa Indonesia bisa dikatakan telah mencapai suatu sukses yang luar biasa, suatu pencapaian besar, dan bahkan mungkin

Page 103: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

menjadi suatu- penomena kebahasaan atau linguistik yang paling spektakuler pada abad ini.Dari segenap capaian keberhasailan bahasa Indonesia dalam menjalankan fungsi dan perannya ada beberapa yang dapat dilihat seperti berikut ini; (1) Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta lagu Kebangsaan, (2) Lahirnya 6 konsep perencanaan bahasa daerah yang dijalankan oleh Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebuayaan yang berupa: (1) penetapan kebijakan bahasa daerah, (2) penelitian bahasa daerah, (3) pengembangan (sandi) bahasa daerah, (4) pembinaan penutur bahasa daerah, (5) publikasi hasil penelitian bahasa daerah, (6) pendokumentasian bahasa daerah (lihat Sugono, 2011), (3) Pengembagan kosa kata dan istilah pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)- oleh Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (4) Pengembangan dan penyelenggaraan test Uji Kompetensi Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) yang juga dikembangkan oleh Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, (5) Dicapainya kesepakatan antara Kementerian Tenaga Kerja dan Badan Bahasa untuk mengadakan test UKBI bagi para pekerja asing yang ingin bekerja di Indonesia, (6) Pengembangan dan pengajaran BIPA (Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing), (7) Penyuluhan bahasa bagi para guru dan siswa . Dan masih banyak lagi capaian – capaian yang telah atau sedang dilaksanakan yang tidak mungkin dapat disebutkan satu persatu di sini. 3. Usaha – usaha yang dilakukan dalam pemertahanan Bahasa Indonesia sebagai lingua franka dan bahasa pemersatu Tentu saja untuk mempertahankan prestasi yang peroleh oleh bahasa Indonesi sebagai bahasa penghubung antar etnik atau budaya (lingua franca) dan sebagai bahasa pemersatu tersebut ada usaha – usaha yang mendorong kepada keberhasilan tersebut. Diantara usaha – usaha tersebut adalah program – program atau kegiatan - kegiatan pembinaan dan pengembangan bahasa yang telah dilakukan oleh Badan Pembinaan dan Pengembangan dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebahagian dari kegiatan – kegiatan tersebut telah disebutkan dalam capaian – capaian di atas. Namun pemerintah melalui Badan Bahasa sudah pasti tidak dapat bekerja sendiri, tentu saja peran serta para budayawan, pemerhati bahasa, pengiat seni dan adat istiadat serta peran serta seluruh masyarakat Indonesialah yang paling menentukan dalam usaha pemertahanan Bahasa Indonesia baik sebagai bahasa penghubung (lingua franca) maupun bahasa pemersatu antar etnik, suku, adat dan budaya dalam masyarakat multilingual dan multikultural Indonesia.

4. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu Kata “pemersatu” ini dipilih atas fungsi dan kedudukannya sebagai bahasa pemersatu. Sejak bahasa Indonesia diikrarkan dalam sumpah pemuda tahun 1928, sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia langsung menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai bahasa pemersatu yang menyatukan bebagai ragam bahasa, adat dan budaya dari Sabang hingga Meurauke. Bahaya potensial dari perbedaan etnik dan konflik yang timbul dari begitu besar dan luasnya bangsa adalah suatu hal yang sangat mendasar yang dapat dibawa dalam berbagi rasa kebangsaan, dan bahasa Indonesia merupakan lambang dan alat bagi kesatuan tersebut (Paauw, 2009). Selanjutnya (Alisjahbana 1962:29) dalam (Paauw, 2009) mengatakan bahwa “semakin banyak orang Indonesia belajar untuk mengekspresikan diri mereka

Page 104: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

sendiri dalam bahasa Indonesia, maka mereka akan menjadi semakin sadar terhadap ikatan yang mengikat mereka”. 5. Bahasa penghubung antar etnik, suku, adat dan budaya (lingua franca) Bahasa penghubung atar etnik, suku, adat dan budaya atau biasa di sebut dengan (Lingua franca) telah diperankan oleh Bahasa Indonesia sejak 1928. Menarik kita simak disini sebuah pernyataan yang dikutip pada sebuah buku yang diterbitkan oleh Komisi Uni Eropa (European Commission, 2011: 17) berikut ini: “In Indonesia, on the other hand, Malay, in the form of bahasa Indonesia, has been adopted by all Indonesians as the medium of communication. Bahasa Indonesia was not the language of the elite and was spoken by only 2% of the population at the moment of independence, but it was chosen by the nationalist movement because it did not arouse jealousy and was not perceived as a sign of the domination of one group over the others. Thanks to the wide acceptance of bahasa Indonesia, no European language, not even Dutch, the language of former colonisers, has managed to impose itself”. (European Commission, 2011:17) Adapun maksud dari pernyataan ini adalah menggambarkan keberhasilan bahasa Indonesia menjadi alat komunikasi di Indonesia atau bahasa penghubung (lingua franca) yang dapat diterima luas oleh segenap bangsa Indonesia tanpa menimbulkan kecemburuan atau penolakan dan juga tidak menunjukkan adanya dominasi dari satu kelompok terhadap kelompok lainnya. Bahkan tidak bagi bahasa Eropa atau bahasa Belanda mampu memaksakan bahasa mereka sebagai bahasa penghubung atau (lingua franca) di Indonesia. Sudah pasti bahwa keberhasilan ini harus terus dijaga dan dipertahankan sehingga dapat terus diwariskan kepada generasi Indonesia mendatang. 6. Masyarakat Multilingual dan Multikultural 6.1 Masyarakat Multilingual Pada Masyarakat multilingual seperti Indonesia, menjadi seseorang yang multilingual dan multikultural adalah salah satu cara untuk mempromosikan perdamaian dan solidaritas, untuk meminimalisir konflik antara kelompok etnik ( Ruspita, 2011). Lebih jauh lagi, (King, 2003) di dalam (Ruspita, 2011) menambahkan bahwa ketika menjadi seseorang yang multilingual, hal ini akan berdampak pada pemahaman intra-kultural atau antar-budaya karena bahasa merefleksikan budaya dari si penutur. (King, 2011) mengatakan bahwa UNESCO mendukung bahasa – bahasa sebagai komponen dasar dari pendidikan antar-budaya (interkultural education), untuk mendorong pemahaman antar populasi atau kelompok – kelompok yang berbeda dan memastikan penghargaan atas hak – hak dasar. Masih menurut (King, 2003) didalam (Ruspita, 2011) menambahkan bahwa pendidikan harus meningkatkan kesadaran atau kepedulian dari nilai – nilai positif budaya dan perbedaan linguistik. Komponen budaya pada proses belajar dan pengajaran bahasa harus di perkuat agar supaya memperoleh pemahaman yang lebih mendalam dari budaya – budaya tersebut. Berikut lihat teori yang mendasari konsep multilingual: menurut (Chomsky) dalam (Pai, 2005) setiap anak lahir dengan perangkat akuisisi bahasa memiliki sifat bawaan yang berperan dalam memperoleh pengetahuan tentang bahasa. Pembawaan sejak lahir ini adalah anugerah biologis yang Chomsky sebut sebagai "Prinsip dan Parameter". Menurut teori ini, ada tata bahasa universal - mana "Prinsip" adalah fitur umum, sementara

Page 105: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

"parameter" yang variabel dibiarkan terbuka dalam laporan prinsip-prinsip yang menjelaskan keragaman yang ditemukan dalam bahasa. Grammar adalah kumpulan pilihan (misalnya pilihan antara SOV dan pola SVO kalimat). Mereka menentukan jumlah terbatas pilihan gramatikal yang diizinkan dari menu tata bahasa universal pilihan. Ada juga fakta leksikal. Setelah kosakata dipelajari dan pola tata bahasa yang tetap, seluruh sistem jatuh di tempatnya dan prinsip-prinsip umum diprogram ke dalam organ umum, hanya bergolak pergi untuk menghasilkan semua keterangan dari bahasa yang bersangkutan (Chomsky) seperti dikutip dalam (Pai, 2005). Dapat dikatakan bahwa, ada sistem gramatikal yang berbeda berdasarkan pada pilihan parameter yang berbeda, ketika anak terekpos pada pilihan sistim linguistik mereka, maka kapasitas bawaan akan diaktifkan dan memperoleh pengetahuan tentang aturan bahasa saat menggunakannya untuk komunikasi. Ketika anak terekpos lebih dari satu sistem linguistik yang seperti itu, dan ia memperoleh lebih dari satu bahasa maka ia disebut sebagai multilingual. Ketika anak ini atau individu ini bergabung dengan individu – individu atau kelompok yang sama maka jadilah mereka sebagai masyarakat multiligual. 6.2. Masyarakat Multikultural Istilah Multikultural awalnya berasal dari kata kultural atau yang berarti “budaya”. Ketika dikaitkan dengan “banyak budaya” maka istilah tersebut dipopulerkan dalam istilah “multikultural”. Sebuah definisi kultural atau budaya di definisikan oleh (UNESCO, 2011) dalam (Fati, 2013) bahwa yang dimaksud dengan budaya adalah suatu satuan spiritual yang unik, material, fitur intelektual dan emosional dari masyarakat; yang meliputi seni, sastra, gaya hidup, cara hidup bersama, sistem nilai, tradisi dan kepercayaan. Selanjutnya (Fati, 2013) menambahkan bahwa Budaya dapat dilihat juga sebagai penanda sosial yang membuat orang unik dari satu sama lain berdasarkan negara asal mereka, ras, atau bahasa yang mereka lahir dengan. Meskipun orang-orang yang berbeda karena budaya, bahasa, ras, agama, dan aspek lain mereka; ada nilai-nilai universal dan norma-norma di masyarakat manusia. Budaya dapat menyebabkan interpretasi yang berbeda dan reaksi terhadap bahasa. Para siswa "kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi dalam bahasa asing sangat tergantung pada latar belakang pengetahuan budaya, dan kekurangan pengetahuan budaya merupakan sebab yang paling mungkin mengurangi kemampuan mereka dalam penguasaan bahasa (Bao-he, 2010) dalam (Fati, 2013) . Untuk itu memberikan pengajaran dan pemahaman latar belakang budaya adalah hal yang sangat penting untuk membangun kepekaan budaya yang akan berimplikasi positif terhadap peningkatan pemahaman bahasa. Dalam mengajarkan budaya, (Seelye, 1988) dalam (Fati, 2013) menyediakan 7 kerangka kerja untuk memfasilitasi pengembangan keterampilan komunikasi lintas budaya. Dalam kerangka tersebut ada tujuh tujuan dari instruksi budaya tersebut yaitu : (1) untuk membantu siswa memahami bahwa semua orang menunjukkan perilaku kultural; (2) untuk membantu siswa mengetahui bahwa variabel sosial seperti usia, jenis kelamin dan kelas sosial mempengaruhi cara orang berbicara dan berperilaku; (3) untuk membantu siswa menjadi lebih sadar perilaku konvensional dalam situasi umum dalam budaya sasaran; (4) untuk membantu siswa meningkatkan kesadaran mereka tentang konotasi bahwa kata-kata dan frase mungkin memiliki; (5) untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan untuk mengevaluasi budaya sasaran; (6) untuk membantu siswa mengembangkan

Page 106: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

keterampilan yang diperlukan untuk mencari dan mengatur informasi tentang budaya sasaran; (7) untuk merangsang siswa dalam hal "keingintahuan intelektual tentang budaya sasaran, dan untuk mendorong empati terhadap orang – orangnya”. Melalui pendekatan instruksional budaya tersebut diharapkan akan tumbuh semangat dan pemahaman toleransi antar budaya pada masyarakat multikultural kita. 7. Simpulan Melihat kembali diskusi diatas dapat kita simpulkan bahwa keberhasilan yang telah diraih oleh bahasa Indonesia dalam menjalan kedudukan dan fungsinya sebagai bahasa nasional dan bahasa penghubung antar suku, daerah, adat, dan budaya (lingua franca) harus dapat terus dijaga dan dilestarikan. Adapun usaha – usaha pemertahanan dan pelestarian bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang telah dilaksanakan oleh pemerintah dalam hal ini diberikan wewenang pengelolaan, pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia kepada Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, harus dapat terus dibangun dan ditingkatkan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Tentu saja usaha – usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia ini tidak hanya dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri, peran serta masyarakat, pemerhati seni, adat dan budaya sangat diharapkan dalam rangka kesinambungan dan keselarasan ide dan program.

Page 107: Kertas Kerja Balai dan Kantor Bahasa.pdf

SEMINARDANLOKAKARYAKEBAHASAANLEMBAGAADAT 2015

Daftar Pustaka European Commission .2010. Lingua Franca: Chimera or Reality?. Luxembourg: Publications Office of the European Union. Diakses, 31 July 2015,

http://bookshop.europa.eu Fiinnbogadottir, V. 2008. “Education For All in The Language of Their Cultural

Heritage.” Kertas Kerja, Konfrensis Internasional, ”Globalization & Languages: Building on Our Rich Heritage.” UNESCO/UNU, Tokyo, Japan, 27 – 28 August.

Fati, M .2013.“Multiculturalism in a Multilingual Society: Could That Be Possible?”, IOSR Journal of Research & Method in Education (IOSR-JRME), Volume 2, Issue 2 , PP 3

Halim, Amran. 1976. Politik Bahasa Nasional. Jilid 1 dan Jilid 2. Jakarta. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

King, L. 2003. Education in a Multilingual world. France : UNESCO May, S. 2008. “Languages Rights: Linking The Local and The Global” Konfrensi

Intenasional, ”Globalization & Languages: Building on Our Rich Heritage.” UNESCO/UNU, Tokyo, Japan, 27 – 28 August.

Pai. Pushpa 2005. Proceedings of the 4th International Symposium on Bilingualism, ed. James Cohen, Kara T. McAlister, Kellie Rolstad, and Jeff MacSwan, 1794-1806. Somerville, MA: Cascadilla Press.

Paauw, S. (2009). One land, one nation, one language: An analysis of Indonesia’s national language policy. In H. Lehnert-LeHouillier and A.B. Fine (Eds.), University of Rochester Working Papers in the Language Sciences, 5(1), 2-16.

Ruspita, Katharina. (2011). “ Maitaining Vernaculars to Promote Peace and Tolerance in Multilingual Community in Indonesia”. Kertas kerja, Seminar Internasional “ Language Maintenance and Shift”. UNISBANK, Semarang: July, 2011

Sugono, D. 2011. “Perencanaan Bahasa Daerah di Indonesia”, SALINKA Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra,Volume 8 Nomor 1 Edisi Juni , 0216-1389