Kerjasama Internasional Indonesia

download Kerjasama Internasional Indonesia

of 26

Transcript of Kerjasama Internasional Indonesia

BOAS DWO HP ISMAIL JAZULI DWITOMO SP A.MUH.FITRAH ADHYADNAN AWLLUDDIN NUR.A

KERJASAMA BILATERAL INDONESIA JEPANG BELANDA DENMARK

RI-JEPANG

RI-BELANDA

RI-DENMARK

a. Sejarah Singkat Hubungan diplomatik Indonesia - Denmark dimulai sejak tahun 1950 namun KBRI Kopenhagen sempat ditutup pada tahun 1965 sampai kemudian dibuka kembali tahun 1974. Secara umum hubungan bilateral kedua negara dalam 61 tahun belakangan ini relatif baik dan menunjukan peningkatan. b. Kerjasama Bidang Politik Denmark menyambut positif keadaan di Indonesia paska tahun 1998 dan menganggap bahwa demokrasi di Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat besar. Denmark juga menganggap Indonesia sebagai negara yang sangat penting di ASEAN dan kawasan sekaligus sebagai "extremely important country di dunia Islam. Kedua negara kini sedang merumuskan draft Memorandum of Understanding on Bilateral Political Consultations between the Ministry of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia and the Ministry of Foreign Affairs of the Kingdom of Denmark sebagai kerangka awal dimulainya konsultasi bilateral kedua negara. Intensitas kunjungan antar pejabat pemerintah cukup tinggi, antara lain: 1. Kunjungan Resmi Menlu Denmark, Dr. Per Stig Moller ke Indonesia pada bulan Januari 2007. 2. Pertemuan kedua pemimpin pemerintahan pada bulan September 2007 di sela-sela Sidang Umum PBB ke-62 di New York. 3. Kunjungan Kerja Presiden RI ke Denmark bulan Desember 2009 dalam rangka Konperensi PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) COP 15. 4. Kunjungan Prince Consort Henrik (Suami Ratu Margrethe II) ke Indonesia (ke Bali sebagai kunjungan pribadi dan ke Kalimantan sebagai kunjungan kerja) tanggal 22 Februari - 7 Maret 2010. 5. Kunjungan Menteri Kerjasama Pembangunan Denmark, Mr. Soren Pind ke Indonesia (5-8 Mei 2011).

c. Kerjasama Bidang Ekonomi Di bidang perdagangan, hubungan perdagangan RI-Denmark didasarkan pada Persetujuan Dagang yang ditandatangani di Kopenhagen tanggal 9 Desember 1952. Perkembangan volume perdagangan RI-Denmark dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2008 volume perdagangan bilateral mencapai US$ 273,47 juta dengan surplus di pihak Indonesia sebesar US$ 68,3 juta. Tahun 2009 meningkat hingga sebesar US$ 285,32 juta, surplus di pihak Indonesia sekitar US$ 133,80 juta. Pada tahun 2010 mencapai US$ 348,5 juta dengan surplus Indonesia sekitar US$ 11,82 juta. Komoditas ekspor Indonesia ke Denmark didominasi oleh sepatu, minyak kelapa sawit, hasil hutan, produk hutan, tembakau dan produk besi/baja. Sedangkan impor dari Denmark mencakup produk farmasi, barang kimia, peralatan mesin, peralatan listrik, daging, produk susu dan ikan. Di bidang investasi, data realisasi investasi PMA di BKPM untuk tahun 2009 menempatkan Denmark sebagai negara investor ke-30 terbesar di Indonesia dengan nilai realisasi investasi sebesar US$ 1,1 juta (2 proyek).Sementara untuk tahun 2008, nilai investasi Denmark di Indonesia sebesar US$ 1,1 juta (3 proyek). Perusahaan-perusahaan Denmark berskala besar yang beroperasi di Indonesia antara lain adalah perusahaan pelayaran AP Moller/Maersk Line dan perusahaan sepatu internasional, ECCO. d. Kerjasama Pembangunan Pemerintah Denmark berencana memberikan bantuan pembangunan kepada Indonesia melalui Bank Nordea Denmark dengan dukungan dari Kemlu Denmark dan Danish International Development Agency (Danida).Bantuan pinjaman dari Pemerintah Denmark tersebut digunakan untuk membiayai pendanaan proyekIndonesian Ship Reporting System atau sistem pelaporan kapal dalam jaringan perkapalan/ navigasi Indonesia, termasuk pemeliharaan, spare parts, dan pelatihan sistemnya. Beberapa program kerjasama pembangunan RI-Denmark yang sedang berlanjut dan telah diperbarui, antara lain adalah Environmental Sector Program Support tahap 1 dan 2, Business-to-Business Environment Program, Danida Anti-Corruption Policy, counter terrorism dan human rights.

KERJASAMA REGIONAL INDONESIA CTI APEC FEALAC

Coral Triangle Initiative (CTI) Coral Triangle Initiative (CTI) CTI merupakan tindak lanjut dari gagasan Presiden Susilo Bambag Yudhoyono yang disampaikan di sela-sela Convention on Biological Diversity (CBD) ke-8 di Brazil pada 2006 didasari kenyataan bahwa perairan Indonesia dan kawasan di sekitarnya merupakan habitat bagi highest level of coral diversity (setidaknya terdapat 5000 lebih jenis coral), sehingga dengan sendirinya memiliki kekayaan sumber daya hayati yang besar. CTI dikembangkan untuk membentuk mekanisme kerjasama antar negara-negara yang memiliki tujuan dan pandangan yang sama mengenai pengelolaan lingkungan hidup dan mempertahankan kesinambungan SDA laut di kawasan Coral Triangle yang mencakup 6 negara: Indonesia, Filipina, Malaysia, Timor Timur, PNG, dan Kepulauan Solomon. Berikut adalah 5 overarching goals dari CTI : 1. Designate and manage seascapes/large-scale geographies that are prioritised for investments and action, where best practices are demonstrated and expanded. 2. Apply an ecosystem approach to manegement of fisheries and other marine resources 3. Establish and to manage Marine Protected Areas (MPAs), including ccommunity-base resource utilization and management 4. Achieve climate change adaptation measures for marine and coastal resources 5. Improve the status of threatened species.

Peranan Indonesia dalam CTI Menindaklanjuti hasil-hasil dari CTI Summit di Manado, 15 Mei 2009, telah dilaksanakan SOM 4 di Kinabalu, November 2009 dimana telah disusun Term Of Reference (TOR) dari struktur organisasi CTI. MM 2 di Gizo, Solomon Island telah memutuskan Indonesia menjadi ketua dari Council of Minister CTI untuk periode 2010-2011 dan menjadi host dari Sekretariat Regional CTI. Selain itu Indonesia adalah Chairman dari Coordination Mechanism Working Group (CMWG) yang menerima mandat dari Council of Minister untuk menyusun struktur organisasi Sekretariat Permanen CTI serta dokumen legal yang menyertainya danFinancial Mechanism Working Group (FMWG) Perkembangan Kerjasama Coral Triangle Initiative (CTI) CTI saat ini dalam proses pembentukan Permanent Secretariat Regional dan menyusun legal dokumen. Pada SOM 6 di Manado, November 2010 telah disepakati Agreement on Establishment of Permanent Secretariat Regional CTI beserta 3 (tiga) dokumen pendukung lainnya yaitu Rules of Procedure, Financial Regulation dan Staff Regulation. Keempat dokumen ini diharapkan dapat diadopsi pada Pertemuan Council of Minister ke-3 di Ambon pada tahun 2011. Selama masa transisi, Interim CTI Regional Secretariat mendapatkan mandat untuk menjalankan peran dan fungsinya sampai terbentuknya sekretariat permanen.

INDONESIA-APEC Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) merupakan forum kerja

sama ekonomi Lingkar Pasifik yang didirikan di Canberra, Australia pada tahun 1989. APEC saat ini beranggotakan 21 Ekonomi, yaitu Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Cili, China, Hong Kong-China, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Filipina, Papua New Guinea, Rusia, Singapura, Thailand, China Taipei, Amerika Serikat, dan Viet Nam. Sebagai salah satu forum kerja sama ekonomi utama di kawasan, APEC bertujuan untuk mencapai Bogor Goals, yaitu terciptanya liberalisasi perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik sebelum tahun 2010 untuk anggota Ekonomi Maju dan sebelum tahun 2020 untuk anggota Ekonomi Berkembang. Dalam mencapai Bogor Goals, APEC melandaskan kerjasama yang dibangun pada tiga pilar, yaitu liberalisasi perdagangan dan investasi, fasilitasi bisnis, dan kerjasama ekonomi dan teknik (ECOTECH). Kerja sama di forum APEC dibangun atas dasar konsensus seluruh anggotanya dan bersifat tidak mengikat (non-legally binding). Komitmen bersama yang disepakati dalam APEC tersebut diwujudkan secara concerted unilateralism atau berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kesiapan kapasitas masing-masing anggota.

Perkembangan APEC Pada pertemuan KTT ke-18 APEC tahun 2010 di Yokohama, Jepang, para Pemimpin APEC mendeklarasikan Yokohama Vision Bogor and Beyond-. Dalam deklarasi tersebut, para Pemimpin APEC kembali menegaskan relevansi dan arti penting Bogor Goals sebagai sebuah tujuan visioner dalam mewujudkan liberalisasi perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik. Dalam deklarasi tersebut, para Pemimpin APEC juga menyampaikan komitmen untuk mencapai perdagangan dan investasi yang lebih bebas dan terbuka dengan kualitas pertumbuhan yang lebih tinggi di dalam lingkungan sosial dan ekonomi yang aman di kawasan. Tahun 2010 merupakan tahun penting yang menjadi salah satu tonggak kerja sama APEC, karena pada tahun ini dilakukan penilaian pencapaian Bogor Goals terhadap yang dilakukan terhadap 5 (lima) anggota Ekonomi Maju, yang terdiri dari Australia, Kanada, Jepang, Selandia Baru, dan Amerika Serikat. 13. Selain kelima Ekonomi Maju tersebut, terdapat 8 (delapan) Ekonomi Berkembang yang mengajukan diri untuk dinilai secara sukarela, yang terdiri dari Peru, Cili, Meksiko, Singapura, Hong Kong-China, Korea Selatan, Chinese Taipei, dan Malaysia. Terkait hasil penilaiantersebut, para Pemimpin APEC sepakat bahwa ketiga belas Ekonomi 2010 telah mencapai kemajuan yang signifikan bagi pencapaian Bogor Goals. Meski demikian, para Pemimpin APEC juga menggarisbawahi bahwa masih banyak hal yang perlu dilakukan (more work remains to be done) guna mencapai liberalisasi perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik. Para Pemimpin APEC juga sepakat untuk mewujudkan strategi pertumbuhan yang bersifat seimbang, inklusif, berkelanjutan, inovatif, dan aman (balanced, inclusive, sustainable, innovative, and secure) yang tertuang dalam dokumen APEC Leaders Growth Strategy.

Terkait wacana pembentukan Free Trade Area of the Asia-Pacific (FTAAP), para Pemimpin APEC sepakat bahwa perundingan dan pembentukan FTAAP akan dilakukan di luar kerangka APEC dengan menggunakan kerangka kerja sama (building block) yang telah ada di kawasan seperti Trans-Pacific Partnership (TPP), ASEAN +3 dan ASEAN +6. Sementara itu, kerja sama APEC akan tetap

bersifat sukarela, tidak mengikat dan mengedepankan kerja sama ekonomi dan teknik dan pengembangan kapasitas yang bersifat strategis dan berorientasi hasil. APEC akan berperan sebagai inkubator bagi pembahasan isu-isu perdagangan dan investasi generasi baru (next generation of trade and investment issues). Pada tahun keketuaan APEC Amerika Serikat 2011, APEC akan memprioritaskan pembahasan pada tiga bidang, yaitu isu-isu perdagangan dan investasi generasi baru, pertumbuhan hijau (green growth) dan kerja sama reformasi regulasi (regulatory reform). APEC Indonesia 2013 Pada tahun 2013, Indonesia akan kembali menjadi ketua dan tuan rumah penyelenggaraan APEC. Berdasarkan Keputusan Presiden RI nomor 29 tahun 2010, KTT ke-21 APEC tahun 2013 akan diselenggarakan di Bali. Meski demikian, penyelenggaraan rangkaian pertemuan APEC pada tingkat pejabat tinggi. Penyelenggaraan KTT ke-21 APEC dan seluruh rangkaian pertemuan APEC di tahun 2013 perlu dimanfaatkan sebagai peluang untuk menunjukan peran aktif Indonesia di dalam memajukan arsitektur ekonomi regional, memanfaatkan integrasi ekonomi kawasan bagi pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan investasi, dan ekspor Indonesia, serta mempromosikan potensi perdagangan, investasi, pariwisata, kebudayaan daerah dan nasional.

RI-FEALAC Latar Belakang Gagasan pembentukan Forum for East Asia-Latin America Cooperation (FEALAC) pertama kali disampaikan oleh PM Singapura Goh Chok Tong pada saat kunjungannya di Chile pada bulan Oktober 1998 yang menyatakan bahwa The proposed East Asia-Latin America Forum would essentially be an informal, multidimensional forum, aiming to link Asia with Latin America, much like what ASEM does for Asia and Europe. It shall be multi-tracked. It should include a political track, an economic track, and an academic track. FEALAC secara resmi terbentuk pada pertemuan Senior Officials Meeting (SOM) I di Singapura pada tahun 1999. Nama FEALAC sendiri pertama kali digunakan dalam Foreign Ministers Meeting (FMM) FEALAC ke-1 di Santiago, Chile, pada bulan Agustus 2001. Sejak terbentuknya, FEALAC telah menjadi sarana peningkatan kerjasama antara negaranegara di Asia Timur dan Amerika Latin. Sebagai satu-satunya organisasi antarpemerintah yang menghubungkan negara-negara dari dua kawasan, FEALAC saat ini telah berkembang dengan keanggotaan 33 negara anggota yang berasal dari 15 negara Asia Timur (10 negara ASEAN, China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru) dan 18 negara Amerika Latin (Argentina, Bolivia, Brasil, Chile, Republik Dominika, Ekuador, El Salvador, Guatemala, Kolombia, Kosta Rika, Kuba, Meksiko, Nikaragua, Panama, Paraguay, Peru, Uruguay, dan Venezuela.

Manfaat FEALAC bagi Indonesia Indonesia memandang penting kerjasama dalam kerangka FEALAC dalam kaitannya dengan upaya untuk memperkuat hubungan kerjasama antara negara-negara di kedua kawasan. Sejak pendirian FEALAC pada tahun 1999, negara-negara Amerika Latin telah menjadi mitra dagang Indonesia yang semakin penting. Total angka perdagangan antara Indonesia dengan negara-negara di Amerika Latin dalam tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Menurut Departemen Perdagangan RI, nilai total perdagangan Indonesia dengan negara-negara mitra FEALAC Amerika Latin pada tahun 2006 berjumlah US$2,8 milyar, dan meningkat sebesar 17,7% pada tahun 2007 menjadi senilai US$3,3 milyar. Angka ini terus meningkat secara signifikan menjadi US$4,7 milyar, atau sebesar 42 % pada tahun 2008. Nilai perdagangan Indonesia dengan negara-negara mitra FEALAC Asia juga mengalami peningkatan dari US$90,9 milyar pada tahun 2006 menjadi US$106,1 milyar pada tahun 2007, atau naik sebesar 16,7%. Pada tahun 2008, nilai total perdagangan meningkat secara signifikan sebesar 46,2% atau senilai US$155,1 milyar. Dari nilai perdagangan yang terus meningkat ini, terutama sejak 2008, terlihat signifikasi kerjasama FEALAC bagi Indonesia untuk terus mengali potensi kerjasama dengan negara-negara mitra FEALAC, baik dari kawasan Asia yang merupakan partner tradisional, maupun dari kawasan Amerika Latin yang masih menyimpan banyak peluang bagi Indonesia. Untuk periode 2007-2009, Indonesia telah menjadi Ketua Kelompok Kerja (Pokja) FEALAC bidang Politik, Kebudayaan, dan Pendidikan. Komitmen Indonesia sebagai Ketua pada Pokja tersebut terlihat dari berbagai peran Indonesia dalam meningkatkan kerjasama FEALAC dalam kerangka Pokja tersebut. Upaya-upaya Indonesia dalam hal ini dilakukan melalui inisiatif Indonesia antara lain dalam Seminar mengenai penanganan terorisme di bulan Desember 2007, Seminar mengenai ekoturisme di Bali pada bulan Juli 2008, Outreach Program di Pekanbaru pada bulan Juni 2009, dan Journalist Familiarization Trip di Jakarta, Yogyakarta, dan Bali pada bulan September 2009. Informasi selanjutnya mengenai FEALAC dan peran Indonesia di FEALAC dapat diakses di www.fealacindonesia.org

KERJASAMA MULTILATERAL COLOMBO PLAN Developing Eight (D-8)

G-15

RI-COLOMBO

Colombo Plan Colombo Plan didirikan tahun 1951, pada awalnya bernama Colombo Plan for Cooperative Economic Development in South and Southeast Asia. Kini Colombo Plan, yang semula beranggotakan 7 negara anggota Persemakmuran, telah berkembang menjadi suatu organisasi internasional dengan 25 negara anggota terdiri dari negara berkembang dan negara maju yaitu, Afghanistan, Australia, Bangladesh, Bhutan, Fiji, India, Indonesia, Iran, Jepang, Korea Selatan, Laos, Malaysia, Maladewa, Mongolia, Myanmar, Nepal, Selandia Baru, Pakistan, Papua New Guinea, Filipina, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Amerika Serikat dan Vietnam. Seiring dengan perkembangan tersebut, nama Colombo Plan juga berubah menjadi The Colombo Plan for Cooperative Economic and Social Development in Asia and Pacific untuk mencerminkan komposisi geografis keanggotaan dan ruang lingkup aktifitasnya yang semakin luas. Pada saat ini fokus kegiatan Colombo Plan adalah pembangunan sumber daya manusia di kawasan Asia dan Pasifik. Indonesia menjadi anggota Colombo Plan tahun 1953. Tujuan utama Colombo Plan adalah mendukung pembangunan ekonomi dan sosial negara anggota, memajukan kerjasama teknik serta membantu alih teknologi antar negara anggota, memfasilitasi transfer dan berbagi pengalaman pembangunan antar negara anggota sekawasan dengan penekanan pada konsep kerjasama Selatan-Selatan. Struktur Organisasi Colombo Plan terdiri dari Consultative Committee yang merupakan badan utama dan bertemu sekali dalam dua tahun, Colombo Plan Council merupakan bandan pelaksana keputusan Consultative Committee, dan Colombo Plan Secretariat. Biaya administrasi Sekretariat Colombo Plan dan Dewan Colombo Plan ditanggung secara rata oleh semua negara anggota melalui kontribusi tahunan. Sementara biaya pelatihan dan pendidikan didanai secara sukarela oleh negara donor baik anggota maupun non-anggota Colombo Plan.

Sekretariat CP memiliki lima program yaitu: Programme for Public Administration (PPA) Program ini bertujuan untuk pembangunan human capital sektor publik di negara anggota melalui program pelatihan dan Lokakarya. Programme for Private Sector Development (PPSD) Program ini difokuskan pada pembangunan sosial dan ekonomi negara anggota melalui capacity building of small and medium enterprises yang meliputi pelatihan transfer of technology, business management, WTO Trade Policies, dan isu-isu perdagangan internasional. Drug Advisory Programme (DAP) Dimulai sejak tahun 1973, program ini merupakan program pertama yang menangani drug abuse di kawasan Asia Pasifik. Program ini memberikan kontribusi signifikan kepada para negara anggota dengan peningkatan capacity building staf pemerintah dan organisasi masyarakat yang berhubungan dengan penanganan drug abuse. Long-term Fellowship Programme (LFP) Program pendidikan jangka panjang baik untuk master degree atau non-degree untuk sektor pemerintah negara anggota.

Programme on Environment (ENV) Program ini disetujui pembentukannya pada tahun 2005 dan pemerintah Thailand telah memberikan komitmen untuk memberikan dana awal kegiatan selama 3 tahun pertama (2005-2008). Program ini akan memberikan pelatihan jangka panjang dan pendek di bidang lingkungan.

Indonesia telah menerima banyak bantuan pendidikan dan pelatihan

yang ditawarkan oleh CP. Berdasarkan data Sekretariat Colombo Plan, selama kurun waktu 1995-2007, jumlah peserta Indonesia dalam berbagai program Colombo Plan tercatat sekitar 1131 orang, yang menjadikan Indonesia sebagai negara kedua terbesar (setelah Afghanistan), yang menerima bantuan Colombo Plan. Dalam beberapa tahun terakhir kegiatan yang menonjol antara Indonesia dan CP adalah program pelatihan penanganan Drug Abuse yang dikordinasikan oleh Badan Narkotika Nasional bekerjasama dengan beberapa pesantren di Indonesia dibawah organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama (NU).

Pada Colombo Plan Consultative Committee Meeting ke-41 yang diselenggarakan bulan Agustus 2008 di Kuala Lumpur, telah disepakati Colombo Plans Strategic Vision 2025 yang dituangkan dalam suatu rencana kerja tahunan Colombo Plan. Indonesia telah menyampaikan kesediaan bekerjasama dengan Colombo Plan dalam pelatihan di bidang Economic and Social Studies, yang mencakup Local Economic Development, Poverty Reduction, Micro Finance serta Family Planning yang akan dilaksanakan pada tahun 2010.

RI-D8

D-8 didirikan melalui Deklarasi Istanbul yang dihasilkan pada

Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) D-8 yang ke-1 pada 15 Juni 1997 di Istanbul, Turki. D-8 terdiri dari 8 (delapan) negara berkembang, yaitu Bangladesh, Mesir, Indonesia, Iran, Malaysia, Nigeria, Pakistan dan Turki. Dasar pendirian D-8 adalah Deklarasi Istanbul yang memuat tujuan, prinsip-prinsip dasar dan bidang-bidang kerjasama D-8. Adapun prinsip-prinsip dasar D-8 adalah peace instead of conflict, dialogue instead of confrontation, justice instead of double-standards, equality instead of discrimination, and democracy instead of oppression. Awalnya pembentukan D-8 dimaksudkan untuk menghimpun kekuatan negara-negara Islam yang semuanya anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) guna menghadapi ketidakadilan dan sikap mendua negara-negara Barat. Namun, dalam perkembangannya, D-8 ditetapkan sebagai kelompok yang tidak bersifat eksklusif keagamaan dan ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat negara anggotanya melalui pembangunan sosial dan ekonomi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, kerjasama D-8 difokuskan pada

peningkatan intra-trade di antara negara-negara anggotanya. Sejak tahun 1999 - 2007, nilai intra-trade antara negara D-8 telah meningkat lebih dari 200 persen dari US $ 14.5 Milyar menjadi US $ 49 Milyar. Walau cukup signifikan, namun jumlah ini belum melebihi 5 persen dari total perdagangan negara anggota D-8 dengan dunia. Maka diharapkan pada akhir dekade kedua kerjasamanya (2018), intra-trade D-8 dapat meningkat menjadi 15-20 persen dari total perdagangan negara anggotanya dengan dunia, atau mencapai US $ 100 Milyar. Tujuan kerjasama D-8 adalah sbb: Untuk meningkatkan posisi negara anggotanya dalam perekonomian dunia; Untuk memperluas dan menciptakan peluang-peluang baru dalam bidang perdagangan khususnya intra trade D-8; Untuk memperkuat tercapainya aspirasi negara anggotanya dalam proses pembuatan keputusan pada tingkat global, dan; Meningkatkan taraf hidup masyarakat negara anggota D-8.

Pada KTT D-8 ke-5 tahun 2006 di Bali, Indonesia telah menerima keketuaan D-8 dari Iran untuk periode 2006-2008. Pada kesempatan KTT tersebut, negara-negara D-8 juga telah membubuhkan tanda tangan pada 2 naskah Persetujuan yang dimaksudkan untuk memfasilitasi perdagangan di antara negara anggota yaitu D-8 Preferential Trade Agreement (PTA), dan Multilateral Agreement among D-8 Member Countries on Administrative Assistance in Customs Matters (AACM).

RI-G15 Pada KTT ke-9 Gerakan Non Blok (GNB) di Beograd bulan September 1989, 15 negara berkembang menghasilkan kesepakatan untuk membentuk Kelompok Tingkat Tinggi untuk Konsultasi dan Kerjasama Selatan-Selatan (Summit Level Consultative Group on World Economic Crisis and Development/SLCG) yang kemudian lebih dikenal

dengan nama G-15. Meskipun diumumkan pada kesempatan KTT GNB, G-15 secara organisasi bukan bagian dari GNB. G-15 bertujuan sebagai wadah kerjasama ekonomi dan pembangunan negara-negara berkembang yang terdiri dari Aljazair, Argentina, Brazil, Chile, Kolombia, India, Indonesia, Iran, Jamaika, Kenya, Malaysia, Mesir, Meksiko, Nigeria, Peru, Senegal, Sri Lanka, Venezuela dan Zimbabwe. G-15 diharapkan dapat mendayagunakan potensi kerjasama diantara negara berkembang. Melalui peningkatan kerjasama SelatanSelatan tersebut pada gilirannya akan menunjang kredibilitas negara-negara berkembang dalam upayanya untuk mengaktifkan kembali dialog Utara-Selatan. G-15 juga dapat dimanfaatkan sebagai mekanisme untuk menyampaikan kepentingan negara berkembang dalam forum G-20.Untuk mencapai tujuannya, G-15 telah mencanangkan berbagai macam proyek pembangunan dan kerjasama teknis dalam berbagai bidang antara lain di bidang perdagangan, usaha kecil dan menengah (SMEs), energi, pertambangan, investasi, pembiayaan perbankan dan perdagangan, teknologi informasi, pertanian, pendidikan, dan pembangunan kapasitas sumber daya manusia.

Pada KTT ke-3 G-15 pada tanggal 11-14 September 2006, di Havana, Cuba, telah dilakukan serah terima keketuaan G-15 dari Aljazair kepada Iran. KTT tersebut telah menyepakati sebuah Joint Communique yang memuat komitmen bersama negara-negara anggota G-15 dalam menghadapi berbagai tantangan global, meningkatkan kerjasama di berbagai bidang dan upaya revitalisasi dan konsolidasi internal sehingga kerjasama G-15 lebih efektif dalam membantu

pembangunan negara-negara anggota. Indonesia melihat bahwa G-15 memiliki berbagai potensi dalam meningkatkan kerjasama saling menguntungkan antar negara anggotanya, antara lain karena sebagian besar negara anggota G-15 memiliki sumber daya alam dan tenaga kerja yang melimpah, dan beberapa diantaranya merupakan negara yang tingkat ekonominya relatif sudah sangat berkembang dengan beragam kemajuan di bidang industri, infrastruktur dan teknologi. Keuntungan G-15 yang lain adalah beberapa negara anggotanya telah memiliki atau menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga negara maju seperti OECD dan G-8, maupun dengan kelompok regional lainnya yang terlibat dalam pembuatan kebijakan ekonomi global, dimana hal ini sangat menguntungkan secara ekonomi bagi kepentingan organisasi umumnya dan Indonesia khususnya. KTT G-15 ke-14 telah diselenggarakan di Tehran, Iran pada tanggal 17 Mei 2010. Konferensi ini didahului oleh pertemuan Personal Representative Meeting (PRM), dan Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) pada tanggal 14 dan 15 Mei 2010. Pada kesempatan tersebut, Delri pada PRM dipimpin oleh Watapri Jenewa, sementara pada PTM dipimpin oleh Dirjen Multilateral. Di tingkat KTT, Delri dipimpin oleh Menteri Perindustrian selaku Utusan Khusus Presiden RI.

Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad berkesempatan untuk

membuka KTT G-15 ke -17 dan menyampaikan opening remarks di hadapan delegasi dari 16 negara yaitu: Aljazair, Brazil, India, Indonesia, Kenya, Malaysia, Meksiko, Mesir, Nigeria, Srilanka, Senegal, dan Venezuela. Selain itu, Iran juga mengundang Turki, Belarusia dan Qatar untuk hadir. Dalam KTT kali ini salah satu negara anggota G-15, Jamaika, tidak mengirimkan delegasinya ke Tehran.

Sebagai hasil akhir, KTT G-15 ke-14 berhasil menyepakati Draft Joint

Communique yang mencakup 11 isu utama, yaitu: a) krisis keuangan/moneter internasional; b) fasilitasi bagi pekerja migran; c) pencapaian MDGs; d) penyelesaian Putaran Doha WTO; e) penanganan perubahan iklim; f) isu HAKI dan GRTKF; g) keamanan enegi; h) kesehatan masyarakat; i)Kerjasama Selatan-Selatan; j) situasi palestina; dan k) pembentukan High Level Task Force (HLTF) untuk mengkaji progress dan prospek G-15. Selain itu, dalam KTT ini, Presiden Iran juga telah menyerahkan jabatan keketuaan G-15 kepada Srilanka untuk periode berikutnya.

SEKIAN