Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

44
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama :Tn. R Umur :23 tahun JenisKelamin : Laki-laki Suku Bangsa :Jawa Agama :Islam Pekerjaan : Buruh pabrik pangan Alamat : Jln. Emmy Saelan No. RekamMedik :37028 Tempat Pemeriksaan :RSP Tanggal Pemeriksaan :26 Maret 2015 Pemeriksa : dr. S II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Mata kanan merah Anamnesis terpimpin : Mata kanan merah dialami pasien sejak 2 hari yang lalu. Pasien tidak mengetahui mengapa sampai matanya menjadi merah. Pasien hanya merasa matanya tiba-tiba menjadi gatal dan kemudian pasien mengucek-ucek matanya. Akibatnya mata kanannya menjadi merah. Pasien juga mengeluh 1

description

Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

Transcript of Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

Page 1: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama :Tn. R

Umur :23 tahun

JenisKelamin : Laki-laki

Suku Bangsa :Jawa

Agama :Islam

Pekerjaan : Buruh pabrik pangan

Alamat : Jln. Emmy Saelan

No. RekamMedik :37028

Tempat Pemeriksaan :RSP

Tanggal Pemeriksaan :26 Maret 2015

Pemeriksa : dr. S

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Mata kanan merah

Anamnesis terpimpin : Mata kanan merah dialami pasien sejak 2 hari

yang lalu. Pasien tidak mengetahui mengapa sampai matanya menjadi merah.

Pasien hanya merasa matanya tiba-tiba menjadi gatal dan kemudian pasien

mengucek-ucek matanya. Akibatnya mata kanannya menjadi merah. Pasien

juga mengeluh mata kanannya seperti ada yang mengganjal, terasa nyeri,

sering berair ,dan pandangannya perlahan-lahan menjadi lebih kabur pada

ssat melihat jauh, serta terasa silau bila terkena cahaya.

Riwayat pengobatan tidak ada.

Riwayat trauma pada mata tidak ada.

1

Page 2: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti

ini.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,5oC

IV. PEMERIKSAAN FISIK KHUSUS/STATUS OFTAMOLOGI

A. Inspeksi

OD OS

Palpebra Edema (-) Edema (-)

Apparatus

LakrimalisLakrimasi (+) Lakrimasi (-)

Silia Sekret (-) Sekret (-)

Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)

Bola mata Normal Normal

2

Page 3: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

Mekanisme muscular Normal Normal

Kornea Kesan agak keruh Jernih

Bilikmatadepan Normal Normal

Iris Coklat,kripte (+) Coklat,kripte (+)

Pupil Bulat,sentral Bulat,sentral

Lensa Jernih Jernih

B. Palpasi

OD OS

Tensi ocular Tn Tn

Nyeritekan - -

Massa tumor - -

Glandula pre-

aurikuler

Tidak ada

pembesaran

Tidak ada pembesaran

C. Tonometri

Tidak dilakukan pemeriksaan

D. Visus

VOD : 20/30, tidak dikoreksi

VOS : 20/20

E. Campus visual

Tidak dilakukan pemeriksaan

F. Color sense

Tidak dilakukan pemeriksaan

G. Light sense

Tidak dilakukan pemeriksaan

3

Page 4: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

H. Penyinaran oblik

OD OS

Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)

KorneaKesan agak keruh di

parasentralJernih

BMD Normal Normal

Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)

Pupil Bulat,sentral,RC(+) Bulat,sentral,RC(+)

Lensa Jernih Jernih

I. Diafanoskopi

Tidak dilakukan pemeriksaan

J. Oftalmoskopi

Tidak dilakukan pemeriksaan

K. Slit Lamp

SLOD :

Konjungtiva hiperemis (+), injeksio perikornea (+),kornea:infiltrate

berbentuk pungtata (+), fluoresen (+) di area parasentral kornea, BMD:

Sel/Flair (-),iris: coklat, kripte(+), pupil: bulat, sentral, RC (+), lensa

jernih.

SLOS : Konjungtivahiperemis (-), kornea jernih, BMD normal,iris coklat,

kripte(+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih

Tes sensitivitas kornea : menurun pada mata kanan

4

Page 5: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

L. Laboratorium

Fluorescent test (+) : punctata di area parasentral kornea

V. RESUME

Seorang pria 23tahun, datang ke poliklinik mata RSP dengan mata kanan

merah sejak 2 hari yang lalu. Ada fotofobia. Ada hiperlakrimasi. Ada

blefarospasme. Ada gatal. Ada nyeri dan terasa ada yang mengganjal. Visus

perlahan menurun. Tidak ada sekret. Riwayat pengobatan tidak ada. Riwayat

trauma pada mata tidak ada.

Pemeriksaan oftalmologi:

VOD 20/30, tidak dikoreksi dan VOS 20/20

OD konjungtiva hiperemis (+), injeksio perikornea (+), kornea tampak

infiltrate berbentuk pungtata, flurosen (+) di area parasentral kornea, BMD:

sel/flail (-), iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.

OS segmen anterior dalam batas normal

VI. DIAGNOSIS KERJA

OD Keratitis Pungtata Superfisialis

VII. DIAGNOSIS BANDING

Ulkus Kornea

Konjungtivitis

Uveitis anterior

VIII. TERAPI

• C Polygran ED 4x1 tetes OS

5

Page 6: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

• C Repitel ED 4x1 tetes OS

• Vitamin C 4x500 mg

IX. PROGNOSIS

Qua ad vitam : Bonam

Qua ad visam : Dubia

Qua ad sanam : Dubia

Qua ad cosmeticam : Dubia

DISKUSI

Pada kasus diatas, dari anamnesis didapatkan seorang pria berusia 21

tahun datang dengan keluhan mata merah pada mata kanan yang dialami sejak 2

hari terus menerus. Awalnya dirasakan gatal secara tiba-tiba sehingga pasien

mengucek mata kanannya, mata terasa nyeri, silau jika melihat cahaya, merah

serta berair. Riwayat mata merah, terdapat kotoran pada mata dan demam

disangkal oleh pasien. Dari anamnesis menunjukkan bahwa pasien mengalami

suatu infeksi didaerah mata bagian kanan dengan keluhan mata merah, silau

(fotofobia), dan berair. Dari gejala yang timbul tersebut menunjukkan diagnosis

sementara mengarah ke diagnosis keratitis.

Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD = 20/30, VOS = 20/20,

pemeriksaan mata sebelah kanan ditemukan injeksi silier pada perikorneal,

pemeriksaan segmen anterior ditemukan BMD agak keruh dan pemeriksaan

dengan pemulasan flurescein kemudian dilihat dengan slit lamp hasilnya

ditemukan bintik-bintik berwarna hijau di permukaan kornea parasentral. Dari

hasil pemeriksaan status lokalis ini menunjukkan bahwa infeksi kornea dapat

diklasifikasikan sesuai dengan lapisan kornea yang terkena yaitu bagian

superfisialis dan terbentuk bintik-bintik yang terkumpul di daerah epitel.

Diagnosis kerja yang ditegakkan pada pasien tersebut adalah keratitis punctata

superfisisalis.

6

Page 7: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

Terapi yang diberikan yaitu pemberian antibiotik, air mata buatan yaitu

repitel, polygran, dan vitamin C. Repitel mengandung vitamin A yang berfungsi

membantu proses reepitelisasi dan polygran mengandung antibiotik tanpa

kortikosteroid. Antibiotik dalam polygran terdiri dari kombinasi pollimiksin-B-

sulfat 10.000 IU/ml, neomisin, dan gramisidin 0,025 mg. Vitamin C untuk

membantu reepitalisasi kornea dan mempercepat penyembuhan. Pasien juga

dianjurkan menggunakan pelindung mata (kaca mata hitam) untuk melindungi

dari exposure dari luar seperti debu dan sinar ultraviolet.

KERATITIS PUNGTATA SUPERFICIAL

I. PENDAHULUAN

7

Page 8: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding

dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea berfungsi sebagai membran

pelindung dan jendela yang di lalui oleh berkas cahaya saat menuju ke retina.

Kornea ini disisipkan kedalam sklera pada limbus. Kornea mempunyai enam

lapisan yang berbeda-beda yaitu lapisan epitel, lapisan bowman, stroma, dua’s

layer, membran descement dan lapisan endotel. Lapisan epitel pada kornea

merupakan sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam

kornea. Namun sekali kornea ini cedera,stroma yang avaskuler dan lapisan

bowman mudah terinfeksi berbagai macam organisme, seperti bakteri, amoeba

dan jamur.(1,2)

Radang kornea ( Keratitis ) biasanya diklasifikasikan dalam lapis kornea

yang terkena yaitu seperti keratitis superficial, dan intertisial atau profunda.

Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata,

keracunan obat, reaksi alergi terhadap pengobatan topical yang di berikan dan

reaksi terhadap konjungtivitis menahun.keratitis akan memberikan gejala mata

merah, rasa silau dan merasa kelilipan. Keratitis pungtata memberikan

gambaran seperti infiltrat halus pada permukaan kornea.(2,3)

II. ETIOLOGI

Keratitis pungtata merupakan keratitis yang terkumpul didaerah bowman

dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata disebabkan oleh

hal-hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada moluskum kontangiosum, akne

rosasea, herpes zooster, herpes simpleks, blefaritis, keratitis neuroparalitik, infeksi

virus, dry eyes, trauma radiasi, lagoftalmus, dan keracunan obat. Keratitis

pungtata sangat sering ditemukan mengingat etiologi dari penyakit ini berasal dari

berbagai faktor eksogen seperti benda asing pada bagian dalam palpebra, lensa

kontak, asap dan lain-lain.(3)

Keratitis pungtata superfisial sangat sering ditemukan mengingat

etiologi dari penyakit ini berasal dari berbagai faktor eksogen seperti benda

asing pada bagian dalam palpebra, lensa kontak, asap, dan lain-lain. Penyakit

8

Page 9: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

ini pun dapat berupa gejala sekunder dari keratitis jenis lain. Keratitis

pungtata superfisialis ini pun dapat disebabkan oleh faktor endogen yaitu

Thygeson disease.(3)

Beberapa penyebab keratitis pungtata superfisial: (3)

1. Infeksi virus merupakan penyebab utama. Virus yang sering menginvasi

ialah herpes zoster, adenovirus, epidemic keratoconjunctivitis, pharyngo-

conjunctival fever dan herpes simpleks.

2. Infeksi chlamydia termasuk di dalamnya trachoma dan konjungtivitis

inklusi.

3. Lesi toksik dapat berasal dari toksin staphylococcal yang berhubungan

dengan blepharokonjungtivitis.

4. Lesi tropik seperti keratitis exposure keratitis danneuroparalytic keratitis.

5. Lesi alergik seperti vernal keratokonjungtivitis.

6. Lesi iritasi merupakan efek dari beberapa obat seperti idoxuridine.

7. Gangguan kulit dan membran mukosa seperti acne rosacea dan

pemphigoid.

8. Dry eye syndrome sepertikeratoconjunctivitis sicca

9. Penyakit idiopatik sepertiThygeson superficial punctate keratitis and

Theodore's superior limbic keratoconjunctivitis.

10. Photo-ophthalmitis.

III. ANATOMI

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. bola mata

dibagian depan (Kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam

sehingga terdapat 2 bentukkelengkungan yang berbeda.(1)

Bola mata dibungkus oleh 3 jaringan ikat, yaitu : (1,3)

9

Page 10: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

1. Sklera merupakan jaringan ikat kenyal dan memberikan bentuk pada mata,

merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan

sklera disebut kornea yang bersifat transparan sehingga memudahkan

cahaya masuk kedalam bola mata. Kelengkungan pada kornea lebih besar

dibandingkan pada sklera.(1,3)

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskuler, yang terdiri dari iris, korpus

siliaris dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang terdiri oleh 3 susunan

otot dapat mengatur jumlah sinar yang masuk kedalam mata. Otot dilatator

dipersarafi oleh simpatis sedangkan sfingter iris dan otot siliaris

dipersarafi oleh para simpatis. Otot siliaris yang terletak dibadan siliaris

mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Corpus siliaris yang

menghasilkan humor akuos yang dikeluarkan melalui trabekulum yang

terletak pada pangkal iris dibatas kornea dan sklera.(1,3)

3. Lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan

mempunyai sususan sebanyak 10 lapis membran neurosensoris yang akan

merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik yang diteruskan ke

otak.(1,3)

10

Page 11: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

Badan kaca atau humor vitreus mengisi rongga dalam bola mata dan

bersifat gelatin yang hanya menempel pada papil saraf optik, makula dan pars

pelana. Lensa terletak dibelakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya

oleh zonula zinii. Lensa mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat

dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea. Terdapat 6 otot

penggerak bola mata dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak pada daerah

temporal atas dalam rongga orbita.(1,3)

11

Gambar 1 : Anatomi Bola Mata (1)

Page 12: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

ANATOMI KORNEA

Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,

merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya dan merupakan lapisan

jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Kornea merupakan bagian

mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata disebelah depan.

Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50

dioptri pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea. Rata – rata ketebalan

kornea pada orang dewasa adalah sekitar 0,52 mm di sentral dan 0,65 mm di

perifer. Diameter horizontal kornea rata – rata orang dewasa adalah 11,75 mm

dan diameter vertikalnya rata – rata 10,66 mm. Dari anterior ke posterior,

kornea memiliki 6 lapisan yang saling berhubungan yaitu lapisan epitel (yang

merupakan kelanjutan dari epitel dikonjungtiva bulba), membrana bowman,

stroma, lapisan dua’s, membrana descement dan endotel.(1,3,4)

1. Epitel, terdiri atas 5 lapisan sel tidak bertanduk yang saling tumpang

tindih, 1 lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering

terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi menjadi

lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal

berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel poligonal

didepannya melalui dermosom dan makula ekluden, ikatan ini

menghampat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan

barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat

kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.(3,4)

2. Membrane Bowman, terletak di bawah epitel kornea yang merupakan

kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian

stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.(3,4)

3. Stroma, terdiri atas lamel yang merupakan susuna kolagen yang sejajar 1

dengan lainnya, pada permukaan terlihat ayaman yang teratur sedang di

bagian perifer serat kolagen ini bercabang, terbentuknya kembali serat

kolagen memakan waktu lama yang kadang – kadang sampai 15 bulan.

Stroma ini adalah merupakan sekitar 90% dari ketebalan kornea.(3,4)

12

Page 13: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

4. Lapisan Dua’s tahun 2013 oleh Harminder S. Dua dan rekan-rekannya di

University of Nottingham. merupakan sebuah lapisan di kornea manusia.

Tebalnya hanya 15 mikron dan terletak antara stroma kornea dan

membran Descemet. Meski tipis, lapisan ini sangat kuat dan kedap udara.(5)

5. Membrane Descement, merupakan membran aseluler dan merupakan batas

belakang stroma kornea yang dihasilkan dari sel endotel dan merupakan

membran basalnya. Membrane ini bersifat sangat elastic dan berkembang

terus seumur hidup.(3,4)

6. Endotel, terdiri atas 1 lapisan sel dengan bentuk hexagonal, besarnya

sampai 40 –60 mm. endotel tidak mempunyai daya regenerasi.(3,4)

Suplai darah kornea berasal dari pembuluh – pembuluh darah konjungtifa,

episklera dan sklera yang berakhir di sekitar limbus korneosklera. Kornea itu

sendiri bersifat avaskuler.(4)

13

Gambar 2 : Lapisan Kornea(5)

Page 14: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

IV. FISIOLOGI KORNEA

Fungsi utama kornea adalah sebagai membrane protektif dan sebuah

“jendela” yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi kornea

dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang uniform

yang sifat deturgescence – nya. Transparansi stroma dibentuk oleh

pengaturan fisis special dari komponen – komponen fibril. Walaupun indeks

refraksi dari masing – masing fibril kolagen berbeda dari substansi infibrilar,

diameter yang kecil (300 A) dari fibril dan jarak yang kecil diantara mereka

(300 A) mengakibatkan pemisahan dan regularitas yang menyebabkan sedikit

pembiasan cahaya dibandingkan dengan inhomogenitas optikalnya. Sifat

deturgescence di jaga dengan pompa bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi

barbier dari epitel dan endotel. Kornea di jaga agar tetap berada pada keadaan

“basah” dengan kada air sebanyak 78%. (3,4)

Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus.

Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata.

Setiap kerusakaan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau

keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan

menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan

penutupan bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata

involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu

mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera kornea.(2,4)

Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur

jaringan yang braditrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti

penyebuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa)

diperoleh dari 3 sumber, yaitu: (3,4)

Difusi dari kapiler-kapiler disekitarnya

Difusi dari humor aquos

Difusi dari film air mata

14

Page 15: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh

lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa

mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks

berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang

membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk

beregenerasi secara cepat dan lengkap.(4)

Ketika pathogen telah menginvasi jaringan melalui lesi kornea superfisial,

beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, yaitu: (4)

Terjadi lesi pada kornea

Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea

Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi pathogen Hasilnya akan

tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen

akan membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi

kornea.

Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umunya berupa pus

yang akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan).

Pathogen akan menginvasi seluruh kornea

Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada

membrana descemet yang relatif kuat dan akan menghasilkan

descematocele yang dimana hanya membrana descement yang

intak.

Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membran

descement terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut

ulkus kornea perforata dan merupakan indikasi bagi intervensi

bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan

visus progresif dan bola mata akan menjadi lunak.

V. KLASIFIKASI

Keratitis dapat di bagi berdasarkan :

1. Lesi Kornea

Keratitis epithelial

15

Page 16: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan keratitis,

dan pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan yang terlibat

(misalnya pada keratitis pungtata superfisialis). Perubahan pada epitel sangat

bervariasi, dari edema biasa dan vakuolasi sampai erosi kecil-kecil, pembuntukan

filament, keratinisasi parsial, dan lain-lain. Lesi-lesi itu juga bervariasi lokasinya

pada kornea. Semua variasi ini mempunyai makna diagnostik yang penting dan

pemeriksaan biomikroskopik dengan dan tanpa pulasan fluorosein yang

merupakan bagian dari setiap pemeriksaan mata bagian luar.(1)

Keratitis Stroma

Respon stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang

menunjukkan akumulasi sel – sel radang; edema muncul sebagai penebalan

kornea, pengkeruhan atau parut; penipisan dan perlunakan, yang dapat berakibat

perforasi, dan vaskulasrisasi. Pada respon ini kurang spesifik bagi penyakit ini,

tidak seperti pada keratitis epithelial dan dokter sering harus mengandalkan

informasi klinik dan pemeriksaan labpratorium untuk menetapkan penyebabnya.(1)

Keratitis Endotelial

Disfungsi endothelium kornea akan berakibat ederma kornea, yang mula-

mula mengenai stroma dan epitel. Ini berbeda dari edema kornea yang disebabkan

oleh peningkatan tekanan intraokuler, yang mulai pada epitel kemudian stroma.

Selama kornea tidak terlalu sembab, sering masih mungkin dilihat kelainan

morfologik endotel kornea dengan slitlamp. Sel–sel radang pada endotel (endapan

keratik atau keratik precipitat) tidak selalu menandakan adanya penyakit endotel

karena sel radang juga merupakan manifestasi dari uveitis anterior, yang dapat

atau tidak menyertai keratitis stroma.(1)

2. Organisme Penyebab

Keratitis Bakterial

Lebih dari 90% inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri. Sejumlah

bakteri yang dapat menginfeksi kornea yaitu Staphylococcus epidermis,

Staphylococcus aureus, Streptococcus pnemoniae, koliformis, pseudomonas dan

16

Page 17: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

haemophilus. Kebanyakan bakteri tidak dapat menetrasi kornea sepanjang epitel

kornea masih intak. Hanya bakteri gonococci dan difteri yang dapat menetrasi

epitel korea yang intak. Gejala – gejalanya antara lain yaitu nyeri, fotofobia, visus

lemah, lakrimasi dan sekret purulen. Sekret purulen khas untuk keratitis bakteri

sedangkan keratitis virus mempunyak sekret yang berair.(1,4)

Terapi konservatif pada keratitis bakteri adalah antibiotik topikal

(ofloxacin dan polymixin) yang berspektrum luas untuk bakteri gram positif dan

bakteri gram negative sampai hasil kultur pathogen dan resistensi diketahui.

Immobilisasi badan siliar dan iris oleh terapi midriasis diindikasikan jika ada

iritasi intraocular. Keratitis bakteri dapat diterapi pertama kalinya dengan tetes

mata ataupun salep. Terapi pembedahan berupa keratoplasti emergency dilakukan

jika terdapat descematocel atau ulkus kornea yang perforasi.(1,4)

Keratitis Viral

Keratitis Herpes Simplex

Terdapat dua bentuk keratitis herpes simplex yaitu primer dan rekurens.

Keratitis jenis ini merupakan penyebab ulkus yang paling umum dan penyebab

kebutaan kornea yang paling umum. Gejalanya yaitu sangat nyeri, photophobia,

hiperlakrimasi, dan pembengkakan pada kelopak mata. Bentuk keratitis virus

herpes simpleks dibedakan berdasarkan lokasi lesi pada lapisan kornea. Keratitis

dendritic mempunyai khas lesi epitel yang bercabang, sensitifitas kornea menurun

dan dapat berkembang menjadi keratiis stromal. Keratitis stromal ini mempunyai

epitel yang intak, pada pemerikasaan slitlamp menunjukkan infiltrate kornea

disirformis sentral. Sedangkan keratitis endothelium terjadi karena virus herpes

simpleks terdapat pada humor aquos yang menyebabkan pembengkakan sel

endotel. Dan sindrom nekrosis retinal akut mengenai bola mata bagian posterior

yang terlibat pada pasien imunokompromis (AIDS).(1,4)

Pengobatan dapat diberikan virustatika seperti IDU trifluoritimidin dan

asiklovir. Pemberian streroid pada penderita herpes sangat berbahaya, karena

gejala akan sangat berkurang akan tetapi proses berjalan trus karena daya tahan

tubuh yang berkurang.(1,4)

17

Page 18: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

Keratitis Herpes Zooster

Keratitis herpes zoster merupakan manifestasi infeksi virus herpes zoster

pada cabang pertama saraf trigeminus, termasuk puncak hidung dan demikian

pula dengan kornea atau konjungtiva. Bila terjadi kelainan saraf trigeminus ini,

maka akan memberikan keluhan pada daerah yang dipersarafinya dan pada herpes

zoster akan mengakibatkan terdapatkan vesikel pada kulit. Pada mata akan terasa

sakit dengan perasaan yang berkurang (anastesia dolorosa). Pengobatan adalah

simtomatik seperti pemberian analgetika, vitamin dan antibiotik topical atau

umum untuk mencegah infeksi sekunder.(1,4)

Keratitis Jamur

Pathogen yang lebih sering adalah Aspergilus dan Candida albicans.

Mekanisme yang sering adalah trauma terkena bahan - bahan organic yang

mengandung jamur seperti ranting pohon. Pasien pada umumnya mengeluhkan

gejala yang sedikit. Pada inspeksi didapatkan mata merah, ulkus yang berbatas

tegas dan dapat meluas menjadi ulkus kornea serpiginuous. Pada pemeriksaan

slitlamp menunjukkan infiltrate stroma yang berwarna putih keabuan, khusuhnya

jika penyebabnya adalah candida albicans. Lesi – lesi yang lebih kecil

berkelompok mengililingi lesi yang besar membentuk lesi satelit. Indentifikasi

mikrobiologi jamur sulit dan memakan waktu. Pengobatan konservatif berupa anti

nikotik topikal seperti natamycin, nystatin dan amphoterisin B, sedangkan

tindakan pembedahan berupa keratoplasti jika dengan pengobatan konservatif

gagal dan keadaan makin memburuk dalam perawatan.(1,4)

18

Page 19: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

Gambar 3. Jenis – jenis utama keratitis epithelial (diurut sesuai derajat keseringan)(1)

19

Page 20: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

VI. GEJALA KLINIS

Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada pasien

yang terkait dengan perjalan penyakit keratitis pungtata superfisial. Pasien

dapat mengeluhkan adanya rasa nyeri, pengeluaran air mata berlebihan,

fotofobia, penurunan visus, sensasi benda asing, rasa panas, iritasi okuler dan

blefarospasme. Oleh karena korea memiliki banyak serat – serat saraf,

kebanyakan lesi kornea baik supervisial ataupun profunda, dapat menyebabkan

nyeri dan fotofobia. Nyeri pada keratitis diperparah degan pergerakan dari

palpebral (umunnya palpebral superior) terhadap kornea dan biasanya menetap

hingga terjadi penyembuhan karena kornea bersifat sebagai jendela mata dan

merefraksikan cahaya, lesi kornea sering kali mengakibatkan penglihatan

menjadi kabur, terutama ketika lesinya berada dibagian Sentral.(4)

Pada keratitis pungtata superfisial didapatkan lesi kornea berupa lesi

epithelia multiple sebanyak 1 – 50 lesi (rata – rata sekitar 20 lesi didapatkan).

Lesi epithelia yang didapatkan pada keratitis pungtata superfisial berupa

kumpulan bintik – bintik kelabu yang berbentuk oval atau bulat dan cenderung

berakumulasi di daerah pupil. Opasitas pada kornea tersebut tidak tampak

apabila di inspeksi secara langsung, tetapi dapat dilihat dengan slitlamp

ataupun loup setelah diberi flouresent.(2)

Sensitifitas kornea umumnya normal atau hanya sedikit berkurang, tapi

tidak pernah menghilang sama sekali seperti pada keratitis herpes simpleks.

Walaupun umumnya respons konjungtiva tidak tampak pada pasien akan tetapi

reaksi minimal seperti injeksi konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien.(2)

VII. DIAGNOSIS

Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien

yang datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau

(fotofobia) dan merasa kelilipan (blefarospasma). Adapun radang kornea ini

biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis

superfisial dan interstisial atau profunda. Keratitis superfisial termasuk lesi

inflamasi dari epitel kornea dan membran bowman superfisial terkait.(4)

20

Page 21: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

Fluoresein adalah pewarna khusus yang dipakai untuk memulas kornea

dan menonjolkan setiap ketidakteraturan pada permukaan epitelnya. Fluoresein

topikal merupakan larutan pewarna water-soluble yang non-toksik dantersedia

dalam berbagai bentuk, contohnya disertai dengan obat anestetik (benoxinate or

propracaine) atau dengan antiseptik (povidoneiodine). Secarik kertas steril dengan

fluoresein dibasahi dengan saline steril atau anestetik lokal dan ditempelkan pada

permukaan dalam palpebra inferior untuk memindahkan pewarna kekuningan itu

ke dalam lapis air mata.(4)

Flourenscein dapat melakukan penetrasi pada intraseluler kornea, namun

jika lapisan epitel kornea intak maka larutan flourensceins ini tidak bisa

menembus epitel. Larutan flourenscein ini lebih mudah diobservasi pada kornea

dibandingkan pada konjungtiva, maka pemeriksaan flourenscein ini merupakan

pemeriksaan yang dibutuhkan dalam mengevaluasi kelainan di kornea. Larutan

floresens diteteskan pada mata dan mata diperiksa dengan menggunakan slit lamp

ataupun dengan iluminasi terang dan melihat menggunakan loup. Hal tersebut

dapat memberikan gambaran defek epithelial. Pola distribusi flouresensi yang

spesifik dapat sebagai informasi yang berguna dalam menegakkan kemungkinan

etiologi dan keratitis pungtata superfisial.(1,2)

Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultur dari flora kornea

dilakukan selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian

selanjutnya akan tetapi hal tersebut tidak begitu signifikan dalam penegakan

diagnosis dan penatalaksana penyakit keratitis pungtata superfisial. Pemeriksaan

pencitraan dengan menggunakan fotografi slit lamp untuk mendokumentasikan

inflamasi aktif dan periode inaktivitas dapat dilakukan tapi hal tersebut juga tidak

begitu penting dalam penegakan diagnosis maupun penanganan penyakit.(1,2)

21

Page 22: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

VIII. DIAGNOSIS BANDING

No. Ulkus Kornea Keratitis

1. Sakit sedang Sedang

2. Kotoran mukopurulen Hanya refleks

Epifora

3. Kornea Flouresen ++++ Fluoresein +++/-

4. Penglihatan Tergantung lokasi dan

kedalaman ulkus

<N

5. Injeksi Konjungtiva Siliar

6. Lapisan yang terinfeksi Sampai stroma Epitel dan Lapisan Bowman

7. Uji Flouresein Sensibilitas

Fluoresin

1. Ulkus Kornea

Tabel 1. Keratitis dan Ulkus Kornea(7)

2. Konjungtivitis

22

Page 23: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

Tabel 2. Keratitis dan konjungtivitis(7)

3. Uveitis

Tabel 3. Keratitis dan Uveitis(7)

23

Page 24: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

IX. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada ketratitis pungtata superfisial pada prinsipnya adalah

diberikan sesuai dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine,

trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri gram positif pilihan pertama adalah

cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat diberikan

tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga diindikasikan

jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan

bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu : natamisin, amfoterisin atau fluconazol.

Selain itu obat yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan.(8)

Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata

superfisial ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat

memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat

diberi air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. Pemberian air mata buatan

yang mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas

oftalmik, meningkatkan viskositas, dan memperpanjang waktu kontak kornea

dengan lingkungan luar. Selain itu, pemberian vitamin C dapat membantu

reepitalisasi kornea dan mempercepat penyembuhan. Pemberian tetes

kortikosteroid pada KPS ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan

mencegah terbentuknya jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan

keluhan subjektif seperti fotobia namun pada umumnya pada pemeberian steroid

dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang

infeksi dari virus jika memang etiologi dari KPS tersebut adalah virus.(1,3,9)

Namun pemberian kortikosteroid topikal pada KPS ini harus terus diawasi

dan terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk waktu lama dapat mempe

rpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan berakibat timbulnya

katarak dan glaukoma terinduksi steroid, menambah kemungkinan infeksi jamur,

menambah berat radang akibat infeksi bakteri juga steroid ini dapat

menyembunyikan gejala penyakit lain. Penggunaan kortikosteroid pada KPS ini

menurut beberapa jurnal dapat dipertimbangkan untuk diganti dengan NSAID.

24

Page 25: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

Dari penelitian-penelitian tersebut telah menunjukan bahwa NSAID dapat

mengurangi keluhan subjektif pasien dan juga mengatasi peradangannya seperti

halnya kortikostroid namun lebih aman dari steroid itu sendiri karena tidak akan

menyebabkan katarak ataupun glaukoma yang terinduksi steroid.(8)

Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala,

supaya dapat melindungi lapisan kornea pada waktu kornea bergesekan dengan

palpebra, khususnya pada kasus yang mengganggu. Pemberian siklopegik

mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris sehingga terjadi dilatasi pupil dan

mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melemahkan akomodasi. Terdapat

beberap obat sikloplegia yaitu atropin, homatropin, dan tropikamida.(1)

Namun atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik yang sangat kuat dan

juga bersifat midriatik sehingga biasanya tidak dijadikan pilihan terapi pada KPS.

Efek maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit dan bila telah terjadi

kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal kembali dalam 2 minggu setelah

obat dihentikan. Atropin juga memberikan efek samping nadi cepat, demam,

merah, dan mulut kering. Homatropin (2%-5%) efeknya hilang lebih cepat

dibanding dengan atropin, efek maksimal dicapai dalam 20-90 menit dan

akomodasi normal kembali setelah 24 jam hingga 3 hari. Sedangkan trokamida

(0,5%-1%) memberikan efek setelah 15-20 menit, dengan efek maksimal dicapai

setelah 20-30 menit dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini sering dipakai untuk

melebarkan pupil pada pemeriksaan fundus okuli.(9)

Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien

dengan KPS. Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung

kronik dan juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar

tidak terlaru sering terpapar sinar matahari ataupun debu karena KPS ini dapat

juga terjadi pada konjungtivitis vernal yang biasanya tercetus karena paparan sinar

matahari, udara panas, dan debu, terutama jika pasien tersebut memang telah

memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang mengucek matanya

karena dapat memperberat lesi KPS yang telah ada.(3,4,9)

25

Page 26: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

Pada KPS dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita

menyarankan pasien untuk mencegah transmisi penyakitnya dengan menjaga

kebersihan diri dengan mencuci tangan, membersihkan lap atau handuk, sapu

tangan, dan tissue.(4,9)

X. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

Ketika terjadi kerusakan pada epitel kornea yang terjadi oleh karena

adanya suatu agentdari luar yang menyebabkan terjadinya perubahan menjadi

patologi dimana proses terjadinya ulkus kornea dibagi dalam empat fase, yaitu:

infiltrasi, ulserasi aktif, regresi dan pembentukan sikatrik. Fase akhir dari ulkus

kornea tergantung pada agent infeksi virus, defence mechanism manusiadan terapi

yang didapatkan.(2)

1. Stadium infiltrasi progresif

Stadium ini mempunyai karakter pada infiltrasinya dimana terdapat

polimorfonuklear dan/atau limfosit di dalam epitel yang berasal dari sirkulasi

perifer yang dipicu oleh sel yang berasal dari batas disekitar stroma ketika

jaringan ini juga terkena efeknya.(2)

Gambar 4 .Stadium infiltrasi progresif(2)

2. Stadium ulserasi aktif

Ulserasi aktif membuat nekrosis dan penipisan dari epitel, membran

Bowman dan stroma. Dinding yang mengalami ulserasi aktif membuat lamela

menjadi bengkak oleh karena adanya inbibisi dari cairan dan penumpukan

leukosit diantara lapisan tersebut.(3)

26

Page 27: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

Gambar 5. Stadium ulserasi aktif (2)

Selama stadium ini berlangsung, akan terjadi hiperemia pada pembuluh

darah jaringan sirkumkorneal yang mana menyebabkan terjadinya akumulasi

cairan eksudat purulen pada kornea. Eksudasi yang masuk ke dalam bilik mata

depan melalui pembuluh darah iris dan corpus siliar ini yang akan membentuk

hipopion.(2)

3. Stadium regresi

Gambar 6. Stadium regresi (2)

Regresi di induksi oleh mekanisme pertahanan tubuh alamiah dari tubuh

(produksi antibodi humoral dan pertahanan imun seluler)dan pengobatan yang

sesuai dengan respon tubuh. Batas demarcationakan tumbuh disekitar ulkus, yang

mana mengandung leukosit dan fagosit serta debris seluler nekrosis. Proses ini

27

Page 28: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

dibentuk oleh vaskularisasi superfisial yang meningkat oleh respon imun seluler

dan humoral.(2)

4. Stadium sikatrik

Pada stadium ini proses penyembuhan berlangsung oleh progresifitas

epitel yang akan membentuk penutup permanen. Derajat skar dari proses

penyembuhan bervariasi. Tergantung apabila hanya pada daerah superfisial dan

hanya pada epitel. Ketika ulkus mengenai membran Bowman dan sedikit pada

lamela stroma superfisial akan menimbulkan terjadinya scar yang disebut dengan

nebula.(2)

Gambar 7. Stadium sikatrik (2)

Bila peradangan hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang baik

dapat sembuh tanpa jaringan parut, Bila peradangan dalam, penyembuhan

berakhir dengan pembentukan jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula,

leukoma, leukoma adherens dan stafiloma kornea.(9)

Nebula : bentuk parut kornea berupa kekeruhan yang sangat tipis dan hanya dapat

dilihat dengan menggunakan kaca pembesar atau menggunakan slit

lamp.(9)

Makula : parut yang lebih tebal berupa kekeruhan padat yang dapat dilihat tanpa

menggunakan kaca pembesar.(9)

Leukoma : kekeruhan seluruh ketebalan kornea yang mudah sekali terlihat dari

jarak yang agak jauh sekalipun.(9)

28

Page 29: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

Keratitis subepitel /epitel

Sembuh tanpa bekas

Berlanjut menjadi ulkus

Sembuh dengan parut kornea

NebulaMakulaLekoma

Berlanjut dengan perforasi kornea disertai penonjolan keluar dari kornea

dan prolaps iris

Sembuh dengan parut :Lekoma adherenStafiloma kornea

Buta kornea

Berlanjut dengan terjadi

-endoftalmitis-panoftalmitis

sembuh Operasi / angkat bola

mata

Abulbi

Phtysis bulbi

Buta permanen

Leukoma adherens : keadaan dimana selain adanya kekeruhan seluruh ketebalan

kornea, terdapat penempelan iris pada bagian belakang

kornea (sinekia anterior).(9)

Stafiloma kornea : bila seluruh permukaan kornea mengalami ulkus disertai

perforasi, maka pada penyembuhan akan terjadi penonjolan

keluar parut kornea yang disertai dengan sinekia anterior.(9)

Bila ulkusnya lebih dalam dapat terjadi perforasi. Adanya perforasi dapat

membahayakan mata, oleh karena timbulnya hubungan langsung dari bagian

dalam mata dengan dunia luar, sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan

menyebabkan endoftalmitis atau panoftalmitis. Dengan adanya perforasi, iris

dapat menonjol keluar melalui perforasi dan terjadi prolaps iris. Saat terjadi

perforasi, tekanan intraokular menurun.(1)

Bagan 1. Perjalanan keratitis(1,9)

29

Page 30: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

Prognosis dapat baik apabila tidak terjadi parut atau vaskularisasi pada

kornea. Bila tidak diobati, penyakit ini berlangsung 1-3 tahun dengan

meninggalkan gejala sisa. (1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P, Whitcher JP. 2007. Vaughan & Asbury’s : General

Ophthalmology. 17th ed. London (UK): McGraw-Hill’s Lange.

2. Doggart JH. 1933. Superficial Punctate Keratitis. The British Journal

of Ophthalmology: 66-81.

3. Khurana AK. 2007. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New

Delhi (India): New Age International (P) Ltd.

4. Lang GK. 2006. Ophthalmology : a Pocket Textbook Atlas. 2nd ed.

Ulm (Germany): Thieme.

5. Bibliographic information: Harminder S. Dua et al. 2013. Human

Corneal Anatomy Redefined: A Novel Pre-Descemet’s Layer (Dua’s

Layer). Ophthalmology, in press; doi: 10.1016/j.ophtha.2013.01.018.

6. Olver J, Cassidy L. 2005. Ophthalmology at a Glance. Massachusetts

(USA), Oxford (UK), Victoria (Australia): Blackwell Publishing

Company.

30

Page 31: Keratitis Pungtata Superfisialis - DwiKeratitis Pungtata Superfisialis - Dwi

7. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. 2004. ABC of Eyes. 4th ed. London

(UK): BMJ Publishing Group Ltd.

8. McMullen Junior RJ. 2004. Equine Keratitis and the Possible

Involvement of Equine Adenovirus Type 1 (EAdV1) and Type 2

(EAdV2). Aus der Klinik für Pferde der Tierärztlichen Fakultät der

Ludwig-Maximilians-Universität München Lehrstuhl für Innere

Medizin und Chirurgie des Pferdes sowie Gerichtliche Tiermedizin:16-

17.

9. Tasman W, Jaeger EA: Duane’s Ophtalmology, 7th edition, Lippincot,

Philadelpia (2001).

31