Kerapatan Tubifex

34
KERAPATAN POPULASI Tubifex sp DI KAWASAN SUNGAI UNLAM BANJARMASIN (Oleh: Hadi Siswanto, 23 hal, 2012) ABSTRAK Kehadiran dan kemelimpahan organisme pada suatu ekosistem dapat memberikan gambaran mengenai perubahan kondisi fisik dan kimia lingkungan. Odum (1998) menyatakan bahwa indeks diversitas organisme dapat digunakan sebagai indikator pencemaran lingkungan perairan. Tubifex sp merupakan hewan air yang mampu hidup dengan baik di bawah kondisi defisiensi oksigen dan juga merupakan petunjuk biologis (bioindikator) parahnya pencemaran oleh bahan anorganik. Sungai yang berada di kawasan unlam memiliki aliran yang lambat karena terjadinya pendangkalan yang disebabkan oleh sampah organik maupun anorganik yang dibuang sembarangan. Sampel diambil dari 3 stasiun penelitian dan dilakukan 4 titik pengambilan pada setiap stasiun. Sampel diambil dengan menggunakan Ekman Grab, kemudian diidentifikasi di Laboratorium Biologi Pendidikan Matematika dan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Dari hasil penelitian didapatkan kerapatan populasi Tubifex sp di kawasan sungai Unlam Banjarmasin adalah 2,58 – 3,5 Parameter fisikokimia perairan yang diukur yaitu kecepatan arus, suhu air, kedalaman sungai dan pH air.

description

Tugas Penelitian

Transcript of Kerapatan Tubifex

Page 1: Kerapatan Tubifex

KERAPATAN POPULASI Tubifex sp DI KAWASAN SUNGAI

UNLAM BANJARMASIN

(Oleh: Hadi Siswanto, 23 hal, 2012)

ABSTRAK

Kehadiran dan kemelimpahan organisme pada suatu ekosistem dapat memberikan gambaran mengenai perubahan kondisi fisik dan kimia lingkungan. Odum (1998) menyatakan bahwa indeks diversitas organisme dapat digunakan sebagai indikator pencemaran lingkungan perairan. Tubifex sp merupakan hewan air yang mampu hidup dengan baik di bawah kondisi defisiensi oksigen dan juga merupakan petunjuk biologis (bioindikator) parahnya pencemaran oleh bahan anorganik. Sungai yang berada di kawasan unlam memiliki aliran yang lambat karena terjadinya pendangkalan yang disebabkan oleh sampah organik maupun anorganik yang dibuang sembarangan. Sampel diambil dari 3 stasiun penelitian dan dilakukan 4 titik pengambilan pada setiap stasiun. Sampel diambil dengan menggunakan Ekman Grab, kemudian diidentifikasi di Laboratorium Biologi Pendidikan Matematika dan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Dari hasil penelitian didapatkan kerapatan populasi Tubifex sp di kawasan sungai Unlam Banjarmasin adalah 2,58 – 3,5 Parameter fisikokimia perairan yang diukur yaitu kecepatan arus, suhu air, kedalaman sungai dan pH air.

Kata Kunci: Kerapatan Populasi, Tubifex sp

Page 2: Kerapatan Tubifex

BAB I

PENDAHULUAN

Kehadiran dan kemelimpahan organisme pada suatu ekosistem dapat

memberikan gambaran mengenai perubahan kondisi fisik dan kimia lingkungan.

Odum (1998) menyatakan bahwa indeks diversitas organisme dapat digunakan

sebagai indikator pencemaran lingkungan perairan.

Di dalam perairan selalu terdapat kehidupan fauna dan flora yang

memiliki pengaruh timbal balik terhadap kualitas air (Slamet, 1994). Makhluk

hidup tersebut dapat hidup dalam tipe habitat yang berbeda tergantung bagaimana

respon dan adaptasinya terhadap kondisi dan sumber daya dalam habitat itu

sendiri sehingga menyebabkan keanekaragaman makhluk hidup di dalam suatu

ekosistem (Manurung, 1995).

Menurut Soetjipta (1993), berdasarkan bentuk dan kebiasaan hidupnya,

organisme perairan digolongkan menjadi: perifiton, plankton, nekton, neuston,

dan bentos (makrozoobentos). Penelitian oleh Moch. Affandi (Sastrawijaya,

2000), hewan bentos makro yaitu spesies Tubifex sp dan Melanoides tuberculata

merupakan spesies indikator adanya oksigen terlarut (DO) rendah dan partikel

tersuspensi tinggi pada ekosistem perairan sungai.

Dengan demikian, jika persediaan oksigen dalam perairan tersebut

semakin berkurang serta bahan organik yang larut dalam air mengalami

penguraian dan pembusukan, maka pencemaran bahan organik pun akan

meningkat, sehingga Tubifex sp juga akan meningkat. Tubifex sp merupakan

Page 3: Kerapatan Tubifex

hewan air yang mampu hidup dengan baik di bawah kondisi defisiensi oksigen

dan juga merupakan petunjuk biologis (bioindikator) parahnya pencemaran oleh

bahan organik (Anonim, 2009).

Arhipova (1996) dalam Johan (2009) menyatakan bahwa kelimpahan

Tubifex sp akan berkurang dimana keanekaragaman jenis organisme perairan yang

lain tinggi. Kelimpahannya akan semakin tinggi bila tegakan rendah sekali. Maka

predator pemakan cacing akan banyak dalam kondisi perairan seperti di atas. Dan

jika semua jenis cacing tak ditemui dalam perairan maka dapat dikatakan perairan

tersebut dalam keadaan tercemar logam berat.

Universitas Lambung Mangkurat adalah universitas tertua di Kalimantan.

Universitas ini di lewati sebuah sungai, sungai ini merupakan salah satu sungai

yang terdapat di Kecamatan Banjarmasin Utara. Aliran sungai ini melewati

kawasan pemukiman masyarakat dan area pedagang. Aktivitas masyarakat di

pinggiran sungai ini antara lain memancing, tempat membuang sampah baik

organik maupun yang anorganik dan juga bagi para pedagang yang berada di

pinggiran sungai ini airnya digunakan untuk mencuci peralatan makan dan

minum. Tidak ketinggalan juga para mahasiswa yang masih belum sadar dengan

masalah sampah juga sering terlihat membuang sampah ke sungai ini. Dengan

adanya beberapa aktivitas yang merugikan dikhawatirkan akan menimbulkan

dampak negatif terhadap kualitas perairan sungai di kawasan Unlam. Pemanfaatan

sungai sebagai tempat pembuangan sampah dapat menyebabkan perubahan faktor

lingkungan sehingga akan berakibat buruk bagi kehidupan organisme yang berada

di dalamnya.

Page 4: Kerapatan Tubifex

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

makalah ini adalah bagaimana kerapatan populasi Tubifex sp di kawasan sungai

Unlam Banjarmasin.

Masalah yang akan dibahas hanya menyangkut kerapatan populasi

Tubifex sp yang diperoleh dengan menggunakan alat pengeruk (Ekman Grab).

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui kerapatan populasi

Tubifex sp di kawasan sungai Unlam Banjarmasin.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kerapatan populasi

Tubifex sp dan nilai H’ atau indeks diversitas sehingga dapat diketahui tingkat

pencemaran sungai Unlam Banjarmasin.

Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini yaitu:

1. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa program studi Pendidikan Biologi

FKIP UNLAM Banjarmasin khususnya pengikut mata kuliah Ekologi Hewan

dan Zoologi Inverebrata.

2. Sebagai sumber pustaka dalam pengajaran di SMP Kelas VII semester II

tentang sub pokok bahasan Keanekaragaman dan Pencemaran Air dan di SMA

Kelas X Semester I tentang Pokok Bahasan Keanekaragaman Hayati.

3. Sebagai sumber informasi untuk penulisan/penelitian selanjutnya.

Page 5: Kerapatan Tubifex

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Kerapatan Populasi

Populasi seringkali didefinisikan sebagai himpunan dari individu-

individu dari spesies tertentu pada suatu tempat dan waktu yang tertentu

(Manurung, 1995). Pengaruh populasi terhadap komunitas dan ekosistem tidak

hanya tergantung kepada jenis apa dari organisme yang terlibat, tetapi juga

tergantung kepada jumlahnya dengan perkataan lain adalah kerapatan populasinya

(Odum, 1998).

Menurut Manurung (1995), kerapatan populasi ialah ukuran besar

populasi yang berhubungan dengan satuan ruang (area), yang umumnya diteliti

dan dinyatakan sebagai jumlah (cacah) individu atau biomassa persatuan isi

(volume) atau persatuan berat medium lingkungan yang ditempati.

Menurut Soetjipta (1993), kerapatan populasi ialah ukuran besar populasi

yang berhubungan dengan satuan ruang yang umumnya diteliti dan dinyatakan

sebagai cacah individu atau biomassa per satuan luas atau persatuan isi.

Selanjutnya menurut Manurung (1995), kerapatan populasi suatu hewan

dapat dinyatakan dalam bentuk kerapatan mutlak (absolut) dan kerapatan nisbi

(relatif). Pada penaksiran kerapatan mutlak diperoleh jumlah hewan per satuan

area, sedangkan pada penaksiran kerapatan nisbi hal itu tidak diperoleh melainkan

hanya akan menghasilkan suatu indeks kelimpahan (lebih banyak atau lebih

sedikit, lebih berlimpah atau kurang berlimpah).

Page 6: Kerapatan Tubifex

Lee et al (Saidah, 2002) mengatakan bahwa indeks diversitas suatu

organisme dalam komunitas dapat dipergunakan untuk mengetahui tingkat

perubahan lingkungan perairan akibat pencemaran. Jika H’<1,0 maka pada

perairan tersebut telah tercemar berat.

1.2. Tinjauan Umum tentang Tubifex sp

Tubifex sp merupakan organisme dasar (bentos) yang suka

membenamkan diri dalam lumpur seperti benang kusut dan kepala terkubur serta

ekornya melambai-lambai dalam air kemudian bergerak dan berputar-putar.

Tubifex sp mempunyai ciri-ciri sebagai berikut yaitu: 1). Berwarna merah

kecoklatan dengan panjang berkisar antara 10-30 mm, yang terdiri dari 30-60

segmen, 2). Memiliki dinding yang tebal yang terdiri dari dua lapis otot yang

membujur dan melingkar sepanjang tubuhnya, 3). Perkembangannya dapat

dilakukan secara pemutusan ruas tubuh dan pembuahan diri (hermaprodit).

Gambar 1. Tubifex sp( Sumber : http://www.tuempeln.de/futter/futtertiere/tubifex.jpg )

Tubifex sp banyak hidup di perairan tawar yang airnya jernih dan

mengalir. Dasar perairan yang disukainya adalah berlumpur dan mengadung

bahan organik yang telah terurai dan mengendap di dasar perairan sebagai

Page 7: Kerapatan Tubifex

makanan utamanya. Tubifex sp hidupnya berkoloni, yang akan membenamkan

kepalanya ke dalam lumpur untuk mencari makanan. Sementara ujung ekornya

akan disembulkan di atas permukaan dasar untuk bernapas dengan cara difusi

langsung dari udara (Johan, 2009).

Menurut Vincentius (1992) dalam Johan (2009) menyatakan bahwa

ketinggian air pada lingkungan Tubifex sp berpengaruh terhadap ketahanan hidup

dan perkembangannya. Jika air terlalu tinggi, maka koloni atau populasi Tubifex

sp tidak akan berkembang bahkan akan mengalami kematian karena Tubifex sp ini

membutuhkan oksigen dari luar untuk bernapas. Sedangkan apabila air terlalu

rendah atau sedikit, maka lingkungannya akan cepat panas sehingga Tubifex sp ini

tidak akan dapat bertahan hidup lebih lama.

Tubifex sp banyak hidup di perairan tawar yang airnya jernih dan

mengalir (Johan, 2009). Hal ini memungkinkan cahaya matahari dapat menembus

air sampai dasar perairan, sehingga dapat digunakan oleh organisme seperti

fitoplankton dan tumbuhan air lainnya yang mempunyai klorofil untuk melakukan

fotosintesis. Tubifex berkembang biak pada tempat yang mempunyai kandungan

Oksigen terlarut berkisar antara 2,75 – 5, kandungan amonia < 1 ppm, suhu air

berkisar antara 28 – 30 oC dan pH air antara 6 – 8 (Departemen perikanan dan

kelautan).

Tubifex sp merupakan cacing yang tahan hidup bahkan berkembang baik

di lingkungan yang kaya bahan organik, meskipun spesies hewan yang lain telah

mati (Anonim, 2009). Tingginya bahan organik yang mengendap di dasar sungai

menjadi habitat yang sangat menguntungkan bagi Tubifex sp seiring dengan

Page 8: Kerapatan Tubifex

semakin banyaknya jumlah limbah yang dikeluarkan pertumbuhan cacing ini

semakin berkembang pesat dan kemudian menggusur jenis-jenis biota asli seperti

kijing dan remis (Anonim, 2009). Begitu juga oleh Cartwright (2004) dalam

Johan (2009), dua faktor yang mendukung habitat hidup Tubifex sp ialah endapan

lumpur dan tumpukan bahan organik yang banyak. Menurut Pennak (1978) dalam

Johan (2009) yang menyatakan bahwa populasi Tubifex sp tak bisa diperbaiki

pada kondisi yang tanpa oksigen. Secara umum konsentrasi oksigen yang lebih

rendah membuat gerakan bagian ekor Tubifex sp semakin giat untuk melambai

menghasilkan aerasi. Tetapi jika kadar oksigen mulai punah, maka Tubifex sp

menjadi diam pergerakannya.

1.3. Ekosistem Perairan

Tipe-tipe perairan menurut Nirarita et al (1996) membaginya menjadi 3

kelompok, yaitu: perairan tawar, perairan payau dan perairan asin. Perairan tawar

terbentuk karena adanya pergerakan atau aliran air permukaan atau air tanah dari

tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, sehingga air terkumpul di suatu tempat

membentuk badan air yang terbuka. Soetjipta (1993) membedakan perairan tawar

menjadi 2, yaitu perairan yang tidak mengalir, contohnya: danau, kolam dan rawa,

dan perairan yang mengalir, contohnya: mata air dan sungai.

Habitat perairan tawar secara nisbi hanya bagian kecil permukaan bumi

dibandingkan dengan habitat daratan dan habitat perairan lautan, tetapi

kepentingannya bagi kehidupan makhluk terutama bagi manusia jauh lebih besar.

Lingkungan perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kedalaman,

kecepatan arus, kecerahan, bahan organik, dan kadar oksigen terlarut.

Page 9: Kerapatan Tubifex

Kedalaman perairan mempengaruhi besarnya intensitas cahaya yang

masuk dalam air untuk proses asimilasi (Soeseno, 1974). Penghuni air sungai atau

selokan tergantung kepada deras lambatnya arus air (Dwijoseputro, 1994).

Semakin deras kecepatan arus pada suatu perairan maka akan semakin sedikit

jumlah makrozoobentos yang ditemukan.

Menurut Asmawi (1994) hewan air yang kemampuan renangnya terbatas

atau tidak memiliki alat tertentu (misalnya kemampuan untuk melekat pada

substrat) jarang ditemukan pada perairan yang berarus deras. Sedangkan menurut

Soemarwoto (1994) mengatakan bahwa arus air dan gelombang dapat

memasukkan oksigen ke dalam air. Oksigen dapat membantu proses pemurnian

air yang tercemar. Kemampuan cahaya matahari untuk menembus dasar perairan

dipengaruhi oleh kekeruhan air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya partikel-

partikel kecil dan koloid yang berukuran 10 nm sampai 10 µm (Alaerts et al,

1984).

Page 10: Kerapatan Tubifex

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan jenis penelitian deskriptif

dan metode observasi untuk mengumpulkan data. Sedangkan teknik yang

digunakan yaitu teknik pengambilan data menggunakan Teknik Plot.

Penelitian ini dilakukan di sungai kawasan Unlam Banjarmasin pada

hari Minggu, tanggal 8 April 2012. Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium

Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin.

Pengambilan sampel dilakukan di tiga stasiun yang berbeda dan tiap stasiun

terdapat 4 titik pengambilan sampel dengan ukuran 1m x 1m (Lampiran 1, denah

lokasi penelitian), yaitu:

Stasiun I : di

belakang wisma Pendikan Guru Sekolah Dasar Unlam.

Stasiun II : di

samping Kantin Kopma Unlam.

Stasiun III : di

belakang Gedung Serba Guna Unlam

Page 11: Kerapatan Tubifex

Gambar 2. Stasiun I (belakang wisma Pendikan Guru Sekolah Dasar Unlam)

Gambar 3. Stasiun II (samping Kantin Kopma Unlam)

Page 12: Kerapatan Tubifex

Gambar 4. Stasiun III (belakang Gedung Serba Guna Unlam)

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(1) Sechi disk untuk mengukur kecerahan air (cm).

(2) pH meter digunakan untuk mengukur pH air.

(3) Termometer, digunakan untuk mengukur suhu air di lingkungan

kawasan penelitian (0C).

(4) Bola pimpong dan tali (metode apung), digunakan untuk mengukur

kecepatan arus dengan memperhitungkan waktu yang diperlukan oleh

alat bantu dalam menempuh jarak tertentu (m/detik).

(5) Tali atau pita dan pemberat, digunakan untuk mengukur kedalaman

perairan (m).

(6) Ekman Grab ukuran 25 x 15 cm untuk mengambil sampel.

(7) Rol meter digunakan untuk mengukur jarak antar tiap stasiun

pengambilan sampel (m).

Page 13: Kerapatan Tubifex

(8) Saringan bentos untuk menyaring hewan bentos.

(9) Plastik gula, digunakan untuk menyimpan sampel yang ditemukan.

(10) Kertas label untuk memberikan label pada sampel hasil penelitian yang

didapatkan.

(11) Lup, digunakan untuk mengamati morfologi sampel hasil penangkapan.

(12) Kertas milimeter blok, digunakan sebagai alas untuk meletakkan

sampel yang ditemukan agar mudah didokumentasikan.

(13) Kamera digital, digunakan untuk membuat dokumentasi penelitian.

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(1) Sampel Tubifex sp yang ditemukan.

Pelaksanaan penelitian dengan langkah sebagai berikut:

(1) Menyiapkan alat yang diperlukan sebelum ke lapangan (sungai).

(2) Menentukan lokasi titk pengambilan sample tersebut.

(3) Pada titik sampel, menancapkan alat penggeruk Ekcmen ke dasar

sungai kemudian menurunkan pemberat hingga Ekcmen tertutup,

mengangkatnya ke tepi sungai.

(4) Membuka alat penutup Ekcmen dan menegluarkan hasil kerukan ke

dalam wadah (ember/baskom).

(5) Menyaring hasil kerukan ke wadah lainnya.

(6) Mengambil cacing Tubifex sp yang tersaring dan memasukkannya ke

dalam plastik gula.

(7) melakukan langkah 3-6 pada titik sampel berikutnya.

Page 14: Kerapatan Tubifex

(8) Mengukur pH air, kecepatan arus, kecerahan air, kelembaban air dan

suhu air pada masing-masing titik.

(9) Menghitung kerapatan spesies Tubifex sp.

Perhitungan Kerapatan Populasi Tubifex sp menggunakan rumus

sebagai Michael (1994) yaitu:

Kerapatan = jumlahtotal individu spesies

jumlah luas areatotal

Untuk pengujian menghitung indeks keanekaragaman digunakan

rumus yang dikemukakan oleh Shannon – Wiener dalam Odum (1993)

sebagai berikut :

H’ = - Σ Pi ln Pi

Dimana Pi = ni/N

ni = Jumlah individu jenis ke-i, N = Jumlah individu keseluruhan

Page 15: Kerapatan Tubifex

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1. Hasil Penelitian

1.1.1. Kerapatan populasi Tubifex sp di kawasan sungai Unlam

Banjarmasin

Hasil perhitungan kerapatan Tubifex sp yang telah dilakukan di

kawasan sungai Unlam Banjarmasin didapatkan nilai kerapatan yang

berbeda-beda pada tiap stasiun. Hasil perhitungan kerapatan (K) dari

pengambilan sampel di kawasan sungai Unlam Banjarmasin adalah

sebagai berikut :

Tabel 1. Kerapatan populasi Tubifex sp di kawasan sungai Unlam Banjarmasin.

No.Tempat

penelitian

∑ individu pada

tiap titik JumlahK

(Ind/m2)

-pi

Log

pi1 2 3 4

1. Stasiun I 8 5 8 10 31 2,58 0,15

2. Stasiun II 10 8 9 11 38 3,16 0,16

3. Stasiun III 12 10 14 6 42 3,5 0,16

111H’=

0,47

Page 16: Kerapatan Tubifex

Menurut Pennak (1978) sistematika Tubifex sp adalah sebagai

berikut.

filum :

Annelida

kelas :

Oligochaeta

ordo

:

Haplotaxida

famili :

Tubificdae

genus :

Tubifex

spesies :

Tubifex sp

Cacing ini termasuk kelompok Nematoda. Tubuhnya beruas-

ruas, cacing ini memiliki saluran pencernaan. Mulutnya berupa celah

kecil, terletak di daerah terminal. Saluran pencernaannya berujung pada

anus yang terletak di bagian sub terminal (Pennak, 1978). Di dalam

budidaya perairan secara umum Tubifex sp sering kali disebut cacing

rambut atau cacing sutra karena bentuk dan ukurannya seperti rambut.

Panjang tubuh dari dari tubifex ini antara 10–30 mm berwarna merah

coklat kekuningan terdiri dari 30–60 segmen. Dinding tebal yang

Page 17: Kerapatan Tubifex

terdiri dari dua lapis otot yang membujur dan melingkar sepanjang

tubuhnya. Dari setiap segmen bagian punggung dan perut keluar seta

dan ujung seta bercabang dua tanpa rambut.

5.a. Gambar hasil pengamatan Gambar 5.b. Gambar LiteraturSumber: http://www.sfu.ca/~fankbone/v/tubifex.jpg

1.1.2. Parameter Fisik – Kimia Lingkungan Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Sungai Unlam

Banjarmasin diperoleh nilai rata-rata faktor fisik-kimia pada setiap

stasiun, seperti tertera pada tabel 3 berikut ini

Tabel 2. Parameter lingkungan di kawasan sungai Unlam Banjarmasin

No Parameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III

1 Suhu Air (C0) 26 26 26

2 Kecepatan Arus (m/s) 0,4 0,62 0,5

3 Kedalaman Air (cm) 58 46 43

4 Kecerahan Air (cm) 25 23 28

Page 18: Kerapatan Tubifex

5 pH Air 7,1 7 6,7

1.2. Pembahasan

Berdasarkan tabel di atas, di stasiun I (di belakang wisma Pendikan Guru

Sekolah Dasar Unlam) ditemukan 31 ekor Tubifex sp dengan kerapatan 2,58.

Pada stasiun II (di samping Kantin Kopma Unlam) ditemukan jumlah dan

kerapatan populasi Tubifex sp yaitu berjumlah 38 ekor, sedangkan nilai

kerapatannya adalah 3,16. Di stasiun III (di belakang gedung serbaguna

Unlam) ditemukan Tubifex sp sebanyak 42 ekor dan nilai kerapatannya

adalah 3,5.

Dari ketiga stasiun tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan

kerapatan populasi Tubifex sp. Hal ini terjadi diduga karena adanya beberapa

faktor yang mempengaruhi masing-masing lingkungan perairan tawar

tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain seperti suhu, kecepatan arus,

kedalaman air, kecerahan air dan pH air.

Suhu dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan

fauna akuatis, terutama suhu di dalam air yang telah melampaui ambang batas

(terlalu hangat atau dingin). Jenis, jumlah, dan keberadaan flora dan fauna

akuatis seringkali berubah dengan adanya perubahan suhu air, terutama oleh

Page 19: Kerapatan Tubifex

adanya kenaikan suhu dalam air. Dari tabel parameter lingkungan di dapatkan

suhu pada ketiga stasiun sama yaitu 26oC, suhu ini tidak sesuai dengan suhu

habitatnya Tubifex sp yaitu 28oC - 30oC. Mungkin hal ini lah yang

menyebabkan kenapa nilai kerapatan populasi Tubifex sp pada ketiga stasiun

sangat rendah.

Kecepatan arus juga mempengaruhi kerapatan populasi Tubifex sp di

perairan. Nilai arus sungai pada ketiga stasiun penelitian berkisar 0,4 – 0,62

m/s. Kecepatan arus yang lebih tinggi adalah stasiun II (di samping kantin

Kopma Unlam) sedangkan paling rendah adalah stasiun I (di belakang wisma

PGSD Unlam). Perbedaan arus sungai ini disebabkan karena sungai tersebut

memiliki kemiringan ataupun ketinggian yang berbeda dimana stasiun II (di

samping kantin Kopma Unlam) itu merupakan daerah hulu yang lebih tinggi

dibandingkan dengan ketiga stasiun lainnya sedangkan stasiun I (di belakang

wisma PGSD Unlam) memiliki kedalaman yang lebih rendah sehingga air

mengalir lebih cepat dibandingkan dengan ketiga stasiun lainnya. Hal ini

sesuai dengan Asmawi (1994) yang menyatakan bahwa hewan air yang

kemampuan renangnya terbatas atau tidak memiliki alat tertentu (misalnya

kemampuan untuk melekat pada substrat) jarang ditemukan pada perairan

yang berarus deras.

Kedalaman air di kawasan sungai Unlam Banjarmasin ideal untuk

habitat Tubifex sp, yaitu tidak terlalu dalam dan juga tidak terlalu dangkal,

pada stasiun III, dengan kedalaman sungai 43 cm mempunyai nilai kerapatan

populasi Tubifex sp yang tertinggi. Vincentius (1992) dalam Johan (2009)

Page 20: Kerapatan Tubifex

menyatakan bahwa ketinggian air pada lingkungan Tubifex sp berpengaruh

terhadap ketahanan hidup dan perkembangannya. Jika air terlalu tinggi, maka

koloni atau populasi Tubifex sp tidak akan berkembang bahkan akan

mengalami kematian karena Tubifex sp ini membutuhkan oksigen dari luar

untuk bernapas. Sedangkan apabila air terlalu rendah atau sedikit, maka

lingkungannya akan cepat panas sehingga Tubifex sp ini tidak akan dapat

bertahan hidup lebih lama. Oleh karena itulah, kerapatan populasi Tubifex sp

yang terendah terdapat di stasiun I.

Kecerahan air di kawasan sungai Unlam Banjarmasin, yaitu 25-28 cm.

Tubifex sp banyak hidup di perairan tawar yang airnya jernih dan mengalir

(Johan, 2009). Hal ini memungkinkan cahaya matahari dapat menembus air

sampai dasar perairan, sehingga dapat digunakan oleh organisme seperti

fitoplankton dan tumbuhan air lainnya yang mempunyai klorofil untuk

melakukan fotosintesis. Dengan adanya fotosintesis yang dilakukan

fitoplankton dan tumbuhan air maka akan memberikan oksigen terlarut yang

cukup untuk mendukung kehidupan tubifex sp.

Menurut Alaerts et al (1984) kemampuan cahaya matahari untuk

menembus dasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan air. Kekeruhan

disebabkan oleh adanya partikel-partikel kecil dan koloid yang berukuran 10

mm sampai 10 µm. Kekeruhan dapat menurunkan penetrasi cahaya matahari

yang masuk ke dalam badan air, sehingga menggangu proses fotosintesis

tumbuhan air seperti Hydrilla, ganggang air dan alga (Arisandi, 2009).

Page 21: Kerapatan Tubifex

Sedangkan pengamatan parameter kimia yaitu pengamatan pH air untuk

mengetahui tingkat keasaman air di kawasan sungai Unlam Banjarmasin

didapatkan nilai 7,1 pada stasiun I, 7 pada stasiun II dan 6,7 pada stasiun III.

Menurut Anonim (2012) Tubifex sp berkembang biak pada pH air antara 6-8.

Dari ketiga stasiun yang berada di kawasan sungai Unlam Banjarmasin,

maka dapat diketahui bahwa nilai H’ atau indeks diversitasnya adalah 0,47.

Hal tersebut menunjukkan bahwa kemelimpahan populasi Tubifex sp di

kawasan sungai Unlam Banjarmasin rendah karena H’<1. Dengan demikian,

rendahnya kemelimpahan Tubifex sp ini berarti telah terjadi pencemaran

dengan tingkatan berat pada ketiga stasiun tersebut. Seperti yang dikatakan

oleh Lee et al (Saidah, 2002) bahwa jika H’<1,0 maka pada perairan tersebut

tercemar berat. Oleh sebab itulah, Tubifex sp dikatakan sebagai petunjuk

biologis (bioindikator) parahnya pencemaran oleh bahan anorganik di suatu

perairan tertentu yang juga dapat menyebabkan matinya organisme-

organisme perairan lainnya karena tidak mampu untuk bertahan hidup pada

kondisi tersebut.

BAB V

PENUTUP

Page 22: Kerapatan Tubifex

1.3. Kesimpulan

1. Kerapatan populasi Tubifex sp tertinggi terdapat pada stasiun III (di

belakang Gedung Serba Guna Unlam), dengan nilai kerapatan 3,5.

2. Kerapatan populasi Tubifex sp terendah terdapat pada stasiun I (di

belakang wisma Pendikan Guru Sekolah Dasar Unlam.), dengan nilai

kerapatan 2,58.

3. Nilai H’ atau indeks diversitas pada ke tiga stasiun di kawasan sungai

Unlam Banjarmasin adalah 0,47 yang menunjukkan bahwa

kemelimpahan populasi Tubifex sp di di kawasan sungai Unlam rendah.

1.4. Saran

1. Perlu dilanjutkan lagi penelitian tentang kemelimpahan serta pola

distribusi Tubifex sp di tempat yang sama.

2. Perlu diadakan pengamatan serupa pada beberapa perairan yang berada

di kawasan Unlam Banjarmasin.