Ch 6 akuntansi untuk perusahaan dagang, pengantar akuntansi, edisi ke21 warren reeve fess
KERANGKA TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN PENGAJUAN …repository.unj.ac.id/1546/2/file 3.pdfdan...
Transcript of KERANGKA TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN PENGAJUAN …repository.unj.ac.id/1546/2/file 3.pdfdan...
12
BAB II
KERANGKA TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritik
1. Status Sosial Ekonomi
Dalam kehidupan masyarakat terdapat beberapa tingkatan sosial yang
menunjukkan perbedaan keadaan setiap individu dan keluarganya. Tingkatan sosial
yang disebut dengan strata sosial tersebut biasa terbentuk dari keadaan keturunan
keluarga yang memiliki status sosial tertentu. Namun tidak sedikit juga masyarakat
atau individu yang memiliki status sosial berasal dari usaha kerja keras untuk
mengubah tingkatan sosial atau status sosial yang melekat pada dirinya.
Ada juga kita temukan tingka pendidikan sekelompok masyarakat yang
mencapai jenjang perguruan tinggi dan tidak sedikit pula sekelompok masyarakat
yang lainnya hanya menamatkan pendidikan sampai tingkat sekolah lanjutan atas
ataupn dibawahnya. Itu semua menggambarkan bahwa dalam suatu masyarakat selalu
memperlihatkan adanya tingkatan atau strata sosial karena perbedaan tingkat status
sosial, ekonomi, pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain
Soekanto menjelaskan mengenai status sebagai berikut : “Status/kedudukan
diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial
sehubungan dengan orang-orang lainnya daam suatu kelompok yang lebih besar lagi.
Kedudukan sosial artinya tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya
13
sehubungan dengan orang-orang lain dalam arti lingkungan pergaulannya, prestasinya
dan hak-hak kewajibannya”1
Kemudian Roucek dan Warren mengemukakan bahwa “Status adalah
kedudukan seseorang dalam satu kelompok dan hubungannya dengan orang lain
dalam kelompok itu, atau kedudukan kelompok berbanding dengan kelompok lain
yang lebih banyak jumlahnya”2
Sehubungan dengan pernyataan tersebut,Nasution memberikan penjelasan
mengenai status :”Status merupakan kedudukan seseorang dalam suatu kelompok
sosial. Kedudukan sosial (status sosial) adalah sehubungan dengan orang lain dalam
arti lingkungan pergaulannya, prestasinya dan hak-hak serta kewajibannya.
Kedudukan sosial tersebut mempengaruhi kedudukan orang tersebut dalam kelompok
yang berbeda3
Berdasarkan pernyataan yang telah dipaparkan, maka dapat dikatakan bahwa
status merupakan suatu kedudukan yang ditentukan dari apa yang telah dilakukan dan
apa yang telah dicapai oleh seseorang. Status dapat dikatakan kedudukan apabila
dibandingkan dengan orang lain yang ada di sekitarnya. Seseorang yang memiliki
status yang terpandang pasti lebih memiliki kewajiban serta tanggung jawab yang
lebih besar terhadap kelompoknya atau masyarakat tempat bergaul.
1 Soerjono Soekanto,Sosiologi Suatu Pengantar,(Jakarta: CV Rajawali Pers,2007) Hal.201 2 Roucek dan Warren,Sociologi an Introduction,(Jakarta:Kencana,2004)Hal.66 3 Nasution,Sosiologi Pendidikan,(Bandung:Jemmars,2004)Hal.22
14
Dengan status seseorang dapat dipandang dan menjadi pedoman untuk orang
lain. Dalam mendapatkan suatu kasus yang besar atau tinggi dalam masyarakat
mungkin seseorang berdasarkan keturunan atau dari usaha yang dilakukannya. Status
yang dikenal di masyarakat sering disebut dengan kelas sosial atau status sosial.
Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kemungkinan seseorang
dalam memperoleh status sosial yaitu :
Ascribed Status, ialah status yang diperoleh dengan sendirinya oleh
seorang anggota masyarakat
Achieved status, ialah kedudukan yang dicapai seseorang dengan
usaha yang disengaja4
Mayer mengartikan “kelas sosial sebagai lapisan masyarakat berdasarkan
unsur-unsur ekonomi. Jadi kelas sosial mendudukan individu-individu dan keluarga
dalam posisi ekonomi yang sama.”5 Senada dengan pendapat tersebut Idianto M.
mengatakan bahwa “status sosial merupakan kedudukan atau posisi sosial seseorang
dalam masyarakat, mengikuti keseluruhan posisi sosial yang terdapat dalam suatu
kelompok besar masyarakat, dari yang rendah hingga yang paling tinggi”6
Kemudian Roucek dan Warren kembali menjelaskan bahwa “status sosial
adalah merujuk khusus kedudukan seseorang dalam masyarakatnya berhubungan
dengan orang lain dalam lingkungan yang disertainya, kedudukan yang diperolehnya
4 Soerjono Soekanto,Op.Cit,Hal.210 5 Ary H.Gunawan,Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi Tentang Berbagai Problem Pendidikan,(Jakarta:Rineka Cipta,2000),Hal.42 6 Idianto M, Sosiologi untuk SMA kelas XI,(Jakarta:Erlangga,2005),Hal.39
15
dan hak serta tugas yang dimilikinya”7 Apabila status sosial dapat diukur dengan
kemampuan ekonomi yang menyertai seseorang dalam masyarakat maka terdapat
pendapat lain yang lebih terperinci tentang status sosial ekonomi. Seperti yang
diungkapkan oleh FS.Chapin dalam Karee Svalas toga, ia mendefinisikan status
sosial ekonomi sebagai, “kedudukan yang ditempati individu atau keluarga berkenaan
dengan ukuran rata-rata yang umum berlaku tentang pemilikan kultural, pendapatan
efektif, pemilikan barang-barang dan partisipasi dalam aktivitas kelompok dari
komunitas”8
Kemudian Malo menjelaskan status sosial ekonomi adalah suatu kedudukan
yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu didalam
struktur sosial masyarakat, pemberian posisi ini disertai pula dengan seperangkat hak
dan kewajiban yang harus dimainkan oleh si pembawa status9
Status sosial juga merupakan suatu kesan dari lingkungan masyarakat bahwa
seseorang dipandang karena memiliki suatu jabatan penting atau memiliki kuasa dari
orang lain yang ada dilingkungannya. Pendapat tersebut juga menyatakan bahwa
status sosial juga dapat dinilai dari keadaan ekonomi seseorang yang memperlihatkan
adanya suatu kekuatan seseorang untuk menguasai pandangan orang lain terhadap
dirinya dalam suatu kelompok tertentu.
Pendapat lain dari Ducan Mithell, ia mengatakan bahwa yang dapat dijadikan
ukuran untuk membedakan status sosial ekonomi adalah kemahiran- 7 Roucek dan Warren,Sociologi an Introduction,(Jakarta:Kencana,2004)Hal.67 8 Karee Svalas,Diferensiasi Sosial,(Jakarta:PT Bina Aksara,2003),Hal.26 9 Rianto Adi,Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum,(Jakarta:Granit,2004)Hal.38
16
kemahiran,keterampilan-keterampilan dan tanggung jawab yang berbeda dari yang
mendudukinya10 Selanjutnya pendapat yang senada diungkapkan oleh Agoes Dariyo
yang mengungkapkan bahwa Sosio Economic Status yang tinggi ditandai dengan
tingkat penghasilan/pendapatan yang tinggi, biasanya memiliki jabatan yang
memerlukan keterampilan dan profesionalisme yang tinggi pula11
Werner-Meeker dan Eells yang diktip oleh Hopkins mengemukakan “sosio
economic status measured have been devised, all of them employe some combination
of the following : accupation, source of income, housing and dwelling area”12
diartikan bahwa status sosial ekonomi adalah tingkatan seseorang yang dapat
diketahui melalui pekerjaan, pendapatan, rumah serta luas wilayah tempat tinggal.
Seperti yang dijelaskan oleh John W.Santrock bahwa, “Status sosial ekonomi
merujuk pada kategorisasi orang-orang menurut karakteristik ekonomi,pendidikan,
dan pekerjaan mereka”13
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa status sosial ekonomi
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat,
antara lain sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, untuk melihat
kedudukan sosial ekonomi dengan pekerjaan, penghasilan dan pendidikan.14
Berdasarkan pemaparan diatas, status sosial ekonomi dapat diukur dari tingkat
10 Ducan Mithell,Sosiologi suatu analisa sistem sosial,(Jakarta: PT Bina Aksara,2002)Hal.166 11 Agoes Dariyo,Psikologi Perkembangan Dewasa Muda,(Jakarta: PT Gramedia,2008)Hal.43 12 Kenneth D.Hopkins,Julian C.Stanley,Educatinal and psychological measurement and evaluatin.(New Jersey:Prentice Hall,2000)Hal.463 13 John W.Santrock, Educational Psychology. Terjemahan Diana Angelica,Psikologi Pendidikan (Jakarta:Salemba Humanika,2009)Hal.194 14 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga,(Jakarta:Balai Pustaka, Departemen Pendidikan Nasional),Hal.231
17
pendidikan, pendapatan, jenis pekerjaan, kekayaan atau kepemilikan barang berharga
yang ada dirumah serta luas wilayah yang dimiliki.
Melihat uraian diatas status sosial ekonmi dapat menjelaskan bagaimana
posisi individu dalam lingkungan sosial. Kedudukan tersebut yang dapat
mengelompokkan seseorang dalam lingkungannya. Untuk mengelompokkan
seseorang ke dalam kelas yang dapat disejajarkan, terdapat pendapat yang dijelaskan
oleh Nasution : terdapat beberapa kriteria yang menjadi sorotan. Pertama adalah
pekerjaan, dimana artinya pekerjaan yang professional dan menggunakan kecakapan
akademis akan lebih mendapat penghargaan dari masyarakat, sehingga akan
digolongkan ke dalam kelas atas. Kedua, adalah pendapatan, artinya pendapatan yang
tinggi dari suatu pekerjaan akan mendapatkan penghargaan yang lebih baik
dibandingkan dengan hanya menggunakan tenaga kasar dan tidak berpendidikan.15
Fuad Ihsan mengemukakan “Tingkat pendidikan adalah tahap pendidikan
berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik,
tingkat kerumitan bahan pengajaran dan cara penyajian bahan pengajaran.16 Pendapat
tersebut menyatakan bahwa pendidikan yang ditempuh oleh individu merupakan
tahap yang memerlukan proses yang menempuh pendidikan yang lebih tinggi dan
untuk mencapai perkembangan pada diri individu melalui proses belajar yaitu
pendidikan. Adapun tingkat pendidikan sekolah tertinggi dari :
o Pendidikan dasar
15 Nasution,Sosiologi Pendidikan,(Bandung:Jemmars,2004)Hal.32 16 Fuad Ihsan,Dasar-dasar Kependidikan,(Jakarta:Rineka Cipta,2005)Hal.22
18
o Pendidikan menengah
o Pendidikan tinggi17
Tingkat pendidikan formal merupakan tingkatan yang dilalui oleh individu
untuk memperoleh suatu pembuktian dari lembaga pendidikan. Sebagai bukti bahwa
seorang telah menempuh jenjang pendidikan yang telah ditetapkan. Jenjang
pendidikan memiliki variasi. Tingkat pendidikan awal yang harus dilalui oleh setiap
individu adalah sekolah dasar.
Kemudian setelah dinyatakan lulus dari sekolah dasar dengan persyaratan
tertentu seseorang dapat melanjutkan pendidikan selanjutnya yaitu pendidikan
menengah. Dimana pendidikan menengah pertama dan pendidikan menengah atas.
Pendidikan menengah ini akan menentukan perkembangan anak menjadi remaja dan
beranjak dewasa dan memasuki pendidikan tinggi untuk menentukan arah yang
diinginkan oleh setiap individu untuk mencapai cita-cita yang lebih baik. Untuk
mengukur tingkat pendidikan seseorang dalam status sosial ekonomi, Rianto Adi
menjelaskan :
o Tidak sekolah sampai dengan SD diberi skor 1
o SMP sampai dengan SMA diberi skor 2
o Perguruan tinggi diberi skor 318
Mengenai pendapatan, dimana pengertian pendapatan adalah keseluruhan
penghasilan dari pekerjaan utama dan sampingan. Kemudian Rianto Adi juga 17 Ibid,Hal.23 18 Rianto Adi,Op.cit,hal.42
19
memberikan penjelasan tentang bagaimana mengukur status sosial ekonomi dengan
mengelompokkan tingkat pendapatan/penghasilan seseorang. Klasifikasinya adalah
sebagai berikut :
Kurang dari Rp 1.000.000 – Rp 2.999.000 diberi skor 1
Rp 3.000.000 – Rp 5.999.000 diberi skor 2
Rp 6.000.000 – Rp 8.000.000 ke atas diberi skor 3
Jumlah pendapatan yan diterima oleh seseorang merupakan suatu cerminan
yang dapat menentukan apakah seseorang tersebut merupakan tergolong status sosial
yang tinggi, menengah atau rendah. Karena dengan penghasilan yang didapatkan
seseorang dapat mewujudkan apapun yang diingankannya. Dengan terpenuhi
kebutuhannya, seseorang juga dapat meningkatkan taraf kehidupannya
dimasyarakat.19
Rianto adi juga menambahkan “pekerjaan dapat dijadikan ukuran status sosial
ekonomi, dimana yang diukur adalah jenis pekerjaan utama dan sampingan yang
dilakukan untuk memperoleh hasilnya. Kemudian dalam menentukan pengukuran
jenis pekerjaan dapat dibedakan menjadi :
Jenis pekerjaan tidak terdidik dan tidak terlatih, jenis pekerjaan semi
terampil/semi terlatih diberi skor 1
Jenis pekerjaan terlatih, jenis pekerjaan teknisi diberi skor 2
19 Ibid
20
Jenis pekerjaan terdidik/professional diberi skor 320
Menurut Sadono sukirno, jika dilihat dari tingkat keahliannya dan
pendidikannya, jenis tenaga kerja dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Tenaga kerja terdidik (skilled labour) yaitu tenaga kerja yang memiliki
pendidikan yang tinggi dan ahli dalam bidang-bidang tertentu, seperti
guru, dokter,insinyur,pengacara,polisi,TNI,dsb.
Tenaga kerja termpil/terlatih (trained labour) yaitu tenaga kerja yang
memerlukan pelatihan atau pengalaman kerja. Seperti pengemudi
(sopir), tukang kayu, tuka memperbaiki tv dan radio, teknisi, montir.
Tenaga kerja tidak terlatih dan tidak terdidik (unskilled labour and
untrined labour) yaitu tenaga kerja yang tidak memerlukan pelatihan
dan tidak memerlukan pendidikan tinggi, seperti pedagang,
pembantu,pelayan,buruh dan keamanan.21
Pekerjaan seseorang seringkali dianggap sebagai ukuran sukses seseorang
dalam menempuh pendidikan yang telah dilewatinya. Bidang pekerjaan sudah tentu
berhubungan dengan bagaimana kesejahteraan yang diperoleh dari penghasilan yang
didapatkan. Dengan adanya pekerjaan yang baik dan menjanjikan masa depan yang
cerah. Seseorang juga dapat mengumpulkan hasil usahanya selama bekerja. Hasil
tersebut dapat dikatakan sebagai kekayaan yang disimpan seseorang. Kekayaan juga
dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang sanggup memelihara dirinya
20 Ibid,Hal.44 21 Bambang Wijajanta,Mengasah Kemampuan Ekonomi,kelas X.(Bandung:PT Citra Praya,2007)Hal.55
21
sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok juga mampu memanfaatkan tenaga
mental, maupun fisinya dalam kelompok tertentu.
Kemudian kembali dijelaskan Rianto Adi, dalam mengukur tingkat kekayaan
seseorang dapat diklasifikasikan dengan kepemilikan harta benda seperti rumah dan
kendaraan “sedang kekayaan seseorang bisa ditentukan oleh nilai uang (jumlah harga
barang yang dimiliki) bisa juga dilihat dari jenis barang yang dimiliki, seperti
mobil,motor, rumah, kolam renang,dsb”22 Namun dapat dinilai dengan nilai uang
sebagai berikut :
Memiliki harta atau simpanan uang senilai kurang dari Rp 5.000.000
diberi skor 1
Memiliki harta atau simpanan uang senilai Rp 5.000.000 – Rp
15.000.000 diberi skor 2
Memiliki harta atau simpanan uang senilai diatas Rp 15.000.000 diberi
skor 323
Kekayaan merupakan suatu kepunyaan yang dimiliki seseorang dari hasil
usahanya. Kekayaan sesungguhnya tidak hanya dapat diukur dengan seberapa banyak
uang yang dimiliki. Kekayaan juga dapat diukur dari harta benda yang ada. Seperti
kepemilikan rumah, kendaraan atau benda yang dianggap berharga lainnya seperti
kendaraan atau perhiasaan. Biasaya dalam kehidupan sosial bermasyarakat, seseorang
22 Rianto Adi,Op.Cit,hal.39 23 Ibid,hal.40
22
di pandang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi apabila kehidupannya
berkecukupan untuk keperluan lainnya, seperti kendaraan pribadi, rumah pribadi.
Dengan demikian status sosial ekonomi dapat diukur melalui tingkat
pendidikan yang dapat diklasifikasikan dari yang tidak bersekolah sampai ada yang
perguruan tinggi, pendapatan orang tua diklasifikasikan mulai dari dibawah Rp
1.000.000 hingga lebih dari Rp 4.000.000, jenis pekerjaan mulai dari pekerjaan tidak
terampil/tidak terdidik sampai tenaga professional/terdidik, kemudian kekayaan yang
dimiliki dapat diklasifikasikan dengan kepemilikan harta bena namun dapat dinilai
dengan nilai uang mulai kurang dari Rp 5.000.000 hingga lebih dari Rp 15.000.000.
Status sosial juga dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu status sosial ekonomi
tinggi, menengah dan rendah.
2. Perilaku tawuran pelajar
2.1 Tawuran Pelajar
1. Pengertian tawuran
Dalam kamus besar bahasa Indonesia “tawuran” dapat diartikan sebagai
perkelahian yang meliputi banyak orang.24 Tawuran atau tubir adalah istilah yang
sering digunakan masyarakat Indonesia, khusunya di kota-kota besar sebagai
perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu
24 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga,(Jakarta:Balai Pustaka, Departemen Pendidikan Nasional)
23
rumpun masyarakat. Sebab tawuran ada beragam, mulai dari hal sepele sampai
perpecahan dikalangan para pelajar.25
Menurut Santosos, tawuran secara pskiologis, perkelagian yang melibatkan
pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile
delinquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam
2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik.
1. Delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang
“mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya
muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara
cepat
2. Delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada
di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma
dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti anggotanya, termasuk
berkelahi. Sebagai anggota, tumbuh kebanggaan apabila dapat
melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya. Seperti yang kita
ketahui bahwa pada masa remaja seorang pelajar akan cenderung
membuat sebuah gerak yang mana dari pembentukan genk inilah para
pelajar bebas melakukan apa saja tanpa adanya peraturan-peraturan
yang harus dipatuhi karena ia berada dilingkup kelompok teman
sebanyanya.26
25 http://id.wikipedia.org/wiki/tawuran 26 Santoso dkk,Kriminologi(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2001),Hal.24
24
Menurut Henslin, perkelahian adalah penyimpangan seperti tawuran
dilakukan karena adanya keinginan untuk mencapai suatu tujuan tertentu namun cara
untuk mencapai hal itu tidaklah sah. Tawuran merupakan salah satu penyimpangan
kelompok yang terjadi secara nonverbal.27
Perkelahian beramai-ramai antar sekolah yang seringkali tidak sadar
melakukan tindak kriminal dan anti sosial itu pada umumnya adalah para remaja yang
duduk di bangku sekolah menengah. Mereka melakukan tawuran antar kelompok atas
dasar untuk mendapatkan pengakuan lebih yang sangat kuat guna meminta perhatian
yang lebih dari dunia luar,karena adanya perasaan senasib dan sepenanggungan anak-
anak remaja yang merasa tidak mendapatkan kasih saying dan perhatian yang cukup
dari keluarga dan kemudian merasa tersisih dari masyarakat, orang dewasa. Sekarang
merasa berarti di tengah sekolahnya, didalam sekolahnya tersebut anak mencari
segala sesuatu yang tidak mungkin mereka peroleh dari keluarga maupun dari
masyarakat sekitarnya. Anak muda yang merasa senasib dan sepenanggungan karena
ditolak oleh masyarakat itu secara otomatis lalu bergerombol mencari dukungan
moril guna memainkan peranan sosial yang berarti melakukan perbuatan yang kurang
baik bersama-sama. Karena itulah maka gerombolan anak senangberkelahi atau
melakukan perkelahian antar kelompok supaya lebih memperlihatkan egonya sendiri.
27 Henslin.,J,M.,Essentials of Scociology:A down to earth approach,(Jakarta: Erlangga, Terjamahan 2007)Hal.45
25
2. Pengertian pelajar
Dalam kamus besar bahasa Indonesia pelajar adalah anak sekolah terutama
pada sekolah dasar dan sekolah lanjutan, anak didik, murid, siswa. Pelajar adalah
anak yang mendapat pendidikan di sekolah, seperti yang terdapat di kamus pintas
bahasa Indonesia, definisi pelajar adalah orang yang sedang belajar (bersekolah)28
Menurut Sinolungan, dikatakan pelajar sebab mereka mengikuti pembelajaran
dalam konteks pendidikan formal, yakni pendidikan di sekolah. Melalui pendidikan
formal inilah pelajar diajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan, seperti Ilmu
Pengetahuan Alam,Sosial,Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan masih banyak
lagi. Diharapkan, selama mengikuti kegiatan pembelajaran, siswa mampu
mengembangkan dirinya baik secara sosial, emosi, intelektual, bahasa, moral dan
kepribadian kea rah positif yang diinginkan semua orang.29
Perkembangan yang dialami pelajar berbeda-beda. Tergantung pada faktor-
faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar. Tidak selamanya perkembangan
pada diri pelajar menuju pada hal positif. Adakalanya beberapa pelajar justru
menunjukkan perkembangan ke arah negative, salah satunya aksi premanisme yang
marak dilakukan oleh pelajar di berbagai daerah saat ini. Sangat disayangkan, sebab
hakikat seorang pelajar adalah belajar dan menuntut ilmu.
28 Yasyin Sulchan,Kamus Pintar Bahasa Indonesia,(Surabaya:Amanah 2003),Hal.153 29 Dwi Siswoyo,dkk,Ilmu Pendidikan,(Yogyakarta:UNJ Press,2007)Hal.17
26
3. Macam-macam tawuran
Tawuran merupakan fenomena sosial yang sudah dianggap lumrah oleh
masyarakat di Indonesia. Bahkan ada sebuah pendapat yang menganggap bahwa
tawuran merupakan salah satu kegiatan rutin dari pelajar yang menginjak usia remaja.
Tawuran sering terjadi di kota-kota besar yang seharusnya memiliki masyarakat
dengan peradaban yang lebih maju.
Menurut Trya Kiromim Baroroh, tawuran memiliki tiga bagian yaitu : 1)
Tawuran di tingkat sekolah, karena tawuran paling banyak diartikan sebagai
perkelahian massal antara dua kubu siswa suatu sekolah. 2) Tawuran di tingkat
fakultas, karena tawuran di tingkat fakultas (kampus) biasanya dilakukan antar
mahasiswa kampus itu sendiri, namun berbeda fakultas. 3) Tawuran antar warga,
karena tawuran antar warga masyarakat biasanya dimulai dengan hal-hal sepee, dan
juga karena memang kedua kubu masyarakat sudah menjadi saingan sejak awal.30
Kerugian yang disebabkan oleh tawuran tidak hanya menimpa korban dari
tawuran saja, tetapi juga mengakibatkan kerusakan di tempat mereka melakukan aksi
tersebut. Tentunya kebanyakan dari para pelaku tawuran tidak bertanggung jawab
atas kerusakan yang mereka timbulkan. Biasanya mereka hanya lari setelah
melakukan tawuran. Akibatnya masyarakat menjadi resah terhadap kegiatan pelajar
remaja.
30 Hartono Agung,Perkembangan Peserta Didik,(Jakarta: Rineka Cipta Jakarta,2006)
27
Tindakan tawuran akan berdampak buruk bagi para pelajar karena akan
mengganggu proses pembelajaran yang sedang para pelaku jalani, jika para pelajar
diketahui menjadi pelaku tawuran maka sekolah akan memberikan hukuman seperti
tidak dapat mengikuti pelajarn disekolah untuk jangka waktu tertentu atau para
pelaku akan diberikan hukuman seperti dikeluarkan dari sekolah sehingga tidak dapat
melanjutkan sekolahnya kembali.
Tawuran pada masyarakat di Indonesia sepertinya sudah menjadi budaya, hal
tersebut bisa kita lihat dari media masa yang diberitakan menunjukan bahwa tawuran
selalu terjadi setiap tahunnya. Adapun bentuk-bentuk tawuran yangsering terjadi
antara lain :
a. Tawuran antar kampong
Tawuran antar kampung yaitu permusuhan antara kampung yang satu
dengan kampung yang lainnya. Penyebabnya adalah karena adanya salah
paham antara kampung yang satu dengan kampung yamg lainnya. Selain
itu karena adanya saling dendam yang menyebabkan mereka sering
bertikai.
b. Tawuran saat pertandingan sepak bola
Saat pertandingan berlangsung salah satu dari tim tersebut mengalami
kekalahan. Kemudian tim pendukung yang kalah menyerang tim
pendukung yang menang dengan berkelahi atau tawuran secara masal,
bahkan sampai ada jatuhnya korban jiwa.
28
c. Tawuran antar pelajar
Para pelajar melakukan tawuran bukannya tanpa sebab, penyebab tawuran
pada umumnya adalah dendam antar sekolah atau antar SMA. Dengan
rasa kesetiakawanan yang tinggi para siswa tersebut akan membalas
perlakuan yang disebabkan oleh siswa sekolah yang dianggap merugikan
seorang siswa atau mencemarkan nama baik sekolah tersebut
4. Faktor penyebab tawuran
Faktor penyebab terjadinya perkelahian antar sekolah atau tawuran menurut
Kartini Kartono adalah sebagai berikut31 :
a. Faktor internal
Tawuran pelajar terjadi disebabkan oleh internalisasi diri yang
keliru oleh remaja dalam menanggapi keadaan. Faktor internal
ini terdiri dari empat komponen yaitu :
Reaksi frustrasi negative
Dimana remaja melakukan adaptasi yang salah
terhadap semua pola kebiasaan dan tingkah laku
patologis sebagai akibat dari pemasukan konflik-
konflik batin pada remaja secara salah sehingga
menimbulkan mekanisme reaktif atau respon yang
keliru.
31 Kartono Kartini,Patologi Sosial 2:Kenakalan Remaja,(Jakarta:Rajawali Pers,2005)Hal.110-128
29
Gangguan pengamatan dan tanggapan pada remaja
Tanggapan remaja bukan merupakan cerminan dari
realitas lingkungan yang nyata, tetapi berupa
pengelohan batin yang keliru,sehingga timbul
interpretasi dan pengertian yang salah sehingga remaja
berubah menjadi agresif dan eksplosif dalam
menghadapi segala macam tekanan dan bahaya dari
luar.
Gangguan berfikir dan intelegensi pada diri remaja
Remaja yang sehat pasti mampu membetulkan
kekeliruannya sendiri dengan jalan berpikir logis dan
mampu membedakan fantasi dari kenyataan. Jadi ada
realita testing yang sehat. Sebaliknya remaja yang
terganggu jiwanya akan memperalat pikirannya sendiri
untuk membedakan dan membenarkan gambaran semu
dan tanggapan yang salah. Akibatnya, reaksi dan
tingkah laku remaja menjadi salah kaprah, bisa menjadi
liar tidakterkendali dan selalu memakai cara-cara
kekerasan dan perkelahian dalam menanggapi segala
kejadian.
Gangguan perasaan atau emosional pada remaja
Perasaan memberikan nilai pada situasi kehidupan dan
menentukan sekali besar kecilnya kebahagiaan serta
30
rasa kepuasan. Perasaan bergandengan dengan
pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan
remaja. Jika semua harapan, keinginan dan kebutuhan
manusia terpuaskan, maka remaja akan merasa bahagia
dan senang. Sebaliknya jika keinginan,harapan dan
kebutuhannya tidak terpenuhi, remaja akan mengalami
kekecewaan dan banyak rasa frustasi sehingga
mengalami perasaan yang penuh ketegangan
b. Faktor eksternal
Dikenal pula sebagai alam sekitar, faktor sosial atau faktor
sosiologis adalah semua perangsang dan pengaruh dari luar
yang menimbulkan perilaku tertentu pada remaja (tindak
kekerasan,kejahatan, tawuran). Faktor eksternal terdiri dari tiga
komponen yakni :
Faktor keluarga
Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama dalam
melakukan proses sosialisasi dan sivilisasi pribadi
remaja. Ditengah keluarga remaja belajar mengenal
makna cinta kasih,simpati, loyalitas, ideology
bimbingan dan pendidikan. Keluarga memberikan
pengaruh menentukan pada pembentukan watak
kepribadian remaja dan menjadi pondasi primer bagi
perkembangan remaja. Baik buruknya struktur keluarga
31
memberikan dampak baik atau buruknya
perkembangan jiwa dan jasmani anak.
Faktor lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan
Remaja seringkali merasa frustasi,tertekan dan
terbelenggu didalam peraturan sekolah yang mereka
anggap tidak adil. Disatu pihak pada diri remaja ada
dorongan naluriah untuk bergiat, aktif dinamis, banyak
bergerak dan berbuat. Tetapi dipihak lain remaja
dikekang ketat oleh disiplin mati disekolah serta sistem
regimentasi dan sistem sekolah dengar. Remaja tidak
menemukan kesenangan dan kegairahan belajar di
sekolahyang disebabkan oleh berbagai kekurangan-
kekurangan sekolah seperti suasana belajar dikelas
yang monoton dan menjenuhkan, tidak adanya fasilitas
yang memadai dari sekolah.
Faktor milieu
Milieu atau faktor lingkungan sekitar tidak selalu baik
dan menguntungkan bagi pendidikan dan
perkembangan anak. Lingkungan adakalanya dihuni
oleh orang dewasa serta remaja yang kriminal dan
antisosial, yang bisa merangsang timbulnya reaksi
emosional buruk pada anak-anak puber dan adolesens
yang masih labil jiwanya. Dengan begitu anak-anak
32
remaja ini mudah terjangkit oleh pola-pola kriminal,
asusila dan antisosial. Pola-pola inilah yang sangat
mudah menjalar pada remaja. Mereka lebih bergairah
untuk melakukan eksperimen-eksperimen dalam “dunia
hitam” yang dianggap penuh misteri namun sangat
menarik keremajaan mereka.
c. Perilaku Tawuran Pelajar
Berdasarkan pada teori pengertian perilaku tawuran pelajar pada remaja yang
dikemukakan oleh Kartini Kartono dapat ditarik kesimpulanbahwa jenis-jenis dari
perilaku tawuran pada remaja meliputi32:
o Perilaku yang dilakukan secara massal atau kelompok.
Tawuran pelajar adalah sebuah perilaku perkelahian yang melibatkan
beberapa individu atau perilaku perkelahian yang dilakukan secara
bersama-sama dimana terdapat kelompok yang menjadi pelaku dan
ada kelompok yang menjadi korbannya.
o Adanya tindak kekerasan fisik.
Dalam sebuah perilaku tawuran pelajar selalu terdapat tindak
kekerasan fisik didalamnya, kedua belah pihak yang sedang bertikai
saling mempersenjatai dari mereka dan saling melukai sehingga
menimbulkan jatuhnya korban.
Sementara Jensen membagi perilaku tawuran menjadi empat jenis, yaitu33: 32 Ibid,Hal.104
33
Perilaku tawuran yang menimbulkan korban fisik pada orang lain.
Pada tawuran ini bukan hanya kerugian pada diri pelaku namun juga
menyebabkan kerugian pada orang lain, baik yang disengaja maupun
yang tidak disengaja. Kerugian yang dialami keduanya maupun
korban tawuran berupa kerugian fisik.
Perilaku tawuran yang menimbulkan korban materi.
Bagi korban dari tawuran ini biasanya berupa uang, kendaraan dll. Jika
kerugian yang dialami korban dalam jumlah yang besar, biasanya
korban melaporkan peristiwa tersebut pada pihak kepolisian atau yang
berwenang, dan pelakunya dapat dikenai sanksi hukum meskipun
bentuknya tidak sama jika tawuran ini dilakukan oleh orang dewasa.
Perilaku sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain.
Perilaku ini umumnya berakibat buruk bagi diri si pelaku. Karena
akibat dari perilaku ini dirasakan secara langsung oleh pelaku tawuran
ini. Kerugian yang dialami dapat berupa kerugian fisik maupun materi.
Namun sebenarnya tawuran ini juga dapat memberikan dampak sosial
jika tawuran ini mulai melibatkan orang lain disekitarnya.
Perilaku tawuran yang melawan status.
Pelaku tawuran ini biasanya melakukannya karena beberapa faktor,
antara lain kurangnya perhatian dan adanya perasaan diabaikan oleh
orang-orang terdekat mereka. Perilaku yang ditampakkan merupakan
usaha mereka untuk mendapatkan perhatian dari lingkungan tersebut. 33 Sarwono, S. Wirawan, Psikologi Remaja,( Jakarta:Raja Grafindo Persada,2011)Hal.256
34
B. Kerangka Berfikir
Pendidikan yang dialami manusia dapat berlangsung seumur hidup. Karena
pada dasarnya manusia dalam kehidupannya selalu mengalami kegiatan belajar dalam
bentuk pengalaman hidupnya. Dari kegiatan belajar ini manusia memiliki
pengetahuan yang pada tahap awal berupa berbagai ingatan segala hal (dari tidak tahu
menjadi tahu).
Remaja adalah target utama dari pendidikan itu sendiri. Remaja mendapatkan
pendidikan atau bimbingan dari berbagai pihak diantaranya dari sekolah dan dari
keluarga. Keluarga itu merupakan faktor penentu untuk tumbuh kembangnya pribadi
di remaja itu sendiri. Dalam kehidupan keluarga ada beberapa hal yang menjadi dasar
untuk orangtua itu memberikan bimbingan kepada si anak. Salah satunya adalah
status sosial ekonomi. Status sosial ekonomi keluarga itu sangat menentukan pola
asuh atau pola pendidikan yang diberikan orang tua kepada si anak.
Status sosial ekonomi rendah sulit memberikan bimbingan kepada si anak
untuk melakukan hal-hal baik. Karena fokus dari orangtua itu adalah hanya untuk
mencari pekerjaan demi menaikkan status sosial ekonomi mereka dan mereka tidak
memiliki pendidikan yang tinggi untuk membimbing anaknya kearah yang lebih baik.
Sedangkan hal yang sama juga dimiliki oleh keluarga dengan status sosial ekonomi
tinggi dimana orangtua di keluarga ini hanya sibuk mencari uang dan tidak memiliki
waktu untuk anaknya sehingga mereka memberi kebebasan kepada si anak untuk
melakukan kegiatannya sendiri tanpa adanya batasan dari orangtua.
35
Dari hal-hal inilah bisa timbul kenakalan-kenakalan dari si remaja atau pelajar
itu sendiri. Di sekolah mereka terkekang dengan pelajaran sementara dirumah mereka
tidak mendapatkan kenyamanan. Akhirnya mereka mencari kesenangan sendiri
dengan cara yang tidak baik agar mereka dipandang oleh orang lain. Salah satunya
adalah tawuran itu sendiri. Tawuran antar pelajar adalah hal yang sangat merugikan
masyarakat umum. Karena ulah dari pelajar yang tidak mendapat bimbingan dari
orangtua yang hanya berpikiran kepada status sosial ekonomi mereka. Tawuran
pelajar yang merusak fasilitas umum yang juga meresahkan warga. Karena biasanya
para pelajar melakukan tawuran di tengah aktivitas masyarakat pada umumnya.
C. Pengajuan Hipotesis
Bertitik tolak pada kerangka teori dan kerangka berfikir diatas mengenai
hubungan antara status sosial ekonomi dengan perilaku tawuran pelajar antar sekolah
tingkat menengah atas maka pengajuan hipotesisnya ialah “terdapat hubungan antara
status sosial ekonomi dengan perilaku tawuran pelajar antar sekolah tingkat
menengah atas”