kerang
-
Upload
lea-afriana -
Category
Documents
-
view
38 -
download
13
description
Transcript of kerang
Solusi: Es Krim Cangkang Kerang Hijau (Perna viridis) sebagai Pencegah OsteoporosisPosted on September 18, 2012
A. Pendahuluan
Tulang merupakan alat gerak pasif pada manusia. Tulang akan tetap padat dan sehat
jika terdapat keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas. Pada usia sekitar
35-40 tahun, terjadi proses penuaan yaitu resorpsi tulang oleh osteoklas yang lebih
banyak dibanding pembentukan oleh osteoblas, sehingga terjadi penurunan kepadatan
tulang atau yang dikenal dengan istilah osteoporosis (Kosnayani, 2007). Osteoporosis
atau tulang keropos (porous bone) yaitu adanya pengurangan dalam massa jaringan
tulang per unit volume tulang menjadi tipis, lebih rapuh, dan mengandung sedikit
kalsium (Liliana, 2000). Jika seseorang terkena osteoporosis maka lapisan luar tulang
yang keras akan menipis dan rongga-rongga di dalam tulang akan membesar (Gallagher,
2002). Osteoporosis juga merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh proses
penuaan dimana tulang melemah dan kehilangan massanya, menjadi tipis, rapuh, dan
mudah patah (Budisantoro dan Pradana, 1994).
Data dari Depkes bekerja sama dengan Fonterra Brands Indonesia tahun 2006
menyatakan bahwa 2 dari 5 orang Indonesia memiliki risiko osteoporosis. Angka ini lebih
tinggi dari prevalensi dunia, dimana 1 dari 3 orang berisiko osteoporosis. Pada tahun
2007, kejadian osteoporosis pada wanita di atas 50 tahun mencapai 32,3% sementara
pada pria mencapai 28,8%. Prevalensi terjadinya osteoporosis tertinggi terjadi pada
wanita, karena 1 dari 2 wanita dan 1 dari 8 laki-laki berisiko terkena osteoporosis. Hal ini
disebabkan hilangnya estrogen saat menopause, sehingga wanita akan cepat kehilangan
mineral. Kehilangan mineral tersebut dapat mencapai 3% per tahun selama lima tahun
pertama dan sekitar 1% pertahun pada tahun-tahun berikutnya sehingga meningkatkan
risiko terjadinya osteoporosis (Yuniarti, 2008). Pada usia 50-70 tahun terjadi
penghilangan massa tulang yang dapat dipercepat dengan diet asam, tinggi kalium,
kafein, alkohol, kebiasaan merokok, dan menurunnya kadar estrogen pada wanita
pascamenopause (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 2002).
Pencegahan osteoporosis umumnya adalah dengan menjaga keseimbangan kalsium
dalam tulang (Yuniarti, 2008). Firmansyah (2005), melaporkan pemberian suplemen
kalsium karbonat dosis tinggi (450 mg/hari) mempengaruhi proses perbaikan gambaran
histopatologik tulang femur pada tikus putih yang diovariohisterektomi. Kalsium
merupakan salah satu makromineral dan merupakan unsur mineral terbanyak dalam
tubuh manusia yaitu kurang lebih 1000 gram (Groff and Gropper, 2000). Fungsi utama
kalsium adalah untuk pembentukan tulang dan gigi (Martin, 1985).
Kalsium banyak ditemukan dalam kerang terutama pada bagian cangkang kerang,
namun potensi limbah berupa cangkang kerang saat ini belum banyak dimanfaatkan.
Berdasarkan data ekspor hasil perikanan Indonesia pada tahun 2003 dan 2004, untuk
komoditas kerang dihasilkan sekitar 2.752 ton. Kerang hijau adalah salah satu hewan
laut yang sudah lama dikenal sebagai sumber protein hewani yang murah, kaya akan
asam amino esensial (arginin, leusin, lisin). Kegiatan pada unit pengolahan kerang hijau
menghasilkan limbah padat yang cukup tinggi sehingga diperlukan upaya pemanfaatan
cangkang kerang hijau dan mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan manusia
dan lingkungan (Rohadi, dkk., 2010). Selama ini limbah padat kerang berupa cangkang
hanya dimanfaatkan sebagai salah satu materi hiasan dinding, hasil kerajinan, atau
bahkan sebagai campuran pakan ternak namun belum dimanfaatkan secara maksimal di
bidang kesehatan padahal potensinya sebagai sumber kalsium tinggi dapat dijadikan
sebagai terobosan baru dalam menangani masalah terkait tulang termasuk osteoporosis.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cangkang kerang hijau mengandung senyawa
kalsium yang berpotensi sebagai suplemen tulang alamiah pencegah osteoporosis
(Firmansyah, 2005).
Senyawa kalsium dalam cangkang kerang hijau dapat diekstraksi dan dibuat formulasi
yang lebih nyaman untuk dikonsumsi seperti es krim. Es krim merupakan salah satu
sediaan makanan kesehatan alternatif yang banyak digemari oleh masyarakat terutama
generasi muda. Pencegahan sejak dini pada generasi muda merupakan solusi tepat
untuk pencegahan osteoporosis sehingga potensi cangkang kerang hijau sebagai anti-
osteoporosis alamiah dalam formulasi es krim merupakan terobosan baru di bidang
kesehatan untuk mencegah osteoporosis.
B. Osteoporosis
Pengertian osteoporosis yang telah disepakati oleh Consensus Development Conference
Diagnosis Prophylaxis and Treatment of Osteoporosis tahun 1991 adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan menurunnya mikroarsitektur
jaringan tulang, yang menyebabkan peningkatan fragilitas tulang dan peningkatan
risiko fracture (Hilmy, 1995). Menurut Sankaran (2000), osteoporosis diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu :
1. Osteoporosis tipe I ditandai dengan demineralisasi pada tulang belakang terutama
pada bagian lumbal dan tulang lengan. Osteoporosis tipe I lebih banyak terjadi pada
wanita pasca menopause yang berumur antara 51–65 tahun atau 10–15 tahun sesudah
menopause. Karena itu osteoporosis tipe I sering disebut osteoporosis pasca menopause,
yang berhubungan dengan menopause dan penurunan produksi estrogen.
2. Osteoporosis tipe II ditandai dengan demineralisasi pada tulang belakang, pelvis,
humerus, dan tibia. Terjadi pada laki-laki dan wanita yang berumur di atas 70-75 tahun.
Pada osteoporosis tipe II, tulang trubekular dan kortikal dipengaruhi oleh peningkatan
umur yang mengakibatkan menurunnya aktivitas sel tulang terutama aktivitas oeteoblas.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya oesteoporosis tipe II adalah penurunan
sintesis kalsitriol yang disebabkan oleh menurunnya aktivitas enzim 1-hydroxylase dalam
ginjal dan penurunan absorpsi kalsium intestinal karena penuaan. Jika hal ini terjadi,
keadaan akan berlipat apabila ditambah dengan rendahnya asupan kalsium dan atau
tingginya asupan fosfor yang memacu peningkatan konsentrasi hormon paratiroid.
Karena tingginya konsentrasi hormon paratiroid darah akan merangsang resorpsi tulang
dan meningkatkan demineralisasitulang. Perbedaan osteoporosis tipe I dan tipe II dapat
dilihat pada tabel 2.
Penyakit osteoporosis sifatnya tenang, dan tidak terdeteksi, penyakit ini hampir tidak
tahu kapan datangnya dan dapat menyerang siapa saja. Keropos tulang (osteoporosis)
dapat diketahui jika terjadi patah tulang karena jatuh, tarikan yang kuat, serta timbulnya
rasa sakit yang hebat karena retak atau patah tulang. Tulang-tulang yang sering
mengalami fraktur atau patah, yaitu tulang ruas, tulang belakang, tulang pinggul,
tungkai, dan pergelangan lengan bawah. Jika patah tulang terjadi pada tulang belakang,
ruas tulang belakang menjadi lebih pendek. Pada osteoporosis yang berat, beberapa
ruas tulang belakang dapat mengalami patah tulang. Kejadian inilah yang paling banyak
menyebabkan turunnya tinggi badan dan bungkuk pada orang tua. Akibat kepatahan ini,
posisi sendi tulang belakang berubah. Perubahan ini dapat menimbulkan radang sendi
dan rasa nyeri. Risiko kematian akibat patah tulang pinggul sama dengan kanker
payudara (Anonim, 2005).
Tulang manusia senantiasa terus berkembang dan mengalami perbaikan. Setiap saat
terjadi pembentukan sel tulang baru, sedangkan sel tulang yang sudah tua dibuang dari
tubuh. Pada masa anak-anak, kecepatan pembentukan jauh lebih besar daripada
hilangnya sel-sel tulang yang sudah tua. Akibatnya tulang pada anak-anak akan
bertambah panjang dan besar. Pada usia muda antara 12 sampai 30 tahun kecepatan
pembentukan dan hilangnya sel tulang hampir seimbang. Namun mulai usia 30 sampai
40 tahun, kecepatan pembentukan tulang semakin menurun, akibatnya jumlah sel tulang
semakin sedikit, sehingga rawan terjadi osteoporosis (Prasetya, dkk., 2010).
Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita
muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Namun, risiko
terkena osteoporosis lebih besar setelah wanita mengalami menopause. Setelah
menopause, kadar estrogen yang diproduksi ovarium turun derastis. Estrogen berperan
penting dalam menjaga kekuatan tulang dengan cara membantu kerja sel pembentuk
tulang. Semakin cepat menopause terjadi, semakin besar risiko timbulnya osteoporosis.
Umumnya wanita mulai mengalami menopause pada umur 45 sampai 55 tahun.
Pengangkatan kandungan yang diikuti dengan pengangkatan kedua ovarium juga dapat
memperbesar risiko terkena osteporosis. Selain itu, wanita yang kurus atau mempunyai
postur kecil, wanita dengan kelainan diet seperti anoreksia atau bulimia, dan diet rendah
kalsium, memiliki risiko terkena osteoporosis lebih besar dibandingkan wanita gemuk.
Hal ini dikarenakan tingkat produksi esterogennya cenderung lebih banyak (Prasetya,
dkk., 2010).
Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki
risiko terkena penyakit osteoporosis. Hal ini dibuktikan dengan prevalensi osteoporosis
untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-
27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%. Lebih dari 50%
keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050
(Prasetya, dkk., 2010).
C. Kerang Hijau (Perna viridis)
Kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah satu jenis kerang yang digemari
masyarakat, memiliki nilai ekonomis dan kandungan zat gizi yang sangat baik untuk
dikonsumsi. Kerang hijau termasuk binatang lunak (Mollusca) yang hidup di laut,
bercangkang dua (bivalve) dan berwarna hijau (Gambar 1.)(Anonim, 2011).
Kandungan gizi pada kerang hijau terdiri dari 40,8 % air, 21,9 % protein, 14,5 % lemak,
18,5 % karbohidrat dan 4,3 % abu (Fauzi, 2009). Sedangkan cangkang kerang hijau
mengandung kalsium karbonat (CaCO3) dalam kadar yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan batu gamping, cangkang telur, keramik, atau bahan lainnya. Hal ini terlihat dari
tingkat kekerasan cangkang kerang. Semakin keras cangkang, maka semakin tinggi
kandungan kalsium karbonatnya (Anonim, 2011).
D. Potensi Cangkang Kerang Hijau (Perna viridis)
Cangkang binatang lunak (Mollusca) termasuk kerang hijau sebagian besar tersusun atas
kalsium karbonat, kalsium fosfat, Ca(HCO3)2, Ca3S, dan kalsium aktif yang terbuat dari
sumber kulit kerang dan jenis-jenis kalsium yang termasuk kalsium non-organik yang
tersusun dari lapisan calcite dan aragonite (Gregoire, 1972). Sifat basa kalsium karbonat
dapat mengurangi kinerja asam lambung sehingga sulit diurai dan diserap oleh tubuh,
namun hal tersebut dapat diatasi dengan penambahan susu dalam komposisi
pembuatan es krim. Kebanyakan kalsium hanya dapat larut dalam cairan asam yang
memiliki pH mendekati 7. Usus kecil dalam tubuh kita mempunyai pH 7,2-7,8. Oleh
karena itu, kalsium tidak dapat larut dan melekat di dinding usus. Hal tersebut akan
mengakibatkan kalsium tidak diserap oleh tubuh dan akan mengganggu penyerapan
usus untuk nutrisi yang lain. Hal tersebut dapat diatasi dengan pencampuran susu pada
adonan es krim.
Pemanfaatan cangkang kerang hijau yang masih terlalu minim menjadi poin tersendiri
untuk dimanfaatkan ke dalam suatu produk olahan penambah kalsium yang dapat
mempertahankan kepadatan tulang sehingga osteoporosis dapat terhindar. Tercatat
hanya 20% dari limbah cangkang kerang yang diproduksi sebagai pakan, kerajinan, dan
produk lain (Winarno, 1992). Hal tersebut yang menyebabkan nilai jual cangkang kerang
sangat murah.
E. Pembuatan Es Krim Pencegah Osteoporosis
Berdasarkan data-data di atas, oleh karena itu perlu suatu inovasi atau upaya
menciptakan suatu produk alternatif yang bermanfaat sebagai pencegahan osteoporosis.
Dan disini mencoba memberikan solusi dan teknik cara pembuatan es krim pencegah
osteoporosis dari cangkang kerang hijau.
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan es krim pencegah osteoporosis adalah
(Anonim, 2011) :
475 mL cream
125 mL susu cair
4 butir telur
100 mL gula halus
1 sendok teh vanili
Tepung cangkang kerang hijau 100 gram
Penambah rasa (strawberry, durian, coklat, dll)
Alat-alat yang dibutuhkan adalah :
Blender
Freezer
Panci kecil
Wadah es krim
Kompor
Alat tumbuk/alat penggiling
Ayakan
Oven
Proses pembuatan es krim dengan menambahkan tepung cangkang kerang hijau terdiri
dari serangkaian kegiatan mulai dari pembersihan cangkang kerang hijau sampai
terbentuk tepung untuk selanjutnya ditambahkan ke dalam adonan untuk membuat es
krim. Untuk menghasilkan es krim yang baik, dapat dilakukan langkah-langkah berikut :
1. Pembuatan Tepung Cangkang Kerang Hijau
Cara pembuatan tepung kerang pertama-tama kerang dibersihkan terlebih dahulu dari
kotoran-kotoran yang melekat, kemudian kerang dipisahkan antara isi dengan
cangkangnya agar memudahkan proses selanjutnya. Setelah dipisahkan cangkang
kerang tersebut dikeringkan, pengeringannya ada dua cara yaitu dikeringkan dengan
sinar matahari atau dengan cara dioven. Setelah kering kemudian dihaluskan dengan
mengunakan penggiling dengan syarat sebelum digiling cangkang kerang minimal harus
hancur atau tidak utuh untuk memudahkan proses selanjutnya atau dengan cara lain
ditumbuk atau di mortar sampai halus sehingga menjadi tepung cangkang kerang,
kemudian diayak untuk menghasilkan tepung cangkang kerang dengan ukuran halus dan
homogen (Bachtiar, 2006).
2. Proses Pembuatan Es Krim Pencegah Osteoporosis
a. Pencampuran
Pencampuran dilakukan dengan memanaskan terlebih dahulu bahan cair dalam bejana
pencampur sampai kira-kira 40-50°C, kemudian bahan-bahan kering seperti gula, tepung
cangkang kerang hijau, bahan pengemulsi dan bahan penstabil ditambahkan dan
dicampur supaya larut dengan baik.
b. Pasteurisasi dan Homogenisasi
Pasteurisasi dilakukan dengan tujuan untuk membebaskan adonan dari bakteri patogen,
membantu melarutkan bahan, memperbaiki flavor, dan mutu penyimpanan. Pasteurisasi
adonan dilakukan pada suhu 68,3°C selama 30 menit atau pada suhu 71°C selama 30
detik. Proses homogenisasi biasanya dilakukan pada suhu 62,8-76,7°C. Proses ini
bertujuan untuk mencegah globula lemak bersatu, untuk mengurangi waktu yang
diperlukan bagi proses aging campuran itu dan untuk mempengaruhi kekentalan
sehingga tekstur dan body es krim menjadi lebih baik.
c. Pendinginan
Adonan harus cepat didinginkan sampai 0-4°C agar tekstur es krim menjadi halus,
kekentalan berkurang dan pertumbuhan mikroba menjadi lambat.
d. Aging/Penuaan
Proses aging diperlukan untuk memberi kesempatan bahan penstabil bekerja. Selama
proses ini berlangsung, terjadi perubahan-perubahan antara lain penggabungan bahan
penstabil dengan air, pengerasan lemak dan peningkatan viskositas.
e. Pembekuan dan Pengerasan
Proses pembekuan harus dilakukan dengan cepat untuk mencegah pembentukan kristal
es yang kasar. Pengerasan es krim umumnya dilakukan dalam suhu -45°C sampai -23°C
selama 24 jam.
f. Penyimpanan
Es krim yang sudah jadi kemudian disimpan dalam lemari pendingin untuk menjaga
konsistensi dari es krim (Ihsanur, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Ingin Tulang Kulat, Makan Ceker Ayam
Yuk!http://www.kapanlagi.com/a/ingin-tulang-kuat-makan-ceker-ayam-yuk.html. Diakses
tanggal 26 Februari 2011.
Anonim. 2011. Resep Mudah Membuat Es Krim. http://resep0.tripod.com. Diakses tanggal
26 Februari 2011.
Bachtiar. 2006. Tepung Kerang. http://fpk.unair.ac.id. Diakses tanggal 26 Februari 2011.
Budisantoro dan Pradana. 1994. Patogenesis Osteoporosis. Simposium Diagnostik dan
Penatalaksanaan Terpadu Osteoporosis. Jakarta : PPIKB/CM : 1-8.
Firmansyah, I. 2005. Gambaran Histopatologik Tulang Femur Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Pasca Ovariohisterektomi dengan Suplemen Kalsium Karbonat Dosis Tinggi.
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya.
Gallagher, C., dkk. 2002. Position Statement Management of Post Manepousal
Osteoporosis : Position Statement of North American Menopause Society. The Journal of
The North American Menopause Society. Vol 9. No. 2 p. 84-101.
Gregoire, C. 1972. Structure of Mollusca Shell. Di dalam : Florkin M, Scheer B.T., editor.
Chemical Zoology Mollusca. Volume VII. New York : Academic Press. Hlm 45-102.
Groff, J.L. and Gropper, S.S. 2000. Advanced Nutrition and Human Metabolism. United
State : Wadsworth Thomson Leaming : 526-531.
Hilmy, C.R. 1995. Patofisiologi dari Osteoporosis. Simposium Osteoporosis. Jakarta :
PABOL : 1-19.
Kosnayani, A. 2007. Hubungan Asupan Kalsium, Aktivitas Fisik, Paritas, Indeks Massa
Tubuh, dan Kepadatan Tulang pada Wanita Pascamenopause. Magister Gizi Masyarakat,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Liliana. 2000. Metabolisme Kalsium dan Pencegahan Osteoporosis. Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanegara. Jakarta. Dalam Eber Papyrus, 6 (1) : 33-42.
Martin, W.D. 1985. Water and Mineral. In : Harper’s Review of Biochemistry, 20 ed.
Stamford : Large Medical Publication : 649-60.
Prasetya, C., Arumningtyas, Nurhayati. 2010. Batukeram sebagai Alternatif Pencegahan
Osteoporosis. Universitas Negeri Malang.
Rohadi, M.B., Firdaus, F., Agassi, T.N. 2010. Fungsionalisasi Cangkang Kerang Hijau
(Perna viridis) sebagai Peningkat Kadar Kalsium Susu Fermentasi. Institut Pertanian
Bogor.
Sankaran, B. 2000. Osteoporosis : Clinical, Radiological, Histological, Assesment and an
Experimental Study : 176-211.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. 2002. Informasi Kesehatan Reproduksi
Perempuan. Jakarta : Sumber : Seri Perempuan Mengenal Dirinya : 1-
11.http://situs.kesepro.info/aging/nov/2002/gO2.htm. Diakses tanggal 26 Februari 2011.
Yuniarti, W., Ira, S., Nusdianto, T. 2008. Pengaruh Pemberian Suplemen Kalsium Karbonat
Dosis Tinggi pada Tikus Putih Ovariohisterektomi terhadap Mineralisasi Ginjal. Bagian
Klinik Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Jurnal Veteriner Vol. 9
No.2 : 73-78.
https://banuajiwijayanto.wordpress.com/2012/09/18/solusi-es-krim-cangkang-kerang-hijau-perna-viridis-sebagai-pencegah-osteoporosis/
WBL/85/WP - 32INVENTARISASI DAERAH-DAERAH POTENSIAL
UNTUK BUDIDAYA LAUT DI INDONESIA
Oleh
Joko Martoyo1)
1. PENDAHULUAN
Pembangunan perikanan dalam PELITA IV ini sebagai kelanjutan dari PELITA III tetap diarahkan pada peningkatan kontribusi sub - sektor perikanan dalam penanggulangan berbagai permasalahan nasional antara lain peningkatan pendapatan masyarakat, swasembada pangan, peningkatan devisa dan penciptaan lapangan kerja yang produktif. Dengan dasar tersebut maka tujuan pembangunan perikanan dalam PELITA IV ini adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pendapatan nelayan dan petani ikan.
2. Meningkatkan produksi dan produktivitas usaha nelayan dan petani ikan dengan jalan mengembangkan agribisnis.
3. Meningkatkan konsumsi ikan menuju swasembada pangan protein dengan jalan memasyarakatkan makan ikan.
4. Meningkatkan ekspor dan mengurangi impor hasil perikanan.5. Meningkatkan pembinaan sumber melalui pengendalian dan pengawasan perikanan.6. Memperluas kesempatan kerja yang produktif.
Untuk mencapai sasaran dalam pembangunan perikanan, pengembangan budidaya laut sebagai salah satu usaha dibidang perikanan akan mempunyai prospek yang baik dimasa mendatang. Agar pengembangan tersebut dapat menyebar dan juga lebih dikenal oleh masyarakat (terutama nelayan dan petani ikan), maka telah dikeluarkan KEPPRES No. 23 tahun 1982 yang dalam pelaksanaannya lebih lanjut tertuang dalam SK. Menteri Pertanian No.: 473/Kpts/ Um/7/1982 tertanggal 8 Juli 1982. Sebagai tindak lanjutnya Direktur Jenderal Perikanan telah membuat Surat Edaran No: IK-210/D4. 5055/82 kepada Dinas Perikanan yang disertai dengan buku Petunjuk Teknis tentang teknik-teknik budidaya laut.
Untuk melaksanakan KEPPRES tersebut agar pengembangan budidaya laut ini dapat menyebar ke seluruh daerah yang potensial dan dapat ditunjang oleh jalur pemasaran, maka sejak PELITA III sudah mulai dirintis usaha pengembangannya.
Beberapa masalah yang dihadapi dalam usaha pengembangan tersebut antara lain adalah belum banyaknya pengetahuan nelayan/petani ikan tentang teknik-teknik budidaya laut, benih yang masih harus diperoleh secara alami dan juga sulitnya pemasaran setelah panen.
Sesuai kebijaksanaan operasional pembangunan perikanan dalam PELITA IV, produksi budidaya laut ditargetkan meningkat dengan ráta-rata 93,1% setiap tahun dan pada akhir PELITA IV nanti diharapkan dapat dicapai total produksi 84.400 ton. Untuk mencapai target tersebut diperlukan sarana usaha budidaya laut yang meliputi; 2.350 cages untuk pemeliharaan ikan, 900 rakit untuk pemeliharaan kerang-kerangan dan 1.180 ha area untuk pemeliharaan rumput laut.
1) Direktorat Bina Sumber Hayati Dit. Jen. Perikanan.
Inventarisasi daerah yang potensial untuk budidaya laut sangat diperlukan, agar usaha pengembangannya dapat diterapkan sesuai yang diharapkan. Inventarisasi daerah yang potensial untuk budidaya laut ini adalah hasil laporan ke daerah-daerah yang dilakukan oleh Direktorat Bina Sumber Hayati sejak tahun 1982/1983 dan dilengkapi pula dengan bahan pustaka dari hasil penelitian maupun informasi-informasi yang sejenis. Daerah yang dianggap potensial tersebut secara menyeluruh di Indonesia belum bisa dilaporkan karena kegiatan budidaya laut ini di negara kita masih baru.
2. USAHA PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT
Usaha budidaya laut belum banyak berkembang di Indonesia. Usaha pengembangan yang sudah mulai dirintis sejak PELITA III diarahkan pada jenis-jenis yang mempunyai nilai ekonomis penting dan diutamakan pada usaha kooperatif melalui Koperasi Unit Desa (KUD) yang ada dan dalam pelaksanaannya harus memperhatikan kepentingan pemakai perairan yang lain serta memperhatikan kelestarian sumber daya hayati perairan.
Jenis-jenis biota yang mempunyai nilai ekonomis penting dan dapat dikembangkan di Indonesia antara lain meliputi : jenis ikan yang terdiri dariEpinephelus sp. (kerapu), Siganus spp (beronang), Lates calcarifer (kakap) dan Lutjanus spp (kakap merah); jenis kerang-kerangan yaitu kerang mutiara (genus Pinctada dan Pteria penguin), Anadara granosa (kerang darah), Mytilus viridis (kerang hijau) dan Crassostrea sp (tiram); serta rumput laut yaitu Eucheuma sp, Gracilaria sp dan Gelidium sp.
Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) telah mengadakan kerjasama dengan JICA (Japan International Cooperation Agency) dalam penelitian mengenai budidaya laut ini, sedangkan Direktorat
Jenderal Perikanan telah pula mengadakan kerjasama dengan FAO/UNDP baik dalam survai lokasi yang potensial untuk budidaya laut maupun melalui uji coba di beberapa lokasi. Pada tahun anggaran 1982/1983 telah pula mulai dirintis adanya Proyek Pengembangan Teknik Budidaya laut yang berlokasi di Lampung sebagai tahap awal dari rencana didirikan Balai Budidaya Laut. Balai ini nantinya adalah sebagai tempat melakukan uji coba teknik-teknik mengenai budidaya laut untuk penyiapan paket teknologi yang diharapkan dapat diterapkan oleh nelayan/petani ikan. Untuk itu dalam status yang masih proyek ini telah pula dilakukan uji coba mengenai tekni-teknik budidaya laut tersebut baik di lokasi proyek (Lampung) maupun di beberapa daerah sebagai pilot farm. Demikian pula oleh beberapa Dinas Perikanan telah dilakukan uji lapangan terhadap budidaya laut ini sebagai usaha untuk mengembangkannya. Beberapa daerah yang telah dan akan dicoba sebagai lokasi budidaya laut antara lain : DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Maluku, Sumatera Utara Riau, Lampung, dan lain-lain
3. BEBERAPA DAERAH YANG POTENSIAL UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT
3.1. Jawa Timur
Berdasarkan hasil survai antara Direktorat Jenderal Perikanan dan FAO/UNDP pada tahun 1980, daerah di Jawa Timur yang direkomendasikan sebagai salah satu lokasi budidaya laut adalah Kabupaten Pasuruan yaitu perairan pantai Desa Somare dan Panggung Rejo. Sebagai tindak lanjut dari survai tersebut telah pula dilakukan uji coba pemeliharaan kerang darah di lokasi tersebut. Berdasarkan hasil percobaan daerah tersebut memungkinkan untuk dikembangkan sebagai lokasi pemeliharaan kerang darah, hal tersebut ditunjang pula oleh kegemaran masyarakat setempat akan makan daging kerang dan benih alami tersedia banyak di sekitar lokasi percobaan. Namun demikian pengamatan lebih lanjut masih diperlukan terutama ditinjau dari segi ekonomis.
3.2. B a l i
Rumput laut banyak dijumpai di sepanjang perairan pantai di Bali. Perairan pantai Pulau Serangan direkomendasi oleh FAO/UNDP sebagai lokasi yang cocok untuk budidaya laut. Atas dasar tersebut telah pula dilakukan uji coba pemeliharaan rumput laut jenis Eucheuma sp di lokasi tersebut. Perlu penjajagan lebih lama mengenai pemeliharaan rumput laut di daerah ini karena ombak yang agak besar dimusim barat (Nopember s/d Februari) agak menyulitkan dalam pemeliharaan tersebut.
3.3. Nusa Tenggara Barat
Di NTB daerah yang memungkinkan untuk lokasi budidaya laut adalah perairan Desa Sire dan Desa Tembalor (Lombok Barat), Labuhan Lombok, perairan di Batunampar dan Teluk Ekas. Sedangkan di Pulau Sumbawa sudah ada perusahaan swasta yang bergerak di bidang kerang mutiara. Di perairan Tanjang Sire telah dilakukan percobaan pemeliharaan ikan kerapu oleh Dinas Perikanan yang bekerjasama dengan Direktorat Bina Produksi (Dit-Jen. Perikanan). Perairan di sekitar lokasi pemetiharaan rumput laut, sedangkan di daerah perairan Labuhan Lombok banyak ditemukan jenis kerang-kerangan terutama tiram dan kerang darah namun demikian belum banyak dimanfaatkan oleh penduduk setempat.
3.4. Nusa Tenggara Timur
Penyebaran rumput laut di NTT banyak dijumpai di perairan Kupang, Alor, Sumba Timur, Sikka dan Flores Timur, bahkan sudah ada nelayan yang mengusahakan budidaya rumput laut ini yang hasilnya dipasarkan ke Ujung pandang. Animo masyarakat setempat untuk makan rumput laut ini juga sudah ada. Di perairan Tablolong telah pula dilakukan uji coba pemeliharaan rumput laut ini sebagai pilot farm dari Proyek Pengembangan Teknik Budidaya Laut Lampung. Hambatan yang dijumpai dalam uji coba ini antara lain adalah agak besarnya ombak sehingga rakit pemeliharaan hanyut terbawa omabak tersebut, sehingga pengamatan yang lebih mendalam masih diperlukan.
3.5. M a l u k u
Perairan Maluku mempunyai prospek yang baik untuk budidaya laut, bahkan beberapa perusahaan swasta telah berusaha dalam budidaya kerang mutiara. Untuk rumput laut daerah penyebarannya didapatkan di perairan Tanimbar, Babar Wetar, Seram, Sula, Buru dan Baian. Di daerah Dobo (Kepulauan Aru) di Maluku Tenggara menurut Mubarak (1982) telah dibentuk KUD dimana salah satu usahanya adalah bidang budidaya rumput laut.
Di daerah tersebut minimal 100 ha area dapat digunakan untuk usaha budidaya laut dengan sasaran produksi yang dapat dicapai sekitar 300–500 ton rumput laut per tahun. Dinas Perikanan setempat juga pernah mengadakan kerjasama dengan Universitas Pattimura dalam pemeliharaan ikan kerapu di perairan Teluk Ambon dan juga memperkenalkan mengenai cara-cara pemeliharaan rumput laut kepada penduduk setempat. Hasil uji coba tersebut belum dapat dikatakan baik karena faktor non teknis terutama pencurian.
3.6. Sulawesi Selatan
Perairan di Sulawesi Selatan pernah ada perusahaan swasta yang merintis usaha ekspor daging kerang ke Jepang. Kerang tersebut diperoleh dari hasil penangkapan tetapi usaha tersebut ternyata tidak berlanjut. Populasi kerang banyak didapatkan di daerah Payukukang, Kabupaten Maros. Daerah yang perlu dipertimbangkan sebagain lokasi budidaya laut adalah Desa Barru dan Barang Lompo. Di kedua lokasi perairan tersebut banyak didapatkan benih ikan beronang dan kerapu. Perairan desa Barru relatif lebih tenang daripada perairan Barang Lompo karena perairan Barru merupakan teluk kecil yang terlindung dari pengaruh ombak besar.
3.7. Sulawesi Utara
Perairan di Sulawesi Utara yang memungkinkan untuk lokasi budidaya laut adalah Teluk Manalu, Teluk Talengan dan Selat Mahumoe dimana perairan tersebut relatif tenang dan terlindung dari pukulan ombak. Jenis biota yang memungkinkan dipelihara di perairan tersebut antara lain ikan kerapu, kakap, beronang dan juga tiram, namun demikian survai yang lebih mendalam di perairan tersebut masih perlu dilakukan. Di perairan pantai barat Pulau Sangihe Besar pernah pula dilakukan percobaan pemeliharaan ikan kerapu oleh nelayan yang dikoordinir oleh Dinas Perikanan bekerjasama dengan Universitas Sam Ratulangi tetapi ternyata kurungannya hanyut terbawa arus.
3.8. Kalimantan Barat
Di perairan pantai Desa Penimbungan, Kampung Pasir (Kabupaten Pontianak), pada tahun 1982 oleh Dinas Perikanan telah dilakukan percobaan pemeliharaan kerang hijau dimana benihnya didatangkan dari Teluk Jakarta. Benith tersebut sampai di lokasi pemeliharaan ternyata banyak yang mati dikarena mungkin perbedaan kondisi perairan dengan daerah asal. Pengamatan lebih lanjut mengenai lokasi tersebut masih perlu dilakukan.
3.9. Daerah Istimewa Aceh
Daerah yang memungkinkan sebagai lokasi budidaya laut di Aceh adalah perairan Sungai Paru, Kecamatan Bandar Baru (Kabupaten Aceh Pidie). Di sekitar perairan tersebut sudah banyak masyarakat mencari tiram yang menempel pada akar pohon bakau dan dijual dalam bentuk daging saja ataupun lengkap dengan cangkangnya. Pada PELITA IV ini Dinas Perikanan juga telah memprogramkan mengenai pengembangan budidaya laut ini.
3.10. Sumatera Utara
Perairan Tanjung Balai merupakan daerah penghasil kerang-kerangan yang potensial di Sumatera Utara yaitu jenis kerang darah dan juga kerang hijau. Jenis kerang darah ini dapat dijumpai di perairan tersebut pada kedalaman sekitar 0 – 5 m, sehingga daerah tersebut perlu dipertimbangkan pula sebagai lokasi pemeliharaan budidaya laut.
3.11. J a m b i
Jenis kerang-kerangan banyak dikenal oleh masyarakat di daerah Kuala Tungkal (Kabupaten Tanjung Jabung) yaitu jenis kerang hijau dan kerang darah. Pengambilan kerang tersebut dapat dilakukan sepanjang tahun, hanya kebiasaan masyarakat setempat banyak mengumpulkan kerang-kerangan tersebut pada bulan-bulan Desember s/d Maret, dikarenakan pada bulan tersebut ombak agak besar sehingga nelayan setempat jarang yang melakukan penangkapan ikan ke laut. Produksi kerang darah pada tahun 1981 yang dipasarkan di Kuala Tungkal dan Jambi adalah sekitar 267,7 ton sehingga daerah Kuala Tungkal tersebut perlu dipertimbangkan sebagai lokasi pemeliharaan kerang tersebut.
3.12. Sumatera Selatan
Pemeliharaan ikan telah dilakukan di Sumatera Selatan yaitu di daerah Ketawai (sekitar 20 mil sebelah timur Sungai Kurau). Pemeliharaan oleh nelayan setempat hanya pembesaran di kurungan saja yaitu hasil tangkapan dilaut yang ukurannya dibawah 0,5 kg, sedangkan diatas 0,5 kg langsung dijual. Jenis ikan yang dipelihara adalah kerapu dan kakap merah dengan makanannya adalah ikan rucah dan hasilnya dipasarkan dalam bentuk hidup ke Singapura. Daerah yang perlu dipertimbangkan sebagai lokasi pemeliharaan jenis kerang adalah perairan teluk Klabat (Sungai Selan) di Kabupaten Bangka dan Belitung. Pada bulan April - Mei pengumpul kerang dapat mengumpulkan kerang tersebut sekitar 2 kwintal di daerah ini.
4. PENUTUP
Sehubungan dengan hasil produk perikanan yang umumnya masih berasal dari laut, maka usaha pengembangan budidaya laut perlu dilakukan sebagai salah satu usaha menjaga kelestarian sumber. Demikian pula daerah-daerah yang dianggap memungkinkan sebagai lokasi budidaya laut masih perlu diadakan pengamatan yang lebih mendalam, agar uji coba dan uji lapang yang telah dilakukan oleh beberapa instansi nantinya dapat diterapkan oleh masyarakat sesuai dengan hasil yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1982. Petunjuk Teknis Budidaya Laut. Direktorat Bina Sumber Hayati. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta.
Anonymous. 1983. Laporan Kegiatan Proyek Pembinaan Sumber Hayati Perikanan Pusat tahun 1982/1983. Direktorat Bina Sumber Hayati. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta.
Anonymous. 1984. Budidaya Ikan Laut di Perairan Teluk Banten (seri kedua). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Balai Penelitian Perikanan Laut, Departemen Pertanian dan JICA (Japan International Cooperation Agency).
Anonymous. 1984. Laporan Kegiatan Proyek Pembinaan Sumber Hayati Perikanan Pusat tahun 1983/1984. Direktorat Bina Sumber Hayati, Direktorat Jenderal Perikanan Jakarta.
Anonymous. 1984. Kebijaksanaan Operasional Pembangunan Perikanan dalam REPELITA IV. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian Jakarta.
Anonymous. 1984. Perkembangan Perikanan dalam PELITA III dan Proyeksi Pembangunan, Perikanan dalam REPELITA IV. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian, Jakarta.
Anonymous. 1985. Laporan Proyek Pembinaan Sumber Hayati Perikanan Pusat tahun 1984/ 1985. Direktorat Bina Sumber Hayati, Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta.
Dwiponggo, A. 1976. Mutiara. Lembaga Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. Bahan Pendidikan No.: Pd 025/76.
Mubarak, H. 1981. Kemungkinan-kemungkinan Budidaya Rumput Laut di Kepulauan Aru, Maluku dalam Report on the Training Workshop on Seafarming 1–6 March 1981 Denpasar Bali, Indonesia, Jakarta 44–67.
Minggu, 06 Mar 2011 10:47 WIB
Kerang Limbah Punya Nilai TambahShare on facebook Share on twitter Share on email Share on print Share on gmail Share on stumbleupon More
Sharing Services
Kerang Limbah Punya Nilai Tambah
Kegiatan ibu-ibu rumah tangga di Lingkungan II Kelurahan Perjuangan, Tanjungbalai, patut diapresiasi positif. Cangkang kerang yang beberapa tahun sebelumnya terbuang menjadi sampah, kini berhasil mereka kreasikan menjadi suatu produk bernilai tambah bagi penghasilan keluarga.
TANJUNGBALAI salah satu kota di Asahan, penduduknya ramai sopan santun budi dan bahasa. Salah satu kota di Sumatera Utara dengan latar belakang daerah pesisir pantai. Karenanya hasil laut, seperti ikan, cumi-cumi, dan udang merupakan sumber penghasilan dari mata pencaharian sebagian masyarakatnya, khususnya para nelayan. Maka tak heran bila Kota Tanjungbalai mampu menghasilkan ikan laut yang mencapai 34.215 ton per tahun.
Kota ini juga dikenal sebagai salah satu kota terbaik penghasil kerang laut. Bahkan hingga saat ini kerang telah menjadi ikon Kota Tanjungbalai. Dengan luas daerah 60,52 km bujur sangkar dan berposisi di pesisir pantai, menjadikan kota ini sebagai salah satu daerah pengekspor kerang terbesar di provinsi Sumatera Utara, dan sebagian besar dikirim keluar pulau Sumatera.
Satu jam berkeliling, akhirnya MedanBisnis diajak menuju salah satu daerah di Teluk
Nibung, tepatnya di kawasan Pelabuhan Tanjungbalai. Kabarnya nelayan di daerah inilah yang banyak mengasilkan kerang laut terbesar di kota Tanjungbalai. Yang menariknya ada beberapa masyarakat di sana, terutama kaum ibu-ibu yang kreatif memanfaatkan limbah cangkang kerang.Ternyata memang sejak beberapa tahun belakangan ini, pemerintah Kota Tanjungbalai lebih mengedepankan pemanfaatan hasil dan limbah dari laut. Salah satunya adalah cangkang kerang.
Seperti yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga Kelurahan Perjuangan Lingkungan II Kecamatan Teluk Nibung, yang tergabung dalam kelompok kerajinan tangan Maju Bersama. Hasil karya kerajinan tangan miliki mereka memiliki nilai keunikan tersendiri, yakni memanfaatkan limbah cangkak kerang yang banyak terbuang dari pabrik pengolahan, maupun rumah tangga.
Berangkat dari faktor kemauan dan rasa kepedulian terhadap lingkungan, ibu-ibu rumah tangga di lingkungan ini, berhasil menciptakan karya seni handycraft limbah cangkang kerang. Hasilnya barang kerajinan tangan seperti tepak sirih, bingkai foto dan cermin, kotak perhiasan, asbak, dan balai hantaran pernikahan, serta barang dekorasi rumah tangga lainnya, berhasil dikreasikan menjadi karya seni yang mengagumkan.
Ibu-ibu rumah tangga di Lingkungan II Kelurahan Perjuangan adalah yang terbaik hasil karya handycraft-nya se-Tanjungbalai. Kegiatan ini sudah mereka lakukan sejak awal tahun 2008. Khairani (36) adalah pelopor berdirinya kelompok kerajinan tangan Maju Bersama di lingkungan ini.Semangat dan kegigihan Khairani memberikan perubahan bagi masyarakat setempat. Saat ini sudah 50 jenis kerajinan tangan berbahan limbah kerang yang mereka hasilkan. "Alhamdulillah saat ini kelompok kami telah berhasil memanfaatkan cangkang kerang menjadi kerajinan tangan. Hasil penjualannya dapat membantu pendapatan suami, serta mencukupi kebutuhan rumah tangga kami," ujarnya kepada MedanBisnis.
Cara PembuatanAwalnya limbah sampah cangkang kerang hanya terbuang dan menjadi sampah di sepanjang bibir pantai Teluk Nibung. Aroma yang kurang sedap, menjadikan daerah ini kurang sehat dan berpotensi penyakit. Namun berkat kerja keras pemerintah dan kemauan masyarakatnya, limbah cangkang kerang ini mampu memberikan perubahan dan nilai tambah bagi masyarakat, khususnya yang hidup dipesisir pantai.
Melihat aktivitas ibu-ibu di sini seakan memacu semangat kita. Bagaimana tidak, sebab memanfaatkan limbah cangkang kerang menjadi suatu kerajinan tangan, ternyata tidak sesulit yang dibayangkan. Prosesnya cukup gampang, dan tidak memerlukan alat yang khusus. Secara tradisional cangkang kerang dicuci dengan air yang mengandung ditergen untuk menghilangkan kotoran pada cangkang kerang.
Selanjutnya cangkang kerang ditempel dan di atur sedemikian rupa, ke wadah yang akan dihias dengan cangkang kerang, caranya direkatkan dengan menggunakan lem silikon. Setelahnya handycraft dijemur kemudian dikilatkan agar lebih menarik.
"Cangkang kerang ini dapatnya di kawasan bibir pantai Teluk Nibung, makanya sebelum kita pakai sebagai bahan kerjainan harus dicuci bersih hingga mengkilap, kemudian baru bisa digunakan untuk handycraft," jelas Khairani.
Ibu satu orang anak ini mengungkapkan, saat ini hasil dari penjualan kreasi kerajinan tangan milik kelompok mereka, secara perlahan mampu memberikan tambahan ekonomi keluarga. Dengan tawaran harga yang relatif murah mulai dari Rp 2000 hingga Rp 500.000 mereka
yakin karya seni milik mereka mampu terjual dan diminati oleh para pecinta handycraft. Buktinya tahun 2011 ini aja, orderan dari dalam dan luar kota Tanjungbalai sedang mereka kerjakan. Biasanya yang paling sering dipesan adalah tepak sirih, dan bingkai foto. Bahkan produk kerajinan tangan ini juga dikirim ke daerah Batam, Pekanbaru, Tebingtinggi, Kisaran, dan Labuhan Batu.
Aktivitas positif ibu-ibu itu dilakukan setiap hari, tentunya setelah mengurus rumah tangga mereka masing-masing. Dalam seminggu, seorang ibu mampu menyelesaikan 3 sampai dengan 5 buah tepak maupun asesoris rumah tangga lainnya. Bahkan keahlian dan keterampilan tangan mereka melahirkan inspirasi baru bagi sebagian ibu-ibu di lingkungan lainnya yang kemudian juga ikut belajar memanfaatkan cangkak kerang.
Untuk mengembangkan kegiatan dan pemanfaatan hasil limbah sampah seperti cangkang kerang, memang perlu dorongan dan dukungan dari pemerintah maupun pihak swasta. Saat ini pemerintah Kota Tanjungbalai tengah berbenah diri, termasuk memikirkan tentang pemanfaatan hasil limbah dari alam sekitar.
Menurut Ahmad Ihsan Kepala Seksi bidang ilmiah, data dari Dinas Perindustrian dan perdagangan, berbagai kegiatan memanfaatkan limbah dan hasil alam yang sedang berjalan itu kini mulai menghasilkan. Selain cangkang kerang, ada juga masyarakat pengrajin anyaman tikar dan asesoris perlengkapan wanita yang terbuat dari bahan eceng gondok dan tanaman pandan.
Terlebih kedua tanaman ini masih tumbuh subur di kawasan pemukiman masyarakat Tanjungbalai.Kegiatan positif masyarakatnya itu mulai bangkit sejak pemerintah dan pengrajin melakukan studi banding ke daerah lain di tahun 2007. Tanpa diduga ternyata minat para pengrajin handycraft sangat besar dalam menciptakan karya dan kreasi milik mereka. Karenanya pemerintah kota Tanjungbalai mengambil sikap untuk mendukung aktifitas perekonomian masyarakat seperti ini.
Bahkan penilaian terbaik diberikan pemerintah kepada daerah yang berhasil menciptakan karya seni terbaru handycraft.
Terbukti memang agak berbeda dari dekade sebelumnya, yang mana ketika itu bau udara kurang sedap dan amis acap merebak di kawasan pemukiman masyarakat di sana, namun kini berangsur mulai hilang dan berganti menjadi hawa pemukiman yang segar serta sejuk dipandang.(cw-dedy sofhian armaya)
http://www.medanbisnisdaily.com/news/arsip/read/2011/03/06/22453/kerang-limbah-punya-nilai-tambah/