kerajaan galuh (Galuh palace)

62
5, 2008 Napak Tilas Kerajaan Galuh Perwakilan Nagara Tengah Kisahmud (kiri) memberikan kuli (tombak) ke Bupati Ciamis yang diwakili oleh Kadisbudpar Cu Herman saat acara Napak Tilas Sejarah Galuh di Museum Galuh, kemarin. IMBANAGARA – Tak banyak yang mengetahui mengenai sejarah Kerajaan Galuh, meskipun banyak terdapat situs-situs sebagai peninggalannya. Entah karena kurangnya interes warga akibat arus globalisasi, atau kurangnya minat dari pemerintah yang kurang memperkenalkan sekaligus mempertahankan kekayaan khazanah budaya yang dimilikinya. Untuk itu, untuk pertama kalinya Yayasan Galuh Imbanagara bekerjasama dengan Pemkab Ciamis melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan menggelar acara Napak Tilas Sejarah Galuh, Selasa (24/6). Yakni dengan diadakannya acara gerak jalan santai sejauh 5,5 km yang melalui rute 10 situs makam-makam Bupati Galuh di wilayah Desa Imbanagara Kecamatan Ciamis. Kegiatan yang dihelat dengan upacara adat tradisional Sunda Buhun di halaman Museum Galuh Imbanagara itu, dimaksudkan agar para peserta yang mayoritas adalah warga Ciamis agar mengenal situs- situs mengenai Kerajaan Galuh di Imbanagara. Para peserta menyambangi situs makam TMG Wiradikoeseomah yang merupakan Bupati Galuh Ciamis I, kemudian ke makam Rd Adipati Kusumahdinata III, Dr Adipati Natakoesoema dan Rd Adipati Surapraja yang merupakan Bupati Galuh periode tahun 1751-1811. Selanjutnya ke situs makam Rd Adipati Aria Panji Jayanagara Bupati Galuh Imbanagara tahun 1642-1678, terakhir ke makam Rd Adipati Angganapraja yang merupakan Bupati Galuh Imbanagara tahun 1678 yang berada di Majalaya Imbanagara Raya Ciamis. Menurut Ketua Yayasan Galuh Imbanagara, R Enggan S Rahmat, Napak Tilas tersebut merupakan sebuah prosesi yang mengisahkan

description

this is requirement ._.v

Transcript of kerajaan galuh (Galuh palace)

Page 1: kerajaan galuh (Galuh palace)

5, 2008

Napak Tilas Kerajaan Galuh

Perwakilan Nagara Tengah Kisahmud (kiri) memberikan kuli (tombak) ke Bupati Ciamis yang diwakili oleh Kadisbudpar Cu Herman saat acara Napak Tilas Sejarah Galuh di Museum Galuh, kemarin.

IMBANAGARA – Tak banyak yang mengetahui mengenai sejarah Kerajaan Galuh, meskipun banyak terdapat situs-situs sebagai peninggalannya. Entah karena kurangnya interes warga akibat arus globalisasi, atau kurangnya minat dari pemerintah yang kurang memperkenalkan sekaligus mempertahankan kekayaan khazanah budaya yang dimilikinya.

Untuk itu, untuk pertama kalinya Yayasan Galuh Imbanagara bekerjasama dengan Pemkab Ciamis melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan menggelar acara Napak Tilas Sejarah Galuh, Selasa (24/6). Yakni dengan diadakannya acara gerak jalan santai sejauh 5,5 km yang melalui rute 10 situs makam-makam Bupati Galuh di wilayah Desa Imbanagara Kecamatan Ciamis.

Kegiatan yang dihelat dengan upacara adat tradisional Sunda Buhun di halaman Museum Galuh Imbanagara itu, dimaksudkan agar para peserta yang mayoritas adalah warga Ciamis agar mengenal situs-situs mengenai Kerajaan Galuh di Imbanagara. Para peserta menyambangi situs makam TMG Wiradikoeseomah yang merupakan Bupati Galuh Ciamis I, kemudian ke makam Rd Adipati Kusumahdinata III, Dr Adipati Natakoesoema dan Rd Adipati Surapraja yang merupakan Bupati Galuh periode tahun 1751-1811. Selanjutnya ke situs makam Rd Adipati Aria Panji Jayanagara Bupati Galuh Imbanagara tahun 1642-1678, terakhir ke makam Rd Adipati Angganapraja yang merupakan Bupati Galuh Imbanagara tahun 1678 yang berada di Majalaya Imbanagara Raya Ciamis.

Menurut Ketua Yayasan Galuh Imbanagara, R Enggan S Rahmat, Napak Tilas tersebut merupakan sebuah prosesi yang mengisahkan pindahnya pemerintahan Kerajaan Galuh di bawah pimpinan Rd Panji Aryajayanegara dari Nagara Tengah Cineam ke Barunai (Imbanagara) pada tanggal 12 Juni 1842. "Hari itu merupakan cikal bakal Kabupaten Ciamis, sekaligus dijadikan sebagai Hari Jadinya Kabupaten Ciamis," terangnya.

Sementara Kadis Parbud H Cu Herman mengingatkan agar warga Ciamis senantiasa tidak melupakan sejarah masa lampau. Serta diminta untuk turut serta menjaga kelestarian dan keutuhan nilai-nilai budaya sejarah Galuh. (ttm)

Page 2: kerajaan galuh (Galuh palace)

Kerajaan Sunda   Galuh

1. TARUSBAWA (670 – 723 M) Maharaja Tarusbawa kemudian mendirikan ibukota kerajaan yang baru, di daerah pedalaman dekat hulu Cipakancilan. Dalam cerita Parahiyangan, tokoh Tarusbawa ini hanya disebut dengan gelarnya: Tohaan di Sunda (Raja Sunda). Ia menjadi cikalbakal raja-raja Sunda dan memerintah sampai tahun 723 M. Karena putera mahkota wafat mendahului Tarusbawa, maka anak wanita dari putera mahkota (bernama Tejakancana) diangkat sebagai anak dan ahli waris kerajaan.Suami puteri inilah yang dalam tahun 723 menggantikan Tarusbawa menjadi Raja Sunda.

2. Sanjaya / Rakeyan Jamri / Prabu Harisdama (723 – 732M) Cicit Wretikandayun ini bernama Rakeyan Jamri. Sebagai penguasa Kerajaan Sunda ia dikenal dengan nama Prabu Harisdarma dan kemudian setelah menguasai Kerajaan Galuh ia lebih dikenal dengan Sanjaya. Ibu dari Sanjaya adalah SANAHA, cucu Maharani SIMA dari Kalingga, di Jepara. Ayah dari Sanjaya adalah Bratasenawa / SENA / SANNA, Raja Galuh ketiga, teman dekat Tarusbawa. Sena adalah cucu Wretikandayun dari putera bungsunya, Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M). Sena di tahun 716 M dikudeta dari tahta Galuh oleh PURBASORA. Purbasora dan Sena sebenarnya adalah saudara satu ibu, tapi lain ayah. Sena dan keluarganya menyelamatkan diri ke Pakuan, pusat Kerajaan Sunda, dan meminta pertolongan pada Tarusbawa. Ironis sekali memang, Wretikandayun, kakek Sena, sebelumnya menuntut Tarusbawa untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari Tarumanegara / Kerajaan Sunda.Dikemudian hari, Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh, dengan bantuan Tarusbawa, untuk melengserkan Purbasora. Setelah itu ia menjadi Raja Kerajaan Sunda Galuh. Sebagai ahli waris Kalingga, SANJAYA kemudian menjadi penguasa Kalingga Utara yang disebut Bumi MATARAM dalam tahun 732 M. Dengan kata lain, Sanjaya adalah penguasa Sunda, Galuh dan Kalingga / Kerajaan Mataram (Hindu). Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada puteranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan atau Rakeyan Panaraban.

3. Tamperan Barmawijaya / Rakeyan Panaraban (732 - 739 M) Ia adalah kakak seayah Rakai Panangkaran, Raja Kerajaan Mataram (Hindu) ke 2, putera Sanjaya dari Sudiwara puteri Dewasinga Raja Kalingga Selatan atau Bumi SAMBARA.

4. Rakeyan Banga (739-766 M).

5. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766-783 M).

6. Prabu Gilingwesi, menantu no. 5,(783-795 M).

7. Pucukbumi Darmeswara, menantu no. 6, (795-819 M).

8. Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus (819-891 M).

9. Prabu Darmaraksa (adik-ipar no. 8, 891 - 895 M).

10. Windusakti Prabu Dewageng (895 - 913 M).

11. Rakeyan Kemuning Gading Prabu Pucukwesi (913-916 M).

Page 3: kerajaan galuh (Galuh palace)

12. Rakeyan Jayagiri Prabu Wanayasa, menantu no. 11, (916-942 M).

13. Prabu Resi Atmayadarma Hariwangsa (942-954 M).

14. Limbur Kancana,putera no. 11,(954-964 M).

15. Prabu Munding Ganawirya (964-973 M).

16. Prabu Jayagiri Rakeyan Wulung Gadung (973 - 989 M).

17. Prabu Brajawisesa (989-1012 M).

18. Prabu Dewa Sanghyang (1012-1019M).

19. Prabu Sanghyang Ageng (1019 - 1030 M), berkedudukan di Galuh.

20. Prabu Detya Maharaja Sri Jayabupati (1030‚ - 1042 M ), berkedudukan di Pakuan. Pada masa itu Sriwijaya / orang Melayu menjadi momok yang menakutkan. Kerajaan Sunda Galuh untuk menghindari konflik dengan Sriwijaya, melakukan hubungan pernikahan antara raja ke 19, Prabu Sanghyang Ageng (Ayah dari Sri Jayabupati) dengan putri Sriwijaya. Jadi ibu Sri Jayabupati adalah seorang puteri Sriwijaya dan masih kerabat dekat Raja WURAWURI. Permaisuri Sri Jayabupati adalah puteri Dharmawangsa (adik Dewi LAKSMI isteri AIRLANGGA). Karena pernikahan tersebut Jayabupati mendapat anugerah gelar dari mertuanya (DHARMAWANGSA). Gelar itulah yang dicantumkannya dalam Prasasti Cibadak. Raja Sri Jayabupati pernah mengalami peristiwa tragis. Dalam kedudukannya sebagai Putera Mahkota Sunda keturunan Sriwijaya dan menantu Darmawangsa, ia harus menyaksikan permusuhan yang makin menjadi-jadi antara Sriwijaya dengan mertuanya (Dharmawangsa). Pada puncak krisis ia hanya menjadi ‘penonton’ dan terpaksa tinggal diam dalam kekecewaan karena harus ‘menyaksikan’ Darmawangsa diserang dan dibinasakan oleh raja Wurawuri atas dukungan Sriwijaya. Ia diberi tahu akan terjadinya serbuan itu oleh pihak Sriwijaya, akan tetapi ia dan ayahnya ‘diancam’ agar bersikap netral dalam hal ini. Serangan Wurawuri yang dalam Prasasti Calcuta disebut Pralaya itu terjadi tahun 1019 M. Sriwijaya sendiri musnah di tahun 1025 karena serangan Kerajaan Chola dari India. Tahun 1088, Kerajaan Melayu Jambi, menaklukan Sriwijaya, dan berkuasa selama dua ratus tahun. Dua abad kemudian, kedua kerajaan tersebut menjadi taklukan kerajaan Singhasari di era Raja Kertanegara, dengan mengirimkan Senopati Mahisa / Kebo / Lembu ANABRANG, dalam ekspedisi PAMALAYU 1 dan 2, dengan pertimbangan untuk mengamankan jalur pelayaran di selat Malaka yang sangat rawan Bajak Laut setelah runtuhnya Sriwijaya di tahun 1025. Mahisa Anabrang yang menikah dengan DARA JINGGA (anak dari Raja Kerajaan Melayu Jambi, MAULIWARMADHEWA), adalah ayah dari Adityawarman, pendiri Kerajaan Pagaruyung. Dara Jingga dikenal juga sebagai BUNDO KANDUANG dalam hikayat Kerajaan Pagaruyung atau Minangkabau. Mungkin istilah MINANG-KABAU berasal dari adanya KEBO (KEBO / Mahisa / Lembu ANABRANG) yang me-MINANG putri Raja Kerajaan Dharmasraya / Kerajaan Melayu Jambi.

21. Raja Sunda ke 21 berkedudukan di Galuh

22. Raja Sunda ke 22 berkedudukan di Pakuan

Page 4: kerajaan galuh (Galuh palace)

23. Raja Sunda ke 23 berkedudukan di Pakuan

24. Raja Sunda ke-24 memerintah di Galuh

25. PRABU GURU DHARMASIKSA, mula-mula berkedudukan di Saunggalah, kemudian pindah ke Pakuan.

26. RAKEYAN JAYADARMA, berkedudukan di Pakuan. Menurut PUSTAKA RAJYARAJYA i BHUMI NUSANTARA parwa II sarga 3: RAKEYAN JAYADARMA adalah menantu MAHISA CAMPAKA di Jawa Timur karena ia berjodoh dengan putrinya MAHISA CAMPAKA bernama DYAH SINGAMURTI alias DYAH LEMBU TAL. Mahisa Campaka adalah anak dari MAHISA WONGATELENG, yang merupakan anak dari KEN ANGROK dan KEN DEDES dari kerajaan SINGHASARI. Rakeyan Jayadarma dan Dyah Lembu Tal berputera SANG NARARYA SANGGRAMAWIJAYA atau lebih dikenal dengan nama RADEN WIJAYA (lahir di PAKUAN). Dengan kata lain, Raden Wijaya adalah turunan ke 4 dari Ken Angrok dan Ken Dedes. Karena Jayadarma wafat dalam usia muda, Lembu Tal tidak bersedia tinggal lebih lama di Pakuan. Akhirnya Wijaya dan ibunya diantarkan ke Jawa Timur. Dalam BABAD TANAH JAWI, Wijaya disebut pula JAKA SUSURUH dari PAJAJARAN yang kemudian menjadi Raja MAJAPAHIT yang pertama. Kematian Jayadarma mengosongkan kedudukan putera mahkota karena Wijaya berada di Jawa Timur. Jadi, sebenarnya, RADEN WIJAYA, Raja MAJAPAHIT pertama, adalah penerus sah dari tahta Kerajaan Sunda yang ke-27.

27. Prabu Ragasuci (1297 – 1303M) berkedudukan di Saunggalah dan dipusarakan di Taman, Ciamis. Ragasuci sebenarnya bukan putera mahkota karena kedudukanya itu dijabat kakaknya RAKEYAN JAYADARMA. Permaisuri Ragasuci adalah DARA PUSPA (Puteri Kerajaan Melayu) adik DARA KENCANA isteri KERTANEGARA, dari kerajaan SINGHASARI di Jawa Timur.

28. Prabu Citraganda (1303 – 1311 M), berkedudukan di Pakuan. Ketika wafat ia dipusarakan di Tanjung.

29. Prabu Lingga Dewata (1311 – 1333), berkedudukan di Kawali.

30. Prabu Ajiguna Wisesa (1333 - 1340), berkedudukan di Kawali, adalah menantu Prabu Lingga Dewata. Sampai tahun 1482 pusat pemerintahan tetap berada di sana. Bisa dikatakan bahwa tahun 1333 - 1482 adalah JAMAN KAWALI dalam sejarah pemerintahan di Jawa Barat dan mengenal 5 orang raja. Lain dengan Galuh, nama Kawali terabadikan dalam dua buah prasasti batu peninggalan PRABU RAJA WASTU yang tersimpan di “ASTANA GEDE” Kawali. Dalam prasasti itu ditegaskan “mangadeg di kuta Kawali” (bertahta di kota Kawali) dan keratonnya disebut SURAWISESA yang dijelaskan sebagai “Dalem sipawindu hurip” (keraton yang memberikan ketenangan hidup).

31. Prabu Maharaja Lingga Buana (1340 – 1357).

32. MANGKUBUMI SURADIPATI atau PRABU BUNISORA, adik Prabu Lingga Buana. Ada yang menyebut PRABU KUDA LALEAN. Dalam BABAD PANJALU disebut

Page 5: kerajaan galuh (Galuh palace)

PRABU BOROSNGORA. Selain itu ia pun dijuluki BATARA GURU di Jampang karena ia menjadi pertapa dan resi yang ulung).

33. Prabu Raja Wastu atau Niskala Wastu Kancana(1371-1475). Beliau adalah anak Prabu Lingga Buana, dinobatkan menjadi raja pada tahun 1371 pada usia 23 tahun. Permaisurinya yang pertama adalah LARA SARKATI puteri Lampung. Dari perkawinan ini lahir SANG HALIWUNGAN (setelah dinobatkan menjadi Raja Sunda bergelar PRABU SUSUKTUNGGAL). Permaisuri yang kedua adalah MAYANGSARI puteri sulung Bunisora atau Mangkubumi Suradipati. Dari perkawinan ini lahir NINGRAT KANCANA (setelah menjadi penguasa Galuh bergelar PRABU DEWA NISKALA). Setelah Wastu Kancana wafat tahun 1475, kerajaan dipecah dua diantara Susuktunggal dan Dewa Niskala dalam kedudukan sederajat. Politik kesatuan wilayah telah membuat jalinan perkawinan antar cucu Wastu Kencana. JAYADEWATA, putera Dewa Niskala mula-mula memperistri AMBETKASIH (puteri KI GEDENG SINDANGKASIH). Kemudian memperistri SUBANGLARANG (puteri KI GEDENG TAPA yang menjadi Raja Singapura). Subanglarang ini keluaran pesantren Pondok QURO di PURA, Karawang. Ia seorang wanita muslim murid SYEKH HASANUDIN yang menganut MAHZAB HANAFI. Pesantren Qura di Karawang didirikan tahun 1416 dalam masa pemerintahan Wastu Kancana. Subanglarang belajar di situ selama 2 tahun. Ia adalah nenek SYARIF HIDAYATULLAH. Kemudian memperistri KENTRING MANIK MAYANG SUNDA puteri Prabu Susuktunggal. Jadilah antara Raja Sunda dan Raja Raja Galuh yang seayah ini menjadi besan. Di tahun 1482, Prabu Dewa Niskala menyerahkan Tahta Kerajaan Galuh kepada puteranya Jayadewata. Demikian pula dengan Prabu Susuktungal yang menyerahkan Tahta Kerajaan Sunda kepada menantunya ini (Jayadewata). Dengan peristiwa yang terjadi tahun 1482 itu, kerajaan warisan Wastu Kencana berada kembali dalam satu tangan. JAYADEWATA memutuskan untuk berkedudukan di Pakuan sebagai “Susuhunan” karena ia telah lama tinggal di sini menjalankan pemerintahan sehari-hari mewakili mertuanya. Sekali lagi Pakuan menjadi pusat pemerintahan. Jaman Pajajaran diawali oleh pemerintahan Ratu Jayadewata yang bergelar Sri Baduga Maharaja yang memerintah selama 39 tahun (1482 - 1521). Pada masa inilah Pakuan mencapai puncak perkembangannya.

Raja-Raja Sunda yang menjadi Raja di Mataram dan Majapahit

Jadi ada dua penerus sah dari tahta KERAJAAN SUNDA yang menjadi raja besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

34. Sanjaya / Rakeyan Jamri / Prabu Harisdama, raja ke 2 Kerajaan Sunda (723 – 732M), menjadi raja di Kerajaan Mataram (Hindu) (732 - 760M). Ia adalah pendiri Kerajaan Mataram Kuno, dan sekaligus pendiri Wangsa Sanjaya.

35. Raden Wijaya , penerus sah Kerajaan Sunda ke – 27, yang lahir di Pakuan, menjadi Raja Majapahit pertama (1293 – 1309 M).

Page 6: kerajaan galuh (Galuh palace)

Wiki: Kerajaan Galuh (1/2)

Kerajaan Galuh adalah suatu kerajaan Sunda di pulau Jawa, yang wilayahnya terletak antara Sungai Citarum di sebelah barat dan Sungai Cipamali di sebelah timur. Kerajaan ini adalah penerus dari kerajaan Kendan, bawahan Tarumanagara.

Sejarah mengenai Kerajaan Galuh ada pada naskah kuno Carita Parahiyangan, suatu naskah berbahasa Sunda yang ditulis pada awal abad ke-16. Dalam naskah tersebut, ceritera mengenai Kerajaan Galuh dimulai waktu Rahiyangta ri Medangjati yang menjadi raja resi selama lima belas tahun. Selanjutnya, kekuasaan ini diwariskan kepada putranya di Galuh yaitu Sang Wretikandayun.

Saat Linggawarman, raja Tarumanagara yang berkuasa dari tahun 666 meninggal dunia di tahun 669, kekuasaan Tarumanagara jatuh ke Tarusbawa, menantunya dari Sundapura, salah satu wilayah di bawah Tarumanagara. Karena Tarubawa memindahkan kekuasaan Tarumanagara ke Sundapura, pihak Galuh, dipimpin oleh Wretikandayun (berkuasa dari tahun 612), memilih untuk berdiri sebagai kerajaan mandiri. Adapun untuk berbagi wilayah, Galuh dan Sunda sepakat menjadikan Sungai Citarum sebagai batasnya.

Sungai Citarum menjadi pembatas antara Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.

1. Kerajaan kembar

Wretikandayun punya tiga anak lelaki: Rahiyang Sempakwaja (menjadi resiguru di Galunggung), Rahiyang Kidul (jadi resi di Denuh), dan Rahiyang Mandiminyak. Setelah menguasai Galuh selama sembilan puluh tahun (612-702), Wretikandayun diganti oleh Rahiyang Mandiminyak, putra bungsunya, sebab kedua kakaknya menjadi resiguru.

Dari Nay Pwahaci Rababu, Sempakwaja mempunyai dua anak: Demunawan dan Purbasora. Akibat tergoda oleh kecantikan iparnya, Mandiminyak sampai terseret ke perbuatan nista, sampai melahirkan Sena (atau Sang Salah). Sedangkan dari istrinya, Dewi Parwati, putra dari Ratu Sima dan Raja Kartikeyasingha, Mandiminyak mempunyai putra perempuan yang bernama Sannaha. Sannaha dan Sena lantas menikah, dan mempunyai putra yang bernama Rakryan Jambri (atau disebut Sanjaya).

Page 7: kerajaan galuh (Galuh palace)

Kakuasaan Galuh yang diwariskan pada Mandiminyak (702-709), kemudian diteruskan oleh Sena. Karena merasa punya hak mahkota dari Sempakwaja, Demunawan dan Purbasora merebut kekuasaan Galuh dari Sena (tahun 716). Akibat terusir, Sena dan keluarganya lantas mengungsi ke Marapi di sebelah timur, dan menikah dengan Dewi Citrakirana, putra dari Sang Resi Padmahariwangsa, raja Indraprahasta.

2. Kabupaten Galuh Ciamis, Kejayaan Jaman Kangjeng Prebu

Kangjeng Prebu sebagai Bupati Galuh yang keenambelas ini paling ternama. Ia mempunyai ilmu yang tinggi dan merupakan bupati pertama di wilayah itu yang bisa membaca huruf latin. Memerintah dengan adil disertai dengan kecintaannya pada rakyat. Empat puluh tujuh tahun lamanya Raden Adipati Aria Kusumadiningrat memimpin Galuh Ciamis (1839-1886).

Pemerintah kolonial saat itu sedang menjalankan Tanam Paksa. Sebetulnya di tatar Priangan sejak tahun 1677 sudah dilaksanakan juga apa yang disebut Preangerstelsel atau sistim Priangan yang berkaitan dengan komoditi kopi. Sampai sekarang terabadikan dalam lagu yang berurai air mata yang bunyinya "Dengkleung dengdek, buah kopi raranggeuyan. Ingkeun saderek, ulah rek dihareureuyan", gambaran seorang wanita yang sedih berkepanjangan karena ditinggal pujaan hati bekerja dalam tanam paksa. Dari Preangerstelsel, di tempat lain dimekarkan menjadi Culturstelsel. Jelas di Kabupaten Galuh ini bukan cuma komoditi kopi yang dipaksa harus ditanam olah rakyat, tapi juga nila. Proyek nila ini menimbulkan insiden Van Pabst yang menyebabkan Bupati Ibanagara dicopot dari jabatannya.

2. 1. Mulai Berkebun Kelapa

Tentu saja Kangjeng Prebu bersedih hati dan prihatin menyaksikan rakyatnya dipaksa harus menanam kopi dan nila, sementara hasilnya diambil oleh Belanda. Rakyat hanya kebagian mandi keringatnya, cuma kebagian repotnya saja, meninggalkan anak, isteri, dan keluarga, sehari-hari hanya mengurus kebun kopi dan teh. Di jaman tanam paksa kopi inilah saat kelahiran tembang sedih Dengkleung Dengdek. Tertulis dalam majalah Mangle, almarhum Kang Pepe Syafe'i R. A. diminta berceritera saat bersantai di perkebunan Sineumbra di Bandung selatan. Saat itu administratur Mangle adalah Max Salhuteru yang penuh perhatian pada kehidupan budaya tradisional Sunda. Pepe Syafe'i didaulat untuk menceriterakan sejarah lahirnya tembang dramatis Deungkleung Dengdek oleh administratur itu.

Kangjeng Prebu sendiri menangis dalam hati, tidak tega menyaksikan rakyat tersiksa oleh pemerintah kolonial. Untuk mengurangi nestapa rakyat, agar selama bekerja tanam paksa tidak sampai perasaan kehilangan kerabat itu mengharu biru setiap waktu, dilakukanlah pembangunan berupa pembuatan beberapa saluran air dan bendungan, yang sekarang disebut saluran tersier dan sekunder termasuk dam yang kokoh. Sampai kini masih ada saluran air Garawangi yang dibangun tahun 1839, Cikatomas tahun 1842, Tanjungmanggu yang lebih terkenal dengan sebutan Nagawiru (berarti Naga biru) dibangun tahun 1843, dan saluran air Wangunreja tahun 1862.

Selanjutnya bupati yang kaya akan ilmu pengetahuan dan tidak bisa tidur sebelum berbakti pada rakyat itu membuka lahan persawahan baru dan kebun kelapa di berbagai tempat. Malah untuk

Page 8: kerajaan galuh (Galuh palace)

sosialisasi kelapa, setiap pengantin lelaki saat seserahan diwajibkan untuk membawa tunas kelapa, yang selanjutnya harus ditanam di halaman rumah tempat mereka mengawali perjalanan bahtera rumah tangga.

Dari jaman Kangjeng Prebu, perkebunan kelapa di Galuh Ciamis menjadi sangat subur, dengan produksinya yang menumpuk (ngahunyud) di setiap pelosok kampung. Dalam waktu tak terlalu lama, Ciamis tersohor menjadi gudang kelapa paling makmur di Priangan timur. Banyak pabrik minyak kelapa didirikan oleh para pengusaha, terutama Cina. Yang paling tersohor adalah Gwan Hien, yang oleh lidah orang Galuh menjadi Guanhin. Lalu pabrik Haoe Yen dan pabrik di Pawarang yang terkenal disebut Olpado (Olvado). Olpado ini musnah tertimpa bom saat Galuh dibombadir oleh Belanda. Guanhin juga tinggal nama, demikian juga yang lainnya. Saat ini, minyak kelapa terdesak oleh minyak kelapa sawit dan minyak goreng jenis lainnya.

2. 2. Sekolah Sunda

Dari tahun 1853 Kangjeng Prebu tinggal di keraton Selagangga yang dibuat dari kayu Jati yang kokoh. Luas lahan tempat keraton itu berdiri adalah satu hektar, dengan kolam ikan, air mancur, dan bunga-bunga di pinggirnya. Di bagian lain dari keraton, ada kaputren, tempat para putri Bupati. Di komplek keraton juga ada mesjid. Tahun 1872 di komplek keraton ini dibangun Jambansari dan pemakaman keluarga Bupati. Di sebelah timur pemakaman ada situ yang sangat dikeramatkan. Dulu tidak ada yang berani melanggarnya, orang Galuh percaya air situ itu mengandung khasiat seperti yang dituliskan oleh Kangjeng Prebu dalam guguritan yang dibuatnya, "Jamban tinakdir Yang Agung, caina tamba panyakit, amal jariah kaula, bupati Galuh Ciamis, Aria Kusumahdiningrat, medali mas pajeng kuning." Artinya kurang lebih, "Jamban takdir dari Yang Agung, airnya penyembuh penyakit, amal jariah saya, bupati Galuh Ciamis, Aria Kusumahdiningrat, medali mas pajeng kuning."

Menurut para menak Galuh jaman sekarang, terutama keturunan Kangjeng Prebu, jaman dulu guguritan yang disusun dalam pupuh Kinanti ini suka dinyanyikan oleh anak-anak sekolah rakyat. Selain bangunan untuk kepentingan keluarga Bupati, Kanjeng Prebu juga membangun gedung-gedung pemerintahan dan sarana lainnya. Antara tahun 1859 sampai 1877 pembangunan berlangsung tanpa henti. Diawali dengan dibangunnya gedung pemerintahan kabupaten yang megah, tepatnya di gedung DPRD sekarang, menghadap utara. Lantas gedung untuk Asisten Residen, yang sekarang menjadi gedung negara atau gedung kabupaten, sekaligus tempat tinggal Bupati sekeluarga. Bangunan lainnya adalah markas militer, rumah pemasyarakatan, mesjid agung, gedung kantor telepon.

Tampaknya Kangjeng Prebu sama sekali tidak melupakan satu pun kepentingan masyarakat. Pendidikan diutamakan oleh Bupati yang mahir berbahasa Perancis ini. Untuk pendidikan putera-puteranya dan kadang keluarga Bupati, sengaja dipanggil guru Belanda J.A.Uikens dan J. Blandergroen ke kantor kabupaten untuk mengajarkan membaca dan berbicara bahasa Belanda. Tahun 1862, Kangjeng Dalem mendirikan Sekolah Sunda. Tahun 1874, Sekolah Sunda yang kedua berdiri di Kawali. Sekolah-sekolah ini merupakan sekolah pertama di Tatar Sunda.

Dalam upaya menyebarkan agama Islam, Kangjeng Prebu mempunyai cara-cara tersendiri. Terutama dalam upaya menghilangkan kepercayaan sebagian masyarakat yang masih

Page 9: kerajaan galuh (Galuh palace)

menyimpan sesembahan berupa arca batu setinggi manusia. Kangjeng Prebu sengaja suka mengadakan silaturahmi dan pengajian dengan mengajak serta masyarakat.

Dalam kumpulan seperti itulah ia mengajak rakyatnya supaya mereka setiap akan pergi ke pengajian dan perkumpulan, membawa arca yang ada di rumahnya masing-masing. "Kita satukan dengan arca kepunyaan saya," katanya. Rakyat setuju saja diminta membawa arca seperti itu dan dengan jujur mengakui bahwa di rumahnya memiliki arca. Dengan demikian, tanpa memakan waktu yang lama, sudah tidak ada lagi arca yang disimpan di rumah-rumah rakyat. Masyarakat beribadah dengan sungguh-sungguh memuji keagungan Alloh. Islam mekar memancar seputaran Galuh. Sementara arca-arca yang dikumpulkan rakyat, ditumpuk begitu saja di Jambansari. Sekelilingnya ditanami pepohonan yang rimbun. Itu sebabnya sampai sekarang banyak arca di pemakaman Kangjeng Prebu di Selagangga.

Kangjeng Prebu merupakan Bupati pertama di Tatar Sunda yang bisa membaca aksara latin, juga mempunyai ilmu kebatinan yang tinggi. Menurut ceritera yang berkembang di masyarakat Galuh Ciamis, Kangjeng Prebu juga menguasai makhluk gaib yang di Ciamis terkenal disebut onom. Tahun 1861, jalan kereta api akan dibuka untuk melancarkan hubungan antar warga, dari Tasikmalaya ke Manonjaya, Cimaragas, Banjar, terus sampai Yogyakarta. Kangjeng Prebu segera mengajukan permohonan, supaya jalan kereta api bisa melewati kota Galuh, pusat kabupaten, dan bukannya melewati Cimaragas - Manonjaya. Biaya pembuatannya memang jadi membengkak sebab perlu dibuat jembatan yang panjang di Cirahong dan Karangpucung. Tetapi akhirnya Belanda menerima permohonan itu. Walaupun stasiun yang dibangun Belanda kini sudah tua, tapi Ciamis sampai kini dilewati jalan kereta api, diantaranya kereta api Galuh.

Tahun 1886 Kangjeng Prebu lengser kaprabon, jabatannya dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Adipati Aria Kusumasubrata. Tapi walaupun sudah pensiun, Kangjeng Prebu tidak hanya mengaso sambil ongkang-ongkang kaki di kursi goyang. Ia masih terus berbenah dan membangun Galuh Ciamis. Masih di jamannya berkuasa, Undang-undang Agraria mulai dipakai, tepatnya tahun 1870. Oleh sebab itu, di Galuh Ciamis banyak perkebunan swasta, diantaranya Lemah Neundeut, Bangkelung, Gunung Bitung, Panawangan, Damarcaang, dan Sindangrasa.

Tahun 1915 Kabupaten Galuh secara resmi masuk ke Karesidenan Priangan, dan sebutannya menjadi Kabupaten Ciamis. Tanggal 1 Januari 1926 Pulau Jawa dibagi menjadi tiga provinsi, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jawa Barat dibagi menjadi lima karesidenan, 18 Kabupaten dan enam kotapraja. Ciamis selanjutnya masuk ke Karesidenan Priangan Timur.

Di lokasi keraton Selagangga, Kangjeng Prebu juga membuat mesjid megah. Orang yang dipercayai untuk mengurus dan menghidupkannya adalah Haji Abdul Karim. Untuk pemekaran agama Islam, Bupati Galuh memerintahkan para Kepala Desa supaya di tiap desanya didirikan mesjid, selain untuk ibadah secara umum, juga untuk anak-anak dan remaja belajar mengaji dan ilmu agama. Pendeknya untuk membangun mental spiritual masyarakat. Masjid Selagangga sangat ramai dikunjungi para remaja.

2. 3. Peninggalan Kangjeng Prebu

Page 10: kerajaan galuh (Galuh palace)

Namun kini yang ada hanya tinggal makam keluarga dan Jambansari yang tinggal secuil. Situ yang dulu ada di sebelah barat telah tiada bekasnya barang sedikitpun. Padahal dulu ada dua situ, di sebelah barat dan timur. Sekarang sudah berubah menjadi perkampungan. Tanah yang dulu menjadi milik anak dan cucu Snouck Hurgronje, sebelah timur tapal batas dengan Jambansari, kini juga sudah menjadi perkampungan.

Pemakaman Kangjeng Prebu sampai sekarang masih diurus dan dipelihara oleh Yayasan yang dipimpin oleh Toyo Djayakusuma. Sementara waktu ke belakang, sempat terlantar kurang terurus karena tiadanya biaya. Jambansari hampir hilang terkubur ilalang. Maka didatangilah rumah keluarga Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia di Jakarta yang saat itu dijabat Ir. Radinal Muchtar. Oleh keluarga itu kemudian dilakukan pembenahan dan perbaikan serta diangkat lagi martabatnya. Kebetulan isteri dari Radinal masih menak Galuh Ciamis, keturunan Kangjeng Prebu. Jadi masih merasa perlu bertanggungjawab untuk memelihara pemakanam dan komplek Jambansari yang oleh rakyat Galuh sangat dimulyakan.

Ada yang sedikit menggores ke dalam rasa dari orang Galuh Ciamis, terutama yang bertempat tinggal di Jalan Selagangga, seputaran komplek pemakanan dan Jambansari, yaitu saat Jalan Selagangga diganti namanya menjadi Jalan K.H. Ahmad Dahlan mengikuti nama pimpinan Nahdlatul Ulama. Oleh sebab itu orang Galuh tetap menyebutnya Selagangga, sebab di situ ada peninggalan Kangjeng Prebu yang dirasa telah besar jasanya dalam sejarah Galuh Ciamis. Tanpa mengurangi rasa hormat pada Ahmad Dahlan, mereka meminta bupati untuk mengembalikan nama Jalan Selagangga untuk mengenang Kanjeng Prebu yang memiliki keraton di tempat itu, memimpin Galuh dari sana, bahkan dimakamkannya juga di pemakaman Sirnayasa (Jambansari) Selagangga. Mereka merasa tak melihat adanya alasan yang bisa diterima bila Jalan Selagangga harus berganti nama.

3. Peninggalah Kerajaan Galuh

Keberadaan Kerajaan Galuh diketahui melalui sumber-sumber sejarah baik yang berupa prasasti, candi maupun artefak lainnya.

Candi Cangkuang, salah satu warisan dari Kerajaan Galuh

3. 1. Prasasti dari masa Kerajaan Galuh

Prasasti Mandiwunga Prasasti Cikajang

Prasasti Rumatak

Prasasti Galuh

Page 11: kerajaan galuh (Galuh palace)

3. 2. Kepurbakalaan peninggalan Kerajaan Galuh

No. Kawasan Situs Artefak Koordinat1. Sumedang Gunung Tampomas

(Cimalaka)Teras berundak 108°05’BT, 06°47’LS,

±1020m dplBatu KukusPabeasan

Astanagede (Darmaraja) Teras Berundak 108°05’BT, 06°53’LS, ±230m dpl

Embah JalulLembu AgungDalem Demang

Astana Cipeueut (Darmaraja)

Teras berundak 108°05’BT, 06°53’LS, ±230m dpl

2. Garut Cangkuan (Pulo-Leles) Struktur bangunan 107°55’BT, 07°06’LS, ±704m dpl

arca Nandi, Siwa,SiwaguruNeolitikMegalitik

Ranca Gabus (Cibeureum)

Teras Berundak (di 8 bukit)

107°57’BT, 07°07’LS, ±702m dpl

Pasir Lulumpang (13 teras)Pasir Kiarapayung (10 teras)Pasir Tengah (15 teras)Pasir Kolecer (13 teras)Pasir Astaria (19 teras)Pasir Luhur (15 teras)Pasir Gintung (12 teras)Pasir Tunjung (19 teras)

3. Tasik Malaya Indihiyang struktur bangunan 108°12’BT, 07°11’LS, ±420m dpl

Sisa fondasiLingga-yoniLumpang, umpakBatu

4. Ciamis Batu Kalde (Pangandaran)

struktur bangunan 108°39’BT, 07°34’LS, ±03m dpl

Kanduruan (Batulawang-Banjar)

serakan batu 108°32’ BT, 07°24’LS, ±43m dpl

Page 12: kerajaan galuh (Galuh palace)

MenhirStone-Cist

Kalipucang struktur batu 108°45’BT, 07°39’LS, ±50m dpl

Arca yoni, NandiLingga

Ronggeng struktur bangunan 108°29’BT, 07°24’LS, ±98m dpl

Lingga, Yoni, NandiKarang Kamulyan (Cisaga)

Batu Pangcalikan 108°29’BT, 07°21’LS, ±40m dpl

Sanghiyang BedilPanyambungan HayamLamban PeribadatanCikahuripanPanyandaanSri Bagawat PohaciPamangkonanMakam Adipati Panaekan

Gunung Padang (Cikoneng)

Teras berundak (5 teras)

108°16’BT, 07°17’LS, ±430m dpl

Mata airKawali (Kawali) Teras berundak (5

teras)108°23’BT, 07°11’LS, ±415m dpl

Prasasti batu (6 prasasti)Batu TapakBatu PangeunteunganBatu PanyandaanBatu PanyandunganSejumla besar menhirKerakal andesit

5. Kuningan (Ciniru)

Sukasari Lapik persegi 108°30' BT, 07° 03' LS, ± 310 m dpl

Yoni,LumpangSusukan (Ciawigebang) Lapik persegi 108°34'BT, 06° 57' LS, ±

303 m dplYoni, meja batu (?)

Ciarca (Darma) serakan batu 108° 25' BT, 06° 58' LS, ± 945 m dpl

Lapik, Yonimenhir

Page 13: kerajaan galuh (Galuh palace)

Hululingga Teras berundak 108° 25' BT, 06° 58' LS, ± 945 m dpl

Bojong Galuh Karangkamulyan - Ciung Wanara

Monday, 9 October 2006 by Mira

Jam istirahat di kantor ini berhubung bulan puasa, dan tidak berminat untuk jalan-jalan ke mall atau pasar, Saya membaca beberapa buku yang saya bawa dari rumah diterbitkan oleh Seksi Kebudayaan Kandepdikbud Kabupaten Ciamis milik ibu saya.  Beberapa yang saya baca yaitu tentang Kerajaan Galuh,  Situs Karangkamulyan, Raja dan Bupati Galuh keturunan Prabu Haur Kuning, dan tentang Karesmen Adat Jatukrami di Tatar Galuh Ciamis.

Acara baca-baca buku ini karena beberapa kali saya menemukan kecap konci ke blog saya berkaitan dengan Ciung Wanara,  menjadikan saya  ingin menceritakan kembali apa yang saya baca dari buku-buku tersebut.   

Situs Karang Kamulyan dipercaya masyarakat Ciamis sebagai peninggalan kerajaan Galuh di jaman Ciung Wanara atau Sang Manarah. Menilik nama Galuh sendiri selain nama kerajaan, artinya adalah Permata,  sehingga ada pula istilah ilmu yang disebut ilmu kegaluhan yang berarti permata kehidupan  yang berada di tengah hati.  Dalam bahasa Sunda istilahnya adalah Galuh Galeuhna Galih..

Situs Karangkamulyan sendiri terletak di daerah antara Ciamis dan Banjar.  Jaraknya sekitar 17 Km ke arah timur dari ibu kota Kabupaten Ciamis.  Luasnya sekitar 25 Ha, tempatnya sejuk dan nyaman dan mudah dicapai. Sehingga menjadi obyek wisata untuk di daerah Ciamis.  Di tempat tersebut terdapat peninggalan sejarah berupa batu putih bertingkat berbentuk segi empat yang masuk pada golongan yoni, disebut Pelinggih atau Pengcalikan. Konon batu ini tempa singgasana Raja Galuh yang dijaga tujuh benteng pertahanan. benteng pertama terletak di Desa Karangkamulyan, sedangkan benteng ke tujuh tepat di pintu tempat batu Pangcalikan berada.  Benteng ini merupakan tempat pemeriksaaan atas orang yang hendak menghadap raja.

Di kompleks Karangkamulyan ini juga terdapat tempat yang disebut Sang Hyang Bedil berupa dua buah batu menhir, lalu tempat Panyabungan ayam berupa ruang terbuka yang dianggap sebagai tempat Ciung Wanara menyabungkan ayamnya dengan ayam raja saat itu, dan batu Panyandaan berupa menhir dan dolmen dimana menurut cerita adalah tempat Dewi Naganingrum melahirkan Ciung Wanara.

Banyak versi berupa dongeng yang saya baca tentang Ciung Wanara. Berikut yang saya kutip adalah cerita ringkas tanpa tambahan tentang telur ayam yang dierami ular naga bernama Nagawiru dan sebagainya tentang kesaktian atau hal yang ajaib, karena menurut saya cerita demikian adalah dongeng untuk menambah serunya suatu cerita. Tapi mungkin lain kali akan saya tulis kembali di blog ini versi dongengnya.

Page 14: kerajaan galuh (Galuh palace)

Sang Manarah atau juga disebut Ciung Wanara, atau Prabu Suratama, atau Prabu Jayaprakasa Mandaleswara Salakabuwana memerintah di Galuh tahun 739 - 783 Masehi.  Ia adalah putera Prabu Adimulya Permanadikusuma yang terbunuh oleh utusan Tamperan, Tamperan adalah Patih yang dititipi kerajaan selama pergi Sang Permana pergi bertapa. Ibu Ciung Wanara adalah Dewi Pohaci Naganingrum cucu Balangantrang, dan Naganingrum menjadi istri kedua Tamperan setelah suaminya meninggal. Tamperan sendiri dari istri kedua Sang Permanadikusuma - Dewi Pangrenyep, memperoleh putera bernama Banga, atau Hariang Banga, atau disebut juga Rakeyan Banga.

Masa kecil Ciung Wanara diceritakan dibesarkan oleh kakeknya Balangantrang.  Setelah dewasa, Ciung Wanara dijodohkan dengan cicit Demunawan bernama Dewi Kancana Wangi, dan dikaruniai puteri yang bernama Purbasari yang kelak menikah dengan Sang Manistri atau Lutung Kasarung. 

Dalam usahanya merebut kerajaan Galuh dari tangan Sang Tamperan, Ciung Wanara dibantu oleh Aki Balangantrang yang mahir dalam urusan peperangan dan kenegaraan bersama pasukan Geger Sunten.  Perebutan kerajaan atau coup d’etat ini diperhitungkan dengan matang yaitu pada saat diselenggarakannya permainan sabung ayam yang sedang menjadi kegemaran di kerajaan tersebut.  Sehingga perebutan kekuasaan ini berlangsung dengan mudah, dan Ciung Wanara memperoleh kemenangan gemilang.

Kerajaan sendiri akhirnya dibagi dua menjadi Kerajaan Sunda untuk Hariang Banga, dan Kerajaan Galuh dipimpin oleh Ciung Wanara. Hariang Banga sendiri menikah cucu Resi Demunawan yang lain yaitu dengan adik Kancana Wangi  yang bernama Kancana Sari.

Ciung Wanara diriwayatkan memerintah selama 44 tahun, dengan wilayah dari Banyumas sampai dengan Citarum, selanjutnya setalah Sang Manarah melakukan manurajasuniya - mengakhiri hidup dengan bertapa, maka selanjutnya kerajaan dipimpin oleh Sang Manistri atau Lutung Kasarung, menantunya.

Kerajaan Sunda

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari

Page 15: kerajaan galuh (Galuh palace)

Wilayah bekas Kerajaan Sunda

Kerajaan Sunda (669-1579 M), menurut naskah Wangsakerta merupakan kerajaan yang berdiri menggantikan kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Sunda didirikan oleh Tarusbawa pada tahun 591 Caka Sunda (669 M). Menurut sumber sejarah primer yang berasal dari abad ke-16, kerajaan ini merupakan suatu kerajaan yang meliputi wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Banten, Jakarta, Provinsi Jawa Barat , dan bagian barat Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan naskah kuno primer Bujangga Manik (yang menceriterakan perjalanan Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda yang mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di Pulau Jawa dan Bali pada awal abad ke-16), yang saat ini disimpan pada Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627), batas Kerajaan Sunda di sebelah timur adalah Ci Pamali ("Sungai Pamali", sekarang disebut sebagai Kali Brebes) dan Ci Serayu (yang saat ini disebut Kali Serayu) di Provinsi Jawa Tengah.

Tome Pires (1513) dalam catatan perjalanannya, Suma Oriental (1513 – 1515), menyebutkan batas wilayah Kerajaan Sunda di sebelah timur sebagai berikut:

“Sementara orang menegaskan bahwa kerajaan Sunda meliputi setengah pulau Jawa. Sebagian orang lainnya berkata bahwa Kerajaan Sunda mencakup sepertiga Pulau Jawa ditambah seperdelapannya lagi. Katanya, keliling Pulau Sunda tiga ratus legoa. Ujungnya adalah Ci Manuk.

”Menurut Naskah Wangsakerta, wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga daerah yang saat ini menjadi Provinsi Lampung melalui pernikahan antara keluarga Kerajaan Sunda dan Lampung. Lampung dipisahkan dari bagian lain kerajaan Sunda oleh Selat Sunda.

Daftar isi

[sembunyikan]

1 Hubungan Kerajaan Sunda dengan Eropa

Page 16: kerajaan galuh (Galuh palace)

2 Sejarah

3 Kerajaan kembar

4 Raja-raja Kerajaan Sunda

5 Rujukan

[sunting] Hubungan Kerajaan Sunda dengan Eropa

Kerajaan Sunda sudah lama menjalin hubungan dagang dengan bangsa Eropa saperti Inggris, Perancis dan Portugis. Kerajaan Sunda malah pernah menjalin hubungan politik dengan bangsa Portugis. Dalam tahun 1522, Kerajaan Sunda menandatangani Perjanjian Sunda-Portugis yang membolehkan orang Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kelapa. Sebagai imbalannya, Portugis diharuskan memberi bantuan militer kepada Kerajaan Sunda dalam menghadapi serangan dari Demak dan Cirebon (yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda).

[sunting] Sejarah

Sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri, Sunda merupakan bawahan Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang terakhir, Sri Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi (memerintah hanya selama tiga tahun, 666-669 M), menikah dengan Déwi Ganggasari dari Indraprahasta. Dari Ganggasari, beliau memiliki dua anak, yang keduanya perempuan. Déwi Manasih, putri sulungnya, menikah dengan Tarusbawa dari Sunda, sedangkan yang kedua, Sobakancana, menikah dengan Dapuntahyang Sri Janayasa, yang selanjutnya mendirikan kerajaan Sriwijaya. Setelah Linggawarman meninggal, kekuasaan Tarumanagara turun kepada menantunya, Tarusbawa. Hal ini menyebabkan penguasa Galuh, Wretikandayun (612-702) memberontak, melepaskan diri dari Tarumanagara, serta mendirikan Galuh yang mandiri. dari pihak Tarumanagara sendiri, Tarusbawa juga menginginkan melanjutkan kerajaan Tarumanagara. Tarusbawa selanjutnya memindahkan kekuasaannya ke Sunda, sedangkan Tarumanagara diubah menjadi bawahannya. Beliau dinobatkan sebagai raja Sunda pada hari Radite Pon, 9 Suklapaksa, bulan Yista, tahun 519 Saka (kira-kira 18 Mei 669 M). Sunda dan Galuh ini berbatasan, dengan batas kerajaanya yaitu sungai Citarum (Sunda di sebelah barat, Galuh di sebelah timur).

[sunting] Kerajaan kembar

Putera Tarusbawa yang terbesar, Rarkyan Sundasambawa, wafat saat masih muda, meninggalkan seorang anak perempuan, Nay Sekarkancana. Cucu Tarusbawa ini lantas dinikahi oleh Rahyang Sanjaya dari Galuh, sampai mempunyai seorang putera, Rahyang Tamperan. Saat Tarusbawa meninggal (tahun 723), kekuasaan Sunda jatuh ke Sanjaya, yang di tahun itu juga berhasil merebut kekuasaan Galuh dari Rahyang Purbasora (yang merebut kekuasaan Galuh dari ayahnya, Bratasenawa/Rahyang Séna). Oleh karena itu, di tangan Sanjaya, Sunda dan Galuh bersatu kembali. Untuk meneruskan kekuasaan ayahnya yang menikah dengan puteri raja Keling

Page 17: kerajaan galuh (Galuh palace)

(Kalingga), tahun 732 Sanjaya menyerahkan kekuasaan Sunda-Galuh ke puteranya, Tamperan. Di Keling, Sanjaya memegang kekuasaan selama 22 tahun (732-754), yang kemudian diganti oleh puteranya dari Déwi Sudiwara, Rarkyan Panangkaran.

Rahyang Tamperan berkuasa di Sunda-Galuh selama tujuh tahun (732-739), lalu membagi kekuasaan pada dua puteranya: Sang Manarah (dalam carita rakyat disebut Ciung Wanara) di Galuh serta Sang Banga (Hariang Banga) di Sunda. Sang Banga (Prabhu Kertabhuwana Yasawiguna Hajimulya) menjadi raja selama 27 tahun (739-766), tapi hanya menguasai Sunda dari tahun 759.

Dari Déwi Kancanasari, keturunan Demunawan dari Saunggalah, Sang Banga mempunyai putera, bernama Rarkyan Medang, yang kemudian meneruskan kekuasaanya di Sunda selama 17 tahun (766-783) dengan gelar Prabhu Hulukujang. Karena anaknya perempuan, Rakryan Medang mewariskan kekuasaanya kepada menantunya, Rakryan Hujungkulon atau Prabhu Gilingwesi (dari Galuh, putera Sang Mansiri), yang menguasai Sunda selama 12 tahun (783-795). Karena Rakryan Hujungkulon inipun hanya mempunyai anak perempuan, maka kekuasaan Sunda lantas jatuh ke menantunya, Rakryan Diwus (dengan gelar Prabu Pucukbhumi Dharmeswara) yang berkuasa selama 24 tahun (795-819). Dari Rakryan Diwus, kekuasaan Sunda jatuh ke puteranya, Rakryan Wuwus, yang menikah dengan putera dari Sang Welengan (raja Galuh, 806-813). Kekuasaan Galuh juga jatuh kepadanya saat saudara iparnya, Sang Prabhu Linggabhumi (813-842), meninggal dunia. Kekuasaan Sunda-Galuh dipegang oleh Rakryan Wuwus (dengan gelar Prabhu Gajahkulon) sampai ia wafat tahun 891.

Sepeninggal Rakryan Wuwus, kekuasaan Sunda-Galuh jatuh ke adik iparnya dari Galuh, Arya Kadatwan. Hanya saja, karena tidak disukai oleh para pembesar dari Sunda, ia dibunuh tahun 895, sedangkan kekuasaannya diturunkan ke putranya, Rakryan Windusakti. Kekuasaan ini lantas diturunkan pada putera sulungnya, Rakryan Kamuninggading (913). Rakryan Kamuninggading menguasai Sunda-Galuh hanya tiga tahun, sebab kemudian direbut oleh adikna, Rakryan Jayagiri (916). Rakryan Jayagiri berkuasa selama 28 tahun, kemudian diwariskan kepada menantunya, Rakryan Watuagung, tahun 942. Melanjutkan dendam orangtuanya, Rakryan Watuagung direbut kekuasaannya oleh keponakannya (putera Kamuninggading), Sang Limburkancana (954-964). Dari Limburkancana, kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan oleh putera sulungnya, Rakryan Sundasambawa (964-973). Karena tidak mempunyai putera dari Sundasambawa, kekuasaan tersebut jatuh ke adik iparnya, Rakryan Jayagiri (973-989).

Rakryan Jayagiri mewariskan kekuasaannya ka puteranya, Rakryan Gendang (989-1012), dilanjutkan oleh cucunya, Prabhu Déwasanghyang (1012-1019). Dari Déwasanghyang, kekuasaan diwariskan kepada puteranya, lalu ke cucunya yang membuat prasasti Cibadak, Sri Jayabhupati (1030-1042). Sri Jayabhupati adalah menantu dari Dharmawangsa Teguh dari Jawa, mertua raja Erlangga (1019-1042).

Dari Sri Jayabhupati, kekuasaan diwariskan kepada putranya, Dharmaraja (1042-1064), lalu ke cucu menantunya, Prabhu Langlangbhumi ((1064-1154). Prabu Langlangbhumi dilanjutkan oleh putranya, Rakryan Jayagiri (1154-1156), lantas oleh cucunya, Prabhu Dharmakusuma (1156-1175). Dari Prabu Dharmakusuma, kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan kepada putranya, Prabhu

Page 18: kerajaan galuh (Galuh palace)

Guru Dharmasiksa, yang memerintah selama 122 tahun (1175-1297). Dharmasiksa memimpin Sunda-Galuh dari Saunggalah selama 12 tahun, tapi kemudian memindahkan pusat pemerintahan kepada Pakuan Pajajaran, kembali lagi ke tempat awal moyangnya (Tarusbawa) memimpin kerajaan Sunda.

Sepeninggal Dharmasiksa, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya yang terbesar, Rakryan Saunggalah (Prabhu Ragasuci), yang berkuasa selama enam tahun (1297-1303). Prabhu Ragasuci kemudian diganti oleh putranya, Prabhu Citraganda, yang berkuasa selama delapan tahun(1303-1311), kemudian oleh keturunannya lagi, Prabu Linggadéwata (1311-1333). Karena hanya mempunyai anak perempuan, Linggadéwata menurunkan kekuasaannya ke menantunya, Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340), kemudian ke Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350). Dari Prabu Ragamulya, kekuasaan diwariskan ke putranya, Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (1350-1357), yang di ujung kekuasaannya gugur di Bubat (baca Perang Bubat). Karena saat kejadian di Bubat, putranya -- Niskalawastukancana -- masih kecil, kekuasaan Sunda sementara dipegang oleh Patih Mangkubumi Sang Prabu Bunisora (1357-1371).

Prasasti Kawali di Kabuyutan Astana Gedé, Kawali, Ciamis.

Sapeninggal Prabu Bunisora, kekuasaan kembali lagi ke putra Linggabuana, Niskalawastukancana, yang kemudian memimpin selama 104 tahun (1371-1475). Dari isteri pertama, Nay Ratna Sarkati, ia mempunyai putera Sang Haliwungan (Prabu Susuktunggal), yang diberi kekuasaan bawahan di daerah sebelah barat Citarum (daerah asal Sunda). Prabu Susuktunggal yang berkuasa dari Pakuan Pajajaran, membangun pusat pemerintahan ini dengan mendirikan keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Pemerintahannya terbilang lama (1382-1482), sebab sudah dimulai saat ayahnya masih berkuasa di daerah timur.

Dari Nay Ratna Mayangsari, istrinya yang kedua, ia mempunyai putera Ningratkancana (Prabu Déwaniskala), yang meneruskan kekuasaan ayahnya di daerah Galuh (1475-1482).

Susuktunggal dan Ningratkancana menyatukan ahli warisnya dengan menikahkan Jayadéwata (putra Ningratkancana) dengan Ambetkasih (putra Susuktunggal). Tahun 1482, kekuasaan Sunda dan Galuh disatukan lagi oleh Jayadéwata (yang bergelar Sri Baduga Maharaja). Sapeninggal Jayadéwata, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya, Prabu Surawisésa (1521-1535),

Page 19: kerajaan galuh (Galuh palace)

kemudian Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543), Prabu Sakti (1543-1551), Prabu Nilakéndra (1551-1567), serta Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579). Prabu Suryakancana ini merupakan pemimpin kerajaan Sunda-Galuh yang terakhir, sebab setelah beberapa kali diserang oleh pasukan dari Kesultanan Banten, di tahun 1579 kekuasaannya runtuh.

[sunting] Raja-raja Kerajaan Sunda

Di bawah ini deretan raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sunda menurut naskah Pangéran Wangsakerta (waktu berkuasa dalam tahun Masehi):

1. Tarusbawa (menantu Linggawarman, 669 - 723)2. Harisdarma, atawa Sanjaya (menantu Tarusbawa, 723 - 732)

3. Tamperan Barmawijaya (732 - 739)

4. Rakeyan Banga (739 - 766)

5. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766 - 783)

6. Prabu Gilingwesi (menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang, 783 - 795)

7. Pucukbumi Darmeswara (menantu Prabu Gilingwesi, 795 - 819)

8. Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon (819 - 891)

9. Prabu Darmaraksa (adik ipar Rakeyan Wuwus, 891 - 895)

10. Windusakti Prabu Déwageng (895 - 913)

11. Rakeyan Kamuning Gading Prabu Pucukwesi (913 - 916)

12. Rakeyan Jayagiri (menantu Rakeyan Kamuning Gading, 916 - 942)

13. Atmayadarma Hariwangsa (942 - 954)

14. Limbur Kancana (putera Rakeyan Kamuning Gading, 954 - 964)

15. Munding Ganawirya (964 - 973)

16. Rakeyan Wulung Gadung (973 - 989)

17. Brajawisésa (989 - 1012)

18. Déwa Sanghyang (1012 - 1019)

19. Sanghyang Ageng (1019 - 1030)

20. Sri Jayabupati (Detya Maharaja, 1030 - 1042)

21. Darmaraja (Sang Mokténg Winduraja, 1042 - 1065)

Page 20: kerajaan galuh (Galuh palace)

22. Langlangbumi (Sang Mokténg Kerta, 1065 - 1155)

23. Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur (1155 - 1157)

24. Darmakusuma (Sang Mokténg Winduraja, 1157 - 1175)

25. Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu (1175 - 1297)

26. Ragasuci (Sang Mokténg Taman, 1297 - 1303)

27. Citraganda (Sang Mokténg Tanjung, 1303 - 1311)

28. Prabu Linggadéwata (1311-1333)

29. Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340)

30. Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350)

31. Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (yang gugur dalam Perang Bubat, 1350-1357)

32. Prabu Bunisora (1357-1371)

33. Prabu Niskalawastukancana (1371-1475)

34. Prabu Susuktunggal (1475-1482)

35. Jayadéwata (Sri Baduga Maharaja, 1482-1521)

36. Prabu Surawisésa (1521-1535)

37. Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543)

38. Prabu Sakti (1543-1551)

39. Prabu Nilakéndra (1551-1567)

40. Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579)

Kerajaan Sunda Galuh

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

(Dialihkan dari Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh)

Langsung ke: navigasi, cari

Page 21: kerajaan galuh (Galuh palace)

Sungai Citarum menjadi pembatas antara Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.

Kerajaan Sunda Galuh adalah suatu kerajaan yang merupakan penyatuan dua kerajaan besar di Tanah Sunda yang saling terkait erat, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Kedua kerajaan tersebut merupakan pecahan dari kerajaan Tarumanagara. Berdasarkan peninggalan sejarah seperti prasasti dan naskah kuno, ibu kota Kerajaan Sunda berada di daerah yang sekarang menjadi kota Bogor, sedangkan ibu kota Kerajaan Galuh adalah yang sekarang menjadi kota Ciamis, tepatnya di kota Kawali.

Namun demikian, banyak sumber peninggalan sejarah yang menyebut perpaduan kedua kerajaan ini dengan nama Kerajaan Sunda saja. Perjalanan pertama Prabu Jaya Pakuan (Bujangga Manik) mengelilingi pulau Jawa elukiskan sebagai berikut: [1] [2]:

Sadatang ka tungtung Sunda (Ketika ku mencapai perbatasan Sunda).Meuntasing di Cipamali (Aku menyeberangi Cipamali (yang sekarang dinamai kali Brebes)).Datang ka alas Jawa (dan masuklah aku ke hutan Jawa).

Menurut Tome Pires (1513) dalam catatan perjalanannya, “Summa Oriental (1513 – 1515)”, dia menuliskan bahwa:

The Sunda kingdom take up half of the whole island of Java; others, to whom more authority is attributed, say that the Sunda kingdom must be a third part of the island and an eight more. It ends at the river chi Manuk. They say that from the earliest times God divided the island of Java from that of Sunda and that of Java by the said river, which has trees from one end to the other, and they say the trees on each side line over to each country with the branches on the ground.

Jadi, jelaslah bahwa perpaduan kedua kerajaan ini hanya disebut dengan nama Kerajaan Sunda.

Keterangan keberadaan kedua kerajaan tersebut juga terdapat pada beberapa sumber sejarah lainnya. Prasasti di Bogor banyak bercerita tentang Kerajaan Sunda sebagai pecahan Tarumanagara, sedangkan prasasti di daerah Sukabumi bercerita tentang keadaan Kerajaan Sunda sampai dengan masa Sri Jayabupati.

Daftar isi

Page 22: kerajaan galuh (Galuh palace)

[sembunyikan]

1 Berdirinya kerajaan Sunda dan Galuh o 1.1 Pembagian Tarumanagara

o 1.2 Lokasi ibukota Sunda

o 1.3 Keterlibatan Kalingga

2 Prasasti Jayabupati

o 2.1 Isi prasasti

o 2.2 Tanggal prasasti

3 Penyebab perpecahan

o 3.1 Sanna dan Purbasora

o 3.2 Sanjaya dan Balangantrang

o 3.3 Premana, Pangreyep dan Tamperan

o 3.4 Tamperan sebagai raja

o 3.5 Manarah dan Banga

4 Keturunan Sunda dan Galuh selanjutnya

5 Hubungan Sunda Galuh dan Sriwijaya

6 Hubungan dengan berdirinya Majapahit

7 Daftar raja-raja Sunda Galuh

o 7.1 Raja-raja Sunda sampai Sri Jayabupati

o 7.2 Raja-raja Galuh sampai Prabu Gajah Kulon

o 7.3 Raja-raja Sunda-Galuh setelah Sri Jayabupati

8 Penyatuan kembali Sunda-Galuh

9 Garis waktu kerajaan di Jawa Barat dan Banten

10 Referensi

11 Bacaan selanjutnya

12 Pranala luar

Page 23: kerajaan galuh (Galuh palace)

[sunting] Berdirinya kerajaan Sunda dan Galuh

[sunting] Pembagian Tarumanagara

Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa, di tahun 669 M menggantikan kedudukan mertuanya yaitu Linggawarman raja Tarumanagara yang terakhir. Karena pamor Tarumanagara pada zamannya sudah sangat menurun, ia ingin mengembalikan keharuman zaman Purnawarman yang berkedudukan di purasaba (ibukota) Sundapura. Dalam tahun 670 M, ia mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Peristiwa ini dijadikan alasan oleh Wretikandayun, pendiri Kerajaan Galuh dan masih keluarga kerajaan Tarumanegara, untuk memisahkan diri dari kekuasaan Tarusbawa.

Dengan dukungan Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah, Wretikandayun menuntut kepada Tarusbawa supaya wilayah Tarumanagara dipecah dua. Dukungan ini dapat terjadi karena putera mahkota Galuh bernama Mandiminyak, berjodoh dengan Parwati puteri Maharani Shima dari Kalingga. Dalam posisi lemah dan ingin menghindari perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan Galuh. Di tahun 670 M, wilayah Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan; yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum sebagai batasnya.

Lihat pula: Kerajaan Tarumanagara dan Kerajaan Kalingga.

[sunting] Lokasi ibukota Sunda

Maharaja Tarusbawa kemudian mendirikan ibukota kerajaan yang baru di daerah pedalaman dekat hulu Sungai Cipakancilan.[3] Dalam Carita Parahiyangan, tokoh Tarusbawa ini hanya disebut dengan gelarnya: Tohaan di Sunda (Raja Sunda). Ia menjadi cakal-bakal raja-raja Sunda dan memerintah sampai tahun 723 M.

Sunda sebagai nama kerajaan tercatat dalam dua buah prasasti batu yang ditemukan di Bogor dan Sukabumi. Kehadiran Prasasti Jayabupati di daerah Cibadak sempat membangkitkan dugaan bahwa Ibukota Kerajaan Sunda terletak di daerah itu. Namun dugaan itu tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah lainnya. Isi prasasti hanya menyebutkan larangan menangkap ikan pada bagian Sungai Cicatih yang termasuk kawasan Kabuyutan Sanghiyang Tapak. Sama halnya dengan kehadiran batu bertulis Purnawarman di Pasir Muara dan Pasir Koleangkak yang tidak menunjukkan letak ibukota Tarumanagara.

[sunting] Keterlibatan Kalingga

Karena putera mahkota wafat mendahului Tarusbawa, maka anak wanita dari putera mahkota (bernama Tejakancana) diangkat sebagai anak dan ahli waris kerajaan. Suami puteri ini adalah cicit Wretikandayun bernama Rakeyan Jamri, yang dalam tahun 723 menggantikan Tarusbawa menjadi Raja Sunda ke-2. Sebagai penguasa Kerajaan Sunda ia dikenal dengan nama Prabu Harisdarma dan setelah menguasai Kerajaan Galuh dikenal dengan nama Sanjaya.

Page 24: kerajaan galuh (Galuh palace)

Sebagai ahli waris Kalingga, Sanjaya kemudian juga menjadi penguasa Kalingga Utara yang disebut Bumi Mataram (Mataram Kuno) dalam tahun 732 M. Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada puteranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Ia adalah kakak seayah Rakai Panangkaran, putera Sanjaya dari Sudiwara puteri Dewasinga Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara.

[sunting] Prasasti Jayabupati

[sunting] Isi prasasti

Telah diungkapkan di awal bahwa nama Sunda sebagai kerajaan tersurat pula dalam prasasti yang ditemukan di daerah Sukabumi. Prasasti ini terdiri atas 40 baris sehingga memerlukan empat (4) buah batu untuk menuliskannya. Keempat batu bertulis itu ditemukan pada aliran Sungai Cicatih di daerah Cibadak, Sukabumi. Tiga ditemukan di dekat Kampung Bantar Muncang, sebuah ditemukan di dekat Kampung Pangcalikan. Keunikan prasasti ini adalah disusun dalam huruf dan bahasa Jawa Kuno. Keempat prasasti itu sekarang disimpan di Museum Pusat dengan nomor kode D 73 (dari Cicatih), D 96, D 97 dan D 98. Isi ketiga batu pertama (menurut Pleyte):

D 73 :

//O// Swasti shakawarsatita 952 karttikamasa tithi dwadashi shuklapa-ksa. ha. ka. ra. wara tambir. iri- ka diwasha nira prahajyan sunda ma-haraja shri jayabhupati jayamana- hen wisnumurtti samarawijaya shaka-labhuwanamandaleswaranindita harogowardhana wikra-mottunggadewa, ma-

D 96 :

gaway tepek i purwa sanghyang tapak ginaway denira shri jayabhupati prahajyan sunda. mwang tan hanani baryya baryya shila. irikang lwah tan pangalapa ikan sesini lwah. Makahingan sanghyang tapak wates kapujan i hulu, i sor makahingan ia sanghyang tapak wates kapujan i wungkalagong kalih matangyan pinagawayaken pra-sasti pagepageh. mangmang sapatha.

D 97 :

sumpah denira prahajyan sunda. lwirnya nihan.

Terjemahan isi prasasti, adalah sebagai berikut:

Selamat. Dalam tahun Saka 952 bulan Kartika tanggal 12 bagian terang, hari Hariang, Kaliwon, Ahad, Wuku Tambir. Inilah saat Raja Sunda Maharaja Sri Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabuwanamandaleswaranindita Haro Gowardhana Wikramottunggadewa, membuat tanda di sebelah timur Sanghiyang Tapak. Dibuat oleh Sri Jayabupati Raja Sunda. Dan jangan ada yang melanggar ketentuan ini. Di sungai ini jangan (ada yang) menangkap ikan di

Page 25: kerajaan galuh (Galuh palace)

sebelah sini sungai dalam batas daerah pemujaan Sanghyang Tapak sebelah hulu. Di sebelah hilir dalam batas daerah pemujaan Sanghyang Tapak pada dua batang pohon besar. Maka dibuatlah prasasti (maklumat) yang dikukuhkan dengan Sumpah.

Sumpah yang diucapkan oleh Raja Sunda lengkapnya tertera pada prasasti keempat (D 98). Terdiri dari 20 baris, intinya menyeru semua kekuatan gaib di dunia dan disurga agar ikut melindungi keputusan raja. Siapapun yang menyalahi ketentuan tersebut diserahkan penghukumannya kepada semua kekuatan itu agar dibinasakan dengan menghisap otaknya, menghirup darahnya, memberantakkan ususnya dan membelah dadanya. Sumpah itu ditutup dengan kalimat seruan, I wruhhanta kamung hyang kabeh (ketahuilah olehmu parahiyang semuanya).

[sunting] Tanggal prasasti

Tanggal pembuatan Prasasti Jayabupati bertepatan dengan 11 Oktober 1030. Menurut Pustaka Nusantara, Parwa III sarga 1, Sri Jayabupati memerintah selama 12 tahun (952 - 964) saka (1030 -1042 M). Isi prasasti itu dalam segala hal menunjukkan corak Jawa Timur. Tidak hanya huruf, bahasa dan gaya, melainkan juga gelar raja yang mirip dengan gelar raja di lingkungan Keraton Darmawangsa. Tokoh Sri Jayabupati dalam Carita Parahiyangan disebut dengan nama Prabu Detya Maharaja. Ia adalah raja Sunda ke-20 setalah Maharaja Tarusbawa.

[sunting] Penyebab perpecahan

Telah diungkapkan sebelumnya, bahwa Kerajaan Sunda adalah pecahan Tarumanagara. Peristiwa itu terjadi tahun 670 M. Hal ini sejalan dengan sumber berita Tiongkok yang menyebutkan bahwa utusan Tarumanagara yang terakhir mengunjungi negeri itu terjadi tahun 669 M. Tarusbawa memang mengirimkan utusan yang memberitahukan penobatannya kepada Kaisar Tiongkok dalam tahun 669 M. Ia sendiri dinobatkan pada tanggal 9 bagian-terang bulan Jesta tahun 591 Saka, kira-kira bertepatan dengan tanggal 18 Mei 669 M.

[sunting] Sanna dan Purbasora

Tarusbawa adalah sahabat baik Bratasenawa alis Sena (709 - 716 M), Raja Galuh ketiga. Tokoh ini juga dikenal dengan Sanna, yaitu raja dalam Prasasti Canggal (732 M), sekaligus paman dari Sanjaya. Persahabatan ini pula yang mendorong Tarusbawa mengambil Sanjaya menjadi menantunya. Bratasenawa alias Sanna atau Sena digulingkan dari tahta Galuh oleh Purbasora dalam tahun 716 M. Purbasora adalah cucu Wretikandayun dari putera sulungnya, Batara Danghyang Guru Sempakwaja, pendiri kerajaan Galunggung. Sedangkan Sena adalah cucu Wretikandayun dari putera bungsunya, Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M).

Sebenarnya Purbasora dan Sena adalah saudara satu ibu karena hubungan gelap antara Mandiminyak dengan istri Sempakwaja. Tokoh Sempakwaja tidak dapat menggantikan kedudukan ayahnya menjadi Raja Galuh karena ompong. Sementara, seorang raja tak boleh memiliki cacat jasmani. Karena itulah, adiknya yang bungsu yang mewarisi tahta Galuh dari Wretikandayun. Tapi, putera Sempakwaja merasa tetap berhak atas tahta Galuh. Lagipula asal-

Page 26: kerajaan galuh (Galuh palace)

usul Raja Sena yang kurang baik telah menambah hasrat Purbasora untuk merebut tahta Galuh dari Sena.

Dengan bantuan pasukan dari mertuanya, Raja Indraprahasta, sebuah kerajaan di daerah Cirebon sekarang, Purbasora melancarkan perebutan tahta Galuh. Sena akhirnya melarikan diri ke Kalingga, ke kerajaan nenek isterinya, Maharani Shima.

[sunting] Sanjaya dan Balangantrang

Sanjaya, anak Sannaha saudara perempuan Sena, berniat menuntut balas terhadap keluarga Purbasora. Untuk itu ia meminta bantuan Tarusbawa, sahabat Sena. Hasratnya dilaksanakan setelah menjadi Raja Sunda yang memerintah atas nama isterinya.

Sebelum itu ia telah menyiapkan pasukan khusus di daerah Gunung Sawal atas bantuan Rabuyut Sawal, yang juga sahabat baik Sena. Pasukan khusus ini langsung dipimpin Sanjaya, sedangkan pasukan Sunda dipimpin Patih Anggada. Serangan dilakukan malam hari dengan diam-diam dan mendadak. Seluruh keluarga Purbasora gugur. Yang berhasil meloloskan diri hanyalah menantu Purbasora, yang menjadi Patih Galuh, bersama segelintir pasukan.

Patih itu bernama Bimaraksa yang lebih dikenal dengan Ki Balangantrang karena ia merangkap sebagai senapati kerajaan. Balangantrang ini juga cucu Wretikandayun dari putera kedua bernama Resi Guru Jantaka atau Rahyang Kidul, yang tak bisa menggantikan Wretikandayun karena menderita "kemir" atau hernia. Balangantrang bersembunyi di kampung Gègèr Sunten dan dengan diam-diam menghimpun kekuatan anti Sanjaya. Ia mendapat dukungan dari raja-raja di daerah Kuningan dan juga sisa-sisa laskar Indraprahasta, setelah kerajaan itu juga dilumatkan oleh Sanjaya sebagai pembalasan karena dulu membantu Purbasora menjatuhkan Sena.

Sanjaya mendapat pesan dari Sena, bahwa kecuali Purbasora, anggota keluarga keraton Galuh lainnya harus tetap dihormati. Sanjaya sendiri tidak berhasrat menjadi penguasa Galuh. Ia melalukan penyerangan hanya untuk menghapus dendam ayahnya. Setelah berhasil mengalahkan Purbasora, ia segera menghubungi uwaknya, Sempakwaja, di Galunggung dan meminta beliau agar Demunawan, adik Purbasora, direstui menjadi penguasa Galuh. Akan tetapi Sempakwaja menolak permohonan itu karena takut kalau-kalau hal tersebut merupakan muslihat Sanjaya untuk melenyapkan Demunawan.

Sanjaya sendiri tidak bisa menghubungi Balangantrang karena ia tak mengetahui keberadaannya. Akhirnya Sanjaya terpaksa mengambil hak untuk dinobatkan sebagai Raja Galuh. Ia menyadari bahwa kehadirannya di Galuh kurang disenangi. Selain itu sebagai Raja Sunda ia sendiri harus berkedudukan di Pakuan. Untuk pimpinan pemerintahan di Galuh ia mengangkat Premana Dikusuma, cucu Purbasora. Premana Dikusuma saat itu berkedudukan sebagai raja daerah. Dalam usia 43 tahun (lahir tahun 683 M), ia telah dikenal sebagai raja resi karena ketekunannya mendalami agama dan bertapa sejak muda. Ia memiliki julukan Bagawat Sajalajaya.

[sunting] Premana, Pangreyep dan Tamperan

Page 27: kerajaan galuh (Galuh palace)

Penunjukkan Premana oleh Sanjaya cukup beralasan karena ia cucu Purbasora. Selain itu, isterinya, Naganingrum, adalah anak Ki Balangantrang. Jadi suami istri itu mewakili keturunan Sempakwaja dan Jantaka, putera pertama dan kedua Wretikandayun.

Pasangan Premana dan Naganingrum sendiri memiliki putera bernama Surotama alias Manarah (lahir 718 M, jadi ia baru berusia 5 tahun ketika Sanjaya menyerang Galuh). Surotama atau Manarah dikenal dalam literatur Sunda klasik sebagai Ciung Wanara. Kelak di kemudian hari, Ki Bimaraksa alias Ki Balangantrang, buyut dari ibunya, yang akan mengurai kisah sedih yang menimpa keluarga leluhurnya dan sekaligus menyiapkan Manarah untuk melakukan pembalasan.

Untuk mengikat kesetiaan Premana Dikusumah terhadap pemerintahan pusat di Pakuan, Sanjaya menjodohkan Raja Galuh ini dengan Dewi Pangrenyep, puteri Anggada, Patih Sunda. Selain itu Sanjaya menunjuk puteranya, Tamperan, sebagai Patih Galuh sekaligus memimpin "garnizun" Sunda di ibukota Galuh.

Premana Dikusumah menerima kedudukan Raja Galuh karena terpaksa keadaan. Ia tidak berani menolak karena Sanjaya memiliki sifat seperti Purnawarman, baik hati terhadap raja bawahan yang setia kepadanya dan sekaligus tak mengenal ampun terhadap musuh-musuhnya. Penolakan Sempakwaja dan Demunawan masih bisa diterima oleh Sanjaya karena mereka tergolong angkatan tua yang harus dihormatinya.

Kedudukan Premana serba sulit, ia sebagai Raja Galuh yang menjadi bawahan Raja Sunda yang berarti harus tunduk kepada Sanjaya yang telah membunuh kakeknya. Karena kemelut seperti itu, maka ia lebih memilih meninggalkan istana untuk bertapa di dekat perbatasan Sunda sebelah timur Citarum dan sekaligus juga meninggalkan istrinya, Pangrenyep. Urusan pemerintahan diserahkannya kepada Tamperan, Patih Galuh yang sekaligus menjadi "mata dan telinga" Sanjaya. Tamperan mewarisi watak buyutnya, Mandiminyak yang senang membuat skandal. Ia terlibat skandal dengan Pangrenyep, istri Premana, dan membuahkan kelahiran Kamarasa alias Banga (723 M).

Skandal itu terjadi karena beberapa alasan, pertama Pangrenyep pengantin baru berusia 19 tahun dan kemudian ditinggal suami bertapa; kedua keduanya berusia sebaya dan telah berkenalan sejak lama di Keraton Pakuan dan sama-sama cicit Maharaja Tarusbawa; ketiga mereka sama-sama merasakan derita batin karena kehadirannya sebagai orang Sunda di Galuh kurang disenangi.

Untuk menghapus jejak Tamperan mengupah seseorang membunuh Premana dan sekaligus diikuti pasukan lainnya sehingga pembunuh Premana pun dibunuh pula. Semua kejadian ini rupanya tercium oleh senapati tua Ki Balangantrang.

[sunting] Tamperan sebagai raja

Dalam tahun 732 M Sanjaya mewarisi tahta Kerajaan Mataram dari orangtuanya. Sebelum ia meninggalkan kawasan Jawa Barat, ia mengatur pembagian kekuasaan antara puteranya, Tamperan, dan Resi Guru Demunawan. Sunda dan Galuh menjadi kekuasaan Tamperan,

Page 28: kerajaan galuh (Galuh palace)

sedangkan Kerajaan Kuningan dan Galunggung diperintah oleh Resi Guru Demunawan, putera bungsu Sempakwaja.

Demikianlah Tamperan menjadi penguasa Sunda-Galuh melanjutkan kedudukan ayahnya dari tahun 732 - 739 M. Sementara itu Manarah alias Ciung Wanara secara diam-diam menyiapkan rencana perebutan tahta Galuh dengan bimbingan buyutnya, Ki Balangantrang, di Geger Sunten. Rupanya Tamperan lalai mengawasi anak tirinya ini yang ia perlakukan seperti anak sendiri.

Sesuai dengan rencana Balangantrang, penyerbuan ke Galuh dilakukan siang hari bertepatan dengan pesta sabung ayam. Semua pembesar kerajaan hadir, termasuk Banga. Manarah bersama anggota pasukannya hadir dalam gelanggang sebagai penyabung ayam. Balangantrang memimpin pasukan Geger Sunten menyerang keraton.

Kudeta itu berhasil dalam waktu singkat seperti peristiwa tahun 723 ketika Manarah berhasil menguasai Galuh dalam tempo satu malam. Raja dan permaisuri Pangrenyep termasuk Banga dapat ditawan di gelanggang sabung ayam. Banga kemudian dibiarkan bebas. Pada malam harinya ia berhasil membebaskan Tamperan dan Pangrenyep dari tahanan.

Akan tetapi hal itu diketahui oleh pasukan pengawal yang segera memberitahukannya kepada Manarah. Terjadilah pertarungan antara Banga dan Manarah yang berakhir dengan kekalahan Banga. Sementara itu pasukan yang mengejar raja dan permaisuri melepaskan panah-panahnya di dalam kegelapan sehingga menewaskan Tamperan dan Pangrenyep.

[sunting] Manarah dan Banga

Berita kematian Tamperan didengar oleh Sanjaya yang ketika itu memerintah di Mataram (Jawa Tengah), yang kemudian dengan pasukan besar menyerang purasaba Galuh. Namun Manarah telah menduga itu sehingga ia telah menyiapkan pasukan yang juga didukung oleh sisa-sisa pasukan Indraprahasta yang ketika itu sudah berubah nama menjadi Wanagiri, dan raja-raja di daerah Kuningan yang pernah dipecundangi Sanjaya.

Perang besar sesama keturunan Wretikandayun itu akhirnya bisa dilerai oleh Raja Resi Demunawan (lahir 646 M, ketika itu berusia 93 tahun). Dalam perundingan di keraton Galuh dicapai kesepakatan: Galuh diserahkan kepada Manarah dan Sunda kepada Banga. Demikianlah lewat perjanjian Galuh tahun 739 ini, Sunda dan Galuh yang selama periode 723 - 739 berada dalam satu kekuasan terpecah kembali. Dalam perjanjian itu ditetapkan pula bahwa Banga menjadi raja bawahan. Meski Banga kurang senang, tetapi ia menerima kedudukan itu. Ia sendiri merasa bahwa ia bisa tetap hidup atas kebaikan hati Manarah.

Untuk memperteguh perjanjian, Manarah dan Banga dijodohkan dengan kedua cicit Demunawan. Manarah sebagai penguasa Galuh bergelar Prabu Jayaprakosa Mandaleswara Salakabuana memperistri Kancanawangi. Banga sebagai Raja Sunda bergelar Prabu Kretabuana Yasawiguna Aji Mulya dan berjodoh dengan Kancanasari, adik Kancanawangi.

[sunting] Keturunan Sunda dan Galuh selanjutnya

Page 29: kerajaan galuh (Galuh palace)

Naskah tua dari kabuyutan Ciburuy, Bayongbong, Garut, yang ditulis pada abad ke-13 atau ke-14 memberitakan bahwa Rakeyan Banga pernah membangun parit Pakuan. Hal ini dilakukannya sebagai persiapan untuk mengukuhkan diri sebagai raja yang merdeka. Ia berjuang 20 tahun sebelum berhasil menjadi penguasa yang diakui di sebelah barat Citarum dan lepas dari kedudukan sebagai raja bawahan Galuh. Ia memerintah 27 tahun lamanya (739-766).

Manarah, dengan gelar Prabu Suratama atau Prabu Jayaprakosa Mandaleswara Salakabuwana, dikaruniai umur panjang dan memerintah di Galuh antara tahun 739-783.[4] Dalam tahun 783 ia melakukan manurajasuniya, yaitu mengundurkan diri dari tahta kerajaan untuk melakukan tapa sampai akhir hayat. Ia baru wafat tahun 798 dalam usia 80 tahun.

Dalam naskah-naskah babad, posisi Manarah dan Banga ini sering dikacaukan. Tidak saja dalam hal usia, di mana Banga dianggap lebih tua, tapi juga dalam penempatan mereka sebagai raja. Dalam naskah-naskah tua, silsilah raja-raja Pakuan selalu dimulai dengan tokoh Banga. Kekacauan silsilah dan penempatan posisi itu mulai tampak dalam naskah Carita Waruga Guru, yang ditulis pada pertengahan abad ke-18. Kekeliruan paling menyolok dalam babad ialah kisah Banga yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Majapahit. Padahal, Majapahit baru didirikan Raden Wijaya dalam tahun 1293, 527 tahun setelah Banga wafat.

Keturunan Manarah putus hanya sampai cicitnya yang bernama Prabulinggabumi (813 - 852). Tahta Galuh diserahkan kepada suami adiknya yaitu Rakeyan Wuwus alias Prabu Gajah Kulon (819 - 891), cicit Banga yang menjadi Raja Sunda ke-8 (dihitung dari Tarusbawa). Sejak tahun 852, kedua kerajaan pecahan Tarumanagara itu diperintah oleh keturunan Banga; sebagai akibat perkawinan di antara para kerabat keraton Sunda, Galuh, dan Kuningan (Saunggalah).

[sunting] Hubungan Sunda Galuh dan Sriwijaya

Sri Jayabupati yang prasastinya telah dibicarakan di muka adalah Raja Sunda yang ke-20. Ia putra Sanghiyang Ageng (1019 - 1030 M). Ibunya seorang puteri Sriwijaya dan masih kerabat dekat Raja Wurawuri. Adapun permaisuri Sri Jayabupati adalah puteri dari Dharmawangsa, raja Kerajaan Medang, dan adik Dewi Laksmi isteri Airlangga. Karena pernikahan tersebut Jayabupati mendapat anugerah gelar dari mertuanya, Dharmawangsa. Gelar itulah yang dicantumkannya dalam prasasti Cibadak.

Raja Sri Jayabupati pernah mengalami peristiwa tragis. Dalam kedudukannya sebagai Putera Mahkota Sunda keturunan Sriwijaya dan menantu Dharmawangsa, ia harus menyaksikan permusuhan yang makin menjadi-jadi antara Sriwijaya dengan mertuanya, Dharmawangsa. Pada puncak krisis ia hanya menjadi penonton dan terpaksa tinggal diam dalam kekecewaan karena harus "menyaksikan" Dharmawangsa diserang dan dibinasakan oleh Raja Wurawuri atas dukungan Sriwijaya. Ia diberi tahu akan terjadinya serbuan itu oleh pihak Sriwijaya, akan tetapi ia dan ayahnya diancam agar bersikap netral dalam hal ini. Serangan Wurawuri yang dalam Prasasti Calcutta (disimpan di sana) disebut pralaya itu terjadi tahun 1019 M.

[sunting] Hubungan dengan berdirinya Majapahit

Page 30: kerajaan galuh (Galuh palace)

Prabu Guru Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu memiliki putra mahkota Rakeyan Jayadarma, dan berkedudukan di Pakuan. Menurut Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara parwa II sarga 3, Rakeyan Jayadarma adalah menantu Mahisa Campaka di Jawa Timur, karena ia berjodoh dengan putrinya bernama Dyah Singamurti alias Dyah Lembu Tal. Mahisa Campaka adalah anak dari Mahisa Wong Ateleng, yang merupakan anak dari Ken Angrok dan Ken Dedes dari Kerajaan Singhasari.

Rakeyan Jayadarma dan Dyah Lembu Tal berputera Sang Nararya Sanggramawijaya, atau lebih dikenal dengan nama Raden Wijaya yang dikatakan terlahir di Pakuan. Dengan kata lain, Raden Wijaya adalah turunan ke-4 dari Ken Angrok dan Ken Dedes. Karena Jayadarma wafat dalam usia muda, Lembu Tal tidak bersedia tinggal lebih lama di Pakuan. Akhirnya, Raden Wijaya dan ibunya kembali ke Jawa Timur.

Dalam Babad Tanah Jawi Raden Wijaya disebut pula Jaka Susuruh dari Pasundan. Sebagai keturunan Jayadarma, ia adalah penerus tahta Kerajaan Sunda-Galuh yang sah, yaitu apabila Prabu Guru Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu mangkat. Kematian Jayadarma mengosongkan kedudukan putera mahkota, karena Raden Wijaya berada di Jawa Timur dan kemudian menjadi raja pertama Majapahit.

[sunting] Daftar raja-raja Sunda Galuh

[sunting] Raja-raja Sunda sampai Sri Jayabupati

Di bawah ini adalah urutan raja-raja Sunda sampai Sri Jayabupati, yang berjumlah 20 orang :

Raja-raja Sunda sampai Sri Jayabupati

No Raja Masa pemerintahan Keterangan

1 Maharaja Tarusbawa 669-723

2 Sanjaya Harisdarma 723-732 cucu-menantu no. 1

3 Tamperan Barmawijaya 732-739

4 Rakeyan Banga 739-766

5 Rakeyan Medang Prabu Hulukujang 766-783

6 Prabu Gilingwesi 783-795 menantu no. 5

7 Pucukbumi Darmeswara 795-819 menantu no. 6

Page 31: kerajaan galuh (Galuh palace)

8 Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus 819-891

9 Prabu Darmaraksa 891-895 adik-ipar no. 8

10 Windusakti Prabu Dewageng 895-913

11 Rakeyan Kemuning Gading Prabu Pucukwesi 913-916

12 Rakeyan Jayagiri Prabu Wanayasa 916-942 menantu no. 11

13 Prabu Resi Atmayadarma Hariwangsa 942-954

14 Limbur Kancana 954-964 anak no. 11

15 Prabu Munding Ganawirya 964-973

16 Prabu Jayagiri Rakeyan Wulung Gadung 973-989

17 Prabu Brajawisesa 989-1012

18 Prabu Dewa Sanghyang 1012-1019

19 Prabu Sanghyang Ageng 1019-1030

20 Prabu Detya Maharaja Sri Jayabupati 1030-1042

Catatan: Kecuali Tarusbawa (no. 1), Banga (no. 4), dan Darmeswara (no. 7) yang hanya berkuasa di kawasan sebelah barat Sungai Citarum, raja-raja yang lainnya berkuasa di Sunda dan Galuh.

[sunting] Raja-raja Galuh sampai Prabu Gajah Kulon

Di bawah ini adalah urutan raja-raja Galuh sampai Prabu Gajah Kulon, yang berjumlah 13 orang :

Raja-raja Galuh sampai Prabu Gajah Kulon

No Raja Masa pemerintahan Keterangan

Page 32: kerajaan galuh (Galuh palace)

1 Wretikandayun 670-702

2 Rahyang Mandiminyak 702-709

3 Rahyang Bratasenawa 709-716

4 Rahyang Purbasora 716-723 sepupu no. 3

5 Sanjaya Harisdarma 723-724 anak no. 3

6 Adimulya Premana Dikusuma 724-725 cucu no. 4

7 Tamperan Barmawijaya 725-739 anak no. 5

8 Manarah 739-783 anak no. 6

9 Guruminda Sang Minisri 783-799 menantu no. 8

10 Prabhu Kretayasa Dewakusalesywara Sang Triwulan 799-806

11 Sang Walengan 806-813

12 Prabu Linggabumi 813-852

13 Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus 819-891 ipar no. 12

Catatan: Sanjaya Harisdarma (no. 5) dan Tamperan Barmawijaya (no. 7) sempat berkuasa di Sunda dan Galuh. Penyatukan kembali kedua kerajaan Sunda dan Galuh dilakukan kembali oleh Prabu Gajah Kulon (no. 13).

[sunting] Raja-raja Sunda-Galuh setelah Sri Jayabupati

Di bawah ini adalah urutan raja-raja Sunda-Galuh setelah Sri Jayabupati, yang berjumlah 14 orang :

Raja-raja Sunda-Galuh setelah Sri Jayabupati

No Raja Masa pemerintahan Keterangan

Page 33: kerajaan galuh (Galuh palace)

1 Darmaraja 1042-1065

2 Langlangbumi 1065-1155

3 Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur 1155-1157

4 Darmakusuma 1157-1175

5 Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu 1175-1297

6 Ragasuci 1297-1303

7 Citraganda 1303-1311

8 Prabu Linggadéwata 1311-1333

9 Prabu Ajiguna Linggawisésa 1333-1340 menantu no. 8

10 Prabu Ragamulya Luhurprabawa 1340-1350

11 Prabu Maharaja Linggabuanawisésa 1350-1357 tewas dalam Perang Bubat

12 Prabu Bunisora 1357-1371 paman no. 13

13 Prabu Niskala Wastu Kancana 1371-1475 anak no. 11

14 Prabu Susuktunggal 1475-1482

[sunting] Penyatuan kembali Sunda-Galuh

Saat Wastu Kancana wafat, kerajaan sempat kembali terpecah dua dalam pemerintahan anak-anaknya, yaitu Susuktunggal yang berkuasa di Pakuan (Sunda) dan Dewa Niskala yang berkuasa di Kawali (Galuh).

Sri Baduga Maharaja (1482-1521) yang merupakan anak Dewa Niskala sekaligus menantu Susuktunggal menyatukan kembali Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.

Page 34: kerajaan galuh (Galuh palace)

Setelah runtuhnya Sunda Galuh oleh Kesultanan Banten, bekas kerajaan ini banyak disebut sebagai Kerajaan Pajajaran.

[sunting] Garis waktu kerajaan di Jawa Barat dan Banten

Kenali Kerajaan GaluhMar 4, '08 10:47 PMfor everyone

Karajaan Galuh

 Karajaan 'kembar' Sunda jeung Galuh, dipisahkeun ku walungan Citarum.Galuh mangrupakeun hiji karajaan Sunda di pulo Jawa, nu wilayahna antara walungan Citarum di beulah kulon sarta Cipamali di beulah wétan. Karajaan ieu mangrupakeun panerus Kendan, bawahan Tarumanagara.

Carita ngeunaan Galuh aya dina Carita Parahiyangan, naskah Sunda nu dijieun kira abad ka-16. Dina éta naskah, carita ngeunaan Galuh téh dimimitian ti mangsa Rahiyangta ri Medangjati nu ngarajaresi salila lima welas taun. Salajengna, kakawasaan ieu diwariskeun ka putrana di Galuh, Sang Wretikandayun.

Nalika Linggawarman, raja Tarumanagara nu ngawasa ti taun 666 M pupus (669), kakawasaan Tarumanagara ragrag ka Tarusbawa, minantuna ti Sundapura, salah sahiji wilayah bawahan Tarumanagara. Ku sabab Tarubawa mindahkeun kakawasaan Tarumanagara ka Sundapura, pihak Galuh, dipingpin ku Wretikandayun (ngawasa ti taun 612), milih ngadeg salaku karajaan mandiri. Anapon pikeun babagi wilayah, Galuh jeung Sunda sapuk ngajadikeun walungan Citarum salaku watesna.

Karajaan kembarWretikandayun boga tilu putra lalaki: Rahiyang Sempakwaja (jadi resiguru di Galunggung), Rahiyang Kidul (jadi resi di Denuh), jeung Rahiyang Mandiminyak. Sanggeus ngawasa Galuh salila salapan puluh taun (612-702), Wretikandayun disilih ku Rahiyang Mandiminyak, putrana anu bungsu, sabab dua lanceukna jadi resiguru.

Ti Nay Pwahaci Rababu, Sempakwaja gaduh dua putra: Demunawan jeung Purbasora. Alatan kagoda ku kageulisan dahuanana, Mandiminyak nepi ka kaséréd kana lampah nirca, nu ngalahirkeun Séna (atawa Sang Salah). Sedengkeun ti istrina, Déwi Parwati, putra Ratu Sima jeung Raja Kartikeyasingha, Mandiminyak gaduh putra istri nu ngaranna Sannaha. Sannaha jeung Séna ieu lajeng nikah, sarta gaduh putra nu dingaranan Rakryan Jambri (atawa katelah Sanjaya).

Page 35: kerajaan galuh (Galuh palace)

Kakawasaan Galuh nu diwariskeun ka Mandiminyak (702-709), lajeng diteruskeun ku Séna. Kusabab ngarasa boga hak mahkota ti Sempakwaja, Demunawan jeung Purbasora ngarebut kakawasaan Galuh ti Séna (taun 716). Alatan kausir, Séna jeung kulawargana lajeung ngungsi ka Marapi di beulah wétan, lajeng nikah ka Déwi Citrakirana, putra Sang Resi Padmahariwangsa, raja Indraprahasta.

 Kabupaten Galuh Ciamis, Kajayaan Jaman Kangjeng Prebu.Bupati Galuh anu kagenepwelas ieu teh komarana mancur, jenengan nyambuangkeun wawangi arum, lantaran Kangjeng Prebu kagungan elmu linuhung, Bupati munggaran anu tiasa ngaos aksara laten. Marentah adil palamarta, wedi asih ka rahayat. Opatpuluhtujuh taun lamina Raden Aduipati Aria Kusumadiningrat ngaheuyeuk dayeuh Galuh Ciamis (1839-1886)

Pamarentah kolonial harita keur meujeuhna ngagederkeun Tanam Paksa tea. Saenyana ari di tatar Priangan mah ti taun 1677 oge geus dilaksanakeun anu disebut Preangerstelsel atawa sistim Priangan anu tumali jeung komoditi kopi teh. Tepi ka ayeuna langgeng dina lagu jeung hariring, tembang nu cipruk cimata, cenah geuning "Dengkleung dengdek, buah kopi raranggeuyan. Ingkeun saderek, ulah rek dihareureuyan", gambaran wanoja anu sedih kapapanjangan lantaran ditinggalkeun ku panutan nu pancen gawe tanam paksa. Tina Preangerstelsel, di lembur-lembur sejen saterusna dimekarkeun jadi Culturstelsel. Tetela di Kabupaten Galuh mah lain komoditi kopi wungkul anu dipaksa kudu diparelak ku rayat teh, tapi oge nila. Proyek nila ieu pisan anu nimbulkeun insiden Van Pabst nu ngabalukarkeun Bupati Imbanagara dirurud tina kalungguhanana teh.

Mimiti Ngebon Kalapa. Tangtu bae Kangjeng Prebu bati sedih jeung prihatin nyaksian rahayatna dipaksa kudu marelak kopi jeung nila, bari hasilna dikunjalan ka nagara Walanda. Rahayat ukur kabagian kokioprot kesangna wungkul, kabagian bubuh ripuhna, cul anak pamajikan jeung kulawarga, sapopoena kudu ngagugulung kebon kopi jeung enteh. Tah, jaman tanam paksa kopi ieu pisan lahirna kawih sedih Dengkleung Dengdek teh, almarhum Kang Pepe Syafe'i R.A. nyarios ka MANGLE basa ngawangkong salse di perkebunan Sineumbra pakidulan Bandung, jaman Administraturna Max Salhuteru anu gede kamelang kana kahirupan seni budaya tradisional Sunda. Pepe Syafe'I dipentes kudu maluruh sajarah lahirna kawih dramatis dengkleung Dengdek ku Administraturna.

Kangjeng Prebu ku anjeun nangis lebeting manah, teu tega nyaksian rahayat kasiksa ku talajak pamarentah kolonial. Pikeun ngurangan bangbaluh rahayat, sangkan sajeroning lakon gawe tanam paksa henteu tepi ka lieuk euweuh ragap taya, enggal ngagederkeun pangwangunan, kayaning nyieun solokan-solokan jeung bendungan, mun ayeuna mah solokan tersier jeung sekunder katut dam-dam anu tohaga. Tepi ka ayeuna aya keneh solokan Garawangi nu diwangun taun 1839, Cikatomas taun 1842, Tanjungmanggu nu leuwih mashur disebut Nagawiru diwangun taun 1843 jeung solokan Wangunreja 1862.

Saterusna Bupati anu beunghar ku elmu panemu turta henteu tiasa kulem samemeh babakti ka rahayatna teh, muka lahan pasawahan anyar jeung kebon kalapa di mana-mana. Malah pikeun sosialisasi kalapa mah, unggal calon panganten lalaki mun seserahan diwajibkeun mawa kitri (binih kalapa), anu saterusna kudu dipelak di buruan imahna tempat panganten ngawalan rumah tangga.

Page 36: kerajaan galuh (Galuh palace)

Ti jaman Kangjeng Prebu, perkebunan kalapa di Galuh Ciamis morontod jadi, kacida suburna, produksi ngahunyud di saban lembur. Atuh teu kungsi lila oge Ciamis sohor jadi gudang kalapa pangma'murna di Priangan wetan. Dugdeg pabrik minyak kalapa diadegkeun ku para pangusaha, pangpangna Cina. Nu pangsohorna Gwan Hien, ceuk urang Galuh mah Guanhin. Terus pabrik Haoe Yen jeung pabrik di Pawarang anu sohor disebutna Olpado (Olvado). Tah, Olpado mah musnah karagragan bom waktu Galuh dibombadir ku Walanda. Guanhin oge kantun ngaran, sumawonna nu sejenna. Ka dieunakeun minyak kalapa kadeseh ku minyak kalapa sawit jeung minyak goreng sejenna .

Sakola Sunda. Ti taun 1853 Kangjeng Prebu linggihna di karaton Selagangga anu dijieun tina kai Jati anu kuat. Lega lahan tempat karaton ngadeg legana sahektar, aya empang anu laukna tingghudibeg, di antarana aya babalongan aer mancur, turut sisina dipelakan kekembangan anu arendah. Di bagian sejen karaton, aya kaputren, tempat para putri Bupati. Di kompleks karaton oge aya masigit. Taun 1872 di kompleks karaton ieu diwangun jambansari jeung pamakaman kulawarga Bupati. Kiduleun pamakaman aya situ anu saterusna dikaramatkeun pisan, baheula mah taya anu wani nyapirakeun, urang Galuh percaya cai situ ngandung hasiat saperti anu dikotretkeun ku Kangjeng Prebu dina guguritanana, Jamban tinakdir Yang Agung, caina tanba panyakit, amal jariah kaula, bupati Galuh Ciamis, Aria Kusumahdiningrat, medali mas pajeng kuning."

Nurutkeun para menak Galuh jaman ayeuna mah, pangpangna rundayan Kangjeng Prebu, jaman baheula mah ieu guguritan nu disusun dina pupuh Kinanti teh sok dihariringkeun ku barudak sakola rayat. Sajaba ti wangunan keur kapentingan kulawrga Bupati, Kangjeng Prebu oge ngageder ngawangun gedong-gedong pamarentahan jeung sarana sejenna. Antara taun 1859 tepi ka 1877 mah pangwangunan tatar Galuh taya ngasona. Mimiti diwangun gedong kabupaten anu agreng, perenahna di gedong DPRD ayeuna, malik ngaler. Terus gedong keur Asisten Residen, anu ayeuna jadi gedong nagara atawa gedong kabupaten, sakaligus tempat lingguhna Bupati sakulawarga. Wawangunan sejenna, tangsi militer, panjara, masjid agung, gedong keur kontrolir jeung kantor telepun.

Luar biasana Kangjeng Prebu, taya sarupa oge sarana kapentingan masarakat anu kaluli-luli atawa anu anjeunna lali. Pendidikan dinomer hijikeun ku Bupati anu maher basa Perancis teh. Pikeun pendidikan para putrana jeung kadang kulawarga Bupati, ngahaja mayar guru Walanda, J.A.Uikens jeung J. Bl;andergroen ka kabupaten, pancenna ngajar maca jeung nyarita ku basa Walanda. Taun 1862 Kangjeng Dalem ngadegkeun Sakola Sunda. Taun 1874 Sakola Sunda anu kadua ngadeg di Kawali. Ieu teh sakola munggaran di Tatar Sunda. Dina enggoning ngamekarkeun agama Islam, Kangjeng Prebu kagungan jurus-jurus nu wijaksana pisan. Pangpangna dina enggoning ngaleunguitkeun kapercayaan sabagian masarakat anu masih keneh nyarimpen sesembahan mangrupa arca batu anu jangkungna satangtung manusa. Kangjeng Prebu maranti sok ngayakeun silaturahmi jeung pangaosan, ngahaja ngeprik masarakat.

Tah, dina waktu ririungan saperti kieu anjeunna umajak ka rahayatna supaya rahayat saban-saban arek ka pangaosan jeung ririungan, marawa arca anu aya di imahna masing-masing . Urang hijikeun jeung anu kaula da kaula oge boga, dawuhna teh. Rayat anu alajrih, satuhu tur kumereb ka pangawulaan teh, barungaheun we dititah marawa arca teh. Jalujur ngaku di imahna aya arca. Atuh teu kungsi lila oge di imah-imah rayat teh geus teu aya deui arca anu disimpen

Page 37: kerajaan galuh (Galuh palace)

dimumule. Masarakat ayeuna mah bener-bener aribadahna jeung teu kendat muji kaagungan Allah. Islam mencar mekar satatar Galuh. Ari arca mah saterusna dibrugbrugkeun we di Jambansari, sakurilingna dipelakan tangkal waregu, jadi karimbunan. Eta sababna tepi ka ayeuna loba arca di pamakaman Kangjeng Prebu di Selagangga tea.

Kangeng Prebu teh Bupati munggaran di Tatar Sunda anu tiasa maca aksara laten, sajaba ti kitu, elmu kabatinanana luhur. Ceuk saujaring carita anu mekar di kalangan masarakat Galuh Ciamis, Kangjeng Prebu oge ngawasa mahluk gaib anu sohor disebutna ONOM di Ciamis mah. Taun 1861 jalan caturkeun kareta api rek dibuka pikeun nunjang lancarna patalimarga, ti Tasikmalaya ka Manonjaya, Cimaragas, Banjar terus bangblas ka Jogjakarta. Kangjeng Prebu enggal ngadugikeun panuhun, supaya jalan kareta api teh liwat ka kota Galuh puseur dayeuh kabupaten, ulah liwat cimaragas- Manonjaya. Waragadna memang jadi gede sabab eyeuna mah kudu mnyieun jambatan panjang lebah Cirahong jeung Karangpucung. Tapi ahirna Walanda eleh deet, panuhun Kangjeng Prebu ditarima. Najan setatsionna meunang nyieun Walanda teh ayeuna narikolot, tapi Ciamis diliwatan kareta api, di antarana kareta api Galuh. Taun 1886 Kangjeng Prebu lengser kaprabon, kalungguhanana diteraskeun ku putrana nu sohor jenenganana Raden Adipati Aria Kusumasubrata.

Tapi sanaos parantos pangsiun, Kangjeng Prebu teu ngaso ucang-ucang dina korsi goyang. Anjeunna masih keneh teras bebenah jeung ngawangun Galuh Ciamis. Dina jamanna keneh, Undang-undang Agraria mimiti dipake, peresisna taun 1870. Nya ti harita investor arasup, henteu risi ngaluarkeun modal gede keur muka usaha-usaha perkebunan pangpangna. Kulantaran kitu, di Galuh Ciamis loba perkebunan sewasta, di antarana Lemah Neundeut, Bangkelung, Gunung Bitung, Panawangan, Damarcaang jeung Sindangrasa. Taun 1915 Kabupaten Galuh sacara resmi kaereh ka Karsidenan Priangan, sacara resmi disebutna jadi Kabupaten Ciamis. 1 Januari 1926 Jawa dibagi jadi tilu propinsi, Jabar, Jateng, Jatim. Jawa Barat dipenggel jadi lima karsidenan, 18 Kabupaten jeung genep kotapraja. Ciamis saterusna kaereh ka Karsidenan Priangan Timur. Saenyana di lokasi karaton Selagangga oge Kangjeng Prebu teh ngadamel masigit agreng anu dipercayakeun pikeun ngurus katut ngahirupkeunana ka Haji Abdul Karim. Keur kamekaran agama Islam, Bupati Galuh anu masagi dina elmuna teh, marentahkeun ka para Kapala Desa suaya di tiap desa aya masigit, sajaba ti keur ibadah sacara umum, oge keur tempat barudak jeung nonoman diajar ngaji jeung elmu kaagamaan. Cindekna ngawangun mental spiritual masarakat. Masdjid Selagangga teh kacida kaimpunganana ku para nonoman.

Tapi ayeuna mah ngan kantun makam kulawarga jeung Jambansari anu ngan kari sacangkewok, situ nu perenahna beh kulon mah geus taya tapak-tapakna acan, da baheula mah dua situ teh, beulah wetan jeung beulah kulon. Ayeuna geus robah jadi lembur. Baheulana mah tanah beulah kulon teh kagungan para putra sareng putu Snouck Hurgronye, beulah wetanna tapel wates jeung Jambansari Ayeuna jadi lembur. Pamakaman Kangjeng Prebu mah tepi ka ayeuna diurus dimumule jeung dipualasara ku Yayasan nu dipupuhuan ku Toyo Djayakusuma. Ka tukang-tukang ngalaman ngalanglayung kurang urus lantaran kurang waragad. Jambansari meh ilang sari. Kaemper-emper ka Jakarta ka kulawarga Mentri PU (harita) Ir.Radinal Muchtar. Nya ku kulawarga Radinal Muchtar dibebenah diomean dipasieup deui dijungjungkeun komarana. Naha Radinal, kapan anjeunna teh putra Minang ? Memang leres Ir.Radinal putra minang, tapi garwana mah terahing menak Galuh Ciamis, rundayan Kangjeng Prebu. Jadi, ngaraos ngiring tanggel waler geusan mulasara, ngamumule pamakaman jeung komplek Jambansari anu ku rayat

Page 38: kerajaan galuh (Galuh palace)

Galuh kacida dimulyakeunana. Aya anu rada ngagasruk kana mamaras rasa urang Galuh Ciamis, pangpangna anu darumuk di Jalan Selagangga, sabudeureun komplek pamakaman jeung Jambansari, alatan Jalan Selagangga diganti jadi Jalan KHA.Dahlan ngalap kana jenengan inohong Nahdatul Ulama. Najan kitu urang Galuh mah pageuh we nyarebutna Selagangga, sabab di dieu teh aya patilasan Kangjeng Prebu . Malah ayeuna sabada Ciamis ganti bupati, putra Panjalu anu diharepkeun adil palamarta wijak tur toweksa ka rahayatna. Bari tetep luhur ngahormat KHA.Dahlan, kacida diharepkeunana, Bupati anyar eungeuh kana kaluhuran sajarah Galuh Ciamisna. Bupati anyar dipentes gawe mulya mulangkeun ngaran jalan KHA Dahlan jadi Jalan SELAGANGGA deui. Sabab ieu jalan ngandung sajarah penting. Nya di dieu baheula mimiti ngadegna karaton Galuh, di dieu Kangjeng Prebu linggihna, ti dieu anjeunna ngalelemah dayeuh Galuh Ciamis, ti dieu oge kawijakan-kawijakan lungsur, jeung di dieu wapatna Bupati Ciamis anu pangkongasna beunghar ku elmu panemu, boh lahir boh batin, turta pinter meakeun batur teh. Dipendemna oge di pamakaman Sirnayasa (Jambansari) Selagangga. Asa teu aya alesan nu bisa ditarima upama Jalan Selagangga kudu diganti

 

Nyiar Lumar

Artikel Terkait: Ubud Dalam Lukisan Tabot

Solo : Peninggalan Sejarah Kuliner Ritual

Berita HOT: NEWS

Presiden Resmikan Jadi Museum

PROGRAM

Muslimah Episode 94

NEWS

180 Berhasil Dievakuasi ke Tanah Air

PROGRAM

Kasih Dan Amara Episode 14

Page 39: kerajaan galuh (Galuh palace)

Reporter: Asep SyaifullahJuru Kamera: Rudi AsmoroTayang: Selasa, 13 Juni 2006 Pukul 12.00 Wib

indosiar.com, Ciamis - Kawali merupakan kota tua yang sudah sejak abad ke 14. Kota ini menyimpan banyak peninggalan sejarah. Salah satunya adalah Astana Gede.

Dalam areal bangunan Astana seluas 5 hektar ini tersimpan banyak situs peninggalan Kerajaan Galuh pada abad ke 13 yang menjadi cikal bakal Kerajaan Padjadjaran. Di komplek Astana Gede ini digelar sebuah pagelaran bernama Nyiar Lumar. Nyiar Lumar adalah proyek budaya untuk mengingatkan kembali sejarah silam dari kebesaran Kerajaan Padjadjaran.

Pagelaran ini juga mengangkat kembali kesenian Sunda dalam bentuk aslinya dan menyatukannya dengan alam.

Kawali adalah kota yang sejuk dan terletak di perlintasan Ciamis dan Kuningan. Namun tidak ada yang menyangka Kawali dahulunya pernah menjadi Ibukota Kerajaan Padjadjaran. Sehingga sejarah Sunda akan sulit dipahami tanpa mengenal kota kecil ini.

Astana Gede adalah salah satu saksi sejarah Kawali. Areal seluas 5 hektar ini kondisinya masih terjaga dengan baik. Di Astana Gede terdapat peninggalan sejarah yang tidak ternilai. Sejumlah prasasti disini adalah peninggalan Kerajaan Galuh yang menjadi cikal bakal Kerajaan Padjadjaran.

Kerajaan Galuh diperkirakan berdiri sekitar tahun 670 an. Di dirikan oleh Raja Wretikandayun. Prasasti - prasasti disini bertuliskan bahasa Sunda kuno. Dibawah Prasasti Paguntunan ini tersimpan abu jasad Diah Pitaloka putri dari Raja Galuh bernama Linggabuana.

Prasasti ini juga dikenal nama Batu Bercermin. Sedangkan di Batu Panyandungan, batu-batu permohonan dibawahnya tersimpan abu jasad Linggabuana. Namun Batu Panyandungan ini oleh sebagian orang dipercaya bisa memenuhi keinginan seseorang untuk memiliki dua orang istri.

Selain ketiga batu tersebut, masih terdapat prasasti yang mengambarkan tentang kehidupan di Kerajaan Galuh. Dibawah kekuasaan Wastu Kancana raja ketiga. Ada prasasti yang cukup menarik yaitu Batu Tapak atau tanggalan.

Ada 45 kolong di batu ini yang digunakan untuk menghitung dan merumuskan waktu. Seperti untuk menentukan kapan waktu bercocok tanam, kendurian dan membangun rumah. Batu ini dibuat sekitar tahun 1400 Masehi.

Galuh merupakan Kerajaan Hindu yang berdiri setelah memisahkan diri dari Kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Galuh kemudian menjadi Kerajaan Padjadjaran dan runtuh setelah

Page 40: kerajaan galuh (Galuh palace)

masuknya Agama Islam. Prasasti - prasasti ini adalah salah satu peninggalan penting Kerajaan Padjadjaran.

Selain Prasasti Batu Tulis di Bogor, Prasasti Sangyang Tapak di Sukabumi dan Tugu Perjanjian Portugis di Jakarta. Selama ini data-data sejarah mengenai Galuh masih berupa penafsiran dan belum lengkap.

Selain prasasti di Astana Gede juga terdapat makam Pangeran Usman utusan dari Cirebon yang bertugas menyebarkan agama Islam. Dan sebuah kolam bernama Cikawali yang dahulunya dipakai untuk mandi keluarga kerajaan. Namun kolam ini lebih banyak dipakai untuk mencari pesugihan antara lain untuk membersihkan diri hingga mendapatkan jodoh.

Astana Gede lebih banyak menjadi tempat ziarah. Dan mereka yang datang untuk berwisata sejarah atau meneliti tidaklah banyak. Padahal di sini tersimpan sejarah kebesaran Kerajaan Sunda pada masa silam. Saat ini hanya segelintir yang mengetahui kejayaan Sunda pada masa lalu. Ini karena catatan sejarah yang masih belum lengkap.

Pagelaran Nyiar Lumar mencoba membuka kembali lembaran silam sejarah Sunda yang dikemas dalam sebuah pentas beragam seni.

Astana Gede yang Keramat

Di areal komplek Astana Gede ini setiap tahun sekali digelar acara Nyiar Lumar. Yakni sebuah pagelaran seni yang menceritakan kisah kebesaran Kerajaan Galuh pada masa silam.

Siang itu Kami melihat persiapan yang sedang dilakukan di areal ini. Nyiar Lumar sudah lima kali digelar. Pertama kali digelar pada tahun 1998. Nyiar Lumar adalah sebuah proyek budaya yang digarap oleh sejumlah seniman di Jawa Barat.

Para pekerja disini disibukan dengan mempersiapkan berbagai kebutuhan untuk acara yang akan digelar pada malam hari. Oleh karena itu diperlukan penerangan yang cukup berupa obor bambu.

Mereka memasukan sumbu satu persatu kedalam batang bambu yang dibuat dalam berbagai bentuk.

Di pintu masuk Astana Gede, Kami juga melihat sebagian pekerja yang sedang membangun dua menara terbuat dari bambu. Menara ini diibaratkan pos pengintai untuk melihat tamu yang masuk ke istana. Untuk acara ini diperlukan sekitar 400 obor bambu yang akan dipasang disekitar Astana.

Page 41: kerajaan galuh (Galuh palace)

Kami tidak lagi melihat prasasti di Astana Gede seperti sedia kala. Semua benda-benda purbakala telah berubah karena telah dibalut kain putih atau kelambu yang merupakan perlambang kesucian.

Benda-benda yang digunakan semuanya memiliki arti. Padi yang diikat di tiang ini adalah perlambang Dewi Sri yang memberikan kehidupan bagi masyarakat Kawali. Astana Gede telah disulap menjadi sebuah pentas budaya tradisional yang akan berlangsung semalam suntuk.

Malam pun tiba dan pagelaran siap dimulai. Masyarakat dari berbagai golongan berbeda seperti tokoh masyarakat, seniman dan budayawan datang dan berkumpul. Inilah salah satu peristiwa budaya yang akbar dan sengaja diciptakan dan melibatkan masyarakat luas.

Menyatukan Seni Dari Alam

Obor telah dinyalakan sebagai pertanda Nyiar Lumar segera berlangsung. Masyarakat dari berbagai golongan berbeda seperti tokoh masyarakat, seniman dan budayawan datang dan berkumpul.

Rombongan ini bergerak ke satu tujuan yakni Situs Lingga Yang Astana Gede yang dijadikan pusat kegiatan. Acara semain hikmad karena dilakukan tepat pada bulan purnama.

Perjalanan ke Astana Gede cukup jauh dan harus melewati pematang sawah, sungai hingga beberapa wilayah di perkampungan. Setelah menempuh perjalanan sejauh 3 kilometer, ribuan masyarakat tiba di gerbang Astana Gede. Mereka disambut tarian yang bernuansa islami.

Saat memasuki Astana Gede, bangunan bersejarah ini seolah berubah menjadi keramat. Rombongan peserta disambut berbagai tari-tarian. Komplek Astana Gede berubah menjadi sebuah pentas budaya.

Nyiar Lumar sendiri berarti Jamur Cahaya. Yakni pagelaran yang mencoba melestarikan kesenian Sunda dengan menyatukannya kembali dengan alam. Pihak penggagas menganggap kesenian Sunda harus perpijak dengan alam agar tetap bisa bertahan.

Selain itu acara ini juga menjadi ajang pelampiasan para seniman yang menunjukkan kebolehannya dalam beragam seni seperti teater, tarian hingga membaca puisi. Pada puncak acara digelar perang bubat. Perang terjadi pada tahun 1356 Masehi antara Kerajaan Galuh dan Majapahit.

Dalam pertempuran ini Raja Galuh, Linggabuana dan putrinya Diah Pitaloka menemui ajal bersama sekitar 4000 tentara Majapahit.

Page 42: kerajaan galuh (Galuh palace)

Kerajaan Majapahit yang terkenal sangat kuat dan disegani diseluruh nusantara akhirnya dengan mudah mengalahkan pasukan Kerajaan Galuh.

Pada tengah malam, Nyiar Lumar berakhir. Setahun lagi pagelaran serupa akan kembali digelar. Namun mungkinkan pagelaran ini langgeng dan menjadi ritual tahunan, mengingat tidak sedikit dana yang dibutuhkan.

Sebagai ajang seni, pagelaran ini berlangsung sukses dan meriah. Beragam kesenian sudah ditampilkan dan Kami berharap itulah kesenian Sunda yang sebenarnya. (Sup)

Showing 1 to 6 of 6 comments Page: 127-Feb-2007 12:21:19 WIB by Abdul DjabarAlhamdulillah! Menurut saya cukup menarik untuk diambil "hikmahnya". Tapi menurut saya harus disosialisasikan dengan kemasan yang lebih indah dan artistik, agar budaya "sunda besar" tidak habis dimakan zaman.16-Jan-2007 09:18:24 WIB by triasaya sangat surprise membaca artikel ini.ternyata banyak kerajaan yang belum terekspos jelas dalam sejarah Indonesia. padahal sejarahkerajaan itu merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia.13-Dec-2006 20:29:19 WIB by fendy suhartanto, ssada lowongan nggak buat lulusan jurusan ilmu sejarah. 1-Nov-2006 14:12:55 WIB by MabruriSejarah tentang kerajaan cukup bagus untuk memberikan wawasan kepada para pemuda. agar mereka mau melestarikan budaya Indonesia.26-Jul-2006 11:58:23 WIB by Abdul DjabarMohon pemerhati budaya sunda kuno juga dapat mementaskan cerita nasab silsilah sampai kerajaan islam di tanah pasundan, tetapi pagelarannya di DKI Jakarta. 20-Jun-2006 16:24:07 WIB by Dian DjabarantaAlhamdulillah!

Cukup bagus untuk dijadikan bahan referensi sejarah perjuangan keturunan orang-orang jawa barat dalam menjaga jati diri daerahnya.

Menurut sejarawan W.J Van der Meulen, Pusat Asli Daerah (kerajaan) Galuh, yaitu disekitar Kawali (Kabupaten Ciamis sekarang). Selanjutnya W.J Van der Meulen berpendapat bahwa kata "galuh", berasal dari kata "sakaloh" berarti "dari sungai asalnya", dan dalam lidah Banyumas menjadi "segaluh". Dalam Bahasa Sansekerta, kata "galu" menunjukkan sejenis permata, dan juga biasa dipergunakan untuk menyebut puteri raja (yang sedang memerintah) dan belum menikah.

Sebagaimana riwayat kota-kabupaten lain di Jawa Barat, sumber-sumber yang menceritakan asal-usul suatu daerah pada umumnya tergolong historiografi tradisional yang mengandung unsur-unsur mitos, dongeng atau legenda disamping unsur yang bersifat historis. Naskah-naskah ini antara lain Carios Wiwitan Raja-raja di Pulo Jawa, Wawacan Sajarah Galuh, dan juga naskah

Page 43: kerajaan galuh (Galuh palace)

Sejarah Galuh bareng Galunggung, Ciung Wanara, Carita Waruga Guru, Sajarah Bogor. Naskah-naskah ini umumnya ditulis pada abad ke-18 hingga abad ke-19. Adapula naskah-naskah yang sezaman atau lebih mendekati zaman Kerajaan Galuh. Naskah-naskah tersebut, diantaranya Sanghyang Siksakanda ÔNg Karesian, ditulis tahun 1518, ketika Kerajaan Sunda masih ada dan Carita Parahyangan, ditulis tahun 1580.

Berdirinya Galuh sebagai kerajaan, menurut naskah-naskah kelompok pertama tidak terlepas dari tokoh Ratu Galuh sebagai Ratu Pertama. Dalam laporan yang ditulis Tim Peneliti Sejarah Galuh (1972), terdapat berbagai nama kerajaan sebagai berikut: Kerajaan Galuh Sindula (menurut sumber lain, Kerajaan Bojong Galuh) yang berlokasi di Lakbok dan beribukota Medang Gili (tahun 78 Masehi?); Kerajaan Galuh Rahyang berlokasi di Brebes dengan ibukota Medang Pangramesan; Galuh Kalangon berlokasi di Roban beribukota Medang Pangramesan; Galuh Lalean berlokasi di Cilacap beribukota di Medang Kamulan; Galuh Pataruman berlokasi di Banjarsari beribukota Banjar Pataruman; Galuh Kalingga berlokasi di Bojong beribukota Karangkamulyan; Galuh Tanduran berlokasi di Pananjung beribukota Bagolo; Galuh Kumara berlokasi di Tegal beribukota di Medangkamulyan; Galuh Pakuan beribukota di Kawali; Pajajaran berlokasi di Bogor beribukota Pakuan; Galuh Pataka berlokasi di Nanggalacah beribukota Pataka; Kabupaten Galuh Nagara Tengah berlokasi di Cineam beribukota Bojonglopang kemudian Gunungtanjung; Kabupaten Galuh Imbanagara berlokasi di Barunay (Pabuaran) beribukota di Imbanagara dan Kabupaten Galuh berlokasi di Cibatu beribukota di Ciamis (sejak tahun 1812).

Untuk penelitian secara historis, kapan Kerajaan Galuh didirikan, dapat dilacak dari sumber-sumber sezaman berupa prasasti. Ada prasasti yang memuat nama "Galuh", meskipun nama tanpa disertai penjelasan tentang lokasi dan waktunya. Dalam prasasti berangka tahun 910, Raja Balitung disebut sebagai "Rakai Galuh". Dalam Prasasti Siman berangka tahun 943, disebutkan bahwa "kadatwan rahyangta I mdang I bhumi mataram ingwatu galuh". Kemudian dalam sebuah Piagam Calcutta disebutkan bahwa para musuh penyerang Airlangga lari ke Galuh dan Barat, mereka dimusnahkan pada tahun 1031 Masehi. Dalam beberapa prasasti di Jawa Timur dan dalam Kitab Pararaton (diperkirakan ditulis pada abad ke-15), disebutkan sebuah tempat bernama "Hujung Galuh" yang terletak di tepi sungai Brantas. Nama Galuh sebagai ibukota disebut berkali-kali dalam naskah sebuah prasasti berangka tahun 732, ditemukan di halaman Percandian Gunung Wukir di Dukuh Canggal (dekat Muntilan sekarang).

Pada bagian carita Parahyangan, disebutkan bahwa Prabu Maharaja berkedudukan di Kawali. Setelah menjadi raja selama tujuh tahun, pergi ke Jawa terjadilah perang di Majapahit. Dari sumber lain diketahui bahwa Prabu Hayam Wuruk, yang baru naik tahta pada tahun 1350, meminta Puteri Prabu Maharaja untuk menjadi isterinya. Hanya saja, konon, Patih Gajah Mada menghendaki Puteri itu menjadi upeti. Raja Sunda tidak menerima sikap arogan Majapahit ini dan memilih berperang hingga gugur dalam peperangan di Bubat. Puteranya yang bernama Niskala Wastu Kancana waktu itu masih kecil. Oleh karena itu kerajaan dipegang Hyang Bunisora beberapa waktu sebelum akhirnya diserahkan kepada Niskala Wastu Kancana ketika sudah dewasa. Keterangan mengenai Niskala Wastu Kancana, dapat diperjelas dengan bukti berupa Prasasti Kawali dan Prasasti Batutulis serta Kebantenan.

Page 44: kerajaan galuh (Galuh palace)

Pada tahun 1595, Galuh jatuh ke tangan Senapati dari Mataram. Invasi Mataram ke Galuh semakin diperkuat pada masa Sultan Agung. Penguasa Galuh, Adipati Panaekan, diangkat menjadi Wedana Mataram dan cacah sebanyak 960 orang. Ketika Mataram merencanakan serangan terhadap VOC di Batavia pada tahun 1628, massa Mataram di Priangan bersilang pendapat. Rangga Gempol I dari Sumedang misalnya, menginginkan pertahanan diperkuat dahulu, sedangkan Dipati Ukur dari Tatar Ukur, menginginkan serangan segera dilakukan. Pertentangan terjadi juga di Galuh antara Adipati Panaekan dengan adik iparnya Dipati Kertabumi, Bupati di Bojonglopang, anak Prabu Dimuntur keturunan Geusan Ulun dari Sumedang. Dalam perselisihan tersebut Adipati Panaekan terbunuh tahun 1625. Ia kemudian diganti puteranya Mas Dipati Imbanagara yang berkedudukan di Garatengah (Cineam sekarang).

Pada masa Dipati Imbanagara, ibukota Kabupaten Galuh dipindahkan dari Garatengah (Cineam) ke Calingcing. Tetapi tidak lama kemudian dipindahkan ke Bendanagara (Panyingkiran). Pada Tahun 1693, Bupati Sutadinata diangkat VOC sebagai Bupati Galuh menggantikan Angganaya. Pada tahun 1706, ia digantikan pula oleh Kusumadinata I (1706-1727).

Pada pertengahan abad ke-19, yaitu pada masa pemerintahan R.A.A. Kusumadiningrat menjadi Bupati Galuh, pemerintah kolonial sedang giat-giatnya melaksanakan tanam paksa. Rakyat yang ada di Wilayah Galuh, disamping dipaksa menanam kopi juga menanam nila. Untuk meringankan beban yang harus ditanggung rakyat, R.A.A. Kusumadiningrat yang dikenal sebagai "Kangjeng Perbu" oleh rakyatnya, membangun saluran air dan dam-dam untuk mengairi daerah pesawahan. Sejak Tahun 1853, Kangjeng Perbu tinggal di kediaman yang dinamai Keraton Selagangga.

Antara tahun 1859-1877, dilakukan pembangunan gedung di ibu kota kabupaten. Disamping itu perhatiannya terhadap pendidikan pun sangat besar pula. Kangjeng Perbu memerintah hingga tahun 1886, dan jabatannya diwariskan kepada puteranya yaitu Raden Adipati Aria Kusumasubrata. Pada tahun 1915, Kabupaten Galuh dimasukkan ke Keresidenan Priangan, dan secara resmi namanya diganti menjadi Kabupaten Ciamis.