Kerajaan Banten & Mataram Islam

46
KERAJAAN BANTEN A. AWAL BERDIRINYA Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak merebut pelabuhan Banten dari kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk. Anak dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin) menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Anak yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara. Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kerajaan Banten karena dibantu oleh para ulama.

description

berisi tentang sejarah kerajaan banten dan mataram islam.

Transcript of Kerajaan Banten & Mataram Islam

Page 1: Kerajaan Banten & Mataram Islam

KERAJAAN BANTEN

A. AWAL BERDIRINYA

Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak

memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun

1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak

merebut pelabuhan Banten dari kerajaan Sunda, dan mendirikan

Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak. Menurut sumber

Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan

Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara

(Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk.

Anak dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin) menikah dengan

seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang

anak. Anak yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan

anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan

menjadi Penguasa Jepara.

Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat

(1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan Banten

daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana

Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda.

Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini

dimenangkan oleh Kerajaan Banten karena dibantu oleh para

ulama.

B. PUNCAK KEJAYAAN

Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa

pemerintahan Abu Fatah Abdulfatah atau lebih dikenal dengan

nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah

Page 2: Kerajaan Banten & Mataram Islam

menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten

maju pesat. Wilayah kekuasaannya meliputi sisa kerajaan Sunda

yang tidak direbut kesultanan Mataram dan serta wilayah yang

sekarang menjadi provinsi Lampung. Piagam Bojong

menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung

dikuasai oleh kesultanan Banten.

C. MASA KEKUASAAN SULTAN HAJI

Pada zaman pemerintahan Sultan Haji, tepatnya pada 12

Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC. seperti

tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint

Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di

Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian

tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak

monopoli perdagangan lada di Lampung.

D. PENGHAPUSAN KESULTANAN

Kesultanan Banten dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah

kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhamad Syafiuddin

dilucuti dan dipaksa turun takhta oleh Thomas Stamford Raffles.

Tragedi ini menjadi klimaks dari penghancuran Surasowan oleh

Gubernur-Jenderal Belanda, Herman William Daendels tahun

1808.

Sultan Ageng Tirtayasa

Sultan Ageng Tirtayasa (Banten, 1631 - 1692) adalah putra

Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad yang menjadi Sultan Banten periode

1640-1650. Ketika kecil, ia bergelar Pangeran Surya. Ketika

ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar

Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati. Setelah kakeknya

Page 3: Kerajaan Banten & Mataram Islam

meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan

Abdul Fathi Abdul Fattah. Nama Sultan Ageng Tirtayasa berasal

ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa (terletak di

Kabupaten Serang). Ia dimakamkan di Mesjid Banten.

Riwayat Perjuangan

Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada

periode 1651 - 1682. Ia memimpin banyak perlawanan terhadap

Belanda. Masa itu, VOC menerapkan perjanjian monopoli

perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Kemudian

Tirtayasa menolak perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai

pelabuhan terbuka.

Saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa ingin mewujudkan Banten

sebagai kerajaan Islam terbesar. Di bidang ekonomi, Tirtayasa

berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka

sawah-sawah baru dan mengembangkan irigasi. Di bidang

keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti kerajaan

dan penasehat sultan.

Ketika terjadi sengketa antara kedua putranya, Sultan Haji

dan Pangeran Purbaya, Belanda ikut campur dengan bersekutu

dengan Sultan Haji untuk menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa.

Saat Tirtayasa mengepung pasukan Sultan Haji di Sorosowan

(Banten), Belanda membantu Sultan Haji dengan mengirim

pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tack dan de Saint Martin.

Daftar pemimpin Kesultanan Banten

Sunan Gunung Jati

Sultan Maulana Hasanudin 1552 – 1570

Maulana Yusuf 1570 – 1580

Maulana Muhammad 1585 – 1590

Page 4: Kerajaan Banten & Mataram Islam

Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir 1605 – 1640

(dianugerahi gelar tersebut pada tahun 1048 H (1638) oleh

Syarif Zaid, Syarif Makkah saat itu.[2])

Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad 1640 – 1650

Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1680

Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji) 1683 – 1687

Abdul Fadhl / Sultan Yahya (1687-1690)

Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)

Muhammad Syifa Zainul Ar / Sultan Arifin (1750-1752)

Muhammad Wasi Zainifin (1733-1750)

Syarifuddin Artu Wakilul Alimin (1752-1753)

Muhammad Arif Zainul Asyikin (1753-1773)

Abul Mafakir Muhammad Aliyuddin (1773-1799)

Muhyiddin Zainush Sholihin (1799-1801)

Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)

Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)

Aliyuddin II (1803-1808)

Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)

Muhammad Syafiuddin (1809-1813)

Muhammad Rafiuddin (1813-1820)

E. MASA KEMUNDURAN KESULTANAN BANTEN

Di ujung barat Jawa, terdapat Kerajaan Banten, yang

meskipun wilayahnya lebih kecil namun memiliki kekuatan

armada dagang yang jauh lebih kuat dibandingkan Mataram.

Pada masa Sultan Ageng (1651-1683), yang dikenal dengan

sebutan Sultan Tirtayasa, Banten berhasil membangun armada

dagang dengan menggunakan model Eropa. Kapal-kapal Banten

yang menggunakan surat jalan dari orang Eropa banyak melayari

jalur-jalur perdagangan Nusantara. Bahkan, melalui hubungan

Page 5: Kerajaan Banten & Mataram Islam

baiknya dengan Inggris, Denmark dan Cina, Banten dapat

berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, dan

Jepang. Kegiatan perdagangan Internasional jarak jauh Banten ini

tidak disukai oleh VOC yang ingin memonopoli perdagangan

lada. Akan tetapi, seperti Mataram, kemunduran Banten sendiri

disebabkan oleh munculnya konflik di dalam negeri, yang

kemudian mengundang campur tangan VOC.

Pada saat itu, putera mahkota yang baru naik tahta, yang

kemudian bergelar Sultan Haji (1682-1687), ingin menjalin

hubungan yang erat dengan VOC. Akan tetapi, kebijakan

tersebut ditentang oleh ayahnya, Sultan Tirtayasa, dan para elit

politik Muslim yang lebih militan. Pertentangan ini akhirnya

meletus menjadi konflik bersenjata.

Pada tahun 1680, Sultan Tirtayasa mengumumkan perang ketika

para pedagang Banten dianiaya oleh VOC. Sultan Haji, yang

kedudukannya semakin terjepit karena dijauhi para elit politik

dan agama Islam, akhirnya menerima semua prasyarat yang

diajukan VOC sebelum membantunya. Tuntutan VOC itu antara

lain sebagai berikut:

1) Semua perampok yang mengacaukanBataviaharus dihukum

dan VOC diberi ganti rugi.

2) Banten harus menarik kembali dukungannya terhadap para

pemberontak Mataram yang melawan VOC.

3) Banten tidak boleh lagi melakukan hubungan dagang dengan

para pedagang lain, terutama pedagang Eropa, kecuali

dengan VOC

Pada bulan Maret 1682, sebuah armada VOC di bawah

pimpinan Francois Tack dan Isaac de Saint Martin berlayar

Page 6: Kerajaan Banten & Mataram Islam

menuju Banten. Pada saai itu, Sultan Haji berada dalam

kedudukan yang kritis karena terkepung oleh pasukan ayahnya.

Kedatangan pasukan VOC itu menyelamatkannya dan kemudian

dengan bantuan mereka Sultan Haji berbalik mengusir

pendukung ayahnya ke pedalaman. Setelah melakukan

perlawanan sengit, akhirnya pada bulan Maret 1683, Sulatan

Ageng maupun pembantunya yang bernama Syaikh Yusuf,

seorang ulama asal Makassar, tertangkap. Sultan Ageng sendiri

akhirnya dibawa keBatavia dan meninggal disana sementara

Syaikh Yusuf dibuan ke Tanjung Harapan di Afrika. Kemenangan

Sultan Haji dengan bantuan VOC ini sekaligus mengakhiri masa

kejayaan dan kemerdekaan Banten.

Meskipun demikian, perlawanan rakyat Banten masih terus

berlangsung, antara lain di bawah pimpinan Kyai Tapa dan

Ratu Bagus Buang (pewaris tahta Banten yang sempat

dibuang VOC). Mereka melancarkan perang gerilya terhadap

kepentingan VOC di Selat Sunda,Bandung, dan Buitenzorg

(Bogor), sebelum akhirnya bergabung dengan para pembentuk di

Mataram.Setelah itu gerakan mereka lenyap.

Page 7: Kerajaan Banten & Mataram Islam

KERAJAAN MATARAM ISLAM

A. BERDIRINYA KERAJAAN MATARAM ISLAM

Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat kerajaan

ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di

Kotagede. Awal berdirinya yaitu setelah kerajaan Demak runtuh,

kerajaan Pajang merupakan satu-satunya kerajaan di Jawa

Tengah. Namun demikian raja Pajang masih mempunyai musuh

yang kuat yang berusaha menghancurkan kerajaannya, ialah

seorang yang masih keturunan keluarga kerajaan Demak yang

bernama Arya Penangsang. Raja kemudian membuat sebuah

sayembara bahwa barang siapa mengalahkan Arya Penangsang

atau dapat membunuhnya, akan diberi hadiah tanah di Pati dan

Mataram. Ki Pemanahan dan Ki Penjawi yang merupakan abdi

prajurit Pajang berniat untuk mengikuti sayembara tersebut. Di

dalam peperangan akhirnya Danang Sutwijaya berhasil

mengalahkan dan membunuh Arya Penangsang. Sutawijaya

adalah anak dari Ki Pemanahan, dan anak angkat dari raja

Pajang sendiri. Namun karena Sutawijaya adalah anak angkat

Sultan sendiri maka tidak mungkin apabila Ki Pemanahan

memberitahukannya kepada Sultan Adiwijaya. Sehingga Kyai

Juru Martani mengusulkan agar Ki Pemanahan dan Ki Penjawi

memberitahukan kepada Sultan bahwa merekalah yang

membunuh Arya Penangsang. Ki Ageng Pemanahan memperoleh

tanah di Hutan Mentaok dan Ki Penjawi memperoleh tanah di

Pati.

Pemanahan berhasil membangun hutan Mentaok itu

menjadi desa yang makmur, bahkan lama-kelamaan menjadi

kerajaan kecil yang siap bersaing dengan Pajang sebagai

atasannya. Setelah Pemanahan meninggal pada tahun 1575 ia

Page 8: Kerajaan Banten & Mataram Islam

digantikan putranya, Danang Sutawijaya, yang juga sering

disebut Pangeran Ngabehi Loring Pasar. Sutawijaya kemudian

berhasil memberontak kepada Pajang. Setelah Sultan Hadiwijaya

wafat (1582) Sutawijaya mengangkat diri sebagai raja Mataram

dengan gelar Panembahan Senapati. Pajang kemudian dijadikan

salah satu wilayah bagian dari Mataram yang beribukota di

Kotagede. Senopati bertahta sampai wafatnya pada tahun 1601.

Selama pemerintahannya boleh dikatakan terus-menerus

berperang menundukkan bupati-bupati daerah. Kasultanan

Demak menyerah, Panaraga, Pasuruan, Kediri, Surabaya,

berturut-turut direbut. Cirebon pun berada di bawah

pengaruhnya. Panembahan Senopati dalam babad dipuji sebagai

pembangun Mataram.

B. LETAK KERAJAAN MATARAM ISLAM

Kerajaan Mataram berdiri pada tahun

1582. Pusat kerajaan ini terletak di sebelah

tenggara kota Yogyakarta, yakni di

Kotagede. Dalam sejarah Islam, Kerajaan

Mataram Islam memiliki peran yang cukup

penting dalam perjalanan secara kerajaan-

kerajaan Islam di Nusantara. Hal ini terlihat

dari semangat raja-raja untuk memperluas

daerah kekuasaan dan mengIslamkan para

penduduk daerah kekuasaannya,

keterlibatan para pemuka agama, hingga pengembangan

kebudayaan yang bercorak Islam di jawa. Dinasti Mataram Islam

sesungguhnya berawal dari keluarga petani, begitulah yang

tertulis pada Babad Tanah Jawi. Kisahnya

Page 9: Kerajaan Banten & Mataram Islam

Ki Gede Pamanahan mendirikan desa kecil di Alas Mentaok

(alas= hutan) yang kemudian menjadi sebuah kota yang

semakin ramai dan makmur hingga disebut Kota Gede (kota

besar). Disana lalu di bangun benteng dalam (cepuri)

yangmengelilingi kraton dan benteng luar (baluwarti) yang

mengelilingi wilayah kota seluas ± 200 ha. Sisi luar kedua

benteng ini juga di lengkapi dengan parit pertahanan yang lebar

seperti sungai.

Wilayah kekuasaan Mataram mencapai Jawa Barat (kecuali

Banten), Jawa Tengah, Jawa Timur, Sukadana (Kalimantan

Selatan), Nusa Tenggara. Palembang dan Jambi pun menyatakan

vasal kepada Mataram.

C. SISTEM PEMERINTAHAN MATARAM ISLAM

Setelah Panembahan Senopati meninggal kekuasaannya

digantikan oleh anaknya yang bernama Mas Jolang atau

Panembahan Seda Krapyak. Jolang hanya memerintah selama 12

tahun (1601-1613), tercatat bahwa pada pemerintahannya

beliau membangun sebuah taman Danalaya di sebelah barat

kraton. Pemerintahannya berakhir ketika beliau meninggal di

hutan Krapyak ketika beliau sedang berburu. Selanjutnya

bertahtalah Mas Rangsang, yang bergelar Sultan Agung

Hanyakrakusuma. Di bawah pemerintahannya (tahun 1613-1645)

Mataram mengalami masa kejayaan. Ibukota kerajaan Kotagede

dipindahkan ke Kraton Plered. Sultan Agung juga menaklukkan

daerah pesisir supaya kelak tidak membahayakan kedudukan

Mataram. Beliau juga merupakan penguasa yang secara besar-

besaran memerangi VOC yang pada saat itu sudah menguasai

Batavia. Karya Sultan Agung dalam bidang kebudayaan adalah

Page 10: Kerajaan Banten & Mataram Islam

Grebeg Pasa dan Grebeg Maulud. Sultan Agung meninggal pada

tahun 1645

Ia diganti oleh putranya yang bergelar Amangkurat I.

Amangkurat I tidak mewarisi sifat-sifat ayahnya.

Pemerintahannya yang berlangsung tahun 1645-1676 diwarnai

dengan banyak pembunuhan dan kekejaman. Pada masa

pemerintahannya ibukota kerajaan Mataram dipindahkan ke

Kerta. Pada tahun 1674 pecahlah Perang Trunajaya yang

didukung para ulama dan bangsawan, bahkan termasuk putra

mahkota sendiri. Ibukota Kerta jatuh dan Amangkurat I (bersama

putra mahkota yang akhirnya berbalik memihak ayahnya)

melarikan diri untuk mencari bantuan VOC. Akan tetapi sampai di

Tegalarum, (dekat Tegal, Jawa Tengah) Amangkurat I jatuh sakit

dan akhirnya wafat.

Ia digantikan oleh putra mahkota yang bergelar Amangkurat II

atau dikenal juga dengan sebutan Sunan Amral. Sunan

Amangkurat II bertahta pada tahun 1677-1703. Ia sangat tunduk

kepada VOC demi mempertahankan tahtanya. Pada akhirnya

Trunajaya berhasil dibunuh oleh Amangkurat II dengan bantuan

VOC, dan sebagai konpensasinya VOC menghendaki perjanjian

yang berisi: Mataram harus menggadaikan pelabuhan Semarang

dan Mataram harus mengganti kerugian akibat perang.

Setelah Sunan Amangkuat II meninggal meninggal pada

tahun 1703, Ia digantikan oleh anaknya yang bernama Sunan

Mas (Sunan Amangkurat III). Dia juga sangat menentang VOC.

Karena pertentangan tersebut VOC tidak setuju atas

pengangkatan Sunan Amangkurat III sehingga VOC mengangkat

Paku Buwono I (Pangeran Puger). Pecahlah perang saudara

(perang perebutan mahkota I) antara Amangkurat III dan Paku

Page 11: Kerajaan Banten & Mataram Islam

Buwana I, namun Amangkurt III menyerah dan dibuang ke Sailan

oleh VOC. Paku Buwana I meninggal tahun 1719 dan diganti oleh

Amangkurat IV (1719-1727). Dalam pemerintahannya dipenuhi

dengan pemberontakan para bangsawan yang menentangnya,

dalam hal ini VOC kembali turut andil di dalamnya. Sehingga

kembali pecah perang Perebutan Mahkota II (1719-1723. Sunan

Prabu atau Sunan Amangkurat IV meninggal tahun 1727 dan

diganti oleh Paku Buwana II (1727-1749). Pada masa

pemerintahannya terjadi pemberontakan China terhadap VOC.

Paku Buwana II memihak China dan turut membantu

memnghancurkan benteng VOC di Kartasura. VOC yang

mendapat bantuan Panembahan Cakraningrat dari Madura

berhasil menaklukan pemberontak China. Hal ini membuat Paku

Buwana II merasa ketakutan dan berganti berpihak kepada VOC.

Hal ini menyebabkan timbulnya pemberontakan Raden Mas

Garendi yang bersama pemberontak China menggempur kraton,

hingga Paku Buwana II melarikan diri ke Panaraga.

Dengan bantuan VOC kraton dapat direbut kembali (1743)

tetapi kraton telah porak poranda yang memaksanya untuk

memindahkan kraton ke Surakarta (1744). Setelah itu terjadi

pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Mas Said. Paku

Buwana menugaskan Mangkubumi untuk menumpas kaum

pemerontak dengan janji akan memberikan tanah di Sukowati

(Sragen sekarang). Walaupun Mangkubumi berhasil tetapi Paku

Buwono II mengingkari janjinya sehingga akhirnya dia berdamai

dengan Mas Said. Mereka berdua pun melakukan

pemberontakan bersama-sama hingga pecah Perang Perebutan

Mahkota III (1747-1755).

Paku Buwana II tidak dapat menghadapi kekuatan merea

berdua dan akhirnya jatuh sakit dan meninggal pada tahun 1749.

Page 12: Kerajaan Banten & Mataram Islam

Setelah kematian Paku Buwana II VOC mengangkat Paku Buwana

III. Pengangkatan Paku Buwana III tidak menyurutkan

pemberontakan, bahkan wilayah yang dikuasai Mangkubumi

telah mencapai Yogya, Bagelen, dan Pekalongan. Namun justru

saat itu terjadi perpecahan anatara Mangkubumi dan Raden Mas

Said. Hal ini menyebabkan VOC berada di atas angin. VOC lalu

mengutus seorang Arab dari Batavia (utusan itu diakukan VOC

dari Tanah Suci) untuk mengajak Mangkubumi berdamai.

Ajakan itu diterima Mangkubumi dan terjadilah apa yang

sering disebut sebagai Palihan Nagari atau Perjanjian Giyanti

(1755). Isi perjanjian tersebut adalah: Mataram dibagi menjadi

dua. Bagian barat dibagikan kepada Pangeran Mangkubumi yang

diijinkan memakai gelar Hamengku Buwana I dan mendirikan

Kraton di Yogyakarta. Sedangkan bagian timur diberikan kepada

Paku Buwana III. Mulai saat itulah Mataram dibagi dua, yaitu

Kasultanan Yogyakarta dengan raja Sri Sultan Hamengku

Buwana I dan Kasunanan Surakarta dengan raja Sri Susuhunan

Paku Buwana III. Raja-Raja Mataram Islam :

1) Panembahan Senopati (1584-1601 M)

2) Mas Jolang atau Seda Ing Krapyak (1601- 1613 M)

3) Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma

(1613-1646 M)

4) Amangkurat I (1646- 1676 M)

5) Amangkurat II dikenal juga sebagai Sunan Amral (1677-

1703 M)

6) Sunan Mas atau Amangkurat III pada 1703 M)

7) Pangeran Puger yang bergelar Paku Buwana I (1703-1719 M)

8) Amangkurat IVdikenal sebagai Sunan Prabu (1719-1727 M)

9) Paku Buwana II (1727-1749 M)

Page 13: Kerajaan Banten & Mataram Islam

10) Paku Buwana III pada 1749 M pengangkatannya dilakukan

oleh VOC.

11) Sultan Agung.

D. KEHIDUPAN EKONOMI MATARAM ISLAM

Letak kerajaan Mataram di pedalaman, maka Mataram

berkembang sebagai kerajaan agraris yang menekankan dan

mengandalkan bidang pertanian. Sekalipun demikian kegiatan

perdagangan tetap diusahakan dan dipertahankan, karena

Mataram juga menguasai daerah-daerah pesisir. Dalam bidang

pertanian, Mataram mengembangkan daerah persawahan.

Dalam bidang pertanian, Mataram mengembangkan daerah

persawahan yang luas terutama di Jawa Tengah, yang daerahnya

juga subur dengan hasil utamanya adalah beras, di samping

kayu, gula, kapas, kelapa dan palawija. Sedangkan dalam bidang

perdagangan, beras merupakan komoditi utama, bahkan menjadi

barang ekspor karena pada abad ke-17 Mataram menjadi

pengekspor beras paling besar pada saat itu. Dengan demikian

kehidupan ekonomi Mataram berkembang pesat karena

didukung oleh hasil bumi Mataram yang besar.

E. KEHIDUPAN POLITIK MATARAM ISLAM

Pendiri kerajaan Mataram adalah Sutawijaya. Ia bergelar

Panembahan Senopati, memerintah tahun (1586 – 1601). Pada

awal pemerintahannya ia berusaha menundukkan daerah-daerah

seperti Ponorogo, Madiun, Pasuruan, dan Cirebon serta Galuh.

Sebelum usahanya untuk memperluas dan memperkuat kerajaan

Mataram terwujud, Sutawijaya digantikan oleh putranya yaitu

Mas Jolang yang bergelar Sultan Anyakrawati tahun 1601 – 1613.

Page 14: Kerajaan Banten & Mataram Islam

Sebagai raja Mataram ia juga berusaha meneruskan apa

yang telah dilakukan oleh Panembahan Senopati untuk

memperoleh kekuasaan Mataram dengan menundukkan daerah-

daerah yang melepaskan diri dari Mataram. Akan tetapi sebelum

usahanya selesai, Mas Jolang meninggal tahun 1613 dan dikenal

dengan sebutan Panembahan Sedo Krapyak. Untuk selanjutnya

yang menjadi raja Mataram adalah Mas Rangsang yang bergelar

Sultan Agung Senopati ing alogo Ngabdurrahman, yang

memerintah tahun 1613 – 1645. Sultan Agung merupakan raja

terbesar dari kerajaan ini. Pada masa pemerintahannya Mataram

mencapai puncaknya, karena ia seorang raja yang gagah berani,

cakap dan bijaksana.

Pada tahun 1625 hampir seluruh pulau Jawa dikuasainya

kecuali Batavia dan Banten. daerah-daerah tersebut

dipersatukan oleh Mataram antara lain melalui ikatan

perkawinan antara adipati-adipati dengan putri-putri Mataram,

bahkan Sultan Agung sendiri menikah dengan putri Cirebon

sehingga daerah Cirebon juga mengakui kekuasaan Mataram.

Di samping mempersatukan berbagai daerah di pulau Jawa,

Sultan Agung juga berusaha mengusir VOC Belanda dari Batavia.

Untuk itu Sultan Agung melakukan penyerangan terhadap VOC

ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629 akan tetapi serangan

tersebut mengalami kegagalan. Penyebab kegagalan serangan

terhadap VOC antara lain karena jarak tempuh dari pusat

Mataram ke Batavia terlalu jauh kira-kira membutuhkan waktu 1

bulan untuk berjalan kaki, sehingga bantuan tentara sulit

diharapkan dalam waktu singkat. Dan daerah-daerah yang

dipersiapkan untuk mendukung pasukan sebagai lumbung padi

yaitu Kerawang dan Bekasi dibakar oleh VOC, sebagai akibatnya

pasukan Mataram kekurangan bahan makanan. Dampak

Page 15: Kerajaan Banten & Mataram Islam

pembakaran lumbung padi maka tersebar wabah penyakit yang

menjangkiti pasukan Mataram, sedangkan pengobatan belum

sempurna. Hal inilah yang banyak menimbulkan korban dari

pasukan Mataram. Di samping itu juga sistem persenjataan

Belanda lebih unggul dibanding pasukan Mataram.

F. KEHIDUPAN SOSIAL DAN BUDAYA MATARAM ISLAM

Sebagai kerajaan yang bersifat agraris, masyarakat

Mataram disusun berdasarkan sistem feodal. Dengan sistem

tersebut maka raja adalah pemilik tanah kerajaan beserta isinya.

Untuk melaksanakan pemerintahan, raja dibantu oleh

seperangkat pegawai dan keluarga istana, yang mendapatkan

upah atau gaji berupa tanah lungguh atau tanah garapan. Tanah

lungguh tersebut dikelola oleh kepala desa (bekel) dan yang

menggarapnya atau mengerjakannya adalah rakyat atau petani

penggarap dengan membayar pajak/sewa tanah. Dengan adanya

sistem feodalisme tersebut, menyebabkan lahirnya tuan-tuan

tanah di Jawa yang sangat berkuasa terhadap tanah-tanah yang

dikuasainya. Sultan memiliki kedudukan yang tinggi juga dikenal

sebagai panatagama yaitu pengatur kehidupan keagamaan.

Sedangkan dalam bidang kebudayaan, seni ukir, lukis, hias dan

patung serta seni sastra berkembang pesat. Hal ini terlihat dari

kreasi para seniman dalam pembuatan gapura, ukiran-ukiran di

istana maupun tempat ibadah. Contohnya gapura Candi Bentar

di makam Sunan Tembayat (Klaten) diperkirakan dibuat pada

masa Sultan Agung.Contoh lain hasil perpaduan budaya Hindu-

Budha-Islam adalah penggunaan kalender Jawa, adanya kitab

filsafat sastra gending dan kitab undang-undang yang disebut

Surya Alam. Contoh-contoh tersebut merupakan hasil karya dari

Sultan Agung sendiri. Di samping itu juga adanya upacara

Page 16: Kerajaan Banten & Mataram Islam

Grebeg pada hari-hari besar Islam yang ditandai berupa kenduri

Gunungan yang dibuat dari berbagai makanan maupun hasil

bumi. Upacara Grebeg tersebut merupakan tradisi sejak zaman

Majapahit sebagai tanda terhadap pemujaan nenek moyang.

G. TERPECAHNYA MATARAM ISLAM

Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Pleret (1647),

tidak jauh dari Kerta. Selain itu, ia tidak lagi menggunakan gelar

sultan, melainkan "sunan" (dari "Susuhunan" atau "Yang

Dipertuan"). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena

banyak ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya,

terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan

memaksa Amangkurat bersekutu dengan VOC. Ia wafat di

Tegalarum (1677) ketika mengungsi sehingga dijuluki Sunan

Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral),

sangat patuh pada VOC sehingga kalangan istana banyak yang

tidak puas dan pemberontakan terus terjadi. Pada masanya,

kraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680), sekitar 5km sebelah

barat Pajang karena kraton yang lama dianggap telah tercemar.

Pengganti Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat

III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-1719), Amangkurat IV

(1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak menyukai

Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC

mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Akibatnya

Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan perpecahan

internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in exile"

hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon.

Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa

Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram menjadi dua

yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta

Page 17: Kerajaan Banten & Mataram Islam

tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam

Perjanjian Giyanti (nama diambil dari lokasi penandatanganan, di

sebelah timur kota Karanganyar, Jawa Tengah). Berakhirlah era

Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah. Walaupun

demikian sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa

Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah "ahli

waris" dari Kesultanan Mataram.

H. USAHA-USAHA MATARAM ISLAM DALAM PERLUASAN

WILAYAH

Mataram mencapai puncak kejayaan pada masa

pemerintahan Sultan Agung. Wilayah Mataram bertambah luas

meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat.

Sultan Agung di samping dikenal sebagai raaja juga pemimpin

agama. Kehidupan beragama mendapat perhatian dan

pengembangan yang sangat pesat. Sultan Agung dikenal juga

sebagai pahlawan nasional karena perannya dalam mengusir

penjajah Belanda. Pengaruh Mataram saampai ke Palembang,

Jambi, Banjarmasin, dan ke timur sampai Gowa Makasar.

Pengaruh ini ditandai adanya hubungan kerja sama dan saling

mengirim utusan antara daerah-daerah tersebut dengan

Mataram. Kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahan

Sultan Agung meliputi kemajuan di bidang politik, ekonomi,

sosial, dan budaya.

Bidang Politik

Kemajuan politik yang dicapai Sultan Agung adalah

menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dan menyerang

Belanda di Batavia.

Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam

Page 18: Kerajaan Banten & Mataram Islam

Sultan Agung berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan

Islam di Jawa. Usaha ini dimulai dengan menguasai Gresik,

Jaratan, Pamekasan, Sumenep, Sampang, Pasuruhan,

kemudian Surabaya. Salah satu usahanya mempersatukan

kerajaan Islam di Pulau Jawa ini ada yang dilakukan dengan

ikatan perkawinan. Sultan Agung mengambil menantu Bupati

Surabaya Pangeran Pekik dijodohkan dengan putrinya yaitu

Ratu Wandansari.

Anti penjajah Belanda

Sultan Agung adalah raja yang sangat benci terhadap

penjajah Belanda. Hal ini terbukti dengan dua kali menyerang

Belanda ke Batavia, yaitu yang pertama tahun 1628 dan yang

kedua tahun 1629. Kedua penyerangan ini mengalami

kegagalan. Adapun penyebab kegagalannya, antara lain:

Jarak yang terlalu jauh berakibat mengurangi ketahanan

prajurit mataram. Mereka harus menempuh jalan kaki

selama satu bulan dengan medan yang sangat sulit.

Kekurangan dukungan logistik menyebabkan pertahanan

prajurit Mataram di Batavia menjadi lemah.

Kalah dalam sistem persenjataan dengan senjataa yang

dimiliki kompeni Belanda yang serba modern.

Banyak prajurit Mataram yang terjangkit penyakit dan

meninggal, sehingga semakin memperlemah kekuatan.

Portugis bersedia membantu Mataram dengan menyerang

Batavia lewat laut, sedangkan Mataram lewat darat.

Ternyata Portugis mengingkari. Akhirnya Mataram dalam

menghadapai Belanda tanpa bantuan Portugis.

Kesalahan politik Sultan Agung yang tidak menadakan

kerja sama dengan Banten dalam menyerang Belanda.

Waktu itu mereka saling bersaing.

Page 19: Kerajaan Banten & Mataram Islam

Sistem koordinasi yang kurang kompak antara angkatan

laut dengan angkatan darat. Ternyata angkatan laut

mengadakan penyerangan lebih awalm sehingga rencana

penyerangan Mataram ini diketahui Belanda.

Akibat penghianatan oleh salah seorang pribumi, sehingga

rencana penyerangan ini diketahui Belanda sebelumnya.

Bidang Ekonomi

Kemajuan dalam bidang ekonomi meliputi hal-hal berikut ini:

Sebagai negara agraris, Mataram mampu meningkatkan

produksi beras dengan memanfaatkan beberapa sungai di

Jawa sebagai irigasi. Mataram juga mengadakan

pemindahan penduduk (transmigrasi) dari daerah yang

kering ke daerah yang subur dengan irigasi yang baik.

Dengan usaha tersebut, Mataram banyak mengekspor

beras ke Malaka.

Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa tidak

hanya menambah kekuatan politik, tetapi juga kekuatan

ekonomi. Dengan demikian ekonomi Mataram tidak

semata-mata tergantung ekonomi agraris, tetapi juga

karena pelayaran dan perdagangan.

Bidang Sosial Budaya

Kemajuan dalam bidang sosial budaya meliputi hal-hal

berikut:

Timbulnya kebudayaan kejawen

Unsur ini merupakan akulturasi dan asimilasi antara

kebudayaan asli Jawa dengan Islam. Misalnya upacara Grebeg

yang semula merupakan pemujaan roh nenek moyang.

Kemudian, dilakukan dengan doa-doa agama Islam. Saampai

Page 20: Kerajaan Banten & Mataram Islam

kini, di jawa kita kenal sebagai Grebeg Syawal, Grebeg Maulud

dan sebagainya.

Perhitungan Tarikh Jawa

Sultan Agung berhasil menyusun tarikh Jawa. Sebelum

tahun 1633 M, Mataram menggunakan tarikh Hindu yang

didasarkan peredaran matahari (tarikh syamsiyah). Sejak

tahun 1633 M (1555 Hindu), tarikh Hindu diubah ke tarikh

Islam berdasarkan peredaran bulan (tarikh komariah).

Caranya, tahun 1555 diteruskan tetapi dengan perhitungan

baru berdasarkan tarikh komariah. Tahun perhitungan Sultan

Agung ini kemudian dikenal sebagai “tahun Jawa”.

Berkembangnya Kesusastraan Jawa

Pada zaman kejayaan Sultan Agung, ilmu pengetahuan dan

seni berkembang pesat, termasuk di dalamnya kesusastraan

Jawa. Sultan Agung sendiri mengarang kitab yang berjudul

Sastra Gending yang merupakan kitab filsafat kehidupan dan

kenegaraan. Kitab-kitab yang lain adalah Nitisruti, Nitisastra,

dan Astrabata. Kitab-kitab ini berisi tentang ajaran-ajaran budi

pekerti yang baik.

Pengaruh Mataram mulai memudar setelah Sultan Agung

meninggal pada tahun 1645 M. Selanjutnya, Mataram pecah

menjadi dua, sebagaimana isi Perjanian Giyanti (1755) berikut:

Mataram Timur yang dikenal Kesunanan Surakarta di bawah

kekuasaan Paku Buwono III dengan pusat pemerintahan di

Surakarta.

Mataram Barat yang dikenal dengan Kesultanan Yogyakarta di

bawah kekuasaan Mangkubumi yang bergelar Sultan

Hamengku Buwono I dengan pusat pemerintahannya di

Yogyakarta.

Page 21: Kerajaan Banten & Mataram Islam

Perkembangan berikutnya, Kesunanan Surakarta pecah

menjadi dua yaitu Kesunanan dan Mangkunegaran (Perjanjian

Salatiga 1757). Kesultanan Yogyakarta juga terbagi atas

Kesultanan dan Paku Alaman. Perpecahan ini terjadi karena

campur tangan Belanda dalam usahanya memperlemah

kekuatan Mataram, sehingga mudah untuk di kuasai.

I. KERUNTUHAN MATARAM ISLAM

Sultan Agung tidak mempunyai pengganti yang mumpuni

sepeninggalnya. Putra mahkota sangat bertolak belakang sifat

dan kepribadiannya dengan sang ayah. Kegemarannya pada

kehidupan keduniawian telah mendorongnya ke jurang

kehancuran kerajaan. Maka dimulailah pemerintahannya sebagai

raja Mataram bergelar Sunan Amangkurat I (1646-1677).

Raja ini mempunyai kebiasaan yang berbeda dengan para

pendahulunya. Gaya pemerintahannya cenderung lalim, tidak

suka bergaul (terasing) dan terlalu curiga dengan semua orang.

Para pejabat di zaman pemerintahan ayahnya dihabisi dengan

bengis, entah dengan hukuman cekik sampai mati untuk

perkara-perkara yang sudah diatur (jebakan) atau dengan cara

dikorbankan menjadi memimpin armada perang ke luar

Mataram.

Hubungan antar kerabat pun tidak berjalan baik. Bahkan

dengan putra mahkotanya, Sunan Amangkurat I terlibat bersaing

dalam urusan wanita pilihan sebagai istri. Kejadian ini

memunculkan tragedi berupa tewasnya mertua dan saudara-

saudara raja. Karena putra mahkota didukung oleh kakeknya, P.

Pekik (mertua Amangkurat I) untuk menikahi seorang gadis

cantik bernama Rara Oyi, putri Ngabehi Mangunjaya dari tepi Kali

Mas Surabaya.  P. Pekik berasal dari Surabaya terlibat membantu

Page 22: Kerajaan Banten & Mataram Islam

putra mahkota yang merupakan saingan sang raja dalam

perebutan putri tersebut.

Kebengisan sunan dapat dilacak dari catatan pejabat

Belanda maupun dalam babad Jawa.Banyak kejadian tidak

masuk akal pada pemerintahannya. Pernah sang raja mengatur

pembunuhan untuk adiknya, P. Alit. Karena  sang adik dihasut

para pangeran di kerajaan untuk menuntut tahta. Bahkan raja

pernah melakukan genocide terhadap lima ribu ulama.

Sifat bengis sunan ini telah menimbulkan sikap anti pati dan

ketakutan rakyatnya. Oleh sebab itu ketika terjadi serbuan dari

kelompok P. Trunajaya dari Madura, raja tidak mampu

menangkisnya. Karena rakyat bersatu padu menyerang istana.

Sunan Amangkurat I menyingkir hingga meninggal karena sakit

dalam pelariannya di Wanayasa, Banyumas utara. Konon pula,

untuk mempercepat kematiannya, putra mahkota yang kelak

menjadi Amangkurat II memberi sebutir pil racun pada sang

ayah. Amangkurat I dimakamkan di Tegalwangi, dekat dengan

gurunya yaitu Tumenggung Danupaya.

Bagaimanapun buruknya Amangkurat I, beliau tetap

mempunyai karya besar.  Dalam bidang arsitektur, sunan

membuat istana baru di Plered (selatan Kuta Gede) dengan

konsep pulau ditengah laut. Pembangunan istana Mataram

tersebut dilandasi oleh sifatnya yang tidak mau kalah dengan

keberhasilan sang ayah.

Untuk pekerjaan ini, sunan mengerahkan para penduduk

hingga luar ibu kota agar membuat batu bata sebagai tembok

kraton dan membendung sungai Opak menjadi danau besar.

Utusan VOC, Rijklof van Goens mencatat bahwa ia sangat takjub

dengan kraton Plered yang seolah-olah mengapung di lautan.

Page 23: Kerajaan Banten & Mataram Islam

Untuk mencapai alun-alun sebelum ke istana, orang harus

melewati jembatan batang yang dibangun permanen.  

Wafatnya Amangkurat I, membuat Putra mahkota

mempunyai modal besar menggantikan tahta Mataram. Dengan 

bekal pusaka-pusaka kerajaan, beliau berusaha mengusir

gerakan Trunajaya dengan meminta dukungan VOC. Putra

mahkota  naik tahta bergelar Sunan Amangkurat II (1677-1703).

Ibu kota Mataram dipindah, bergerak ke timur di Kartasura.

Karena  P. Puger (adik Amangkurat II) tetap berdiam di istana

Plered, setelah Amangkurat I wafat. Beliau berpendapat bahwa

dirinya yang berhak atas tahta Mataram. Karena dirinya yang

mendapat wahyu dari sang ayah (Amangkurat I) bukan putra

mahkota (Amangkurat II). Kejadian tersebut ketika P. Puger

menunggui ajal sang ayah. 

Namun akhirnya P. Puger mengakui kekuasaan Amangkurat

II di Kartasura tahun 1680. setelah terjadi pertikaian alot.

Meskipun pada masa-masa sesudahnya, P. Puger tetap membara

semangatnya untuk mencapai tahta Mataram. Kelak akhirnya

sang pangeran bertahta sebagai Sunan Paku Buwana I.

Pemerintahan Amangkurat II (1677-1703) di Kartasura

dibangun dengan dukungan penuh VOC. Oleh karena itu, dirinya

terikat dengan segala macam permintaan VOC. Di sisi lain, sang

raja sangat melindungi para pejuang dalam melakukan

perlawanan terhadap VOC, diantaranya adalah Untung Suropati. 

Ia merupakan mantan perwira VOC yang akhirnya memusuhi

resimennya karena tindakannya yang sewenang-wenang.

Ketika VOC meminta sang raja untuk menyambut Kapten

Tack di Kartasura, muncullah ambivalensinya. Meskipun Kapten

Tack ini sangat berjasa dengan berhasil membunuh P.Trunajaya

di Kediri, namun karena sifatnya yang arogan di mata sang raja,

Page 24: Kerajaan Banten & Mataram Islam

maka Amangkurat II sangat membenci Kapten Tack. Apalagi

kedatangannya ke kraton Mataram adalah untuk mengusir

gerakan Untung Suropati.

Untuk menutupi sikap ambivalensinya, Amangkurat II

menyambut baik kedatangan Kapten Tack di depan istana

Kartasura. Namun, beliau telah mengatur siasat dengan pasukan

Suropati untuk menyamar sebagai prajurit Mataram. Tiba-tiba

terjadi  huru hara di saat Kapten Tack datang di istana yang

menyebabkan dirinya terbunuh (Feb 1686). Sayang, tindakan

sunan tersebut diketahui oleh sang adik, P. Puger. Kelak  beliau

menunjukkan bukti-bukti kuat kepada VOC soal keterlibatan sang

raja dalam peristiwa itu. Inilah senjata ampuh P. Puger dalam

mendongkel tahta keturunan Sunan Amangkurat II.

Dalam kehidupan seni budaya,  dukungan kuat VOC telah 

mempengaruhi Amangkurat II untuk  menerapkan etiket Eropa di

dalam istana. Tata cara adat sembah untuk menghormat raja

mulai diubah tidak dengan cara duduk bersila, melainkan dengan

berdiri tegak lurus tangan dan kaki, topi diletakkan di lengan. Ini

berlaku bagi orang-orang Eropa. Bahkan mereka diperkenankan

duduk di bangku, bukan duduk bersila di lantai seperti layaknya

pada pejabat Mataram. Inilah revolusi sosial yang mulai berlaku

di istana Mataram.  

Ketika Amangkurat II wafat, tahta Mataram masih diteruskan

oleh putra mahkota bergelar Amangkurat III (1703-1708). Raja ini

juga menggalang persahabatan dengan Untung Suropati, seperti

ayahnya. Sementara itu, di istana terjadi konflik lama. Sang

paman, P. Puger tetap ngotot menginginkan tahta. Dengan bukti-

bukti kuat keterlibatan Amangkurat II dan III soal wafatnya

Kapten Tack, maka P. Puger dinaikkan tahta sebagai raja

Page 25: Kerajaan Banten & Mataram Islam

Mataram oleh VOC, bergelar Sunan Paku Buwana I (1704-1719).

Beliau bertahta di Semarang.

Amangkurat III diserang oleh VOC dan Sunan PB I. Beliau

melarikan diri ke Jawa Timur, akhirnya dapat ditawan VOC (1708)

kemudian diasingkan ke Sri Lanka. Sunan PB I kemudian

bertahta di Kartasura. Masa-masa pemerintahannya dibayar

mahal dengan menyerahkan daerah-daerah pesisir kepada VOC.

Suatu kesalahan besar. Karena sumber pendapatan Mataram

berkurang drastis. Ianilah yang memancing konflik intern

berkepanjangan.

Kondisi kerajaan tidak pernah stabil. Para pangeran merasa

bahwa pengaruh dan kebijakan VOC sangat menancap di

Mataram. Terjadi beberapa pemberontakan yang dilakukan para

pembesar kerajaan yang tidak puas dengan kondisi

pemerintahan. Keadaan ini berlangsung terus bahkan hingga

wafatnya Sunan PB I dan digantikan sang putra dengan gelar

Sunan Amangkurat IV (1719-1726).

Catatan Belanda menunjukkan bahwa Amangkurat IV seperti

seorang raja yang telah ditinggalkan rakyatnya. Kerajaan sangat

rapuh, potensi perpecahan dan konflik  intern merebak. 

Bahkan hingga wafatnya, sang raja pengganti (Sunan PB II)

mewarisi kerapuhan tersebut.

Sunan PB II (1726-1749) memegang tampuk pemerintahan

dalam usia muda belia, 16 tahun. Hal itulah yang membuat sang

bunda, Ratu Amangkurat IV yang mendukung VOC melakukan

intervensi pada pemerintahannya. Sementara itu patihnya,

Danurejo sangat anti VOC.

Sebagaimana sang ayah yang mewarisi kondisi kerajaan

tidak solid, Sunan PB II pun dirongrong oleh hutang-hutang yang

harus dibayarkan kepada VOC. Bahkan kerajaan mengalami

Page 26: Kerajaan Banten & Mataram Islam

perang besar, yaitu pemberontakan orang-orang Cina yang

semula terjadi di Batavia (1740) kemudian merembet hingga

Kartasura. Perang yang dikenal sebagai Geger Pacina ini telah

membuat sunan bersama gubernur pesisir van Hohendorff harus

melarikan diri ke Jawa Timur karena istana Mataram diduduki

kaum pemberontak.

Beruntung, VOC dapat menyusun kekuatan dan berhasil

menduduki kembali Kartasura tahun 1742. Namun kondisi istana

yang sudah poranda tidak layak sebagai ibukota kerajaan dan

paham Jawa mengatakan bahwa istana yang sudah diduduki

musuh, tidak lagi suci sebagai ibukota. Dengan dukungan VOC,

Sunan PB II membangun istana baru. Desa Sala atau kemudian

dikenal dengan Surakarta Hadiningrat terpilih dari 3 alternatif

yang diajukan dan sunan  mulai mendiaminya pada 1745(1746).

Arsitek pembangunan kraton adalah adik sunan, P. Mangkubumi

(kelak bergelar Sultan HB I).

Harga mahal yang harus dibayar raja kepada VOC karena

berhasil memadamkan perang pacina adalah kesepakatan

bahwa VOC memperoleh daerah pesisir, yaitu Madura, Sumenep

dan Pamekasan. Selain itu, VOC lah yang menentukan pejabat

patih Mataram serta penguasa pesisir.

Akibat jatuhnya pesisir ke tangan VOC, para pejabat

Mataram geram. Bermunculan para pemberontak yang

merongrong istana Surakarta Hadiningrat. Diantaranya yang

terkenal adalah pasukan Raden Mas Said (1746), keponakan raja.

Untuk memadamkan pemberontakan itu, sunan mengadakan

sayembara berupa pemberian tanah Sokawati bagi yang berhasil

memadamkannya. Maka tampillah adik raja, P. Mangkubumi.

Dengan kemampuannya mengatur strategi perang dan

Page 27: Kerajaan Banten & Mataram Islam

penguasaan medan yang jitu, akhirnya gerakan Mas Said dapat

ditumpas. Namun sunan mengampuni keponakannya itu.

Masalah timbul, ketika dalam pertemuan agung kerajaan,

langkah sunan hendak menyerahkan hadiah tanah Sokawati

kepada P. Mangkubumi dihalangi oleh patihnya, Pringgalaya dan

gubernur van Imhoff. Menurut gubernur VOC tersebut,

Mangkubumi tidak layak mendapat hadiah 4000 cacah.  Seakan-

akan hendak menandingi kekuasaan raja.

P. Mangkubumi kecewa, dipermalukan dihadapan umum

oleh van Imhoff. Maka 19 Mei 1746, beliau berontak pada VOC ,

keluar dari Surakarta, lalu mendiami Sokawati dengan kekuatan

2500 kavaleri (pasukan berkuda) serta 13000 anak buah dan

punggawa yang mendukungnya. Beliau melancarkan serangan

kepada VOC di Grobogan, Juana, Demak, Jipang (Bojonegoro).

Pasukannya bertambah kuat dengan bergabungnya RM. Said,

sang keponakan yang sempat ditundukkannya. Persatuan paman

dan keponakan ini bahkan hampir menguasai istana Surakarta

(1748).

Kondisi kerajaan yang tidak stabil membuat Sunan PB II

jatuh sakit. Seakan sudah pasrah dengan kerajaannya yang tidak

solid, beliau menyerahkan Mataram kepada gubernur Baron von

Hohendorff (11 Desember 1749). Inilah kesalahan terbesar yang

dilakukan raja. Keputusan tersebut menyulut P. Mangkubumi

untuk bergerak, agar dapat menarik kembali kerajaan tetap

dalam pangkuan dinasti Mataram. Beliau mengangkat dirinya

sebagai Sunan Pakubuwana di desa Bering, Yogyakarta (12 des

1749). Tindakan ini sebagai langkah mendahului keponakannya

(putra mahkota PB II yang baru 16 tahun), yang akan dinaikkan

tahta oleh VOC sebagai Sunan PB III.

Page 28: Kerajaan Banten & Mataram Islam

Inilah babak baru periode kerajaan Mataram terbagi dua.

P. Mangkubumi sebagai raja didampingi RM. Said sebagai

patihnya. Kedua tokoh ini merupakan dwi tunggal kekuatan yang

sulit ditembus VOC maupun Surakarta Hadiningrat dibawah PB

III. Sayang persekutuan sultan dan patihnya yang juga

merupakan menantu, akhirnya pecah di tahun 1753 akibat

benturan konflik pribadi soal tahta Mataram yang masih

dipegang Sunan PB III.

VOC yang sudah lelah dengan panjangnya peperangan,

mulai menempuh jalur perundingan. Bahkan RM. Said pernah

menulis surat ke VOC bersedia berunding dengan syarat

diangkat sebagai sunan. Rupanya VOC tidak mengindahkannya,

namun melirik pada P. Mangkubumi. VOC mendekatinya bahkan

mengganti pejabatnya yang tidak disukai P. Mangkubumi dalam

upaya perundingan, yaitu van Hohendorff. VOC

menggantikannya dengan Nicolaas Hartingh. Seorang Belanda

yang sangat mengerti tata krama Jawa, pribadi yang lebih

disukai P. Mangkubumi. Dalam hal ini Hohendorff sadar diri,  ia

tidak akan bisa kontak dengan Mangkubumi dan hal tersebut

sangat merugikan VOC. Selain itu, citranya sudah buruk di

Surakarta. Oleh karena itu pengunduran diri Hohendorff

merupakan langkah maju bagi VOC guna membuka perundingan

dengan P. Mangkubumi.

Kesepakatan tercapai melalui Perjanjian Giyanti (13 Februari

1755). Menyatakan  Mataram dibagi dua. Sunan PB III tetap

bertahta di Surakarta Hadiningrat dengan kekuasaan meliputi :

Ponorogo, Kediri, Banyumas. P. Mangkubumi bertahta di desa

Bering yang lebih dikenal dengan Ngayogyakarta Hadiningrat,

dengan wilayah meliputi Grobogan, Kertasana, Jipang, Japan,

Page 29: Kerajaan Banten & Mataram Islam

Madiun. Sementara Pacitan dibagi untuk keduanya, termasuk

Kotagede dan makam Kerajaan Imogiri.  

Sunan PB III yang tidak diikutkan dalam perundingan

tersebut tidak dapat berbuat banyak, hanya bisa menerimanya.

Sementara itu, RM. Said semakin kecewa karena tidak

mendapatkan kekuasaan. Oleh karena itu dirinya semakin

gencar melakukan perlawanan baik kepada Sultan HB I, Sunan

PB III, dan VOC.

Merasa tidak mampu menanganinya, VOC pun menawarkan

jalan damai, melalui perundingan Salatiga (1757). Dalam

perundingan tersebut Mas Said menyatakan kesetiaannya pada

raja Surakarta Hadiningrat dan VOC. Sunan PB III memberikan

tanah 4000 cacah dengan wilayah meliputi Nglaroh,

Karanganyar, Wonogiri. Sementara, Sultan HB I tidak

memberikan apa-apa. Kemudian RM. Said dinobatkan sebagai

adipati Mangkunegara I. Kerajaannya  bernama Mangkunegaran.

Demikianlah kerajaan Mataram resmi terbagi dalam 3

kekuasaan yang diperintah Sunan PB III, Sultan HB I, dan

Mangkunegara I. Konflik antar pangeran mulai mereda,

keamanan relatif stabil. Namun dalam kedua perundingan yang

telah disepakati tersebut tidak dicantumkan hal pengganti tahta.

Oleh karena itu masih terbuka peluang untuk menyatukan tahta

Mataram. MN I berharap akan tahta Surakarta. Oleh karena itu,

putranya (Prabu Widjojo) dinikahkan dengan putri PB III, GKR Alit.

Meskipun dari perkawinan tersebut lahir seorang putra, Namun

harapan MN I pupus, karena PB III kemudian mempunyai putra

mahkota. Kelak  putra Ratu Alit dan Prabu Widjojo bertahta

sebagai MN II.

Demikian pula upaya Mas Said menikah dengan GKR

Bendara, putri sulung HB I. Sayang  sang putri menceraikannya

Page 30: Kerajaan Banten & Mataram Islam

(1763) yang kemudian menikah dengan P. Diponegara (dari

Yogyakarta). Oleh karena itu, terputuslah harapan

Mangkunegara untuk merajut tahta Mataram dalam satu

kekuasaan tunggal. Bagaimanapun juga penyatuan Mataram

akan merumitkan VOC karena sukar mengendalikan satu

kekuatan besar di Jawa. Dengan terbagi-baginya kerajaan, maka

akan mudah bagi VOC menancapkan hegemoni dan superiornya

di Tanah Jawa.

J. PENINGGALAN KERAJAAN MATARAM ISLAM

Gerbang Makam Kotagede

Inilah gerbang masuk makam Kotagede, di sini nampak

perpaduan unsur bangunan Hindu dan Islam.

Page 31: Kerajaan Banten & Mataram Islam

Masjid Makam Kotagede

Sebagai kerajaan Islam, Mataram memiliki banyak peninggalan

masjid kuno, inilah masjid di komplek makam Kotagede yang

bangunannya bercorak Jawa.

Bangsal Duda

Di sinilah tempat peziarah mendapatkan informasi dari

jurukunci makam yang berasal dari Kraton Surakarta dan Kraton

Yogyakarta. Di tempat ini jugalah peziarah menanggalkan

pakaiannya untuk berganti pakaian peranakan jika hendak

memasuki komplek makam.

Page 32: Kerajaan Banten & Mataram Islam

Kalang Obong

Upacara tradisional kematian orang Kalang, upacara ini seperti

Ngaben di Bali, tetapi kalau upacara Kalang Obong ini bukan

mayatnya yang dibakar melainkan pakaian dan barang-barang

peninggalannya.

K. Peristiwa Penting di Mataram Islam

o 1558 - Ki Ageng Pemanahan dihadiahi wilayah Mataram

oleh Sultan Pajang Adiwijaya atas jasanya mengalahkan

Arya Penangsang.

o 1577 - Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di

Pasargede atau Kotagede.

o 1584 - Ki Ageng Pemanahan meninggal. Sultan Pajang

mengangkat Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan

sebagai penguasa baru di Mataram, bergelar "Ngabehi

Loring Pasar" (karena rumahnya di utara pasar).

o 1587 - Pasukan Kesultanan Pajang yang akan menyerbu

Mataram porak-poranda diterjang badai letusan Gunung

Merapi. Sutawijaya dan pasukannya selamat.

o 1588 - Mataram menjadi kerajaan dengan Sutawijaya

sebagai Sultan, bergelar "Senapati Ingalaga Sayidin

Panatagama" artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur

Kehidupan Beragama.

o 1601 - Panembahan Senopati wafat dan digantikan

putranya, Mas Jolang yang bergelar Panembahan

Page 33: Kerajaan Banten & Mataram Islam

Hanyakrawati dan kemudian dikenal sebagai "Panembahan

Seda ing Krapyak" karena wafat saat berburu (jawa:

krapyak).

o 1613 - Mas Jolang wafat, kemudian digantikan oleh

putranya Pangeran Aryo Martoputro. Karena sering sakit,

kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang.

Gelar pertama yang digunakan adalah Panembahan

Hanyakrakusuma atau "Prabu Pandita Hanyakrakusuma".

Setelah Menaklukkan Madura beliau menggunakan gelar

"Susuhunan Hanyakrakusuma". Terakhir setelah 1640-an

beliau menggunakan gelar bergelar "Sultan Agung

Senapati Ingalaga Abdurrahman".

o 1645 - Sultan Agung wafat dan digantikan putranya

Susunan AmangkuratI.

o 1645 - 1677 - Pertentangan dan perpecahan dalam

keluarga kerajaan Mataram, yang dimanfaatkan oleh VOC.

o 1677 - Trunajaya merangsek menuju Ibukota Pleret.

Susuhunan Amangkurat I mangkat. Putra Mahkota dilantik

menjadi Susuhunan Amangkurat II di pengasingan.

Pangeran Puger yang diserahi tanggung jawab atas ibukota

Pleret mulai memerintah dengan gelar Susuhunan Ing

Ngalaga.

o 1680 - Susuhunan Amangkurat II memindahkan ibukota ke

Kartasura.

o 1681 - Pangeran Puger diturunkan dari tahta Pleret.

o 1703 - Susuhunan Amangkurat III wafat. Putra mahkota

diangkat menjadi Susuhunan Amangkurat III.

o 1704 - Dengan bantuan VOC Pangeran Puger ditahtakan

sebagai Susuhunan Paku Buwono I. Awal Perang Tahta I

Page 34: Kerajaan Banten & Mataram Islam

(1704-1708). Susuhunan Amangkurat III membentuk

pemerintahan pengasingan.

o 1708 - Susuhunan Amangkurat III ditangkap dan dibuang

ke Srilanka sampai wafatnya pada 1734.

o 1719 - Susuhunan Paku Buwono I meninggal dan

digantikan putra mahkota dengan gelar Susuhunan

Amangkurat IV atau Prabu Mangkurat Jawa. Awal Perang

Tahta II (1719-1723).

o 1726 - Susuhunan Amangkurat IV meninggal dan

digantikan Putra Mahkota yang bergelar Susuhunan Paku

Buwono II.

o 1742 - Ibukota Kartasura dikuasai pemberontak.

Susuhunan Paku Buwana II berada dalam pengasingan.

o 1743 - Dengan bantuan VOC Ibukota Kartasura berhasil

direbut dari tangan pemberontak dengan keadaan luluh

lantak. Sebuah perjanjian sangat berat (menggadaikan

kedaulatan Mataram kepada VOC selama belum dapat

melunasi hutang biaya perang) bagi Mataram dibuat oleh

Susuhunan Paku Buwono II sebagai imbalan atas bantuan

VOC.

o 1745 - Susuhunan Paku Buwana II membangun ibukota

baru di desa Sala di tepian Bengawan Beton.

o 1746 - Susuhunan Paku Buwana II secara resmi menempati

ibukota baru yang dinamai Surakarta. Konflik Istana

menyebabkan saudara Susuhunan, P. Mangkubumi,

meninggalkan istana. Meletus Perang Tahta III yang

berlangsung lebih dari 10 tahun (1746-1757) dan mencabik

Kerajaan Mataram menjadi dua kerajaan besar dan satu

kerajaan kecil.

Page 35: Kerajaan Banten & Mataram Islam

o 1749 - 11 Desember Susuhunan Paku Buwono II

menandatangani penyerahan kedaulatan Mataram kepada

VOC. Namun secara de facto Mataram baru dapat

ditundukkan sepenuhnya pada 12 Desember 1830 di

Yogyakarta, P. Mangkubumi diproklamirkan sebagai

Susuhunan Paku Buwono oleh para pengikutnya. 15

Desember van Hohendorff mengumumkan Putra Mahkota

sebagai Susuhunan Paku Buwono III.

o 1752 - Mangkubumi berhasil menggerakkan

pemberontakan di provinsi-provinsi Pasisiran (daerah

pantura Jawa) mulai dari Banten sampai Madura.

Perpecahan Mangkubumi-RM Said.

o 1754 - Nicolas Hartingh menyerukan gencatan senjata dan

perdamaian. 23 September, Nota Kesepahaman

Mangkubumi-Hartingh. 4 November, PB III meratifikasi nota

kesepahaman. Batavia walau keberatan tidak punya pilihan

lain selain meratifikasi nota yang sama.

o 1755 - 13 Februari Puncak perpecahan terjadi, ditandai

dengan Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan

Mataram menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan

Kesultanan Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi menjadi

Sultan atas Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Ingkang

Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-

Ngalaga Ngabdurakhman Sayidin Panatagama

Khalifatullah" atau lebih populer dengan gelar Sri Sultan

Hamengku Buwono I.

o 1757 - Perpecahan kembali melanda Mataram. R.M. Said

diangkat sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan,

Praja Mangkunegaran yang terlepas dari Kesunanan

Page 36: Kerajaan Banten & Mataram Islam

Surakarta dengan gelar "Kangjeng Gusti Pangeran Adipati

Arya Mangku Nagara Senopati Ing Ayudha".

o 1788 - Susuhunan Paku Buwono III mangkat.

o 1792 - Sultan Hamengku Buwono I wafat.

o 1795 - KGPAA Mangku Nagara I meninggal.

o 1813 - Perpecahan kembali melanda Mataram. P. Nata

Kusuma diangkat sebagai penguasa atas sebuah

kepangeranan, Kadipaten Paku Alaman yang terlepas dari

Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Kangjeng Gusti

Pangeran Adipati Paku Alam".

o 1830 - Akhir perang Diponegoro. Seluruh daerah Manca

nagara Yogyakarta dan Surakarta dirampas Belanda. 27

September, Perjanjian Klaten menentukan tapal yang tetap

antara Surakarta dan Yogyakarta dan membagi secara

permanen Kerajaan Mataram ditandatangani oleh

Sasradiningrat, Pepatih Dalem Surakarta, dan Danurejo,

Pepatih Dalem Yogyakarta. Mataram secara de facto dan

de yure dikuasai oleh Hindia Belanda.

DAFTAR PUSTAKA

http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/11/kerajaan-

mataram-islam.html

http://limahati.blogspot.com/2012/04/sejarah-berdirinya-

kerajaan-mataram.html

http://suwandi-sejarah.blogspot.com/2010/09/kerajaan-mataram-

islam.html

http://professorbandi.blogspot.com/2012/11/makalah-kerajaan-

mataram-islam_14.html?m=1

http://taganabanten-info.blogspot.com/2009/10/sejarah-

kesultanan-banten.html