KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK...

21
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 723 TAHUN 2018 TENTANG PENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA BERLALU LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA DI PELABUHAN KUALA TANJUNG MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, Menteri Perhubungan wajib menetapkan alur-pelayaran, sistem rute, tata cara berlalu lintas, dan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya di pelabuhan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di Pelabuhan Kuala Tanjung; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);

Transcript of KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK...

Page 1: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 723 TAHUN 2018

TENTANGPENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA BERLALU

LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYADI PELABUHAN KUALA TANJUNG

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor

5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, Menteri

Perhubungan wajib menetapkan alur-pelayaran, sistem

rute, tata cara berlalu lintas, dan daerah labuh kapal

sesuai dengan kepentingannya di pelabuhan;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan

Menteri Perhubungan tentang Penetapan Alur-Pelayaran,

Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh

Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di Pelabuhan

Kuala Tanjung;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor

64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4849);

Page 2: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

2

2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang

Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun

2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah

Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015

Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5731);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang

Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5093);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang

Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5108) sebagaimana

telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22

Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 20 tahun 2010 tentang Angkutan di

Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5208);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang

Perlindungan Lingkungan Maritim (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 27, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5109);

6. Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang

Pengesahan Peraturan Internasional Tentang Pencegahan

Tubrukan di Laut Collision Regulation Tahun 1972;

7. Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang

Pengesahan ”Internasional Conventional for The Safety of Life at Sea, 1974”;

8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang

Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

Page 3: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

3

9. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang

Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2015 Nomor 75);

10. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor

173/AL.401/PHB-84 tentang Pemberlakuan The IALA

Maritime Bouyage System for Region-A Dalam Tatanan

Sarana Bantu Navigasi Pelayaran di Indonesia;

11. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 30 Tahun

2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Distrik Navigasi;

12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun

2011 tentang Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;

13. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun

2011 tentang Telekomunikasi-Pelayaran;

14. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun

2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor

Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 629)

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor PM 135 Tahun 2015 tentang

Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor

PM 36 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (Berita

Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1401);

15. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun

2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut (Berita

Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 311)

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor PM 146 Tahun 2016 tentang

Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor

PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan

Laut (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016

Nomor 1867);

16. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 57 Tahun

2015 tentang Pemanduan dan Penundaan Kapal (Berita

Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 390);

Page 4: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

4

17. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 189 Tahun

2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun

2015 Nomor 1844) sebagaimana telah diubah terakhir

dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 117

Tahun 2017 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan

Menteri Perhubungan Nomor PM 189 Tahun 2015

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun

2017 Nomor 1891);

18. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 129 Tahun

2016 tentang Alur-Pelayaran di Laut dan Bangunan

dan/atau Instalasi di Perairan (Berita Negara Republik

Indonesia Tahun 2016 Nomor 1573);

19. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 148 Tahun

2016 tentang Rencana Induk Pelabuhan Kuala Tanjung

Provinsi Sumatera Utara;

Memperhatikan: Surat Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor

UM.002/3/ 14/DJPL-18 tanggal 12 Januari 2018 perihal

Penyampaian Rancangan Keputusan Menteri Perhubungan

Tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara

Berlalu Lintas dan Daerah Labuh Kapal di Pelabuhan Kuala

Tanjung, Pelabuhan Batam Pada Terminal Batu Ampar dan

Terminal Sekupang, serta Pelabuhan Samarinda;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG

PENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA

BERLALU LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI

DENGAN KEPENTINGANNYA DI PELABUHAN KUALA

TANJUNG.

PERTAMA : Menetapkan Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Kuala

Tanjung dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dibatasi oleh

titik koordinat geografis sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Keputusan Menteri ini.

Page 5: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

5

KEDUA : Menetapkan Sistem Rute Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan

Kuala Tanjung sebagaimana tercantum dalam Lampiran II

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan

Menteri ini.

KETIGA : Menetapkan Tata Cara Berlalu Lintas di Alur-Pelayaran

Pelabuhan Kuala Tanjung sebagaimana tercantum dalam

Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Keputusan Menteri ini.

KEEMPAT : Menetapkan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan

Kepentingannya di Pelabuhan Kuala Tanjung sebagaimana

tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.

KELIMA : Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Kuala Tanjung dan Sarana

Bantu Navigasi-Pelayaran sebagaimana dimaksud dalam

Diktum PERTAMA serta Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan

Kepentingannya sebagaimana dimaksud dalam Diktum

KEEMPAT, wajib dimuat dalam Peta Laut Indonesia edisi

terbaru Nomor 341 dan Buku Petunjuk Pelayaran

sebagaimana tercantum dalam Peta Tematik dalam

Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Keputusan Menteri ini.

Page 6: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

6

KEENAM

KETUJUH

KEDELAPAN :

Pengawasan terhadap penyelenggaraan Alur-Pelayaran

Masuk Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai berikut:

a. Pengawasan pengoperasian Sarana Bantu

Navigasi-Pelayaran, pengukuran kedalaman

alur-pelayaran, dan timbulnya hambatan pelayaran serta

monitoring sistem rute, tata cara berlalu lintas dan

daerah labuh kapal sesuai kepentingannya dilaksanakan

oleh Distrik Navigasi Kelas I Belawan dan melaporkan

kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut;

b. Pengawasan keamanan dan keselamatan pelayaran,

daerah labuh kapal, sesuai kepentingannya serta

pemeliharaan alur-pelayaran dilaksanakan oleh Kantor

Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas V Kuala

Tanjung sesuai tugas pokok dan fungsinya secara berkala

atau sewaktu-waktu apabila diperlukan, serta

melaporkan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut.

Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu

Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan

Kepentingannya di Pelabuhan Kuala Tanjung dapat

dievaluasi dan dikaji ulang 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun

atau sesuai kebutuhan untuk mengetahui kesesuaian

terhadap kondisi alur-pelayaran.

Hasil Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Diktum

KETUJUH diinformasikan melalui penerbitan Maklumat

Pelayaran (MAPEL) dan disiarkan melalui Berita Pelaut

Indonesia (Notice to Marine).

Page 7: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

7

KESEMBILAN : Direktur Jenderal Perhubungan Laut melaksanakan

pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan

Keputusan Menteri ini.

KESEPULUH : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal

ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 April 2018

MENTERI PERHUBUNGAN, REPUBLIK INDONESIA

ttd.

BUDI KARYA SUMADI

Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:

1. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman;2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;3. Menteri Kelautan dan Perikanan;4. Menteri Badan Usaha Milik Negara;5. Kepala Staf TNI Angkatan Laut;6. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;7. Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut;8. Gubernur Provinsi Sumatera Utara;9. Bupati Kabupaten Batubara;10. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Direktur Jenderal

Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan;11. Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama Belawan;12. Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Belawan;13. Kepala Distrik Navigasi Kelas I Belawan;14. Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas V Kuala

Tanjung.

Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM

da (IV/c) 203 1 001

Page 8: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

8

Lampiran IKeputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor : KP 723 Tahun 2018Tanggal : 25 April 2018

ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN KUALA TANJUNG DAN SARANA BANTU NAVIGASI-PELAYARAN

1. Posisi Koordinat Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Kuala Tanjung:

K od eK o o rd in a t S is i K ir i

K o d eK o o rd in a t S is i K a n a n

L in ta n g B u ju r L in ta n g B u ju r

IA03 ° 30 ' 5 6 .9 1 " LU 0 9 9 ° 27 ' 5 4 .3 0 " B T

IB03 ° 30 ' 5 6 .9 1 " LU

0 9 9 ° 2 7 ’ 2 8 .3 8 " B T

2A03 ° 2 4 ’ 3 1 .9 8 " LU 0 9 9 ° 27 ' 5 4 .3 0 " B T

2B03 ° 24 ' 3 1 .9 8 " LU

09 9 ° 27 ' 2 8 .3 8 " B T

2. Posisi Koordinat Garis Tengah/Haluan Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Kuala

Tanjung:

NoKoordinat Haluan

Lintang Bujur Masuk Keluar1 03° 30' 56.91" LU 099° 27' 41.34" BT 180 °2 03° 24’ 31.98" LU 099° 27’ 41.34" BT 000°

3. Posisi Naik Turun Petugas Pandu (Pilot Boarding Ground) pada titik koordinat:

No Koordinat

A 03° 30' 56.55" LU / 099° 27' 41.34" BT

4. Kondisi Kedalaman Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Kuala Tanjung yang

ditetapkan adalah -15 Meter LWS dengan panjang alur-pelayaran 6 Nautical

Miles (Nm)) atau 12 (Km) dan lebar alur 800 m.

Page 9: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

9

5. Posisi Koordinat Rencana Pemasangan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran Alur-

Pelayaran Masuk Pelabuhan Kuala Tanjung:

No Nama dan Jenis SBNP

Lokasi / warna NoDSI Posisi

1 MPMT Alur Masuk - 03° 30' 56.91" LU / 099° 27' 41.34" BT2 Buoy No 1 (H) Alur - 03° 30' 07.39" LU / 099° 27' 26.69" BT3 Buoy No 2 (M) Alur - 03° 29' 28.62" LU / 099° 27’ 55.91" BT4 Buoy No 3 (H) Alur - 03° 28' 50.29" LU / 099° 27' 26.76" BT5 Buoy No 4 (M) Alur - 03° 28' 11.09" LU / 099° 27' 55.91" BT6 Buoy No 5 (H) Alur - 03° 27’ 34.49" LU / 099° 27' 26.76" BT7 Buoy No 6 (M) Alur - 03° 27' 00.31" LU / 099° 27’ 55.91" BT8 Buoy No 7 (H) Alur - 03° 25’ 56.07" LU / 099° 27' 25.13" BT9 Buoy No 8 (M) Alur - 03° 24' 31.98" LU / 099° 27’ 55.91" BT10 Buoy No 10 (M) Kedangkalan - 03° 23' 14.29" LU / 099° 29' 23.12" BT

MENTERI PERHUBUNGAN, REPUBLIK INDONESIA

ttd.

BUDI KARYA SUMADI

Salinan sesuai dengan aslinyaKEPALA BIRO HUKUM

Page 10: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

10

Lampiran IIKeputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor : KP 723 Tahun 2018Tanggal : 25 April 2018

SISTEM RUTE ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN KUALA TANJUNG

Sistem Rute yang ditetapkan di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Kuala

Tanjung adalah Rute Dua Arah (Two Way Route), dengan lebar alur-pelayaran

800 Meter dan panjang alur-pelayaran 6.3 NM serta kedalaman alur-pelayaran

17 mLWS sampai dengan 43 mLWS.

MENTERI PERHUBUNGAN, REPUBLIK INDONESIA

ttd.

BUDI KARYA SUMADI

Salinan sesuai dengan aslinyaKEPALA BIRO HUKUM

Page 11: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

11

Lampiran IIIKeputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor :Tanggal :

TATA CARA BERLALU LINTAS DI ALUR-PELAYARAN MASUK

PELABUHAN KUALA TANJUNG

Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan mengurangi angka kecelakaan

kapal, maka perlu di atur tata cara berlalu lintas di Alur-Pelayaran Masuk

Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai berikut:

1. Pemanduan

a. kapal dengan ukuran tonase kotor GT 500 (Lima Ratus Gross Tonnage)

atau lebih yang berlayar di perairan wajib pandu, wajib menggunakan

pelayanan jasa pemanduan kapal;

b. mesin penggerak utama dan alat navigasi harus dalam kondisi baik dan

normal untuk olah gerak kapal;

c. mengibarkan bendera “G“ pada siang hari dan menyalakan lampu putih

merah pada malam hari apabila kapal sedang menunggu petugas pandu;

d. mengibarkan bendera “H“ pada siang hari dan menyalakan lampu putih

merah pada malam hari apabila petugas pandu berada di atas kapal; dan

e. mengibarkan bendera “Q“ pada siang hari dan menyalakan lampu putih

merah pada malam hari bagi kapal yang baru tiba dari luar negeri,

petugas pandu hanya diperbolehkan naik ke kapal untuk membawa

kapal apabila kapal telah dinyatakan bebas dari penyakit menular oleh

petugas karantina kesehatan (free practique) dan bendera kuning telah

diturunkan.

2. Komunikasi

a. pemilik/operator kapal atau Nakhoda wajib memberitahukan rencana

kedatangan kapalnya kepada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas

Pelabuhan Kelas V Kuala Tanjung dengan mengirimkan telegram radio

Nakhoda (master cable) melalui Stasiun Radio Pantai Kelas III Kuala

Tanjung dengan tembusan kepada perusahaan angkutan laut atau agen

umum dalam waktu paling lama 48 (empat puluh delapan) jam sebelum

kapal tiba di pelabuhan;

Page 12: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

12

b. komunikasi sebelum kapal masuk dan/atau keluar wajib melapor

kepada Stasiun Radio Pantai Kelas III Kuala Tanjung dengan radio VHF

pada channel 16 dan 20;

c. komunikasi antara petugas pandu/kapal/kapal pandu dapat

menggunakan Bahasa Indonesia dan/atau Bahasa Inggris dengan radio

VHF pada channel 12; dan

d. komunikasi dengan kapal pandu sebelum petugas pandu berada di atas

kapal wajib dilakukan Nakhoda dengan memberikan keterangan kepada

petugas pandu antara lain kondisi, sifat, cara, data, karakteristik, dan

lain-lain yang berkaitan dengan kemampuan olah gerak kapal.

3. Proses Kapal Masuk Dalam Kondisi Normal

a. kecepatan kapal diambang luar menuju Alur-Pelayaran Masuk

Pelabuhan Kuala Tanjung disarankan maneuvering speed, sampai kapal

pandu dapat merapat di kapal untuk menaikkan petugas pandu;

b. setelah kapal masuk ke Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Kuala Tanjung

arahkan Haluan 180 derajat;

c. setiap kapal harus senantiasa bergerak dengan kecepatan aman

sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat dan berhasil untuk

menghindari tubrukan dan dapat dihentikan dalam suatu jarak yang

sesuai dengan keadaan dan suasana yang ada;

d. setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan, apabila

keadaan mengizinkan harus tegas dan jelas dilakukan dalam waktu yang

cukup dan memperhatikan persyaratan kepelautan yang baik;

e. apabila kondisi dermaga sedang penuh atau Nakhoda memutuskan

untuk berlabuh terlebih dahulu, maka kapal dapat berlabuh di daerah

labuh kapal yang sudah disediakan;

f. apabila proses administrasi kelengkapan dokumen selesai dan sudah

tersedia posisi tambat untuk kapal di dermaga, maka petugas pandu

akan menginformasikan ke kapal bahwa petugas pandu akan naik dan

memandu kapal hingga tambat di dermaga;

g. kapal disarankan berlayar mengikuti ketentuan koridor alur-pelayaran

dan arah haluan yang ditetapkan pada Lampiran I Keputusan Menteri ini

serta Peta Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Kuala Tanjung atau

mengikuti zona lalu lintas tepi (in-shore traffic zona) sesuai dengan

ukuran dan kepentingannya untuk menghindar dan mendahulukan

kapal draft dalam; dan

Page 13: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

13

h. setiap melintasi garis atau wilayah wajib lapor atau setelah kapal

berlabuh atau sandar, maka kapal wajib melapor kepada Stasiun Radio

Pantai Kelas III Kuala Tanjung.

4. Proses Kapal Keluar

a. Nakhoda dan/atau petugas pandu melaporkan kepada Kantor

Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas V Kuala Tanjung

dan/atau Stasiun Radio Pantai Kelas III Kuala Tanjung mengenai ukuran

kapal dan jam kapal mulai dipandu keluar;

b. meminta informasi dari Stasiun Radio Pantai Kelas III Kuala Tanjung

mengenai pergerakan kapal yang keluar/masuk Alur-Pelayaran Masuk

Pelabuhan Kuala Tanjung;

c. arahkan haluan kapal menuju bagian tengah alur-pelayaran dan

berlayar menuju ambang luar dengan Haluan 000 derajat; dan

d. sampai di titik Naik Turun Petugas Pandu (Pilot Boarding Ground), maka

petugas pandu turun dan dijemput oleh kapal pandu.

5. Tindakan Menghindari Tubrukan

a. Pengaturan Tindakan Untuk Menghindari Tubrukan Meliputi:

1) setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan,

apabila keadaan mengizinkan harus tegas dan jelas dilakukan dalam

waktu yang cukup dan memperhatikan persyaratan kepelautan yang

baik;

2) setiap perubahan haluan dan/atau kecepatan untuk menghindari

tubrukan, apabila keadaan mengizinkan harus cukup besar sehingga

menjadi jelas bagi kapal lain yang sedang mengamati dengan

penglihatan atau dengan radar, serangkaian perubahan kecil dari

haluan dan/atau kecepatan hendaknya dihindari;

3) apabila ada ruang gerak yang cukup, maka perubahan haluan

merupakan tindakan yang paling berhasil untuk menghindari situasi

saling mendekati terlalu rapat, dengan ketentuan bahwa perubahan

tersebut dilakukan dalam waktu yang cukup dini dan tidak

mengakibatkan terjadinya situasi saling mendekati terlalu rapat;

4) tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan dengan kapal

lain harus sedemikian rupa sehingga menghasilkan pelewatan

dengan jarak yang aman, hasil tindakan tersebut harus dikaji

dengan seksama sampai kapal yang lain itu pada akhirnya terlewati

dan bebas sama sekali; dan

Page 14: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

14

5) apabila diperlukan untuk menghindari tubrukan atau memberikan

waktu yang lebih banyak untuk menilai keadaan, maka kapal harus

mengurangi kecepatannya atau menghilangkan kecepatannya sama

sekali dengan menghentikan atau menjalankan mundur sarana

penggeraknya.

b. Pengaturan Tata Cara Berlalu Lintas Kapal Yang Menggunakan Layar

Meliputi:

1) apabila 2 (dua) kapal sedang saling mendekat sehingga akan

mengakibatkan bahaya tubrukan, maka salah satu dari kedua kapal

tersebut harus menghindari kapal yang lain dengan ketentuan sebagai

berikut:

a) apabila masing-masing kapal mendapat angin di lambung yang

berlainan, maka kapal yang mendapat angin di lambung kiri harus

menghindari kapal yang lain;

b) apabila kedua kapal mendapat angin di lambung yang kanan,

maka kapal yang ada di atas angin harus menghindari kapal yang

ada di bawah angin; dan

c) apabila kapal mendapat angin di lambung kiri melihat sebuah

kapal di atas angin dan tidak dapat menentukan dengan pasti

apakah kapal lain itu mendapat angin di lambung kiri atau kanan,

maka kapal itu harus menghindari kapal lain itu.

2) Untuk memenuhi ketentuan ini, sisi atas angin harus dianggap sisi

yang berlawanan dengan sisi tempat layar utama berada, atau bagi

kapal dengan layar segi empat merupakan sisi yang berlawanan

dengan sisi tempat layar membujur itu berada.

c. Pengaturan Penyusulan Meliputi:

1) setiap kapal yang sedang menyusul kapal lain harus menghindari

kapal lain yang sedang disusul tersebut;

2) kapal harus dianggap menyusul apabila sedang mendekati kapal lain

dari arah yang lebih besar dari 22,5 (dua puluh dua koma lima)

derajat di belakang arah melintang, sehingga terhadap kapal yang

sedang disusul itu pada malam hari kapal hanya dapat melihat

penerangan buritan, tetapi tidak satupun dari penerangan-penerangan

lambungnya;

Page 15: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

15

3) apabila kapal dalam keadaan ragu apakah sedang menyusul kapal

lain atau tidak, maka kapal tersebut harus beranggapan bahwa

sedang menyusul kapal lain; dan

4) setiap perubahan baringan antara kedua kapal yang terjadi kemudian

tidak akan mengakibatkan kapal yang sedang memotong dalam

pengertian aturan ini atau membebaskannya dari kewajiban untuk

menghindari kapal yang sedang disusul itu sampai kapal tersebut

dilewati dan bebas sama sekali.

d. Pengaturan Tata Cara Berlalu Lintas Kapal Dalam Situasi Berhadap-

Hadapan Meliputi:

1) apabila 2 (dua) kapal bertenaga sedang bertemu dengan haluan

berlawanan atau hampir berlawanan sehingga akan mengakibatkan

bahaya tubrukan, maka masing-masing kapal harus mengubah

haluannya ke kanan sehingga masing-masing kapal akan berpapasan

di lambung kirinya;

2) keadaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), harus dianggap ada

apabila kapal melihat kapal lain tepat atau hampir di depan dan pada

malam hari kapal itu dapat melihat penerangan tiang kapal lain

tersebut terletak segaris atau hampir segaris dan/atau kedua

penerangan lambung serta pada siang hari kapal itu mengamati gatra

(aspek) yang sesuai mengenai kapal lain tersebut; dan

3) apabila kapal dalam keadaan ragu-ragu atas keadaan sebagaimana

dimaksud dalam angka 1), maka kapal itu harus beranggapan bahwa

keadaan tersebut ada dan bertindak sesuai dengan angka 1) dan

angka 2).

e. Dalam pengaturan tata cara berlalu lintas kapal dalam situasi memotong,

apabila 2 (dua) kapal bertenaga sedang berlayar dengan haluan saling

memotong, sehingga akan mengakibatkan bahaya tubrukan, maka kapal

yang mendekati kapal lain di sisi kanannya harus menghindar, dan

apabila keadaan mengizinkan harus menghindar dengan cara memotong

di depan kapal lain itu.

Dalam pengaturan tata cara tindakan kapal menghindari, maka setiap

kapal yang diwajibkan menghindari kapal lain secepat mungkin.

Page 16: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

16

Dalam pengaturan tanggung jawab antar kapal meliputi:

1) kapal bermesin yang sedang berlayar harus menghindari:

a) kapal yang tidak terkendalikan;

b) kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas;

c) kapal yang sedang menangkap ikan; dan/atau

d) kapal layar.

2) kapal layar yang sedang berlayar harus menghindari:

a) kapal yang tidak terkendalikan;

b) kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas; dan/atau

c) kapal yang sedang menangkap ikan.

3) kapal yang sedang menangkap ikan sedapat mungkin harus

menghindari:

a) kapal yang tidak terkendalikan; dan/atau

b) kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas.

4) setiap kapal, kecuali kapal yang tidak dapat dikendalikan atau kapal

yang kemampuan olah geraknya terbatas, apabila keadaan

mengizinkan harus menghindarkan dirinya merintangi jalan aman

sebuah kapal yang terkendala oleh saratnya.

5) kapal yang terkendala oleh saratnya sebagaimana dimaksud dalam

angka 4) harus berlayar dengan kewaspadaan khusus dengan benar-

benar memperhatikan keadannya yang khusus tersebut.

6) larangan

a) kapal dilarang memasuki alur-pelayaran dengan under keel

cleareance (UKC) kurang dari 10 % (sepuluh persen) dari sarat

(draft), kecuali atas izin Syahbandar;

b) kapal penangkap ikan dilarang menangkap ikan di alur-pelayaran;

c) kapal dilarang masuk perairan wajib pandu tanpa mendapat jasa

pemanduan dari petugas pandu; dan

d) petugas pandu dilarang meninggalkan kapal yang dipandu dalam

kondisi dan situasi :

1) kapal kandas;

2) kapal tubrukan;

3) kerusakan mesin/kemudi; dan/atau

4) keadaan lain yang mengganggu lalu lintas kapal.

Page 17: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

17

7) Ketentuan Lebih Lanjut

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara berlalu lintas di

Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Kuala Tanjung di atur dalam Standar

Operasional dan Prosedur (SOP) yang ditetapkan oleh Kepala Kantor

Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas V Kuala Tanjung.

MENTERI PERHUBUNGAN, REPUBLIK INDONESIA

ttd.

BUDI KARYA SUMADI

Salinan sesuai dengan aslinyaKEPALA BIRO HUKUM

Page 18: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

18

Lampiran IVKeputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor :Tanggal :

DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA

DI PELABUHAN KUALA TANJUNG

Daerah Labuh Sesuai Dengan Kepentingannya di Pelabuhan Kuala Tanjung

Pada Posisi Koordinat Sebagai Berikut :

1. ZONA A Area Labuh Kapal Peti Kemas

Titik Koordinat Luasan Kedalaman

1 03° 26’ 59.04" LU / 099° 28' 13.80" BT

152 Ha 25 M2 03° 26’ 59.04" LU / 099° 29’ 13.16" BT3 03° 26' 32.17" LU / 099° 29' 13.16" BT4 03° 26' 32.17" LU / 099° 28' 13.80" BT

2. ZONA B Area Labuh Kapal General Cargo

Titik Koordinat Luasan Kedalaman

1 03° 26' 32.17" LU / 099° 29' 13.16" BT

99 Ha 21 M2 03° 26' 32.17" LU / 099° 28' 13.80" BT3 03° 26' 14.60" LU / 099° 28' 13.80" BT4 03° 26' 14.60" LU / 099° 29' 13.16" BT

3. ZONA C Area Labuh Kapal Curah Kering

Titik Koordinat Luasan Kedalaman1 03° 26' 12.25" LU / 099° 29' 13.16" BT

92 Ha 13 - 20 M2 03° 26' 12.25" LU / 099° 28’ 13.80" BT3 03° 25' 55.90" LU / 099° 28' 13.80" BT4 03° 25' 55.90" LU / 099° 29’ 13.16" BT

4. ZONA D Area Labuh Kapal CPO

Titik Koordinat Luasan Kedalaman1 03° 25' 55.90" LU / 099° 29' 13.16" BT2 03° 25' 55.90" LU / 099° 28’ 13.80" BT

Q 1 i o i ̂A/r3 03° 25’ 39.69" LU / 099° 28' 13.80" BT ¥ l r i a i z - 1D 1VI

4 03° 25' 39.69" LU / 099° 29' 13.16" BT

Page 19: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

19

5. ZONA E Area Labuh Kapal Emergency

Titik Koordinat Lu asan Kedalaman1 03° 25' 39.69" LU / 099° 29' 13.16" BT

108 Ha 12 - 22 M2 03° 25’ 39.69" LU / 099° 28' 13.80" BT3 03° 25’ 20.62" LU / 099° 28’ 13.80" BT4 03° 25’ 20.62" LU / 099° 29' 13.16" BT

6. ZONA F Area Kapal Pindah Labuh

Titik Koordinat Luasan Kedalaman1 03° 26' 59.14" LU / 099° 29' 14.19" BT

119 Ha 19 - 21 M2 03° 26' 59.14" LU / 099° 30’ 00.55" BT3 03° 26' 32.17" LU / 099° 30’ 00.55" BT4 03° 26' 32.17" LU / 099° 29' 14.19" BT

7. ZONA G Area Kapal Alih Muat (Transhipment)Titik Koordinat Luasan Kedalaman

1 03° 26’ 32.17" LU / 099° 29' 14.19" BT

78 Ha 13 - 20 M2 03° 26' 32.17" LU / 099° 30' 00.55" BT3 03° 26’ 14.53" LU / 099° 30’ 00.55" BT4 03° 26’ 14.53" LU / 099° 29' 14.19" BT

8. ZONA H Area Kapal Karantina

Titik Koordinat Luasan Kedalaman1 03° 26’ 14.53" LU / 099° 29' 14.19" BT

71 Ha 13-20 M2 03° 26' 14.53" LU / 099° 30' 00.55" BT3 03° 25' 58.37" LU / 099° 30’ 00.55" BT4 03° 25’ 58.37" LU / 099° 29' 14.19" BT

9. ZONA I Area Perbaikan Kapal

Titik Koordinat Luasan Kedalaman1 03° 23' 07.18" LU / 099° 30' 38.22" BT2 03° 23’ 07.18" LU / 099° 31' 04.42" BT

24 Ha 10 M3 03° 22' 57.39" LU / 099° 31' 04.42" BT4 03° 22' 57.39" LU / 099° 30' 38.22" BT

Page 20: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

20

10. ZONA J Area Kapal Mati

Titik Koordinat Luasan Kedalaman

1 03° 23’ 07.11" LU / 099° 31' 09.25" BT

26 Ha 10 M2 03° 23' 07.11" LU / 099° 31' 35.95" BT

3 03° 22' 56.89" LU / 099° 31' 35.95" BT

4 03° 22' 56.89" LU / 099° 31' 09.25" BT

11. ZONA K Area Percobaan Berlayar (Sea Trial)

Titik Koordinat Luasan Kedalaman

1 03° 25’ 13.12" LU / 099° 32' 33.64" BT

250 Ha 27 - 32 M2 03° 24' 18.00" LU / 099° 34' 11.22" BT

3 03° 23' 57.84" LU / 099° 33' 58.59" BT

4 03° 24' 53.89" LU / 099° 32' 21.04" BT

MENTERI PERHUBUNGAN, REPUBLIK INDONESIA

ttd.

BUDI KARYA SUMADI

Salinan sesuai dengan aslinyaKEPALA BIRO HUKUM

Page 21: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_723_TAHUN_2018.pdf · Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan

21Lampiran VKeputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor : KP 723 Tahun 2018Tanggal : 25 April 2018

PETA TEMATIK ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN

KUALA TANJUNG DAN SARANA BANTU NAVIGASI-PELAYARAN SERTA

DAERAH LABUH KAPAL SESUAI KEPENTINGANNYA

DI PELABUHAN KUALA TANJUNG

MENTERI PERHUBUNGAN, REPUBLIK INDONESIA

ttd.

BUDI KARYA SUMADI

Salinan sesuai dengan aslinyaKEPALA BIRO HUKUM