KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_821_TAHUN...KETUJUH...
-
Upload
truongthien -
Category
Documents
-
view
234 -
download
0
Transcript of KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2018/KP_821_TAHUN...KETUJUH...
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR KP 821 TAHUN 2018
TENTANG
PENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA BERLALU
LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA
DI ALUR-PELAYARAN TIMUR SURABAYA (APTS)
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 8 Peraturan
Pemcrintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian,
Menteri Perhubungan wajib menelapkan alur-pelayaran,
sistem rute, tata cara berlalu lintas, dan dacrah labuli
kapal sesuai dengan kepentingarmya;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan scbagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan
Menteri Perhubungan tentang Penetapan Alur-Pelayaran,
Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh
Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran
Timur Surabaya (AFFS);
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4849);
- 2-
2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun
2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5731);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5093);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang
Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5108) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 20 tahun 2010 tentang Angkutan di
Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5208);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang
Perlindungan Lingkungan Maritim (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 27, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5109);
6. Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang
Pengesahan Peraturan Internasional Tentang Pencegahan
Tubrukan di Laut Collision Regulation Tahun 1972
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979
Nomor 53);
- 3-
7. Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang
Mengesahkan "INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE
SAFETY OF LIFE AT SEA, 1974", sebagai hasil Konferensi
Internasional tentang Keselamatan Jiwa Di Laut 1974,
yang telah ditandatangani oleh Delegasi Pemerintah
Republik Indonesia, di London, pada tanggal 1 November
1974, yang merupakan pengganti "INTERNATIONAL
CONVENTION FOR THE SAFETY OF LIFE AT SEA, 1960",
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980
Nomor 65);
8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
9. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang
Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 75);
10. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
173/AL.401/PHB-84 tentang berlakunya The IALA
Maritime Bouyage System for Region-A dalam Tatanan
Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran di Indonesia;
11. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 30 Tahun
2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Distrik Navigasi;
12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun
2011 tentang Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
13. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun
2011 tentang Telekomunikasi-Pelayaran;
14. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 52 Tahun
2011 tentang Pengerukan dan Reklamasi sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 136 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor PM 52 Tahun 2011 tentang Pengerukan dan
Reklamasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 1309);
- 4-
15. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 34 Tahun
2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Kesyahbandaran Utama (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 627);
16. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 35 Tahun
2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas
Pelabuhan Utama (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 628);
17. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun
2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 311)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 146 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan
Laut (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 1867);
18. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 57 Tahun
2015 tentang Pemanduan dan Penundaan Kapal (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 390);
19. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 189 Tahun
2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1844) sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 44
Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM 189 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 816);
20. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 129 Tahun
2016 tentang Alur-Pelayaran di Laut dan Bangunan
dan/atau Instalasi di Perairan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 1573);
- 5-
Memperhatikan: Surat Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor
UM.002/11/ 19/DJPL-18 tanggal 6 Februari 2018 perihal
Penyampaian Rancangan Keputusan Menteri Perhubungan
(RKM) Tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata
Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan
Kepentingannya di Alur-Pelayaran Timur Surabaya, Alur-
Pelayaran Pelabuhan Lernbar, Alur-Pelayaran Pelabuhan
Ambon dan Alur-Pelayaran Pelabuhan Dumai;
Menetapkan :
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG
PENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA
BERLALU LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI
DENGAN KEPENTINGANNYA DI ALUR-PELAYARAN TIMUR
SURABAYA (APTS).
PERTAMA : Menetapkan Alur-Pelayaran Timur Surabaya (APTS), Sarana
Bantu Navigasi-Pelayaran, dan jalur perlintasan (Ujung
Surabaya-Kamal Madura) dibatasi oleh titik koordinat
geografis sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri
ini.
KEDUA : Menetapkan Sistem Rute Pelayaran di Alur-Pelayaran Timur
Surabaya (APTS) sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan
Menteri ini.
KETIGA : Menetapkan Tata Cara Berlalu Lintas di Alur-Pelayaran
Timur Surabaya (APTS) sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Keputusan Menteri ini.
- 6-
KEEMPAT : Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Berlalu Lintas di
Alur-Pelayaran Pelayaran Timur Surabaya (APTS)
sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA diatur
dengan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) yang
ditetapkan oleh Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama
Tanjung Perak.
KELIM A : Menetapkan Daerah Aman Melintas Perairan Armada Timur
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dan Daerah
Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur-
Pelayaran Timur Surabaya (APTS) sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.
KEENAM : Alur-Pelayaran Timur Surabaya (APTS), Sarana Bantu
Navigasi-Pelayaran, dan jalur perlintasan (Ujung Surabaya-
Kamal Madura) sebagaimana dimaksud dalam Diktum
PERTAMA serta Daerah Aman Melintas Perairan Armada
Timur TNI AL dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan
Kepentingannya sebagaimana dimaksud dalam Diktum
KELIMA, wajib dimuat dalam Peta Laut Indonesia Edisi
Terbaru Nomor 96 dan 82 serta Buku Petunjuk Pelayaran
sebagaimana tercantum dalam Peta Tematik pada Lampiran
V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan
Menteri ini.
KETUJUH : Pengawasan terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran
di Alur-Pelayaran Timur Surabaya (APTS) dilaksanakan oleh
Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Perak dan
melaporkan hasil pengawasannya kepada Direktur Jenderal
Perhubungan Laut.
KEDELAPAN : Pengawasan terhadap penataan dan penyelenggaraan Alur-
Pelayaran Timur Surabaya (APTS) dilaksanakan oleh Distrik
Navigasi Kelas I Surabaya dan melaporkan hasil
pengawasannya kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut.
- 7-
KESEMBILAN :
KESEPULUH :
KESEBELAS :
KEDUABELAS:
KETI GABELAS:
Pemeliharaan Alur-Pelayaran Timur Surabaya (APTS)
dilaksanakan oleh Kantor Otoritas Pelabuhan Utama
Tanjung Perak secara berkala atau sewaktu-waktu apabila
diperlukan.
Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Diktum KETUJUH dan Diktum KEDELAPAN digunakan
sebagai bahan evaluasi oleh Direktur Jenderal Perhubungan
Laut untuk setiap perubahan terhadap Penetapan Alur-
Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan
Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur-
Pelayaran Timur Surabaya (APTS).
Perubahan terhadap Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute,
Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai
Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran Timur Surabaya
(APTS) sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEPULUH,
diinformasikan melalui penerbitan Maklumat Pelayaran
(MAPEL) serta disiarkan melalui Berita Pelaut Indonesia
(Notice to Marines).
Setiap perubahan Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute,
Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai
Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran Timur Surabaya
(APTS) sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEBELAS
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut dan
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun akan
dilakukan penyesuaian terhadap Keputusan Menteri ini.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut melaksanakan
pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan
Keputusan Menteri ini.
- 8-
KEEMPATBELASrKeputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.Ditetapkan di JAKARTA pada tanggal 18 Mei 2018
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDT KARYA SUMADTSALINAN Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
1. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman;
2. Menteri Kelautan dan Perikanan;
3. Menteri Badan Usaha Milik Negara;
4. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
5. Kepala Staf TNI Angkatan Laut;
6. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;
7. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Direktur Jenderal
Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan;
8. Gubernur Jawa Timur;
9. Walikota Surabaya;
10. Kepala Pusat Hidrografi dan Oceanografi TNI Angkatan Laut;
11. Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Perak Surabaya;
12. Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak Surabaya;
13. Kepala Distrik Navigasi Kelas I Surabaya;
14. Kepala Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai Kelas II Tanjung Perak;
15. Kepala Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Gresik;
16. Ketua Umum DPP Indonesian National Ship Owners Association (INSA).
Salinan sesuai dengan aslinya
HUKUM,
(ama Muda (IV/c) >1023 199203 1 003
- 9-
Lampiran IKeputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 821 TAHUN 2018 tentangPenetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran Timur Surabaya (APTS)
ALUR-PELAYARAN TIMUR SURABAYA (APTS),
SARANA BANTU NAVIGASI-PELAYARAN, DAN JALUR PERLINTASAN
(UJUNG SURABAYA - KAMAL MADURA)
1. Posisi Koordinat Alur-Pelayaran Timur Surabaya (APTS):
No KodeBatas Kiri
AlurKode
Batas Kanan
Alur
1MPMT
A
07° 23' 32.43" LS/
113° 00' 30.13" BT
MPMT
B
07° 23' 27.56" LS/
113° 00’ 29.87" BT
2 1A07° 23' 39.88" LS/
112° 57’ 10.69" BT1B
07° 23’ 35.15" LS/
112° 57' 12.73" BT
3 2A07° 21' 22.81" LS/
112° 55' 13.14" BT2B
07° 21' 19.37" LS/
112° 55' 16.61" BT
4 3A07° 19' 36.38" LS/
112° 53' 24.48" BT3B
07° 19' 33.86" LS/
112° 53’ 28.75" BT
5 4A07° 15' 20.22" LS/
112° 52’ 07.08" BT4B
07° 15’ 18.31" LS/
112° 52' 11.59" BT
6 5A07° 13’ 39.79" LS/
112° 51’ 09.53" BT5B
07° 13’ 36.51" LS/
112° 51' 13.22" BT
7 6A07° 11' 10.33" LS/
112° 47' 52.48" BT6B
07° 11' 05.47" LS/
112° 47' 52.95" BT
8 7A07° 11' 10.32" LS/
112° 45'01.70" BT7B
07° IT 05.51" LS/
112° 45' 00.62" BT
9 8A07° 11' 34.71" LS/
112° 44' 03.08" BT8B
07° 11' 29.84" LS/
112° 44' 02.44" BT
- 10-
2. Posisi Koordinat Garis Haluan Alur-Pelayaran Timur Surabaya (APTS):
No KodePosisi Koordinat Arah haluan
Lintang Bujur Masuk Keluar
1 MPMT 7° 23' 30.00" LS 113° 00' 30.00" BT 267° 87°
2 GH. 1 7° 23' 37.63" LS 112° 57' 11.64" BT 319° 139°
3 GH.2 7° 21' 21.09" LS 112° 55' 14.88" BT 314° 134°
4 GH.3 7° 19' 35.16" LS 112° 53’ 26.59" BT 343° 163°
5 GH.4 7° 15' 19.26" LS 112° 52' 09.34" BT 330° 150°
6 GH.5 7° 13’ 38.14" LS 112° 51' 11.40" BT 307° 127°
7 GH.6 7° 11' 07.89" LS 112° 47’ 53.30" BT 270° 90°
8 GH.7 7° 11' 10.32" LS 112° 45' 01.70" BT 247° 67°
9 GH.8 7° 11' 32.27" LS 112° 44' 02.95" BT 267° 87°
3. Posisi Koordinat Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran Eksisting:
NoNama dan
Jenis SBNPNo Dsi Koordinat DSI
1 Pelsu MPMT 3821 7° 23' 30.00" LS / 113° 00’ 30.00" BT
2 Anpel No.01 1870 7° 23’ 35.00" LS / 112° 57’ 15.00" BT
3 Anpel No.02 1880 7° 21' 22.00" LS / 112° 55' 12.00" BT
4 Anpel No.03 1890 7° 19’ 08.00" LS / 112° 53' 20.00" BT
5 Anpel No.04 1900 7° 15' 50.00" LS / 112° 52' 01.00" BT
6 Anpel No.05 1910 7° 15' 35.00" LS / 112° 51' 45.00" BT
7 Anpel No.06 1920 7° 13' 25.00" LS / 112° 50’ 30.00" BT
8 Anpel No.07 1930 7° 11' 05.36" LS / 112° 44' 57.88" BT
9 Anpel No.08 1940 7° 11' 27.00" LS / 112°48' 07.00" BT
10 Ramsu Castur - 7° 19’ 00.00" LS / 112° 53' 00.00" BT
11 Ramsu Kessek3730
K. 1188
7° 09' 44.00" LS / 112° 45' 57.50" BT
- 11-
4. Posisi Koordinat Rencana Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran:
NO SBNP POSISI KOORDINAT
1 Pelsu Hijau No. 01 7° 23' 35.00" LS/112° 57’ 15.00" BT
2 Pelsu Merah No. 02 7° 23' 39.61" LS/112° 57' 09.09" BT
3 Pelsu Hijau No. 03 7° 21' 20.25" LS/112° 55' 19.43" BT
4 Pelsu Merah No. 04 7° 21' 22.00" LS/112° 55’ 12.00" BT
5 Pelsu Hijau No. 05 7° 19’ 31.64" LS/112° 53' 29.99" BT
6 Pelsu Merah No. 06 7° 19' 38.04" LS/112° 53' 23.58" BT
7 Pelsu Hijau No. 07 7° 15' 17.36" LS/112° 52' 15.58" BT
8 Pelsu Merah No. 08 7° 15’ 22.22" LS/112° 52' 03.53" BT
9 Pelsu Hijau No. 09 7° 13’ 34.07" LS/112° 51' 18.46" BT
10 Pelsu Merah No. 10 7° 13' 42.60" LS/112° 51’ 06.19" BT
11 Pelsu Hijau No. 11 7° 10' 59.92" LS/112° 47’ 49.72" BT
12 Pelsu Merah No. 12 7° 1L 13.39" LS/112° 47' 46.63" BT
13 Pelsu Hijau No. 13 7° 11' 01.51" LS/112° 47' 00.48" BT
14 Pelsu Merah No. 14 7° 11’ 13.22" LS/112° 47' 08.77" BT
15 Pelsu Hijau No. 15 7° 11’ 01.16" LS/ 112° 46' 31.01" BT
16 Pelsu Merah No. 16 7° 11' 13.08" LS/112° 46' 31.01" BT
17 Pelsu Hijau No. 17 7° 11' 05.36" LS/112° 44' 57.88" BT
18 Pelsu Kardinal Barat 7° 18' 38.28" LS/112° 53' 29.64" BT
19 Pelsu Kuning Zona Labuh 7° 23' 16.96" LS/112° 57' 43.36" BT
5. Posisi Koordinat Jalur Perlintasan (Penyeberangan Ujung Surabaya ke
Kamal Madura):
No KodeBatas Timur
AlurKode
Batas Barat
Alur
1 1A07° 11' 43.31" LS /
112° 44' 12.53" BT1B
07° 11' 45.49" LS/
112° 44' 02.95" BT
2 2A07° 10' 46.06" LS/
112° 43' 40.87" BT2B
07° 10' 55.17" LS/
112° 43' 23.30" BT
3 3A07° 10' 34.16" LS/
112° 43' 30.21" BT3B
07° 10' 38.21" LS/
112° 43' 11.10" BT
- 12-
6. Posisi Naik Turun Petugas Pandu (Pilot Boarding Ground) pada titik
koordinat:
No Koordinat
A 7° 23' 19.76" LS / 112° 58' 11.27" BT
Salinan sesuai dengan aslinya
HUKUM,
I H., SH, DESS ama Muda (IV/c)
1023 199203 1 003
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI KARYA SUMADI
- 13-
Lampiran IIKeputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor tentangPenetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran Timur Surabaya (APTS)
SISTEM RUTE ALUR-PELAYARAN TIMUR SURABAYA (APTS)
1. Sistem Rute di Alur-Pelayaran Timur Surabaya (APTS)
Sistem Rute yang ditetapkan di Alur-Pelayaran Timur Surabaya (APTS)
yaitu Rute Dua Arah (Ttuo Ways Routes) dengan lebar alur ±150 (seratus
lima puluh) meter.
2. Kondisi Kedalaman dan Panjang Alur-Pelayaran
Kondisi kedalaman dan panjang Alur-Pelayaran Timur Surabaya
kedalaman minimal eksisting -3,5 (tiga koma lima) meter LWS sementara
kedalaman yang direncanakan -5 (lima) meter LWS, dan panjang alur-
pelayaran dari pelampung suar MPMT sampai Pelabuhan Tanjung Perak
Surabaya ± 22 (dua puluh dua) Nautical Miles/NM atau ± 37,04 (tiga puluh
tujuh koma nol empat) Kilometer/KM. Berdasarkan hal tersebut, ukuran
dan sarat (draft) kapal yang dapat melalui alur-pelayaran ini maksimum 3
(tiga) meter pada kondisi air surut terendah.
- 14-
3. Daerah Aman Melintas Perairan Armada Timur TNI AL
Area Pangkalan Armada Timur TNI AL sebagaimana tergambar pada Peta
Laut Indonesia Nomor 96 dan 84 dengan Jarak aman melintas Perairan
Armada Timur TNI AL yaitu diluar area tersebut atau 500 (lima ratus)
meter dari sisi terluar Kapal TNI AL. Terkait keselamatan dan keamanan
pelayaran kapal yang melintas agar memperhatikan ketentuan tersebut.
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI KARYA SUMADI
Salinan sesuai dengan aslinya
M l H„ SH. DESS^fama Muda (IV/c) 1023 199203 1 003
IRO HUKUM,
- 15-
Lampiran IIIKeputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor tentangPenetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran Timur Surabaya (APTS)
TATA CARA BERLALU LINTAS DI ALUR-PELAYARAN TIMUR SURABAYA (APTS)
Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan menekan angka kecelakaan kapal,
maka perlu diatur tata cara berlalu lintas di Alur-Pelayaran Timur Surabaya
(APTS) sebagai berikut:
1. Pemanduan
a. kapal dengan ukuran tonase kotor GT 500 (lima ratus Gross Tonnage)
atau lebih yang berlayar di perairan wajib pandu wajib menggunakan
pelayanan jasa pemanduan kapal;
b. mesin penggerak utama dan alat navigasi harus dalam kondisi baik dan
normal untuk olah gerak kapal;
c. mengibarkan bendera “G“ pada siang hari dan menyalakan lampu putih
merah pada malam hari apabila kapal sedang menunggu petugas
pandu;
d. mengibarkan bendera “H“ pada siang hari dan menyalakan lampu putih
merah pada malam hari apabila petugas pandu berada di atas kapal;
dan
e. mengibarkan bendera “Q“ pada siang hari dan menyalakan lampu putih
merah pada malam hari bagi kapal yang baru tiba dari luar negeri,
petugas pandu hanya diperbolehkan naik ke kapal untuk membawa
kapal apabila kapal telah dinyatakan bebas dari penyakit menular oleh
petugas karantina kesehatan (free practique) dan bendera kuning telah
diturunkan.
2. Komunikasi
a. pemilik/operator kapal atau Nakhoda wajib memberitahukan rencana
kedatangan kapalnya kepada Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung
Perak dengan mengirimkan telegram radio Nakhoda (master cable)
melalui Stasiun Radio Pantai (SROP) dengan tembusan kepada
- 16-
perusahaan angkutan laut atau agen umum dalam waktu paling lama 48
(empat puluh delapan) jam sebelum kapal tiba di pelabuhan;
b. komunikasi sebelum kapal masuk dan/atau keluar alur-pelayaran wajib
melapor kepada stasiun VTS (Surabaya) Distrik Navigasi Kelas I
Surabaya melalui channel 12;
c. komunikasi antara petugas pandu/ kapal/ kapal pandu dapat
menggunakan Bahasa Indonesia dan/atau Bahasa Inggris dengan radio
VHF melalui channel 12; dan
d. komunikasi dengan kapal sebelum petugas pandu berada di atas kapal
wajib dilakukan oleh Nakhoda dengan memberikan keterangan kepada
petugas pandu antara lain kondisi, sifat, cara, data, karakteristik, dan
lain-lain yang berkaitan dengan kemampuan olah gerak kapal.
3. Proses Kapal Masuk
a. Dalam Kondisi Normal
1) setelah posisi berada di ambang luar arahkan haluan kapal mengarah
ke outer Pelampung Suar dengan haluan kapal 267 derajat;
2) kecepatan kapal disekitar pelampung suar pengenal disarankan
dengan maneuvering speed, sampai kapal pandu dapat merapat di
kapal untuk menaikkan petugas pandu;
3) setelah kapal berada di outer Pelampung Suar dan kapal memasuki
Alur-Pelayaran Pelayaran Timur Surabaya (APTS) arahkan haluan
kapal 267 derajat;
4) setiap kapal harus senantiasa bergerak dengan kecepatan aman
sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat dan berhasil untuk
menghindari tubrukan dan dapat diberhentikan dalam suatu jarak
yang sesuai dengan keadaan dan suasana yang ada;
5) setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan, apabila
keadaan mengijinkan harus tegas dan jelas dilakukan dalam waktu
yang cukup dan benar-benar memperhatikan persyaratan kepelautan
yang baik;
6) apabila kondisi dermaga sedang penuh atau Nakhoda memutuskan
untuk berlabuh terlebih dahulu, maka kapal dapat berlabuh di daerah
labuh kapal yang sudah disediakan; dan
7) apabila proses administrasi kelengkapan dokumen selesai dan sudah
tersedia posisi tambat untuk kapal di dermaga, maka petugas VTS
- 17-
Surabaya akan menginformasikan ke kapal bahwa petugas pandu
akan naik dan memandu kapal hingga tambat di pelabuhan.
b. Dalam Kondisi Angin di Atas Normal/Kabut/Hujan Lebat/Gelombang
Tinggi
1) kecepatan kapal di sekitar pelampung suar pengenal disarankan
menggunakan maneuvering speed; dan
2) untuk memasuki alur-pelayaran dalam kondisi kabut/hujan
lebat/gelombang tinggi, maka kapal mempergunakan sarana navigasi
visual, elektronik (radar/GPS/AIS) dan peralatan navigasi lainnya
secara baik dan tepat guna.
4. Proses Kapal Keluar
a. Nakhoda dan/atau petugas pandu melaporkan kepada Kantor
Kesyahbandaran Utama Tanjung Perak dan/atau stasiun VTS (Surabaya)
mengenai ukuran kapal dan jam kapal mulai dipandu keluar;
b. meminta informasi ke stasiun VTS (Surabaya) mengenai pergerakan
kapal yang keluar/masuk Alur-Pelayaran Timur Surabaya (APTS);
c. arahkan haluan menuju bagian tengah alur dan berlayar menuju
Pelampung Suar terluar (Outer Buoy) dengan haluan 87 derajat; dan
d. sesampainya di titik Naik Turun Petugas Pandu (Pilot Boarding Ground),
maka petugas pandu turun dan dijemput oleh kapal pandu.
5. Tindakan Menghindari Tubrukan
a. Pengaturan Tindakan Untuk Menghindari Tubrukan Meliputi:
1) setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan,
apabila keadaan mengijinkan harus tegas dan jelas dilakukan dalam
waktu yang cukup dan benar-benar memperhatikan persyaratan
kepelautan yang baik;
2) setiap perubahan haluan dan/atau kecepatan untuk menghindari
tubrukan, apabila keadaan mengijinkan harus cukup besar sehingga
menjadi jelas bagi kapal lain yang sedang mengamati dengan
penglihatan atau dengan radar, serangkaian perubahan kecil dari
haluan dan/atau kecepatan hendaknya dihindari;
3) apabila ada ruang gerak yang cukup, maka perubahan haluan
merupakan tindakan yang paling berhasil untuk menghindari situasi
saling mendekati terlalu rapat, dengan ketentuan bahwa perubahan
- 18-
itu dilakukan dalam waktu yang cukup dini dan tidak
mengakibatkan terjadinya situasi saling mendekati terlalu rapat;
4) tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan dengan kapal
lain harus sedemikian rupa sehingga menghasilkan jarak yang aman
dan hasil tindakan tersebut harus dikaji dengan seksama sampai
kapal tersebut dilewati dan bebas sama sekali; dan
5) apabila diperlukan untuk menghindari tubrukan atau memberikan
waktu yang lebih banyak untuk menilai keadaan, maka kapal harus
mengurangi kecepatannya atau menghilangkan kecepatannya sama
sekali dengan memberhentikan atau menjalankan mundur sarana
penggeraknya.
b. Pengaturan Tata Cara Berlalu Lintas Kapal Layar Meliputi:
1) apabila 2 (dua) Kapal Layar sedang saling mendekat sehingga akan
mengakibatkan bahaya tubrukan, maka salah satu dari kedua kapal
itu harus menghindari kapal lainnya dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) apabila masing-masing mendapat angin di lambung yang
berlainan, maka kapal yang mendapat angin di lambung kiri
harus menghindari kapal yang lain;
b) apabila keduanya mendapat angin di lambung yang kanan, maka
kapal yang berada di atas angin harus menghindari kapal yang
berada di bawah angin; dan
c) apabila kapal mendapat angin di lambung kiri melihat sebuah
kapal berada di atas angin dan tidak dapat menentukan dengan
pasti apakah kapal lain itu mendapat angin di lambung kiri atau
kanan, maka kapal itu harus menghindari kapal lain itu.
2) Untuk memenuhi ketentuan ini, sisi atas angin harus dianggap sisi
yang berlawanan dengan sisi tempat layar utama berada atau bagi
kapal dengan layar segi empat merupakan sisi yang berlawanan
dengan sisi tempat layar membujur itu berada.
c. Pengaturan Penyusulan Meliputi:
1) setiap kapal yang sedang menyusul kapal lain harus menghindari
kapal lain yang sedang disusul tersebut;
- 19-
2) kapal harus dianggap menyusul apabila sedang mendekati kapal lain
dari arah yang lebih besar dari 22,5 derajat di belakang arah
melintang, sehingga terhadap kapal yang sedang disusul itu pada
malam hari kapal hanya dapat melihat penerangan buritan, tetapi
tidak satupun dari penerangan lambungnya;
3) apabila kapal dalam keadaan ragu apakah sedang menyusul kapal
lain atau tidak, maka kapal itu harus beranggapan bahwa sedang
menyusul kapal lain; dan
4) setiap perubahan baringan antara kedua kapal yang terjadi kemudian
tidak akan mengakibatkan kapal yang sedang memotong dalam
pengertian ketentuan ini atau membebaskannya dari kewajiban
untuk menghindari kapal yang sedang disusul itu sampai kapal
tersebut dilewati dan bebas sama sekali.
d. Pengaturan Tata Cara Berlalu Lintas Kapal Dalam Situasi Berhadap-
Hadapan Meliputi:
1) apabila 2 (dua) kapal sedang bertemu dengan haluan berlawanan
atau hampir berlawanan sehingga akan mengakibatkan bahaya
tubrukan, maka masing-masing kapal harus mengubah haluannya ke
kanan sehingga masing-masing kapal akan berpapasan di lambung
kirinya;
2) keadaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), harus dianggap ada
apabila kapal melihat kapal lain tepat atau hampir di depan dan pada
malam hari kapal itu dapat melihat penerangan tiang kapal lain
tersebut terletak segaris atau hampir segaris dan/atau kedua
penerangan lambung serta pada siang hari kapal itu mengamati gatra
(aspek) yang sesuai mengenai kapal lain tersebut; dan
3) apabila kapal dalam keadaan ragu atas terdapatnya keadaan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1), maka kapal itu harus
beranggapan bahwa keadaan tersebut ada dan bertindak sesuai
angka 1) dan angka 2).
e. Dalam pengaturan tata cara berlalu lintas kapal dalam situasi
memotong, apabila 2 (dua) kapal sedang berlayar dengan haluan saling
memotong sehingga akan mengakibatkan bahaya tubrukan, maka kapal
yang mendapati kapal lain di sisi kanannya harus menghindar dan
- 20-
apabila keadaan mengijinkan harus menghindar dengan cara memotong
di depan kapal lain tersebut. Dalam pengaturan tata cara tindakan kapal
menghindari, maka setiap kapal yang diwajibkan menghindari kapal lain
secepat mungkin. Dalam pengaturan tanggung jawab antar kapal
meliputi:
1) kapal bermesin yang sedang berlayar harus menghindari:
a) kapal yang tidak terkendalikan;
b) kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas;
c) kapal yang sedang menangkap ikan; dan/atau
d) kapal layar.
2) kapal layar yang sedang berlayar harus menghindari:
a) kapal yang tidak terkendalikan;
b) kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas; dan/atau
c) kapal yang sedang menangkap ikan.
3) kapal yang sedang menangkap ikan harus menghindari:
a) kapal yang tidak terkendalikan; dan/atau
b) kapal yang olah geraknya terbatas.
4) setiap kapal, kecuali kapal yang tidak dapat dikendalikan atau kapal
yang kemampuan olah geraknya terbatas, apabila keadaan
mengijinkan harus menghindarkan dirinya merintangi jalan aman
sebuah kapal yang terkendala oleh saratnya.
5) kapal yang terkendala oleh saratnya sebagaimana dimaksud dalam
angka 4) harus berlayar dengan kewaspadaan khusus dengan benar-
benar memperhatikan keadannya yang khusus tersebut.
6. Larangan
a. kapal dilarang memasuki alur-pelayaran dengan under keel cleareance
(UKC) kurang dari 10 % (sepuluh persen) dari sarat (draft) kecuali izin dari Syahbandar;
b. kapal penangkap ikan dilarang menangkap ikan di alur-pelayaran;
c. kapal dilarang masuk perairan wajib pandu tanpa mendapat pelayanan
pemanduan dari petugas pandu; dan
- 21-
d. petugas pandu dilarang meninggalkan kapal yang dipandu dalam kondisi
dan situasi :
1) kapal kandas;
2) kapal tubrukan;
3) kerusakan mesin/kemudi; dan/atau
4) keadaan lain yang mengganggu lalu lintas kapal.
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI KARYA SUMADI
Salinan sesuai dengan aslinya
P I H., SH. DESS^tama Muda (IV/c) 1023 199203 1 003
IRO HUKUM,
- 22-
Lampiran IVKeputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 821 TAHUN 2018tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran Timur Surabaya (APTS)
DAERAH AMAN MELINTAS PERAIRAN ARMADA TIMUR TENTARA NASIONAL
INDONESIA ANGKATAN LAUT DAN
DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA
DI ALUR-PELAYARAN TIMUR SURABAYA (APTS)
Titik Koordinat Luasan Kedalaman
A07° 23' 16.96" LS/
112° 57' 43.36" BT
+ 11.4 KmI 2
±5 Meter
s/d
±7 Meter
B07° 21' 54.19" LS /
112° 59’ 15.44" BT
C07° 20' 41.61" LS /
112° 58' 09.98" BT
D07° 22' 04.39" LS /
112° 56’ 37.91" BT
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,
Salinan sesuai dengan aslinya
HUKUM,
I H„ SH, DESS Muda (IV/c)
1023 199203 1 003
ttd.
BUDI KARYA SUMADI
- 23-
Lampiran VKeputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 821 TAHUN 2018tentang Penetäpan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran Timur Surabaya (APTS)
PETA TEMATIK ALUR-PELAYARAN TIMUR SURABAYA (APTS), SARANA
BANTU NAVIGAS1-PELAYARAN JALUR PERLINTASAN
(UJUNG SURABAYA - MADURA) SERTA DAERAH AMAN MELINTAS PERAIRAN
ARMADA TIMUR TNI AL DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN
KEPENTINGANNYA
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,
Salinan sesuai dengan aslinya
5IRO HUKUM,
I H., SH, DESS ama Muda (IV/c)
1023 199203 1 003
ttd.
BUDI KARYA SUMADI