KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA · PDF filepolda sumsel 2009 page 1 kepolisian negara...

11
Polda Sumsel 2009 Page 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memeliahara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindunfan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri; b. bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas di lapangan sering dihadapkan pada situasi, kondisi atau permasalahan yang mendesak, sehingga perlu melaksanakan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian; c. bahwa pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian harus dilakukan dengan cara yang tidak bertentangan denga aturan hokum, selaras dengan kewajiban hokum dan tetap menghormati/menjunjung tinggi hak asasi manusia; d. bahwa untuk dijadikan pedoman bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugas di lapangan tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan

Transcript of KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA · PDF filepolda sumsel 2009 page 1 kepolisian negara...

Polda Sumsel 2009 Page 1

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009

TENTANG

PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. Bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan

alat Negara yang berperan dalam memeliahara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindunfan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri;

b. bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam

melaksanakan tugas di lapangan sering dihadapkan pada situasi, kondisi atau permasalahan yang mendesak, sehingga perlu melaksanakan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian;

c. bahwa pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan

kepolisian harus dilakukan dengan cara yang tidak bertentangan denga aturan hokum, selaras dengan kewajiban hokum dan tetap menghormati/menjunjung tinggi hak asasi manusia;

d. bahwa untuk dijadikan pedoman bagi anggota Kepolisian

Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugas di lapangan tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan

Polda Sumsel 2009 Page 2

kepolisian, perlu ditentukan standard an cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara republic Indonesia Nomor 4168);

2. Keputusan Presiden Nomor 70 tahun 2002 tentang

Organisasi dan tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

INDONESIA TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri

adalah alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hokum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

2. Tindakan Kepolisian adalah upaya paksa dan/ atau tindakan lain yang

dilakukan secara bertanggug jawab menurut hokum yang berlaku untuk mencegah, menghambat, atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan yang mengancam keselamatan, atau membahayakan jiwa raga, harta benda atau kehormatan kesusilaan, guna mewujudkan tertib dan tegaknya hokum serta terbinanya ketentraman masyarakat.

Polda Sumsel 2009 Page 3

3. penggunaan kekuatan adalah segala penggunaan/pengerahan daya, potensi atau kemampuan anggota Polri dalam rangka melaksanakan tindakan kepolisian.

4. Mempertahankan diri dan / atau masyarakat adalah tindakan yang diambil

oleh anggota Polri untuk melindungi diri sendiri arau masyarakat, atau harta benda atau kehormatan kesusilaan dari bahaya yang mengancam secara langsung.

5. Tindakan pasif adalah tindakan seseorang atau kelompok orang yang tidak

mencoba menyerang, tetapi tindakan mereka mengganggu atau dapat mengganggu ketertiban masyarakat atau keselamatan masyarakat, dan tidak mengindahkan perintah anggota Polri untuk menghentikan perilaku tersebut.

6. Tindakan aktif adalah tindakan seseorang atau kelompok orang untuk

melepaskan diri atau melarikan diri dari anggota Polri tanpa menunjukkan upaya menyerang anggota Polri.

7. Tindakan agresif adalah tindakan seseorang atau kelompok orang untuk

menyerang anggota Polri, masyarakat, harta benda atau kehormatan kesusilaan.

Pasal 2

(1) Tujuan Peraturan ini adalah untuk memberi pedoman bagi anggota Polri

dalam pelaksanaan tindakan kepolisian yang memerlukan penggunaan kekuatan, sehingga terhindar dari penggunaan kekuatan yang berlebihan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan.

(2) Tujuan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian adalah :

a. mencegah, menghambat, atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka yang sedang berupaya atau sedang melakukan tindakan yang bertentangan dengan hokum;

b. mencegah pelaku kejahatan atau tersangka melarikan diri atau

melakukan tindakan yang membahayakan anggota Polri atau masyarakat;

c. melindungi diri atau masyarakat dari ancaman perbuatan atau

perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menimbulkan luka parah atau mematikan; atau

d. melindungi kehormatan kesusilaan atau harta benda diri sendiri atau

masyarakat dari serangan yang melawan hak dan . atau mengancam jiwa manusia.

Polda Sumsel 2009 Page 4

Pasal 3 Prinsip-prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian meliputi : a. legalitas, yang berarti bahwa semua tindakan kepolisian harus sesuai dengan

hokum yang berlaku; b. nesesitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan dapat dilakukan bila

memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang dihadapi;

c. proporsionalitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan harus

dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon anggota Polri, sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban/penderitaan yang berlebihan;

d. kewajiban umum, yang berarti bahwa anggota Polri diberi kewenangan untuk

bertindak atai tidak bertindak menurut penilaian sendiri, untuk menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum;

e. preventif, yang berarti bahwa tindakan kepolisian mengutamakan

pencegahan; f. masuk akal ( reasonable ), yang berarti bahwa tindakan kepolisian diambil

dengan mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dari ancaman atau perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahanya terhadap masyarakat.

Pasal 4

Ruang lingkup peraturan ini meliputi : a. penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang dilakukan oleh

anggota Polri sebagai individu atai individu dalam ikatan kelompok; b. Tahapan dan pelatihan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian; c. Perlindungan dan bantuan hokum serta pertanggungjawaban berkaitan

dengan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian; d. Pengawasan dan pengendalian penggunaan kekuatan dalam tindakan

kepolisian; e. Tembakan peringatan.

Polda Sumsel 2009 Page 5

BAB II PENGGUNAAN KEKUATAN

Bagian Kesatu

Tahapan

Pasal 5 (1) Tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian terdiri dari :

a. tahap 1 : kekuatan yang memiliki dampak ctete/ren^encegahan; b. tahap 2 : perintah lisan; c. tahap 3 : kendali tangan kosong lunak; d. tahap 4 : kendali tangan kosong keras; e. tahap 5 : kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air

mata, semprotan cabe atau alat lain sesuai standar Polri; f. tahap 6 : kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain yang

menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota masyarakat.

(2) Anggota Polri harus memilih tahapan penggunaan kekuatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), sesuai tingkatan bahaya ancaman dari pelaku kejahatan atau tersangka dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

Bagian Kedua Pelaksanaan

Pasal 6

Tahapan penggunaan kekuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan dengan kehadiran anggota Polri yang dapat diketahui dari : a. seragam atau rompi atau jaket yang bertuliskan POLISI yang dikenakan oleh

anggota Polri;

Polda Sumsel 2009 Page 6

b. kendaraan dengan tanda Polri; c. lencana kewenangan Polisi; atau d. pemberitahuan lisan dengan meneriakkan kata “ POLISI “

Pasal 7

(1) Pada setiap tahapan penggunaan kekuatan yang dilakukan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat diikuti dengan komunikasi lisan/ucapan dengan cara membujuk, memperingatkan dan memerintahkan untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka.

(2) Setiap ingakatan bahaya ancaman terhadap anggota Polri atau masyarakat

dihadapi dengan tahapan penggunaan kekuatan sebagai berikut :

a. tindakan pasif dihadapi dengan kendali tangan kosong lunak sebagimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c;

b. tindakan aktif dihadapi dengan kendali tangan kosong keras

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) hurf d; c. tindakan agresuf dihadapi dengan kendali senjata tumpul, senjata

kimia antara lain gas air mata atau semprotan cabe, atau alat lain sesuai standar Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e;

d. tindakan agresif yang bersifat segera yang dilakukan oleh pelaku

kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian atau membahayakan kehormatan kesusilaan anggota Polri atau masyarakat atau menimbulkan bahaya terhadap keselamatan umum, seperti: membakar stasiun pompa bensin, meledakkan gardu listrik, meledakkan gudang senjata/amunisi, atau menghancurkan objek vital, dapat dihadapi dengan kendali senjata api atau alat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf f.

Pasal 8

(1) Penggunaan kekuatan dengan kendali senjata api atau alat lain

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d dilakukan ketika :

a. tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat;

Polda Sumsel 2009 Page 7

b. anggota Polri tidak memiliki alternative lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut;

c. anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau

tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat.

(2) Penggunaan kekuatan dengan senjata api atau alat lain sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya terakhir untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka.

(3) Untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka yang

merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan penggunaan kendali senjata api dengan atau tanpa harus diawali peringatan atau perintah lisan.

Pasal 9

Penggunaan senjata api dari dank e arah kendaraan yang bergerak atau kendaraan yang merikan diri diperbolehkan, dengan kehati-hatian yang tinggi dan tidak menimbulkan resiko baik terhadap diri anggota Polri itu sendiri maupun masyarakat.

Pasal 10 Dalam hal penggunaan senjata api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d, Pasal 8 dan pasal 9, anggota Polri harus memiliki kualifikasi sesuai ketentuan yang berlaku.

BAB III PELATIHAN

Pasal 11

(1) Anggota Polri sebagaimana sebelum melaksanakan tindakan kepolisian

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) harus mendapatkan pelatihan dari kesatuan pusat atau wilayah.

(2) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didukung sarana dan

prasarana yang dirancang sesuai dengan standar pelatihan Polri.

Polda Sumsel 2009 Page 8

BAB IV

PERLINDUNGAN DAN BANTUAN HUKUM SERTA PERTANGGUNGJAWABAN

Pasal 12

(1) Anggota Polri yang menggunakan kekuatan dalam pelaksanaan tindakan

kepolisian sesuai dengan prosedur yang berlaku berhak mendapatkan perlindungan dan bantuan hokum oleh Polri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Hak anggota Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberikan oleh

institusi Polri.

Pasal 13 (1) Setiap individu anggota Polri wajib bertanggung jawab pelaksanaan

penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang dilakukannya. (2) Dalam hal pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian

yang didasarkan pada perintah atasan/pimpinan, anggota Polri yang menerima perintah tersebut dibenarkan untuk tidak melaksanakan perintah, bila perintah atasan/pimpinan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Penolakan pelaksanaan perintah atasan/pimpinan untuk menggunakan

kekuatan dalam tindakan kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dapat dipertanggungjawabkan dengan alasan yang masuk akal.

(4) Atasan/pimpinan yang memberi perintah kepada anggota Polri untuk

melaksanakan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, harus turut bertanggung jawab atas resiko/akibat yang terjadi sepanjang tindakan anggota tersebut tidak menyimpang dari perintah atau arahan yang diberikan.

(5) Pertanggungjawaban atas resiko yang terjadi akibat keputusan yang diambil

oleh anggota Polri ditentukan berdasarkan hasil penyelidikan/penyidikan terhadap peristiwa yang terjadi oleh Tim Investigasi.

(6) Tim Investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibentuk sesuai

ketentuan yang berlaku.

Polda Sumsel 2009 Page 9

BAB V

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 14 (1) Setiap pimpinan sebelum menugaskan anggota yang diperkirakan akan

menggunakan kekuatan dalam tindakan kepolisian wajib memberikan arahan kepada anggota yang ditugaskan mengenai penggunaan kekuatan.

(2) Setiap anggota yang menggunakan kekuatan dalam tindakan kepolisian wajib

memperhatikan arahan pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menjadikannya sebagai pertimbangan dalam menerapkan diskresi kepolisian.

(3) Setiap pelaksanaan tindakan kepolisian yang menggunakan kekuatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d, huruf e, dan/atau huruf f, anggota Polri yang melaksanakan penggunaan kekuatan kekuatan wajib secara segera melaporkan pelaksanaannya kepada atasan langsung secara tertulis dalam bentuk formulir penggunaan kekuatan sebagaimana contoh yang tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dengan peraturan ini.

(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat antara lain :

a. tanggal dan tempat kejadian; b. uraian singkat peristiwa tindakan pelaku kejahatan atau tersangka,

sehingga memerlukan tindakan kepolisian; c. alasan/pertimbangan penggunaan kakuatan; d. evaluasi hasil penggunaan kekuatan; e. akibat dan permasalahan yang ditimbulkan oleh penggunaan kekuatan

tersebut. (5) Informasi yang dimuat dalam laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

digunakan untuk :

a. bahan laporan penggunaan kekuatan tahap 4 sampai dengan tahap 6 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d,e dan hurf f;

b. mengetahui tahapan penggunaan kekuatan yang telah digunakan; c. mengetahui hal-hal yang terkait dengan keselamatan anggota Polri

dan/atau masyarakat;

Polda Sumsel 2009 Page 10

d. bahan analisa dan evaluasi dalam rangka pengembangan dan

peningkatan kemampuan professional anggota Polri secara berkesinambungan;

e. bahan pertanggungjawaban hokum penerapan penggunaan kekuatan; f. bahan pembelaan hokum dalam hal terjadi gugatan pidana/perdata

terkait penggunaan kekuatan yang dilakukan oleh anggota Polri yang bersangkutan.

BAB VI

TEMBAKAN PERINGATAN

Pasal 15 (1) Dalam hal tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat menimbulkan

bahaya ancaman luka parah atau kematian terhadap anggota Polri atau masyarakat atau dapat membahayakan keselamatan umum dan tidak bersifat segera, dapat dilakukan tembakan peringatan.

(2) Tembakan peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan pertimbangan yang aman, beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka, serta tidak menimbulkan ancaman atau bahaya bagi orang-orang di sekitarnya.

(3) Tembakan peringatan hanya dilepaskan ke udara atau ke tanah dengan

kehati-hatian yang tinggi apabila alternative lain sudah dilakukan tidak berhasil dengan tujuan sebagai berikut :

a. untuk menurunkan moril pelaku kejahatan atau tersangka yang akan

menyerang anggota Polri atau masyarakt ; b. untuk memberikan peringatan sebelum tembakan diarahkan kepada

pelaku kejahatan atau tersangka.

(4) Tembakan peringatan tidak diperlukan ketika menangani bahaya ancaman yang dapat menimbulkan luka parah atau kematian bersifat segera, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan tembakan peringatan.

Polda Sumsel 2009 Page 11

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 16 Pada saat peraturan ini mulai berlaku, maka Peraturan Kapolri No. Pol. : 6 tahun 2005 tentang Pedoman Tindakan bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Penggunaan Kekuatan, dicabut dan dinytakan tidak berlaku.

Pasal 17 Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 6

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 13 Januari 2009 KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLK INDONESIA,

Drs. BAMBANG HENDARSO DANURI, MM JENDERAL POLISI

Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 13 Januari 2009 MENTERI HUKUM DAN HAM

REPUBLIK INDONESIA,