Kepmenkes 1424 - 2002 Ttg Penyelenggaraan Optikal

9
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 1424/MENKES/SK/XI/2002 TANGGAL 20 NOVEMBER 2002 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN OPTIKAL MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa peraturan Menteri Kesehatan Nomor 113/Menkes/Per/IV/1979 tentang Penyelenggaraan Optikal tidak sesuai lagi dengan perkembangan saat ini; b. bahwa sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan yang diberikan oleh tenaga refraksionis optisien (optometris) di optikal perlu terus dibina, dikembangkan dan ditingkatkan; c. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari pelayanan optikal yang dapat merugikan kesehatan, perlu menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Penyelenggaraa Optikal; Mengingat: 1. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (LN Tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara No. 3495); 2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen(Lembaran Negara Tahun 1999 No. 42, Tambahan Lembaran Negara No. 3821); 3. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 No. 60, Tambahan Lembaran Negara No. 3839); 4. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan 9Lembaran Negara Tahun 1996 No. 49, Tambahan Lembaran Negara No. 3637); 5. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 No. 54, Tembahan Lembaran Negara No. 3952); 6. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 No. 41, Tembahan Lembaran Negara No. 4090); 7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1277/Menkes/SK/XI/2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan; 8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 544/Menkes/SK/VI/2002/, tentang Registrasi dan Izin Kerja Refraksionis Optisien; MEMUTUSKAN Menetapkan:

description

praktek optik

Transcript of Kepmenkes 1424 - 2002 Ttg Penyelenggaraan Optikal

Page 1: Kepmenkes 1424 - 2002 Ttg Penyelenggaraan Optikal

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR: 1424/MENKES/SK/XI/2002 TANGGAL 20 NOVEMBER 2002

TENTANG

PEDOMAN PENYELENGGARAAN OPTIKAL

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa peraturan Menteri Kesehatan Nomor 113/Menkes/Per/IV/1979 tentang

Penyelenggaraan Optikal tidak sesuai lagi dengan perkembangan saat ini; b. bahwa sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan

masyarakat akan mutu pelayanan yang diberikan oleh tenaga refraksionis optisien (optometris) di optikal perlu terus dibina, dikembangkan dan ditingkatkan;

c. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari pelayanan optikal yang dapat merugikan kesehatan, perlu menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Penyelenggaraa Optikal;

Mengingat: 1. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (LN Tahun 1992, Tambahan

Lembaran Negara No. 3495); 2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen(Lembaran

Negara Tahun 1999 No. 42, Tambahan Lembaran Negara No. 3821); 3. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara

Tahun 1999 No. 60, Tambahan Lembaran Negara No. 3839); 4. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan 9Lembaran

Negara Tahun 1996 No. 49, Tambahan Lembaran Negara No. 3637); 5. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan

Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 No. 54, Tembahan Lembaran Negara No. 3952);

6. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 No. 41, Tembahan Lembaran Negara No. 4090);

7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1277/Menkes/SK/XI/2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;

8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 544/Menkes/SK/VI/2002/, tentang Registrasi dan Izin Kerja Refraksionis Optisien;

MEMUTUSKAN

Menetapkan:

Page 2: Kepmenkes 1424 - 2002 Ttg Penyelenggaraan Optikal

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN OPTIKAL.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan: 1. Optikal adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan

mata dasar, pemeriksaan refraksi serta pelayanan kacamata koreksi dan/atau lensa kontak;

2. Laboratorium optik adalah tempat yang khusus melakukan pembuatan lensa koreksi dan/atau pemasangan lensa pada bingkai kacamata, sesuai dengan ukuran yang ditentukan dalam resep;

3. Refraksionis optisien adalah tenaga kesehatan yang telah lulus pendidikan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku yang berwenang melakukan pemeriksaan mata dasar, pemeriksaan refraksi, menetapkan hasil pemeriksaan, menyiapkan dan membuat lensa kacamata atau lensakontak, termasuk pelatihan ortoptik;

4. Pemeriksaan refraksi adalah pemeriksaan mata untuk mengetahui adanya kelainan refraksi dan menentukan ukuran koreksinya yang sesuai;

5. Pemeriksaan mata dasar adalah upaya untuk mengidentifikasi dan menentukan ada atau tidaknya kelainan atau penyakit mata yang perlu dirujuk ke dokter;

6. Lensakontak adalah lensa yang dipasang menempel pada kornea atau sklera mata untuk memperbaiki tajam penglihatan atau rehabilitasi kosmetik;

7. Kacamata koreksi adalah alat bantu untuk memperbaiki tajam penglihatan dengan ukuran lensa tertentu yang dipasang di depan mata;

8. Resep adalah koreksi anomail refraksi berupa ukuran lensa kacamata atau lensakontak yang dibuat oleh refraksionis optisien atau dokter;

9. Standar profesi adalah pedoman bagi setiap refraksionis optisien dalam menjalankan profesinya.

BAB II PENYELENGGARAAN

Pasal 2 (1) Setiap optikal yang menyelenggarakan pelayanan konsultasi, diagnostik, terapi

penglihatan, rehabilitasi penglihatan, pelatihan penglihatan, serta pelayanan estetika di bidang refraksi, kacamata atau lensakontak harus memperoleh izin penyelenggaraan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

(2) Izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan setelah memenuhi pernsyaratan yang meliputi sarana dan peralatan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini.

(3) Izin penyelenggaraan berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperbaha rui selama memenuhi persyaratan.

Page 3: Kepmenkes 1424 - 2002 Ttg Penyelenggaraan Optikal

(4) Ketentuan tentang tatacara perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II Keptusan ini.

Pasal 3

(5) Laboratorium optik yang berdiri sendiri harus memiliki izin penyelenggaraan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

(6) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan setelah memenuhi persyaratan laboratorium optik sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini.

(7) Izin penyelenggaraan berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui selama memenuhi persyaratan.

Pasal 4

Pembaharuan izin optikal/laboratorium optik dilakukan apabila: a. masa berlaku izin sudah berakhir; b. optikal/laboratorium optik pindah alamat; c. status kepemilikan berubah; d. terjadi penggantian penanggung jawab.

Pasal 5 Penyelenggara optikal dalam menyelenggarakan kegiatannya dilarang: a. mempekerjakan tenaga rfraksionis optisien yang tidak memiliki Surat Izin Kerja

(SIK); b. mengiklankan kacamata dan lensakontak untuk koreksi anomali refraksi; c. menggunakan optikal untuk kegiatan usaha lainnya.

BAB III KETENAGAAN

Pasal 6 (1) Setiap penyelenggara optikal harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang

refraksionis optisien yang bekerja penuh sebagai penanggung jawab. (2) Refraksionis optisien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki Surat Izin

Refraksionis Optisien (SIRO) dan Surat Izin Kerja (SIK) sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Refraksionis optisien sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam menjalankan pekerjaannya harus berpedoman pada standar profesi.

Pasl 7

(1) Penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1), sekurang-kurangnya harus mempunyai ijazah Diploma Retraksionis Optisien.

(2) Tenaga Kerja yang bekerja pada optikal tidak boleh menderita penyakit menular yang dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari dokter.

(3) Penanggung jawab optikal dalam melaksanakan pelayanan, dapat dibantu oleh refraksionis optisien yang lain yang memiliki SIK sebagai tenaga pelaksana.

Page 4: Kepmenkes 1424 - 2002 Ttg Penyelenggaraan Optikal

Pasal 8 (1) Penyelenggara optikal wajib mencantumkan nama-nama refraksionis optisien yang

bekerja berikut nomor surat izin kerjanya pada sebuah papan nama. (2) Papan nama sebagaiaman dimaksud pada ayat (1) harus dipasang di depan optikal, di

tempat yang mudah dilihat oleh masyarakat.

Pasal 9 Penyelenggara optikal wajib mengajukan nama calon pengganti penanggungjawab kepada Kelapa Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah penanggungjawab terdahulu meninggal dunia, berhenti atau diberhentikan.

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 10 (1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan

terhadap pelaksanaan eputusan ini. (2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat mengikutsertakan berbagai instansi terkait dan organisasi profesi/asosiasi.

Pasal 11 Pelaksanaan lebih lanjut dari Keputusan ini dapat ditetapkan dalam Peraturan daerah masing-masing.

BAB V KETENTUAN KHUSUS

Pasal 12 (1) Dalam rangka mendekatkan jangkauan layanan kepada masyarakat, optikal

diperkenankan menyelenggarakan pelayanan optometri lapangan di wilayah Kabupaten/Kota/Kecamatan yang belum memiliki optikal danmasih berada dalam satu propinsi dengan optikal tersebut.

(2) Pelayanan optometri dalam rangka pemerataan pelayanan ini hanya dapat dilakukan secara bergiliran/bersama oleh optikal-optikal yang sudah memiliki tenaga refraksionis optisien dalam jumlah memadai.

(3) Pelayanan optometri lapangan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus dilakukan sesuai dengan standar profesi.

(4) Pelaksanaan pelayanan optpmetri lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mendapat izin dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan diketahui oleh Kepala Puskesmas setempat.

Pasal 13

Perusahaan eceran/tko kacamata atau grosir barang-barang kacamata yang tidak mempunyai ijin penyelenggaraan optikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), hanya berstatus toko kacamata, dan dilarang melakukan upaya kesehatan berupa

Page 5: Kepmenkes 1424 - 2002 Ttg Penyelenggaraan Optikal

pemeriksaan refraksi dan pelayanan kacamata koreksi baik berdasarkan resep yang diterima ataupun hasil pemeriksaan sendiri.

BAB VI SANKSI Pasal 14

(1) Dengan tidak mengurangi ancaman Pidana sebagaimana dimaksud Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Kelapa Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif terhadap optikal yang melanggar ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan ini.

(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin penyelenggaraan.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 15

Optikal yang telah memiliki izin berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 113/Menkes/Per/IV/1979 dinyatakan tetap memiliki izin berdasarkan Keputusan ini sampai habis masa berlakunya izin.

Pasal 16 Optikal yang telah melaksanakan kegiatannya sebelum ditetapkannya Keputusan ini diberi waktu paling lama 4 (empat) tahun untuk melengkapi sarana dan peralatannya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Keputusan ini.

Pasal 17 Tenaga refraksionis optisien dengan sertifikat penataran dari Sdepartemen Kesehatan tahun 1980-1981 masih diperbolehkan melaksanakan tugasnya sebagai penanggungjawab optikal.

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 18 Dengan ditetapkannya Keputusan ini, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 113/Menker/Per/IV/1979 tentang Penyelenggaraan Optikal dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 19 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal diterbitkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Reoublik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta

Page 6: Kepmenkes 1424 - 2002 Ttg Penyelenggaraan Optikal

Pada tanggal 20 November 2002 MENTERI KESEHATAN Ttd Dr. ACHMAD SUJUDI

Lampiran I PERSYARATAN SARANA PERALATAN OPTIKAL A. Persyaratan Ruangan

1. Tersedia ruang kerja/pemeriksaan bagi refraksionis optisien yang memenuhi

syarat-syarat kesehatan dengan luas sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter x 3 (tiga) meter atau 9 (sembilan) meter persegi.

2. Ruang pemeriksaan/penyetelan kacamata dengan luas sekurang-kurangnya 1(satu) meter x 3 (tiga) meter persegi;

3. Ruang tunggu pasien dan tempat peraga kacamata/lensa dengan luas sekurang-kurangnya 1 (satu) meter x 2 (dua) meter atau 2 (dua) meter persegi;

4. Ruang tunggu pasien dan tempat peraga kacamata/lensa dengan luas sekurang-kurangnya 2 (dua) meter x 2 (dua) meter atau 4 (empat) meter persegi, serta harus tersedia peralatan mebel dan lemari untuk peraga aneka jenis kacamata dan lensa kacamata secukupnya;

5. Untuk laboratorium optik (baik sebagai bagian dan optikal ataupun yang berdiri sendiri) harus memiliki ruangan dengan luas sekurang-kurangnya 2 (dua) meter x 3 (tiga) meter atau 6 (enam) meter persegi.

B. Persyaratan Peralatan.

1. Untuk pemeriksaan mata dasar: a. Sebuah lampu senter; b. Sebuah lup untuk memeriksa segmen depan mata; c. Sebuah aftalmoskop direk untuk memeriksa adanya kelainan organik pada

mata; d. Kertas schirmer untuk mengukur jumlah produksi airmata; e. Sebuah tonometer schiotz untuk mengukur tekanan bolamata; f. Midriatka dan sikloplegik secukupnya ; g. Satu buku Ishihara.kanehara untuk memeriksa penglihatan warna (colour

blind teset); h. Sebuah kisi-kisi amster; i. Sebuah cakram plasido penilai kontur kornea; j. Sebuah aptotip pengukur kepekaan kontras (contrast sensitivity test); k. Sebuah perimeter pengukur luas lapang pandang.

Page 7: Kepmenkes 1424 - 2002 Ttg Penyelenggaraan Optikal

2. Untuk Pemeriksaan refraksi a. Satu lembar optotip snellen yang dilengkapi clock dial dan garis duokrom; b. Satu lembar kartu tes baca; c. Sebuah bingkai ujicoba dan 1 (satu) set lensa ujicoba yang dilengkapi dengan

prisma, batang maddox (maddox rod), pinhol, lensa penapis warna, lensa polaroid, lensa silinder silang (cross cylinder) dan pengukur jarak pupil mata (PD-meter);

d. Sebuah strik retinoskop untuk melakukan pemeriksaan refraksi obyektif; e. Sebuah lensometer untuk mengukur kekuatan/dioptri lensa, prisma, aksis, dan

menentukan pusat optik lensa kacamata; f. Sebuah sferometer pengukur basis kurva lensa; g. Sebuah pengukur ketebalan lensa (thickness gauge); h. Lemari penyimpan kartu rekam medik.

3. Untuk pemeriksaan binokuler:

a. Sattu unit foropter; b. Sebuah kartu baca snellen dengan cross grid; c. Sebuah bar prisma; d. Sebuah skala tangen Maddox; e. Sebuah Maddox Wing; f. Sebuah kotak peraga Worth Four Dot; g. Sebuah optoprox pengukur foria dekat; h. Satu unit disparometer Mallet; i. Atau satu unit proyektor yang dilengkapi dengan fungsi pada butir d sampai h.

4. Untuk pemasangan Lensakontak: a. Sebuah slit- lamp untuk mengetahui adanya kelainan pada kornea akibat

lensakontak; b. Sebuah keratometer untuk mengukur daya refraksi/kelengkungan kornea; c. Satu set lensa kontak ujicoba (lunak danlalu gas/gas permeable); d. Larutan dan obat perawatan lensakontak secukupnya; e. Mangkuk dan tabung pencuci lensakontak; f. Satu buah cermin cembung dan datar (bolak-balik); g. Sebuah bak cuci atau wastafel dan handuk bersih; h. Satu buah lemari penyimpanan peralatan, larutan dan stok lensakontak.

C. Persyaratan Laboratorium

Pada laboratorium optik baik sebagai bagian dari optikal maupun yang berdiri sendiri minimal harus tersedia: 1. Satu unit mesin gosok lensa sferis; 2. Satu unit mesin gosok lensa silindris ; 3. Satu set mal pengukur tuls penggosok lensa (gauge meter); 4. Satu set tuls penggosok lensa; 5. Pasir abrasi secukupnya;

Page 8: Kepmenkes 1424 - 2002 Ttg Penyelenggaraan Optikal

6. Satu buah tang pemotong lensa; 7. Lembaran patron (pattern sheet) pembuat mal bingkai secukupnya; 8. Satu unit alat sentrasi penggenggam lensa (lensa blocker); 9. Satu buah mesin faset lensa; 10. Satu set peralatan (obeng dan tang) untuk memasang lensa, menyetel dan

mereparasi bingkai kacamata; 11. Satu buah alat pemanas bingkai kacamata; 12. Satu unit lensometer; 13. Satu buah lemari penyimpan peralatan dan stok bahan lensa.

MENTERI KESEHATAN ttd Dr. ACHMAD SUJUDI

Lampiran II TATA CARA PERIZINAN A. TATA CARA PERMOHONAN IZIN

Pemohon mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan melampirkan persyaratan administrasi meliputi:

1. Akte pendirian perusahaan optikal yang disahkan oleh Notaris untuk

penyelenggara yang berbentuk perusahaan bukan perorangan; 2. Surat Keterangan dari Pejabat setempat yang berwenang manyatakanbahwa

permohonan adalah penduduk yang bertempat tinggal tetap di daerah kewenangannya (minimal Camat/fotocopi KTP terlampir);

3. Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atau Surat Keterangan Bebas IzinTempauUsaha (SBITU) dari Walikota/Bupati setempat;

4. Surat pernyataan kesdiaan refraksionis optisien untuk menjadi penaggungjawab pada optikal/laboratorium optik yang akan didirikan, dengan kelengkapan:

a. Surat perjanjian pemilik sarana dengan refraksionis optisien tersebut; b. Surat keterangan daripejabat setempat yang berwenang, menyatakan bahwa

refraksionis optisien calon penanggungjawab bertempat tinggal/berdomisili di Kabupaten/Kota yangbersangkutan atau fotocopi KTP terlampir;

c. Fotocopi ijasah refraksionis optisien yang telah dilegalisir; d. Surat keterangan sehat dari dokter; e. Pas foto 3 (tiga) lembar ukuran 4x6 cm.

5. Surat pernyataan kerjasama dari laboratorium optik tempat pemrosesan lensa-lensa pesanan, bila optikal tidak memiliki laboratorium sendiri;

Page 9: Kepmenkes 1424 - 2002 Ttg Penyelenggaraan Optikal

6. Daftar sarana dan peralatan yang akan digunakan; 7. Daftar pegawai serta tugas dan fungsinya; 8. Peta lokasi sebagai penunjuk wilayah tempat domisili optikal/laboratorium optik; 9. Denah ruangan dibuat dengan skala 1:100; 10. Surat keterangan dari organisasi profesi/asosiasi setempat yang menyatakan

bahwa refraksionis optisien yang diajukan hanya menjadi penanggungjawab dari optikal yang mengajukan izin tersebut, dan diketahui oleh organisasi pengusaha optikal setempat.

B. TATACARA PEMBAHARUAN IZIN

1. Dalam waktu 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya izin, pemilik atau penanggungjawab dapat mengajukan permohonan pembaharuan izin;

2. Pembaharuan izin dilakukan apabila: a. masa berlaku izin sudah berakhir; b. optikal/laboratorium optik pindahalamat; c. status kepemilikan berubah; d. terjadi pergantian penanggungjawab.

3. Permohonan pembaharuan izin diajukan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan: a. surat izin lama; b. keterangan pindah alamat, status kepemilikan dan atau nama

penanggungjawab yang baru; c. persyaratan administrasi yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada tata

cara permohonan (Huruf A). 4. Selama proses penyelesaian permohonan pembaharuan izin, optikal/laboratorium

optik etap melakukan kegiatannya berdasarkan izin sebelumnya; 5. Izin optikal/laboratorium optik yang permohonannya telah memenuhi syarat

ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan setempat selambat-lambatnya 1 (satu) bulan terhitung dari diterimanya surat permohonan pembaharuan izin dimaksud;

6. Izin pembaharuan optikal/laboratorium optik yang permohonannya berserta lampiran belum memenuhi syarat harus dikembalikan surat permohonannya beserta lampirannya kepada pemohon dengan surat pengantar tertulis selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal penerimaan permohonan denganmenyebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi;

7. Izin pembaharuan optikal/laboratorium optik yang permhonannya ditolak, maka harus dikembalikan surat permohonannya beserta lampirannya kepada pemohon dengan surat pengantar tertulis selambat- lambatnya 1(satu) bulan sejak penerimaam permohonan dengan menyebutkan alasan-alasan penolakannya.

MENTERI KESEHATAN ttd Dr. ACHMAD SUJUDI