Kepentingan Rusia Dalam Konflik Suriah

33
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Suriah merupakan salah satu negara yang terletak di Asia barat yang dipimpin oleh Presiden Bashar Al-Assad dan pada saat ini sedang mengalami konflik bersenjata internal. Pada tanggal 26 januari 2011 terjadi demonstrasi publik Suriah, dan berkembang menjadi pemberontakan nasional. Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Presiden Bashar Al-Assad, penggulingan pemerintahannya, dan mengakhiri hampir lima dekade pemerintahan Partai Ba’ath. Pemerintah Suriah mengerahkan Tentara nasional Suriah untuk memadamkan pemberontakan tersebut. Pada awal tahun 2011 aksi-aksi demo mulai bermunculan secara terus-menerus di Suriah, rakyat Suriah mulai menyuarakan tuntutannya untuk menghentikan rezim Bashar Al-Assad. Aksi demo ini dibubarkan oleh tentara Suriah dan mengakibatkan ditahannya beberapa demonstran. Bentrokan antara demonstran dan tentara Suriah pun semakin sering terjadi. Pemerintah Suriah tidak segan-segan untuk menggunakan senjata api bahkan tank untuk merepresif rakyat dan membungkan

description

bermanfaat bagi siapa saja yang ingin membahas isu tentang timur tengah dan konflik arab sprinG

Transcript of Kepentingan Rusia Dalam Konflik Suriah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Suriah merupakan salah satu negara yang terletak di Asia barat yang dipimpin oleh Presiden Bashar Al-Assad dan pada saat ini sedang mengalami konflik bersenjata internal. Pada tanggal 26 januari 2011 terjadi demonstrasi publik Suriah, dan berkembang menjadi pemberontakan nasional. Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Presiden Bashar Al-Assad, penggulingan pemerintahannya, dan mengakhiri hampir lima dekade pemerintahan Partai Baath. Pemerintah Suriah mengerahkan Tentara nasional Suriah untuk memadamkan pemberontakan tersebut. Pada awal tahun 2011 aksi-aksi demo mulai bermunculan secara terus-menerus di Suriah, rakyat Suriah mulai menyuarakan tuntutannya untuk menghentikan rezim Bashar Al-Assad. Aksi demo ini dibubarkan oleh tentara Suriah dan mengakibatkan ditahannya beberapa demonstran. Bentrokan antara demonstran dan tentara Suriah pun semakin sering terjadi. Pemerintah Suriah tidak segan-segan untuk menggunakan senjata api bahkan tank untuk merepresif rakyat dan membungkan gerakan protes tersebut. Aksi represif ini dahulu merupakan cara yang paling efektif untuk membungkam rakyat Suriah, namun dimasa sekarang ini hanya memicu terjadinya demonstrasi-demonstrasi lain yang lebih dahsyat. Aksi protes ini menuntut penghentian Rezim Bashar Al-Assad yang dianggap sebagai diktator, diterapkannya sistem multipartai, dan juga kebebasan yang lebih bagi rakyat, dan juga pemberhentian undang-undang darurat yang telah diterapkan sejak 1963. Meski telah dilakukan upaya-upaya reformasi oleh Presiden Bashar Al-Assad, namun hal itu dianggap tidak cukup dan terlambat. Kini rakyat Suriah hanya menginginkan penggulingan rezim Bashar Al-Assad dan pengangkatan pemerintah yang sama sekali baru berdasarkan pemilu yang demokratis. Kebrutalan rezim Al-Assad pun semakin menjadi-jadi, anak-anak pun saat ini menjadi target kejahatan tentara-tentara Assad. Sejak bulan januari 2011 lalu rezim Assad telah melancarkan operasi biadab dan serangan dahsyatnya terhadap rakyat Suriah. Masyarakat digempur dengan tank-tank, bom, mortir dan tembakan dari pesawat terbang. Ribuan penduduk yang tidak berdosa, tanpa senjata, dibunuh dirumah-rumah mereka. Organisasi-organisasi kemanusiaan mengatakan, kini jumlah korban yang dibunuh lebih dari 70.00 orang. Namun, diperkirakan jumlahnya lebih besar dari itu.

Menurut pemerintah Suriah bahwa aksi demonstrasi yang terjadi di Suriah merupakan suatu aksi-aksi pengacau keamanan di Suriah yang didalangi oleh motif tertentu. Namun hal tersebut tidak terbukti kebenarannya sampai sekarang ini karena hal tersebut merupakan suatu opini publik yang dibuat oleh pemerintah Suriah untuk mengalihkan isu yang sebenarnya dari konflik yang terjadi di Suriah. Dengan berjalannya waktu, aksi demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat Suriah akhirnya berkembnag menjadi suatu pemberontakan nasional.

Aksi pemberontakan nasional tersebut terjadi karena adanya rasa ketidakpuasan dengan sistem pemerintahan dengan sistem pemerintahan Presiden Bashar Al-Assad selama ini dan juga keinginan dari rakyat Suriah untuk melakukan revolusi di Suriah. Aksi pemberontakan nasional itu berujung pada terjadinya konflik bersenjata internal di Suriah. Dengan adanya bentrokan yang terjadi terus menerus antara para demonstran dengan pemerintah Suriah tersebut membuat rakyat Suriah semakin memberontak dan melawan pemerintah Suriah. Hal ini menyebabkan rakyat Suriah mulai mengangkat senjata dan melakukan perlawanan terhadap pemerintah Suriah. Aksi perlawanan dari rakyat Suriah pun sangat beragam, mulai dari secara individu maupun kelompok. Namun seringkali pertempuran dimenangkan oleh pasukan pemerintahan Suriah. Hal ini karena disebabkan karena perlawanan rakyat Suriah cenderung masih bersifat individual dan tidak terorganisir dengan baik secara strategi dan operasi militernya. Berdasarkan hal tersebut membuat rakyat Suriah akhirnya merasa perlu untuk membentuk suatu kekuatan oposisi yang mampu menandingi kekuatan pasukan Suriah. Oleh karena itu pada tanggal 29 juli 2011 dalam sebuah video yang dirilis di internet oleh sekelompok desertir berseragam dari militer Suriah yang membelot dan para kelompok-kelompok pemberontak kecil serta penduduk sipil yang turut mengangkat senjata bergabung dalam suatu organisasi yang dibentuk bersama oleh mereka dengan nama tentara pembebasan Suriah atau Free Syrian Army (FSA).

Demonstrasi massa yang menentang rezim Assad di Suriah dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor, seperti masalah meningkatnya harga barang kebutuhan, pencabutan subsidi, pengangguran, demokrasi, pelanggaran kemanusiaan dan kebebasan, selain juga isu sektarian yang memainkan peranan penting. Komposisi penduduk Suriah terdiri dari penganut sekte Sunni yang merupakan mayoritas (74 %). Sekte Syiah Alawite berjumlah 12 %, Kristen 10 % dan aliran Druze 3%. Meskipun Sunni merupakan mayoritas, namun pemerintahan didominasi oleh kalangan Syiah. Konflik antar sekte kerap terjadi di Suriah. Dinasti al-Assad, yang memegang tampuk pemerintahan merupakan penganut sekte Syiah yang kerap melakukan represi kepada sekte lainnya. Akumulasi dari kompleksitas faktor diatas menyebabkan terjadinya gelombang protes yang menuntut mundur Bashar al-Assad dan meminta diakhirinya era partai Baath yang telah memerintah selama lima dekade.

Dunia internasional mengecam kebrutalan rezim Assad. Presiden Obama dan negara-negara sekutu meminta Assad untuk mundur. Mereka juga membekukan aset Assad di luar negeri dan memutus hubungan diplomatik dengan Suriah untuk menekan rezim Assad. Liga Arab menangguhkan keanggotaan Suriah. Keprihatinan komunitas internasional terkait perkembangan di Suriah mendorong mereka menggelar forum Friends of Syria di Tunisia pada 24 Februari. Negara-negara anggota forum hanya mengakui SNC (Syrian National Council) sebagai representasi tunggal rakyat Suriah dan mengajak masyarakat internasional untuk lebih bersuara dan mengambil langkah-langkah tegas untuk menghentikan pertumpahan darah.

PBB sebagai representasi masyarakat internasional berusaha mengeluarkan resolusi yang mengecam dan menjatuhkan sanksi kepada Suriah, namun rancangan tersebut diveto oleh Rusia dan Cina. Kedua negara tersebut mengecam pemerintahan Assad namun menentang dijatuhkannya sanksi lantaran dianggap dapat memperburuk situasi. Sebagai solusi dari krisis yang semakin parah, PBB mengirimkan utusan khusus melalui Kofi Annan. Langkah Kofi Annan sebagai utusan khusus PBB adalah menyiapkan proposal rencana perdamaian. Poin-poin di proposal tersebut terdiri dari 6 poin penting yang intinya adalah untuk menghentkan kekerasan dan menggelar sebuah proses politik untuk menyerap apresiasi warga Suriah.

Namun langkah-langkah dunia internasional tersebut tidak berdampak positif dan Assad malah melakukan pembantaian Houla yang menewaskan sekitar 100 orang. Perancis, Inggris, Jerman, Italia, Spanyol, Kanada dan Australia mengusir diplomat senior Suriah sebagai bentuk protes keras.Karena konflik yang terjadi di Suriah semakin melebar DK PBB pada tanggal 21 April 2012 berdasarkan resolusi DK PBB no. 2043 melakukan intervensi dengan mengirimkan sejumlah pasukan perdamaian yang sebagian besar ditempatkan di Dataran Tinggi Golan. Pasukan perdamaian itu tergabung dalam UN Disengagement Observer Force (UNDOF). Pasukan perdamaian PBB tersebut membantu pihak oposisi dan pemberontak yang telah melakukan aliansi dan mendapatkan pengakuan secara internasional untuk melakukan perlawananan terhadap pemerintah Presiden Bassar Al-Assad yang menolak untuk mengundurkan diri dari kursi pemerintahan Suriah. Sementara pemerintah Rusia juga melakukan intervensi dalam konflik tersebut. Resolusi yang dikeluarkan oleh DK PBB juga memberikan kemudahan bagi Rusia untuk melakukan intervensi selain adanya permintaan langsung yang dilakukan oleh perwakilan pemerintah Suriah yang telah memiliki hubungan bilateral sejak era Uni Soviet.1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi permasalahan diatas, maka Penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk keterlibatan Rusia dalam konflik yang terjadi di Suriah?

2. Apa kepentingan Rusia dibalik keterlibatannya dalam Konflik Suriah?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:1. Untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan Rusia dalam konflik yang terjadi di Suriah2. Untuk mengetahui kepentingan Rusia dibalik keterlibatannya dalam konflik yang terjadi di Suriah.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah:

a. Sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian program S-1 (strata satu) Jurusan Hubungan Internasional Universitas Riau.

b. Sebagai sebuah pengaplikasian ilmu yang diperoleh untuk menambah ketajaman dalam permasalahan berdasarkan teori-teori empiris.

c. Untuk memberikan pemahaman yang lebih mengenai konflik Suriah dan bagaimana keterlibatan Rusia dalam konflik yang terjadi di Suriah.1.4 Kerangka TeoriBeberapa konsep yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu pernyataan dan pendapat para ahli, serta teori yang berkaitan dengan objek penelitian. Pemakaian teori yang dijukan penulis dimaksudkan sebagai pijakan awal bagi penelitian selanjutnya. Teori diartikan sebagai suatu gagasan atau kerangka berfikir yang mengandung penjelasan, ramalan, atau anjuran pada setiap bidang penelitian.

Untuk menjelaskan bagaimana konflik Suriah memicu kekisruhan dan perdebatan dikalangan anggota Dewan Keamanan PBB serta memunculkan Rusia dan Cina dalam kubu yang mem-veto resolusi DK PBB sehingga berdampak pada terhambatnya proses penyelesaian konflik di Suriah, maka dibutuhkan sebuah konsep dan teori demi mendapatkan jawaban yang valid dan logis dari penelitian ini. Dalam bagian ini, telah dikonsep beberapa teori yang salinbg relevan, adapun teori yang digunakan adalah :

Teori Konflik

Menurut Wese Becker, konflik merupakan proses sosial dimana orang atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain yang di sertai dengan ancaman atau kekerasan.

Dalam BukunyaInternational Politik, K.J Holsti mengemukakan bahwa Konflik yang menimbulkan kekerasan yang terorganisir muncul dari suatu kombinasi khusus para pihak, pandangan yang berlawanan mengenai suatu isu, sikap bermusuhan, dan tipe tipe tindakan diplomatik dan militer tertentu. Bentuk konflik biasanya teridentifikasikan oleh suatu kondisi oleh sekelompok manusia, yang di dalamnya terdiri dari suku, etnis, budaya, agama, ekonomi, politik, sosial, yang berbeda beda.

Sumber konflik sendiri terletak pada hubungan antara sistem-sistem negara-negara kebangsaan yang dilandasi oleh konsep egosentrisme, yaitu aspirasi untuk mempertahankan dan meningkatkan kekuatan serta kedudukan negara dalam hubungannya dengan negara lain. Bila suatu negara terlalu berpegang teguh kepada pengakuan universal atas kemerdekaan politiknya dan kebebasan memilih serta bertindak, ia akan menemui dilemma karena ia pun harus menghormati kebebasan dan kemerdekaan yang sama dari setiap negara lain. Akan tetapi sebenarnya tidak ada negara satu pun yang bisa mempercayai negara lain, artinya keselamatan negara tergantung kepada usaha-usaha sendiri, karena itu setiap negara harus bersikap hati-hati dalam memelihara hubungan dengan negara lain.

Konflik Internal

Studi konflik internal mengemuka dalam dekade terakhir ini, terutama bersamaan dengan makin maraknya konflik horizontal antar ras, etnis dan agama di dalam wilayah suatu negara. Sangat ironis bahwa ketika konflik ideologi mewarnai era perang dingin telah mulai mereda, konflik-konflik internal di dalam batas wilayah suatu wilayah dalam bentuk gerakan separatis dan kerusuhan massal ternyata menelan korban manusia yang makin besar. Contoh, pada tahun 1994 di Rwanda dalam kurun waktu hanya 3 bulan sekitar 800 ribu sampai 1 juta manusia terbunuh, sebagian besar dari mereka adalah kelompok minoritas Tutsi.

Menurut Michel E. Brown, menyebutkan beberapa alasan mengapa konflik internal penting untuk dilakukan tidak hanya dalam studi ilmu politik tetapi juga dalam kurikulum Hubungan Internasional, yaitu;

1. Pertama, konflik internal telah merebak ke banyak negara dan menimbulkan aksi-aksi kekerasan.

2. Kedua, konflik internal telah menyengsarakan masyarakat yang menjadi korban yang tidak berdaya akibat konflik, seperti pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, dan pengusiran.

3. Ketiga, konflik internal penting karena sering melibatkan negara-negara tetangga sehingga bisa menimbulkan konflik perbatasan. Pengungsi yang menyeberang ke negara tetangga atau pemberontakan yang mencari perlindungan ke negara tetangga dapat menimbulkan permasalahan baru yang dapat memicu konflik bersenjata antar negara yang bertetangga.

4. Keempat, konflik internal penting karena sering mengundang perhatian dan campur tangan dari negara-negara besar yang terancam kepentingannya dan organisasi internasional.

Penyebab konflik internalMenurut Edward Azar, menyebutkan ada 4 pra-kondisi yang mengarah pada terjadinya atau pemicu konflik internal, yaitu :

1. Pertama, hubungan yang tidak harmonis antara kelompok identitas seperti suku, agama dan budaya dengan pemerintah. Pemerintah cenderung tidak mengakui eksistensi kelompok identitas tersebut dan bahkan berusaha mengeliminasinya demi kepentingan dan keutuhan negara. Akibatnya, terjadi pertentangan terhadap kelompok identitas tertentu dan mendorong para anggotanya untuk melakukan perlawanan terhadap negara. Sebagai contoh, pemerintah Orde Baru telah mengancam eksistensi kelompok identitas Aceh dan Papua sehingga mereka bangkit dan melakukan perlawanan bersenjata terhadap pemerintah pusat.

2. Kedua, konflik juga dikaitkan dengan kenyataan bahwa pemerintah telah gagal dalam memenuhi kebutuhan dasar kemanusiaan sehingga terjadi proses kemiskinan. Proses secara ekonomi telah menciptakan kemiskinan sementara kekuatan ekonomi dan politik dari pusat menikmati surplus ekonomi sebagai hasil eksploitasi SDA di daerah-daerah yang dilanda konflik. Seperti contoh, bagi rakyat Aceh dan Papua bahwa di tengah kekayaan alam mereka yang berlimpah terdapat jumlah penduduk miskin yang tergolong tinggi bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang tidak memiliki SDA.

3. Ketiga, sebab konflik internal berkaitan dengan karakteristik pemerintahan yang otoriter dan mengabaikan aspirasi politik dari masyarakat. Dalam hal ini pemerintah pusat menyakini asumsi bahwa kekuasaan yang terpusat (sentral) menjamin kontrol yang efektif atas masyarakat. Bahkan kekuatan militer digunakan terhadap setiap bentuk protes atau perlawanan terhadap pemerintahan yang otoriter. Pemerintah daerah juga tidak dapat berfungsi sebagai alat perjuangan kepentingan masyarakat daerah dikarenakan elit-elit daerah ikut menikmati eksploitasi SDA.

4. Keempat, konflik internal dikaitkan denganInternational Linkages, yaitu sistem ketergantungan yang terjadi antara negara dengan sistem ekonomi global dimana pemerintah mengeluarkan kebijakan yang lebih memihak kekuatan modal asing daripada kepentingan penduduk lokal. Misalnya, dalam rangka melindungi kepentingan investor asing pemerintah rela menindas rakyatnya sendiri dan mengabaikan hak-hak dasar mereka sebagai manusia

Menurut Michel E. Brown, kompleksitas konflik internal tidak hanya dijelaskan hanya oleh satu faktor atau variabel pada kebijakan atau perilaku elit pemimipin sebagai pemicu terjadinya konflik di suatu daerah, bahwa faktor-faktor sruktural, politik, ekonomi, sosial, budaya menjadikan suatu daerah rentan terhadap terjadinya konflik. Untuk itu Brown membedakanunderlying causes of conflictdarithe proximate causes of conflict, secara lebih lengkap lihat pada tabel.

Tabel 1. Sebab-sebab utama dan sebab-sebab pemicu konflik internal

Sebab Utama (Underlying causes)Sebab Pemicu (Proximate Causes)

Faktor Sturktural :

Negara yang lemah

Kekhawatiran tentang keamanan internal

Geografis etnisFaktor Struktural:

Negara yang sedang runtuh/gagal

Perubahan perimbangan kekuatan militer

Perubahan pola-pola demografis

Faktor politik

Lembaga Politik yang diskriminatif

Ideologi nasionalis yang ekslusif

Politik antar kelompok

Politik elitFaktor Politik

Transisi politik

Ideologi eksklusif yang semakin berpengaruh

Persaingan antar kelompok yang semakin tajam

Pertarungan kepemimpinan yang semakin tajam

Faktor ekonomi/Sosial

Masalah ekonomi

Sistem ekonomi yang diskriminatif

Pembangunan ekonomi dan modernisasi

Faktor Sosial Budaya

Pola diskriminasi budaya

Sejarah kelompok yang bermasalah

Faktor Ekonomi /Sosial

Masalah ekonomi yang semakin parah

Ketimpangan ekonomi yang semakin lebar

Pembangunan ekonomi dan modernisasi yang semakin cepat

Faktor sosial Budaya

Pola diskriminasi budaya yang semakin kuat

Penghinaan etnis dan propaganda

Teori Kepentingan Nasional

Menurut Hans J. Morgenthau, Kepentingan nasional adalah kemampuan minimum suatu negara untuk memlindungi dan mempertahankan identitas politik dan kulutral dari gangguan negara lainnya. Dari tijauan tersebut, maka pemimpin negara menentukan kebijakan spesifik terhadap negara lain atau dengan kata lain merupakan kekuatan yang menjadi pilar utama dalam bidang politik nasional maupun internasional yang realistis dan dipenuhi pertentangan untuk menanamkan pengaruhnya disuatu kawasan. Kepentingan nasional menjadi berpengaruh bagi suatu negara untuk memnuhi kebutuhan politik, sosial, maupun ekonomi dan untuk pertahanan keamanan. Secara umum negara yang membawa kepentingan nasionalnya cenderung melakukan intervensi terhadap suatu kawasan. Kepentingan nasional merupakan unsur yang sangat vital bagi suatu negara. Unsur-unsur yang termasuk didalamnya antara lain:

a. Kedaulatan

b. Kelangsungan hidup bangsa dan negara

c. Kemerdekaan

d. Keutuhan wilayah

e. Keamanan Militer

f. Kesejahteraan ekonomi

Menurut konsep diatas intervensi yang dilakukan oleh Rusia dalam konflik internal Suriah adalah untuk mempertahankan identitas politiknya di negara tersebut, dimana Rusia telah menjalin kerjasama dalam berbagai bidang dengan pemerintahan Suriah yang berkuasa.

Sedangkan menurut Donald E Nutcherlein, kepentingan nasional merupakan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai suatu negara yang juga dipengaruhi oleh lingkungan eksternal. Kelompok kepentingan nasional negara besar menurut Donald E Nuchterlein:

Defence Interest: melindungi negara dan warga negara dari ancaman luar, juga pertahanan sistem konstitusional.

Economic Interest: meningkatkan kesejahteraan ekonomi melalui hubungan dengan negara lain dan memperluas eksistensi ekonomi dengan mempromosikan produk-produk ke luar negeri (bilateral atau multilaeral) untuk menjamin kepentingan ekonomi.

World Order Interest: kepentingan untuk membangun tata dunia di bidang keamanan dan ekonomi. Bisa melalui kerjasama multilateral untuk kebaikan bersama baik untuk mencapai perdamaian atau perdagangan bebas.

Ideology Interest: untuk melindungi dan menyebarkan sejumlah nilai dan kepercayaan kepada pihak lain.

Berdasarkan pengertian kepentingan nasional diatas, intervensi yang dilakukan oleh Rusia merupakan intervensi yang berdasarkan kepada kepentingan ekonomi Rusia di Suriah. Kepentingan ekonomi Rusia yang berada di Suriah adalah adanya kerjasama dalam bidang ekonomi yaitu kerjasama dalam perdagangan persenjataan Rusia dengan pemerintah Suriah, dimana Rusia mengekspor persenjataan kepada pihak pemerintah Suriah yang berkuasa.

Kepentingan yang relatif sama dan tetap diantara semua negara bangsa akan selalu berkaitan erat dengan kemanan dan kesejahteraan. Kedua hal ini menjadi dasar dalam merumuskan kepentimgan nasional dengan bertemunya kepentingan negara yang berbeda, maka terciptalah hubungan yang bersifat kalaborasi baik berupa konflik maupun kerjasama. Berdasarkan penjelasan mengenai kepentingan nasional diatas adalah keterlibatan Rusia dalam konflik Suriah merupakan karena adanya kepentingan ekonomi Rusia terhadap negara tersebut, yaitu adanya kerjasama dalam bidang ekonomi antara pemerintah Rusia dengan Suriah.1.5 Hipotesa

Hipotesa merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan, yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka teoritis yang telah dijelaskan, maka penulis menarik suatu hipotesis sebagai berikut: keterlibatan Rusia dalam konflik Suriah adalah untuk memenuhi kepentingan nasionalnya dalam bentuk kerjasama ekonomi yang terjalin antara pemerintah Rusia dengan Suriah.1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Metode Penulisan

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dimana penulis mencoba untuk menggambarkan suatu peristiwa dengan menjelaskan dasar atau landasan sebagai alat untuk melakukan penelitian. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh langsung dari studi telaah pustaka dan browsing internet. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah telaah pustaka dan data-data yang digunakan dalam penelitian ini juga adalah himpunan data yang diperoleh dari browsing di internet. Tekinik analisa data yang digunakan adalah teknik content analysis yang diperoleh dari data sekunder. Dalam penelitian ini data tersebut tergolong sebagai data kualitatif sehingga penulis menggunakan metode penelitian kualitatif.1.6.2 Teknik Pengumpulan DataTeknik yang digunakan adalah menghubungkan teori dengan data-data yang didapatkan melalui riset perpustakaan (Library Research). Data-data tersebut didapatkan dari buku-buku, jurnal, majalah, surat kabar, dan sumber lainnya (document analysis). Selain itu, penulis juga menggunakan sarana internet dalam proses pengumpulan data yang berkaitan dan relevan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

1.7 Definisi KonseptualDefinisi konseptual berguna untuk memberikan penjelasan terhadap masalah yang diteliti. Pembahasan penelitian ini berdasarkan pada berbagai macam konsep yang akan mendukung upaya penjelasan atas permasalahan yang diteliti. Pendefinisian konsep dilakukan untuk untuk mengecilkan ruang lingkup permasalahan agar penelitian dapat dilakukan pengujian-pengujian hipotesis yang diajukan sesuai dan dapat diterima dengan mudah. Penulis menggunakan beberapa konsep dalam pembahasan ini, diantaranya :

Konflik adalah: hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, atau merasa memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Konflik merupakan suatu kenyataan hidup yang tidak terhindarkan. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak berjalan sebagaimana mestinya dan seringkali konflik diselesaikan dengan jalan kekerasan

Kepentingan Nasional adalah : kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai suatu negara yang juga dipengaruhi oleh lingkungan eksternal.1.8 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan serangkaian prosedur yang mendeskripsikan kegiatan yang harus dilakukan apabila kita hendak mengetahui eksistensi empiris atau derajat eksistensi suatu konsep untuk dijabarkan. Dengan demikian, definisi operasional merupakan jembatan yang menghubungkan antara tingkat konseptual teoritis dengan tingkat observational empiris. Definisi ini mengatakan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus diamati untuk membawa fenomena yang definisikan itu kedalam jangakauan pengalaman inderawi peneliti yang bersangkutan.

Berdasarkan hipotesis yang penulis kemukakan, maka penulis akan memberikan definisi operasional sebagai berikut :

Konflik yang terjadi di Suriah berawal dari adanya keinginan warga Suriah untuk membentuk negara Suriah yang lebih demokratis. Warga Suriah menginginkan berakhirnya pemerintahan rezim Assad yang telah berkuasa sejak tahun 1962. Selama masa pemerintahan Hafez Al Assad memimpin dengan sistem diktator dan cenderung menggunakan tindakan kekerasan untuk menghilangkan segala bentuk ancaman yang dapat mengancam posisinya dalam pemerintahan Suriah. Secara politik ada pembatasan hak untuk menyampaikan pendapat warga negara Suriah terhadap pemerintahan yang berkuasa. Pembatasan hak untuk menyampaikan pendapat tersebut terdapat pada Emergency Law. Selama masa kepemimpinan Hafez Al Assad, memberlakukan Emergency Law atau undang-undang darurat. Pada 2 Desember 1962 pemerintah Suriah dibawah kepemimpinan presiden Hafez Al Assad membuat sebuah Emergency Law.

Undang-undang ini merupakan sebuah aturan yang memberikan pembatasan terhadap publikasi, menghalangi atau mencegah bentuk komunikasi masyarakat dalam bentuk surat, mencegah pertemuan publik, dan menangkap individuindividu yang berusaha untuk mengancam keamanan negara dan keterlibatan umum dalam pemerintahan Suriah. Setiap individu yang melakukan pelanggaran akan diadili dan mendapatkan hukuman berdasarkan keputusan pengadilan militer yang terdapat dalam Emergency Law.

Ketika partai Baath pertama kali merebut kekuasaan, pada 8 Maret 1963 partai ini membentuk sebuah dewan nasional yaitu National Revolutionary Comand Council (NDCC) atau dewan perintah revolusioner nasional. Dewan ini bertugas untuk membantu pemerintahan dibawah presiden Assad pertama. Setelah dewan ini resmi dibentuk kemudian NDCC mulai diberlakukan meskipun undang-undang tersebut tidak medapatkan persetujuan dari para menteri dan parlemen Suriah, padahal semestinya undang-undang tersebut hanya diberlakukan ketika terjadi peperangan atau stabilitas nasional Suriah tidak stabil. Tetapi partai Baath tetap bersikeras untuk meratifikasi NDCC untuk mencegah berkembangnya pemahaman nasionalis Arab dan sosialisme di Suriah.

Presiden Hafez Al Assad memimpin hingga tahun 2000. Berakhirnya kepemimpinan Hafez bukan berarti berakhirnya kepemimpinan rezim Assad. Pada tanggal 3 Juni 2000 presiden Bashar Al Assad menggantikan posisi Hafez Al Assad sebagai pemimpin regional partai Baath, dan pada 11 Juni 2000 parlemen Suriah menyatakan secara resmi bahwa Bashar merupakan calon kandidat presiden yang didukung oleh partai tersebut. Keputusan ini kemudian diratifikasi oleh parlemen Suriah pada 27 Juni 2000. Dalam sebuah pemilihan umum yang diadakan pada 10 Juli 2000 Bashar AL Assad memenangkan sekitar 97 % suara dalam pemilihan tersebut dan menetapkan Bashar Al Assad sebagai presiden Suriah menggantikan posisi Hafez Al Assad Pemerintahan Bashar Al Assad tidak memiliki legitimasi yang kuat seperti presiden sebelumnya. Karena banyak pihak yang melakukan aksi protes dan banyaknya pejabat negara yang membelot dan memihak pada kelompok oposisi dan kelompok ekstrimis yang menginginkan berakhirnya rezim pemerintahan Al Assad di Suriah. Sebelum diadakan pemilihan umum presiden Bashar berjanji kepada warga Suriah bahwa sistem kepemimpinan Suriah tidak akan mempersulit warga Suriah Sendiri, dan presiden Bashar Al Assad berjanji akan memimpin lebih demokratis daripada pemimpin sebelumnya. Namun pada 8 Februari 2001 presiden Bashar kembali menyatakan adanya pembatasan berpendapat yang boleh dilakukan oleh pemerintah Suriah. Pembatasan ini menimbulkan suatu pergerakan reformasi yang dilakukan oleh warga Suriah. Banyak terjadi demonstrasi di Suriah yang mengakibatkan lemahnya pasar perdagangan negara tersebut. Karena banyaknya aksi demonstrasi pada 8 Oktober 2001 pemerintah Suriah melakukan penahanan terhadap dua anggota masyarakat yang melakukan aksi pemberontakan berdasarkan ketentuan dalam EL.

Pada 9 Maret 2004 warga Suriah kembali melakukan demonstrasi di kota Damaskus yang menuntut adanya reformasi politik dalam pemerintahan Suriah. 12 Maret kembali terjadi protes yang dilakukan oleh kelompok Kurdish dengan pemerintah dengan tuntutan yang sama. Warga Suriah kembali melakukan demonstari pada 16 Oktober yang menuntut penghapusan Emergency Law. Tetapi pemerintah Suriah tidak menanggapi permintaan untuk penghapusan EL. Namun pada Februari 2006 Bashar merubah susunan kabinet dalam parlemen Suriah dari sekitar 34 anggota parlemen, 15 diantara merupakan perwakilan baru yang dipilih diluar dari anggota partai Baath. Tetapi tindakan tersebut tidak menyurutkan aksi demonstrasi yang dilakukan oleh warga Suriah. Demonstrasi yang dilakukan oleh warga Suriah semakin besar dengan melibatkan massa yang semakin banyak terlebih karena adanya peristiwa Arab Rising di sebagian besar negara-negara di kawasan Timur Tengah. Arab Rising atau Pemberontakan Arab adalah gerakan revolusi unjuk rasa dan protes yang terjadi di negara-negara Arab sejak 18 Desember 2010. Protes ini menggunakan teknik pemberontakan sipil dalam kampanye yang melibatkan serangan, demonstrasi, pawai, dan pemanfaatan media sosial, seperti Facebook, Twitter, YouTube, dan Skype, untuk mengorganisir, berkomunikasi, dan meningkatkan kesadaran terhadap usaha-usaha penekanan dan penyensoran Internet oleh pemerintah. Banyak unjuk rasa ditanggapi keras oleh pihak berwajib, serta milisi dan pengunjuk rasa pro-pemerintah.Konflik internal Suriah merupakan konflik yang terjadi antara pemerintah Suriah dengan warga Suriah yang berkembang menjadi perang saudara semenjak konflik tersebut mendapatkan dukungan dari opihak oposisi yang juga menginginkan berakhirnya rezim pemerintahan Bashar Al Assad yang telah memerintah lebih dari empat dekade terakhir. Konflik ini tidak hanya melibatkan pemerintah dan warga Suriah, konflik ini juga melibatkan beberapa negara yang mengintervensi dimana negara-negara tersebut mendukung kedua belah pihak yaitu pihak oposisi dan pemerintah Suriah.

Salah satu negara yang mengintervensi atau terlibat dalam konflik internal Suriah adalah Rusia. Rusia merupakan salah satu negara yang memberikan dukungan terhadap pemerintah Bashar untuk menghentikan aksi demonstrasi. Bentuk intervensi yang diberikan kepada Suriah oleh pemerintah Rusia adalah merupakan bentuk intervensi secara militer dan intervensi diplomatik. Keterlibatan Rusia dalam konflik internal Suriah karena negara ini memiliki kepentingan dalam bidang ekonomi.1.9 Ruang Lingkup Penelitian

Melihat permasalahan diatas memiliki cakupan luas, maka sudut pandang ditekankan oleh penulis lebih menyangkut kepada kepentingan Rusia dalam keterlibatan negara tersebut dalam konflik Suriah, yang dibatasi dari tahun 2011 (awal bermulanya revolusi Suriah) sampai dengan 2014.1.10 Sistematika Penulisan

Dalam memudahkan pemaparan mengenai penelitian ini, penulis membagi penjelasan menjadi beberapa bagian dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab pertama ini merupakan pendahuluan dengan pembahasan yang mencakup: latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka dasar teori, hipotesa, metode penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : GAMBARAN UMUM NEGARA SURIAH

Bab ini berisi tentang Sejarah terbentuknya negara Suriah, kondisi sosial dan politik Suriah, Perekonomian, dan bentuk kerjasama luar negeri Suriah dengan negara lain.

BAB III: KONFLIK SURIAH DAN POLITIK LUAR NEGERI RUSIA

Bab ini berisi tentang gambran konflik yang terjadi di Suriah, kebijakan politik luar negeri Rusia dan Hubungan kerjasama bilateral yang terjalin antara pemerintah Rusia dan Suriah.BAB IV : KEPENTINGAN DIBALIK KETERLIBATAN RUSIA DALAM KONFLIK SURIAH

Bab ini berisi tentang bentuk keterlibatan Rusia dalam Konflik Suriah, dan kepentingan Rusia dibalik keterlibatannya dalam Konflik Suriah.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Jack C. Plano dan Robert E. Rigs, helena S. Robin. Kamus Analisis Politik. Jakarta : Rajawali Pers 1985

Wese Becker dalam Soejono Soekanto,Sosiologi : Suatu Pengantar, 1990, Hal. 107

K.J Holsti,Internasional PoliticTerjemahan.M. Tahrir Azhary. Politik Internasional : Kerangka untuk analisis, 1983

Drs. Dahlan Nasution, Dipl. IR.Politik internasional (konsep dan teori). PT. Gelora Aksara Pratama, Penerbit ERLANGGA. Tahun 1991

Yulius P. Hermawan,Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu dan Metodologi, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2007

Ibid, Hal. 78

Azar, E., The Management of Protracted Social Conflict: Theory & Cases, Aldershot, Dartmouth, 1990

Michael E. Brown, The International Dimensions of Internal Conflict, Cambridge: MIT Press 1996

Morgenthau, H.J, In Defense of The National Interest: A Critical Examination of American Foreign Policy, New York: University Press of America 1951

Hugh Miall at all, contempory Conflict Resolution, The Prevention, Management and Transformation of Deadly Conflict, Polity Press, 1999