Kepemimpinan transformasional

22
PENUGASAN MANAJEMENT KEPERAWATAN MODEL KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL Disusun Oleh : Nama : Abdul Mutalib Lesnussa NIM : G2A007002 Pengampu : Hj tri hartitin PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

Transcript of Kepemimpinan transformasional

Page 1: Kepemimpinan transformasional

PENUGASAN MANAJEMENT KEPERAWATAN

MODEL KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL

Disusun Oleh :

Nama : Abdul Mutalib Lesnussa

NIM : G2A007002

Pengampu : Hj tri hartitin

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2011

Page 2: Kepemimpinan transformasional

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL

Pendahuluan

Kepemimpinan merupakan salah satu topik yang selalu menarik untuk dikaji dan diteliti,

karena paling banyak diamati sekaligus fenomena yang paling sedikit dipahami. Fenomena

kepemimpinan di negara Indonesia juga telah membuktikan bagaimana kepemimpinan telah

berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan berpolitik dan bernegara. Dalam dunia bisnis,

kepemimpinan berpengaruh sangat kuat terhadap jalannya organisasi dan kelangsungan

hidupnya.

Pada era globalisasi dan pasar bebas hanya perusahaan yang mampu melakukan perbaikan

terus-menerus (continuous improvement) dalam pembentukan keunggulan kompetitif yang

mampu untuk berkembang. Organisasi sekarang harus dilandasi oleh keluwesan, team kerja

yang baik, kepercayaan, dan penyebaran informasi yang memadai. Sebaliknya, organisasi

yang merasa puas dengan dirinya dan mempertahankan status quo akan tenggelam dan

selanjutnya tinggal menunggu saat-saat kematiannya. Kepemimpinan sebagai salah satu

penentu arah dan tujuan organisasi harus mampu mensikapi perkembangan zaman ini.

Pemimpin yang tidak dapat mengantisipasi dunia yang sedang berubah ini, atau setidaknya

tidak memberikan respon, besar kemungkinan akan memasukkan organisasinya dalam situasi

stagnasi dan akhirnya mengalami keruntuhan.

Bertolak dari arti pentingnya kepemimpinan bagi suatu organisasi telah dilakukan penelitian

terhadap manajer-manajer penjualan di Amerika Serikat oleh Alan J. Dubinsky (Metropolitan

State University), Francis J. Yammarino (State University of New York at Binghamton),

Marvin A. Jolson (University of Maryland) pada tahun 1995 dengan judul asli "An

Examination Linkages Between Personal Characteristics and Dimension of Transformasional

Leadership". Oleh karena itu penulis mencoba melakukan penelitian replikasi terhadap

manajer-manajer tingkat menengah di Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang terdiri dari

dekan, direktur program pasca sarjana, kepala lembaga, kepala biro, kepala unit, kepala pusat

bahasa di UAJY, dan para kepala bagian di lingkungan unit-unit tersebut. Dalam penelitian

ini penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana hubungan dan keeratan hubungan antara

variabel karakteristik personal dan dimensi kepemimpinan transformasional.

Page 3: Kepemimpinan transformasional

Landasan Teoritis Pengertian dan Definisi Kepemimpinan Setiap penulis literatur

kepemimpinan pada umumnya mengajukan pengertian tersendiri tentang kepemimpinan.

Locke (1997) melukiskan kepemimpinan sebagai suatu proses membujuk (inducing) orang-

orang lain menuju sasaran bersama. Definisi tersebut mencakup tiga elemen berikut:

1.     Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relational concept).

Kepemimpinan hanya ada dalam proses relasi dengan orang lain (para pengikut).

Apabila tidak ada pengikut, maka tidak ada pemimpin. Tersirat dalam definisi ini

adalah premis bahwa para pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana

membangkitkan inspirasi dan berrelasi dengan para pengikut mereka.

2.     Kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, pemimpin harus

melakukan sesuatu. Seperti telah diobservasi oleh John Gardner (1986-1988)

kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu otoritas. Kendati posisi

otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan,

namun sekedar menduduki posisi itu tidak menandai seseorang untuk menjadi

pemimpin.

3.     Kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk mengambil tindakan.

Pemimpin membujuk pengikutnya melalui berbagai cara, seperti menggunakan

otoritas yang terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan

sasaran, memberi imbalan dan hukum, restrukturisasi organisasi, dan

mengkomunikasikan visi.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pengertian pemimpin yang efektif dalam

hubungannya dengan bawahan adalah pemimpin yang mampu meyakinkan mereka bahwa

kepentingan pribadi dari bawahan adalah visi pemimpin, serta mampu meyakinkan bahwa

mereka mempunyai andil dalam mengimplementasikannya.

Kepemimpinan Transformasional Teori kepemimpinan transformasional merupakan

pendekatan terakhir yang hangat dibicarakan selama dua dekade terakhir ini. Gagasan awal

mengenai model kepemimpinan transformasional dikembangkan oleh James McGregor

Burns yang menerapkannya dalam konteks politik dan selanjutnya ke dalam konteks

organisasional oleh Bernard Bass (Eisenbach, et.al., 1999 seperti dikutip oleh Tjiptono dan

Syakhroza, 1999).

Page 4: Kepemimpinan transformasional

Dalam upaya pengenalan lebih dalam tentang konsep kepemimpinan transformasional ini,

Bass mengemukakan adanya kepemimpinan transaksional yaitu kepemimpinan yang

memelihara atau melanjutkan status quo. Kepemimpinan jenis ini didefinisikan sebagai

kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran (exchange process) di mana para

pengikut mendapat imbalan yang segera dan nyata untuk melakukan perintah-perintah

pemimpin.

Sementara itu kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang

dipertentangkan dengan kepemimpinan yang memelihara status quo. Kepemimpinan

transformasional inilah yang sungguh-sungguh diartikan sebagai kepemimpinan yang sejati

karena kepemimpinan ini sungguh bekerja menuju sasaran pada tindakan mengarahkan

organisasi kepada suatu tujuan yang tidak pernah diraih sebelumnya. Para pemimpin secara

riil harus mampu mengarahkan organisasi menuju arah baru (Locke, 1997).

Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan

perubahan dalam organisasi (dipertentangkan dengan kepemimpinan yang dirancang untuk

memelihara status quo). Kepemimpinan ini juga didefinisikan sebagai kepemimpinan yang

membutuhkan tindakan memotivasi para bawahan agar bersedia bekerja demi sasaran-sasaran

"tingkat tinggi" yang dianggap melampaui kepentingan pribadinya pada saat itu (Bass, 1985;

Burns, 1978; Tichy dan Devanna, 1986, seperti dikutip oleh Locke, 1997).

Perhatian orang pada kepemimpinan di dalam proses perubahan (management of

change) mulai muncul ketika orang mulai menyadari bahwa pendekatan mekanistik yang

selama ini digunakan untuk menjelaskan fenomena perubahan itu, kerap kali bertentangan

dengan anggapan orang bahwa perubahan itu justru menjadikan tempat kerja itu lebih

manusiawi. Di dalam merumuskan proses perubahan, biasanya digunakan pendekatan

transformasional yang manusiawi, di mana lingkungan kerja yang partisipatif, peluang untuk

mengembangkan kepribadian, dan keterbukaan dianggap sebagai kondisi yang

melatarbelakangi proses tersebut, tetapi di dalam praktek, proses perubahan itu dijalankan

dengan bertumpu pada pendekatan transaksional yang mekanistik dan bersifat teknikal, di

mana manusia cenderung dipandang sebagai suatu entiti ekonomik yang siap untuk

dimanipulasi dengan menggunakan sistem imbalan dan umpan balik negatif, dalam rangka

mencapai manfaat ekonomik yang sebesar-besarnya (Bass, 1990; Bass dan Avolio, 1990;

Hater dan Bass, 1988, seperti dikutip oleh Hartanto, 1991).

Page 5: Kepemimpinan transformasional

Bass (1990) dalam Hartanto (1991) beranggapan bahwa unjuk kerja kepemimpinan yang

lebih baik terjadi bila para pemimpin dapat menjalankan salah satu atau kombinasi dari empat

cara ini, yaitu (1) memberi wawasan serta kesadaran akan misi, membangkitkan kebanggaan,

serta menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan pada para bawahannya (Idealized

Influence - Charisma), (2) menumbuhkan ekspektasi yang tinggi melalui pemanfaatan

simbol-simbol untuk memfokuskan usaha dan mengkomunikasikan tujuan-tujuan penting

dengan cara yang sederhana (Inspirational Motivation), (3) meningkatkan intelegensia,

rasionalitas, dan pemecahan masalah secara seksama (Intellectual Stimulation), dan (4)

memberikan perhatian, membina, membimbing, dan melatih setiap orang secara khusus dan

pribadi (Individualized Consideration). Pemimpin yang seperti ini akan dianggap oleh rekan-

rekan atau bawahan mereka sebagai pemimpin yang efektif dan memuaskan.

Tjiptono dan Syakhroza (1999) mengemukakan bahwa pemimpin transformasional bisa

berhasil mengubah status quo dalam organisasinya dengan cara mempraktikkan perilaku yang

sesuai pada setiap tahapan proses transformasi. Apabila cara-cara lama dinilai sudah tidak

lagi sesuai, maka sang pemimpin akan menyusun visi baru mengenai masa depan dengan

fokus strategik dan motivasional. Visi tersebut menyatakan dengan tegas tujuan organisasi

dan sekaligus berfungsi sebagai sumber inspirasi dan komitmen.

Karakteristik Personal Pemimpin

Sejak Thorndike dan Watson sampai sekarang, kaum Behaviorist berpendirian, organisasi

dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial atau psikologis, perilaku adalah hasil pengalaman, dan

perilaku digerakkan atau dimotivasi oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan

mengurangi penderitaan. Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi, pengalaman tidak

selalu lewat proses belajar formal, pengalaman kita juga bertambah lewat proses dan

rangkaian peristiwa yang pernah kita hadapi (Rakhmat, 1996).

Tingkat Pendidikan Tidak dapat dipungkiri bahwa tingkat pendidikan akan menentukan pola

pikir dan wawasan seseorang, termasuk dalam hal ini pola pikir dan wawasannya tentang

kepemimpinan. Selain itu tingkat pendidikan juga merupakan bagian dari pengalaman kerja

(Rakhmat, 1996).

Page 6: Kepemimpinan transformasional

Lama bekerja di organisasi Lama bekerja merupakan pengalaman individu yang akan

menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Seperti diungkapkan oleh Andi

Mapiare, pertumbuhan jabatan dalam pekerjaan dapat dialami oleh seorang hanya apabila

dijalani proses belajar dan berpengalaman, dan diharapkan orang yang bersangkutan

memiliki sikap kerja yang bertambah maju kearah positif, memiliki kecakapan (pengetahuan)

kerja yang bertambah baik serta memiliki ketrampilan kerja yang bertambah dalam kualitas

dan kuantitas (Rakhmat, 1996).

Lama menjabat pada Jabatan sekarang Seperti halnya dengan lama bekerja di organisasi,

lama menjabat pada jabatan sekarang juga berkaitan dengan penyesuaian jabatan. Seperti

diungkapkan oleh Andi Mapiare, penyesuaian di sini berkaitan dengan penyesuaian-

penyesuaian diri sendiri terhadap pekerjaan atau jabatan itu sendiri, terhadap jam kerja,

terhadap personal yang lain terutama terhadap bawahannya (Rakhmat, 1996).

Hipotesis penelitian Penelitian Dubisky, Yammarino, dan Jolson (1995) dengan zero order

correlation menunjukkan bahwa variabel pengalaman, organization tenure, job tenure, dan

educational level tidak berhubungan (berkorelasi negatif) dengan kepemimpinan

transformasional. Walaupun demikian, peneliti tersebut menyatakan bahwa dalam teori

perilaku organisasional ditemukan pengaruh pengalaman terhadap kepemimpinan

transformasional. Teori perilaku organisasional tersebut menyatakan bahwa pribadi yang

berinteraksi dalam kerja akan membentuk pengalaman yang akan mempengaruhi gaya

kepemimpinannya.

Graen (1976) dan Graen dan Cashman (1975) dikutip dalam Dubisky, Yammarino, dan

Jolson (1995) mendudukkan kepemimpinan sebagai suatu proses di mana individu belajar

tentang posisinya dari waktu ke waktu dan beradaptasi serta memperoleh pengetahuan pada

pekerjaan sebagai suatu pengalaman. Fakta juga menasihatkan bahwa tingkat pendidikan dan

kedewasaan (sebagai pengganti pengalaman kerja) berkorelasi positif dengan kepemimpinan.

Avolio dan Gibbons (1988) dikutip dalam Dubisky, Yammarino, dan Jolson (1995)

mengusulkan pengembangan kepemimpinan transformasional adalah proses yang

memerlukan jangka waktu panjang, dan pada setiap bagiannya melibatkan masa lalu dan

masa sekarang.

Page 7: Kepemimpinan transformasional

Pemimpin transformasional cenderung untuk menciptakan kesempatan pada

pengalaman kepemimpinannya, sehingga membantu dirinya dalam posisi yang sedang

dijalankan.

Gagasan awal mengenai gaya kepemimpinan transformasional tidak dapt dilepaskan

dengan gaya kepemimpinan transaksional yang dikembangkan oleh James Mac Gregor Burns

yang menerapkannya dalam konteks politik. Gagasan ini selanjutnya disempurnakan serta

diperkenalkan ke dalam konteks organisasional oleh Bernard Bass (Berry dan Houston,

1993). Para ahli mengemukakan ada dua gaya kepemimpinan dalam organisasi, yakni gaya

kepemimpinan transformasional dan transaksional. Selanjutnya dijelaskan bahwa salah satu

teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling komprehensif berkaitan dengan

kepemimpinan adalah teori kepemimpinan transformasional dan transaksional (Bass, 1990).

Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan

transformasional dan transaksional dapat dipilah secara tegas dan keduanya merupakan gaya

kepemimpinan yang saling bertentangan. Kepemimpinan transformasional dan transaksional

sangat penting dan dibutuhkan setiap organisasi.  Selanjutnya Burn (dalam Pawar dan

Eastman, 1997; Keller, 1992) mengembangkan konsep kepemimpinan transformasional dan

transaksional dengan berlandaskan pada pendapat Maslow mengenai hirarki kebutuhan

manusia. Menurut Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997) keterkaitan tersebut dapat

dipahami dengan gagasan bahwa kebutuhan karyawan yang lebih rendah, seperti kebutuhan

fisiologis dan rasa aman hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan

transaksional. Sebaliknya, Keller (1992) mengemukakan bahwa kebutuhan yang lebih tinggi,

seperti harga diri dan aktualisasi diri, hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya

kepemimpinan transformasional.

Page 8: Kepemimpinan transformasional

1. Karakteristik Pemimpin Transformasional

Sejauhmana pemimpin dikatakan sebagai pemimpin transformasional, Bass (1990)

dan Koh, dkk. (1995) mengemukakan bahwa hal tersebut dapat diukur dalam hubungan

dengan pengaruh pemimpin tersebut berhadapan karyawan. Oleh karena itu, Bass (1990)

mengemukakan ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya,

yaitu dengan:

1.      mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha;

2.      mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok; dan

3.      meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan

aktualisasi diri.

Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional, Bass (dalam Howell dan Hall-

Merenda, 1999) mengemukakan adanya empat karakteristik kepemimpinan transformasional,

yaitu:

1) karisma,

2) inspirasional,

3) stimulasi intelektual, dan

4) perhatian individual.

Selanjutnya, Bass (1990) dan Yukl (1998) mengemukakan bahwa hubungan

pemimpin transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal yakni: (1) pemimpin

mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelaskan apa yang akan mereka dapatkan

apabila kerjanya sesuai dengan harapan; (2) pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan

oleh karyawan dengan imbalan; dan (3) pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi

karyawan selama kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah

dilakukan karyawan. Bass (dalam Howell dan Avolio, 1993) mengemukakan bahwa

karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri atas dua aspek, yaitu imbalan kontingen, dan

manajemen eksepsi.

Page 9: Kepemimpinan transformasional

Berkaitan dengan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap perilaku

karyawan, Podsakoff dkk. (1996) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan

transformasional merupakan faktor penentu yang mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku

karyawan di mana terjadi peningkatan kepercayaan kepada pemimpin, motivasi, kepuasan

kerja dan mampu mengurangi sejumlah konflik yang sering terjadi dalam suatu organisasi.

Menurut Bycio dkk. (1995) serta Koh dkk. (1995), kepemimpinan transaksional

adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya pada

transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan

pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran,

standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.

Pendapat ini didukung oleh Nanus (1992) yang mengemukakan bahwa alasan utama

karyawan meninggalkan organisasi disebabkan karena pemimpin gagal memahami karyawan

dan pemimpin tidak memperhatikan kebutuhan-kebutuhan karyawan. Pada dasarnya,

kepemimpinan merupakan kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi karyawan dalam

sebuah organisasi, sehingga mereka termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam

memberikan penilaian terhadap gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin, karyawan

melakukan proses kognitif untuk menerima, mengorganisasikan, dan memberi penafsiran

terhadap pemimpin (Solso, 1998).  Penelitian yang dilakukan oleh Popper dan Zakkai (1994)

menunjukkan bahwa pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap organisasi sangat

besar.

Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin transformasional harus mampu

membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka

sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar. Yammarino dan Bass (1990) juga

menyatakan bahwa pemimpin transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi

yang realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh parhatian

pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Dengan demikian, seperti yang

diungkapkan oleh Tichy and Devanna (1990), keberadaan para pemimpin transformasional

mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi maupun pada tingkat individu.

Dalam buku mereka yang berjudul "Improving Organizational Effectiveness through

Transformational Leadership",

Page 10: Kepemimpinan transformasional

Bass dan Avolio (1994) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional

mempunyai empat dimensi yang disebutnya sebagai "the Four I’s". Dimensi yang pertama

disebutnya sebagai idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi yang pertama ini

digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi,

menghormati dan sekaligus mempercayainya. Dimensi yang kedua disebut sebagai

inspirational motivation (motivasi inspirasi). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional

digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas

terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan

organisasi, dan mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan

entusiasme dan optimisme. Dimensi yang ketiga disebut sebagai intellectual stimulation

(stimulasi intelektual). Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru,

memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi

bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan

yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. Dimensi yang terakhir disebut sebagai

individualized consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini, pemimpin

transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan

penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan

kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karir.

Walaupun penelitian mengenai model transformasional ini termasuk relatif baru,

beberapa hasil penelitian mendukung validitas keempat dimensi yang dipaparkan oleh Bass

dan Avilio di atas. Banyak peneliti dan praktisi manajemen yang sepakat bahwa model

kepemimpinan transformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam

menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros dan Butchatsky 1996). Konsep kepemimpinan

transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan-

pendekatan watak (trait), gaya (style) dan kontingensi, dan juga konsep kepemimpinan

transformasional menggabungkan dan menyempurnakan konsep-konsep terdahulu yang

dikembangkan oleh ahli-ahli sosiologi (seperti misalnya Weber 1947) dan ahli-ahli politik

(seperti misalnya Burns 1978). Beberapa ahli manajemen menjelaskan konsep-konsep

kepemimpinan yang mirip dengan kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan

yang karismatik, inspirasional dan yang mempunyai visi (visionary). Meskipun terminologi

yang digunakan berbeda, namun fenomena-fenomana kepemimpinan yang digambarkan

dalam konsep-konsep tersebut lebih banyak persamaannya daripada perbedaannya. Bryman

(1992) menyebut kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan baru (the new

Page 11: Kepemimpinan transformasional

leadership), sedangkan Sarros dan Butchatsky (1996) menyebutnya sebagai pemimpin

penerobos (breakthrough leadership). Disebut sebagai penerobos karena pemimpin semacam

ini mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar

terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan: memperbaiki kembali (reinvent)

karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan organisasi, memulai

proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar

lebih baik dan lebih relevan, dengan cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua

pihak yang terlibat, dan mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama

ini dianggap tidak mungkin dilaksanakan. Pemimpin penerobos memahami pentingnya

perubahan-perubahan yang mendasar dan besar dalam kehidupan dan pekerjaan mereka

dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkannya.

Pemimpin penerobos mempunyai pemikiran yang metanoiac, dan dengan bekal

pemikiran ini sang pemimpin mampu menciptakan pergesaran paradigma untuk

mengembangkan praktek praktek organisasi yang sekarang dengan yang lebih baru dan lebih

relevan. Metanoia berasal dari kata Yunani meta yang berarti perubahan, dan nous/noos yang

berarti pikiran. Dengan perkembangan globalisasi ekonomi yang makin nyata, kondisi di

berbagai pasar dunia makin ditandai dengan kompetisi yang sangat tinggi (hyper-

competition). Tiap keunggulan daya saing perusahaan yang terlibat dalam permainan global

(global game) menjadi bersifat sementara (transitory). Oleh karena itu, perusahaan sebagai

pemain dalam permainan global harus terus menerus mentransformasi seluruh aspek

manajemen internal perusahaan agar selalu relevan dengan kondisi persaingan baru.

Pemimpin transformasional dianggap sebagai model pemimpin yang tepat dan yang mampu

untuk terus-menerus meningkatkan efisiensi, produktifitas, dan inovasi usaha guna

meningkatkan daya saing dalam dunia yang lebih bersaing.

Page 12: Kepemimpinan transformasional

2 Kepemimpinan Transformasional Perbankan Indonesia

Menurut Wutun, (2001) yang meneliti kepemimpinan transformasional di perbankan

Indonesia menurut persepsi bawahan, tidak ada perbedaan yang signifikan mengenai

kepemimpinan atasan yang nyata ada dan yang seharusnya ada antara subyek yang diamati.

Atasan sering memperlihatkan kepemimpinan transformasional dan diikuti juga oleh

transaksional. Atasan sering juga memperlihatkan ciri extra effort, inspirastional motivation,

attributed charisma, individualized consideration, dan management by exeption passive, baik

yang nyata ada maupun yang seharusnya ada.

Studi yang dilakukan pada decade 1990-an ini menggunakan pendekatan kuantitatif

dengan mengadaptasi kuesioner  MLQ 5X-R dari Bass dan Avolio (1991) yang telah

dimodifikasi. Responden penelitian tersebut adalah 570 responden dari 10 bank pemerintah

dan swasta nasional. Hasil penelitian seperti tersebut di atas, yaitu tidak ada perbedaan yang

signifikan yang nyata ada dan seharusnya ada menurut persepsi karyawan dalam simpulan

kiranya tidak memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana keempat cirri

kepemimpinan transformasional di bank dan sinyalemen tentang adanya pengaruh misi

politik seperti yang disarankan kiranya perlu ditindaklanjuti dengan penelitian lanjut.

Sehubungan dengan hal tersebut, pendekatan kualitatif dapat menjadi komplementer

dalam penelitian lanjutan ini. Selanjutnya peneliti tidak mendikhotomikan, apalagi

mempertentangkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.

Page 13: Kepemimpinan transformasional

Tabel 1 Qualitative-Quantitative Research

Qualitative Quantitative

Phenomenological Positivistic

Inductive Hypothetico/deductive

Holistic Particularistic

Subjective/insider centered Objective/outsider centered

Process oriented Outcome oriented

Anthropological worldview Natural science worldview

Relative lack of control Attempt to control variables

Goal: understand actor’s view Goal: find fact and causes

Dynamic reality assumed Static reality assumed

Discovery oriented Verification oriented

Explanatory Confirmatory

Sumber: adapted from Cook & Reichard (1979)

Pendekatan kuantitatif tentang pemimpin atau manajer di Indonesia dilakukan

beberapa peneliti. Redding & Casey yang dikutip Munandar (1997) menyimpulkan manajer

Indonesia cenderung bergaya otoriter dan paternalistic. Manajer Indonesia tidak terlalu

percaya membagi informasi dengan bawahannya. Temuan ini didukung juga oleh 

Hadisumarto (1978), Pareek (1987), Paramita (1988), dan Dananjaya (1986). Menurut

mereka manajer Indonesia memiliki power distance yang lebar dan memiliki social status

yang  lebih tinggi dari bawahan. Atasan dianggap sebagai orang tua yang bijak dan karena itu

dihormati dan dipanuti bawahan. Penelitian kepemimpinan di Indonesia dengan pendekatan

kuantitatif sudah banyak dilakukan, sementara pendekatan kualitatif belum banyak.

Pendekatan studi Hofstede (1982) di Asia, yang menggunakan pendekatan kualitatif,

melibatkan sejumlah manajer perusahaan IBM sebagai salah satu unit sampel penelitiannya

melaporkan bahwa manajer Indonesia memiliki skor tinggi pada dimensi collectivism, power

distance, dan femininity dan skor rendah pada uncertainty avoidance. Ia selanjutnya

menyatakan bahwa manajer Indonesia:

Page 14: Kepemimpinan transformasional

1)      Menghargai perilaku kolektif daripada individualistik,

2)      Sangat menghargai hubungan sosial antarpribadi dan toleransi yang tinggi,

3)      Menerima adanya jarak kekuasaan antara berbagai posisi manajerial, dan

4)      Merasa ada kepastian dilindungi atasan, dan atasan bertanggungjawab melindungi

bawahan.

Melacak penelitian terdahulu membuat penulis tertarik untuk melakukan pendekatan yang

menggabungkan kuantitatif dan kualitatif. Hal ini tentu lebih menimbulkan keingintahuan

dan diharapkan memberikan sumbangan pengetahuan karena konteks yang diteliti adalah

generasi Y.

 

Page 15: Kepemimpinan transformasional

DAFTAR PUSTAKA

Djarwanto, P.S., Statistik Nonparametrik, Edisi Ketiga, Yogyakarta, BPFE, 1995.Dubinsky, Alan J., Francis J. Yammarino, Marvin A. Jolson, "An Examination of Linkages Between Personal Characteristic and Dimension of Transformational Leadership", Human Science Press, Inc., 1995, hal. 315-334.

Hartanto, Frans M., Peran Kepemimpinan Transformasional dalam Upaya Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia, makalah Seminar Departemen Tenaga Kerja, Jakarta, 1991.

Locke, E.A., Esensi Kepemimpinan (Terjemahan), Jakarta, Mitra Utama, 1997.

Pidekso, Yulius Suryo, Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan Karakteristik Personal Pemimpin, skripsi yang tidak dipublikasikan, 2000.

Rakhmat, J., Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 1996.

Santosa, Singgih, SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional, Jakarta, Elex Media Komputindo, 1999.

Tjiptono, Fandy, dan Akhmad Syakhroza, "Kepemimpinan Transformasional", Manajemen dan Usahawan Indonesia, No. 9, Thn. XXVIII September 1999, hal. 5-13.

Yulk, G., Leadership In Organization, Third Edition, New Jersey, Prentice-Hall, Inc., 1981.

Saya Th. Agung M. Harsiwi setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .

[1]Misalnya Bass, 1990; Berry dan Houston, 1993; Burn dalam Pawar dan Eastman, 1997;

Eisenbach dkk., 1999; Keller, 1992