Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

33
Nama : Pramudyah A.K NIM : 311.10.004 Mata Kuliah : Kepemimpinan Strategic Leaedership - Kepemimpinan Stratejik yang Efektif : Menurut Mudrajad Kuncoro, model kepemimpinan strategis mencakup dua aksi; 1. Membimbing organisasi dalam menghadapi perubahan yang terus menerus, dan

description

yh78yhh8i

Transcript of Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

Page 1: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

Nama : Pramudyah A.K

NIM : 311.10.004

Mata Kuliah : Kepemimpinan

Strategic Leaedership

- Kepemimpinan Stratejik yang Efektif :

Menurut Mudrajad Kuncoro, model kepemimpinan strategis mencakup dua aksi;

1. Membimbing organisasi dalam menghadapi perubahan yang terus menerus, dan

2. Menawarkan keahlian manajemen untuk mengatasi perubahan yang terus menerus.

Inti dari kedua aksi itu, bermuara pada perumusan strategic intent (artikulasi atau

karakteristik yang ingin dicapai organisasi), pengembangkan organisasi, serta

pembentukan kultur organisasi.

- Pelaksanaan kepemimpinan strategik yang efektif (Mudrajad

Kuncoro)

Page 2: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

1. Arah Strategik berarti pengembangan visi jangka panjang, yang seorang pemimpin

mesti mampu untuk membantu pencapaian maksud strategik tersebut,

2. Kompetensi Inti, maksudnya sumber daya dan kapabilitas yang menjadi sumber

keunggulan kompetitif organisasi, sehingga seorang pemimpin strategik harus

membuktikan bahwa kompetensi organisasi ditekankan dalam usaha penerapan

strategi,

3. Modal Manusia, menunjuk kepada pengetahuan dan ketrampilan keseluruhan anggota

dan pengurus yang menjadi sumber daya kapital utama bagi perjalanan organisasi,

4. Budaya Organisasi, meliputi kumpulan yang kompleks mengenai ideologi, simbol,

dan nilai inti yang berlaku dan mempengaruhi cara menjalankan organisasi, dan

seorang pemimpin bertugas untuk mempertajam budaya organisasi agar lebih efektif,

5. Praktek Etika, penting dalam proses penerapan strategi karena organisasi yang etis

mendorong dan memungkinkan individu pada seluruh tingkat organisasi untuk

melakukan penilaian etika, dan terakhir

6. Kontrol Organisasi menyediakan parameter strategi dan tindakan koreksi mana yang

akan diterapkan.

- Misi Stratejik

Misi (mission) adalah pernyataan-pernyataan yang mendefinsikan apa yang sedang/akan

dilakukan atau ingin dicapai dalam waktu (sangat) dekat atau saat ini. Misi lebih

terkonsentrasi ke saat ini dan merupakan target-target yang sifatnya lebih operasional

yang mungkin dikaitkan dengan customer, proses-proses dalam organisasi, serta tingkat

kinerja yang diinginkan dan proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang

berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau

upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai.

Untuk mampu berinteraksi mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku bawahan untuk

mengoptimalkan usaha dan performance kerja yang lebih memuaskan ke arah tercapainya

visi dan misi organisasi perlu diketahui bahwa proses transformasional dapat terlihat

melalui sejumlah perilaku kepemimpinan seperti ; attributed charisma, idealized

Page 3: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

influence, inspirational motivation, intelectual stimulation, dan individualized

consideration.

- Keberhasilan Tindakan Stratejik

IMPLEMENTASI TINDAKAN STRATEGI (MANAJEMEN STRATEGI)

Teknik Pembuatan Program Kerja

Untuk membuat program kerja yang baik dapat digunakan beberapa teknik yang sudah

umum digunakan, terutama teknik yang dapat mengoptimalisasi sumber daya organisasi

yang akan digunakan. Teknik-teknik tersebut antara lain :

• Teknik Gantt chart and Gantt Milestone chart

Teknik ini diperkenalkan oleh Henry L. Gantt. Pada dasarnya pembuatan jadwal

dilakukan dengan dua sumbu, yaitu sumbu horizontal untuk menggambarkan kurun

waktu dan sumbu vertical untuk menggambarkan jenis kegiatan dan pelaksanaan.

Langkah-langkah penyusunan Gantt chart adalah:

a. Menentukan tingkat kerincian kegiatan yang akan dimasukkan pada bagan.

b. Mengidentifikasi urutan-urutan logis (dapat juga secara kronologis) kegiatan

kegiatan yang akan dilaksanakan.

c. Memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian masing-masing

kegiatan.

d. Membuat konsep penjadwalan pada bagan.

e. Mendiskusikan konsep tersebut dengan orang-orang yang akan terlibat dalam

pelaksanaan masing-masing kegiatan.

f. Membuat bagan akhir yang lebih realistis dan telah disepakati oleh semua orang

yang terlibat.

g. Melakukan revisi dan koreksi apabila perlu.

- Pengertian Formulasi

Formulasi adalah bentuk penyederhanaan situasi nyata menjadi bentuk matematis,

formulasi memiliki 5 tahap implementasi sebagai berikut :

Page 4: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

1. Tahap I; Pengumpulan dan Analisis Keterangan Strategis. Adalah tugas para

eksekutif organisasi untuk dapat menilai kecenderungan-kecenderungan yang terjasi

pada saat ini dan yang akan datang baik dari segi eksternalnya (pasar, persaingan,

teknologi, regulasi, dan keadaan ekonomi) maupun segi internalnya (nilai organisasi,

keunggulan dan kemampuan, hasil produkdan pasar,dan kebijakan strategis yang lalu)

2. Tahap II; Formulasi Strategi. Tim ini pulalah harus memeriksa beberapa masa

depan alternatif dan menyeleksinya serta menciptakan profil atau visi strategis yang

berfokuskan pada ke sembilan pertanyaan tersebut. Kekuatan formulasi sangat

tergantung pada kekuatan proses yang dilalui atau yang dialami oleh tim dalam

membuat keputusan.

3. Tahap III; Perencanaan Proyek Induk Strategis. Dengan menggunakan metode

management proyek yang canggih dan benar dimana rencana disusun, dijelaskan,

diprioritaskan, ditahap-tahapkan, dijadwalkan, disumberdayakan dan

diimplementasikan serta dipantau (diawasi), maka proyek-proyek tersebut dapat

dioptimalkan dalam suatu portofolio.

4. Tahap IV; Implementasi Strategi. Tahap ini adalah tahap pelaksanaan

(implementasi) yang mana kualitas suatu proyek sangat diharuskan. Untuk itu

dibutuhkan suatu sistem komunikasi yang handal, cepat dan akurat yang dimulai dari

tingkat rendah (lower management) hingga ke tingkat yang tinggi (top management).

5. Tahap V; Pemantauan, Peninjauan dan Pembaharuan Strategi. Di tahap ini

dibutuhkan indikator internal (kemajuan di bidang tujuan dan langkah strategis,

kemajuan proyek) maupun indikator eksternal (validitas asumsi dasar yang menjadi

penciptaan visi). Umpan balik (feedback) dari berbagai sumber kegiatan baik untuk

jangka pendek, menengah maupun panjang harus dioptimalkan secara terus menerus.

Berbagai buku mendefinisikan manajemen strategi dengan kata-kata yang berbeda.

Diantaranya, menurut Haidari Nawawi (2003), manajemen strategi merupakan

perencanaan strategi yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut

visi), dan ditetapkan sebagai keputusan pimpinan tertinggi (keputusan yang bersifat

mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif

(disebut misi), dalam usaha menghasilkan sesuatu (perencanaan operaional untuk

menghasilkan barang dan/atau jasa serta pelayanan) yang berkualitas, dengan

Page 5: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut tujuan strategis) dan berbagai

sasaran organisasi.

Begitu banyak pengertian manajemen strategi, namun pada dasarnya manajemen

strategi merupakan suatu sistem yang sebagai satu kesatuan memiliki berbagai

komponen yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Komponen pertama adalah

perencanaan strategi dengan unsur-unsurnya yang terdiri dari visi, misi, tujuan dan

strategi utama organisasi. Sedangkan komponen kedua adalah perencanaan

operasional dengan unsur-unsurnya, sasaran dan tujuan operasional, pelaksanaan

fungsi-fungsi manajemen berupa fungsi pengorganisasian, fungsi pelaksanaan dan

fungsi penganggaran, kebijaksanaan situsional, jaringan kerja internal dan eksternal,

fungsi kontrol dan evaluasi serta umpan balik.

Sesuai definisi yang ada, menjalankan manajemen strategi berarti pebisnis juga harus

membuat perencanaan dalam bentuk formulasi bisnis secara matang. Nah, Resnik

dalam Certo dan Peter (1991) seperti dikutip I Putu Sugi Darmawan (2004), terdapat

10 formulasi strategi yang disarankan dirancang untuk mempertinggi kesempatan

hidup dan sukses sebuah usaha kecil.

Adapun kesepuluh formulasi strategi tersebut, adalah sebagai berikut :

1. objektif. Angan-angan sendiri tidak memiliki tempat di dalam bangunan sebuah

bisnis. Kejujuran, penilaian yang tenang dari kekuatan dan kelemahan perusahaan dan

keahlian bisnis serta manajemennya adalah hal yang mendasar.

2. Membuat sederhana dan terfokus. Dalam usaha kecil, kesederhanaan adalah

efektif. Usaha dan sumber daya, seharusnya dikonsentrasikan dimana dampak dan

keuntungan adalah hal yang paling utama.

3. Fokus pada pasar yang menguntungkan. Kelangsungan hidup dan keberhasilan

usaha kecil oleh persediaan barang dan jasa khusus yang menemukan keinginan dan

kebutuhan dari pemilihan kelompok pelanggan.

4. Mengembangkan rencana pemasaran. Usaha kecil harus memutuskan bagaimana

untuk meraih dan menjual kepada pelanggan.

5. Memanajemen tenaga kerja secara efektif. Kesuksesan usaha kecil tergantung

pada bangunan, pengaturan dan motivasi sebuah tim pemenang.

Page 6: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

6. Membuat catatan keuangan yang jelas. Usaha kecil perlu untuk memiliki catatan

asset, liabilitas, penjualan, biaya dan informasi akunting lainnya dalam urutan untuk

kelangsungan hidup dan keberhasilan.

7. Tidak pernah menghambur-hamburkan kas. Kas adalah raja di dalam dunia usaha

kecil.

8. Menghindari perangkap yang berulang-ulang dari pertumbuhan yang cepat. Usaha

kecil harus hati-hati melakukan ekspansi.

9. Mengerti seluruh fase bisnis. Pengendalian usaha kecil dan kemajuan keuntungan

usaha kecil , tergantung pada pengertian yang lengkap dari seluruh fungsi bisnis.

10. Merencanakan ke depan. Usaha kecil harus memformulasikan secara kritis dan

menantang, pencapaian yang masih, tujuan dan mengubahnya menjadi aktifitas yang

produktif

- Penerapan Strategi

Pentingnya Penerapan Strategi bagi Perusahaan

Banyak sekali arti penting dan manfaat mempelajari strategi perusahaan, antara

lain:

1.      Strategi merupakan cara untuk mengantisipasi masalah-masalah dan

kesempatan-kesempatan masa depan pada kondisi perusahaan yang berubah

dengan cepat.

2.      Strategi dapat memberikan tujuan dan arah perusahaan di masa depan dengan

jelas kepada semua karyawan. Dengan tujuan dan arah masa depan yang jelas,

bermanfaat pada semua karyawan untuk :

a. Mengetahui apa yang diharapkan karyawan dan kemana arah tujuan

perusahaan

b. Dapat mengurangi konflik yang timbul karena strategi yang efektif

mengarahkan pada karyawan untuk mengikutinya.

c. Memberikan semangat atau dorongan pada karyawan dan manajemen dalam

mencapai tujuan.

d. Manjamin adanya dasar pengendalian mananjemen dan evaluasi.

Page 7: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

e. Manjamin para eksekutif puncak mempunyai kesatuan dan opini atas masalah

strategi dan tindakan-tindakan.

3.      Pada saat ini, strategi banyak dipraktekkan di dalam industri karena membuat

tugas para eksekutif puncak menjadi lebih mudah dan kurang berisiko.

4.      Strategi adalah kacamata yang bermanfaat unutk memonitor apa yang

dikerjakan dan terjadi di dalam perusahaan, dapat memberikan sumbangan

terhadap kesuksesan perusahaan atau malahan mengarah kepada kegagalan.

5.      Memberikan informasi kepada manajmen puncak di dalam merumuskan tujuan

akhir dari perusahaan dengan memperhatikan etika masyarakat dan

lingkungannya.

6.      Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi dapat membantu praktek-praktek

manajer.

7.      Perusahaan menyusun strategi umumnya lebih efektif dibandingkan dengan

perusahaan yang tidak menyusun strategi.

• Strategic Competitiveness.

perusahaan berhasil memformulasikan dan mengimplementasikan suatu strategi yang

menciptakan nilai (value-creating srategy)

• Above Average Returns.s

Returns melebihi apa yang diharapkan investor akan diperoleh dari investasi lain dengan

risiko yang sama.

Page 8: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

Contoh kasus :

Kepemimpinan dalam Konteks Penjaminan Mutu Internal

di Perguruan Tinggi

Abstract

In the future, the existence of the college not only depends on government, but also especially de-pends on stakeholders’s assessment about its higher education quality. In order to assure its ex-istence, the college has to execute quality assurance of its higher education. Because the stake-holders’s assessment is always been improved, so quality assurance has also to be continuous improvement. The role of a leader in executing quality assurance is very important, especially to make commitment, to change paradigm and mental model, and to organize quality assurance ex-ecution. The aim of this paper is to describe leadership style which can be implemented in the college related to quality assurance execution. The leadership style is elaborated based on three processes (formulating, executing, and auditing) in the level of college, faculty and department. The leadership style is analysis result theorytically.

1. Pendahuluan

Di era kontemporer, dunia pendidikan dikejutkan dengan adanya model pengelolaan pendidikan berbasis industri. Pengelolaan model ini mensyaratkan adanya upaya pihak pengelola institusi pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan manajemen perusahaan. Penera-pan manajemen mutu dalam pendidikan ini lebih populer dengan sebutan istilah Total Quality Education (TQE) yang dikembangkan dari konsep Total Quality Management (TQM), pada mu-lanya diterapkan pada dunia bisnis kemudian diterapkan pada dunia pendidikan (Salis, 2010). Se-cara filosofis, konsep ini menekankan pada perbaikan yang berkelanjutan untuk memenuhi kebu-tuhan dan kepuasan pelanggan. Sehingga tidak mengherankan, jika institusi pendidikan, baik pendidikan dasar dan menengah mau pun pendidikan tinggi berlomba-lomba mengadopsi teori dan praktek manajemen mutu di perusahaan untuk diterapkan di institusi pendidikannya, yang disahkan melalui sertifikasi yang diberikan oleh lembaga yang berwenang. Salah satu jenis serti-fikasi yang banyak dikejar oleh institusi pendidikan adalah sertifikasi ISO dengan berbagai vari-asinya. ISO sebetulnya berasal dari istilah International Organization for Standardization, su-paya lebih mudah disingkat menjadi ISO (Chatab, 1996). Sertifikasi ISO akan diberikan jika in-stitusi pendidikan tersebut telah berhasil menerapkan standar mutu pendidikan secara konsisten sesuai dengan persyaratan ISO.

Sejalan dengan penerapan manajemen mutu pada institusi pendidikan tinggi, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) telah mengeluarkan sebuah pedoman, yaitu Pedo-man Penjaminan Mutu (Quality Assurance) Pendidikan Tinggi, yang secara tegas mensyaratkan bahwa proses penjaminan mutu di pendidikan tinggi merupakan keharusan yang tidak dapat ditawar lagi. Pedoman ini disusun tidak dengan maksud untuk ‘mendikte’ perguruan tinggi dalam melakukan proses penjaminan mutu pendidikan tinggi, melainkan untuk memberikan in-

Page 9: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

spirasi tentang siapa, apa, mengapa, dan bagaimana penjaminan mutu tersebut dapat dijalankan (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Dengan melaksanakan penjaminan mutu secara kon-sisten dan berkesinambungan diharapkan perguruan tinggi dapat meningkatkan kinerjanya den-gan maksimum, sehingga dapat bersaing secara sehat dengan perguruan tinggi yang sejenis. Lebih jauh lagi, dengan pelaksanaan penjaminan mutu artinya perguruan tinggi tersebut bisa memberi kepastian dan keyakinan kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) bahwa mutu pendidikan di perguruan tinggi tersebut sudah mengikuti standar-standar yang disyaratkan oleh lembaga pemberi sertifikasi atau akreditasi.

Di bagian akhir pedoman tersebut dijelaskan tentang pelaksanaan penjaminan mutu di perguruan tinggi, seperti kutipan berikut ini.

Agar penjaminan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi dapat dilaksanakan, maka terdapat beberapa prasyarat yang harus dipenuhi agar pelaksanaan penjaminan mutu tersebut dapat mencapai tujuannya, yaitu komitmen, perubahan paradigma, dan sikap mental para pelaku proses pendidikan tinggi, serta pengorganisasian penjaminan mutu di perguruan tinggi.

Komitmen adalah syarat pertama yang harus ada. Komitmen di sini meliputi komitmen semua pihak, baik pimpinan, tenaga edukatif, tenaga non edukatif, atau pun tenaga penunjang, dengan kata lain seluruh civitas academica. Tetapi yang terpenting adalah komitmen pimpinan, karena untuk mengubah paradigma dan sikap mental, serta pengorganisasian penjaminan mutu yang baik dibutuhkan komitmen pimpinan. Tanpa komitmen pimpinan semua hal yang sudah diran-cang tidak akan ada gunanya.

Jelas sekali bahwa peran pimpinan dalam melaksanakan penjaminan mutu di perguruan tinggi sangatlah penting. Hal ini sejalan dengan pendapat Salis (2010) bahwa:

Kepemimpinan adalah unsur penting dalam TQM. Pemimpin harus memiliki visi dan mampu menerjemahkan visi tersebut ke dalam kebijakan yang jelas dan tujuan yang spesifik.

Pertanyaan selanjutnya adalah: Kepemimpinan seperti apa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penjaminan mutu di perguruan tinggi?. Tulisan ini akan membahas ciri-ciri pemimpin yang diduga dapat mendukung dan berhasil mengantarkan institusinya untuk meningkatkan mutunya secara konsisten dan berkesinambungan.

2. Kepemimpinan

A. Definisi Kepemimpinan

Definisi tentang kepemimpinan bervariasi sebanyak orang yang mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan. Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempen-garuhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya, seperti yang dikemukakan oleh Robbins (1998).

Leadership is the ability to influence a group toward the achievement of goals

Page 10: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

Rivai dan Mulyadi (2003) mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut:

1. Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan mempen-garuhi orang. Kadang juga diartikan sebagai sebuah alat membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela/sukacita.

2. Kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga imp-likasi penting yang terkandung dalam hal ini, yaitu: (1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain, baik bawahan atau pengikut, (2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya, (3) adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai cara.

Oleh karena itu, kepemimpinan pada hakekatnya adalah:

Proses mempengaruhi atau memberi contoh dari pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

Seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehor-matan, dan kerja sama yang bersemangat untuk mencapai tujuan bersama.

Kemampuan untuk mempengaruhi, member inspirasi, dan mengarahkan tindakan seseo-rang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Melibatkan tiga hal yaitu pemimpin, pengikut, dan situasi tertentu.

Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan.

B. Fungsi dan Tipe Kepemimpinan

Fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujud-kan dalam interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok/organisasi. Fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi seperti:

1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tin-dakan atau aktivitas pemimpin.

2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi.

Secara operasional dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu (Rivai dan Mulyadi, 2003):

a. Fungsi instruksi

Page 11: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk meng-gerakkan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.

b. Fungsi konsultasi

Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputu-san, pemimpin kerapkali memerlukan bahan pertimbangan yang mengharuskan untuk berkonsul-tasi dengan orang yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang dibutuhkan dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik (feed-back) untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapkan keputusan-keputusan pimpinan akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya, sehingga kepemimp-inan berlangsung efektif.

c. Fungsi partisipasi

Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin bukan pelaksana.

d. Fungsi delegasi

Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat/menetapkan kepu-tusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan pembantu pemimpin yang memilikim kesamaan prinsip, persepsi, dan aspirasi.

e. Fungsi pengendalian

Fungsi pengendalian berarti bahwa kepemimpinan yang sukses/efektif mampu mengatur aktivi-tas anggotanya secara terarah dalam koordinasi yang efektif sehingga memungkinkan terca-painya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.

Seluruh fungsi kepemimpinan tersebut diselenggarakan dalam aktivitas kepemimpinan secara in-tegral. Pelaksanaannya berlangsung sebagai berikut:

Pemimpin berkewajiban menjabarkan program kerja. Pemimpin harus mempu memberikan petunjuk yang jelas.

Page 12: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

Pemimpin harus berusaha mengambangkan kebebasan berpikir dan mengeluarkan penda-pat.

Pemimpin harus mengembangkan kerja sama yang harmonis.

Pemimpin harus mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan sesuai batas tanggung jawabnya.

Pemimpin harus mendayagunakan pengawasan sebagai alat pengendali.

Dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, maka akan berlangsung aktivitas kepemimp-inan. Apabila aktivitas tersebut dipilah-pilah, maka akan terlihat gaya kepemimpinan dengan polanya masing-masing. Gaya kepemimpinan tersebut merupakan dasar dalam mengklasi-fikasikan tipe kepemimpinan. Gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yaitu:

(1)  Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan pelaksanaan tugas.

(2)  Gaya kepemimpinan yang berpola pada pelaksanaan hubungan kerja sama.

(3)  Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan hasil yang dicapai.

Berdasarkan ketiga pola dasar tersebut terbentuk perilaku kepemimpinan yang berwujud pada kategori kepemimpinan yang terdiri atas tipe pokok kepemimpinan, yaitu:

a. Tipe Kepemimpinan Otoriter

Tipe kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang. Pemimpin bertindak seba-gai penguasa tunggal. Kedudukan dan tugas anak buah semata-mata hanya sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak pimpinan. Pimpinan memandang dirinya lebih dalam segala hal, dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa diperintah.

b. Tipe Kepemimpinan Kendali Bebas

Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan otoriter. Pemimpin berke-dudukan sebagai symbol. Kepemimpinan dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara perorangan maupun kelompok-kelompok kecil. Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat.

c. Tipe Kepemimpinan Demokratis

Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Pemimpin memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subyek yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga. Ke-mauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, kreativitas, inisiatif yang berbeda-beda dan dihargai disalurkan secara wajar. Tipe pemimpin ini selalu berusaha untuk memanfaatkan

Page 13: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

setiap orang yang dipimpinnya. Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, di-namis, dan terarah. Kepemimpinan tipe ini dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing-masing.

Ketiga tipe kepemimpinan di atas dalam prakteknya saling mengisi atau saling menunjang secara bervariasi, yang disesuaikan dengan situasi sehingga akan menghasilkan kepemimpinan yang efektif. Tabel 1 memperlihatkan pendekatan yang dilakukan pada setiap tipe kepemimpinan.

Tabel 1 Pendekatan pada Tiga Tipe Kepemimpinan

Otoriter Demokratis Kendali BebasKekuasaan pada pemimpin Kekuasaan pada bawahan Kekuasaan pada bawaha

C. Gaya Kepemimpinan

Rivai dan Mulyadi (2003) mendeskripsikan gaya kepemimpinan ke dalam beberapa definisi berikut ini.

1. Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempen-garuhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin.

2. Gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya.

3. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah, keterampi-lan, sifat, dan sikap yang mendasari perilaku seseorang.

4. Gaya kepemimpinan, baik secara langsung ataupun tidak langsung, menunjukkan keyaki-nan seorang pimpinan terhadap kemampuan bawahannya.

5. Gaya kepemimpinan yang paling tepat adalah suatu gaya yang dapat memaksimumkan produktivitas, kepuasan kerja, pertumbuhan, dan mudah menyesuaikan dengan segala situasi.

Studi tentang gaya kepemimpinan sudah berlangsung sejak lama. Pada tahun 1930-an berkem-bang pendapat bahwa gaya kepemimpinan sebagai suatu rangkaian kesatuan yang didasarkan pada derajat pembagian kekuasaan dan pengaruh antara pimpinan dan bawahan. Dalam rangka-ian tersebut dapat diidentifikasi empat gaya kepemimpinan dasar, yaitu: mengatakan (telling), menjual (selling), konsultasi (consulting), dan bergabung (participating). Mengatakan adalah gaya kepemimpinan otokratis, sedangkan bergabung adalah gaya kepemimpinan demokratis. Menurut pendapat ini gaya kepemimpinan demokratis bukanlah pendekatan kepemimpinan yang terbaik dalam semua situasi, mereka lebih menyarankan penggunaan semua gaya, mulai dari mengatakan sampai bergabung.

Page 14: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

Untuk menentukan gaya yang paling efektif dalam menghadapi keadaan tertentu maka perlu mempertimbangkan kekuatan yang ada dalam tiga unsur, yaitu: diri pemimpin, bawahan, dan situasi secara menyeluruh.

Pada tahun 1960-an berkembang teori kepemimpinan yang dinamakan “pola manajerial”. Kepemimpinan dipengaruhi oleh dua perhatian manajerial yang mendasar, yaitu perhatian ter-hadap produksi/tugas dan perhatian terhadap manusia. Menurut teori ini ada empat gaya dasar kepemimpinan: (1) gaya manajemen tugas, pemimpin menunjukkan perhatian tinggi terhadap produksi, tetapi perhatian rendah terhadap manusia, (2) gaya manajemen country club, pemimpin memperlihatkan perhatian yang tinggi terhadap manusia, tetapi perhatian rendah ter-hadap produksi, (3) gaya manajemen miskin, pemimpin tidak terlalu menunjukkan perhatian, baik terhadap produksi maupun manusia, (4) gaya manajemen tim, pemimpin menunjukkan perhatian tinggi baik terhadap produksi maupun terhadap manusia. Menurut teori ini gaya mana-jemen tim, yang pada dasarnya sama dengan gaya demokratis merupakan gaya kepemimpinan yang terbaik untuk semua orang dalam segala situasi.

Sementara itu, Contingency Theory Leadership menyatakan bahwa ada kaitan antara gaya kepemimpinan dengan situasi tertentu yang dipersyaratkan. Menurut teori ini seorang pemimpin akan efektif jika gaya kepemimpinannya sesuai dengan situasi yang terjadi. Pendekatan ini men-yarankan bahwa diperlukan dua perangkat perilaku untuk kepemimpinan yang efektif, yaitu peri-laku tugas dan perilaku hubungan. Dengan kedua perangkat ini maka kemungkinan akan melahirkan empat gaya kepemimpinan, yaitu; (1) mengarahkan, gaya kepemimpinan ini peri-laku tugas tinggi, perilaku hubungan rendah, (2) menjual, perilaku tugas maupun perilaku hubungan sama tinggi, (3) ikut serta, perilaku tugas rendah sedangkan perilaku hubungan tinggi, (4) mendelegasikan, baik perilaku tugas maupun perilaku hubungan sama rendah.

Sedangkan pakar manajemen modern berpendapat bahwa gaya kepemimpinan yang tepat adalah gaya yang dapat menyatukan tiga variabel situasional, yaitu hubungan pimpinan dan anggota, struktur tugas, serta posisi kekuasaan sehingga dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan yang terbaik adalah jika posisi kekuasaan itu moderat.

Path-Goal Model sepaham dengan pendapat di atas, bahwa suksesnya seorang pemimpin tergan-tung pada kemampuannya dalam menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan lingkungan dan karakteristik individual bawahannya.

Pengembangan baru dari teori ini yang dapat dikatakan sebagai kalangan moderat, menggam-barkan bahwa ada empat tipe atau gaya kepemimpinan, yaitu: (1) mengarahkan (directive), gaya ini sama dengan gaya otokratis, jadi bawahan mengetahui secara persis apa yang diharap-kan dari mereka, (2) mendukung (supportive), pemimpin bersifat ramah terhadap bawahan, (3) berpartisipasi (participative), pemimpin bertanya dan menggunakan saran bawahan, (4) berori-entasi pada tugas (task oriented), pemimpin menyususn serangkaian tujuan yang menantang untuk bawahannya.

Meskipun demikian, diakui bahwa dalam manajemen modern, gaya kepemimpinan yang paling tepat untuk dikembangkan adalah gaya kepemimpinan yang partisipatif atau fasilitatif, serta in-volvement-oriented style yang terpusat pada komitmen dan keterlibatan pegawai.

Page 15: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

Akhirnya, gaya kepemimpinan dibagi ke dalam dua dimensi, yaitu dimensi tugas dan dimensi manusia. Dimensi tugas disebut “mengarahkan”, berorientasi pada produk dan berujung pada gaya kepemimpinan otokratis, sedangkan dimensi manusia, berhubungan dengan istilah “men-dukung” berorientasi pada bawahan dan berujung pada tipe kepemimpinan bebas kendali.

Seorang pemimpin yang efektif harus menggunakan gaya kepemimpinan yang berbeda dalam situasi yang berbeda, jadi tidak tergantung pada satu pendekatan untuk semua situasi. Pandangan ini mensyaratkan agar seorang pemimpin mampu membedakan gaya-gaya kepemimpinan, mem-bedakan situasi, menentukan gaya yang sesuai untuk situasi tertentu, serta mampu menggunakan gaya tersebut secara benar.

Semua konsep di atas bermula dari pengamatan yang dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi pada profit. Demikian juga untuk penerapan gaya kepemimpinan yang seseuai juga, dilihat berdasarkan perspektif perusahaan swasta, yang belum tentu sesuai untuk diterapkan dalam organisasi publik atau organisasi pendidikan, seperti perguruan tinggi, Untuk itu dalam pembahasan selanjutnya, akan dielaborasi tipe-tipe dan gaya-gaya kepemimpinan yang seuai dit-erapkan di perguruan tinggi dalam konteks penjaminan mutu internal di perguruan tinggi yang bersangkutan.

3. Sistem Penjaminan Mutu Internal

Proses penjaminan mutu pendidikan tinggi di suatu perguruan tinggi merupakan kegiatan mandiri dari perguruan tinggi yang bersangkutan, sehingga proses tersebut dirancang, dijalankan, dan dikendalikan sendiri oleh perguruan tinggi yang bersangkutan tanpa campur tangan dari pe-merintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Na-sional (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Kebijakan ini diambil karena disadari bahwa setiap perguruan tinggi memiliki spesifikasi yang berlainan antara lain dalam hal ukuran, struk-tur, sumber daya, visi dan misi, sejarah, serta kepemimpinan.

Mengenai posisi dan arti penting penjaminan mutu pendidikan tinggi di suatu perguruan tinggi, dapat dikemukakan bahwa di masa mendatang eksistensi suatu perguruan tinggi tidak semaata-mata tergantung pada pemerintah, melainkan terutama tergantung pada penilaian stakeholders (mahasiswa, orang tua, dunia kerja, pemerintah, dosen, tenaga penunjang, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan) tentang mutu pendidikan tinggi yang diselenggarakannya.

Agar eksistensinya terjamin, maka perguruan tinggi mau tidak mau harus menjalankan penjami-nan mutu pendidikan tinggi yang diselenggarakannya. Perlu dikemukakan bahwa karena penila-ian stakeholders senantiasa berkembang, maka penjaminan mutu juga harus selalu disesuaikan pada perkembangan itu secara berkelanjutan (continuous improvement).

A. Definisi Penjaminan Mutu

Secara umum yang dimaksud dengan penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan (Departemen Pendidikan Nasional, 2003).

Page 16: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

Dengan demikian penjaminan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi adalah proses peneta-pan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan pendidikan tinggi secara konsisten dan berkelan-jutan, sehingga stakeholders (mahasiswa, orang tua, dunia kerja, pemerintah, dosen, tenaga pe-nunjang, serta pihak lain yang berkepentingan) memperoleh kepuasan (Departemen Pendidikan Nasional, 2003).

B. Konsep Penjaminan Mutu

Pendidikan tinggi di perguruan tinggi dinyatakan bermutu atau berkualitas, apabila:

1. Perguruan tinggi tersebut mampu menetapkan dan mewujudkan visinya melalui pelak-sanaan misinya (aspek deduktif).

2. Perguruan tinggi tersebut mampu memenuhi kebutuhan stakeholders (aspek induktif) berupa:

Kebutuhan kemasyarakatan (societal needs)

Kebutuhan dunia kerja (industrial needs)

Kebutuhan professional (professional needs)

Dengan demikian perguruan tinggi harus mampu merencanakan, menjalankan, dan mengenda-likan suatu proses yang menjamin pencapaian mutu sebagaimana diuraikan di atas.

C. Tujuan Penjaminan Mutu

Secara spesifik, tujuan penjaminan mutu adalah memelihara dan meningkatkan mutu pendidikan secara berkelanjutan, yang dijalankan oleh suatu perguruan tinggi secara internal untuk mewu-judkan visi dan misinya, serta untuk memenuhi kebutuhan stakeholders melalui penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi.

Pencapaian tujuan penjaminan mutu melalui kegiatan penjaminan mutu yang dijalankan secara internal oleh perguruan tinggi, akan dikontrol dan diaudit melalui kegiatan akreditasi yang di-jalankan oleh BAN-PT atau lembaga lain secara eksternal. Dengan demikian, obyektivitas peni-laian terhadap pemeliharaan dan peningkatan mutu pendidikan tinggi secara berkelanjutan di su-atu perguruan tinggi dapat diwujudkan.

D. Butir-butir Mutu

Sebagaimana dikemukakan di atas, perguruan tinggi memilih dan menetapkan sendiri standar mutu pendidikan tinggi untuk setiap program studi. Pemilihan dan penetapan standar itu di-lakukan dalam sejumlah aspek yang disebut butir-butir mutu, diantaranya:

1. Kurikulum program studi2. Sumber daya manusia (dosen dan tenaga penunjang)

Page 17: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

3. Mahasiswa

4. Proses pembelajaran

5. Prasarana dan sarana

6. Suasana akademik

7. Keuangan

8. Penelitian dan publikasi

9. Pengabdian kepada masyarakat

10. Tata pamong (governance)

11. Manajemen lembaga (institutional management)

12. Sistem informasi

13. Kerjasama dalam dan luar negeri

E. Proses Penjaminan Mutu

Penjaminan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi dijalankan melalui tahap-tahap yang di-rangkai dalam suatu proses sebagai berikut:

1. Perguruan tinggi menetapkan visi dan misi perguruan tinggi yang bersangkutan.2. Berdasarkan visi dan misi perguruan tinggi tersebut, setiap program studi menetapkan

visi dan misi program studinya.

3. Visi setiap program studi kemudian dijabarkan oleh program studi terkait menjadi serangkaian standar mutu pada setiap butir mutu sebagaimana disebutkan di atas.

4. Standar mutu dirumuskan dan ditetapkan dengan meramu visi perguruan tinggi (secara deduktif) dan kebutuhan stakeholders (secara induktif). Sebagai standar, rumusannya harus spesifik dan terukur, yaitu mengandung unsur ABCD (Audience, Behavior, Compe-tence, Degree).

5. Perguruan tinggi menetapkan organisasi dan mekanisme kerja penjaminan mutu.

6. Perguruan tinggi melaksanakan penjaminan mutu dengan menerapkan manajemen kendali mutu di bawah ini.

7. Perguruan tinggi mengevaluasi dan merevisi standar mutu melalui benchmarking secara berkelanjutan.

F. Manajemen Kendali Mutu

Penjaminan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi dapat diselenggarakan melalui pelbagai model manajemen kendali mutu. Salah satu model manajemen yang dapat digunakan adalah

Page 18: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

model PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang akan menghasilkan pengembangan berkelanjutan (continuous improvement) atau kaizen mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi.

Beberapa prinsip yang harus melandasi pola pikir dan pola tindak semua pelaku manajemen kendali mutu berbasis PDCA adalah:

1. Quality first; semua pikiran dan tindakan pengelola pendidikan tinggi harus mempriori-taskan mutu.

2. Stakeholder-in; semua pikiran dan tindakan pengelola pendidikan tinggi harus ditujukan pada kepuasan stakeholders.

3. The next process is our stakeholders; setiap orang yang melaksanakan tugas dalam proses pendidikan tinggi, harus menganggap orang lain yang menggunakan hasil pelaksanaan tugasnya sebagai stakeholdernya yang harus dipuaskan.

4. Speak with data; setiap orang pelaksana pendidikan tinggi harus melakukan tindakan dan mengambil keputusan berdasarkan analisis data yang telah diperolehnya terlebih dahulu, bukan berdasarkan pengandaian atau rekayasa.

5. Upstream management; semua pengambilan keputusan di dalam proses pendidikan tinggi dilakukan secara partisipatif, bukan otoritatif.

Di dalam tahap “check” pada manajemen kendali mutu berbasis PDCA, terdapat titik-titik kendali mutu (quality check-points) dimana setiap orang pelaksana pendidikan tinggi harus men-gaudit hasil pelaksanaan tugasnya dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Menetapkan titik-titik kendali mutu (quality check-points) pada setiap satuan kegiatan dalam manajemen kendali mutu berbasis PDCA merupakan keharusan bagi perguruan tinggi.

G. Pelaksanaan Penjaminan Mutu

Agar penjaminan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi dapat dilaksanakan, maka terdapat beberapa prasyarat yang harus dipenuhi supaya pelaksanaan penjaminan mutu tersebut dapat mencapai tujuannya, yaitu: komitmen, perubahan paradigma dan sikap mental para pelaku proses pendidikan tinggi, serta pengorganisasian penjaminan mutu di perguruan tinggi.

(1)       Komitmen

Para pelaku proses pendidikan tinggi di suatu perguruan tinggi, baik yang memimpin maupun yang dipimpin, harus memiliki komitmen yang tinggi untuk senantiasa menjamin dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi yang diselenggarakannya.

Tanpa komitmen ini di semua lini organisasi di suatu perguruan tinggi, niscaya penjaminan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi tersebut akan berjalan tersendat, bahkan mungkin tidak akan berhasil dijalankan.

(2)       Perubahan paradigma

Page 19: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

Paradigma lama penjaminan mutu, yaitu mutu pendidikan tinggi di suatu perguruan tinggi akan dapat dipelihara serta ditingkatkan apabila dilakukan pengawasan atas pengendalian atau pen-gendalian yang ketat oleh pemerintah, harus diubah menjadi suatu paradigma baru.

Paradigma baru penjaminan mutu pendidikan tinggi, yaitu perguruan tinggi harus menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi yang diselenggarakannya agar visinya dapat diwujudkan melalui pelaksanaan misi, serta agar stakeholders dapat dipuaskan.

Dengan paradigm baru tersebut, tugas pengawasan oleh pemerintah diringankan, akuntabilitas perguruan tinggi meningkat, stakeholders berperan lebih besar dalam menentukan mutu pen-didikan di suatu perguruan tinggi.

(3)       Sikap mental

Perencanaan di perguruan tinggi pada umumnya bukanlah karena kebutuhan, melainkan karena persyaratan perijinan atau akreditasi. Sikap mental seperti ini harus diubah menjadi sikap mental yang baru, yaitu rencanakanlah pekerjaan anda dan kerjakanlah rencana anda (plan your work and work your plan).

(4)       Pengorganisasian

Mengenai pengorganisasian serta mekanisme kerja organisasi penjaminan mutu pendidikan tinggi di suatu perguruan tinggi, tidak terdapat pola baku yang harus diikuti oleh semua pergu-ruan tinggi. Pengorganisasian penjaminan mutu pendidikan tinggi di suatu perguruan tinggi san-gat tergantung pada ukuran, struktur, sumber daya, visi dan misi, sejarah, dan kepemimpinan di perguruan tinggi tersebut.

Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa suatu perguruan tinggi dapat mengadakan unit pen-jaminan mutu di struktur organisasinya yang dipimpin oleh seorang wakil rektor, atau suatu unit yang independen terlepas dari struktur organisasi yang dipimpin oleh seorang dosen.

Contoh model pengorganisasian lainnya adalah kegiatan penjaminan mutu inheren atau built in di dalam proses manajemen pendidikan tinggi di perguruan tinggi yang bersangkutan. Dengan demikian tidak dibutuhkan unit organisasi khusus yang dipimpin oleh pejabat yang menangani penjaminan mutu pendidikan tinggi. Kebebasan menentukan model pengorganisasian penjami-nan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi masing-masing, adalah sesuai dengan karakter kemandirian perguruan tinggi di Indonesia di masa yang akan datang.

Faktor terpenting yang perlu mendapat perhatian dalam pengorganisasian penjaminan mutu pen-didikan tinggi adalah bahwa pengorganisasian tersebut mampu menumbuhkan kesepahaman ten-tang penjaminan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi tersebut, yang pada gilirannya akan menumbuhkan sikap suportif dari seluruh komponen di perguruan itu terhadap upaya penjami-nan mutu pendidikan tinggi.

4. Pemangku Kepentingan di Perguruan Tinggi

Page 20: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

Perguran tinggi di Indonesia dapat dibedakan menjadi Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Pergu-ruan Tinggi Swasta (PTS), Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK), dan Perguruan Tinggi Agama (PTA). Pada dasarnya pemangku kepentingan di semua perguruan tinggi di atas hampir sama, yang membedakan adalah lembaga penyelenggaranya. PTN diselenggarakan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional, PTS diselenggarakan oleh yayasan pribadi, PTK diselenggarakan oleh kementerian lain di luar Kementerian Pendidikan Nasional, dan PTA diselenggarakan oleh Kementerian Agama.

Untuk merinci pemangku kepentingan di perguruan tinggi bisa digunakan pendekatan sistem, yaitu dengan melihat mekanisme input-proses-output di perguruan tinggi, dengan menganggap bahwa perguruan tinggi sebagai sistem terbuka.

 

Berdasarkan gambar mekanisme input-proses-output perguruan tinggi, maka dapat dirinci pe-mangku kepentingan di perguruan tinggi secara umum adalah:

1. Dosen2. Mahasiswa

3. Tenaga non edukatif

4. Lembaga penyelenggara

5. Pemerintah

6. Unsur pimpinan (Rektor, Dekan, Ketua Jurusan/Prodi, Kepala Lembaga, Kepala Biro, Kepala Bagian, Kepala Unit, dan pimpinan satuan kerja lainnya)

7. Alumni

8. Lembaga lain

9. Masyarakat

Dalam pembahasan selanjutnya akan dielaborasi gaya kepemimpinan yang sesuai diterapkan oleh unsur pimpinan di perguruan tinggi dalam konteks penjaminan mutu internal di perguruan tinggi yang bersangkutan.

5. Gaya Kepemimpinan Versi Penjaminan Mutu Internal di Perguruan Tinggi

Dalam konteks penjaminan mutu internal di perguruan tinggi, gaya kepemimpinan yang akan di-coba dielaborasi adalah unsur pimpinan yang terdiri atas pimpinan perguruan tinggi (rektor be-serta para wakil rektor), pimpinan fakultas (dekan beserta para pembantu dekan), pimpinan juru-san (ketua dan sekretaris jurusan), serta kepala lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat.

Page 21: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

Masing-masing unsur pimpinan tersebut bertanggung jawab untuk merumuskan visi dan misi, kebijakan dan sasaran mutu setiap satuan kerja atau unit yang dipimpinnya. Khusus untuk visi, misi, kebijakan, dan sasaran mutu perguruan tinggi harus ditetapkan sejak awal dan dilakukan secara bersama dibawah pimpinan rektor perguruan tinggi yang bersangkutan.

Rumusan di atas ditindaklanjuti dengan pelaksanaan supaya dapat terwujud sesuai dengan hara-pan semua pihak. Dalam setiap tahap pelaksanaan perlu dilakukan proses audit untuk melihat ke-sesuaian antara rumusan dengan pelaksanaan, serta untuk meningkatkan standar sampai ke tingkat yang lebih tinggi.

Selanjutnya, dari penjelasan di atas, dapat dirinci proses yang harus dilalui dalam penjaminan mutu internal di perguruan tinggi, yaitu: (1) perumusan, (2) pelaksanaan, dan (3) audit. Dalam setiap proses pimpinan harus jeli untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai supaya proses dapat berjalan dengan efisien dan efektif. Tabel 2 berikut ini menggambarkan gaya kepemimpinan yang diduga sesuai digunakan oleh unsur pimpinan di perguruan tinggi dalam konteks penjaminan mutu internal di perguruan tinggi yang bersangkutan.

Tabel 2 Tipe dan Gaya Kepemimpinan Versi Penjaminan Mutu Internal di Perguruan Tinggi

Proses Unsur Pimpinan Tipe dan Gaya Kepemimpinan yang SesuaiPerumusan Perguruan Tinggi Pada level ini dibutuhkan tipe kepemimpinan yang mem-

beri kebebasan kepada anggota yang dipimpin untuk merumuskan visi, misi, kebijakan, serta sasaran mutu, se-hingga tipe kepemimpinan yang sesuai adalah kendali be-bas dan demokratis, yaitu member kewenangan kepada anggota kelompok untuk mengambil alih kekuasaan. Sedangkan gaya kepemimpinan yang sesuai untuk diter-apkan adalah gaya manajemen tim, menjual, supportive, dan participative. Tipe dan gaya kepemimpinan ini senada baik untuk pimpinan perguruan tinggi, fakultas, ataupun jurusan.

FakultasJurusan

Pelaksanaan Perguruan Tinggi Proses pelaksanaan di level perguruan tinggi lebih fokus pada komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara keseluruhan, sehingga tipe kepemimpinan bisa lebih demokratis, artinya kewenangan diberikan ke level di bawahnya. Gaya kepemimpinan yang sesuai adalah mengarahkan, mendelegasikan, supportive, dan task oriented.

Fakultas Di level tengah ini, tipe kepemimpinan masih bisa demokratis. Gaya kepemimpinan yang sesuai adalah mengarahkan, mendelegasikan, supportive, dan task ori-ented.

Jurusan Di level ini, tipe kepemimpinan harus lebih otoriter, karena butir-butir mutu yang harus ditingkatkan banyak yang berada di level jurusan. Gaya kepemimpinan yang

Page 22: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

sesuai adalah manajemen tim, mengarahkan, menjual, ikut serta, dan supportive.

Audit Perguruan Tinggi Untuk proses audit di semua level, sebaiknya dilakukan dengan otoriter, supaya lebih efektif. Gaya kepemimp-inan yang sesuai untuk diterapkan adalah manajemen tu-gas, mengarahkan, dan task oriented.

FakultasJurusan

6. Penutup

Tipe dan gaya kepemimpinan versi penjaminan mutu internal di perguruan tinggi yang telah di-jabarkan di atas, dielaborasi berdasarkan proses perumusan (visi, misi, kebijakan, dan sasaran mutu), pelaksanaan penjaminan mutu, serta proses audit kesesuaian antara rumusan dengan pelaksnaan. Sedangkan unsur pimpinan yang dibahas adalah pimpinan perguruan tinggi, tingkat fakultas dan jurusan. Tentu saja tipe dan gaya kepemimpinan yang disajikan merupakan hasil analisis yang bersifat teoritis, artinya baru merupakan dugaan bahwa tipe dan gaya kepemimp-inan tersebut sesuai untuk diterapkan di perguruan tinggi dalam rangka menerapkan penjaminan mutu internal di perguruan tinggi yang bersangkutan. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik dan sesuai dengan kenyataan dibutuhkan penelitian yang lebih akurat dengan metodologi yang tepat, sehingga diperoleh gambaran tipe dan gaya kepemimpinan yang sesuai untuik diterapkan di perguruan tinggi sesuai dengan jenisnya (PTN, PTS, PTK, atau PTA) dalam rangka memeli-hara dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara konsisten dan berkesinambungan.

Daftar Pustaka

Chatab, N. (1996), Panduan Penerapan dan Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9000, Elex Media Komputindo.

Departemen Pendidikan Nasional (2003), Pedoman Penjaminan Mutu (Quality Assurance) Pen-didikan Tinggi, Jakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pen-didikan

Pusat Jaminan Mutu Universitas Brawijaya (2010), Perancangan Sistem Penjaminan Mutu dan Sertifikasi Auditor Internal Mutu di Perguruan Tinggi, Modul Pelatihan, Malang.

Rivai, V. dan Mulyadi, D. (2003), Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Page 23: Kepemimpinan Stratejik Yang Efektif(AanPrint)

Robbins, S.P. (1998), Organizational Behavior: Concepts, Controversies, and Applications, Pren-tice-Hall Inc., New Jersey.

Sallis, E. (2010), Total Quality Management in Education, Alih Bahasa: Ahmad Ali Riyadi dan Fahrurrozi, IRCiSoD, Jogjakarta.

Sartika, I. (1998), Perancangan Sistem Dokumentasi Mutu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) den-gan Menggunakan Model ISO 9000 (Studi Kasus: Universitas Pasundan Bandung), Tesis Magis-ter, Bidang Khusus Manajemen Industri, Program Studi Teknik dan Manajemen Industri, Pro-gram Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.