KEMUNDURAN KESUBURAN TANAH - Leading a decent...

44
1 Yth.: Bapak Rektor Universitas Brawijaya, Ibu-Ibu/Bapak-Bapak Anggota Senat Universitas Brawijaya, Dewan Penyantun Universitas Brawijaya, serta Ibu-Ibu, Bapak-Bapak, dan para Undangan yang saya Muliakan Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah S.W.T, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga kita semua berada dalam keadaan sehat wal afiat. Pada kesempatan yang berbahagia ini, pertama-tama izinkanlah saya menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Rektor dan para Anggota Senat, yang telah berkenan memberi kepercayaan kepada saya untuk menyampaikan pidato ilmiah dalam rangka pengukuhan saya sebagai Guru Besar Madya, bidang Ilmu Kimia Tanah, pada Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Demikian pula, kepada para hadirin yang telah sudi meluangkan waktu untuk datang dan berkenan mengikuti acara pengukuhan ini, diucapkan banyak terima kasih. Sesuai dengan bidang yang saya tekuni, maka saya akan mencoba mengangkat suatu permasalahan berkaitan dengan upaya peningkatan produksi tanaman pertanian, di daerah tropika basah umumnya dan Indonesia khususnya. Adapun topik yang akan saya kemukakan adalah berjudul: Strategi Penanggulangan Masalah Kesuburan Tanah dalam Rangka Mengamankan Produksi Tanaman Pertanian.

Transcript of KEMUNDURAN KESUBURAN TANAH - Leading a decent...

1

Yth.: Bapak Rektor Universitas Brawijaya,

Ibu-Ibu/Bapak-Bapak Anggota Senat Universitas Brawijaya,

Dewan Penyantun Universitas Brawijaya, serta

Ibu-Ibu, Bapak-Bapak, dan para Undangan yang saya Muliakan

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah S.W.T, yang telah melimpahkan

rahmat dan karuniaNya, sehingga kita semua berada dalam keadaan sehat wal afiat.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, pertama-tama izinkanlah saya

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak

Rektor dan para Anggota Senat, yang telah berkenan memberi kepercayaan kepada saya

untuk menyampaikan pidato ilmiah dalam rangka pengukuhan saya sebagai Guru Besar

Madya, bidang Ilmu Kimia Tanah, pada Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas

Brawijaya.

Demikian pula, kepada para hadirin yang telah sudi meluangkan waktu untuk

datang dan berkenan mengikuti acara pengukuhan ini, diucapkan banyak terima kasih.

Sesuai dengan bidang yang saya tekuni, maka saya akan mencoba mengangkat

suatu permasalahan berkaitan dengan upaya peningkatan produksi tanaman pertanian,

di daerah tropika basah umumnya dan Indonesia khususnya. Adapun topik yang akan

saya kemukakan adalah berjudul:

Strategi Penanggulangan Masalah Kesuburan Tanah

dalam Rangka Mengamankan Produksi Tanaman Pertanian.

2

Pengertian Tanah Subur

Hadirin yang saya hormati,

Berbicara tentang tanah subur, bukanlah merupakan hal baru. Jauh sebelum

peradaban manusia berkembang, nenek moyang kita telah mengetahui arti tanah subur.

Saat itu, manusia memenuhi kebutuhan hidup dengan cara berburu, menangkap ikan,

dan mencari hasil hutan yang dapat dimakan. Dari pengalaman mereka hidup

berpindah-pindah (nomaden), diketahui bahwa tumbuhan penghasil bahan pangan

tumbuh subur di tepi-tepi sungai, di lembah-lembah, di kaki pebukitan, di tempat-

tempat bekas timbunan serasah, bekas tumpukan kotoran binatang, dan sebagainya.

Mereka menyadari bahwa, seperti halnya manusia dan binatang, tumbuhan pun

memerlukan makan dan minum agar dapat hidup. Hanya saat itu mereka belum

mengerti makanan apa yang diperlukan; juga belum mengetahui bagaimana cara

tumbuhan tersebut makan ataupun minum.

Setelah terpaksa untuk hidup menetap, mulailah mereka menanam tumbuhan

penghasil pangan di sekitar pemukiman. Dari pengalaman "bercocok tanaman" musim

ke musim, diketahui bahwa produksi terus berkurang; sehingga mereka harus berupaya

agar produksi tetap tinggi. Mereka mencoba memberikan tanah yang diambil dari tepi

sungai, atau bekas tumpukan sampah, atau bekas kotoran binatang; selain juga mereka

melakukan pemberian air. Tindakan ini sebenarnya merupakan awal pembudidayaan

tanaman dengan memperhatikan kesuburan tanah dan pemupukan.

Pengetahuan tentang kesuburan tanah dari waktu ke waktu terus bertambah,

sejalan dengan perkembangan ilmu-ilmu dasar, seperti: biologi, kimia, fisika, geologi,

mineralogi, dan lain-lain yang berkaitan. Namun dilemanya, hingga saat ini pengertian

3

tentang "tanah subur" belum sepenuhnya difahami dan dimengerti oleh kebanyakan

petani ataupun masyarakat umumnya. Banyak petani beranggapan bahwa tanah mereka

subur setelah diberi pupuk atau diolah; di pihak lain masyarakat seringkali

mengartikan tanah subur dengan produksi tinggi. Padahal, tanah subur tidak selalu

menjamin produksi tinggi; karena masih ada faktor lain yang ikut menentukan.

Ilustrasi dalam Gambar 1 menunjukkan bahwa, produksi tanaman tidak dapat

dipisahkan dengan tanah subur, varietas unggul, iklim cocok, dan pengelolaan yang

baik. Pengertian ini perlu dicamkan dalam praktek sehari-hari.

Gambar 1. Tanah Sebagai Faktor Produksi Tanaman

Tanah

Tanaman

Iklim Pengelolaan

4

Apakah yang disebut tanah subur?

Secara garis besar suatu tanah dikatakan subur bila sifat-sifat kesuburan (fisik,

kimia, dan biologis) mendukung pertumbuhan serta produksi tanaman; dengan catatan

faktor-faktor tanaman, iklim, dan pengelolaan tidak menjadi pembatas dan pada kondisi

optimal. Dalam pemahaman sifat kesuburan tanah, pengertian tentang sifat-sifat fisik,

kimia dan biologi tanah ini penting diketahui.

Beberapa sifat fisik tanah yang seringkali dikaitkan dengan kesuburan, adalah:

struktur, kemantapan agregat, daya pegang (retensi) air, drainase, aerasi, dan lain-lain.

Sifat-sifat ini bertanggung jawab terhadap penyediaan udara dan air bagi pertumbuha

tanaman. Kecukupan unsur hara berkaitan dengan sifat kimia tanah, karena unsur hara

yang dibutuhkan tanaman berupa unsur-unsur kimia. Interaksi antara sifat fisik dan

kimia dikenal sebagai sifat fisiko-kimia, meliputi: reaksi tanah (pH), potensial reduksi-

oksidasi (Eh), kapasitas tukar kation (KTK), dan persentase kejenuhan basa (KB);

seringkali dijadikan parameter kemampuan tanah dalam menyediakan medium dan

unsur hara. Selanjutnya, sifat biologi tanah bertanggung jawab terhadap kehidupan

jazad mikro maupun makro tanah. Keberadaan jazad-jazad ini sangat penting dalam

proses perombakan (dekomposisi dan mineralisasi) bahan organik, perubahan

(transformasi) senyawa-senyawa inorganik, berkaitan dengan siklus perharaan dan

ketersediaan unsur hara.

Ketiga sifat penentu kesuburan tanah di atas tidak bekerja sendiri-sendiri,

melainkan berinteraksi satu sama lain. Secara umum, Young (1980) mengelompokkan

sifat-sifat tersebut seperti disajikan dalam Tabel 1.

5

Tabel 1. Berbagai Sifat Tanah dan Relevansinya dengan Kondisi Kesuburan

(Young, 1980)

Kondisi Kesuburan Sifat Tanah yang Relevan

Fisik:

-Perakaran:

Kedalaman Efektif Kedalaman terhadap batuan lapuk, late-

rit, garis batu-batuan, padas lunak.

-Penetrasi akar Tekstur, struktur, konsistensi.

-Kelembaban:

Drainase Kedalaman air tanah, permeabilitas, Ka-

Retensi (daya pegang pasitas lapangan, titik layu, kapasitas air

air) tersedia, tekstur (tidak langsung).

-Ketahanan Erosi: Permeabilitas, struktur, bahan organik

(tidak langsung).

Perharaan Tanaman:

-Status Hara Tersedia Kandungan N, nisbah C/N, K dan P-ter-

(tersedia dan cadangan) sedia,kandungan hara lain, mineral dapat

lapuk, P dan K total, bahan organik (ti-

dak langsung).

-Kapasitas Retensi Kapasitas Tukar Kation (KTK), reaksi ta-

(unsur-unsur hara semua nah (pH), tekstur dan bahan organik (ti-

tersedia) dak langsung).

Kimia:

-Sifat Kompleks Pertukar- Reaksi tanah (pH), persen kejenuhan basa

an (PKB), basa-basa dapat dipertukarkan (K,

Na, Ca, Mg-dd).

-Salinitas dan Bentuk Me- Garam laut, Na-dd (%), bahan kapur.

racun Lain

-Bahan Organik Kandungan karbon organik, nisbah C/N.

6

Evaluasi Status Kesuburan Tanah:

Untuk mengetahui status kesuburan tanah, perlu dibedakan dua pengertian

dasar, yaitu: kesuburan potensial dan kesuburan aktual. Kesuburan potensial,

merupakan kondisi alami berkaitan dengan kesuburan jangka panjang dan umumnya

sulit diubah, atau bila dapat diubah maka memerlukan masukan tinggi; contohnya:

topografi, kedalaman efektif, tekstur, mineral liat, dan sebagainya. Sedang kesuburan

tanah aktual, merupakan kondisi kesuburan dalam jangka pendek dan berubah-ubah

setiap musim tanam, misalnya status unsur hara tersedia yang dapat dikaitkan dengan

pH, Eh, KTK, kadar bahan organik, pemberian kapur, dan sebagainya. Pada

pengertian lain, debu gunung berapi bila ditinjau dari segi penyediaan unsur hara

memberikan kesuburan potensial tinggi, tetapi kesuburan aktual rendah.

Selain dua istilah di atas, ada pula istilah kapasitas dan intensitas

penyediaan unsur hara. Kapasitas penyediaan hara menyangkut kemampuan tanah

dalam menyuplai jumlah hara semasa pertumbuhan tanaman; sedangkan intensitas

menunjukkan kemampuan tanah dalam menyuplai hara secara kontinyu sesuai fase

pertumbuhan.

Ada empat kemungkinan status kemampuan tanah menyediakan unsur

hara bagi tanaman, yaitu: (1) kapasitas dan intensitas besar, (2) kapasitas besar,

intensitas kecil, (3) kapasitas kecil, intensitas besar, dan (4) kapasitas dan intensitas

kecil. Beberapa jenis tanah mineral, seperti Aluvial (Inceptisols) dan tanah yang

diusahakan secara intensif serta memperoleh bahan organik dan pupuk inorganik

cukup, termasuk ke dalam kategori (1). Tanah-tanah bermasalah dalam penyediaan

unsur, misalnya fiksasi atau retensi, dapat dimasukkan dalam kategori (2); contoh

7

tanah-tanah Latosol (Oxisols), Podsolik Merah Kuning (Ultisols), Mediteran (Alfisols),

dan lain-lain dalam penyediaan unsur fosfor.

Tanah-tanah berkadar bahan organik dan liat rendah dapat dimasukkan ke dalam

kategori (3), karena kedua komponen ini menentukan kemampuan daya pegang unsur

hara (nutrient holding capacity); contohnya Regosol (Entisols). Tanah-tanah termasuk

kategori (4) merupakan tanah sangat jelek dan tidak disarankan untuk lahan pertanian,

contohnya: Podsolik Merah Kuning (Ultisols) duduk di atas hamparan pasir kuarsa

seperti dijumpai di area transmigrasi Pasir Pangarayan Blok E (Riau), dan tempat-

tempat lain di Sumatera dan Kalimantan. Dalam praktek, perbaikan kapasitas

penyediaan hara seringkali dilakukan melalui masukan bahan organik; sedangkan

perbaikan intensitas dilakukan dengan pemberian pupuk inorganik.

Praktek Penggunaan Lahan dan Kesuburan Tanah

Sistim Perladangan Berpindah:

Bapak-Ibu yang saya muliakan,

Untaian "zamrud katulistiwa" merupakan ungkapan bagi Indonesia yang terdiri

dari beribu pulau di katulistiwa, ditutupi hutan belantara dari ujung Barat hingga ke

ujung Timur. Demikian pula, pujangga Jawa menyatakan dengan ungkapan: "….Ijo

royo-royo, gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo…." (artinya kurang

lebih: kesuburan tanah memberikan hasil berlimpah ruah dan membawa

kemakmuran). Apakah tanah hutan tropika basah Indonesia tersebut benar-benar subur?

8

Apabila kita amati dengan seksama daya dukung tanah dalam memenuhi

kebutuhan hidup tumbuhan hutan, maka diketahui bahwa hutan lebat di negara kita

sebagian besar berada di atas tanah yang tergolong kesuburan rendah, yaitu: Podzolik,

Latosol, dan Gambut. Daya dukung tanah-tanah tersebut adalah bersifat semu, karena

hutan lebat yang terbentuk tidak lain merupakan hasil suksesi dalam waktu berpuluh,

beratus dan bahkan mungkin beribu tahun lalu. Pertumbuhan hutan mewah, merupakan

hasil sistim hara tanah - hutan yang bersifat tertutup (close nutrient recycling). Pada

kondisi ini, tidak ada kehilangan unsur melalui penguapan, aliran permukan dan erosi,

karena permukaan tanah tertutup rapat oleh tajuk pohon; demikian pula pencucian

unsur hara ke lapisan tanah lebih dalam dicegah oleh adanya sistim perakaran yang

intensif.

Daya dukung semu di atas terbukti pada waktu hutan dibuka untuk lahan

pertanian. Petani tradisional di negara kita membuka hutan untuk dijadikan ladang

dengan cara menebang pohon dan membakar sisa-sisa seresah. Produksi pertanian pada

awalnya tinggi karena bahan organik dan unsur hara sisa abu tertinggal dalam tanah.

Akan tetapi, musim-musim berikutnya produksi terus menurun karena tidak ada

tindakan konservasi dan masukan hara melalui pemupukan. Begitu produksi tidak lagi

dapat diharapkan, maka ladang ditinggal petani untuk membuka hutan baru. Cara ini

dikenal sebagai sistim perladangan berpindah (shifting cultivation).

Dampak negatif sistim perladangan berpindah tidak begitu terasa selama siklus

pembukaan lahan cukup memberi peluang pemulihan kesuburan tanah, yaitu terbentuk

kembali hutan belukar didukung oleh bahan organik yang cukup tinggi. Akan tetapi,

dengan pertambahan penduduk, maka siklus pembukaan lahan makin pendek dan

9

ladang yang ditinggalkan berubah menjadi padang alang-alang, dengan hasil akhir

tanah menjadi kritis.

Pada sistim perladangan berpindah, tingkat penghilangan unsur hara terjadi

melalui:

(a) Penebangan pohon dan pengangkutan biomas berupa pohon pada saat

pembersihan lahan (land clearing).

(b) Erosi dan aliran permukaan yang dipercepat dengan terbukanya permukaan tanah

terhadap air hujan, serta kehilangan permukaan tanah melalui pengolahan.

(c) Unsur hara diangkut secara besar-besaran melalui bahan yang di-panen dan sisa

panen dibakar.

Sistim perharaan tanah - hutan berubah menjadi terbuka (open nutrient

recycling), dan kehilangan unsur melalui erosi dan pencucian lebih besar dibandingkan

pemasukan. Penelitian Sanches (1979) di Guatemala dan Yurimaguas memberikan

gambaran betapa besar penurunan kesuburan tanah setelah hutan dibuka untuk

pertanian, seperti disajikan dalam Gambar 2.

Sistim Pertanian Menetap:

Hadirin yang saya hormati,

Perkembangan taraf berfikir manusia merubah sistim perlakuan terhadap tanah.

Penduduk merasa bahwa sistim perladangan berpindah bukanlah merupakan cara yang

baik dalam memenuhi kebutuhan hidup; di samping pertambahan penduduk yang

makin meningkat menyebabkan sistim perladangan berpindah sulit dipraktekkan.

10

Mereka berusaha mempertahankan tanah yang telah dibuka dan mengubah sistim

perladangan menjadi sistim persawahan, pada kondisi banyak air.

Hasil (%)

100 -

80 -

60 -

40 -

20 -

0 -

1 2 3 4 5 6 2 5 1 2 3 4 1 2 3

Padi Gogo Ubikayu Panicum- Pdi-Jgg-Kdl

(2 ton/tahun) (rotasi dengan maximum (total hasil

padi-padian) (produksi ke- tahunan)

ring tahunan)

Gambar 2. Pola Penurunan Hasil pada Beberapa Sistim Perladangan Berpindah Tanpa Pemupukan,

dengan Jenis Tanah Ultisol (pH 4.0), di Yurimaguas, Peru (Sanchez, 1979)

Kita bersyukur bahwa Indonesia mempunyai tanah seluas kurang lebih 190 juta

hektar; dengan distribusi sekitar 13 juta hektar di pulau Jawa dan sisanya 177 juta

2.9 19 9.7 4.0

11

hektar di luar pulau Jawa (lihat Tabel 2). Dari luasan tersebut 123 juta hektar atau 62

persen berupa lahan kering dan sisanya (67 juta hektar atau 38 persen) lahan tidak

bermasalah terhadap kekurangan air (sawah, rawa-rawa, atau pasang surut). Luas baku

sawah (tidak termasuk sawah pasang surut) ada sekitar 6.7 juta hektar; terdiri dari 4.6

juta hektar berpengairan, dan 2.1 juta tadah hujan. Lahan sawah berpengairan terdiri

dari sawah irigasi teknis seluas 2.0 juta, irigasi ½ teknis 0.9 juta, dan irigasi sederhana

(pedesaan) 1.7 juta hektar. Potensi lahan pasang-surut dan lebak kurang-lebih 33.4 juta

hektar; terdiri dari lahan pasang surut 20.1 dan lebak 13.3 juta, termasuk lahan gambut

1 juta hektar di Kalimantan Tengah yang saat ini sedang dikembangkan (Gaybita,

1997). Potensi lahan pasang-surut dan lebak kurang-lebih 33.4 juta hektar; terdiri dari

lahan pasang surut 20.1 dan lebak 13.3 juta, termasuk lahan gambut 1 juta hektar di

Kalimantan Tengah yang saat ini sedang dikembangkan (Gaybita, 1997).

Tabel 2. Luas dan Jenis-jenis Tanah di Indonesia

(Satari dan Orvedal, 1968)

Jenis Tanah Penyebaran (dalam ribuan ton) Persentase

Jawa Luar Jawa Indonesia (%)

Organosol +

Hidromorf 0 27 727 27 727 14.54

Aluvial 2 039 14 943 16 982 8.91

Regosol 2 575 768 3 343 1.75

Rendzina 0 811 811 0.43

Grumosol 912 329 1 241 0.65

Mediteran 2 149 5 217 7 365 3.86

Latosol 2 921 14 249 17 170 9.00

Podzolik 371 50 779 51 150 26.83

Podzol 0 2 144 2 144 2.87

Kompleks 1 500 53 196 54 696 28.68

Jumlah 3 417 177 268 190 685 100.00

12

Berdasar pada pengalaman dari generasi ke generasi petani tradisional di Asia

telah menunjukkan kemantapan produksi untuk sistim pekarangan di lahan kering

(Soemarwoto, 1987), dan padi di lahan sawah. Akan tetapi, pengalaman

pembudidayaan tanaman pangan di lahan kering tidak begitu mantap seperti halnya

pada lahan sawah. Keberhasilan Indonesia dalam mencapai swasembada pangan, di

mana pada tahun 1984/1985 mengalami surplus beras, adalah merupakan contoh

kesuksesan program intensifikasi di lahan sawah. Hal ini tampaknya sulit diperoleh di

lahan kering dengan sifat dan ciri sangat berbeda.

Tampaknya, lahan sawah cocok untuk kondisi daerah tropika basah.

Terbentuknya lapisan tapak bajak (plough pan) pada tanah sawah mencegah kehilangan

hara melalui pencucian (leaching) ke lapisan tanah bawah. Tanaman padi dipanen

dengan ani-ani dan hanya bagian malai dan gabah yang diangkut sebagai hasil panen;

sisanya dikembalikan sebagai bahan organik. Saat pembenaman jerami yang cukup

lama membantu memutus siklus hama penyakit. Daya dukung lahan cukup tinggi,

diikuti penggunaan tanaman jenis unggul lokal yang tahan terhadap berbagai stres

lingkungan. Akibat kemakmuran yang dicapai, pertambahan penduduk melaju makin

cepat. Akhirnya, sistim persawahan pun tidak lagi mampu berfungsi sebagai sumber

kehidupan yang dapat diandalkan.

Meskipun terbukti telah diakui keampuhannya di Asia Tenggara, tidak berarti

bahwa lahan sawah sama sekali tidak mengalami permasalahan (Syekhfani, 1993b).

Secara alami, kondisi iklim tropika basah dengan curah hujan tinggi dan suhu optimum

mendorong berlangsungnya proses perombakan serta penghancuran bahan organik,

sehingga proses pencucian hara dan erosi berlangsung secara cepat. Pada keadaan ini

13

degradasi kesuburan tanah (dicirikan oleh kehilangan bahan organik) terjadi dan makin

dipercepat dengan makin besarnya tekanan kependudukan, melalui berbagai aspek yang

menjurus pada penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan daya dukung lahan

bersangkutan (Koswara, 1979).

Sebenarnya hal tersebut tidak akan terjadi bila resep mempertahankan produksi

pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) di daerah tropika basah yang

disampaikan Okigbo (1981) berikut, dapat terpenuhi:

(1) Kehilangan unsur hara selama pengusahaan secara kontinyu dikembalikan.

(2) Kondisi fisik tanah dipertahankan pada level tepat dengan memasukkan bahan

organik yang cukup.

(3) Tanah selalu tertutup dan erosi terkontrol.

(4) Peningkatan kemasaman tanah dan defisiensi serta keracunan unsur selalu

terkontrol; dan

(5) Perlindungan terhadap hama, penyakit, dan gulma juga dilakukan secara intensif.

Dengan demikian, maka prinsip dasar pengelolaan tanah harus mengacu kepada

sistim hutan alami, yaitu perharaan tanah - tanaman pertanian bersifat tertutup

(Syekhfani, Guritno, dan Siswanto, 1992).

Sistim Pertanian Modern:

Hadirin yang terhormat,

Menyadari bahwa daya dukung tanah sawah makin lama makin menurun, maka

berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan dan mempertahankan produktivitas.

Banyak program masukan teknologi kepada petani telah dicoba, dimulai dari Bimas

14

(bimbingan massa) di tahun enam-puluhan, hingga Inmas, Insus, Supra-Insus, dan

lain-lain. Salah satu implikasinya, Indonesia mampu mencapai swasembada pangan

pada tahun 1984.

Keberhasilan penyuluhan menyebabkan petani bersifat "fertilizer

minded" (senang pupuk); namun pengetahuan mereka tentang pupuk masih sangat

terbatas. Mereka baru mengenal pupuk makro N, P dan K saja, belum mengenal pupuk

makro lain (Ca, Mg, S) dan pupuk mikro (Fe, Mn, Cu, Zn, B, Mo dan Cl). Bahan

organik tidak diberikan ke dalam tanah, diikuti pemupukan yang tidak "seimbang",

menimbulkan gejala "tanah sakit", dengan berbagai implikasi seperti sulitnya

meningkatkan produksi (levelling off), kekahatan unsur hara makro sekunder (Mg, S)

atau unsur mikro (Zn, Cu), serta keracunan akibat kelebihan unsur mikro (Fe, Mn, Al).

Meskipun teknologi pertanian makin maju, tanah yang mendapat perlakuan terus

menerus dapat mengalami titik jenuh. Penggunaan pupuk inorganik secara terus

menerus berpengaruh terhadap sifat kimia dan fisiko-kimia; tetapi tidak berpengaruh

terhadap sifat fisik karena pengolahan tanah sawah akan meniadakannya (Syekhfani,

1991b).

Tekanan-tekanan kehidupan akibat daya dukung lahan makin rendah,

menyebabkan pengambilan kebijakan memindahkan sebagian penduduk dari daerah

padat ke daerah kurang padat. Program transmigrasi dalam beberapa Pelita telah

berhasil memindahkan sebagian kecil penduduk Jawa dan Bali ke pulau-pulau

Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Lahan-lahan yang dipersiapkan

berupa hutan belukar, padang alang-alang, atau lahan pasang surut. Jenis tanah

meliputi Podzolik Merah Kuning (terluas), Latosol, Organosol, dan lain-lain; yang

15

umumnya mempunyai kesuburan sedang sampai rendah. Luas lahan dua hektar tiap

keluarga, diharapkan dapat memberikan daya dukung yang memadai bagi kehidupan

para transmigran (Soepardi dan Rumawas, 1980).

Namun, sistim ekstensifikasi mengandalkan luasan lahan, hanya bersifat jangka

pendek seperti pengalaman sejarah pada sistim tradisional di muka. Oleh sebab itu,

program transmigrasi ini perlu diikuti intensifikasi. Pengusahaan bangunan irigasi dan

tindakan reklamasi tanah-tanah bermasalah merupakan pra-kondisi; selanjutnya harus

diikuti penerapan panca-usaha pertanian. Oleh karena intensifikasi diterapkan pada

tanah-tanah "belum mapan", maka perlu penelitian intensif serta monitoring yang

ketat. Berhasil tidaknya sistim "intensifikasi dipercepat" ini, akan sangat tergantung

pada sistim mempertahankan kesuburan tanah jangka panjang.

Contoh penanganan unit pemukiman transmigrasi (UPT) "bermasalah" di

Kalimantan Selatan, menunjukkan hasil yang baik meskipun kondisi tanah sangat tidak

memungkinkan untuk usaha pertanian menetap. Keberhasilan bersifat sementara dan

secara optimistik dapat berlanjut apabila kaedah-kaedah penanganan diikuti dengan

benar oleh para transmigran, pelaksana penyuluhan dan penentu kebijakan (Sunarto

Ismunandar et al., 1997).

Pencemaran Tanah Pertanian:

Hadirin yang terhormat,

Sisi lain penyebab kemunduran kesuburan tanah adalah pencemaran tanah

pertanian. Pencemaran ini dicirikan oleh: (1) merosotnya produktivitas tanah, dan (2)

merosotnya kualitas tanah berkaitan dengan lingkungan hidup di sekitar lahan.

16

Pencemaran itu sendiri terjadi melalui beberapa sumber, yaitu: (1) industri, (2) air

irigasi, (3) pupuk dan pestisida, (4) kendaraan bermotor, dan (5) sampah.

Suatu contoh kasus pencemaran tanah pertanian yang berakibat buruk terhadap

kehidupan penduduk, terjadi di Jepang pada tahun enam-puluhan. Penduduk Fuchu dan

sekitarnya menderita semacam penyakit tulang yang disebut "itai-itai" (bahasa Jepang:

"aduh-aduh"). Penyakit ini disebabkan keracunan unsur logam kadmium (Cd) berasal

dari air limbah industri yang digunakan untuk irigasi padi sawah. Beras yang

dikonsumsi penduduk mengandung kadmium cukup tinggi.

Peluang hal sama mungkin saja terjadi di negara kita mengingat banyaknya

industri didirikan di seputar lahan pertanian atau persawahan. Selain itu, sering

dijumpai praktek penggunaan air limbah (atau comberan) untuk usaha tanaman

sayuran; misalnya di lokasi pinggiran kota, di tepi-tepi jalan raya atau rel kereta api,

seputar pembuangan sampah. Air comberan umumnya mengandung logam-logam

berat. Jenis sayuran bayam, kangkung, wortel, kubis, dan sawi, umumnya dikenal

sebagai "logam akumulator", yaitu mampu mengakumulasi unsur logam dalam jumlah

banyak tanpa tanaman sendiri keracunan. Bila sayuran ini dikonsumsi manusia, maka

akumulasi beralih ke dalam tubuh yang akan membahayakan kesehatan seperti pada

kasus "itai-itai" di atas.

Penggunaan pupuk dan pestisida berlebihan dapat pula membahayakan.

Kelebihan pupuk nitrogen dapat menyebabkan terjadi akumulasi senyawa nitrat dalam

tanah. Apabila senyawa ini mencapai air tanah (ground water), maka kemungkinan

menjadi racun bagi penduduk di sekitarnya yang menggunakan air sumur sebagai

sumber air minum. Bahan pupuk produk samping industri, berasal dari produk

17

samping pertanian, seperti: blotong dan sipramin, merupakan alternatif sumber pupuk

yang mempunyai nilai tambah dalam memperbaiki sifat kesuburan tanah dan produksi,

dengan catatan unsur-unsur yang mungkin berefek negatif dapat ditiadakan.

Penggunaan pupuk berlebihan dapat pula mencemari perairan (Eutrofikasi),

apabila mencapai sungai-sungai atau waduk. Hasil pengamatan Syekhfani dan Didik

Suprayogo (1995) di daerah Pujon menunjukkan bahwa, pemupukan NPK dosis tinggi

pada tanaman bawang putih, menyebabkan kandungan nitrat dan COD di daerah

resapan hutan dan lahan pertanian di sekitarnya berada di atas ambang batas baku mutu

air minum.

Pada sisi lain, perluasan area industri, pemukiman, kompleks perkantoran,

fasilitas olahraga, dan lain-lain; yang dibangun di atas tanah pertanian subur, selain

mempersempit area tanah subur, juga memperbesar peluang terjadinya pencemaran

lahan pertanian. Di satu pihak tanah subur di Indonesia sangat terbatas, dan di lain

pihak perluasan area (ekstensifikasi ) akan menuju ke tanah-tanah kurang subur atau

bahkan tanah-tanah kritik yang memerlukan masukan sangat banyak untuk dijadikan

tanah subur. Menyadari hal ini, maka dalam tataguna tanah, hendaknya penentu

kebijakan mempertimbang-kan kebutuhan penduduk terhadap tanah subur dalam

memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Strategi Mempertahankan Kesuburan Tanah

Usaha Mengurangi Kehilangan Unsur:

Hadirin yang saya hormati,

18

Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengurangi erosi dan kehilangan hara di

lahan pertanian. Cara tersebut dapat digolongkan dalam: (a) mekanik, dan (b)

vegetatif. Contoh cara mekanik adalah pembuatan teras, parit kontur, dan galengan

kontur. Cara-cara ini telah terbukti berhasil di Cina Selatan, Bali (Indonesia), Nepal,

dan Hugao (Filipina). Pendekatan vegetatif kedua yang dapat dikombinasikan dengan

cara pertama, adalah memasukkan biomas sisa panen sebanyak mungkin untuk

mencegah pengurangan unsur hara melalui pengangkutan ke luar lahan.

Upaya memasukkan bahan organik ke dalam sistim budidaya pertanian telah

diteliti sejak tahun 1984 hingga sekarang di area PG Bungamayang, Lampung Utara

oleh Tim Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, berkejasama dengan PTP XXXI,

IB-Netherland, Wye College-England, dan ICRAF. Penelitian yang awalnya

merupakan proyek Nitrogen Management of Acid Soil in Humid Tropics, kemudian

menjadi Biological Management of Soil Fertility, melakukan pengamatan intensif

terhadap masukan bahan organik melalui berbagai sistim pertanaman, yaitu: sistim

berbasis Ubikayu (cassava based cropping system), sistim penutup tanah (cover

cropping system) dan sistim tanaman pagar (hedgerows cropping/alley cropping

system). Hasil penelitian antara lain menunjukkan bahwa bahan organik memegang

peranan penting dalam mempertahankan keberlanjutan kesuburan tanah, baik sifat fisik,

kimia maupun biologi (Syekhfani, 1991a; van Noordwijk, et al., 1991; Yulia Nuraini,

1990).

Hasil penelitian di Lampung ini kemudian dijadikan dasar penanggulangan

masalah kesuburan tanah di Kalimantan Timur (Bontang), dan Kalimantan Selatan

(UPT Cempaka), berturut-turut bekerjasama dengan PT Pupuk Kaltim dan Departemen

19

Transmigrasi (Tim Peneliti Jurusan Tanah - Litbang PT Pupuk Kaltim, 1993; Sunarto

Ismunandar, et al., 1997).

Usaha Memaksimalkan Masukan Unsur Hara:

Selain hal di atas, diperlukan usaha memasukkan unsur hara secara maksimal ke

lahan. Bila hanya dari debu, lumpur irigasi, dan perombakan bahan induk saja, jumlah

yang diperoleh relatif sedikit. Cara efektif memasukkan unsur ke dalam tanah yaitu

melalui penggunaan tanaman pengikat N bebas dari udara, seperti jenis-jenis: Legum,

Casuarina, Alnus, dan beberapa tumbuhan pakis (Cycas, Azolla). Bersama-sama

mikroba Rhizobia, Frankia, Ganggang Hijau Biru, dan Anabaena, tanaman-tanaman

tersebut mampu menyuplai nitrogen, semuanya tanpa biaya dan secara terus menerus.

Jazad-jazad tersebut dapat pula diberikan melalui inokulasi.

Penggunaan bahan kimia ataupun pupuk inorganik merupakan cara tercepat

untuk mempertahankan produktivitas. Namun hal ini sulit dilakukan pada kasus lahan

marginal. Pertama, ia memerlukan masukan bahan organik untuk menggantikan bukan

hanya unsur tetapi juga kehilangan tanah melalui erosi (Sing, 1975). Pupuk inorganik

dapat menambahkan unsur tetapi tidak dapat berperan terhadap mekanisme

pembentukan tanah, tidak seperti vegetasi bera misalnya, yang dapat

mengakumulasikan bahan organik melalui serasah sebanyak 5 hingga 17 ton per

hektar/tahun (de la Cruz, 1982; Sawat dan Rouysungneru, 1977). Kedua, biaya

pembelian pupuk adalah tinggi, relatif menjadi beban bagi petani terutama yang masih

bersifat tradisional (subsisten farmer).

20

Dalam konsep masukan unsur hara ke dalam tanah, atau disebut dengan istilah

pemupukan, perlu dibedakan antara pemberian bahan organik (pupuk kandang, pupuk

hijau, kompos, atau humus) dengan bahan inorganik (pupuk pabrik: urea, ZA, TSP,

KCl, ZK, dan lain-lain). Pupuk organik umumnya ditujukan untuk memperbaiki sifat

kesuburan tanah (fisik, kimia, biologi) sehingga dapat dikatakan ia berfungsi sebagai

"pupuk tanah". Sedang pupuk inorganik ditujukan untuk menambah unsur hara yang

kurang di dalam tanah sehingga kebutuhan tanaman tercukupi; sehingga dapat disebut

sebagai "pupuk tanaman". Pada keadaan kondisi tanah "bermasalah", pemberian

pupuk organik dilakukan untuk memperbaiki sifat kesuburan fisik, dan selanjutnya

pupuk inorganik diberikan untuk memenuhi kebutuhan tanaman terhadap unsur kimia

(Syekhfani, 1993a). Bila kondisi fisik dan kimia menjadi optimal, maka secara

otomatis sifat biologi menjadi baik, karena jazad hidup menghendaki kondisi sama

dengan tanaman. Oleh sebab itu, dalam praktek sehari-hari, upaya penyuburan tanah

tidak cukup melalui pemberian pupuk organik atau inorganik saja, melainkan kedua-

duanya perlu ditambahkan dalam porsi tertentu. Upaya mempercepat proses

dekomposisi jerami perlu dilakukan melalui rekayasa biologi menggunakan jazad

dekomposer, yang tergolong bakteri selulotik, seperti misalnya: Cellulomonas sp.

Strategi Peningkatan Produksi:

Hadirin yang terhormat,

Untuk menyusun strategi penanganan masalah kesuburan tanah, diperlukan

informasi yang lengkap dalam hal potensi, kendala dan alternatif pemecahan di lapang.

21

Upaya peningkatan produksi tanaman padi merupakan contoh kasus yang menarik;

karena beras merupakan sumber pangan utama rakyat Indonesia.

Sebagai contoh, berikut dikaji potensi, kendala dan peluang dalam kaitan

dengan pengadaan pangan di Jawa Timur, serta beberapa informasi berkaitan dengan

hal tersebut diperoleh dari Tim Teknis Bimas Jawa Timur (Syekhfani dan Moegijanto,

1997):

1. Jawa Timur hingga saat ini merupakan propinsi lumbung beras terbesar nasional.

Hal ini didukung oleh kondisi agro-ekologi serta usaha penggunaan sumberdaya

secara maksimal.

2. Sejak swasembada beras tahun 1984, luas panen relatif tetap (sekitar 1.6 juta

hektar), namun produksi terus meningkat di atas rata-rata + 5.3 ton/ha (rata-rata

nasional + 4.3 ton); meskipun peningkatan tidak begitu tajam.

3. Penggunaan pupuk Urea dan KCl relatif tetap; TSP menurun dan Urea Tablet

meningkat sejak dua tahun terakhir. Penurunan penggunaan TSP disinyalir

karena di Jawa Timur telah mencapai tingkat cukup tinggi.

4. Permasalahan organisme pengganggu tanaman (OPT) padi merupakan

kendalautama. Untuk mengatasinya, telah dilakukan usaha pengendalian hama

terpadu (PHT).

5. Musim kering tahunan (tahun 1991 dan 1994) termasuk kendala alami karena

terjadi pengurangan area panen akibat puso.

6. Tingkat degradasi kesuburan tanah sawah maupun lahan kering yang ditanami

padi tergolong tinggi akibat praktek perlakuan terhadap tanah belum

sepenuhnya mengikuti kaedah-kaedah konservasi.

22

7. Pengadaan, penyaluran dan pemakaian sarana produksi hingga tingkat petani

seringkali tidak memadai dan memenuhi kaedah 5 tepat (waktu, jenis, jumlah,

tempat, dan harga); dan

8. Tingkat pengetahuan petani terhadap teknologi dan mekanisme penyampaian alih

teknologi masih terbatas dan seringkali tidak efektif.

Usaha meningkatkan produksi padi di Jawa Timur makin hari makin sulit,

terlihat dari tren peningkatan sejak tahun 1984. Untuk tahun 1995 sasaran produksi

adalah 9.1 juta ton, meningkat 800 ribu ton dari hasil yang dicapai tahun 1994.

Kendala-kendala yang dihadapi adalah:

Tanah:

(1) Degradasi kesuburan tanah terjadi karena cara pengelolaan yang kurang tepat.

Pada tanah sawah beririgasi baik, petani cen-derung melakukan penanaman

padi secara terus menerus tanpa pergiliran tanaman dengan palawija.

Akibatnya, status per-haraan dan "kesehatan" tanah terganggu. Pada tanah

kering, penanaman padigogo tidak diikuti sistem pola tanam yang tepat dan

usaha konservasi yang baik.

(2) Ketidak-imbangan perharaan dalam tanah diperburuk melalui tindakan pemupukan

berat sebelah (N, P, dan K saja) dan kecenderungan petani menggunakan pupuk

Urea berlebihan. Hal ini mendorong munculnya "kahat terselubung" (hidden

hunger) unsur lain, seperti S, Ca, Mg, atau Zn.

23

(3) Usaha pelestarian kesuburan tanah melalui pengembalian dan penambahan bahan

organik, umumnya tidak dilakukan petani. Tindakan tersebut akibat benturan

antara pemaksimalan penggunaan lahan sempit pada waktu terbatas di satu pihak,

sulitnya sumber bahan organik dari luar dan belum ada teknologi pengomposan

jerami yang cepat dan tepat, serta penggunaan jerami untuk kepentingan lain.

(4) Permasalahan tanah untuk tanaman padi berbeda pada setiap jenis tanah.

Penerapan paket teknologi yang tidak bersifat "spesifik lokasi" atau bersifat

umum menyebabkan kekurang- atau ketidak-efisienan penggunaan paket tersebut.

Bahkan sebaliknya, dapat memperburuk masalah yang ada.

Tanaman:

(1) Usaha memperoleh produksi padi tinggi telah dilakukan melalui pemilihan

varietas unggul nasional maupun lokal. Pengadaan bibit bermutu merupakan

kendala utama mengingat jumlah yang dibutuhkan banyak dan penangkar

terbatas; akibatnya, kaedah 6 tepat sulit tercapai; dan

(2) Varietas padi unggul tidak selalu sejalan dengan kemudahan penggunaan di

lapang; varietas unggul umumnya respon terhadap pupuk, sebaliknya

menyebabkan peka terhadap serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).

Iklim:

(1) Pemanfaatan sistem pola tanam yang tepat sesuai dengan kondisi agro-

ekosistem belum sepenuhnya dilakukan petani; demikian pula pemanfaatan air

irigasi dan air hujan belum dilakukan secara efisien; dan

24

(2) Kendala yang dihadapi dalam menentukan pola tanam adalah pepemilihan jenis

tanaman oleh petani yang berorientasi dengan harga pasar; sehingga kadang-

kadang tidak sesuai dengan iklim.

Berdasar hal-hal di atas, peluang peningkatan produksi padi di Jawa Timur di

masa mendatang secara teknis masih cukup luas, antara lain melalui perbaikan-

perbaikan:

Tanah:

(1) Mencegah dan mengatasi degradasi kesuburan tanah melalui pengaturan pola

tanam, irigasi dan drainase, pemupukan berimbang, dan maksimal-isasi

pemasukan bahan organik.

(2) Paket teknologi ditujukan pada masing-masing daerah sesuai dengan cara

"spesifik lokasi" berdasar pada kondisi agro-ekosistem.

(3) Efisiensi penggunaan pupuk mengikuti 5 kaedah pemupukan: tingkat

keperluan, jenis, dosis, cara pemberian, dan waktu pemberian yang tepat.

Diperlukan pengaturan dalam hal pengadaan, penyaluran dan pemakaian pupuk

urea (urea pril, tablet), TSP (atau SP-36), KCl (atau ZK), dan TSP+ (atau SP-36

+)

sampai ke tingkat petani; dan

(4) Rekayasa kimia dan biologis, antara lain seperti urea tablet, ZPT, Azola, atau

bakteri dekomposer jerami dan pelarut fosfat, perlu digalakkan.

25

Tanaman:

(1) Upaya peningkatan kelancaran pengadaan, penyaluran dan pemakaian benih

bermutu. Diperlukan penambahan jumlah penangkar benih untuk memenuhi

kebutuhan setiap daerah; dan

(2) Penentuan varietas unggul spesifik untuk masing-masing daerah; respon terhadap

pemberian pupuk, tetapi tahan terhadap OPT.

Iklim:

(1) Pengaturan sistem pola tanam yang tepat sesuai kondisi daerah.

(2) Efisiensi penggunaan air irigasi dan maksimalisasi pemanfaatan air hujan; dan

(3) Pemeliharaan jaringan irigasi pedesaan, meliputi: sumber air, waduk, embung, dan

saluran tersier.

Strategi Alih Teknologi:

Penentuan strategi berkaitan dengan alihteknologi kepada petani, meliputi:

Pengembangan Hasil:

1. Penetapan varietas unggul spesifik lokasi (minimal 3 varietas alternatif).

2. Penetapan jenis dan kebutuhan pupuk spesifik lokasi (disesuaikan dengan jenis

tanah dan masalahnya).

3. Pencegahan terjadi pencemaran melalui penggunaan bahan kimia maupun air irigasi.

4. Memperluas jaringan irigasi dan/atau efisiensi penggunaan air irigasi

(ekstensifikasi); dan

5. Menekan laju pengalihan lahan sawah menjadi bukan sawah.

26

Mempertahankan Keberlanjutan Hasil:

1. Pemasukkan bahan organik ke lahan semaksimal mungkin. Penggiatan program

"pengomposan" jerami sisa panen serta memenuhi sarana pembuatan kompos di

tingkat petani.

2. Pemantapan pelaksanaan PHT, dan

3. Pemantapan kebijaksanaan pengaturan pola tanam dan keserempakan tanam;

pembuatan jadwal pola tanam, saat tanam, saat panen yang tepat dan serempak di

setiap area pertanaman.

Penekanan Kehilangan Hasil

1. Pengembangan alat bantu panen, mekanik ataupun mesin.

2. Pemantapan kebijaksanaan pengaturan saat panen dan keserempakan panen.

3. Pengadaan lantai penjemuran dan lumbung padi petani; dan

4. Pemantapan pelaksanaan PHT dan pengadaan insektisida siap pakai di tingkat

petani.

Pembinaan Kelembagaan:

1. Peningkatan aktivitas kelompok tani dan petani individu.

2. Peningkatan peran KUD.

3. Penggiatan aktivitas penyuluh alih teknologi; dan

4. Pembentukan team operasional terpadu dalam hal pengadaan, penyaluran dan

pemakaian sarana produksi serta pemaksimalan peng-gunaan sumberdaya.

27

Penutup

Hadirin yang terhormat,

Mengakhiri pidato pengukuhan ini, maka saya mencoba merangkum beberapa

pokok pikiran yang telah saya bahas di muka, sebagai berikut:

1. Pengelolaan kesuburan tanah untuk meningkatkan produksi tanaman pertanian,

tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor tanaman dan iklim.

2. Untuk keberlanjutan hasil, upaya mempertahankan kesuburan tanah perlu mengacu

pada sistim hara tanah - tanaman tertutup (close nutrient recycling).

3. Degradasi kesuburan tanah dicirikan oleh rendahnya kandungan bahan organik.

Usaha mengatasi masalah kesuburan dilakukan dengan cara memberikan bahan

organik, kemudian diikuti pemberian pupuk inorganik dalam dalam porsi

dibutuhkan.

4. Upaya memaksimalkan masukan bahan organik dilakukan dengan cara

mengembalikan jerami sisa panen, pemberian pupuk kandang, pupuk hijau, atau

kompos. Untuk mempercepat proses pelapukan diperlukan program

"pengomposan" di tingkat petani. Masukan pupuk hijau berupa tanaman pengikat

N-atmosferik, memberikan tambahan terhadap unsur N.

5. Porsi kehilangan unsur hara melalui hasil panen, pencucian, penguapan, atau erosi,

perlu dikembalikan melalui pemberian pupuk inorganik.

6. Upaya pencegahan kehilangan bahan organik dan unsur hara perlu dilakukan

dengan mengikuti kaedah-kaedah konservasi tanah, diikuti pengaturan pola tanam

dan sistim tanam.

28

7. Efisiensi penggunaan air dan pengaturan irigasi atau drainase perlu dilakukan untuk

mengatasi masalah kekurangan atau kelebihan air. Pada lahan kering atau tadah

hujan, efisiensi penggunaan air dilakukan melalui pengaturan waktu tanam sesuai

dengan iklim.

8. Penentuan paket teknologi "spesifik lokasi" pada "spesifik kondisi" adalah

merupakan tindakan yang tepat dalam menggali potensi masing-masing daerah.

Ucapan Terima Kasih

Hadirin yang saya muliakan,

Di bagian akhir pidato saya ini, perkenankanlah saya menyampaikan puji dan

syukur kehadherat Allah SWT yang telah menganugerahkan kebahagiaan dan

kesempatan untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memungkinkan saya mencapai jenjang karier tertinggi ini.

Pertama-tama ucapan terima kasih, saya sampaikan kepada Pemerintah

Republik Indonesia melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atas kepercayaan

yang diberikan kepada saya memangku jabatan sebagai Guru Besar Madya di Fakultas

Pertanian Universitas Brawijaya. Rasa terima kasih yang setinggi-tingginya saya

sampaikan pula kepada Bapak Prof. Drs. H.M. Hasyim Baisoeni beserta Ibu, sebagai

Rektor maupun pribadi, yang tidak bosan-bosannya menberikan dorongan kepada saya

dalam usaha mencapai prestasi ini.

Kepada Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Anggota Senat Universitas Brawijaya, serta

Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Anggota Senat Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya,

saya ucapkan terima kasih yang mendalam atas kepercayaan kepada saya untuk

29

diajukan sebagai Guru Besar. Kepada Ibu Prof. Ir. Moenarni Tampubolon, Prof. Dr. Ir.

Hj. Siti Rasminah Syamsidi, Prof. Dr. Ir. Soedarmanto, M.Ed., Prof. Drs. H. Sofyan

Aman, SH, Prof. Dr. H. Eka Afnan Troena, SE Prof. Dr. M. Ikhsan, dan Dr. M. Munir,

SH, serta Pimpinan Fakultas maupun Universitas, atas dorongan dan bantuannya dalam

proses pengajuan jabatan, juga saya ucapkan banyak-banyak terima kasih.

Kepada Dekan Fakultas Pertanian, Bapak Prof. Dr. Ir. Yogi Sugito beserta staf,

Direktur Program Pascasarjana, Bapak Prof. Dr. Ir. H. M. Iksan Semaun beserta staf,

dan Ketua Jurusan Tanah Ir Sunarto Ismunandar, MS beserta staf, saya sampaikan

terima kasih sebesar-besarnya atas semua bantuan yang diberikan.

Pada kesempatan ini pula, saya ingin mengucapkan terima kasih yang tidak

terhingga, kepada semua guru maupun dosen saya, yang masih ada maupun telah tiada,

dan tidak mungkin saya sebut namanya satu persatu, atas semua ilmu dan didikannya

sehingga muridnya mencapai tingkat pendidikan saat ini. Khususnya Kepada Bapak

Prof. Dr. Ir. H. Goeswono Soepardi dan Bapak Dr. Ir. H. Marsadi Pawirosemadi (yang

saat ini berkenan hadir) saya sampaikan ucapan terima kasih setulus-tulusnya atas bekal

dan bimbingannya selama saya mengikuti program Pascasarjana di Institut Pertanian

Bogor.

Jenjang akademik setinggi ini, pada hakekatnya adalah berkat ketulusan hati,

doa restu dari ayahenda Almarhum Mohammad Harun dan ibunda Hj. Siti Sunamah

serta ayahenda mertua Cik Muti dan almarhumah ibunda mertua Tasbihah, yang tidak

henti-hentinya mendorong kemajuan bagi anaknya. Ucapan terima kasih saya

sampaikan kepada adik saya Ir. Sjechnadarfuddin, MS dan keluarga, yang telah hadir

untuk mewakili seluruh keluarga dari Sumatera yang tidak sempat datang pada hari ini.

30

Kepada yang tercinta istri saya: Hayati, dan anak-anak saya: Lenny (dan

suaminya Ucik); Lelly, dan Edwin; serta cucunda tersayang: Bunga; marilah kita

syukuri anugerah ini, dan semoga akan menjadi manfaat bagi kehidupan kita di masa-

masa mendatang.

Kepada panitia tingkat pusat maupun fakultas, saya ucapkan beribu-ribu terima

kasih atas segala bantuannya sehingga acara ini berjalan dengan lancar.

Akhirnya, kepada hadirin dan para undangan, yang telah mengikuti dengan

sabar acara ini, sekali lagi saya ucapkan beribu-ribu terima kasih. Semoga Allah SWT

selalu memberkahi kita semua, amin.

Amien Ya Rabbal Alamien.

Wabillahit Taufiq Walhidayah

Wassalamualaikum Wr Wb.

Malang, 20 Desember 1997.

31

Daftar Pustaka

de la Cruz, R. 1982. Quantity of nitrogen contents of litterfall from forest stands in

Mt. Makiling, Laguna. Univ. Philippines, Los Banos, Laguna, The

Philippines (unpubl.).

Gaybita, M. Nur. 1997. Strategi dan langkah operasional pemasyarakatan pupuk

fosfat alam untuk budidaya pertanian di Indonesia. Dusajikan dalam

Seminar Nasional Pupuk Fosfat Alam, Hotel Melia-Jakarta, 16 Juli

1997.

Kang, B.T., G.F. Wilson, and T.L. Lawson. 1984. Alley cropping. A stable

alternative to shifting cultivation. I.I.T.A. Printed by Bolding and

Mansell Ltd., England.

Koswara, O. 1979. Pengembangan dan pemulihan tanah untuk produksi

pangan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia, Desember 1979.

Okigbo, B.N. 1981. Alternatives to shifting cultivation. Ceres 14:41-45.

Sanchez, P. A. 1979. Soil fertility and conservation considerations for

agroforestry systems in the humid tropics of Latin America. CIAT, Cali,

Columbia.

Satari, A. M. dan A. C. Overdal, 1968. Intensification of production: soil, water,

fertilizer, and improved agriculture. Working Group II. Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia dan Nat. Acad. of Sci., USA 2: 29-50.

Sawat, D. dan S. Rouysungneru, 1977. Litter accumulation of some species in

forest plantations. Royal for Dept., Bangkok, Thailand.

Sing, A. 1975. Use of organic materials and green manures as fertilizers in

developing countries. Soils Bulletin, FAO Rome. pp. 19-30

Soemarwoto, O. 1987. Home gardens: a tradisional agroforestry system with

promising future. In Steppler, H.A. and P.K.R. Nair (eds.).

Agroforestry a decade of development, ICRAF, Nairobi: 157-170.

Soepardi, G. dan F. Rumawas 1980. Lahan dan Tanah, kaitannya dengan

transmigrasi. Dies Natalis IPB, 18 September 1980.

32

Sunarto Ismunandar, Syekhfani, Damanhuri, Yayuk Yuliati, dan Aminudin

Afandhi. 1997.Penerapan teknologi perbaikan lahan, pengelolaan

kesuburan tanah, dan bina usahatani lahan pekarangan di UPT Cempaka,

Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Syekhfani, 1991a. Pengelolaan kesuburan tanah dalam mempertahankan produksi

pertanian berkelanjutan di lahan kering. Disampaikan pada Pembukaan

Tahun Ajaran Baru, Program Pasca Sarjana KP UGM-Unibraw,

Malang, 31 Agustus 1991.

-----------, 1991b. Pengaruh pemakaian pupuk inorganik jangka panjang terhadap

sifat fisik dan kimia tanah. Makalah, disampaikan dalam Seminar

Peningkatan Produksi Beras di Jawa Timur untuk MT 1991/1992, Tim

Ahli Bimas Propinsi Jawa Timur. Bondowoso, 25-26 Nopember 1991.

------------, 1993a. Pengaruh sistim pola tanam terhadap kandungan bahan organik

dalam mempertahankan kesuburan tanah. Makalah, disajikan dalam

Seminar Nasional IV Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi di

Universitas Lampung. Bandar Lampung, 4 - 5 Mei, 1993.

Syekhfani, 1993b. Pengelolaan lahan kritis sebagai implimentasi pertanian

berwawasan lingkungan. Makalah, disampaikan dalam Pertemuan dan

Seminar Nasional III Forum Komunikasi, Himpunan Mahasiswa Ilmu

Tanah Indonesia (FOKUSHIMITI). Malang, 14-18 September 1993.

-----------, Guritno, B. dan B. Siswanto. 1992. Pengelolaan lahan kering dalam

rangka mempertahankan kelestarian sumberdaya tanah di daerah tropika

basah. Makalah, disampaikan dalam Seminar Ilmiah pada Dies Natalis

Universitas Olaleo, Kendari, 7 September 1992.

-----------, dan Didik Suprayogo. 1995. Upaya penurunan dosis pupuk pada

pertanaman bawang putih (Allium sativum L.) di dataran tinggi (1200

dpl) sebagai pendukung bertani yang berwawasan lingkungan. Majalah

Ilmiah Pembangunan, UPN-Veteran Jawa Timur, Vol. V, No. 7: Juli

1995 (edisi khusus).

-----------, dan Moegijanto. 1997. Kendala dan peluang: Peningkatan produksi padi

sawah di Jawa Timur, Tahun 1997-1998. Tim Teknis Bimas Propinsi

Jawa Timur, Seksi Pangan dan Hortikultura (laporan kunjungan ).

Tim Peneliti Jurusan Tanah-Litbang PT Pupuk Kaltim. 1993. Perbaikan kesuburan

tanah Podsolik Bontang Melalui Penerapan Sistim Tanaman Pagar.

33

Laporan Penelitian. Jurusan Tanah, Fak. Pertanian, Universitas

Brawijaya (tidak dipublikasikan).

van Noordwijk, M. Kurniatun Hairiah, Syekhfani, dan E.N. Flach. 1991.

Pelthoporum pterocarpa (DC.) Back (Caesalpiniaceae), a tree with root

distribution suitable for alley cropping on acid soils in the humid tropics.

Elsevier Sci. Publ. B.V. Plant Roots and Their Environment, eds.

McMichael and H. Person.

Young, A. 1980. Tropical Soil and Soil Survey. Cambridge University Press.

London-NewYork-Melbourne, pp 285-287.

Yulia Nuraini, 1990. Dekomposisi beberapa tanaman penutup tanah, serta

pertumbuhan dan produksi jagung pada Ultisol Lampung. Tesis S2

Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi 1. Nama : DR. IR SYEKHFANI, MS

2. Pangkat/Golongan : Pembina, Golongan IV/a

3. Tempat/Tanggal Lahir : Muara Enim, 23 Juli 1948

4. Agama : Islam

5. Nama Istri : Hayati

6. Nama Anak : 1. Lenny Sri Nopriani

2. Lelly Sri Febrianti

3. Edwin Noprian Hafani

B. Pendidikan 1. Sekolah Rakyat Negeri Tebing Abang, Muara Enim, lulus tahun 1961

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri Pulau Panggung, Muara Enim, lulus tahun 1964

3. Sekolah Menengah Atas Negeri Lahat, lulus tahun 1967

4. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang, lulus tahun 1975

5. Program Magister, Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 1979

6. Program Doktor, Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 1985

34

C. Riwayat Kepangkatan 1. Asisten Ahli Madya, Golongan III/a, Tahun 1978

2. Asisten Ahli, Golongan III/b, Tahun 1980

3. Lektor Muda, Golongan III/c, Tahun 1982

4. Lektor Madya, Golongan III/d, Tahun 1984

5. Lektor, Golongan IV/a, Tahun 1986

6. Guru Besar Madya, Golongan IV/a, 1 Agustus 1997

D. Pengalaman Pekerjaan dan Jabatan 1. Ketua Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 1979-1980

2. Program Manager SP-144-K, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 1979-1980

3. Ketua Program Studi Tanah, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas

Brawijaya, 1986-1990

4. Ketua Laboratorium Kimia Tanah, Jurusan Tanah, FP Universitas Brawijaya, 1986-

1990

5. Ketua Program Studi PTA, Pascasarjana KPK Unibraw-UGM, 1986-1990

6. Ketua Lapangan Proyek Nitrogen, Fak. Pertanian Universitas Brawijaya, 1987-1989

7. Ketua Program Proyek Nitrogen, Fak. Pertanian Universitas Brawijaya, 1989-1993

8. Ketua Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 1992-1994

9. Ketua Program Studi PTA, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, 1996-

sekarang

10. Ketua Laboratorium Kimia Tanah, Jurusan Tanah FP Universitas

Brawijaya, 1996-sekarang

E. Hasil Penelitian dan Pertemuan Ilmiah:

Hasil Penelitian disajikan dalam Pertemuan Ilmiah:

1. Seminar Hasil Penelitian Pengelolaan Lahan Bekas Abu Gunung Kelud, Balai

Penelitian Tanaman Pangan, Malang, 22 Juli 1991

2. Pengaruh pemberian blotong karbonatasi terhadap beberapa sifat fisik dan kimia

tanah Vertisol dalam kaitannya dengan pertumbuhan tanaman tebu. Kerjasama

Jurusan Tanah-PT Rajawali Nusantara Indonesia, 1993

35

3. Pengaruh sistim pola tanam terhadap kandungan bahan organik dalam

mempertahankan kesuburan tanah. Seminar Nasional IV Budidaya Pertanian Olah

Tanah Konservasi di Universitas Lampung, 4-5 Mei 1993

Hasil Penelitian/Karya Ilmiah dalam Bentuk Laporan:

1. Survei neraca air di Jawa Timur (padi). Kerjasama antara Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya dengan Dinas Pertaninian Tanaman Pangan Propinsi

Daerah Tingkat I JawaTimur, 1989

2. Survei neraca air di Jawa Timur (jagung). Kerjasama antara Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Daerah

Tingkat I Jawa Timur, 1990

3. Survei neraca air di Jawa Timur (kedele). Kerjasama antara Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Daerah

Tingkat I Jawa Timur, 1990

4. Pengaruh pemberian pupuk alam (organik) dan buatan terhadap kesuburan dan

produksi jagung pada Tropopsamment desa Sumberputih, Wajak, Malang Selatan.

Dibiayai Dana Pembinaan Pendidikan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya,

Kontrak No.: 2324/PT.h4FP/N.6/1990

5. Studi optimalisasi pemanfaatan lahan kering Jawa Timur Bagian Selatan menuju

produktivitas lahan yang berkesinambungan melalui sistem pertanaman yang tepat.

Kerjasama antara Badan Penelitian Pertanian Nasional, SPK No.:

PL.420.202.5398/P4N, dengan Pusat Penelitian Universitas Brawijaya, Malang,

1993

6. Upaya penurunan dosis pupuk pada pertanaman bawang putih (Allium sativum

L.) di dataran tinggi (1200 m dpl.) sebagai pendukung bertani yang berwawasan

lingkungan. Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Brawijaya, Surat

Perjanjian Pelaksanaan Penelitian No:202/P4M/DPPM/L.3311/93/PSL/1993

36

7. Upaya pengadaan dan pemanfaatan bahan mulsa dari tanaman penutup tanah

untuk mendukung pengelolaan lahan kering yang berkelanjutan. Dana dari Proyek

Peningkatan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, SK Perjanjian

pelaksanaan Penelitian No. 468/P4M/DPPM/L-3311/93/BBO/1993

8. Perbaikan kesuburan tanah Podsolik Bontang melalui pemberian kapur.

Kerjasama PT Pupuk Kaltim-Universitas Brawijaya, 1991

9. Perbaikan kesuburan tanah Podsolik Bontang melalui penerapan sistem tanaman

pagar. Kerjasama PT Pupuk Kaltim-Universitas Brawijaya, 1991-1995

10. Pengaruh jenis media terhadap pertumbuhan strawberry Dana DIP No: 072/

XXIII/3/1994, Kontrak No.: 49/546-6/Pro-OP.VI.1/94, Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya, 1995

11. Pemetaan lahan sawah di Jawa Timur. Kerjasama Bappeda Ting-kat I Jawa Timur

dengan Fak. Pertanian Universitas Brawijaya, 1993

Makalah disajikan dalam Pertemuan Ilmiah:

1. Pengaruh pemakaian pupuk anorganik jangka panjang terhadap sifat fisik dan

kimia tanah. Seminar Peningkatan Produksi Beras di Jawa Timur untuk MT

1991/1992. Team Ahli Bimas Propinsi Jawa Timur, Bondowoso 25-26 Nopember

1991

2. Fungsi kalium pada tanaman padi, jagung, dan kedelai Jumpa Teknologi

Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Daerah Propinsi Tingkat I

Jawa Timur, Bedali, 4-5 Januari 1993

3. Kajian fosfor (P) pada pertanian lahan kering. Lokakarya Tentang Pupuk Fosfat,

Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan-PT Petro Kimia Gresik (Pesero).

Bandung, 11-12 Agustus 1993

37

4. Pengelolaan lahan kritis sebagai implimentasi pertanian berwawasan lingkungan.

Pertemuan dan Seminar Nasional III, FOKUSHIMITI, Malang,14-18 September

1993

5. Peruntukan lahan wilayah pertambangan bahan galian golongan C (sedimen

lepas). Lokakarya Petunjuk Teknis Reklamasi Bekas Pertambangan Bahan Galian

Golongan C di Jawa Timur. Batu, 28-30 Oktober 1993

6. Dampak pembangunan pada tanah, lahan dan tata ruang serta cara penanganannya.

Kursus Dasar-Penyusun Amdal Kerjasama antara Inkindo-Bapedal Jawa Timur:

a. 16 Juli 1992

b. 29 Oktober 1992

7. Penelitian-penelitian di bidang Ilmu Tanah. Penataran Metodologi Penelitian

Bidang Ilmu Pertanian bagi Dosen-dosen PTS se Jawa Timur, Malang, 2-3

Nopember 1994

8. Seminar Ilmiah "Pembangunan Pertanian Lahan Kering", dalam Rangka Dies

Natalis ke-23 dan Wisuda Sarjana Universitas Lampung 19 September 1988

9. Seminar Sehari Pengelolaan Tanah dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan, P3GI

Pasuruan, 3 Juni 1992

10. Seminar Nasional IV Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi untuk

Pengembangan Pertanian Lahan Kering Secara Berkelanjutan, Universitas

Lampung, 4-5 Mei 1993

11. Pemrasaran dalam Seminar Nasional V Budidaya Pertanian Olah Tanah

Konservasi dengan Tema Budidaya Pertanian Olah Tanah untuk Pengembangan

Pertanian Berkelanjutan, UNILA-HIGI-HITI Komda Sumbagsel, Jur.BDP Faperta

IPB, Bandar Lampung, 8-9 Mei 1995

12. Temu Lapang Pengelolaan Limbah Pabrik Gula di PG Krebet Baru dan Hotel

Purnama, P3GI 4-5 Agustus 1993

38

Peran Aktif dalam Seminar Ilmiah:

1. Peserta dalam Seminar Ilmiah Fak. Pertanian Universitas Brawijaya, 17 April 1990

2. Peserta dalam Lokakarya Pemantapan Kurikulum Fak. Pertanian Universitas

Brawijaya, 8-9 Mei 1990

3. Peserta dalam Short Course on the Introduction to Radioisotopes in Research

and Teaching, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 12 Juni-2 Juli 1990

4. Peserta dalam Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V, Cisarua-Bogor,

12-13 Nopember 1990

5. Peserta dalam Pertemuan Teknis Tengah Tahunan II/1990, P3GI Pasuruan, 11-

12 Desember 1990

6. Peserta dalam Lokakarya Evaluasi dan Penyempurnaan Penyelenggaraan

Penataran P-4 100 Jam Pola Terpadu, Universitas Brawijaya, 8 Februari 1991

7. Peserta/Pembicara dalam Lokakarya Kehidupan Berkelanjutan di Lampung Utara,

FP-UNILA, FP-UNIBRAW, Wye-College London, di Bandar Lampung, 3-4

September 1993

8. Attending and Participating in The Training Course in Using 15N in Agricultural

Studies, Held in Brawijaya University, December 3, 1993

9. Peserta Seminar Sehari Aplikasi Ilmu Tanah dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan,

oleh HITI Komisariat Jawa Timur, Jember, 18 Desember 1993

10. Pemrasaran dalam Seminar Sehari Hasil-hasil Penelitian Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya, Malang, 1 Feb. 1994

11. Peserta Temu Lapang Teknik Budidaya Tebu Lahan Kritis P3GI-IKAGI Cabang

Jatim-Disbun Tk I Jatim, di Pasuruan, 4-5 Mei 1994

39

12. Ketua sidang/pembawa makalah dalam Kongres Nasional Himpunan Ilmu Tanah

Indonesia, di Serpong 12-15 Desember 1995

13. Peserta dalam Seminar Sehari Ilmu Tanah: Jaminan Perlindungan Keamanan

Sumberdaya Tanah atas Pelestarian Daya Dukungnya Terhadap Pertanian Tangguh

Pada Era Globalisasi, HITI/MKTI Kom. Jatim/Balitkabi, Malang, 30 Mei 1996

14. Ketua sidang dalam Seminar Nasional Pengelolaan Tanah Masam Secara

Biologi, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 13 Juni 1996

15. Anggota Tim Pengarah pada Seminar HITI Komisariat Jawa Timur di UPN-

Surabaya, Mei 1995

16. Peserta Seminar Sehari Penyiapan sarjana Pertanian yang Terampil dalam

Menyongsong Era Tinggal Landas, Universitas Brawijaya, 11 Februari 1989

Makalah disajikan dalam Ceramah/Pelatihan:

1. Makalah dalam Pelatihan Analisis Tanah dan Tanaman, Kerjasama antara

Fakultas Pertanian, UNIBRAW, dengan PT Pupuk Kaltim, Bontang, 22 April-22

Mei 1993:

a. Cara pengambilan contoh tanaman

b. Penggunaan analisis tanah dan tanaman sebagai dasar evaluasi kesuburan suatu

area

c. Metode analisis kimia tanah dan tanaman

2. Pengaruh pemakaian pupuk anorganik jangka panjang terhadap sifat fisik dan

kimia tanah menuju kelestarian lingkungan dan peningkatan produksi pertanian.

Pelatihan Camat, Kanwil. Deptan. Jawa Timur. Batu, 24 Januari 1995

Mengikuti penataran/latihan ketampilan:

1. Mengikuti Penataran Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan, dalam Program

Latihan dalam Negeri Proyek Bank Dunia IX, XI, dan XII, Dirjen Pendidikan

Tinggi di IKIP Malang, 29 Februari-10 Maret 19882.

40

2. Mengikuti Lokakarya evaluasi bimbingan skripsi, Fak. Pertanian Universitas

Brawijaya, 14 April 1988

3. Peserta Pendidikan dan Latihan Modelling soil organic matter dynamics,

Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 17-22 Januari 1991

4. Peserta Seminar Ilmiah Penyusunan Program Penyuluhan KonKonservasi Tanah

dan Air, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 9-20 Maret 1992

5. Peserta Lokakarya Keterkaitan Pengendalian Hama Terpadu dalam Kurikulum

Fak. Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 3 Februari 1994

F. Karya Ilmiah

1. Survei pendahuluan dalam usaha menanggulangi kerusakan lahan akibat letusan

Gunung Kelud. Risalah Hasil Penelitian Pengelolaan Produktivitas Lahan Pasca

Letusan Gunung Kelud. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Malang, ISSN 0853-

1420, 1991

2. Rotational hedgerow intercropping+Peltophorum pterocarpum new hope for weed-

infested soils. Agroforestry Today, Vol. 4(4), 1992

3. Makalah dalam Agrivita, Vol.15, No. 1, 1992, Spesial Issue, (ISSN 0126 0537):

a. Can low external input cropping systems on acid upland soils in the humic

tropics be sustainable?

b. Biomass production and root distribution on eight trees and their potential for

hedgerow intercropping on an Ultisol in Lampung

c. Yield of maize and soybean in a hedgerow inter-systems onan Ultisol

Lampung

4. Makalah dalam Agrivita, Vol.15, No. 2, 1992, (ISSN 01260537) Studi pengukuran

dekomposisi dan mineraliasi nitrogen sisa tanaman Legume dengan menggunakan

"leaching tube" pada tanah Ultisol Lampung

5. Upaya penurunan dosis pupuk pada pertanaman bawangputih (Allium sativum

L.) di dataran tinggi (1200 m. dpl.) sebagai pendukung bertani yang berwawasan

41

lingkungan. Majalah Pembangunan, UPN-Veteran, Vol. V, No. 7, 1995 (ISSN:

0853-9553)

6. Makalah dalam Majalah Gula Indonesia,ISSN: 0216/2954:

a. Vol XVIII (2), 1993: Menuai blotong dan menuai tebu berwawasan lingkungan

b. Vol XVIII (4),1993: Unsur mikro, suatu peluang peningkatan produksi gula

c. Vol XVIII (4), 1993: PPC: berkah atau bencana

7. Peltophorum pterocarpa (DC.) BACK (Caesalpineaceaea tree with a root

distribution suitable for alleycropping on acid soils in the humid tropics. Plant

Roots and Their Environment

8. Pengelolaan nitrogen tropika basah. Universitas Brawijaya, 1991

9. Studi optimalisasi pemupukan N, K, dan S terhadap kualitas dan hasil umbi

bawang putih (Allium sativum L.). Jurnal Universitas Brawijaya 7(2): 1995,

(ISSN:0853-9553)

10. Buku berjudul: Hara-Air-Tanah-Tanaman, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya, 114 hal, th. 1997. No. ISBN: 979-508-229-9

G. Pengalaman Kepanitiaan:

1. Ketua panitia Pelaksanaan Penutupan Penataran Alih Tahun 1988 dan

Pembukaan Kuliah Program Pendidikan S2 KPK UGM-UNIBRAW tahun

akademik 1988/1989

2. Ketua panitia Lokakarya Pemantapan Pendidikan Strata 2 Program KPK-UGM-

UNIBRAW di UNIBRAW, Desember 1988

3. Ketua panitia/ketua sidang komisi pada Lokakarya II Pemantapan Sistem Pendidikan

Pasca Sarjana KPK UGM-UNIBRAW, 13 Januari 1989

42

4. Ketua panitia pelaksana temu lapang penelitian Nitrogen Managemen di PG

Bunga Mayang, Lampung Utara, Fak. Pertanian Universitas Brawijaya, 28 Febr.

1990

5. Ketua pelaksana kegiatan pelatihan analisis tanah dan tanaman, Program Khusus

kerjasama Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya-PKT-Bontang, 19 April-19

Mei 1993

6. Anggota senat, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya: Tahun 1990, 1991, dan

1992

7. Tim Penatar/Penceramah pada Penataran P-4 Pola Pendukung 100 Jam

Mahasiswa Baru Tahun Akademik 1989/1990-1992/1993, Fak. Pertanian

UNIBRAW (4 kali)

8. Ketua/Sekretaris/Anggota panitia Penyempurnaan Kurikulum Pendidikan

Pascasarjana Program KPK UGM-UNIBRAW: Tahun 1989, 1990, dan 1994

9. Panitia Penilai Angka Kredit dan Pertimbangan Pengangkatan Jabatan

Akademik/Kenaikan Pangkat Tenaga Pengajar Tingkat Fakultas Pertanian

UNIBRAW: Tahun 1990, 1991, 1992, dan 1993.

10. Panitia Lokakarya Evaluasi dan Penyempurnaan Penyelenggaraan Penataran P-

4 100 Jam Pola Terpadu Universitas Brawijaya, Februari 1991

11. Ketua II panitia Penyelenggara Lokakarya Metodologi Pengelolaan Tanah

Sawah Berliat dengan Sistem Pola Tanam Padi Sawah, Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya, Januari 1992

12. Panitia pelaksana Penerimaan Mahasiswa Baru Program Pascasarjana Universitas

Brawijaya, tahun akademik 1996/97

13. Panitia pelaksana review usul penelitian Hibah Bersaing VI (1997/1998), Mei 1996.

14. Panitia Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri Lokal (PUML) 74 Malang,

sebagai Koordinator Pengawas/lokasi setiap tahun, 1988 sampai dengan 1996

43

15. Ketua Pengelolaan Data Analisis Tanah dan Air, dan Tim Lapangan Utama

Kegiatan Pemetaan Sumberdaya Tanah Tingkat Semi detail Pulau Sumbawa, 9

Maret 1994-9 Maret 1995

16. Staf pelaksana Proyek Penelitian Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi di

Lampung, tahun 1994-1997

17. Member of organizing committee in the Short Course on the Introduction to

Radioisotopes in Research and Teaching, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya,

12 Juni-2 Juli 1990

Anggota delegasi nasional ke pertemuan internasional:

1. Anggota Tim Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya pada Workshop on

Biological Management for Productive and Sustainable Cropping System,

Thailand, 20-24 Juni 1994

2. Mewakili Pascasarjana Universitas Brawijaya pada Simposium Internasional

Gambut di Palangkaraya, 4-8 September 1995

H. Kunjungan Luar Negeri:

1. Universitas Khon Khaen, Thailand, tahun 1994

2. Universitas Mahidol, AIT (Thailand), Universitas Pertanian Malaysia, Universitas

Malaya (Malaysia), dan Universitas Filipina Los Banos, IRRI, dan SEARCA

(Filipina), tahun 1997.

I. Menjadi anggota organisasi profesi: 1. Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI)

2. Himpunan Gambut Indonesia (HGI)

3. Masyarakat Konservasi Tanah Indonesia (MKTI)

44

STRATEGI PENANGGULANGAN MASALAH KESUBURAN TANAH DALAM RANGKA PENGAMANAN PRODUKSI

TANAMAN PERTANIAN

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Kimia Tanah pada

Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya

Oleh: Syekhfani

Disampaikan pada Rapat Terbuka Senat Universitas Brawijaya Malang, 20 Desember 1997