Kemot Erap i

8
1.1. Efek Toksik Obat Antitumor Sebanyak 80% pasien yang mendapatkan kemoterapi akan mengalami mual dan muntah. Selanjutnya, pasien juga mengalami penurunan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Kerontokan rambut, termasuk bulu mata dan alis umumnya dimulai 2-3 minggu setelah pengobatan. Kemudian, rambut akan tumbuh kembali setelah 4-8 minggu setelah pengobatan. Kemoterapi juga seringkali dapat menimbulkan mukositis (perlukaan pada dinding saluran cerna / rongga mulut) dan ganggungan saraf tepi seperti kebas dan kesemutan di jari kaki dan tangan. (9,10) Kemoterapi dapat mencederai jaringan normal dan menimbulkan berbagai efek samping yang bersifat sementara maupun permanen. Beberapa efek toksik yang sering dijumpai seperti mual, muntah, stomatitis, diare, depresi sumsum tulang dan lain-lain. Efek toksik jangka panjang dapat berupa infertilitas, karsinogenik yang dapat membentuk malignansi sekunder, hingga efek toksik spesifik terhadap organ termasuk ginjal, hati, jantung, paru dan saraf. Organ pendengaran juga tidak terlepas dari efek toksik ini. Efek toksik kemoterapi terdiri atas efek toksik jangka pendek dan jangka panjang. 1.1.1. Efek toksik jangka pendek a. Depresi Sumsum Tulang Depresi sumsum tulang merupakan hambatan terbesar kemoterapi. Kebanyakan obat antitumor, kecuali hormon, bleomisin, L-asparaginase, semuanya menimbulkan leukopenia, trombositopenia, dan anemia dengan derajat bervariasi. Depresi sumsum tulang yang parah dapat menyebabkan timbulnya infeksi,

description

k

Transcript of Kemot Erap i

1.1. Efek Toksik Obat AntitumorSebanyak 80% pasien yang mendapatkan kemoterapi akan mengalami mual dan muntah. Selanjutnya, pasien juga mengalami penurunan jumlahsel darah merah,sel darah putih, dantrombosit. Kerontokan rambut, termasuk bulu mata dan alis umumnya dimulai 2-3 minggu setelah pengobatan. Kemudian, rambut akan tumbuh kembali setelah 4-8 minggu setelah pengobatan. Kemoterapi juga seringkali dapat menimbulkan mukositis (perlukaan pada dinding saluran cerna / rongga mulut) dan ganggungansaraf tepiseperti kebas dankesemutandi jari kaki dan tangan.(9,10)Kemoterapi dapat mencederai jaringan normal dan menimbulkan berbagai efek samping yang bersifat sementara maupun permanen. Beberapa efek toksik yang sering dijumpai seperti mual, muntah, stomatitis, diare, depresi sumsum tulang dan lain-lain. Efek toksik jangka panjang dapat berupa infertilitas, karsinogenik yang dapat membentuk malignansi sekunder, hingga efek toksik spesifik terhadap organ termasuk ginjal, hati, jantung, paru dan saraf. Organ pendengaran juga tidak terlepas dari efek toksik ini. Efek toksik kemoterapi terdiri atas efek toksik jangka pendek dan jangka panjang.1.1.1. Efek toksik jangka pendeka. Depresi Sumsum TulangDepresi sumsum tulang merupakan hambatan terbesar kemoterapi. Kebanyakan obat antitumor, kecuali hormon, bleomisin, L-asparaginase, semuanya menimbulkan leukopenia, trombositopenia, dan anemia dengan derajat bervariasi. Depresi sumsum tulang yang parah dapat menyebabkan timbulnya infeksi, septikemia dan hemoragic visera. Oleh karena itu, memperkuat terapi penunjang sistemik, kebersihan lingkungan, hygiene oral dan perawatan yang baik dapat mengurangi timbulnya komplikasi.(4)Setiap agen kemoterapi berbeda dalam bagaimana menyebabkan trombositopenia: agen alkilating mempengaruhi stem sel, siklofosfamid mempengaruhi megakaryocyte, bortezomib mencegah pelepasan platelet dari megakaryocytes, dan beberapa obat menyebabkan apoptosis platelet. Penggunaan rasional faktor stimulasi koloni sel hemopoietik atau Granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF dan GM-CSF) dapat mencegah dan mengatasi infeksi sekunder akibat granulositopenia karena kemoterapi. Infus trombosit, interleukin-11 (IL-11, Neuromegs) dapat digunakan untuk terapi trombositopenia karena kemoterapi.(4,11) b. Reaksi GastrointestinalBanyak obat antitumor sering menimbulkan mual, muntah dengan derajat bervariasi. Diantaranya, dosis tinggi docetaxel plus cisplatin (DDP), Dacarbazine (DTIC), nitrogen mustard (HN2), Ara-C, Cyclophosphamide (CTX), carmustine (BCNU) menimbulkan mual muntah yang hebat. Agen kemotera merangsang sel pada permukaan dalam saluran pencernaan untuk melepas serotonin. Serotonin akan mengaktifkan reseptor serotonin yang akan mengaktifkan jalur vagal, yang mengaktifkan pusat muntah dan menyebabkan respon emetic. Pemberian penyekat reseptor 5-hidroksitriptamin 3 (5-HT3), seperti ondansetron, granisetron, tropisetron, ramosetron, azasetron, dan lain-lain dapat mencegah dan mengurangi kejadian mual, muntah. (4,10)5FU, MTX, bleomisin, adriamisin dapat menimbulkan ulserasi mukosa mulut, selama kemoterapi harus meningkatkan perawatan hygiene oral. Stomatitis langsung dapat terjadi 7 sampai 10 hari setelah pemberian kemoterapi. Stomatitis sekunder dapat terjadi dalam beberapa fase. Fase epitelial terjadi 4 sampai 5 hari setelah pemberian kemoterapi. Pada fase ini mulai terjadi kerusakan epitel dan peningkatan vaskularisasi yang mengakibatkan eritema pada mukosa mulut. Namun tidak semua pasien merasakan keluhan pada fase ini. Fase berikutnya yaitu fase ulseratif yang terjadi kurang lebih 1 minggu setelah pemberian kemoterapi. Fase ini merupakan fase puncak dari stomatitis. Pada fase ini terjadi pembentukan pseudomembran dan ulkus.(4,10,12)Obat jenis 5FU dan Irinotecan (CPT-11) kadang kala menimbulkan diaere serius. Pemberian obat-obat kemoterapi menyebabkan perubahan pada komposisi flora normal usus, sehingga terjadi gangguan absorpsi yang melibatkan flora normal. Selain itu, terjadi pula kerusakan pada sel-sel saluran cerna, perubahan pada motilitas usus dan kerusakan pada kriptus. Semua perubahan ini terjadi segera saat pemberian obat-obat kemoterapi dan mengakibatkan terjadi diare. Gangguan keseimbangan air dan elektrolit yang terjadi harus dikoreksi segera. Diare tertunda akibat CPT-11 harus segera diterapi dengan loperamid.(4,10)

Gambar 3.1 Mekanisme mual dan muntah.

c. Gangguan Fungsi HatiMTX, 6MP, 5FU, DTIC, VP-16, asparaginase dan lain-lain dapat menimbulkan gangguan hati. Peninggian bilirubin, mempengaruhi ekskresi obat golongan antrasiklin (misal adriamisin) dan golongan vinka alkaloid. Berdasarkan tingkat keparahan gangguan fungsi hati perlu dilakukan penyesuaian dosis obat. Perlu perhatian khusus, bahwa obat kemoterapi menyebabkan infeksi virus hepatitis laten memburuk tiba-tiba, menimbulkan nekrosis hati akut atau subakut (hepatitis berat).(4)d. Gangguan Fungsi GinjalDosis tinggi siklofosfamid, ifosfamid dapat menimbulkan sistitis hemoragik, penggunaan bersama merkaptoetan sulfonat (mesna) dapat menghambat pembentukan metabolit aktifnya, akrilaldehid, mencegah terjadinya sistitis hemoragik. Dosis tinggi MTX yang diekskresi lewat urin dapat menyumbat diktuli renalis hingga timbul oliguri, uremia. Untuk menjamin keamanan harus dilakukan serentak hidrasi, alkalinasasi, pertolongan CF atau memantau konsentrasi MTX darah. Cisplatinum secara langsung merusak parenkim ginjal, pemakaian dosis tinggi memerlukan hidrasi dan diuresis. Tumor masif yang peka kemoterapi seperti leukemia, limfoma, nefroblastoma anak dan lain-lain bila menjalani kemoterapi, sel tumor akan lisis mati dalam jumlah besar, timbul asam urat dalam jumlah besar yang dalam waktu singkat yang dapat menimbulkan nefropati asam urat. Oleh karena itu pemberian alopurinol sebelum memulai kemoterapi dapat membantu mencegah timbulnya nefropati asam urat. Tumor ganas yang terdestruksi cepat juga dapat menimbulkan rangkaian gangguan metabolisme seperti hiperurikemia, hiperkalemia dan hiperfosfatemia, ini disebut sindrom lisis akut tumor. Ini perlu dicermati dan ditangani segera secara benar.(4)e. KardiotoksisitasAdriamisin, daunorubisin dapat menimbulkan efek kardiotoksik, terutama efek kardiotoksik kumulatif. Dosis total adriamisin harus dikendalikan