kemiri ftir

download kemiri ftir

of 40

Transcript of kemiri ftir

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    1/40

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Minyak dan Lemak

    Minyak dan lemak termasuk salah satu anggota dari golongan lipida yaitu merupakan

    lipida netral. Lipida itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas yaitu : lipid

    netral, fosfatida, spingolipid dan glikolipid. Semua jenis lipid ini banyak terdapat di

    alam. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung

    sejumlah kecil komponen selain trigliserida yaitu : lipid kompleks ( lesitin, cephalin,

    fosfatida, lainnya serta glikolipid), sterol berada dalam keadaan bebas atau terikat

    dengan asam lemak, asam lemak bebas, lilin, pigmen yang larut dalam lemak dan

    hidrokarbon. Minyak merupakan trigliserida yang berwujud cairan pada suhu kamar

    dan umumnya diperoleh dari sumber nabati. Sedangkan lemak merupakan trigliserida

    yang pada suhu kamar berwujud padatan dan umumnya bersumber dari hewani .

    Minyak dan lemak adalah merupakan trigliserida yang merupakan bagian

    terbesar dari kelompok lipida. Pembentukan trigliserida dihasilkan dari proses

    esterifikasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak dapat sama atau

    bebeda (Gambar 2.1) membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul air.

    H2C

    HC

    H2C

    OH

    OH

    OH

    +

    R1

    R2

    R3

    C

    C

    C

    OH

    OH

    O

    O

    H2C

    HC

    H2C

    O

    O

    O

    C

    O

    R1

    C

    O

    R2

    C

    O

    R3

    + 3H2O

    Gliserol Asam Lemak Trigliserida

    Air

    OHO

    Gambar 2.1. Reaksi Pembentukan Trigliserida dari Gliserol dan Asam Lemak.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    2/40

    Jika R1 = R2 = R3 maka trigliserida yang terbentuk adalah trigliserida

    sederhana dan jika berbeda-beda disebut trigliserida campuran. Apabila satu molekul

    gliserol hanya mengikat satu molekul asam lemak, maka hasilnya disebut

    monogliserida dan bila dua molekul asam lemak disebut digliserida (Perkins, 1991).

    Modifikasi dari lemak dapat dilakukan dengan mengubah komposisi dari pada

    asam lemak sebagai trigliserida untuk membentuk lemak baru misalnya lemak

    dengan titik lebur yang tinggi atau titik lebur rendah. Demikian juga transformasi

    dari lemak atau minyak adalah melakukan reaksi reaksi tertentu terhadap gliserida

    sehingga gugus ester, asam lemak baik jenuh maupun tidak jenuh mengalami

    perubahan menjadi turunan asam lemak ataupun gliserida (Meffert, 1984). Jenis asam

    lemah dari penyusun trigliserida dapat dikelompokkan berdasarkan :

    a. Panjang rantai yaitu : rantai pendek (kurang dari 8 karbon), rantai medium ( 8- 10

    karbon) dan rantai panjang ( 12 karbon lebih).

    b. Tingkat kejenuhan, asam lemak jenuh (saturated fatty acid ) yang tidak

    mempunyai ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh (monoansaturated fatty acid

    ) yang mempunyai satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh ganda

    (polyunsaturated fatty acid, FUPA) yang mempunyai dua ikatan rangkap ataulebih.

    c. Isomer geometrik : asam lemak bentukcisdan asam lemak bentuktansdari asam

    lemak tak jenuh. Asam lemak alami umumnya ditemukan dalam bentuk cis.

    Isomer trans terbentuk selama reaksi kimia seperti hidrogenasi dan oksidasi

    terhadap asam lemak tidak jenuh

    Dalam hal ini secara umum suatu trigliserida dengan komposisi asam lemak

    rantai karbon pendek dan medium ( atom C12 ) atau komposisi utamanya asam

    lemak tidak jenuh akan berwujud cair pada suhu kamar, tetapi jika komposisi

    utamanya asam lemak jenuh dengan rantai atom karbon panjang 14 akan berwujud

    padat pada suhu kamar. Demikian juga asam lemak tidak jenuh dengan bentuk isomer

    geometri ikatan -trans lebih padat dari bentuk ikatan -cis (Silalahi, 2006).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    3/40

    Minyak dan lemak dapat mengalami berbagai perubahan kimia seperti

    hidrolisis, oksidasi, hidrogenasi dan interesterifikasi.

    2. 1.1.Hidrolisis Minyak dan Lemak

    Dalam reaksi hidrolisis minyak dan lemak akan dirubah menjadi asam lemak

    bebas dan gliserol (Gambar 2.2). Reaksi hidrolisis akan dapat mengakibatkan

    kerusakan minyak atau lemak dan dapat terjadi karena terdapatnya sejumlah air

    dalam minyak atau lemak tersebut (Ketaren, 2008). Reaksi ini akan mengakibatkan

    ketengikan hidrolisis yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut.

    O

    O

    O C

    C

    C

    O

    O

    R1

    R2

    R3

    O

    + 3H2O OH

    OH

    OH

    +

    R1

    R2

    R3

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    OH

    OH

    OH

    Air

    Gliserol Asam LemakMinyak/Lemak

    Gambar 2.2. Reaksi Hidrolisis Minyak dan Lemak

    Proses hidrolisis seperti ini dapat terjadi secara alamiah terhadap

    minyak/lemak dan akan dapat dipercepat oleh mikroorganisme seperti lipase. Proses

    hidrolisis yang disengaja, biasanya dilakukan dengan penambahan basa, proses ini

    dikenal sebagai reaksi penyabunan ( Gambar 2.3).

    O

    O

    O C

    C

    C

    O

    O

    O

    R1

    R2

    R3

    OH

    OH

    OH

    +

    R1

    R2

    R3

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    ONa/K

    ONa/K

    ONa/K

    GliserolMinyak/Lemak

    +3NaOH

    AtauKOH

    Na/K-Asam Lemak

    (Sabun)

    Gambar 2.3. Reaksi Penyabuanan Lemak/ Minyak.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    4/40

    Proses penyabunan ini banyak digunakan dalam industri, dimana minyak atau

    lemak pertama-tama dipanasi dalam ketel dan selanjutnya ditambah alkali (NaOH

    atau KOH) sehingga terjadi penyabunan. Sabun yang terbentuk dapat diambil dari

    lapisan teratas pada larutan yang merupakan campuran dari larutan alkali, sabun dan

    gliserol. Dari larutan ini dapat dihasilkan gliserol murni melalui penyulingan.

    2.1.2. Oksidasi Minyak dan Lemak

    Proses oksidasi dapat belangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen

    dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau

    tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan

    peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak

    disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehida dan keton serta asam-asam

    lemak bebas. Ketengikan (rancidity) terbentuk oleh otooksidasi radikal asam lemak

    tidak jenuh atau aldehida bukan oleh peroksida. Jadi kenaikan bilangan peroksida (

    Peroksida Value, PV) hanya indikator dan peringatan bahwa minyak sebentar lagi

    akan berbau tengik. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas

    yang disebabkan oleh faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas,peroksida lemak atau hidroperoksida dan logam-logam berat. Mekanisme yang terjadi

    secara umum pada asam lemak tidak jenuh pembentukan hidroperoksida akibat

    oksidasi karena pemanasan (Gambar 2.4) Hidrperoksida dan radikal yang terbentuk

    merupan zat antara yang reaktif dan mengalami reaksi lanjut secara berantai

    menghasilkan berbagai jenis senyawa seperi polimer, aldehida, asam dengan rantai

    rendah, keton gliserida sehingga akhirnya menyebabkan kerusakan minyak seperti

    halnya bau tengik (Ketaren, 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    5/40

    R1 CH2

    CH CH CH2 R2energi

    R1 CH

    CH CH CH2 R2

    o

    UVAsam Lemak tidak jenuh Radikal bebas

    O2R1 CH CH CH CH2 R2

    oO-OPeroksida aktif

    R1 CH CH CH CH2 R2

    oO-OPeroksida aktif

    R1 CH2

    CH CH CH2 R2

    R1 CH CH CH CH2

    R2

    O-O-H

    R1 C

    H

    CH CH CH2 R2

    o

    Radikal bebas

    +

    +

    Hidroperoksida

    Gambar 2.4. Reaksi Pembentukan Hidroperoksida Akibat Oksidasi Minyak/Lemak

    2.1.3. Hidrogenasi Minyak

    Hidrogenasi adalah suatu proses penambahan hidrogen dengan menggunakan

    katalis pada ikatan rangkap (Kent, 1992). Proses hidrogenasi sebagai suatu proses

    untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak tidak jenuh pada

    minyak atau lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen

    murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Setelah proses hidrogenasi

    selesai minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan cara penyaringan.

    Hasil yang terjadi adalah minyak yang bersifat plastis atau keras yang tergantung

    kepada derajat kejenuhannya (Gambar. 2.5).

    O

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    7

    7

    7

    R

    R

    R

    H2

    Raney Ni

    (Hidrogenasi Partial)

    O

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    7

    7

    7

    R

    R

    R

    Trigliseriada (cair) Trigliserida ( padat)

    Gambar 2.5. Reaksi Hidrogenasi Partial Minyak

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    6/40

    Trigliseriada yang dihasilkan biasanya digunakan sebagai bahan lemak

    margarin yang mana dalam proses ini mampu mengubah minyak menjadi setengah

    padat. Dengan cara tersebut dapat menghindari terjadinya proses oksidasi lemak yang

    mengakibatkan ketengikan ( Hauman, 1997). Sebaliknya proses hidrogenasi dapat

    mengakibatkan terbentuknya asam lemak trans 60%. Kadar yang tinggi dari asam

    lemak bentuk trans dalam menu makanan dapat menimbulkan resiko penyakit jantung

    koroner (Gudmundur dkk, 1997). Pada umumnya asam lemak dari minyak nabati

    yang mengalami hidrogenasi adalah asam oleat (C18:1), linoleat(C18:2) maupun

    linolenat (C18:3).

    2.1.4. Interesterifikasi Minyak dan Lemak

    Minyak dan lemak alami dimodifikasi untuk berbagai tujuan baik untuk

    keperluan fungsional secara fisiologis maupun dalam pengolahan pangan seperti

    peningkatan kestabilan, pengubahan titik leleh (melting point), plastsitas, kandungan

    trans dan komposisisi serta distribusi posisi asam lemak (Silalahi, 1999). Beberapa

    cara modifikasi lipida untuk memperoleh lemak dan minyak dengan tujuan tersebut

    dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti rekayasa genetika, reaksiinteresterifikasi baik secara kimia maupun secara enzimatis , pencampuran (blending)

    dan fraksinasi (Haumann, 1997, Gandhi 1997; ).

    Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari

    trigliserida menjadi bentuk ester. Esterifikasi merupakan reaksi antara asam

    karboksilat dan alkohol termasuk reaksi ionik yang merupakan kombinasi dari addisi

    dan penyusunan ulang. Interesterifikasi dapat dilakukan dengan mereaksikan ester

    atau bahan yang mengandung ester asam lemak dengan asam (asidolisis),

    alkohol/gliserol (alkoholisis/gliserolisis). Reaksi interesterifkasi ditandai dengan

    pemutusan ester dan diikuti dengan pertukaran bagian asil dan pembentukan ester

    baru (Gambar 2.6).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    7/40

    Trigliseriada

    R C O-R1

    O+ R2-OH

    asam

    atau basaR C O-R2

    O

    + R1-OH

    (Alkoholisis)

    R1 CO-R2

    O+ R3 C

    O

    OH

    R1 C O-R3

    O

    Ester

    R2 C

    O

    OH

    +Asidolisis

    3 CH3-OH

    NaOH atau KOH

    3 R C

    O

    O-CH3

    +OH

    OH

    OH

    O

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    R

    R

    R

    +

    Metil Ester

    Gambar 2.6. Reaksi Interesterifikasi Melalui Transesterifikasi.

    Karena trigliserida mengandung tiga gugus ester permolekul maka peluang

    untuk pertukaran tersebut cukup banyak dan dapat terjadi dalam satu molekul

    trigliserida atau diantara molekul trigliserida. Berdasarkan hal tersebut maka

    interesterifikasi dibagi dua yaitu interesterifikasi intramolekul (random

    interesterification) dan interesterifikasi intermolekul (Gambar 2.7). Pada

    intramolekul asam lemak berpindah dari satu posisi gliserida kepada posisi yang lain

    atau satu gliserida berpindah kepada posisi yang lain. Interesterifikasi intermolekul

    adalah modifikasi secara selektif asam lemak diantara molekul gliserida dan proses

    reaksi ini berlangsung pada temperatur yang rendah (OBrien, 1998). Interenterifikasi

    ini merupakan proses yang digunakan secara luas dalam produksi minyak dan lemak

    untuk memodifikasi komposisi diikuti sifat fisik dari campuran gliserida dan dapat

    dilakukan dengan katalis kimia atau enzim lipase. Hasil dari reaksi ini akan

    didapatkan trigliserida sesuai dengan sifat fisik yang diinginkan seperti titik lebur

    pada lemak untuk keperluan lemak margarin ataupun titik keruh (cold point) pada

    minyak seperti halnya keperluan minyak goreng.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    8/40

    .

    o

    O

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    P

    O

    S

    Katalis(Kimia atau Enzim)

    O

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    O

    P

    S

    ( POS) (OPS)

    Interesterifikasi intramolekulO

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    P

    O

    S

    (PSO)

    O

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    P

    O

    O

    +

    +

    O

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    P

    S

    S

    O

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    P

    S

    O

    O

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    S

    O

    O

    +

    Katalis(Kimia atau Enzim)

    Interesterifikasi

    Intermolekul

    O

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    P

    O

    S

    + + O

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    P

    P

    S

    O

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    P

    P

    P

    + + O

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    O

    O

    O

    (POO) (PSS) (PSO) (SOO)

    (POS) (PPS) (PPP) (OOO)

    Gambar 2.7. Reaksi Interesterifikasi Intramolekul dan Intermolekul Pada

    Trigliserida

    2.2. Minyak Kemiri

    Minyak kemiri dihasilkan dari biji buah kemiri yang dikenal dengan candlenut

    atau hazelnut oil. Biji kemiri dapat dimanfaatkan sebagai penyedap makanan dan

    obat-obatan disebabkan karena minyak kemiri merupakan kandungan terbesar dari

    biji kemiri yang mencapai sekitar 60%. Minyak kemiri dari Australia memiliki

    komposisi kimia yang terdiri dari asam palmitat(C16:0) 5,5%, stearat (C18:0)

    6,7%,oleat (C18:1) 10,5% ,linoleat(C18:2) 48,5% dan linolenat (C18:3) 28,5%.(Swern,

    1982). Minyak biji kemiri biasanya digunakan bahan dasar cat atau pernis, tinta

    cetak, pengawet kayu dan bahan pembuatan sabun. Minyak ini juga dapat digunakan

    sebagai minyak rambut dan di pulau jawa digunakan sebagai pembatik. Daging buah

    kemiri juga dapat digunakan sebagai bumbu masak (Ketaren, 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    9/40

    Minyak kemiri dapat diambil melalui ekstraksi cara dipress baik dengan

    kondisi dingin maupun dalam kondisi panas. Minyak biji kemiri dapat dipakai untuk

    bahan pembuatan sabun, kosmetik dan lain-lain, sedangkan ampas bijinya (dari hasil

    pengepresan) yang disebut dengan bungkil dapat dipakai sebagai pupuk yang sangat

    baik karena mengandung sekitar 8,5% nitrogen dan lebih dari 4% asam fosfat

    (Susanto, 1994). Karakteristek secara umum minyak kemiri (Tabel 2.1). berikut

    Tabel 2.1. Karakteristik Minyak Kemiri____________________________________________________________________

    Karakteristik Nilai

    ____________________________________________________________________Bilangan Penyabunan 188-202

    Bilangan Asam 6,3 8

    Bilangan Iodium 136 167Bilangan thiocyanogen 97 107

    Bilangan Hidroksil nihilBilangan Polenske nihil

    Indeks Bias pada 25oC 1,473 1,479

    Komponen tidak tersabunkan 0,3 1 %

    Bobot jenis pada 15oC 0,924 0,929

    Sumber : Barley, (1950)

    Kandungan asam lemak yang diperoleh dari minyak kemiri mempunyai

    kandungan asam lemak tidak jenuh essensial yang tinggi yang mana tidak dapat

    disintesis oleh tubuh terutama asam linolenat yang sangat berguna untuk kesehatan

    dan meningkatkan rasa yang enak pada makanan.

    2.3. Oleokimia.

    Oleokimia pada dasarnya adalah merupakan cabang ilmu kimia yang

    mempelajari senyawa trigliserida yang berasal dari minyak dan lemak menjadi asam

    lemak dan gliserol serta turunan asam lemak dalam bentuk ester , alkohol. amida,

    sulfat, sulfonat, alkoksi maupun sabun. Selain bersumberkan pada lemak dan minyak

    alami, oleokimia juga dapat dibuat secara sintesis dari produk petrokimia seperti

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    10/40

    alkohol asam lemak dapat disintesis dari etilen dan propilen , sedangkan yang

    dimaksud dengan oleokimia alami merupakan turunan dari lemak dan minyak.

    Produk-produk petrokimia dari industri olefin seperti propilena dapat diubah menjadi

    gliserol, demikian juga etilena secara reaksi polimerisasi Zeiegler Natta diubah

    menjadi alkohol asam lemak (Richter dan Knault,1984).

    Sumber minyak dan lemak alami dapat berasal dari bahan nabati maupun

    hewani. Sumber minyak nabati diantaranya adalah minyak kelapa sawit, minyak

    kacang kedelai, minyak kelapa, minyak biji bunga matahari, minyak biji wijen,

    minyak jarak, minyak jagung, minyak kacang tanah dan sebagainya. Sedangkan

    minyak dan lemak yang berasal dari hewan yaitu seperti minyak sapi, minyak domba,

    minyak babi, minyak ikan dan lain-lain. Minyak dan lemak tersebut sangat luas

    penggunaannya, baik sebagai bahan baku lemak dan minyak yang dapat dikonsumsi

    (edible oil) maupun sebagai bahan oleokimia. Produk-produk oleokimia antara lain

    dipergunakan sebagai surfaktan, deterjen, polimer, aditif bahan makanan, campuran

    bahan bakar biodesel dan sebagainya. Penggunaan terbesar dari gliserol adalah

    industri farmasi seperti obat-obatan dan kosmetika serta makanan (50% dari total

    penggunaan). Sedangkan untuk asam lemak penggunaannya adalah denganmengubahnya menjadi alkohol asam lemak, amida, garam asam lemak, dan juga

    plastik teramasuk nilon (hampir 40% dari total penggunaannya) (Rithler dan

    Knault,1984)

    Penggunaan produk oleokimia dalam industri plastik sangat luas sekali,

    dimana amida asam lemak dan turunan asam lemak lainnya digunakan pada proses

    pembuatan resin sebagai slip agent, pelumas,plasticizer,antistatic agent, katalis dan

    emulsifier. Diagram alir dari oleokimia dapat dilihat pada Tabel 2.2. Lebih lanjut

    asam lemak dapat diubah menjadi metil ester asam lemak yang merupakan feed

    stock oleokimia dan digunakan juga sebagai bahan bakar pengganti minyak diesel

    yang berasal dari minyak bumi (Mittlebach dan Tritthard 1998 ; Brahmana, 1994)

    Disamping metil ester asam lemak maka dikenal juga ester asam lemak dengan poliol

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    11/40

    seperti glikol, gliserol, sukrosa dan sorbitol. Selanjutnya metil ester asam lemak yang

    diperoleh dapat direduksi menjadi alkohol dengan reduktor logam terlarut seperti

    logam natrium dalam metanol ( Brahmana, 1994).

    Tabel 2.2 Diagram Alur Oleokimia

    Bahan Dasar Bahan Dasar Oleokimia Turunan Oleokimia

    Minyak/ Lemak

    Asam Lemak

    Amina Asam Lemak

    Alkohol AminaAsam Lemak Asam Lemak

    Metil ester Asam Lemak

    Gliserol

    Diikuti reaksi-reaksi

    seperti:

    Amidasi

    Klorinasi

    Epoksidasi

    Hidrogenasi

    Sulfonasi

    Transesterifikasi

    Esterifikasi

    Safonifikasi

    Profilena , farafin

    dan etilena

    Sumber : Brahmana,dkk (1994).

    Ket :: Alami: Sintetis

    2.3.1. Penggunaan Oleokimia Dalam Industri Polimer

    Turunan lemak dan minyak dalam industri polimer dapat dimanfaatkan

    sebagai monomer pembentuk bahan polimer maupun sebagai bahan tambahan untuk

    memperbaiki sifat polimer tersebut termasuk memperbaiki permukaan maupun

    merperkuat ketahanan polimer. Asam lemak tidak jenuh seperti oleat (C18:1),

    linoleat(C18:2) maupun risinoleat (C18:1-OH) telah dikembangkan untuk dioksidasi

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    12/40

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    13/40

    asetat dan fenolat. Pelumas internal yang larut dalam polimer adalah untuk

    mengurangi gaya kohesi dari bahan polimer dan meningkatkan alir polimer dalam

    cetakannya. Senyawa amida yang banyak digunakan sekaligus sebagai pelumas

    internal dan eksternal biasanya garam asam lemak seperti Ca-stearat, Zn-stearat, Mg-

    stearat dan Al-stearat. Disamping itu juga digunakan ester asam lemak seperti steril

    stearat, gliseril monostearat, gliseril monolaurat (Reck, 1984).

    Keton asam lemak seperti stearon dapat digunakan sebagai pelumas pada

    pembuatan pelastik. Stearon tersebut dibuat dengan mereaksikan asam stearat dengan

    asam stearat sendiri pada suhu tinggi dengan bantuan katalis kalsium oksida maupun

    magnesium oksida (Reck, 1984).

    O

    OH

    C

    Katalis

    C17H35C C17H35

    O

    + CO2 + H2OC17H35

    Asam Stearat

    2

    Stearon

    Gambar 2.9. Pembentukan Stearon Dari Asam Stearat.

    Disamping penggunaan sebagai pelumas, bahan oleokimia juga digunakan

    sebagai plastisizer dan stabilizer. Plastisizer dan stabilizer yang banyak digunakan

    adalah turunan epoksi dari minyak tidak jenuh. Plastsizer ini berfungsi untuk

    membuat plastik menjadi lunak dalam percetakan serta membantu emulsifier dalam

    mengendalikan kekentalan pelastik untuk lebih mudah membentuknya. Akan tetapi

    senyawa epoksi tersebut disamping berfungsi sebagai plastisizer juga sebagai

    stabilizer, sehingga apabila pelastik itu terkena cahaya panas tidak terdegradasi

    (Reck, 1984).

    Dalam mencegah terjadinya penggumpalan muatan listrik dipermukaan pada

    proses pembuatan pelastik terjadi akumulasi muatan akibat pemberian muatan listrik

    dalam proses pencetakan, gesekan ataupun adanya akumulasi debu dan kotoran pada

    permukaan pelastik. Untuk mencegah ini maka penting digunakan bahan antistatik.

    Sebagai bahan antistatik banyak digunakan amina dari minyak sapi, minyak kelapa

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    14/40

    ataupun gliserol monostearat dan gliserol monooleat. Oleokimia dalam bentuk

    peroksida asam lemak juga digunakan sebagai katalis, sebagai inisiator pada reaksi

    polimerisasi radikal bebas peroksida (Reck, 1984 ; Brahmana, 1998).

    2.4. Epoksidasi

    Hasil oksidasi terhadap ikatan tidak jenuh pada hidrokarbon melalui hasil

    epoksidasi menghasilkan senyawa siklik tiga anggota dengan gugus oksiran seperti

    alkena dengan sebuah oksigen. dinamakan senyawa epoksida. Senyawa alkena yang

    memiliki ikatan dapat dioksidasi menjadi anekaragam produk, tergantung kepada

    reagensia yang digunakan. Reaksi yang melibatkan oksidasi ikatan karbon-karbon

    dapat dikelompokkan menjadi dua gugus umum :

    1. Oksidasi ikatan tanpa memutuskan ikatan sigma

    2. Oksidasi ikatan yang memutuskan ikatan sigma.

    Produk oksidasi tanpa pemutusan ikatan sigma ialah suatu epoksida atau

    1,2diol. Senyawa epoksida hasil epoksidasi yang mempunyai atom oksigen dalam

    cincin beranggotakan tiga disebut juga eter siklik dan jauh lebih reaktif dibanding

    eter yang lain. Cincin epoksida tersebut dalam larutan berair yang mengandungsedikit asam kuat, produknya adalah etilena glikol (Wibraham, dkk, 1992).

    Epoksidasi dari minyak nabati merupakan hal yang penting dan sangat

    berguna terutama dalam hal sebagai stabilisator dan plastisasi bahan polimer.

    Berdasarkan pada kereaktifan yang tinggi dari cincin oksiran epoksida juga dapat

    dimanfaatkan sebagai zat antara untuk berbagai jenis bahan kimia yaitu alkohol,

    glikol, alkanolamin, senyawa karbonil, senyawa olefin, dan polimer seperti

    poliester, poliuretan. Adapun reaksi epoksidasi terhadap senyawa alkena (olefin)

    adalah (Gambar 2.10) :

    Ada empat teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan epoksida

    dari molekul olefin:

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    15/40

    1. Epoksidasi dengan asam perkarboksilat yang sering digunakan dalam

    industri dan dapat dipercepat dengan bantuan katalis asam atau enzim

    2. Epoksidasi dengan peroksida organik dan anorganik, termasuk epoksidasi

    alkali dengan hydrogen peroksida dan epoksidasi yang dikatalisis logam

    transisi.

    3. Epoksidasi dengan halohidrin, menggunakan asam hipohalogen (HOX)

    dengan garamnya sebagai reagen, dan epoksida olefin dengan defisiensi

    elektron ikatan rangkap.

    4. Epoksidasi dengan menggunakan molekul oksigen, untuk minyak nabati

    jarang digunakan karena dapat menyebabkan degradasi dari minyak

    menjadi senyawa yang lebih kecil seperti aldehid dan keton atau asam

    dikarboksilat berantai pendek sehingga oksidasi dengan O2 merupakan

    metode yang tidak efisien untuk epoksida minyak nabati ( Goud, dkk,.

    2006)

    Epoksidasi dilakukan terhadap etilen dengan oksigen dari udara menggunakan

    katalis perak (Ag) , pada suhu 250-330OC menghasilkan etilen oksida. Etilen oksida

    yang dihasilkan merupakan zat antara pembentukan senyawa seperti etilen glikol ,polioksi etilen glikol, serat poliester, etanol amin dan bahan detergen (Gambar 2.11) (

    Wisewan, 1978 ).

    R-C-OH

    O

    + H 2O 2 R-C-O-OH + H 2O

    O

    Asam peroksida peracid air

    karboksilat

    R-C-O-OH

    O

    + -C = C -

    H H

    H H

    O

    C --C + R-C-OH

    O

    Peracid Olefin epoksida asam karboksilat

    Gambar 2.10. Reaksi Epoksidasi terhadap Alkena

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    16/40

    CH2 CH2

    O2, Ag 250-3300CH2C CH2

    OEtilen Etilen Oksida

    H2O

    CH2OHCH2OH

    Etilen glikol

    - Antifrizer-serat poliester

    Detergen

    Polietilen glikol

    Etanol amin

    Etilen diamin

    -

    -

    --

    Gambar 2.11. Epoksida Etilena dan Produk Turunannya.

    Senyawa epoksida pada sintesis organik merupakan zat antara yang potensial

    dimanfaatkan untuk beragam bentuk senyawa dengan berbagai keperluan sehingga

    penelitian tentang epoksidasi baik kondisi reaksi, keberlanjutan hasil reaksi maupun

    manfaat hasil reaksi terus dikembangkan. Epoksidasi adalah sangat penting dalam

    proses industri dan dimana hasil epoksidasi terhadap asam lemak beserta turunannya

    telah umum digunakan sebagai plastisizer dan stabilizer dalam pembuatan polimer (

    Lutz, 1980)

    Jenis-jenis bahan pereaksi yang digunakan untuk epoksidasi tanpa pemutusan

    ikatan umum dapat digunakan yaitu KMnO4 dalam lingkungan alkali atau OsO4

    diikuti dengan Na2SO3 untuk menghasilkan senyawa diol sedangkan yang umum

    digunakan untuk menghasilkan epoksida adalah menggunakan pereaksi senyawa

    peroksi (peroksi acid). Dalam epoksidasi ini pereaksi dipersiapkan melalui reaksiasam karbosilat dengan peroksida (H2O2) dengan bantuan katalis asam seperti halnya

    dilakukan epoksidasi terhadap alkil oleat dengan asam perasetat menggunakan katalis

    asam sulfat untuk menghasilkan epoksida dari alkil oleat (Gambar 2.12) ( Hasibuan,

    2000).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    17/40

    Epoksidasi terhadap ikatan terus dikembangkan dalam sintesis organik

    seperti yang dilakukan epoksidasi terhadap metil oleat dengan peracid dengan

    membandingkan berbagai jenis katalis senyawa kompleks anorganik dan ternyata

    dapat dihasilkan senyawa epoksida dengan rendemen hasil mencapai 63% ( Du, dkk,

    2004).

    C

    O

    O-CH3

    7 7+ H3C C

    O

    OO H

    Metil Oleat asam perasetat

    * C

    O

    O-CH3

    77

    O

    Epoksida dari metil Oleat

    + CH3 C

    O

    OH

    asam sulfat

    Asam Asetat

    Gambar 2.12. Reaksi Epoksidasi Metil Oleat

    Secara umum analisis hasil epoksidasi dapat dilakukan melalui penentuan

    bilangan epoksida menggunakan metode titrasi mengikuti AOCS.Cd 9-57 ( Hasibuan,

    2000), dan juga telah dikembangkan melalui pendekatan secara spektroskopi infra

    merah dan kalibrasi multivarian dalam penentuan secara kuantitatif hasil epoksidasi

    ikatan dari minyak kedelai (Parreina, dkk, 2002), demikian juga secara

    spektroskopi1H-NMR dalam penentuan epoksida terhadap hasil epoksidasi dari

    metil ester asam lemak (Aerts and Jacobs, 2004)..

    Epoksidasi metil linoleat dengan t-butil hidroperoksida dengan katalis

    peroksigenase menghasilkan senyawa epoksida dimana senyawa ini melalui hidrolisis

    akan menghasilkan senyawa poliol (Piazza, dkk, 2001). Pembentukan senyawa

    epoksi dari alkanolamida oktadekanoat sebagai bahan surfaktan dari bahan dasar

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    18/40

    minyak kemiri, dimana senyawa alkanolamida dari hasil amidasi metil ester asam

    lemak minyak kemiri diepoksidasi menggunakan pereaksi tert butil hidroperoksida

    dengan katalis peroksigenase menghasilkan senyawa epoksida yang selanjutnya

    dihidrolisis menggunakan HCl 0,1N untuk senyawa poliol alkanol amida ( Daniel,

    2007). Dalam fungsionalisasi terhadap ikatan pada senyawa organik melalui

    epoksidasi dimana dihasilkan senyawa epoksida yang terbentuk dalam sintesis

    organik dapat merupakan zat antara yang menggunakan berbagai jenis pereaksi dapat

    menghasilkan berbagai bentuk jenis senyawa. Hidrolisis dalam lingkungan asam

    terhadap epoksida dapat menghasilkan senyawa poliol, reaksi terhadap alkohol

    disamping terbentuknya gugus hidroksil juga terbentuk gugus fungsi eter, dengan

    amina primer menghasilkan gugus amina sekunder disamping terbenuk gugus

    hidroksi dan dengan asam karboksilat akan menghasilkan senyawa ester disamping

    terbentuknya gugus hidroksil sebagaimana dilukiskan pada skema Gambar 2.13

    ( Harry-Okuru, dkk, 2005).

    C C

    O

    RxRy

    Rz-OH

    Rz-O-C C-OH

    RyH

    H Rx

    EterR-NH2

    RNH-C

    H

    C

    H

    OH

    Rx

    RY

    Aminasekundeir

    HO

    H3O+

    C

    H

    Ry

    C

    H

    OH

    RX

    RCOOH

    R-C-O-C C

    H

    OH

    Ry

    H

    Rx

    O

    Poliol

    Ester

    Epoksida

    H H

    Gambar 2.13. Hasil Transformasi Senyawa Epoksida Menjadi Beberapa

    Turunannya

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    19/40

    Untuk mencapai tingkat epoksidasi yang optimal sesuai dengan yang

    dikehendaki maka kondisi reaksi harus dikontrol dengan baik, selain tingkat

    epoksidasi yang diinginkan tidak tercapai juga akan menyebabkan pembukaan

    lingkar epoksi dan akan terbentuk suatu diol dan ikatan silang eter. Selain kondisi

    reaksi yang harus berada pada suhu rendah juga harus dihindari adanya asam-asam

    mineral. (Daniel, 2007).

    Minyak nabati merupakan sumber menarik untuk diperbaharui dalam

    menghasilkan suatu senyawa baru yang berguna tetapi kereaktifannya perlu

    ditingkatkan dengan penambahan suatu gugus fungsi kedalam molekul asam lemak

    tidak jenuh dari penyusun gliserida tersebut. Dalam hubungan ini berbagai reaksi

    kimia dan biokimia telah dikembangkan untuk melakukan perubahannya menjadi

    senyawa yang lebih bermanfaat. Sejalan dengan reaksi tersebut epoksidasi memegang

    peranan penting karena minyak, asam atau ester yang terepoksidasi dapat

    dipergunakan untuk membuat senyawa-senyawa yang berbeda fungsinya dalam

    industri seperti palstisizer, stabilizer, resin PVC, polister, poliuretan, resin epoksi

    dan pelapisan permukaan (Reck, 1984).

    2.5. Senyawa Poli Hidroksi Alkohol (Poliol)

    Gugus hidroksil pada senyawa organik dapat meningkatkan sifat hidrofil

    karena disamping gugus fungsi ini dapat bereaksi dengan berbagai pereaksi untuk

    menghasilkan senyawa baru juga dapat berintraksi melaluidipol-dipolyang terbentuk

    maupun melalui ikatan hidrogen dengan gugus hidrofil dari senyawa lain untuk

    menghasilkan campuran yang homogen. Gugus hidroksil yang tidak terikat

    memberikan sifathidrofilsedangkan gugus hidroksil yang terikat baik sebagai ester,

    eter dapat mengubah senyawa tersebut menjadi sifat lifofil. Adanya sifathidrofildan

    lifofil menyebabkan senyawa poliol banyak digunakan sebagai surfaktan dalam

    makanan, kosmetik maupun keperluan farmasi seperti obat-obatan (Joung, dkk,1998).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    20/40

    Poliol merupakan senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil lebih dari

    satu dan dalam industri material sangat luas digunakan baik sebagai bahan pereaksi

    maupun bahan additif. Senyawa poliol dapat diperoleh langsung di alam seperti

    amilum, selulosa, sukrosa dan lignin ataupun hasil olahan industri kimia. Pengolahan

    senyawa tersebut secara industri masih banyak dilakukan dengan mengandalkan

    hasil olahan industri petrokimia yang mana bahan bakunya berasal dari gas alam

    maupun minyak bumi terbatas dan tidak dapat derperbaharui disamping

    pengolahannya memerlukan energi yang besar, sehingga perlu dikembangkan untuk

    diteliti sebagai bahan alternatif. Poliol dari minyak nabati telah banyak

    dikembangkan untuk dapat menggantikan petroleum berbasis poliol dalam

    pembuatan poliuretan dan poliester, juga telah banyak digunakan sebagai bahan

    pemelastis dalam matrik polimer untuk menghasilkan suatu material, demikian juga

    sebagai pelunak maupun pemantap yang bertujuan agar diperoleh kekerasan dan

    kelunakan tertentu sehingga material tersebut mudah dibentuk keberbagai jenis

    barang sesuai kebutuhan (Andreas,dkk, 1990; Narine,dkk,2007c; Harjono, 2008).

    Monogliserida adalah senyawa ester dari poliol dengan asam lemak digunakan

    sebagai pelumas tekstil agar dapat dikerjakan dengan mudah, disampng itu untukbahan antistatis pada pembuatan tekstil tersebut. Monogliserida seperti monostearat

    dan monooleat digunakan secara luas sebagai pelumas internal pada pembuatan

    polimer PVC (Meffert, 1984 ). Sorbitol monooleat dan sorbitolstearat yang

    dihasilkan dari reaksi esterifikasi alkil ester asam lemak ataupun asam lemak dengan

    poliol sakarida dapat digunakan sebagai bahan surfaktan dalam proses pembentukan

    emulsi bahan makanan, minuman, dan obat-oabatan; Dalam industri polimer

    digunakan sebagai bahan pengemulsi seperti halnya untuk material dalam pembuatan

    PVC. Hal ini sangat penting sekali untuk mengendalikan kekentalan PVC selama

    proses pembuatannya. Ester sorbitol memiliki sifat antistatik dalam PVC serta juga

    pemantap dalam pembuatan PVC (Meffert, 1984). Disampng ester sorbitol juga

    dikembangkan ester poliol lainnya seperti ester fruktosa, glukosa, sukrosa dan

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    21/40

    sejenisnya (Seino, dan Uchobori, 1984). Dalam industri polimer sebagai pereaksi

    seperti pembentukan poliuretan kebutuhan bahan baku poliol pada tahun 2000

    mencapai 4,85 million ton dan bahan baku tersebut terbanyak digunakan adalah

    senyawa poliol dari polieter poliol (67%), propilen poliol (21%), alkoksilat (3%),

    glikol eter (4%) dan lainya sebayak 5%, dimana untuk pembuatan bahan poliol ini

    menggunakan bahan baku hasil olaham industri petrokimia yang tidak dapat

    diperbaharui ( Randall dan Lee, 2002).

    Di Indonesia dari tahun 1989 sampai tahun 1995 konsumsi poliuretan

    mengalami kenaikan kurang lebih 37% dari 1160 ton menjadi 6.159 ton. Kebutuhan

    poliuretan Indonesia pada tahun 2004 telah mencapai 17.465 ton/tahun dan diprediksi

    mencapai 35 ribu ton pertahun pada tahun 2014 dan seluruh kebutuhan poliuretan

    tersebut masih dipenuhi melalui impor dari luar negeri (Wijanarko, dkk, 2004).

    Sebagian besar poliuretan dibuat dari poliol yang bersumber dari minyak bumi

    (Narine., dkk, 2007a,b). Pergerakan harga minyak bumi yang meningkat akhir-akhir

    ini yang disertai munculnya isu lingkungan hidup mendorong semua pihak untuk

    mencari bahan baku produksi poliol alternatif. Minyak nabati merupakan salah satu

    alternatif bahan baku yang dapat digunakan untuk pembuatan poliol. Kebutuhansenyawa poliol yang cukup meningkat dikembangkan dalam industri oleokimia

    khusunya dalam kebutuhan poliuretan yang pada awalnya yang dapat dilakukan

    adalah dengan memanfaatkan risinoleat dari minyak jarak (Ricinus comununis Linn)

    sebagai sumber poliol dalam bentuk trigliserida yang komposi utamanya adalah

    gliseril tririsinoleat.( Akram, dkk, 2008 ; Ogunleye, dkk, 2008).

    Sebagai bahan poliol tersebut dari sumber minyak nabati dikembangkan

    melalui transformasi terhadap ikatan pada asam lemak tidak jenuh, baik sebagai

    trigliserida maupun bentuk asam lemak dan juga bentuk alkil asam lemak melalui

    berbagai proses kimia seperti ozonolisis, epoksidasi, hidroformulasi dan metatesis

    (Gua, dkk, 2002). Beberapa minyak nabati diupayakan dalam pembuatan poliol

    dengan memanfaatkan asam lemak tidak jenuh terutama oleat (C 18:1), linoleat (C18:2)

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    22/40

    maupun linolenat (C10:3). seperti halnya pembuatan poliol dari minyak kacang kedelei

    melalui proses ozonolisis katalitik dan dihasilkan komposisi gliserida yang baru yang

    mana komponen utamanya adalah rantai 2-hidroksi nonanoat dari gugus hidroksil

    yang baru dalam trigliserida yang mana senyawa yng terbentuk berupa campuran

    mono, di dan tri gliserida yang memiliki gugus hidroksi (Trans, dkk, 2005), demikian

    juga ozonisasi diikuti hidrogenasai terhadap gliseril trioleat yang diperoleh dari

    minyak canola menghasilkan campuran trigliserida baru mono, di dan tri hidroksi

    pada antai karbn ujung ( Gambar 2.14) (Narine, dkk,2007c ).

    O

    O

    O

    7

    7

    7*

    *

    7

    7

    7Triolein

    O3

    H2, Ni Katalis

    O

    O

    O

    7

    7

    7

    *

    7

    7

    HO

    O

    O

    O

    7

    7

    7*7

    +

    OH

    OH

    +

    O

    O

    O

    7

    7

    7*

    *

    7

    7

    OH

    O

    O

    O

    7

    7

    7

    *7

    O

    O

    O

    7

    7

    7

    OH

    HO

    OH

    OH

    HO

    +

    1,3-diol

    2- monool

    1-monool

    1,3-diol

    Triol

    Gambar 2.14. Pembentukan Poliol dari Trigliserida melalui Ozonolisis

    Diikuti Hidrogenasi (Contoh : Gliserol Trioleat/Triolein)

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    23/40

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    24/40

    Reaksi suatu epoksida melalui metanolisis disamping terbentuk gugus poliol

    juga terbentuk gugus eter yaitu gugus metoksi sehingga senyawa yang terbentuk lebih

    dikenal dengan poliol polieter seperti yang diagambarkan dibawah ini terhadap

    epoksida dari hasil epoksidasi gliserol trilinoleat ( Gambar 2.16) ( Lin, dkk, 2008).

    O

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    O

    O

    O

    O

    O

    O

    7

    7

    7

    4

    4

    4

    Metanol

    O

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    OH

    HO

    HO

    OCH3

    OHH3CO

    OH

    7

    7

    4

    4

    4

    OCH3

    OCH3 OH

    OCH3OCH3

    Epoksida

    Poliol polieter

    Gambar 2.16. Reaksi Pembentukan Poliol Polieter dari Reaksi Senyawa

    Epoksida dengan Metanol

    Sintesis dari senyawa oligoetilena dari minyak biji Vernonia anthelmintica

    yang mengandung asam lemak cis-12, 13-epoksi cis-9-oktadekanoat sebanyak 70-80

    % dapat dilakukan dengan memanfaatkan senyawa epoksi tersebut melalui reaksi

    dengan mono, di dan tetraetilen glikol menggunakan katalis BF3 untuk eterifikasi

    dilanjutkan safonifikasi dengan KOH dan esterifikasi dengan metanol menghasilkan

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    25/40

    campuran senyawa poliol yaitu senyawa etilenglikol eter dan diol ( Gambar

    2.17).(Singh, 1997 ) dan reaksi alkoksilasi dengan dengan metanol, etilen glikol serta

    1,3 propanadiol dengan epoksida dari minyak kedelai menghasilkan senyawa poliol

    polieter dari minyak kedelai yang dimanfaatkan untuk pembuatan poliuretan (Gambar

    2.18) (Dsi, dkk, 2009).

    O

    O

    O

    C

    C

    C

    O

    O

    O

    O

    O

    O

    4

    4

    4

    1. BF3=Eter

    2. KOH/Alkohol

    3, Metanol/ H+

    Epoksi pada minyak vernonia anthelmentica

    (R2)R1-CH CH R2(R1)

    OHO

    +HO

    O OH

    n

    O OH

    n

    + R1-CH-CH-R2

    OH OH

    dimana : n = o, 1, 2 dan 3

    R1 = CH3-(CH2)4-

    R2 = -CH2-CH=CH-(CH

    2)7-

    CO2CH

    3

    Gambar 2.17.Reaksi Pembentukan Oligoetilen Glikol Eter Melalui Alkoksilasi

    Senyawa Epoksida

    CH CH

    O

    Epoksida minyak kedelai

    CH3OH

    CH2OH-CH2OH

    CH2OH-CH2-CH2-OHCH CH

    OH

    (-X)X

    (-OH)

    Poliol polieter minyak kedelai

    Dimana : Y = -OCH3 , -O-CH2-CH2OH, O-CH2-CH2-CH2-OH Gambar 2.18. Reaksi Pembentuakan Poliol Polieter dari Alkoksilasi Epoksida

    Minyak Kedelai.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    26/40

    2.6. Isosianat

    Isosianat merupakan monomer yang utama dalam pembentukan poliuretan.

    Isosianat memiliki reaktivitas yang sangat tinggi, khususnya dengan reaktan

    nukleofilik.Reaktifitas gugus sianat (N=C=O) ditentukan oleh sifat positif dari atom

    karbon dalam ikatan rangkap komulatif yang terdiri dari N, C dan O.

    Pada dasarnya kumpulan R-N=C=O mempunyai kemampuan untuk bereaksi

    dengan berbagai senyawa khususnya yang mengandung gugus nuklefil seperti air,

    amina, alkohol dan asam. Isosianat memiliki dua sisi reaktif pada atom karbon dan

    pada atom nitrogen, sehingga monomer ini sangat reaktif dengan senyawa yang

    mengandung gugus hidroksil baik yang bersifat alifatis, siklik maupun gugus

    aromatik.

    Dalam pembentukan poliuretan sangat penting untuk memilih isosianat yang

    sesuai untuk bereaksi dengan poliol karena akan dapat menentukan hasil akhir seperti

    biuret, urea, uretan dan alopanat. Isosianat dapat bereaksi dengan alkohol membentuk

    karbamat, dengan air membentuk urea dan gas CO2, dengan amina membentuk urea

    ,dengan urea membentuk ureatan dan dengan isosianat sendiri (Hepburn, 1991;

    Randal dan Lee 2002). Banyak peneliti telah memakai berbagai isosianat untukmendapatkan hasil akhir poliuretan yang diinginkan tetapi isosianat yang umum

    digunakan dan telah dipasarkan adalah toluen diisosianat (TDI), difenilmetan

    diisosianat (MDI), naftalena-1,5-diisosianat (NDI) dan lain-lain . TDI memiliki

    senyawa dasar toluena, terdiri dari dua jenis isomer 2,4 (80%) dan isomer 2,6 (20%)

    yang merupakan isosianat biasa untuk pembuatan poliuretan busa tahan lentur Jenis

    kedua adalah TDI dengan campuran 65% isomer 2,4 dan 35% isomer 2,6. Struktur

    senyawa isosianat tersebut dilukiskan pada Gambar 2.19 ( Hepburn, 1991).

    Isosianat dapat bereaksi dengan gugus hidroksi seperti alkohol membentuk

    uretan. Mekanisme reaksi isosianat dengan kumpulan hidroksil dari senyawa alkohol

    ditentukan oleh reaktivitas berbagai jenis kumpulan hidroksil itu, akan tetapi secara

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    27/40

    umum reaksi isosianat dengan senyawa alkohol adalah sebagai berikut (Gambar

    2.20).

    N=C=OO=C=N

    Difenil diisosianat

    CH3

    N=C=O

    CH3

    N=C=OO=C=N

    N=C=O

    N=C=O

    2,4-TDI

    2,6 TDI

    Naftalena 1,5-diisosianat

    O=C=N

    Gambar 2.19. Struktur Beberapa Senyawa Diisosianat Pembentuk Poliuretan

    R1-N=C=O + R2-OH R1-NH-C-O-R2

    O

    Isosianat Alkohol Uretan

    R1 dan R2 = group alifatik atau aromatik dan lain sebagainya

    Gambar 2.20. Reaksi Isosianat dengan Alkohol

    Isosianat sangat reaktif pada uap, reaksi isosianat dengan air menghasilkan

    asam karbamat. Asam karbamat yang terbentuk tidak stabil dan bereaksi membentuk

    amina primer dan karbon dioksida (Gambar 2.21):

    R-NH2 + CO2

    Asam KarbamatAmina

    R N=C=O + H-OH

    Isosianat Air

    R NH C

    O

    OH

    Gambar 2.21 Reaksi Isosianat dengan Air

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    28/40

    Reaksi isosianat dengan senyawa yang memiliki gugus fungsi terikat dengan

    atom hidrogen seperni amina lebih jauh melalui perbandingan reaksi senyawa

    kandungan hidrogen aktif menghasilkan suatu ureatan, selanjutnya kelebihan

    isosianat atom hidrogen dari uretan akan bereaksi dengan isosianat (Gambar 2.22)

    untuk membentuk suatu rantai alopanat (Randal dan Lee, 2002).

    R - NCO + R NH2 R - N - C - N - R

    H O H

    +R - NCO R - N - CO - NH - R

    C = O

    N - H

    RBiuret

    Isosianat Amina Uretan Isosianat

    Gambar 2 .22. Reaksi Isosianat Berlebih Dengan Senyawa Amina

    Isosianat aromatik seperti TDI dan MDI mempunyai kecendrungan untuk

    dimerisasi. Kecepatan berpolimerisasi sesamanya tergantung dari faktor sterik dan

    sifat elektron dari unsur-unsurnya . MDI berpolimerisasi lebih lambat pada suhu

    ruang . Dimerisasi isosianat digambarkan sebagai berikut (Gambar 2..23)

    2R N=C=O NN

    C

    C

    R R

    O

    O

    Gambar 2.23. Reaksi Dimerisasi Isosianat

    Isomer dimerisasi selanjutnya pada suhu tertentu akan kembali pada bentuk

    semula isosianat (trimerisasi isosianat ) seperti yang digambarkan sebagai berikut

    (Gambar 2:24):

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    29/40

    O

    C

    C C

    N N

    N

    OO

    R

    RR

    3 R - NCO

    SuhuIsosianat

    Uretan

    Gambar 2.24. Reaksi Trimerisasi Isosianat.

    2.7. Polimer

    Polimer yang merupakan molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk

    dari perulangan satuan-satuan sederhana monomernya. Monomer-monomer

    digabungkan membentuk rantai polimer dengan suatu proses yang disebut reaksi

    polimerisasi. Panjang rantai polimer dinyatakan dalam jumlah satuan unit ulang

    dalam suatu rantai polimer dikenal dengan Derajad Polimerisasi (DP). Atas dasar

    ini maka massa rumus molekul dari senyawa polimer adalah perkalian antara DP

    dengan massa rumus monomer satuan ulangannya.

    Polimer merupakan obyek kajian yang amat rumit. Oleh karena itu dibuat

    pengelompokkan-pengelompokkan polimer menurut struktur, keadaan fisik, reaksi

    terhadap lingkungan, sumbernya, jenis monomer penyusun serta penggunaan produk

    akhirnya. Secara struktur pembagian polimer adalah polimer yang merupakan

    molekul individual, polimer lineir, polimer bercabang, polimer jaringan raksasa

    makroskopik (jaringan tiga dimensi). Secara tradisional polimerisasi telah

    diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama yaitu polimerisasi addisi dan

    polimerisasi kondensasi (Steven, dkk, 1996).

    Polimer terbentuk melalui suatu proses polimerisasi. Polimerisasi addisi dapat

    terjadi pada molekul sejenis untuk membentuk molekul yang besar tanpa terjadi

    pembentukan molekul sampingan. Beberapa contoh polimer yang termasuk polimer

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    30/40

    poliaddisi adalah pembentukan polietilen, polipropilen, polivinil klorida, poliakrilat

    dan lain-lain. Polimerisasi kondensasi umumnya untuk menghasilkan molekul besar

    melibatkan penghilangan molekul air atau molekul kecil lainnya seperti pembentukan

    poliester, polieter, poliamida, poliuretan dan lain-lain..

    Dari segi penggunaannya bahan polimer biasanya digunakan sebagai : perekat

    (adhesive), fiber (serat), elastomer, plastik dan pelapis. Dalam penggunaannya bahan

    polimer biasanya dicampur dengan zat-zat lain seperti plastisizer, antioksidan, anti

    UV, pemberat dan filler lainya. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh sifat-sifat

    tertentu yang diinginkan seperti kelenturan, ketahanan terhadap sinar UV, ketahanan

    terhadap oksidasi, atau sekedar untuk menekan ongkos produksi. Untuk mendapatkan

    polimer dengan sifat-sifat yang unggul seringkali dilakukan modifikasi polimer baik

    melalui kopolimerisasi ataupun melalui blending. Untuk karakterisasi bahan polimer

    secara teknik analisis mencakup berbagai cara kimia dan spektroskopi seperti yang

    digunakan pada senyawa berbobot molekul rendah, yang bertujuan mendapatkan

    informasi tentang struktur kimia rantai polimer.

    Sintesis polimer melalui reaksi polimerisasi bertujuan menciptakan polimer

    baru dengan struktur rantai tertentu sehingga menghasilkan bahan polimer dengankarakteristik dan sifat mekanis yang diinginkan. Penerapan bahan polimer kesegala

    kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan

    memerlukan berbagai standar mutu bahan polimer dari polimer komoditas, sampai

    bahan polimer teknik, dan polimer khusus. Penyediaan berbagai mutu bahan polimer

    ini tidak dapat dipenuhi bila hanya digunakan cara polimerisasi, lebih lanjut molekul

    polimer yang terbentuk dapat dimodifikasi menjadi polimer baru melalui reaksi

    polimer lainnya atau senyawa aditif berbobot molekul rendah (Wirjosentono,. 1995).

    2.8. Poliuretan

    Poliuretan yang umumnya disingkat dengan PU merupakan senyawa polimer

    yang penyusun rantai utamanya adalah gugus uretan (-NHCOO-). Poliuretan telah

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    31/40

    ditemukan oleh Otto Bayer dari Jerman pada tahun 1937, dan pada saat yang sama

    Carotheres dari USA membuat poliamida dan nilon. Perkembangan penyelidikan

    dalam bidang poliuretan meningkat karena bahan ini merupakan bahan yang penting

    dalam berbagai industri bangunan dan obat-obatan dan keperluan lainnya terutama

    yang ada hubungannya dengan kehidupan manusia. Poliuretan merupakan jenis

    polimer yang mudah disesuaikan dengan penggunannya serta sukar disamai polimer

    lain seperti kekuatan regangan, kekerasan, ketahanan gesekan dan ketahanan pelarut.

    Sifat-sifat yang dimiliki oleh poliuretan menjadikan bahan ini sangat berpotensi

    dalam berbagai industri (Dombrow, 1957).

    Poliuretan memiliki kekakuan , kekerasan, serta kepadatan yang amat

    beragam. Beberapa jenis poliuretan yang diperdagangkan dan sangat sesuai dengan

    penggunaannya diantaranya adalah :

    a. Busa fleksibel ( fleksible foam), berdesitas (kepadatan) rendah yang

    digunakan dalam bantalan menahan lenturan.

    b. Busa kaku (rigid foam), berdensidas rendah yang digunakan untuk isolasi

    termal dan dasboard pada mobil.

    c.

    Elastomer : bahan padat yang empuk yang digunakan untuk bantalan geluntuk penggiling cetakan dan

    d. Plastik padat yang keras yang digunakan sebagai bagian struktural dan bahan

    instrumen elektronik.

    PU digunakan secara meluas dalam sandaran busa fleksibel berdaya lenting

    (daya pegas) tinggi, panel isolator busa yang kaku, segel busa mikroseluler dan

    gasket roda dan ban karet yang tahan lama, segel dan lem berkinerja tinggi, serat

    Spadeks, alat karpet dan bagian plastik yang keras.

    Poliuretan secara umum dibentuk dari reaksi antara dua atau lebih gugus

    fungsi hidroksil dengan dua atau lebih gugus isosianat dan jenis reaksinya

    dinamakan juga reaksi poliaddisi (Hepburn, 1991, Randal, dan Lee, 2002). Secara

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    32/40

    umum tipe dari poliuretan ditemukan dua jenis yaitu tipe busa dan tipe padat. Reaksi

    pembentukan poliuretan secara umum (Gambar 2.25 ).

    O C N R1 N C O +

    Diisosianat

    HO R2 OH

    Poliol

    + HO R2 OH

    Poliol

    + O C N R1 N C O

    Diisosianat

    C

    O

    N R1

    H

    N

    H

    C

    O

    OR2

    O C

    O

    N R1

    H

    N

    H

    C

    O

    OR2

    OPoliuretan

    Gambar 2.25. Reaksi Umum Pembentukan Poliuretan

    Poliuretan terdiri dari banyak uretan (NH2-COOC2H5). Uretan dapat juga

    berfungsi menghasilkan serat, sifat poliuretan tergantung pada jenis poliol. Senyawa

    poliol yang digunakan tidak hanya senyawa sintetik murni tetapi juga berbagai bahan

    alam seperti sakarida (glukosa, frukosa, maltosa, sukrosa dan amilosa) dapat juga

    sebagai sumber poliol dalam sintesis poliuretan Beberapa penelitian yang telah

    memanfaatkan bahan alam sebagai bahan poliol pembentuk PU diantaranyamenggunakan lignin dari kayu meranti melalui reaksi campuran lignin dengan PEG-

    4000 yang direaksikan dengan 4,4-difenilmetan diisosianat ( Supri, dkk, 2003). Juga

    dalam pembuatan PU elastomer kitin telah digunakan untuk memperkuat rantai PU

    yang dilakukan melalui polimerisasi poli (-kaprolakton) dengan 4,4-difenilmetan

    diisosianat (MDI) berlebih yang diikuti dengan penambahan 1,4-butana diol sebagai

    bahan penyambang rantai dan kitin sebagai bahan memperkuat ikatan jaringan PU

    (Zia, dkk, 2008).

    Umumnya bahan-bahan alam yang dimiliki dua atau lebih gugus hidroksil

    dapat digunakan sebagai sumber poliol. Baik inisiator yang digunakan sebagai

    pemuai, serta berat molekul poliol sangat mempengaruhi keadaan fisik dan sifat fisik

    polimer PU. Karakteristik poliol yang penting adalah pola struktur molekulnya, berat

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    33/40

    molekul, % gugus hidroksil utama, fungsionalitas dan viskositas. Sebagai sumber

    poliol belakangan ini banyak digunakan dari hasil transformasi minyak nabati dengan

    memanfaatkan masing-masing asam lemak tidak jenuh yang dikandungnya. Minyak

    nabati sebagai trigliserida dibentuk menjadi turunannya seperti metil ester asam

    lemak tidak jenuh dapat diepoksidasi yang dilanjutkan hidrolisis menjadi poliol

    (Goud, 2006). Penggunaan minyak nabati sebagai sumber poliol untuk pembuatan

    film poliuretan dari minyak jarak (Castor oil) yang direaksikan dengan 4,4-

    difenilmetan diisosianat (MDI), dimana dengan komposisi MDI sebanyak 25% (v/v)

    diperoleh film yang transparan dan elastis serta homogen dengan menggunakan alat

    hidrolik press pada tekanan 150 kgf/cm2, temperatur 1850C selama pemanasan 15

    menit (Marlina, 2002), pengaruh penambahan bahan additive pada pembentukan

    poliuretan foam dari poliol minyak kelapa sawit dengan MDI, dimana beberapa

    bahan additive seperti ptalat anhidrid, N-metil-2,2-iminodietanol dapat

    mempengaruhi densitas maupun kekerasan dari poliuretan foam yang terbentuk

    (Maznee, dkk, 2001). Sifat-sifat fisik dari poliuretan yang diperoleh dari hasil

    polimerisasi antara 1,6-heksa metil diisosianat (HDI) dengan poliol minyak biji-

    bijian dimana poliol dengan sumber yang berbeda yakni poliol asal minyakcanona

    dan asal minyak kedelai dengan bilangan hidroksi yang berbeda memberikan nilai

    sifat fisik mekanik yakni kekuatan tarik serta kemuluran dari poliuretan yang

    terbentuk berbeda berbeda (Narine, dkk, 2007a,b). Demikian juga pengaruh

    modifikasi penambahan senyawa boron dalam pembuatan poliuretan poliester tahan

    karat dari hasil polimerisasi minyak jarak dengan TDI menggunakan bahan

    tambahan anhidrida ftalat ternyata dengan pemberian senyawa boron yakni asam

    borat dapat meningkatkan pembentukan ikatan poliester dalam polimer yang

    terbentuk ternyata dapat mencegah terbentuknya proses korosi pada material yang

    dihasilkan (Akram, dkk, 2008).

    PU mempunyai sifat yang sama dengan nilon, tetapi karena sukar diwarnai

    dan titik lelehnya lebih rendah polimer ini pada awalnya tidak banyak

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    34/40

    diperdagangkan. Akan tetapi kemudian terjadi kemajuan pesat pada kimia PU yang

    menghasilkan busa, elastomer, pelapis permukaan serat dan perekat poliuretan. Busa

    poliuretan dapat dibentuk bila secara serentak dibuat polimer PU melalui

    pencampuran poliol, sianat dan suatu gas (Randal dan Lee, 2002).

    Polimerisasi dari pembentukan poliuretan sangat komplek sehingga untuk

    memenuhi keperluan dengan sifat tertentu rantai pembentukan polimernya dapat

    diperpanjang dengan pemberian senyawa yang memiliki dua gugus fungsi(Chain

    extending agents ) seperti air, alkohol (etilen glikol, propilen glikol, dietilen glikol,

    1,4 butanadiol) dan amin ( etanol amin, N-Fenil etanolamin, m-fenil diamin ).

    Demikian juga dapat dibentuk suatu ikatan silang melalui penambahan senyawa

    yang memiliki lebih dari dua gugus fungsi yang terikat dengan hidrogen (Cross-

    linking agents) seperti alkohol (gliserol, trimetilol propana, 1,2,4-butanatriol), amina (

    dietanol amina, trietanol amina). Secara umum ada dua tahap pembentukan ikatan

    lanjut poliuretan yakni :

    1. Mereaksikan diisosianat dengan dua atau lebih monomer yang mempunyai dua

    atau lebih gugus hidroksil (poliol) permolekulnya.

    2. Poliuretan linier direaksikan dengan gugus hidroksil atau gugus diisosianat yangmempunyai dua gugus fungsi.(Randal dan Lee, 2002).

    Secara umum untuk menghasilkan poliuretan (bahan dasar PU) di dalam

    mereaksikan senyawa poliol dengan isosianat dilakukan melalui tahapan berikut :

    Tahap awal adalah pemanasan dan pengadukan dari senyawa poliol atau poliol

    dengan bahan aditif dalam kondisi inert (menggunakan N2). Berikutnya adalah

    pencampuran dengan senyawa diisosianat ( jumlah pemakaian dihitung berdasarkan

    rasio OH/NCO) diikuti dengan pengadukan dan pemanasan dimana hasil reaksi

    yang terbentuk dalam keadaan viskos segera dituangkan kedalam cetakan yang

    umumnya digunakan adalah teflon yang diberi bahan surfaktan seperti silikon. PU

    yang terbentuk dikeringkan dalam vakum desikator dan pemanasan pada oven pada

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    35/40

    suhu 60-100oC dilanjutkan penyimpanan hasil pada suhu kamar.(Narine, dkk,

    2007a,b, : Hong, dkk, 2007 : Zia, dkk, 2008).

    Hasil polimerisai dua jenis monomer pada pembentuan poliuretan ( poliol

    dengan diisosianat) dapat dilanjutkan dengan pemberian bahan-bahan pemerpanjang

    rantai polimer atau bahan memperkuat ikatan rantai polimer sesuai dengan kriteria

    kebutuhan yang diinginkan. Demikian juga untuk bahan poliuretan foam, untuk

    menghasilkan busa pada saat proses diberikan bahan pembentuk busa (Blowing

    agent) seperti hidrokloroflorokarbons, hidroflorokarbons, hidrokarbons dan lain-lain (

    Randal dan Lee, 2002). Penambahan bahan untuk memperpanjang rantai sehingga

    dihasilkan poliuretan seperti yang dilakukan terhadap senyawa poliuretan hasil

    polimerisasi polikaprolakton dengan metilen difenil isosianat ternyata mengubah

    sifat poliuretan dilakukan melalui penambahan bahan memperpanjang rantai polimer

    senyawa 1,4-butanadiol untuk menghasilkan suatu bahan elastomer (Gambar 2.26)

    (Zia, 2008)

    HO C

    O

    O

    H

    5 n

    + OCN NCO

    MDIPoliol

    O C

    O

    O

    C

    5 n

    O

    NH

    NCO

    N

    HOCN

    Poliuretan yang masih memiliki gugus -N=C=O aktif

    HOOH

    m

    O C

    O

    O

    C

    O

    NH

    NH

    N

    HN

    C

    O

    O

    CO

    O

    5mn

    1,4-butanadiol

    Gambar 2.26. Reaksi Sintesis Poliuretan Elastomer Dengan Menggunakan

    Bahan pemerpanjang Rantai 1,4-Butanadiol.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    36/40

    Perkembangan pemakainan PU sangat cepat dan akhir-akhir ini dengan

    berkembangnya teknologi nano, PU juga telah dikembangakan sebagai bahan

    pembuatan material nonokomposit melalui interaksi PU dengan clay atau silikat (

    Berta,dkk, 2006 ; Pegoretti, dkk, 2008).

    2.9. Karakterisasi Polimer

    Penggunaan bahan polimer sebagai bahan industri sangat tergantung pada

    sifat mekanisnya, yaitu gabungan antara kekuatan yang tinggi dan elastisitas yang

    baik. Sifat mekanis yang khas ini disebabkan oleh adanya dua macam ikatan dalambahan polimer, yakni ikatan kimia yang kuat antara atom dan interaksi antara rantai

    polimer yang lebih lemah. Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat

    kekuatan tarik (t), jika terhadap bahan diberikan tegangan. Secara praktis, kekuatan

    tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum ( F maks) yang dibutuhkan untuk

    memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama

    dibawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi)

    maka defenisi kekuatan tarik dinyatakan sebagai besarnya beban maksimum yang

    dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang

    semula (Ao).

    Kekuatan Tarik =F maks

    Ao

    Selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volume spesimen tidak berubah,

    sehingga perbandingan luas penampang setiap saat, Ao/A = I/Io dengan I dan Io

    masing-masing adalah panjang spesimen setiap saat dan semula. Jika didefenisikan

    besaran kemuluran () sebagai nisbah pertambahan panjang terhadap panjang

    spesimen semuala adalah :

    % Kemuluran =I

    Iox 100

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    37/40

    Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik dinyatakan dalam bentuk kurva

    tegangan, yakni nisbah beban dengan luas peanmpang (F/A), terhadap perpanjangan

    bahan (regangan), yang disebut kurva tegangan regangan, seperti pada Gambar 2.27.

    Gambar 2.27. Kurva Tegangan-regangan Bahan Polimer Yang Menunjukkan

    Besaran Kemuluran pada Yield, Tegangan Pada Yield, Kemuluran

    ) dan Kekuatan Tarik akhir(t).

    Jika bahan polimer dikenakan gaya tarikan dengan kecepatan yang tetap,

    mula-mula kenaikan tegangan yang diterima bahan berbanding lurus dengan

    perpanjang spesimen. Sampai dengan titik elastis bilamana tegangan dilepaskan maka

    spesimen akan kembali seperti bentuk semula, tetapi jika tegangan dinaikkan sedikit

    saja, akan terjadi perpanjangan yang besar. Kemiringan kurva pada keadaan ini

    disebut modulus () atau kekakuan, sedang besarnya tegangan dan perpanjangan

    mencapai titik elastis ini masing-masing disebut tegangan yield dan kemuluran

    pada yield. Diatas titik elastis ini molekul-molekul polimer berorientasi searah

    dengan tarikan, dan hanya memerlukan sedikit tegangan untuk menaikkan

    perpanjangan. Bila semua rantai polimer telah tersusun teratur, membentuk

    struktur kristalin, bahan menjadi lebih liat dan diperlukan tegangan yang lebih

    besar untuk menaikkan perpanjangan. Akhirnya bahan akan terputus bila

    tegangan telah melampaui gaya interaksi total antara segmen. Perpanjangan dan

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    38/40

    tegangan pada saat bahan terputus ini masing-masing disebut kemuluran () dan

    kekuatan tarik akhir (t) (Wirjosentono, dkk., 1995).

    2.10.Analisis Spektrofotometri Inframerah.

    Spektrofotometri inframerah pada umumnya digunakan untuk melakukan

    penentuan jenis gugus fungsi suatu senyawa organik, mengetahui informasi struktur

    suatu senyawa organik, dengan membandingkan pada daerah sidik jarinya. Radiasi

    inframerah mengandung beberapa range frekwensi tetapi tidak dapat dilihat oleh

    mata. Pita absrobsi inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan

    kimia atau jenis gugus fungsi.

    Infra merah merupakan suatu teknik yang sangat sesuai untuk

    mengidentifikasi bahan/ polimer secara kuantitatif. Mengidentifikasi data infra merah

    dari bahan/ polimer, diperlukan suatu persyaratan yaitu zat yang diselidiki harus

    homogen secara kimia. Tahap awal identifikasi bahan polimer, serapan yang

    karakteristik untuk masing-masing bahan polimer harus diketahui dengan

    membandingkan spektrum yang telah dikenal. Pita serapan yang khas akan

    ditunjukkan oleh monomer penyusun material dari struktur molekulnya (Hammel,

    1997).

    Keadaan vibrasi dari ikatan terjadi dalam keadaan tetap, atau terkuantisasi,

    tingkat-tingkat energi. Nilai bilangan gelombang absorbansi oleh suatu tipe ikatan

    tertentu, tergantung pada macam vibrasi dari ikatan tersebut. Oleh karena itu tipe

    ikatan yang berlainan (misal C-H, C-C, O-H, N-H, C=O ) menyerap radiasi infra

    merah pada bilangan gelombang karakteristik yang berlainan.

    Banyaknya energi yang diabsorbsi suatu ikatan tergantung pada perubahan

    dalam momen seperti vibrasi atom-atom yang saling berikatan. Dalam suatu molekul

    sebenarnya, vibrasi analog terjadi, pasangan atom sedang dalam vibrasi terhadap

    yang lain sewaktu ikatan memanjang dan mengkerut. Suatu ikatan dalam sebuah

    molekul dapat mengalami berbagai osilasi, oleh karena itu suatu ikatan tertentu dapat

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    39/40

    menyerap energi pada lebih dari satu bilangan gelombang, misalnya, suatu ikatan

    O-H menyerap energi kira-kira pada daerah bilangan 3330 cm-1

    . Energi pada

    bilangan gelombang ini menyebabkan naiknya vibrasi ulur ikatan O-H itu. Suatu

    ikatan O-H dapat juga menyerap pada kira-kira 1250 cm-1

    . Energi pada bilangan

    gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi tekuk vibrasi yang berlainan ini

    disebut cara fundamental vibrasi.

    Banyaknya gugus yang identik dalam sebuah molekul mengubah kuat relatif

    pita absorbsi dalam suatu spektrum, misalnya suatu gugus tunggal dalam sebuah

    molekul menghasilkan absorbsi yang sangat kuat, sedangkan absorbsi pada gugus

    C-H tunggal relatif lemah. Tetapi jika suatu senyawa mempunyai banyak ikatan C-H,

    maka efek gabungan dari absorbsi C-H ini akan menghasilkan suatu puncak yang

    bersifat medium, atau bahkan kuat.

    Analisis gugus yang terdapat pada bahan polimer seperti poliuretan dilakukan

    dengan metode Spektroskopi infra merah Transformasi Forier (FT-IR),yang berguna

    untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam poliuretan dan ini merupakan

    kontrol untuk membandingkan dengan gugus fungsi bentuk poliuretan lainnya..

    Umumnya gugus yang penting adalah C-H sp

    3

    , C-H sp

    2

    , C=O, -OH, C=C, -N=C=O,-N-H , C-O-C dari poliuretan.. Dalam pembentukan jaringan semi polimer dengan

    pemakaian monomer aktif toluena diisosianat maka gugus fungsi yang perlu dilihat

    pada serapan infra merah adalah gugus - NCO, -NH, -COO dan CONH, dimana

    serapan gugus ini akan memberikan gambaran reaksi yang terjadi dalam

    pembentukan rantai poliuretan, diamana rantai ini boleh jadi dalam bentuk alopanat

    ataupun isosianat. Untuk poliuretan dalam spektrum FT-IR yang ditemakan pada

    daerah bilangan gelombang () =4000-400 cm-1.

    yaitu pada daerah () = 3330-2340

    cm-1

    yang merupakan vibrasi gugus NH, dari amida, () = 2230 cm-1

    yang

    kemungkinan adanya gugus C=O dari N=C=O yang tersisa, diikuti vibrasi C=O

    pada amida I (1730-1700 cm-1) dan amida II (1540-1500 cm

    -1) dan amida III (1300 -

    1200 cm-1

    ) yang merupakan vibrasi dari C-O-C yang terikat pada C=O amida.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/11/2019 kemiri ftir

    40/40

    Dengan adanya gugus amida dalam molekul poliuretan antara molekul pada gugus

    C=0 dengan molekul lainnya pada gugus NH- akan terjadi jembatan hidrogen

    sehingga analisis kwantitatif melalui spektroskopi FT-IR terhadap indeks ikatan

    hidrogen telah banyak dikembangkan dalam mengindentifikasi suatu keberhasilan

    pembentukan senyawa poliuretan ( Randal dan Lee, 2002 ; Ren, 2004)