KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN …dishut.jabarprov.go.id/images/artikel/DIM DRAF RUU...

230
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR INVENTARISASI MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI [PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA] LAMPIRAN

Transcript of KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN …dishut.jabarprov.go.id/images/artikel/DIM DRAF RUU...

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI

[PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA

ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA]

LAMPIRAN

2

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR … TAHUN …

TENTANG

KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR … TAHUN…

TENTANG

KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI

1. Menimbang: a. bahwa keanekaragaman hayati Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat yang perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras, serasi dan

seimbang bagi kelestarian sumber daya alam hayati dan

kesejahteraan rakyat;

Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang

berlimpah dengan keanekaragaman yang tinggi, baik di darat, maupun di

perairan serta keanekaragaman pengetahuan tradisional, sehingga Indonesia dikenal sebagai salah satu

dari sedikit negara mega bio-kultural-diversitas di dunia.

Sumber daya alam hayati tersebut merupakan sumber daya strategis karena menyangkut ketahanan

nasional, dikuasai oleh negara yang diatur pengelolaannya secara optimal dan berkelanjutan, bagi terwujudnya

2. b. bahwa keanekaragaman hayati Indonesia adalah sumber daya

alam strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak yang

pengelolaannya harus dapat secara

3

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

optimal untuk mewujudkan

kesejahteraan rakyat Indonesia dan umat manusia pada masa kini maupun masa depan;

kesejahteraan masyarakat Indonesia

generasi sekarang dan yang akan datang.

Walaupun keanekaragaman

hayati di Indonesia berlimpah, namun sumber daya alam hayati tersebut

tidak tak terbatas dan mempunyai sifat yang tidak dapat kembali seperti asalnya (irreversible) apabila

dimanfaatkan secara berlebihan. Pemanfaatan secara berlebihan akan

mengancam keberadaan sumber daya alam itu sendiri, dan sampai pada tahap tertentu akan dapat

memusnahkan keberadaannya.

Keanekaragaman hayati terdapat

pada tiga tingkatan yaitu ekosistem, spesies (jenis) dan genetik. Ketiganya secara sendiri-sendiri maupun

bersama-sama berfungsi penting bagi terjaminnya keberlangsungan sistem penyangga kehidupan.

Keanekaragaman Hayati juga merupakan salah satu penyangga

kehidupan manusia. Sumber daya hayati merupakan penghasil jasa dan produk yang diperlukan bagi

kehidupan manusia, serta berperan pula sebagai pengatur sekaligus

penunjang proses-proses alami agar berjalan secara alamiah.

3. c. bahwa sumber daya genetik, spesies, dan ekosistem pada

dasarnya saling tergantung satu dengan lainnya sehingga

kerusakan dan kepunahan salah satu unsur akan berakibat terganggunya ekosistem;

4. d. bahwa untuk menjaga agar pemanfaatan sumber daya alam

hayati dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya, maka diperlukan langkah-langkah konservasi

dengan mempertimbangkan pengetahuan tradisional dan

berdasarkan strategi konservasi yang berlaku secara universal;

5. e. bahwa Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya belum menampung dan mengatur secara menyeluruh mengenai konservasi

keanekaragaman hayati, serta tidak sesuai lagi dengan perkembangan

ekonomi, sosial, budaya, politik nasional, dan kerja sama internasional;

4

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

6. f. bahwa berdasarkan pertimbangan

sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-

Undang tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati.

Keanekaragaman hayati juga sangat

berperan dalam kehidupan sosial dan budaya bangsa yakni sebagai sumber inspirasi. Begitu strategisnya fungsi

dan peran keanekaragaman hayati bagi kehidupan mendorong perlu

dilaksanakan tindakan konservasi yang didasarkan pada strategi konservasi yang berlaku secara universal dengan

tetap mempertimbangkan pengetahuan tradisional. Tindakan konservasi

tersebut dilakukan dengan pengelolaan keanekaragaman hayati secara bijaksana dengan tetap menjaga

keseimbangan antara perlindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatan yang berkelanjutan bagi kesejahteraan

generasi sekarang maupun yang akan datang.

Dewasa ini telah ada Undang-Undang yang mengatur tentang konservasi yaitu Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU 5/1990).

Undang-Undang ini telah berumur hampir 25 tahun, dan selama masa

tersebut telah berhasil menjadi dasar penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem

Indonesia. Namun sejalan dengan berjalannya waktu, dalam tenggang

7.

8. Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 28H dan Pasal 33 ayat (3) dan (4) Undang-Undang dasar 1945;

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai

Keanekaragaman Hayati), Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3556;

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological Diversity (Protokol Cartagena

tentang Keamanan Hayati atas Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati), Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4414;

5

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2013 tentang Pengesahan Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and the Fair and Equitable Sharing of Benefits Arising from Their Utilization to the Convention on Biological Diversity (Protokol Nagoya tentang Akses pada Sumber Daya Genetik yang

Timbul dari Pemanfaatannya atas Konvensi Keanekaragaman Hayati),

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5412.

waktu 25 tahun telah terjadi banyak

sekali perubahan lingkungan strategis nasional maupun internasional, yang tentu saja membawa perubahan

ancaman dan tantangan baru. Kondisi ini kemudian mempengaruhi arah

konservasi dunia dan arah pembangunan nasional. Perubahan ini tidak seluruhnya bisa dijawab oleh UU

5/1990, terlebih kalau kita coba proyeksikan dengan gambaran kondisi

sepuluh sampai dua puluh tahun kedepan.

Perubahan lingkungan strategis

internasional nampak dalam beberapa kesepakatan internasional baru, antara lain dalam:

a. kesepakatan kerangka kerjasama pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) yang kemudian pada 2015 diubah dan

disempurnakan sesuai dengan perubahan zaman, menjadi SDGs, (Sustainable Development Goals);

b. kesepakatan-kesepakatan baru di bidang konservasi keragaman

hayati dunia seperti Convention on Biological Diversity (CBD),

Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), the Convention

6

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

on Wetlands of International Importance (Ramsar Convention); serta

c. perubahan terkait pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dari bidang

transportasi sampai teknologi rekayasa genetik. Tercatat sejak 1992 banyak sekali diadopsi

kesepakatan baru terkait pembangunan dan

keanekaragaman hayati, seperti, Rio Declaration on Environment and Development 1992, sampai Rio+20(

2012), Kyoto Protocol (2000), CBD, Cartagena Protocol (2000) dan

Nagoya protocol (2010), dan lain sebagainya.

Secara nasional, perubahan lingkungan strategis yang paling menonjol adalah berubahnya sistem

pemerintahan RI dari sentralisasi ke desentralisasi. Dengan perubahan ini,

sebagian besar penyelenggaraan pembangunan termasuk pembangunan yang berkaitan dengan sumber daya

alam telah ditetapkan menjadi kewenangan Pemerintah Daerah.

Dalam penyelenggaraan pembangunan telah ditetapkan prinsip concurrency dengan memperhatikan eksternalitas,

dampak, serta efisiensinya.

7

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Pengelolaan kawasan hutan konservasi

seperti taman nasional secara tegas memang masih menjadi kewenangan Pemerintah (pusat).

Disamping berubahnya sistem pemerintahan, perubahan yang juga

menonjol di tingkat nasional adalah reformasi yang berkaitan dengan perbaikan pelayanan publik,

menguatnya kelembagaan desa, masyarakat hukum adat, menguatnya

peran DPR/DPRD dan DPD serta peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam mendorong arah pembangunan

ke depan. Perubahan ini mendorong perlunya peningkatan peran para pihak, pemerintah daerah, pemerintah

desa, pelaku usaha, LSM dan masyarakat; pemberdayaan

masyarakat sekitar kawasan; sosialisasi akan arti penting keanekaragaman hayati dan

peningkatan peran serta para pihak akan sangat mewarnai keberhasilan konservasi keanekaragaman hayati

kedepan. Beberapa kekuatan sosial ekonomi nasional telah tumbuh

semakin membaik, terkait dengan bonus demografis yang menghasilkan pertambahan penduduk yang lebih

berkualitas dari segi pendidikan dan kesehatan, peran geografis indonesia

8

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

yang semakin diakui oleh dunia

internasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menguatnya peran budaya nasional

bagi kehidupan berbangsa, serta meningkatnya perhatian internasional

terhadap peran keanekaragaman hayati indonesia dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Seluruh perubahan-perubahan tersebut diatas mendorong

dibangunnya upaya bersama untuk melaksanakan pembangunan dengan prinsip “pertumbuhan hijau” atau

dikenal juga dengan ekonomi hijau, dimana pembangunan diarahkan untuk menjamin kehidupan manusia

dan terselenggaranya keadilan sosial sekaligus meminimalkan dampak

buruk ekologis, serta kelangkaan sumber daya alam hayati dengan emisi rendah karbon dan pemanfaatan

efisien sesuai dengan daya dukung lingkungan, memasukan keanekaragaman hayati dalam arus

utama penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan produktif; mereduksi

tekanan dan mempromosikan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan; penguatan

penegakan hukum yang berkeadilan; meningkatkan status keanekaragaman

9

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

hayati dan melindungi ekosistem,

spesies dan genetik, serta lebih memperluas pemanfaatan jasa lingkungan; memperkuat peran para

pihak, membangun kemitraan dan kerjasama internasional; penguatan

kapasitas sumber daya termasuk pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan; serta meningkatkan upaya

pelestarian dan pengamanan sumber daya genetik beserta pengetahuan

tradisionalnya.

UU 5/1990 disusun berdasarkan kondisi pada akhir tahun 80-an,

terutama dengan mengacu pada strategi konservasi dunia saat ini, World Concervation Strategy (WCS).

WCS mengenalkan tiga strategi konservasi yaitu pengelolaan proses

ekologis dan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati, serta

pemanfaatan ekosistem dan spesies yang berkelanjutan.

UU 5/1990 yang mengadopsi tiga strategi tersebut dalam ketentuannya terkait perlindungan sistem penyangga

kehidupan menyatakan bahwa konservasi dilaksanakan melalui

penetapan wilayah perlindungan penyangga kehidupan. Dalam perjalannya, pengaturan sistem

10

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

penyangga kehidupan telah banyak

diatur oleh sektor terkait, seperti undang-undang terkait Pertanian, Kesehatan, Perikanan, Kehutanan dan

UU lainnya. Sehingga praktis, yang kemudian masih perlu diatur lebih

detail saat ini dan kedepan adalah perlindungan terhadap keanekaragaman hayati dalam

posisinya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan.

Terlepas dari keberhasilan konservasi dibawah rezim UU 5/1990, UU ini ternyata belum cukup kuat

mengatur jaringan ekosistem di luar tanah Negara, migrasi dan kesejahteraan satwa, tumbuhan dan

satwa liar yang tidak dilindungi, penegakan hukum konservasi, peran

serta masyarakat, kerjasama internasional dan pengaturan sumber daya genetik.

Kondisi di atas menjadi dasar perlunya perubahan legislasi nasional mengenai konservasi yang mampu

menjawab kebutuhan zamannya, sehingga dipandang perlu untuk

mengganti UU 5/1990 dengan undang-undang yang mengatur seluruh tindakan konservasi secara

komprehensif, dan dapat memberi jaminan yang lebih kokoh dalam

11

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

penyelenggaraan konservasi

keanekaragaman hayati.

Undang-Undang ini disusun sebagai jawaban terhadap kondisi di

atas dengan selalu memperhatikan keselarasan hubungan antara makhluk

hidup, lingkungan dan Sang Pencipta alam, dimana manusia tidak menjadi inti dari kehidupan tetapi manusia

harus menjaga kelestarian keanekaragaman hayati demi

kelangsungan hidupnya atau pada setiap tindakan konservasi harus mampu menjamin terjadinya harmoni

antara kehidupan manusia dengan alam dan Tuhan sang penciptanya.

Guna mewujudkan hal tersebut

tindakan konservasi keanekaragaman

hayati kedepan dilakukan melalui tiga

strategi utama, yaitu perlindungan,

pelestarian dan pemanfaatan secara

berkelanjutan spesies, genetik dan

ecosistem, baik yang berada pada

wilayah tanah Negara, maupun tanah

milik.

Pengaturan konservasi

keanekaragaman hayati kedepan

diharapkan mampu:

a. mencegah kerusakan atau

12

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kepunahan serta menjamin

kelestarian fungsi dan manfaat keanekaragaman hayati bagi keberlangsungan sistem penyangga

kehidupan;

b. meningkatnya luasan jaringan

kawasan konservasi, serta kesejahteraan satwa liar;

c. meningkatkan koordinasi lintas

sektor bagi keberhasilan konservasi, serta semakin efektifnya

kegiataan koordinasi di bawah sekretariat nasional konservasi bagi pembangunan;

d. mengatur kegiatan konservasi secara utuh termasuk posisinya sebagai penentu sistem penyangga

kehidupan;

e. meningkatkan peluang lapangan

pekerjaan berbasis kelestarian bagi masyarakat di sekitar wilayah konservasi, meningkatnya legalitas

dan penghasilan pengelolaan jasa hutan, serta terkendalinya konflik kawasan maupun konflik satwa;

f. mewujudkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik di bidang

konservasi keanekaragaman hayati, dalam hal ini mencakup peningkatan partisipasi para pihak

13

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dalam kegiatan konservasi termasuk

dalam hal ini yang berhubungan dengan keterbatasan dana pemerintah;

g. meningkatnya keadilan dalam penegakan hukum, serta

tumbuhnya efek jera bagi setiap tindakan merusak atau yang dapat mengganggu kelestarian kehati;

h. mengisi kekosongan hukum, antara lain dalam pengaturan konservasi

genetik, kesejahteraan satwa, perlindungan wilayah konservasi di luar kawasan konservasi (seperti

zona penyangga, wilayah dengan keanekaragaman hayati tinggi, dan sebagainya).

Pokok-pokok materi yang diatur dalam

Undang-Undang ini, antara lain:

a. perlindungan keanekaragaman hayati. Tindakan ini merupakan

titik awal konservasi. Perlindungan disini meliputi inventarisasi keragaman, potensi dan kondisi

pendukung lainnya, serta tindakan penetapan status perlindungan ekosistem, genetik dan spesies

sebagai unsur penyangga kehidupan manusia. Penetapan status

dilaksanakan dengan memperhatikan derajat pengaruh

14

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

manusia, besarnya ancaman dan

kelimpahan sumber daya. Klasifikasi status perlindungan ekosistem maupun spesies terutama

disamakan dengan klasifikasi yang berlaku secara internasional.

Penggunaan kata Kawasan

Pelestarian Alam (KPA) dan Kawasan

Suaka Alam (KSA) dalam UU ini

tidak lagi dipakai, walaupun dalam

beberapa peraturan perundangan

lainnya yang disusun mengacu pada

UU 5/1990 masih

menggunakannya. Dasar pemikiran

yang melandasi hal ini, pertama

karena istilah ini tidak dikenal

dalam pergaulan internasional, juga

karena pada kenyataannya tindakan

konservasi tidak didasarkan pada

kelompok KPA dan KSA tetapi

kepada tujuan penetapan serta

derajat intervensi manusia yang

terdiri dari Cagar Alam (CA), Taman

Nasional (TN), Suaka Margasatwa

(SM), Taman Wisata Alam

(TWA),Taman Hutan Raya

(TAHURA). Sebagai gambaran, CA

dan SM yang dikelompokan dalam

KSA, jelas memiliki derajat

15

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

konservasi yang berbeda jauh satu

sama lain, sehingga tindakan yang

akan dikenakan tidak bisa sama.

Sementara itu klasifikasi status

spesies dalam UU ini diperluas dari

dua, yaitu dilindungi dan tidak

dilindungi, menjadi tiga, yaitu

dilindungi, dikendalikan dan

dipantau.

b. Pelestarian, memuat ketentuan

tentang perlindungan keanekaramgan hayati agar tetap lestari, agar peran keanekaragaman

hayati dalam menjaga proses alami tetap berjalan alamiah, serta

manfaatnya dapat dinikmati optimal dan berkelanjutan. Pelestarian mencakup pula tindakan

pemulihan. Dalam kegiatan pelestarian peran para pihak diatur lebih luas dari sebelumnya, seperti

dalam kegiatan penelitian dan pengembangan serta pemulihan.

Dalam tindakan pemulihan dimungkinkan untuk diterbitkan izin kepada swasta pada areal dalam

satu kesatuan unit kelola atau pada sebagian wilayahnya. Pengakuan terhadap hak komunal, masyarakat

lokal dan atau masyarakat hukum adat, termasuk masyarakat yang

16

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

secara tradisi masih berpindah

pindah dijamin. Hak masyarakat tersebut diwadahi dalam zona tradisional, zona khusus, maupun

pada areal konservasi yang dikelola masyarakat.

c. Pemanfaatan keanekaragaman hayati meliputi pemanfaatan produk dan jasa genetik, spesies dan

ekosistem sesuai status perlindungannya dengan tidak

melebihi daya dukungnya. Pemanfatan ekosistem diperluas, termasuk pemanfaatan panas bumi.

Terhadap kelompok masyarakat tradisional yang telah ada sebelum kawasan konservasi ditetapkan,

diberi kesempatan untuk memanfaatkan ekosistem di luar

zona inti, dan satwa liar yang tidak dilindungi untuk melanjutkan kehidupan tradisionalnya,

melaksanakan hak-hak komunalnya, berkolaborasi dengan unit yang bertanggungjawab di

wilayah tersebut. Dalam pemanfaatan sumber daya genetik

peran masyarakat sebagai pemangku kepentingan dijamin.

UU ini memberi perhatian,

porsi yang lebih luas bagi pengaturan pelestarian,

17

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pemanfaatan genetk, dan spesies

tertentu. Pertimbangannya, antara lain, karena peran strategis sumber daya genetik bagi planet bumi

(pangan, kesehatan) akan semakin penting, sementara ancaman

terhadap pencurian genetik dan pengetahuan tradisionalnya semakin menguat, perlindungan

pemangku sumber daya harus cukup kuat; kelestarian satwa liar

dari spesies yang tidak termasuk jenis yang dilindungi, semakin mengkawatirkan, walaupun

jumlahnya di alam saat ini relatif berlimpah.

d. Pemberdayaan dan partisipasi.

Kegiatan ini belum banyak diatur dalam tindakan konservasi selama

ini, kondisi ini disinyalir menjadi penyebab belum berhasilnya konservasi di Indonesia.

Pertumbuhan jumlah penduduk, membaiknya pendidikan, serta meningkatnya jumlah kelas

menegah di Indonesia, serta tren konservasi dunia yang mendorong

peran para pihak, serta terbatasnya dana pemerintah mendorong pengaturan yang kuat dalam aturan

partisipasi. Namun demikian karena sebagian masyrakat Indonesia yang

18

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

tinggal di sekitar hutan belum

mempunyai pemahaman cukup baik tentang konservasi, maka langkah langkah pemberdayaan menjadi

sangat penting.

e. Pendanaan. Mencermati

kemampuan pemerintah selama ini, pendanaan konservasi tidak cukup hanya dibebankan pada Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD). Peluang pendanaan dari hibah, serta sumber lain seperti dana konservasi

(sumbangan tidak mengikat dari hasil kegiatan konservasi, serta dana amanah yang berasal dari

Corporate Social Responsibility (CSR), Payment for Ecosystem Services (PES) dan mekanisme lain yang relevan perlu diatur.

f. penyelesaian sengketa dimaksudkan untuk menyelesaikan sengketa di bidang konservasi serta memberikan

pilihan penyelesaian sengketa kepada pihak-pihak yang bersengketa.

g. pengamanan dilakukan untuk menjaga terjaminnya kelestarian

sumber daya alam hayati dan hak-hak negara, masyarakat dan

19

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

perorangan terhadap sumber daya

alam dan dalam upaya-upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

h. kerja sama internasional ditujukan untuk penguatan penyelenggaraan

konservasi keanekaragaman hayati pada tingkat internasional, regional dan nasional.

i. Ketentuan sanksi, bentuk sanksi hukum dalam UU, tidak terbatas

pada sanksi pidana, juga diatur ketentuan tentang sanksi administrasi, ganti rugi, serta sanksi

sosial terhadap setiap orang yang melakukan perbuatan pidana konservasi. UU menggunakan rezim

hukuman minimal dan maksimal, agar dapat memberi keadilan dan

memperkuat efek jera.

9.

DENGAN PERSETUJUAN BERSAMA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK

INDONESIA

DAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

20

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

10. Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG

KONSERVASI KEANEKARAGAMAN

HAYATI

11.

BAB I

KETENTUAN UMUM

12. Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang

dimaksud dengan:

Cukup jelas.

13. 1. Konservasi adalah tindakan pelindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya alam

yang dilakukan secara bijaksana dalam rangka memenuhi

kebutuhan generasi saat ini dan generasi masa mendatang.

14. 2. Keanekaragaman Hayati adalah keanekaragaman di antara organisme hidup baik yang ada di

daratan maupun di perairan beserta proses ekologisnya, sehingga terbentuk

keanekaragaman genetik di dalam spesies, keanekaragaman di antara

spesies dan keanekaragaman ekosistem.

15. 3. Sumber Daya Alam Hayati adalah komponen-komponen

21

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

keanekaragaman hayati yang

bernilai aktual maupun potensial bagi kemanusiaan.

16. 4. Konservasi Keanekaragaman Hayati adalah tindakan pelindungan, pelestarian, dan

pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistem yang

dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan keberadaan, manfaat, dan nilainya

dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman untuk memenuhi

kebutuhan generasi saat ini dan generasi masa mendatang.

17. 5. Pelindungan Penyangga Kehidupan di bidang keanekaragaman hayati

untuk selanjutnya disebut dengan pelindungan penyangga kehidupan adalah pelindungan atas sumber

daya genetik, spesies dan ekosistem.

18. 6. Genetik atau yang selanjutnya disebut Gen, adalah satu unit fisik dan fungsional dasar dari

pembawa sifat keturunan yang terdiri dari satu segmen (sekuens)

DNA (Deoxyribo Nucleic Acid).

19. 7. Materi Genetik adalah materi dari

tumbuhan, satwa, dan jasad renik

22

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

/mikroorganisme yang

mengandung unit fungsional pewarisan sifat (hereditas).

20. 8. Sumber Daya Genetik adalah materi genetik, informasi yang terkandung di dalamnya, informasi

mengenai asal-usul, dan/atau bagian-bagian dan turunan dari

tumbuhan, satwa, atau jasad renik yang mengandung maupun tidak mengandung unit-unit fungsional

pewarisan sifat yang mempunyai nilai nyata atau potensial yang diperoleh dari kondisi in-situ

dan/atau koleksi ex-situ dan yang telah didomestikasi di dalam

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia termasuk landas

kontinen dan zona ekonomi eksklusif.

21. 9. Pelestarian Sumber Daya Genetik

adalah rangkaian upaya mempertahankan keberadaan dan

keanekaragaman sumber daya genetik dalam kondisi dan potensi yang memungkinkan untuk

dimanfaatkan secara berkelanjutan.

22. 10. Pemanfaatan Sumber Daya Genetik adalah kegiatan penelitian, pengembangan, atau

23

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pengusahaan secara

berkelanjutan sumber daya genetik dan/atau derivatifnya, termasuk melalui penerapan

bioteknologi.

23. 11. Masyarakat Hukum Adat adalah

kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di

wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang

kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi,

politik, sosial dan hukum, yang memiliki sumber daya genetik

dan pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik.

24. 12. Masyarakat Lokal adalah sekelompok orang yang telah tinggal dalam tenggang waktu

yang cukup lama di suatu tempat atau daerah sehingga dapat dipandang sebagai satu kesatuan

dengan lingkungannya.

25. 13. Kesepakatan Bersama adalah

perjanjian tertulis berisi persyaratan dan kondisi yang

disepakati antara penyedia sumber daya genetik dan pemohon akses.

24

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

26. 14. Pembagian Keuntungan adalah

kegiatan pendistribusian keuntungan secara finansial dan/atau non-finansial yang

berasal dari penelitian, pengembangan, komersialisasi,

pemberian lisensi, atau bentuk-bentuk pemanfaatan lainnya sebagai hasil dari akses terhadap

sumber daya genetik.

27. 15. Bioprospeksi adalah kegiatan

eksplorasi, ekstraksi dan penapisan sumber daya alam hayati untuk pemanfaatan secara

komersial sumber daya genetik dan biokimia yang bernilai tinggi.

28. 16. Kondisi Habitat Alami adalah kondisi sumber daya genetik yang

terdapat dalam ekosistem dan habitat alami, dan dalam hal jenis-jenis terdomestikasi atau

budidaya, di dalam lingkungan tempat sifat-sifat khususnya berkembang.

29. 17. Kawasan Konservasi sistem adalah wilayah daratan dan atau

perairan yang ditetapkan oleh pemerintah dan dikelola untuk

terwujudnya konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem.

25

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

30. 18. Ekosistem adalah hubungan

timbal balik yang dinamis antara komunitas tumbuhan, satwa dan jasad renik dengan lingkungan

non-hayati yang saling bergantung, pengaruh

mempengaruhi dan berinteraksi sebagai suatu kesatuan yang secara bersama-sama membentuk

fungsi yang khas.

31. 19. Lingkungan Non-Hayati adalah

unsur-unsur klimatik (iklim) dan unsur-unsur edafik (tanah dan batuan).

32. 20. Bentang Alam (lansekap) adalah mosaik geografis dari ekosistem-

ekosistem atau sub-komponen daripadanya yang saling

berinteraksi di mana susunan secara spasial serta modus interaksinya mencerminkan

pengaruh dari kondisi geologi, iklim, topografi, tanah, biota dan aktivitas manusia.

33. 21. Cagar Alam adalah kawasan konservasi yang memiliki

keunikan keadaan alam atau merupakan perwakilan ekosistem,

kondisi geologis dan/atau jenis tumbuhan tertentu.

26

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

34. 22. Suaka Margasatwa adalah

kawasan konservasi dengan ekosistem asli yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman

dan/atau keunikan jenis satwa liar.

35. 23. Taman Nasional adalah kawasan konservasi yang mempunyai

ekosistem asli yang karena karakteristiknya istimewa serta secara nasional mempunyai nilai

estetika dan ilmiah yang tinggi, dikelola dengan sistem zonasi.

36. 24. Taman Buru adalah kawasan konservasi dengan ekosistem asli yang secara historis telah

merupakan wilayah perburuan tradisional, dihuni oleh jenis

satwa liar atau kawasan konservasi karena pertimbangan tertentu ditetapkan dan dikelola

untuk kegiatan olah raga perburuan satwa secara terkendali.

37. 25. Taman Wisata Alam adalah kawasan konservasi dengan

ekosistem asli yang ditetapkan karena memiliki kekhasan

fenomena alam atau gabungan fenomena alam dan budaya.

27

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

38. 26. Taman Hutan Raya adalah

kawasan konservasi yang terdiri dari hutan buatan dan hutan alam yang mewakili ekosistem

setempat serta memiliki nilai-nilai estetika alam, atau nilai-nilai

estetika alam yang berasosiasi dengan budaya trsadisional.

39. 27. Ekosistem Esensial adalah ekosistem di luar kawasan konservasi yang secara ekologis

penting bagi konservasi keanekaragaman hayati.

40. 28. Spesies adalah individu, populasi atau agregasi semua jenis tumbuhan atau satwa, sub

spesies tumbuhan atau satwa dan populasi yang secara geografis

terpisah.

41. 29. Populasi adalah jumlah seluruh individu yang dapat diukur dari

suatu spesies atau jenis tumbuhan atau satwa di tempat

tertentu.

42. 30. Sub-Populasi adalah bagian dari

populasi yang merupakan kelompok yang secara geografis terpisah (dipisahkan oleh batas-

batas geografis) atau kelompok yang berbeda nyata yang satu sama lain tidak ada atau sedikit

28

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

interaksi.

43. 31. Tumbuhan Liar adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas

dan/atau dipelihara yang masih mempunyai kemurnian jenisnya.

44. 32. Satwa Liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan/atau di air dan/atau di udara yang masih

mempunyai sifat-sifat liar baik hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.

45. 33. Sifat Liar adalah sifat yang melekat pada spesies yang secara

fenotip dan genotip menunjukkan keliaran (genetically wild).

46. 34. Habitat adalah lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat

hidup dan berkembang secara alami.

47. 35. Spesimen Tumbuhan atau Satwa adalah fisik tumbuhan atau satwa baik hidup maupun mati

termasuk bagian-bagiannya atau turunannya yang masih dapat dikenali secara visual maupun

dengan teknologi.

48. 36. Pengetahuan Tradisional yang

berasosiasi dengan sumber rdaya genetik adalah informasi atau

praktek baik secara individu

29

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

maupun kolektif dari masyarakat

adat atau lokal, yang bernilai potensial atau riil terkait atau berasosiasi dengan sumber daya

genetik.

49. 37. Akses terhadap Sumber Daya

Genetik adalah kegiatan memperoleh sampel atau contoh

dari komponen-komponen sumber daya genetik untuk tujuan riset ilmiah, pengembangan teknologi,

atau bioprospeksi, yang terkait untuk aplikasi industri atau lainnya.

50. 38. Akses terhadap Pengetahuan Tradisional yang berasosiasi

dengan sumber daya genetik adalah kegiatan memperoleh

informasi dari pengetahuan atau praktek-praktek tradisional baik individual maupun kolektif dari

masyarakat adat atau lokal, untuk tujuan riset ilmiah, pengembangan teknologi atau

bioprospeksi, yang terkait untuk aplikasi industri atau lainnya.

51. 39. Perjanjian Transfer Materi (Material Transfer Agreement/MTA) adalah instrumen untuk mengakses yang ditandatangani oleh lembaga

30

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

penerima sebelum membawa atau

mengangkut atau mentransportasikan komponen-komponen sumber daya genetik,

yang apabila ada dengan menyebutkan adanya akses

terhadap pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengannya.

52. 40. Bioteknologi adalah aplikasi teknologi yang menggunakan sistem-sistem biologis, organisme

hidup atau bagian-bagian atau turunan-turunan daripadanya, untuk memodifikasi produk atau

proses untuk tujuan tertentu.

53. 41. Menteri adalah menteri yang

diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang konservasi

keanekaragaman hayati.

54. Pasal 2

Konservasi keanekaragaman hayati

diselenggarakan berdasarkan asas:

55. a. kelestarian dan kemanfaatan berkelanjutan;

Yang dimaksud dengan “Asas kelestarian” adalah usaha

pengendalian/pembatasan dalam pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga

pemanfaatan tersebut dapat dilakukan secara terus menerus pada masa

31

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

mendatang.

Yang dimaksud dengan “Asas

kemanfaatan berkelanjutan” adalah

bahwa penyelenggaraan konservasi

sumber daya alam hayati dapat

memberikan manfaat bagi

kemanusiaan, peningkatan

kesejahteraan rakyat, dan

pengembangan peri kehidupan yang

berkesinambungan bagi warga negara,

secara merata dan adil serta

peningkatan kelestarian sumber daya

alam hayati. Pemanfaatan sumber daya

alam hayati tidak melebihi kemampuan

regenerasi sumber daya hayati atau

laju inovasi substitusi sumber daya

non-hayati.

56. b. keadilan; Yang dimaksud dengan “asas keadilan”

adalah bahwa pelestarian dan

pemanfaatan keanekaragaman hayati

harus mencerminkan keadilan secara

proporsional bagi setiap warga negara,

baik lintas daerah, lintas generasi,

maupun lintas gender.

57. c. kehati-hatian; Yang dimaksud dengan “asas kehati-

hatian” adalah bahwa ketidakpastian

32

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

mengenai dampak suatu usaha

dan/atau kegiatan karena

keterbatasan penguasaan dan

teknologi bukan merupakan alasan

untuk menunda langkah-langkah

meminimalisasi atau menghindari

ancaman terhadap pencemaran

dan/atau kerusakan lingkungan

hidup.

58. d. partisipatif; dan Yang dimaksud dengan “asas

partisipatif” adalah bahwa setiap

anggota masyarakat didorong untuk

berperan aktif dalam proses

pengambilan keputusan dan

pelaksanaan konservasi

keanekaragaman hayati, baik secara

langsung maupun tidak langsung.

59. e. tata kelola pemerintahan yang

baik.

Yang dimaksud dengan “asas tata

kelola pemerintahan yang baik” adalah

bahwa konservasi keanekaragaman

hayati dijiwai oleh prinsip partisipasi,

transparansi, akuntabilitas, efisiensi,

dan keadilan.

60. Pasal 3

Penyelenggaraan konservasi

keanekaragaman hayati bertujuan

33

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

untuk :

61. a. meletakkan dasar pengakuan

terhadap harkat sumber daya genetik dan spesies dalam suatu

ekosistem sebagai sumber daya alam hayati beserta pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengan

sumber daya genetik;

Cukup jelas.

62. b. mengendalikan pemanfaatan

berkelanjutan keanekaragaman hayati untuk menjaga kelestarian fungsi keanekaragaman hayati

dalam rangka menjamin terpenuhinya keadilan generasi

masa kini dan masa depan;

Cukup jelas.

63. c. memastikan pembagian

keuntungan sosial dan ekonomi yang adil dan berimbang dalam rangka mendukung upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakat; dan

Cukup jelas.

64. d. mengantisipasi isu lingkungan global.

Cukup jelas.

65. Pasal 4

Ruang lingkup undang-undang

konservasi keanekaragaman hayati

meliputi:

34

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

66. a. pelindungan penyangga kehidupan;

67. b. pelestarian keanekaragaman

hayati;

68. c. pemanfaatan keanekaragaman

hayati;

69. d. pengamanan; dan

70. e. penegakan hukum.

71. BAB II

PELINDUNGAN SISTEM PENYANGGA

KEHIDUPAN

72. Bagian Kesatu

Umum

73. Pasal 5

(1) Pelindungan Sistem Penyangga Kehidupan merupakan pemeliharaan proses ekologis

esensial yang menyangga kehidupan manusia.

Proses ekologis esensial merupakan

proses di alam yang diatur, didukung

atau diarahkan oleh ekosistem yang

esensial bagi produksi pangan,

kesehatan, lingkungan hidup, energi

dan aspek lain mengenai kelangsungan

hidup (survival) umat manusia dan

pembangunan berkelanjutan seperti

tersedianya air bersih dan oksigen.

Memelihara proses ekologis esensial

dan sistem penyangga kehidupan

35

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

tersebut adalah vital bagi

kelangsungan hidup manusia. Proses

ekologis esensial terjadi mulai dari

fenomena yang bersifat global seperti

siklus oksigen dan karbon sampai ke

sesuatu yang sangat lokal seperti

penyerbukan bunga oleh serangga atau

penyebaran biji oleh burung. Di antara

keduanya banyak proses esensial bagi

kelangsungan hidup dan kesejahteraan

umat manusia, seperti pembentukan

dan perlindungan tanah, siklus

nutrien, dan pemurnian udara dan air.

Seluruh proses itu didukung atau

secara kuat dipengaruhi oleh sistem-

sistem yang saling bergantung dari

tumbuhan, hewan dan jasad renik,

bersama dengan komponen non-hayati

lingkungannya. Ekosistem-ekosistem

utama yang terlibat itulah sistem

penyangga kehidupan planet ini.

Ekosistem ini terkadang dapat saja

diubah, bahkan kadang-kadang cukup

besar perubahannya, sepanjang proses

yang esensial yang didukung tidak

menjadi rusak dan dapat kembali ke

keadaan semula atau pulih.

Memelihara proses tersebut terlepas

36

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dari tingkat perkembangan sistem

tersebut, sangat vital untuk dilakukan

bagi seluruh umat manusia. Sistem

penyangga kehidupan yang paling

terancam saat ini adalah: sistem

Pertanian (agricultural systems), hutan

Daerah Aliran Sungai, laut, pesisir dan

perairan air tawar.

74. (2) Sistem Penyangga Kehidupan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

Cukup jelas.

75. a. Sistem pertanian; Cukup jelas.

76. b. Sistem pegunungan; Cukup jelas.

77. c. Sistem hutan pada daerah aliran sungai;

Cukup jelas.

78. d. Sistem pesisir dan laut; Cukup jelas.

79. e. Sistem perairan air tawar dan

lahan basah;

Cukup jelas.

80. f. Sistem daerah kering dan semi-

kering.

Cukup jelas.

81. (3) Keanekaragaman hayati merupakan unsur utama dan

bagian tidak terpisahkan dari sistem penyangga kehidupan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Cukup jelas.

37

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

82. (4) Keanekaragaman hayati

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat pada tiga tingkatan yaitu:

Cukup jelas.

83. a. Keanekaragaman sumber daya genetik;

Cukup jelas.

84. b. Keanekaragaman spesies; dan Cukup jelas.

85. c. Keanekaragaman ekosistem. Cukup jelas.

86. Pasal 6

87. (1) Pemerintah wajib mengalokasikan

wilayah pelindungan sistem penyangga kehidupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) di

dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.

Pengalokasian wilayah berdasarkan

keseimbangan didasarkan diantaranya

pada Kajian Lingkungan Hidup

Strategis (KLHS) sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan mengenai

Undang-undang yang mengatur

Lingkungan Hidup dan Penataan

Ruang.

88. (2) Alokasi wilayah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhitungkan keseimbangan antara wilayah yang

dilindungi dengan wilayah pemanfaatan atau budidaya.

Cukup jelas.

89. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pelindungan Sistem Penyangga

Kehidupan sebagaimana dimaksud

Undang-undang tersendiri yang

mengatur sistem pertanian termasuk

38

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dalam Pasal 5 ayat (1) diatur

dengan Undang-Undang tersendiri.

berbagai undang-undang tentang

pertanian tanaman pangan, undang-

undang tentang peternakan dan

kesehatan hewan. Undang-undang

yang mengatur tentang sistem hutan

pada daerah aliran sungai, sistem

pesisir dan laut, diantaranya adalah

undang-undang tentang perikanan dan

tentang pesisir dan pulau-pulau kecil.

90. Pasal 7

91. (1) Pelindungan Keanekaragaman Hayati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi

pelindungan di tiga tingkat keanekaragaman hayati yaitu:

Cukup jelas.

92. a. Pelindungan Sumber Daya Genetik;

Cukup jelas.

93. b. Pelindungan Spesies; Cukup jelas.

94. c. Pelindungan Ekosistem. Cukup jelas.

95. (2) Pelindungan keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan

pelindungan sistem penyangga kehidupan.

Pelindungan sistem penyangga

kehidupan harus mewarnai

pelindungan di setiap tingkatan

keanekaragaman hayati, baik di tingkat

genetik, spesies maupun ekosistem.

Sistem penyangga kehidupan

39

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

mempunyai kedudukan yang tinggi di

dalam konservasi keanekaragaman

hayati.

96. Pasal 8

(1) Pemerintah dan Pemerintah daerah sesuai kewenangannya

menyelenggarakan pelindungan sistem penyangga kehidupan.

Cukup jelas.

97. (2) Pelindungan sistem penyangga kehidupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk di dalamnya

perlindungan keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

98. (3) Pelindungan keanekaragaman hayati meliputi pelindungan

spesies, genetik dan ekosistem.

Cukup jelas.

99. Pasal 9

Pemerintah dalam rangka

menyelenggarakan pelindungan keanekaragaman hayati melakukan:

100. a. inventarisasi; dan Inventarisasi dilaksanakan sebelum

penetapan status, maupun setelah

penetapan guna kepentingan evaluasi

dan pemulihan.

101. b. penetapan status perlindungan spesies, genetik dan ekosistem.

Penetapan status diperlukan guna

ditindaklanjuti dengan tindakan

pelestarian dan/atau pemanfaatan.

40

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

102. Bagian Kedua

Inventarisasi

103.

104. Pasal 10

Inventarisasi keanekaragaman hayati

dilaksanakan untuk memperoleh data

dan informasi yang meliputi:

105. a. potensi keragaman dan

ketersediaan;

Cukup jelas.

106. b. Kondisi ekologis dan geografis; Cukup jelas.

107. c. bentuk penguasaan; Yang dimaksud dengan bentuk

penguasaan diantaranya bentuk

penguasaan oleh mayarakat adat

dan/atau masyarakat lokal yang

senyata-nyatanya ada di lapangan

dengan itikad baik.

108. d. pengetahuan pengelolaan; Cukup jelas.

109. e. bentuk kerusakan; dan Cukup jelas.

110. f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.

Cukup jelas.

111. Bagian Ketiga

Penetapan Status Perlindungan

Cukup jelas.

41

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

112. Paragraf 1

Spesies

113. Pasal 11

(1) Penetapan status perlindungan spesies dilakukan terhadap

tumbuhan liar dan satwa liar berdasarkan kriteria tingkat ancaman kepunahan.

Cukup jelas.

114. (2) Tingkat ancaman kepunahan spesies sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) terdiri dari:

115. a. kategori spesies dilindungi; Cukup jelas.

116. b. kategori spesies dikendalikan;

dan

Cukup jelas.

117. c. kategori spesies dipantau. Cukup jelas.

118. (3) Ketentuan kategorisasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi:

119. a. spesimen satwa liar pra-perlindungan; dan

Yang dimaksud dengan spesimen

satwa liar pra-perlindungan adalah

spesimen satwa liar yang diperoleh

atau dimiliki sebelum spesies yang

bersangkutan dimasukkan ke dalam

salah satu kategori perlindungan

spesies sepanjang dapat dibuktikan

42

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

melalui dokumen-dokumen perizinan

yang sah.

120. b. spesimen tumbuhan liar. Spesimen tumbuhan liar antara lain,

biji, benang sari (serbuk sari), bunga

potong, anakan, atau hasil kultur

jaringan yang diperoleh secara in vitro,

dapat berupa spesimen di dalam media

cair maupun padat dan dibawa di

dalam kontainer steril dari hasil

perbanyakan tumbuhan.

121. (4) Status perlindungan spesies sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan atau

berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

122. (5) Menteri dapat mengubah kategori

perlindungan spesies sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan rekomendasi dari

Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati.

Cukup jelas.

123. (6) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus

berdasarkan pada kajian ilmiah dan analisis kebijakan sosial budaya masyarakat.

Cukup jelas.

124. Pasal 12

Kriteria spesies dilindungi

43

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

11 ayat (2) huruf a meliputi:

125. a. populasi di alamnya berada dalam

bahaya kepunahan atau kritis dari bahaya kepunahan;

Kondisi barada dalam bahaya

kepunahan (critically endangered) bisa

terjadi antara lain akibat mendapatkan

tekanan pemanfaatan dan/atau

mendapatkan tekanan akibat

kerusakan habitat.

126. b. populasi di habitat alamnya kecil atau langka;

Yang dimaksud dengan spesies yang

populasi di habitat alamnya kecil atau

langka dicirikan oleh paling tidak salah

satu dari hal-hal berikut:

a. diketahui atau diduga terjadi

penurunan secara tajam pada

jumlah individu di alam serta

penurunan luas dan kualitas

habitat;

b. jumlah sub populasi kecil;

c. mayoritas individu dalam satu atau

lebih fase sejarah hidupnya pernah

terkonsentrasi hanya pada satu

atau sedikit sub populasi saja;

d. dalam waktu yang pendek pernah

mengalami fluktuasi yang tajam

pada jumlah individu;

e. karena sifat biologis dan perilaku

spesies tersebut, seperti migrasi,

44

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

spesies tersebut rentan terhadap

bahaya kepunahan; dan/atau

f. analisis kuantitatif memperlihatkan

kemungkinan atau peluang

terjadinya kepunahan adalah 20

(dua puluh) persen sampai dengan

50 (lima puluh) persen dalam waktu

10 (sepuluh) sampai 20 (dua puluh)

tahun atau dalam 3 (tiga) sampai 5

(lima) generasi yang akan datang.

127. c. merupakan spesies endemik yang

penyebarannya terbatas;

Spesies endemik yang penyebarannya

terbatas dicirikan dengan paling sedikit

salah satu dari hal-hal berikut yaitu:

a. hanya terdapat di satu atau

beberapa lokasi atau pulau;

b. populasi terpisah-pisah atau

terfragmentasi;

c. terjadi fluktuasi yang besar pada

jumlah populasi atau luas areal

penyebarannya;

d. adanya dugaan penurunan yang

tajam pada areal penyebarannya,

jumlah sub populasi, jumlah

individu, luas dan kualitas habitat

atau potensi reproduksi.

128. d. spesies yang secara biologis lebih memenuhi kriteria spesies dikendalikan namun secara visual

Cukup jelas.

45

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

mirip dan sulit dibedakan dengan

spesies dilindungi; dan/atau

129. e. spesies yang termasuk dalam

Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species (CITES).

Cukup jelas.

130. Pasal 13

(1) Spesimen satwa hasil pengembangbiakan atau spesimen tumbuhan hasil perbanyakan di

dalam kondisi terkontrol yang termasuk dalam kategori spesies dilindungi dapat diperlakukan

sebagai kategori spesies dikendalikan.

Yang dimaksud dengan hasil

pengembangbiakan atau perbanyakan

di dalam lingkungan terkontrol adalah

generasi kedua (F2) dan seterusnya

dari perkembangbiakan atau

perbanyakan spesimen dilindungi.

131. (2) Menteri mengusulkan spesies dilindungi yang dapat diperlakukan

sebagai spesies dikendalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan rekomendasi dari

Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati.

Cukup jelas.

132. (3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada hasil kajian ilmiah melalui

pengawasan dan evaluasi atas populasi dari kegiatan

pengembangbiakan satwa atau

Cukup jelas.

46

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

perbanyakan tumbuhan.

133. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan, rekomendasi

dan kajian ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Cukup jelas.

134.

135. Pasal 14

Kriteria spesies dikendalikan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

11 ayat (2) huruf b meliputi:

136. a. jumlah populasinya sedikit atau terbatas;

Cukup jelas.

137. b. merupakan spesies yang saat ini belum berada dalam bahaya kepunahan, namun akan dapat

berada dalam bahaya kepunahan apabila pemanfaatannya tidak dikendalikan;

Yang dimaksud dengan pemanfaatan

yang tidak dikendalikan adalah

pemanfaatan yang melebihi

kemampuan populasi untuk

meregenerasi diri.

138. c. jumlah populasinya masih banyak namun secara visual mirip atau

sulit dibedakan dengan kategori spesies dikendalikan; dan/atau

Yang termasuk dalam spesies yang

secara visual mirip atau sulit

dibedakan yaitu spesies yang

populasinya di alam saat ini masih

melimpah sehingga sebenarnya masuk

kriteria spesies dipantau, namun

menjadi banyak dimanfaatkan karena

kemiripan fisiknya dengan spesies yang

47

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dikendalikan sehingga mempengaruhi

efektivitas pelindungan spesies

dikendalikan yang mirip dengannya.

Perlakuan terhadap spesies dimaksud

sama dengan perlakuan terhadap

spesies dikendalikan.

139. d. spesies yang termasuk dalam

Appendix II CITES.

Cukup jelas.

140. Pasal 15

Kriteria spesies dipantau sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2)

huruf c merupakan spesies yang

populasi di habitat alamnya dalam

keadaan melimpah namun mendapat

tekanan dari aktivitas pemanfaatan.

Pemantauan pemanfaatan dilakukan

untuk mengetahui kemampuan

populasi suatu spesies dalam

menerima tekanan pemanfaatan.

Pemantauan pemanfaatan dilakukan

antara lain melalui sistem pencatatan

dan pendataan pemanfaatan yang

teratur sehingga diperoleh informasi

yang memadai untuk penetapan

kebijakan apabila perdagangannya

dianggap dapat mengancam keadaan

populasinya di habitat.

141. Pasal 16

Dalam hal terdapat perbedaan status

perlindungan spesies menurut

perjanjian internasional yang telah

Perjanjian internasional yang telah

diratifikasi adalah perjanjian

internasional mengenai satwa dan

tumbuhan liar yang telah diratifikasi,

diantaranya Convention on International

48

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

diratifikasi dengan status

perlindungan spesies yang ditetapkan

dalam peraturan perundang-

undangan, maka status yang

digunakan adalah status perlindungan

spesies yang ditetapkan dalam

peraturan perundang-undangan.

Trade in Endangered Species of Wild

Fauna and Flora (CITES).

Ketentuan pasal ini tidak berlaku bagi

spesies dilindungi menurut perjanjian

internasional atau status spesies yang

berlaku di negara asal ketika spesies

yang dimaksud masuk ke dalam

wilayah Indonesia.

142. Pasal 17

(1) Dalam hal terjadi perubahan status

dari pra-perlindungan menjadi perlindungan, ditetapkan suatu

masa transisi.

Masa transisi hanya diberlakukan

untuk waktu paling lama 90 (sembilan

puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.

143. (2) Dalam masa transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap

orang yang memiliki spesimen pra-perlindungan harus melakukan

pendaftaran dan mendapatkan penandaan terhadap spesimen pra-perlindungan yang dimilikinya.

Pada masa transisi berlaku ketentuan

antara yaitu tindakan Pemerintah

untuk melindungi dan/atau

menanggulangi ancaman bahaya

kepunahan pada spesies tertentu

dalam masa transisi. Ketentuan antara

misalnya pada saat suatu spesies

masuk ke dalam Appendix CITES,

Pemerintah memasukkan instrumen

reservasi dalam masa transisi.

144. (3) Apabila masa transisi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) terlewati, spesimen pra-perlindungan yang

Penetapan masa transisi dilakukan

untuk kepentingan konservasi yaitu

menyelamatkan populasi spesimen

49

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

ditetapkan menjadi milik

pemerintah.

pra-perlindungan agar terhindar dari

kepunahan atau bahaya kepunahan.

145. Pasal 18

(1) Dalam mendukung penyelenggaraan pelindungan

spesies, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat

menetapkan tumbuhan liar atau satwa liar sebagai tumbuhan atau satwa kharismatik.

“Satwa kharismatik” adalah satwa yang

mengundang empati atau emosi

manusia sehingga keberadaannya

dapat diidentikkan sebagai “duta”, ikon

atau simbol suatu tempat, daerah atau

negara. Satwa kharismatik biasanya

merupakan satwa besar yang kondisi

populasinya terancam bahaya

kepunahan antara lain Harimau,

Gajah, Badak, Orangutan dan Komodo.

146. (2) Masyarakat dapat memberikan usulan dalam penetapan tumbuhan atau satwa kharismatik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Cukup jelas.

147. (3) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat

mengusulkan satwa kharismatik masuk ke dalam status pelindungan spesies.

Cukup jelas.

148. Pasal 19

(1) Bagi spesimen dari spesies

tumbuhan, pada saat penetapan

Yang dimaksud dengan anotasi adalah

ketentuan yang memasukkan atau

mengecualikan bagian-bagian atau

50

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

status perlindungan wajib

menyertakan anotasi atas bagian-bagian spesimen tumbuhan.

turunan tertentu dari tumbuhan di

dalam pencatuman spesies tumbuhan

ke dalam katagorisasi pelindungan

spesies tumbuhan. Pengecualian dapat

dilakukan karena sifat tumbuhan yang

apabila bagian-bagian tertentu dari

tumbuhan dikecualikan dari

pengaturan maka tidak akan

mempengaruhi kelestarian spesies

yang bersangkutan.

149. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai

anotasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan

Peraturan Menteri.

Cukup jelas.

150. Pasal 20

Ketentuan lebih lanjut mengenai

status perlindungan spesies

sebagaimana dimaksud pada Pasal 11,

Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15,

Pasal 16, dan Pasal 17, Pasal 18, dan

Pasal 19 diatur dalam Peraturan

Pemerintah.

Cukup jelas.

151. Paragraf 2

Sumber Daya Genetik

51

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

152. Pasal 21

(1) Penetapan status perlindungan sumber daya genetik dilakukan

dengan membuat daftar spesies target yang diprioritaskan bagi pelindungan sumber daya genetik.

Cukup jelas.

153. (2) Menteri menetapkan dan mengubah daftar spesies target

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan rekomendasi Komisi Konservasi

Keanekaragaman Hayati.

Cukup jelas.

154. (3) Daftar spesies target sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) termasuk informasi tentang sumber daya

genetik yang terkandung di dalamnya menjadi bagian dari materi sistem basis data dan

informasi yang dikembangkan Dewan Pengelola Sumber Daya Genetik.

Cukup jelas.

155. Pasal 22

Penetapan spesies target sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17 dilakukan

berdasarkan kriteria:

52

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

156. a. spesies yang dilindungi. Cukup jelas.

157. b. spesies yang secara langsung diperdagangkan atau bernilai

komersial; atau

Cukup jelas.

158. c. spesies yang mendukung budidaya.

Cukup jelas.

159. Pasal 23

Ketentuan lebih lanjut mengenai

penetapan dan perubahan spesies

target sumber daya genetik diatur

dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

160. Paragraf 3

Ekosistem

161. Pasal 24

Penetapan status pelindungan

ekosistem dilakukan melalui

penetapan:

162. a. kawasan konservasi; dan Cukup jelas.

163. b. kawasan ekosistem esensial. Cukup jelas.

53

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

164. Pasal 25

(1) Penetapan kawasan konservasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 24 huruf a dilakukan melalui pengukuhan:

165. a. Cagar Alam; Cagar alam dan Suaka margasatwa,

dalam beberapa perundangan lainnya

dikenal pula sebagai Kawasan Suaka

Alam (KSA).

166. b. Taman Nasional; Taman Nasional, Taman Wisata Alam,

dan Taman Hutan Raya, dalam

beberapa perundangan lainnya dikenal

pula sebagai Kawasan Pelestarian Alam

(KPA).

167. c. Taman Wisata Alam; Cukup jelas.

168. d. Suaka Margasatwa; Cukup jelas.

169. e. Taman Buru; dan/ atau Cukup jelas.

170. f. Taman Hutan Raya. Cukup jelas.

171. (2) Pengukuhan kawasan konservasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai fungsi

alamiah, tujuan, dan kriteria kawasan konservasi.

Cukup jelas.

54

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

172. (3) Pengukuhan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui proses:

173. a. penunjukan; Penunjukan kawasan konservasi adalah kegiatan persiapan pengukuhan, antara lain berupa:

a. pembuatan peta penunjukan yang

bersifat arahan batas luar;

b. pemancangan batas sementara atau

koordinat geografis;

c. pengumuman tentang rencana batas

kawasan terutama di lokasi yang

berbatasan dengan tanah hak atau

lokasi yang rawan gangguan

keamanan;

d. konsultasi publik dimaksudkan

untuk mendapat pertimbangan dan

menampung aspirasi dari

masyarakat, lembaga swadaya

masyarakat,sektor swasta, atau

lembaga ilmiah, termasuk lembaga

perguruan tinggi.

174. b. penataan batas; Penataan batas dilakukan melalui:

a. pemasangan tanda batas dan

penetapan koordinat geografis ; atau

b. penetapan titik referensi berupa

koordinat geografis bagi kawasan

55

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

konservasi perairan.

Tanda batas dapat berupa patok batas

permanen atau jalur

tumbuhan/pepohonan sejenis.

175. c. pemetaan; dan Skala peta disesuaikan dengan peta

yang diterbitkan Badan Pemetaan

Nasional.

176. d. penetapan. Cukup jelas.

177. Pasal 26

Penetapan kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 24 hurup b dilaksanakan oleh Menteri.

Cukup jelas.

178. Pasal 27

(1) Penetapan kawasan ekosistem esensial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b dilakukan

melalui penunjukan, meliputi penetapan:

Cukup jelas.

179. a. daerah penyangga kawasan konservasi;

Yang dimaksud dengan daerah

penyangga kawasan konservasi adalah

daerah di sekitar kawasan konservasi

yang dapat berupa ekosistem alami

atau buatan, tanah negara atau tanah

56

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

yang telah dibebani hak, kawasan

produksi, desa atau areal lainnya yang

pengelolaanya ditujukan untuk

meningkatkan dampak positif dari

masyarakat dan menurunkan dampak

negatif pada kawasan konservasi.

180. b. koridor ekologis atau ekosistem

penghubung;

Yang dimaksud dengan koridor

ekologis atau ekosistem penghubung

adalah areal atau jalur bervegetasi

yang cukup lebar baik alami maupun

buatan yang menghubungkan dua atau

lebih habitat atau kawasan konservasi

atau ruang terbuka dan sumberdaya

lainnya, yang memungkinkan

terjadinya pergerakan atau pertukaran

individu antar populasi satwa atau

pergerakan faktor-faktor biotik

sehingga mencegah terjadinya dampak

buruk pada habitat yang

terfragmentasi pada populasi karena

in-breeding dan mencegah penurunan

keanekaragaman genetik akibat erosi

genetik (genetic drift) yang sering terjadi

pada populasi yang terisolasi.

181. c. areal dengan nilai konservasi tinggi (NKT);

Yang dimaksud areal dengan nilai konservasi tinggi adalah areal atau bentang alam, pada tanah negara atau

wilayah yang telah dibebani izin atau

57

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pada tanah atau wilayah perairan yang

telah dibebani hak, berupa ekosistem yang memiliki satu atau lebih atribut berikut:

a. areal yang secara signifikan

mengandung konsentrasi nilai-nilai

keanekaragaman hayati (seperti

endemisme, spesies langka,

pengungsian, atau persinggahan

spesies migran); dan/atau bentang

alam yang cukup luas yang

terdapat di dalam unit pengelolaan

atau mencakup unit pengelolaan,

dimana populasi yang viabel dari

mayoritas spesies yang tinggal

secara alami berada pada pola yang

alami dari distribusi dan

kelimpahannya;

b. kawasan bentang alam yang

penting bagi terselenggaranya

dinamika ekologis secara alami,

dimana populasi dari mayoritas

spesies yang tinggal secara alami,

berada pada pola alami pada

distribusi dan kelimpahannya;

c. areal yang berisi ekosistem langka,

terancam atau dalam bahaya

kepunahan;

d. areal yang dapat menyediakan jasa

58

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

ekosistem dasar terutama pada

saat terjadi situasi kritis (seperti

perlindungan tata air daerah aliran

sungai dan pengendalian erosi,

ekosistem kars, ekosistem gambut);

e. areal yang menjadi ketergantungan

dari masyarakat lokal untuk

memenuhi kebutuhan dasar

(seperti subsisten, kesehatan)

dan/atau penting bagi identitas

budaya tradisional dari masyarakat

lokal (kawasan yang bersama

masyarakat diidentifikasi signifikan

secara budaya, ekologi, ekonomi

atau religi masyarakat lokal).

182. d. areal konservasi kelola masyarakat (AKKM);

Yang dimaksud dengan Areal

Konservasi Kelola Masyarakat (AKKM)

adalah ekosistem penting baik di dalam

maupun di luar kawasan hutan,

perairan dan wilayah pesisir dan

pulau-pulau kecil yang diakui sebagai

areal konservasi yang dikelola oleh

masyarakat berdasarkan prinsip-

prinsip konservasi.

Karakteristik yang mengindikasikan

AKKM adalah:

a. hubungan yang kuat antara satu

atau lebih masyarakat adat atau

lokal dengan kawasan (teritori,

59

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

ekosistem, habitat atau

sumberdaya) dimana hubungan

tersebut harus menyatu di dalam

identitas masyarakat dan/atau

ketergantungan untuk

kehidupan atau kesejahteraan;

b. masyarakat hukum adat atau

lokal merupakan pemain utama

dalam pengambilan keputusan

dan implementasi pengelolaan

kawasan. Pihak lain dapat

berkolaborasi sebagai mitra,

terutama dalam hal kawasan

tersebut merupakan kawasan

negara, namun keputusan tetap

pada masyarakat adat atau lokal;

c. keputusan pengelolaan dan

upaya dari masyarakat

mengarah pada konservasi

keanekaragaman hayati dan

nilai-nilai budaya yang terkait,

walaupun disadari bahwa tujuan

pengelolaan bukan hanya

konservasi.

Pengakuan sebagaimana dimaksud di

atas diberikan oleh pemerintah atau

pemerintah daerah sesuai

kewenangannya, setelah diadakan

sosialisasi dengan masyarakat

60

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

sekitarnya.

183. e. taman keanekaragaman hayati; Taman keanekaragaman hayati

merupakan wilayah konsevasi sebaran

vegetasi/tumbuhan yang telah ada

secara alami maupun hasil budidaya,

koleksi tumbuhan yang memiliki nilai

ekonomi tinggi, khas karena ciri

geografisnya, seperti wilayah sebaran

kopi gayo di Gayo, sebaran umbi

Cilembu di desa Cilembu.

184. f. Kawasan ekosistem lainnya. Seperti Kawasan Ekosistem Leuser

yang merupakan kawasan ekosistem

leuser di provinsi Nangro Aceh, yang

selama ini telah dikelola sebagai

Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), tidak

termasuk didalamnya kawasan

konservasi (Taman Nasional Leuser).

185. (2) Penetapan kawasan ekosistem

esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengisi kesenjangan keterwakilan

ekologis di dalam kawasan konservasi.

Melalui analisis kesenjangan

keterwakilan ekologis dapat diketahui

ekosistem esensial yang tidak

termasuk dalam sistem kawasan

konservasi. Apabila ekosistem esensial

penting tersebut tidak atau belum

dapat ditetapkan menjadi kawasan

konservasi baru atau perluasan

kawasan konservasi yang sudah ada

maka perlu diidentifikasi untuk

61

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dikelola dalam sistem yang terpadu

dengan kawasan konservasi bagi

keberlanjutan keanekaragaman hayati

yang ada.

186. (3) Ekosistem esensial sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) secara ekologis atau secara fisik

berhubungan dengan kawasan konservasi.

Cukup jelas.

187. (4) Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota menetapkan kawasan ekosistem esensial sesuai

dengan kewenangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Cukup jelas.

188. (5) Penetapan suatu kawasan ekosistem esensial dilakukan

berdasarkan hasil kajian ilmiah, sosial, dan budaya serta

mempertimbangkan usulan dari masyarakat dan persetujuan pemilik atau pengelola.

Persetujuan pemilik atau pengelola

diperlukan apabila kawasan tersebut

merupakan lahan non-kawasan hutan

yang telah dibebani hak.

189. (6) Kajian dimaksud ayat (5) dapat dilakukan oleh lembaga swadaya

masyarakat, perguruan tinggi, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.

Cukup jelas.

190. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kawasan ekosistem

esensial diatur dalam Peraturan

Cukup jelas.

62

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Pemerintah.

191. Pasal 28

Dalam hal penetapan daerah

penyangga kawasan konservasi,

koridor ekologis atau penghubung,

areal dengan nilai konservasi tinggi

(NKT), dan taman keanekaragaman

hayati, pemegang hak atas tanah

negara atas areal yang ditetapkan

wajib mengelola kawasan dimaksud

sesuai kaidah konservasi dan/atau

mengembalikan sebagian atau seluruh

hak atas tanah negara yang

dipegangnya.

Cukup jelas.

192. Pasal 29

(1) Dalam hal penetapan areal

konservasi ekosistem esensial

berada di tanah milik perorangan,

Pemerintah Pusat atau Pemerintah

Daerah dapat memberi kompensasi

kepada pemegang hak atas tanah

atas areal yang ditetapkan.

Kompensasi yang diberikan kepada

pemegang hak milik dapat berupa

penggantian lahan dalam bentuk tukar

menukar.

193. (2) Dalam hal penetapan areal konservasi kelola masyarakat,

Cukup jelas.

63

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Pemerintah Pusat atau Pemerintah

Daerah memberikan pengakuan dan dapat melakukan pembinaan dalam bentuk penguatan kapasitas

serta bantuan dana pelestarian.

194. BAB III

PELESTARIAN KEANEKARAGAMAN

HAYATI

195. Bagian Kesatu

Umum

196. Pasal 30

Pelestarian keanekaragaman hayati

diselenggarakan dalam rangka

mencegah kerusakan atau kepunahan

serta menjamin kelestarian fungsi dan

manfaat keanekaragaman hayati bagi

generasi saat ini maupun generasi

yang akan datang.

Cukup jelas.

197. Pasal 31

Pelestarian keanekaragaman hayati

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

64

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

30 dilaksanakan pada tingkat:

198. a. spesies; Cukup jelas.

199. b. sumber daya genetik; dan Cukup jelas.

200. c. ekosistem. Cukup jelas.

201. Pasal 32

(1) Pelestarian keanekaragaman hayati

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dilaksanakan untuk

mempertahankan viabilitas kondisi keanekaragaman hayati sesuai kondisi awal dan mencakup upaya

pemulihan.

Cukup jelas.

202. (2) Penentuan viabilitas kondisi

keanekaragaman hayati sesuai kondisi awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

berdasarkan:

ii. iii. iv.

203. a. hasil inventarisasi

keanekaragaman hayati; dan/atau

Cukup jelas.

204. b. data dan informasi dari lembaga ilmiah atau dari lembaga lain yang ditunjuk Pemerintah Pusat

dan/atau Pemerintah Daerah.

Cukup jelas.

65

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

205. Pasal 33

(1) Pelestarian keanekaragaman hayati dilakukan terhadap keanekaragaman hayati yang telah

ditetapkan status perlindungannya.

Cukup jelas.

206. (2) Pemerintah Pusat dan/atau

Pemerintah Daerah melakukan pelestarian keanekaragaman hayati

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

Cukup jelas.

207. (3) Dalam melakukan pelindungan keanekaragaman hayati

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat

melakukan kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Cukup jelas.

208. Pasal 34

(1) Pemulihan keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud Pasal 32 ayat (1) dilaksanakan untuk

mengembalikan kondisi keanekaragaman hayati yang

mengalami degradasi ke kondisi awal atau ke tingkat yang diinginkan.

Cukup jelas.

66

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

209. (2) Penentuan suatu kondisi

keanekaragaman hayati yang terdegradasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

berdasarkan:

210. a. hasil evaluasi kondisi

keanekaragaman hayati oleh pemerintah; dan/atau

Cukup jelas.

211. b. data dan informasi dari lembaga ilmiah dan/atau lembaga lain yang ditunjuk oleh Pemerintah

Pusat.

Cukup jelas.

212. (3) Dalam melakukan pemulihan

keanekaragaman hayati di kawasan konservasi pada lahan negara,

Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama dengan

pihak lain.

Cukup jelas.

213. (4) Kegiatan pemulihan

keanekaragaman hayati di kawasan konservasi yang dibebani hak merupakan tanggung jawab

pemegang hak dengan pembinaan dari Pemerintah Pusat dan/atau

Pemerintah Daerah.

Cukup jelas.

214. Pasal 35

Ketentuan lebih lanjut mengenai

Cukup jelas.

67

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pelestarian keanekaragaman hayati

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan

Pasal 34 diatur dalam Peraturan

Pemerintah.

215. Bagian Kedua

Pelestarian Spesies

216. Paragraf 1

Umum

217. Pasal 36

Pelestarian spesies sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 31 huruf a

dilakukan dalam rangka mencegah

kerusakan atau kepunahan spesies

serta menjamin kelestarian fungsi dan

manfaat spesies bagi generasi saat ini

maupun generasi yang akan datang.

Cukup jelas.

218. Pasal 37

(1) Pelestarian spesies dilakukan

terhadap spesies tumbuhan liar dan satwa liar mencakup upaya

68

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pemulihan spesies.

219. (2) Pelestarian spesies dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah

Daerah, dan masyarakat sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Cukup jelas.

220. Paragraf 2

Pelestarian

221. Pasal 38

(1) Pelestarian spesies sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dilakukan dalam rangka menjaga viabilitas populasi spesies

tumbuhan liar dan satwa liar.

Cukup jelas.

222. (2) Pelestarian spesies sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan status perlindungan spesies yang ditetapkan.

Cukup jelas.

223. (3) Pelindungan spesies sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan:

224. a. di dalam habitat alamnya (in-situ); dan

Cukup jelas.

225. b. di luar habitat alamnya (ex-situ). Cukup jelas.

69

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

226. Pasal 39

Pelestarian spesies dilindungi di dalam

habitat alamnya (in-situ) sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3)

huruf a dilakukan melalui:

227. a. pembinaan populasi dan habitat

untuk menjamin keseimbangan populasi spesies; dan/atau

Cukup jelas.

228. b. penyelamatan populasi atau sub-populasi suatu spesies yang terisolasi atau tidak berkelanjutan.

Cukup jelas.

229. Pasal 40

(1) Pembinaan populasi dan habitat spesies dilindungi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a

dilakukan melalui:

230. a. pengamanan populasi

tumbuhan dan satwa liar dan defragmentasi habitat satwa liar;

Cukup jelas.

231. b. penyelamatan dan/atau pemindahan ke lokasi habitat lain;

Cukup jelas.

232. c. pengamanan sumber benih; Cukup jelas.

70

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

233. d. penanaman pengkayaan spesies

tumbuhan; dan/atau

Cukup jelas.

234. e. pengendalian spesies asing yang

invasif.

Cukup jelas.

235. (2) Pengendalian spesies asing yang

invasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan melalui:

236. a. pencegahan atau pengurangan introduksi;

Cukup jelas.

237. b. pencegahan perkembangbiakan spesies asing yang invasif;

Cukup jelas.

238. c. deteksi dini dan tindakan segera;

Cukup jelas.

239. d. pengendalian dan mitigasi dampak;

Cukup jelas.

240. e. pemusahan; dan/atau Cukup jelas.

241. f. pemulihan habitat yang terkena dampak.

Cukup jelas.

242. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan populasi dan habitat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Peraturan

Pemerintah.

Cukup jelas.

243. Pasal 41

(1) Pembinaan populasi dan habitat

71

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

spesies dilindungi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 40 dilakukan:

244. a. di dalam kawasan konservasi; dan

Cukup jelas.

245. b. di luar kawasan konservasi. Pembinaan populasi dan habitat

spesies dilindungi di luar kawasan

konservasi dimaksudkan untuk

menjaga populasi atau sub populasi

dari ancaman terhadap kepunahan

lokal.

246. (2) Pembinaan populasi dan habitat spesies di dalam kawasan konservasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh pengelola

kawasan konservasi.

Cukup jelas.

247. (3) Pembinaan populasi dan habitat spesies di luar kawasan konservasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diselenggarakan oleh

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.

Cukup jelas.

248. Pasal 42

(1) Dalam rangka menyeimbangkan

daya dukung habitat terhadap peningkatan populasi spesies di

Kegiatan pembinaan habitat dan

populasi melalui perburuan terkendali

dilakukan terhadap satwa yang jumlah

populasinya melebihi daya dukung

72

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dalam kawasan konservasi dapat

dilakukan perburuan terkendali.

ekosistemnya. Kegiatan perburuan

dilakukan dengan memperhatikan

keadaan populasi dan/atau sub-

populasi di seluruh wilayah

penyebarannya. Kegiatan perburuan

terkendali dapat berupa olah raga

berburu.

249. (2) Perburuan terkendali sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan di dalam kawasan Cagar

Alam atau zona inti Taman Nasional.

Cukup jelas.

250. (3) Kegiatan perburuan terkendali

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat dilakukan terhadap

spesies dilindungi yang habitatnya di dalam maupun luar kawasan konservasi.

Cukup jelas.

251. (4) Ketentuan mengenai perburuan terkendali sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

252. Pasal 43

(1) Penyelamatan populasi atau sub-populasi spesies dilindungi yang terisolasi atau tidak berkelanjutan

sebagaimana dimaksud dalam

Populasi yang tidak berkelanjutan

dalam jangka panjang adalah populasi

yang tidak viabel yang disebabkan

diantaranya oleh jumlah individu di

73

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Pasal 39 huruf b dilakukan dengan

cara memindahkan populasi atau sub-populasi spesies ke habitat lain.

dalam populasi kecil, rasio jantan-

betina yang tidak sesuai, struktur

umur yang tidak memadai, atau

kondisi habitat yang rusak dan sulit

diperbaiki.

253. (2) Untuk mengurangi dampak atau

ancaman bagi populasi satwa dilindungi yang terisolasi di luar

kawasan konservasi dan berada di tanah hak, pemegang hak atas tanah wajib:

254. a. menjaga habitat; dan Cukup jelas.

255. b. menyelamatkan populasi atau sub-populasi spesies satwa yang

terisolasi atau populasinya tidak dapat berkembang dalam jangka

panjang.

Penyelamatan populasi atau sub

populasi spesies satwa yang terisolasi

atau populasinya tidak dapat

berkembang dalam jangka panjang

dilakukan melalui kerjasama dan

dikoordinasikan oleh unit kerja yang

menyelenggarakan urusan

pemerintahan dibidang konservasi

keanekaragaman hayati.

256.

Pasal 44

(1) Pelestarian spesies dilindungi secara ex-situ sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf b, dilakukan melalui:

74

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

257. a. pengembangbiakan satwa liar di

dalam lingkungan yang terkontrol untuk dilepasliarkan kembali ke habitat alamnya;

Pengembangbiakan satwa liar di dalam

lingkungan rehabilitasi yang terkontrol

(penangkaran) ditujukan untuk

dilepasliarkan kembali untuk

memulihkan kondisi populasi agar

terhindar dari kepunahan.

258. b. pengembangbiakan satwa liar di

dalam lingkungan yang terkontrol untuk tujuan

komersial;

Dalam rangka mengurangi tekanan

terhadap populasi tertentu di habitat

alam maka pengembangan satwa liar

dapat dilakukan untuk tujuan

komersial.

Yang dimaksud dengan lingkungan

terkontrol merupakan lingkungan yang

dimanipulasi untuk tujuan

memproduksi spesimen satwa liar

tertentu dengan membuat batas-batas

yang jelas untuk menjaga keluar

masuknya satwa liar, telur atau gamet,

serta dicirikan antara lain rumah

buatan.

259. c. rehabilitasi satwa liar; Rehabilitasi dimaksudkan untuk

mengkondisikan dan mengadaptasikan

tingkah laku satwa liar yang berada

diluar habitatnya dengan habitat

alaminya sebelum dilepasliarkan

kembali ke habitat alamnya dan

sebagian dapat dikembalikan lagi

75

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

untuk meningkatkan populasi.

260. d. perbanyakan tumbuhan secara

buatan untuk dikembalikan lagi ke habitat alam atau untuk

tujuan komersial; dan/atau

Yang dimaksud dengan perbanyakan

tumbuhan secara buatan (artificial

propagation) merupakan kegiatan

memperbanyak dan menumbuhkan

tumbuhan di dalam kondisi yang

terkontrol, dari material untuk

memperbanyak tumbuhan seperti

benih (biji), potongan bagian

tumbuhan, pencaran rumpun, spora

dan jaringan.

Kondisi terkontrol untuk perbanyakan

tumbuhan secara buatan adalah

kondisi di luar lingkungan alaminya

yang secara intensif dimanipulasi oleh

campur tangan manusia dengan

tujuan untuk menghasilkan tumbuhan

yang terpilih.

261. e. penyelamatan satwa ex-situ di pusat penyelamatan satwa.

Pusat penyelamatan satwa ex-situ

merupakan tempat sementara untuk

menampung dan/atau mengkondisikan

satwa hasil sitaan atau hasil dari

upaya penegakan hukum lainnya

sebelum dikirim ke tujuan akhirnya/

dilepasliarkan kembali ke habitat alam,

atau dikirim ke taman satwa atau

kebun binatang, dijadikan induk

pengembangbiakan, atau

76

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dimusnahkan.

262. (2) Pengembangbiakan satwa liar

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh lembaga

yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.

Cukup jelas.

263. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan spesies dilindungi dalam kondisi ex-situ sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan

Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

264. Pasal 45

(1) Pelestarian spesies dikendalikan dalam kondisi in-situ sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf a dilakukan dengan:

265. a. pengaturan dan pengendalian

pemanenan langsung dari habitat alamnya;

Pengaturan pemanenan dimulai dari

penetapan kuota pengambilan atau

penangkapan, pengenaan perizinan

dan pengawasan terhadap

pengambilan atau penangkapan,

penetapan lokasi-lokasi yang

dibolehkan untuk dilakukan

pengambilan atau penangkapan, serta

penetapan batasan-batasan seperti

kelas ukuran, umur dan spesies

77

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kelamin yang boleh diambil atau

ditangkap dari habitat alam.

266. b. pembinaan habitat; dan/atau Cukup jelas.

267. c. pembinaan populasi. Cukup jelas.

268. (2) Untuk melaksanakan prinsip

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat menyusun

rencana pengelolaan spesies dikendalikan yang diperdagangkan.

Cukup jelas.

269. Pasal 46

(1) Pembinaan habitat dan/atau

pembinaan populasi spesies

dikendalikan sebagaimana

dimaksud pada Pasal 45 ayat (1)

huruf b dan huruf c, dilakukan

terhadap spesies yang mengalami

tekanan pemanfaatan, termasuk

perdagangan.

Pembinaan habitat dan pembinaan

populasi termasuk juga diantaranya

pembinaan habitat di pulau kosong

untuk menampung populasi satwa

yang dikelola.

270. (2) Pembinaan habitat dan/atau

pembinaan populasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dapat dilakukan di luar kawasan konservasi.

Cukup jelas.

78

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

271. Pasal 47

(1) Pelestarian spesies dikendalikan secara ex-situ sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf b dilakukan dengan:

272. a. pembesaran spesimen hidup

spesies satwa liar tertentu dari habitat alam di dalam

lingkungan terkontrol;

Cukup jelas.

273. b. pengembangbiakan satwa liar di

dalam lingkungan yang terkontrol atau perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam

kondisi yang terkontrol; dan/ atau

Pengembangbiakan satwa liar bagi

spesies dikendalikan dimaksudkan

sebagai penyedia stok untuk

kepentingan komersial.

274. c. penyelamatan satwa di pusat-pusat penyelamatan satwa ex-situ.

Cukup jelas.

275. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan spesies dikendalikan

dalam kondisi ex-situ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

276. Pasal 48

(1) Pelestarian spesies dipantau dalam

kondisi in-situ sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3)

Cukup jelas.

79

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

huruf a dilakukan dengan

pemantauan pemanfaatan yang

berkelanjutan.

277. (2) Pelaksanaan pemantauan pemanfaatan yang berkelanjutan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penerapan prinsip-prinsip ilmiah dan

pemanenan yang tidak merusak populasi spesies di habitat alam.

Pemantauan pemanfaatan terhadap

spesies tumbuhan dan satwa liar

spesies dipantau dilakukan melalui:

a. pengaturan terhadap cara-cara

mengambil atau menangkap agar

tidak terjadi kerusakan pada

populasi dan/atau habitat;

b. penerapan prinsip ilmiah dan

pemanenan yang tidak merusak

populasi di habitat alam;

c. pencatatan pemanenan dan

pemanfaatan, seperti perdagangan

baik dalam negeri maupun ekspor.

278. Pasal 49

(1) Pelestarian spesies dipantau dalam

kondisi ex-situ sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3)

huruf b dilakukan sama dengan

pelestarian spesies dikendalikan

dalam kondisi ex-situ sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 47.

Cukup jelas.

80

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

279. (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai

pelindungan spesies dipantau dalam kondisi ex-situ sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

280. Pasal 50

(1) Setiap orang yang bertanggung jawab di dalam pengelolaan

pelestarian spesies dalam kondisi in-situ dan/atau ex-situ wajib

melakukan medik konservasi untuk mencegah dan mengendalikan wabah penyakit zoonosis dan/atau

penyakit baru yang diduga disebabkan oleh satwa liar di

habitat alam.

Medis Konservasi merupakan

penerapan medik veteriner dalam

penyelenggaraan kesehatan hewan di

bidang konservasi spesies satwa liar.

Penyakit zoonosis adalah penyakit yang

infeksinya bersumber dari satwa dan

dapat ditularkan kepada manusia dan

sebaliknya yang nantinya akan

berkembang menjadi wabah. Penyakit

baru merupakan new emerging

diseases.

281. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai medik konservasi diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

282. Pasal 51

(1) Setiap orang yang melaksanakan

pengelolaan pelestarian satwa liar dalam kondisi ex-situ wajib

menerapkan prinsip kesejahteraan satwa.

Penerapan prinsip kesejahteraan satwa

dilaksanakan untuk mewujudkan

kebebasan satwa antara lain:

a. bebas dari rasa lapar dan haus;

b. bebas dari rasa sakit, cidera, dan

81

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

penyakit;

c. bebas dari ketidaknyamanan

(temperatur dan fisik),

penganiayaan, dan penyalahgunaan;

d. bebas dari rasa takut dan tertekan;

dan

e. bebas mengekspresikan perilaku

alaminya.

283. (2) Ketentuan mengenai kesejahteraan satwa sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

284. Paragraf 3

Pemulihan Spesies

Cukup jelas.

285. Pasal 52

(1) Pemulihan spesies sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) bertujuan untuk mengembalikan

viabilitas populasi spesies yang langka atau terancam punah atau kritis di habitat alamnya.

Spesies yang langka atau terancam

punah atau kritis umumnya

merupakan spesies dilindungi.

286. (2) Pemulihan spesies sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

melalui:

82

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

287. a. reintroduksi atau pengkayaan

populasi spesies; dan

Cukup jelas.

288. b. pemulihan (restorasi) dan

pembinaan habitat.

Cukup jelas.

289. (3) Reintroduksi atau pengkayaan

populasi spesies satwa dalam kondisi in-situ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a

dilakukan melalui pelepasliaran spesies satwa ex-situ hasil

rehabilitasi, pengembangbiakan, atau pengamanan.

Cukup jelas.

290. (4) Pemulihan (restorasi) dan pembinaan habitat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b

dilakukan untuk mengembalikan fungsi habitat alam sehingga

memadai untuk mendukung tambahan populasi spesies.

Cukup jelas.

291. (5) Reintroduksi atau pengkayaan

populasi spesies dapat dilakukan setelah kondisi habitat atau

ekosistem yang direstorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinilai mampu mendukung

populasi hasil reintroduksi beserta kemungkinan perkembangan populasinya.

Cukup jelas.

292. (6) Dalam melakukan kegiatan reintroduksi dan/atau pemulihan

Cukup jelas.

83

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

(restorasi) sebagaimana dimaksud

pada ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat

melakukan kerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat atau

swasta.

293. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai

tata cara restorasi dan kerja sama pemulihan (restorasi) ekosistem diatur dalam Peraturan

Pemerintah.

Cukup jelas.

294. Bagian Ketiga

Pelestarian Sumber Daya Genetik

295.

296. Paragraf 1

Umum

297. Pasal 53

(1) Pelestarian sumber daya genetik

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b bertujuan untuk

mempertahankan keberadaan dan keanekaragaman genetik untuk mendukung pelestarian spesies dan

ekosistem.

Pelestarian sumber daya genetik

dilakukan terhadap sumber daya

genetik dan jasad renik.

84

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

298. (2) Dalam rangka menyelenggarakan

pelestarian sumber daya genetik, Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan nasional tentang

pelestarian sumber daya genetik.

Cukup jelas.

299. Pasal 54

Pelestarian sumber daya genetik

dilakukan dengan melindungi sumber

daya genetik dan pemulihan

keanekaragaman sumber daya genetik

spesies target.

Cukup jelas.

300. Pasal 55

(1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib melestarikan

sumber daya genetik yang khas di daerahnya, langka, atau memiliki nilai secara nyata maupun

potensial.

Cukup jelas.

301. (2) Menteri menetapkan pedoman,

norma dan kriteria pelestarian sumber daya genetik sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 53 dan Pasal 54.

Cukup jelas.

85

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

302. Paragraf 2

Pelestarian Sumber Daya Genetik bagi

Spesies Target

303. Pasal 56

(1) Pelestarian sumber daya genetik bagi spesies target sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 54 dilakukan melalui:

304. a. inventarisasi spesies target untuk pengembangan basis data sumber daya genetik spesies

target;

Cukup jelas.

305. b. pelestarian sumber daya genetik

spesies target dalam kondisi in-situ; dan

Pelestarian sumber daya genetik

spesies target in-situ ditujukan untuk

melindungi keanekaragaman sumber

daya genetik dan keaslian spesies di

dalam habitat aslinya.

306. c. pelestarian sumber daya genetik spesies target dalam kondisi ex-situ.

Pelestarian sumber daya genetik

spesies target ex-situ dilakukan untuk

melindungi keanekaragaman sumber

daya genetik namun di luar habitat

aslinya.

307. (2) Dalam rangka pelestarian sumber daya genetik spesies target, Menteri

menyusun dan melaksanakan strategi konservasi genetik bagi

Cukup jelas.

86

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

spesies target berdasarkan hasil

inventarisasi spesies target sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a.

308. (3) Ketentuan mengenai pelestarian sumber daya genetik bagi spesies

target sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan

Pemerintah.

Peraturan pemerintah mengenai

pelestarian sumber daya genetik bagi

spesies target setidaknya memuat:

a. penyelenggaraan inventarisasi

spesies target;

b. strategi konservasi genetik

c. pengembangan basis data hasil

inventarisasi dan riset serta

penanggung jawab basis data dan

riset.

309. Pasal 57

Pelestarian sumber daya genetik

spesies target dalam kondisi in-situ

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

56 ayat (1) huruf b dilakukan

terhadap:

310. a. spesies dilindungi; dan Cukup jelas.

311. b. spesies yang diperdagangkan atau

bernilai komersial serta spesies yang mendukung budidaya.

Cukup jelas.

87

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

312. Pasal 58

Pelestarian sumber daya genetik

spesies target dalam kondisi in-situ

terhadap spesies dilindungi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

57 huruf a dilakukan dengan:

313. a. menjaga populasi di dalam maupun di luar kawasan konservasi;

Menjaga populasi di dalam maupun di

luar kawasan konservasi termasuk

juga menyelamatkan spesimen

tumbuhan yang berfungsi sebagai

induk, termasuk pohon-pohon induk

untuk pengembangbiakan tumbuhan

baik secara alami maupun buatan

termasuk pengembangan kebun

benih/bibit di lokasi habitat di luar

kawasan konservasi yang diketahui

merupakan habitat asli spesies

tumbuhan target.

314. b. menyelamatkan populasi terisolasi dan memindahkan ke lokasi yang

memungkinkan terjadinya transfer materi genetik; dan/atau

Cukup jelas.

315. c. memelihara habitat, mempertahankan dan

mengupayakan ketersambungan antar-habitat untuk menjamin adanya transfer materi genetik

Mengupayakan ketersambungan antar-

habitat dapat dilakukan diantaranya

melalui penetapan koridor habitat, baik

alami maupun buatan.

88

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

antar-wilayah habitat.

316. Pasal 59

Pelestarian sumber daya genetik

spesies target dalam kondisi in situ

terhadap spesies yang diperdagangkan

atau bernilai komersial serta spesies

yang mendukung budidaya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

57 huruf b dilakukan dengan:

317. a. menjaga dan mengendalikan populasi di dalam maupun di luar kawasan konservasi di dalam

wilayah penyebarannya;

Menjaga populasi di dalam maupun di

luar kawasan konservasi termasuk

juga menyelamatkan spesimen

tumbuhan yang berfungsi sebagai

induk, termasuk pohon-pohon induk

untuk pengembangbiakan tumbuhan

baik secara alami maupun buatan.

318. b. mengembangkan kebun benih atau

bibit di lokasi habitat yang diketahui merupakan habitat asli spesies tumbuhan target;

Cukup jelas.

319. c. memulihkan atau restorasi populasi yang terdegradasi dengan spesimen asli setempat; dan/atau

Cukup jelas.

320. d. memelihara habitat, mempertahankan dan

mengupayakan ketersambungan

Cukup jelas.

89

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

antar habitat untuk menjamin

adanya transfer materi genetik antar wilayah habitat.

321. Pasal 60

Pelestarian sumber daya genetik

dalam kondisi ex-situ sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1)

huruf c dilakukan dengan:

322. a. memelihara dan mengembangbiakkan satwa atau perbanyakan tumbuhan secara

buatan di lembaga konservasi ex- situ atau di tempat lain di luar

habitat aslinya bagi spesimen hidup;

Pemeliharaan spesimen hidup satwa

terancam punah di dalam lembaga

konservasi ex-situ seperti kebun

binatang atau taman satwa lainnya

kebun botani, kebun raya, atau taman

lainnya.

323. b. mengembangbiakan satwa di dalam lingkungan terkontrol di luar

habitatnya atau perbanyakan tumbuhan secara buatan di dalam kondisi terkontrol di luar

habitatnya;

Mencegah terjadinya perkawinan

kerabat (in-breeding) dalam rangka

mempertahankan kebugaran genetik

populasi di luar habitatnya.

324. c. perbanyakan tumbuhan secara

buatan di dalam kondisi terkontrol di luar habitatnya atau di habitat alami lekat lahan; dan

Cukup jelas.

325. d. mengawetkan spesimen atau materi genetik seperti semen beku, biji,

Cukup jelas.

90

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

atau materi genetik lainnya di

dalam alat penyimpan yang dirancang khusus untuk itu.

326. Paragraf 3

Pemulihan Keanekaragaman Sumber

Daya Genetik

Cukup jelas.

327. Pasal 61

(1) Pemulihan keanekaragaman

sumber daya genetik sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 54

ditujukan bagi spesies target yang

mengalami penurunan

keanekaragaman sumber daya

genetik.

Spesies-spesies target yang mengalami

penurunan keanekaragaman genetik

adalah spesies target yang mengalami

kepunahan lokal atau kepunahan

spesies di habitat alam yang

mengalami erosi keragaman

genetiknya.

328. (2) Pemulihan keanekaragaman sumber daya genetik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

329. a. relokasi atau translokasi spesies;

Cukup jelas.

330. b. penanaman dan/atau pengkayaan tumbuhan;

Cukup jelas.

331. c. pelepasliaran satwa hasil

pengembangbiakan, hasil

Cukup jelas.

91

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

penyelamatan dalam kondisi ex-situ, dan/atau hasil rehabilitasi;

332. d. pengendalian untuk

mempertahankan kemurnian spesies;

Cukup jelas.

333. e. pertukaran spesies antar lembaga konservasi ex-situ

zoologi atau botani; dan/atau

Lembaga konservasi ex-situ zoologi

atau botani, meliputi antara lain:

kebun binatang, taman satwa atau

kebun raya.

334. f. pemuliaan tumbuhan, uji provenan, peningkatan kualitas

genetik melalui penyerbukan buatan.

Kegiatan pemuliaan tumbuhan

dimaksudkan untuk mengembalikan

kualitas genetik ke kondisi asli.

335. (3) Dalam rangka pemulihan sumber daya genetik, Pemerintah Pusat dapat mengambil spesies tertentu

untuk indukan dari pemilik koleksi atau pengampu sumber daya

genetik.

Yang dimaksud spesies tertentu adalah

spesies yang secara populasi di alam

hampir punah namun dimiliki oleh

orang atau badan usaha.

336. (4) Ketentuan mengenai pemulihan

keanekaragaman sumber daya genetik bagi spesies target sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

337. Bagian Keempat

Pelestarian Ekosistem

92

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

338. Paragraf 1

Umum

339. Pasal 62

Pelestarian ekosistem diselenggarakan

dalam rangka menjaga keutuhan dan

keterwakilan, serta memelihara

keseimbangan, ketersambungan, dan

kemantapan ekosistem di dalam suatu

jejaring ekologi.

Cukup jelas.

340. Pasal 63

(1) Pelestarian ekosistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, meliputi:

341. a. pelestarian kawasan konservasi dan/atau kawasan ekosistem esensial; dan

Cukup jelas.

342. b. pemulihan ekosistem. Cukup jelas.

343. (2) Pelestarian kawasan konservasi dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

Cukup jelas.

344. (3) Pelestarian ekosistem dapat

dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, sesuai

kewenangannya dan/atau

Cukup jelas.

93

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pemegang hak atau izin.

345. (4) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya

membentuk unit pengelola pelestarian ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat

(3).

Yang dimaksud dengan unit pengelola

dapat berbentuk kesatuan pengelolaan

hutan atau unit pelaksana teknis pusat

atau daerah.

346. (5) Pengelolaan kawasan konservasi

oleh unit pengelola dilakukan dengan sistem zonasi sesuai dengan tujuan atau keperluannya.

Zonasi terdiri dari zona inti, zona

pemanfaatan, zona rimba/zona

pelindungan, zona tradisional, zona

religi, budaya, dan sejarah, zona

khusus.

Zona khusus adalah zona yang

ditetapkan untuk kepentingan aktivitas

kelompok masyarakat yang tinggal di

dalam dan/atau sekitar wilayah

tersebut sebelum ditunjuk atau

ditetapkan sebagai kawasan konservasi

atau ditetapkan untuk lokasi

kepentingan strategis yang tidak dapat

dielakkan.

347. Paragraf 2

Pelestarian Kawasan Konservasi

348. Pasal 64

94

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Pelestarian Cagar Alam dilakukan

dengan memperhatikan:

349. a. pelindungan ekosistem asli dan

integritas lingkungan dalam jangka panjang, spesies dan/atau fitur

keanekaragaman geologis yang unggul secara nasional;

Cukup jelas.

350. b. pengamanan contoh lingkungan alami; dan/atau

Cukup jelas.

351. c. pelindungan nilai-nilai kultural dan

spiritual terkait dengan alam.

Cukup jelas.

352. Pasal 65

Pelestarian Taman Nasional dilakukan

dengan memperhatikan:

353. a. pelindungan keanekaragaman hayati bersama dengan struktur

ekologis yang mendasari serta proses-proses lingkungan yang

mendukung serta pengembangan pendidikan dan rekreasi;

Cukup jelas.

354. b. pengabadian contoh keterwakilan wilayah fisiografis, komunitas biota, sumber daya genetik dan proses-

proses alam yang tak terganggu;

Cukup jelas.

355. c. penjagaan populasi dan kelompok

spesies asli yang viabel dan secara ekologis fungsional pada kerapatan

Cukup jelas.

95

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

yang mencukupi untuk melindungi

integritas dan daya tahan ekosistem dalam jangka panjang;

356. d. konservasi spesies yang mempunyai pergerakan luas, proses ekologis regional dan rute

migrasi;

Cukup jelas.

357. e. pengembangan pemanfaatan untuk

kepentingan religi, pendidikan, budaya, sejarah dan rekreasi sepanjang tidak merusak sumber

daya alam secara biologis atau ekologis;

Cukup jelas.

358. f. kebutuhan masyarakat hukum adat atau lokal, termasuk

pemanfaatan subsisten sumberdaya alam yang tidak berdampak buruk pada tujuan

utama pengelolaan; dan/atau

Cukup jelas.

359. g. pemberian sumbangan pada

ekonomi lokal melalui pemungutan hasil hutan non kayu atau pemanfaatan jasa lingkungan.

Yang dimaksud hasil hutan non kayu

dapat berupa madu, getah, buah di

zona khusus atau zona pemanfaatan

tradisional.

360. Pasal 66

Pelestarian Taman Wisata alam

dilakukan dengan memperhatikan:

96

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

361. a. pelindungan situs alami yang khas

dengan nilai-nilai religi atau budaya dan yang mempunyai nilai konservasi keanekaragaman hayati;

Cukup jelas.

362. b. pengabadian contoh keterwakilan wilayah fisiografis, komunitas biota,

sumber daya genetik dan proses alam yang tak terganggu;

Cukup jelas.

363. c. pelindungan fitur alam beserta keanekaragaman hayati dan habitat yang menyertainya yang

menjadi daya tarik utama kawasan untuk tujuan ekowisata; dan/atau

Cukup jelas.

364. d. pelindungan nilai religi atau budaya tradisional.

Cukup jelas.

365. Pasal 67

Pelestarian Suaka Margasatwa

dilakukan dengan memperhatikan:

366. a. pemeliharaan, pelindungan, dan

pemulihan populasi spesies tumbuhan liar dan satwa liar

beserta habitatnya;

Cukup jelas.

367. b. pelindungan pola vegetasi atau fitur biologis lainnya melalui pendekatan

pengelolaan;

Cukup jelas.

368. c. pelindungan potongan (fragmen)

habitat yang merupakan komponen

Cukup jelas.

97

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dari strategi konservasi suatu

bentang alam darat dan/atau perairan;

369. d. pengembangan pendidikan dan apresiasi publik mengenai kepedulian terhadap spesies dan

habitat; dan/ atau

Cukup jelas.

370. e. keberadaan penduduk yang tinggal

berdampingan atau bersentuhan dengan kawasan yang ditetapkan.

Cukup jelas.

371. Pasal 68

Pelestarian Taman Buru dilakukan

dengan memperhatikan:

372. a. pemeliharaan, pelindungan, dan

peningkatan populasi spesies dan habitat;

Cukup jelas.

373. b. pelindungan pola-pola vegetasi atau fitur biologis lainnya melalui pendekatan-pendekatan

pengelolaan;

Cukup jelas.

374. c. pelindungan potongan (fragmen)

habitat yang merupakan komponen dari strategi konservasi suatu

bentang alam di daratan dan perairan; dan/ atau

Cukup jelas.

375. d. pengembangan pendidikan dan apresiasi publik mengenai

Cukup jelas.

98

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kepedulian spesies dan habitat.

376. Pasal 69

Pelestarian Taman Hutan Raya

dilakukan dengan memperhatikan:

377. a. pelindungan dan penjagaan bentang alam hutan termasuk pesisir yang dapat dipadukan

dengan pelestarian nilai-nilai lain yang tercipta dari interaksi dengan manusia melalui praktek-praktek

pengelolaan tradisional bersama dengan kegiatan konservasi

keanekaragaman hayati;

Cukup jelas.

378. b. pemeliharaan keseimbangan

interaksi antara alam dengan budaya melalui pelindungan bentang alam darat/laut serta

pendekatan tradisional pengelolaan kawasan, masyarakat, budaya dan nilai-nilai spiritual yang

menyertainya;

Cukup jelas.

379. c. penyelenggaraan konservasi dalam

skala luas dengan cara menjaga spesies yang berasosiasi dengan

wilayah budaya dan/atau melalui penyediaan kesempatan konservasi pada bentang alam yang secara

intensif dimanfaatkan;

Cukup jelas.

99

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

380. d. ketersediaan kesempatan bagi

kesenangan, kesejahteraan, dan kegiatan sosial ekonomi melalui rekreasi dan turisme; dan/atau

Cukup jelas.

381. e. ketersediaan kerangka kerja untuk mendukung peran serta

masyarakat dalam pengelolaan bentang alam dan kekayaan alam

serta budaya yang ada.

Cukup jelas.

Paragraf 3

Pelestarian Kawasan Ekosistem

Esensial

Cukup jelas.

382. Pasal 70

Pelestarian daerah penyangga

kawasan konservasi dilakukan dengan

memperhatikan keberadaan dan

peranan masyarakat di sekitar

kawasan konservasi untuk

berpartisipasi dalam pelestarian

keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

383. Pasal 71

Pelestarian koridor ekologis atau

ekosistem penghubung dilakukan

Cukup jelas.

100

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dengan memperhatikan terjaminnya

pergerakan atau pertukaran individu

antar populasi satwa atau pergerakan

faktor-faktor biotik untuk mencegah

terjadinya dampak buruk pada habitat

yang terfragmentasi pada populasi

karena in-breeding dan penurunan

keanekaragaman genetik akibat erosi

genetik yang sering terjadi pada

populasi yang terisolasi.

384. Pasal 72

Pelestarian areal dengan nilai

konservasi tinggi dilakukan dengan

memperhatikan:

385. a. kelestarian nilai-nilai

keanekaragaman hayati;

Yang dimaksud memperhatikan

kelestarian nilai-nilai keanekaragaman

hayati adalah memperhatikan unsur

atau faktor seperti endemisme, spesies

langka, pengungsian, atau

persinggahan spesies migran.

386. b. keberadaan bentang alam yang

cukup luas yang didalamnya terdapat populasi yang viabel dari mayoritas spesies yang tinggal

secara alami pada pola alami dari distribusi dan kelimpahan spesies

Cukup jelas.

101

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

tersebut;

387. c. pelindungan spesies yang masuk dalam status pelindungan spesies;

Cukup jelas.

388. d. pelestarian keberadaan areal yang menjadi ketergantungan dari

masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan dasar dan/atau yang penting bagi identitas budaya

tradisional masyarakat lokal.

Yang dimaksud kebutuhan dasar

seperti subsisten atau kesehatan.

Yang dimaksud areal yang penting bagi

identitas tradisional masyarakat lokal

adalah kawasan yang diidentifikasi

penting secara budaya, ekologi,

ekonomi atau religi masyarakat lokal.

Pasal 73

389. Pelestarian areal konservasi kelola masyarakat dilakukan dengan memperhatikan kelestarian

keanekaragaman hayati yang memiliki hubungan saling ketergantungan dan menyatu di dalam identitas

masyarakat untuk kehidupan atau kesejahteraan.

Cukup jelas.

390. Pasal 74

Pelestarian taman keanekaragaman

hayati dilakukan dengan

memperhatikan penyelamatan

tumbuhan lokal, menjadi sumber

Cukup jelas.

102

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

bibit, pemuliaan tanaman, dan sarana

pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, pendidikan dan

penyuluhan, serta menjadi lokasi

wisata alam dan sebagai ruang

terbuka hijau.

391. Pasal 75

Pelestarian Kawasan Ekosistem seperti

Ekosistem Leuser dilakukan dengan

memperhatikan terjaminnya

kelestarian fungsi kawasan, dengan

tetap memperhatikan keberadaan dan

peranan masyarakat di sekitar

kawasan untuk berpartisipasi dalam

pelestarian keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

392. Paragraf 3

Pemulihan Ekosistem

393. Pasal 76

(1) Pemulihan ekosistem sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1)

huruf b dilakukan dalam rangka

mengembalikan unsur-unsur dan

Pada Ekosistem yang telah

terdegradasi dapat dilaksanakan

kegiatan rehabilitasi dan

pemulihan/restorasi.

Rehabilitasi dilaksanakan sebatas

103

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

proses ekologis pada kawasan. untuk menambah populasi pada

bagian ekosistem yang terganggu

dengan jenis asli atau yang tumbuh

secara alami di kawasan tersebut.

Pemulihan ekosistem, dapat disebut

juga dengan restorasi ekosistem,

merupakan proses memperbaiki

ekosistem yang terdegradasi, rusak,

hancur atau telah ditransformasi

dengan membantu mengembalikan

integritas ekologis ke tingkat yang

mendekati asalnya.

394. (2) Pemulihan ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada ekosistem yang telah

mengalami degradasi, rusak, hancur, atau ditransformasi.

Yang dimaksud dengan:

a. ekosistem yang mengalami

degradasi adalah ekosistem yang

menurun integritas ekologisnya;

b. ekosistem rusak adalah hilangnya

sebagian besar kehidupan

makroskopik beserta

kesalingtergantungannya;

c. ekosistem hancur adalah hilangnya

seluruh kehidupan makroskopik

dan mikroskopik beserta

kesalingtergantungannya termasuk

telah terjadi deforestasi atau lahan

gundul;

d. ekosistem yang telah

ditransformasi adalah ekosistem

104

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

yang telah dikonversi menjadi

ekosistem buatan.

395. (3) Pemulihan ekosistem sebagaimana dimaksud pada (1) dan ayat (2)

dapat dilakukan di seluruh kategori kawasan, baik pada kawasan yang dibebani hak maupun pada tanah

negara.

Cukup jelas.

396. Pasal 77

(1) Kegiatan pemulihan ekosistem sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 76 dilakukan bersamaan atau didahului dengan menghilangkan faktor penyebab kerusakan,

degradasi atau transformasi.

Cukup jelas.

397. (2) Pemulihan ekosistem sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:

398. a. sepenuhnya suksesi alam; Yang dimaksud dengan pemulihan

ekosistem dengan cara yang

sepenuhnya suksesi alam (fully natural

succession) adalah kegiatan pemulihan

ekosistem tanpa campur tangan

manusia dimana ekosistem

dikembalikan ke tingkat aslinya

dengan sepenuhnya diserahkan pada

mekanisme alam. Unsur pengelolaan

105

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

hanya membantu dengan pengamanan

kawasan dan menghilangkan faktor

penyebab kerusakan.

399. b. suksesi alam yang dibantu

manusia; dan/atau

Yang dimaksud dengan pemulihan

ekosistem dengan cara suksesi alam

yang dibantu manusia (assisted natural

succession) adalah pemulihan dengan

suksesi alam dimana hanya sedikit

campur tangan manusia, seperti

melalui pengkayaan tumbuhan dan

satwa asli, bantuan penyerbukan,

bantuan irigasi dan bantuan minor

lainnya.

400. c. pengembalian unsur-unsur dan proses ekologis suatu ekosistem sepenuhnya dengan bantuan

manusia.

Kegiatan pemulihan ekosistem dengan

pengembalian unsur-unsur dan proses

ekologis suatu ekosistem sepenuhnya

dengan bantuan manusia (fully

artificial succession). Namun tetap

dijaga keaslian ekosistem dan jenisnya.

401. Pasal 78

(1) Pemulihan ekosistem di dalam kawasan konservasi dilakukan untuk seluruh kategori kawasan

konservasi sesuai dengan derajat kerusakannya.

Cukup jelas.

106

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

402. (2) Kawasan Cagar Alam atau zona inti

Taman Nasional hanya dapat dilakukan pemulihan dengan cara sepenuhnya suksesi alami atau

suksesi alami yang dibantu manusia sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 77 ayat (2) huruf a atau huruf b.

Sesuai dengan tujuan penetapan dan

tujuan pengelolaan kawasan

konservasi kategori Cagar Alam atau

zona inti taman nasional dikelola

dalam kondisi asli bagi kepentingan

riset dan ilmu pengetahuan. Oleh

sebab itu maka pemulihan ekosistem

cagar alam atau zona inti taman

nasional yang telah rusak, hancur atau

ditransformasi harus dilakukan dengan

suksesi secara alami sepenuhnya

maupun dibantu, dengan

menghilangkan faktor-faktor penyebab

kerusakan dan melindungi agar faktor-

faktor tersebut tidak kembali.

403. (3) Kawasan konservasi selain

kawasan Cagar Alam dan zona inti Taman Nasional dapat dipulihkan dengan metoda sepenuhnya dengan

bantuan manusia.

Cukup jelas.

404. (4) Pemerintah Pusat, Pemerintah

Daerah, dan pemegang hak atas tanah wajib melakukan evaluasi

terhadap kondisi kawasan sesuai dengan hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam

peraturan perundang-undangan.

Cukup jelas.

107

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

405. Pasal 79

(1) Dalam rangka pemulihan kawasan Cagar Alam atau zona inti Taman Nasional yang telah rusak, hancur

atau ditransformasi, Menteri dapat menetapkan penurunan status

zonasi kawasan cagar alam atau zona inti taman nasional dengan jangka waktu tertentu.

Cagar alam atau zona inti taman

nasional yang telah rusak, hancur atau

ditransformasi sehingga tidak dapat

memenuhi tujuan penetapannya untuk

tetap dikelola dalam kondisi ekosistem

asli maka berdasarkan evaluasi dapat

diubah menjadi kawasan konservasi

kategori lainnya oleh Menteri atau

pejabat yang ditunjuk, atau dalam hal

zona inti taman nasional dapat diubah

menjadi zona lain yang sesuai.

406. (2) Penurunan kategori atau status

zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan untuk

kebutuhan pemulihan.

Cukup jelas.

407. (3) Kawasan cagar alam atau zona inti taman nasional yang telah

mengalami penurunan status zonasi pada ayat (3) dapat

dipulihkan dengan pengembalian unsur-unsur dan proses ekologis suatu ekosistem sepenuhnya

dengan bantuan manusia sebagaimana dimaksud pada Pasal 77 ayat (2) huruf c.

Cukup jelas.

408. (4) Masa berlaku perubahan status/kategori atau status zonasi

dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan

berdasarkan perencanaan

Cukup jelas.

108

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pemulihan.

409. Pasal 80

(1) Untuk setiap kegiatan pemulihan

ekosistem, setiap pengelola kawasan yang hendak dilakukan

pemulihan wajib membuat perencanaan pemulihan berdasarkan standar capaian atas

kondisi akhir.

Tujuan pemulihan di dalam rencana

pemulihan ekosistem berisi target yaitu

kondisi akhir yang diinginkan sampai

tahap mana ekosistem akan

dipulihkan. Kondisi akhir yang

diinginkan (Desired Future

Conditions/DFC) merupakan kondisi

ekosistem yang menggambarkan

tujuan akhir atau titik akhir dari

kegiatan pemulihan atau restorasi,

yang dapat berupa ekosistem yang

telah berfungsi dan berlaku seperti

pada masa asal sebelum terjadi

kerusakan, atau kondisi optimal yang

tidak memungkinkan pengembalian ke

tingkat aslinya karena

mempertimbangkan keberadaan

manusia dan dampaknya yang tak

dapat dikembalikan ke tingkat semula,

atau kondisi optimal karena beberapa

komponen ekosistem sudah tidak

dapat dikembalikan ke ekosistem

aslinya.

410. (2) Perencanaan pemulihan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi tata cara pemulihan

Cukup jelas.

109

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

ekosistem.

411. (3) Standar capaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

oleh Pemerintah Pusat berdasarkan atribut pulihnya ekosistem yang direstorasi.

Cukup jelas.

412. (4) Standar capaian atas kondisi akhir sebagaimana dimasud pada ayat (1)

merupakan alat untuk mengukur keberhasilan kegiatan pemulihan ekosistem sesuai dengan tujuan

pemulihan.

Cukup jelas.

413. Pasal 81

(1) Untuk setiap kegiatan pemulihan ekosistem wajib ditetapkan

ekosistem rujukan.

Ekosistem rujukan atau ekosistem

referensi adalah ekosistem contoh yang

dapat berupa areal yang tidak

terganggu atau relatif tidak terganggu

yang berada di dekat areal yang akan

direstorasi atau dapat berupa deskripsi

tertulis dari bentang alam asli areal

tersebut yang dipakai sebagai

pertimbangan dalam menetapkan

tujuan restorasi dan kondisi akhir yang

diinginkan.

414. (2) Ekosistem rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ekosistem pembanding yang masih

utuh atau relatif utuh, dan atau informasi mengenai sejarah

Ekosistem rujukan dapat juga dilihat

melalui potret udara, citra satelit atau

hasil studi, dan lain-lain pada saat

ekosistem yang akan dipulihkan belum

110

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

ekosistem kawasan tersebut untuk

menilai ketercapaian pemulihan.

mengalami kerusakan yang merupakan

informasi mengenai sejarah ekosistem

kawasan. Informasi mengenai sejarah

ekositem di tempat tersebut dapat

digunakan sebagai contoh dengan

menggunakan hasil riset lama, foto

udara lama, citra satelit lama, dan lain-

lain informasi sebelum terjadinya

kerusakan daerah tersebut.

415. Pasal 82

(1) Ekosistem yang dipulihkan

dianggap telah pulih apabila memperlihatkan kombinasi beberapa karakteristik kriteria atau

atribut pulihnya ekosistem.

Cukup jelas.

416. (2) Ketentuan mengenai kriteria dan

standar keberhasilan pemulihan ekosistem atau atribut pulihnya

ekosistem yang dipulihkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta pemulihan atau restorasi

ekosistem diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

417.

Pasal 83 Cukup jelas.

111

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

(1) Kegiatan pemulihan ekosistem

kawasan konservasi di atas tanah negara dan wilayah perairan dapat dilakukan melalui mekanisme kerja

sama pemulihan ekosistem antara Pemerintah Pusat dan/ atau

Pemerintah Daerah, dengan para pihak.

418. (2) Pemerintah dapat menerbitkan izin pemulihan kepada:

Dengan pertimbangan tertentu, seperti

tingkat kerusakan ekosistem, kondisi

geografis, ketertarikan para pihak

untuk melakukan kerjasama

pemulihan, pada areal tertentu

pemerintah dapat menetapkan pihak

lain, melalui mekanisme izin untuk

melakukan pemulihan ekosistem

Izin dimaksud dapat dikaitkan dengan

pemanfaatan jasa lingkungan seperti

jasa penyimpanan dan penyerapan

karbon.

419. a. Badan Usaha Milik Negara

(BUMN)/ Badan Usaha Milik Swasta (BUMS);

Cukup jelas.

420. b. lembaga swadaya masyarakat; Cukup jelas.

421. c. yayasan; Cukup jelas.

422. d. lembaga pendidikan; dan/atau Cukup jelas.

112

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

423. e. masyarakat lokal. Cukup jelas.

424. (3) Kerja sama pemulihan ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diselenggarakan dalam rangka tujuan non-komersial.

Cukup jelas.

425.

426. Pasal 84

Ketentuan lebih lanjut mengenai

mekanisme pemulihan ekosistem dan

kerja sama pemulihan ekosistem

diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

427. BAB IV

PEMANFAATAN KEANEKARAGAMAN

HAYATI

428. Bagian Kesatu

Umum

429. Pasal 85

Pemanfaatan secara lestari

keanekaragaman hayati

diselenggarakan dalam rangka:

113

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

430. a. mendukung pelindungan

keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud pada Undang-undang ini; dan

Pemanfaatan lestari merupakan

pemanfaatan komponen-komponen

keanekaragaman hayati dengan cara

dan pada laju yang tidak menyebabkan

penurunan dalam jangka panjang,

dengan demikian potensinya dapat

dipertahankan untuk memenuhi

kebutuhan dan aspirasi generasi masa

kini dan generasi mendatang.

431. b. menunjang kesejahteraan

masyarakat secara berkeadilan dan berkesinambungan.

Cukup jelas.

432.

Pasal 86

Pemanfaatan keanekaragaman hayati

wajib tidak bertentangan dengan:

433. a. peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Cukup jelas.

434. b. norma agama; Cukup jelas.

435. c. norma adat istiadat; dan Cukup jelas.

436. d. ketertiban umum. Cukup jelas.

437.

Pasal 87

114

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

(1) Pemanfaatan lestari

keanekaragaman hayati

sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 85 meliputi:

438. a. pemanfaatan spesies; Cukup jelas.

439. b. pemanfaatan sumber daya

genetik;

Cukup jelas.

440. c. pemanfaatan ekosistem. Cukup jelas.

441. (2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui pengaturan

dan pengendalian pemanfaatan oleh Pemerintah Pusat dan/atau

Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

Cukup jelas.

442. Pasal 88

(1) Pemanfaatan lestari sebagaimana dimaksud Pasal 85 dilaksanakan

untuk tujuan non-komersial dan komersial.

Cukup jelas.

443. (2) Pemanfaatan non-komersial sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) bertujuan memberikan manfaat yang secara nyata tidak mengandung kegiatan untuk

mendapatkan keuntungan

Pemanfaatan non-komersial

mengandung arti bahwa dengan

memanfaatkan unsur keanekaragaman

hayati tersebut, pelaku tidak

mendapatkan kompensasi finansial

115

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

ekonomi. atau ekonomi apapun bagi produk

maupun jasa yang diberikannya.

Pemanfaat tidak dapat menggunakan

‘jasa’ keanekaragaman hayati untuk

membantu pemanfaat mengembangkan

produk atau jasa dimana ada

kompensasi ekonomi di dalamnya.

444. (3) Pemanfaatan komersial

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan mendapatkan

keuntungan ekonomi berupa kompensasi finansial.

Suatu kegiatan dapat dikategorikan

sebagai komersial apabila tujuannya

adalah untuk memperoleh keuntungan

ekonomi, baik tunai ataupun tidak,

dan diarahkan untuk dijual kembali,

dipertukarkan, penyediaan jasa atau

bentuk-bentuk lain pemanfaatan atau

keuntungan ekonomi. Istilah untuk

utamanya tujuan komersial harus

dilihat dari sisi tujuan akhir

pemanfaatan baik di dalam negeri

maupun negara lain sebagai tujuan

diedarkannya spesimen tumbuhan

atau satwa liar maupun materi atau

sampel genetik, serta harus dibatasi

seluas mungkin sehingga suatu

transaksi yang tidak seluruhnya non-

komersial harus dianggap sebagai

komersial. Oleh sebab itu seluruh

pemanfaatan dimana aspek non-

komersialnya tidak nyata-nyata

116

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

merupakan tujuan utama harus

dianggap sebagai pemanfaatan

komersial, sehingga larangan-larangan

seperti akses pada sumberdaya genetik

terkait, pemanfaatan spesies dilindungi

dan pemanfaatan tertentu pada

kawasan konservasi berlaku padanya.

445. Pasal 89

Pemanfaatan lestari untuk tujuan

komersial dan non-komersial

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

88 dilakukan berdasarkan izin

pemanfaatan dari Menteri.

Cukup jelas.

446. Bagian Kedua

Pemanfaatan Spesies

447. Paragraf 1

Umum

448. Pasal 90

Pemanfaatan spesies secara lestari

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

117

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

87 ayat (1) huruf a diselenggarakan

berdasarkan ketentuan mengenai:

449. a. sumber spesimen dan sistem produksi;

Cukup jelas.

450. b. pemanfaatan non-komersial dan komersial.

Cukup jelas.

451. Pasal 91

Dalam rangka pemanfaatan spesies

tumbuhan dan satwa liar Pemerintah

Pusat menunjuk:

452. a. satu atau lebih lembaga

pemerintah atau kementerian yang bertanggung jawab dalam konservasi spesies sebagai Otorita

Pengelola; dan/atau

Cukup jelas.

453. b. satu atau lebih lembaga pemerintah

yang bertangggung jawab di bidang penelitian atau riset ilmiah sebagai

Otorita Ilmiah.

Cukup jelas.

454. Paragraf 2

Sumber Spesimen dan Sistem

Produksi

118

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

455.

Pasal 92

(1) Pemanfaatan spesimen tumbuhan liar dan satwa liar bersumber pada

3 (tiga) sistem produksi, yaitu:

Termasuk dalam spesimen adalah

spesimen mati, yaitu barang atau

produk yang diperjual-belikan yang

dinyatakan dalam kemasan dan atau

diiklankan di dalam media massa yang

dinyatakan mengandung bagian-bagian

atau turunan-turunan dari jenis yang

dilindungi mutlak atau terbatas, tanpa

harus dibuktikan terlebih dahulu

kebenaran dari pernyataan tersebut.

456. a. sistem produksi spesimen

tumbuhan atau satwa yang bersumber dari populasi di

dalam habitat alamnya atau dari kondisi in-situ bagi spesies dikendalikan dan dipantau;

Produksi spesimen dari habitat alam

yang berasal dari spesies dilindungi

tidak dapat digunakan untuk tujuan

komersial, namun spesies satwa

dilindungi hasil pembinaan populasi di

dalam kawasan konservasi dalam hal

populasi dan habitatnya

memungkinkan dapat dijadikan satwa

buru pada perburuan terkendali.

457. b. sistem produksi spesimen

tumbuhan atau satwa di dalam kondisi atau lingkungan yang

terkontrol di luar habitat alamnya atau penangkaran;

Cukup jelas.

458. c. sistem produksi spesimen tumbuhan atau satwa dari sumber impor atau pemasukan

dari luar negeri.

Cukup jelas.

119

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

459. (2) Sumber spesimen hasil produksi

spesimen dari spesies tumbuhan

atau satwa di dalam habitat

alamnya sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a dilakukan

terhadap spesies dikendalikan

dan/atau spesies dipantau sesuai

dengan ketentuan mengenai

pelindungan spesimen dari kategori

spesies dikendalikan dan dipantau

sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 45, Pasal 46 dan Pasal 48.

Cukup jelas.

460. (3) Sumber spesimen hasil produksi spesimen dari spesies tumbuhan atau satwa di dalam kondisi ex-situ

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bagi spesies dilindungi

dilakukan melalui:

461. a. pengembangbiakan satwa liar di

dalam lingkungan yang terkontrol untuk tujuan komersial sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b; dan/atau

Cukup jelas.

462. b. perbanyakan tumbuhan secara buatan untuk dikembalikan lagi ke habitat alam atau untuk

tujuan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat

Cukup jelas.

120

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

(1) huruf d.

463. (4) Sumber spesimen hasil produksi spesimen dari spesies tumbuhan

atau satwa di dalam kondisi ex-situ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bagi spesies

dikendalikan dan dipantau dilakukan melalui:

464. a. pembesaran spesimen hidup

spesies satwa liar tertentu dari

habitat alam di dalam

lingkungan terkontrol

sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 47 ayat (1); dan/atau

Cukup jelas.

465. b. pengembangbiakan satwa liar di

dalam lingkungan yang

terkontrol atau perbanyakan

tumbuhan secara buatan dalam

kondisi terkontrol sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 49 ayat

(1).

Cukup jelas.

466. (5) Sumber spesimen dari hasil impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan spesimen

hasil pemasukan dari luar negeri dari spesies dilindungi, spesies

dikendalikan, dan/atau spesies dipantau.

Cukup jelas.

121

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

467. Pasal 93

(1) Seluruh kegiatan pemanfaatan spesimen dari spesies tumbuhan

liar dan/atau satwa liar hanya dapat dilakukan dari sumber spesimen sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 92 melalui pengendalian dan/atau

pembatasan.

Cukup jelas.

468. (2) Pengendalian dan/atau pembatasan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) bagi spesimen yang bersumber dari

kondisi in situ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) huruf a dilakukan melalui:

469. a. penetapan kuota penangkapan atau pengambilan;

Cukup jelas.

470. b. pembatasan kelas-kelas ukuran atau kelompok umur;

Cukup jelas.

471. c. perlakuan buka-tutup musiman daerah penangkapan atau

pengambilan; dan/atau

Cukup jelas.

472. d. pembatasan alat tangkap atau

penggiliran penangkapan.

Cukup jelas.

473. (3) Pengendalian sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) bagi spesimen yang bersumber dari

122

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kondisi ex-situ dilakukan melalui:

474. a. pemantauan produksi spesimen tumbuhan atau satwa liar dari

kondisi ex-situ; dan

Cukup jelas.

475. b. pengembangan basis data

produksi spesimen tumbuhan atau satwa liar dari kondisi ex-situ.

Cukup jelas.

476. (4) Otorita Pengelola melakukan

pengendalian sebagaimana dimaksud ayat (2) setelah mendapatkan rekomendasi dari

Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati.

Cukup jelas.

477. Paragraf 3

Pemanfaatan non-Komersial dan

Komersial

478. Pasal 94

(1) Pemanfaatan spesies secara lestari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dapat dilakukan untuk

kepentingan non-komersial dan komersial.

Pemanfaatan spesies secara lestari

dapat berupa kegiatan memanfaatkan

spesimen tumbuhan atau satwa secara

langsung baik spesimen hidup, mati,

bagian-bagiannya atau turunan dari

padanya.

Yang dimaksud dengan

pemanfaatan jenis secara lestari

123

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

adalah bahwa kegiatan pemanfaatan:

a. didasarkan pada informasi ilmiah

dan prinsip kehati-hatian agar

pemanfaatannya tidak merusak

populasi di habitat alamnya;

b. memperhatikan praktik budaya

tradisional;

c. merupakan upaya mendukung

pemulihan populasi spesies yang

terancam punah.

479. (2) Pemanfaatan spesies secara lestari

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

480. a. penelitian dan/atau pengembangan;

Cukup jelas.

481. b. perdagangan; Cukup jelas.

482. c. peragaan; Cukup jelas.

483. d. tukar menukar; Cukup jelas.

484. e. medis; Cukup jelas.

485. f. pemeliharaan untuk

kesenangan;

Cukup jelas.

486. g. kepentingan religi atau budaya; Cukup jelas.

487. h. budidaya; dan/atau Cukup jelas.

124

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

488. i. komersialisasi informasi yang

didapat dari kegiatan pemanfaatan spesies.

Cukup jelas.

489. Pasal 95

(1) Spesimen dari spesies dilindungi

yang berasal dari habitat alam hanya dapat dimanfaatkan untuk tujuan non-komersial.

Spesimen yang berasal dari habitat

alam merupakan spesimen dari spesies

satwa maupun tumbuhan yang

ditanggkap pertama kali dalam kondisi

in situ atau dari habitat alamnya (wild

caught). Spesimen tersebut tetap

merupakan spesimen yang berasal dari

alam walaupun telah berada di dalam

kondisi eks-situ selama hidupnya.

Spesies Dilindungi hanya dapat

dimanfaatkan untuk kepentingan ilmu

pengetahuan melalui riset ilmiah

dan/atau penyelamatan spesies yang

bersangkutan. Spesies dilindungi

harus dilindungi secara ketat.

490. (2) Spesimen dari spesies dikendalikan

dan spesies dipantau yang berasal dari kondisi in-situ maupun ex-situ

dapat dimanfaatkan untuk keperluan non-komersial dan komersial.

Dalam rangka mengurangi tekanan

terhadap populasi tertentu di habitat

alam maka pengembangbiakan satwa

liar dapat dilakukan untuk tujuan

komersial.

491. Pasal 96

(1) Pemanfaatan spesimen satwa liar

Cukup jelas.

125

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dan/atau tumbuhan liar untuk

tujuan penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2)

huruf a dapat dilakukan untuk tujuan non-komersial dan

komersial.

492. (2) Penelitian dan pengembangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menggunakan spesies dilindungi dan dikendalikan hanya

dapat dilakukan dengan izin Menteri.

Cukup jelas.

493. (3) Penelitian atau pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk

mendukung :

494. a. konservasi spesies; Cukup jelas.

495. b. budidaya tanaman atau hewan; Budidaya tanaman atau hewan

termasuk diantaranya pengembangan

hortikultura, pengembangan tanaman

pangan, pengembangan tanaman

hutan industri, pengembangan hewan

peliharaan atau pengembangan hewan

ternak dengan menggunakan

tumbuhan atau satwa liar sebagai

induk, benih atau bibit.

496. c. kesehatan, termasuk biomedis; Yang dimaksud kesehatan adalah

kegiatan pemanfaatan untuk

126

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

atau kepentingan kesehatan satwa,

lingkungan dan manusia, termasuk

pengembangan farmasi.

497. d. pengembangan ilmu

pengetahuan.

Penelitian dan pengembangan untuk

pengembangan ilmu pengetahuan

berupa penelitian dasar dan tidak

secara langsung merupakan penelitian

terapan.

498. (4) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terhadap satwa wajib dilakukan

dengan menjunjung tinggi etika penelitian penggunaan hewan sebagai obyek penelitian.

Cukup jelas.

499. (5) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) tunduk pada ketentuan-ketentuan mengenai pemanfaatan

sumber daya genetik dalam hal adanya unsur-unsur mengenai akses terhadap sumber daya

genetik dan bioprospeksi.

Cukup jelas.

500. Pasal 97

(1) Pengambilan contoh spesimen dapat dilakukan untuk kegiatan

penelitian dan pengembangan.

Pengambilan contoh spesimen dalam

rangka penelitian atau pengembangan

dilakukan dengan tidak mematikan

atau tidak mengakibatkan kematian

pada satwa atau tumbuhan.

127

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

501. (2) Setiap orang dilarang mengambil

contoh spesimen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari spesies dilindungi dengan cara membunuh

satwa atau mematikan tumbuhan atau yang dapat mengakibatkan

terbunuhnya satwa atau matinya tumbuhan.

Cukup jelas.

502. (3) Pengangkutan dan pemindahan ke luar negeri/ekspor serta pengambilan contoh spesimen

satwa dan/atau atau tumbuhan dari spesies dilindungi hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri.

Cukup jelas.

503. Pasal 98

(1) Perdagangan spesimen dari spesies tumbuhan liar dan satwa liar sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 94 ayat (2) huruf b, hanya dapat dilakukan bagi spesies dikendalikan dan spesies dipantau.

Cukup jelas.

504. (2) Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

untuk perdagangan di dalam negeri dan perdagangan luar negeri.

Cukup jelas.

505. (3) Perdagangan di dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh pengumpul dan

Pengumpul dan pengedar dalam negeri

terdaftar termasuk juga pengumpul

dan pedagang perantara untuk tujuan

128

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pengedar dalam negeri terdaftar. ekspor serta pedagang yang menjual

spesimen di dalam negeri termasuk di

pasar-pasar satwa.

506. (4) Perdagangan luar negeri

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh eksportir dan

atau importir terdaftar dengan spesimen yang berasal dari pengumpulan dan peredaran dalam

negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau dari spesimen impor.

Cukup jelas.

507. (5) Perdagangan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa ekspor, impor, dan re-

ekspor.

Cukup jelas.

508. (6) Spesimen perdagangan dalam

negeri maupun luar negeri hanya dapat dilakukan dari sumber resmi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).

Cukup jelas.

509. Pasal 99

(1) Lembaga terdaftar yang bergerak di bidang konservasi ex-situ dapat

melakukan peragaan tumbuhan dan/atau satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2)

Cukup jelas.

129

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

huruf c untuk pengembangan

pendidikan dan pariwisata alam.

510. (2) Peragaan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dapat berbentuk peragaan menetap atau peragaan keliling.

Cukup jelas.

511. (3) Peragaan menetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya

dapat dilakukan oleh lembaga konservasi ex-situ.

Cukup jelas.

512. (4) Peragaan keliling sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya merupakan bagian dari peragaan

menetap.

Cukup jelas.

513. (5) Peragaan keliling spesies satwa

dilindungi hanya dapat dilakukan dari spesimen anakan generasi

kedua dan generasi berikutnya.

Cukup jelas.

514. (6) Peragaan menetap maupun keliling

spesimen satwa hidup wajib memenuhi ketentuan tentang kesejahteraan hewan.

Cukup jelas.

515.

Pasal 100

(1) Tukar menukar satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf d dapat dilakukan dalam

rangka meningkatkan

Tukar menukar satwa dari spesies

dilindungi dilakukan untuk

mendapatkan pasangan induk

pengembangbiakan yang secara

genetik bermutu baik.

130

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

keanekaragaman genetik satwa dari

kategori spesies dilindungi di Taman Satwa atau Kebun Binatang atau lembaga pengembangbiakan

satwa.

516. (2) Tukar menukar satwa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk spesies

yang sama di dalam negeri oleh dan antar-pemerintah, Taman Satwa, atau lembaga pengembangbiakan

satwa komersial yang diakui Pemerintah Pusat.

Tukar menukar satwa dari spesies

dilindungi dilakukan untuk utamanya

tujuan konservasi sehingga hanya

dapat dilakukan oleh Pemerintah,

lembaga konservasi eks-situ atau

lembaga pengembangbiakan satwa

komersial.

517. (3) Peningkatan keanekaragaman

genetik dari kategori spesies dilindungi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) yang berada di luar negeri hanya dapat dilakukan melalui peminjaman.

Cukup jelas.

518. (4) Tukar menukar spesimen dari kategori spesies dilindungi yang

ditujukan selain dari yang dimaksud oleh ayat (1) baik di dalam maupun dengan pihak luar

negeri hanya dapat dilakukan terhadap spesimen satwa generasi

kedua atau generasi berikutnya hasil pengembangbiakan satwa di dalam lingkungan terkontrol.

Yang dimaksud tukar menukar satwa

dari spesies dilindungi untuk tujuan

selain pengembangbiakan antara lain

adalah tukar menukar untuk tujuan

koleksi satwa pada kebun binatang

dimana dapat dilakukan untuk spesies

yang berbeda atau hadiah negara

kepada negara sahabat.

Yang dimaksud dengan generasi

pertama hasil pengembangbiakan

satwa adalah anakan-anakan hasil

131

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pengembangbiakan dari induk-induk

yang salah satu atau kedua-duanya

merupakan spesimen yang berasal dari

alam.

519. Pasal 101

Pemanfaatan spesimen untuk tujuan

pemeliharaan atau koleksi untuk

kesenangan dari spesies tumbuhan

maupun satwa,sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 94 ayat (2) huruf f, untuk

dikendalikan dan dipantau hanya

dapat dilakukan dari spesimen

perdagangan dalam negeri atau impor.

Cukup jelas.

520.

Pasal 102

Masyarakat hukum adat atau

masyarakat lokal dapat memanfaatkan

spesimen tumbuhan atau satwa

dikendalikan dan/atau dipantau dari

habitat alam untuk tujuan adat, religi,

atau pemenuhan kebutuhan sehari-

hari sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 94 ayat (2) huruf g tanpa harus

mengikuti ketentuan mengenai

sumber spesimen dan ketentuan

perizinan.

Cukup jelas.

132

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

521. Pasal 103

Ketentuan mengenai satwa dilindungi

tetap berlaku bagi masyarakat hukum

adat atau masyarakat lokal, kecuali

bila dinyatakan lain oleh Menteri.

Cukup jelas.

522. Pasal 104

(1) Pemanfaatan untuk penyediaan bibit atau benih tumbuhan atau satwa dengan mengambil spesimen

dari alam untuk tujuan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf h, bagi

spesies dilindungi dapat dilakukan dengan izin Menteri dalam hal:

523. a. hasil perkembangbiakan satwa atau perbanyakan buatan tumbuhan yang ada pada

kondisi ex-situ tidak memadai; atau

Cukup jelas.

524. b. diperuntukkan bagi masyarakat lokal atau sekitar habitat.

Cukup jelas.

525. (2) Pemanfaatan untuk penyediaan bibit atau benih tumbuhan atau

satwa dengan mengambil spesimen dari alam untuk tujuan budidaya sebagaimana dimaksud dalam ayat

Cukup jelas.

133

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

(1) bagi spesies dikendalikan dan

spesies dipantau disesuaikan dengan ketentuan mengenai sumber spesimen sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 92.

526. (3) Pemanfaatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dalam hal terkait dengan

pemanfaatan sumber daya genetik wajib mematuhi ketentuan tentang akses terhadap sumber daya

genetik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Cukup jelas.

527. Pasal 105

Ketentuan lebih lanjut mengenai

pemanfaatan spesies sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 94, Pasal 95,

Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99,

Pasal 100, Pasal 101, Pasal 102, Pasal

103, dan Pasal 104 diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

528. Bagian Ketiga

Pemanfaatan Sumber Daya Genetik

134

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

529. Paragraf 1

Umum

530. Pasal 106

Pengaturan pemanfaatan sumber daya

genetik sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 87 ayat (1) huruf b dan/atau

pengetahuan tradisional yang terkait

dengannya sedikitnya meliputi:

531. a. kepemilikan; Cukup jelas.

532. b. akses; Cukup jelas.

533. c. pembagian keuntungan; Cukup jelas.

534. d. hak kekayaan intelektual; dan Cukup jelas.

535. e. keamanan hayati. Cukup jelas.

536. Pasal 107

Pengaturan pemanfaatan sumber daya

genetik sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 106 dilakukan dengan

memperhatikan:

537. a. asal usul kepemilikan sumber daya Cukup jelas.

135

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

genetik;

538. b. hak kekayaan intelektual bagi individu atau komunal;

Cukup jelas.

539. c. hak masyarakat atas pengetahuan tradisional yang dimilikinya;

Cukup jelas.

540. d. keamanan hayati atas hasil rekayasa genetik; dan

Cukup jelas.

541. e. kaidah-kaidah etika dan norma agama dalam rekayasa genetik.

Cukup jelas.

542. Paragraf 2

Kepemilikan Sumber Daya Genetik

543. Pasal 108

(1) Sumber daya genetik di wilayah

Republik Indonesia dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat.

Cukup jelas.

544. (2) Masyarakat hukum adat,

masyarakat lokal dan/atau Pemerintah menjadi penyedia atau pengampu sumber daya genetik

dan/atau pengetahuan yang terasosiasi dengannya.

Cukup jelas.

545. (3) Masyarakat hukum adat dan/ atau masyarakat lokal menjadi penyedia atau pengampu sumber daya

Cukup jelas.

136

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

genetik dan pengetahuan

tradisional yang dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.

546. (4) Pemerintah menjadi penyedia atau pengampu sumber daya genetik selain yang dimaksud pada ayat (3).

Cukup jelas.

547. (5) Pemerintah Pusat menetapkan pengampu pengetahuan tradisional

yang terasosiasi dengan sumber daya genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan bidang perlindungan hak

kekayaan intelektual.

Cukup jelas.

548. Paragraf 3

Akses terhadap Sumber Daya Genetik

549. Pasal 109

(1) Akses terhadap sumber daya genetik sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 106 huruf b dilakukan untuk kegiatan yang

bertujuan komersial dan non-komersial

Yang dimaksud dengan kegiatan yang

bertujuan komersial apabila kegiatan

tersebut ditujukan untuk memperoleh

keuntungan ekonomi, baik tunai

ataupun tidak, atau untuk

menghasilkan teknologi yang bernilai

niaga tinggi, dan diarahkan untuk

dijual kembali, dipertukarkan,

penyediaan jasa atau bentuk-bentuk

lain pemanfaatan atau keuntungan

137

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

ekonomi

Sedangkan yang dimaksud dengan

kegiatan yang bertujuan non-komersial

apabila penelitian tersebut ditujukan

untuk memanfaatkan unsur

keanekaragaman hayati, dimana

pengakses tidak mendapatkan

kompensasi finansial atau ekonomi

apapun bagi produk maupun jasa yang

diberikannya.

550. (2) Kegiatan komersial yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk

kegiatan bioprospeksi dan bioteknologi.

Cukup jelas.

551. (3) Kegiatan non-komersial yang dimaksud pada ayat (1) dapat

dilakukan untuk:

552. a. penelitian eksplorasi; Cukup jelas.

553. b. penelitian forensik; Cukup jelas.

554. c. penelitian pertahanan; Cukup jelas.

555. d. koleksi herbarium atau museum; Cukup jelas.

556. e. kegiatan konservasi spesies; dan/atau

Cukup jelas.

557. f. kegiatan non-komersial lainnya. Cukup jelas.

138

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

558. Pasal 110

Setiap orang yang mengakses sumber

daya genetik dan/atau pengetahuan

tradisional yang terasosiasi dengan

sumber daya genetik untuk tujuan

non-komersial wajib:

559. a. memberitahu Dewan sebelum kegiatan akses dilakukan;

Cukup jelas.

560. b. mendapatkan PADIA untuk akses; dan

Persetujuan yang Diberitahukan Atas

Informasi Awal (PADIA) atau prior

informed consent (PIC) adalah

persetujuan dari pemilik atau

penguasa sumberdaya sumberdaya

genetik yang diberikan atas dasar

informasi-informasi mengenai tujuan

serta konteks mengakses sumberdaya

sumberdaya genetik dari pemohon

akses.

561. c. memiliki izin akses. Cukup jelas.

562. Pasal 111

Izin akses sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 110 huruf c

diterbitkan berdasarkan PADIA akses.

Cukup jelas.

139

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

563. Pasal 112

(1) Izin akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 huruf c

dikecualikan bagi perguruan tinggi atau lembaga pemerintah yang berwenang di bidang penelitian dan

pengembangan sumber daya genetik.

Cukup jelas.

564. (2) Ketentuan pada ayat (1) tidak berlaku bagi:

565. a. perguruan tinggi/ lembaga pemerintah yang bekerja sama dan didanai oleh perorangan

dan/atau lembaga asing; dan

Cukup jelas.

566. b. badan usaha Indonesia yang

bekerja sama dengan orang asing atau badan usaha Indonesia yang mayoritas

kepemilikan sahamnya dimiliki oleh asing atau perusahaan

induk dari badan usaha itu merupakan orang atau badan usaha asing.

Cukup jelas.

567. Pasal 113

Setiap orang atau badan usaha yang

mengakses dan mengembangkan

140

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

sumber daya genetik untuk tujuan

komersial wajib:

568. a. memberitahu Dewan sebelum

kegiatan akses dilakukan;

Cukup jelas.

569. b. mendapatkan PADIA untuk akses; Cukup jelas.

570. c. memiliki izin akses; Cukup jelas.

571. d. mendapatkan PADIA untuk

pengembangan sebelum kegiatan akses dilakukan;

Cukup jelas.

572. e. melakukan kesepakatan bersama; dan

Cukup jelas.

573. f. memiliki izin pengembangan. Cukup jelas.

574. Pasal 114

(1) Izin akses dan/atau izin pengembangan diterbitkan oleh menteri atau kepala lembaga

pemerintah terkait sesuai kewenangannya.

Cukup jelas.

575. (2) Menteri atau kepala lembaga terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan

kewenangan menerbitkan izin akses kepada pejabat di lingkungan

kementerian atau lembaga yang dipimpinnya.

Cukup jelas.

141

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

576. Pasal 115

(1) Setiap orang yang mengakses sumber daya genetik untuk tujuan

non-komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (3) dapat mengubah tujuan aksesnya

menjadi tujuan komersial.

Cukup jelas.

577. (2) Setiap orang yang hendak

melakukan perubahan tujuan akses dari non-komersial menjadi komersial atau mengakses hasil

akses non-komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:

578. a. mendapatkan PADIA baru untuk tujuan pengembangan;

Cukup jelas.

579. b. melakukan kesepakatan bersama; dan

Cukup jelas.

580. c. mendapatkan izin pengembangan.

Cukup jelas.

581. Pasal 116

(1) PADIA sekurang-kurangnya memuat informasi:

582. a. badan yang menerbitkan izin; Cukup jelas.

583. b. tanggal penerbitan izin; Cukup jelas.

142

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

584. c. penyedia sumber daya genetik; Cukup jelas.

585. d. tanda pengenal otentik atas izin yang diakses;

Cukup jelas.

586. e. orang atau badan penerima sumber daya genetik;

Cukup jelas.

587. f. sumber daya genetik yang dimintakan izin;

Cukup jelas.

588. g. konfirmasi bahwa telah dibentuk kesepakatan bersama;

Cukup jelas.

589. h. konfirmasi bahwa PADIA telah diterima; dan

Cukup jelas.

590. i. keterangan pemanfaatan untuk

komersial dan/atau non komersial.

Cukup jelas.

591. (2) Perolehan PADIA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat penyedia atau

pengampu sepanjang masih diakui keberadaannya dan tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Cukup jelas.

592. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai

PADIA diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

143

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

593. Pasal 117

(1) Setiap warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan akses dan

pengembangan terhadap sumber daya genetik wajib bermitra dengan

lembaga nasional di bidang penelitian dan pengembangan di bidang sumber daya genetik yang

telah terakreditasi.

Cukup jelas.

594. (2) Setiap warga negara asing, badan

usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan akses dan pengembangan terhadap sumber

daya genetik memiliki kewajiban bagi peneliti dalam negeri untuk:

595. a. memberikan akses pada teknologi dan transfer teknologi;

Cukup jelas.

596. b. meningkatkan kapasitas; dan Cukup jelas.

597. c. kewajiban lainnya sesuai

peraturan perundang-undangan.

Cukup jelas.

598. (3) Dalam hal lembaga di bidang

penelitian dan pengembangan yang telah terakreditasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) belum ada, maka perorangan warga negara asing, badan usaha asing,

dan/atau pemerintah asing yang

Cukup jelas.

144

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

akan melakukan akses terhadap

sumber daya genetik wajib bekerja sama dengan lembaga pemerintah di bidang penelitian dan

pengembangan yang ditunjuk oleh Menteri yang berwenang.

599. Pasal 118

Pemegang izin akses wajib:

600. a. melaporkan secara berkala hasil

penelitian atas sumber daya genetik dan/atau pengetahuan

yang terasosiasi dengan sumber daya genetik yang diakses kepada pemberi izin.

Cukup jelas.

601. b. melaporkan hasil kegiatan akses sumber daya genetik dan/atau

pengetahuan yang terasosiasi dengan sumber daya genetik pada masa berakhirnya akses.

Cukup jelas.

602. c. melakukan kegiatan sesuai dengan izin akses.

Cukup jelas.

603. Pasal 119

Pemegang izin pengembangan wajib:

145

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

604. a. melakukan pembagian

keuntungan kepada penyedia atau pengampu sumber daya genetik;

Cukup jelas.

605. b. melaporkan secara berkala hasil pemanfaatan atau

pengembangan sumber daya genetik dan/atau pengetahuan

yang terasosiasi dengannya kepada pemberi izin; dan

Cukup jelas.

606. c. melakukan kegiatan sesuai

dengan izin pengembangan.

Cukup jelas.

607. Pasal 120

Setiap orang atau badan usaha yang

akan membawa atau memindahkan

hasil akses sumber daya genetik ke

luar negeri wajib mendapat

Persetujuan Pemindahan Material dari

penyedia atau pengampu dengan

persetujuan Menteri/Kepala Lembaga

Pemerintah non-Kementerian yang

berwenang.

Cukup jelas.

608. Pasal 121

Setiap penyedia atau pengampu

sumber daya genetik dan pengetahuan

Cukup jelas.

146

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

yang terasosiasi dengannya wajib

memberikan keterangan sebenar-

benarnya kepada pengakses sumber

daya genetik tentang kepemilikan

sumber daya genetik dan pengetahuan

yang terasosiasi dengan sumber daya

genetik.

609. Paragraf 4

Pembagian Keuntungan

610. Pasal 122

(1) Keuntungan yang timbul dari

adanya penelitian dan/atau pengembangan dari produk atau proses yang dikembangkan dari

sampel komponen atau materi sumber daya genetik atau

pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengan sumber daya genetik wajib dibagi secara adil dan

berimbang kepada penyedia dan/atau pengampu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119.

Cukup jelas.

611. (2) Keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

berupa keuntungan moneter

Yang dimaksud dengan keuntungan

moneter dapat berupa pembayaran di

muka, pembayaran royalti, biaya

147

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dan/atau non-moneter. perizinan dalam kegiatan

komersialisasi, biaya khusus yang

harus dibayar untuk dana amanah

untuk mendukung konservasi dan

pemanfaatan secara berkelanjutan

keanekaragaman hayati, dan/atau

pendanaan penelitian usaha patungan

kepemilikan bersama atas hak

kekayaan intelektual yang relevan.

Yang dimaksud dengan keuntungan

non-moneter dapat berupa:

a. berbagi berupa penelitian dan

pengembangan;

b. kolaborasi, kerja sama, dan

kontribusi dalam program-program

penelitian ilmiah dan

pengembangan, khususnya

kegiatan penelitian bioteknologi;

c. partisipasi dalam pengembangan

produk;

d. kolaborasi, kerja sama, dan

kontribusi dalam pendidikan dan

pelatihan;

e. izin masuk untuk fasilitas eks-situ

sumber daya genetik dan untuk

basis data;

f. transfer pengetahuan dan teknologi

148

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

ke penyedia sumber daya genetik

dengan persyaratan yang adil dan

saling menguntungkan. Transfer

pengetahuan dan teknologi

dilakukan dengan cara yang

mudah, sederhana, dan cepat yang

diutamakan pada kegiatan ilmu

pengetahuan dan teknologi dalam

pengembangan sumber daya

genetik atau yang relevan dengan

konservasi dan pemanfaatan

berkelanjutan keanekaragaman

hayati;

g. memperkuat kapasitas untuk alih

teknologi;

h. pengembangan kapasitas

kelembagaan;

i. sumber daya manusia dan sumber

daya internal material untuk

memperkuat kapasitas administrasi

dan penegakan pengaturan akses;

j. pelatihan yang berkaitan dengan

sumber daya genetik ;

k. akses terhadap informasi ilmiah

yang relevan dengan konservasi

dan pemanfaatan secara

berkelanjutan keanekaragaman

hayati, termasuk persediaan hayati

149

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dan studi taksonomi;

l. kontribusi terhadap ekonomi lokal;

m. penelitian diarahkan kepada

prioritas kebutuhan dengan

memperhatikan penggunaan

sumber daya genetik;

n. hubungan kelembagaan dan

professional yang dapat timbul dari

perjanjian akses dan pembagian

keuntungan dan kegiatan kerja

sama selanjutnya;

o. manfaat pangan dan keamanan

mata pencarian;

p. pengakuan sosial; dan/atau

q. kepemilikan bersama hak kekayaan

intelektual yang relevan.

612. Pasal 123

Pembagian keuntungan ditentukan

berdasarkan kesepakatan bersama

sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang ini.

Cukup jelas.

613. Paragraf 5

Hak Kekayaan Intelektual terkait

150

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Sumber Daya Genetik

614. Pasal 124

Teknologi, inovasi atau invensi yang

dikembangkan dari sampel materi

atau komponen sumber daya genetik

atau pengetahuan tradisional yang

diperoleh sesuai dengan ketentuan

dalam Undang-undang ini dapat

diajukan untuk mendapatkan

pelindungan Hak Kekayaan

Intelektual.

Cukup jelas.

615. Pasal 125

(1) Pelindungan hak kekayaan intelektual tidak menghilangkan atau mengurangi hak masyarakat

hukum adat atau masyarakat lokal dalam pertukaran dan

penyebarluasan komponen-komponen sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang

dipraktekkan di dalam masyarakat hukum adat atau masyarakat lokal untuk kepentingan mereka sendiri

dan berdasarkan praktek-praktek adat atau tradisional.

Cukup jelas.

151

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

616. (2) Pelindungan hak kekayaan

intelektual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan kewajiban pengguna sumber daya

genetik dalam pembagian keuntungan yang adil dan

berimbang, serta akses pada teknologi dan transfer teknologi.

Cukup jelas.

617. Pasal 126

(1) Dalam mengajukan pelindungan hak kekayaan intelektual

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125, baik di dalam maupun

di luar negeri, pengusul wajib mencantumkan informasi mengenai asal-usul sumber daya genetik.

Cukup jelas.

618. (2) Pernyataan asal-usul sumber daya genetik sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) mencakup pengakuan dan penilaian atas inovasi, praktek, dan pengetahuan tradisional yang

berasosiasi dengan sumber daya genetik.

Cukup jelas.

619. (3) Ketentuan mengenai kewajiban pencantuman informasi mengenai

asal usul sumber daya genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dicantumkan di dalam

Kesepakatan Bersama dan

Cukup jelas.

152

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Perjanjian Pengalihan Material.

620. (4) Ketentuan mengenai pelindungan hak kekayaan intelektual

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tunduk pada peraturan perundang-undangan mengenai

hak kekayaan intelektual.

Cukup jelas.

621. Paragraf 6

Pengendalian Pemanfaatan

Pengetahuan Tradisional

622. Pasal 127

(1) Pengendalian pemanfaatan

pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengan sumber daya genetik dilakukan melalui:

623. a. pengaturan pengakuan hak pengampu pengetahuan

tradisional untuk menentukan penggunaan/pemanfaatan pengetahuan tradisional yang

terasosiasi dengan sumber daya genetik; dan

Cukup jelas.

624. b. pendaftaran pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengan sumber daya genetik oleh

Cukup jelas.

153

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Pemerintah Pusat.

625. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian pemanfaatan

pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengan sumber daya genetik sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

626. Paragraf 7

Keamanan Hayati

627. Pasal 128

(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib mengendalikan

pemanfaatan bioteknologi modern yang menghasilkan produk rekayasa genetik.

Yang dimaksud dengan produk

rekayasa genetik dalam undang-

undang ini hanya terbatas kepada

produk hasil pemanfaatan

keanekaragaman hayati.

628. (2) Pemanfaatan bioteknologi modern sebagaimana yang dimaksud pada

ayat (1) dilakukan untuk menjamin keamanan hayati dan dampaknya

terhadap keberlanjutan fungsi lingkungan hidup, kesehatan, keamanan pangan dan/atau

keamanan pakan, serta pertahanan nasional

Cukup jelas.

154

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

629. Pasal 129

Setiap orang yang melakukan

penelitian dan/atau pengembangan

produk rekayasa genetik wajib

mencegah dan menanggulangi dampak

negatif kegiatannya terhadap kondisi

keaneakaragaman hayati dan

kesehatan manusia.

Cukup jelas.

630. Pasal 130

Setiap orang yang mengedarkan

produk rekayasa genetik dari hasil

bioteknologi modern wajib

mendapatkan persetujuan dari

lembaga yang berwenang di bidang

keamanan hayati beradasarkan hasil

audit mandiri atas potensi dampak.

Yang dimaksud dengan potensi

dampak dilakukan terhadap dampak

lingkungan, keanekaragaman hayati,

kesehatan, pangan, pakan, dan bidang

lainnya yang terkait.

631. Pasal 131

Setiap orang yang melakukan ekspor

produk rekayasa genetik dari hasil

bioteknologi modern wajib:

632. a. memberikan informasi yang akurat

tentang produk rekayasi genetik

Cukup jelas.

155

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

tersebut; dan

633. b. menyampaikannya terlebih dahulu kepada lembaga yang berwenang di

bidang keamanan hayati untuk pengujian keamanan.

Cukup jelas.

634. Pasal 132

Setiap orang yang melakukan impor

produk rekayasa genetik dari hasil

bioteknologi modern wajib

mendapatkan rekomendasi aman dari

lembaga yang berwenang di bidang

keamanan hayati.

Cukup jelas.

635. Pasal 133

Setiap orang yang memasukan

produk rekayasa genetik hasil

pemanfaatan bioteknologi modern ke

Indonesia wajib mendapatkan

persetujuan dari lembaga yang

berwenang di bidang keamanan

hayati.

Persetujuan diberikan setelah melalui

analisis resiko dampak lingkungan,

keanekaragaman hayati, kesehatan,

pangan, pakan, dan dampak lainnya

yang terkait.

636. Pasal 134

(1) Pemerintah Pusat dan/atau

Pemerintah Daerah wajib

Yang dimaksud dengan pemanfaatan

produk rekayasa genetik dalam

undang-undang ini hanya terbatas

156

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

melakukan tindakan segera untuk

mengatasi kerusakan akibat lepas atau dilepaskannya produk rekayasa genetik, spesies invasif

asing atau mikroorganisme invasif ke media lingkungan.

kepada produk hasil pemanfaatan

keanekaragaman hayati.

637. (2) Tindakan segera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan:

638. a. karantina; Cukup jelas.

639. b. tindakan pemulihan; Cukup jelas.

640. c. investigasi terhadap asal usul lepasnya produk rekayasa

genetik atau spesies invasif asing; dan/atau

Cukup jelas.

641. d. tindakan lainnya. Yang dimaksud dengan tindakan

lainnya merupakan tindakan

pencegahan dan penanggulangan

pencemaran dan/atau kerusakan serta

pemulihan kondisi keanekaragaman

hayati guna menjamin tidak akan

terjadi atau terulangnya dampak

negatif terhadap keanekaragaman

hayati.

642. (3) Setiap orang yang melepaskan produk rekayasa genetik, spesies

invasif asing atau mikroorganisme invasif sebagaimana dimaksud

Cukup jelas.

157

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pada ayat (1) bertanggung jawab

atas segala kerugian yang timbul.

643. Pasal 135

Ketentuan lebih lanjut mengenai

keamanan hayati sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 128, Pasal 129,

Pasal 130, Pasal 131, Pasal 132, Pasal

133 dan Pasal 134 diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

644. Bagian Keempat

Pemanfaatan Ekosistem

645. Pasal 136

(1) Pemanfaatan ekosistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) pada kawasan

konservasi huruf c berupa :

646. a. pemanfaatan untuk kepentingan

penelitian dan/atau pendidikan;

Cukup jelas.

647. b. pemanfaatan jasa ekosistem; Yang dimaksud dengan pemanfaatan

jasa ekosistem adalah pemanfaatan

jasa lingkungan dalam kawasan

konservasi antara lain berupa wisata

158

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

alam, penyimpanan dan/atau

penyerapan karbon, air, energi air,

energi angin, energi panas matahari,

dan panas bumi.

648. c. pemanfaatan kawasan untuk

kepentingan strategis; dan/atau

Kepentingan pembangunan yang

bersifat strategis antara lain berupa:

a. jalan umum untuk membuka isolasi

wilayah;

b. menara komunikasi;

c. jaringan listrik atau air;

d. pembangunan sarana pertahanan

Negara, sarana pendidikan umum

sampai dengan tingkat sekolah

dasar; atau

e. sarana pengamatan dan/atau

pengendalian bencana alam.

649. d. pemanfaatan ekosistem

restorasi.

Cukup jelas.

650. e. pemanfaatan tradisional. Pemanfaatan ekosistem tradisional,

dimaksudkan untuk kegiatan budidaya

tradisional oleh masyarakat

local/masyarakat hukum adat yang

telah ada dan tinggal didalam areal

sebelum penetapan kawasan

konservasi, dilaksnakan pada zone

tradisional atau zona khusus

159

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

651. (2) Pemanfaatan ekosistem

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan izin pemanfaatan dengan tetap

memperhatikan hak-hak tradisional masyarakat lokal atau masyarakat

hukum adat.

Cukup jelas.

652. (3) Pemanfaatan ekosistem dilakukan

dengan penggunaan standar teknik dan teknologi yang terbaik.

Cukup jelas.

653. (4) Standar teknik dan teknologi yang

terbaik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) menjadi salah satu

persyaratan penerbitan izin pemanfaatan.

Cukup jelas.

654. (5) Persyaratan penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

655. Pasal 137

(1) Pemanfaatan ekosistem sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 136 ayat (1), dapat dilakukan pada semua kawasan kecuali Cagar Alam dan zona inti Taman

Nasional.

Pemanfaatan ekosistem disesuaikan

dengan status kawasan, kategori

kawasan konservasi beserta tujuan

pengelolaan dan zonasinya.

Kegiatan pemanfaatan ekosistem

diselenggarakan berdasarkan rencana

pengelolaan.

656. (2) Cagar Alam dan zona inti Taman

Nasional hanya dapat

Yang dimaksud wisata alam terbatas

160

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dimanfaatkan untuk kegiatan

penelitian, pendidikan, dan jasa wisata alam terbatas.

meliputi wisata kunjungan terbatas

tanpa diikuti kegiatan pembangunan

sarana/prasarana.

657. Pasal 138

(1) Pemanfaatan ekosistem untuk kepentingan strategis sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 136 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d

dilakukan berdasarkan hasil kajian ilmiah oleh lembaga ilmiah yang ditunjuk Menteri.

Lembaga ilmiah dimaksud adalah

badan penelitian dan pengembangan

kementerian yang diserahi tugas dan

tanggung-jawab bidang konservasi

keanekaragaman hayati atau

perguruan tinggi yang memiliki tenaga

profesional konservasi

keanekaragaman hayati.

658. (2) Kajian ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari persyaratan izin

Menteri.

Cukup jelas.

659. (3) Kajian ilmiah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) setidaknya meliputi:

Cukup jelas.

660. a. kajian resiko terhadap ekosistem;

Cukup jelas.

661. b. kajian alternatif kebijakan; Cukup jelas.

662. c. kajian upaya dan rencana mitigasi resiko;

Cukup jelas.

663. d. kajian penggunaan standar teknis dan teknologi yang

terbaik untuk kepentingan

Cukup jelas.

161

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

perlindungan ekosistem;

664. e. deskripsi rencana usaha dan/atu kegiatan yang akan

dikaji;dan

Cukup jelas.

665. f. hasil pelibatan masyarakat. Cukup jelas.

666. Pasal 139

(1) Pemerintah dapat memberikan insentif kepada penyelenggara

pemulihan atau restorasi, dalam bentuk:

667. a. Pemanfaatan komersial terbatas ekosistem yang telah direstorasi;

Pemanfaatan komersial terbatas dapat

berupa pariwisata alam, perdagangan

karbon, pembayaran jasa air, dan

pemanfaatan hasil hutan non kayu.

668. b. Penundaan pembayaran kewajiban penyetoran

iutan/pajak.

Cukup jelas.

669. (2) Pengaturan lebih lanjut mengenai insentif sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri.

Cukup jelas.

670. Pasal 140

(1) Dalam rangka pemberian insentif

kepada pihak yang bekerja sama dalam pemulihan ekosistem yang telah direstorasi dapat

Tujuan komersial dari kegiatan

pemulihan ekosistem terbatas pada

kegiatan pemanfaatan ekosistem

berupa pariwisata alam, perdagangan

162

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dimanfaatkan untuk tujuan

komersial terbatas dengan izin pemanfaatan ekosistem restorasi dari Menteri.

karbon, pembayaran jasa air,

pemanfaatan hasil hutan kayu atau

non kayu.

671. (2) Tujuan komersial terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) disesuaikan dengan status kawasan yang dipulihkan.

Status kawasan adalah fungsi kawasan

seperti kawasan konservasi, kawasan

hutan produksi, kawasan hutan

lindung, dsb. Di dalam kawasan

konservasi, maka tidak boleh ada

pemanfaatan yang bersifat ekstraktif

seperti pemanenan hasil hutan kayu.

Pasal 141

672. (1) Pemegang izin pemanfaatan

ekosistem restorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1)

wajib membayar iuran usaha.

Izin pemanfaatan ekosistem restorasi

tidak dapat diterbitkan atau dapat

dicabut kembali apabila ada indikasi

bahwa pemanfaatan komersial tersebut

dapat menghambat pemulihan

ekosistem.

673. (2) Pemegang izin pemanfaatan ekosistem restorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:

674. a. menyusun rencana pemanfaatan;

Cukup jelas.

675. b. melakukan pengamanan pada areal yang akan direstorasi;dan

Cukup jelas.

163

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

676. c. melibatkan dan memberdayakan

masyarakat setempat.

Cukup jelas.

677. Pasal 142

Ketentuan lebih lanjut mengenai

pemanfaatan ekosistem sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 136, Pasal 137,

Pasal 138, Pasal 139, Pasal 140 dan

Pasal 141 diatur dalam Peraturan

Pemerintah.

Cukup jelas.

Pasal 143

678. (1) Pemanfaatan ekosistem

dilaksanakan sesuai dengan tujuan

penetapan kawasan.

679. (2) Pemerintah Pusat, Pemerintah

Daerah atau pemegang hak pada

kawasan ekosistem esensial

menyusun rencana pengelolaan

kawasan, guna optimalisasi

pemanfaatan yang berkelanjutan.

680. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang

pemanfaatan ekosistem pada

kawasan ekosistem esensial diatur

dalam peraturan menteri.

164

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

681. BAB V

PENGAMANAN

682. Bagian Kesatu

Kepolisian Khusus

683. Pasal 144

Dalam rangka pengamanan

penyelenggaraan konservasi

keanekaragaman hayati, pejabat yang

bertanggung jawab di bidang

konservasi keanekaragaman hayati

sesuai dengan sifat dan pekerjaannya

diberikan wewenang kepolisian

khusus.

Yang dimaksud dengan pejabat yang

bertanggung jawab di bidang

konservasi keanekaragaman hayati

yang diberikan wewenang kepolisian

khusus pada Pasal 142 ayat (1) adalah

Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang

diangkat sebagai pejabat fungsional

Polisi Khusus Lingkungan Hidup dan

Kehutanan.

684. Pasal 145

Pejabat yang diberi wewenang

kepolisian khusus sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 144,

berwenang untuk:

685. a. mengadakan penjagaan, patroli/perondaan di dalam dan

di luar kawasan kawasan konservasi atau di wilayah

Cukup jelas.

165

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

hukumnya;

686. b. memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan

pengangkutan hasil kawasan konservasi di wilayah hukumnya;

Cukup jelas.

687. c. memeriksa setiap orang yang keluar atau masuk kawasan

konservasi serta setiap orang yang berada di kawasan konservasi.

Cukup jelas.

688. d. menerima laporan tentang terjadinya tindak pidana yang

menyangkut konservasi keanekaragaman hayati;

Cukup jelas.

689. e. mencari dan meminta keterangan terkait tindak pidana yang menyangkut konservasi

keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

690. f. mencari dan mengamankan

barang bukti tindak pidana yang menyangkut konservasi

keanekaragaman hayati;

Cukup jelas.

691. g. dalam hal tertangkap tangan, menangkap tersangka dan

mengamankan barang bukti untuk diserahkan kepada

penyidik;

Cukup jelas.

692. h. melakukan tindakan Cukup jelas.

166

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

penangkapan, larangan

meninggalkan tempat, penggeledahan dan/atau penahanan atas perintah

penyidik;

693. i. membuat dan menandatangani

laporan dan berita acara;

Cukup jelas.

694. j. membawa dan menghadapkan

orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan atas perintah penyidik.

Cukup jelas.

695. Pasal 146

Ketentuan lebih lanjut mengenai

Kepolisian Khusus diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

696. Bagian Kedua

Penyuluhan

697. Pasal 147

(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib memberikan penyuluhan dalam rangka

pencegahan dan pemberantasan tindak pidana di bidang konservasi

Cukup jelas.

167

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

keanekaragaman hayati.

698. (2) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

secara terintegrasi dengan subsistem kawasan konservasi dan program pada tiap tingkatan

administrasi pemerintahan.

Cukup jelas.

699. (3) Pelaksanaan penyuluhan dilakukan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Cukup jelas.

700. BAB VI

PENYIDIKAN, ALAT BUKTI, DAN

BARANG RAMPASAN

701. Bagian Kesatu

Penyidikan

702. Pasal 148

Penyidikan tindak pidana di bidang

keanekaragaman hayati dilakukan

berdasarkan hukum acara yang

berlaku, kecuali ditentukan lain dalam

Undang-Undang ini.

Cukup jelas.

168

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

703. Pasal 149

(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu

di lingkungan instansi Pemerintah yang tugas dan tanggung jawabnya

di bidang konservasi keanekaragaman hayati diberi wewenang khusus sebagai penyidik

sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana.

Pejabat Pegawai Negeri Sipil terdiri dari

PPNS Lingkungan dan/atau PPNS

Kehutanan.

704. (2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu di lingkungan instansi

Pemerintah yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang

konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana

dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Cukup jelas.

705. (3) Dalam melakukan penyidikan tindak pidana konservasi keanekaragaman hayati, Penyidik

Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), berwenang:

706. a. menerima laporan atau

pengaduan tentang adanya tindak pidana dan melakukan pemeriksaan atas kebenaran

Cukup jelas.

169

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

laporan atau keterangan;

707. b. memanggil seseorang untuk diperiksa dan dimintai

keterangan sebagai saksi atau tersangka;

Cukup jelas.

708. c. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti,

pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain yang dapat dijadikan bukti;

Cukup jelas.

709. d. melakukan penyadapan untuk kepentingan penyelidikan dan

penyidikan;

710. e. melakukan penangkapan

dan/atau penahanan tersangka sementara;

Cukup jelas.

711. f. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana;

Cukup jelas.

712. g. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan

dokumen lain;

Cukup jelas.

713. h. memotret dan/atau merekam

melalui media audio visual terhadap tersangka, dan/atau barang bukti;

Cukup jelas.

714. i. meminta bantuan dan/atau Cukup jelas.

170

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

keterangan ahli;

715. j. memberikan tanda pengaman dan mengamankan tempat

dan/atau barang yang dapat dijadikan sebagai alat bukti terjadinya tindak pidana di

bidang konservasi;

Cukup jelas.

716. k. membuat dan menandatangani

berita acara pemeriksaan dan/atau surat-surat lain yang diperlukan untuk kepeningan

penyidikan tindak pidana konservasi keanekaragaman

hayati; dan

Cukup jelas.

717. l. melakukan penghentian

penyidikan; dan

Cukup jelas.

718. m. melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk mendukung

penyidikan tindak pidana konservasi.

719. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk

memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut

umum.

Cukup jelas.

720. Pasal 150

Untuk memperoleh bukti permulaan

Cukup jelas.

171

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

yang cukup, penyidik sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1)

dapat menggunakan laporan yang

berasal dari masyarakat dan/atau

instansi terkait.

721. Pasal 151

(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1) berhak

meminta kepada lembaga jasa pengiriman, penyelenggara komunikasi, bank dan

penyelenggara jasa keuangan lainnya untuk:

722. a. membuka, memeriksa, dan menyita surat atau kiriman

melalui pos, serta jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan

tindak pidana konservasi keanekaragaman hayati yang sedang diperiksa; dan/atau

Cukup jelas.

723. b. meminta informasi pembicaraan melalui telepon atau alat

komunikasi lain yang diduga digunakan untuk

mempersiapkan, merencanakan, dan/atau melakukan tindak pidana konservasi

Cukup jelas.

172

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

keanekaragaman hayati.

724. c. meminta keterangan kepada bank atau jasa keuangan

lainnya atau berkaitan dengan transaksi keuangan tersangka.

Cukup jelas.

725. (2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, hanya dapat dilakukan atas izin Ketua

Pengadilan Negeri setempat atas permintaan penyidik untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

Cukup jelas.

726. (3) Ketua Pengadilan Negeri setempat wajib memberikan izin untuk

meminta informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam

waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya permintaan dari penyidik.

Cukup jelas.

727. (4) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

dilaporkan serta dipertanggungjawabkan kepada pejabat berwenang.

Cukup jelas.

728. Pasal 152

(1) Penyidik sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 149 ayat (1) melakukan penangkapan terhadap

orang yang berdasarkan bukti

Cukup jelas.

173

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

permulaan yang cukup melakukan

tindak pidana konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya untuk paling lama 2

x 24 (dua kali dua puluh empat) jam.

729. (2) Dalam hal waktu untuk pemeriksaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) belum mencukupi, maka atasan langsung penyidik dapat memberi izin untuk

memperpanjang penangkapan tersebut untuk paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam.

Cukup jelas.

730. Bagian Kedua

Alat Bukti

731. Pasal 153

Alat bukti tindak pidana konservasi

keanekaragaman hayati, meliputi:

732. a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana;

Cukup jelas.

733. b. alat bukti lain berupa informasi

yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau

Cukup jelas.

174

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

yang serupa dengan itu;

dan/atau

734. c. data, rekaman, atau informasi

yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa

bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda

fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, berupa:

Cukup jelas.

735. d. tulisan, suara atau gambar; Cukup jelas.

736. e. peta, rancangan, foto, atau

sejenisnya; dan/atau

Cukup jelas.

737. f. huruf, tanda, angka, simbol,

atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca

atau memahaminya.

Cukup jelas.

738. Bagian Ketiga

Barang Rampasan

739. Pasal 154

(1) Benda dan/atau alat yang

digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana

Yang dimaksud dengan dirampas

untuk negara adalah bahwa disamping

dirampas sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Undang-

175

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

konservasi keanekaragaman hayati

dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan.

Undang No. 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana, juga

memberikan kewenangan kepada

pejabat yang ditetapkan oleh

Pemerintah untuk menguasai,

memelihara, dan/atau menyelamatkan

tumbuhan dan satwa sebelum proses

pengadilan dilaksanakan.

740. (2) Benda dan/atau alat yang

digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana

konservasi keanekaragaman hayati dapat dilelang untuk negara sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Cukup jelas.

741. (3) Uang hasil pelelangan tindak pidana konservasi keanekaragaman

hayati disetor ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak, dipergunakan untuk

membiayai pemeliharaan barang rampasan tindak pidana konservasi

keanekaragaman hayati, dan sebagai insentif bagi petugas dan pihak-pihak yang berjasa.

Tanpa mengurangi arti dari ketentuan

perundang-undangan mengenai

pendapatan negara baik pajak maupun

bukan pajak, maka hasil lelang dari

spesimen tumbuhan dan satwa liar

hasil rampasan dapat secara langsung

dipergunakan untuk membiayai

kegiatan penegakan hukum.

Sesuai dengan ketentuan konvensi

internasional mengenai kontrol

perdagangan jenis-jenis flora dan fauna

sebagian hasil lelang juga dapat

digunakan sebagai insentif bagi

176

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

penegak hukum.

742. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai

penetapan keputusan penanganan spesimen rampasan, lelang,

pembiayaan penegakan hukum dan insentif bagi penegakan hukum diatur dengan atau berdasarkan

Peraturan Pemerintah.

Dalam Peraturan Pemerintah tersebut

antara lain diatur alternatif-alternatif

penanganan spesimen hasil rampasan

baik hidup maupun mati, termasuk

kriteria-kriteria dan syarat-syarat bagi

spesimen hasil rampasan yang akan

dikembalikan ke habitat alamnya.

Selain itu diatur tentang lelang

spesimen hasil temuan atau hasil

rampasan, termasuk pemanfaatan

uang hasil lelang bagi pembiayaan

penegakan hukum dan insentif bagi

penegak hukum yang berjasa.

743. Pasal 155

(1) Spesimen hidup tumbuhan dan/atau satwa dari kategori

spesies dilindungi yang dirampas untuk negara dititipkan kepada

lembaga-lembaga yang bergerak di bidang konservasi ex-situ.

Lembaga yang dimaksud pada ayat ini

dapat berupa lembaga pemerintah

maupun lembaga swadaya masyarakat,

seperti taman satwa, kebun botani,

museum zoologi, herbarium, pusat

penyelamatan satwa dan sebagainya

yang ditunjuk dan ditetapkan oleh

pemerintah.

Tumbuhan dan satwa liar yang

dilindungi sedapat mungkin harus

dikembalikan ke habitat aslinya.

Namun spesimen hasil kejahatan yang

dirampas sering tidak diketahui daerah

177

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

atau habitat asal spesimen tersebut

atau karena telah cukup lama berada

di lingkungan manusia maka spesimen

tumbuhan atau satwa liar tersebut

dinilai tidak dapat beradaptasi dengan

atau bertahan hidup di habitatnya.

Oleh karena itu maka tumbuhan dan

satwa liar tersebut dititipkan kepada

lembaga yang bergerak di bidang

konservasi eks-situ tumbuhan dan

satwa liar untuk dikembangbiakkan

bagi kepentingan pelestarian jenis

tersebut. Selain itu penitipan juga

diperlukan apabila spesimen yang

dirampas tersebut diperlukan untuk

dijadikan barang bukti di pengadilan.

Spesimen titipan tersebut masih tetap

milik negara, dan apabila ada

keuntungan dari komersialisasi

spesimen tersebut, maka harus ada

pembagian keuntungan untuk negara.

744. (2) Spesimen hidup tumbuhan

dan/atau satwa dari kategori spesies dilindungi yang dirampas untuk negara sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat dikembalikan ke habiat alam (in-situ) atau dimanfaatkan sebagai induk perbanyakan tumbuhan atau

Cukup jelas.

178

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pengembangbiakan satwa liar.

745. (3) Spesimen mati tumbuhan dan/atau satwa liar yang dilindungi yang dirampas untuk

negara diserahkan kepada museum zoologi atau herbarium atau lembaga penelitian.

Cukup jelas.

746. Pasal 156

(1) Spesimen hidup tumbuhan dan

satwa dari kategori spesies dikendalikan atau spesies dipantau yang dirampas untuk negara dapat

dikembalikan ke habitat alami (in-situ) atau dilelang.

Pengembalian ke habitat alamnya

harus dilaksanakan dengan hati-hati

dan dengan memperhatikan habitat

asal-usul spesimen, keadaan dan

status populasi, kemungkinan hidup

dan berkembang biaknya secara alami

spesimen yang dikembalikan ke

habitatnya, masalah penegakan

hukum serta kondisi fisik dan

kesehatan spesimen dimaksud.

747. (2) Spesimen mati tumbuhan dan satwa dari kategori spesies

dikendalikan yang dirampas untuk negara dapat dilelang.

Cukup jelas.

748. Pasal 157

Dalam hal spesimen mati tumbuhan

dan/atau satwa sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 155 dan Pasal

Yang dimaksud dapat menimbulkan

persoalan hukum seperti:

1. apabila dilepas kembali ke

habitat alamnya adalah antara

179

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

156 dapat menimbulkan persoalan

dalam penegakan hukum dan/atau

membahayakan harus dimusnahkan.

lain spesimen yang telah

dilepaskan kembali ke habitat

alam akan mudah diambil atau

ditangkap kembali secara tidak

sah dan beredar kembali untuk

dikomersialkan, sehingga

pelepasan kembali ke habitat

alam sama sekali tidak

membantu konservasi jenis yang

bersangkutan.

2. secara ilmiah sudah tidak

mempunyai nilai misalnya telah

dijadikan barang-barang hiasan,

atau pakaian, termasuk tas,

sepatu, dompet dan ikat

pinggang, atau sudah tidak utuh

lagi, dan telah banyak

mengalami modifikasi maka lebih

baik dimusnahkan.

Yang dimaksud membahayakan,

termasuk dapat membahayakan adalah

1. Spesimen mati tumbuhan dan

satwa liar yang dilindungi mutlak

apabila keadaannya sudah

rusak; atau

2. tidak memungkinkan untuk

mempertahankan spesimen hasil

180

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

rampasan dalam keadaan hidup

karena rusak, cacat, mengidap

penyakit berbahaya dan secara

medis veteriner dinyatakan tidak

dapat disembuhkan atau tidak

memungkinkan hidup, maka

lebih baik dimusnahkan.

749. Pasal 158

(1) Dalam hal pelaku tindak pidana konservasi keanekaragaman hayati

tertangkap di luar negeri, Pemerintah dapat meminta pengembalian spesimen atau

sumber daya genetik yang berasal dari Indonesia yang dirampas di negara lain.

Tumbuhan dan satwa liar, yang karena

terkait dengan pelanggaran ketentuan

internasional mengenai peredaran

tumbuhan dan satwa liar, pelakunya

tertangkap dan/atau spesimennya

dirampas di luar negeri, maka

spesimen tersebut perlu dikembalikan

ke Indonesia untuk kepentingan

penyidikan, dan bagi spesimen hidup

dari spesies dilindungi, apabila masih

memungkinkan, dilepas-liarkan

kembali ke habitat alam.

750. (2) Biaya pengembalian spesimen atau

sumber daya genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung

oleh pelaku.

Yang dimaksud dengan pelaku adalah

penerima (importir) dan/atau pengirim

(eksportir) spesimen spesies hasil

tindak pidana konservasi

keanekaragaman hayati.

Pelaku wajib menanggung semua biaya

pengembalian spesimen tersebut ke

181

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Indonesia tanpa harus menunggu

proses peradilan. Namun demikian

apabila karena suatu sebab pengirim

spesimen tidak dapat diketahui

keberadaannya, atau melarikan diri,

maka biaya pengiriman kembali

spesimen hasil rampasan dapat

dimintakan untuk ditanggung oleh

penerima (importir) dalam hal

peraturan perundang-undangan di

negara tersebut memungkinkan.

751. (3) Dalam hal pembiayaan

pengembalian spesimen atau sumber daya genetik sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) tidak dapat ditanggung oleh pelaku, pembiayaan pengembalian

spesimen atau sumber daya genetik dibebankan kepada Pemerintah Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Cukup jelas.

752. (4) Dalam hal pengembalian spesimen

rampasan di luar negeri tidak dapat dilakukan, maka spesimen hidup tumbuhan atau satwa liar dapat

diminta untuk dititipkan kepada lembaga yang bergerak dalam

bidang konservasi ex-situ dan dimusnahkan bagi spesimen mati.

Cukup jelas.

753. (5) Spesimen tumbuhan dan/atau satwa yang berasal dari luar

Cukup jelas.

182

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

wilayah Republik Indonesia yang

dirampas untuk negara dapat dikembalikan ke negara asalnya atas permintaan dari negara asal.

754. (6) Biaya pengembalian spesimen tumbuhan dan/atau satwa

dibebankan kepada negara asal spesimen tumbuhan dan/atau

satwa.

Cukup jelas.

755. BAB VII

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN

PERAN PARA PIHAK

756. Bagian Kesatu

Umum

757. Pasal 159

(1) Pelibatan para pihak dan

pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan membuka akses informasi untuk mendukung

terwujudnya tujuan konservasi keanekaragaman hayati.

Membuka akses informasi adalah

kewajiban minimal dalam mewujudkan

peran masyarakat.

758. (2) Pelibatan para pihak dalam konservasi keanekaragaman hayati dilakukan pada proses

perencanaan, pelaksanaan, sampai

Pelibatan masyarakat tidak sekedar

membuka akses, namun lebih kepada

proses perencanaan, pelaksanaan,

183

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dengan pengawasan dan

pemantauan.

sampai dengan pengawasan dan

pemantauan.

759. (3) Pemberdayaan masyarakat selain

ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan juga untuk

mendukung peran para pihak dalam konservasi keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

760. Bagian Kedua

Pemberdayaan Masyarakat

761. Pasal 160

(1) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 159 ayat (2) dilaksanakan melalui:

762. a. fasilitasi dan pendampingan; Cukup jelas.

763. b. peningkatan kapasitas dan penguatan kelembagaan;

Cukup jelas.

764. c. pemberian akses. Pemberian akses sebagaimana

dimaksud ayat 1 huruf c dapat berupa:

a. pemanfaatan kawasan untuk

kegiatan budidaya pada zona

tradisional dan zona khusus;

184

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

b. pemanfaatan tumbuhan dan satwa

liar untuk kegiatan penangkaran;

c. pengarusutamaan keanekaragaman

hayati di sekitar kawasan

konservasi.

765. (2) Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan dalam setiap kegiatan pelestarian dan

pemanfaatan spesies, genetik, dan ekosistem.

Cukup jelas.

766. (3) Sasaran pemberdayaan adalah masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan konservasi

dan/atau kawasan ekosistem esensial, termasuk masyarakat hukum adat.

Cukup jelas.

767. Bagian Ketiga

Peran Para Pihak

768. Pasal 161

(1) Peran dan iniasi para pihak harus diidentifikasi dan didukung untuk

membantu pencapaian tujuan konservasi keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

185

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

769. (2) Dalam mendukung pencapaian

tujuan konservasi keanekaragaman hayati tersebut, para pihak dapat berperan:

770. a. memberikan data dan informasi untuk kepentingan pelestarian

dan pemanfaatan spesies, genetik, dan ekosistem;

Cukup jelas.

771. b. memberikan usulan, saran dan pertimbangan untuk perlindungan spesies, genetik,

dan ekosistem;

Cukup jelas.

772. c. melakukan kerja sama dalam

pembinaan serta pemulihan populasi dan habitat/ekosistem;

Cukup jelas.

773. d. melakukan pengelolaan sebagian kawasan konservasi;

Cukup jelas.

774. e. melakukan pengelolaan kawasan ekosistem esensial; dan/atau

Cukup jelas.

775. f. sebagai pengampu sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang terasosiasi

dengan sumber daya genetik.

Cukup jelas.

776. (3) Untuk mewadahi peran para pihak

tersebut dapat dilakukan dalam kelembagaan yang akan dibentuk oleh Pemerintah Pusat di bidang

keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

777. Pasal 162

186

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Dalam melaksanakan peran

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

161 para pihak berhak:

778. a. mendapatkan akses informasi,

akses partisipasi dan akses keadilan;

Cukup jelas.

779. b. menyampaikan usulan dan/atau keberatan;

Cukup jelas.

780. c. terlibat dalam pengelolaan konservasi keanekaragaman hayati;

Cukup jelas.

781. d. ikut melaksanakan pengawasan pengelolaan dan/atau

pelindungan dan pengamanan kawasan dan spesies di sekitar

ruang kelola kehidupan;

Cukup jelas.

782. e. mendapatkan perlindungan atas hak-hak tradisional;

Cukup jelas.

783. f. mendapatkan kompensasi atas hilangnya hak atas tanah dan

akses terhadap sumber daya sebagai akibat dari penetapan

kawasan konservasi dan kawasan ekosistem esensial sesuai dengan peraturan

perundangan yang berlaku;

Cukup jelas.

784. g. mendapatkan insentif atas

pembatasan hak di atas tanah yang ditetapkan sebagai

Cukup jelas.

187

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kawasan ekosistem esensial

sesuai dengan peraturan perundangan yang ada;

785. h. mendapatkan pembagian keuntungan yang adil dan berimbang atas hak kekayaan

intelektual serta pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan

sumber daya genetik;

Cukup jelas.

786. i. mendapatkan pendampingan dan pemberdayaan.

Cukup jelas.

787. Pasal 163

Dalam melaksanakan peran

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

161 ayat (2) para pihak berkewajiban:

788. a. memberikan informasi secara benar, akurat, dan terbuka;

Cukup jelas.

789. b. melestarikan keanekaragaman hayati yang berada di tanah atau di wilayah yang dikuasakan

kepadanya;

Cukup jelas.

790. c. melakukan pemulihan atas areal

terdegradasi yang berada di tanah atau di wilayah yang dikuasakan kepadanya;

Cukup jelas.

791. d. memanfaatkan keanekaragaman hayati dengan bertanggung

Cukup jelas.

188

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

jawab dan berkelanjutan; dan

792. e. menaati ketentuan peraturan perundangan-undangan yang

berlaku.

Cukup jelas.

793. Pasal 164

Ketentuan lebih lanjut mengenai

pemberdayaan masyarakat dan peran

para pihak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 159, Pasal 160, Pasal

161, Pasal 162, dan Pasal 163 diatur

dalam Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

794. BAB VIII

PENDANAAN KONSERVASI

795.

Pasal 165

(1) Pemerintah Pusat dan/atau

Pemerintah Daerah sesuai kewenanganny wajib menyediakan pendanaan yang berkelanjutan

untuk kegiatan konservasi.

Cukup jelas.

796. (2) Pendanaan berkelanjutan untuk

kegiatan konservasi dapat berasal dari:

Cukup jelas.

189

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

797. a. anggaran pemerintah; Cukup jelas.

798. b. bantuan/hibah Negara lain; Cukup jelas.

799. c. hibah dari lembaga nasional

dan internasional;

Cukup jelas.

800. d. komitmen internasional yang

berasal dari penghapusan hutang luar negeri;

Cukup jelas.

801. e. hasil kerja sama pengelolaan keanekaragaman hayati dengan pihak ketiga; dan

Cukup jelas.

802. f. anggaran para pihak yang ditunjuk sebagai pengelola

kawasan konservasi tertentu.

Cukup jelas.

803. (3) Pemerintah Pusat dapat

membentuk Lembaga Pendanaan sesuai peraturan perundang-undangan.

Yang dimaksud dengan Lembaga

pendanaan dapat berupa Dana

Amanah (Trust Fund).

Dana Amanah merupakan dana yg

berasal dari berbagai sumber dana

yang sah, tidak mengikat, dan

diperuntukan langsung bagi kegiatan

konservasi keanekaragaman hayati.

Sumber dana yang dimaksud dapat

berasal dari Pembayaran jasa

lingkungan Payment for Ecosystem

Services (PES), Tanggung jawab sosial

perusahaan Corporate Social

190

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Responsibility (CSR), hibah, pajak atau

fee terhadap usaha-usaha yang dapat

berdampak negatif terhadap

kenanekaragaman hayati,

carbon/biodiversity offsets.

804. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang pendanaan berkelanjutan untuk

konservasi diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Cukup jelas.

805. BAB IX

PENYELESAIAN SENGKETA

806. Bagian Kesatu

Umum

807. Pasal 166

(1) Penyelesaian sengketa merupakan proses, cara, dan/atau upaya

untuk menyelesaikan sengketa atau beda pendapat perdata terkait dengan pelaksanaan Undang-

Undang ini.

Cukup jelas.

808. (2) Penyelesaian sengketa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak menghapuskan

Cukup jelas.

191

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

pertanggungjawaban pidana.

809.

Pasal 167

(1) Penyelesaian sengketa konservasi keanekaragaman hayati dapat ditempuh:

810. a. di luar pengadilan; atau Cukup jelas.

811. b. di pengadilan Cukup jelas.

812. (2) Pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan secara suka rela oleh para pihak yang bersengketa.

Cukup jelas.

813. (3) Gugatan melalui pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf b hanya dapat ditempuh apabila upaya penyelesaian

sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak

yang bersengketa.

Cukup jelas.

814. Bagian Kedua

Penyelesaian Sengketa di Luar

Pengadilan

192

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

815. Pasal 168

Penyelesaian sengketa konservasi

keanekargaman hayati diupayakan

untuk diselesaikan dengan prinsip

musyawarah untuk mufakat.

Cukup jelas.

816. Pasal 169

(1) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dimaksud dalam

Undang-Undang ini dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai tindakan tertentu

dan/atau ganti rugi.

Yang dimaksud dengan tindakan tertentu adalah suatu tindakan yang

terdiri dari namun tidak terbatas pada:

a. penghentian tindakan yang

merugikan dan/atau berpotensi

merugikan konservasi

keanekaragaman hayati dan/

atau masyarakat;

b. mencegah timbulnya dampak

negatif terhadap konservasi

keanekaragaman hayati dan/

atau masyarakat;

c. menjamin tidak akan

terulangnya tindakan yang

merugikan dan/atau berpotensi

merugikan keanekaragaman

hayati dan/ atau masyarakat;

d. pemulihan, penanggulangan

193

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dan/atau mitigasi dampak

kerugian terhadap

keanekaragaman hayati dan/

atau masyarakat;

e. mendapatkan akses

pemanfaatan jasa lingkungan

dan/ atau hasil hutan bukan

kayu;

f. kemitraan dalam pengelolaan

kawasan konservasi;

g. pengamanan dampak dari

spesies invasif dan/ atau produk

rekayasa genetik terhadap

keanekaragaman hayati

dan/atau masyarakat;

h. mencegah, menanggulangi,

dan/atau memulihkan

pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan hidup

yang terkait dengan

keanekaragaman hayati.

817. (2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan dengan mediasi, negosiasi, arbitrase, atau

pilihan lain dari para pihak yang bersengketa sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Cukup jelas.

194

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

818. (3) Hasil penyelesaian sengketa di luar

pengadilan harus dinyatakan secara tertulis dan bersifat mengikat para pihak sebagaimana

diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Cukup jelas.

819. Bagian Ketiga

Penyelesaian Sengketa di Pengadilan

820. Paragraf 1

Ganti Rugi dan Tindakan Tertentu

821. Pasal 170

Setiap penanggung jawab usaha

dan/atau kegiatan yang melakukan

perbuatan melanggar hukum yang

menimbulkan kerugian pada orang

lain dan/atau keanekaragaman hayati

wajib membayar ganti rugi dan

melakukan tindakan tertentu

berdasarkan putusan pengadilan.

Cukup jelas.

195

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

822. Pasal 171

Setiap orang yang melakukan

pemindahtanganan, pengubahan sifat

dan bentuk usaha, dan/atau kegiatan

dari suatu badan usaha yang

melanggar hukum tidak melepaskan

tanggung jawab hukum dan kewajiban

badan usaha sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang ini.

Cukup jelas.

823.

824. Pasal 172

Pengadilan dapat menetapkan

pembayaran uang paksa terhadap

setiap hari keterlambatan atas

pelaksanaan putusan pengadilan.

Cukup jelas.

825. Paragraf 2

Tanggung Jawab Mutlak

826. Pasal 173

Setiap orang yang tindakannya,

usahanya, dan/atau kegiatannya

melepaskan varietas atau organisme

hasil rekayasa sumber daya genetik,

atau organisme yang secara sumber

Cukup jelas.

196

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

daya genetik telah dimodifikasi ke

habitat alam atau kegiatan lainnya

yang berdampak serius terhadap

keanekaragaman hayati yang

menimbulkan kerugian terhadap

keanekaragaman hayati bertanggung

jawab mutlak atas kerugian yang

terjadi tanpa perlu adanya

pembuktian unsur kesalahan.

827. Paragraf 3

Gugatan Perwakilan

828.

Pasal 174

(1) Masyarakat berhak mengajukan

gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri

dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian.

Cukup jelas.

829. (2) Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau

peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.

Cukup jelas.

830. (3) Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat dilaksanakan sesuai

Cukup jelas.

197

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

831. Paragraf 4

Hak Gugat Organisasi

832.

Pasal 175

(1) Dalam rangka pelaksanaan

tanggung jawab pelindungan keanekaragaman hayati, organisasi berhak mengajukan gugatan untuk

kepentingan keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

833. (2) Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan

tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.

Cukup jelas.

834. (3) Organisasi dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi

persyaratan:

835. a. berbentuk badan hukum; Cukup jelas.

836. b. menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan untuk

kepentingan pelindungan

Cukup jelas.

198

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

keanekaragaman hayati; dan

837. c. telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran

dasarnya paling singkat 2 (dua) tahun.

Cukup jelas.

838. Paragraf 5

Hak Gugat Pemerintah

839.

Pasal 176

(1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang

pelindungan keanekaragaman hayati berwenang mengajukan

gugatan ganti rugi dan/atau tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang

mengakibatkan kerugian bagi keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

840. (2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan kerugian bagi

keanekaragaman hayati, kerugian pemerintah dalam rangka

menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya di bidang pelindungan keanekaragaman hayati, dan/atau

Cukup jelas.

199

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

tindakan tertentu guna mencegah,

menanggulangi, dan memulihkan keanekaragaman hayati.

841. BAB X

KERJA SAMA INTERNASIONAL

842.

Pasal 177

Dalam rangka kerja sama

internasional di bidang pengelolaan

ekosistem dan jenis, Pemerintah Pusat

mengatur pelaksanaan bagi beberapa

perjanjian internasional terkait

keanekaragaman hayati diantaranya:

843. a. Konvensi Warisan Alam Dunia; Cukup jelas.

844. b. Konvensi Ramsar; Cukup jelas.

845. c. Cagar Biosfer; Cukup jelas.

846. d. Convention on International Trade in Endangered Species (CITES);

Cukup jelas.

847. e. Konvensi Keanekaragaman

Hayati (Convention on Biological Diversity/CBD).

Cukup jelas.

200

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

848.

Pasal 178

(1) Pemerintah Pusat dapat mengajukan kawasan konservasi

menjadi Situs Warisan Dunia atau Situs Ramsar kepada Organisasi

Internasional yang berwenang.

Cukup jelas.

849. (2) Pemerintah Pusat dapat

mengajukan kawasan konservasi menjadi zona inti Situs Cagar Biosfer kepada Organisasi

Internasional yang mengurusinya, serta mengelolanya bersama kawasan di sekitarnya di dalam

kerangka pengelolaan Cagar Biosfer.

Cukup jelas.

850. (3) Pengajuan usulan kawasan konservasi untuk menjadi situs-

situs internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) didasarkan pada

rekomendasi dari:

851. a. Pemerintah Provinsi dan

Kabupaten/Kota;

Cukup jelas.

852. b. pemangku kepentingan yang

berkaitan; dan

Cukup jelas.

853. c. Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati.

Cukup jelas.

854. (4) Situs-situs internasional sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), ayat (2) dan ayat (3) wajib

Cukup jelas.

201

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dikelola sesuai dengan pedoman

yang dikeluarkan oleh Organisasi Internasional yang mengurusinya.

855. Pasal 179

(1) Pengelolaan Situs Cagar Biosfer

sebagaimana dimaksud pada Pasal 177 huruf c dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi setempat.

Cukup jelas.

856. (2) Dalam hal pengelolaan Situs Cagar Biosfer, Pemerintah Provinsi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membentuk Badan Pengelola Cagar Biosfer.

Cukup jelas.

857.

858. BAB XI

KELEMBAGAAN

859. Bagian Kesatu

Komisi Konservasi Keanekaragaman

Hayati

860. Pasal 180

(1) Dalam hal mendukung penyelenggaraan konservasi

Cukup jelas.

202

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

keanekaragaman hayati, Presiden

membentuk Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati berdasarkan usul Menteri.

861. (2) Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diketuai oleh perwakilan

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang beranggotakan para pihak.

Yang dimaksud dengan beranggotakan

para pihak antara lain perwakilan dari:

a. kementerian terkait dengan urusan

kehutanan atau konservasi

keanekaragaman hayati;

b. kementerian terkait dengan urusan

Lingkungan Hidup;

c. lembaga penelitian dan

pengembangan di bidang

konservasi keanekaragaman hayati

d. lembaga swadaya masyarakat yang

bergerak dalam bidang konservasi

nasional; dan

e. perguruan tinggi yang berada di

Indonesia.

862. Pasal 181

Komisi Konservasi Keanekaragaman

Hayati bertugas:

863. a. melakukan pengkajian dan penelitian dalam rangka

pemberian rekomendasi kepada

Cukup jelas.

203

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Menteri mengenai penetapan

dan/atau perubahan status sumber daya genetik spesies target, kategorisasi pelindungan

spesies dan kategori kawasan konservasi;

864. b. menyusun prosedur tetap untuk implementasi pelaksanaan tugas

Komisi, dalam rangka pemberian rekomendasi kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada

ayat (2); dan

Cukup jelas.

865. c. menampung dan

menindaklanjuti usulan masyarakat mengenai konservasi keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

866. Pasal 182

Komisi Konservasi Keanekaragaman

Hayati berwenang memberikan

rekomendasi terhadap:

867. a. penetapan dan perubahan spesies target bagi pelindungan sumber daya genetik;

Cukup jelas.

868. b. penetapan spesies-spesies satwa kharismatik;

Cukup jelas.

869. c. penetapan dan perubahan kategori spesies dilindungi;

Cukup jelas.

204

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

870. d. perburuan terkendali di dalam

kawasan konservasi dalam rangka mengoptimalkan daya dukung terhadap spesies;

Cukup jelas.

871. e. pengajuan usulan kawasan konservasi untuk menjadi situs-

situs internasional;

Cukup jelas.

872. f. perubahan dari satu kategori

kawasan konservasi ke kategori lainnya; dan

Cukup jelas.

873. g. pencadangan areal. Areal pencadangan yang dimaksud

adalah Areal yang dicadangkan

diprioritaskan pada situs yang

mengalami degradasi sedang atau

berat.

874. Pasal 183

Apabila Komisi Keanekaragaman

Hayati belum terbentuk, semua

keputusan Menteri mengenai

penetapan dan perubahan status

sumber daya genetik spesies target,

kategorisasi pelindungan spesies dan

kategorisasi kawasan konservasi

didasarkan pada rekomendasi dari

Otorita Ilmiah.

Cukup jelas.

205

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

875. Bagian Kedua

Dewan Pengelola Sumber Daya

Genetik

876.

Pasal 184

(1) Dalam rangka pengaturan

pemanfaatan sumber daya genetik dan pengetahuan yang terasosiasi

dengan sumber daya genetik, Presiden membentuk Dewan Pengelola Sumber Daya Genetik.

Cukup jelas.

877. (2) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan unsur

Kementerian dan Lembaga serta unsur masyarakat yang terkait dengan sumber daya genetik.

Kementerian dan Lembaga yang

dimaksud diantaranya Kementerian

atau Lembaga pemerintah yang

mempunyai kewenangan bidang

pertanian, kesehatan, pengetahuan

dan teknologi, kehutanan, lingkungan

hidup, kelautan dan perikanan, hak

kekayaan intelektual.

878. (3) Dewan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dipimpin oleh Menteri sebagai Ketua Dewan.

Cukup jelas.

879. (4) Kepala Sekretariat melaksanakan tugas sehari-hari Dewan.

Cukup jelas.

880. (5) Menteri menetapkan Kepala Cukup jelas.

206

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Sekretariat dan anggota

Sekretariat.

881. Pasal 185

Dewan bertugas :

882. a. mengkoordinasikan Kementerian dan Lembaga yang berwenang

atas izin akses dan izin pengembangan;

Fungsi koordinasi dari mulai

penerbitan sampai pengawasan.

Kementerian dan Lembaga yang

dimaksud adalah yang mempunyai

kewenangan bidang pertanian,

kesehatan, pengetahuan dan teknologi,

kehutanan, lingkungan hidup,

kelautan dan perikanan.

Kementerian dan Lembaga dimaksud di

atas adalah Otoritas Nasional yang

Kompeten (National Competent

Authorities/NCA).

883. b. menyusun pedoman akses dan pembagian keuntungan bagi Pemerintah dan masyarakat;

Yang dimaksud dengan pedoman

untuk masyarakat termasuk pedoman

bagi pengakses, masyarakat adat dan

petani pemulia.

884. c. mengembangkan sistem basis data dan informasi serta

menyediakan informasi tentang akses terhadap sdg dan pengetahuan tradisional yang

Cukup jelas.

207

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

terasosiasi dengannya;

885. d. mewakili negara sebagai Pumpunan Kegiatan Nasional

(national focal point);

Termasuk bertindak sebagai check

points menurut Protokol Nagoya.

886. e. memberikan rekomendasi

penerbitan izin akses kepada Otoritas Nasional yang Kompeten (national competent authority);

Cukup jelas.

887. f. menunjuk satu atau beberapa lembaga yang berwenang sebagai

Otoritas Nasional yang Kompeten ( national competent authority);

Cukup jelas.

888. g. melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan Otoritas

Nasional yang Kompeten (national competent authority);dan

Areal pencadangan yang dimaksud

adalah Areal yang dicadangkan

diprioritaskan pada situs yang

mengalami degradasi sedang atau

berat.

889. h. mewakili negara dalam sengketa hak kekayaan intelektual terkait

sumber daya genetik dan pengetahuan yang terasosiasi

dengannya.

Dewan mewakili negara dan/atau

memfasilitasi serta mendampingi

masyarakat adat atau petani

tradisional dalam sengketa hak

kekayaan intelektual pada sengketa

nasional maupun sengketa

internasional.

890. Bagian Ketiga

Otoritas Nasional yang Kompeten

208

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

891. Pasal 186

Otoritas Nasional yang Kompeten

sebagaimana dimaksud pada Pasal

176 huruf e, f, dan g bertugas:

892. a. memberikan izin akses; Fungsi koordinasi dari mulai

penerbitan sampai pengawasan.

Kementerian dan Lembaga yang

dimaksud adalah yang mempunyai

kewenangan bidang pertanian,

kesehatan, pengetahuan dan teknologi,

kehutanan, lingkungan hidup,

kelautan dan perikanan.

Kementerian dan Lembaga dimaksud di

atas adalah Otoritas Nasional yang

Kompeten (National Competent

Authorities/NCA).

893. b. mengeluarkan bukti tertulis bahwa semua persyaratan akses telah ditempuh;

Yang dimaksud dengan pedoman

untuk masyarakat termasuk pedoman

bagi pengakses, masyarakat adat dan

petani pemulia.

894. c. memberikan informasi terkait dengan prosedur dan

persyaratan untuk memperoleh PADIA dan Kesepakatan Bersama; dan

Cukup jelas.

209

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

895. d. menyampaikan laporan dan

informasi PADIA, Kesepakatan Bersama (MAT), Izin, kepada Dewan.

Cukup jelas.

896. BAB XII

PENGAWASAN DAN SANKSI

ADMINISTRATIF

897.

Pasal 187 Menteri, Gubernur, atau

Bupati/Walikota sesuai dengan

kewenangannya wajib melakukan

pengawasan terhadap ketaatan

penanggung jawab usaha dan/atau

kegiatan atas ketentuan yang

ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan di bidang

konservasi keanekaragaman hayati.

cCukup jelas.

898.

Pasal 188 (1) Menteri, Gubernur, atau

Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya menegakan sanksi

administratif.

Cukup jelas.

899. (2) Sanksi administratif sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

210

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

900. a. teguran tertulis; Cukup jelas.

901. b. paksaan pemerintah; Cukup jelas.

902. c. pembekuan izin; dan/atau Cukup jelas.

903. d. pencabutan izin. Cukup jelas.

904. Pasal 189 Paksaan pemerintah sebagaimana

dimaksud pada Pasal 188 ayat (2)

huruf b meliputi:

905. a. penghentian sementara kegiatan; Cukup jelas.

906. b. pemindahan sarana kegiatan; Cukup jelas.

907. c. pembongkaran; Cukup jelas.

908. d. penyitaan barang atau alat yang

berpotensi menimbulkan pelanggaran; dan/atau

Cukup jelas.

909. e. tindakan lain yang bertujuan menghentikan pelanggaran.

Cukup jelas.

910. Pasal 190 Setiap orang yang melakukan kegiatan

pengembangan sumber daya genetik

dengan PADIA akses, PADIA

pengembangan dan/atau kesepakatan

bersama yang tidak sesuai dengan

Cukup jelas.

211

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

syarat yang ditetapkan oleh Menteri

dikenai pencabutan izin

pengembangan.

911. Pasal 191

Setiap pemegang izin pengembangan

yang tidak melaporkan hasil kegiatan

akses sumber daya genetik dan

pengetahuan tradisional yang

terasosisasi dengan sumber daya

genetik dikenai sanksi pembekuan izin

pengembangan.

Cukup jelas.

912. Pasal 192

Lembaga konservasi yang

memperlakukan satwa yang dilindungi

tidak sesuai prinsip-prinsip

kesejahteraan satwa dikenai

pencabutan izin lembaga konservasi.

Cukup jelas.

913. Pasal 193 (1) Setiap pemegang izin pemanfaatan

ekosistem restorasi yang tidak

membayar iuran atau pungutan

yang dipertimbangkan dengan

Cukup jelas.

212

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

biaya operasional restorasi

ekosistem dikenai teguran tertulis.

914. (2) Dalam hal teguran tertulis

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditaati, pemegang izin

pemanfaatan ekosistem restorasi dikenai paksaan pemerintah.

Cukup jelas.

915. Pasal 194 (1) Setiap pemegang izin pemanfaatan

ekosistem restorasi yang tidak

melakukan pengamanan pada areal yang akan direstorasi dikenai

teguran tertulis.

Cukup jelas.

916. (2) Dalam hal teguran tertulis

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditaati, pemegang izin pemanfaatan ekosistem restorasi

dikenai paksaan pemerintah dan/atau pencabutan izin pemanfaatan ekosistem restorasi.

Cukup jelas.

917. Pasal 195

(1) Setiap pemegang izin pemanfaatan jasa lingkungan dan/atau jasa ekosistem yang tidak

melaksanakan standar dan teknologi untuk kepentingan pelestarian keanekaragaman hayati

dikenai sanksi pembekuan izin pemanfaatan jasa lingkungan

Cukup jelas.

213

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dan/atau jasa ekosistem.

918. (2) Dalam hal pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) tidak ditaati, pemegang izin pemanfaatan ekosistem restorasi dikenai pencabutan izin

pemanfaatan ekosistem restorasi.

Cukup jelas.

919. BAB XIII

INSENTIF DAN DISINSENTIF

920. Pasal 196 (1) Insentif dan/atau disinsentif dalam

Undang-Undang ini dikhususkan kepada kegiatan dalam bidang konservasi keanekaragaman hayati.

Cukup jelas.

921. (2) Menteri, Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota dapat bekerja

sama dengan instansi dan/atau pihak terkait dalam memberikan insentif dan/atau disinsentif.

Cukup jelas.

922. Pasal 197 Insentif sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 196 ayat (1) diberikan oleh

Menteri, Gubernur, dan/atau

Bupati/Walikota dalam bentuk

moneter dan/atau non-moneter

kepada setiap orang yang memenuhi

Cukup jelas.

214

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

kriteria tertentu .

923. Pasal 198 Setiap orang dan penegak hukum yang

berjasa dalam upaya pencegahan,

pemberantasan, atau pengungkapan

tindak pidana konservasi sumberdaya

alam hayati dan ekosistemnya berhak

mendapatkan insentif dari Pemerintah.

Cukup jelas.

924. Pasal 199 Pemerintah harus memberikan insentif

atas pengembalian sebagian atau

seluruh hak atas tanah negara yang

ditetapkan sebagai kawasan ekosistem

esensial sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 27.

Cukup jelas.

925. Pasal 200 Disinsentif sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 196 ayat (1)

setidaknya meliputi:

926. a. penundaan penjualan produk; Cukup jelas.

927. b. embargo kegiatan-kegiatan yang berafiliasi dengan pelanggar;

Cukup jelas.

928. c. penundaan registrasi paten atau lisensi;

Cukup jelas.

215

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

929. d. pemberian tanda daftar hitam; Cukup jelas.

930. e. pengenaan pajak yang tinggi; dan/atau

Cukup jelas.

931. f. pelaporan tindakan pelanggaran kepada Sekretariat Protokol Nagoya.

Cukup jelas.

932. BAB XIV

KETENTUAN PIDANA

933. Pasal 201 (1) Setiap orang yang secara melawan

hukum mengedarkan, membeli,

atau memperdagangkan spesies

tumbuhan dilindungi dalam

keadaan hidup atau bagian-

bagiannya diancam pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun dan

denda paling banyak Rp

5.000.000.000,00 (lima miliar

rupiah).

Cukup jelas.

934. (2) Dalam hal perbuatan mengedarkan, membeli, atau

memperdagangkan spesies tumbuhan dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

terhadap tumbuhan dari spesies

216

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dilindungi dalam keadaan mati,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp

7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah).

935. Pasal 202 Setiap orang yang melakukan

perbuatan yang mengakibatkan

spesies tumbuhan dilindungi rusak

atau mandul dipidana dengan pidana

penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan

denda paling banyak Rp

5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Cukup jelas.

936. Pasal 203 Setiap orang yang membunuh atau

mengakibatkan spesies tumbuhan

dilindungi mati atau musnah, atau

memusnahkan spesimen tumbuhan

dilindungi dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun dan

denda paling banyak Rp

7.000.000.000,00 (tujuh miliar

rupiah).

Cukup jelas.

217

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

937. Pasal 204 (1) Setiap orang yang secara melawan

hukum mengedarkan, membeli,

atau memperdagangkan spesies

satwa dilindungi dalam keadaan

hidup atau bagian-bagiannya

diancam pidana penjara minimal 1

tahun dan pidana penjara paling

lama 6 (enam) tahun dan denda

paling banyak Rp 6.000.000.000,00

(enam miliar rupiah).

Cukup jelas.

938. (2) Dalam hal perbuatan mengedarkan, membeli, atau memperdagangkan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap satwa dari spesies dilindungi dalam keadaan

mati, dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 6

(enam) tahun, dan denda paling banyak Rp 8.000.000.000,00

(delapan miliar rupiah).

939. Pasal 205 Setiap orang yang melakukan

perbuatan yang mengakibatkan

spesies satwa dilindungi cacat atau

sakit, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 4 (empat) tahun dan

Cukup jelas.

218

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

denda paling banyak Rp

5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

940. Pasal 206 Setiap orang yang membunuh atau

mengakibatkan kematian spesies

satwa dilindungi atau musnahnya

spesimen satwa dilindungi, dipidana

dengan pidana penjara paling lama 5

(lima) tahun dan denda paling banyak

Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar

rupiah).

Cukup jelas.

941. Pasal 207 Setiap orang yang memberikan

pernyataan di media elektronik, cetak,

atau sejenisnya tentang penguasaan,

pemilikan, perburuan, pembunuhan

spesies yang dilindungi tanpa izin,

dipidana dengan pidana paling lama 2

(dua) tahun atau denda paling banyak

Rp. 1.000.000.000.000,- (satu miliar

rupiah).

Cukup jelas.

942. Pasal 208 Setiap orang yang menghadiahkan,

Cukup jelas.

219

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

menerima, menukar, menerima

tukaran, dan/atau menerima titipan

atau hadiah spesies tumbuhan

dan/atau satwa dilindungi dipidana

dengan pidana penjara paling lama 3

(tiga) tahun dan denda paling banyak

Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar

rupiah).

943. Pasal 209

Setiap orang yang secara melawan

hukum mengangkut dan/atau

membawa spesies tumbuhan

dan/atau satwa dilindungi, bagian-

bagiannya atau turunannya dipidana

dengan pidana penjara paling lama 3

(tiga) tahun dan denda paling banyak

Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar

rupiah).

Cukup jelas.

944. Pasal 210 Setiap orang yang mengambil,

mengedarkan, atau memperdagangkan

tumbuhan dan/atau satwa dari

spesies dikendalikan dipidana dengan

pidana denda paling banyak Rp

Cukup jelas.

220

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

945. Pasal 211 Setiap orang yang:

a. mengambil sumber daya genetik

tanpa izin akses; b. melakukan akses terhadap

sumber daya genetik dengan tidak memenuhi syarat-syarat Persetujuan yang Diberitahukan

Atas Informasi Awal (PADIA) dan/atau Kesepakatan Bersama;

c. membawa atau mengangkut

sampel atau contoh materi genetik untuk tujuan

pemanfaatan ke tempat yang tidak sesuai sebagaimana tercantum dalam izin;atau

d. membawa atau mengirim sumber daya genetik ke luar

negeri tanpa izin pengeluaran dan/atau dokumen persetujuan pemindahan material;

dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun dan denda paling

banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima

miliar rupiah).

Cukup jelas.

946. Pasal 212 Cukup jelas.

221

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

Setiap orang yang melakukan kegiatan

pengembangan sumber daya genetik

tanpa izin pengembangan dipidana

dengan pidana penjara paling lama 6

(enam) tahun dan denda paling

banyak Rp. 10.000.000.000,00

(sepuluh miliar rupiah).

947. Pasal 213 Setiap orang yang:

a. melakukan penelitian dan/atau

pengembangan produk rekayasa genetik tanpa izin, dan/atau

b. melepaskan, mengedarkan, atau menyebabkan lepasnya produk

rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan; dipidana dengan pidana penjara

paling lama 6 (enam) tahun dan denda

paling banyak Rp. 15.000.000.000,00

(lima belas miliar rupiah).

Cukup jelas.

948. Pasal 214 (1) Setiap orang yang melakukan

perubahan terhadap keutuhan atau

Yang dimaksud perubahan terhadap

keutuhan kawasan konservasi, meliputi:

a. mengganggu, mengurangi

222

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

yang mengakibatkan perubahan

kawasan konservasi diancam

dengan pidana penjara paling lama

5 (lima) tahun dan pidana denda

maksimal Rp. 5.000.000.000,00

(lima miliar rupiah).

dan/atau menghilangkan fungsi

dan/atau luas kawasan konservasi atau kawasan ekosistem esensial,

b. mengubah kontur, bentang atau bentuk lahan atau kontur lahan.

c. introduksi spesies tumbuhan dan satwa lain di tempat yang bukan habitat alaminya.

949. (2) Setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) di kawasan Cagar Alam dan zona inti Taman Nasional diancam dengan pidana penjara

paling sedikit 1 (satu) tahun dan denda sedikitnya Rp

8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

950. Pasal 215 (1) Setiap orang yang merusak atau

melakukan kegiatan yang

mengakibatkan kerusakan

terhadap kawasan konservasi

dipidana dengan pidana penjara

paling lama 6 (enam) tahun dan

denda paling sedikit Rp

500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah).

Cukup jelas.

951. (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana Cukup jelas.

223

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dimaksud pada ayat (1)

mengakibatkan kerusakan di Cagar Alam dan zona inti Taman Nasional, diancam dengan pidana penjara

paling sedikit 1 (satu) tahun penjara dan denda sedikitnya Rp

2.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

952. Pasal 216 (1) Setiap orang yang secara melawan

hukum:

a. mengambil dan/atau memindahkan tumbuhan

dan/atau satwa di dalam kawasan konservasi;

b. benda mati yang secara alami

berada di dalam kawasan konservasi;dan/atau

c. sarang satwa liar keluar dari kawasan konservasi;

dipidana dengan pidana penjara

minimal 2 (dua) tahun dan paling

banyak 5 (lima) tahun dan denda

paling sedikit Rp

500.000.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah).

Cukup jelas.

953. (2) Dalam hal kegiatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan di kawasan Cagar Alam dan/atau

Zona Inti Taman Nasional, dipidana

Cukup jelas.

224

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dengan pidana penjara paling

sedikit 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah).

954. Pasal 217 Setiap orang yang melakukan

perbuatan yang mengakibatkan

dilampauinya baku mutu udara

ambien, baku mutu air, baku mutu

air laut, atau kriteria baku

kerusakan lingkungan hidup di dalam

kawasan Taman Nasional selain zona

intinya atau Taman Wisata Alam

dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun dan denda paling

banyak Rp 10.000.000.000,00

(sepuluh miliar rupiah).

Cukup jelas.

955. Pasal 218 Setiap orang yang melakukan

kegiatan yang melakukan perbuatan

yang mengakibatkan dilampauinya

baku mutu udara ambien, baku

mutu air, baku mutu air laut, atau

kriteria baku kerusakan lingkungan

hidup di dalam kawasan Cagar Alam

Cukup jelas.

225

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dan/atau Zona Inti Taman Nasional

dipidana dengan pidana penjara paling

lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling

banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima

belas miliar rupiah).

956. Pasal 219

Tindak pidana korporasi di bidang

keanekaragaman hayati dilakukan

oleh orang yang bertindak untuk dan

atas nama korporasi atau demi

kepentingan korporasi, berdasarkan

hubungan kerja atau hubungan lain,

dalam lingkup usaha korporasi

tersebut, baik sendiri-sendiri atau

bersama-sama.

Cukup jelas.

957. Pasal 220

Pertanggungjawaban pidana korporasi

dikenakan terhadap korporasi

dan/atau personil pengendali

korporasi.

Cukup jelas.

958.

Pasal 221

(1) Dalam hal tindak pidana yang

Cukup jelas.

226

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

dilakukan oleh korporasi

menyangkut kawasan konservasi atau kawasan ekosistem esensial, pidana pokok sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku ditambah dengan pidana untuk melakukan rehabilitasi kawasan dan kerja

sosial di bidang konservasi keanekaragaman hayati sekurang-

kurangnya 3 (tiga) tahun.

959. (2) Selain pidana pokok, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan

berupa:

960. a. penutupan seluruh atau

sebagian perusahaan;

Cukup jelas.

961. b. pengumuman putusan hakim; Cukup jelas.

962. c. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha

korporasi;

Cukup jelas.

963. d. perampasan aset korporasi untuk negara; dan/atau

Cukup jelas.

964. e. pengambilalihan korporasi oleh negara.

Cukup jelas.

965. BAB XV

KETENTUAN PERALIHAN

227

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

966. Pasal 222

(1) Paling lambat dua tahun sejak Undang-Undang ini berlaku,

Pemerintah Pusat berkewajiban untuk membentuk badan khusus yang bertugas untuk

menyelesaikan konflik-konflik konservasi masa lalu.

Cukup jelas.

967. (2) Penyelesaian konflik masa lalu dilakukan melalui pengakuan hak masyarakat dalam konservasi

diantaranya:

968. a. pelindungan hak hidup dan hak

berbudaya dan pelindungan wilayah hidup di dalam kawasan;

Cukup jelas.

969. b. pelindungan hak perdata, hak tradisional, dan hak asal-usul dalam kawasan;

Cukup jelas.

970. c. kompensasi dan/atau ganti rugi atas hilangnya hak;

Cukup jelas.

971. d. relokasi dengan pemenuhan hak asasi manusia;

Cukup jelas.

972. e. melibatkan masyarakat dalam setiap perencanaan dan

pengelolaan kawasan konservasi;

Cukup jelas.

973. f. melakukan pemberdayaan dalam

rangka menyesuaikan pola

Cukup jelas.

228

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

ekonomi yang sesuai dengan

tujuan konservasi.

974. BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP

975. Pasal 223

Pada saat Undang-Undang ini berlaku: a. Undang-undang Nomor 5 Tahun

1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan

Ekositemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembara

Negara Republik Indonesia Nomor 3419) dicabut dan dinyatakan tidak

berlaku; dan b. Semua peraturan perundang-

undangan yang merupakan

peraturan pelaksana dari Undang-Undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam

Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 3419)

dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan

Cukup jelas.

229

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

yang baru berdasarkan Undang-

Undang ini.

976. Pasal 224

Peraturan pelaksana dari Undang-

Undang ini ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Cukup jelas.

977. Pasal 225

Undang-undang ini mulai berlaku

pada tanggal diundangkan.

Cukup jelas.

978. Agar setiap orang mengetahuinya,

memerintahkan pengundangan

Undang-undang tentang

Keanekaragaman Hayati ini dengan

penempatannya dalam Berita Negara

Republik Indonesia.

979. Disahkan di Jakarta

Pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

230

DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016

NO RUU KKH INISIATIF KLHK

PENJELASAN

SARAN/MASUKAN PENJELASAN

JOKO WIDODO

980. Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI

MANUSIA

ttd.

YASONNA H. LAOLY