KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN …dishut.jabarprov.go.id/images/artikel/DIM DRAF RUU...
Transcript of KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN …dishut.jabarprov.go.id/images/artikel/DIM DRAF RUU...
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA
DAFTAR INVENTARISASI MASALAH
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI
[PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA
ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA]
LAMPIRAN
2
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN…
TENTANG
KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI
1. Menimbang: a. bahwa keanekaragaman hayati Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat yang perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras, serasi dan
seimbang bagi kelestarian sumber daya alam hayati dan
kesejahteraan rakyat;
Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang
berlimpah dengan keanekaragaman yang tinggi, baik di darat, maupun di
perairan serta keanekaragaman pengetahuan tradisional, sehingga Indonesia dikenal sebagai salah satu
dari sedikit negara mega bio-kultural-diversitas di dunia.
Sumber daya alam hayati tersebut merupakan sumber daya strategis karena menyangkut ketahanan
nasional, dikuasai oleh negara yang diatur pengelolaannya secara optimal dan berkelanjutan, bagi terwujudnya
2. b. bahwa keanekaragaman hayati Indonesia adalah sumber daya
alam strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak yang
pengelolaannya harus dapat secara
3
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
optimal untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat Indonesia dan umat manusia pada masa kini maupun masa depan;
kesejahteraan masyarakat Indonesia
generasi sekarang dan yang akan datang.
Walaupun keanekaragaman
hayati di Indonesia berlimpah, namun sumber daya alam hayati tersebut
tidak tak terbatas dan mempunyai sifat yang tidak dapat kembali seperti asalnya (irreversible) apabila
dimanfaatkan secara berlebihan. Pemanfaatan secara berlebihan akan
mengancam keberadaan sumber daya alam itu sendiri, dan sampai pada tahap tertentu akan dapat
memusnahkan keberadaannya.
Keanekaragaman hayati terdapat
pada tiga tingkatan yaitu ekosistem, spesies (jenis) dan genetik. Ketiganya secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama berfungsi penting bagi terjaminnya keberlangsungan sistem penyangga kehidupan.
Keanekaragaman Hayati juga merupakan salah satu penyangga
kehidupan manusia. Sumber daya hayati merupakan penghasil jasa dan produk yang diperlukan bagi
kehidupan manusia, serta berperan pula sebagai pengatur sekaligus
penunjang proses-proses alami agar berjalan secara alamiah.
3. c. bahwa sumber daya genetik, spesies, dan ekosistem pada
dasarnya saling tergantung satu dengan lainnya sehingga
kerusakan dan kepunahan salah satu unsur akan berakibat terganggunya ekosistem;
4. d. bahwa untuk menjaga agar pemanfaatan sumber daya alam
hayati dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya, maka diperlukan langkah-langkah konservasi
dengan mempertimbangkan pengetahuan tradisional dan
berdasarkan strategi konservasi yang berlaku secara universal;
5. e. bahwa Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya belum menampung dan mengatur secara menyeluruh mengenai konservasi
keanekaragaman hayati, serta tidak sesuai lagi dengan perkembangan
ekonomi, sosial, budaya, politik nasional, dan kerja sama internasional;
4
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
6. f. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-
Undang tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati.
Keanekaragaman hayati juga sangat
berperan dalam kehidupan sosial dan budaya bangsa yakni sebagai sumber inspirasi. Begitu strategisnya fungsi
dan peran keanekaragaman hayati bagi kehidupan mendorong perlu
dilaksanakan tindakan konservasi yang didasarkan pada strategi konservasi yang berlaku secara universal dengan
tetap mempertimbangkan pengetahuan tradisional. Tindakan konservasi
tersebut dilakukan dengan pengelolaan keanekaragaman hayati secara bijaksana dengan tetap menjaga
keseimbangan antara perlindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatan yang berkelanjutan bagi kesejahteraan
generasi sekarang maupun yang akan datang.
Dewasa ini telah ada Undang-Undang yang mengatur tentang konservasi yaitu Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU 5/1990).
Undang-Undang ini telah berumur hampir 25 tahun, dan selama masa
tersebut telah berhasil menjadi dasar penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem
Indonesia. Namun sejalan dengan berjalannya waktu, dalam tenggang
7.
8. Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 28H dan Pasal 33 ayat (3) dan (4) Undang-Undang dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai
Keanekaragaman Hayati), Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3556;
3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological Diversity (Protokol Cartagena
tentang Keamanan Hayati atas Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati), Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4414;
5
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2013 tentang Pengesahan Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and the Fair and Equitable Sharing of Benefits Arising from Their Utilization to the Convention on Biological Diversity (Protokol Nagoya tentang Akses pada Sumber Daya Genetik yang
Timbul dari Pemanfaatannya atas Konvensi Keanekaragaman Hayati),
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5412.
waktu 25 tahun telah terjadi banyak
sekali perubahan lingkungan strategis nasional maupun internasional, yang tentu saja membawa perubahan
ancaman dan tantangan baru. Kondisi ini kemudian mempengaruhi arah
konservasi dunia dan arah pembangunan nasional. Perubahan ini tidak seluruhnya bisa dijawab oleh UU
5/1990, terlebih kalau kita coba proyeksikan dengan gambaran kondisi
sepuluh sampai dua puluh tahun kedepan.
Perubahan lingkungan strategis
internasional nampak dalam beberapa kesepakatan internasional baru, antara lain dalam:
a. kesepakatan kerangka kerjasama pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) yang kemudian pada 2015 diubah dan
disempurnakan sesuai dengan perubahan zaman, menjadi SDGs, (Sustainable Development Goals);
b. kesepakatan-kesepakatan baru di bidang konservasi keragaman
hayati dunia seperti Convention on Biological Diversity (CBD),
Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), the Convention
6
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
on Wetlands of International Importance (Ramsar Convention); serta
c. perubahan terkait pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dari bidang
transportasi sampai teknologi rekayasa genetik. Tercatat sejak 1992 banyak sekali diadopsi
kesepakatan baru terkait pembangunan dan
keanekaragaman hayati, seperti, Rio Declaration on Environment and Development 1992, sampai Rio+20(
2012), Kyoto Protocol (2000), CBD, Cartagena Protocol (2000) dan
Nagoya protocol (2010), dan lain sebagainya.
Secara nasional, perubahan lingkungan strategis yang paling menonjol adalah berubahnya sistem
pemerintahan RI dari sentralisasi ke desentralisasi. Dengan perubahan ini,
sebagian besar penyelenggaraan pembangunan termasuk pembangunan yang berkaitan dengan sumber daya
alam telah ditetapkan menjadi kewenangan Pemerintah Daerah.
Dalam penyelenggaraan pembangunan telah ditetapkan prinsip concurrency dengan memperhatikan eksternalitas,
dampak, serta efisiensinya.
7
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Pengelolaan kawasan hutan konservasi
seperti taman nasional secara tegas memang masih menjadi kewenangan Pemerintah (pusat).
Disamping berubahnya sistem pemerintahan, perubahan yang juga
menonjol di tingkat nasional adalah reformasi yang berkaitan dengan perbaikan pelayanan publik,
menguatnya kelembagaan desa, masyarakat hukum adat, menguatnya
peran DPR/DPRD dan DPD serta peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam mendorong arah pembangunan
ke depan. Perubahan ini mendorong perlunya peningkatan peran para pihak, pemerintah daerah, pemerintah
desa, pelaku usaha, LSM dan masyarakat; pemberdayaan
masyarakat sekitar kawasan; sosialisasi akan arti penting keanekaragaman hayati dan
peningkatan peran serta para pihak akan sangat mewarnai keberhasilan konservasi keanekaragaman hayati
kedepan. Beberapa kekuatan sosial ekonomi nasional telah tumbuh
semakin membaik, terkait dengan bonus demografis yang menghasilkan pertambahan penduduk yang lebih
berkualitas dari segi pendidikan dan kesehatan, peran geografis indonesia
8
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
yang semakin diakui oleh dunia
internasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menguatnya peran budaya nasional
bagi kehidupan berbangsa, serta meningkatnya perhatian internasional
terhadap peran keanekaragaman hayati indonesia dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Seluruh perubahan-perubahan tersebut diatas mendorong
dibangunnya upaya bersama untuk melaksanakan pembangunan dengan prinsip “pertumbuhan hijau” atau
dikenal juga dengan ekonomi hijau, dimana pembangunan diarahkan untuk menjamin kehidupan manusia
dan terselenggaranya keadilan sosial sekaligus meminimalkan dampak
buruk ekologis, serta kelangkaan sumber daya alam hayati dengan emisi rendah karbon dan pemanfaatan
efisien sesuai dengan daya dukung lingkungan, memasukan keanekaragaman hayati dalam arus
utama penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan produktif; mereduksi
tekanan dan mempromosikan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan; penguatan
penegakan hukum yang berkeadilan; meningkatkan status keanekaragaman
9
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
hayati dan melindungi ekosistem,
spesies dan genetik, serta lebih memperluas pemanfaatan jasa lingkungan; memperkuat peran para
pihak, membangun kemitraan dan kerjasama internasional; penguatan
kapasitas sumber daya termasuk pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan; serta meningkatkan upaya
pelestarian dan pengamanan sumber daya genetik beserta pengetahuan
tradisionalnya.
UU 5/1990 disusun berdasarkan kondisi pada akhir tahun 80-an,
terutama dengan mengacu pada strategi konservasi dunia saat ini, World Concervation Strategy (WCS).
WCS mengenalkan tiga strategi konservasi yaitu pengelolaan proses
ekologis dan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati, serta
pemanfaatan ekosistem dan spesies yang berkelanjutan.
UU 5/1990 yang mengadopsi tiga strategi tersebut dalam ketentuannya terkait perlindungan sistem penyangga
kehidupan menyatakan bahwa konservasi dilaksanakan melalui
penetapan wilayah perlindungan penyangga kehidupan. Dalam perjalannya, pengaturan sistem
10
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
penyangga kehidupan telah banyak
diatur oleh sektor terkait, seperti undang-undang terkait Pertanian, Kesehatan, Perikanan, Kehutanan dan
UU lainnya. Sehingga praktis, yang kemudian masih perlu diatur lebih
detail saat ini dan kedepan adalah perlindungan terhadap keanekaragaman hayati dalam
posisinya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan.
Terlepas dari keberhasilan konservasi dibawah rezim UU 5/1990, UU ini ternyata belum cukup kuat
mengatur jaringan ekosistem di luar tanah Negara, migrasi dan kesejahteraan satwa, tumbuhan dan
satwa liar yang tidak dilindungi, penegakan hukum konservasi, peran
serta masyarakat, kerjasama internasional dan pengaturan sumber daya genetik.
Kondisi di atas menjadi dasar perlunya perubahan legislasi nasional mengenai konservasi yang mampu
menjawab kebutuhan zamannya, sehingga dipandang perlu untuk
mengganti UU 5/1990 dengan undang-undang yang mengatur seluruh tindakan konservasi secara
komprehensif, dan dapat memberi jaminan yang lebih kokoh dalam
11
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
penyelenggaraan konservasi
keanekaragaman hayati.
Undang-Undang ini disusun sebagai jawaban terhadap kondisi di
atas dengan selalu memperhatikan keselarasan hubungan antara makhluk
hidup, lingkungan dan Sang Pencipta alam, dimana manusia tidak menjadi inti dari kehidupan tetapi manusia
harus menjaga kelestarian keanekaragaman hayati demi
kelangsungan hidupnya atau pada setiap tindakan konservasi harus mampu menjamin terjadinya harmoni
antara kehidupan manusia dengan alam dan Tuhan sang penciptanya.
Guna mewujudkan hal tersebut
tindakan konservasi keanekaragaman
hayati kedepan dilakukan melalui tiga
strategi utama, yaitu perlindungan,
pelestarian dan pemanfaatan secara
berkelanjutan spesies, genetik dan
ecosistem, baik yang berada pada
wilayah tanah Negara, maupun tanah
milik.
Pengaturan konservasi
keanekaragaman hayati kedepan
diharapkan mampu:
a. mencegah kerusakan atau
12
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kepunahan serta menjamin
kelestarian fungsi dan manfaat keanekaragaman hayati bagi keberlangsungan sistem penyangga
kehidupan;
b. meningkatnya luasan jaringan
kawasan konservasi, serta kesejahteraan satwa liar;
c. meningkatkan koordinasi lintas
sektor bagi keberhasilan konservasi, serta semakin efektifnya
kegiataan koordinasi di bawah sekretariat nasional konservasi bagi pembangunan;
d. mengatur kegiatan konservasi secara utuh termasuk posisinya sebagai penentu sistem penyangga
kehidupan;
e. meningkatkan peluang lapangan
pekerjaan berbasis kelestarian bagi masyarakat di sekitar wilayah konservasi, meningkatnya legalitas
dan penghasilan pengelolaan jasa hutan, serta terkendalinya konflik kawasan maupun konflik satwa;
f. mewujudkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik di bidang
konservasi keanekaragaman hayati, dalam hal ini mencakup peningkatan partisipasi para pihak
13
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dalam kegiatan konservasi termasuk
dalam hal ini yang berhubungan dengan keterbatasan dana pemerintah;
g. meningkatnya keadilan dalam penegakan hukum, serta
tumbuhnya efek jera bagi setiap tindakan merusak atau yang dapat mengganggu kelestarian kehati;
h. mengisi kekosongan hukum, antara lain dalam pengaturan konservasi
genetik, kesejahteraan satwa, perlindungan wilayah konservasi di luar kawasan konservasi (seperti
zona penyangga, wilayah dengan keanekaragaman hayati tinggi, dan sebagainya).
Pokok-pokok materi yang diatur dalam
Undang-Undang ini, antara lain:
a. perlindungan keanekaragaman hayati. Tindakan ini merupakan
titik awal konservasi. Perlindungan disini meliputi inventarisasi keragaman, potensi dan kondisi
pendukung lainnya, serta tindakan penetapan status perlindungan ekosistem, genetik dan spesies
sebagai unsur penyangga kehidupan manusia. Penetapan status
dilaksanakan dengan memperhatikan derajat pengaruh
14
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
manusia, besarnya ancaman dan
kelimpahan sumber daya. Klasifikasi status perlindungan ekosistem maupun spesies terutama
disamakan dengan klasifikasi yang berlaku secara internasional.
Penggunaan kata Kawasan
Pelestarian Alam (KPA) dan Kawasan
Suaka Alam (KSA) dalam UU ini
tidak lagi dipakai, walaupun dalam
beberapa peraturan perundangan
lainnya yang disusun mengacu pada
UU 5/1990 masih
menggunakannya. Dasar pemikiran
yang melandasi hal ini, pertama
karena istilah ini tidak dikenal
dalam pergaulan internasional, juga
karena pada kenyataannya tindakan
konservasi tidak didasarkan pada
kelompok KPA dan KSA tetapi
kepada tujuan penetapan serta
derajat intervensi manusia yang
terdiri dari Cagar Alam (CA), Taman
Nasional (TN), Suaka Margasatwa
(SM), Taman Wisata Alam
(TWA),Taman Hutan Raya
(TAHURA). Sebagai gambaran, CA
dan SM yang dikelompokan dalam
KSA, jelas memiliki derajat
15
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
konservasi yang berbeda jauh satu
sama lain, sehingga tindakan yang
akan dikenakan tidak bisa sama.
Sementara itu klasifikasi status
spesies dalam UU ini diperluas dari
dua, yaitu dilindungi dan tidak
dilindungi, menjadi tiga, yaitu
dilindungi, dikendalikan dan
dipantau.
b. Pelestarian, memuat ketentuan
tentang perlindungan keanekaramgan hayati agar tetap lestari, agar peran keanekaragaman
hayati dalam menjaga proses alami tetap berjalan alamiah, serta
manfaatnya dapat dinikmati optimal dan berkelanjutan. Pelestarian mencakup pula tindakan
pemulihan. Dalam kegiatan pelestarian peran para pihak diatur lebih luas dari sebelumnya, seperti
dalam kegiatan penelitian dan pengembangan serta pemulihan.
Dalam tindakan pemulihan dimungkinkan untuk diterbitkan izin kepada swasta pada areal dalam
satu kesatuan unit kelola atau pada sebagian wilayahnya. Pengakuan terhadap hak komunal, masyarakat
lokal dan atau masyarakat hukum adat, termasuk masyarakat yang
16
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
secara tradisi masih berpindah
pindah dijamin. Hak masyarakat tersebut diwadahi dalam zona tradisional, zona khusus, maupun
pada areal konservasi yang dikelola masyarakat.
c. Pemanfaatan keanekaragaman hayati meliputi pemanfaatan produk dan jasa genetik, spesies dan
ekosistem sesuai status perlindungannya dengan tidak
melebihi daya dukungnya. Pemanfatan ekosistem diperluas, termasuk pemanfaatan panas bumi.
Terhadap kelompok masyarakat tradisional yang telah ada sebelum kawasan konservasi ditetapkan,
diberi kesempatan untuk memanfaatkan ekosistem di luar
zona inti, dan satwa liar yang tidak dilindungi untuk melanjutkan kehidupan tradisionalnya,
melaksanakan hak-hak komunalnya, berkolaborasi dengan unit yang bertanggungjawab di
wilayah tersebut. Dalam pemanfaatan sumber daya genetik
peran masyarakat sebagai pemangku kepentingan dijamin.
UU ini memberi perhatian,
porsi yang lebih luas bagi pengaturan pelestarian,
17
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pemanfaatan genetk, dan spesies
tertentu. Pertimbangannya, antara lain, karena peran strategis sumber daya genetik bagi planet bumi
(pangan, kesehatan) akan semakin penting, sementara ancaman
terhadap pencurian genetik dan pengetahuan tradisionalnya semakin menguat, perlindungan
pemangku sumber daya harus cukup kuat; kelestarian satwa liar
dari spesies yang tidak termasuk jenis yang dilindungi, semakin mengkawatirkan, walaupun
jumlahnya di alam saat ini relatif berlimpah.
d. Pemberdayaan dan partisipasi.
Kegiatan ini belum banyak diatur dalam tindakan konservasi selama
ini, kondisi ini disinyalir menjadi penyebab belum berhasilnya konservasi di Indonesia.
Pertumbuhan jumlah penduduk, membaiknya pendidikan, serta meningkatnya jumlah kelas
menegah di Indonesia, serta tren konservasi dunia yang mendorong
peran para pihak, serta terbatasnya dana pemerintah mendorong pengaturan yang kuat dalam aturan
partisipasi. Namun demikian karena sebagian masyrakat Indonesia yang
18
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
tinggal di sekitar hutan belum
mempunyai pemahaman cukup baik tentang konservasi, maka langkah langkah pemberdayaan menjadi
sangat penting.
e. Pendanaan. Mencermati
kemampuan pemerintah selama ini, pendanaan konservasi tidak cukup hanya dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD). Peluang pendanaan dari hibah, serta sumber lain seperti dana konservasi
(sumbangan tidak mengikat dari hasil kegiatan konservasi, serta dana amanah yang berasal dari
Corporate Social Responsibility (CSR), Payment for Ecosystem Services (PES) dan mekanisme lain yang relevan perlu diatur.
f. penyelesaian sengketa dimaksudkan untuk menyelesaikan sengketa di bidang konservasi serta memberikan
pilihan penyelesaian sengketa kepada pihak-pihak yang bersengketa.
g. pengamanan dilakukan untuk menjaga terjaminnya kelestarian
sumber daya alam hayati dan hak-hak negara, masyarakat dan
19
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
perorangan terhadap sumber daya
alam dan dalam upaya-upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
h. kerja sama internasional ditujukan untuk penguatan penyelenggaraan
konservasi keanekaragaman hayati pada tingkat internasional, regional dan nasional.
i. Ketentuan sanksi, bentuk sanksi hukum dalam UU, tidak terbatas
pada sanksi pidana, juga diatur ketentuan tentang sanksi administrasi, ganti rugi, serta sanksi
sosial terhadap setiap orang yang melakukan perbuatan pidana konservasi. UU menggunakan rezim
hukuman minimal dan maksimal, agar dapat memberi keadilan dan
memperkuat efek jera.
9.
DENGAN PERSETUJUAN BERSAMA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
20
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
10. Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG
KONSERVASI KEANEKARAGAMAN
HAYATI
11.
BAB I
KETENTUAN UMUM
12. Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:
Cukup jelas.
13. 1. Konservasi adalah tindakan pelindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya alam
yang dilakukan secara bijaksana dalam rangka memenuhi
kebutuhan generasi saat ini dan generasi masa mendatang.
14. 2. Keanekaragaman Hayati adalah keanekaragaman di antara organisme hidup baik yang ada di
daratan maupun di perairan beserta proses ekologisnya, sehingga terbentuk
keanekaragaman genetik di dalam spesies, keanekaragaman di antara
spesies dan keanekaragaman ekosistem.
15. 3. Sumber Daya Alam Hayati adalah komponen-komponen
21
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
keanekaragaman hayati yang
bernilai aktual maupun potensial bagi kemanusiaan.
16. 4. Konservasi Keanekaragaman Hayati adalah tindakan pelindungan, pelestarian, dan
pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistem yang
dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan keberadaan, manfaat, dan nilainya
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman untuk memenuhi
kebutuhan generasi saat ini dan generasi masa mendatang.
17. 5. Pelindungan Penyangga Kehidupan di bidang keanekaragaman hayati
untuk selanjutnya disebut dengan pelindungan penyangga kehidupan adalah pelindungan atas sumber
daya genetik, spesies dan ekosistem.
18. 6. Genetik atau yang selanjutnya disebut Gen, adalah satu unit fisik dan fungsional dasar dari
pembawa sifat keturunan yang terdiri dari satu segmen (sekuens)
DNA (Deoxyribo Nucleic Acid).
19. 7. Materi Genetik adalah materi dari
tumbuhan, satwa, dan jasad renik
22
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
/mikroorganisme yang
mengandung unit fungsional pewarisan sifat (hereditas).
20. 8. Sumber Daya Genetik adalah materi genetik, informasi yang terkandung di dalamnya, informasi
mengenai asal-usul, dan/atau bagian-bagian dan turunan dari
tumbuhan, satwa, atau jasad renik yang mengandung maupun tidak mengandung unit-unit fungsional
pewarisan sifat yang mempunyai nilai nyata atau potensial yang diperoleh dari kondisi in-situ
dan/atau koleksi ex-situ dan yang telah didomestikasi di dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia termasuk landas
kontinen dan zona ekonomi eksklusif.
21. 9. Pelestarian Sumber Daya Genetik
adalah rangkaian upaya mempertahankan keberadaan dan
keanekaragaman sumber daya genetik dalam kondisi dan potensi yang memungkinkan untuk
dimanfaatkan secara berkelanjutan.
22. 10. Pemanfaatan Sumber Daya Genetik adalah kegiatan penelitian, pengembangan, atau
23
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pengusahaan secara
berkelanjutan sumber daya genetik dan/atau derivatifnya, termasuk melalui penerapan
bioteknologi.
23. 11. Masyarakat Hukum Adat adalah
kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di
wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang
kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi,
politik, sosial dan hukum, yang memiliki sumber daya genetik
dan pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik.
24. 12. Masyarakat Lokal adalah sekelompok orang yang telah tinggal dalam tenggang waktu
yang cukup lama di suatu tempat atau daerah sehingga dapat dipandang sebagai satu kesatuan
dengan lingkungannya.
25. 13. Kesepakatan Bersama adalah
perjanjian tertulis berisi persyaratan dan kondisi yang
disepakati antara penyedia sumber daya genetik dan pemohon akses.
24
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
26. 14. Pembagian Keuntungan adalah
kegiatan pendistribusian keuntungan secara finansial dan/atau non-finansial yang
berasal dari penelitian, pengembangan, komersialisasi,
pemberian lisensi, atau bentuk-bentuk pemanfaatan lainnya sebagai hasil dari akses terhadap
sumber daya genetik.
27. 15. Bioprospeksi adalah kegiatan
eksplorasi, ekstraksi dan penapisan sumber daya alam hayati untuk pemanfaatan secara
komersial sumber daya genetik dan biokimia yang bernilai tinggi.
28. 16. Kondisi Habitat Alami adalah kondisi sumber daya genetik yang
terdapat dalam ekosistem dan habitat alami, dan dalam hal jenis-jenis terdomestikasi atau
budidaya, di dalam lingkungan tempat sifat-sifat khususnya berkembang.
29. 17. Kawasan Konservasi sistem adalah wilayah daratan dan atau
perairan yang ditetapkan oleh pemerintah dan dikelola untuk
terwujudnya konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem.
25
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
30. 18. Ekosistem adalah hubungan
timbal balik yang dinamis antara komunitas tumbuhan, satwa dan jasad renik dengan lingkungan
non-hayati yang saling bergantung, pengaruh
mempengaruhi dan berinteraksi sebagai suatu kesatuan yang secara bersama-sama membentuk
fungsi yang khas.
31. 19. Lingkungan Non-Hayati adalah
unsur-unsur klimatik (iklim) dan unsur-unsur edafik (tanah dan batuan).
32. 20. Bentang Alam (lansekap) adalah mosaik geografis dari ekosistem-
ekosistem atau sub-komponen daripadanya yang saling
berinteraksi di mana susunan secara spasial serta modus interaksinya mencerminkan
pengaruh dari kondisi geologi, iklim, topografi, tanah, biota dan aktivitas manusia.
33. 21. Cagar Alam adalah kawasan konservasi yang memiliki
keunikan keadaan alam atau merupakan perwakilan ekosistem,
kondisi geologis dan/atau jenis tumbuhan tertentu.
26
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
34. 22. Suaka Margasatwa adalah
kawasan konservasi dengan ekosistem asli yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman
dan/atau keunikan jenis satwa liar.
35. 23. Taman Nasional adalah kawasan konservasi yang mempunyai
ekosistem asli yang karena karakteristiknya istimewa serta secara nasional mempunyai nilai
estetika dan ilmiah yang tinggi, dikelola dengan sistem zonasi.
36. 24. Taman Buru adalah kawasan konservasi dengan ekosistem asli yang secara historis telah
merupakan wilayah perburuan tradisional, dihuni oleh jenis
satwa liar atau kawasan konservasi karena pertimbangan tertentu ditetapkan dan dikelola
untuk kegiatan olah raga perburuan satwa secara terkendali.
37. 25. Taman Wisata Alam adalah kawasan konservasi dengan
ekosistem asli yang ditetapkan karena memiliki kekhasan
fenomena alam atau gabungan fenomena alam dan budaya.
27
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
38. 26. Taman Hutan Raya adalah
kawasan konservasi yang terdiri dari hutan buatan dan hutan alam yang mewakili ekosistem
setempat serta memiliki nilai-nilai estetika alam, atau nilai-nilai
estetika alam yang berasosiasi dengan budaya trsadisional.
39. 27. Ekosistem Esensial adalah ekosistem di luar kawasan konservasi yang secara ekologis
penting bagi konservasi keanekaragaman hayati.
40. 28. Spesies adalah individu, populasi atau agregasi semua jenis tumbuhan atau satwa, sub
spesies tumbuhan atau satwa dan populasi yang secara geografis
terpisah.
41. 29. Populasi adalah jumlah seluruh individu yang dapat diukur dari
suatu spesies atau jenis tumbuhan atau satwa di tempat
tertentu.
42. 30. Sub-Populasi adalah bagian dari
populasi yang merupakan kelompok yang secara geografis terpisah (dipisahkan oleh batas-
batas geografis) atau kelompok yang berbeda nyata yang satu sama lain tidak ada atau sedikit
28
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
interaksi.
43. 31. Tumbuhan Liar adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas
dan/atau dipelihara yang masih mempunyai kemurnian jenisnya.
44. 32. Satwa Liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan/atau di air dan/atau di udara yang masih
mempunyai sifat-sifat liar baik hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.
45. 33. Sifat Liar adalah sifat yang melekat pada spesies yang secara
fenotip dan genotip menunjukkan keliaran (genetically wild).
46. 34. Habitat adalah lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat
hidup dan berkembang secara alami.
47. 35. Spesimen Tumbuhan atau Satwa adalah fisik tumbuhan atau satwa baik hidup maupun mati
termasuk bagian-bagiannya atau turunannya yang masih dapat dikenali secara visual maupun
dengan teknologi.
48. 36. Pengetahuan Tradisional yang
berasosiasi dengan sumber rdaya genetik adalah informasi atau
praktek baik secara individu
29
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
maupun kolektif dari masyarakat
adat atau lokal, yang bernilai potensial atau riil terkait atau berasosiasi dengan sumber daya
genetik.
49. 37. Akses terhadap Sumber Daya
Genetik adalah kegiatan memperoleh sampel atau contoh
dari komponen-komponen sumber daya genetik untuk tujuan riset ilmiah, pengembangan teknologi,
atau bioprospeksi, yang terkait untuk aplikasi industri atau lainnya.
50. 38. Akses terhadap Pengetahuan Tradisional yang berasosiasi
dengan sumber daya genetik adalah kegiatan memperoleh
informasi dari pengetahuan atau praktek-praktek tradisional baik individual maupun kolektif dari
masyarakat adat atau lokal, untuk tujuan riset ilmiah, pengembangan teknologi atau
bioprospeksi, yang terkait untuk aplikasi industri atau lainnya.
51. 39. Perjanjian Transfer Materi (Material Transfer Agreement/MTA) adalah instrumen untuk mengakses yang ditandatangani oleh lembaga
30
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
penerima sebelum membawa atau
mengangkut atau mentransportasikan komponen-komponen sumber daya genetik,
yang apabila ada dengan menyebutkan adanya akses
terhadap pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengannya.
52. 40. Bioteknologi adalah aplikasi teknologi yang menggunakan sistem-sistem biologis, organisme
hidup atau bagian-bagian atau turunan-turunan daripadanya, untuk memodifikasi produk atau
proses untuk tujuan tertentu.
53. 41. Menteri adalah menteri yang
diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang konservasi
keanekaragaman hayati.
54. Pasal 2
Konservasi keanekaragaman hayati
diselenggarakan berdasarkan asas:
55. a. kelestarian dan kemanfaatan berkelanjutan;
Yang dimaksud dengan “Asas kelestarian” adalah usaha
pengendalian/pembatasan dalam pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga
pemanfaatan tersebut dapat dilakukan secara terus menerus pada masa
31
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
mendatang.
Yang dimaksud dengan “Asas
kemanfaatan berkelanjutan” adalah
bahwa penyelenggaraan konservasi
sumber daya alam hayati dapat
memberikan manfaat bagi
kemanusiaan, peningkatan
kesejahteraan rakyat, dan
pengembangan peri kehidupan yang
berkesinambungan bagi warga negara,
secara merata dan adil serta
peningkatan kelestarian sumber daya
alam hayati. Pemanfaatan sumber daya
alam hayati tidak melebihi kemampuan
regenerasi sumber daya hayati atau
laju inovasi substitusi sumber daya
non-hayati.
56. b. keadilan; Yang dimaksud dengan “asas keadilan”
adalah bahwa pelestarian dan
pemanfaatan keanekaragaman hayati
harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara,
baik lintas daerah, lintas generasi,
maupun lintas gender.
57. c. kehati-hatian; Yang dimaksud dengan “asas kehati-
hatian” adalah bahwa ketidakpastian
32
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
mengenai dampak suatu usaha
dan/atau kegiatan karena
keterbatasan penguasaan dan
teknologi bukan merupakan alasan
untuk menunda langkah-langkah
meminimalisasi atau menghindari
ancaman terhadap pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.
58. d. partisipatif; dan Yang dimaksud dengan “asas
partisipatif” adalah bahwa setiap
anggota masyarakat didorong untuk
berperan aktif dalam proses
pengambilan keputusan dan
pelaksanaan konservasi
keanekaragaman hayati, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
59. e. tata kelola pemerintahan yang
baik.
Yang dimaksud dengan “asas tata
kelola pemerintahan yang baik” adalah
bahwa konservasi keanekaragaman
hayati dijiwai oleh prinsip partisipasi,
transparansi, akuntabilitas, efisiensi,
dan keadilan.
60. Pasal 3
Penyelenggaraan konservasi
keanekaragaman hayati bertujuan
33
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
untuk :
61. a. meletakkan dasar pengakuan
terhadap harkat sumber daya genetik dan spesies dalam suatu
ekosistem sebagai sumber daya alam hayati beserta pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengan
sumber daya genetik;
Cukup jelas.
62. b. mengendalikan pemanfaatan
berkelanjutan keanekaragaman hayati untuk menjaga kelestarian fungsi keanekaragaman hayati
dalam rangka menjamin terpenuhinya keadilan generasi
masa kini dan masa depan;
Cukup jelas.
63. c. memastikan pembagian
keuntungan sosial dan ekonomi yang adil dan berimbang dalam rangka mendukung upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat; dan
Cukup jelas.
64. d. mengantisipasi isu lingkungan global.
Cukup jelas.
65. Pasal 4
Ruang lingkup undang-undang
konservasi keanekaragaman hayati
meliputi:
34
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
66. a. pelindungan penyangga kehidupan;
67. b. pelestarian keanekaragaman
hayati;
68. c. pemanfaatan keanekaragaman
hayati;
69. d. pengamanan; dan
70. e. penegakan hukum.
71. BAB II
PELINDUNGAN SISTEM PENYANGGA
KEHIDUPAN
72. Bagian Kesatu
Umum
73. Pasal 5
(1) Pelindungan Sistem Penyangga Kehidupan merupakan pemeliharaan proses ekologis
esensial yang menyangga kehidupan manusia.
Proses ekologis esensial merupakan
proses di alam yang diatur, didukung
atau diarahkan oleh ekosistem yang
esensial bagi produksi pangan,
kesehatan, lingkungan hidup, energi
dan aspek lain mengenai kelangsungan
hidup (survival) umat manusia dan
pembangunan berkelanjutan seperti
tersedianya air bersih dan oksigen.
Memelihara proses ekologis esensial
dan sistem penyangga kehidupan
35
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
tersebut adalah vital bagi
kelangsungan hidup manusia. Proses
ekologis esensial terjadi mulai dari
fenomena yang bersifat global seperti
siklus oksigen dan karbon sampai ke
sesuatu yang sangat lokal seperti
penyerbukan bunga oleh serangga atau
penyebaran biji oleh burung. Di antara
keduanya banyak proses esensial bagi
kelangsungan hidup dan kesejahteraan
umat manusia, seperti pembentukan
dan perlindungan tanah, siklus
nutrien, dan pemurnian udara dan air.
Seluruh proses itu didukung atau
secara kuat dipengaruhi oleh sistem-
sistem yang saling bergantung dari
tumbuhan, hewan dan jasad renik,
bersama dengan komponen non-hayati
lingkungannya. Ekosistem-ekosistem
utama yang terlibat itulah sistem
penyangga kehidupan planet ini.
Ekosistem ini terkadang dapat saja
diubah, bahkan kadang-kadang cukup
besar perubahannya, sepanjang proses
yang esensial yang didukung tidak
menjadi rusak dan dapat kembali ke
keadaan semula atau pulih.
Memelihara proses tersebut terlepas
36
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dari tingkat perkembangan sistem
tersebut, sangat vital untuk dilakukan
bagi seluruh umat manusia. Sistem
penyangga kehidupan yang paling
terancam saat ini adalah: sistem
Pertanian (agricultural systems), hutan
Daerah Aliran Sungai, laut, pesisir dan
perairan air tawar.
74. (2) Sistem Penyangga Kehidupan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
Cukup jelas.
75. a. Sistem pertanian; Cukup jelas.
76. b. Sistem pegunungan; Cukup jelas.
77. c. Sistem hutan pada daerah aliran sungai;
Cukup jelas.
78. d. Sistem pesisir dan laut; Cukup jelas.
79. e. Sistem perairan air tawar dan
lahan basah;
Cukup jelas.
80. f. Sistem daerah kering dan semi-
kering.
Cukup jelas.
81. (3) Keanekaragaman hayati merupakan unsur utama dan
bagian tidak terpisahkan dari sistem penyangga kehidupan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Cukup jelas.
37
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
82. (4) Keanekaragaman hayati
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat pada tiga tingkatan yaitu:
Cukup jelas.
83. a. Keanekaragaman sumber daya genetik;
Cukup jelas.
84. b. Keanekaragaman spesies; dan Cukup jelas.
85. c. Keanekaragaman ekosistem. Cukup jelas.
86. Pasal 6
87. (1) Pemerintah wajib mengalokasikan
wilayah pelindungan sistem penyangga kehidupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) di
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.
Pengalokasian wilayah berdasarkan
keseimbangan didasarkan diantaranya
pada Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan mengenai
Undang-undang yang mengatur
Lingkungan Hidup dan Penataan
Ruang.
88. (2) Alokasi wilayah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhitungkan keseimbangan antara wilayah yang
dilindungi dengan wilayah pemanfaatan atau budidaya.
Cukup jelas.
89. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pelindungan Sistem Penyangga
Kehidupan sebagaimana dimaksud
Undang-undang tersendiri yang
mengatur sistem pertanian termasuk
38
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dalam Pasal 5 ayat (1) diatur
dengan Undang-Undang tersendiri.
berbagai undang-undang tentang
pertanian tanaman pangan, undang-
undang tentang peternakan dan
kesehatan hewan. Undang-undang
yang mengatur tentang sistem hutan
pada daerah aliran sungai, sistem
pesisir dan laut, diantaranya adalah
undang-undang tentang perikanan dan
tentang pesisir dan pulau-pulau kecil.
90. Pasal 7
91. (1) Pelindungan Keanekaragaman Hayati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi
pelindungan di tiga tingkat keanekaragaman hayati yaitu:
Cukup jelas.
92. a. Pelindungan Sumber Daya Genetik;
Cukup jelas.
93. b. Pelindungan Spesies; Cukup jelas.
94. c. Pelindungan Ekosistem. Cukup jelas.
95. (2) Pelindungan keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan
pelindungan sistem penyangga kehidupan.
Pelindungan sistem penyangga
kehidupan harus mewarnai
pelindungan di setiap tingkatan
keanekaragaman hayati, baik di tingkat
genetik, spesies maupun ekosistem.
Sistem penyangga kehidupan
39
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
mempunyai kedudukan yang tinggi di
dalam konservasi keanekaragaman
hayati.
96. Pasal 8
(1) Pemerintah dan Pemerintah daerah sesuai kewenangannya
menyelenggarakan pelindungan sistem penyangga kehidupan.
Cukup jelas.
97. (2) Pelindungan sistem penyangga kehidupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk di dalamnya
perlindungan keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
98. (3) Pelindungan keanekaragaman hayati meliputi pelindungan
spesies, genetik dan ekosistem.
Cukup jelas.
99. Pasal 9
Pemerintah dalam rangka
menyelenggarakan pelindungan keanekaragaman hayati melakukan:
100. a. inventarisasi; dan Inventarisasi dilaksanakan sebelum
penetapan status, maupun setelah
penetapan guna kepentingan evaluasi
dan pemulihan.
101. b. penetapan status perlindungan spesies, genetik dan ekosistem.
Penetapan status diperlukan guna
ditindaklanjuti dengan tindakan
pelestarian dan/atau pemanfaatan.
40
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
102. Bagian Kedua
Inventarisasi
103.
104. Pasal 10
Inventarisasi keanekaragaman hayati
dilaksanakan untuk memperoleh data
dan informasi yang meliputi:
105. a. potensi keragaman dan
ketersediaan;
Cukup jelas.
106. b. Kondisi ekologis dan geografis; Cukup jelas.
107. c. bentuk penguasaan; Yang dimaksud dengan bentuk
penguasaan diantaranya bentuk
penguasaan oleh mayarakat adat
dan/atau masyarakat lokal yang
senyata-nyatanya ada di lapangan
dengan itikad baik.
108. d. pengetahuan pengelolaan; Cukup jelas.
109. e. bentuk kerusakan; dan Cukup jelas.
110. f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.
Cukup jelas.
111. Bagian Ketiga
Penetapan Status Perlindungan
Cukup jelas.
41
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
112. Paragraf 1
Spesies
113. Pasal 11
(1) Penetapan status perlindungan spesies dilakukan terhadap
tumbuhan liar dan satwa liar berdasarkan kriteria tingkat ancaman kepunahan.
Cukup jelas.
114. (2) Tingkat ancaman kepunahan spesies sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari:
115. a. kategori spesies dilindungi; Cukup jelas.
116. b. kategori spesies dikendalikan;
dan
Cukup jelas.
117. c. kategori spesies dipantau. Cukup jelas.
118. (3) Ketentuan kategorisasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi:
119. a. spesimen satwa liar pra-perlindungan; dan
Yang dimaksud dengan spesimen
satwa liar pra-perlindungan adalah
spesimen satwa liar yang diperoleh
atau dimiliki sebelum spesies yang
bersangkutan dimasukkan ke dalam
salah satu kategori perlindungan
spesies sepanjang dapat dibuktikan
42
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
melalui dokumen-dokumen perizinan
yang sah.
120. b. spesimen tumbuhan liar. Spesimen tumbuhan liar antara lain,
biji, benang sari (serbuk sari), bunga
potong, anakan, atau hasil kultur
jaringan yang diperoleh secara in vitro,
dapat berupa spesimen di dalam media
cair maupun padat dan dibawa di
dalam kontainer steril dari hasil
perbanyakan tumbuhan.
121. (4) Status perlindungan spesies sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
122. (5) Menteri dapat mengubah kategori
perlindungan spesies sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan rekomendasi dari
Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati.
Cukup jelas.
123. (6) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus
berdasarkan pada kajian ilmiah dan analisis kebijakan sosial budaya masyarakat.
Cukup jelas.
124. Pasal 12
Kriteria spesies dilindungi
43
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (2) huruf a meliputi:
125. a. populasi di alamnya berada dalam
bahaya kepunahan atau kritis dari bahaya kepunahan;
Kondisi barada dalam bahaya
kepunahan (critically endangered) bisa
terjadi antara lain akibat mendapatkan
tekanan pemanfaatan dan/atau
mendapatkan tekanan akibat
kerusakan habitat.
126. b. populasi di habitat alamnya kecil atau langka;
Yang dimaksud dengan spesies yang
populasi di habitat alamnya kecil atau
langka dicirikan oleh paling tidak salah
satu dari hal-hal berikut:
a. diketahui atau diduga terjadi
penurunan secara tajam pada
jumlah individu di alam serta
penurunan luas dan kualitas
habitat;
b. jumlah sub populasi kecil;
c. mayoritas individu dalam satu atau
lebih fase sejarah hidupnya pernah
terkonsentrasi hanya pada satu
atau sedikit sub populasi saja;
d. dalam waktu yang pendek pernah
mengalami fluktuasi yang tajam
pada jumlah individu;
e. karena sifat biologis dan perilaku
spesies tersebut, seperti migrasi,
44
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
spesies tersebut rentan terhadap
bahaya kepunahan; dan/atau
f. analisis kuantitatif memperlihatkan
kemungkinan atau peluang
terjadinya kepunahan adalah 20
(dua puluh) persen sampai dengan
50 (lima puluh) persen dalam waktu
10 (sepuluh) sampai 20 (dua puluh)
tahun atau dalam 3 (tiga) sampai 5
(lima) generasi yang akan datang.
127. c. merupakan spesies endemik yang
penyebarannya terbatas;
Spesies endemik yang penyebarannya
terbatas dicirikan dengan paling sedikit
salah satu dari hal-hal berikut yaitu:
a. hanya terdapat di satu atau
beberapa lokasi atau pulau;
b. populasi terpisah-pisah atau
terfragmentasi;
c. terjadi fluktuasi yang besar pada
jumlah populasi atau luas areal
penyebarannya;
d. adanya dugaan penurunan yang
tajam pada areal penyebarannya,
jumlah sub populasi, jumlah
individu, luas dan kualitas habitat
atau potensi reproduksi.
128. d. spesies yang secara biologis lebih memenuhi kriteria spesies dikendalikan namun secara visual
Cukup jelas.
45
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
mirip dan sulit dibedakan dengan
spesies dilindungi; dan/atau
129. e. spesies yang termasuk dalam
Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species (CITES).
Cukup jelas.
130. Pasal 13
(1) Spesimen satwa hasil pengembangbiakan atau spesimen tumbuhan hasil perbanyakan di
dalam kondisi terkontrol yang termasuk dalam kategori spesies dilindungi dapat diperlakukan
sebagai kategori spesies dikendalikan.
Yang dimaksud dengan hasil
pengembangbiakan atau perbanyakan
di dalam lingkungan terkontrol adalah
generasi kedua (F2) dan seterusnya
dari perkembangbiakan atau
perbanyakan spesimen dilindungi.
131. (2) Menteri mengusulkan spesies dilindungi yang dapat diperlakukan
sebagai spesies dikendalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan rekomendasi dari
Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati.
Cukup jelas.
132. (3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada hasil kajian ilmiah melalui
pengawasan dan evaluasi atas populasi dari kegiatan
pengembangbiakan satwa atau
Cukup jelas.
46
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
perbanyakan tumbuhan.
133. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan, rekomendasi
dan kajian ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Cukup jelas.
134.
135. Pasal 14
Kriteria spesies dikendalikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (2) huruf b meliputi:
136. a. jumlah populasinya sedikit atau terbatas;
Cukup jelas.
137. b. merupakan spesies yang saat ini belum berada dalam bahaya kepunahan, namun akan dapat
berada dalam bahaya kepunahan apabila pemanfaatannya tidak dikendalikan;
Yang dimaksud dengan pemanfaatan
yang tidak dikendalikan adalah
pemanfaatan yang melebihi
kemampuan populasi untuk
meregenerasi diri.
138. c. jumlah populasinya masih banyak namun secara visual mirip atau
sulit dibedakan dengan kategori spesies dikendalikan; dan/atau
Yang termasuk dalam spesies yang
secara visual mirip atau sulit
dibedakan yaitu spesies yang
populasinya di alam saat ini masih
melimpah sehingga sebenarnya masuk
kriteria spesies dipantau, namun
menjadi banyak dimanfaatkan karena
kemiripan fisiknya dengan spesies yang
47
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dikendalikan sehingga mempengaruhi
efektivitas pelindungan spesies
dikendalikan yang mirip dengannya.
Perlakuan terhadap spesies dimaksud
sama dengan perlakuan terhadap
spesies dikendalikan.
139. d. spesies yang termasuk dalam
Appendix II CITES.
Cukup jelas.
140. Pasal 15
Kriteria spesies dipantau sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2)
huruf c merupakan spesies yang
populasi di habitat alamnya dalam
keadaan melimpah namun mendapat
tekanan dari aktivitas pemanfaatan.
Pemantauan pemanfaatan dilakukan
untuk mengetahui kemampuan
populasi suatu spesies dalam
menerima tekanan pemanfaatan.
Pemantauan pemanfaatan dilakukan
antara lain melalui sistem pencatatan
dan pendataan pemanfaatan yang
teratur sehingga diperoleh informasi
yang memadai untuk penetapan
kebijakan apabila perdagangannya
dianggap dapat mengancam keadaan
populasinya di habitat.
141. Pasal 16
Dalam hal terdapat perbedaan status
perlindungan spesies menurut
perjanjian internasional yang telah
Perjanjian internasional yang telah
diratifikasi adalah perjanjian
internasional mengenai satwa dan
tumbuhan liar yang telah diratifikasi,
diantaranya Convention on International
48
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
diratifikasi dengan status
perlindungan spesies yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-
undangan, maka status yang
digunakan adalah status perlindungan
spesies yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan.
Trade in Endangered Species of Wild
Fauna and Flora (CITES).
Ketentuan pasal ini tidak berlaku bagi
spesies dilindungi menurut perjanjian
internasional atau status spesies yang
berlaku di negara asal ketika spesies
yang dimaksud masuk ke dalam
wilayah Indonesia.
142. Pasal 17
(1) Dalam hal terjadi perubahan status
dari pra-perlindungan menjadi perlindungan, ditetapkan suatu
masa transisi.
Masa transisi hanya diberlakukan
untuk waktu paling lama 90 (sembilan
puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.
143. (2) Dalam masa transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap
orang yang memiliki spesimen pra-perlindungan harus melakukan
pendaftaran dan mendapatkan penandaan terhadap spesimen pra-perlindungan yang dimilikinya.
Pada masa transisi berlaku ketentuan
antara yaitu tindakan Pemerintah
untuk melindungi dan/atau
menanggulangi ancaman bahaya
kepunahan pada spesies tertentu
dalam masa transisi. Ketentuan antara
misalnya pada saat suatu spesies
masuk ke dalam Appendix CITES,
Pemerintah memasukkan instrumen
reservasi dalam masa transisi.
144. (3) Apabila masa transisi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terlewati, spesimen pra-perlindungan yang
Penetapan masa transisi dilakukan
untuk kepentingan konservasi yaitu
menyelamatkan populasi spesimen
49
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
ditetapkan menjadi milik
pemerintah.
pra-perlindungan agar terhindar dari
kepunahan atau bahaya kepunahan.
145. Pasal 18
(1) Dalam mendukung penyelenggaraan pelindungan
spesies, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat
menetapkan tumbuhan liar atau satwa liar sebagai tumbuhan atau satwa kharismatik.
“Satwa kharismatik” adalah satwa yang
mengundang empati atau emosi
manusia sehingga keberadaannya
dapat diidentikkan sebagai “duta”, ikon
atau simbol suatu tempat, daerah atau
negara. Satwa kharismatik biasanya
merupakan satwa besar yang kondisi
populasinya terancam bahaya
kepunahan antara lain Harimau,
Gajah, Badak, Orangutan dan Komodo.
146. (2) Masyarakat dapat memberikan usulan dalam penetapan tumbuhan atau satwa kharismatik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Cukup jelas.
147. (3) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat
mengusulkan satwa kharismatik masuk ke dalam status pelindungan spesies.
Cukup jelas.
148. Pasal 19
(1) Bagi spesimen dari spesies
tumbuhan, pada saat penetapan
Yang dimaksud dengan anotasi adalah
ketentuan yang memasukkan atau
mengecualikan bagian-bagian atau
50
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
status perlindungan wajib
menyertakan anotasi atas bagian-bagian spesimen tumbuhan.
turunan tertentu dari tumbuhan di
dalam pencatuman spesies tumbuhan
ke dalam katagorisasi pelindungan
spesies tumbuhan. Pengecualian dapat
dilakukan karena sifat tumbuhan yang
apabila bagian-bagian tertentu dari
tumbuhan dikecualikan dari
pengaturan maka tidak akan
mempengaruhi kelestarian spesies
yang bersangkutan.
149. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
anotasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Cukup jelas.
150. Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai
status perlindungan spesies
sebagaimana dimaksud pada Pasal 11,
Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15,
Pasal 16, dan Pasal 17, Pasal 18, dan
Pasal 19 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Cukup jelas.
151. Paragraf 2
Sumber Daya Genetik
51
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
152. Pasal 21
(1) Penetapan status perlindungan sumber daya genetik dilakukan
dengan membuat daftar spesies target yang diprioritaskan bagi pelindungan sumber daya genetik.
Cukup jelas.
153. (2) Menteri menetapkan dan mengubah daftar spesies target
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan rekomendasi Komisi Konservasi
Keanekaragaman Hayati.
Cukup jelas.
154. (3) Daftar spesies target sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) termasuk informasi tentang sumber daya
genetik yang terkandung di dalamnya menjadi bagian dari materi sistem basis data dan
informasi yang dikembangkan Dewan Pengelola Sumber Daya Genetik.
Cukup jelas.
155. Pasal 22
Penetapan spesies target sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 dilakukan
berdasarkan kriteria:
52
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
156. a. spesies yang dilindungi. Cukup jelas.
157. b. spesies yang secara langsung diperdagangkan atau bernilai
komersial; atau
Cukup jelas.
158. c. spesies yang mendukung budidaya.
Cukup jelas.
159. Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai
penetapan dan perubahan spesies
target sumber daya genetik diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
160. Paragraf 3
Ekosistem
161. Pasal 24
Penetapan status pelindungan
ekosistem dilakukan melalui
penetapan:
162. a. kawasan konservasi; dan Cukup jelas.
163. b. kawasan ekosistem esensial. Cukup jelas.
53
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
164. Pasal 25
(1) Penetapan kawasan konservasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 huruf a dilakukan melalui pengukuhan:
165. a. Cagar Alam; Cagar alam dan Suaka margasatwa,
dalam beberapa perundangan lainnya
dikenal pula sebagai Kawasan Suaka
Alam (KSA).
166. b. Taman Nasional; Taman Nasional, Taman Wisata Alam,
dan Taman Hutan Raya, dalam
beberapa perundangan lainnya dikenal
pula sebagai Kawasan Pelestarian Alam
(KPA).
167. c. Taman Wisata Alam; Cukup jelas.
168. d. Suaka Margasatwa; Cukup jelas.
169. e. Taman Buru; dan/ atau Cukup jelas.
170. f. Taman Hutan Raya. Cukup jelas.
171. (2) Pengukuhan kawasan konservasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai fungsi
alamiah, tujuan, dan kriteria kawasan konservasi.
Cukup jelas.
54
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
172. (3) Pengukuhan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui proses:
173. a. penunjukan; Penunjukan kawasan konservasi adalah kegiatan persiapan pengukuhan, antara lain berupa:
a. pembuatan peta penunjukan yang
bersifat arahan batas luar;
b. pemancangan batas sementara atau
koordinat geografis;
c. pengumuman tentang rencana batas
kawasan terutama di lokasi yang
berbatasan dengan tanah hak atau
lokasi yang rawan gangguan
keamanan;
d. konsultasi publik dimaksudkan
untuk mendapat pertimbangan dan
menampung aspirasi dari
masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat,sektor swasta, atau
lembaga ilmiah, termasuk lembaga
perguruan tinggi.
174. b. penataan batas; Penataan batas dilakukan melalui:
a. pemasangan tanda batas dan
penetapan koordinat geografis ; atau
b. penetapan titik referensi berupa
koordinat geografis bagi kawasan
55
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
konservasi perairan.
Tanda batas dapat berupa patok batas
permanen atau jalur
tumbuhan/pepohonan sejenis.
175. c. pemetaan; dan Skala peta disesuaikan dengan peta
yang diterbitkan Badan Pemetaan
Nasional.
176. d. penetapan. Cukup jelas.
177. Pasal 26
Penetapan kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 24 hurup b dilaksanakan oleh Menteri.
Cukup jelas.
178. Pasal 27
(1) Penetapan kawasan ekosistem esensial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b dilakukan
melalui penunjukan, meliputi penetapan:
Cukup jelas.
179. a. daerah penyangga kawasan konservasi;
Yang dimaksud dengan daerah
penyangga kawasan konservasi adalah
daerah di sekitar kawasan konservasi
yang dapat berupa ekosistem alami
atau buatan, tanah negara atau tanah
56
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
yang telah dibebani hak, kawasan
produksi, desa atau areal lainnya yang
pengelolaanya ditujukan untuk
meningkatkan dampak positif dari
masyarakat dan menurunkan dampak
negatif pada kawasan konservasi.
180. b. koridor ekologis atau ekosistem
penghubung;
Yang dimaksud dengan koridor
ekologis atau ekosistem penghubung
adalah areal atau jalur bervegetasi
yang cukup lebar baik alami maupun
buatan yang menghubungkan dua atau
lebih habitat atau kawasan konservasi
atau ruang terbuka dan sumberdaya
lainnya, yang memungkinkan
terjadinya pergerakan atau pertukaran
individu antar populasi satwa atau
pergerakan faktor-faktor biotik
sehingga mencegah terjadinya dampak
buruk pada habitat yang
terfragmentasi pada populasi karena
in-breeding dan mencegah penurunan
keanekaragaman genetik akibat erosi
genetik (genetic drift) yang sering terjadi
pada populasi yang terisolasi.
181. c. areal dengan nilai konservasi tinggi (NKT);
Yang dimaksud areal dengan nilai konservasi tinggi adalah areal atau bentang alam, pada tanah negara atau
wilayah yang telah dibebani izin atau
57
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pada tanah atau wilayah perairan yang
telah dibebani hak, berupa ekosistem yang memiliki satu atau lebih atribut berikut:
a. areal yang secara signifikan
mengandung konsentrasi nilai-nilai
keanekaragaman hayati (seperti
endemisme, spesies langka,
pengungsian, atau persinggahan
spesies migran); dan/atau bentang
alam yang cukup luas yang
terdapat di dalam unit pengelolaan
atau mencakup unit pengelolaan,
dimana populasi yang viabel dari
mayoritas spesies yang tinggal
secara alami berada pada pola yang
alami dari distribusi dan
kelimpahannya;
b. kawasan bentang alam yang
penting bagi terselenggaranya
dinamika ekologis secara alami,
dimana populasi dari mayoritas
spesies yang tinggal secara alami,
berada pada pola alami pada
distribusi dan kelimpahannya;
c. areal yang berisi ekosistem langka,
terancam atau dalam bahaya
kepunahan;
d. areal yang dapat menyediakan jasa
58
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
ekosistem dasar terutama pada
saat terjadi situasi kritis (seperti
perlindungan tata air daerah aliran
sungai dan pengendalian erosi,
ekosistem kars, ekosistem gambut);
e. areal yang menjadi ketergantungan
dari masyarakat lokal untuk
memenuhi kebutuhan dasar
(seperti subsisten, kesehatan)
dan/atau penting bagi identitas
budaya tradisional dari masyarakat
lokal (kawasan yang bersama
masyarakat diidentifikasi signifikan
secara budaya, ekologi, ekonomi
atau religi masyarakat lokal).
182. d. areal konservasi kelola masyarakat (AKKM);
Yang dimaksud dengan Areal
Konservasi Kelola Masyarakat (AKKM)
adalah ekosistem penting baik di dalam
maupun di luar kawasan hutan,
perairan dan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil yang diakui sebagai
areal konservasi yang dikelola oleh
masyarakat berdasarkan prinsip-
prinsip konservasi.
Karakteristik yang mengindikasikan
AKKM adalah:
a. hubungan yang kuat antara satu
atau lebih masyarakat adat atau
lokal dengan kawasan (teritori,
59
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
ekosistem, habitat atau
sumberdaya) dimana hubungan
tersebut harus menyatu di dalam
identitas masyarakat dan/atau
ketergantungan untuk
kehidupan atau kesejahteraan;
b. masyarakat hukum adat atau
lokal merupakan pemain utama
dalam pengambilan keputusan
dan implementasi pengelolaan
kawasan. Pihak lain dapat
berkolaborasi sebagai mitra,
terutama dalam hal kawasan
tersebut merupakan kawasan
negara, namun keputusan tetap
pada masyarakat adat atau lokal;
c. keputusan pengelolaan dan
upaya dari masyarakat
mengarah pada konservasi
keanekaragaman hayati dan
nilai-nilai budaya yang terkait,
walaupun disadari bahwa tujuan
pengelolaan bukan hanya
konservasi.
Pengakuan sebagaimana dimaksud di
atas diberikan oleh pemerintah atau
pemerintah daerah sesuai
kewenangannya, setelah diadakan
sosialisasi dengan masyarakat
60
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
sekitarnya.
183. e. taman keanekaragaman hayati; Taman keanekaragaman hayati
merupakan wilayah konsevasi sebaran
vegetasi/tumbuhan yang telah ada
secara alami maupun hasil budidaya,
koleksi tumbuhan yang memiliki nilai
ekonomi tinggi, khas karena ciri
geografisnya, seperti wilayah sebaran
kopi gayo di Gayo, sebaran umbi
Cilembu di desa Cilembu.
184. f. Kawasan ekosistem lainnya. Seperti Kawasan Ekosistem Leuser
yang merupakan kawasan ekosistem
leuser di provinsi Nangro Aceh, yang
selama ini telah dikelola sebagai
Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), tidak
termasuk didalamnya kawasan
konservasi (Taman Nasional Leuser).
185. (2) Penetapan kawasan ekosistem
esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengisi kesenjangan keterwakilan
ekologis di dalam kawasan konservasi.
Melalui analisis kesenjangan
keterwakilan ekologis dapat diketahui
ekosistem esensial yang tidak
termasuk dalam sistem kawasan
konservasi. Apabila ekosistem esensial
penting tersebut tidak atau belum
dapat ditetapkan menjadi kawasan
konservasi baru atau perluasan
kawasan konservasi yang sudah ada
maka perlu diidentifikasi untuk
61
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dikelola dalam sistem yang terpadu
dengan kawasan konservasi bagi
keberlanjutan keanekaragaman hayati
yang ada.
186. (3) Ekosistem esensial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) secara ekologis atau secara fisik
berhubungan dengan kawasan konservasi.
Cukup jelas.
187. (4) Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota menetapkan kawasan ekosistem esensial sesuai
dengan kewenangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Cukup jelas.
188. (5) Penetapan suatu kawasan ekosistem esensial dilakukan
berdasarkan hasil kajian ilmiah, sosial, dan budaya serta
mempertimbangkan usulan dari masyarakat dan persetujuan pemilik atau pengelola.
Persetujuan pemilik atau pengelola
diperlukan apabila kawasan tersebut
merupakan lahan non-kawasan hutan
yang telah dibebani hak.
189. (6) Kajian dimaksud ayat (5) dapat dilakukan oleh lembaga swadaya
masyarakat, perguruan tinggi, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.
Cukup jelas.
190. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kawasan ekosistem
esensial diatur dalam Peraturan
Cukup jelas.
62
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Pemerintah.
191. Pasal 28
Dalam hal penetapan daerah
penyangga kawasan konservasi,
koridor ekologis atau penghubung,
areal dengan nilai konservasi tinggi
(NKT), dan taman keanekaragaman
hayati, pemegang hak atas tanah
negara atas areal yang ditetapkan
wajib mengelola kawasan dimaksud
sesuai kaidah konservasi dan/atau
mengembalikan sebagian atau seluruh
hak atas tanah negara yang
dipegangnya.
Cukup jelas.
192. Pasal 29
(1) Dalam hal penetapan areal
konservasi ekosistem esensial
berada di tanah milik perorangan,
Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah dapat memberi kompensasi
kepada pemegang hak atas tanah
atas areal yang ditetapkan.
Kompensasi yang diberikan kepada
pemegang hak milik dapat berupa
penggantian lahan dalam bentuk tukar
menukar.
193. (2) Dalam hal penetapan areal konservasi kelola masyarakat,
Cukup jelas.
63
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah memberikan pengakuan dan dapat melakukan pembinaan dalam bentuk penguatan kapasitas
serta bantuan dana pelestarian.
194. BAB III
PELESTARIAN KEANEKARAGAMAN
HAYATI
195. Bagian Kesatu
Umum
196. Pasal 30
Pelestarian keanekaragaman hayati
diselenggarakan dalam rangka
mencegah kerusakan atau kepunahan
serta menjamin kelestarian fungsi dan
manfaat keanekaragaman hayati bagi
generasi saat ini maupun generasi
yang akan datang.
Cukup jelas.
197. Pasal 31
Pelestarian keanekaragaman hayati
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
64
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
30 dilaksanakan pada tingkat:
198. a. spesies; Cukup jelas.
199. b. sumber daya genetik; dan Cukup jelas.
200. c. ekosistem. Cukup jelas.
201. Pasal 32
(1) Pelestarian keanekaragaman hayati
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dilaksanakan untuk
mempertahankan viabilitas kondisi keanekaragaman hayati sesuai kondisi awal dan mencakup upaya
pemulihan.
Cukup jelas.
202. (2) Penentuan viabilitas kondisi
keanekaragaman hayati sesuai kondisi awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
berdasarkan:
ii. iii. iv.
203. a. hasil inventarisasi
keanekaragaman hayati; dan/atau
Cukup jelas.
204. b. data dan informasi dari lembaga ilmiah atau dari lembaga lain yang ditunjuk Pemerintah Pusat
dan/atau Pemerintah Daerah.
Cukup jelas.
65
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
205. Pasal 33
(1) Pelestarian keanekaragaman hayati dilakukan terhadap keanekaragaman hayati yang telah
ditetapkan status perlindungannya.
Cukup jelas.
206. (2) Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah melakukan pelestarian keanekaragaman hayati
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
Cukup jelas.
207. (3) Dalam melakukan pelindungan keanekaragaman hayati
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat
melakukan kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Cukup jelas.
208. Pasal 34
(1) Pemulihan keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud Pasal 32 ayat (1) dilaksanakan untuk
mengembalikan kondisi keanekaragaman hayati yang
mengalami degradasi ke kondisi awal atau ke tingkat yang diinginkan.
Cukup jelas.
66
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
209. (2) Penentuan suatu kondisi
keanekaragaman hayati yang terdegradasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
berdasarkan:
210. a. hasil evaluasi kondisi
keanekaragaman hayati oleh pemerintah; dan/atau
Cukup jelas.
211. b. data dan informasi dari lembaga ilmiah dan/atau lembaga lain yang ditunjuk oleh Pemerintah
Pusat.
Cukup jelas.
212. (3) Dalam melakukan pemulihan
keanekaragaman hayati di kawasan konservasi pada lahan negara,
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama dengan
pihak lain.
Cukup jelas.
213. (4) Kegiatan pemulihan
keanekaragaman hayati di kawasan konservasi yang dibebani hak merupakan tanggung jawab
pemegang hak dengan pembinaan dari Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah.
Cukup jelas.
214. Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Cukup jelas.
67
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pelestarian keanekaragaman hayati
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan
Pasal 34 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
215. Bagian Kedua
Pelestarian Spesies
216. Paragraf 1
Umum
217. Pasal 36
Pelestarian spesies sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 huruf a
dilakukan dalam rangka mencegah
kerusakan atau kepunahan spesies
serta menjamin kelestarian fungsi dan
manfaat spesies bagi generasi saat ini
maupun generasi yang akan datang.
Cukup jelas.
218. Pasal 37
(1) Pelestarian spesies dilakukan
terhadap spesies tumbuhan liar dan satwa liar mencakup upaya
68
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pemulihan spesies.
219. (2) Pelestarian spesies dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, dan masyarakat sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Cukup jelas.
220. Paragraf 2
Pelestarian
221. Pasal 38
(1) Pelestarian spesies sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dilakukan dalam rangka menjaga viabilitas populasi spesies
tumbuhan liar dan satwa liar.
Cukup jelas.
222. (2) Pelestarian spesies sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan status perlindungan spesies yang ditetapkan.
Cukup jelas.
223. (3) Pelindungan spesies sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan:
224. a. di dalam habitat alamnya (in-situ); dan
Cukup jelas.
225. b. di luar habitat alamnya (ex-situ). Cukup jelas.
69
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
226. Pasal 39
Pelestarian spesies dilindungi di dalam
habitat alamnya (in-situ) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3)
huruf a dilakukan melalui:
227. a. pembinaan populasi dan habitat
untuk menjamin keseimbangan populasi spesies; dan/atau
Cukup jelas.
228. b. penyelamatan populasi atau sub-populasi suatu spesies yang terisolasi atau tidak berkelanjutan.
Cukup jelas.
229. Pasal 40
(1) Pembinaan populasi dan habitat spesies dilindungi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a
dilakukan melalui:
230. a. pengamanan populasi
tumbuhan dan satwa liar dan defragmentasi habitat satwa liar;
Cukup jelas.
231. b. penyelamatan dan/atau pemindahan ke lokasi habitat lain;
Cukup jelas.
232. c. pengamanan sumber benih; Cukup jelas.
70
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
233. d. penanaman pengkayaan spesies
tumbuhan; dan/atau
Cukup jelas.
234. e. pengendalian spesies asing yang
invasif.
Cukup jelas.
235. (2) Pengendalian spesies asing yang
invasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan melalui:
236. a. pencegahan atau pengurangan introduksi;
Cukup jelas.
237. b. pencegahan perkembangbiakan spesies asing yang invasif;
Cukup jelas.
238. c. deteksi dini dan tindakan segera;
Cukup jelas.
239. d. pengendalian dan mitigasi dampak;
Cukup jelas.
240. e. pemusahan; dan/atau Cukup jelas.
241. f. pemulihan habitat yang terkena dampak.
Cukup jelas.
242. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan populasi dan habitat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Cukup jelas.
243. Pasal 41
(1) Pembinaan populasi dan habitat
71
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
spesies dilindungi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 dilakukan:
244. a. di dalam kawasan konservasi; dan
Cukup jelas.
245. b. di luar kawasan konservasi. Pembinaan populasi dan habitat
spesies dilindungi di luar kawasan
konservasi dimaksudkan untuk
menjaga populasi atau sub populasi
dari ancaman terhadap kepunahan
lokal.
246. (2) Pembinaan populasi dan habitat spesies di dalam kawasan konservasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh pengelola
kawasan konservasi.
Cukup jelas.
247. (3) Pembinaan populasi dan habitat spesies di luar kawasan konservasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diselenggarakan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
Cukup jelas.
248. Pasal 42
(1) Dalam rangka menyeimbangkan
daya dukung habitat terhadap peningkatan populasi spesies di
Kegiatan pembinaan habitat dan
populasi melalui perburuan terkendali
dilakukan terhadap satwa yang jumlah
populasinya melebihi daya dukung
72
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dalam kawasan konservasi dapat
dilakukan perburuan terkendali.
ekosistemnya. Kegiatan perburuan
dilakukan dengan memperhatikan
keadaan populasi dan/atau sub-
populasi di seluruh wilayah
penyebarannya. Kegiatan perburuan
terkendali dapat berupa olah raga
berburu.
249. (2) Perburuan terkendali sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan di dalam kawasan Cagar
Alam atau zona inti Taman Nasional.
Cukup jelas.
250. (3) Kegiatan perburuan terkendali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat dilakukan terhadap
spesies dilindungi yang habitatnya di dalam maupun luar kawasan konservasi.
Cukup jelas.
251. (4) Ketentuan mengenai perburuan terkendali sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
252. Pasal 43
(1) Penyelamatan populasi atau sub-populasi spesies dilindungi yang terisolasi atau tidak berkelanjutan
sebagaimana dimaksud dalam
Populasi yang tidak berkelanjutan
dalam jangka panjang adalah populasi
yang tidak viabel yang disebabkan
diantaranya oleh jumlah individu di
73
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Pasal 39 huruf b dilakukan dengan
cara memindahkan populasi atau sub-populasi spesies ke habitat lain.
dalam populasi kecil, rasio jantan-
betina yang tidak sesuai, struktur
umur yang tidak memadai, atau
kondisi habitat yang rusak dan sulit
diperbaiki.
253. (2) Untuk mengurangi dampak atau
ancaman bagi populasi satwa dilindungi yang terisolasi di luar
kawasan konservasi dan berada di tanah hak, pemegang hak atas tanah wajib:
254. a. menjaga habitat; dan Cukup jelas.
255. b. menyelamatkan populasi atau sub-populasi spesies satwa yang
terisolasi atau populasinya tidak dapat berkembang dalam jangka
panjang.
Penyelamatan populasi atau sub
populasi spesies satwa yang terisolasi
atau populasinya tidak dapat
berkembang dalam jangka panjang
dilakukan melalui kerjasama dan
dikoordinasikan oleh unit kerja yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan dibidang konservasi
keanekaragaman hayati.
256.
Pasal 44
(1) Pelestarian spesies dilindungi secara ex-situ sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf b, dilakukan melalui:
74
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
257. a. pengembangbiakan satwa liar di
dalam lingkungan yang terkontrol untuk dilepasliarkan kembali ke habitat alamnya;
Pengembangbiakan satwa liar di dalam
lingkungan rehabilitasi yang terkontrol
(penangkaran) ditujukan untuk
dilepasliarkan kembali untuk
memulihkan kondisi populasi agar
terhindar dari kepunahan.
258. b. pengembangbiakan satwa liar di
dalam lingkungan yang terkontrol untuk tujuan
komersial;
Dalam rangka mengurangi tekanan
terhadap populasi tertentu di habitat
alam maka pengembangan satwa liar
dapat dilakukan untuk tujuan
komersial.
Yang dimaksud dengan lingkungan
terkontrol merupakan lingkungan yang
dimanipulasi untuk tujuan
memproduksi spesimen satwa liar
tertentu dengan membuat batas-batas
yang jelas untuk menjaga keluar
masuknya satwa liar, telur atau gamet,
serta dicirikan antara lain rumah
buatan.
259. c. rehabilitasi satwa liar; Rehabilitasi dimaksudkan untuk
mengkondisikan dan mengadaptasikan
tingkah laku satwa liar yang berada
diluar habitatnya dengan habitat
alaminya sebelum dilepasliarkan
kembali ke habitat alamnya dan
sebagian dapat dikembalikan lagi
75
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
untuk meningkatkan populasi.
260. d. perbanyakan tumbuhan secara
buatan untuk dikembalikan lagi ke habitat alam atau untuk
tujuan komersial; dan/atau
Yang dimaksud dengan perbanyakan
tumbuhan secara buatan (artificial
propagation) merupakan kegiatan
memperbanyak dan menumbuhkan
tumbuhan di dalam kondisi yang
terkontrol, dari material untuk
memperbanyak tumbuhan seperti
benih (biji), potongan bagian
tumbuhan, pencaran rumpun, spora
dan jaringan.
Kondisi terkontrol untuk perbanyakan
tumbuhan secara buatan adalah
kondisi di luar lingkungan alaminya
yang secara intensif dimanipulasi oleh
campur tangan manusia dengan
tujuan untuk menghasilkan tumbuhan
yang terpilih.
261. e. penyelamatan satwa ex-situ di pusat penyelamatan satwa.
Pusat penyelamatan satwa ex-situ
merupakan tempat sementara untuk
menampung dan/atau mengkondisikan
satwa hasil sitaan atau hasil dari
upaya penegakan hukum lainnya
sebelum dikirim ke tujuan akhirnya/
dilepasliarkan kembali ke habitat alam,
atau dikirim ke taman satwa atau
kebun binatang, dijadikan induk
pengembangbiakan, atau
76
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dimusnahkan.
262. (2) Pengembangbiakan satwa liar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh lembaga
yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.
Cukup jelas.
263. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan spesies dilindungi dalam kondisi ex-situ sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
264. Pasal 45
(1) Pelestarian spesies dikendalikan dalam kondisi in-situ sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf a dilakukan dengan:
265. a. pengaturan dan pengendalian
pemanenan langsung dari habitat alamnya;
Pengaturan pemanenan dimulai dari
penetapan kuota pengambilan atau
penangkapan, pengenaan perizinan
dan pengawasan terhadap
pengambilan atau penangkapan,
penetapan lokasi-lokasi yang
dibolehkan untuk dilakukan
pengambilan atau penangkapan, serta
penetapan batasan-batasan seperti
kelas ukuran, umur dan spesies
77
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kelamin yang boleh diambil atau
ditangkap dari habitat alam.
266. b. pembinaan habitat; dan/atau Cukup jelas.
267. c. pembinaan populasi. Cukup jelas.
268. (2) Untuk melaksanakan prinsip
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat menyusun
rencana pengelolaan spesies dikendalikan yang diperdagangkan.
Cukup jelas.
269. Pasal 46
(1) Pembinaan habitat dan/atau
pembinaan populasi spesies
dikendalikan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 45 ayat (1)
huruf b dan huruf c, dilakukan
terhadap spesies yang mengalami
tekanan pemanfaatan, termasuk
perdagangan.
Pembinaan habitat dan pembinaan
populasi termasuk juga diantaranya
pembinaan habitat di pulau kosong
untuk menampung populasi satwa
yang dikelola.
270. (2) Pembinaan habitat dan/atau
pembinaan populasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat dilakukan di luar kawasan konservasi.
Cukup jelas.
78
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
271. Pasal 47
(1) Pelestarian spesies dikendalikan secara ex-situ sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf b dilakukan dengan:
272. a. pembesaran spesimen hidup
spesies satwa liar tertentu dari habitat alam di dalam
lingkungan terkontrol;
Cukup jelas.
273. b. pengembangbiakan satwa liar di
dalam lingkungan yang terkontrol atau perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam
kondisi yang terkontrol; dan/ atau
Pengembangbiakan satwa liar bagi
spesies dikendalikan dimaksudkan
sebagai penyedia stok untuk
kepentingan komersial.
274. c. penyelamatan satwa di pusat-pusat penyelamatan satwa ex-situ.
Cukup jelas.
275. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan spesies dikendalikan
dalam kondisi ex-situ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
276. Pasal 48
(1) Pelestarian spesies dipantau dalam
kondisi in-situ sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3)
Cukup jelas.
79
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
huruf a dilakukan dengan
pemantauan pemanfaatan yang
berkelanjutan.
277. (2) Pelaksanaan pemantauan pemanfaatan yang berkelanjutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penerapan prinsip-prinsip ilmiah dan
pemanenan yang tidak merusak populasi spesies di habitat alam.
Pemantauan pemanfaatan terhadap
spesies tumbuhan dan satwa liar
spesies dipantau dilakukan melalui:
a. pengaturan terhadap cara-cara
mengambil atau menangkap agar
tidak terjadi kerusakan pada
populasi dan/atau habitat;
b. penerapan prinsip ilmiah dan
pemanenan yang tidak merusak
populasi di habitat alam;
c. pencatatan pemanenan dan
pemanfaatan, seperti perdagangan
baik dalam negeri maupun ekspor.
278. Pasal 49
(1) Pelestarian spesies dipantau dalam
kondisi ex-situ sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3)
huruf b dilakukan sama dengan
pelestarian spesies dikendalikan
dalam kondisi ex-situ sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47.
Cukup jelas.
80
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
279. (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelindungan spesies dipantau dalam kondisi ex-situ sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
280. Pasal 50
(1) Setiap orang yang bertanggung jawab di dalam pengelolaan
pelestarian spesies dalam kondisi in-situ dan/atau ex-situ wajib
melakukan medik konservasi untuk mencegah dan mengendalikan wabah penyakit zoonosis dan/atau
penyakit baru yang diduga disebabkan oleh satwa liar di
habitat alam.
Medis Konservasi merupakan
penerapan medik veteriner dalam
penyelenggaraan kesehatan hewan di
bidang konservasi spesies satwa liar.
Penyakit zoonosis adalah penyakit yang
infeksinya bersumber dari satwa dan
dapat ditularkan kepada manusia dan
sebaliknya yang nantinya akan
berkembang menjadi wabah. Penyakit
baru merupakan new emerging
diseases.
281. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai medik konservasi diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
282. Pasal 51
(1) Setiap orang yang melaksanakan
pengelolaan pelestarian satwa liar dalam kondisi ex-situ wajib
menerapkan prinsip kesejahteraan satwa.
Penerapan prinsip kesejahteraan satwa
dilaksanakan untuk mewujudkan
kebebasan satwa antara lain:
a. bebas dari rasa lapar dan haus;
b. bebas dari rasa sakit, cidera, dan
81
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
penyakit;
c. bebas dari ketidaknyamanan
(temperatur dan fisik),
penganiayaan, dan penyalahgunaan;
d. bebas dari rasa takut dan tertekan;
dan
e. bebas mengekspresikan perilaku
alaminya.
283. (2) Ketentuan mengenai kesejahteraan satwa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
284. Paragraf 3
Pemulihan Spesies
Cukup jelas.
285. Pasal 52
(1) Pemulihan spesies sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) bertujuan untuk mengembalikan
viabilitas populasi spesies yang langka atau terancam punah atau kritis di habitat alamnya.
Spesies yang langka atau terancam
punah atau kritis umumnya
merupakan spesies dilindungi.
286. (2) Pemulihan spesies sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui:
82
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
287. a. reintroduksi atau pengkayaan
populasi spesies; dan
Cukup jelas.
288. b. pemulihan (restorasi) dan
pembinaan habitat.
Cukup jelas.
289. (3) Reintroduksi atau pengkayaan
populasi spesies satwa dalam kondisi in-situ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
dilakukan melalui pelepasliaran spesies satwa ex-situ hasil
rehabilitasi, pengembangbiakan, atau pengamanan.
Cukup jelas.
290. (4) Pemulihan (restorasi) dan pembinaan habitat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dilakukan untuk mengembalikan fungsi habitat alam sehingga
memadai untuk mendukung tambahan populasi spesies.
Cukup jelas.
291. (5) Reintroduksi atau pengkayaan
populasi spesies dapat dilakukan setelah kondisi habitat atau
ekosistem yang direstorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinilai mampu mendukung
populasi hasil reintroduksi beserta kemungkinan perkembangan populasinya.
Cukup jelas.
292. (6) Dalam melakukan kegiatan reintroduksi dan/atau pemulihan
Cukup jelas.
83
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
(restorasi) sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat
melakukan kerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat atau
swasta.
293. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara restorasi dan kerja sama pemulihan (restorasi) ekosistem diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Cukup jelas.
294. Bagian Ketiga
Pelestarian Sumber Daya Genetik
295.
296. Paragraf 1
Umum
297. Pasal 53
(1) Pelestarian sumber daya genetik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b bertujuan untuk
mempertahankan keberadaan dan keanekaragaman genetik untuk mendukung pelestarian spesies dan
ekosistem.
Pelestarian sumber daya genetik
dilakukan terhadap sumber daya
genetik dan jasad renik.
84
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
298. (2) Dalam rangka menyelenggarakan
pelestarian sumber daya genetik, Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan nasional tentang
pelestarian sumber daya genetik.
Cukup jelas.
299. Pasal 54
Pelestarian sumber daya genetik
dilakukan dengan melindungi sumber
daya genetik dan pemulihan
keanekaragaman sumber daya genetik
spesies target.
Cukup jelas.
300. Pasal 55
(1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib melestarikan
sumber daya genetik yang khas di daerahnya, langka, atau memiliki nilai secara nyata maupun
potensial.
Cukup jelas.
301. (2) Menteri menetapkan pedoman,
norma dan kriteria pelestarian sumber daya genetik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 dan Pasal 54.
Cukup jelas.
85
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
302. Paragraf 2
Pelestarian Sumber Daya Genetik bagi
Spesies Target
303. Pasal 56
(1) Pelestarian sumber daya genetik bagi spesies target sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 dilakukan melalui:
304. a. inventarisasi spesies target untuk pengembangan basis data sumber daya genetik spesies
target;
Cukup jelas.
305. b. pelestarian sumber daya genetik
spesies target dalam kondisi in-situ; dan
Pelestarian sumber daya genetik
spesies target in-situ ditujukan untuk
melindungi keanekaragaman sumber
daya genetik dan keaslian spesies di
dalam habitat aslinya.
306. c. pelestarian sumber daya genetik spesies target dalam kondisi ex-situ.
Pelestarian sumber daya genetik
spesies target ex-situ dilakukan untuk
melindungi keanekaragaman sumber
daya genetik namun di luar habitat
aslinya.
307. (2) Dalam rangka pelestarian sumber daya genetik spesies target, Menteri
menyusun dan melaksanakan strategi konservasi genetik bagi
Cukup jelas.
86
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
spesies target berdasarkan hasil
inventarisasi spesies target sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a.
308. (3) Ketentuan mengenai pelestarian sumber daya genetik bagi spesies
target sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Peraturan pemerintah mengenai
pelestarian sumber daya genetik bagi
spesies target setidaknya memuat:
a. penyelenggaraan inventarisasi
spesies target;
b. strategi konservasi genetik
c. pengembangan basis data hasil
inventarisasi dan riset serta
penanggung jawab basis data dan
riset.
309. Pasal 57
Pelestarian sumber daya genetik
spesies target dalam kondisi in-situ
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
56 ayat (1) huruf b dilakukan
terhadap:
310. a. spesies dilindungi; dan Cukup jelas.
311. b. spesies yang diperdagangkan atau
bernilai komersial serta spesies yang mendukung budidaya.
Cukup jelas.
87
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
312. Pasal 58
Pelestarian sumber daya genetik
spesies target dalam kondisi in-situ
terhadap spesies dilindungi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
57 huruf a dilakukan dengan:
313. a. menjaga populasi di dalam maupun di luar kawasan konservasi;
Menjaga populasi di dalam maupun di
luar kawasan konservasi termasuk
juga menyelamatkan spesimen
tumbuhan yang berfungsi sebagai
induk, termasuk pohon-pohon induk
untuk pengembangbiakan tumbuhan
baik secara alami maupun buatan
termasuk pengembangan kebun
benih/bibit di lokasi habitat di luar
kawasan konservasi yang diketahui
merupakan habitat asli spesies
tumbuhan target.
314. b. menyelamatkan populasi terisolasi dan memindahkan ke lokasi yang
memungkinkan terjadinya transfer materi genetik; dan/atau
Cukup jelas.
315. c. memelihara habitat, mempertahankan dan
mengupayakan ketersambungan antar-habitat untuk menjamin adanya transfer materi genetik
Mengupayakan ketersambungan antar-
habitat dapat dilakukan diantaranya
melalui penetapan koridor habitat, baik
alami maupun buatan.
88
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
antar-wilayah habitat.
316. Pasal 59
Pelestarian sumber daya genetik
spesies target dalam kondisi in situ
terhadap spesies yang diperdagangkan
atau bernilai komersial serta spesies
yang mendukung budidaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
57 huruf b dilakukan dengan:
317. a. menjaga dan mengendalikan populasi di dalam maupun di luar kawasan konservasi di dalam
wilayah penyebarannya;
Menjaga populasi di dalam maupun di
luar kawasan konservasi termasuk
juga menyelamatkan spesimen
tumbuhan yang berfungsi sebagai
induk, termasuk pohon-pohon induk
untuk pengembangbiakan tumbuhan
baik secara alami maupun buatan.
318. b. mengembangkan kebun benih atau
bibit di lokasi habitat yang diketahui merupakan habitat asli spesies tumbuhan target;
Cukup jelas.
319. c. memulihkan atau restorasi populasi yang terdegradasi dengan spesimen asli setempat; dan/atau
Cukup jelas.
320. d. memelihara habitat, mempertahankan dan
mengupayakan ketersambungan
Cukup jelas.
89
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
antar habitat untuk menjamin
adanya transfer materi genetik antar wilayah habitat.
321. Pasal 60
Pelestarian sumber daya genetik
dalam kondisi ex-situ sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1)
huruf c dilakukan dengan:
322. a. memelihara dan mengembangbiakkan satwa atau perbanyakan tumbuhan secara
buatan di lembaga konservasi ex- situ atau di tempat lain di luar
habitat aslinya bagi spesimen hidup;
Pemeliharaan spesimen hidup satwa
terancam punah di dalam lembaga
konservasi ex-situ seperti kebun
binatang atau taman satwa lainnya
kebun botani, kebun raya, atau taman
lainnya.
323. b. mengembangbiakan satwa di dalam lingkungan terkontrol di luar
habitatnya atau perbanyakan tumbuhan secara buatan di dalam kondisi terkontrol di luar
habitatnya;
Mencegah terjadinya perkawinan
kerabat (in-breeding) dalam rangka
mempertahankan kebugaran genetik
populasi di luar habitatnya.
324. c. perbanyakan tumbuhan secara
buatan di dalam kondisi terkontrol di luar habitatnya atau di habitat alami lekat lahan; dan
Cukup jelas.
325. d. mengawetkan spesimen atau materi genetik seperti semen beku, biji,
Cukup jelas.
90
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
atau materi genetik lainnya di
dalam alat penyimpan yang dirancang khusus untuk itu.
326. Paragraf 3
Pemulihan Keanekaragaman Sumber
Daya Genetik
Cukup jelas.
327. Pasal 61
(1) Pemulihan keanekaragaman
sumber daya genetik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54
ditujukan bagi spesies target yang
mengalami penurunan
keanekaragaman sumber daya
genetik.
Spesies-spesies target yang mengalami
penurunan keanekaragaman genetik
adalah spesies target yang mengalami
kepunahan lokal atau kepunahan
spesies di habitat alam yang
mengalami erosi keragaman
genetiknya.
328. (2) Pemulihan keanekaragaman sumber daya genetik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
329. a. relokasi atau translokasi spesies;
Cukup jelas.
330. b. penanaman dan/atau pengkayaan tumbuhan;
Cukup jelas.
331. c. pelepasliaran satwa hasil
pengembangbiakan, hasil
Cukup jelas.
91
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
penyelamatan dalam kondisi ex-situ, dan/atau hasil rehabilitasi;
332. d. pengendalian untuk
mempertahankan kemurnian spesies;
Cukup jelas.
333. e. pertukaran spesies antar lembaga konservasi ex-situ
zoologi atau botani; dan/atau
Lembaga konservasi ex-situ zoologi
atau botani, meliputi antara lain:
kebun binatang, taman satwa atau
kebun raya.
334. f. pemuliaan tumbuhan, uji provenan, peningkatan kualitas
genetik melalui penyerbukan buatan.
Kegiatan pemuliaan tumbuhan
dimaksudkan untuk mengembalikan
kualitas genetik ke kondisi asli.
335. (3) Dalam rangka pemulihan sumber daya genetik, Pemerintah Pusat dapat mengambil spesies tertentu
untuk indukan dari pemilik koleksi atau pengampu sumber daya
genetik.
Yang dimaksud spesies tertentu adalah
spesies yang secara populasi di alam
hampir punah namun dimiliki oleh
orang atau badan usaha.
336. (4) Ketentuan mengenai pemulihan
keanekaragaman sumber daya genetik bagi spesies target sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
337. Bagian Keempat
Pelestarian Ekosistem
92
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
338. Paragraf 1
Umum
339. Pasal 62
Pelestarian ekosistem diselenggarakan
dalam rangka menjaga keutuhan dan
keterwakilan, serta memelihara
keseimbangan, ketersambungan, dan
kemantapan ekosistem di dalam suatu
jejaring ekologi.
Cukup jelas.
340. Pasal 63
(1) Pelestarian ekosistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, meliputi:
341. a. pelestarian kawasan konservasi dan/atau kawasan ekosistem esensial; dan
Cukup jelas.
342. b. pemulihan ekosistem. Cukup jelas.
343. (2) Pelestarian kawasan konservasi dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
Cukup jelas.
344. (3) Pelestarian ekosistem dapat
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, sesuai
kewenangannya dan/atau
Cukup jelas.
93
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pemegang hak atau izin.
345. (4) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya
membentuk unit pengelola pelestarian ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3).
Yang dimaksud dengan unit pengelola
dapat berbentuk kesatuan pengelolaan
hutan atau unit pelaksana teknis pusat
atau daerah.
346. (5) Pengelolaan kawasan konservasi
oleh unit pengelola dilakukan dengan sistem zonasi sesuai dengan tujuan atau keperluannya.
Zonasi terdiri dari zona inti, zona
pemanfaatan, zona rimba/zona
pelindungan, zona tradisional, zona
religi, budaya, dan sejarah, zona
khusus.
Zona khusus adalah zona yang
ditetapkan untuk kepentingan aktivitas
kelompok masyarakat yang tinggal di
dalam dan/atau sekitar wilayah
tersebut sebelum ditunjuk atau
ditetapkan sebagai kawasan konservasi
atau ditetapkan untuk lokasi
kepentingan strategis yang tidak dapat
dielakkan.
347. Paragraf 2
Pelestarian Kawasan Konservasi
348. Pasal 64
94
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Pelestarian Cagar Alam dilakukan
dengan memperhatikan:
349. a. pelindungan ekosistem asli dan
integritas lingkungan dalam jangka panjang, spesies dan/atau fitur
keanekaragaman geologis yang unggul secara nasional;
Cukup jelas.
350. b. pengamanan contoh lingkungan alami; dan/atau
Cukup jelas.
351. c. pelindungan nilai-nilai kultural dan
spiritual terkait dengan alam.
Cukup jelas.
352. Pasal 65
Pelestarian Taman Nasional dilakukan
dengan memperhatikan:
353. a. pelindungan keanekaragaman hayati bersama dengan struktur
ekologis yang mendasari serta proses-proses lingkungan yang
mendukung serta pengembangan pendidikan dan rekreasi;
Cukup jelas.
354. b. pengabadian contoh keterwakilan wilayah fisiografis, komunitas biota, sumber daya genetik dan proses-
proses alam yang tak terganggu;
Cukup jelas.
355. c. penjagaan populasi dan kelompok
spesies asli yang viabel dan secara ekologis fungsional pada kerapatan
Cukup jelas.
95
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
yang mencukupi untuk melindungi
integritas dan daya tahan ekosistem dalam jangka panjang;
356. d. konservasi spesies yang mempunyai pergerakan luas, proses ekologis regional dan rute
migrasi;
Cukup jelas.
357. e. pengembangan pemanfaatan untuk
kepentingan religi, pendidikan, budaya, sejarah dan rekreasi sepanjang tidak merusak sumber
daya alam secara biologis atau ekologis;
Cukup jelas.
358. f. kebutuhan masyarakat hukum adat atau lokal, termasuk
pemanfaatan subsisten sumberdaya alam yang tidak berdampak buruk pada tujuan
utama pengelolaan; dan/atau
Cukup jelas.
359. g. pemberian sumbangan pada
ekonomi lokal melalui pemungutan hasil hutan non kayu atau pemanfaatan jasa lingkungan.
Yang dimaksud hasil hutan non kayu
dapat berupa madu, getah, buah di
zona khusus atau zona pemanfaatan
tradisional.
360. Pasal 66
Pelestarian Taman Wisata alam
dilakukan dengan memperhatikan:
96
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
361. a. pelindungan situs alami yang khas
dengan nilai-nilai religi atau budaya dan yang mempunyai nilai konservasi keanekaragaman hayati;
Cukup jelas.
362. b. pengabadian contoh keterwakilan wilayah fisiografis, komunitas biota,
sumber daya genetik dan proses alam yang tak terganggu;
Cukup jelas.
363. c. pelindungan fitur alam beserta keanekaragaman hayati dan habitat yang menyertainya yang
menjadi daya tarik utama kawasan untuk tujuan ekowisata; dan/atau
Cukup jelas.
364. d. pelindungan nilai religi atau budaya tradisional.
Cukup jelas.
365. Pasal 67
Pelestarian Suaka Margasatwa
dilakukan dengan memperhatikan:
366. a. pemeliharaan, pelindungan, dan
pemulihan populasi spesies tumbuhan liar dan satwa liar
beserta habitatnya;
Cukup jelas.
367. b. pelindungan pola vegetasi atau fitur biologis lainnya melalui pendekatan
pengelolaan;
Cukup jelas.
368. c. pelindungan potongan (fragmen)
habitat yang merupakan komponen
Cukup jelas.
97
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dari strategi konservasi suatu
bentang alam darat dan/atau perairan;
369. d. pengembangan pendidikan dan apresiasi publik mengenai kepedulian terhadap spesies dan
habitat; dan/ atau
Cukup jelas.
370. e. keberadaan penduduk yang tinggal
berdampingan atau bersentuhan dengan kawasan yang ditetapkan.
Cukup jelas.
371. Pasal 68
Pelestarian Taman Buru dilakukan
dengan memperhatikan:
372. a. pemeliharaan, pelindungan, dan
peningkatan populasi spesies dan habitat;
Cukup jelas.
373. b. pelindungan pola-pola vegetasi atau fitur biologis lainnya melalui pendekatan-pendekatan
pengelolaan;
Cukup jelas.
374. c. pelindungan potongan (fragmen)
habitat yang merupakan komponen dari strategi konservasi suatu
bentang alam di daratan dan perairan; dan/ atau
Cukup jelas.
375. d. pengembangan pendidikan dan apresiasi publik mengenai
Cukup jelas.
98
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kepedulian spesies dan habitat.
376. Pasal 69
Pelestarian Taman Hutan Raya
dilakukan dengan memperhatikan:
377. a. pelindungan dan penjagaan bentang alam hutan termasuk pesisir yang dapat dipadukan
dengan pelestarian nilai-nilai lain yang tercipta dari interaksi dengan manusia melalui praktek-praktek
pengelolaan tradisional bersama dengan kegiatan konservasi
keanekaragaman hayati;
Cukup jelas.
378. b. pemeliharaan keseimbangan
interaksi antara alam dengan budaya melalui pelindungan bentang alam darat/laut serta
pendekatan tradisional pengelolaan kawasan, masyarakat, budaya dan nilai-nilai spiritual yang
menyertainya;
Cukup jelas.
379. c. penyelenggaraan konservasi dalam
skala luas dengan cara menjaga spesies yang berasosiasi dengan
wilayah budaya dan/atau melalui penyediaan kesempatan konservasi pada bentang alam yang secara
intensif dimanfaatkan;
Cukup jelas.
99
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
380. d. ketersediaan kesempatan bagi
kesenangan, kesejahteraan, dan kegiatan sosial ekonomi melalui rekreasi dan turisme; dan/atau
Cukup jelas.
381. e. ketersediaan kerangka kerja untuk mendukung peran serta
masyarakat dalam pengelolaan bentang alam dan kekayaan alam
serta budaya yang ada.
Cukup jelas.
Paragraf 3
Pelestarian Kawasan Ekosistem
Esensial
Cukup jelas.
382. Pasal 70
Pelestarian daerah penyangga
kawasan konservasi dilakukan dengan
memperhatikan keberadaan dan
peranan masyarakat di sekitar
kawasan konservasi untuk
berpartisipasi dalam pelestarian
keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
383. Pasal 71
Pelestarian koridor ekologis atau
ekosistem penghubung dilakukan
Cukup jelas.
100
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dengan memperhatikan terjaminnya
pergerakan atau pertukaran individu
antar populasi satwa atau pergerakan
faktor-faktor biotik untuk mencegah
terjadinya dampak buruk pada habitat
yang terfragmentasi pada populasi
karena in-breeding dan penurunan
keanekaragaman genetik akibat erosi
genetik yang sering terjadi pada
populasi yang terisolasi.
384. Pasal 72
Pelestarian areal dengan nilai
konservasi tinggi dilakukan dengan
memperhatikan:
385. a. kelestarian nilai-nilai
keanekaragaman hayati;
Yang dimaksud memperhatikan
kelestarian nilai-nilai keanekaragaman
hayati adalah memperhatikan unsur
atau faktor seperti endemisme, spesies
langka, pengungsian, atau
persinggahan spesies migran.
386. b. keberadaan bentang alam yang
cukup luas yang didalamnya terdapat populasi yang viabel dari mayoritas spesies yang tinggal
secara alami pada pola alami dari distribusi dan kelimpahan spesies
Cukup jelas.
101
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
tersebut;
387. c. pelindungan spesies yang masuk dalam status pelindungan spesies;
Cukup jelas.
388. d. pelestarian keberadaan areal yang menjadi ketergantungan dari
masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan dasar dan/atau yang penting bagi identitas budaya
tradisional masyarakat lokal.
Yang dimaksud kebutuhan dasar
seperti subsisten atau kesehatan.
Yang dimaksud areal yang penting bagi
identitas tradisional masyarakat lokal
adalah kawasan yang diidentifikasi
penting secara budaya, ekologi,
ekonomi atau religi masyarakat lokal.
Pasal 73
389. Pelestarian areal konservasi kelola masyarakat dilakukan dengan memperhatikan kelestarian
keanekaragaman hayati yang memiliki hubungan saling ketergantungan dan menyatu di dalam identitas
masyarakat untuk kehidupan atau kesejahteraan.
Cukup jelas.
390. Pasal 74
Pelestarian taman keanekaragaman
hayati dilakukan dengan
memperhatikan penyelamatan
tumbuhan lokal, menjadi sumber
Cukup jelas.
102
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
bibit, pemuliaan tanaman, dan sarana
pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, pendidikan dan
penyuluhan, serta menjadi lokasi
wisata alam dan sebagai ruang
terbuka hijau.
391. Pasal 75
Pelestarian Kawasan Ekosistem seperti
Ekosistem Leuser dilakukan dengan
memperhatikan terjaminnya
kelestarian fungsi kawasan, dengan
tetap memperhatikan keberadaan dan
peranan masyarakat di sekitar
kawasan untuk berpartisipasi dalam
pelestarian keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
392. Paragraf 3
Pemulihan Ekosistem
393. Pasal 76
(1) Pemulihan ekosistem sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1)
huruf b dilakukan dalam rangka
mengembalikan unsur-unsur dan
Pada Ekosistem yang telah
terdegradasi dapat dilaksanakan
kegiatan rehabilitasi dan
pemulihan/restorasi.
Rehabilitasi dilaksanakan sebatas
103
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
proses ekologis pada kawasan. untuk menambah populasi pada
bagian ekosistem yang terganggu
dengan jenis asli atau yang tumbuh
secara alami di kawasan tersebut.
Pemulihan ekosistem, dapat disebut
juga dengan restorasi ekosistem,
merupakan proses memperbaiki
ekosistem yang terdegradasi, rusak,
hancur atau telah ditransformasi
dengan membantu mengembalikan
integritas ekologis ke tingkat yang
mendekati asalnya.
394. (2) Pemulihan ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada ekosistem yang telah
mengalami degradasi, rusak, hancur, atau ditransformasi.
Yang dimaksud dengan:
a. ekosistem yang mengalami
degradasi adalah ekosistem yang
menurun integritas ekologisnya;
b. ekosistem rusak adalah hilangnya
sebagian besar kehidupan
makroskopik beserta
kesalingtergantungannya;
c. ekosistem hancur adalah hilangnya
seluruh kehidupan makroskopik
dan mikroskopik beserta
kesalingtergantungannya termasuk
telah terjadi deforestasi atau lahan
gundul;
d. ekosistem yang telah
ditransformasi adalah ekosistem
104
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
yang telah dikonversi menjadi
ekosistem buatan.
395. (3) Pemulihan ekosistem sebagaimana dimaksud pada (1) dan ayat (2)
dapat dilakukan di seluruh kategori kawasan, baik pada kawasan yang dibebani hak maupun pada tanah
negara.
Cukup jelas.
396. Pasal 77
(1) Kegiatan pemulihan ekosistem sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76 dilakukan bersamaan atau didahului dengan menghilangkan faktor penyebab kerusakan,
degradasi atau transformasi.
Cukup jelas.
397. (2) Pemulihan ekosistem sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
398. a. sepenuhnya suksesi alam; Yang dimaksud dengan pemulihan
ekosistem dengan cara yang
sepenuhnya suksesi alam (fully natural
succession) adalah kegiatan pemulihan
ekosistem tanpa campur tangan
manusia dimana ekosistem
dikembalikan ke tingkat aslinya
dengan sepenuhnya diserahkan pada
mekanisme alam. Unsur pengelolaan
105
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
hanya membantu dengan pengamanan
kawasan dan menghilangkan faktor
penyebab kerusakan.
399. b. suksesi alam yang dibantu
manusia; dan/atau
Yang dimaksud dengan pemulihan
ekosistem dengan cara suksesi alam
yang dibantu manusia (assisted natural
succession) adalah pemulihan dengan
suksesi alam dimana hanya sedikit
campur tangan manusia, seperti
melalui pengkayaan tumbuhan dan
satwa asli, bantuan penyerbukan,
bantuan irigasi dan bantuan minor
lainnya.
400. c. pengembalian unsur-unsur dan proses ekologis suatu ekosistem sepenuhnya dengan bantuan
manusia.
Kegiatan pemulihan ekosistem dengan
pengembalian unsur-unsur dan proses
ekologis suatu ekosistem sepenuhnya
dengan bantuan manusia (fully
artificial succession). Namun tetap
dijaga keaslian ekosistem dan jenisnya.
401. Pasal 78
(1) Pemulihan ekosistem di dalam kawasan konservasi dilakukan untuk seluruh kategori kawasan
konservasi sesuai dengan derajat kerusakannya.
Cukup jelas.
106
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
402. (2) Kawasan Cagar Alam atau zona inti
Taman Nasional hanya dapat dilakukan pemulihan dengan cara sepenuhnya suksesi alami atau
suksesi alami yang dibantu manusia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 77 ayat (2) huruf a atau huruf b.
Sesuai dengan tujuan penetapan dan
tujuan pengelolaan kawasan
konservasi kategori Cagar Alam atau
zona inti taman nasional dikelola
dalam kondisi asli bagi kepentingan
riset dan ilmu pengetahuan. Oleh
sebab itu maka pemulihan ekosistem
cagar alam atau zona inti taman
nasional yang telah rusak, hancur atau
ditransformasi harus dilakukan dengan
suksesi secara alami sepenuhnya
maupun dibantu, dengan
menghilangkan faktor-faktor penyebab
kerusakan dan melindungi agar faktor-
faktor tersebut tidak kembali.
403. (3) Kawasan konservasi selain
kawasan Cagar Alam dan zona inti Taman Nasional dapat dipulihkan dengan metoda sepenuhnya dengan
bantuan manusia.
Cukup jelas.
404. (4) Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, dan pemegang hak atas tanah wajib melakukan evaluasi
terhadap kondisi kawasan sesuai dengan hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
Cukup jelas.
107
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
405. Pasal 79
(1) Dalam rangka pemulihan kawasan Cagar Alam atau zona inti Taman Nasional yang telah rusak, hancur
atau ditransformasi, Menteri dapat menetapkan penurunan status
zonasi kawasan cagar alam atau zona inti taman nasional dengan jangka waktu tertentu.
Cagar alam atau zona inti taman
nasional yang telah rusak, hancur atau
ditransformasi sehingga tidak dapat
memenuhi tujuan penetapannya untuk
tetap dikelola dalam kondisi ekosistem
asli maka berdasarkan evaluasi dapat
diubah menjadi kawasan konservasi
kategori lainnya oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk, atau dalam hal
zona inti taman nasional dapat diubah
menjadi zona lain yang sesuai.
406. (2) Penurunan kategori atau status
zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan untuk
kebutuhan pemulihan.
Cukup jelas.
407. (3) Kawasan cagar alam atau zona inti taman nasional yang telah
mengalami penurunan status zonasi pada ayat (3) dapat
dipulihkan dengan pengembalian unsur-unsur dan proses ekologis suatu ekosistem sepenuhnya
dengan bantuan manusia sebagaimana dimaksud pada Pasal 77 ayat (2) huruf c.
Cukup jelas.
408. (4) Masa berlaku perubahan status/kategori atau status zonasi
dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
berdasarkan perencanaan
Cukup jelas.
108
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pemulihan.
409. Pasal 80
(1) Untuk setiap kegiatan pemulihan
ekosistem, setiap pengelola kawasan yang hendak dilakukan
pemulihan wajib membuat perencanaan pemulihan berdasarkan standar capaian atas
kondisi akhir.
Tujuan pemulihan di dalam rencana
pemulihan ekosistem berisi target yaitu
kondisi akhir yang diinginkan sampai
tahap mana ekosistem akan
dipulihkan. Kondisi akhir yang
diinginkan (Desired Future
Conditions/DFC) merupakan kondisi
ekosistem yang menggambarkan
tujuan akhir atau titik akhir dari
kegiatan pemulihan atau restorasi,
yang dapat berupa ekosistem yang
telah berfungsi dan berlaku seperti
pada masa asal sebelum terjadi
kerusakan, atau kondisi optimal yang
tidak memungkinkan pengembalian ke
tingkat aslinya karena
mempertimbangkan keberadaan
manusia dan dampaknya yang tak
dapat dikembalikan ke tingkat semula,
atau kondisi optimal karena beberapa
komponen ekosistem sudah tidak
dapat dikembalikan ke ekosistem
aslinya.
410. (2) Perencanaan pemulihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi tata cara pemulihan
Cukup jelas.
109
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
ekosistem.
411. (3) Standar capaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat berdasarkan atribut pulihnya ekosistem yang direstorasi.
Cukup jelas.
412. (4) Standar capaian atas kondisi akhir sebagaimana dimasud pada ayat (1)
merupakan alat untuk mengukur keberhasilan kegiatan pemulihan ekosistem sesuai dengan tujuan
pemulihan.
Cukup jelas.
413. Pasal 81
(1) Untuk setiap kegiatan pemulihan ekosistem wajib ditetapkan
ekosistem rujukan.
Ekosistem rujukan atau ekosistem
referensi adalah ekosistem contoh yang
dapat berupa areal yang tidak
terganggu atau relatif tidak terganggu
yang berada di dekat areal yang akan
direstorasi atau dapat berupa deskripsi
tertulis dari bentang alam asli areal
tersebut yang dipakai sebagai
pertimbangan dalam menetapkan
tujuan restorasi dan kondisi akhir yang
diinginkan.
414. (2) Ekosistem rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ekosistem pembanding yang masih
utuh atau relatif utuh, dan atau informasi mengenai sejarah
Ekosistem rujukan dapat juga dilihat
melalui potret udara, citra satelit atau
hasil studi, dan lain-lain pada saat
ekosistem yang akan dipulihkan belum
110
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
ekosistem kawasan tersebut untuk
menilai ketercapaian pemulihan.
mengalami kerusakan yang merupakan
informasi mengenai sejarah ekosistem
kawasan. Informasi mengenai sejarah
ekositem di tempat tersebut dapat
digunakan sebagai contoh dengan
menggunakan hasil riset lama, foto
udara lama, citra satelit lama, dan lain-
lain informasi sebelum terjadinya
kerusakan daerah tersebut.
415. Pasal 82
(1) Ekosistem yang dipulihkan
dianggap telah pulih apabila memperlihatkan kombinasi beberapa karakteristik kriteria atau
atribut pulihnya ekosistem.
Cukup jelas.
416. (2) Ketentuan mengenai kriteria dan
standar keberhasilan pemulihan ekosistem atau atribut pulihnya
ekosistem yang dipulihkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta pemulihan atau restorasi
ekosistem diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
417.
Pasal 83 Cukup jelas.
111
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
(1) Kegiatan pemulihan ekosistem
kawasan konservasi di atas tanah negara dan wilayah perairan dapat dilakukan melalui mekanisme kerja
sama pemulihan ekosistem antara Pemerintah Pusat dan/ atau
Pemerintah Daerah, dengan para pihak.
418. (2) Pemerintah dapat menerbitkan izin pemulihan kepada:
Dengan pertimbangan tertentu, seperti
tingkat kerusakan ekosistem, kondisi
geografis, ketertarikan para pihak
untuk melakukan kerjasama
pemulihan, pada areal tertentu
pemerintah dapat menetapkan pihak
lain, melalui mekanisme izin untuk
melakukan pemulihan ekosistem
Izin dimaksud dapat dikaitkan dengan
pemanfaatan jasa lingkungan seperti
jasa penyimpanan dan penyerapan
karbon.
419. a. Badan Usaha Milik Negara
(BUMN)/ Badan Usaha Milik Swasta (BUMS);
Cukup jelas.
420. b. lembaga swadaya masyarakat; Cukup jelas.
421. c. yayasan; Cukup jelas.
422. d. lembaga pendidikan; dan/atau Cukup jelas.
112
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
423. e. masyarakat lokal. Cukup jelas.
424. (3) Kerja sama pemulihan ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diselenggarakan dalam rangka tujuan non-komersial.
Cukup jelas.
425.
426. Pasal 84
Ketentuan lebih lanjut mengenai
mekanisme pemulihan ekosistem dan
kerja sama pemulihan ekosistem
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
427. BAB IV
PEMANFAATAN KEANEKARAGAMAN
HAYATI
428. Bagian Kesatu
Umum
429. Pasal 85
Pemanfaatan secara lestari
keanekaragaman hayati
diselenggarakan dalam rangka:
113
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
430. a. mendukung pelindungan
keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud pada Undang-undang ini; dan
Pemanfaatan lestari merupakan
pemanfaatan komponen-komponen
keanekaragaman hayati dengan cara
dan pada laju yang tidak menyebabkan
penurunan dalam jangka panjang,
dengan demikian potensinya dapat
dipertahankan untuk memenuhi
kebutuhan dan aspirasi generasi masa
kini dan generasi mendatang.
431. b. menunjang kesejahteraan
masyarakat secara berkeadilan dan berkesinambungan.
Cukup jelas.
432.
Pasal 86
Pemanfaatan keanekaragaman hayati
wajib tidak bertentangan dengan:
433. a. peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Cukup jelas.
434. b. norma agama; Cukup jelas.
435. c. norma adat istiadat; dan Cukup jelas.
436. d. ketertiban umum. Cukup jelas.
437.
Pasal 87
114
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
(1) Pemanfaatan lestari
keanekaragaman hayati
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 85 meliputi:
438. a. pemanfaatan spesies; Cukup jelas.
439. b. pemanfaatan sumber daya
genetik;
Cukup jelas.
440. c. pemanfaatan ekosistem. Cukup jelas.
441. (2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui pengaturan
dan pengendalian pemanfaatan oleh Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
Cukup jelas.
442. Pasal 88
(1) Pemanfaatan lestari sebagaimana dimaksud Pasal 85 dilaksanakan
untuk tujuan non-komersial dan komersial.
Cukup jelas.
443. (2) Pemanfaatan non-komersial sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bertujuan memberikan manfaat yang secara nyata tidak mengandung kegiatan untuk
mendapatkan keuntungan
Pemanfaatan non-komersial
mengandung arti bahwa dengan
memanfaatkan unsur keanekaragaman
hayati tersebut, pelaku tidak
mendapatkan kompensasi finansial
115
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
ekonomi. atau ekonomi apapun bagi produk
maupun jasa yang diberikannya.
Pemanfaat tidak dapat menggunakan
‘jasa’ keanekaragaman hayati untuk
membantu pemanfaat mengembangkan
produk atau jasa dimana ada
kompensasi ekonomi di dalamnya.
444. (3) Pemanfaatan komersial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan mendapatkan
keuntungan ekonomi berupa kompensasi finansial.
Suatu kegiatan dapat dikategorikan
sebagai komersial apabila tujuannya
adalah untuk memperoleh keuntungan
ekonomi, baik tunai ataupun tidak,
dan diarahkan untuk dijual kembali,
dipertukarkan, penyediaan jasa atau
bentuk-bentuk lain pemanfaatan atau
keuntungan ekonomi. Istilah untuk
utamanya tujuan komersial harus
dilihat dari sisi tujuan akhir
pemanfaatan baik di dalam negeri
maupun negara lain sebagai tujuan
diedarkannya spesimen tumbuhan
atau satwa liar maupun materi atau
sampel genetik, serta harus dibatasi
seluas mungkin sehingga suatu
transaksi yang tidak seluruhnya non-
komersial harus dianggap sebagai
komersial. Oleh sebab itu seluruh
pemanfaatan dimana aspek non-
komersialnya tidak nyata-nyata
116
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
merupakan tujuan utama harus
dianggap sebagai pemanfaatan
komersial, sehingga larangan-larangan
seperti akses pada sumberdaya genetik
terkait, pemanfaatan spesies dilindungi
dan pemanfaatan tertentu pada
kawasan konservasi berlaku padanya.
445. Pasal 89
Pemanfaatan lestari untuk tujuan
komersial dan non-komersial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
88 dilakukan berdasarkan izin
pemanfaatan dari Menteri.
Cukup jelas.
446. Bagian Kedua
Pemanfaatan Spesies
447. Paragraf 1
Umum
448. Pasal 90
Pemanfaatan spesies secara lestari
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
117
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
87 ayat (1) huruf a diselenggarakan
berdasarkan ketentuan mengenai:
449. a. sumber spesimen dan sistem produksi;
Cukup jelas.
450. b. pemanfaatan non-komersial dan komersial.
Cukup jelas.
451. Pasal 91
Dalam rangka pemanfaatan spesies
tumbuhan dan satwa liar Pemerintah
Pusat menunjuk:
452. a. satu atau lebih lembaga
pemerintah atau kementerian yang bertanggung jawab dalam konservasi spesies sebagai Otorita
Pengelola; dan/atau
Cukup jelas.
453. b. satu atau lebih lembaga pemerintah
yang bertangggung jawab di bidang penelitian atau riset ilmiah sebagai
Otorita Ilmiah.
Cukup jelas.
454. Paragraf 2
Sumber Spesimen dan Sistem
Produksi
118
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
455.
Pasal 92
(1) Pemanfaatan spesimen tumbuhan liar dan satwa liar bersumber pada
3 (tiga) sistem produksi, yaitu:
Termasuk dalam spesimen adalah
spesimen mati, yaitu barang atau
produk yang diperjual-belikan yang
dinyatakan dalam kemasan dan atau
diiklankan di dalam media massa yang
dinyatakan mengandung bagian-bagian
atau turunan-turunan dari jenis yang
dilindungi mutlak atau terbatas, tanpa
harus dibuktikan terlebih dahulu
kebenaran dari pernyataan tersebut.
456. a. sistem produksi spesimen
tumbuhan atau satwa yang bersumber dari populasi di
dalam habitat alamnya atau dari kondisi in-situ bagi spesies dikendalikan dan dipantau;
Produksi spesimen dari habitat alam
yang berasal dari spesies dilindungi
tidak dapat digunakan untuk tujuan
komersial, namun spesies satwa
dilindungi hasil pembinaan populasi di
dalam kawasan konservasi dalam hal
populasi dan habitatnya
memungkinkan dapat dijadikan satwa
buru pada perburuan terkendali.
457. b. sistem produksi spesimen
tumbuhan atau satwa di dalam kondisi atau lingkungan yang
terkontrol di luar habitat alamnya atau penangkaran;
Cukup jelas.
458. c. sistem produksi spesimen tumbuhan atau satwa dari sumber impor atau pemasukan
dari luar negeri.
Cukup jelas.
119
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
459. (2) Sumber spesimen hasil produksi
spesimen dari spesies tumbuhan
atau satwa di dalam habitat
alamnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dilakukan
terhadap spesies dikendalikan
dan/atau spesies dipantau sesuai
dengan ketentuan mengenai
pelindungan spesimen dari kategori
spesies dikendalikan dan dipantau
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45, Pasal 46 dan Pasal 48.
Cukup jelas.
460. (3) Sumber spesimen hasil produksi spesimen dari spesies tumbuhan atau satwa di dalam kondisi ex-situ
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bagi spesies dilindungi
dilakukan melalui:
461. a. pengembangbiakan satwa liar di
dalam lingkungan yang terkontrol untuk tujuan komersial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b; dan/atau
Cukup jelas.
462. b. perbanyakan tumbuhan secara buatan untuk dikembalikan lagi ke habitat alam atau untuk
tujuan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat
Cukup jelas.
120
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
(1) huruf d.
463. (4) Sumber spesimen hasil produksi spesimen dari spesies tumbuhan
atau satwa di dalam kondisi ex-situ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bagi spesies
dikendalikan dan dipantau dilakukan melalui:
464. a. pembesaran spesimen hidup
spesies satwa liar tertentu dari
habitat alam di dalam
lingkungan terkontrol
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 47 ayat (1); dan/atau
Cukup jelas.
465. b. pengembangbiakan satwa liar di
dalam lingkungan yang
terkontrol atau perbanyakan
tumbuhan secara buatan dalam
kondisi terkontrol sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat
(1).
Cukup jelas.
466. (5) Sumber spesimen dari hasil impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan spesimen
hasil pemasukan dari luar negeri dari spesies dilindungi, spesies
dikendalikan, dan/atau spesies dipantau.
Cukup jelas.
121
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
467. Pasal 93
(1) Seluruh kegiatan pemanfaatan spesimen dari spesies tumbuhan
liar dan/atau satwa liar hanya dapat dilakukan dari sumber spesimen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 92 melalui pengendalian dan/atau
pembatasan.
Cukup jelas.
468. (2) Pengendalian dan/atau pembatasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bagi spesimen yang bersumber dari
kondisi in situ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) huruf a dilakukan melalui:
469. a. penetapan kuota penangkapan atau pengambilan;
Cukup jelas.
470. b. pembatasan kelas-kelas ukuran atau kelompok umur;
Cukup jelas.
471. c. perlakuan buka-tutup musiman daerah penangkapan atau
pengambilan; dan/atau
Cukup jelas.
472. d. pembatasan alat tangkap atau
penggiliran penangkapan.
Cukup jelas.
473. (3) Pengendalian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bagi spesimen yang bersumber dari
122
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kondisi ex-situ dilakukan melalui:
474. a. pemantauan produksi spesimen tumbuhan atau satwa liar dari
kondisi ex-situ; dan
Cukup jelas.
475. b. pengembangan basis data
produksi spesimen tumbuhan atau satwa liar dari kondisi ex-situ.
Cukup jelas.
476. (4) Otorita Pengelola melakukan
pengendalian sebagaimana dimaksud ayat (2) setelah mendapatkan rekomendasi dari
Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati.
Cukup jelas.
477. Paragraf 3
Pemanfaatan non-Komersial dan
Komersial
478. Pasal 94
(1) Pemanfaatan spesies secara lestari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dapat dilakukan untuk
kepentingan non-komersial dan komersial.
Pemanfaatan spesies secara lestari
dapat berupa kegiatan memanfaatkan
spesimen tumbuhan atau satwa secara
langsung baik spesimen hidup, mati,
bagian-bagiannya atau turunan dari
padanya.
Yang dimaksud dengan
pemanfaatan jenis secara lestari
123
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
adalah bahwa kegiatan pemanfaatan:
a. didasarkan pada informasi ilmiah
dan prinsip kehati-hatian agar
pemanfaatannya tidak merusak
populasi di habitat alamnya;
b. memperhatikan praktik budaya
tradisional;
c. merupakan upaya mendukung
pemulihan populasi spesies yang
terancam punah.
479. (2) Pemanfaatan spesies secara lestari
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
480. a. penelitian dan/atau pengembangan;
Cukup jelas.
481. b. perdagangan; Cukup jelas.
482. c. peragaan; Cukup jelas.
483. d. tukar menukar; Cukup jelas.
484. e. medis; Cukup jelas.
485. f. pemeliharaan untuk
kesenangan;
Cukup jelas.
486. g. kepentingan religi atau budaya; Cukup jelas.
487. h. budidaya; dan/atau Cukup jelas.
124
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
488. i. komersialisasi informasi yang
didapat dari kegiatan pemanfaatan spesies.
Cukup jelas.
489. Pasal 95
(1) Spesimen dari spesies dilindungi
yang berasal dari habitat alam hanya dapat dimanfaatkan untuk tujuan non-komersial.
Spesimen yang berasal dari habitat
alam merupakan spesimen dari spesies
satwa maupun tumbuhan yang
ditanggkap pertama kali dalam kondisi
in situ atau dari habitat alamnya (wild
caught). Spesimen tersebut tetap
merupakan spesimen yang berasal dari
alam walaupun telah berada di dalam
kondisi eks-situ selama hidupnya.
Spesies Dilindungi hanya dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan melalui riset ilmiah
dan/atau penyelamatan spesies yang
bersangkutan. Spesies dilindungi
harus dilindungi secara ketat.
490. (2) Spesimen dari spesies dikendalikan
dan spesies dipantau yang berasal dari kondisi in-situ maupun ex-situ
dapat dimanfaatkan untuk keperluan non-komersial dan komersial.
Dalam rangka mengurangi tekanan
terhadap populasi tertentu di habitat
alam maka pengembangbiakan satwa
liar dapat dilakukan untuk tujuan
komersial.
491. Pasal 96
(1) Pemanfaatan spesimen satwa liar
Cukup jelas.
125
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dan/atau tumbuhan liar untuk
tujuan penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2)
huruf a dapat dilakukan untuk tujuan non-komersial dan
komersial.
492. (2) Penelitian dan pengembangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menggunakan spesies dilindungi dan dikendalikan hanya
dapat dilakukan dengan izin Menteri.
Cukup jelas.
493. (3) Penelitian atau pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk
mendukung :
494. a. konservasi spesies; Cukup jelas.
495. b. budidaya tanaman atau hewan; Budidaya tanaman atau hewan
termasuk diantaranya pengembangan
hortikultura, pengembangan tanaman
pangan, pengembangan tanaman
hutan industri, pengembangan hewan
peliharaan atau pengembangan hewan
ternak dengan menggunakan
tumbuhan atau satwa liar sebagai
induk, benih atau bibit.
496. c. kesehatan, termasuk biomedis; Yang dimaksud kesehatan adalah
kegiatan pemanfaatan untuk
126
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
atau kepentingan kesehatan satwa,
lingkungan dan manusia, termasuk
pengembangan farmasi.
497. d. pengembangan ilmu
pengetahuan.
Penelitian dan pengembangan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan
berupa penelitian dasar dan tidak
secara langsung merupakan penelitian
terapan.
498. (4) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terhadap satwa wajib dilakukan
dengan menjunjung tinggi etika penelitian penggunaan hewan sebagai obyek penelitian.
Cukup jelas.
499. (5) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) tunduk pada ketentuan-ketentuan mengenai pemanfaatan
sumber daya genetik dalam hal adanya unsur-unsur mengenai akses terhadap sumber daya
genetik dan bioprospeksi.
Cukup jelas.
500. Pasal 97
(1) Pengambilan contoh spesimen dapat dilakukan untuk kegiatan
penelitian dan pengembangan.
Pengambilan contoh spesimen dalam
rangka penelitian atau pengembangan
dilakukan dengan tidak mematikan
atau tidak mengakibatkan kematian
pada satwa atau tumbuhan.
127
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
501. (2) Setiap orang dilarang mengambil
contoh spesimen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari spesies dilindungi dengan cara membunuh
satwa atau mematikan tumbuhan atau yang dapat mengakibatkan
terbunuhnya satwa atau matinya tumbuhan.
Cukup jelas.
502. (3) Pengangkutan dan pemindahan ke luar negeri/ekspor serta pengambilan contoh spesimen
satwa dan/atau atau tumbuhan dari spesies dilindungi hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri.
Cukup jelas.
503. Pasal 98
(1) Perdagangan spesimen dari spesies tumbuhan liar dan satwa liar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 94 ayat (2) huruf b, hanya dapat dilakukan bagi spesies dikendalikan dan spesies dipantau.
Cukup jelas.
504. (2) Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk perdagangan di dalam negeri dan perdagangan luar negeri.
Cukup jelas.
505. (3) Perdagangan di dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh pengumpul dan
Pengumpul dan pengedar dalam negeri
terdaftar termasuk juga pengumpul
dan pedagang perantara untuk tujuan
128
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pengedar dalam negeri terdaftar. ekspor serta pedagang yang menjual
spesimen di dalam negeri termasuk di
pasar-pasar satwa.
506. (4) Perdagangan luar negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh eksportir dan
atau importir terdaftar dengan spesimen yang berasal dari pengumpulan dan peredaran dalam
negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau dari spesimen impor.
Cukup jelas.
507. (5) Perdagangan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa ekspor, impor, dan re-
ekspor.
Cukup jelas.
508. (6) Spesimen perdagangan dalam
negeri maupun luar negeri hanya dapat dilakukan dari sumber resmi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).
Cukup jelas.
509. Pasal 99
(1) Lembaga terdaftar yang bergerak di bidang konservasi ex-situ dapat
melakukan peragaan tumbuhan dan/atau satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2)
Cukup jelas.
129
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
huruf c untuk pengembangan
pendidikan dan pariwisata alam.
510. (2) Peragaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berbentuk peragaan menetap atau peragaan keliling.
Cukup jelas.
511. (3) Peragaan menetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya
dapat dilakukan oleh lembaga konservasi ex-situ.
Cukup jelas.
512. (4) Peragaan keliling sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya merupakan bagian dari peragaan
menetap.
Cukup jelas.
513. (5) Peragaan keliling spesies satwa
dilindungi hanya dapat dilakukan dari spesimen anakan generasi
kedua dan generasi berikutnya.
Cukup jelas.
514. (6) Peragaan menetap maupun keliling
spesimen satwa hidup wajib memenuhi ketentuan tentang kesejahteraan hewan.
Cukup jelas.
515.
Pasal 100
(1) Tukar menukar satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf d dapat dilakukan dalam
rangka meningkatkan
Tukar menukar satwa dari spesies
dilindungi dilakukan untuk
mendapatkan pasangan induk
pengembangbiakan yang secara
genetik bermutu baik.
130
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
keanekaragaman genetik satwa dari
kategori spesies dilindungi di Taman Satwa atau Kebun Binatang atau lembaga pengembangbiakan
satwa.
516. (2) Tukar menukar satwa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk spesies
yang sama di dalam negeri oleh dan antar-pemerintah, Taman Satwa, atau lembaga pengembangbiakan
satwa komersial yang diakui Pemerintah Pusat.
Tukar menukar satwa dari spesies
dilindungi dilakukan untuk utamanya
tujuan konservasi sehingga hanya
dapat dilakukan oleh Pemerintah,
lembaga konservasi eks-situ atau
lembaga pengembangbiakan satwa
komersial.
517. (3) Peningkatan keanekaragaman
genetik dari kategori spesies dilindungi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang berada di luar negeri hanya dapat dilakukan melalui peminjaman.
Cukup jelas.
518. (4) Tukar menukar spesimen dari kategori spesies dilindungi yang
ditujukan selain dari yang dimaksud oleh ayat (1) baik di dalam maupun dengan pihak luar
negeri hanya dapat dilakukan terhadap spesimen satwa generasi
kedua atau generasi berikutnya hasil pengembangbiakan satwa di dalam lingkungan terkontrol.
Yang dimaksud tukar menukar satwa
dari spesies dilindungi untuk tujuan
selain pengembangbiakan antara lain
adalah tukar menukar untuk tujuan
koleksi satwa pada kebun binatang
dimana dapat dilakukan untuk spesies
yang berbeda atau hadiah negara
kepada negara sahabat.
Yang dimaksud dengan generasi
pertama hasil pengembangbiakan
satwa adalah anakan-anakan hasil
131
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pengembangbiakan dari induk-induk
yang salah satu atau kedua-duanya
merupakan spesimen yang berasal dari
alam.
519. Pasal 101
Pemanfaatan spesimen untuk tujuan
pemeliharaan atau koleksi untuk
kesenangan dari spesies tumbuhan
maupun satwa,sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 94 ayat (2) huruf f, untuk
dikendalikan dan dipantau hanya
dapat dilakukan dari spesimen
perdagangan dalam negeri atau impor.
Cukup jelas.
520.
Pasal 102
Masyarakat hukum adat atau
masyarakat lokal dapat memanfaatkan
spesimen tumbuhan atau satwa
dikendalikan dan/atau dipantau dari
habitat alam untuk tujuan adat, religi,
atau pemenuhan kebutuhan sehari-
hari sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 94 ayat (2) huruf g tanpa harus
mengikuti ketentuan mengenai
sumber spesimen dan ketentuan
perizinan.
Cukup jelas.
132
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
521. Pasal 103
Ketentuan mengenai satwa dilindungi
tetap berlaku bagi masyarakat hukum
adat atau masyarakat lokal, kecuali
bila dinyatakan lain oleh Menteri.
Cukup jelas.
522. Pasal 104
(1) Pemanfaatan untuk penyediaan bibit atau benih tumbuhan atau satwa dengan mengambil spesimen
dari alam untuk tujuan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf h, bagi
spesies dilindungi dapat dilakukan dengan izin Menteri dalam hal:
523. a. hasil perkembangbiakan satwa atau perbanyakan buatan tumbuhan yang ada pada
kondisi ex-situ tidak memadai; atau
Cukup jelas.
524. b. diperuntukkan bagi masyarakat lokal atau sekitar habitat.
Cukup jelas.
525. (2) Pemanfaatan untuk penyediaan bibit atau benih tumbuhan atau
satwa dengan mengambil spesimen dari alam untuk tujuan budidaya sebagaimana dimaksud dalam ayat
Cukup jelas.
133
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
(1) bagi spesies dikendalikan dan
spesies dipantau disesuaikan dengan ketentuan mengenai sumber spesimen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 92.
526. (3) Pemanfaatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dalam hal terkait dengan
pemanfaatan sumber daya genetik wajib mematuhi ketentuan tentang akses terhadap sumber daya
genetik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Cukup jelas.
527. Pasal 105
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pemanfaatan spesies sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 94, Pasal 95,
Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99,
Pasal 100, Pasal 101, Pasal 102, Pasal
103, dan Pasal 104 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
528. Bagian Ketiga
Pemanfaatan Sumber Daya Genetik
134
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
529. Paragraf 1
Umum
530. Pasal 106
Pengaturan pemanfaatan sumber daya
genetik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 ayat (1) huruf b dan/atau
pengetahuan tradisional yang terkait
dengannya sedikitnya meliputi:
531. a. kepemilikan; Cukup jelas.
532. b. akses; Cukup jelas.
533. c. pembagian keuntungan; Cukup jelas.
534. d. hak kekayaan intelektual; dan Cukup jelas.
535. e. keamanan hayati. Cukup jelas.
536. Pasal 107
Pengaturan pemanfaatan sumber daya
genetik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 106 dilakukan dengan
memperhatikan:
537. a. asal usul kepemilikan sumber daya Cukup jelas.
135
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
genetik;
538. b. hak kekayaan intelektual bagi individu atau komunal;
Cukup jelas.
539. c. hak masyarakat atas pengetahuan tradisional yang dimilikinya;
Cukup jelas.
540. d. keamanan hayati atas hasil rekayasa genetik; dan
Cukup jelas.
541. e. kaidah-kaidah etika dan norma agama dalam rekayasa genetik.
Cukup jelas.
542. Paragraf 2
Kepemilikan Sumber Daya Genetik
543. Pasal 108
(1) Sumber daya genetik di wilayah
Republik Indonesia dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Cukup jelas.
544. (2) Masyarakat hukum adat,
masyarakat lokal dan/atau Pemerintah menjadi penyedia atau pengampu sumber daya genetik
dan/atau pengetahuan yang terasosiasi dengannya.
Cukup jelas.
545. (3) Masyarakat hukum adat dan/ atau masyarakat lokal menjadi penyedia atau pengampu sumber daya
Cukup jelas.
136
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
genetik dan pengetahuan
tradisional yang dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
546. (4) Pemerintah menjadi penyedia atau pengampu sumber daya genetik selain yang dimaksud pada ayat (3).
Cukup jelas.
547. (5) Pemerintah Pusat menetapkan pengampu pengetahuan tradisional
yang terasosiasi dengan sumber daya genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan bidang perlindungan hak
kekayaan intelektual.
Cukup jelas.
548. Paragraf 3
Akses terhadap Sumber Daya Genetik
549. Pasal 109
(1) Akses terhadap sumber daya genetik sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 106 huruf b dilakukan untuk kegiatan yang
bertujuan komersial dan non-komersial
Yang dimaksud dengan kegiatan yang
bertujuan komersial apabila kegiatan
tersebut ditujukan untuk memperoleh
keuntungan ekonomi, baik tunai
ataupun tidak, atau untuk
menghasilkan teknologi yang bernilai
niaga tinggi, dan diarahkan untuk
dijual kembali, dipertukarkan,
penyediaan jasa atau bentuk-bentuk
lain pemanfaatan atau keuntungan
137
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
ekonomi
Sedangkan yang dimaksud dengan
kegiatan yang bertujuan non-komersial
apabila penelitian tersebut ditujukan
untuk memanfaatkan unsur
keanekaragaman hayati, dimana
pengakses tidak mendapatkan
kompensasi finansial atau ekonomi
apapun bagi produk maupun jasa yang
diberikannya.
550. (2) Kegiatan komersial yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
kegiatan bioprospeksi dan bioteknologi.
Cukup jelas.
551. (3) Kegiatan non-komersial yang dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan untuk:
552. a. penelitian eksplorasi; Cukup jelas.
553. b. penelitian forensik; Cukup jelas.
554. c. penelitian pertahanan; Cukup jelas.
555. d. koleksi herbarium atau museum; Cukup jelas.
556. e. kegiatan konservasi spesies; dan/atau
Cukup jelas.
557. f. kegiatan non-komersial lainnya. Cukup jelas.
138
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
558. Pasal 110
Setiap orang yang mengakses sumber
daya genetik dan/atau pengetahuan
tradisional yang terasosiasi dengan
sumber daya genetik untuk tujuan
non-komersial wajib:
559. a. memberitahu Dewan sebelum kegiatan akses dilakukan;
Cukup jelas.
560. b. mendapatkan PADIA untuk akses; dan
Persetujuan yang Diberitahukan Atas
Informasi Awal (PADIA) atau prior
informed consent (PIC) adalah
persetujuan dari pemilik atau
penguasa sumberdaya sumberdaya
genetik yang diberikan atas dasar
informasi-informasi mengenai tujuan
serta konteks mengakses sumberdaya
sumberdaya genetik dari pemohon
akses.
561. c. memiliki izin akses. Cukup jelas.
562. Pasal 111
Izin akses sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 110 huruf c
diterbitkan berdasarkan PADIA akses.
Cukup jelas.
139
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
563. Pasal 112
(1) Izin akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 huruf c
dikecualikan bagi perguruan tinggi atau lembaga pemerintah yang berwenang di bidang penelitian dan
pengembangan sumber daya genetik.
Cukup jelas.
564. (2) Ketentuan pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
565. a. perguruan tinggi/ lembaga pemerintah yang bekerja sama dan didanai oleh perorangan
dan/atau lembaga asing; dan
Cukup jelas.
566. b. badan usaha Indonesia yang
bekerja sama dengan orang asing atau badan usaha Indonesia yang mayoritas
kepemilikan sahamnya dimiliki oleh asing atau perusahaan
induk dari badan usaha itu merupakan orang atau badan usaha asing.
Cukup jelas.
567. Pasal 113
Setiap orang atau badan usaha yang
mengakses dan mengembangkan
140
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
sumber daya genetik untuk tujuan
komersial wajib:
568. a. memberitahu Dewan sebelum
kegiatan akses dilakukan;
Cukup jelas.
569. b. mendapatkan PADIA untuk akses; Cukup jelas.
570. c. memiliki izin akses; Cukup jelas.
571. d. mendapatkan PADIA untuk
pengembangan sebelum kegiatan akses dilakukan;
Cukup jelas.
572. e. melakukan kesepakatan bersama; dan
Cukup jelas.
573. f. memiliki izin pengembangan. Cukup jelas.
574. Pasal 114
(1) Izin akses dan/atau izin pengembangan diterbitkan oleh menteri atau kepala lembaga
pemerintah terkait sesuai kewenangannya.
Cukup jelas.
575. (2) Menteri atau kepala lembaga terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan
kewenangan menerbitkan izin akses kepada pejabat di lingkungan
kementerian atau lembaga yang dipimpinnya.
Cukup jelas.
141
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
576. Pasal 115
(1) Setiap orang yang mengakses sumber daya genetik untuk tujuan
non-komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (3) dapat mengubah tujuan aksesnya
menjadi tujuan komersial.
Cukup jelas.
577. (2) Setiap orang yang hendak
melakukan perubahan tujuan akses dari non-komersial menjadi komersial atau mengakses hasil
akses non-komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
578. a. mendapatkan PADIA baru untuk tujuan pengembangan;
Cukup jelas.
579. b. melakukan kesepakatan bersama; dan
Cukup jelas.
580. c. mendapatkan izin pengembangan.
Cukup jelas.
581. Pasal 116
(1) PADIA sekurang-kurangnya memuat informasi:
582. a. badan yang menerbitkan izin; Cukup jelas.
583. b. tanggal penerbitan izin; Cukup jelas.
142
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
584. c. penyedia sumber daya genetik; Cukup jelas.
585. d. tanda pengenal otentik atas izin yang diakses;
Cukup jelas.
586. e. orang atau badan penerima sumber daya genetik;
Cukup jelas.
587. f. sumber daya genetik yang dimintakan izin;
Cukup jelas.
588. g. konfirmasi bahwa telah dibentuk kesepakatan bersama;
Cukup jelas.
589. h. konfirmasi bahwa PADIA telah diterima; dan
Cukup jelas.
590. i. keterangan pemanfaatan untuk
komersial dan/atau non komersial.
Cukup jelas.
591. (2) Perolehan PADIA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat penyedia atau
pengampu sepanjang masih diakui keberadaannya dan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Cukup jelas.
592. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
PADIA diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
143
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
593. Pasal 117
(1) Setiap warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan akses dan
pengembangan terhadap sumber daya genetik wajib bermitra dengan
lembaga nasional di bidang penelitian dan pengembangan di bidang sumber daya genetik yang
telah terakreditasi.
Cukup jelas.
594. (2) Setiap warga negara asing, badan
usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan akses dan pengembangan terhadap sumber
daya genetik memiliki kewajiban bagi peneliti dalam negeri untuk:
595. a. memberikan akses pada teknologi dan transfer teknologi;
Cukup jelas.
596. b. meningkatkan kapasitas; dan Cukup jelas.
597. c. kewajiban lainnya sesuai
peraturan perundang-undangan.
Cukup jelas.
598. (3) Dalam hal lembaga di bidang
penelitian dan pengembangan yang telah terakreditasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum ada, maka perorangan warga negara asing, badan usaha asing,
dan/atau pemerintah asing yang
Cukup jelas.
144
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
akan melakukan akses terhadap
sumber daya genetik wajib bekerja sama dengan lembaga pemerintah di bidang penelitian dan
pengembangan yang ditunjuk oleh Menteri yang berwenang.
599. Pasal 118
Pemegang izin akses wajib:
600. a. melaporkan secara berkala hasil
penelitian atas sumber daya genetik dan/atau pengetahuan
yang terasosiasi dengan sumber daya genetik yang diakses kepada pemberi izin.
Cukup jelas.
601. b. melaporkan hasil kegiatan akses sumber daya genetik dan/atau
pengetahuan yang terasosiasi dengan sumber daya genetik pada masa berakhirnya akses.
Cukup jelas.
602. c. melakukan kegiatan sesuai dengan izin akses.
Cukup jelas.
603. Pasal 119
Pemegang izin pengembangan wajib:
145
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
604. a. melakukan pembagian
keuntungan kepada penyedia atau pengampu sumber daya genetik;
Cukup jelas.
605. b. melaporkan secara berkala hasil pemanfaatan atau
pengembangan sumber daya genetik dan/atau pengetahuan
yang terasosiasi dengannya kepada pemberi izin; dan
Cukup jelas.
606. c. melakukan kegiatan sesuai
dengan izin pengembangan.
Cukup jelas.
607. Pasal 120
Setiap orang atau badan usaha yang
akan membawa atau memindahkan
hasil akses sumber daya genetik ke
luar negeri wajib mendapat
Persetujuan Pemindahan Material dari
penyedia atau pengampu dengan
persetujuan Menteri/Kepala Lembaga
Pemerintah non-Kementerian yang
berwenang.
Cukup jelas.
608. Pasal 121
Setiap penyedia atau pengampu
sumber daya genetik dan pengetahuan
Cukup jelas.
146
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
yang terasosiasi dengannya wajib
memberikan keterangan sebenar-
benarnya kepada pengakses sumber
daya genetik tentang kepemilikan
sumber daya genetik dan pengetahuan
yang terasosiasi dengan sumber daya
genetik.
609. Paragraf 4
Pembagian Keuntungan
610. Pasal 122
(1) Keuntungan yang timbul dari
adanya penelitian dan/atau pengembangan dari produk atau proses yang dikembangkan dari
sampel komponen atau materi sumber daya genetik atau
pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengan sumber daya genetik wajib dibagi secara adil dan
berimbang kepada penyedia dan/atau pengampu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119.
Cukup jelas.
611. (2) Keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa keuntungan moneter
Yang dimaksud dengan keuntungan
moneter dapat berupa pembayaran di
muka, pembayaran royalti, biaya
147
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dan/atau non-moneter. perizinan dalam kegiatan
komersialisasi, biaya khusus yang
harus dibayar untuk dana amanah
untuk mendukung konservasi dan
pemanfaatan secara berkelanjutan
keanekaragaman hayati, dan/atau
pendanaan penelitian usaha patungan
kepemilikan bersama atas hak
kekayaan intelektual yang relevan.
Yang dimaksud dengan keuntungan
non-moneter dapat berupa:
a. berbagi berupa penelitian dan
pengembangan;
b. kolaborasi, kerja sama, dan
kontribusi dalam program-program
penelitian ilmiah dan
pengembangan, khususnya
kegiatan penelitian bioteknologi;
c. partisipasi dalam pengembangan
produk;
d. kolaborasi, kerja sama, dan
kontribusi dalam pendidikan dan
pelatihan;
e. izin masuk untuk fasilitas eks-situ
sumber daya genetik dan untuk
basis data;
f. transfer pengetahuan dan teknologi
148
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
ke penyedia sumber daya genetik
dengan persyaratan yang adil dan
saling menguntungkan. Transfer
pengetahuan dan teknologi
dilakukan dengan cara yang
mudah, sederhana, dan cepat yang
diutamakan pada kegiatan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam
pengembangan sumber daya
genetik atau yang relevan dengan
konservasi dan pemanfaatan
berkelanjutan keanekaragaman
hayati;
g. memperkuat kapasitas untuk alih
teknologi;
h. pengembangan kapasitas
kelembagaan;
i. sumber daya manusia dan sumber
daya internal material untuk
memperkuat kapasitas administrasi
dan penegakan pengaturan akses;
j. pelatihan yang berkaitan dengan
sumber daya genetik ;
k. akses terhadap informasi ilmiah
yang relevan dengan konservasi
dan pemanfaatan secara
berkelanjutan keanekaragaman
hayati, termasuk persediaan hayati
149
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dan studi taksonomi;
l. kontribusi terhadap ekonomi lokal;
m. penelitian diarahkan kepada
prioritas kebutuhan dengan
memperhatikan penggunaan
sumber daya genetik;
n. hubungan kelembagaan dan
professional yang dapat timbul dari
perjanjian akses dan pembagian
keuntungan dan kegiatan kerja
sama selanjutnya;
o. manfaat pangan dan keamanan
mata pencarian;
p. pengakuan sosial; dan/atau
q. kepemilikan bersama hak kekayaan
intelektual yang relevan.
612. Pasal 123
Pembagian keuntungan ditentukan
berdasarkan kesepakatan bersama
sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini.
Cukup jelas.
613. Paragraf 5
Hak Kekayaan Intelektual terkait
150
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Sumber Daya Genetik
614. Pasal 124
Teknologi, inovasi atau invensi yang
dikembangkan dari sampel materi
atau komponen sumber daya genetik
atau pengetahuan tradisional yang
diperoleh sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-undang ini dapat
diajukan untuk mendapatkan
pelindungan Hak Kekayaan
Intelektual.
Cukup jelas.
615. Pasal 125
(1) Pelindungan hak kekayaan intelektual tidak menghilangkan atau mengurangi hak masyarakat
hukum adat atau masyarakat lokal dalam pertukaran dan
penyebarluasan komponen-komponen sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang
dipraktekkan di dalam masyarakat hukum adat atau masyarakat lokal untuk kepentingan mereka sendiri
dan berdasarkan praktek-praktek adat atau tradisional.
Cukup jelas.
151
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
616. (2) Pelindungan hak kekayaan
intelektual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan kewajiban pengguna sumber daya
genetik dalam pembagian keuntungan yang adil dan
berimbang, serta akses pada teknologi dan transfer teknologi.
Cukup jelas.
617. Pasal 126
(1) Dalam mengajukan pelindungan hak kekayaan intelektual
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125, baik di dalam maupun
di luar negeri, pengusul wajib mencantumkan informasi mengenai asal-usul sumber daya genetik.
Cukup jelas.
618. (2) Pernyataan asal-usul sumber daya genetik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup pengakuan dan penilaian atas inovasi, praktek, dan pengetahuan tradisional yang
berasosiasi dengan sumber daya genetik.
Cukup jelas.
619. (3) Ketentuan mengenai kewajiban pencantuman informasi mengenai
asal usul sumber daya genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dicantumkan di dalam
Kesepakatan Bersama dan
Cukup jelas.
152
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Perjanjian Pengalihan Material.
620. (4) Ketentuan mengenai pelindungan hak kekayaan intelektual
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tunduk pada peraturan perundang-undangan mengenai
hak kekayaan intelektual.
Cukup jelas.
621. Paragraf 6
Pengendalian Pemanfaatan
Pengetahuan Tradisional
622. Pasal 127
(1) Pengendalian pemanfaatan
pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengan sumber daya genetik dilakukan melalui:
623. a. pengaturan pengakuan hak pengampu pengetahuan
tradisional untuk menentukan penggunaan/pemanfaatan pengetahuan tradisional yang
terasosiasi dengan sumber daya genetik; dan
Cukup jelas.
624. b. pendaftaran pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengan sumber daya genetik oleh
Cukup jelas.
153
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Pemerintah Pusat.
625. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian pemanfaatan
pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengan sumber daya genetik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
626. Paragraf 7
Keamanan Hayati
627. Pasal 128
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib mengendalikan
pemanfaatan bioteknologi modern yang menghasilkan produk rekayasa genetik.
Yang dimaksud dengan produk
rekayasa genetik dalam undang-
undang ini hanya terbatas kepada
produk hasil pemanfaatan
keanekaragaman hayati.
628. (2) Pemanfaatan bioteknologi modern sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (1) dilakukan untuk menjamin keamanan hayati dan dampaknya
terhadap keberlanjutan fungsi lingkungan hidup, kesehatan, keamanan pangan dan/atau
keamanan pakan, serta pertahanan nasional
Cukup jelas.
154
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
629. Pasal 129
Setiap orang yang melakukan
penelitian dan/atau pengembangan
produk rekayasa genetik wajib
mencegah dan menanggulangi dampak
negatif kegiatannya terhadap kondisi
keaneakaragaman hayati dan
kesehatan manusia.
Cukup jelas.
630. Pasal 130
Setiap orang yang mengedarkan
produk rekayasa genetik dari hasil
bioteknologi modern wajib
mendapatkan persetujuan dari
lembaga yang berwenang di bidang
keamanan hayati beradasarkan hasil
audit mandiri atas potensi dampak.
Yang dimaksud dengan potensi
dampak dilakukan terhadap dampak
lingkungan, keanekaragaman hayati,
kesehatan, pangan, pakan, dan bidang
lainnya yang terkait.
631. Pasal 131
Setiap orang yang melakukan ekspor
produk rekayasa genetik dari hasil
bioteknologi modern wajib:
632. a. memberikan informasi yang akurat
tentang produk rekayasi genetik
Cukup jelas.
155
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
tersebut; dan
633. b. menyampaikannya terlebih dahulu kepada lembaga yang berwenang di
bidang keamanan hayati untuk pengujian keamanan.
Cukup jelas.
634. Pasal 132
Setiap orang yang melakukan impor
produk rekayasa genetik dari hasil
bioteknologi modern wajib
mendapatkan rekomendasi aman dari
lembaga yang berwenang di bidang
keamanan hayati.
Cukup jelas.
635. Pasal 133
Setiap orang yang memasukan
produk rekayasa genetik hasil
pemanfaatan bioteknologi modern ke
Indonesia wajib mendapatkan
persetujuan dari lembaga yang
berwenang di bidang keamanan
hayati.
Persetujuan diberikan setelah melalui
analisis resiko dampak lingkungan,
keanekaragaman hayati, kesehatan,
pangan, pakan, dan dampak lainnya
yang terkait.
636. Pasal 134
(1) Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah wajib
Yang dimaksud dengan pemanfaatan
produk rekayasa genetik dalam
undang-undang ini hanya terbatas
156
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
melakukan tindakan segera untuk
mengatasi kerusakan akibat lepas atau dilepaskannya produk rekayasa genetik, spesies invasif
asing atau mikroorganisme invasif ke media lingkungan.
kepada produk hasil pemanfaatan
keanekaragaman hayati.
637. (2) Tindakan segera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan:
638. a. karantina; Cukup jelas.
639. b. tindakan pemulihan; Cukup jelas.
640. c. investigasi terhadap asal usul lepasnya produk rekayasa
genetik atau spesies invasif asing; dan/atau
Cukup jelas.
641. d. tindakan lainnya. Yang dimaksud dengan tindakan
lainnya merupakan tindakan
pencegahan dan penanggulangan
pencemaran dan/atau kerusakan serta
pemulihan kondisi keanekaragaman
hayati guna menjamin tidak akan
terjadi atau terulangnya dampak
negatif terhadap keanekaragaman
hayati.
642. (3) Setiap orang yang melepaskan produk rekayasa genetik, spesies
invasif asing atau mikroorganisme invasif sebagaimana dimaksud
Cukup jelas.
157
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pada ayat (1) bertanggung jawab
atas segala kerugian yang timbul.
643. Pasal 135
Ketentuan lebih lanjut mengenai
keamanan hayati sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 128, Pasal 129,
Pasal 130, Pasal 131, Pasal 132, Pasal
133 dan Pasal 134 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
644. Bagian Keempat
Pemanfaatan Ekosistem
645. Pasal 136
(1) Pemanfaatan ekosistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) pada kawasan
konservasi huruf c berupa :
646. a. pemanfaatan untuk kepentingan
penelitian dan/atau pendidikan;
Cukup jelas.
647. b. pemanfaatan jasa ekosistem; Yang dimaksud dengan pemanfaatan
jasa ekosistem adalah pemanfaatan
jasa lingkungan dalam kawasan
konservasi antara lain berupa wisata
158
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
alam, penyimpanan dan/atau
penyerapan karbon, air, energi air,
energi angin, energi panas matahari,
dan panas bumi.
648. c. pemanfaatan kawasan untuk
kepentingan strategis; dan/atau
Kepentingan pembangunan yang
bersifat strategis antara lain berupa:
a. jalan umum untuk membuka isolasi
wilayah;
b. menara komunikasi;
c. jaringan listrik atau air;
d. pembangunan sarana pertahanan
Negara, sarana pendidikan umum
sampai dengan tingkat sekolah
dasar; atau
e. sarana pengamatan dan/atau
pengendalian bencana alam.
649. d. pemanfaatan ekosistem
restorasi.
Cukup jelas.
650. e. pemanfaatan tradisional. Pemanfaatan ekosistem tradisional,
dimaksudkan untuk kegiatan budidaya
tradisional oleh masyarakat
local/masyarakat hukum adat yang
telah ada dan tinggal didalam areal
sebelum penetapan kawasan
konservasi, dilaksnakan pada zone
tradisional atau zona khusus
159
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
651. (2) Pemanfaatan ekosistem
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan izin pemanfaatan dengan tetap
memperhatikan hak-hak tradisional masyarakat lokal atau masyarakat
hukum adat.
Cukup jelas.
652. (3) Pemanfaatan ekosistem dilakukan
dengan penggunaan standar teknik dan teknologi yang terbaik.
Cukup jelas.
653. (4) Standar teknik dan teknologi yang
terbaik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) menjadi salah satu
persyaratan penerbitan izin pemanfaatan.
Cukup jelas.
654. (5) Persyaratan penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
655. Pasal 137
(1) Pemanfaatan ekosistem sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 136 ayat (1), dapat dilakukan pada semua kawasan kecuali Cagar Alam dan zona inti Taman
Nasional.
Pemanfaatan ekosistem disesuaikan
dengan status kawasan, kategori
kawasan konservasi beserta tujuan
pengelolaan dan zonasinya.
Kegiatan pemanfaatan ekosistem
diselenggarakan berdasarkan rencana
pengelolaan.
656. (2) Cagar Alam dan zona inti Taman
Nasional hanya dapat
Yang dimaksud wisata alam terbatas
160
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dimanfaatkan untuk kegiatan
penelitian, pendidikan, dan jasa wisata alam terbatas.
meliputi wisata kunjungan terbatas
tanpa diikuti kegiatan pembangunan
sarana/prasarana.
657. Pasal 138
(1) Pemanfaatan ekosistem untuk kepentingan strategis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 136 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d
dilakukan berdasarkan hasil kajian ilmiah oleh lembaga ilmiah yang ditunjuk Menteri.
Lembaga ilmiah dimaksud adalah
badan penelitian dan pengembangan
kementerian yang diserahi tugas dan
tanggung-jawab bidang konservasi
keanekaragaman hayati atau
perguruan tinggi yang memiliki tenaga
profesional konservasi
keanekaragaman hayati.
658. (2) Kajian ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari persyaratan izin
Menteri.
Cukup jelas.
659. (3) Kajian ilmiah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) setidaknya meliputi:
Cukup jelas.
660. a. kajian resiko terhadap ekosistem;
Cukup jelas.
661. b. kajian alternatif kebijakan; Cukup jelas.
662. c. kajian upaya dan rencana mitigasi resiko;
Cukup jelas.
663. d. kajian penggunaan standar teknis dan teknologi yang
terbaik untuk kepentingan
Cukup jelas.
161
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
perlindungan ekosistem;
664. e. deskripsi rencana usaha dan/atu kegiatan yang akan
dikaji;dan
Cukup jelas.
665. f. hasil pelibatan masyarakat. Cukup jelas.
666. Pasal 139
(1) Pemerintah dapat memberikan insentif kepada penyelenggara
pemulihan atau restorasi, dalam bentuk:
667. a. Pemanfaatan komersial terbatas ekosistem yang telah direstorasi;
Pemanfaatan komersial terbatas dapat
berupa pariwisata alam, perdagangan
karbon, pembayaran jasa air, dan
pemanfaatan hasil hutan non kayu.
668. b. Penundaan pembayaran kewajiban penyetoran
iutan/pajak.
Cukup jelas.
669. (2) Pengaturan lebih lanjut mengenai insentif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri.
Cukup jelas.
670. Pasal 140
(1) Dalam rangka pemberian insentif
kepada pihak yang bekerja sama dalam pemulihan ekosistem yang telah direstorasi dapat
Tujuan komersial dari kegiatan
pemulihan ekosistem terbatas pada
kegiatan pemanfaatan ekosistem
berupa pariwisata alam, perdagangan
162
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dimanfaatkan untuk tujuan
komersial terbatas dengan izin pemanfaatan ekosistem restorasi dari Menteri.
karbon, pembayaran jasa air,
pemanfaatan hasil hutan kayu atau
non kayu.
671. (2) Tujuan komersial terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disesuaikan dengan status kawasan yang dipulihkan.
Status kawasan adalah fungsi kawasan
seperti kawasan konservasi, kawasan
hutan produksi, kawasan hutan
lindung, dsb. Di dalam kawasan
konservasi, maka tidak boleh ada
pemanfaatan yang bersifat ekstraktif
seperti pemanenan hasil hutan kayu.
Pasal 141
672. (1) Pemegang izin pemanfaatan
ekosistem restorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1)
wajib membayar iuran usaha.
Izin pemanfaatan ekosistem restorasi
tidak dapat diterbitkan atau dapat
dicabut kembali apabila ada indikasi
bahwa pemanfaatan komersial tersebut
dapat menghambat pemulihan
ekosistem.
673. (2) Pemegang izin pemanfaatan ekosistem restorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
674. a. menyusun rencana pemanfaatan;
Cukup jelas.
675. b. melakukan pengamanan pada areal yang akan direstorasi;dan
Cukup jelas.
163
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
676. c. melibatkan dan memberdayakan
masyarakat setempat.
Cukup jelas.
677. Pasal 142
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pemanfaatan ekosistem sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 136, Pasal 137,
Pasal 138, Pasal 139, Pasal 140 dan
Pasal 141 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Cukup jelas.
Pasal 143
678. (1) Pemanfaatan ekosistem
dilaksanakan sesuai dengan tujuan
penetapan kawasan.
679. (2) Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah atau pemegang hak pada
kawasan ekosistem esensial
menyusun rencana pengelolaan
kawasan, guna optimalisasi
pemanfaatan yang berkelanjutan.
680. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang
pemanfaatan ekosistem pada
kawasan ekosistem esensial diatur
dalam peraturan menteri.
164
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
681. BAB V
PENGAMANAN
682. Bagian Kesatu
Kepolisian Khusus
683. Pasal 144
Dalam rangka pengamanan
penyelenggaraan konservasi
keanekaragaman hayati, pejabat yang
bertanggung jawab di bidang
konservasi keanekaragaman hayati
sesuai dengan sifat dan pekerjaannya
diberikan wewenang kepolisian
khusus.
Yang dimaksud dengan pejabat yang
bertanggung jawab di bidang
konservasi keanekaragaman hayati
yang diberikan wewenang kepolisian
khusus pada Pasal 142 ayat (1) adalah
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
diangkat sebagai pejabat fungsional
Polisi Khusus Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
684. Pasal 145
Pejabat yang diberi wewenang
kepolisian khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 144,
berwenang untuk:
685. a. mengadakan penjagaan, patroli/perondaan di dalam dan
di luar kawasan kawasan konservasi atau di wilayah
Cukup jelas.
165
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
hukumnya;
686. b. memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan
pengangkutan hasil kawasan konservasi di wilayah hukumnya;
Cukup jelas.
687. c. memeriksa setiap orang yang keluar atau masuk kawasan
konservasi serta setiap orang yang berada di kawasan konservasi.
Cukup jelas.
688. d. menerima laporan tentang terjadinya tindak pidana yang
menyangkut konservasi keanekaragaman hayati;
Cukup jelas.
689. e. mencari dan meminta keterangan terkait tindak pidana yang menyangkut konservasi
keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
690. f. mencari dan mengamankan
barang bukti tindak pidana yang menyangkut konservasi
keanekaragaman hayati;
Cukup jelas.
691. g. dalam hal tertangkap tangan, menangkap tersangka dan
mengamankan barang bukti untuk diserahkan kepada
penyidik;
Cukup jelas.
692. h. melakukan tindakan Cukup jelas.
166
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
penangkapan, larangan
meninggalkan tempat, penggeledahan dan/atau penahanan atas perintah
penyidik;
693. i. membuat dan menandatangani
laporan dan berita acara;
Cukup jelas.
694. j. membawa dan menghadapkan
orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan atas perintah penyidik.
Cukup jelas.
695. Pasal 146
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Kepolisian Khusus diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
696. Bagian Kedua
Penyuluhan
697. Pasal 147
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib memberikan penyuluhan dalam rangka
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana di bidang konservasi
Cukup jelas.
167
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
keanekaragaman hayati.
698. (2) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara terintegrasi dengan subsistem kawasan konservasi dan program pada tiap tingkatan
administrasi pemerintahan.
Cukup jelas.
699. (3) Pelaksanaan penyuluhan dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Cukup jelas.
700. BAB VI
PENYIDIKAN, ALAT BUKTI, DAN
BARANG RAMPASAN
701. Bagian Kesatu
Penyidikan
702. Pasal 148
Penyidikan tindak pidana di bidang
keanekaragaman hayati dilakukan
berdasarkan hukum acara yang
berlaku, kecuali ditentukan lain dalam
Undang-Undang ini.
Cukup jelas.
168
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
703. Pasal 149
(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu
di lingkungan instansi Pemerintah yang tugas dan tanggung jawabnya
di bidang konservasi keanekaragaman hayati diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana.
Pejabat Pegawai Negeri Sipil terdiri dari
PPNS Lingkungan dan/atau PPNS
Kehutanan.
704. (2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu di lingkungan instansi
Pemerintah yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Cukup jelas.
705. (3) Dalam melakukan penyidikan tindak pidana konservasi keanekaragaman hayati, Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), berwenang:
706. a. menerima laporan atau
pengaduan tentang adanya tindak pidana dan melakukan pemeriksaan atas kebenaran
Cukup jelas.
169
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
laporan atau keterangan;
707. b. memanggil seseorang untuk diperiksa dan dimintai
keterangan sebagai saksi atau tersangka;
Cukup jelas.
708. c. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti,
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain yang dapat dijadikan bukti;
Cukup jelas.
709. d. melakukan penyadapan untuk kepentingan penyelidikan dan
penyidikan;
710. e. melakukan penangkapan
dan/atau penahanan tersangka sementara;
Cukup jelas.
711. f. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana;
Cukup jelas.
712. g. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan
dokumen lain;
Cukup jelas.
713. h. memotret dan/atau merekam
melalui media audio visual terhadap tersangka, dan/atau barang bukti;
Cukup jelas.
714. i. meminta bantuan dan/atau Cukup jelas.
170
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
keterangan ahli;
715. j. memberikan tanda pengaman dan mengamankan tempat
dan/atau barang yang dapat dijadikan sebagai alat bukti terjadinya tindak pidana di
bidang konservasi;
Cukup jelas.
716. k. membuat dan menandatangani
berita acara pemeriksaan dan/atau surat-surat lain yang diperlukan untuk kepeningan
penyidikan tindak pidana konservasi keanekaragaman
hayati; dan
Cukup jelas.
717. l. melakukan penghentian
penyidikan; dan
Cukup jelas.
718. m. melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk mendukung
penyidikan tindak pidana konservasi.
719. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut
umum.
Cukup jelas.
720. Pasal 150
Untuk memperoleh bukti permulaan
Cukup jelas.
171
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
yang cukup, penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1)
dapat menggunakan laporan yang
berasal dari masyarakat dan/atau
instansi terkait.
721. Pasal 151
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1) berhak
meminta kepada lembaga jasa pengiriman, penyelenggara komunikasi, bank dan
penyelenggara jasa keuangan lainnya untuk:
722. a. membuka, memeriksa, dan menyita surat atau kiriman
melalui pos, serta jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
tindak pidana konservasi keanekaragaman hayati yang sedang diperiksa; dan/atau
Cukup jelas.
723. b. meminta informasi pembicaraan melalui telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk
mempersiapkan, merencanakan, dan/atau melakukan tindak pidana konservasi
Cukup jelas.
172
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
keanekaragaman hayati.
724. c. meminta keterangan kepada bank atau jasa keuangan
lainnya atau berkaitan dengan transaksi keuangan tersangka.
Cukup jelas.
725. (2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, hanya dapat dilakukan atas izin Ketua
Pengadilan Negeri setempat atas permintaan penyidik untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Cukup jelas.
726. (3) Ketua Pengadilan Negeri setempat wajib memberikan izin untuk
meminta informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam
waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya permintaan dari penyidik.
Cukup jelas.
727. (4) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaporkan serta dipertanggungjawabkan kepada pejabat berwenang.
Cukup jelas.
728. Pasal 152
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 149 ayat (1) melakukan penangkapan terhadap
orang yang berdasarkan bukti
Cukup jelas.
173
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
permulaan yang cukup melakukan
tindak pidana konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya untuk paling lama 2
x 24 (dua kali dua puluh empat) jam.
729. (2) Dalam hal waktu untuk pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum mencukupi, maka atasan langsung penyidik dapat memberi izin untuk
memperpanjang penangkapan tersebut untuk paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam.
Cukup jelas.
730. Bagian Kedua
Alat Bukti
731. Pasal 153
Alat bukti tindak pidana konservasi
keanekaragaman hayati, meliputi:
732. a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana;
Cukup jelas.
733. b. alat bukti lain berupa informasi
yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau
Cukup jelas.
174
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
yang serupa dengan itu;
dan/atau
734. c. data, rekaman, atau informasi
yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa
bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda
fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, berupa:
Cukup jelas.
735. d. tulisan, suara atau gambar; Cukup jelas.
736. e. peta, rancangan, foto, atau
sejenisnya; dan/atau
Cukup jelas.
737. f. huruf, tanda, angka, simbol,
atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca
atau memahaminya.
Cukup jelas.
738. Bagian Ketiga
Barang Rampasan
739. Pasal 154
(1) Benda dan/atau alat yang
digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana
Yang dimaksud dengan dirampas
untuk negara adalah bahwa disamping
dirampas sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-
175
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
konservasi keanekaragaman hayati
dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan.
Undang No. 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana, juga
memberikan kewenangan kepada
pejabat yang ditetapkan oleh
Pemerintah untuk menguasai,
memelihara, dan/atau menyelamatkan
tumbuhan dan satwa sebelum proses
pengadilan dilaksanakan.
740. (2) Benda dan/atau alat yang
digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana
konservasi keanekaragaman hayati dapat dilelang untuk negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Cukup jelas.
741. (3) Uang hasil pelelangan tindak pidana konservasi keanekaragaman
hayati disetor ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak, dipergunakan untuk
membiayai pemeliharaan barang rampasan tindak pidana konservasi
keanekaragaman hayati, dan sebagai insentif bagi petugas dan pihak-pihak yang berjasa.
Tanpa mengurangi arti dari ketentuan
perundang-undangan mengenai
pendapatan negara baik pajak maupun
bukan pajak, maka hasil lelang dari
spesimen tumbuhan dan satwa liar
hasil rampasan dapat secara langsung
dipergunakan untuk membiayai
kegiatan penegakan hukum.
Sesuai dengan ketentuan konvensi
internasional mengenai kontrol
perdagangan jenis-jenis flora dan fauna
sebagian hasil lelang juga dapat
digunakan sebagai insentif bagi
176
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
penegak hukum.
742. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penetapan keputusan penanganan spesimen rampasan, lelang,
pembiayaan penegakan hukum dan insentif bagi penegakan hukum diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut
antara lain diatur alternatif-alternatif
penanganan spesimen hasil rampasan
baik hidup maupun mati, termasuk
kriteria-kriteria dan syarat-syarat bagi
spesimen hasil rampasan yang akan
dikembalikan ke habitat alamnya.
Selain itu diatur tentang lelang
spesimen hasil temuan atau hasil
rampasan, termasuk pemanfaatan
uang hasil lelang bagi pembiayaan
penegakan hukum dan insentif bagi
penegak hukum yang berjasa.
743. Pasal 155
(1) Spesimen hidup tumbuhan dan/atau satwa dari kategori
spesies dilindungi yang dirampas untuk negara dititipkan kepada
lembaga-lembaga yang bergerak di bidang konservasi ex-situ.
Lembaga yang dimaksud pada ayat ini
dapat berupa lembaga pemerintah
maupun lembaga swadaya masyarakat,
seperti taman satwa, kebun botani,
museum zoologi, herbarium, pusat
penyelamatan satwa dan sebagainya
yang ditunjuk dan ditetapkan oleh
pemerintah.
Tumbuhan dan satwa liar yang
dilindungi sedapat mungkin harus
dikembalikan ke habitat aslinya.
Namun spesimen hasil kejahatan yang
dirampas sering tidak diketahui daerah
177
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
atau habitat asal spesimen tersebut
atau karena telah cukup lama berada
di lingkungan manusia maka spesimen
tumbuhan atau satwa liar tersebut
dinilai tidak dapat beradaptasi dengan
atau bertahan hidup di habitatnya.
Oleh karena itu maka tumbuhan dan
satwa liar tersebut dititipkan kepada
lembaga yang bergerak di bidang
konservasi eks-situ tumbuhan dan
satwa liar untuk dikembangbiakkan
bagi kepentingan pelestarian jenis
tersebut. Selain itu penitipan juga
diperlukan apabila spesimen yang
dirampas tersebut diperlukan untuk
dijadikan barang bukti di pengadilan.
Spesimen titipan tersebut masih tetap
milik negara, dan apabila ada
keuntungan dari komersialisasi
spesimen tersebut, maka harus ada
pembagian keuntungan untuk negara.
744. (2) Spesimen hidup tumbuhan
dan/atau satwa dari kategori spesies dilindungi yang dirampas untuk negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dikembalikan ke habiat alam (in-situ) atau dimanfaatkan sebagai induk perbanyakan tumbuhan atau
Cukup jelas.
178
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pengembangbiakan satwa liar.
745. (3) Spesimen mati tumbuhan dan/atau satwa liar yang dilindungi yang dirampas untuk
negara diserahkan kepada museum zoologi atau herbarium atau lembaga penelitian.
Cukup jelas.
746. Pasal 156
(1) Spesimen hidup tumbuhan dan
satwa dari kategori spesies dikendalikan atau spesies dipantau yang dirampas untuk negara dapat
dikembalikan ke habitat alami (in-situ) atau dilelang.
Pengembalian ke habitat alamnya
harus dilaksanakan dengan hati-hati
dan dengan memperhatikan habitat
asal-usul spesimen, keadaan dan
status populasi, kemungkinan hidup
dan berkembang biaknya secara alami
spesimen yang dikembalikan ke
habitatnya, masalah penegakan
hukum serta kondisi fisik dan
kesehatan spesimen dimaksud.
747. (2) Spesimen mati tumbuhan dan satwa dari kategori spesies
dikendalikan yang dirampas untuk negara dapat dilelang.
Cukup jelas.
748. Pasal 157
Dalam hal spesimen mati tumbuhan
dan/atau satwa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 155 dan Pasal
Yang dimaksud dapat menimbulkan
persoalan hukum seperti:
1. apabila dilepas kembali ke
habitat alamnya adalah antara
179
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
156 dapat menimbulkan persoalan
dalam penegakan hukum dan/atau
membahayakan harus dimusnahkan.
lain spesimen yang telah
dilepaskan kembali ke habitat
alam akan mudah diambil atau
ditangkap kembali secara tidak
sah dan beredar kembali untuk
dikomersialkan, sehingga
pelepasan kembali ke habitat
alam sama sekali tidak
membantu konservasi jenis yang
bersangkutan.
2. secara ilmiah sudah tidak
mempunyai nilai misalnya telah
dijadikan barang-barang hiasan,
atau pakaian, termasuk tas,
sepatu, dompet dan ikat
pinggang, atau sudah tidak utuh
lagi, dan telah banyak
mengalami modifikasi maka lebih
baik dimusnahkan.
Yang dimaksud membahayakan,
termasuk dapat membahayakan adalah
1. Spesimen mati tumbuhan dan
satwa liar yang dilindungi mutlak
apabila keadaannya sudah
rusak; atau
2. tidak memungkinkan untuk
mempertahankan spesimen hasil
180
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
rampasan dalam keadaan hidup
karena rusak, cacat, mengidap
penyakit berbahaya dan secara
medis veteriner dinyatakan tidak
dapat disembuhkan atau tidak
memungkinkan hidup, maka
lebih baik dimusnahkan.
749. Pasal 158
(1) Dalam hal pelaku tindak pidana konservasi keanekaragaman hayati
tertangkap di luar negeri, Pemerintah dapat meminta pengembalian spesimen atau
sumber daya genetik yang berasal dari Indonesia yang dirampas di negara lain.
Tumbuhan dan satwa liar, yang karena
terkait dengan pelanggaran ketentuan
internasional mengenai peredaran
tumbuhan dan satwa liar, pelakunya
tertangkap dan/atau spesimennya
dirampas di luar negeri, maka
spesimen tersebut perlu dikembalikan
ke Indonesia untuk kepentingan
penyidikan, dan bagi spesimen hidup
dari spesies dilindungi, apabila masih
memungkinkan, dilepas-liarkan
kembali ke habitat alam.
750. (2) Biaya pengembalian spesimen atau
sumber daya genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung
oleh pelaku.
Yang dimaksud dengan pelaku adalah
penerima (importir) dan/atau pengirim
(eksportir) spesimen spesies hasil
tindak pidana konservasi
keanekaragaman hayati.
Pelaku wajib menanggung semua biaya
pengembalian spesimen tersebut ke
181
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Indonesia tanpa harus menunggu
proses peradilan. Namun demikian
apabila karena suatu sebab pengirim
spesimen tidak dapat diketahui
keberadaannya, atau melarikan diri,
maka biaya pengiriman kembali
spesimen hasil rampasan dapat
dimintakan untuk ditanggung oleh
penerima (importir) dalam hal
peraturan perundang-undangan di
negara tersebut memungkinkan.
751. (3) Dalam hal pembiayaan
pengembalian spesimen atau sumber daya genetik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak dapat ditanggung oleh pelaku, pembiayaan pengembalian
spesimen atau sumber daya genetik dibebankan kepada Pemerintah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Cukup jelas.
752. (4) Dalam hal pengembalian spesimen
rampasan di luar negeri tidak dapat dilakukan, maka spesimen hidup tumbuhan atau satwa liar dapat
diminta untuk dititipkan kepada lembaga yang bergerak dalam
bidang konservasi ex-situ dan dimusnahkan bagi spesimen mati.
Cukup jelas.
753. (5) Spesimen tumbuhan dan/atau satwa yang berasal dari luar
Cukup jelas.
182
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
wilayah Republik Indonesia yang
dirampas untuk negara dapat dikembalikan ke negara asalnya atas permintaan dari negara asal.
754. (6) Biaya pengembalian spesimen tumbuhan dan/atau satwa
dibebankan kepada negara asal spesimen tumbuhan dan/atau
satwa.
Cukup jelas.
755. BAB VII
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN
PERAN PARA PIHAK
756. Bagian Kesatu
Umum
757. Pasal 159
(1) Pelibatan para pihak dan
pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan membuka akses informasi untuk mendukung
terwujudnya tujuan konservasi keanekaragaman hayati.
Membuka akses informasi adalah
kewajiban minimal dalam mewujudkan
peran masyarakat.
758. (2) Pelibatan para pihak dalam konservasi keanekaragaman hayati dilakukan pada proses
perencanaan, pelaksanaan, sampai
Pelibatan masyarakat tidak sekedar
membuka akses, namun lebih kepada
proses perencanaan, pelaksanaan,
183
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dengan pengawasan dan
pemantauan.
sampai dengan pengawasan dan
pemantauan.
759. (3) Pemberdayaan masyarakat selain
ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan juga untuk
mendukung peran para pihak dalam konservasi keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
760. Bagian Kedua
Pemberdayaan Masyarakat
761. Pasal 160
(1) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 159 ayat (2) dilaksanakan melalui:
762. a. fasilitasi dan pendampingan; Cukup jelas.
763. b. peningkatan kapasitas dan penguatan kelembagaan;
Cukup jelas.
764. c. pemberian akses. Pemberian akses sebagaimana
dimaksud ayat 1 huruf c dapat berupa:
a. pemanfaatan kawasan untuk
kegiatan budidaya pada zona
tradisional dan zona khusus;
184
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
b. pemanfaatan tumbuhan dan satwa
liar untuk kegiatan penangkaran;
c. pengarusutamaan keanekaragaman
hayati di sekitar kawasan
konservasi.
765. (2) Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dalam setiap kegiatan pelestarian dan
pemanfaatan spesies, genetik, dan ekosistem.
Cukup jelas.
766. (3) Sasaran pemberdayaan adalah masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan konservasi
dan/atau kawasan ekosistem esensial, termasuk masyarakat hukum adat.
Cukup jelas.
767. Bagian Ketiga
Peran Para Pihak
768. Pasal 161
(1) Peran dan iniasi para pihak harus diidentifikasi dan didukung untuk
membantu pencapaian tujuan konservasi keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
185
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
769. (2) Dalam mendukung pencapaian
tujuan konservasi keanekaragaman hayati tersebut, para pihak dapat berperan:
770. a. memberikan data dan informasi untuk kepentingan pelestarian
dan pemanfaatan spesies, genetik, dan ekosistem;
Cukup jelas.
771. b. memberikan usulan, saran dan pertimbangan untuk perlindungan spesies, genetik,
dan ekosistem;
Cukup jelas.
772. c. melakukan kerja sama dalam
pembinaan serta pemulihan populasi dan habitat/ekosistem;
Cukup jelas.
773. d. melakukan pengelolaan sebagian kawasan konservasi;
Cukup jelas.
774. e. melakukan pengelolaan kawasan ekosistem esensial; dan/atau
Cukup jelas.
775. f. sebagai pengampu sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang terasosiasi
dengan sumber daya genetik.
Cukup jelas.
776. (3) Untuk mewadahi peran para pihak
tersebut dapat dilakukan dalam kelembagaan yang akan dibentuk oleh Pemerintah Pusat di bidang
keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
777. Pasal 162
186
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Dalam melaksanakan peran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
161 para pihak berhak:
778. a. mendapatkan akses informasi,
akses partisipasi dan akses keadilan;
Cukup jelas.
779. b. menyampaikan usulan dan/atau keberatan;
Cukup jelas.
780. c. terlibat dalam pengelolaan konservasi keanekaragaman hayati;
Cukup jelas.
781. d. ikut melaksanakan pengawasan pengelolaan dan/atau
pelindungan dan pengamanan kawasan dan spesies di sekitar
ruang kelola kehidupan;
Cukup jelas.
782. e. mendapatkan perlindungan atas hak-hak tradisional;
Cukup jelas.
783. f. mendapatkan kompensasi atas hilangnya hak atas tanah dan
akses terhadap sumber daya sebagai akibat dari penetapan
kawasan konservasi dan kawasan ekosistem esensial sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku;
Cukup jelas.
784. g. mendapatkan insentif atas
pembatasan hak di atas tanah yang ditetapkan sebagai
Cukup jelas.
187
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kawasan ekosistem esensial
sesuai dengan peraturan perundangan yang ada;
785. h. mendapatkan pembagian keuntungan yang adil dan berimbang atas hak kekayaan
intelektual serta pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan
sumber daya genetik;
Cukup jelas.
786. i. mendapatkan pendampingan dan pemberdayaan.
Cukup jelas.
787. Pasal 163
Dalam melaksanakan peran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
161 ayat (2) para pihak berkewajiban:
788. a. memberikan informasi secara benar, akurat, dan terbuka;
Cukup jelas.
789. b. melestarikan keanekaragaman hayati yang berada di tanah atau di wilayah yang dikuasakan
kepadanya;
Cukup jelas.
790. c. melakukan pemulihan atas areal
terdegradasi yang berada di tanah atau di wilayah yang dikuasakan kepadanya;
Cukup jelas.
791. d. memanfaatkan keanekaragaman hayati dengan bertanggung
Cukup jelas.
188
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
jawab dan berkelanjutan; dan
792. e. menaati ketentuan peraturan perundangan-undangan yang
berlaku.
Cukup jelas.
793. Pasal 164
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pemberdayaan masyarakat dan peran
para pihak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 159, Pasal 160, Pasal
161, Pasal 162, dan Pasal 163 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
794. BAB VIII
PENDANAAN KONSERVASI
795.
Pasal 165
(1) Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah sesuai kewenanganny wajib menyediakan pendanaan yang berkelanjutan
untuk kegiatan konservasi.
Cukup jelas.
796. (2) Pendanaan berkelanjutan untuk
kegiatan konservasi dapat berasal dari:
Cukup jelas.
189
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
797. a. anggaran pemerintah; Cukup jelas.
798. b. bantuan/hibah Negara lain; Cukup jelas.
799. c. hibah dari lembaga nasional
dan internasional;
Cukup jelas.
800. d. komitmen internasional yang
berasal dari penghapusan hutang luar negeri;
Cukup jelas.
801. e. hasil kerja sama pengelolaan keanekaragaman hayati dengan pihak ketiga; dan
Cukup jelas.
802. f. anggaran para pihak yang ditunjuk sebagai pengelola
kawasan konservasi tertentu.
Cukup jelas.
803. (3) Pemerintah Pusat dapat
membentuk Lembaga Pendanaan sesuai peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan Lembaga
pendanaan dapat berupa Dana
Amanah (Trust Fund).
Dana Amanah merupakan dana yg
berasal dari berbagai sumber dana
yang sah, tidak mengikat, dan
diperuntukan langsung bagi kegiatan
konservasi keanekaragaman hayati.
Sumber dana yang dimaksud dapat
berasal dari Pembayaran jasa
lingkungan Payment for Ecosystem
Services (PES), Tanggung jawab sosial
perusahaan Corporate Social
190
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Responsibility (CSR), hibah, pajak atau
fee terhadap usaha-usaha yang dapat
berdampak negatif terhadap
kenanekaragaman hayati,
carbon/biodiversity offsets.
804. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang pendanaan berkelanjutan untuk
konservasi diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
805. BAB IX
PENYELESAIAN SENGKETA
806. Bagian Kesatu
Umum
807. Pasal 166
(1) Penyelesaian sengketa merupakan proses, cara, dan/atau upaya
untuk menyelesaikan sengketa atau beda pendapat perdata terkait dengan pelaksanaan Undang-
Undang ini.
Cukup jelas.
808. (2) Penyelesaian sengketa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak menghapuskan
Cukup jelas.
191
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pertanggungjawaban pidana.
809.
Pasal 167
(1) Penyelesaian sengketa konservasi keanekaragaman hayati dapat ditempuh:
810. a. di luar pengadilan; atau Cukup jelas.
811. b. di pengadilan Cukup jelas.
812. (2) Pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan secara suka rela oleh para pihak yang bersengketa.
Cukup jelas.
813. (3) Gugatan melalui pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b hanya dapat ditempuh apabila upaya penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak
yang bersengketa.
Cukup jelas.
814. Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa di Luar
Pengadilan
192
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
815. Pasal 168
Penyelesaian sengketa konservasi
keanekargaman hayati diupayakan
untuk diselesaikan dengan prinsip
musyawarah untuk mufakat.
Cukup jelas.
816. Pasal 169
(1) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dimaksud dalam
Undang-Undang ini dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai tindakan tertentu
dan/atau ganti rugi.
Yang dimaksud dengan tindakan tertentu adalah suatu tindakan yang
terdiri dari namun tidak terbatas pada:
a. penghentian tindakan yang
merugikan dan/atau berpotensi
merugikan konservasi
keanekaragaman hayati dan/
atau masyarakat;
b. mencegah timbulnya dampak
negatif terhadap konservasi
keanekaragaman hayati dan/
atau masyarakat;
c. menjamin tidak akan
terulangnya tindakan yang
merugikan dan/atau berpotensi
merugikan keanekaragaman
hayati dan/ atau masyarakat;
d. pemulihan, penanggulangan
193
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dan/atau mitigasi dampak
kerugian terhadap
keanekaragaman hayati dan/
atau masyarakat;
e. mendapatkan akses
pemanfaatan jasa lingkungan
dan/ atau hasil hutan bukan
kayu;
f. kemitraan dalam pengelolaan
kawasan konservasi;
g. pengamanan dampak dari
spesies invasif dan/ atau produk
rekayasa genetik terhadap
keanekaragaman hayati
dan/atau masyarakat;
h. mencegah, menanggulangi,
dan/atau memulihkan
pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup
yang terkait dengan
keanekaragaman hayati.
817. (2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan dengan mediasi, negosiasi, arbitrase, atau
pilihan lain dari para pihak yang bersengketa sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Cukup jelas.
194
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
818. (3) Hasil penyelesaian sengketa di luar
pengadilan harus dinyatakan secara tertulis dan bersifat mengikat para pihak sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Cukup jelas.
819. Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa di Pengadilan
820. Paragraf 1
Ganti Rugi dan Tindakan Tertentu
821. Pasal 170
Setiap penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang melakukan
perbuatan melanggar hukum yang
menimbulkan kerugian pada orang
lain dan/atau keanekaragaman hayati
wajib membayar ganti rugi dan
melakukan tindakan tertentu
berdasarkan putusan pengadilan.
Cukup jelas.
195
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
822. Pasal 171
Setiap orang yang melakukan
pemindahtanganan, pengubahan sifat
dan bentuk usaha, dan/atau kegiatan
dari suatu badan usaha yang
melanggar hukum tidak melepaskan
tanggung jawab hukum dan kewajiban
badan usaha sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
Cukup jelas.
823.
824. Pasal 172
Pengadilan dapat menetapkan
pembayaran uang paksa terhadap
setiap hari keterlambatan atas
pelaksanaan putusan pengadilan.
Cukup jelas.
825. Paragraf 2
Tanggung Jawab Mutlak
826. Pasal 173
Setiap orang yang tindakannya,
usahanya, dan/atau kegiatannya
melepaskan varietas atau organisme
hasil rekayasa sumber daya genetik,
atau organisme yang secara sumber
Cukup jelas.
196
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
daya genetik telah dimodifikasi ke
habitat alam atau kegiatan lainnya
yang berdampak serius terhadap
keanekaragaman hayati yang
menimbulkan kerugian terhadap
keanekaragaman hayati bertanggung
jawab mutlak atas kerugian yang
terjadi tanpa perlu adanya
pembuktian unsur kesalahan.
827. Paragraf 3
Gugatan Perwakilan
828.
Pasal 174
(1) Masyarakat berhak mengajukan
gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri
dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian.
Cukup jelas.
829. (2) Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau
peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
Cukup jelas.
830. (3) Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat dilaksanakan sesuai
Cukup jelas.
197
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
831. Paragraf 4
Hak Gugat Organisasi
832.
Pasal 175
(1) Dalam rangka pelaksanaan
tanggung jawab pelindungan keanekaragaman hayati, organisasi berhak mengajukan gugatan untuk
kepentingan keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
833. (2) Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan
tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
Cukup jelas.
834. (3) Organisasi dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi
persyaratan:
835. a. berbentuk badan hukum; Cukup jelas.
836. b. menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan untuk
kepentingan pelindungan
Cukup jelas.
198
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
keanekaragaman hayati; dan
837. c. telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran
dasarnya paling singkat 2 (dua) tahun.
Cukup jelas.
838. Paragraf 5
Hak Gugat Pemerintah
839.
Pasal 176
(1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang
pelindungan keanekaragaman hayati berwenang mengajukan
gugatan ganti rugi dan/atau tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang
mengakibatkan kerugian bagi keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
840. (2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan kerugian bagi
keanekaragaman hayati, kerugian pemerintah dalam rangka
menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya di bidang pelindungan keanekaragaman hayati, dan/atau
Cukup jelas.
199
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
tindakan tertentu guna mencegah,
menanggulangi, dan memulihkan keanekaragaman hayati.
841. BAB X
KERJA SAMA INTERNASIONAL
842.
Pasal 177
Dalam rangka kerja sama
internasional di bidang pengelolaan
ekosistem dan jenis, Pemerintah Pusat
mengatur pelaksanaan bagi beberapa
perjanjian internasional terkait
keanekaragaman hayati diantaranya:
843. a. Konvensi Warisan Alam Dunia; Cukup jelas.
844. b. Konvensi Ramsar; Cukup jelas.
845. c. Cagar Biosfer; Cukup jelas.
846. d. Convention on International Trade in Endangered Species (CITES);
Cukup jelas.
847. e. Konvensi Keanekaragaman
Hayati (Convention on Biological Diversity/CBD).
Cukup jelas.
200
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
848.
Pasal 178
(1) Pemerintah Pusat dapat mengajukan kawasan konservasi
menjadi Situs Warisan Dunia atau Situs Ramsar kepada Organisasi
Internasional yang berwenang.
Cukup jelas.
849. (2) Pemerintah Pusat dapat
mengajukan kawasan konservasi menjadi zona inti Situs Cagar Biosfer kepada Organisasi
Internasional yang mengurusinya, serta mengelolanya bersama kawasan di sekitarnya di dalam
kerangka pengelolaan Cagar Biosfer.
Cukup jelas.
850. (3) Pengajuan usulan kawasan konservasi untuk menjadi situs-
situs internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) didasarkan pada
rekomendasi dari:
851. a. Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota;
Cukup jelas.
852. b. pemangku kepentingan yang
berkaitan; dan
Cukup jelas.
853. c. Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati.
Cukup jelas.
854. (4) Situs-situs internasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2) dan ayat (3) wajib
Cukup jelas.
201
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dikelola sesuai dengan pedoman
yang dikeluarkan oleh Organisasi Internasional yang mengurusinya.
855. Pasal 179
(1) Pengelolaan Situs Cagar Biosfer
sebagaimana dimaksud pada Pasal 177 huruf c dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi setempat.
Cukup jelas.
856. (2) Dalam hal pengelolaan Situs Cagar Biosfer, Pemerintah Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membentuk Badan Pengelola Cagar Biosfer.
Cukup jelas.
857.
858. BAB XI
KELEMBAGAAN
859. Bagian Kesatu
Komisi Konservasi Keanekaragaman
Hayati
860. Pasal 180
(1) Dalam hal mendukung penyelenggaraan konservasi
Cukup jelas.
202
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
keanekaragaman hayati, Presiden
membentuk Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati berdasarkan usul Menteri.
861. (2) Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diketuai oleh perwakilan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang beranggotakan para pihak.
Yang dimaksud dengan beranggotakan
para pihak antara lain perwakilan dari:
a. kementerian terkait dengan urusan
kehutanan atau konservasi
keanekaragaman hayati;
b. kementerian terkait dengan urusan
Lingkungan Hidup;
c. lembaga penelitian dan
pengembangan di bidang
konservasi keanekaragaman hayati
d. lembaga swadaya masyarakat yang
bergerak dalam bidang konservasi
nasional; dan
e. perguruan tinggi yang berada di
Indonesia.
862. Pasal 181
Komisi Konservasi Keanekaragaman
Hayati bertugas:
863. a. melakukan pengkajian dan penelitian dalam rangka
pemberian rekomendasi kepada
Cukup jelas.
203
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Menteri mengenai penetapan
dan/atau perubahan status sumber daya genetik spesies target, kategorisasi pelindungan
spesies dan kategori kawasan konservasi;
864. b. menyusun prosedur tetap untuk implementasi pelaksanaan tugas
Komisi, dalam rangka pemberian rekomendasi kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada
ayat (2); dan
Cukup jelas.
865. c. menampung dan
menindaklanjuti usulan masyarakat mengenai konservasi keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
866. Pasal 182
Komisi Konservasi Keanekaragaman
Hayati berwenang memberikan
rekomendasi terhadap:
867. a. penetapan dan perubahan spesies target bagi pelindungan sumber daya genetik;
Cukup jelas.
868. b. penetapan spesies-spesies satwa kharismatik;
Cukup jelas.
869. c. penetapan dan perubahan kategori spesies dilindungi;
Cukup jelas.
204
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
870. d. perburuan terkendali di dalam
kawasan konservasi dalam rangka mengoptimalkan daya dukung terhadap spesies;
Cukup jelas.
871. e. pengajuan usulan kawasan konservasi untuk menjadi situs-
situs internasional;
Cukup jelas.
872. f. perubahan dari satu kategori
kawasan konservasi ke kategori lainnya; dan
Cukup jelas.
873. g. pencadangan areal. Areal pencadangan yang dimaksud
adalah Areal yang dicadangkan
diprioritaskan pada situs yang
mengalami degradasi sedang atau
berat.
874. Pasal 183
Apabila Komisi Keanekaragaman
Hayati belum terbentuk, semua
keputusan Menteri mengenai
penetapan dan perubahan status
sumber daya genetik spesies target,
kategorisasi pelindungan spesies dan
kategorisasi kawasan konservasi
didasarkan pada rekomendasi dari
Otorita Ilmiah.
Cukup jelas.
205
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
875. Bagian Kedua
Dewan Pengelola Sumber Daya
Genetik
876.
Pasal 184
(1) Dalam rangka pengaturan
pemanfaatan sumber daya genetik dan pengetahuan yang terasosiasi
dengan sumber daya genetik, Presiden membentuk Dewan Pengelola Sumber Daya Genetik.
Cukup jelas.
877. (2) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan unsur
Kementerian dan Lembaga serta unsur masyarakat yang terkait dengan sumber daya genetik.
Kementerian dan Lembaga yang
dimaksud diantaranya Kementerian
atau Lembaga pemerintah yang
mempunyai kewenangan bidang
pertanian, kesehatan, pengetahuan
dan teknologi, kehutanan, lingkungan
hidup, kelautan dan perikanan, hak
kekayaan intelektual.
878. (3) Dewan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipimpin oleh Menteri sebagai Ketua Dewan.
Cukup jelas.
879. (4) Kepala Sekretariat melaksanakan tugas sehari-hari Dewan.
Cukup jelas.
880. (5) Menteri menetapkan Kepala Cukup jelas.
206
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Sekretariat dan anggota
Sekretariat.
881. Pasal 185
Dewan bertugas :
882. a. mengkoordinasikan Kementerian dan Lembaga yang berwenang
atas izin akses dan izin pengembangan;
Fungsi koordinasi dari mulai
penerbitan sampai pengawasan.
Kementerian dan Lembaga yang
dimaksud adalah yang mempunyai
kewenangan bidang pertanian,
kesehatan, pengetahuan dan teknologi,
kehutanan, lingkungan hidup,
kelautan dan perikanan.
Kementerian dan Lembaga dimaksud di
atas adalah Otoritas Nasional yang
Kompeten (National Competent
Authorities/NCA).
883. b. menyusun pedoman akses dan pembagian keuntungan bagi Pemerintah dan masyarakat;
Yang dimaksud dengan pedoman
untuk masyarakat termasuk pedoman
bagi pengakses, masyarakat adat dan
petani pemulia.
884. c. mengembangkan sistem basis data dan informasi serta
menyediakan informasi tentang akses terhadap sdg dan pengetahuan tradisional yang
Cukup jelas.
207
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
terasosiasi dengannya;
885. d. mewakili negara sebagai Pumpunan Kegiatan Nasional
(national focal point);
Termasuk bertindak sebagai check
points menurut Protokol Nagoya.
886. e. memberikan rekomendasi
penerbitan izin akses kepada Otoritas Nasional yang Kompeten (national competent authority);
Cukup jelas.
887. f. menunjuk satu atau beberapa lembaga yang berwenang sebagai
Otoritas Nasional yang Kompeten ( national competent authority);
Cukup jelas.
888. g. melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan Otoritas
Nasional yang Kompeten (national competent authority);dan
Areal pencadangan yang dimaksud
adalah Areal yang dicadangkan
diprioritaskan pada situs yang
mengalami degradasi sedang atau
berat.
889. h. mewakili negara dalam sengketa hak kekayaan intelektual terkait
sumber daya genetik dan pengetahuan yang terasosiasi
dengannya.
Dewan mewakili negara dan/atau
memfasilitasi serta mendampingi
masyarakat adat atau petani
tradisional dalam sengketa hak
kekayaan intelektual pada sengketa
nasional maupun sengketa
internasional.
890. Bagian Ketiga
Otoritas Nasional yang Kompeten
208
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
891. Pasal 186
Otoritas Nasional yang Kompeten
sebagaimana dimaksud pada Pasal
176 huruf e, f, dan g bertugas:
892. a. memberikan izin akses; Fungsi koordinasi dari mulai
penerbitan sampai pengawasan.
Kementerian dan Lembaga yang
dimaksud adalah yang mempunyai
kewenangan bidang pertanian,
kesehatan, pengetahuan dan teknologi,
kehutanan, lingkungan hidup,
kelautan dan perikanan.
Kementerian dan Lembaga dimaksud di
atas adalah Otoritas Nasional yang
Kompeten (National Competent
Authorities/NCA).
893. b. mengeluarkan bukti tertulis bahwa semua persyaratan akses telah ditempuh;
Yang dimaksud dengan pedoman
untuk masyarakat termasuk pedoman
bagi pengakses, masyarakat adat dan
petani pemulia.
894. c. memberikan informasi terkait dengan prosedur dan
persyaratan untuk memperoleh PADIA dan Kesepakatan Bersama; dan
Cukup jelas.
209
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
895. d. menyampaikan laporan dan
informasi PADIA, Kesepakatan Bersama (MAT), Izin, kepada Dewan.
Cukup jelas.
896. BAB XII
PENGAWASAN DAN SANKSI
ADMINISTRATIF
897.
Pasal 187 Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib melakukan
pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan atas ketentuan yang
ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan di bidang
konservasi keanekaragaman hayati.
cCukup jelas.
898.
Pasal 188 (1) Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya menegakan sanksi
administratif.
Cukup jelas.
899. (2) Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
210
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
900. a. teguran tertulis; Cukup jelas.
901. b. paksaan pemerintah; Cukup jelas.
902. c. pembekuan izin; dan/atau Cukup jelas.
903. d. pencabutan izin. Cukup jelas.
904. Pasal 189 Paksaan pemerintah sebagaimana
dimaksud pada Pasal 188 ayat (2)
huruf b meliputi:
905. a. penghentian sementara kegiatan; Cukup jelas.
906. b. pemindahan sarana kegiatan; Cukup jelas.
907. c. pembongkaran; Cukup jelas.
908. d. penyitaan barang atau alat yang
berpotensi menimbulkan pelanggaran; dan/atau
Cukup jelas.
909. e. tindakan lain yang bertujuan menghentikan pelanggaran.
Cukup jelas.
910. Pasal 190 Setiap orang yang melakukan kegiatan
pengembangan sumber daya genetik
dengan PADIA akses, PADIA
pengembangan dan/atau kesepakatan
bersama yang tidak sesuai dengan
Cukup jelas.
211
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
syarat yang ditetapkan oleh Menteri
dikenai pencabutan izin
pengembangan.
911. Pasal 191
Setiap pemegang izin pengembangan
yang tidak melaporkan hasil kegiatan
akses sumber daya genetik dan
pengetahuan tradisional yang
terasosisasi dengan sumber daya
genetik dikenai sanksi pembekuan izin
pengembangan.
Cukup jelas.
912. Pasal 192
Lembaga konservasi yang
memperlakukan satwa yang dilindungi
tidak sesuai prinsip-prinsip
kesejahteraan satwa dikenai
pencabutan izin lembaga konservasi.
Cukup jelas.
913. Pasal 193 (1) Setiap pemegang izin pemanfaatan
ekosistem restorasi yang tidak
membayar iuran atau pungutan
yang dipertimbangkan dengan
Cukup jelas.
212
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
biaya operasional restorasi
ekosistem dikenai teguran tertulis.
914. (2) Dalam hal teguran tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditaati, pemegang izin
pemanfaatan ekosistem restorasi dikenai paksaan pemerintah.
Cukup jelas.
915. Pasal 194 (1) Setiap pemegang izin pemanfaatan
ekosistem restorasi yang tidak
melakukan pengamanan pada areal yang akan direstorasi dikenai
teguran tertulis.
Cukup jelas.
916. (2) Dalam hal teguran tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditaati, pemegang izin pemanfaatan ekosistem restorasi
dikenai paksaan pemerintah dan/atau pencabutan izin pemanfaatan ekosistem restorasi.
Cukup jelas.
917. Pasal 195
(1) Setiap pemegang izin pemanfaatan jasa lingkungan dan/atau jasa ekosistem yang tidak
melaksanakan standar dan teknologi untuk kepentingan pelestarian keanekaragaman hayati
dikenai sanksi pembekuan izin pemanfaatan jasa lingkungan
Cukup jelas.
213
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dan/atau jasa ekosistem.
918. (2) Dalam hal pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak ditaati, pemegang izin pemanfaatan ekosistem restorasi dikenai pencabutan izin
pemanfaatan ekosistem restorasi.
Cukup jelas.
919. BAB XIII
INSENTIF DAN DISINSENTIF
920. Pasal 196 (1) Insentif dan/atau disinsentif dalam
Undang-Undang ini dikhususkan kepada kegiatan dalam bidang konservasi keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
921. (2) Menteri, Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota dapat bekerja
sama dengan instansi dan/atau pihak terkait dalam memberikan insentif dan/atau disinsentif.
Cukup jelas.
922. Pasal 197 Insentif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 196 ayat (1) diberikan oleh
Menteri, Gubernur, dan/atau
Bupati/Walikota dalam bentuk
moneter dan/atau non-moneter
kepada setiap orang yang memenuhi
Cukup jelas.
214
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kriteria tertentu .
923. Pasal 198 Setiap orang dan penegak hukum yang
berjasa dalam upaya pencegahan,
pemberantasan, atau pengungkapan
tindak pidana konservasi sumberdaya
alam hayati dan ekosistemnya berhak
mendapatkan insentif dari Pemerintah.
Cukup jelas.
924. Pasal 199 Pemerintah harus memberikan insentif
atas pengembalian sebagian atau
seluruh hak atas tanah negara yang
ditetapkan sebagai kawasan ekosistem
esensial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27.
Cukup jelas.
925. Pasal 200 Disinsentif sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 196 ayat (1)
setidaknya meliputi:
926. a. penundaan penjualan produk; Cukup jelas.
927. b. embargo kegiatan-kegiatan yang berafiliasi dengan pelanggar;
Cukup jelas.
928. c. penundaan registrasi paten atau lisensi;
Cukup jelas.
215
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
929. d. pemberian tanda daftar hitam; Cukup jelas.
930. e. pengenaan pajak yang tinggi; dan/atau
Cukup jelas.
931. f. pelaporan tindakan pelanggaran kepada Sekretariat Protokol Nagoya.
Cukup jelas.
932. BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
933. Pasal 201 (1) Setiap orang yang secara melawan
hukum mengedarkan, membeli,
atau memperdagangkan spesies
tumbuhan dilindungi dalam
keadaan hidup atau bagian-
bagiannya diancam pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
Cukup jelas.
934. (2) Dalam hal perbuatan mengedarkan, membeli, atau
memperdagangkan spesies tumbuhan dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap tumbuhan dari spesies
216
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dilindungi dalam keadaan mati,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp
7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah).
935. Pasal 202 Setiap orang yang melakukan
perbuatan yang mengakibatkan
spesies tumbuhan dilindungi rusak
atau mandul dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Cukup jelas.
936. Pasal 203 Setiap orang yang membunuh atau
mengakibatkan spesies tumbuhan
dilindungi mati atau musnah, atau
memusnahkan spesimen tumbuhan
dilindungi dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp
7.000.000.000,00 (tujuh miliar
rupiah).
Cukup jelas.
217
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
937. Pasal 204 (1) Setiap orang yang secara melawan
hukum mengedarkan, membeli,
atau memperdagangkan spesies
satwa dilindungi dalam keadaan
hidup atau bagian-bagiannya
diancam pidana penjara minimal 1
tahun dan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan denda
paling banyak Rp 6.000.000.000,00
(enam miliar rupiah).
Cukup jelas.
938. (2) Dalam hal perbuatan mengedarkan, membeli, atau memperdagangkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap satwa dari spesies dilindungi dalam keadaan
mati, dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun, dan denda paling banyak Rp 8.000.000.000,00
(delapan miliar rupiah).
939. Pasal 205 Setiap orang yang melakukan
perbuatan yang mengakibatkan
spesies satwa dilindungi cacat atau
sakit, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan
Cukup jelas.
218
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
denda paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
940. Pasal 206 Setiap orang yang membunuh atau
mengakibatkan kematian spesies
satwa dilindungi atau musnahnya
spesimen satwa dilindungi, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak
Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar
rupiah).
Cukup jelas.
941. Pasal 207 Setiap orang yang memberikan
pernyataan di media elektronik, cetak,
atau sejenisnya tentang penguasaan,
pemilikan, perburuan, pembunuhan
spesies yang dilindungi tanpa izin,
dipidana dengan pidana paling lama 2
(dua) tahun atau denda paling banyak
Rp. 1.000.000.000.000,- (satu miliar
rupiah).
Cukup jelas.
942. Pasal 208 Setiap orang yang menghadiahkan,
Cukup jelas.
219
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
menerima, menukar, menerima
tukaran, dan/atau menerima titipan
atau hadiah spesies tumbuhan
dan/atau satwa dilindungi dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
943. Pasal 209
Setiap orang yang secara melawan
hukum mengangkut dan/atau
membawa spesies tumbuhan
dan/atau satwa dilindungi, bagian-
bagiannya atau turunannya dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar
rupiah).
Cukup jelas.
944. Pasal 210 Setiap orang yang mengambil,
mengedarkan, atau memperdagangkan
tumbuhan dan/atau satwa dari
spesies dikendalikan dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp
Cukup jelas.
220
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
945. Pasal 211 Setiap orang yang:
a. mengambil sumber daya genetik
tanpa izin akses; b. melakukan akses terhadap
sumber daya genetik dengan tidak memenuhi syarat-syarat Persetujuan yang Diberitahukan
Atas Informasi Awal (PADIA) dan/atau Kesepakatan Bersama;
c. membawa atau mengangkut
sampel atau contoh materi genetik untuk tujuan
pemanfaatan ke tempat yang tidak sesuai sebagaimana tercantum dalam izin;atau
d. membawa atau mengirim sumber daya genetik ke luar
negeri tanpa izin pengeluaran dan/atau dokumen persetujuan pemindahan material;
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Cukup jelas.
946. Pasal 212 Cukup jelas.
221
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Setiap orang yang melakukan kegiatan
pengembangan sumber daya genetik
tanpa izin pengembangan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling
banyak Rp. 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
947. Pasal 213 Setiap orang yang:
a. melakukan penelitian dan/atau
pengembangan produk rekayasa genetik tanpa izin, dan/atau
b. melepaskan, mengedarkan, atau menyebabkan lepasnya produk
rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan; dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan denda
paling banyak Rp. 15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).
Cukup jelas.
948. Pasal 214 (1) Setiap orang yang melakukan
perubahan terhadap keutuhan atau
Yang dimaksud perubahan terhadap
keutuhan kawasan konservasi, meliputi:
a. mengganggu, mengurangi
222
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
yang mengakibatkan perubahan
kawasan konservasi diancam
dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan pidana denda
maksimal Rp. 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
dan/atau menghilangkan fungsi
dan/atau luas kawasan konservasi atau kawasan ekosistem esensial,
b. mengubah kontur, bentang atau bentuk lahan atau kontur lahan.
c. introduksi spesies tumbuhan dan satwa lain di tempat yang bukan habitat alaminya.
949. (2) Setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) di kawasan Cagar Alam dan zona inti Taman Nasional diancam dengan pidana penjara
paling sedikit 1 (satu) tahun dan denda sedikitnya Rp
8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
950. Pasal 215 (1) Setiap orang yang merusak atau
melakukan kegiatan yang
mengakibatkan kerusakan
terhadap kawasan konservasi
dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan
denda paling sedikit Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Cukup jelas.
951. (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana Cukup jelas.
223
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan kerusakan di Cagar Alam dan zona inti Taman Nasional, diancam dengan pidana penjara
paling sedikit 1 (satu) tahun penjara dan denda sedikitnya Rp
2.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
952. Pasal 216 (1) Setiap orang yang secara melawan
hukum:
a. mengambil dan/atau memindahkan tumbuhan
dan/atau satwa di dalam kawasan konservasi;
b. benda mati yang secara alami
berada di dalam kawasan konservasi;dan/atau
c. sarang satwa liar keluar dari kawasan konservasi;
dipidana dengan pidana penjara
minimal 2 (dua) tahun dan paling
banyak 5 (lima) tahun dan denda
paling sedikit Rp
500.000.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
Cukup jelas.
953. (2) Dalam hal kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan di kawasan Cagar Alam dan/atau
Zona Inti Taman Nasional, dipidana
Cukup jelas.
224
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dengan pidana penjara paling
sedikit 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
954. Pasal 217 Setiap orang yang melakukan
perbuatan yang mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara
ambien, baku mutu air, baku mutu
air laut, atau kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup di dalam
kawasan Taman Nasional selain zona
intinya atau Taman Wisata Alam
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Cukup jelas.
955. Pasal 218 Setiap orang yang melakukan
kegiatan yang melakukan perbuatan
yang mengakibatkan dilampauinya
baku mutu udara ambien, baku
mutu air, baku mutu air laut, atau
kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup di dalam kawasan Cagar Alam
Cukup jelas.
225
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dan/atau Zona Inti Taman Nasional
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling
banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima
belas miliar rupiah).
956. Pasal 219
Tindak pidana korporasi di bidang
keanekaragaman hayati dilakukan
oleh orang yang bertindak untuk dan
atas nama korporasi atau demi
kepentingan korporasi, berdasarkan
hubungan kerja atau hubungan lain,
dalam lingkup usaha korporasi
tersebut, baik sendiri-sendiri atau
bersama-sama.
Cukup jelas.
957. Pasal 220
Pertanggungjawaban pidana korporasi
dikenakan terhadap korporasi
dan/atau personil pengendali
korporasi.
Cukup jelas.
958.
Pasal 221
(1) Dalam hal tindak pidana yang
Cukup jelas.
226
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dilakukan oleh korporasi
menyangkut kawasan konservasi atau kawasan ekosistem esensial, pidana pokok sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku ditambah dengan pidana untuk melakukan rehabilitasi kawasan dan kerja
sosial di bidang konservasi keanekaragaman hayati sekurang-
kurangnya 3 (tiga) tahun.
959. (2) Selain pidana pokok, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan
berupa:
960. a. penutupan seluruh atau
sebagian perusahaan;
Cukup jelas.
961. b. pengumuman putusan hakim; Cukup jelas.
962. c. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha
korporasi;
Cukup jelas.
963. d. perampasan aset korporasi untuk negara; dan/atau
Cukup jelas.
964. e. pengambilalihan korporasi oleh negara.
Cukup jelas.
965. BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
227
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
966. Pasal 222
(1) Paling lambat dua tahun sejak Undang-Undang ini berlaku,
Pemerintah Pusat berkewajiban untuk membentuk badan khusus yang bertugas untuk
menyelesaikan konflik-konflik konservasi masa lalu.
Cukup jelas.
967. (2) Penyelesaian konflik masa lalu dilakukan melalui pengakuan hak masyarakat dalam konservasi
diantaranya:
968. a. pelindungan hak hidup dan hak
berbudaya dan pelindungan wilayah hidup di dalam kawasan;
Cukup jelas.
969. b. pelindungan hak perdata, hak tradisional, dan hak asal-usul dalam kawasan;
Cukup jelas.
970. c. kompensasi dan/atau ganti rugi atas hilangnya hak;
Cukup jelas.
971. d. relokasi dengan pemenuhan hak asasi manusia;
Cukup jelas.
972. e. melibatkan masyarakat dalam setiap perencanaan dan
pengelolaan kawasan konservasi;
Cukup jelas.
973. f. melakukan pemberdayaan dalam
rangka menyesuaikan pola
Cukup jelas.
228
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
ekonomi yang sesuai dengan
tujuan konservasi.
974. BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
975. Pasal 223
Pada saat Undang-Undang ini berlaku: a. Undang-undang Nomor 5 Tahun
1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekositemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembara
Negara Republik Indonesia Nomor 3419) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku; dan b. Semua peraturan perundang-
undangan yang merupakan
peraturan pelaksana dari Undang-Undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 3419)
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan
Cukup jelas.
229
DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
yang baru berdasarkan Undang-
Undang ini.
976. Pasal 224
Peraturan pelaksana dari Undang-
Undang ini ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Cukup jelas.
977. Pasal 225
Undang-undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Cukup jelas.
978. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan
Undang-undang tentang
Keanekaragaman Hayati ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
979. Disahkan di Jakarta
Pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.