Kemampuan Menetas Telur Aedes

123
MEMBANDINGKAN KEMAMPUAN MENETAS TELUR AEDES AEGYPTI PADA AIR SELOKAN, AIR SABUN, AIR BERSIH DENGAN TANAH, AIR SELOKAN DENGAN TANAH DAN AIR SABUN DENGAN TANAH DI LABORATORIUM PARASITOLOGI FK UWKS TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Oleh: Maria T. NPM: 10700113

description

MEMBANDINGKAN KEMAMPUAN MENETAS TELUR AEDES AEGYPTI PADA AIR SELOKAN, AIR SABUN, AIR BERSIH DENGAN TANAH, AIR SELOKAN DENGAN TANAH DAN AIR SABUN DENGAN TANAH DI LABORATORIUM PARASITOLOGI FK UWKS

Transcript of Kemampuan Menetas Telur Aedes

Page 1: Kemampuan Menetas Telur Aedes

MEMBANDINGKAN KEMAMPUAN MENETAS TELUR

AEDES AEGYPTI PADA AIR SELOKAN, AIR SABUN, AIR

BERSIH DENGAN TANAH, AIR SELOKAN DENGAN

TANAH DAN AIR SABUN DENGAN TANAH DI

LABORATORIUM PARASITOLOGI FK UWKS

TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

Maria T.NPM: 10700113

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

SURABAYA2013

Page 2: Kemampuan Menetas Telur Aedes

MEMBANDINGKAN KEMAMPUAN MENETAS TELUR

AEDES AEGYPTI PADA AIR SELOKAN, AIR SABUN, AIR

BERSIH DENGAN TANAH, AIR SELOKAN DENGAN

TANAH DAN AIR SABUN DENGAN TANAH DI

LABORATORIUM PARASITOLOGI FK UWKS

TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

Maria T.NPM: 10700113

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

SURABAYA2013

Page 3: Kemampuan Menetas Telur Aedes

HALAMAN PERSETUJUAN

TUGAS AKHIR

MEMBANDINGKAN KEMAMPUAN MENETAS TELUR AEDES

AEGYPTI PADA AIR SELOKAN, AIR SABUN, AIR BERSIH DENGAN

TANAH, AIR SELOKAN DENGAN TANAH DAN AIR SABUN DENGAN

TANAH DI LABORATORIUM PARASITOLOGI FK UWKS

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

Maria T.

NPM: 10700113

Menyetujui untuk diuji pada tanggal :

Pembimbing, Penguji,

Kartika Ishartadiati, dr., M. Ked Ayly Soekanto, dr., M. Kes

Page 4: Kemampuan Menetas Telur Aedes

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang maha kuasa karena oleh berkat dan

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul

“Membandingkan Kemampuan Menetas Telur Aedes Aegypti pada Air Selokan,

Air Sabun, Air Bersih dengan Tanah, Air Selokan dengan Tanah dan Air Sabun

dengan Tanah di Laboratorium Parasitologi FK UWKS”.

Penulis memilih topik ini karena melihat begitu banyak kasus demam

berdarah yang terjadi di masyarakat, terutama bila musim hujan sedang

berlangsung. Hal ini terjadi akibat kurangnya kewaspadaan masyarakat terhadap

berbagai air yang menggenang di sekitar tempat tinggalnya, padahal air tersebut

berpotensi sebagai tempat perindukan nyamuk penyebab demam berdarah.

Tugas Akhir ini dapat diselesaikan oleh penulis dengan bantuan dari

berbagai pihak. Karena itu penulis ingin menyampaikan banyak terimakasih

kepada:

1. Prof. Dr. H. Djanggan Sargowo, dr. Sp.PD, Sp.JP (K), FIHA, FACC, FCAPC,

FESC, FASCC, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma

Surabaya yang telah memberi kesempatan berharga bagi penulis untuk dapat

belajar ilmu kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma

Surabaya.

2. Kartika Ishartadiati, dr., M. Ked sebagai pembimbing yang begitu banyak

memberikan bantuan berupa saran dan kritik serta bimbingan yang sangat

berperan bagi penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Page 5: Kemampuan Menetas Telur Aedes

3. Ayly Soekanto, dr., M. Kes sebagai penguji proposal dan Tugas Akhir, juga

atas saran yang membangun dalam penulisan karya tulis ini.

4. Staff Entomologi Tropical Disease Center Airlangga yang telah membantu

dalam penelitian penulis.

5. Segenap Tim Pelaksana Tugas Akhir dan sekertariat Tugas Akhir Fakultas

Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya yang telah memfasilitasi

proses penyelesaian Tugas Akhir.

6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini yang

tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari

sempurna, maka dari itu pernulis mengharapkan banyak masukan demi perbaikan

karya tulis ini.

Akhirnya kami berharap Tugas Akhir ini dapat memberi manfaat bagi

banyak pihak.

Surabaya, 30 September 2013

Penulis

Page 6: Kemampuan Menetas Telur Aedes

ABSTRAK

Maria T. 2013. Membandingkan Kemampuan Menetas Telur Aedes aegypti pada Air Selokan, Air Sabun, Air Bersih dengan Tanah, Air Selokan dengan Tanah dan Air Sabun dengan Tanah di Laboratorium Parasitologi FK UWKS. Tugas Akhir, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Pembimbing : Kartika Ishartadiati, dr., M. Ked

Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh gigitan Nyamuk Aedes aegypti yang mengandung virus Dengue dari genus Flaviviridae. Insiden DBD meningkat seiring peningkatan jumlah vektor nyamuk A.aegypti pada musim penghujan, karena itu pemberantasan vektor menjadi cara efektif mencegah terjadinya DBD. Pemberantasan A.aegypti berarti juga memberantas tempat perindukan agar dapat memutus siklus hidup nyamuk ini secara efektif. Diketahui bahwa nyamuk A.aegypti dapat menggunakan air tercemar sebagai tempat perindukan. Tujuan penelitian ini mengetahui perbedaan potensi berbagai jenis air tercemar seperti air selokan, air sabun, air bersih, air selokan dengan tanah, air bersih dengan tanah dan air sabun dengan tanah sebagai tempat perindukan nyamuk A.aegypti. Penelitian ini bersifat analitik dengan Uji Kruskall Wallis untuk uji hipotesis. Jumlah telur A.aegypti yang dimasukkan sebanyak 30 buah dalam setiap kontainer air tercemar, setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Variabel bebas pada peneitian ini adalah jumlah telur yang menetas menjadi larva, jumlah larva yang berkembang menjadi pupa, jumlah pupa yang berkembang menjadi nyamuk dewasa, durasi waktu dari telur hingga stadium larva pada masing-masing jenis air perindukan sedangkan variabel terikatnya adalah jenis air perindukan. Hasil penelitian dengan uji Kruskall Wallis didapatkan P=0,05 sehingga H0 ditolak, yang berarti ada perbedaan jumlah larva yang bermakna pada setiap jenis air perindukan. Rata-rata jumlah larva yang dapat hidup paling banyak terdapat pada air sabun dengan tanah yaitu sebanyak 27.50 larva, dan paling sedikit 14.75 larva pada air selokan dengan tanah. Pada penelitian juga diamati jumlah pupa dan dewasa yang dapat hidup pada setiap jenis air perindukan, namun tidak dilakukan uji statistik pada jumlah pupa dan dewasa. Jumlah pupa dan dewasa terbanyak terdapat pada kontainer berisi air sabun dengan tanah sebanyak 23 pupa dan dewasa, sedangkan paling sedikit terdapat pada kontainer berisi air selokan dimana tidak ada larva yang berkembang menjadi pupa dan dewasa. Dari analisis dapat disimpulkan bahwa nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang biak pada air tercemar, maka disarankan masyarakat lebih memperhatikan lingkungannya agar dapat mencegah genangan-genangan air, baik air tercemar maupun bersih, air yang berkontak dengan tanah maupun tidak, karena air-air ini memiliki potensi sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti.

Kata kunci : Aedes aegypti, kemampuan menetas, air tercemar, potensi air perindukan

Page 7: Kemampuan Menetas Telur Aedes

ABSTRACT

Maria T. 2013. Comparing the Ability of Aedes aegypti Eggs to Hatch in Drainage Water, Soapy Water, Clear Water with Soil, Drainage Water with Soil and Soapy Water with Soil at Parasitology Laboratory Faculty of Medicine WKSU. Final Assignment, Faculty of Medicine, Wijaya Kusuma Surabaya University. Supervisor : Kartika Ishartadiati, dr., M. Ked

Dengue Hemorrhagic Fever is caused by bite of Aedes aegypti mosquito which is contained Dengue virus from Flaviviridae genus. Incident of DHF is rising as population of A.aegypti mosquito raised at the rainy season, because of that vector eradication becoming effective way to prevent DHF. Eradication A.aegypti is also means eradication of breeding places to cut off the life cycle of this mosquito effectively. As known A.aegypti can used contaminated water as breeding place. The aim of this study is to know the difference potential between contaminated water such as drainage water, soapy water, clear water with soil, drainage water with soil and soapy water with soil as breeding place. This analytical study used Kruskall Wallis test to prove the hypothesis. 30 A.aegypti eggs placed into each water container, every treatment duplicated 4 times. Dependent variable in this study is the amount of the egg that hatched into larvae, the amount of larvae that developed become pupae, the amount of pupae that developed become adult mosquito, time needed from egg until developed into larvae, the independent variable is sort of water that become breeding place. The study which is tested by Kruskall Wallis test resulted P=0,05 so H0 rejected, which is means there is significance difference of larvae amount at every water which is used as breeding place. Maximum mean of the larvae lived at soapy water with soil container, as much as 27.50 larvae and least mean of larva lived in drainage water container, as much as 14.75 larvae. In the study also the sum of pupae and adult mosquito are also being observed, but not being tested by any statistical test. The maximum amount of pupae and adult are in the soapy water with soil container, whereas least amount are in the drainage water container which no larvae can develop into pupae or adut. From the analysis can be concluded that Aedes aegypti mosquito can breed at the contaminated water, therefore community are advised to observed their environment more carefully so they can prevent water slick, contaminated or clean water slick, water with sol or not, because these water can be potential become a breeding place for Aedes aegypti.

Key words: Aedes aegypti, ability to hatch, contaminated water, potention as breeding place

Page 8: Kemampuan Menetas Telur Aedes

DAFTAR ISI

Judul ............................................................................................................ iLembar Persetujuan....................................................................................... iiKata Pengantar............................................................................................... iiiAbstrak .......................................................................................................... vAbstract.......................................................................................................... viDaftar isi ........................................................................................................ viiDaftar Gambar .............................................................................................. ixDaftar Tabel................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang.......................................................................................... 1B. Rumusan Masalah..................................................................................... 6C. Tujuan Penelitian....................................................................................... 6D. Manfaat Hasil Penelitian........................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Nyamuk Aedes aegypti......................................................... 9

1. Klasifikasi......................................................................... 102. Morfologi.......................................................................... 103. Siklus hidup...................................................................... 114. Faktor yang mempengaruhi perkembangan..................... 14

B. Air......................................................................................... 16

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIANA. Kerangka Konsep................................................................. 19B. Hipotesis Penelitian.............................................................. 20

BAB IV METODE PENELITIANA. Rancangan Penelitian........................................................... 21B. Sampel.................................................................................. 21C. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................ 22D. Variabel Penelitian .............................................................. 22E. Definisi Operasional............................................................. 23F. Prosedur Penelitian............................................................... 25

1. Teknik Pengumpulan Data............................................... 252. Bahan dan Alat Penelitian................................................ 253. Prosedur Kerja.................................................................. 26

G. Metode Analisis Data........................................................... 29

BAB V HASIL DAN ANALISA DATAA. Hasil Penelitian..................................................................... 30

Page 9: Kemampuan Menetas Telur Aedes

B. Analisis Data........................................................................ 45BAB VI PEMBAHASAN

A. Pembahasan hasil penelitian................................................. 471. Kontainer berisi air sumur............................................. 472. Kontainer berisi air sabun............................................. 503. Kontainer berisi air selokan.......................................... 534. Kontainer berisi air sumur dengan tanah...................... 565. Kontainer berisi air sabun dengan tanah....................... 596. Kontainer berisi air selokan dengan tanah.................... 61

B. Implikasi terhadap Bidang Kedokteran................................ 63C. Keterbatasan Penelitian........................................................ 65

BAB VII PENUTUPA. Kesimpulan........................................................................... 67B. Saran..................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 70LAMPIRAN...................................................................................................73

Page 10: Kemampuan Menetas Telur Aedes

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Larva Pada Kontainer Berisi Air Sumur............................ 30Tabel 2 Jumlah Larva Pada Kontainer Berisi Air Sabun............................. 33Tabel 3 Jumlah Larva Pada Kontainer Berisi Air Selokan.......................... 36Tabel 4 Jumlah Larva Pada Kontainer Berisi Air Sumur Dengan Tanah.... 38Tabel 5 Jumlah Larva Pada Kontainer Berisi Air Sabun Dengan Tanah... . 40Tabel 6 Jumlah Larva Pada Kontainer Berisi Air Selokkan Dengan Tanah. 43Tabel 7 Mean dan Standar Deviasi Jumlah Larva Pada Berbagai Jenis Air Perindukan ..................................................................................... 45Tabel 8 Jumlah Pupa dan Dewasa Pada Berbagai Jenis Air Perindukan...... 45

Page 11: Kemampuan Menetas Telur Aedes

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Nyamuk Aedes Aegypti.......................................................... 9Gambar III.1 Kerangka Konsep Penelitian..................................................19Gambar V.1 Hasil Uji Kruskall Wallis.......................................................46

Page 12: Kemampuan Menetas Telur Aedes

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang sering ter-

jadi di Indonesia dan merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini

masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Demam Berdarah Dengue me-

miliki 4 derajat keparahan menurut WHO. Demam Berdarah Dengue (DBD) yang

telah mencapai grade 3 ataupun grade 4 dapat mengakibatkan shock ataupun ke-

matian. Sedangkan Demam Berdarah Dengue grade 1 atau grade 2 tidak terlalu

berbahaya, dengan gejala tes tourniquet positif dan kadang dapat terjadi perdarah-

an spontan. Namun demikian, penyakit Demam Berdarah Dengue tetap perlu

diwaspadai karena dalam beberapa kasus dapat berkembang menjadi grade 3 atau

4 yang dapat mengancam nyawa penderita. Mencegah adalah lebih baik daripada

mengobati, sebuah pepatah Indonesia yang sangat tepat namun kurang dapat

dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia sendiri dalam banyak hal, salah satunya

dalam mencegah terjadinya Demam Berdarah Dengue. Di Indonesia, penyakit

DBD pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Kota Surabaya dengan jumlah

penderita 58 orang dan kematian 24 orang (41,3%) (Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Timur, 2010). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Jawa Timur, insiden

penyakit di Rumah Sakit Sentinel di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2008

penyakit DBD menduduki peringkat kedua dengan presentase sebanyak 23,75%

Page 13: Kemampuan Menetas Telur Aedes

dari seluruh kasus. Pada Tahun 2009 dan 2010 kejadian DBD berturut-turut

sebesar 14,15% dan 18,75%, di mana DBD selama 3 tahun sejak 2008-2010

selalu menduduki peringkat kedua penyakit terbanyak di Rumah Sakit Sentinel di

Provinsi Jawa Timur. Pada tahun 2010, jumlah pasien Demam Berdarah Dengue

di Jawa Timur mencapai 26.059 orang dengan angka kesakitan (IR) sebesar

68,53/100.000 penduduk (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2010).

Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh gigitan Nyamuk Aedes

aegypti maupun Aedes albopictus yang mengandung virus Dengue dari genus

Flaviviridae. Nyamuk A. aegypti dapat juga menularkan penyakit selain DBD,

yaitu Japanese encephalitis, Chikungunya, dan demam kuning, namun penyakit

ini jarang ditemukan di Indonesia. A. aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan

subtropis yang ditemukan di bumi, biasanya antara garis lintang 35oU dan 35oS,

kira-kira berpengaruh dengan musim dingin isotherm 10oC, walaupun nyamuk ini

masih dapat ditemukan sampai sejauh 45oU (Sitio, 2008). Indonesia yang

termasuk salah satu negara tropis merupakan habitat yang nyaman bagi nyamuk

A. aegypti, ditambah minimnya kesadaran masyrakat akan kebersihan lingkungan

tidak mengherankan apabila banyak daerah-daerah di Indonesia yang merupakan

daerah endemis Demam Berdarah Dengue.

Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan menerapkan konsep mata

rantai penularan penyakit. Mata rantai penularan penyakit tersebut antara lain

terdiri atas faktor penyebab penyakit (agent), reservoir dan sumber infeksi

(source of infection), pintu keluar, cara penularan (mode of transmission), pintu

masuk, dan kerentanan (Sarudji, 2010). Pencegahan yang dapat dilakukan untuk

Page 14: Kemampuan Menetas Telur Aedes

penyakit yang diperantarai vektor seperti DBD yaitu memutus mata rantai

penularan penyakit melalui pemberantasan vektor yang akan menghalangi mata

rantai pintu keluar, cara penularan (mode of transmission), pintu masuk. DBD

tergolong penyakit yang dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan

wabah, karena itu pencegahan penyakit ini lebih diutamakan daripada

pengobatannya. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) tetap ada sepanjang

tahun, maka berarti keberadaan vektornya A. aegypti, tetap ada sepanjang tahun

(Wulandari, 2001), berarti tanpa vektor tidak akan terjadi infeksi terhadap virus

Dengue. Penyakit DBD tidak akan terjadi bila nyamuk A. aegypti yang bertindak

sebagai vektor dicegah menggigit dan memasukan agent virus Dengue ke tubuh

manusia. Cara efektif lain untuk mencegah penyakit infeksi adalah pemberian

vaksinasi, namun belum dapat ditemukan vaksin yang poten untuk mencegah

terjadinya infeksi oleh virus Dengue (Slaven et all, 2007). Hal ini

mengimplikasikan bahwa pemberan-tasan vektor adalah cara terbaik untuk

menurunkan angka kejadian penyakit DBD.

Pemberantasan A. aegypti berarti juga memberantas tempat perindukan agar

dapat memutus siklus hidup nyamuk ini secara efektif. Tempat penampungan air

dapat menjadi perindukan nyamuk A. aegypti, selama ini nyamuk A. aegypti

diketahui memiliki kebiasaan untuk berkembang biak pada air-air tergenang yang

jernih, terutama pada tandon buatan manusia (Sudarmaja, 2009). Tempat yang

dapat dijadikan tempat perindukan nyamuk A. aegypti adalah tempat penampung-

an air yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain bak mandi,

bak WC, gentong, ember dan lain-lain. Nyamuk A. aegypti juga dapat mengguna-

Page 15: Kemampuan Menetas Telur Aedes

kan tempat insidental yang dapat menampung air seperti vas bunga, ban bekas,

botol bekas, tempat minum burung, tempat sampah, selain itu dapat juga pada

genangan air yang timbul secara alamiah, yaitu pada lubang pohon, lubang pada

batu, dan sebagainya. Adanya kontainer di tempat ibadah, pasar dan saluran air

hujan yang tidak lancar di sekitar rumah juga merupakan tempat perkembangbiak-

an yang baik (Soegijanto, 2004).

Meskipun menurut teori yang umum nyamuk A. aegypti meletakkan

telurnya pada air yang jernih, namun menurut Sudarmaja (2009) uji laboratorium

menunjukkan bahwa perkembangan telur A. aegypti pada air sabun lebih bagus

dan lebih cepat bila dibandingkan dengan air. Hal lain yang cukup menarik

dilaporkan juga bahwa air detergen dalam konsentrasi 0,5 gram/liter dapat

menghambat perkembangan telur A.aegypti (Sudarmaja, 2008). Pada penelitian

yang dilakukan oleh Anies menggunakan media air tercemar, seperti air tanah, air

comberan, air rob dan air hujan sebagai kontrol untuk mengetahui daya tetas telur

Aedes aegypti disimpulkan air comberan merupakan jenis air yang paling efektif

untuk menetaskan telur Aedes aegypti (Pandujati, 2009). Di India, Gabu dkk.

melaporkan untuk pertama kalinya septictank sebagai tempat perindukan Aedes

aegypti, dalam septictank tersebut air ber-pH 7,0 dan mengandung bahan kimia

yang terdiri dari 250 ppm klorida, 0,36 ppm nitrat dan 18 ppm amonia (Qoniatun,

2010). Hal serupa juga diungkapkan CDC (Centers for Disease Control and

Prevention) di mana septictank di Puerto Rico dijadikan tempat perindukan

nyamuk Aedes dan beberapa septictank dapat menghasilkan beberapa ribu

nyamuk tiap harinya. Lebih lanjut, menurut CDC septic tank dapat menjadi

Page 16: Kemampuan Menetas Telur Aedes

tempat perindukan nyamuk antara lain bila tidak tertutup dengan baik, terdapat

retakan yang membuka keluar, ataupun tidak memiliki penutup lubang ventilasi.

Nyamuk A. aegypti tidak menyukai bertelur pada air yang bersinggungan dengan

tanah (Imms, 1960). Namun hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa A. aegypti

telah memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap media air yang

bersinggungan dengan tanah, karena telah banyak bukti yang menyatakan bahwa

A. aegypti dapat berkembang-biak tidak hanya pada air bersih. Pernyataan yang

mendukung bahwa ada kemungkinan nyamuk A. aegypti telah banyak mengalami

adaptasi, diungkapkan oleh ahli entomologi kesehatan Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB), Upik Kusumawati Hadi,bahwa perilaku

nyamuk (vektor) penyakit DBD mulai berubah (Hadi, 2006). Selain kemampuan

nyamuk dewasanya bertelur di air yang tercemar, telur A. aegypti juga memiliki

daya tahan yang cukup tinggi. Menurut CDC Telur A. aegypti tahan pada kondisi

kering, bahkan hingga 6 bulan atau lebih. Hal ini memungkinkan telur A. aegypti

untuk bertahan dan kembali menetas bila tergenang air.

Berdasarkan uraian di atas, telah jelas bahwa A. aegypti memiliki

kemampuan menggunakan air tercemar sebagai media perindukan. Dan juga telur

A. aegypti dapat menetas pada air yang tercemar. Oleh karena itu, perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut tentang potensi berbagai air tercemar, baik yang berkontak

dengan tanah maupun tidak sebagai tempat perindukan Aedes aegypti. Dalam

penelitian ini, akan dilakukan pengamatan terhadap kemampuan telur Aedes

aegypti menetas dan kemampuan pertumbuhan nyamuk Aedes aegypti hingga

Page 17: Kemampuan Menetas Telur Aedes

menjadi dewasa pada air selokan, air sabun, air bersih, air selokan dengan tanah,

air bersih dengan tanah, dan air sabun dengan tanah sebagai tempat perindukan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Apakah telur Aedes aegypti dapat menetas menjadi larva di air selokan, air

sabun, air bersih, air selokan dengan tanah, air bersih dengan tanah dan air

sabun dengan tanah sebagai tempat perindukan?

2. Apakah larva Aedes aegypti dapat mengalami pertumbuhan menjadi pupa

pada air selokan, air sabun, air bersih, air selokan dengan tanah, air bersih

dengan tanah dan air sabun dengan tanah?

3. Apakah pupa Aedes aegypti dapat mengalami pertumbuhan menjadi

dewasa pada air selokan, air sabun, air bersih, air selokan dengan tanah, air

bersih dengan tanah dan air sabun dengan tanah?

4. Apakah ada perbedaan potensi air selokan, air sabun, air bersih, air

selokan dengan tanah, air bersih dengan tanah dan air sabun dengan tanah

sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui perbedaan potensi berbagai jenis air sebagai tempat perindukan

nyamuk Aedes aegypti.

Page 18: Kemampuan Menetas Telur Aedes

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui kemampuan menetas telur Aedes aegypti di air selokan, air

sabun, air bersih, air selokan dengan tanah, air bersih dengan tanah dan

air sabun dengan tanah.

b. Mengetahui kemampuan pertumbuhan larva Aedes aegypti menjadi pupa

pada air selokan, air sabun, air bersih, air selokan dengan tanah, air

bersih dengan tanah dan air sabun dengan tanah.

c. Mengetahui kemampuan pertumbuhan pupa Aedes aegypti menjadi

dewasa pada air selokan, air sabun, air bersih, air selokan dengan tanah,

air bersih dengan tanah dan air sabun dengan tanah.

d. Mengetahui perbedaan potensi air selokan, air sabun, air bersih, air

selokan dengan tanah, air bersih dengan tanah dan air sabun dengan

tanah sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti.

D. Manfaat Hasil Penelitian

1. Manfaat bagi masyarakat.

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan masyarakat untuk

mengetahui jenis air yang potensial menjadi tempat perindukan nyamuk

Aedes aegypti.

2. Manfaat bagi Dinas Kesehatan.

Page 19: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Hasil penelitian ini dapat membantu Dinas Kesehatan menentukan langkah

yang lebih efektif dalam menyelenggarakan penyuluhan kepada masyarakat

dan pemberantasan tempat yang potensial menjadi tempat perindukan

nyamuk Aedes aegypti.

3. Manfaat bagi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

Memberikan sumbangan karya tulis ilmiah yang dapat mengharumkan

nama almamater dan mencerminkan semangat universitas untuk

berpartisipasi dalam mensejahterakan masyarakat melalui cara akademis.

4. Manfaat bagi peneliti.

Bagi peneliti hasil penelitian bermanfaat menambah pengetahuan dan

peneliti menyumbangkan sedikit usaha dalam memajukan pengetahuan

dalam bidang parasitologi.

5. Manfaat bagi pengembangan ilmu.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal dalam penelitian

lebih lanjut.

Page 20: Kemampuan Menetas Telur Aedes

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Nyamuk Aedes aegypti

Aedes aegypti, merupakan nyamuk yang menjadi vektor utama virus

Dengue. Aedes aegypti adalah salah satu vektor nyamuk yang paling efisien untuk

arbovirus, karena nyamuk ini sangat antropofilik dan hidup dekat manusia dan

sering hidup di dalam rumah. (Sitio, 2008). A. aegypti adalah spesies nyamuk

tropis dan subtropis yang ditemukan di bumi, biasanya antara garis lintang 35oU

dan 35oS, walaupun nyamuk ini masih dapat ditemukan sampai sejauh 45oU

(Sitio, 2008). Nyamuk A. aegypti selama ini diketahui memiliki kebiasaan untuk

berkembang biak pada air-air tergenang yang jernih, pada tendon buatan manusia

(Sudarmaja, 2009). Nyamuk A. aegypti diketahui tidak menyukai bertelur pada air

yang bersinggungan dengan tanah (Imms ,1960).

Gambar II.1 : Nyamuk Aedes Aegypti(National Center for Emerging and Zoonotic Infectious Diseases, Division of Vector-Borne Diseases. Dengue and the Aedes aegypti mosquito. www.cdc.gov/Dengue)

Page 21: Kemampuan Menetas Telur Aedes

1. Klasifikasi

Aedes aegypti menurut taksonomi merupakan golongan Animalia,

filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Diptera, famili Culicidae, tribus

Culicinae, genus Aedes dan spesies Aedes aegypti (Soedarto, 2008).

2. Morfologi

a. Aedes aegypti dewasa

A. aegypti dewasa berukuran kecil dibandingkan nyamuk ru-

mah, berwarna dasar hitam dengan bintik putih terutama pada kakinya.

Distribusi spesies ini terutama di daerah pantai Afrika dan tersebar luas

di daerah Asia selatan dan daerah beriklim panas, termasuk Amerika

Serikat bagian selatan (Sayono, 2002).

b. Telur Aedes aegypti

Telur A. aegypti berwarna hitam, berbentuk ovoid yang me-

runcing dan selalu diletakkan satu per satu. Telur Aedes dapat bertahan

pada kondisi kering hingga beberapa bulan, dan akan menetas bila ter-

genang air. Menurut CDC, Aedes aegypti dapat bertelur pada berbagai

container buatan manusia yang menampung air dan juga pada tempat

alami seperti lubang pada batang pohon yang terisi air. Telur nyamuk

Aedes sp. yang diamati dibawah mikroskop, akan memperlihatkan

garis-garis membentuk gambaran seperti sarang lebah pada dinding

luar/exochorion telur tersebut (Sudarto, 1972).

Page 22: Kemampuan Menetas Telur Aedes

c. Larva Aedes aegypti

Larva Aedes mempunyai sifon pendek, juga memiliki sepasang

sisir subventral yang berjarak sekitar ¼ bagian dari pangkal sifon. Ciri-

ciri tambahan yang membedakan larva Aedes dengan genus lain adalah

sekurang-kurangnya ada tiga pasang setae pada sirip ventral, antena

tidak melekat penuh dan tidak ada setae yang besar pada toraks

(Sayono, 2002).

d. Pupa

Fase ini adalah periode waktu yang digunakan dengan tidak

makan dan sedikit gerak. Pupa nyamuk Aedes aegypti bentuk tubuhnya

bengkok, dengan bagian kepala-dada (cephalothorax) lebih besar

bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak

seperti tanda baca “koma”. Pada bagian punggung (dorsal) dada

terdapat alat pernapasan seperti terompet (Qoniatun, 2010). Stadium

pupa membutuhkan waktu sekitar 2 hari pada suhu optimum atau lebih

panjang pada suhu rendah sebelum menetas menjadi nyamuk dewasa

(Sayono, 2002).

3. Siklus hidup

Aedes aegypti, sama seperti semua spesies nyamuk lain yang

termasuk famili Culicidae memiliki siklus hidup sempurna (holometabola).

Siklus hidup terdiri dari empat stadium, yaitu telur–larva–pupa–dewasa.

Page 23: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Stadium telur hingga pupa berada di lingkungan air, sedangkan stadium

dewasa berada di lingkungan udara. Dalam kondisi lingkungan yang

optimum, seluruh siklus hidup ditempuh dalam waktu sekitar 7-9 hari,

dengan perincian 1-2 hari stadium telur, 3-4 hari stadium larva, 2 hari

stadium pupa. Dalam kondisi temperatur yang rendah siklus hidup menjadi

lebih panjang (Sayono, 2002). Penyebaran nyamuk Aedes aegypti betina

dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dua faktor yang penting antara

lain adanya tempat bertelur dan darah. Penyebaran nyamuk juga dibatasi

oleh jarak terbang nyamuk A. aegypti yaitu 50 – 100 meter (Sitio, 2008).

Akan tetapi pada penelitian di Puerto Rico diketahui bahwa A. aegypti

dapat menyebar sampai lebih dari 400 meter terutama untuk mencari

tempat bertelur. Penyebaran vektor ini secara pasif dapat berlangsung

melalui telur dan larva yang ada dalam penampung (WHO, 2005).

Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan

mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5 (Warlina, 2004). Gabu dkk. dalam

Qoniatun (2010) melaporkan bahwa septictank dapat dipakai sebagai

tempat perindukan Aedes aegypti, dan air dalam septictank tersebut ber-pH

7,0 seperti pH air bersih. Salah satu faktor yang sering dijumpai sebagai

penghambat pembiakan A. aegypti adalah pH. Media yang memiliki pH

dibawah pH optimum akan bersifat asam, hal ini dapat mempengaruhi

penetasan telur A. aegypti. pH optimum agar telur Aedes sp. dapat menetas

yakni 6,5-7, bila pH media perindukan terlalu asam ataupun basa akan

mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan bahkan kematian A. aegypti.

Page 24: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Telur A. aegypti diletakkan pada permukaan air bersih secara

individual. Menurut Service (1996), habitat yang disukai adalah tempat

penampungan air baik di dalam maupun di luar rumah, antara lain seperti

talang, ketiak daun, pangkal potongan bambu, tandon temporer seperti

gentong, drum, ban bekas, kaleng bekas, botol, pot tanaman, dan berbagai

tempat lain yang mengandung air yang relatif bersih. Menurut Imms

(1960), nyamuk Aedes tidak menyukai tempat perindukan air yang

berkontak langsung dengan tanah. Setiap hari nyamuk Aedes betina dapat

bertelur rata-rata 100 butir. Nyamuk Aedes betina menghisap darah untuk

mematangkan telurnya (WHO, 2005). Menurut Rozendaal (1997),

kebanyakan spesies menggigit dan beristirahat di luar rumah tetapi pada

kota-kota di daerah tropis, A. aegypti berkembang biak, menghisap darah

serta beristirahat di dalam dan sekitar rumah (Sayono, 2002). Waktu

menghisap darah nyamuk A. aegypti betina adalah pada pagi atau petang

hari (Service, 1996).

Telur menetas menjadi larva setelah 2-4 hari. Dalam Salam (2011)

disebutkan menurut penelitian Brown (1962) bahwa telur yang diletakkan

di dalam air akan menetas dalam waktu 1-3 hari pada suhu 30ºC, namun

memerlukan waktu 7 hari pada suhu 16ºC. Telur Aedes akan menetas

sebanyak 80% pada hari pertama dan 95% pada hari kedua bila

direndam dalam air dan dalam kondisi normal. Larva mengalami 4

substadium dengan pengelupasan kulit sebanyak empat kali, tumbuh

menjadi pupa selama 6-8 hari. Larva mengambil makanan dari tempat

Page 25: Kemampuan Menetas Telur Aedes

perindukannya. Setelah 3-4 hari larva akan berubah menjadi pupa. Akhir-

nya pupa akan menjadi dewasa dalam 2 hari, pertumbuhan dari telur sampai

menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari (Qoniatun, 2010).

4. Faktor yang mempengaruhi perkembangan

a. Suhu udara

Siklus hidup Aedes aegypti yang behubungan langsung dengan

kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan proses

metabolismenya, pada umumnya terutama dipengaruhi oleh temperatur.

Nyamuk Aedes akan meletakkan telurnya pada temperature udara sekitar

20oC–30oC. Nyamuk dewasa akan cukup tidak aktif pada suhu 20oC

(Imms, 1960). Nyamuk dapat hidup pada suhu rendah tetapi proses

metabolis-menya menurun atau bahkan berhenti apabila suhu turun

sampai di bawah suhu kritis. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama

sekali pada suhu kurang dari 10oC atau lebih dari 40oC.Telur yang

diletakkan dalam air akan menetas sekitar 1 sampai 3 hari pada suhu

30oC, tetapi pada suhu udara yang lebih rendah yaitu sekitar 16oC

dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk menetas yaitu 7 hari. Apabila

nyamuk berada pada lingkungan dengan suhu lebih tinggi dari 35oC juga

akan mengakibatkan lebih lambatnya proses-proses fisiologi pada tubuh

nyamuk. Rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah

25-27oC. yang sebagian diatur oleh suhu (Sitio, 2008).

Page 26: Kemampuan Menetas Telur Aedes

b. Kelembaban udara

Kelembaban udara adalah jumlah uap air yang terkandung

dalam udara. Kelembaban udara sangat mempengaruhi kelangsungan

hidup nyamuk, terutama nyamuk dewasa. Sistem pernafasan nyamuk

dewasa menggunakan pipa udara (trachea) dengan lubang-lubang pada

dinding tubuh nyamuk (spiracle). Spiracle pada tubuh nyamuk ini tidak

memiliki suatu mekanisme pengaturan yang dapat membuat spiracle

menutup, sehingga tidak dapat dikontrol saat kondisi lingkungan kurang

menguntungkan. Pada saat kelembaban udara rendah maka akan

menyebabkan penguapan air yang konsentrasinya lebih tinggi di tubuh

nyamuk menuju lingkungan sekitarnya, sehingga menyebabkan cairan

tubuh nyamuk berkurang. Pada kondisi yang kelembaban udara yang

rendah (kurang dari 60%) akan dapat menyebabkan umur nyamuk akan

menjadi pendek, tidak bisa menjadi vektor karena tidak cukup waktu

untuk perpidahan virus dari lambung ke kelenjar ludah (Sitio, 2008).

c. Intensitas cahaya

Cahaya adalah faktor utama yang mempengaruhi pemilihan tempat

beristirahat nyamuk pada suatu tempat. Intensitas cahaya yang rendah

dan kelembaban yang tinggi merupakan kondisi yang baik bagi nyamuk..

Nyamuk betina cenderung untuk meletakkan telurnya pada tempat yang

terlindung dari sinar matahari dan cenderung gelap. Larva dari nyamuk

Aedes aegypti dapat bertahan lebih baik di ruangan dalam kontainer yang

Page 27: Kemampuan Menetas Telur Aedes

gelap. Dalam bejana yang intensitas cahayanya rendah atau gelap, rata-

rata berisi larva lebih banyak dari bejana yang intensitas cahayanya besar

atau terang (Sitio, 2008).

d. Curah hujan

Hujan dapat mempengaruhi kehidupan nyamuk dengan dua cara,

yaitu menyebabkan naiknya kelembaban udara dan menambah tempat

perindukan (Qoniatun, 2010). Perindukan nyamuk alamiah di luar rumah

dapat berupa kontainer yang memungkinkan menampung air hujan

seperti botol bekas, kaleng, ban bekas, namun dapat juga berupa

kontainer dari bahan alami seperti potongan bambu dan daun-daunan.

B. Air

Air adalah senyawa kimia dengan rumus H2O. Air adalah komponen

lingkungan yang penting bagi kehidupan. Air menyusun sebagian besar tubuh

manusia dan juga makluk hidup lain. Semua makhluk hidup di muka bumi ini

selalu membutuhan air setiap hari sepanjang hidupnya. Air merupakan

kebutuhan utama bagi proses kehidupan, tidak adanya air dapat diartikan

sebagai musnahnya kehidupan di bumi. Air dapat diidentikkan sebagai pedang

bermata dua, di satu sisi kehadirannya amat penting bagi proses kehidupan

manusia, tetapi di sisi lain kehadirannya juga dapat menjadi bencana. Air

bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi

air minum setelah dimasak terlebih dahulu (Peraturan Menteri Kesehatan

Page 28: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990). Keberadaan air yang tidak semestinya

dapat berakibat buruk pada kehidupan manusia, misalnya keberadaan air saat

banjir. Keberadaan air yang tidak diperhatikan oleh manusia seperti air yang

tertampung pada tandon, kaleng bekas atau pada daun sekalipun dapat

menimbulkan bencana, karena dapat digunakan oleh vektor sebagai tempat

berkembang biak. Vektor yang dapat berkembang biak pada genangan air ini

salah satunya adalah Aedes aegypti yang merupakan vektor dari Demam

Berdarah Dengue.

Air yang digunakan dalam kehidupan manusia untuk kebutuhan sehari-

hari yaitu air bersih. Air bersih ini setelah digunakan maka akan tercemar.

Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air pasal 1 ayat 2,

pencemaran air didefinisikan sebagai : “pencemaran air adalah masuknya atau

dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air

oleh kegiaan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu

yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya”

(Warlina, 2004). Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar

adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati secara fisis, kimiawi

dan biologis. Pengamatan secara fisis adalah pengamatan pencemaran air

secara fisik, yang dilihat adalah tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan

suhu, dan adanya perubahan warna, bau dan rasa. Pengamatan secara kimiawi

dilakukan dengan mengamati zat kimia yang terlarut dan perubahan pH air.

Pengamatan tentang adanya mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada

tidaknya bakteri pathogen adalah pengamatan secara biologis.

Page 29: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Air tidak hanya memegang peranan penting pada kehidupan manusia

saja. Air juga memegang peranan penting pada kelangsungan hidup nyamuk A.

aegypti. Tanpa adanya air, siklus hidup nyamuk A. aegypti akan terputus

sepenuhnya dan demam berdarah yang ditularkan oleh nyamuk A.aegypti tidak

perlu dikhawatirkan lagi. Namun tidak adanya air di bumi ini ialah sesuatu

yang mustahil, baik air bersih maupun air tercemar akan selalu ada seiring

berjalannya kehidupan manusia. Karena itu pengendalian nyamuk A. aegypti

tidak dapat dilakukan dengan meniadakan air, namun dilakukan dengan

mengontrol air yang dapat dijadikan tempat perindukan nyamuk tersebut.

Page 30: Kemampuan Menetas Telur Aedes

= Tidak diteliti

Peletakan telur Aedes aegypti

Jenis air perindukan

Ketersediaan air tempat

perindukan

Pencahayaan

Kontak air media perindukan dengan

tanah

Faktor lingkungan:Suhu udaraKelembaban udaraCurah hujan

Kemampuan menetas telur Aedes aegypti

Jumlah telur Aedes aegypti

Jumlah nyamuk betina gravid

Keadaan telur

Jumlah larva Aedes aegypti

Ketersediaan makanan

Keberadaan pemangsa

Jumlah pupa Aedes aegypti

Jumlah Aedes aegypti dewasa

Insektisida

Kelangsungan hidup larva

Keterangan:

= Diteliti

Gambar III.1 : Kerangka Konsep Penelitian

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Page 31: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Pada penelitian akan dilihat pengaruh jenis air perindukan dan kontak

air media perindukan dengan tanah terhadap kemampuan menetas telur Aedes

aegypti. Jenis air perindukan juga akan mempengaruhi ketersediaan makanan

bagi larva Aedes agypti. Ketersediaan makanan ini akan mempengaruhi

kelangsungan hidup larva, yang selanjutnya mempengaruhi jumlah pupa dan

nyamuk Aedes yang berhasil mencapai stadium dewasa.

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Telur Aedes aegypti dapat menetas menjadi larva di air selokan, air sabun,

air bersih, air selokan dengan tanah, air bersih dengan tanah dan air sabun

dengan tanah.

2. Larva Aedes aegypti dapat mengalami pertumbuhan menjadi pupa pada air

selokan, air sabun, air bersih, air selokan dengan tanah, air bersih dengan

tanah dan air sabun dengan tanah.

3. Pupa Aedes aegypti dapat mengalami pertumbuhan menjadi dewasa pada air

selokan, air sabun, air bersih, air selokan dengan tanah, air bersih dengan

tanah dan air sabun dengan tanah.

4. Terdapat perbedaan potensi air selokan, air sabun, air bersih, air selokan

dengan tanah, air bersih dengan tanah dan air sabun dengan tanah sebagai

tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti.

Page 32: Kemampuan Menetas Telur Aedes

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental, karena peneliti

melakukan intervensi secara aktif terhadap objek penelitian. Desain post-test

only digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini digunakan air

bersih sebagai kontrol.

B. Sampel

Objek penelitian ini adalah telur Aedes aegypti yang di peroleh dari

Tropical Disease Center Universitas Airlangga. Untuk meminimalkan kesalah-

an dan meningkatkan tingkat kepercayaan, percobaan akan diulang. Banyak-

nya ulangan yang diperlukan dalam percobaan dihitung dengan rumus

Feederer yang dikutip dari Kemas ali Hanafiah (2003).

(t-1) (r-1) ≥ 15

(6-1) (r-1) ≥ 15

(5) (r-1) ≥ 15

5r-5≥ 15

5r ≥ 20

r ≥ 4

t (treatment) = jumlah perlakuan

Page 33: Kemampuan Menetas Telur Aedes

r (replication) = jumlah ulangan

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi Universitas

Wijaya Kusuma Surabaya. Waktu penelitian diadakan mulai Desember 2012

sampai dengan selesai.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel independen:

a. Jumlah telur yang menetas menjadi larva pada setiap jenis air

perindukan

b. Jumlah larva yang berkembang menjadi pupa pada setiap jenis air

perindukan

c. Jumlah pupa yang berkembang menjadi nyamuk dewasa pada setiap

jenis air perindukan

d. Durasi waktu dari telur hingga stadium larva pada masing-masing jenis

air perindukan

2. Variabel dependen:

a. Jenis air perindukan

3. Variabel terkendali:

a. Temperatur lingkungan

b. Pencahayaan

c. Volume air perindukan

Page 34: Kemampuan Menetas Telur Aedes

E. Definisi Operasional

1. Air selokan (Air limbah rumah tangga)

Air selokan atau air limbah adalah air yang dihasilkan oleh kegiatan rumah

tangga, perkantoran, komersial dan industri. Air ini dialirkan kedalam

saluran khusus.

2. Air selokan dengan tanah

Air selokan yang tercampur tanah yaitu air selokan yang mengalami kontak

dengan tanah dan tergenang di atas tanah.

3. Air bersih

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dapat

diperoleh dari sumur air tanah.

4. Air bersih dengan tanah

Air bersih yang mengalami kontak dengan tanah dan tergenang di atas

tanah.

5. Air sabun

Air sabun adalah air yang telah terkontaminasi dengan sabun. Konsentrasi

air sabun yang digunakan adalah 0,5 g/l didasarkan pada penelitian

Sudarmaja (2009).

6. Air sabun dengan tanah

Air sabun yang mengalami kontak dengan tanah dan tergenang diatas tanah.

7. Jenis air media perindukan adalah air dengan kondisi tertentu yang

digunakan sebagai tempat perindukan dalam eksperimen. Dalam penelitian

Page 35: Kemampuan Menetas Telur Aedes

ini digunakan air selokan, air selokan dengan tanah, air bersih dengan tanah

dan air bersih.

Skala : nominal

8. Volume air perindukan adalah jumlah air perindukan yang ditempatkan

dalam setiap kontainer.

Satuan: milliliter

Skala: ratio

9. Pencahayaan adalah jumlah cahaya yang masuk ke tempat percobaan

dilakukan. Cahaya didapatkan dari lampu neon sebesar 30 watt yang

dinyalakan selama 2 jam per hari.

10. Temperatur ruangan adalah derajat panas ruangan tempat percobaan pada

waktu penelitian diukur dengan termometer.

Satuan : derajat Celcius

Skala : interval

11. Jumlah telur yang diletakkan adalah jumlah telur yang pada setiap jenis air

perindukan.

Satuan : ekor

Skala : rasio

12. Jumlah telur yang menetas menjadi larva adalah jumlah telur yang berhasil

berkembang menjadi larva pada setiap jenis air perindukan.

Satuan : ekor

Skala : rasio

Page 36: Kemampuan Menetas Telur Aedes

13. Durasi waktu dari telur hingga stadium larva adalah waktu yang

dibutuhkan telur sampai berkembang menjadi larva pada masing-masing

jenis air perindukan.

Satuan : hari

Skala : rasio

F. Prosedur Penelitian

1. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui uji coba

laboratorium. Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data yang

didapat dengan menghitung jumlah telur yang berhasil menetas, jumlah

larva, jumlah pupa dan jumlah nyamuk Aedes aegypti dewasa pada setiap

jenis media, kemudian hasil dicatat dalam bentuk tabel.

2. Bahan dan alat penelitian

a. Bahan:

1) Tiga jenis air media yang digunakan yaitu air selokan, air sabun dan

air bersih.

2) Tanah.

3) Telur Aedes aegypti.

b. Alat:

1) Gelas plastik (sebagai kontainer)

2) Kasa nyamuk

Page 37: Kemampuan Menetas Telur Aedes

3) Karet gelang

4) Gelas ukur

5) Termometer

3. Prosedur kerja

a. Persiapan:

1) Mengumpulkan telur Aedes aegypti yang didapatkan dari TDC

Unair.

2) Proses penyediaan air media perindukan

a) Air selokan

Air selokan ini diambil dari selokan yang terletak di wilayah

Petemon, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya, yaitu dengan cara

air diambil dengan gayung tanpa disaring, setelah itu dimasukan

ke dalam kontainer dan diendapkan selama 1 hari. Air yang

diambil sebanyak 2 liter.

b) Air sabun

Air sabun dibuat dengan cara mencampurkan 0,5 g sabun cair

(Lux®) dalam setiap liter air yang digunakan. Air yang

dicampurkan dengan sabun yaitu air PDAM. Air sabun yang

dibuat sebanyak 2 liter.

Page 38: Kemampuan Menetas Telur Aedes

c) Media air bersih

Air bersih yang digunakan yaitu air bersih yang didapatkan dari

air yang berasal dari sumur air tanah yang berada pada wilayah

Petemon, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya. Air yang

diambil sebanyak 2 liter.

3) Mengambil tanah yang berada di samping selokan di wilayah

Petemon, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya.

4) Pembuatan media perindukan

a) Pembuatan media perindukan air selokan

Memasukkan air selokan sebanyak 250 ml ke dalam kontainer

berupa gelas plastik.

b) Pembuatan media perindukan air sabun

Memasukkan air sabun sebanyak 250 ml diletakkan pada

kontainer berupa gelas plastik.

c) Pembuatan media perindukan air bersih

Memasukkan air bersih sebanyak 250 ml diletakkan pada

kontainer berupa gelas plastik.

d) Pembuatan media perindukan air selokan dengan tanah

Memasukkan tanah hingga padat pada dasar kontainer setinggi

¼ kontainer, kemudian diatasnya dituang air selokan sebanyak

250 ml.

e) Pembuatan media perindukan air sabun dengan tanah

Page 39: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Memasukkan tanah hingga padat pada dasar kontainer setinggi

¼ kontainer, kemudian diatasnya dituang air sabun sebanyak

250 ml.

f) Pembuatan media perindukan air bersih dengan tanah

Memasukkan tanah hingga padat pada dasar kontainer setinggi

¼ kontainer, kemudian di atasnya dituang air bersih sebanyak

250 ml.

b. Pelaksanaan penelitian

1. Menyiapkan tempat dan ruang penelitian.

2. Meletakkan kontainer berisi air perindukan yang telah disiapkan.

3. Memasukkan telur Aedes aegypti sebanyak 30 buah dalam setiap

kontainer.

4. Menutup kontainer yang telah diisi telur Aedes aegypti dengan kasa

nyamuk dan mengikat sekeliling kasa dan kontainer dengan karet

gelang.

5. Mengamati dan mencatat perkembangan telur yang berkembang

menjadi larva, pupa, dan dewasa.

c. Replikasi penelitian

Dalam penelitian ini digunakan enam jenis air (air selokan, air

sabun, air bersih, air selokan dengan tanah, air bersih dengan tanah, dan

air sabun dengan tanah) dan untuk masing-masing jenis air dilakukan 4

kali pengulangan.

Page 40: Kemampuan Menetas Telur Aedes

G. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji statistik

Analisis of Varians (ANOVA) jika data berdistribusi normal. Jika data tidak

memenuhi asumsi normal, maka digunakan uji Kruskal Wallis.

Page 41: Kemampuan Menetas Telur Aedes

BAB V

HASIL DAN ANALISIS DATA

A. Hasil Penelitian

Tabel 1: Jumlah Larva Pada Kontainer Berisi Air Sumur

Hari ke- Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

1 16 larva 13 larva 18 larva 17 larva

2 18 larva 23 larva 18 larva 20 larva

3 18 larva 23 larva 18 larva 20 larva

4 19 larva 20 larva 17 larva 20 larva

5 19 larva 20 larva 17 larva 20 larva

6 19 larva 17 larva 17 larva 19 larva

7 19 larva 17 larva 15 larva 19 larva

8 19 larva 15 larva 12 larva 19 larva

9 19 larva 14 larva 12 larva 19 larva

1018 larva1 pupa

13 larva 12 larva 19 larva

1118 larva1 dewasa

9 larva 11 larva 19 larva

12 18 larva1 dewasa

9 larva 11 larva 19 larva

1318 larva1 dewasa

7 larva 11 larva 19 larva

14 17 larva 6 larva 8 larva 18 larva

15 14 larva 6 larva 6 larva 17 larva

16 14 larva 4 larva 4 larva 16 larva

17 14 larva 4 larva 4 larva 16 larva

18 9 larva 4 larva 4 larva 14 larva

19 9 larva 4 larva 3 larva 10 larva

20 8 larva 4 larva 3 larva 6 larva

Page 42: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Hari ke- Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

21 6 larva 4 larva 2 larva 6 larva

22 6 larva 4 larva 2 larva 5 larva

23 6 larva 4 larva 1 larva 4 larva

24 6 larva 3 larva 1 larva 4 larva

25 6 larva 3 larva 1 larva 2 larva

26 5 larva 3 larva 1 larva 2 larva

27 5 larva 2 larva 1 larva 2 larva

28 5 larva 1 larva 1 larva 2 larva

29 3 larva 1 larva 1 larva 2 larva

30 3 larva 1 larva 1 larva 2 larva

31 3 larva 1 larva 1 larva 1 larva

32 3 larva 1 larva 1 larva -

33 2 larva 1 larva 1 larva -

34 2 larva 1 larva 1 larva -

35 2 larva 1 larva 1 larva -

36 2 larva 1 larva 1 larva -

37 2 larva 1 larva 1 larva -

38 2 larva 1 larva 1 larva -

39 2 larva 1 larva 1 larva -

40 2 larva 1 larva 1 larva -

41 2 larva 1 larva 1 larva -

42 2 larva 1 larva 1 larva -

43 1 larva 1 larva 1 larva -

44 - 1 larva 1 larva -

45 - 1 pupa 1 larva -

46 - 1 pupa 1 larva -

47 - 1 dewasa 1 larva -

48 - - 1 larva -

Page 43: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Hari ke- Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

49 - - 1 larva -

50 - - 1 larva -

51 - - - -

Jumlah dewasa

1 1 - -

Jumlah pupa : 2

Jumlah dewasa : 2

Page 44: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Tabel 2: Jumlah Larva Pada Kontainer Berisi Air Sabun

Hari ke- Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

1 23 larva 18 larva 15 larva 29 larva

2 23 larva 21 larva 19 larva 30 larva

3 24 larva 22 larva 19 larva 30 larva

4 28 larva 24 larva 20 larva 30 larva

5 28 larva 24 larva 20 larva 30 larva

6 25 larva 25 larva 20 larva 30 larva

7 25 larva 26 larva 20 larva 30 larva

8 24 larva 26 larva 20 larva 30 larva

9 24 larva 26 larva 20 larva 30 larva

10 24 larva 26 larva 20 larva 29 larva

11 24 larva 26 larva 20 larva 29 larva

12 24 larva 26 larva 20 larva 29 larva

13 24 larva 24 larva 20 larva 29 larva

14 24 larva 24 larva 18 larva 29 larva

15 24 larva 23 larva 18 larva 29 larva

16 24 larva 23 larva 18 larva 29 larva

17 24 larva 23 larva 18 larva 29 larva

18 23 larva1 pupa

23 larva 18 larva 29 larva

19 23 larva1 pupa

23 larva 18 larva 28 larva

20 23 larva1 dewasa

23 larva 18 larva 28 larva

21 23 larva1 dewasa

23 larva 17 larva1 pupa

28 larva

2222 larva1 pupa

1 dewasa

22 larva1 pupa

17 larva1 pupa

27 larva

2322 larva1 pupa

1 dewasa

22 larva1 pupa

17 larva1 dewasa

26 larva

Page 45: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Hari ke- Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

24 20 larva1 dewasa

22 larva1 dewasa

17 larva1 dewasa

23 larva

25 19 larva1 dewasa

22 larva1 dewasa

17 larva1 dewasa

20 larva

26 19 larva1 dewasa

22 larva1 dewasa

17 larva1 dewasa

17 larva

27 19 larva 20 larva1 dewasa

15 larva1 dewasa

11 larva

28 19 larva 20 larva1 dewasa

14 larva1 dewasa

10 larva

29 16 larva19 larva1 pupa

1 dewasa

9 larva1 dewasa

6 larva

30 16 larva19 larva1 pupa

1 dewasa7 larva 3 larva

31 15 larva 18 larva1 dewasa

5 larva 2 larva

32 13 larva 16 larva1 dewasa

2 larva -

33 12 larva 16 larva1 dewasa

2 larva -

34 12 larva 15 larva1 dewasa

1 larva -

35 10 larva 14 larva - -

36 7 larva 11 larva - -

37 4 larva 11 larva - -

38 4 larva 10 larva - -

39 3 larva 9 larva - -

40 2 larva 7 larva - -

41 2 larva 6 larva - -

42 1 larva 5 larva - -

43 1 larva 4 larva - -

44 1 larva 2 larva - -

45 1 larva 2 larva - -

46 - 2 larva - -

47 - 2 larva - -

Page 46: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Hari ke- Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

48 - 2 larva - -

49 - 1 larva - -

50 - 1 larva - -

51 - 1 larva - -

52 - 1 larva - -

53 - 1 larva - -

54 - 1 larva - -

55 - - - -

Jumlah dewasa

2 2 1 -

Jumlah pupa : 5

Jumlah dewasa : 5

Page 47: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Tabel 3: Jumlah Larva Pada Kontainer Berisi Air Selokan

Hari ke- Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

1 25 larva 25 larva 22 larva 18 larva

2 28 larva 25 larva 22 larva 21 larva

3 26 larva 24 larva 22 larva 21 larva

4 26 larva 23 larva 21 larva 21 larva

5 26 larva 22 larva 16 larva 24 larva

6 26 larva 22 larva 16 larva 24 larva

7 26 larva 22 larva 18 larva 24 larva

8 23 larva 22 larva 18 larva 20 larva

9 20 larva 22 larva 19 larva 19 larva

10 12 larva 22 larva 19 larva 6 larva

11 7 larva 20 larva 19 larva 3 larva

12 7 larva 18 larva 19 larva 3 larva

13 5 larva 11 larva 16 larva 3 larva

14 4 larva 7 larva 12 larva 3 larva

15 3 larva 6 larva 8 larva 3 larva

16 3 larva 6 larva 6 larva 3 larva

17 2 larva 6 larva 6 larva 3 larva

18 2 larva 6 larva 5 larva 1 larva

19 2 larva 4 larva 4 larva 1 larva

20 2 larva 4 larva 4 larva 1 larva

21 2 larva 2 larva 4 larva 1 larva

22 2 larva 2 larva 2 larva 1 larva

23 2 larva 2 larva 2 larva 1 larva

24 2 larva 2 larva 2 larva 1 larva

25 1 larva 2 larva 2 larva 1 larva

26 1 larva 2 larva 1 larva 1 larva

Page 48: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Hari ke- Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

27 1 larva 1 larva 1 larva 1 larva

28 1 larva 1 larva 1 larva 1 larva

29 - 1 larva 1 larva 1 larva

30 - 1 larva 1 larva 1 larva

31 - 1 larva 1 larva 1 larva

32 - 1 larva 1 larva 1 larva

33 - 1 larva 1 larva 1 larva

34 - 1 larva 1 larva 1 larva

35 - 1 larva - 1 larva

36 - 1 larva - 1 larva

37 - 1 larva - 1 larva

38 - 1 larva - 1 larva

39 - - - 1 larva

40 - - - 1 larva

41 - - - 1 larva

42 - - - 1 larva

43 - - - 1 larva

44 - - - 1 larva

45 - - - 1 larva

46 - - - 1 larva

47 - - - 1 larva

48 - - - 1 larva

49 - - - -

Jumlah dewasa

- - - -

Jumlah pupa : 0

Jumlah dewasa : 0

Page 49: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Tabel 4: Jumlah Larva Pada Kontainer Berisi Air Sumur dengan Tanah

Hari ke- Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

1 - 1 larva - 12 larva

2 5 larva 18 larva 19 larva 18 larva

3 28 larva 18 larva 28 larva 18 larva

4 28 larva 19 larva 28 larva 18 larva

5 26 larva 19 larva 25 larva 20 larva

6 26 larva 20 larva 25 larva 17 larva

7 20 larva 20 larva 25 larva 17 larva

8 19 larva 19 larva 20 larva 17 larva

9 19 larva 18 larva 19 larva 17 larva

10 17 larva 16 larva 19 larva 17 larva

11 14 larva 16 larva 19 larva 17 larva

12 14 larva 16 larva 18 larva 15 larva

13 12 larva 16 larva 12 larva 14 larva

14 12 larva 12 larva 12 larva 8 larva

15 11 larva 11 larva 11 larva 8 larva

16 8 larva 10 larva 11 larva 8 larva

17 8 larva 8 larva 11 larva 8 larva

18 5 larva 7 larva 10 larva 8 larva

19 3 larva 5 larva 8 larva 5 larva

20 2 larva 3 larva 6 larva 3 larva

21 2 larva 1 larva 4 larva 3 larva

22 2 larva 1 larva 4 larva 3 larva

23 2 larva 1 larva 4 larva 1 larva

24 2 larva 1 larva 4 larva 1 larva

25 2 larva 1 larva 3 larva 1 larva

26 2 larva 1 larva 3 larva 1 larva

Page 50: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Hari ke- Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

27 1 larva 1 larva 1 larva1 pupa

1 larva

28 1 larva 1 larva 1 larva1 pupa

1 larva

29 1 larva 1 larva 1 larva1 dewasa

1 larva

30 1 larva 1 larva 1 larva1 dewasa

1 larva

31 1 larva 1 larva 1 larva 1 larva

32 1 larva 1 larva 1 larva 1 larva

33 1 larva - 1 larva 1 larva

34 1 pupa - 1 larva 1 larva

35 1 pupa - 1 larva 1 larva

36 1 dewasa - 1 larva 1 larva

37 - - 1 larva 1 larva

38 - - 1 pupa 1 larva

39 - - 1 dewasa 1 larva

40 - - 1 dewasa 1 larva

41 - - - 1 larva

42 - - - 1 larva

43 - - - 1 larva

44 - - - -

45 - - - -

46 - - - -

47 - - - -

Jumlah dewasa

1 - 2 -

Jumlah pupa : 3

Jumlah dewasa : 3

Page 51: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Tabel 5: Jumlah Larva Pada Kontainer Berisi Air Sabun dengan Tanah

Hari ke- Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

1 25 larva 20 larva 30 larva 18 larva

2 26 larva 24 larva 30 larva 28 larva

3 27 larva 24 larva 30 larva 28 larva

4 25 larva 24 larva 30 larva 28 larva

5 24 larva 24 larva 26 larva 28 larva

6 24 larva 24 larva 26 larva 28 larva

7 23 larva1 pupa

23 larva1 pupa

26 larva 29 larva

8 22 larva2 pupa

22 larva2 pupa

26 larva 28 larva1 pupa

920 larva2 pupa

2 dewasa

21 larva2 pupa

1 dewasa26 larva

28 larva1 pupa

1018 larva4 pupa

2 dewasa

20 larva2 pupa

2 dewasa26 larva

27 larva1 pupa

1 dewasa

1118 larva2 pupa

4 dewasa

20 larva1 pupa

3 dewasa26 larva

26 larva1 pupa

2 dewasa

1216 larva3 pupa

5 dewasa

20 larva4 dewasa

26 larva25 larva1 pupa

2 dewasa

1315 larva3 pupa

6 dewasa

19 larva2 dewasa

26 larva23 larva2 dewasa

1414 larva1 pupa

6 dewasa

10 larva1 pupa

1 dewasa26 larva

22 larva1 pupa

1514 larva1 pupa

4 dewasa

18 larva1 pupa

1 dewasa25 larva

22 larva1 pupa

1614 larva1 pupa

1 dewasa

18 larva1 dewasa

25 larva22 larva1 dewasa

1713 larva2 dewasa

17 larva1 pupa

1 dewasa25 larva

22 larva1 dewasa

Page 52: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Hari ke- Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

1812 larva1 pupa

1 dewasa

16 larva2 pupa

25 larva 22 larva

1911 larva2 pupa

16 larva1 pupa

1 dewasa23 larva 21 larva

2011 larva1 pupa

1 dewasa

16 larva2 dewasa

19 larva 20 larva

21 11 larva2 dewasa

15 larva2 dewasa

18 larva 18 larva

22 11 larva2 dewasa

15 larva1 dewasa

15 larva 16 larva

23 11 larva 15 larva 15 larva 16 larva

24 9 larva 13 larva 9 larva 9 larva

25 9 larva 13 larva 9 larva 9 larva

26 8 larva 10 larva 4 larva 4 larva

27 7 larva 6 larva 4 larva 4 larva

28 4 larva 3 larva 4 larva 3 larva

29 4 larva 2 larva 2 larva 2 larva

30 4 larva 2 larva 1 larva 1 larva

31 2 larva 2 larva - 1 larva

32 2 larva 1 larva - 1 larva

33 2 larva 1 larva - 1 larva

34 2 larva 1 larva - 1 larva

35 2 larva 1 larva - 1 larva

36 2 larva 1 larva - -

37 2 larva 1 larva - -

38 1 larva 1 larva - -

39 - 1 larva - -

40 - 1 larva - -

41 - - - -

Page 53: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

Jumlah dewasa

12 dewasa 7 dewasa - 4 dewasa

Jumlah pupa : 23

Jumlah dewasa : 23

Page 54: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Tabel 6: Jumlah Larva Pada Kontainer Berisi Air Selokan dengan Tanah

Hari ke- Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

1 3 larva 2 larva 3 larva 10 larva

2 16 larva 4 larva 3 larva 16 larva

3 24 larva 4 larva 4 larva 18 larva

4 21 larva1 pupa

5 larva 6 larva 19 larva

5 21 larva1 pupa

4 larva1 pupa

6 larva 19 larva

6 21 larva1dewasa

4 larva1 pupa

6 larva 19 larva

7 21 larva1dewasa

4 larva1 dewasa

6 larva 21 larva

8 20 larva1dewasa

4 larva1 dewasa

6 larva 22 larva

9 16 larva 6 larva 7 larva1 pupa

22 larva

10 12 larva 6 larva 7 larva1 pupa

18 larva

11 10 larva 6 larva 7 larva1 dewasa

15 larva

12 10 larva 6 larva 7 larva 13 larva

13 8 larva 6 larva 7 larva 7 larva

14 6 larva 6 larva 7 larva 6 larva

15 6 larva 6 larva 7 larva 6 larva

16 6 larva 6 larva 7 larva 6 larva

17 6 larva 6 larva 7 larva 5 larva

18 6 larva 6 larva 7 larva 5 larva

19 6 larva 6 larva 7 larva 5 larva

20 5 larva 5 larva 7 larva 5 larva

21 5 larva 5 larva 7 larva 3 larva

22 3 larva 5 larva 7 larva 3 larva

23 3 larva 5 larva 7 larva 3 larva

24 2 larva 5 larva 7 larva 3 larva

Page 55: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Hari ke- Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

25 2 larva 5 larva 7 larva 3 larva

26 2 larva 4 larva 7 larva 3 larva

27 2 larva 4 larva 6 larva 3 larva

28 2 larva 4 larva 6 larva 2 larva

29 2 larva 4 larva 5 larva 2 larva

30 2 larva 4 larva 4 larva 2 larva

31 2 larva 3 larva 4 larva 1 larva

32 1 larva 2 larva 4 larva 1 larva

33 1 larva 2 larva 4 larva 1 larva

34 1 larva 1 larva 3 larva -

35 1 larva 1 larva 2 larva -

36 1 larva 1 larva 1 larva1 pupa

-

37 1 larva 1 larva 1 larva1 pupa

-

38 1 pupa 1 larva 1 larva1 dewasa

-

39 1 pupa - 1 larva1 dewasa

-

40 1 dewasa - 1 larva1 dewasa

-

41 1 dewasa - 1 larva -

42 1 dewasa - - -

43 - - - -

Jumlah dewasa

2 1 2 -

Jumlah pupa : 5

Jumlah dewasa : 5

Page 56: Kemampuan Menetas Telur Aedes

B. Analisis Data

Tabel 7: Mean dan Standar Deviasi Jumlah Larva Pada Berbagai Jenis Air Perindukan

Tabel 8: Jumlah Pupa dan Dewasa Pada Berbagai Jenis Air Perindukan

Jenis Air Perindukan Jumlah Pupa Jumlah Dewasa

Air Sumur 2 2

Air Sabun 5 5

Air Selokan 0 0

Air Sumur Dengan Tanah 3 3

Air Sabun Dengan Tanah 23 23

Air Selokan Dengan Tanah 5 5

Total 38 38

Jenis Air Perindukan Mean N Std. Deviation

Air Sumur 20.00 4 2.160

Air Sabun 26.00 4 4.320

Air Selokan 24.75 4 2.500

Air Sumur Dengan Tanah 24.00 4 4.619

Air Sabun Dengan Tanah 27.50 4 2.646

Air Selokan Dengan Tanah 14.75 4 9.570

Total 22.83 24 6.218

Page 57: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Perbedaan jumlah larva yang dapat hidup pada setiap kontainer diuji

kemaknaannya dengan menggunakan Uji Kruskall Wallis dengan menggunakan

program SPSS 19 for windows.

H0 : Tidak ada perbedaan yang bermakna antara jumlah larva yang hidup pada

setiap kontainer berisi air perindukan

H1 : Ada perbedaan yang bermakna antara jumlah larva yang hidup pada

setiap kontainer berisi air perindukan

Gambar V.1 Hasil Uji Kruskall Wallis

Page 58: Kemampuan Menetas Telur Aedes

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Pembahasan hasil penelitian

1. Kontainer berisi air sumur

Kontainer berisi air sumur pada percobaan ini difungsikan sebagai kontrol,

dimana diasumsikan bahwa air sumur merupakan sumber air yang paling mungkin

digunakan nyamuk A. aegypti sebagai tempat perindukan. Pada kontainer berisi

air sumur, pH air sumur yang terukur pada kertas indikator pH universal adalah 8.

pH air sumur ini sedikit basa, didapatkan bahwa air sumur ini tidak memiliki pH

optimal bagi penetasan telur A. aegypti, maka dapat dipastikan bahwa siklus hidup

telur A. aegypti hingga berkembang menjadi dewasa memerlukan waktu lebih

lama daripada perkembangan pada pH optimum 7 yang didapatkan dari penelitian

Sukamsih (Sukamsih, 2006). Suhu yang diukur pada pengamatan ini adalah suhu

udara bukan suhu air, dengan asumsi bahwa suhu air akan sangat terpengaruh

dengan suhu udara, bukan sebaliknya, suhu udara yang terukur sebesar 28ºC –

30ºC. Suhu udara agar telur nyamuk A. aegypti dapat tumbuh dan berkembang

dengan baik adalah suhu optimum, rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan

nyamuk A. aegypti adalah 25 – 27oC (Sitio, 2008). Suhu udara pada penelitian ini

memang sedikit lebih tinggi daripada suhu optimum bagi perkembangan nyamuk

A. aegypti, namun berdasarkan Imms suhu 20-30ºC merupakan rentang suhu yang

masih bias ditoleransi nyamuk A. aegypti sehingga nyamuk dewasa masih dapat

Page 59: Kemampuan Menetas Telur Aedes

meletakkan telurnya pada suhu tersebut (Imms, 1960). Suhu ruangan tanpa

manipulasi juga dipilih untuk mempermudah penelitian, karena walaupun suhu

ruang yang berkisar 28ºC – 30ºC masih dapat digunakan nyamuk A. aegypti untuk

hidup dan berkembang biak.

Jumlah telur A. aegypti yang diletakkan dalam setiap kontainer air sumur

sebanyak 30 butir, telur-telur ini telah diperiksa sebelumnya dengan menggunakan

mikroskop cahaya dengan pembesaran 100x dan telur yang bentuknya baik dan

tidak cacat saja yang diletakkan dalam kontainer, dengan asumsi bahwa telur

dengan bentuk yang baik dan tidak berkerut adalah telur yang baik dan memiliki

probabilitas yang tinggi untuk menetas menjadi larva, pupa serta tumbuh menjadi

nyamuk dewasa. Jumlah telur maksimal A. aegypti yang menetas menjadi larva

pada air sumur dapat dicapai dalam waktu 1-4 hari. Pada pengulangan pertama

jumlah telur maksimal yang menetas yaitu 19 telur tercapai pada hari keempat,

pada pengulangan kedua jumlah telur maksimal yang dapat menetas berjumlah 23

telur dan jumlah ini tercapai pada hari kedua. Pada pengulangan ketiga jumlah

telur maksimal yang dapat menetas berjumlah 18 larva pada hari pertama,

sedangkan pada pengulangan keempat jumlah telur maksimal yang dapat menetas

menjadi larva sebanyak 20 telur pada hari kedua. Jumlah larva maksimal yang

hidup pada kontainer berisi air sumur berbeda secara minimal pada setiap

pengulangan, dengan jumlah minimal 18 larva dan maksimal 23 larva. Rata-rata

jumlah telur yang menetas sekitar 20 ekor pada setiap kontainer yang berisi air

sumur (Tabel 7). Jumlah telur A. aegypti yang menetas ini merupakan jumlah

yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan jumlah telur yang diletakkan

Page 60: Kemampuan Menetas Telur Aedes

dalam kontainer air sumur yang berjumlah 30 telur. Presentase telur yang menetas

pada kontainer air sumur sebagai kontrol sebesar 66,67% atau 2/3 total telur.

Jumlah larva yang berhasil menjadi pupa hanya sebanyak 2 ekor, yaitu 1

ekor larva dari pengulangan pertama dan 1 larva dari pengulangan kedua. Kedua

pupa ini kemudian berhasil berkembang menjadi dewasa. Jumlah nyamuk dewasa

yang dapat hidup di air sumur sebanyak 2 ekor. Pada pengulangan pertama pupa

terbentuk pada hari kesepuluh dan dibutuhkan waktu selama 1 hari untuk

berkembang menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk dewasa pada pengulangan

pertama berusia 3 hari kemudian mati, namun dalam percobaan ini usia nyamuk

dewasa tidak dapat dibandingkan serta diamati secara bermakna karena nyamuk

dewasa akan tetap berada dalam kontainer selama hidupnya dan tidak

mendapatkan makanan. Pupa pada pengulangan kedua baru terbentuk pada hari

keempat puluh lima dan pupa membutuhkan waktu selama 2 hari sebelum

berkembang menjadi nyamuk dewasa, nyamuk dewasa ini kemudian berumur

hanya 1 hari dan mati. Dari pengamatan terhadap kemampuan menetas telur A.

aegypti pada air sumur cukup baik. Namun kemampuan berkembang dari larva

menjadi pupa dan dewasa pada air sumur ternyata kurang baik, karena hanya 2

nyamuk dewasa yang dapat berkembang pada kontainer berisi air sumur ini.

Kemampuan perkembangan pradewasa nyamuk A.aegypti tergantung pada

ketersediaan makanan, bahan organik dan anorganik (Hadi ,2006). Kemampuan

perkembangan pradewasa nyamuk A.aegypti yang kurang baik kontainer berisi air

sumur mengindikasikan bahwa air sumur yang digunakan dalam penelitian ini

kurang menyediakan bahan makanan yang sangat penting dan dibutuhkan nyamuk

Page 61: Kemampuan Menetas Telur Aedes

A.aegypti dalam perkembangannya dari larva menuju pupa dan nyamuk dewasa,

serta air sumur yang digunakan kurang mengandung bahan organik dan anorganik

yang penting bagi perkembangan pradewasa nyamuk A.aegypti. Namun dalam

penelitian ini tidak dapat diketahui secara terperinci bahan anorganik dan organik

apa saja yang terkandung dalam air sumur ini, akibat keterbatasan sarana dan

prasarana.

2. Kontainer berisi air sabun

Kontainer berisi air sabun dalam percobaan ini digunakan karena air sabun

memiliki potensi sebagai tempat perindukan nyamuk A. aegypti. Pada kontainer

berisi air sabun dilakukan pengukuran pH dengan kertas indikator pH universal,

pH air saun yang terukur sebesar 9. pH air sumur ini basa, yang merupakan sifat

dari sabun. Kehidupan larva nyamuk A. aegypti hingga menjadi dewasa berada

pada kisaran pH 4,4 sampai dengan Ph 9,3 (Sukamsih, 2006). Menurut penelitian

Sukamsih didapatkan bahwa larva nyamuk A. aegypti yang dapat berkembang

menjadi pupa pada air dengan pH 9 sebanyak 46%. Hal ini menunjukkan bahwa

nyamuk A. aegypti masih dapat berkembang pada pH di atas pH optimum bagi

kehidupan nyamuk A. aegypti. Suhu yang diukur pada pengamatan ini adalah

sebesar 28ºC – 30ºC. Suhu udara rata-rata agar telur nyamuk A. aegypti dapat

tumbuh dan berkembang dengan baik adalah 25 – 27oC (Sitio, 2008). Suhu udara

pada penelitian ini memang sedikit lebih tinggi daripada suhu optimum bagi

perkembangan nyamuk A. aegypti, namun berdasarkan Imms,1960, suhu 20-30ºC

merupakan rentang suhu yang masih bias ditoleransi nyamuk A. aegypti.

Page 62: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Telur A. aegypti yang diletakkan dalam setiap kontainer air sabun

berjumlah 30 butir, telur-telur ini telah diperiksa sebelumnya dengan

menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 100x dan telur yang

bentuknya baik dan tidak cacat saja yang diletakkan dalam kontainer, dengan

asumsi bahwa telur dengan bentuk yang baik dan tidak berkerut adalah telur yang

baik dan memiliki probabilitas yang tinggi untuk menetas menjadi larva, pupa

serta tumbuh menjadi nyamuk dewasa. Pada air sabun, jumlah maksimal telur

yang dapat menetas menjadi larva dicapai pada hari kedua hingga hari ketujuh.

Jumlah telur yang dapat menetas menjadi larva pada setiap pengulangan cukup

bervariasi, yaitu 28 larva di hari keempat pada pengulangan pertama, 26 larva di

hari ketujuh pada pengulangan kedua, 20 larva di hari keempat pada pengulangan

ketiga, dan 30 larva di hari kedua pada pengulangan keempat. Jumlah rata-rata

telur yang dapat menetas menjadi larva pada setiap kontainer yang berisi air sabun

sebanyak 26 telur (lihat Tabel 7). Presentase telur yang menetas sebesar 86,67%,

yaitu 26 telur dari 30 telur A. aegypti yang diletakkan dalm setiap kontainer berisi

air sabun. Presentase telur A. aegypti yang menetas pada kontainer berisi air sabun

0,5g/l ternyata 20% lebih tinggi daripada presentase telur yang dapat menetas

menjadi larva pada kontainer air sumur sebagai kontrol. Hal ini menegaskan

kembali bahwa air sabun dengan konsentrasi 0,5 g/l merupakan media yang

sangat baik untuk penetasan telur dan perkembangan larva A. aegypti seperti

yang di dapat dari hasil penelitian Natalia (2006) dan Sudarmaja (2008) tentang

pengaruh air sabun terhadap daya tetas telur A. aegypti. Walaupun dalam hal pH

air, pH air sabun sebenarnya bukan pH optimum yang cocok digunakan sebagai

Page 63: Kemampuan Menetas Telur Aedes

tempat perindukan, tetapi pH 9 masih dapat ditoleransi dan bisa digunakan

nyamuk A. aegypti untuk berkembang biak. Dalam air sabun diduga banyak

terkandung bahan – bahan organik dan inorganik yang penting bagi

perkembangan nyamuk A. aegypti, sehingga dapat membantu pertumbuhan

nyamuk A. aegypti lebih baik daripada pertumbuhan pada media berisi air saja.

Jumlah larva yang menetas pada kontainer berisi air sabun lebih banyak daripada

yang menetas pada air sumur, dan secara perhitungan statistik menggunakan uji

Kruskall Wallis didapatkan ada perbedaan jumlah larva yang pada kontainer air

perindukan yang digunakan dalam penelitian (lihat gambar V.1). Jumlah larva

yang menetas pada air sabun berbeda berarti secara statistik dibanding dengan

jumlah larva yang menetas pada air perindukan yang lain. Perbedaan secara

statistk ini tidak dapat dihitung tingakt kemaknaannya karena data tidak

memenuhi kriteria homogen pada uji Levene (lihat Lampiran), sehingga tidak

dapat dilakukan pengujian satatistik parametrik.

Jumlah larva A. aegypti yang kemudian dapat berkembang menjadi pupa

sebanyak 5 ekor, yaitu 2 pupa pada pengulangan pertama, 2 pupa pada

pengulangan kedua dan 1 pupa pada pengulangan ketiga, sedangkan pada

pengulangan keempat tidak didapatkan larva yang berubah menjadi pupa. Pada

pengulangan pertama larva berubah menjadi pupa pada hari kedelapan belas, dan

hari kedua puluh dua, pupa ini berumur dua hari, kemudian berkembang menjadi

dewasa. Pada pengulangan yang kedua, larva yang berubah menjadi dewasa

didapatkan pada hari kedua puluh dua dan hari ketiga puluh, pupa ini masing-

masing berusia 2 hari sebekum berkembang menjadi nyamuk A. aegypti dewasa.

Page 64: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Pupa pada pengulangan ketiga terbentuk pada hari kedua puluh satu dan

berkembang selama 2 hari sebelum berkembang menjadi nyamuk A. aegypti.

Jumlah total nyamuk dewasa yang dapat hidup pada kontainer berisi air sabun

adalah 5 nyamuk A. aegypti. Perhitungan statistik tidak dilakukan pada jumlah

pupa maupun larva karena jumlah pupa dan dewasa yang dapat berkembang pada

air sabun hanya sedikit, sehingga dilakukan perbandingkan saja antara jumlah

pupa dan dewasa yang dapat tumbuh pada kontrol. Jumlah pupa yang dapat

berkembang pada air sabun sejumlah 5 pupa lebih banyak daripada jumlah pupa

yang terdapat pada air sumur sejumlah 2 pupa. Hal yang sama juga terjadi pada

jumlah nyamuk A. aegypti dewasa yang dapat berkembang pada air sabun

sejumlah 5 ekor, lebih banyak daripada jumlah nyamuk A. aegypti dewasa yang

terdapat pada air sumur sejumlah 2 ekor. Dari jumlah pupa dan nyamuk dewasa

yang didapatkan pada air sabun, dapat dilihat bahwa air sabun memiliki bahan

organik dan inorganik yang lebih medukung perkembangan larva dan pradewasa

nyamuk A. aegypti.

3. Kontainer berisi air selokan

Pengukuran pH yang dilakukan pada kontainer berisi air selokan pada

percobaan ini didapatkan bahwa pH air selokan adalah 8. pH air selokan ini

tergolong sedikit basa. pH suatu air ditentukan juga oleh bahan-bahan yang

terkandung di dalam air tersebut. Air selokan yang diambil pada percobaan ini

diambil dari selokan yang terletak di wilayah Petemon, Kecamatan Sawahan,

Kota Surabaya, dengan cara air diambil dengan gayung tanpa disaring, setelah itu

dimasukan ke dalam kontainer dan diendapkan selama 1 hari. Air selokan ini

Page 65: Kemampuan Menetas Telur Aedes

mengandung berbagai macam bahan kontaminan, karena air selokan sebagian

besar ialah air bekas yang telah digunakan untuk keperluan sehari-hari. Pada

selokan juga bisa didapatkan sampah yang dibuang secara sembarangan kedalam

saluran air, karena kebiasaan buruk yang masih dilakukan oleh sebagian warga

masyarakat. Kandungan bahan padat maupun cair pada sampah juga dapat

mencemari air yang terdapat pada selokan. Sampah padat yang banyak menumpuk

didalam selokan ini kemudian dapat menghentikan aliran air selokan, dan

menjadikan selokan dengan air yang tidak mengalir sebagai salah satu tempat

alternatif perindukan nyamuk, termasuk nyamuk A. aegypti. Setiap bahan yang

terkandung dalam suatu air, akan mempengaruhi kemungkinan air tersebut

menjadi tempat perindukan nyamuk, dalam hal ini khususnya nyamuk A. aegypti .

Namun pada percobaan ini terdapat keterbatasan peralatan, sehingga tidak dapat

mengukur bahan-bahan terlarut apa saja yang terkandung pada air selokan

tersebut. Suhu udara juga sangat mempengaruhi kelangsungan hidup nyamuk A.

aegypti, suhu udara yang diukur pada pengamatan ini adalah sebesar 28ºC – 30ºC.

Jumlah maksimal telur A. aegypti pada kontainer berisi air selokan yang

dapat menetas menjadi larva rata-rata sebanyak 24,75 ekor (lihat Tabel 7)

sedangkan telur A. aegypti yang diletakkan dalam setiap kontainer air selokan

berjumlah 30 butir, sebelum diletakkan dalam kontainer telur-telur ini telah

diperiksa sebelumnya untuk memastikan bentuknya baik dan tidak cacat, asumsi

peneliti ialah telur dengan bentuk yang baik dan tidak berkerut merupakan telur

yang baik dan memiliki probabilitas yang tinggi untuk menetas menjadi larva,

pupa serta tumbuh menjadi nyamuk dewasa.. Jumlah maksimal telur yang

Page 66: Kemampuan Menetas Telur Aedes

menetas pada pengulangan pertama sebanyak 28 telur, pada pengulangan kedua

sebanyak 25 telur, pada pengulangan ketiga sebanyak 22 telur dan 24 telur yang

dapat menetas menjadi larva pada pengulangan keempat. Jumlah maksimal ini

dicapai pada setiap kontainer dalam rentang waktu 1 hingga 5 hari. Presentase

jumlah telur yang dapat menetas pada kontainer berisi air selokan yaitu sebesar

82,5%. Presentase telur A. aegypti yang dapat menetas pada kontainer berisi air

selokan ini cukup tinggi, lebih tinggi 15.83% dibandingkan dengan jumlah

maksimal telur yang dapat menetas pada kontrol. Pengujian statistik dilakukan

untuk menguji kemaknaan perbedaan jumlah larva yang dapat hidup di air selokan

dibandingkan dengan air perindukan yang lain. Sebelum dilakukan pengujian

kemaknaan perbedaan dilakukan pengujian awal distribusi data normal dengan uji

Kolomogrov-Smirnov satu sampel dan homogenitas data dengan uji Levene (lihat

Lampiran). Pada pengujian awal didapatkan bahwa data jumlah larva yang

menetas pada tiap air perindukan berdistribusi namun tidak homogen, sehingga

tidak dapat dilakukan uji kemaknaan beda dengan uji ANOVA, dan dilakukan

pengujian kemaknaan beda dengan uji Kruskall Wallis. Pada uji Kruskall Wallis

didapatkan P=0,05 sehingga H0 ditolak, yang berarti ada perbedaan jumlah larva

yang bermakna pada air selokan dibandingkan dengan air perindukan yang lain

(lihat gambar V.1). Namun perbedaan jumlah larva ini tidak dapat diuji

kemaknaannya secara lanjut karena data tidak homogen.

Pada kontainer berisi air selokan ini tidak didapatkan larva yang dapat

berkembang menjadi pupa ataupun nyamuk A. aegypti dewasa. Dari pengamatan

didapatkan bahwa air selokan tidak baik untuk mendukung perkembangan

Page 67: Kemampuan Menetas Telur Aedes

pradewasa nyamuk A. aegypti. Larva nyamuk A. aegypti yang tidak dapat

berkembang menjadi dewasa pada kontainer berisi air selokan kemungkinan

diakibatkan kurangnya bahan organik dan inorganik yang terlarut dalam air

selokan yang digunakan pada percobaan ini, juga akibat kurangnya bahan

makanan yang terkandung dalam air selokan sehingga larva tidak mendapatkan

cukup asupan makanan agar dapat berkembang menjadi nyamuk dewasa. Namun

bahan apa yang dapat mencegah perkembangan larva nyamuk A. aegypti pada air

selokan yang digunakan pada percobaan ini masih belum dapat diketahui karena

keterbatasan alat. Ketidakmampuan larva A. aegypti berkembang menjadi nyamuk

dewasa pada air selokan dalam penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan bahwa

air selokan tidak dapat digunakan sebagai tempat perindukan, melainkan hal ini

mengindikasikan bahwa potensi air selokan sebagai tempat perindukan nyamuk A.

aegypti bergantung pada kandungan bahan apa saja yang terdapat pada air selokan

tersebut dan apakah ada ketersediaan bahan makanan yang cukup bagi larva

nyamuk A. aegypti agar dapat berkembang menjadi nyamuk dewasa. Kondisi

aliran air pada selokan juga banyak berperan menentukan apakah selokan dapat

digunakan sebagai tempat perindukan nyamuk A. aegypti ataupun tidak, karena

nyamuk A. aegypti tidak menggunakan air yang mengalir sebagai tempat

perindukan.

4. Kontainer berisi air sumur dengan tanah

Kontainer berisi air sumur dengan tanah sebenarnya memiliki air

perindukan yang sama dengan air sumur pada kontrol, dengan memberikan tanah

yang dipadatkan pada dasar kontainer yang membedakan perlakuan antara kedua

Page 68: Kemampuan Menetas Telur Aedes

jenis air perindukan ini. Dengan perlakuan pemberian tanah pada dasar kontainer

perindukan ini, diharapkan dapat diketahui apakah tanah memiliki pengaruh yang

signifikan pada pertumbuhan dan perkembangan telur A. aegypti, perkembangan

pradewasa A. aegypti (larva dan pupa) hingga menjadi nyamuk A. aegypti dewasa.

Pada kontainer berisi air sumur dengan tanah, pH air sumur yang terukur pada

kertas indikator pH universal adalah 8 sama seperti pH air sumur saja. Pada

perlakuan air sumur dengan tanah, sebagian kecil tanah juga bercampur dengan

air dalam kontainer ini. Suhu ruangan yang diukur pada pengamatan ini sebesar

28ºC – 30ºC, dimana pengukuran suhu dilakukan sebanyak 1x perhari.

Pada kontainer berisi air sumur dengan tanah, jumlah telur A. aegypti

maksimal yang dapat menetas menjadi larva dicapai pada hari ketiga hingga hari

keenam. Jumlah telur yang dapat menetas menjadi larva pada pengulangan

pertama hingga ke empat sebanyak 28 larva, 20 larva, 28 larva dan 20 larva.

Jumlah rata-rata telur yang dapat meneta pada setiap pengulangan yaitu sebanyak

24 telur (lihat Tabel 7). Presentase telur yang dapat menetas pada kontainer berisi

air selokan ini sebesar 80% (24 telur dari 30 telur yang diletakkan ke dalam

kontainer). Presentase telur yang dapat menetas dalam kontainer berisi air sumur

dengan tanah ini leibih tinggi 13,33% daripada konrol, yaitu telur yang diletakkan

dalam kontainer yang berisi air sumur saja. Hal ini bertentangan dengan

pernyataan yang dikemukakan Imms (1960), yag menyatakan bahwa nyamuk A.

aegypti tidak menyukai genangan air di atas tanah sebagai tempat perindukan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nyamuk A. aegypti dapat berkembang

dengan baik walaupun air yang digunakan sebagai tempat perindukan

Page 69: Kemampuan Menetas Telur Aedes

bersinggungan dengan tanah. Hasil penelitian bahwa nyamuk A. aegypti

berkembang dengan baik dalam air yang bersinggungan dengan tanah ini

memperkuat hasil penelitian yang didapatkan oleh Hadi (2006) bahwa

perkembangan pradewasa A. aegypti yang cukup baik terdapat pada media

berisi campuran polutan tanah. Menurut Hadi (2006) perkembangan pradewasa

nyamuk A. aegypti tergantung pada ketersediaan makanan, bahan organik dan

anorganik. Perkembangan pradewasa nyamuk A. aegypti yang baik dalam air

yang mengandung tanah, berarti mengimplikasikan bahwa tanah memperkaya

kadungan air dengan bahan organik dan inorganik sehingga dapat membantu

perkembangan pradewasa A. aegypti . Secara perhitungan statistik dengan

menggunakan uji Kruskall Wallis, dapat disimpulkan bahwa jumlah larva yang

didapatkan pada kontainer berisi air sumur dengan tanah berbeda secara bermakna

dengan yang didapatkan pada air perindukan lain (lihat gambar V.1).

Dari telur yang telah menetas dalam kontainer berisi air sumur dengan

tanah ini, sejumlah 3 larva dapat berkembang menjadi pupa, yaitu 1 larva pada

pengulangan pertama dan 2 larva pada pengulangan ketiga. Pada pengulangan

pertama larva yang dapat berkembang menjadi pupa terbentuk pada hari ketiga

puluh empat, pupa ini berusia dua hari sebelum berkembang menjadi nyamuk

dewasa. Pada pengulangan ketiga pupa terbentuk pada hari kedua puluh tujuh, dan

hari ketiga puluh delapan, kedua pupa ini kemudan berkembang menjadi nyamuk

dewasa. Bila dibandingkan dengan kontrol, jumlah pupa dan dewasa yang dapat

berkembang pada kontainer berisi air sumur dengan tanah. Namun perbedaan

jumlah perkembangan pradewasa dan nyamuk dewasa ini tidak dapat dihitung

Page 70: Kemampuan Menetas Telur Aedes

kemaknaannya secara statistik karena data yang didapatkan berjumlah terlalu

sedikit. Secara perbandingan saja, dapat dikemukakan bahwa dalam penelitian ini

didapatkan bahwa air sumur dengan tanah memiliki potensi yang lebih baik

daripada air sumur saja sebagai tempat perindukan nyamuk A. aegypti karena

lebih mendukung perkembangan pradewasa dari nyamuk A. aegypti.

5. Kontainer berisi air sabun dengan tanah

Air sabun diketahui dapat membantu perkembangan nyamuk A. aegypti

(Natalia, 2006 dan Sudarmaja, 2008). Pada perlakuan air sabun dngan tanah

sebagai air perindukan, ingin diketahui apakah air sabun yang bersinggungan

dengan tanah dapat mempengaruhi perkembangan nyamuk A. aegypti. pH air

sabun yang diletakkan pada air yang bersinggungan dengan tanah adalah sebesar

9. Suhu ruangan yang diukur sebesar 28ºC – 30ºC, dimana pengukuran suhu

dilakukan sebanyak 1x perhari.

Pada kontainer berisi air sabun dengan tanah jumlah telur A. aegypti yang

dapat menetas menjadi larva pada setiap pengulangan rata-rata sebanyak 27,5

butir (lihat Tabel 7). Jumlah telur A. aegypti maksimal yang dapat menetas pada

setiap perulangan yaitu 27 telur pada pegulangan pertama, 24 telur pada

pengulangan kedua, 30 telur pada pengulangan ketiga dan 29 telur pada

pengulangan keempat. Jumlah telur yang dapat menetas bila dinyatakan dalam

presentase yaitu sebesar 91,67%. Presentase ini lebih tinggi dari pada presentase

jumlah telur yang menetas pada kontrol, dan juga lebih tinggi bila dibandingkan

dengan perlakuan air sabun saja tanpa tanah. Jumlah maksimal telur yang menetas

pada kontainer berisi air sabun dengan tanah dicapai pada hari pertama hingga

Page 71: Kemampuan Menetas Telur Aedes

ketujuh. Hasil penelitian ini mendukung pernyataan bahwa nyamuk A. aegypti

dapat berkembang dengan baik menggunakan air yang berkontak dengan tanah

sebagai perindukan, secara khusus air sabun yang bersinggungan dengan tanah.

Hal ini mengindikasikan setiap warga masyarakat harus berhati-hati dalam

membung limbah berupa air sabun, karena limbah air sabun baik dari rumah

tangga, industri maupun berbagai kegiatan lain dapat mencemari berbagai air yang

tergenang dan semakin mempermudah perkembang biakan nyamuk A. aegypti.

Secara perhitungan statistik didapatkan bahwa perlakuan dengan air sabun dengan

tanah berbeda secara bermakna dengan perlakuan air perindukan yang lain (lihat

gambar V.1).

Dari larva yang hidup pada kontainer berisi air sabun dengan tanah ini

didapatkan 23 larva yang dapat berkembang menjadi pupa. Jumlah pupa pada

perulangan pertama sebanyak 12 pupa, pada pengulangan kedua 7 pupa, pada

pengulangan ketiga tidak didapatkan pupa dan pada pengulangan keempat

didapatkan 4 pupa. Pupa yang pertama kali dapat berkembang pada pengulangan

pertama dan kedua terbentuk pada hari ketujuh, sedangkan pada pengulangan

keempat pupa yang pertama kali terbentuk pada hari kedelapan. Jumlah pupa yang

dapat berkembang dalam kontainer berisi air sabun dengan tanah merupakan yang

terbanyak diantara 5 jenis air perindukan yang lain. Hal ini mengindikasikan

bahwa air sabun dengan tanah merupakan air perindukan yang paling baik bila

dibandingkan dengan air sumur, air sabun, air selokan, air sumur dengan tanah

dan air selokan dengan tanah. Air sabun memang mengandung unsur-unsur yang

diperlukan untuk perkembangan nyamuk A. aegypti, seperti yang dikemukakan

Page 72: Kemampuan Menetas Telur Aedes

oleh Natalia (2006) dan Sudarmaja (2008) serta juga telah dibuktikan dalam

penelitian ini. Air sabun yang bersinggungan dengan tanah dalam penelitian ini

ternyata memiliki jumlah perkembangan pradewasa yang jauh lebih banyak

dibandingkan dengan jumlah pradewasa nyamuk A. aegypti yang ada pada air

perindukan lain. Darih hasil ini dapat disimpulkan bahwa tanah juga memiliki

kandungan bahan-bahan organik dan inorganik yang membantu perkembangan

larva nyamuk A. aegypti. Kemudian dari 23 pupa ini, semuanya dapat

berkembang menjadi nyamuk dewasa. Jumlah nyamuk dewasa terbanyak yang

dapat hidup diantara keenam macam air perindukan dalam percobaan ini terdapat

pada kontainer yang berisi air sabun dengan tanah. Namun jumlah pupa dan

nyamuk dewasa ini tidak diuji secara statistik kemaknaan perbedaannya.

6. Kontainer berisi air selokan dengan tanah

pH yang terukur pada kontainer berisi air selokan dengan tanah pada

percobaan ini didapatkan sebesar 8. Air selokan yang diambil pada percobaan ini

diambil dari selokan yang terletak di wilayah Petemon, Kecamatan Sawahan,

Kota Surabaya, dengan cara air diambil dengan gayung tanpa disaring, setelah itu

dimasukan ke dalam kontainer dan diendapkan selama 1 hari. Air selokan ini

mengandung berbagai macam bahan kontaminan, karena air selokan sebagian

besar ialah air bekas yang telah digunakan untuk keperluan sehari-hari. Tanah

yang digunakan pada percobaan ini adalah tanah yang terdapat disamping selokan

tersebut, dimana tanah ini dipadatkan didasar kontainer sebelum air selokan

dituang kedalamnya dan telur dimasukkan. Pada saat memasukkan air selokan

kedalam kontainer, sedikit tanah bercampur dengan air selokan pada dasarnya.

Page 73: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Hasil pengamatan jumlah telur A. aegypti yang dapat menetas dalam

kontainer berisi air selokan dengan tanah rata-rata sebanyak 14,75 larva. Bila

dinyatakan dalam presentase, jumlah telur A. aegypti yang menetas menjadi larva

dalam kontainer berisi air selokan dengan tanah sebesar 49,17%. Presentase ini

lebih kecil daripada presentase penetasan telur A. aegypti pada kontrol. Jumlah

larva maksimal yang dicapai juga lebih lama daripada kontrol, yaitu baru pada

hari ketiga hingga kesembilan. Keadaan ini dimungkinkan karena air selokan yang

digunakan pada percobaan ini sedikit lebih mudah terserap kedalam air dari pada

kedua jenis air lain yaitu air sabun dan air sumur. Hal ini dapat dilihat dari

pengurangan volume dan tinggi air yang terjadi lebih cepat pada kontainer berisi

air selokan dengan tanah daripada kontainer berisi air sabun dengan tanah maupun

air sumur dengan tanah.

Meskipun jumlah larva yang dapat hidup pada kontainer berisi air selokan

dengan tanah relatif lebih sedikit daripada larva yang dapat hidup pada air

selokan saja ataupun pada kontrol, akan tetapi jumlah pradewasa dan dewasa

nyamuk A. aegypti yang dapat hidup pada kontainer berisi air selokan dengan

tanah lebih banyak daripada yang dapat hidup pada kontainer berisi air selokan

saja atupun kontrol. Jumlah larva yang dapat berkembang menjadi pupa pada air

selokan dengan tanah sebanyak 5 pupa yaitu 2 pupa pada pengulangan pertama, 1

pupa pada pengulangan kedua, 2 pupa pada pengulangan ketiga, dan pada

pengulangan keempat tidak didapatkan pupa. Dari perbandingan jumlah pupa

yang terdapat pada kontainer berisi air selokan dengan tanah dengan kontainer

berisi air selokan saja, dapat dikatakan bahwa air yang selokan yang berkontak

Page 74: Kemampuan Menetas Telur Aedes

dengan tanah memiliki potensi lebih baik menjadi air perindukan nyamuk A.

aegypti. Dari hasil penelitian ini, baik dari air sumur dengan tanah, air sabun

dengan tanah dan air selokan dengan tanah, didapatkan bahwa polutan tanah yang

terkandung dalam air perindukan ternyata dapat membantu memperkaya

kandungan bahan organik dan inorganik yang mendukung perkembang biakan

telur, larva dan pupa nyamuk A. aegypti. Kelima pupa yang terdapat pada

kontainer berisi air selokan denga tanah ini dapat berkembang dengan baik

menjadi nyamuk dewasa.

B. Implikasi terhadap bidang kedokteran

Tindakan preventif adalah salah satu tindakan yangat penting dilakukan

oleh seorang dokter selain tindakan kuratif serta rehabilitatif. Melihat tugas

seorang dokter sebagai penyuluh dalam bidang kesehatan, maka penyuluhan

tentang tidakan preventif terhadap Demam Berdarah Dengue juga sangat penting

dilakukan. Demam Berdarah Dengue yang akan menjadi penyakit musiman setiap

tahun, perlu dicegah dan diatasi dengan baik oleh masyarakat. Demam Berdarah

Dengue (DBD) akan cenderung mewabah pada musim penghujan, karena banyak

tempat yang dapat menjadi tempat perindukan bagi nyamuk A. aegypti. Maka

pengetahuan yang cukup mengenai tempat penampungan air seperti apa saja yang

dapat digunakan nyamuk A. aegypti sebagai tempat perindukan sangat penting

demi memberantas vektor virus Dengue ini. Selama ini pengetahuan masyarakat

belum cukup baik dalam mengenal jenis air apa saja yang dapat digunakan oleh

nyamuk A. aegypti sebagai tempat perindukan, masyarakat hanya mengatahui

Page 75: Kemampuan Menetas Telur Aedes

bahwa air bersih saja yang dapat digunakan nyamuk A. aegypti untuk berkembang

biak. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi yang lebih baik

mengenai kemampuan nyamuk A. aegypti berkembang biak pada air kotor dan

tercemar seperti air sabun dan air selokan. Pada penelitian ini juga didapatkan

bahwa polutan tanah juga membantu berbagai jenis air yang berada dalam tempat

penampungan sebagai tempat perindukan yang mendukung perkembang biakan

nyamuk A. aegypti. Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para

dokter ataupun setiap penyuluh bidang kedokteran dan secara luas dalam bidang

kesehatan dapat memberikan penyuluhan yang lebih baik pada masyarakat

sehingga dapat menurunkan prevalensi penyakit Demam Berdarah Dengue

terutama pada musim penghujan. Dengan menurunkan prevalensi kejadian

Demam Berdarah Dengue diharapkan menurunkan juga angka kematian serta

kerugian-kerugian lainnya.

Selain mencegah penularan penyakit Demam Berdarah Dengue,

pemberantasan nyamuk A. aegypti juga berarti mencegah penularan penyakit

Japanese encephalitis, Chikungunya, dan demam kuning karena penyakit-penyakit

ini juga diperantarai oleh nyamuk A. aegypti sebagai vektornya. Walaupun

penyakit-peyakit ini sebenarnya jarang ditemukan di Indonesia. Mencegah

terbentuknya tempat perindukan nyamuk A. aegypti berarti juga menurunkan

jumlah nyamuk dewasa. Jumlah nyamuk dewasa A. aegypti yang banyak juga

berarti menurunkan nyamuk betina dewasa yang mengigit pada siang hari. Gigitan

nyamuk A. aegypti yang tidak mengandung virus apapun sebenarnya tidak

berbahaya dan tidak menimbulkan penyakit, tetapi dapat menimbulkan urtika dan

Page 76: Kemampuan Menetas Telur Aedes

rasa gatal yang dapat membuat orang yang digigit oleh nyamuk A. aegypti merasa

tidak nyaman. Gigitan nyamuk pada siang hari juga dapat mengganggu aktifitas

sehari-hari dari orang yang digigit karena rasa gatal dan tidak nyaman.

C. Keterbatasan penelitian

Penelitian yang dilakukan ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan

keterbatasan alat yang digunakan pada peneltian ini. Dalam penelitian ini tidak

dapat dilakukan pengukuran kelembaban udara yang berpengaruh penting dalam

kelangsungan hidup nyamuk A. aegypti karena keterbatasan alat yang ada. Pada

kondisi yang kelembaban udara yang rendah (kurang dari 60%) akan dapat

menyebabkan umur nyamuk akan menjadi pendek, tidak bisa menjadi vektor

karena tidak cukup waktu untuk perpidahan virus dari lambung ke kelenjar ludah

(Sitio, 2008).

Keterbatasan alat dan sarana untuk pengukuran kadungan bahan-bahan

organik serta inorganik apa saja yang terkandung dalam setiap air perindukan juga

membatasi hasil penelitian ini. Karena itu dalam penelitian ini masih belum dapat

diketahui secara jelas bahan – bahan apa saja yang dapat membantu dan

menghambat perkembangan nyamuk A. aegypti.

Penelitian yang dilakukan bertempat dalam ruangan yang memiliki

pencahayaan serta suhu yang teratur, serta dilakukan dalam kontainer yang sudah

dipersiapkan. Pada hakekatnya penelitian ini lebih baik dilakukan diluar ruangan

karena dapat mensimulasikan lebih nyata ketahanan hidup nyamuk A. aegypti

secara alami, namun hal ini tidak dilakukan oleh peneliti karena sulitnya

Page 77: Kemampuan Menetas Telur Aedes

mengontrol faktor-faktor lain selain faktor air perindukan yang memengaruhi

perkembangan nyamuk A. aegypti. Penelitian di luar ruangan juga sulit dilakukan

karena akan sulit mengontrol nyamuk A. aegypti yang berkembang menjadi

dewasa, sehingga dikhawatirkan nyamuk A. aegypti dewasa dapat terlepas ke

lingkungan bebas.

Page 78: Kemampuan Menetas Telur Aedes

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil yang didapatkan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

telur Aedes aegypti dapat menetas menjadi larva di air selokan, air sabun, air

bersih, air selokan dengan tanah, air bersih dengan tanah dan air sabun dengan

tanah sebagai tempat perindukan. Larva Aedes aegypti ini kemudian juga dapat

mengalami pertumbuhan menjadi pupa pada air perindukan tersebut. Pupa Aedes

aegypti dapat mengalami pertumbuhan menjadi dewasa pada air selokan, air

sabun, air bersih, air selokan dengan tanah, air bersih dengan tanah dan air sabun

dengan tanah. Dilihat dari jumlah larva, jumlah pupa dan jumlah nyamuk dewasa

yang dapat berkembang pada setiap air perindukan maka disimpulkan bahwa

terdapat perbedaan potensi air selokan, air sabun, air bersih, air selokan dengan

tanah, air bersih dengan tanah dan air sabun dengan tanah sebagai tempat

perindukan nyamuk Aedes aegypti.

Jumlah larva yang dapat hidup pada setiap air perindukan menunjukan

perbedaan yang bermakna secara statistik dengan Uji Kruskall Wallis. Perbedaan

jumlah pupa dan dewasa pada setiap air perindukan tidak diuji secara statistik

karena jumlah pupa dan dewasa yang berhasil berkembang sedikit, dan hanya

dilakukan perbandingan jumlah pupa dan dewasa pada setiap jenis air perindukan

saja. Jumlah pupa dan dewasa yang terbanyak didapatkan pada air sabun dengan

Page 79: Kemampuan Menetas Telur Aedes

tanah sebagai tempat perindukan, dimana didapatkan 23 pupa yang berhasil

berkembang menjadi nyamuk dewasa. Jumlah pupa dan dewasa yang paling

sedikit didapatkan pada perlakuan menggunakan air selokan sebagai tempat

perindukan, dimana tidak didapatkan pupa maupun nyamuk Aedes aegypti dewasa

pada air perindukan ini.

B. Saran

Mengingat bahaya gigitan nyamuk Aedes aegypti yang dapat

menularkan penyakit Demam Berdarah Dengue, maka diharapkan masyarakat

luas berhati-hati dan mencegah timbulnya tempat perindukan nyamuk Aedes

aegypti disekitar tempat tinggal mereka. Disarankan untuk melakukan

pembersihan selokan secara rutin dan tidak membuang sampah kedalam selokan

untuk menjaga kelancaran aliran air pada selokan, hal ini dapat mencegah nyamuk

Aedes aegypti menggunakan selokan yang tidak mengalir sebagai tempat

perindukan. Juga diharapan warga masyarakat segera membersihkan dan

mengalirkan air-air yang menggenang diatas tanah, baik air bersih, air sumur, air

sabun maupun air selokan karena ada kemungkinan bila air ini tergenang untuk

waktu yang cukup lama, maka air ini juga dapat digunakan sebagai tempat

perindukan nyamuk Aedes aegypti. Pembuangan limbah air sabun juga diharapkan

dapat diperhatikan dengan lebih baik, mengingat bahwa kandungan sabun dalam

air dapat membantu perkembangan nyamuk Aedes aegypti. Selain memperhatikan

keberadaan air tercemar yang dapat digunakan nyamuk Aedes aegypti sebagai

tempat perindukan, juga perlu diperhatikan penutupan dan keberadaan telur

Page 80: Kemampuan Menetas Telur Aedes

ataupun larva nyamuk Aedes aegypti pada tempat-tempat penampungan air bersih

di dalam maupun diluar rumah, dapat juga diberikan bubuk abate kedalam tempat

penampungan air bersih sebagai larvasida sehingga larva yang hidup pada air

dalam tempat penampungan ini tidak dapat berkembang menjadi nyamuk dewasa

yang menjadi vector penularan penyakit Demam Berdarah Dengue dan berbagai

penyakit lain.

Page 81: Kemampuan Menetas Telur Aedes

LAMPIRAN

Hypothesis Test Summary

Null Hypothesis Test Sig. Decision

1

The distribution of jumlah_larva is normal with mean 22.83 and standard deviation 6.22.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

.590Retain the null hypothesis.

Test of Homogeneity of Variancesjumlah_larva

Levene Statistic df1 df2 Sig.

11.938 5 18 .000

Page 82: Kemampuan Menetas Telur Aedes

P<0.05 berarti data tidak homogen

Uji Kruskall Wallis

Page 83: Kemampuan Menetas Telur Aedes

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2010. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur. diakses dari dinkes.jatimprov.go.id pada 12 Agustus 2012.

Hadi, Upik Kusumawati. 2006. Studi Perilaku Berkembang Biak Nyamuk Aedes Aegypti pada Berbagai Habitat. Penelitian Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Hanafiah , Ali Kemas. 2003. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi, Edisi Ketiga. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Imms, A.D. 1960. A General Textbook of Entomology. London: Butler & Taner Ltd.

Pandujati, Anies. 2009. Daya Tetas Telur Aedes aegypti pada Air Tercemar. Undergraduate Theses dari Universitas Muhammadiyah Semarang diakses dari digilib.unimus.ac.id pada 29 Agustus 2012.

Menteri Kesehatan. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990.

Natalia, TW. 2006. Pengaruh Konsentrasi Air Sabun terhadap Daya Tetas TelurA.aegypti. Laporan Penelitian. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

National Center for Emerging and Zoonotic Infectious Diseases, Division of Vector-Borne Diseases, Dengue Branch. Dengue and the Aedes aegypti mosquito. www.cdc.gov/Dengue/ diakses pada 31 Agustus 2012.

Qoniatun, Siti. 2010. Ketahanan Hidup dan Pertumbuhan Larva Aedes aegypti pada Berbagai Jenis Air Perindukan. Undergraduate Theses dari Universitas Muhammadiyah Semarang diakses dari digilib.unimus.ac.id pada 29 Agustus 2012.

Salam, Resti Apriyanti. 2011. Uji Ketahanan Hidup Aedes sp pada Media Air yang Bersinggungan dengan Tanah. Undergraduate Theses dari Universitas

Page 84: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Muhammadiyah Semarang diakses dari digilib.unimus.ac.id pada 29 Agustus 2012.

Sarudji, Didik. 2010. Kesehatan Lingkungan. Bandung: Karya Putra Darwati

Sayono. 2008. Pengaruh Modifikasi Ovitrap Terhadap Jumlah Nyamuk Aedes yang Terperangkap. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Service, M.W.1996. Medical Entomology for Students. London: Chapman & Hall.

Sitio, Anton. 2008. Hubungan Perilaku tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Kebiasaan Keluarga dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2008. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Slaven, Ellen M et all. 2007. Infectious Diseases: Emergency Departement Diagnosis and Management, First Edition, International Edition. USA: Mc. Graw-Hill Companies Inc.

Sudarmaja, I Made dan Mardihusodo, Sugeng Juwono. 2009. Pemilihan Tempat Bertelur Nyamuk Aedes aegypti pada Air Limbah Rumah Tangga di Laboratorium. Jurnal Veteriner Vol. 10 No. 4 : 205-207.

Sukamsih. 2006. Perbedaan Berbagai pH Air terhadap Kehidupan Larva Nyamuk Aedes Aegypti di Laboratorium Balai Besar Penelitian Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga Tahun 2005. Undergraduate Theses dari Universitas Muhammadiyah Semarang diakses dari digilib.unimus.ac.id pada 28 Agustus 2013.

Sudarmaja IM. 2008. Pengaruh Air Sabun dan Detergen terhadap Daya Tetas Telur A.aegypti. Medicina 39 (1): 56-58.

Soedarto. 2008. Parasitologi Klinik. Surabaya: Airlangga University Press.

Sudarto. 1972. Atlas Entomologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Page 85: Kemampuan Menetas Telur Aedes

Soegijanto, S. 2004. Demam Berdarah Dengue. Surabaya: Airlangga University Press.

Sutanto, Inge dkk. 2008. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.

Warlina, Lina. 2004. Pencemaran air: Sumber, Dampak dan Penanggulangannya. Makalah pribadi S3 Institut Pertanian Bogor diakses dari http://abdul.student.umm.ac.id/files/2010/02/lina_warlina.pdf pada 16 September 2012.

World Health Organization. 2005. Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue, Panduan Lengkap. Jakarta: EGC.

Wulandari TK.2001. Vektor Demam Berdarah dan Penanggulangannya. Mutiara Medica, 1 (1), 27-30.