KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh :...

24
KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH Oleh : Dr. Kamal A. Arif SEMINAR NASIONAL INOVASI SENI KRIYA BERBASIS LOKAL TRADISI JANTHO, ACEH BESAR, 3 OKTOBER 2015

Transcript of KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh :...

Page 1: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

KELUHURAN SENI ARSITEKTUR

RUMOH ACEH

Oleh : Dr. Kamal A. Arif

SEMINAR NASIONAL INOVASI SENI KRIYA BERBASIS LOKAL TRADISI

JANTHO, ACEH BESAR, 3 OKTOBER 2015

Page 2: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

1

KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH1

Oleh : Dr. Kamal A. Arif

Pengantar:

Saya diminta untuk menjadi narasumber pada Seminar Nasional Kriya - ISBI Aceh di

Jantho ini. Latar belakang pendidikan dan pengalaman saya adalah di bidang Arsitektur.

Menurut bapak Rektor Dr. Ahmad Akmal, ada mata kuliah Seni Arsitektur di Prodi Seni Kriya.

Memang banyak persamaan dari segi pemahaman teori antara seni Kriya dan seni Arsitektur,

keduanya adalah hasil gubahan seorang arsitek/seniman dalam wujud nyata, berupa visual art

yang bisa dinikmati dengan indera penglihatan serta rabaan.

Pada setiap karya arsitektur maupun seni Kriya, betapapun sederhananya selalu

memiliki elemen pembentuk yang sama yaitu: titik, garis, bidang, bentuk, tekstur, warna, gelap

terang dan ruang (volume). Namun obyek garapannya berbeda. Arsitek lebih banyak

merancang bangunan, lingkungan perkotaan dan lansekap sedangkan seniman kriya menggeluti

seni dekorasi, benda terapan yang siap pakai, seperti senjata, furnitur, keramik, alat-alat

permainan dan aneka kerajinan tangan yang indah. Karena kesepahaman cara berkesenian itu,

maka seringkali kita melihat apabila arsitek dan seniman berkolaborasi akan menghasilkan

suatu gubahan seni bangunan yang anggun dan asri. Rumoh Aceh adalah salah satu bentuk

karya seni arsitektur yang juga sarat dengan seni kriya pada exterior maupun interiornya.

Sesuai dengan tema yang diusung, yaitu “Inovasi Seni Kriya berbasis Lokal Tradisi” dan

penulis yang berlatar belakang arsitektur, maka makalah ini mencoba menggali orisinalitas dari

Seni Arsitektur Rumoh Aceh, serta kandungan makna filosofisnya. Saya akan mengawali kajian

ini dengan fokus Rumoh Aceh yang sekaligus mereprentasikan seni arsitektur dan seni kriya

dari khasanah Adat Aceh di masa lalu, dilanjutkan dengan budaya tektonika Rumoh Aceh

beserta permasalahan eksistensinya yang kian redup dan diakhiri dengan pembahasan tentang

upaya strategis yang dapat dilakukan untuk menghidupkannya kembali dalam budaya

masyarakat Aceh ke depan.

1 Disampaikan pada Seminar Nasional Kriya “Inovasi Seni Kriya Berbasis Lokal Tradisi” diselenggarakan oleh Institut Seni Budaya

Indonesia Aceh, di Jantho, tanggal 3 Oktober 2015

Page 3: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

2

Kita khawatir terhadap pergeseran nilai yang menjurus ke arah keterkejutan dan bahkan

kegagalan budaya. Ada tendensi riuh rendah aktivitas sosial politik pasca konflik dan

pembangunan pasca tsunami yang seakan terlepas dari kultur dasar masyarakat Aceh yang

penuh ukhuwah, penuh adat, dan budaya Islami. Kita tidak ingin membangun Aceh dengan

pembangunan fisik yang kering, rapuh dan serba segera, tetapi kita membangun tata ruang

Aceh, seni arsitektur, seni kriya dan pariwisatanya yang memiliki ruh yang mencerminkan nilai-

nilai adat dan budayanya.

1. ADAT ACEH: RENCONG DAN RUMOH ACEH SEBAGAI JATI DIRI.

Rencong

Kira-kira 500 tahun lalu dimasa pemerintahan Sultan Ali Mughayatsyah (1511-1530), di

Aceh ada manuskrip asli kerajaan berjudul ”kitab Tazkirat Al-Tabaqat Qanun Syara’ Kerajaan

Aceh” yang disebut ”pohon kerajaan”. Pohon ini adalah sebuah kitab adat dari sultan, yang

memuat 21 pasal. Kita kutip dua hal yang relevan untuk kita cermati, yaitu tentang Jati diri dan

tentang Rumoh Aceh. Pertama, pasal 1: “Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh yang laki-

laki mukallaf dan bukan gila, yaitu hendaklah membawa senjata kemana-mana ia pergi

berjalan siang malam yaitu pedang atau sikin panyang atawa sekurang-kurangnya rincong

tiap-tiap yang bernama senjata”.

Apa artinya? Rencong itu seperti KTP (Kartu Tanda Penduduk), menjadi identitas diri

orang Aceh. Jika kita tidak membawa rencong atau pedang, berarti kita tidak membawa KTP,

dan ini bisa berarti kita bukan orang Aceh, atau kita termasuk dalam golongan orang gila.

Karena hanya orang Aceh yang gila yang tidak membawa senjata. Di Aceh masa itu senjata

tidak boleh diserahkan pada orang-orang gila, karena kitab adat itu tahu kalau kita serahkan

senjata pada orang gila, mungkin akan digunakan untuk membunuh tanpa di sadarinya.

Sekarang kita tidak lagi membawa rencong ke mana-mana. Apakah ini berarti kita telah

jadi gila semua? Tentu tidak demikian, meskipun rencong tidak lagi menjadi penanda identitas

diri (KTP), namun rencong telah dan tetap menjadi simbol semangat juang dan keberanian.

Tradisi membawa rencong dimasa lalu telah membentuk karakter keberanian, semangat yang

Page 4: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

3

tinggi dan bertanggung jawab, sebagai jati diri kita. Demikian pentingnya jati diri ini sehingga

datok nini kita berpesan:

Ie, ie bit, Bu pih bu bit, Peunajoh Timphan, Piasan Rapa-i, Meukon ie, leuhop, Meukon droe, gob. Selain sebagai simbol identitas bangsa pejuang dan pemberani, rencong adalah juga

sebuah karya seni pertanda kemakmuran bangsa Aceh. Menurut Teori kesenian, makin tinggi

kualitas kemakmuran rakyat maka makin besar penghargaan rakyat terhadap kesenian.2

Dengan demikian bisa kita ketahui bahwa sebenarnya erosi berkesenian belum tentu

dipengaruhi oleh konflik politik atau perang di Aceh. Di jaman kolonial Belanda, meski ada

konflik dan perang, karya pengrajin emas Aceh masih sangat tinggi kualitasnya. Hilangnya

kebudayaan atau kesenian tersebut lebih disebabkan oleh kemorosotan kesejahteraan dan

kemakmuran rakyat. Ada gambaran di masyarakat “uro ta mita, malam ta pajoh”, artinya

“siang kita cari, malam kita makan”. Sehingga tidak ada lagi upaya membuat sebuah parang

atau rencong berukir, yang memiliki kualitas seni yang tinggi.

Rencong itu memiliki tangkai, ada bilah rencongnya serta sarungnya, itulah dasar dari

rencong. Kalau masyarakat pembuat rencong itu tidak miskin, tidak lagi harus menjual cepat

supaya mendapat uang untuk membeli beras, maka dia mulai bisa membuat ukiran-ukiran di

tangkai rencong, muncul ide ukiran-ukiran di sarung rencong. Disitulah timbul kesenian,

kemampuan mengukir itu akan kembali bila kita makmur. Tidak akan kembali kesenian tersebut

bila masih “uro ta mita, malam ta pajoh”, ini menunjukkan tingkat ekonomi kita yang rendah.

Rumoh Aceh

Selanjutnya di dalam pasal tentang pendirian Rumah, kitab adat menyebutkan: ”Tiap-

tiap rakyat mendirikan rumah atau masjid atau balai-balai atau meunasah pada tiap-tiap

tihang di atas puting dibawah para hendaklah dipakai kain merah dan putih sedikit”. Kain

merah putih yang dibuat khusus di saat memulai pekerjaan itu dililitkan di atas tiang utama

yang di sebut tamèh raja dan tamèh putroë.

2 Diskusi tentang Peradaban Aceh dengan Prof AD Pirous 15 September 2015

Page 5: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

4

Jadi sebenarnya merah putih itu bukan barang baru. Merah putih sudah jadi identitas

orang Aceh sejak 500 tahun lalu. Pada masa DOM di Aceh era pak Harto dan ibu Mega, orang

yang berjalan membawa rencong ditangkap, ditanya, disekap, disiksa, dipenjara. KTP penduduk

Aceh diberi warna merah putih. Banyak orang ragu tentang merah putihnya orang Aceh,

pemerintah DOM masa itu ragu pada orang Aceh dikiranya orang Aceh tidak tahu merah putih,

padahal sudah sejak 500 tahun yang lalu merah putih itu inheren, telah melekat erat dalam adat

Aceh.

Selanjutnya, tentang membangun Rumah, Adat Aceh3 menyebutkan bahwa, ketika anak

perempuan telah menginjak umur 7 tahun, maka sang ayah mulai mengumpulkan bahan-bahan

kayu, bahan atap berupa daun rumbia atau daun nipah dan bahan-bahan lain untuk mendirikan

rumah untuk anak perempuannya.

Rumah dan pekarangannya menjadi milik anak-anak perempuan atau ibunya. Menurut

adat Aceh, rumah dan pekarangannya tidak boleh di pra-é (faraidh - hukum waris). Jika seorang

suami meninggal dunia, maka Rumoh Aceh itu menjadi milik anak-anak perempuan atau

menjadi milik isterinya bila mereka tidak mempunyai anak perempuan. Itu sebabnya isteri di

dalam bahasa Aceh disebut ”peurumoh” (yang punya rumah). Adat ini telah ada di Aceh

semenjak Putroe Phang isteri Sultan Iskandar Muda membuat qanun tersebut di abad ke 17.

Qanun ini melindungi kehidupan seorang janda, sehingga bila seorang isteri diceraikan oleh

suaminya, maka janda tersebut memiliki rumah yang dibuat oleh sang suami tsb.

Tukang kayu yang mengerjakan pembangunan rumah itu disamping memperoleh upah

yang telah disepakati kedua pihak, juga mendapat sarapan dan makan siang dari sipemilik

rumah selama masa pelaksanaan. Tukang itu terus bekerja di situ hingga waktu ’asar. Shalat

dzuhur di lakukan di tempat itu juga. Pendirian awal Rumoh Aceh dilakukan secara gotong-

royong yang disebut ”meuramè”, dibawah pimpinan seorang utôh (tukang kayu/kepala tukang).

Jika rumah itu sudah berdiri, maka selanjutnya utoh akan menyelesaikannya. Jika nanti ternyata

membutuhkan lagi banyak tenaga, maka barulah diadakan lagi ”meuramè” tsb.

3 Moehammad Hoesin, (1970), Adat Atjeh, Dinas P dan K Propinsi Daerah Istimewa Atjeh, Banda Atjeh

Page 6: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

5

2. TELAAH BUDAYA TEKTONIKA RUMOH ACEH

Istilah tektonika di turunkan dari kata Tekton yang berarti tukang kayu (carpenter) atau

manusia pembangun (builder). Tektonika erat kaitannya dengan material, struktur dan

konstruksi, yang sangat mementingkan ekspresi estetika yang ditimbulkannya.

Yang dimaksud dengan kata “Builder”, “Carpenter”,”Tekton” atau “Manusia

pembangun” itu, dalam kaitannya dengan Rumoh Aceh adalah Utoh. Utoh dengan segala

keahlian pertukangannya, (craft & craftmanship) adalah batu sendi dari proses membangun,

suatu peran penting dalam kebudayaan yang sering dikecilkan peranannya dalam praktek

membangun dan pengajaran arsitektur masa kini.

Bila kebudayaan adalah buah dari penciptaan tempat (place), maka ketika seseorang

menetap di sebidang tanah di muka bumi dan dengan menggunakan peralatan dan bahasa

setempat, menegakkan batas batas teritori ruangnya, maka sebenarnya ia tengah menciptakan

dunia bagi dirinya. Kembali menghargai peran tukang adalah sebentuk kesadaran bahwa kultur

membangun itu bermula dari hasrat eksistensial manusia untuk tegak di muka bumi, di

tempatnya. Bangunan dengan demikian adalah tempat dan sekaligus buah karya manusia

dalam menjalankan aktivitas budayanya.

Kajian budaya Tektonika membahas mengenai elemen-elemen struktur, konstruksi (dan

non-konstruksi) yang membentuk Rumoh Aceh, kemudian di kaji unsur-unsur tektonika yang

terdapat pada bangunan sesuai dengan teori mengenai tektonika (the art of construction).

Elemen-elemen pembentuk bangunan tersebut memiliki makna filosofis dari masyarakat

setempat. Filosofi atau makna-makna tersebut mempengaruhi masyarakat dalam membuat

rumah. Menurut Frampton, ”Tectonics becomes art of joinnings” 4. Sambungan (joint) adalah

jantung persoalan ini. Joint bukan sekedar komponen struktural semata, melainkan juga berkait

erat dengan keutuhan bentuk yang merupakan gabungan berbagai komponen struktur yang

menghasilkan sebuah ‘cita rasa joint’ atau sense of joinning art construction. Jadi, pengolahan

sistem sambungan pada konstruksi, adalah hal penting untuk meningkatkan citra sebuah

bangunan.

4 Kenneth Frampton, (1995),Studies in Tectonic Culture, MIT Press, Cambridge

Page 7: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

6

Rumoh Aceh bukan sekadar tempat hunian, tetapi merupakan ekspresi keyakinan terhadap

Tuhan dan adaptasi terhadap alam. Oleh karena itu, melalui Rumoh Aceh kita dapat melihat

budaya, pola hidup, dan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat Aceh. Adaptasi masyarakat

Aceh terhadap lingkungannya dapat dilihat dari bentuk Rumoh Aceh yang berbentuk panggung,

tiang penyangganya yang terbuat dari kayu pilihan, dindingnya dari papan, dan atapnya dari

rumbia. Pemanfaatan alam juga dapat dilihat ketika mereka hendak menggabungkan bagian-

bagian rumah, mereka tidak menggunakan paku tetapi menggunakan pasak atau tali pengikat

dari rotan.

Pada zaman dahulu, dinding dan lantainya terbuat dari bilah bambu, sehingga dapat

diikat atau di jalin satu sama lain. Rumoh Aceh dikenal sebagai The earthquake resistant house

(rumah tahan gempa), dan mampu bertahan hingga 200 tahun. 5

Ketektonikaan Rumoh Aceh dapat dibaca dari segi ruang, struktur dan ornamentasinya.

Dimana kombinasi dari ketiganya menghasilkan tingkat seni konstruksi yang sempurna bagi

kebutuhan masyarakat Aceh pada zamannya dan seyogianya terus berlangsung hingga

sekarang. Rumoh Aceh memiliki sebuah tipe yang tetap, diantaranya dapat dilihat dari

orientasi bangunan, ruangan dan elemen strukturnya.

Distribusi Ruang

Rumoh Aceh merupakan rumah panggung. Besarnya Rumoh Aceh tergantung pada

banyaknya ruweueng (ruang)6. Ada yang tiga ruang, lima ruang, tujuh ruang hingga sepuluh

ruang. Beranda muka disebut ”seuramoë keue”(karena di sini ditempatkan tangga masuk,

disebut juga seuramoë rinyeuen), serambi belakang disebut ”seuramoë likot”. Bagian utama

rumah adalah pada bagian tengah, yang dibuat lebih tinggi dari pada lantai serambi. Bagian

utama rumah ini disebut Tungai . Pada bagian Tungai ini terletak dua bilik (kamar) tidur, yaitu

rumoh Inong dan anjông. 7 Rumoh inong adalah bilik peurumoh (master bedroom), sedangkan

anjông adalah bilik untuk anak perempuan.

5 H. Amir Husin, dkk, 2003, Arsitektur Rumoh Aceh yang Islami, NAD, Dinas Perkotaan dan Permukiman Prop. Nanggroe Aceh Darussalam 6 Yang dimaksud “Ruweueng” (Ruang) adalah bagian trave yang berada di antara kolom-kolom sejajar wuwung. 7 Pada gambar Rumoh Aceh di dalam buku Snouck Hurgronje, ruang tidur (bilék éh) ini disebut Jurèë.

Page 8: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

7

Demikan mulianya posisi peurumoh dalam Adat Aceh. Keharmonisan rumah tangga

adalah hal yang paling penting, sehingga ditempatkan pada posisi yang paling utama, di tengah

dan di lantai tertinggi. Di antara kedua kamar tidur itu ada lorong penghubung antara seuramoë

rinyeuen dengan seuramoë likôt, yang bernama Rambat. Di bagian belakang ada rumoh dapu

(dapur) yang elevasi lantainya lebih rendah dari seuramoë likôt. Dapur mendapat posisi

terendah. Karena ruang ini merupakan perluasan rumah, atau sebagai tambahan ruang pada

rumah saja.

Dapat kita pahami masyarakat Aceh telah mengonsepkan ruang dengan suatu hirarki.

Secara fisik bangunan, hirarki ini tampak pada elevasi yang berbeda di tiap lantai ruangan. Hal

ini berhubungan dengan struktur yang membentuk ruang menjadi demikian.

Nama-nama Ruang dan fungsinya dapat dilihat dalam Tabel 1, sedangkan tata letak

ruang-ruang tersebut pada Denah Rumoh Aceh dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel 1. Nama-Nama Ruang Pada Rumoh Aceh

No. Nama Ruang Arti

1. Seuramo Keue Serambi depan, tempat kaum lelaki.

2. Tungai Ruang tengah yang elevasinya lebih tinggi

daripada lantai serambi. Di dalam tungai terdapat

bilik dan rambat.

3. Rambat Lorong penghubung kedua serambi.

4. Rumoh Inong Kamar tidur untuk orang tua atau anak

perempuan yang baru menikah.

5. Anjong Kamar depan, yang berfungsi sebagai kamar

untuk anak perempuan.

6. Seuramo Likot Serambi belakang, tempat kaum perempuan dan

anak-anak.

7. Dapu Dapur, Untuk kegiatan masak-memasak.

Page 9: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

8

Anatomi Rumoh Aceh

Seperti banyak rumah-rumah tradisional di Indonesia lainnya, yang memiliki bagian-

bagian yang terdiri atas kepala, badan dan kaki, maka Rumoh Aceh pun demikian. Namun ada

sedikit perbedaan nama sebutan saja. Kepala rumah biasa disebut bubông. Bubông berarti

atap, atau bagian atap. Biasanya atap ini tidak memakai plafon tetapi langsung menaungi

ruangan pada badan rumah yang fungsional. Sebuah ruang kecil terdapat diantara bubông dan

badan rumah, yakni loteng yang disebut para. Gunanya sebagai gudang. Bagian badan rumah

disebut Ateuh Rumoh, yang berarti bagian atas. Dinamakan seperti ini sebab posisinya memang

berada jauh diatas tanah, untuk mencapai lantai rumah ini perlu menggunakan tangga. Pada

ateuh rumoh ini terdapat ruang-ruang fungsional rumah. Bagian bawah rumah disebut yup

moh. Yup moh berarti bagian bawah rumah. Bagian bawah ini berupa kolong yang

ketinggiannya sekitar 2,5 meter. Bangunan dibuat berpanggung/ bertiang tinggi untuk

menghindari banjir.

Gambar 1. Ruang tengah (tungai) terdiri dari bilik kamar, dan

rambat

(sumber: KITLV, kumpulan data penelitian Aceh, Kamal A. Arif)

Page 10: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

9

Rumoh dengan tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan Rumoh dengan lima ruang

memiliki 24 tiang. Modifikasi dari tiga ke lima ruang atau sebaliknya bisa dilakukan dengan

mudah, tinggal menambah atau menghilangkan bagian ruweueng yang ada di sisi Barat atau

Timur rumah. Selain itu, pengaruh keyakinan dapat juga dilihat pada penggunaan tiang-tiang

penyangganya yang selalu berjumlah genap, jumlah ruangannya yang selalu ganjil, dan anak

tangganya yang berjumlah ganjil.

Teknik sambungan konstruksi kayu menggunakan sistem pasak yang mampu

menyelesaikan berbagai permasalahan gaya yang terjadi pada sambungan. Bila kita pahami

lebih mendalam, terdapat elemen-elemen lain yang membantu kekuatan struktur, diantaranya

balok-balok pengunci untuk menjaga posisi tiang. Setiap pertemuan elemen yang berbeda,

dihubungkan dengan cara memasukkan bagian ujung elemen ke lubang yang tersedia pada

elemen lain. Lalu diberi pasak. Begitulah cara utoh Aceh menghubungkan setiap elemen

sehingga menjadi rumah. Tidak memakai paku. Disini timbul kekuatan struktur dalam

merangkai elemen-elemen tersebut. Sebab bila rangkaian tersebut tidak dipikirkan secara

matang, maka konstruksi rumah tidak dapat berdiri dengan kokoh, dan tidak mungkin dapat

bertahan hingga saat ini.

Gambar 2. Anatomi rumoh Aceh

(Sumber : Keumala, 2008)

Yup Moh

Ateuh Rumoh

Bubong

Page 11: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

10

Bagi elemen-lain yang tidak berpasak, maka hubungan atau jalinannya dibuat dengan

mengikatkan tali. Dalam setiap elemennya pun dibuat dengan kesadaran tinggi akan maksud

dari dibuatnya konstruksi tersebut. Maksudnya terdapat nilai-nilai fungsional yang lebih jauh

dipikirkan untuk kebutuhan dan keselamatan penghuni rumah. Tidak hanya sekadar

menyambung-nyambungkan elemen-elemen belaka. Misal, elemen tameh raja dan putroe

dipilih yang paling baik, karena sebagai penyambut di serambi depan, selain juga berfungsi

sebagai struktur utama sebagaimana mestinya.

Di sini tampak kesadaran masyarakat Aceh akan terbentuknya suatu ruang, berikut

material-material yang akan ia lihat. Kemudian konstruksi atap diikatkan seluruhnya pada taloe

pawai, untuk kemudahan penyelamatan saat kebakaran. Taloe Pawai berada di ujung papan

bui teungeut, dan dikaitkan pada puteng tiang deretan depan dan belakang. Taloe pawai cukup

di potong sehingga terputus, maka jatuhlah seluruh konstruksi atap tersebut. Demikian hebat

teknologi ini apakah masih dapat kita lihat saat ini? Lain lagi pada lantai (aleue) yang jalinan

aslinya berupa ikatan-ikatan tali, ternyata bermaksud untuk memudahkan apabila akan dilepas

untuk keperluan memandikan jenazah.

S E U R A M O L IK O T

D A P U R

R A M B A T R U M O H IN O N GA N JO N G

S E U R A M O K E U E

2.4

02

.40

2.4

02

.40

9.6

0

2 .50 2 .93 2 .50 2 .93

10 .86

U

Tameh Raja

Tameh Putroe

Tungai

Gambar 3. Posisi tiang raja dan tiang

putri pada rumah bertiang 16

(sumber: Keumala, 2008)

RUMOH

INONG

Page 12: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

11

Rumoh Aceh asli yang saat ini masih bertahan, merupakan rumah yang seluruh elemen

pendukungnya terbuat dari bahan kayu. Strukturnya merupakan sistem struktur rangka yang

tersusun dari konstruksi kayu yang melingkupi tiang-tiang. Rumah ini terbuat dengan

menggunakan sistem post and beam. Sistem ini merupakan salah satu sistem struktur yang

tergolong sederhana. Lantai, dan dindingnya terbuat dari papan. Atapnya ditutupi oleh jalinan

daun rumbia yang disusun menjadi penutup atap. Keseluruhan konstruksi berdiri di atas

landasan batu. Tabel berikut ini menampilkan nama-nama elemen yang menjadi pendukung

terbentuknya Rumoh Aceh. Nama-nama elemen ini memiliki arti tersendiri. Beberapa di

antaranya ada yang memiliki makna mendalam sebagai sebuah elemen struktur pada Rumoh

Aceh.

Tabel 2. Nama-nama Elemen pembentuk Rumoh Aceh

No. Nama Elemen Arti

1. Tameh Tiang

2. Tameh Raja Tiang Raja

3. Tameh Putroe Tiang Putri

4. Gaki Tameh Bagian bawah tiang

5. Rok Mengunci, pasang, Balok pengunci

6. Toi Balok pengunci yang arahnya tegak lurus dengan rok.

7. Peulangan Tempat bertumpu dinding dalam (Interior)

8. Kindang Tempat tumpuan dinding luar (eksterior), papan tebal

yang diukir kemudian dilekatkan pada pinggang rumah

(pada ujung toi).

9. Aleue Lantai

10. Rante Aleue Pengikat lantai yang biasanya terbuat dari rotan atau tali.

11. Lhue Balok rangka untuk lantai

12. Neudhuek Lhue Tempat bertumpunya lhue.

13. Binteh Dinding

14. Binteh Cato Dinding catur, merupakan salah satu bentuk jalinan

dinding.

15. Boh Pisang Papan kecil di atas kindang

16. Tingkap Jendela

17. Kap/ Rungka Rangka Atap (yang berbentuk segitiga)

18. Gaseue Kaso

Page 13: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

12

19. Indreng Papan miring penahan kaki kuda-kuda

20. Geunalong Gording, bertempat di dudukan geunalong pada kaki

kuda-kuda (Gaseue gantong)

21. Bara Ateuh Batang atas

22. Bara Panyang Batang panjang

23. Tuleng Rhueng Balok Wuwung, tempat bersandar kaso pada bagian

ujung atas

24. Diri Makelar

25. Gaseue Gantong Kaki Kuda-Kuda

26. Bara Linteung Batang melintang

27. Puteng Tameh Bagian ujung tiang yang dipahat, sebagai penyambung

pada balok-balok.

28. Beulebah Tempat Mengikat atap Rumbia

29. Neudhuek Gaseue Tempat bersandar kaso (Gaseue) pada bagian bawah

30. Taloe Pawai Tali pengikat keseluruhan bagian atap, yang diikat pada

ujung bui teungeut, dan dikaitkan pada puteng tiang

deretan depan dan belakang.

31. On- meuria Daun rumbia

32. Lesplang/ seupi Selembar papan yang agak kecil, yang dipasang pada

bagian ujung kiri dan kanan atap.

33. Bui Teungeut Potongan kayu sebagai penahan pada neudeuk gaseue

34. Tulak Angen Tolak angin, sebuah elemen pada Rumoh aceh yang

terdapat pada setiap sisi dinding rumah aceh yang

berbentuk segitiga. Elemen ini terpasang sedikit miring

menghadap ke bawah.

Setiap elemen ini memiliki dimensi yang spesifik. Bukan dalam satuan meter, namun

dalam hitungan tradisional. Ukuran-ukuran yang sering digunakan antara lain jaroe, paleut dan

hah. Juga ditambahkan dengan ukuran jeungkai, lhuek, dan deupa. (Indonesian Houses, Peter

Nas, 2004 hal.141). Namun pada masa sekarang ukuran-ukuran tersebut lebih sering

dikonversikan ke dalam ukuran meter.

Pintu utama Rumoh Aceh tingginya selalu lebih rendah dari ketinggian orang dewasa.

Biasanya ketinggian pintu ini hanya berukuran 120 - 150 cm sehingga setiap orang yang masuk

Page 14: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

13

ke Rumoh Aceh harus menunduk. Namun, begitu masuk, kita akan merasakan ruang yang

sangat lapang karena di dalam rumah tak ada perabot berupa kursi atau meja. Semua orang

duduk bersila di atas tikar ngom (dari bahan sejenis ilalang yang tumbuh di rawa) yang dilapisi

tikar pandan.

Tidak hanya aspek struktur dan konstruksi saja yang sangat ditentukan oleh kondisi

lingkungan alam setempat. Unsur ruang, baik jenis, fungsi, dan perletakan juga sangat

memperhatikan faktor lingkungan. Bagian depan Rumoh Aceh selalu menghadap utara atau

selatan. Sehingga bagian dinding yang berbentuk segitiga menghadap ke arah barat dan timur.

Alasannya adalah untuk menghindari pukulan keras dari angin yang datang. Pada dinding yang

berbentuk segitiga itu pula terdapat komponen tulak angen yang berlubang-lubang. Konstruksi

rumah ini memungkinkan angin untuk melewatinya pada bagian kolong, maupun bagian bawah

bubung dengan melewati tulak angen terlebih dahulu. Terik matahari tidak menjadi masalah

pada orientasi rumah ini, karena jendela-jendela yang ada tidak besar, dan pencahayaan dapat

masuk dari celah-celah lubang pada ukiran.

Ornamentasi Rumoh Aceh

Ukiran yang terpasang sebagai hiasan Rumoh Aceh tidak diukir secara sembarangan.

Setiap ukiran memiliki bentuk-bentuk khas yang diambil dari benda-benda sekitar. Misal bentuk

bunga mawar, bentuk daun, bentuk bunga sedang kuncup, dan lain-lain. Ukiran yang tedapat

pada bidang-bidang penutup fasad rumah ini tidak hanya berfungsi sebagai penghias rumah,

namun dapat juga menjadi tempat masuknya sinar matahari lewat celah-celah kecil tersebut.

Dapat dibayangkan bagaimana pantulan sinar dan bayangan yang jatuh ke dalam rumah

memberi keindahan tersendiri berkat bentuk-bentuk ukiran tadi. Dekorasi ornamen ini terdapat

baik di dalam interior maupun eksterior Rumah adat Aceh. Antara lain yang banyak kita

temukan pada dekorasi ukiran Tulak Angen, Binteh dan Kindang. Ada kecenderungan pola

ornamentasi ukiran ini sekarang mulai digemari kembali oleh masyarakat di kota, meskipun

bukan untuk menghiasi rumah adat. Namun pada satu dua rumah adat yang tersisa di

gampong, ukiran tradisional sudah sangat langka, mungkin karena kondisi ekonomi rakyat yang

Page 15: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

14

melemah dan utohnya sudah meninggal dunia, tanpa ada pengganti yang meneruskan

keahliannya.

Saatnya sekarang kita mulai kembali memperkenalkan beragam ornamen ini kepada

anak-anak di Aceh sejak usia dini. Bentuk-bentuk ini sangat baik diajarkan pada anak-anak saat

mereka bersekolah, sebagai cikal bakal karya seni kriya ukiran khas Aceh dan dapat terus

dipertahankan dan dikembangkan.

3. KONSEP-KONSEP ISLAMI DALAM ARSITEKTUR RUMOH ACEH

Konsep-konsep Islam didalam Arsitektur Rumoh Aceh, sangat kuat menyimbolkan kadar

keislaman rakyat Aceh, dapat kita lihat antara lain sebagai berikut 8:

Arah kiblat

Setelah Islam masuk ke Aceh, arah Rumoh Aceh mendapatkan justifikasi keagamaan.

Dalam agama Islam, ibadah shalat selalu menghadap ke kiblat. Maka itu, rumah juga dibuat

memanjang ke arah kiblat, yakni ke arah barat, mencerminkan upaya masyarakat Aceh untuk

membangun garis imajiner dengan Ka‘bah yang berada di Mekkah. Itu sebabnya pada

seuramoë rinyeuen tangga dan pintu masuk ke Rumoh tidak di letakkan di Barat, tetapi selalu

berada di sebelah Timur atau di tengah seuramoë, maksudnya agar tidak mengganggu orang

yang sedang Shalat menghadap ke kiblat.

Kuatnya pengaruh orientasi dan ritual agama menyebabkan dalam proses

pembangunan rumah tradisional Aceh juga membutuhkan kehadiran seorang Teungku atau

tokoh agama. Rinyeuen (tangga) Rumoh Aceh adalah juga berfungsi sebagai pengontrol, bila

tidak ada laki-laki di dalam rumah maka menurut adat Aceh tamu yang bukan muhrim tidak

dibenarkan naik ke rumah.

8 Arif, Kamal A. (2008) Citra Kota Banda Aceh, interpretasi sejarah, memori kolektif dan arketipe arsitekturnya,

ISBN 978-979-18744-0-3, Pustaka Bustanussalatin- RANTF BRR, Banda Aceh

Page 16: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

15

Ide Masyrabiyya pada seuramoe Rumoh Aceh

Bukaan pada dinding seuramoë rumoh Aceh tidak terlalu besar dan untuk pencahayaan

digunakan screen (lubang-lubang kecil) untuk meredam terik matahari. Lubang lubang kecil

pada dinding ini mengingatkan kita pada ”Masyrabiyya” di Saudi Arabia.

Tidak seperti halnya serambi rumah Betawi yang terbuka lebar, yang sering kita lihat

pada sinetron ”Si Doel anak Betawi”, serambi rumoh Aceh itu tertutup, hanya sedikit saja

bagian yang terbuka. Orang dari luar sukar melihat ke dalam tetapi orang dari dalam dapat

melihat keluar. Demikian cara Aceh membudayakan seni interior, seolah memberi pesan agar

aurat itu jangan diobral keluar ke semua orang yang lalu lalang di depan rumah. Di dalam

Rumoh Aceh, ada dua buah serambi yang sengaja dibuat terpisah sesuai dengan ajaran Islam,

yaitu ”seuramoë keue”, untuk kaum pria dan seuramoë likôt khusus untuk kaum wanita.

Gambar 3. Posisi tangga dapat menjadi ciri

atau penunjuk arah mata angin

Sumber: Keumala, (2008)

Barat/Kiblat

S E U R A M O L IK O T

D A P U R

R A M B A T R U M O H IN O N GA N JO N G

S E U R A M O K E U E

2.4

02

.40

2.4

02

.40

9.6

0

2 .50 2 .93 2 .50 2 .93

10 .86

U

Halaman Depan Rumah

Posisi Tangga Arah hadap Shalat

Page 17: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

16

Guci rumoh Aceh

Nabi mengajarkan thaharah, bersuci dengan mandi, berwudhu dan istinja’, agar badan

kita menjadi bersih. Raga yang bersih sebagai cerminan dari hati yang suci. Orang Aceh

menaruh guci pembasuh kaki dibawah tangga rumoh Aceh. Sebaiknya kita bersuci dulu,

sebelum naik ke rumah. Karena Rumoh Aceh itu bersih, tidak ada kotoran, tidak ada kayu dan

jendela di rumah ini yang diperoleh dari hasil korupsi. Bersuci itu lahir dan batin. Ideofactnya

suci, sosiofactnya berwudhu, artefaknya guci. Itu sebabnya penulis mengusulkan kepada bapak

Rektor UTU (Universitas Teuku Umar) di Meulaboh untuk menempatkan guci di gerbang masuk

kampus yang akan dibangun, agar semua yang ada didalam kampus itu suci dan bersih jiwa

raganya.

Guci Aceh adalah salah satu karya seni gerabah yang hendaknya dapat dihidupkan

kembali eksistensinya. Tanah Aceh menurut pak Dr Ahmad Akmal sangat potensial untuk seni

kriya membuat keramik ini. Bahan bakunya tersedia dalam jumlah yang banyak dan

kualitasnyapun sangat baik. Dengan adanya prodi Seni kriya ISBI semoga kreasi-kreasi baru Guci

Aceh dan benda-benda seni terapan lainnya akan kembali muncul menghiasi bumi Aceh.

4. ASET BUDAYA RUMOH ACEH KINI KIAN MEREDUP: DARI CRAFTMANSHIP

KE PREFABRICATION

Di masa kolonial, beberapa penduduk Aceh telah mulai membangun dengan cara yang

ditirunya dari orang Belanda. Bentuk rumah dan bahannya berubah dan dibangun dengan cara

baru, yang disebut ”Rumoh Belanda”. Sejak itu sarapan tukang dan makan tengah harinya tidak

lagi disajikan oleh si empunya rumah.

Jika kita meninjau perkembangan arsitektur selama beberapa abad yang lalu, maka

dalam cara membangun kita menjumpai suatu perubahan yang mendasar. Perubahan penting

ini ialah pergeseran dari kerajinan tangan ke mekanisasi atau industri. Dimasa lalu karya

arsitektur Rumoh Aceh merupakan produksi setempat yang dirancang dan dibangun dengan

keterampilan utoh setempat, memakai bahan setempat pula. Cara membangun sekarang makin

lama makin berubah menjadi kegiatan yang dilakukan selain pada lokasi pembangunan, juga di

tempat yang jauh dari lokasi itu dan dengan memakai bahan bangunan yang bukan bahan

Page 18: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

17

setempat. Kalau dulu arsitek menjadi pencipta tunggal dari ciptaannya, sesuai dengan asal

katanya (arki=utama, tekton=tukang), sekarang dia menjadi kordinator kreasi arsitektur. Apa

yang dulu merupakan hasil kerajinan tangan murni (craftmanship) sekarang bergeser menjadi

hasil susunan komponen industri.

Arsitektur Rumoh Aceh tradisional merupakan karya para utoh sedemikian, yang

menurunkan keterampilan kerajinan tangannya dari generasi yang lebih awal ke generasi

berikutnya secara berkesinambungan. Rumah dibangun secara meruang atau tiga dimensi

secara langsung. Perlu kerjasama yang baik dalam mendirikan rangka rumah agar struktur

utamanya dapat berdiri dengan baik. Disini tampak bahwa dalam membangun rumah pun

masyarakat Aceh melakukannya dengan penuh seni. Kemampuan manusia dalam mendirikan

rumah ditonjolkan dengan suatu kerjasama yang terorganisir dengan baik sehingga rangka

rumah berdiri dengan kokoh. Dan bukan digantungkan pada sebuah paku.

Dengan pergeseran cara membangun dari craftmanship ke cara prefabrication, maka

sampailah kita saat ini merasakan suatu kondisi bahwa aset budaya tektonika Rumoh Aceh kini

boleh dikatakan ”meredup”, itupun bila kita enggan mengakui bahwa sebenarnya telah sirna

dalam pembangunan perumahan nanggroē geutanyoē. Seiring perkembangan zaman yang

menuntut semua hal dikerjakan secara efektif dan efisien, dan semakin mahalnya biaya

pembuatan dan perawatan Rumoh Aceh, maka lambat laun semakin sedikit orang Aceh yang

membangun rumah tradisional ini. Akibatnya, jumlah Rumoh Aceh semakin hari semakin

sedikit. Masyarakat lebih memilih untuk membangun rumah modern berbahan beton yang

pembuatan dan pengadaan bahannya lebih mudah daripada Rumoh Aceh yang pembuatannya

lebih rumit, pengadaan bahannya lebih sulit, dan biaya perawatannya lebih mahal.

Jauh sebelum pendidikan arsitektur di mulai di Indonesia, Ir. Mclaine Pont telah

menduga akan lenyapnya keterampilan pertukangan tradisional kita dalam dunia

pembangunan, dan dugaan ini kini telah menjadi kenyataan.9 Berapa orang utoh Rumoh Aceh

yang tersisa sekarang di dalam gampong atau di kota, apakah dapat kita hitung dengan sepuluh

jari tangan kita?

9 Sidharta, Prof., Ir., (1987)

Page 19: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

18

5. UPAYA MENGHIDUPKAN KEMBALI ASET BUDAYA RUMOH ACEH

Masyarakat Aceh dan pemerintahnya sebenarnya sangat bangga dengan sejarah masa

lalunya yang heroik dan unggul, selalu nomor satu. Aceh adalah tempat pertama masuknya

Islam di Indonesia, nomor satu menyumbangkan pesawat, nomor satu membuat Aceh

Development Board yang kemudian diadopsi oleh pemerintah RI menjadi Bappeda, daerah

pertama yang membuat Badan Amil Zakat, dan yang paling membanggakan adalah

perjuangannya yang pantang menyerah kepada penjajah yang menjadi simbol perjuangan

bangsa Indonesia, sebagai ”daerah Modal”. Namun perilaku orang Aceh yang seringkali ingin

serba baru dan serba segera itu pula yang menyebabkan kadang-kadang kurang waspada

terhadap ketahanan budayanya sendiri.

Orang gampong Aceh tidak lagi ingin hidup di rumah tradisional yang alasannya karena

”kayem meusue, meugok-gok, dikap le kamuë, teumakot tutong, hana praktis, meuri gasien dan

hana maju”.10 Orang Aceh ingin modern (modern berasal dari kata modo = maju), namun

kemajuan yang serba instant dapat membahayakan. Keinginan orang Aceh untuk menukar

rumah panggungnya menjadi rumah darat, mengakibatkan budaya rumoh Aceh secara

substansial tercabut. Tidak ada lagi yang memesan tukang untuk membuat rumah tradisional.

Pada gilirannya lenyaplah pula mata pencaharian para ahli pertukangan (utoh) di Aceh.

Sehingga saat ini bila kita mencoba membangun Rumoh Aceh akan menemukan kesulitan

mencari tukang dan bahan. Selain itu biayanyapun akan mahal sekali.

Upaya mengembalikan citra Aceh pemerintah daerah melakukannya dengan cara

menggalakkan penerapan unsur-unsur tradisional terutama pada bangunan-bangunan

pemerintah. Namun agaknya penerapan unsur tradisional ini lebih cenderung untuk ide

dekoratif kurang mengedepankan kepentingan makna. Demikian pula keterampilan Tukang

kayu yang ada sekarang dalam membuat detail konstruksi kayu dan ornamentasinya jauh

merosot dibandingkan dengan keterampilan tukang kayu sebelum perang kemerdekaan.

Tentunya mekanisasi dan standarisasi di era teknologi industri sekarang ini memiliki

segi-segi positifnya, diantaranya ialah semua komponen dapat diproduksi lebih cepat dan

ukurannya lebih akurat. Pelaksanaan konstruksipun dapat dipercepat, apalagi dengan semakin 10 sering berbunyi, bergoyang, banyak rayap, mudah terbakar, tidak praktis, terkesan lebih miskin dan tidak maju

Page 20: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

19

canggihnya mekanisasi dalam bidang konstruksi, tenaga kerja yang diperlukanpun makin

menurun jumlahnya. Gejala bahwa arsitektur akan bergeser dari lokal ke internasional memang

semakin deras kita rasakan sekarang, karena penggunaan komponen-komponen yang sama

tadi. Disamping itu relasi antar negara telah semakin mudah sehingga pengaruh global tidak

dapat kita hindari. Walaupun bahan dan peralatan untuk membangun kini telah berubah

dengan kemajuan teknologi, namun arsitek seharusnya tetap dapat memunculkan identitas

Aceh dalam inovasi bentuk yang lebih kreatif.

Bila kita menengok ke Jepang, Arsitektur Jepang modern berhasil mempertahankan jati

dirinya meskipun dalam bentuk karya arsitekturnya yang mutakhir, karena mereka mampu

memunculkan karakter dan jati dirinya dalam inovasi baru. Di dalam kreasi baru dari para

arsitek Jepang di masa modern seperti Kenzo Tange, Tadao Ando dan lain lain, kita masih dapat

merasakan kehadiran karakter Jepang dalam karya mereka. Orang Jepang mempelajari karakter

dan jatidiri mereka dari peninggalan sejarah mereka, seperti pada peninggalan arsitektur Nara,

yang dulu pernah menjadi ibukota Jepang di masa lalu. Di kota Nara ada bangunan kayu Todaiji

yang tetap utuh meski telah berusia 1000 tahun.

Bila kita bandingkan dengan kita, misalnya dengan Kerajaan Majapahit yang begitu

terkenal dan berada di hutan jati, namun tidak dapat kita melihat lagi sisa bangunan kayu

jatinya yang utuh, padahal usia Majapahit belum sampai 1000 tahun yang lalu. Bangsa Jepang

mampu melestarikan Todaiji hingga kini karena mereka mampu melestarikan budaya

membangun, memelihara kehidupan tukang-tukangnya, menanam hutan kayunya secara

berkesinambungan, mengganti kayu yang lapuk secara berkala, dengan teknik konstruksi yang

sama sejak 1000 tahun lalu, lengkap dengan upacara budayanya saat melakukan segala

perbaikan untuk merawat bangunan itu. Itulah sebabnya kota kecil Nara terpilih menjadi

tempat ICOMOS (International Council Of Monuments And Sites) mendeklarasikan The Nara

Document On Authenticity (1994). Setelah Icomos mengadakan konferensi pertama di Athena

(1931) dan kedua di Venice (Italia, 1964) dua kota bersejarah yang terkenal dengan peninggalan

warisan budaya berupa bangunan batu, Icomos kemudian memilih Nara, yang mampu

melestarikan cultural heritagenya yang berupa budaya tektonika arsitektur bangunan kayu. Kita

Page 21: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

20

dapat melihat, bahwa otentik atau orisinalias itu tidak harus selalu diperoleh melalui ide

”permanency” dengan menggunakan material batu seperti pada parthenon, piramid atau

borobudur, tetapi kita dapat memperolehnya dari bangunan kayu yang dilestarikan

keberadaannya secara sustain, berkesinambungan. Maka paham sustainable architecture

menjadi sangat penting untuk kita kembangkan dalam pembangunan di Aceh.

Kita dapat menghidupkan kembali arsitektur kayu atau bambu, yang mampu bertahan

lama bila kita mengerti dan menghayati prinsip-prinsip sustainable architecture (arsitektur

berkesinambungan) dan tectonic cultures (budaya tektonika) yang sebenarnya dapat kita gali

kembali dari khasanah budaya yang ada di Aceh. Warisan budaya tektonika Rumoh Aceh telah

mewariskan kepada kita prinsip-prinsip arsitektur berkesinambugan, yang secara periodik dapat

mengganti bagian kayu yang lapuk dengan yang baru dengan teknik yang dirancang sejak awal.

Bahkan, karena rumoh Aceh merupakan rumah yang fleksibel, bila diperlukan keseluruhan

bagian rumahpun dapat segera di lepas-lepas, maka ia dapat dipindahkan dengan cepat saat

akan berpindah tempat. Tidak seperti rumah-rumah gedung yang berkembang saat ini, yakni

rumah permanen yang tertanam kuat di tanah.

Keberadaan Rumoh Aceh merupakan cerminan dari nilai-nilai yang hidup dan dijalankan

oleh masyarakat Aceh. Oleh karena itu, melestarikan Rumoh Aceh berarti juga melestarikan

eksistensi masyarakat Aceh itu sendiri. Ide pelestarian Rumoh Aceh akan semakin menemukan

momentum pasca tsunami yang menimpa Aceh pada taggal 26 Desember 2004. Pasca tragedi

bencana alam tersebut, beragam orang dari berbagai bangsa datang tidak hanya membawa

bantuan tetapi juga membawa tradisi yang belum tentu cocok dengan nilai-nilai yang

berkembang di Aceh.

Secara keseluruhan, dapat disimpulkan Rumoh Aceh memiliki tingkat budaya tektonika

dan seni yang tinggi. Sebab bangunan ini dapat diterima dan disepakati bersama oleh

masyarakat Aceh dimulai dari zaman dahulu kala, dan dapat bertahan hingga saat ini. Dengan

demikian sikap paling arif yang perlu dimiliki para arsitek Indonesia adalah mensenyawakan

inovasi dan teknologi maju dengan kaidah-kaidah perancangan arsitektur yang bersumber dari

Page 22: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

21

daerah tempat bangunan berpijak, dengan selalu mempertimbangkan norma, tata nilai dan

tingkah laku manusia yang menggunakannya.

AKHIRUL KATA

Proses perubahan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindarkan, karena merupakan suatu

keniscayaan, conditio sine qua non yaitu sesuatu yang tidak bisa dipertanyakan lagi, sudah

harus begitu. Erosi budaya memang sudah terjadi, namun ada beberapa perubahan yang

merupakan modernisasi. Ada yang dilestarikan dan ada juga pengembangan budaya, agar tidak

mati. Di dalam menghadapi proses perubahan (changing) kita harus sangat bijak dan teliti

jangan sampai terjadi kita seperti yang disebutkan dalam hadih maja ini:

“Buleun peungeuh ta kawe eungkôt, watèe ie surôt ta koh bak Bangka, ta suet gleung meuh ta sôk gleung balôt, buet hana patôt bek ta keurija”.

Jadi menghadapi gejolak perubahan itu kita harus bijak. Jangan nanti kita cabut gelang

emas murni kita ganti dengan gelang emas imitasi, karena kita tidak bisa lagi membedakan

emas dengan sepuhan. Ini nasehat untuk kita berhati-hati.

Filsafat yang menjadi jati diri orang Aceh adalah filsafat holistik. Paradigma Tauhid

adalah paradigma holistik yang menekankan keharmonisan hubungan antar manusia dengan

Tuhan, dengan sesama dan dengan alam. Paradigma Tauhid inilah jatidiri orang Aceh, yang

dimanifestasikan dalam segala karya seni dan budayanya. Walaupun sekarang banyak variasi

yang dibuat saat kita membangun rumah, namun masyarakat Aceh hendaknya tetap ingat dan

tidak meninggalkan ciri-ciri penting dan khas dari rumoh Aceh. Sekaranglah saatnya kita

melestarikan kembali hutan kayu dan bambu, memunculkan dan menggerakkan kembali

sumber daya utoh agar dapat bersama-sama dengan sarjana arsitektur melestarikan keluhuran

budaya tektonika Arsitektur Aceh. Dengan kesadaran penuh akan pentingnya aset budaya itu

maka perlulah kita memelihara, merawat dan mendokumentasikan segenap artefak arsitektur

yang masih tersisa, dan berupaya melanjutkan keluhuran nilai-nilainya dalam bentuk dan kreasi

desain baru yang sustainable namun inovatif sesuai tuntutan era kontemporer bahkan futuris.

Page 23: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

22

Heraklitus, seorang Filsuf Yunani berkata: Panta Rhei, ”everything flows" segala sesuatu

itu mengalir, tanpa henti… tidak ada yang tetap, yang abadi hanya perubahan. Sejarah itu

mengalir, dan situasi selalu berubah. Namun janganlah sampai perubahan itu tanpa arah,

anything goes, apa saja boleh. Di dalam perubahan itu seharusnya manusia muslim Aceh

menjadi khalifah, sebagai aktor yang menentukan arah perubahan. Maka marilah kita gunakan

kesempatan untuk berbuat, mengubah nasib dalam rangka mencapai fitrah yang tinggi. Dalam

arsitektur Aceh simbol-simbol keislaman itu begitu kuatnya, orang-orang tua kita dulu memang

hebat-hebat dalam hal memberi pesan kepada generasi penerus: Boh mala iri, ie pasang surot,

adat datok nini beutaturot... !

Bandung, 1 Okt 2015.

DAFTAR PUSTAKA

1. Antoniades, Anthony C. (1992) Poetics of Architecture, Theory of Design, Van Nostrand Reinhold, New York

2. Arif, Kamal A. (2008) Citra Kota Banda Aceh, interpretasi sejarah, memori kolektif dan arketipe arsitekturnya, ISBN 978-979-18744-0-3, Pustaka Bustanussalatin- RANTF BRR, Banda Aceh

3. Arif, Kamal A. (2004) Buku III : Data Penelitian, Peta dan Gambar dari Koleksi Arsip Perpustakaan di Negeri Belanda, Dinas Kebudayaan Pemerintah Provinsi NAD, Banda Aceh.

4. Arif, Kamal A. (2014) “Seni Budaya Aceh Dalam Perspektif Sejarah Dinul Islam”, makalah seminar Syareh Budaya Pekan Kebudayaan Aceh 23 Desember 2014, di Meulaboh.

5. Dall, Greg (1982) “The Traditional Acehnese House”, dalam John Maxwell (ed), The Malay-Islamic World of Sumatra: studies in polities and culture, hal. 35-61, Monash University

6. Frampton, Kenneth (1995) Studies in Tectonic Culture; the poetics of Construction in Nineteenth and Twentieth Century Architecture, MIT Press, Cambridge

7. Hurgronje, Snouck C. (1906) The Acehnese, Translated by A.W.S. O’Sullivan, Vol. I-II, Leyden.

8. Husin, Amir (ed) (2003) Arsitektur Rumoh Aceh yang Islami, Dinas Perkotaan dan Permukiman Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Ban

9. Keumala, Indah (2008), Tektonika dalam Arsitektur Rumah Aceh, skripsi, Jur. Arsitektur UNPAR, Bandung

10. Leigh, Barbara (1989) Hands of Time, The Crafts of Aceh, Penerbit Djambatan, Jakarta

11. Moehammad Hoesin, (1970), Adat Atjeh, Dinas P dan K Propinsi Daerah Istimewa Atjeh, Banda Atjeh

12. Nas, Peter J.M. (1999) Ethnic Identity in Urban Architecture, Generations of Architects in Banda Aceh, Leiden University, Leiden

13. Schefold, R., Domenig G., Nas, P.J.M, (ed)., (2004), Indonesian houses, SUP, Singapore

14. Sidharta, Prof,Ir. (1987), “Pendidikan Arsitektur dan Masa Depan Arsitektur Indonesia”, dalam Arsitek bicara tentang Arsitektur Indonesia, Alumni, Bandung.

Page 24: KELUHURAN SENI ARSITEKTUR RUMOH ACEH · PDF filekeluhuran seni arsitektur rumoh aceh oleh : dr. kamal a. arif seminar nasional inovasi seni kriya berbasis lokal tradisi jantho, aceh

23

RIWAYAT HIDUP

Dr. Ir. Kamal A. Arif, M. Eng.

1. Nama : Dr. Ir. Kamal A. Arif, M. Eng. 2. Tempat, tgl lahir : Jakarta, 24 Desember 1953 3. Pekerjaan : Dosen tetap Arsitektur UNPAR sejak 1984 di S1 dan S2 4. Pendidikan :

a. SD/SMP/SMA : di Banda Aceh . Tamat SMA pada 1972, ke Bandung. b. S-1 : Sarjana Teknik Arsitektur (ir.), UNPAR, Bandung, 1980 c. S-2 : Master of Engineering (M.Eng),

Structural Engineering & Construction (AIT), Bangkok, 1987 d. S-3 : Program Doktor Arsitektur UNPAR, 2006 Judul Disertasi: Ragam Citra Kota Banda Aceh,

Interpretasi Terhadap Sejarah, Memori Kolektif dan Arketipe Arsitekturnya

5. Mengikuti Kursus/ Trainings di dalam dan luar negeri terutama pada bidang-bidang engineering & management, perumahan, dan konservasi bangunan, antara lain:

International Training Course, “Dwelling Construction Technology”, Jiangsu Research Institute of Building Science, Nanjing, China, !995

Conservation and Management of Historic Buildings, HDM-Lund Univ, Lund, Sweden, Sep-Oct 2004 & Amman, Jordan, April 2005

6. Menulis beberapa karya tulis Ilmiah, antara lain:

„Arketipe arsitektural kota Banda Aceh“ dimuat dalam buku „Aceh Kembali ke masa depan“ yang di tulis bersama-sama 9 para pakar dari Aceh (2005)

Ragam citra kota Banda Aceh, interpretasi sejarah, memori kolektif dan arketipe arsitekturnya (2008) 7. Januari 2010, mengikuti Conference on Technology and Sustainability in the Built Environment di College of

Architecture and Planning, King Saud University, Riyadh, Saudi Arabia, dan menyajikan makalah berjudul: “Various Images of Banda Aceh”

8. Pengalaman Profesi pada bidang konstruksi, sebagai

Quality Control Engineer, King Abdulaziz Military Academy (KAMA), Prefab Concrete Housing Construction Project, ICCI-Al Mirabid JV, Riyadh, Saudi Arabia, 1981-1983,

Team Leader RTRK Kota Sukamakmue, Ibukota Kabupaten Nagan Raya, 2003

Setelah Tsunami, pernah bekerja sebagai National Technical Specialist, UN-HABITAT Fukuoka, Aceh Settlements Support Programme, di Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Bireuen, P. Simeulue, Feb-March 2005

Team Leader, Proyek “Assessment on Masterplans of Kota Banda Aceh”, UN Habitat – UNPAR, 2006

Team Leader , Proyek “Friendship Trees, Busatanussalatin dan Heritage Trails Kota Banda Aceh”, RANTF-BRR, 2007

Koordinator Juri Sayembara Museum Tsunami NAD, 2007

Arsitek proyek “Taman Aceh Thanks the World”, Blang Padang, 2008

Kordinator Perencanaan MasterPlan Kampus Universitas Teuku Umar (UTU), Meulaboh, Aceh Barat, 2014

Arsitek pada DED bangunan Kupiah Meukeutop UTU, Meulaboh, 2015 9. Ketua MAA (Majelis Adat Aceh) perw. Jawa Barat, 10. Ketua Yayasan Bustanussalatin.