Keluarga Dg Lansia 1
Transcript of Keluarga Dg Lansia 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan adalah “suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-
sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar
manusia”. Dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
bersifat komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik
dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia.
Sedangkan asuhan yang diberikan berupa bantuian-bantuan kepada pasien karena
adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya
kemampuan dan atau kemauan dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-
hari secara mandiri.
Perkembangan kehidupan lansia yang diharapkan mencakup penyesuaian
terhadap penurunan kekuatan dan kesehatan fisik, penyesuaian terhadap pensiun
(bagi mereka yang bekerja di sektor formal) dan penurunan penghasilan,
penyesuaian terhadap kematian pasangan atau kerabat, membangun suatu
perkumpulan dengan sekelompok seusia, mengambil dan beradaptasi terhadap
peran sosial dengan cara yang eksibel, serta membuat pengaturan hidup atau
kegiatan fisik yang menyenangkan.
Pada makalah ini akan dibahas secara singkat asuhan keperawatan pada pasien
lanjut usia di tatanan klinik (clinical area), dimanan pendekatan yang digunakan
adalah proses keperawatan yang meliputi pengkajian (assessment), merumuskan
diagnosa keperawatan (Nursing diagnosis), merencanakan tindakan keperawatan
(intervention), melaksanakan tindakan keperawatan (Implementation) dan
melakukan evaluasi (Evaluation). Dibawah ini ada beberapa alasan timbulnya
perhatian kepada lanjut usia, yaitu :
2
1. Pensiunan dan masalah-masalahnya
2. Kematian mendadak karena penyakit jantung dan stroke
3. Meningkatnya jumlah lanjut usia
4. Pencemaran pelayanan kesehatan,Kewajiban Pemerintah terhadap orang cacat
dan jompo
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan Asuhan Keperawatan Keluarga pada Lansia secara
komprehensif meliputi aspek biopsikologis dan spiritual.
2. Tujuan khusus
a. Mampu mengetahui Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia
b. Mengetahui Pendekatan Perawatan Lanjut Usia
c. Mengetahui tujuan Asuhan Keperawatan Lanjut Usia
d. Mengetahui fokus Keperawatan Lanjut Usia
e. Mengetahui proses keperawatan keluarga
f. Mempengaruhi asuhan Keperawatan keluarga pada lansia
C. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ilmiah ini, penulis menggunakan: Studi
Kepustakaan yaitu dengan cara mempelajari buku-buku keperawatan
keluarga dan medik yang dijadikan sebagai bahan referensi yang
berhubungan dengan isi makalah ini.
D. Sistematika Penulisan
Dalam makalah ilmiah ini menggunakan penulisan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN, yang terdiri dari : latar belakang, tujuan
penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN
TEORI yang terdiri dari :pengertian, etiologi, rentang respon, tanda dan gejala,
3
Asuhan keperawatan. BAB III : PENUTUP yang terdiri dari : kesimpulan dan
saran
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia
Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes,
dimaksudkan untuk memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan
dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu maupun kelompok, seperti di
rumah / lingkungan keluarga, Panti Werda maupun Puskesmas, yang diberikan
oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh
anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan
latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan
melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti.
Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok
lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain:
1. Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa
dukungan tentang personal hygiene: kebersihan gigi dan mulut atau
pembersihan gigi palsu: kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan,
kuku, mata serta telinga: kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan
ruangan : makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariai dan
mudah dicerna, dan kesegaran jasmani.
2. Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain.
Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
lanjut usia pasif pada dasarnya sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan
bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas. Khususnya bagi yang
lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus (lecet).
Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk menjadi dekubitus karena
perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia, antara lain:
a. Berkurangnya jaringan lemak subkutan
5
b. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas
c. Menurunnya efisiensi kolateral capital pada kulit sehingga kulit menjadi
lebih tipis dan rapuh
d. Adanya kecenderungan lansia imobilisasi sehingga potensi terjadinya
dekubitus.
B. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia
1. Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-
kejadian yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik
pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bias di capai dan
dikembangkan, dan penyakit yang yang dapat dicegah atau ditekan
progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat
dibagi atas dua bagian yaitu:
a. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu
bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-
hari masih mampu melakukan sendiri.
b. Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan
fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui
dasar perawatan klien usia lanjut ini terutama tentang hal-hal yang
berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk mempertahankan
kesehatannya.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya
peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang
mendapat perhatian. Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses
penuaan, dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau
serangan infeksi dari luar. Untuk klien lanjut usia yang masih aktif dapat
diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit
dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi
6
tidurnya, hal makanan, cara memakan obat, dan cara pindahdari tempat tidur
ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting meskipun tidak selalu keluhan-
keluhan yang dikemukakan atau gejala yang ditemukan memerlukan
perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan pada dokter dalam
keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya
gangguan serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejang,
untuk itu perlu pengamatan secermat mungkin.
Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah
memperhatikan atau membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan
lancar, makan, minum, melakukan eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh
waktu berjalan, tidur, menjaga sikap, tubuh waktu berjalan, duduk, merubah
posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar
pakaian, mempertahankan suhu badan melindungi kulit dan kecelakaan.
Toleransi terhadap kakurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut usia,
untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus disegah dengan posisi
bersandar pada beberapa bantal, jangan melakukan gerak badan yang
berlebihan.
Seorang perawat harus mampu memotifasi para klien lanjut usia agar mau
dan menerima makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah
sering dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi
masalah ini adalah dengan menghidangkan makanan agak lunak atau
memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan bergizi,
makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah
selera makan, bila ada penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan
mereka sesuai dengan diet yang dianjurkan.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya
peradangan, mengingat sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan
7
kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu, kebersihan badan, tempat tidur,
kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu mendapat perhatian
perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut usia.
Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus dilakukan
kepada klien lanjut usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara
berkala bila memperlihatkan kelainan, misalnya: batuk, pilek, dsb. Perawat
perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan, jika ada keluhan
insomnia, harus dicari penyebabnya, kemudian mengkomunikasikan dengan
mereka tentang cara pemecahannya. Perawat harus mendekatkan diri dengan
klien lanjut usia membimbing dengan sabar dan ramah, sambil bertanya apa
keluhan yang dirasakan, bagaimana tentang tidur, makan, apakah obat sudah
dimminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah dsb. Sentuhan
(misalnya genggaman tangan) terkadang sangat berarti buat mereka.
2. Pendekatan psikis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter ,
interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia
yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki
kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang
cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia
merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip ” Tripple”, yaitu sabar,
simpatik dan service. Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman
dan cinta kasih sayang dari lingkungan, termasuk perawat yang memberikan
perawatan.. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan suasana yang aman ,
tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas
kemampuan dan hobi yang dimilikinya.
Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam
memecahkan dan mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa keterbatasan
8
sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya. Hal
itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan
semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala,
seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi,
berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan ,
perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu
siang, dan pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang
membosankan, jangan menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila
lupa melakukan kesalahan . Harus diingat kemunduran ingatan jangan
dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Bila perawat ingin merubah tingkah laku
dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bila melakukannya secara
perlahan –lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka
kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak
menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka
puas dan bahagia.
3. Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul
bersama dengan sesama klien usia berarti menciptakan sosialisasi mereka.
Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa
orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain.
Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia
untuk mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi,
nonton film, atau hiburan lain. Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress
memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga
menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan.
9
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini
dapat diatasi dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban
bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi
baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan
dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di Panti Werda.
4. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam
hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnua dalam kedaan sakit
atau mendeteksikematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang
menghadapi kematian, DR. Tony styobuhi mengemukakn bahwa maut sering
kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam
factor, seperti ketidak pastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit
dan kegelisahan kumpul lagi bengan keluatga dan lingkungan sekitarnya.
Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi
yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup
ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga
perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun kelurga tadi di
tinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan rasa
bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.
Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan
seseorang merupakan factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran
seorang iman sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut usia. Dengan
demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap
fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut
usia melalui agama mereka.
10
C. Tujuan Asuhan Keperawatan Lanjut Usia
Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari –hari secara mandiri dengan:
1. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya telah
lanjut dengan jalan perawatan dan pencegahan.
2. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat
hidup klien lanjut usia (life support)
3. menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau
gangguan baik kronis maupun akut.
4. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan
diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai kelainan tertentu
5. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang
menderita suatu penyakit, masih dapat mempertahankan kebebasan yang
maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara
maksimal).
Tujuan perawatan pada lansia adalah:
- Untuk mengoptimalkan kesehatan mereka secara umum, serta memperbaiki/
mempertahankan kapasitas fungsionalnya.
- Lansia dapat tetap dipertahankan dirumahnya untuk mengurangi biaya
perawatan
- Meningkatkan kualitas hidupnya sehari-hari
D. Fokus Keperawatan Lanjut Usia
Keperawatan lanjut usia berfokus pada :
1. Peningkatan kesehatan (helth promotion)
2. Pencegahan penyakit (preventif)
3. Mengoptimalkan fungsi mental
4. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.
11
E. Proses Keperawatan Keluarga
Langkah-langkah proses keperawatan adalah:
(Sumber: Zaidin Ali, 2009: 39)
Pengkajian terhadap kelurgaMengidentifikasi data
1. Sosial Budaya2. Lingkungan3. Struktur4. Fungsi Keluarga5. Fungsi Keluarga
Pengkajian anggota keluarga secara perorangan
1. Mental2. Fisik3. Emosional4. Sosial5. Spiritual
Rencana asuhan keperawatan
1. Menyusun tujuan2. Mengidentifikasi sumber3. Mengidentifikasi
pendekatan alternatif4. Memilih intervensi5. Menyusun prioritas
Identifikasi masalah keluarga dan individu
(diagnosis keperawatan)
Intervensi Keperawatan: Implementasi rencana penggerakan sumber
Evaluasi Keperawatan
12
Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa proses keperawatan adalah:
- Pengkajian, yang terdiri dari pengkajian keluarga dan pengkajian individu/
Anggota keluarga
- Perumusan diagnosis keperawatan
- Rencana asuhan keperawatan
- Intervensi
- Evaluasi keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a) Penjajakan keluarga
Penjajakan keluarga perlu dilakukan untuk membina hubungan baik dengan
keluarga. Dalam penjajakan ini perawat perlu mengadakan kontak dengan
RW/RT dan keluarga yang bersangkutan guna menyampaikan maksud dan
tujuan serta mengatasi masalah kesehatan mereka. Setelah mendapat
tanggapan positif dari keluarga tersebut, pengkajian diteruskan pda langkah
berikutnya.
b) Pengumpulan data
Merupakan upaya pengumpulan semua data, fakta, dan informasi yang
mendukung pemecahan masalah klien( Lansia). Jenis data yang
dikumpulkan:
I. Data Umum
a. Identitas kepala keluarga
1) Nama kepala keluarga (KK) :
2) Umur (KK) :
3) Pekerjaan kepala keluarga (KK) :
4) Pendidikan kepala keluarga (KK) :
5) Alamat dan nomor telpon: :
13
b. Komposisi anggota keluarga
No NamaJenis
KelaminHubungan
Tempat
tanggal lahirPekerjaan Pendidikan
c. Genogram
Genogram harus menyangkut minimal 3 generasi, harus tertera nama, umur,
kondisi kesehatan tiap keterangan gambar. Terdapat keterangan gambar
dengan simbol berbeda (Friedman, 1998) seperti:
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal dunia
: Pasien yang diidentifikasi
: Kawin
: Cerai
: Anak adopsi
: Anak kembar
14
: Aborsi/ keguguran
d. Tipe bentuk keluarga
e. Suku bangsa:
- Asal suku bangsa keluarga
- Bahasa yang dipakai keluarga
- Kebiasaan keluarga yang dipengaruhi suku yang dapat mempengaruhi
kesehatan
f. Agama
- Agama yang dianut keluarga
- Kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan
g. Status kelas sosial ekonomi keluarga
- Rata-rata penghasilan seluruh anggota keluarga
- Jenis pengeluaran keluarga tiap bulan
- Tabungan khusus kesehatan
- Barang (harta benda) yang dimiliki keluarga (perabot, transportasi)
h. Aktifitas rekreasi keluarga
II. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
a) Tahap perkembangan keluarga saat ini
b) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
c) Riwayat keluarga inti:
- Riwayat terbentuknya keluarga inti
15
- Penyakit yang diderita keluarga orang tua (adanya penyakit menular atau
penyakit menular dikeluarga)
d) Riwayat keluarga sebelumnya (suami istri):
- Riwayat penyakit keturunan dan penyakit menular dikeluarga
- Riwayat kebiasaan/ gaya hidup yang mempengaruhi kesehatan
III. Data lingkungan
a. Karateristik rumah
- Ukuran rumah (luas rumah)
- Kondisi dalam dan luar rumah
- Kebersihan rumah
- Ventilasi rumah
- Saluran pembuangan air limbah
- Air bersih
- Pengelolaan sampah
- Kepemilikan rumah
- Kamar mandi/ wc
- Denah rumah
b. Karateristik tetangga dan komunitas tempat tinggal:
- Apakah ingin tinggal dengan satu suku saja
- Aturan dan kesepakatan penduduk setempat
- Budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan
c. Mobilitas geografis keluarga:
- Apakah keluarga sering pindah rumah
- Dampak pindah rumah terhadap kondisi keluarga (apakah menyebabkan
stress)
d. Perkumpulan keluarga
- Perkumpulan/ organisasi sosial yang diikuti oleh anggota keluarga
- Digambarkan dalam ecomap
16
e. Sistem pendukung keluarga
Termaksud siapa saja yang terlibat bila keluarga mengalami masalah
IV. Struktur keluarga
a) Pola-pola komunikasi bagaimana pesan-pesan emosional disampaikanm
dalam keluarga, berapa frekuensi dan kualitas komunikasi yang berlansung
dalam.
b) Struktur kekuasaan : hasil-hasil dari kekuasaan, proses pembuatan keputusan
dasar-dasar kekuasaan, variabel yang mempengaruhi kekuasaan
kekeluargaan, keseluruhan, sistem kekuasaan dan kekuasaan subsistem,
kontinum kekuasaan keluarga.
c) Struktur peran : struktur peran formal, struktur peran informal analisa model-
model peran variabel-variabel yang mempengaruhi struktur peran.
d) Nilai-nilai keluarga : penggunaan metode perbandingan dan membedakan
dengan nilai-nilai dan kebudayaan yang dominan dan kelompok referensi
keluarga, kelompok etnis yang mereka identfikasi atau keduanya.
V. Fungsi keluarga
a) Fungsi afektif : pada kebutuhan keluarga saling memperhatikan keakraban
dan identifikasi, keterpisahan dan keterkaitan.
b) Fungsi sosialisasi : siapa yang menerima tanggung jawab untuk peran
membesarkan anak atau fungsi sosialisasi bagaimana anak-anak dihargai,
keyakinan-keyakina budaya dan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi
pola-pola membersarkan anak.
c) Fungsi keperawatan kesehatan keyakinan-keyakinan, nilai-nilai dan perilaku
keluarga, definisi dari keluarga tentang sehat, sakit dan tingkat pengetahuan
mereka.
17
VI. Koping keluarga
a) Stresor-stresor baik jangka pendek maupun jangka panjan dan yang
berhubungan dengan sosial ekonomi dan lingkungan.
b) Kemampuan keluarga untuk bertindak berdasarkan penilaian yang objektif
dan realistis terhadap situasi yang penuh dan stres.
c) Reaksi keluarga terhadap situasi yang penuh dan stres.
d) Waktu penguasaan yang dicapai dalam bidang atau situasi-situasi masalah.
e) Strategi-strategi adaptip disfungsional yang telah digunankan dan sedang
digunakan.
VII. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Fisik Pada Lansia
Tata cara pemeriksaan fisik dilakukan sebagaimana halnya prosedur yang
ditempuh pada kelompok usia lainnya. Namun, dalam melakukan pengkajian
fisik pada kllien lansia secara efektif memerlukan penilaian terhadap status
kesehatannya secara tepat. Seperti biasa, pemeriksaan fisik mencakup
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1. Kesadaran
Pasien dapat menunjukan tingkat kesadaran baik (tak ada kelainan/
gangguan kesadaran), dengan kata lain keadaan umum pasien baik.
Keadaan umum pasien tampak sakit (bisa ringan, sedang, atau berat).
Gangguan kesadaran tingkat ringan dan tingkat sedangharus dibedakan
dari kondisi klien lansia yang sedang tidur.
Tingkat kesadaran dibagi menjadi beberapa bagian:
- Compos mentis (normal)
- Somnolen
- Sopor
- Soporkoma
- Koma
18
Bila lansia menunjukan gangguan tingkat kesadaran, cara yang lazim
digunakan adalah skala Glasgow, yaitu GCS. Disini kondisi neurologi
dinilai berdasarkan 3 faktor. Reaksi membuka mata, respon verbal, dan
respon motorik.
2. Tanda Vital
Pemeriksaan TTV meliputu pemeriksaan nadi, permeriksaan tekanan darah.
3. Sistem Integumen
Lemak subkutan menyusut, kulit kering dan tipis, rentan terhadap trauma
dan iritasu, serta lambat sembuh. Selain itu juga perhatikan ada tidaknya
anemia, ikterus, sianosis, serta lesi primer dan lesi sekunder.
4. Pengkajian status Gizi
Pada lansia perlu mewaspadai status gizi yang menurun. Malnutrisi
merupakan masalah multi faktor, yaitu meliputi faktor fisik, sosial dan
ekonomi. Bagi lansia sendiri, sering kali mengalami kuranf makan.
Kegunaan status gizi pada lansia:
- Untuk memperolth respon umum terhadap masuknya antigen asing.
- Untuk dapat mempertahankan struktur anatomi
- Untuk dapat berpikir jernih
- Untuk dapat memperoleh energi cadangan bagi keperluan sosialisasi
serta aktivitas jasmani
Beberapa perubahan fisiologis yang terkait dengan proses penuaan dan dapat
mempengaruhi status gizi adalah:
- Penurunan penciuman dan pengecapan
- Gangguan gigi geligi
- Berkurangnya produksi saliva sampai sebesar 1/3 kali produksi pada
usia muda
19
- Gangguan refleks menelan
- Kutang toleran terhadap lemak
- Peristaltik menurun
- Rendahnya produktivitas asam lambung yang khususnya terkait
menurunya pencernaan dan absorpsi vitamin, zat besi, zink dan kalsium.
5. Pengkajian Sistem Perkemihan
Proses penuaan pada ginjal, kandung kemuh, uretra dan sistem persarafan
mempengaruhi fisiologi pengeluaran urine. Proses penuaan dapat mengarah
pada terjadinya inkontinensia. Faktor resiko untuk timbulnya inkontinensia
meliputi obat-obatan, kondisi patologis, psikososial serta kelainan kognitif
dan fungsional.
Pengkajian faktor resiko yang mempengaruhi eliminasi urine:
- (Pria) : apakah pernah operasi prostat/ kandung kemih?
- (Pria) : Adakah riwayat masalah prostat?
- (Wanita): apakah lansia punya anak?
- (Wanita) : pernahkah dioperasi panggul, kandung kemih/ uterus?
- (Wanita) : Adakah infeksi pada traktus genitalia?
- Adakah nyeri/ rasa tak nyaman waktu berkemih?
- Adakah infeksi urinaria?
- Adakah penyakit kronis, obat apakah yang dipakai?
- Berapa banyak minum sehari? (tanyakan jumlah dan jenisnya?)
Pengkajian faktor resiko tidak langsung
- Adakah kesulitan untuk berjalan/ gangguan keseimbangan?
- Bila berada ditempat umum adakah mengalami kesulitan ketoilet?
Pengkajian gejalan dan keluhan disfungsi urine
- Bisakan menahan kemih sebelum mencapai toilet?
20
- Apakah perlu selalu bangun berkemih malam hari?
- Setelah berkemih apakah merasa tidak lampias?
6. Pengkajian sistem pernapasan
Hal yang mencakup:
1. Perubahan pada saluran pernapasan atas
2. Diameter dinding
3. Dinding dada kaku
Bentuk kelainan yang dikaji meliputi adanya pernapasan dengan
menggunakan otot napas tambahan, pernapasan yang memerlukan tenaga,
pernapasan yang kurang efisien, menurunnya reflek batuk, serta lansia
menjadi lebih rentan terhadap infeksi saluran napas bagian bawah. Adapun
faktor resiko yang ditemukan anatara lain berupa merokok, polusi udara, atau
polusi akibat keterpaparan dari lingkungan (asbestosis).
7. Pengkajian Mobilitas
Pengkajian mobilitas dilakukan atas dasar pemahaman terhadap proses
penuaan yang terjadi akibat mobilitas. Hal ini mencakup:
- Berkurangnya massa otot
- Jaringan ikat mengalami perubahan degeneratif
- Osteoporosis
- Perubahan pada susunan saraf
Bentuk kelainan lain yang dikaji meliputi antara lain berupa osteoporosis,
terutama pada wanita, mereka yang kurang bergerak, serta lansia dengan
kelainan kekurangan kalsium.
8. Pengkajian sistem integumen/kulit
Pengkajian ini dilakukan atas dasar pemahaman terhadap proses penuaan yang
terjadi pada sistem kulit/integumen. Hal ini mencakup:
21
- Pertumbuhan epidemis melambat, kulit kering, epidermis menipis
- Berkurangnya vaskularisasi
- Melanosit dan kelenjar-kelenjar pada kulit
Bentuk kelainan yang dikaji meliputi adanya kulit kering, keriput, luka sulit
meyembuh, mudah mengalami luka bakar, serta trauma dan infeksi/ Adapun
faktor resiko yang ditemukan antara lain berupa: terkena sinar ultraviolet,
frekuensi kebiasaan mandi, serta keterbatasan aktivitas.
9. Pengkajian pola tidur
Pengkajian pola tidur dilakukan atas dasar pemahaman terhadap proses
penuaan yang terjadi pada pengkajian pola tidur. Hal ini mencakup perubahan
siklus tidur seiring penuaan. Bentuk kelainan yang dikaji meliputi adanya
berbagai konsekuensi fungsional berupa: susah tidur pulas, sering terbangun,
serta kualitas tidur yang rendah.
Adapun faktor resiko yang ditemukan antara lain berupa: nyeri,
ketidaknyamanan, pemakaian obat tidur, serta adanya faktor lingkungan
seperti: kegaduhan dan penyakit sistemik yang berdampak lansia sering
berkemih dimalam hari.
10. Pengkajian status fungsional
Pengkajian ini sangat penting, terutama ketika terjadi hambatan pada
kemampuan lansia dalam melaksanakan fungsi kehidupan sehari-harinya. Dari
hasil penelitian tentang gangguan status fungsional (baik fisik maupun
psikososial) merupakan indikator penting tentang adanya penyakit pada
lansia. Aktivitas kehidupan harian yang dalam istilah ADL meliputi antara
lain: ketoilet, makan, berpakaian, mandi dan berpindah tempat. Pengkajian
ADL penting untuk mengetahui tingkat ketergantungan. Bila lansia tidak
dapat melakukan ADL instrumen secara mandiri diperlukan peran perawat
pembantu.
22
b. Pengkajian status psikososial
Adapun pengkajian fungsi psikososial dilakukan melalui observasi, wawancara,
dan pemeriksaan status mental. Informasi yang dihimpun meliputi fungsi
kognitif, psikomotor, pandangan dan penalaran, serta kontak dengan lansia.
Pengkajian status psikososial meliputi pengkajian fungsi kognitif dan pengkajian
psikososial (mental, emosional). Pemeriksaan ini dilakukan untuk dapat
menentukan pikiran serta proses menua, apakah lansia dapat memperlihatkan
fungsi optimal.
Bila lansia mengalami suatu serangan penyakit atau gangguan tertentu, maka
perlu diidentifikasi hal berikut:
1) Evaluasi kesadaran dan orientasi
2) Aspek kognitif, alam perasaan, dan afek.
c. Pengkajian aspek spiritual
Indeks untuk mengukur upaya yang dilakukan secara individual dalam pencarian
arti dan makna kehidupan
- Perasaan individu tentang kehidupan keagamaan (sholat, atau berdoa)
- Melakukan kewajiban-kewajiban agar berkontemplasi tentang makna
kehidupan manurut agama dan kepercayaan.
- Bagaimana seorang mengekspresikan arti kehidupan yang dijalaninya
- Apakah nilai-nilai keberagamaannya dapat menuntun menjawab tantangan
dalam kehidupan.
- Mengetahui bahwa kehidupan spritualnya merupakan suatu proses yang
berlangsung terus selama hayat.
- Apakah seorang itu peduli tentang isu-isu kemanusiaan?
- Apakah seorang masih mendalami pengetahuan keagamaan?
- Apakah yang bersangkutan meyakini tentang konsep keimanan terhadap
Tuhan penciptanya?
- Apakah terdapat keinginan untuk membagi nilai-nilai spiritual bersama
orang lain?
23
2. Diagnosa Keperawatan
a. Aspek fisik atau biologis
1) Dx: Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
tidak mampu dalam memasukkan, memasukan, mencerna,
mengabsorbsi makanan karena factor biologi.
NOC I: Status nutrisi
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien
diharapkan mampu:
- Asupan nutrisi tidak bermasalah
- Asupan makanan dan cairan tidak bermasalah
- Energy tdak bermasalah
- Berat badan ideal
NIC I: Manajemen ketidakteraturan makan (eating disorder management)
- Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan untuk memuat perencanaan
perawatan jika sesuai.
- Diskusikan dengan tim dan pasien untuk membuat target berat
badann, jika berat badan pasien tdak sesuia dengan usia dan bentuk
tubuh.
- Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan asupan kalori setiap
hari supaya mencapai dan atau mempertahankan berat badan sesuai
target.
- Ajarkan dan kuatkan konsep nutrisi yang baik pada pasien
- Kembangkan hubungan suportif dengna pasien
- Dorong pasien untuk memonitor diri sendiri terhadap asupan
makanan dan kenaikan atau pemeliharaan berat badan
- Gunakan teknik modifikasi tingkah laku untuk meningkatkan berat
badan dan untuk menimimalkan berat badan.
- Berikan pujian atas peningkatan berat badan dan tingkah laku yang
mendukung peningkatan berat badan.
24
2) Dx. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu
lama, terbangun lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan
kemampuan fungsi yng ditandai dengan penuaan perubahan pola tidur
dan cemas
NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam pasien
diharapkan dapat memperbaiki pola tidurnya dengan criteria :
- Mengatur jumlah jam tidurnya
- Tidur secara rutin
- Miningkatkan pola tidur
- Meningkatkan kualitas tidur
- Tidak ada gangguan tidur
NIC: Peningkatan Tidur
- Tetapkan pola kegiatan dan tidur pasien
- Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya
- Jelaskan pentingnya tidur selama sakit dan stress fisik
- Bantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum jam tidurnya
3) Dx. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan
keterbatasan neuromuskular yang ditandai dengan waktu yang
diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan pengosongan
bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan.
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3×24 jam
diharapkan pasien mampu :
- Kontinensia Urin
- Merespon dengan cepat keinginan buang air kecil (BAK).
- Mampu mencapai toilet dan mengeluarkan urin secara tepat waktu.
- Mengosongkan bladde dengan lengkap.
25
- Mampu memprediksi pengeluaran urin.
NIC : Perawatan Inkontinensia Urin
- Monitor eliminasi urin
- Bantu klien mengembangkan sensasi keinginan BAK.
- Modifikasi baju dan lingkungan untuk memudahkan klien ke toilet.
- Instruksikan pasien untuk mengonsumsi air minum sebanyak 1500
cc/hari.
4) Dx. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau
kerusakan memori sekunder
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2×24 jam pasien
diharapkan dapat meningkatkan daya ingat dengan criteria :
- Mengingat dengan segera informasi yang tepat
- Mengingat inormasi yang baru saja disampaikan
- Mengingat informasi yang sudah lalu
NIC : Latihan Daya Ingat
- Diskusi dengan pasien dan keluarga beberapa masalah ingatan
- Rangsang ingatan dengan mengulang pemikiran pasien kemarin dengan
cepat
- Mengenangkan tentang pengalaman di masalalu dengan pasien
5) Dx. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur
tubuh/fungsi yang ditandai dengan perubahan dalam mencapai kepuasan
seksual.
NOC : Fungsi Seksual
- Mengekspresikan kenyamanan
- Mengekspresikan kepercayaan diri
26
NIC : Konseling Seksual
- Bantu pasien untuk mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk
organ seksual seiring dengan bertambahnya usia.
- Diskusikan beberapa pilihan agar dicapai kenyamanan.
6) Dx. Kelemahan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal dan
neuromuscular Yang ditandai dengan :
- Perubahan gaya berjalan
- Gerak lambat
- Gerak menyebabkan tremor
- Usaha yang kuat untuk perubahan gerak
NOC : Level Mobilitas ( Mobility Level )
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien
dapat :
- Memposisikan penampilan tubuh
- Ambulasi : berjalan
- Menggerakan otot
- Menyambung gerakan/mengkolaborasikan gerakan
NIC : Latihan dengan Terapi Gerakan ( Exercise Therapy Ambulation )
- Kosultasi kepada pemberi terapi fisik mengenai rencana gerakan yang
sesuai dengan kebutuhan
- Dorong untuk bergerak secara bebas namun masih dalam batas yang
aman
- Gunakan alat bantu untuk bergerak, jika tidak kuat untuk berdiri (mudah
goyah/tidak kokoh)
27
7) Dx. Kelelahan b.d kondisi fisik kurang
Yang ditandai dengan:
- Peningkatan kebutuhan istirahat
- Lelah
- Penampilan menurun
NOC Activity Tolerance
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien
dapat:
- Memonitor usaha bernapas dalam respon aktivitas
- Melaporkan aktivitas harian
- Memonitor ECG dalam batas normal
- Memonitor warna kulit
NIC Energy Management
- Monitor intake nutrisi untuk memastikan sumber energi yang adekuat
- Tentukan keterbatasan fisik pasien
- Tentukan penyebab kelelahan
- Bantu pasien untuk jadwal istirahat
8) Dx. Risiko kerusakan integritas kulit
NOC : Kontrol Risiko ( risk control )
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien
dapat
- Kontrol perubahan status kesehatan
- Gunakan support system pribadi untuk mengontrol risiko
- Mengenal perubahan status kesehatan
- Monitor factor risiko yang berasal dari lingkungan
NIC : penjagaan terhadap kulit ( skin surveillance )
28
- Monitor area kulit yang terlihat kemerahan dan adanya kerusakan
- Monitor kulit yang sering mendapat tekanan dan gesekan
- Monitor warna kulit
- Monitor suhu kulit
- Periksa pakaian, jika pakaian terlihat terlalu ketat
9) Dx. Kerusakan Memori b.d gangguan neurologis
Yang ditandai dengan :
- Tidak mampu mengingat informasi factual
- Tidak mampu mengingat kejadian yang baru saja terjadi atau masa lampau
- Lupa dalam melaporkan atau menunjukkan pengalaman
- Tidak mampu belajar atau menyimpan keterampilan atau informasi baru
NOC : Orientasi Kognitif
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien
dapat :
- Mengenal diri sendiri
- Mengenal orang atau hal penting
- Mengenal tempatnya sekarang
- Mengenal hari, bulan, dan tahun dengan benar
NIC : Pelatihan Memori ( Memory Training )
- Stimulasi memory dengan mengulangi pembicaraan secara jelas di akhir
pertemuan dengan pasien.
- Mengenang pengalaman masa lalu dengan pasien
- Menyediakan gambar untuk mengenal ingatannya kembali
- Monitor perilaku pasien selama terapi
29
b. Aspek psikososial
1) Dx. Coping tidak efektif b.d percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan
koping, dukungan social tidak adekuat yang dibentuk dari karakteristik
atau hubungan.
NOC I : koping (coping)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara
konsisten diharapkan mampu:
- Mengidentifikasi pola koping efektif
- Mengedentifikasi pola koping yang tidak efektif
- Melaporkan penurunan stress
- Memverbalkan control perasaan
- Memodifikasi gaya hidup yang dibutuhkan
- Beradaptasi dengan perubahan perkembangan
- Menggunakan dukungan social yang tersedia
- Melaporkan peningkatan kenyamanan psikologis
NIC I : coping enhancement
- Dorong aktifitas social dan komunitas
- Dorong pasien untuk mengembangkan hubungan
- Dorong berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan
ketertarikan yang sama
- Dukung pasein untuk menguunakan mekanisme pertahanan yang sesuai.
- Kenalkan pasien kepada seseorang yang mempunyai latar belakang
pengalaman yang sama.
2) Dx. Isolasi social b.d perubhaan penampilan fisik, peubahan keadaan
sejahtera, perubahan status mental.
NOC I : Lingkungan keluarga : internal ( family environment: interna)
30
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara
konsisten diharapkan mampu:
- Berpatisipasi dalam aktifitas bersama
- Berpatisipasi dala tradisi keluarga
- Menerima kujungan dari teman dan anggota keluarga besar
- Memberikan dukungan satu sama lain
- Mengekspresikan perasaan dan masalah kepada yang lain.
- Mendorong anggota keluarga untuk tidak ketergantungan
- Berpatisipasi dalam rekreasi dan acara aktifitas komunitas
- Memecahkan masalah
NIC I : Keterlibatan keluarga (Family involvement)
- Mengidentifikasikan kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam
perawatan pasien.
- Menentukan sumber fisik, psikososial dan pendidikan pemberi pelayanan
kesehatan yang utama.
- Mengidentifkasi deficit perawatan diri pasien
- Menentukan tinggat ketergantungan pasien terhadap keluarganya yang
sesuai dengan umur atau penyakitnya.
3) Dx. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan
peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.
NOC :
Setelah dilakukan tindakan intervensi keperawatan selama 2×24 jam pasien
diharapkan akan bisa memperbaiki konsep diri dengan criteria :
- Mengidentifikasi pola koping terdahulu yang efektif dan pada saat ini tidak
mungkin lagi digunakan akibat penyakit dan penanganan (pemakaian
alkohol dan obat-obatan; penggunaan tenaga yang berlebihan)
- Pasien dan keluarga mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan dan
reaksinya terhadap penyakit dan perubahan hidup yang diperlukan
31
- Mencari konseling profesional, jika perlu, untuk menghadapi perubahan
akibat pnyakitnya
- Melaporkan kepuasan dengan metode ekspresi seksual
NIC : Peningkatan harga diri
- Kuatkan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien mengndalikan situasi
- Menguatkan tenaga pribadi dalam mengenal dirinya
- Bantu pasien untuk memeriksa kembali persepsi negative tentang dirinya
4) Dx. Cemas b.d perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi,
fungsi peran, lingkungan, status ekonomi
Yang ditandai dengan:
- Ekspresi yang mendalam dalam perubahan hidup
- Mudah tersinggung
- Gangguan tidur
NOC Anxiety Control
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien
dapat:
- Memonitor intensitas cemas
- Melaporkan tidur yang adekuat
- Mengontrol respon cemas
- Merencanakan strategi koping dalamsituasi stress
NIC Anxiety Reduction
- Bantu pasien untuk menidentifikasi situasi percepatan cemas
- Dampingi pasien untuk mempromosikan kenyamanan dan mengurangi
ketakutan
- Identifikasi ketika perubahan level cemas
- Instuksikan pasien dalam teknik relaksasi
32
5) Dx. Resiko Kesendirian
NOC Family Coping
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien
dapat:
- Mendemontrasikan fleksibelitas peran
- Mengatur masalah
- Menggunakan strategi penguranagn stress
- Menghadapi masalah
NIC Family Support
- Bantu pekembangan harapan yang realistis
- Identifikasi alami dukungan spiritual bagi keluarga
- Berikan kepercayaan dalam hubungan dengan keluarga
- Dengarkan untuk berhubungan dengan keluarga, perasan dan pertanyaan
6) Dx. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan
ketergantungan fisik (ketidakseimbangan mobilitas) serta psikologis yang
disebabkan penyakit atau terapi
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24jam pasien
diharapkan meningkatkan citra tubuhnya dengan criteria :
- Merasa puas dengan penampilan tubuhnya
- Merasa puas dengan fungsi anggota badannya
- Mendiskripsikan bagian tubuh tambahan
NIC : Peningkatan Citra Tubuh
- Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan karena penyakit atau
pembedahan
- Memutuskan apakah perubahan fisik yang baru saja diterima dapat masuk
dalam citra tubuh pasien
33
- Memudahkan hubungan dengan individu lain yang mempunyai penyakit
yang sama
c. Aspek spiritual
1) Dx : Distress spiritual b.d peubahan hidup, kematian atau sekarat diri atau
orang lain, cemas, mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan social,
kurang sosiokultural.
NOC I : pengaharapan (hope)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara luas
diharapkan mampu:
- Mengekspresikan orientasi masa depan yang positif
- Mengekspresikan arti kehidupan
- Mengekspresikan rasa optimis
- Mengekspresikan perasaan untuk mengontrol diri sendiri
- Mengekspresikan kepercayaan
- Mengekspresikan rasa percaya pada diri sendiri dan orang lain
NIC I : penanaman harapan (hope instillation)
- Pengkaji pasian atau keluarga untuk mengidentifikasi area pengharapan
dalam hidup
- Melibatkan pasien secara aktif dalam perawatan diri
- Mengajarkan keluarga tentang aspek positif pengharapan
- Memberikan kesempatan pasien atau keluarga terlibat dalam support
group.
- Mengembangkan mekanisme paran koping pasien
3. Pelaksanaan (Implementasi Keperawatan)
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan oleh
34
karena itu pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan sesuai skala
urgent dan non urgent.
Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga yang harus dilalui yaitu : persiapan,
perencanaan, dan pendokumentasian
Fase persiapan meliputi
1) Review antisipasi tindakan keperawatan
1) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
2) Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul
3) Persiapan alat
4) Persiapan lingkungan yang kondusif
5) Mengidentifikasi aspek hukum dan etik
Fase implementasi
a) Independen
b) Interdependen
c) Dependen
Fase dokumentasi
Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah
dilaksanakan dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada keluarga
dengan lansia. Perawat dapat berperan sebagai pelaksana keperawatan, memberi
support, pendidikan, advokasi dan pencatatan.
4. Evaluasi
Adalah salah satu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada
status kesehatan klien. Evaluasi terdiri dari dua jenis yaitu evalusi formatif atau
evaluasi jangka pendek dimana evaluasi ini dilakukan secepatnya setelah
tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan akhir. Sedangkan evaluasi
sumatif ini disebut evaluasi akhir atau jangka panjang, dimana evaluasi dilakukan
35
pada akhir tindakan keperawatan. Sistem penulisan pada tahap evaluasi ini
umumnya menggunakan sistem SOAP.
Adapun tujuan evaluasi yang diharapkan dalam pemberian asuhan keperawatan
pada klien dengan pneumonia adalah :
1. Ketidakseimbangan nutrisi teratasi
2. Gangguan pola tidur teratasi
3. Inkontinensia urin fungsional teratasi
4. Gangguan proses berpikir teratasi
5. Disfungsi seksual teratasi
6. Kelemahan mobilitas fisik teratasi
7. Kelelahan teratasi
8. Risiko kerusakan integritas kulit tidak terjadi
9. Coping tidak efektif teratasi
36
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes,
dimaksudkan untuk memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan
dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu maupun kelompok, seperti di
rumah / lingkungan keluarga, Panti Werda maupun Puskesmas, yang diberikan
oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh
anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan
latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan
melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti.
Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan
tentang personal hygiene: kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu:
kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata serta telinga:
kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan : makanan yang sesuai,
misalnya porsi kecil bergizi, bervariai dan mudah dicerna, dan kesegaran
jasmani. Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang
lain. Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
lanjut usia pasif pada dasarnya sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan
bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas. Khususnya bagi yang
lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus (lecet).
Adapun masalah keperawatan yang muncul pada lansia adalah dapat dilihat dari
aspek fisik atau biologis: Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh b.d tidak mampu dalam memasukkan, memasukan, mencerna,
mengabsorbsi makanan karena factor biologi, Gangguan pola tidur berhubungan
dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun lebih awal atau terlambat bangun
dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai dengan penuaan perubahan pola
37
tidur dan cemas, Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan
keterbatasan neuromuskular yang ditandai dengan waktu yang diperlukan ke
toilet melebihi waktu untuk menahan pengosongan bladder dan tidak mampu
mengontrol pengosongan, Gangguan proses berpikir berhubungan dengan
kemunduran atau kerusakan memori sekunder, Disfungsi seksual berhubungan
dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai dengan perubahan dalam
mencapai kepuasan seksual.
Dari segi aspek psikososial masalah yang muncul adalah Coping tidak efektif b.d
percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan koping, dukungan social tidak
adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan, Isolasi social b.d
perubhaan penampilan fisik, peubahan keadaan sejahtera, perubahan status
mental dll. Dari segi Aspek spiritual adalah Distress spiritual b.d peubahan
hidup, kematian atau sekarat diri atau orang lain, cemas, mengasingkan diri,
kesendirian atau pengasingan social, kurang sosiokultural,
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas,maka penulis memberikan saran sebagi berikut:
1. Untuk Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan sebagai penyelenggara pendidikan, hendaknya
menambah literature yang ada diperpustakaan, dengan literature yang masih
tergolong terbitan baru, sehingga peserta didik tidak kesulitan saat mencari
literature.
2. Untuk Perawat
Hendaknya mencatumkan atau mencatat apa tindakan-tindakan yang
dilakukan tentunya yang berkaitan dengan teori, sehingga akan
mempermudah perawat lain yang ingin menerapkannya sesuai teori tersebut,
dan hendaknya penyuluhan kesehatan dijadikan suatu program diruangan
guna meningkatkan pengetahuan klien tentang penyakitnya dan dapat
memberikan motivasi kepada pasien lansia.
38
3. Untuk Mahasiswa
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan dan dapat melakukan
pengkajian dengan benar sesuai dengan konsep dasar asuhan keperawatan
pada keluarga dengan lansia. Selalu berdiskusi dengan teman-teman sejawat
dan pembimbing bila mengalami kesulitan.
39
DAFTAR PUSTAKA
Achjar, Komang Ayu Henny. 2010. Asuhan Keperawatan keluarga. Sagung Seto
Ali, Zaidin. 2009. Pengantar Keperawatan Keluarga. Penerbit Buku Kedokteran: EGC
NANDA. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006. Philadelphia: NANDA International.
Tamher dan Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Penerbit: Salemba Medika
http://yh4princ3ss.wordpress.com/2010/04/17/asuhan-keperawatan-pada-lanjut-usia-lansia/ diakses tanggal 08 okteber 2012