Kelompok 9 - Rencana HACCP Es Krim
-
Upload
dhanniisaurus-tuingtuing -
Category
Documents
-
view
1.161 -
download
204
Transcript of Kelompok 9 - Rencana HACCP Es Krim
TUGAS MANAJEMEN MUTU DAN REGULASI PANGAN
Rencana HACCP Produk Ice Cream
Disusun Oleh:
Annisa Yulita Citrawati (0911010009)
Dian Izmi K (0911010017)
Fabryana Noor A. P. (0911011009)
Rizki Eka Aulia (0911011061)
Ardini Fitriana R. (0911013047)
Jurusan Ilmu danTeknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya
2011
I. PROSES PRODUKSI ES KRIM
Proses produksi merupakan suatu urutan proses yang mengubah bahan baku menjadi
bahan setengah jadi atau bahan jadi. Proses produksi pada produk es krim adalah
mengubah bahan mentah (bahan pembuat es krim) menjadi bahan jadi yaitu es krim yang
siap dikonsumsi. Supaya proses produksi es krim tersebut berjalan efisien, dilakukan
penataan letak alat produksi yang harus disesuaikan dengan alur dari proses produksi. Tata
letak alat dan proses produksi es krim dapat dilihat pada Gambar 1.
Secara umum proses produksi es krim melalui beberapa tahapan yaitu penimbangan,
mixing, pasteurisasi, homogenisasi, cooling, freezing, pencetakan dan packaging.
Penimbangan bahan secara manual kemudian bahan dimixing dalam mixing tank dengan
agitator, dengan menggunakan pompa mix tersebut dipasteurisasi, homogenisasi, dan
cooling yang terjadi di dalam Plate Heat Exchanger. Mix tersebut dimasukkan ke dalam
tangki aging kemudian mengalami proses freezing di dalam Continous Freezer yang
selanjutnya es krim tersebut akan dialirkan melalui pipa menuju masing-masing mesin
pencetakan. Setelah es krim dipackaging, es krim dibawa menuju ke cold storage dengan
menggunakan belt conveyor. Tahapan dalam proses produksi es krim ini seperti pada
Gambar 1.
Gambar 1. Flowchart Proses Produksi Es Krim
Proses pembuatan es krim terdiri atas beberapa tahap, yaitu :
1. Formulasi
Produk makanan atau minuman yang baik akan dihasilkan jika formulasinya
benar dan bermutu. Pada proses produksi es krim, di dalam proses formulasi
ditetapkan: jenis dan jumlah bahan, bahan pembantu, kemasan yang digunakan dan
keterangan produk yang meliputi nama produk, tanggal produksi, jenis produk, tanggal
kadaluarsa dan nomor pendaftaran.
2. Penimbangan
Jika terjadi kesalahan dalam penimbangan bahan baku atau ketidaksesuaian
dengan formulasi yang telah ditetapkan akan menyebabkan produk es krim yang
dihasilkan berbeda. Proses penimbangan dilakukan secara manual. Hal ini dikarenakan
kapasitas bahan yang diperlukan dalam satu kali proses produksi masih tergolong
kecil / rendah sehingga mampu dilakukan oleh pekerja. Penimbangan dilakukan saat
akan mulai memproduksi es krim. Jika bahan-bahan baku sudah dilumerkan, maka
penimbangan hanya membutuhkan waktu 15 menit. Bahan-bahan kering yang telah
ditimbang seperti susu skim, gula pasir, stabilizer dan lain-lain dimasukkan melalui
corong (dumping hopper) dan dialirkan melalui pipa menuju ke mixing tank. Untuk
bahan fat harus dicairkan terlebih dahulu di dalam fat thawing tank sampai mencair
sebelum dimasukkan ke dalam mixing tank.
3. Mixing (Pencampuran)
Mixing adalah proses pembuatan mix dengan cara mencampur bahan-bahan
material yang akan diproses. Pada proses produksi, bahan-bahan es krim dimasukkan
ke dalam dumping hopper yang memiliki tinggi ± 1,2 m secara manual kemudian
dipompa menuju mixing tank yang dilengkapi dengan agitator tipe blade. Pada proses
mixing, terdapat urutan-urutan pemasukan bahan dalam tangki mixing yang harus
diperhatikan. Air merupakan bahan baku yang harus dimasukkan terlebih dahulu ke
dalam ke dalam mixing tank melalui pompa yang kemudian dipanaskan hingga 50oC.
Setelah itu dimasukkan lemak yang telah dicairkan, stabilizer, dan gula, dimana
stabilizer telah dicampuran dengan gula terlebih dahulu.
4. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses pemanasan yang bertujuan untuk membunuh bakteri
patogen pada mix es krim. Sistem pasteurisasi yang digunakan adalah sistem High
Temperature Short Time (HTST) dengan suhu 80oC – 85o C selama 15 detik. Apabila
produk belum mencapai suhu pasteurisasi yang telah ditetapkan maka es krim mix
tersebut tidak dapat berjalan menuju proses selanjutnya, tetapi dialirkan menuju
balance tank untuk dilakukan proses pasteurisasi kembali. Jika produk yang telah
mengalami proses chilling tidak memiliki suhu 5oC , maka produk tersebut juga harus
dikembaikan ke balance tank yang kemudian akan di pasteurisasi ulang.
5. Homogenisasi
Homogenisasi adalah campuran yang bertujuan untuk mencegah tercampur
aduknya susu selama pembuihan, mengurangi, waktu yang diperlukan untuk
pematangan mix dan untuk meningkatkan kekentalan sehingga dapat memperbaiki
tekstur dan massa es krim. Pembuatan es krim menggunakan homogenizer two stage
(homogenisasi dua tingkat). Tahap pertama adalah dengan menggunakan tekanan tinggi
yang bertujuan untuk memecah atau memperkecil globula lemak, sedangkan pada tahap
kedua dengan menggunakan tekanan rendah yang bertujuan untuk memisahkan globula
lemak yang saling bergabung.
6. Cooling (Chilling)
Proses pendinginan dilakukan pada suhu 4-6oC dengan tujuan heat shock, sehingga
dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Proses pendinginan dilakukan dengan cara
mengalirkan mix dalam Plate Heat Exchanger (PHE) yang menggunakan air pendingin
(water chiller) yang memiliki suhu 2oC sebagai medium pendingin. Mix yang telah
mengalami pasteurisasi, Homogenisasi, Chilling dimasukan ke dalam aging tank untuk
mengalami proses aging.
7. Aging
Proses aging dilakukan dalam aging tank yang dilengkapi dengan double jacket
yang bertujuan untuk mempertahankan temperatur tetap 4-6oC. Dalam doble jacket ini
dialiri air dingin dengan suhu kurang lebih 2oC. Fungsi lain dari proses aging ini adalah
untuk mendapatkan es krim mix lebih kental, tampak,lebih mengkilat, dan menambah
kehalusan serta pengembangan volume es krim yang dihasilkan. Aging yang telah
lengkapi dengan agitator yang akan terus berputar selama 30 menit. Penambahan
flavour dilakukan dalam aging tank setelah proses aging selesai, dengan komposisi
yang telah ditetapkan, disertai pengadukan terus-menerus hingga tercampur merata.
Proses aging ini dilakukan pada suhu 4oC. proses juga memberikan waktu bagi
stabilizer untuk menhidrasi air sehingga akan meningkatkan viskositas emulsi. Tanpa
proses aging es krim akan menjadi tidak kokoh, terlihat basah, dan tidak dapat
dibentuk. Pada suhu rendah emulsifier akan menjadi lebih aktif permukaanya dan lebih
cepat mengadsorbsi menggantikan protein pada sistem emulsi lemak. Pada suhu rendah
fase lemak akan terkristalisasi. Jika suhu aging terlalu tinggi lemak tidak akan
terkristalisasi sehingga padatan lemaknya menjadi sedikit dan proses destabilisasi
lemak menjadi terhambat, selain itu es krim akan menjadi lebih mudah terkontaminasi
oleh mikroba. Jika suhu aging terlalu rendah, maka kristal es yang terbentuk akan
terlalu banyak sehingga mix akan menjadi kaku dan susah untuk bercampur membentuk
struktur 3 dimensi yang diinginkan.
8. Freezing (Pembekuan)
Ice cream mix dari aging tank dialirkan ke dalam continuous freezer untuk
dilakukan proses pembekuan. Proses pmbekuan ini menghasilkan produk soft ice cream
dengan temperatur -4 sampai -6oC ice cream mix pada continous freezer akan
mengalami pengadukan sehingga terjadi pengaliran udara (aerasi). Ke dalam ice cream
mix , hal ini bertujuan untuk menambah udara sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Overrun didefinisikan sebagai perbandingan antara kenaikan volume es krim
dengan volume mix atau jumlah udara yang ditambahkan. Persen overrun masing-
masing produk berbeda-beda tergantung pada jenis es krim. Semakin tinggi overrun,
tekstur es krim yang dihasilkan semakin halus. Perhitungan persen overrun dapat diatur
secara otomatis dari mesin continuous freezer sehingga operator mesin hanya membaca
data yang terdapat pada monitor. Refrigerant yang digunakan pada continuous freezer
ini adalah ammonia (NH3).
9. Pencetakan
Pada proses ini es krim dicetak dengan menggunkan mesin pencetak otomatis.
Kemudian dibekukan sampai suhu terendah dengan waktu yang seminim mungkin agar
terbentuk kristal-kristal es yang halus.
10. Packaging
Es krim yang sudah keras siap untuk dikemas kemudian disimpan dalam cold
storage minimum 1 x 24 jam sebelum didistribusikan. Pengemasan merupakan salah
satu cara untuk memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi bahan pangan agar
bahan pangantidak mudah mengalami kerusakan.
11. Penyimpanan
Penyimpanan yang dilakukan ini meliputi penyimpanan bahan baku, bahan
pembantu, bahan pengemas, zat-zat kimia serta produk yang telah jadi. Untuk setiap
jenis produk ini dilakukan penyimpanan secara terpisah. Semua penyimpanan tersebut
menggunakan metode FIFO (first in first out), yaitu bahan-bahan maupun produk yang
telah jadi pertama kali maka dikeluarkan pertama kali juga. Penyimpanan bahan baku
dan bahan tambahan ditepatkan pada ruangan bersuhu rendah dan suhu kamar,
disesuaikan dengan jenis bahan yang akan disimpan. Bahan pengemas dan sebagaian
bahan baku disimpan pada suhu ruang, sedangkan untuk produk jadi disimpan pada
suhu sekitar -25oC .
II. PENGERTIAN HACCP
HACCP adalah suatu alat (tools) yang digunakan untuk menilai tingkat bahaya,
menduga perkiraan resiko dan menetapkan ukuran yang tepat dalam pengawasan, dengan
menitikberatkan pada pencegahan dan pengendalian proses dari pada pengujian produk
akhir yang biasanya dilakukan dalam cara pengawasan tradisional (Suklan, 1998).
Hazard Analysis, adalah analisis bahaya atau kemungkinan adanya resiko bahaya
yang tidak dapat diterima. Bahaya disini adalah segala macam aspek mata rantai produksi
pangan yang tidak dapat diterima karena merupakan penyebab masalah keamanan pangan.
Bahaya tersebut meliputi (Sudarmadji, 2010) :
- Keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis, kimiawi, atau fisik pada
bahan mentah.
- Pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroorganisme dan hasil pertumbuhan kimiawi
yang tidak dikehendaki (misalnya nitrosamin) pada produk antara atau jadi, atau pada
lingkungan produksi.
- Kontaminasi atau kontaminasi ulang (cross contamination) pada produk antara atau jadi,
atau pada lingkungan produksi.
Pada mulanya HACCP dikembangkan untuk mengontrol bahaya mikrobiologis dalam
bahan pangan sehingga prosedurnya lebih dikonsentrasikan pada bahaya mikrobiologis.
Akan tetapi HACCP dapat diaplikasikan dalam identifikasi dan mengontrol bahan kimia
dan benda asing lainnya pada produk bahan pangan.
Dalam Undang-Undang Pangan No. 7 Tahun 1996 yang dimaksud dengan keamanan
pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan
dan membahayakan kesehatan manusia.
Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis), adalah langkah dimana
pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau menghilangkan bahaya
atau menguranginya sampai titik aman (Bryan, 1995). Titik pengendalian kritis (CCP)
dapat berupa bahan mentah, lokasi, praktek, prosedur atau pengolahan dimana
pengendalian dapat diterapkan untuk mencegah atau mengurang bahaya. Ada dua titik
pengendalian kritis :
- Critical Control Point, adalah sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan
- Control Point, adalah sebagai titik dimana bahaya dikurangi.
Penggunaan HACCP sebagai pendekatan yang rasional dan efektif untuk menjamin
keamanan pangan telah dianjurkan oleh National Advisory Committee on Microbiological
Criteria for Foods (NACMCF). Pada tahun 1989 NACMCF menetapkan 7 prinsip HACCP
sebagai berikut (Pierson dan Corlett, 1992) :
1. Analisa bahaya dan penetapan kategori bahaya
2. Penetapan titik kendali kritis (CCP)
3. Penetapan batas kritis yang harus dipenuhi bagi setiap CCP yang ditentukan
4. Dokumentasi prosedur untuk memantau batas kritis CCP
5. Penetapan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi penyimpangan selama
pemantauan CCP
6. Penetapan sistem pencatatan yang efektif yang merupakan dokumen penting program
HACCP
7. Penetapan prosedur verifikasi untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah berhasil
Menentukan dan memantau titik pengendalian kritis (CCP) merupakan metode yang
lebih efektif dan ekonomis dibandingkan dengan pengawasan tradisional atau dengan
pengujian yang dilakukan pada produk akhir (ILSI Eropa, 1993).
III. ANALISA BAHAYA DAN PENETAPAN KATEGORI BAHAYA
Analisa bahaya pada titik pengendalian kritis tidak berarti menghasilkan tindakan
pencegahan yang menghilangkan semua masalah keamanan pangan namun memberikan
informasi yang dapat digunakan untuk menentukan bagaimana cara terbaik untuk
mengendalikan bahaya yang masih ada, selanjutnya diserahkan kepada pihak manajemen
untuk menggunakan informasi tersebut secara tepat. Pengelompokan bahaya dan
karakteristiknya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengelompokan bahaya sesuai karakteristik
Kelompok Bahaya Karakteristik Bahaya
Bahaya A Kelompok khusus yang terdiri dari produk non steril
yang ditujukan untuk konsumen beresiko tinggi
seperti bayi, orang sakit, orang tua, dan lain-lain.
Bahaya B Produk yang mengandung bahan yang sensitif
terhadap bahaya biologis, kimia atau fisik.
Bahaya C Di dalam prosesnya tidak terdapat tahap yang dapat :
- membunuh mikroorganisme berbahaya, atau
- mencegah / menghilangkan bahaya fisik atau kimia.
Bahaya D Produk yang kemungkinan mengalami pencemaran
kembali setelah pengolahan sebelum pengemasan.
Bahaya E Kemungkinan terjadi kontaminasi kembali atau
penanganan yang salah selama distribusi, penjualan
atau penanganan / penyimpanan oleh konsumen
sehingga produk menjadi berbahaya bila dikonsumsi.
Bahaya F Tidak ada proses pemanasan setelah pengemasan atau
waktu dipersiapkan dirumah yang dapat
memusnahkan / menghilangkan bahaya biologis atau
tidak ada cara bagi konsumen untuk mendeteksi,
menghilangkan atau menghancurkan bahaya kimia
atau fisik.
Sumber : Pierson and Corlett, 1992.
Penentuan kategori resiko dilaksanakan setelah dilakukan pengelompokan bahaya.
Dengan penetapan kategori resiko ini dapat dibedakan bahan yang digunakan beresiko
rendah sampai tinggi. Pengelompokan kategori resiko dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kategori Resiko
Karakteristik Bahaya Kategori Resiko Keterangan
0 (Tidak ada bahaya) 0 Tidak mengandung bahaya A s/d F
(+) I Satu bahaya B s/d F
(++) II Dua bahaya B s/d F
(+++) III Tiga bahaya B s/d F
(++++) IV Empat bahaya B s/d F
(+++++) V Lima bahaya B s/d F
A+ (kategori khusus)
tanpa/dengan bahaya B s/d FVI
Kategori resiko paling tinggi (semua)
(+) mempunyai karakteristik bahaya
(0) tidak menunjukkan karakteristik bahaya
Sumber : Pierson and Corlett, 1992
Pada kerangka berfikir HACCP, istilah bahaya merujuk pada segala macam aspek
rantai produksi pangan yang tidak dapat diterima karena dapat menyebabkan masalah
keamanan pangan. Secara khusus yang disebut bahaya adalah :
(i) Keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemaran biologis, kimiawi atau fisik pada
bahan mentah, produk antara atau produk jadi. Pertumbuhan atau kelangsungan hidup
mikroorganisme dan hasil perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki pada produk
antara atau jadi pada lingkungan produksi.
(ii) Kontaminasi atau kontaminasi ulang yang tidak dikehendaki pada produk antara atau
produk jadi oleh mikroorganisme, bahan kimia atau benda asing (ILSI Eropa, 1993).
Bagian ini mempelajari jenis-jenis mikroorganisme, bahan kimia dan benda asing
terkait yang harus didefinisikan. Untuk dapat melakukan ini, tim harus memeriksa
karakteristik produk serta bahaya yang akan timbul waktu dikonsumsi oleh konsumen.
Terdapat tiga bahaya (hazard) yang dapat menyebabkan makanan menjadi tidak aman
untuk dikonsumsi, yaitu hazard fisik, kimia, dan biologi. Bahaya fisik termasuk benda-
benda seperti pecahan logam, gelas, batu, yang dapat menimbulkan luka di mulut, gigi
patah, tercekik ataupun perlukaan pada saluran pencernaan. Bahaya kimia antara lain
pestisida, zat pembersih, antibiotik, logam berat, dan bahan tambahan makanan. Bahaya
biologi antara lain mikroba patogen (parasit, bakteri), tanaman, dan hewan beracun. Hal-hal
penting yang perlu dipertimbangkan adalah :
a. Formulasi : bahan mentah dan bahan baku yang dapat mempengaruhi keamanan dan
kestabilan produk
b. Proses : parameter proses pengolahan yang dapat mempengaruhi bahaya
c. Kemasan : perlindungan terhadap kontaminasi ulang dan pertumbuhan mikroorganisme
d. Penyimpanan / penanganan : waktu dan kondisi suhu serta penanganan di dapur dan
penyimpanan di etalase
e. Perlakuan konsumen : digunakan oleh konsumen atau ahli masak professional
f. Target grup : yaitu pemakaian akhir makanan tersebut (bayi, orang dewasa, lanjut usia)
Semua faktor ini harus dipertimbangkan untuk menentukan resiko serta tingkat
bahaya yang dikandungnya. Tiap-tiap pengawasan/studi harus memeriksa mikroorganisme
tertentu, bahan kimia atau pencemaran fisik yang mungkin mempengaruhi keamanan
produk tertentu. Pengendalian dapat didefinisikan secara tepat dengan cara ini.
IV. IDENTIFIKASI PRODUK ES KRIM
Tahap selanjutnya dalam aplikasi HACCP adalah identifikasi / pendeskripsian
produk yang bertujuan untuk mengetahui jenis produk akhir, komposisi utama,
karakteristik produk, packaging, cara penyimpanan dan petunjuk penggunaan. Adanya
deskripsi produk yang jelas maka penanganan produk akhir dapat dikontrol dengan baik
sehingga dapat dihasilkan produk akhir yang aman dikonsumsi.
Tabel 3. Deskripsi Produk
Produk Es Krim
Komposisi Utama
Penunjang
Fat, susu skim, pemanis, flavor, emulsifier,
stabilizer, air dan udara.
Pewarna, flavor, cokelat, kacang tanah,
asam sitrat, dan inclusion.
Kemasan Primer
Kemasan Sekunder
Wrapper dari bahan polyethylene
Outer dari bahan kertas kraft
Kondisi Penyimpanan Produk akhir disimpan pada -25°C sampai -
30°C
Metode Distribusi Didistribusikan dengan container
berpendingin yang memiliki suhu -18°C
Shelf Life Produk akhir memiliki shelf life 3 tahun,
selama disimpan pada suhu -18°C / lebih
dingin
Konsumen Anak-anak hingga orang tua
Tabel 4. Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahannya
NoBahan Baku /
Produk
Bahaya M / K
/ FJenis Bahaya Pencegahan
1 Susu skim bubuk
(padatan bukan
lemak)
Mikrobiologis
Fisika
Kontaminasi Clostridium
botulinum, Leuconostoc
mesenteroides,
Escherichia coli.
Terjadi kebocoran
kemasan yang
menyebabkan
penggumpalan
Dilakukan analisa
sebelum proses
dan apabila
hasilnya melebihi
critical limits harus
dikembalikan ke
supplier
2 Lemak Mikrobiologis
Fisika
Kontaminasi Clostridium
botulinum, Leuconostoc
mesenteroides,
Escherichia coli.
Terjadi kebocoran
kemasan yang
menyebabkan
penggumpalan
Dilakukan analisa
sebelum proses
dan apabila
hasilnya melebihi
critical limits harus
dikembalikan ke
supplier
3 Emulsifier (CMC) Mikrobiologis
Fisika
Kontaminasi Clostridium
botulinum, Leuconostoc
mesenteroides,
Escherichia coli.
Terjadi kebocoran
kemasan yang
menyebabkan
penggumpalan
Dilakukan analisa
sebelum proses
dan apabila
hasilnya melebihi
critical limits harus
dikembalikan ke
supplier
4 Stabilizer
(Lesitin)
Mikrobiologis Kontaminasi Clostridium
botulinum, Leuconostoc
Dilakukan analisa
sebelum proses
Fisika
mesenteroides,
Escherichia coli.
Terjadi kebocoran
kemasan yang
menyebabkan
penggumpalan
dan apabila
hasilnya melebihi
critical limits harus
dikembalikan ke
supplier
5 Perasa (Vanilla,
cokelat, kopyor,
tape ketan hitam)
Mikrobiologis
Fisika
Kontaminasi Clostridium
botulinum, Leuconostoc
mesenteroides,
Escherichia coli.
Terjadi kebocoran
kemasan yang
menyebabkan
penggumpalan
Dilakukan analisa
sebelum proses
dan apabila
hasilnya melebihi
critical limits harus
dikembalikan ke
supplier
6 Gula Mikrobiologis
Fisika
Kontaminasi Clostridium
botulinum, Leuconostoc
mesenteroides,
Escherichia coli.
Terjadi kebocoran
kemasan yang
menyebabkan
penggumpalan
Dilakukan analisa
sebelum proses
dan apabila
hasilnya melebihi
critical limits harus
dikembalikan ke
supplier
7 Pewarna Mikrobiologis Kontaminasi Clostridium
botulinum, Leuconostoc
mesenteroides,
Escherichia coli.
Terjadi kebocoran
kemasan yang
Dilakukan analisa
sebelum proses
dan apabila
hasilnya melebihi
critical limits harus
dikembalikan ke
Fisika menyebabkan
penggumpalan
supplier
8 Pengemas Mikrobiologis
Fisika
Kontaminasi Clostridium
botulinum, Leuconostoc
mesenteroides,
Escherichia coli.
Terjadi kebocoran
kemasan yang
menyebabkan
penggumpalan
Dilakukan analisa
sebelum proses
dan apabila
hasilnya melebihi
critical limits harus
dikembalikan ke
supplier
9 Es krim Mikrobiologis Mycobacterium
tuberculosis dan Coxiella
bunetti, Mycobacterium,
Brucella, Salmonella, L.
monocytogenes, E. coli, S.
aureus, Bacillus sp.,
Clostridium sp. dan Virus
Dilakukan proses
pasteurisasi ulang,
dikarantina.
Tabel 5. Kategori Resiko Bahan Baku dan Produk
No Material Kategori ResikoA B C D E F
1 Susu skim bubuk + + II
2 Lemak + + II
3 Emulsifier + + II
4 Stabilizer + + II
5 Perasa (vanilla, cokelat, kopyor,
tape ketan hitam)+ + II
6 Pemanis + + II
7 Pewarna + I
8 Pengemas + + II
9 Es krim + + + + IV
Modifikasi langkah proses atau produk
Apakah pengendalian diperlukan pada langkah proses ini untuk menjamin
keamanan produk?
Bukan CCP Stop
(Q1)Apakah terdapat ukuran-ukuran pencegahan atau usaha-usaha perlindungan terhadap bahaya yang
diidentifikasi?
(Q2)Apakah langkah proses ini menghilangkan atau
mengurangi kemungkinan kejadian dari suatu bahaya menuju tingkat yang dapat diterima?
(Q3)Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang
diidentifikasi terjadi melebihi batas yang dapat diterima atau meningkat menuju batas yang tidak dapat
diterima?
(Q4)Apakah langkah proses berikut akan menghilangkan
bahaya yang diidentifikasi atau mengurangi kemungkinan kejadian menuju suatu tingkat yang
dapat diterima?
Bukan CCP
Bukan CCP
Stop
Stop
Critical Control Point (CCP)
No
No
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
No
No
Gambar 1. Diagram Decission Tree
Tabel 6. Identifikasi CCP pada proses produksi es krim
Tahapan Q1 Q2 Q3 Q4 CCP Keterangan
Penerimaan Bahan Baku
Y T T - TBukan merupakan proses untuk menghilangkan atau mengurangi resiko bahaya sampai batas yang diterima
Penyimpanan Bahan
PengemasY T T - T
Bukan merupakan proses untuk menghilangkan atau mengurangi resiko bahaya sampai batas yang diterima
Mixing Y T - - TBukan merupakan proses untuk menghilangkan atau mengurangi resiko bahaya sampai batas yang diterima
Pasteurisasi Y Y - - YMerupakan proses untuk menghilangkan atau mengurangi resiko bahaya sampai batas yang diterima
Homogenisasi Y T - - TBukan merupakan proses untuk menghilangkan atau mengurangi resiko bahaya sampai batas yang diterima
Cooling Y Y - - YBukan merupakan proses untuk menghilangkan atau mengurangi resiko bahaya sampai batas yang diterima
Aging Y T - - TBukan merupakan proses untuk menghilangkan atau mengurangi resiko bahaya sampai batas yang diterima
Freezing T - - - TTidak terdapat perlindungan terhadap bahaya yang teridentifikasi
Pencetakan T - - - TTidak terdapat perlindungan terhadap bahaya yang teridentifikasi
Packaging T - - - TTidak terdapat perlindungan terhadap bahaya yang teridentifikasi
Penyimpanan Produk
Y T T - T Bukan merupakan proses untuk menghilangkan atau mengurangi resiko
bahaya sampai batas yang diterima
Distribusi Y T T - TBukan merupakan proses untuk menghilangkan atau mengurangi resiko bahaya sampai batas yang diterima
Tabel 7. HACCP Plan Matrix
TKKBahaya
Signifikan
Batas Kritis Setiap
Kegiatan Pencegahan
PemantauanTindakan
KoreksiRekaman Verifikasi
Apa Bagaimana Frekuensi Siapa
Pasteurisasi
Kontaminasi
mikroba
Mikro : TPC <
10.000/gram, coliform
negatif.
Suhu dijaga 80-85°C
selama 15 detik, CIP
mesin
TPC >
10.000/gram
Coliform >
3/gram
Termometer
dan
flowmeter
Setiap
prosesOperator Repasteurisasi
Laporan
In Line
Process
Evaluasi
laporan In
Line
Process
Kontaminasi
NaOH
Kontaminasi NaOH
<1,5%, diuji sebelum
digunakan, CIP dilakukan
30 menit
Konsentrasi
NaOH <
1,5%
Uji
laboratorium
Setiap
sebelum
proses
Quality
Control
Larutan HNO3
0,167%
Laporan
CIP
Evaluasi
laporan
CIP
Kontaminasi
H2O2 0,5%
Konsentrasi H2O2 < 0,5%,
diuji sebelum digunakan,
CIP dilakukan 30 menit
Konsentrasi
H2O2 <
0,5%
Uji
laboratorium
Setiap
sebelum
proses
Quality
control
Flushing
dengan air
Laporan
CIP
Evaluai
laporan
CIP
Cooling
Kontaminasi
mikroba
Mikro : TPC <
10.000/gram, Coliform
negatif, Suhu dijaga 4-
6°C, CIP mesin
TPC >
10.000/gram
Coliform >
3/gram
TermometerSetiap
prosesOperator Repasteurisaasi
Laporan
In Line
Process
Evaluasi
laporan In
Line
Process
Kontaminasi
NaOH
Konsentrasi NAOH <
1,5%, diuji sebelum
digunakan, CIP dilakukan
30 menit
Konsentrasi
NaOH <
1,5%
Uji
laboratorium
Setiap
sebelum
proses
Quality
control
Larutan HNO3
0,167%
Laporan
CIP
Evaluasi
laporan
CIP
Kontaminasi
H2O2 0,5%
Konsentrasi H2O2 < 0,5%,
diuji sebelum digunakan,
CIP dilakukan 30 menit
Konsentrasi
H2O2 <
0,5%
Uji
laboratorium
Setiap
sebelum
proses
Quality
Control
Flushing
dengan air
Laporan
CIP
Evaluasi
laporan
CIP
V. PENENTUAN CCP PRODUKSI ES KRIM
V.1. Pasteurisasi dalam PHE
Es krim merupakan salah satu turunan produk susu dimana di dalamnya terdapat
mikroba patogen yang memerlukan penanganan khusus untuk mencegah efek yang
tidak diinginkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses handling untuk menangani
bakteri pada susu yang bersifat patogen misalnya, Mycobacterium tuberculosis dan
Coxiella bunetti dan mengurangi populasi bakteri. Sumber lain menyebutkan bahwa
mikroba patogen yang mungkin mengkontaminasi produk susu dan turunannya adalah
Mycobacterium, Brucella, Salmonella, L. monocytogenes, E.coli, S. aureus, Bacillus
sp.,Clostridium sp. dan Virus.
Pasteurisasi adalah perlakuan panas yang diberikan pada bahan baku dengan suhu
di bawah titik didih yang digunakan untuk mengawetkan bahan pangan yang tidak
tahan suhu tinggi, misalnya susu. Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme,
tetapi hanya yang bersifat patogen dan tidak membentuk spora sehingga perlu
diberlakukan hurdle concepts dengan teknik lain misalnya pendinginan atau pemberian
gula dengan konsentrasi tinggi. Tujuannya untuk membunuh bakteri patogen, yaitu
bakteri yang berbahaya karena dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Untuk
memperpanjang daya simpan bahan atau produk, dapat menimbulkan citarasa yang
lebih baik pada produk. Pada susu proses ini dapat menginaktifkan enzim fosfatase dan
katalase yaitu enzim yang membuat susu cepat rusak (Cahyana, Riki, 2010).
Proses pasteurisasi diambil dari nama sang penemu, yaitu Louis Pasteur, seorang
ahli kimia dan mikrobiologi asal Perancis dimana pada awalnya beliau menemukan
bahwa spora mikroorganisme dalam produk wine menjadi inaktif setelah dilakukan
proses pemanasan di bawah suhu titik didihnya. Hanya dengan memanaskan wine pada
suhu 131 oF (55 oC) selama beberapa menit dapat membunuh mikroorganisme
penyebab penyakit dalam produk wine. Seiring dengan perkembangan jaman, proses
pemanasan ini mulai diaplikasikan untuk produk beer dan susu, dan menjadi salah satu
dari proses pengolahan yang penting di dalam produk makanan, dairy products dan
juga pengolahan minuman.
Dalam memproduksi es krim harus memberikan perhatian khusus untuk proses
pasteurisasi dengan menjadikannya sebagai CCP. Karena bila proses ini tidak berjalan
dengan optimal maka akan terjadi kesalahan fatal yang berakibat produk menjadi tidak
aman untuk dikonsumsi. Proses pasteurisasi yang diterapkan adalah metode High
Temperature Short Time (HTST). Pada umunya, pasteurisasi dengan suhu tinggi dan
waktu singkat (High Temperature Short Time / HTST) adalah proses pemanasan susu
selama 15-16 detik pada suhu 71,7°C-75°C. Metode HTST dilakukan lebih dengan alat
penukar panas yaitu Plate Heat Exchanger (PHE) dan diikuti dengan cepat agar
mikroba yang masih hidup tidak tumbuh kembali (Dayat, 2009).
PHE yang merupakan alat penukar panas ini terdiri dari lembar (plate) baja tahan
karet (stainless steel) yang telah dicetak dengan mesin press berdaya tinggi yang
membentuk alur-alur dengan motif tertentu yang dimaksudkan untuk memperbesar luas
permukaan lembar baja dan terjadinya turbulensi aliran cairan. Lembar-lembar baja ini
disusun dengan jumlah tertentu sesuai kebutuhan dalam suatu kerangka (frame) yang
bisa menjepit susunan lembar baja. Agar setiap pasangan lembar terdapat celah yang
dapat dialiri cairan maka disekeliling lembar terdapat parit guna meletakkan pita karet
yang terbuat dari bahan yang tahan panas/dingin, tahan karat dan non toksis (food
grade). Susunan PHE tersebut dapat terdiri dari beberapa bagian (section), misalnya
heating, cooling, regeneration, dll.
Dengan demikian terdapat 3 komponen yang menyusun PHE, yaitu :
a) Lembar baja tahan karat beralur (plate)
b) Rangka penyusun (frame)
c) Pita karet (gasket)
Kelebihannya :
Mudah dibersihkan
Pemindahan panas lebih efisien diatas 85 %
Mudah diperbesar kapasitasnya
Kekurangannya :
Investasi mahal
Tidak/belum dapat dibuat di dalam negeri
Jangka waktu pemesanan lama
Biaya perawatan tinggi
Berikut ini penjelasan mengenai proses pasteurisasi HTST dengan menggunakan
PHE yang dijalankan pada produksi es krim.
Pasteurisasi merupakan syarat mutlak dalam proses pengolahan es krim. Jika suhu
produk belum mencapai suhu sterilisasi, maka Ice Cream Mix (ICM) tidak dapat
berjalan ke proses yang selanjutnya. Proses pasteurisasi dilakukan pada kisaran suhu
80-85°C selama 15 detik.
6*
Holding Tube
Balance Pasteurizer
Tank
10* 1
11* 11 Freezer
Gambar IV.3 Proses Pasteurisasi Ice Cream
Transfer panas dalam PHE di atas mulai dari section III dimana produk masuk
PHE yang memiliki suhu 50°C (no 2) dikontakkan dengan produk yang bersuhu 85°C
(no 7) sehingga terjadi perpindahan panas antara kedua produk tersebut. Produk suhu
50°C mengalani kenaikan suhu hingga 77°C tersebut dialirkan menuju homogenizer
(aliran no 3).
Aging Tank 1-15
9
I
8
II
III
6
IV
Homogenizer3
4
1
1
7 2 5
Setelah itu, proses berjalan menuju pemanasan section IV. Produk yang berasal
dari homogenizer (aliran no 4) dipanaskan hingga 85°C (no 5) dengan mengalirkan
media air panas yang memiliki suhu 86°C. Setelah dipanaskan, mix ditahan 15 detik di
holding tube sebagai langkah awal pasteurisasi (aliran no 6). Jika temperature belum
tercapai maka mix akan dikembalikan ke balance tank (aliran no 6*). Kemudian
dilanjutkan dengan pendinginan sedang section II diman produk yang telah memiliki
suhu 58°C (pada section 3) dialiri dengan cooling water bersuhu 30°C sehingga suhu
produk menjadi 32°C (aliran no 8).
Pasteurisasi diakhiri dengan proses awal menuju proses selanjutnya, yaitu cooling
atau chilling. Pada proses Chilling section I, produk bersuhu 32°C tersebut dilakukan
shock temperature hingga 5°C dengan mengontakkan air chiller yang bersuhu 2°C
(aliran no 9).
V.2. Cooling dalam PHE
Setelah melewati proses pasteurisasi, ICM didinginkan pada suhu 4-6°C dengan
menggunakan Plate Heat Exchanger dengan media air dingin. Proses ini dinamakan
chilling.
Tujuan dari proses ini adalah untuk menurunkan suhu produk secara cepat
sehinbgga terjadi heat shock untuk mencegah pertumbuhan dan perkembangbiakan
mikroba (Fellows, 2000).
Pada proses produksi es krim ini menggunakan alat yang sama untuk melakukan
tahapan pasteurisasi dan cooling. Untuk proses cooling, alat ini dialiri dengan cold
water maupun refrigerated water yang biasa disebut dengan coolant yang melewati
salah satu sisi stainless steel plate, sementara yang melewati salah satu sisi stainless
steel plate, sementara ICM yang sedang dipasteurisasi dialirkan melalui sisi yang lain.
Ketika kedua aliran yang memiliki suhu berbeda ini bertemu di satu sisi yang lain.
Ketika kedua aliran yang memiliki suhu berbeda ini bertemu di satu titik (dikontakkan),
maka ICM akan mengalami penurunan suhu akibat transfer panas dari coolant yang
menyebabkan suhu coolant menjadi lebih tinggi (hangat). Proses ini dipengaruhi oleh
jumlah plate pada alat yang digunakan, suhu coolant, dan aliran produk ICM (Fellows
2000, Spreer, 1998).
PHE ini didesain sedemikian rupa untuk melindungi ICM yang telah
dipasteurisasi dari udara dan kontaminasi dari coolant yang digunakan. Selain untuk
meningkatkan keamanan pangan produk, kelebihan lain dari proses cooling adalah
menyebabkan terjadinya pengkristalan lemak susu dan pengoptimalan pengikatan air
oleh protein membentuk globula-globula yang teratur (Marshall and Arbuckle, 1996).
Kekurangan dari proses ini adalah kebutuhan energi yang tinggi, cukup lama memakan
waktu produksi serta memerlukan biaya yang besar untuk pembelian dan perawatan
alatnya. Jika PHE yang telah digunakan tidak dibersihkan secara sempurna, maka
memungkinkan untuk terjadinya kontaminasi yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bryan, Frank L. 1995. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis. (Diterjemahkan oleh
Ditjen PPM dan PLP). Jakarta: Depkes RI.
Cahyana, Riki. 2010. Blansing, Pasteurisasi dan Sterilisasi pada Produk Pangan.
http://rickicahyana.ngeblogs.com/2010/01/10/blanching-pasteurisasi-dan-sterilisasi-pada-
teknologi-pangan/. Diakses tanggal 28 Desember 2011.
Dayat. 2009. Pasteurisasi. http://ghalapunk.blogspot.com/2009/03/pasteurisasi.html. Diakses
tanggal 28 Desember 2011.
Fellows, PJ. 2002. Food Processing Technology Principles and Practice.2nd edition. CRC
Press, New York.
ILSI-Eropa. 1996. Petunjuk Ringkas untuk Memahami dan Menerapkan Konsep Analisis
Bahaya pada Titik Pengendalian Kritis. Jakarta.
Marshall RT, WS Arbuckle. 1996. HACCP : Principles and Application. Capman and Hall.
London.
Spreer, E. 1998. Milk and Dairy Product Terminology. Marcel Dekker.Inc., New York.
Sudarmadji. 2010. Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis.
http://www.docstoc.com/docs/21077352/ANALISIS-BAHAYA-DAN-PENGENDALIAN-
TITIK-KRITIS-%28HAZARD-ANALYSIS. Diakses tanggal 29 Desember 2011.
Suklan, H. 1998. Pedoman Pelatihan Sistem Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP) untuk Pengolahan Makanan. Jakarta: Depkes RI.