Kelompok 7

21
TUGAS MATA KULIAH GEOGRAFI TRANSPORTASI ( GEM 2106 ) Antara Parangtritis dan Melbourne : Peran Jaringan Transportasi Dalam Pembentukan Struktur Tata Ruang Wilayah Pengampu : Sri Rum Giyarsih, S.Si, M.Si. Disusun Oleh : Hasymi Nasrudin (GE/05645) Guruh Samodra (GE/05664) Sutrisno (GE/05692) Muammar G (GE/05673) Baroro M M (GE/05687) Surani Hasanati (GE/05685) Fatmah Kamilaini (GE/06130) Ratih Prabawati (GE/06106) Carla Evans (02/m/IB/029) FAKULTAS GEOGRAFI

description

11

Transcript of Kelompok 7

Page 1: Kelompok 7

TUGAS

MATA KULIAH GEOGRAFI TRANSPORTASI

( GEM 2106 )

Antara Parangtritis dan Melbourne : Peran Jaringan Transportasi Dalam Pembentukan Struktur Tata Ruang Wilayah

Pengampu : Sri Rum Giyarsih, S.Si, M.Si.

Disusun Oleh :

Hasymi Nasrudin (GE/05645)

Guruh Samodra (GE/05664)

Sutrisno (GE/05692)

Muammar G (GE/05673)

Baroro M M (GE/05687)

Surani Hasanati (GE/05685)

Fatmah Kamilaini (GE/06130)

Ratih Prabawati (GE/06106)

Carla Evans (02/m/IB/029)

FAKULTAS GEOGRAFI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2007

Page 2: Kelompok 7

Antara Parangtritis dan Melbourne : Peran Jaringan Transportasi Dalam

Pembentukan Struktur Tata Ruang Wilayah

1. Pendahuluan

Sarana dan prasarana transportasi yang memadai sebagai urat nadi pertumbuhan

ekonomi dan interaksi antar pelaku ekonomi menjadi sangat penting guna menciptakan

suasana yang aman, nyaman, dan lancar. Saat ini parameter mobilitas sudah tidak

ditentukan lagi dengan jarak namun lebih menekankan pada aspek ketepatan waktu dan

biaya yang dapat dijangkau oleh setiap lapisan masyarakat pengguna jasa transportasi.

Dengan adanya sarana transportasi yang terjangkau dan memadai maka akan

memudahkan interaksi antar pelaku ekonomi (masyarakat) dan sekaligus akan menjadi

tulang punggung perkembangan suatu wilayah.

Namun keberadaan sarana transportasi ibarat dua mata uang yang tak dapat

dipisahkan. Selain memiliki dampak positif bagi perkembangan ekonomi wilayah,

keberadaan sarana transportasi juga dapat menjadi sumber pemicu masalah apalagi jika

tidak dibarengi dengan hukum atau perundang-undangan yang jelas dan tegas.

Keberadaan sarana transportasi baru misalnya pembangunan jalan akan disusul dengan

pemanfaatan ruang di sekitar jalan tersebut. Pemanfaatan ruang ini akan terus berlanjut

dan akan terus mengurangi jumlah ruang yang tersedia. Ketersediaan ruang sangat

terbatas namun kebutuhan manusia akan ruang seolah tanpa batas. Hal ini akan

menimbulkan pemborosan manfaat ruang dan penurunan kualitas ruang yang sangat

signifikan. Kemudian pemanfaatan ruang yang ”kebablasan” tersebut akan

menimbulkan efek negatif pada aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Dalam pemanfaatan ruang dibutuhkan penataan ruang untuk mengatur

pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokal, kualitas

ruang, dan estetika lingkungan (Muta’ali, 2002). Dalam hal ini setiap wilayah ataupun

negara akan memiliki hukum atau undang-undang sesuai dengan kebutuhannya. Namun

di kebanyakan negara berkembang seperti di Indonesia, ketaatan terhadap peraturan tata

ruang sangat minim sehingga deteorisasi lingkungan terus berlanjut dan berakibat pada

pemanfaatan ruang yang tidak berkelanjutan.

Page 3: Kelompok 7

2. Parangtritis

Parangtritis merupakan kawasan pariwisata yang secara administrasi terletak di

Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut klasifikasi

Koppen, kawasan Parangtritis termasuk dalam kategori iklim Aw (hujan tropika basah

kering). Kawasan Parangtritis mempunyai pemandangan yang indah dengan dominasi

bentuklahan asal proses eolin dan marin. Jenis tanah didominasi oleh satuan tanah

aluvial dan regosol yang merupakan endapan material dari gunungapi Merapi yang

terangkut melalui sungai Opak. Keadaan air tanah di kawasan Parangtritis sangat baik

akibat dari kondisi tanah yang mempunyai permeabilitas sangat cepat sehingga air hujan

yang jatuh akan meresap ke bawah menjadi air tanah. Bentuk penggunaan lahan di

kawasan Parangtritis adalah untuk kegiatan pariwisata dan permukiman.

Kegiatan pariwisata menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Parangtritis

berkembang pesat. Kegiatan pariwisata Parangtritis menjadi lebih berkembang dengan

didirikannya tempat pelelangan ikan (TPI) di pantai Depok. Paduan wisata pantai

dengan TPI menambah daya tarik Parangtritis sebagai kawasan Pariwisata. Pemerintah

Kabupaten Bantul merespon dengan baik kegiatan ini dengan membangun jalan

kabupaten ”Parangkusumo-Depok untuk” memperlancar akses Parangtritis-Depok bagi

para wisatawan. Akibatnya adalah pemanfaatan lahan di sepanjang jalan

Parangkusumo-Depok secara liar tanpa mempedulikan kelestarian alam dan kaidah tata

ruang. Untuk selanjutnya pembahasan mengenai kawasan Parangtritis ini dikhususkan

mengkaji jaringan transportasi Parangkusumo-Depok terkait dengan pemanfaatan ruang

dan tata ruang di sepanjang jalan tersebut.

2.1. Jaringan Transportasi

Transportasi memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung

fungsi suatu wilayah. Untuk itu, transportasi sebagai media pergerakan barang

dan jasa harus mampu mencerminkan tingkat efisiensi dan efektifitas wilayah

dalam hal mobilitas dan aksesibilitas baik secara internal maupun eksternal.

Pembangunan transportasi diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas dan

Page 4: Kelompok 7

mobilitas antar wilayah. Aksesibilitas dan mobilitas akan terasa efektif jika

tersedia jaringan transportasi yang memadai. Jaringan transportasi meliputi:

1. Jaringan transportasi darat meliputi jalan bebas hambatan atau jalan tol,

jalan arteri primer dan jalan kolektor.

2. Jaringan jalan kereta api.

3. Jaringan transportasi penyeberangan meliputi jembatan antar pulau.

4. Jaringan transportasi laut meliputi:

a. pelabuhan laut utama meliputi pelabuhan laut utama primer, pelabuhan

laut utama sekunder, pelabuhan laut utama tersier, pelabuhan

pengumpan regional dan pelabuhan pengumpan local.

b. alur pelayaran laut.

5. Jaringan transportasi udara meliputi :

a. bandar udara pusat penyebaran primer

b. bandar udara pusat penyebaran sekunder

c. bandar udara pusat penyebaran tersier

d. bandar udara bukan pusat penyebaran.

Jaringan transportasi darat terutama jalan sangat berperan dalam

membentuk ekspresi keruangan perkembangan wilayah. Bentuk ekspresi

tersebut antara lain :

Bentuk konsentris (concentric development)

Bentuk pita (ribbon development/lineair development)

Bentuk melompat (leap frog development)

Page 5: Kelompok 7

Gambar 1 model perkembangan bentuk pita (ribbon development/lineair

development)

Ekspresi keruangan yang terbentuk di kawasan Parangtritis adalah

bentuk pita (ribbon shape development) sepanjang jalur jalan Parangkusumo-

Depok. Ekspresi keruangan bentuk pita adalah perkembangan pemanfaatan

lahan khususnya untuk permukiman memanjang searah jaringan transportasi.

Bentuk ini menunjukkan ketidakmerataan perembetan perkembangan wilayah di

semua bagian sisi-sisi luar dari daerah pusat pertumbuhan. Ketidakmerataan

perembetan perkembangan wilayah sangat terkait dengan karakteristik lahan

ataupun faktor pembatas yang terbentuk pada daerah tersebut misalnya terdapat

pegunungan yang terjal, perbukitan, gurun, daerah rawan bencana, dsb. Daerah

di sepanjang rute transportasi utama merupakan tekanan paling berat dari

perkembangan (Yunus, 2005).

Gambar 2 Permukiman sepanjang jaringan transportasi (jalan)

2.2. Tata Ruang

Page 6: Kelompok 7

Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang

baik yang direncanakan ataupun tidak. Wujud struktural pemanfaatan ruang

adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan

sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan

satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang (Muta’ali 2002). Ruang

wilayah sebagai sumberdaya alam terdiri dari berbagai ruang wilayah sebagai

suatu subsistem. Subsistem tersebut meliputi berbagai sumberdaya manusia

dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam, sumberdaya

buatan, dan pemanfaatan ruang yang berbeda-beda.

Proses pemanfaatan ruang ini menjadi penentu bertambah luasnya areal

permukiman dan makin padatnya bangunan di wilayah tersebut. Menurut

Lee,1979 dalam Yunus, 2005 terdapat enam faktor yang mempunyai pengaruh

kuat terhadap proses perkembangan ruang dan sekaligus mencerminkan variasi

intensitas perkembangan ruang. Keenam faktor tersebut adalah faktor

aksesibilitas (accessibility), faktor pelayanan umum (public service),

karakteristik lahan (land characteristic), karakteristik pemilik lahan (land

owners characteristics), keberadaan peraturan yang mengatur tata guna lahan

(regulatory measures), dan prakarsa pengembang (developers initiative).

Faktor aksesibilitas, karakteristik lahan, karakteristik pemilik lahan, dan

keberadaan peraturan merupakan faktor-faktor yang secara dominan membentuk

struktur tata ruang di koridor Parangkusumo-Depok. Struktur morfologi tata

ruang yang terbentuk adalah struktur bentuk pita (ribbon shape). Jaringan jalan

Parangkusumo-Depok merupakan faktor utama terbentuknya morfologi ini. Pola

jaringan jalan yang sejajar dengan garis pantai menyebabkan pola permukiman

yang juga sejajar dengan garis pantai. Selain itu, karakteristik lahan kawasan

Parangtritis ikut mempengaruhi terbentuknya bentuk ruang semacam ini.

Morfologi perbukitan di bagian timur dan gumuk pasir di sebelah utara dan

selatan sebagai penghambat arah perkembangan spasial ke arah timur, utara, dan

selatan. Sehingga perkembangan spasial yang mungkin adalah ke arah barat

sejajar dengan garis pantai dan memanjang mengikuti jaringan transportasi atau

ke arah utara dan selatan mengintervensi kawasan gumuk pasir. Pembentukan

Page 7: Kelompok 7

struktur keruangan di Parangtritis didukung oleh terhubungnya pusat ekonomi

antara Parangkusumo dan TPI Depok oleh jaringan jalan (jalan kabupaten).

Pemanfaatan ruang di sepanjang jalan Parangkusumo-Depok adalah

untuk kegiatan pariwisata dan permukiman. Permukiman di kawasan ini

memiliki manfaata ganda. Selain digunakan sebagai tempat tinggal juga

digunakan sebagai jasa penginapan, warung eceran, tempat kost, warung makan,

dan berbagai jasa lainnya. Kebanyakan bangunan yang dibangun di sekitar

koridor Parangkusumo-Depok adalah ilegal mengingat status pemilikan tanah di

kawasan ini adalah tanah milik Sultan Yogyakarta (Sultan Ground).

Pola pemanfaatan lahan di kawasan ini tergolong unik karena pola

pemanfaatan lahannya hampir mirip dengan yang terjadi di daerah perkotaan.

Sebagian besar penduduk yang tinggal di sekitar kawasan Parangtritis tersebut

merupakan para imigran dari berbagai daerah di sekitar wilayah Yogyakarta.

Sangat jarang dijumpai bahwa pemukim di sekitar wilayah tersebut adalah

penduduk asli. Bahkan pemilik bangunan yang berada di kawasan tersebut

adalah para imigran yang sengaja datang untuk mengadu nasib. Proses migrasi

ini memicu terjadinya pengkumuhan (taudifikasi) pada permukiman ilegal

(squatter settlement).

Gambar 3 salah satu permukiman kumuh pada lahan ilegal (squatter settlement).

Namun sayangnya pemerintah tidak menanggapi hal ini dengan serius.

Lahan di sekitar kawasan Parangtritis sebenarnya digunakan juga sebagai

Page 8: Kelompok 7

laboratorium alam ataupun zona konservasi pembentukan gumuk pasir.

Pembentukan gumuk pasir di Parangtritis merupakan fenomena langka yang

sebenarnya menjadi daya tarik tersendiri bagi keindahan alam Parangtritis.

Proses pemanfaatan lahan sebagai permukiman akan mengganggu ekosistem

gumuk pasir dan bahkan akan merusak wilayah Parangtritis secara ekologis.

Pengubahan fungsi alami gumuk pasir menjadi permukiman merupakan

”pemerkosaan” terhadap lingkungan yang terkadang akan menimbulkan social

cost yang tinggi di masa yang akan datang. Untuk itu diperlukan adanya upaya

preventif berupa perencanaan spasial yang matang untuk mewujudkan tata

ruang yang sinergis dan berkelanjutan.

3. Melbourne

Melbourne adalah salah satu negara bagian dari Australia yang beribukota di

Victoria. Melbourne mempunyai jumlah penduduk 3,689,791 dan kepadatan

pendudukmya 479.6/km². Melbourne mempunyai iklim moderate oceanic climate

(Köppen climate classification Cfb). Melbourene terletak di sebelah tenggara Benua

Australia dengan luas 7,694 km².

Melbourne merupakan daerah wisata yang sangat potensial karena Melbourne

terletak di dekat Teluk Philip dan mempunyai pelabuhan yang cukup besar. Daya tarik

inilah yang kemudian menjadi alasan kenapa banyak orang bermigrasi (in migration).

Melbourne merupakan daerah yang mempunyai aksesibilitas yang cukup baik, hal ini

terbukti dari adanya bandara, pelabuhan dan jaringan jalan yang telah berkembang

dengan baik.

Secara resmi Melbourne disahkan sebagai ibukota sejak tahun 1835, 47 tahun

setelahnya Melbourne bertransformasi dari sebuah kawasan permukiman yang

mengelilingi sungai Yara menjadi kota metropolis pada tahum 1850. Saat ini Melbourne

telah berkembang menjadi CBD (Central Business District) yang merupakan pusat dari

kegiatan industri, perdagangan dan budaya.

Kawasan CBD merupakan pusat pengaturan komunikasi dan transportasi yang

ada di Melbourne dengan adanya sistem jaringan yang tersentralisasi maka pengelolaan

dan monitoring transportasi akan dapat mudah dilakukan.

Page 9: Kelompok 7

Gambar 4 perkembangan kota Melbourne

3. 1. Jaringan Transportasi

Masalah Transportasi biasanya disebabkan oleh :

Manusia (disiplin dan kebijakan transportasi)

Prasarana (infrastruktur)

Sarana (kendaraan)

Rencana pembangunan wilayah yakni tata ruang dan lingkungan

(Anonim, 1996).

Dari peta diatas dapat kita lihat bahwa pertumbuhan di Melbourne

berkembang akibat adanya jaringan jalan yang berpusat di CBD ke arah kota–

kota kecil seperti Cardinia-Casey, Hume, Carolina Springs–Melton, Whittlesia

dan Wyndham. Permasalahan yang terjadi pada saat ini adalah pertumbuhan

Page 10: Kelompok 7

yang tidak terkontrol yang terjadi ke segala arah sesuai jaringan transportasi

yang berpola porus yang mengakibatkan perubahan penggunaan lahan. Konversi

penggunaan lahan yang terjadi mengakibatkan lahan di Melbourne mengalami

pergeseran fungsi sehingga konsep tata ruang yang telah direncanakan berjalan

tidak semestinya.

3.2. Tata Ruang

Transportasi adalah permintaan turunan dari suatu interaksi kegiatan

dalam suatu tatanan ruang. Interaksi kegiatan dalam ruang dapat berupa

pergerakan orang dan barang yang memerlukan sarana dan prasarana

transportasi yang sesuai dengan karakteristiknya agar pelayanan transportasi

efisien dan efektif (Anonim, 1997).

Tata guna lahan dan transportasi memiliki hubungan yang signifikan.

Berbagai macam pola penggunaan lahan berdampak pada lahirnya bermacam-

macam kebutuhan transportasi, dan sebaliknya transportasi ini akan

mempengaruhi pola pengembangan lahan. Struktur jaringan jalan secara tidak

langsung akan berimbas terhadap terbentuknya struktur tata ruang dari suatu

daerah.

Pola jaringan transportasi di Melbourne adalah Porus dengan satu pusat

yang berada di kawasan Melbourne. Jaringan jalan yang ada menyebar dan

menghubungkan CBD dengan kota-kota kecil sehingga mengakibatkan

tumbuhnya pusat kota di pinggiran seperti daerah Cardinia-Casey, Hume,

Carolina Springs-Melton, Whittlesia dan Wyndham. Pada hakekatnya pola

jaringan porus memiliki pembagian/zoning berdasarkan fungsi tertentu yang

dipengaruhi oleh faktor jarak dan aksesibilitas. Akibat bertambahnya jumlah

penduduk baik dari pertambahan murni maupun migrasi mengakibatkan

kepadatan penduduk yang semakin meningkat dan hal ini berarti kebutuhan

lahan sebagai areal permukiman juga meningkat.

Page 11: Kelompok 7

Model Teori Poros (Babcock, 1933) Sumber : Yunus, 2000

Area permukiman di Melbourne biasanya banyak dijumpai di kawasan

sekitar jalan utama yang menghubungkan CBD dengan kota-kota pusat

pertumbuhan, area permukiman ini dirasakan semakin lama semakin merembet

dan terus menjalar ke segala arah. Akibatnya adalah telah terjadi suatu konversi

lahan secara besar-besaran dimana suatu lahan tidak berfungsi sebagaimana

mestinya, misal konversi lahan pertanian menjadi non pertanian yang

berdampak pada turunnya produktivitas pertanian di Melbourne.

Untuk mengatasi masalah transportasi diperlukan perencanaan

transportasi, tujuan perencanaan transportasi adalah

• Meningkatkan aksesibilitas/mobilitas

• Efisiensi biaya transport

• Meningkatkan dampak positif dan mengurangi dampak negatif

pengembangan transport terhadap lingkungan (Anonim, 1996)

Contoh baik yang ditiru dari sistem jaringan transportasi di Melbourne

adalah adanya public transportation yang terbukti dapat mengurangi kemacetan.

Salah satu cara untuk mengatur kembali tata ruang dalam kaitannya

dengan transportasi adalah dengan adanya public transportation. Public

transportation adalah suatu cara bagi masyarakat untuk berpergian, dengan

public transportation orang akan dapat berpergian dengan lebih murah dan cepat

meskipun tidak menggunakan kendaraan pribadi. Public transportation

memungkinkan banyak orang untuk berpergian pada waktu yang bersamaan.

Page 12: Kelompok 7

Kemunculan public transportation bermula pada tahun 1826 di Naples,

Prancis dan sejak saat itu menjadi salah satu cara untuk bepergian dengan

mudah. Bentuk pertama kali dari public transportation adalah kapal feri dan

binatang seperti kuda, namun dengan semakin berkembangnya teknologi saat ini

banyak sekali kita jumpai public transportation di Melbourne seperti bus, kereta

dan trem yang semakin memudahkan kita untuk berpindah dari satu tempat ke

tempat lain. Perkembangan public transportation di Australia khususnya

Melbourne berkembang sangat cepat, mereka biasa menggunakan bus dan trem

untuk bepergian ke tempat yang relatif dekat dengan rumah mereka, sementara

untuk tujuan jauh orang biasa menggunakan kereta.

Public transportation sangat bagus dikembangkan karena mendukung

keseimbangan lingkungan. Dengan semakin banyaknya orang menggunakan

public transportation berarti jumlah mobil di jalanan akan berkurang dan itu

berarti minimnya pencemaran udara yang sering diakibatkan oleh asap mobil.

Mudahnya akses untuk mendapat pelayanan dari Public transportation setiap

hari dengan harga yang murah membuat orang sangat menyukai Public

transportation dan ini akan menambah devisa negara.

Melbourne merupakan kota yang dilayani jaringan public transportasi

yang sangat lengkap dan banyak. Melbourne memilki 245 km jalur track, 500

trem, dan 1770 tempat pemberhentian tram, 300 rute bus, 15 jalur kereta dan

jaringan tram yang sangat lengkap dan banyak tersebar hingga ke pelosok.

Untuk dapat menggunakan public transportation orang harus memilki Metcard.

4. Penutup

Jaringan transportasi terbukti sangat mempengaruhi pembentukan tata ruang

suatu wilayah. Kajian antara Parangtritis dan Melbourne merupakan suatu model

komparasi untuk membandingkan bentuk respon pembentukan ruang suatu wilayah

dalam merespon jaringan transportasi. Perkembangan ruang wilayah Parangtritis

yang masih sangat muda tentu harus dapat mengambil suatu hikmah dari masalah

serta perencanaan pola tata ruang yang telah dilakukan di Melbourne. Persamaan

Page 13: Kelompok 7

morfologi Parangtritis dan Melbourne sebagai wilayah pesisir tentu dapat

memberikan suatu gambaran kemiripan pola-pola tata ruang yang timbul.

Dengan kajian ini, diharapkan masalah tata ruang yang terjadi di Melbourne

tidak akan terjadi terhadap perkembangan wilayah di Parangtritis. Namun hal yang

baik dalam perencanaan tata ruang Melbourne sebaiknya dikaji lebih lanjut untuk

tujuan pengimplementasian yang lebih baik di wilayah Parangtritis. Ketidakarifan

dalam perencanaan wilayah Parangtritis di masa sekarang akan berdampak pada

kesengsaraan generasi mendatang. Sehingga sudah selayaknya bagi pemerintah

untuk melakukan langkah konkret untuk mewujudkan pembangunan wilayah

khususnya pengaturan tata ruang dengan asas sinergis dan berkelanjutan.

Page 14: Kelompok 7

5. Referensi

Malik, Ilham. 2004. Susahnya Mengurus Transportasi : Mengkritik Indonesia Lewat

Jogja. Yogyakarta : Dunia Kata.

Muta’ali, Luthfi. 2002. Perencanaan Tata Ruang. Modul Kuliah. Yogyakarta :

Fakultas Geografi UGM.

Prakoso, B.S.E dan Muta’ali, L. 2005. Dinamika Ssitem Kota-Kota dan Pemilihan

Alternatif Pusat Pertumbuhan Baru di Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta. Majalah Geografi Indonesia vol.19, no. 2, September 2005.

Tamin, Ofyar. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Bandung :

Penerbit ITB.

Yunus, H.S. 2005. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Yunus, H.S. 2005. Manajemen Kota : Perspektif Spasial. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar