Kelompok 5-PP No. 22 Thn 2010
-
Upload
marlinatogumajuniartinapitupulu -
Category
Documents
-
view
6 -
download
1
description
Transcript of Kelompok 5-PP No. 22 Thn 2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki sumber daya mineral yang cukup terpandang di tingkat
dunia baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Indonesia merupakan negara yang
kaya akan sumber daya mineral maupun batubara. Menteri Kehutanan (Menhut) dan
Lingkungan Hidup sekaligus Dewan Energi Nasional, Siti Nurbaya Bakar
membeberkan angka kegiatan eksplorasi tambang di wilayah Indonesia yang
dilakukan di kawasan hutan sangat besar. Dia menyebut, ada 10.648 izin
penambangan di Indonesia. Dari jumlah itu yang memiliki Izin Usaha
Pertambangan sebanyak 7.519 perusahaan. Ada sebanyak 3.129 perusahaan yang
tidak memiliki atau tidak menjalankan izin usaha pertambangan sebagai syarat
jalannya kegiatan pertambangan di wilayah Indonesia, dalam arti lain perusahaan
tersebut merupakan illegal.
Perusahaan illegal tentunya sangat merugikan perekonomian negara
termasuk perekonomian wilayah sekitar tambang. Kerugian yang dimaksud seperti
tingkat standard yang rendah (tidak aman) alat-alat maupun bahan yang digunakan
dalam penambangan, limbah yang berbahaya yang mengalir ke sungai tanpa ada
penilitian/pengujian tingkat keaman limbah yang dibahas dalam amdal yang
merupakan salah satu syarat perusahaan yang memiliki kuasa pertambangan, lahan
bekas tambang yang tanpa dilakukannya reklamasi oleh perusahaan yang tidak
bertanggung jawab, pembakaran hutan yang mengakibatkan polusi yang jauh dan
terbilang luas mengganggu kenyamanan masyarakat. Maka pemerintah memiliki
kebijakan dengan membuat beberapa peraturan yang mengatur keamanan dan
memberikan sanksi yang selayaknya kepada perusahaan yang tidak menjalankan
syarat yang telah ditetapkan UU no 4 tahun 2009. Setiap peraturan didasari dari
Pancasila untuk kemajuan dan keamanan serta kenyamanan rakyat Indonesia.
1
1.2. Ruang Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup materi yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu kajian
umum peraturan pemerintah no 22 tahun 2010 mulai dari pasal 21 sampai pasal 41
tanpa adanya studi kasus yang akan dibahas.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Membantu memahami peraturan yang dimaksud dalam PP tersebut
2. Memberikan penjelasan mengenai peraturan pemerintah no 22 tahun 2010
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Pembaca dapat mengerti dan memahami kegiatan pertambangan yang didasari
hukum maupun batasan-batasan dalam wilayah pertambangan sebagaimana
yang dimaksud dalam peraturan pemerintah tersebut.
2
BAB 2
ISI
2.1 Kajian PP No 22 Tahun 2010
Peraturan pemerintah yang berisikan tentang wilayah pertambangan
terbentuk sebagai dukungan/penjelasan yang lebih dalam pelaksanaan ketentuan
Pasal 12, Pasal 19, Pasal 25, Pasal 33, dan Pasal 89 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pasal 21:
Berisi tentang perubahan WP menjadi WUP berdasarkan hasil penyelidikan dan
penelitian satu kali dalam 5 tahun oleh menteri setelah berkoordinasi dengan
gubernur, bupati/walikota dan berkonsultasi dengan DPR. Gubernur atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat mengusulkan perubahan WP
kepada Menteri. WUP ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan
gubernur dan bupati/walikota setempat. Khusus penetapan WUP pertambangan
mineral bukan logam dan batuan dapat dilimpahkan kepada gubernur. Untuk
menetapkan WUP, Menteri dan gubernur dapat melakukan eksplorasi untuk
memperoleh data dan informasi yang berupa: peta, yang terdiri atas peta geologi
dan peta formasi batuan pembawa dan/atau peta geokimia dan peta geofisika serta
perkiraan sumber daya dan cadangan. WUP dapat terdiri atas : Wilayah Izin Usaha
Pertambangan (WIUP) radioaktif, WIUP mineral logam, WIUP batubara, WIUP
mineral bukan logam, dan/atau WIUP batuan.
Pasal 22 :
3
Berisi tentang luas wilayah dan batasan serta kriteria dalam penetapan WUP seperti
letak geografis, kaidah konservasi, daya dukung lingkungan, optimalisasi SDM
dan/atau batubara, dan tingkat kepadatan penduduk. Menteri melimpahkan
wewenang kepada Gubernur atau bupati/walikotadalam penentuan luas dan batasan
WUP terhadap mineral bukan logam dan/atau batuan, sedangkan menteri memiliki
wewenang terhadap luas dan batasan WUP mineral logam dan/atau batubara.
Pasal 23 :
Berisi tentang penjelasan lebih rinci tentang kewenangan menteri dan gubernur,
atau bupati/walikota yang batasan WUP nya telah dibahas pada pasal sebelumnya.
Pasal 24 :
Berisi tentang mineral logam dan/atau batubara wajib ditetapkan WIUP terlebih
dahulu sebelum mengusahakan komoditas tambang lainnya.
Pasal 25 :
Berisi tentang pernyataan ketentuan dalam pemberian WIUP diatur dalam peraturan
pemerintah secara tersendiri.
Pasal 26 :
Berisi tentang penyususan rencana penetapan wilayah di dalam WP menjadi
Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) oleh bupati/walikota, diikuti penjabaran
kriteria WPR dimana salah satu kriteria WPR yaitu luas maksimal sebesar 25
hektar.
Pasal 27 :
Berisi tentang WP yang memenuhi kriteria sesuai dengan ketentuan pada pasal 26
menjadi WPR oleh bupati setempat setelah berkoordinasi dengan pemerintah
provinsi dan berkonsultasi dengan DPRD Kabupaten/Kota untuk mendapatkan
4
pertimbangan data. Penetapan WPR disampaikan secara tertulis oleh
bupati/walikota kepada menteri dan gubernur.
Pasal 28 :
Berisi tentang penetapan Wilayah Pencadangan Negara (WPN) oleh menteri setelah
mendapatkan persetujuan DPR yang tujuannya untuk kepentingan strategis
nasional.
Pasal 29 :
Berisi tentang pernyataan Menteri menyusun rencana penetapan suatu wilayah di
dalam WP menjadi WPN berdasarkan peta potensi mineral dan/atau batubara serta
peta potensi cadangan mineral dan/atau batubara, dimana bahan galian memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan seperti mengandung mineral radioaktif, logam,
dan/atau batubara yang berada diwilayah yang dilindungi.
Pasal 30 :
Berisi tentang wilayah di dalam WP yang memenuhi kriteria ditetapkan menjadi
WPN oleh Menteri setelah memperhatikan aspirasi daerah dan mendapat
persetujuan dari DPR dan dapat terdiri atas beberapa Wilayah Usaha Pertambangan
Khusus (WUPK).
Pasal 31 :
Berisi tentang WPN yang ditetapkan untuk komoditas tertentu antara lain tembaga,
timah, emas, besi, nikel, bauksit dan batubara dapat diusahakan sebagian luas
wilayahnya setelah berubah statusnya menjadi Wilayah Usaha Pertambangan
Khusus (WUPK) dengan persetujuan dari DPR berdasarkan usulan Menteri.
Pasal 32 :
5
Berisi tentang menteri menetapkan luas dan batas Wilayah Izin Usaha
Pertambangan Khusus (WIUPK) dalam suatu WUPK harus memenuhi kriteria:
letak geografis, kaidah konservasi, daya dukung lingkungan, optimalisasi sumber
daya mineral logam dan/atau batubara, dan tingkat kepadatan penduduk.
Pasal 33 :
Berisi tentang mineral logam dan/atau batubara wajib ditetapkan WIUPK terlebih
dahulu sebelum mengusahakan komoditas tambang lainnya.
Pasal 34 :
Berisi tentang pernyataan ketentuan dalam pemberian WIUPK diatur dalam
peraturan pemerintah secara tersendiri.
Pasal 35 :
Berisi tentang peta zonasi untuk WIUP Eksplorasi dan WIUPK Eksplorasi pada
kawasan lindung dapat di-delineasi menjadi peta zonasi WIUP Operasi Produksi
atau WIUPK Operasi Produksi. Delineasi zonasi dilakukan berdasarkan hasil kajian
kelayakan dan memperhatikan keseimbangan antara biaya dan manfaat serta antara
resiko dan manfaat dalam konversi kawasan lindung. Keseimbangan antara biaya
dan manfaat dan antara resiko dan manfaat dilakukan dengan memperhitungkan
paling sedikit mengenai reklamasi, pascatambang, teknologi, program
pengembangan masyarakat yang berkelanjutan, dan pengelolaan lingkungan.
Pasal 36 :
Berisi tentang pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota
wajib mengelola data dan informasi kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan
kewenangannya. Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota wajib
menyampaikan data dan inforrnasi usaha pertambangan kepada Pemerintah yang
merupakan milik negara dan dikelola oleh Menteri untuk klasifikasi potensi SDM
dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mineral dan batubara.
6
Pasal 37 :
Berisi tentang pernyataan mengenai tata cara pengelolaan data dan/atau informasi
diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 38 :
Berisi tentang WP dikelola oleh Menteri dalam suatu sistem informasi WP yang
terintegrasi secara nasional untuk melakukan penyeragaman mengenai sistem
koordinat dan peta dasar dalam penerbitan WUP, WIUP, WPR, WPN, WUPK, dan
WIUPK yang harus dapat diakses juga oleh pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota dengan menggunakan sistem koordinat Datum Geodesi Nasional.
Pasal 39 :
Berisi tentang ketentuan peralihan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
sebagai berikut:
1. Instansi Pemerintah pusat, provinsi, atau kabupaten/kota wajib menyesuaikan
dengan sistem koordinat peta berdasarkan Datum Geodesi Nasional dalam
jangka waktu paling lama 6 bulan.
2. Wilayah Surat Izin Pertambangan Daerah atau Kuasa Pertambangan yang telah
diberikan sebelum diterbitkan PP ini dalam jangka waktu paling lambat 3 bulan
sejak berlakunya PP ini harus ditetapkan menjadi WIUP dalam WUP.
3. Wilayah KK dan PKP2B yang telah diberikan sebelum diterbitkannya PP ini
dalam jangka waktu paling lambat 3 bulan sejak berlakunya PP ini harus
ditetapkan dalarn WUP.
Pasal 40 :
Berisi tentang pernyataan bahwa pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku
semua peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai wilayah pertambangan
7
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 41 :
Berisi tentang pernyataan bahwa Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada
tanggal yang diundangkan.
BAB 3
KESIMPULAN & SARAN
3.1. Kesimpulan
1. Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2010 (PP 22/2010) tentang Wilayah
Pertambangan telah ditetapkan pada tanggal 1 Februari 2010 sebagai
pelaksanaan ketentuan pasal 12, 19, 25, 33 dan 89 Undang-undang No 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
2. Penyiapan WP dilakukan dalam 2 kegiatan yaitu :
a. Perencanaan WP
b. Penetapan WP
3. WUP ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan gubernur dan
bupati/walikota setempat untuk menetapkan batas dan luas WIUP mineral
logam dan/atau batubara
4. Pemanfaatan sumber daya mineral dan batubara memiliki kedudukan yang sama
dengan pemanfaatan sumber daya dam lainnya secara berkelanjutan dalam tata
ruang, sehingga harus dikelola secara bijaksana untuk memberi nilai tambah
bagi perekonomian nasional dan harus dapat dirnanfaatkan secara optimal bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat.
5. Peraturan Pemerintah tentang Wilayah Pertambangan perlu ditetapkan untuk
mengatur penyelidikan dan penelitian pertambangan, perencanaan dan
8
penetapan WP, WUP, WIUP, WPN, WUPK, WIUPK, WPR, data dan
informasi, serta sistem inforrnasi geografis.
3.2. Saran
Sedikit saran dari penyusun yaitu menteri energi dan sumber daya mineral tolong
lebih memperhatikan dan lebih sigap dalam menanggapi penambangan illegal
terhadap suatu wilayah yang memiliki potensi bahan galian, maupun perusahaan
yang melakukan kecurangan dalam menentukan WUP yang dapat dijadikan
komoditas tambang lainnya yang seharusnya mengurus WIUPK terlebih dahulu.
9