Kelompok 4 Sistem Endokrin
-
Upload
ahmad-chaeri -
Category
Documents
-
view
23 -
download
3
description
Transcript of Kelompok 4 Sistem Endokrin
BAB II
KONSEP DASAR KANKER HATI
2.1 Konsep Dasar Penyakit
2.1.1 Pengertian
Kanker adalah proses penyakit yang bermula ketika sel
abnormal diubah oleh mutasi genetik dari DNA seluler (Smeltzer,
2001). Pengertian hepatoma (karsinoma hepatoseluler) menurut
www.medicastore.com adalah kanker yang berasal dari sel-sel
hati. Pengertian lain menurut Isselbacher, 2000 karsinoma
hepatoseluler (KHS) merupakan salah satu tumor yang
menimbulkan stenosis.
2.1.2 Penentuan Stadium Tumor Nodus Metastasis (TNM) untuk
hepatoma:
NO. TINGKATAN KETERANGAN
1. Stadium I Tumor 1, Nodus 0, Metastasis 0
2. Stadium II Tumor 2, Nodus 0, Metastasis 0
3. Stadium III Tumor 1, Nodus 1, Metastasis 0
Tumor 2, Nodus 1, Metastasis 0
Tumor 3, Nodus 0, Metastasis 0
Tumor 3, Nodus 1, Metastasis 0
4 Stadium IV A Tumor 4, setiap Nodus , Metastasis 0
5. Stadium IV B Setiap Tumor, setiap Nodus , Metastasis 1 Tabel 1 : Penentuan stadium TNM untuk Hepatoma. Sumber: Smeltzer, 2001: 1199
Keterangan:
T1 : Tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar 2 cm atau
kurang tanpa invasi vaskuler.
T2 : Tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar 2 cm atau
kurang dengan invasi vaskuler , atau Tumor multiple yang
terbatas pada satu lobus dengan ukuran terbesar tidak lebih
dari 2 cm tanpa invasi vaskuler, atau Tumor soliter dengan
ukuran terbesar lebih dari 2 cm tanpa invasi vaskuler.
T3 : Tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar lebih dari 2
cm tanpa invasi vaskuler atau Tumor multiple yang
terbatas pada satu lobus dengan ukuran terbesar tidak lebih
dari 2 cm dan dengan invasi vaskuler atau Tumor multiple
yang terbatas pada satu lobus dan tidak ada satupun yang
memiliki ukuran terbesar lebih dari 2 cm, dengan atau
tanpa unvasi vaskuler.
T4 : Tumor meliputi pada lebih dari satu lobus paru atau tumor-
tumor yang meliputi cabang utama vena porta atau vena
hepatika.
Nodus Limfatikus
N0 : Tidak terdapat metastasis pada nodus limfatikus.
N2 : Metastasis terjadi pada nodus limfatikus regional.
Metasatasis jauh (M)
M0 : Tidak terdapat
Metastasis Jauh.
M1 : Terdapat metastasis jauh.
2.1.3 Anatomi Dan Fisiologi
1. Anatomi
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata-rata sekitar
1.500 gr atau 2,5 % berat badan pada orang dewasa
normal. Hati merupakan organ plastis lunak yang tercetak oleh
struktur sekitarnya.
Gambar 1: Anatomi HeparMemperlihatkan bersatunya hati dan diaphragma: Lig.
Falciforme hepatis dan Lig. teres hepatic disayat; tampak ventral.
a. Permukaan superior cembung dan terletak dibawah kubah
kanan diagfragma dan sebagian kubah kiri.
b. Bagian bawah hati cekung dan merupakan atap ginjal
kanan, lambung, pankreas dan usus.
c. Hati memiliki dua lobus utama :
1) Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan
posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak
terlihat dari luar.
2) Lobus kiri dibagi menjadi segmen segmen medial dan
lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat
dari luar.
Gambar 2 : Segmen medial dan lateral dari hepar; porta hepatis; pita pengikat yang memfiksasi hati dan pembuluh-pembuluh darah
disayat; tampak dorsal.
3) Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah
kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada
diagfraghma. Dibawah peritoneum terdapat jaringan
penyambung padat yang dinamakan kapsula Glisson, yang
meliputi seluruh permukaan organ, kapsula ini pada hilus atau
porta hepatis dipermukaan inferior, melanjutkan diri ke dalam
massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta,
arteria hepatica, dan saluran empedu.
2. Fisiologi
a. Sirkulasi
Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran
cerna dan limpa melalui vena porta, dan dari aorta melalui
arteria hepatica. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah
darah arteria dan sekitar dua pertiga adalah darah dari vena
porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menit
adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena hepatica kanan
dan kiri yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior.
b. Fungsi Hati
Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup
dan berperanan pada hampir setiap fungsi metabolik tubuh,
dan khusunya bertanggungjawab atas lebih dari 500
aktivitas berbeda.
Hepar juga berhubungan dengan isi normal darah
karena hepar membentuk sel darah merah pada masa hidup
janin, sebagian hepar berperan dalam penghancuran sel
darah merah. Hepar menyimpan kromatin yang diperlukan
untuk penyempurnaan sel darah merah baru, membuat
sebagian besar dari protein plasma, membersihkan bilirubin
dari darah dan berkenaan dengan prothrombin dan
fibrinogen yang perlu untuk penggumpalan (Inayah, 2004).
Fungsi hati menurut Price, 2004 dapat dilihat dalam tabel 2.
Fungsi Utama Hati.
Tabel 2: Fungsi Utama HatiNO FUNGSI KETERANGAN1 Pembentukan dan ekskresi
empedu, metabolisme garam empedu.
Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dan vitamin yang larutdalam lemak dan usus.
Metabolisme pigmen empedu Bilirubin, pigmen empedu utama, merupakan hasil akhirMetabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua: proses konjugasinya berlangsung dalam hati dan diekskresi ke dalam empedu.
2 Metabolisme karbohidrat, glikogenesis, glikogenolisis, glukoneogenesis
Hati memegang peranan penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah normal dan menyediakan energi untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati
sebagai glikogen.3 Metabolisme protein, sintesis
proteinProtein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin serta alfa dan beta globulin (gama globulin tidak).
Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH2 yang kemudian Diekskresi dalam kemih dan feses.
Penyimpanan protein (asam amino)
NH3 dibentuk dari diseminasi asam amino dan kerja bakteri usus terhadap asam amino.
4 Metabolisme lemak Hidrolisis trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dan lipoprotein (diabsorpsi dari usus) menjadi asam lemak dan gliserol.
Ketogenesis Sintesis kolesterol Hati memegang peranan utama : pada sintesis kolesterol, sebagian besar diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol atau asam folat.
Penyimpanan lemak5 Penyimpanan vitamin dan
mineralVitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam hati, juga vitamin B12, tembaga dan besi.
6 Metabolisme steroid Hati menginaktifkan dan mensekresi aldosteron, glukokortikoid, estrogen, progesteron, dan testosterone.
7 Detoksikasi Hati bertanggungjawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya menjadi zat-zat yang tidak berbahaya yang kemudian diekskresi oleh ginjal (misalnya obat-obatan).
Ruang pengapung dan fungsi penyaring
Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir kembali dari vena kava (payah jantung kanan); kerja fagositik sel kuffer membuang bakteri dan debris dari darah.
Sumber : Price, Patofisiologi, 2004 : 498
2.1.4 Etiologi
Timbulnya Karsinoma Hepatoseluler (KHS) menurut Smeltzer
(2001), Isselbacher (2000), PileMone (2000) disebabkan oleh:
1. Infeksi kronik virus Hepatitis B (HBV).
2. Infeksi kronis virus Hepatitis C (HCV).
3. Kontak dengan racun kimia tertentu (mis: Vinil, klorida, arsen).
4. Defisiensi α1– antitripsin, hemokromasitis dan tirosinemia.
5. Pemberian jangka panjang Steroid adrenogenik.
2.1.5 Patofisiologi
Perjalanan penyakit cepat, bila tidak segera diobati,
sebagian besar pasien meninggal dalam 3 sampai 6 bulan
setelah diagnosis. Perjalanan klinis keganasan hati tidak
berbeda diantara pasien yang terinfeksi kedua virus dengan
hanya terinfeksi salah satu virus yaitu HBV dan HCV. Infeksi
kronik ini sering menimbulkan sirosis, yang merupakan faktor
resiko penting untuk karsinoma hepatoseluler (Isselbacher, 2000).
Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini
unik karena memiliki suplai darah sendiri. Seiring dengan
berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar
terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel
hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.
Inflamasi pada hepar terjadi karena invasi virus HBV atau
HCV akan mengakibatkan kerusakan sel hati dan duktuli empedu
intrahepatik (empedu yang membesar tersumbat oleh tekanan
nodul maligna dalam hilus hati), sehingga menimbulkan nyeri. Hal
ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Sumbatan intrahepatik dapat menimbulkan hambatan pada aliran
portal sehingga tekanan portal akan naik dan terjadi hipertensi
portal.
Timbulnya asites karena penurunan sintesa albumin pada
proses metabolisme protein sehingga terjadi penurunan tekanan
osmotik dan peningkatan cairan atau penimbunan cairan didalam
rongga peritoneum. Gangguan metabolisme protein yang
mengakibatkan penurunan sintesa fibrinogen prothrombin dan
terjadi penurunan faktor pembekuan darah sehingga dapat
menimbulkan perdarahan.
Ikterus timbul karena kerusakan sel parenkim hati dan
duktuli empedu intrahepatik maka terjadi kesukaran pengangkutan
tersebut dalam hati. Akibatnya billirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat
kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu
belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin
yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus
yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam
pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin, oleh karena nodul
tersebut menyumbat vena porta atau bila jaringan tumor tertanam
dalam rongga peritoneal.
Peningkatan kadar billirubin terkonjugasi dapat disertai
peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan
menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. (Smeltzer, 2003). Gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein menyebabkan
penurunan glikogenesis dan glukoneogenesis sehingga glikogen
dalam hepar berkurang, glikogenolisis menurun dan glukosa dalam
darah berkurang akibatnya timbul keletihan.
Kerusakan sel hepar juga dapat mengakibatkan penurunan
fungsi penyimpanan vitamin dan mineral sehingga terjadi
defisiensi pada zat besi, vitamin A, vitamin K, vitamin D, vitamin
E, dll. Defisiensi zat besi dapat mengakibatkan keletihan, defisiensi
vitamin A mengakibatkan gangguan penglihatan, defisiensi vitamin
K mengakibatkan resiko terjadi perdarahan, defisiensi vitamin D
mengakibatkan demineralisasi tulang dan defisiensi vitamin E
berpengaruh pada integritas kulit.
(Isselbacher, 2000; Smeltzer, 2002; Sjamsuhidajat, 2004; Carpenito, 1998).
2.1.6 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik menurut Smeltzer (2001), PileMone
(2000) adalah:
1. Gejala gangguan nutrisi: penurunan berat badan.
2. Kehilangan kekuatan.
3. Anoreksia dan anemia.
4. Nyeri abdomen disertai dengan pembesaran hati yang cepat
serta permukaan yang teraba iregular pada palpasi.
5. Ikterus hanya terjadi jika saluran empedu yang besar tersumbat
oleh tekanan nodul maligna dalam hilus hati.
6. Asites timbul setelah nodul tersebut menyumbat vena porta
atau bila jaringan tumor tertanam dalam rongga peritoneal.
7. Sering terdapat peningkatan kadar fosfatose alkali dan alfa
lipoprotein (AFP) serum.
Sebagian kecil pasien karsinoma hepatoseluler mungkin
memperlihatkan tanda sindroma paraneoplastik dapat terjadi
eritrositosis akibat aktivitas seperti eritropoetin yang dihasilkan
oleh tumor, atau timbul hiperkalemia akibat sekresi hormon seperti
paratiroid. Manifestasi lainnya adalah:
1. Hiperkolesterolemia
2. Hipoglikemia
3. Porfiria didapat
4. Disfibrinogenemia
5. Kriofibrinogenemia
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi akibat karsinoma hepatoseluler
menurut PileMone (2000) ini adalah:
1. Hipertensi
2. Hiperbilirubinemia
3. Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang
disebabkan oleh akumulasi amonia serta metabolik toksin
4. Kerusakan jaringan parenkim hati yang meluas akan
menyebabkan serosis hepatis.
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien karsinoma hepatoseluler
menurut Smeltzer (2001) adalah:
1. Non Bedah
a. Terapi Radiasi
Tujuannya adalah memberikan radiasi langsung
kepada sel-sel tumor agar tidak menyebar bertambah
besar, nyeri dan gangguan rasa nyaman dapat dikurangi
secara efektif dengan terapi radiasi pada 70% hingga 90%
penderita. Gejala anoreksia, kelemahan dan panas juga
berkurang dengan terapi ini.
Metode pelaksanaan radiasi mencakup:
1) Penyuntikan antibodi berlabel isotop radioaktif secara
intravena yang secara spesifik akan menyerang antigen
yang berkaitan dengan tumor.
2) Penempatan sumber radisi perkutan intensitas tinggi
untuk therapi radiasi intertitial.
b. Kemoterapi
Kemoterapi sistemik dan kemoterapi infus regional
merupakan metode yang digunakan untuk memberikan
preparat antineoplastik kepada pasien tumor primer dan
metastasis hati untuk memberikan kemoterapi dengan
konsentrasi tinggi kedalam hati melalui arteri hepatika
dipasang pompa yang dapat ditanam.
c. Drainase Bilier Perkutan atau Drainase Transhepatik
Ini digunakan untuk melakukan pintasan saluran
empedu yang tersumbat oleh tumor hati, pankreas atau
saluran empedu pada pasien tumor yang tidak dapat
dioperasi atau pada pasien yang dianggap beresiko.
Prosedur seperti ini dikerjakan untuk membentuk kembali
sistem drainase bilier, mengurangi tekanan serta rasa nyeri
karena penumpukan empedu akibat obstruksi dan
meredakan gejala pruritus serta ikterus. Selama beberapa
hari setelah dipasang, kateter dibuka untuk drainase
eksternal. Cairan empedu yang mengalir keluar diobservasi
dengan ketat untuk mengetahui jumlah, warna dan adanya
darah serta debris.
d. Bentuk terapi non bedah lainnya
1) Hipertermia pernah dilakukan sebagai suatu bentuk
terapi untuk mengatasi metastasis pada hati. Pemanasan
diarahkan pada tumor melalui beberapa cara untuk
menimbulkan nekrosis pada jaringan tumor tersebut
sementara jaringan normal tetap terlindungi.
2) Pengembangan teknik pembekuan dingin sel-sel tumor
hati dengan cryosurgery dan penggunaan bedah laser
sebagai salah satu bentuk terapi masih berada dalam
tahap awal.
3) Embolisasi untuk menggangu aliran darah arterial
kedalam jaringan tumor dengan memasukkan partikel-
partikel gelfoam kedalam pembuluh darah arteri yang
memperdarahi tumor ternyata cukup efektif pada
pasien-pasien dengan tumor yang kecil.
4) Imunotherapi merupakan bentuk terapi lain yang masih
diteliti. Pada tahap ini, limfosit dengan reaktivitas anti
tumor diberikan kepada penderita tumor hati. Regresi
tumor yang merupakan hasil akhir yang diinginkan
ternyata terlihat pada penderita kanker metastasis yang
tidak berhasil diobati dengan terapi standar.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Kanker Hati
2.2.1 Pengkajian Fokus
1. Demografi
a. Usia: Biasanya menyerang dewasa dan orang tua.
b. Jenis kelamin : KHS empat kali lebih sering terjadi pada
laki-laki daripada perempuan ( Isselbacher, 2000 ).
c. Pekerjaan: dapat ditemukan pada orang dengan aktivitas
yang berlebihan.
2. Riwayat Kesehatan
3. Perubahan Pola Fungsional.
Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya
kerusakan/gangguan hati menurut Doenges (1999) adalah:
a. Aktivitas
Klien akan mengalami kelemahan, kelelahan, malaise.
b. Sirkulasi
Bradikardi akibat hiperbilirubin berat, ikterik pada sklera,
kulit dan membran mukosa.
c. Eliminasi
Warna urine gelap (seperti teh), diare feses warna tanah liat.
d. Makanan dan Cairan
Anoreksia, berat badan menurun, perasaan mual dan
muntah, terjadi peningkatan edema, asites.
e. Neurosensori
Peka terhadap rangsang, cenderung tidur, letargi, asteriksis.
f. Nyeri/Kenyamanan
Kram abdomen, nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan
atas, mialgia, atralgia, sakit kepala, gatal-gatal (pruritus).
g. Keamanan
Demam, urtikaria, lesi makulopopuler, eritema,
splenomegali, pembesaran nodus servikal posterior.
h. Seksualitas
Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan (contoh:
homoseksual aktif atau biseksual pada wanita).
4. Pemeriksaan Fisik
Menurut Doenges (1999) hasil pemeriksaan fisik pada pasien
dengan hepatoma adalah:
a. Tanda-tanda vital
Tekanan darah meningkat, nadi bradikardia, suhu
meningkat, pernapasan meningkat.
b. Mata : sklera ikterik.
c. Mulut: mukosa kering, bibir pucat.
d. Abdomen: terdapat nyeri tekan pada kuadran kanan atas,
pembesaran hati, asites, permukaan teraba ireguler.
e. Kulit: gatal (pruritus), ikterik.
f. Ekstremitas: mengalami kelemahan, peningkatan edema.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan
karsioma hepatoseluler menurut Isselbacher (2000) adalah:
a. Pemeriksaan Laboratorium
Terjadi peningkatan kadar bilirubin, alkali fosfatase, asparat
aminotransferase (AST), glutamic oxaloacetik transaminase
(SGOT) dan lactic dehidogenase (LDH) dapat terjadi.
b. Leukositosis (peningkatan jumlah sel darah putih),
eritrositosis (peningkatan jumlah sel darah merah).
c. Hiperkalsemia, hipoglikemia dan hiperkolesterolemia juga
terlibat dalam pemeriksaan laboratorium.
d. USG Abdomen: mendeteksi adanya tumor hati.
e. Biopsi hati: terdapat resiko sel-sel tumor akan bermigrasi
disepanjang bekas biopsi.
f. Laparoskopi: untuk melakukan biopsi sel hati dibawah
pandangan langsung.
2.2.2 Diagnosa Kperawatan
Diagnosa keperawatan pada penyakit hepatoma secara teori menurut Doenges
(1999), Carpenito (1998) dan Kim (1995) adalah:
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar dan
bendungan vena porta.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan penurunan peristaltic (reflek
visceral), empedu tertahan. Kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan metabolisme
sekunder terhadap infeksi kronik hepatoma.
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra abdomen,
asites, dan penurunan ekspansi paru.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah sekunder
terhadap karsinoma hepatoseluler.
6. Kelebihan volume cairan berhubuangn dengan hipertensi portal, tekanan osmotic
koloid yang merendah akibat dari penurunan protein albumin ditandai dengan
penumpukan cairan bawah kulit, intake dan output tidak seimbang.
7. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus
sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu.
8. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan penurunan produksi dan sekresi
eritropoetin, penurunan produksi sel darah merah, penurunan masa hidup sel
darah merah, gangguan faktor pembekuan darah dan peningkatan kerapuhan
kapiler.
9. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari
agent virus.
10. Resiko gangguan konsep diri : gangguan citra tubuh berhubungan dengan
perubahan peran, perubahan penampilan fisik (ikterik, asites).
2.2.3 Fokus Intervensi dan Rasional
Menurut Doenges (1999), Kim (1995) dan Carpenito (1998), intervensi keperawatan
pada penyakit hepatoma adalah sebagai berikut:
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar dan
bendungan vena porta.
a. Kriteria Hasil
Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak meringis
kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya).
b. Intervensi dan Rasional
1) Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat
digunakan untuk intensitas nyeri.
Rasional: Nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak nyaman,
oleh karena terdapat peregangan secara kapsula hati, melalui pendekatan
kepada individu yang mengalami perubahan kenyamanan nyeri
diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri.
2) Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri,
akui adanya nyeri, dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien
tentang nyerinya.
Rasional: klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan
kesehatan bahwa ia mengalami nyeri.
3) Berikan informasi akurat dan jelaskan penyebab nyeri serta tunjukkan
berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui.
Rasional: klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan
nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang
dibanding klien yang penjelasan kurang atau tidak terdapat penjelasan).
4) Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek
hepatotoksik.
Rasional: kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk
mengurangi nyeri.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan penurunan peristaltic (reflek
visceral), empedu tertahan. Kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
a. Kriteria Hasil
Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.
b. Intervensi dan Rasional
1) Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
Rasional: keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
2) Awasi pemasukan diet atau jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi
sering dan tawarkan pagi paling sering.
Rasional: adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran
gastrointestinal dan menurunkan kapasitasnya.
3) Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan.
Rasional: akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan
rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
4) Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.
Rasional: menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan
pemasukan.
5) Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak.
Rasional: glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan
energi, sedangkan lemak sulit untuk diserap atau dimetabolisme sehingga
akan membebani hepar.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan metabolisme
sekunder terhadap infeksi kronik hepatoma.
a. Kriteria Hasil
Mengembangkan pola aktivitas atau istirahat konsisten dengan keterbatasan
fisiologis.
b. Intervensi dan rasional
1) Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan.
Rasional: memungkinkan klien dapat memprioritaskan kegiatan-kegiatan
yang sangat penting dan meminimalkan pengeluaran energi untuk kegiatan
yang kurang penting.
2) Ajarkan pasien untuk membuang atau mengurangi aktivitas yang dapat
menyebabkan nyeri atau lelah dan anjurkan untuk tirah baring.
Rasional: tirah baring akan meminimalkan energi yang dikeluarkan
sehingga metabolisme dapat digunakan untuk penyembuhan penyakit.
3) Ajarkan strategi koping koqnitif (seperti pembandingan, relaksasi,
pengendalian bernafas).
Rasional: respon emosional terhadap intoleransi aktivitas dapat secara
efektif ditangani dengan menggunakan strategi koping koqnitif.
4) Ajarkan orang terdekat untuk membantu pasien dalam melakukan
aktivitas.
Rasional: dukungan sosial meningkatkan pelaksanaan.
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra
abdomen, asites, dan penurunan ekspansi paru.
a. Kriteria Hasil
Pola nafas adekuat, perubahan nadi (60-80 x/menit), RR 16-24 x/menit, asites
berkurang, nafas tidak cuping hidung, tidak edema.
b. Intervensi dan Rasional
1) Awasi frekwensi, kedalaman dan upaya pernafasan.
Rasional: pernafasan dangkal atau cepat kemungkinan terdapat hipoksia
atau akumulasi cairan dalam abdomen.
2) Auskultasi bunyi nafas tambahan.
Rasional: kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan.
3) Berikan posisi semi fowler.
Rasional: memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan pada
diafragma dan meminimalkan ukuran sekret.
4) Berikan latihan nafas dalam dan batuk efektif.
Rasional: membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak.
5) Berikan oksigen sesuai kebutuhan.
Rasional: mungkin perlu untuk mencegah hipoksia.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah
sekunder terhadap karsinoma hepatoseluler.
a. Kriteria Hasil :
1) Membran mukosa warna merah muda.
2) Tidak ada tanda sianosis maupun hipoksia.
3) Capilari refil kurang dari 3 detik.
4) Nilai laboratorium dalam batas normal (Hb).
5) Konjungtiva tidak anemis.
6) Tanda-tanda vital stabil
Tekanan darah: 90/60-130/90 mmHg, suhu: 36,7-37 oC, respirasi rate: 16-
24 x/menit, nadi: 60-80 x/menit.
b. Intevensi dan Rasional
1) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit dan dasar
kuku.
Rasional: memberi informasi tentang derajat atau keadekuatan perfusi
jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional: meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi
untuk kebutuhan seluler.
3) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungandan tubuh hangat
sesuai indikasi.
Rasional: vasokonstriksi (keorgan vital) menurunkan sirkulasi perifer.
Kenyamanan klien atau kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan
kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi
(penurunan perfusi organ).
4) Kolaborasikan untuk pemberian O2.
Rasional: memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan.
5) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (Hb).
Rasional: mengetahui status transpor O2.
6. Kelebihan volume cairan berhubuangn dengan hipertensi portal, tekanan
osmotic koloid yang merendah akibat dari penurunan protein albumin ditandai
dengan penumpukan cairan bawah kulit, intake dan output tidak seimbang.
a. Kriteria Hasil1) Volume cairan seimbang antara pemasukan dan pengeluaran, berat badan
stabil, tanda-tanda vital dalam batas normal.
2) Tidak ada bunyi paru.
3) Tidak ada edema.
4) Tidak ada asites, protein total (6,0-8,0 gr/dl), albumin (3,5-5,5 gr/dl), K+
(3,5-5,0 mEq/L), Na (135-145 mEq/L).
b. Intervensi dan Rasional
1) Ukur masukan dan keluaran catat keseimbangannya timbang berat badan
tiap hari dan catat peningkatan lebih dari 0,5 kg per hari.
Rasional: menunjukkan status sirkulasi, terjadinya perbaikan perpindahan
cairan, dan respon terhadap terapi. Keseimbangan positif atau peningkatan
berat badan sering menunjukkan retensi cairan lanjut.
2) Awasi tanda-tanda vital.
Rasional: peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan dengan
kelebihan cairan.
3) Auskultasi paru, catat penurunan atau tidak adanya bunyi nafas tambahan
contoh krekles.
Rasional: peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan gangguan
pertukaran gas pada paru-paru.
4) Ukur dan catat lingkar perut tiap hari.
Rasional: untuk memantau perubahan pada pembentukan asites dan
penumpukan cairan.
5) Dorong untuk tirah baring.
Rasional: posisi rekumben untuk diuresis.
6) Awasi albumin serum dan elektrolit khusus kalium dan natrium.
Rasional: penuruan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik koloid
plasma, mengakibatkan pembentukan odem. Penurunan aliran darah ginjal
menyertai peningkatan kadar aldosteron dna penggunaan diuretik untuk
menurunkan air total tubuh, dapat menyebabkan sebagai perpindahan atau
ketidakseimbangan elektrolit.
7) Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi.
Rasional: natrium mungkin dibatasi untuk meminimalkan retensi cairan
dalam area ekstra vaskuler. Pembatasan cairan perlu untuk memperbaiki /
mencegah pengenceran.
8) Beri obat diuretik sesuai indikasi.
Rasional: digunakan untuk mengontrol odem dan asites. Menghambat efek
aldosteron, meningkatkan ekstresi air, bila terapi dengan tirah baring dan
pembatasan natrium tidak teratasi.
7. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan
pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu.
a. Kriteria Hasil
Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.
b. Intervensi dan Rasional
1) Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering.
a) Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun ringan
(kadtril, lanolin).
b) Keringkan kulit, jaringan digosok.
Rasional: kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan
merangsang ujung syaraf.
2) Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu ruangan
dingin dan kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu tebal.
Rasional: penghangatan yang berlebih menambah pruritus dengan
meningkatkan sensitivitas melalui vasodilatasi.
3) Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan tekanan
kuat pada area pruritus untuk tujuan menggaruk.
Rasional: penggantian merangsang pelepasan hidtamin, menghasilkan
lebih banyak pruritus.
4) Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin.
Rasional: pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan kelembaban
kekeringan.
8. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan penurunan produksi dan sekresi
eritropoetin, penurunan produksi sel darah merah, penurunan masa hidup sel
darah merah, gangguan faktor pembekuan darah dan peningkatan kerapuhan
kapiler.
a. Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan perbaikan nilai laboratorium (trombosit 150-400 ribu/mmk,
waktu pembekuan 2-6 menit, waktu perdarahan 1-3 menit).
2) Tidak ada tanda-tanda perdarahan (ecimosis, memar (purpural)).
b. Intervensi dan Rasional
1) Catat adanya perdarahan pada area tusukan infus (jika terpasang), urin
merah dan feses berdarah.
Rasional: perdarahan dapat terjadi dengan mudah karena kerapuhan
kapiler atau gangguan pembekuan dan dapat memperburuk anemia.
2) Anjurkan untuk menggunakan sikat gigi yang halus.
Rasional: menurunkan resiko perdarahan atau hematoma.
3) Kolaborasikan pemeriksaan lanoratorium (hitung darah lengkap, sel darah
merah, hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu pembekuan, waktu
perdarahan).
Rasional: mengetahui status hematologi klien.
4) Berikan transfusi jika diindikasikan.
Rasional: tranfusi diperlukan apabila klien mengalami gejala anemia
simtomatik.
5) Berikan obat sesuai indikasi (sediaan besi, asam folat, pelunak feses,
antasida, hemastati atau penghambat fibrinolisis)
Rasional: berguna untuk memperbaiki keadaan anemia, mengurangi
mengejan untuk menurunkan beban energi, menghambat perdarahan yang
tidak reda secara spontan, menetralkan asam lambung.
9. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari
agent virus.
a. Kriteria Hasil
Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
b. Intervensi dan Rasional
1) Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat untuk
menangani semua cairan tubuh.
a) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien atau
spesimen.
b) Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan cairan tubuh.
c) Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada wadah
yang tepat, jangan menutup kembali atau memanipulasi jarum dengan
cara apapun.
Rasional: pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi virus
hepatitis.
2) Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan tubuh
dengan tepat untuk membersihkan peralatan-peralatan dan permukaan
yang terkontaminasi.
Rasional: teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak dengan
materi infeksius dan mencegah transmisi penyakit.
3) Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien, keluarga
dan pengunjung lain dan petugas pelayanan kesehatan.
Rasional: mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak rantai
transmisi infeksi.
4) Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen kesehatan
yang tepat.
Rasional: rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber
pemajanan dan kemungkinan orang lain terinfeksi.
10. Resiko gangguan konsep diri : gangguan citra tubuh berhubungan dengan
perubahan peran, perubahan penampilan fisik (ikterik, asites).
a. Kriteria Hasil :1) Menunjukkan penerimaan akan perubahan dan situasi yang ada saat ini.2) Mampu mengungkapkan perasaan takut, sedih, bingung, marah, cemas,
malu. b. Intervensi dan Rasional
1) Diskusikan perasaan klien takut, sedih, marah. Jelaskan hubungan dengan asal penyakit.
Rasional: klien sangat sensitif terhadap perubahan tubuh dan juga mengalami perasaan
bersalah, marah, sedih bila penyebabnya berhubungan dengan alkohol (80%) atau
penggunaan obat lain.
2) Dukung dan dorong klien, berikan perawatan dengan perilaku positif dan perilaku
bersahabat.
Rasional: sikap perawat dalam memberikan perawatan akan berpengaruh pada perasaan klien
terkait penilaian pribadi.
3) Dorong keluarga atau ornag terdekat untuk mengatakan perasaan, berkunjung atau
berpartisipasi pada perawatan.
Rasional: anggota keluarga akan merasa bersalah, merasa sedih terkait kondisi klien saat ini,
partisipasi pada perawatan membantu mereka merasa berguna dan meningkatkan
kepercayaan antara staf, klien dan perawat.
4) Bantu klien dan orang terdekat untuk mengatasi perubahan pada penampilan klien, anjurkan
memakai pakaian yang tidak menonjolkan gangguan penampilan misalnya : menggunakan
baju merah, biru atau hitam.
Rasional:
5) Kolaborasi dengan rujuk ke pelayanan pendukung (konselor, psikiatrik).
Rasional: meningkatkan kerentanan atau masalah sehubungan dengan penyakit ini memerlukan sumber pelayanan tambahan.