Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

23
Oleh KELOMPOK 4

description

makalah agama yang membahas tentang illa, lian, dan zhihar

Transcript of Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Page 1: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Oleh

KELOMPOK 4

Page 2: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Pernikahan merupakan suatu akad yang menjadikan Hukum yang asalnya haram menjadi halal, yaitu kebolehannya bergaul antara seorang laki-laki dengan seorang wanita dan saling tolong menolong diantara keduanya serta menentukan batas hak dan kewajiban di antara keduanya. Selama dalam ikatan pernikahan antara suami dan isteri banyak hukum yang menghalangi suami untuk tidak menggauli isterinya, bahkan akan terjadi talaq seperti dalam illa’, zhihar, dan li’an. Semua itu merupakan penghalang bagi suami untuk menggauli isterinya tersebut.

Page 3: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar
Page 4: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Menurut etimologis (bahasa), ila’ berarti melarang diri dengan menggunakan sumpah. Sedangkan menurut terminologis (istilah) ila’ berarti bersumpah untuk tidak lagi mencampuri isteri.

Jadi ila’ adalah sumpah seorang suami untuk tidak lagi melakukan hubungan seksual dengan isterinya. Perbuatan ini adalah kebiasaan jahiliyah untuk menyusahkan pihak isteri dengan cara bersumpah untuk tidak lagi menjamah isterinya selama satu tahun atau dua tahun. Perbuatan ini tentu akan menyiksa isterinya dan membuat statusnya menjadi tidak jelas, yaitu hidup tanpa suami, namun juga tidak dicerai.

Page 5: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 226-227 yang berbunyi:

Artinya: “Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (226). Dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, Maka Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui(227)”

Page 6: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Meng-ilaa' isteri maksudnya: bersumpah tidak akan mencampuri isteri. dengan sumpah ini seorang wanita menderita, karena tidak disetubuhi dan tidak pula diceraikan. dengan turunnya ayat ini, Maka suami setelah 4 bulan harus memilih antara kembali menyetubuhi isterinya lagi dengan membayar kafarat sumpah atau menceraikan.

Page 7: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Kedudukan Isteri sesudah Lewat Masa Empat Bulan

Para Fuqaha berselisih pendapat mengenai masalah ini. Apakah isteri yang di Ila’ secara otomatis tercerai dapat menceraikan dirinya, ataukah tidak. Malik, Syafi’i, Ahmad, Abu Tsaur, Dawud, dan al-Laits berpendapat, bahwa sesudah lewat masa empat bulan, suami bisa menceraikan atau kembali lagi kepada isterinya. Pendapat ini juga dikemukakan oleh oleh Ali r.a. dan Ibnu Umar r.a. meskipun terdapat riwayat lain darinya, tetapi yang benar adalah pendapat ini.

Sedangkan Abu Hanifah beserta para pengikutnya dan Tsauri, atau Fuqaha Kufah, berpendapat bahwa talak jatuh secara otomatis sesudah lewat masa empat bulan, kecuali jika suami kembali laagi kepada isterinya.

Page 8: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Bentuk Sumpah Ila’Menurut Imam al-Syafi’i di dalam qaul

jadidnya, bahwa ila’ tidak dapat jatuh kecuali disertai dengan sumpah kepada Allah saja. Menurut Hanafiyyah dan Malikiyyah, ila’ sah dengan sumpah atas nama Tuhan, atau sumpah meninggalkan seksual dengan talak atau memerdekakan ataupun zhihar.

Malikiyyah menambahkan, ila’ tidak disyaratkan sumpah di dalamnya. Apabila seorang lelaki menolak untuk berhubungan seksual dengan tujuan menyakiti perempuan tanpa ada uzur, walaupun tanpa sumpah, maka dia telah melakukan ila’. Sedangkan menurut Imam Mâlik, ila’ hanya sah tatkala dalam keadaan marah melihat secara lahirnya ayat.

Page 9: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Masa Ila’Ila’ pada masa jahiliyah, masa tunggunya satu

sampai dua tahun. Kemudian Allah SWT membatasi waktunya agar semua pihak memperoleh kelapangan, yaitu empat bulan. Kurang dari masa itu bukan ila’.

Malik mengatakan bahwa ila’ harus lebih lama dari empat bulan, sebab menurutnya masa kembali pada isteri itu dilakukan sesudah lewat masa empat bulan. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat masa ila’ itu hanya empat bulan saja, sebab menurutnya kembali kepada itu dilakukan pada masa empat bulan itu juga.

Dari Ibnu Abbas r.a. diriwayatkan bahwa orang yang bersumpah illa ialah orang yang bersumpah tidak akan menggauli isteri untuk selamanya.

Page 10: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Jenis Thalaq akibat Ila’Adapun thalaq yang jatuh karena ila’, As-Syafi’i dan

Malik berpendapat bahwa thalaqnya adalah Raj’i, karena menurut mereka tidak ada dalil yang menyebutkan bahwa Thalaq yang thalaq karena illa adalah Ba’in. Sedangkan Abu Hanifah dan Abu Tsaur berpendapat bahwa thalaq tersebut adalah Ba’in. Apabila thalaq tersebut raj’i, maka kerugian yang menimpa isteri tidak hilang karena suami dapat memaksa isterinya untuk dirujuk.

Dengan demikian, adanya perbedaan pendapat tentang thalaq yang jatuh karena Ila’ itu ditujukan karena kemaslahatan ila’. Bagi para Fuqaha yang lebih menguatkan aturan pokok mengatakan, thalaq tersebut raj’i. sedangkan fuqaha yang lebih segi menimbang kemaslahatan mengatakan , thalaq tersebut adalah Ba’in.

Jika suami enggan untuk menjatuhkan thalaq, maka penguasa atau Hakim dapat melakukan tindakan perceraian sebagi realisasi kemaslahatan umum. Ini dikarenakan karena menurut para fuqaha yang memperhatikan kerugian yang akan menimpa isteri karena Ila’.

Page 11: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Kafarat Melanggar Ila’Jika seorang suami bersumpah tidak akan menggauli

isterinya selama empat bulan atau lebih, kemudian baru satu bulan dia menggauli isterinya, maka dituntut untuk menunaikan kafaratnya, yaitu kafarat pelanggaran terhadap sumpah, melalui: memberi makan, pakaian kepada 10 orang miskin atau memerdekakan seorang hamba sahaya atau berpuasa tiga hari berturut-turut. Hal ini sesuai dalam firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 89, yang artinya : “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).”

Page 12: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar
Page 13: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Kata li’an berasal dari kata al-La’nu yang artinya jauh dan laknat atau kutukan. Disebut demikian karena suami yang saling berli’an itu berakibat saling dijauhkan oleh hukum dan diharamkan berkumpul sebagai suami istri untuk selama-lamanya, atau karena yang bersumpah li’an itu dalam kesaksiannya setelah yang keempat kali dan yang kelima menyatakan bersedia menerima laknat (kutuk) Allah jika pernyataannya tidak benar.

Menurut istilah hukum islam , li’an ialah sumpah yang diucapkan oleh suami ketika ia menuduh isterinya berbuat zina dengan empat kali kesaksian bahwa ia termasuk orang yang benar dalam tuduhannya kemudian pada sumpah kesaksian kelima disertai persyaratan bahwa ia bersedia menerima laknat Allah jika ia berdusta adalam tuduhannya itu.

Page 14: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Dasar hukum pengaturan li’an bagi suami yang menuduh istrinya berbuat zina ialah firman Allah surat An-Nur ayat 6-7 :

Page 15: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Terhadap tuduhan suami itu, istri dapat menyangkalnya dengan sumpah kesaksian sebanyak empat kali bahwa suami itu berdusta dalam tuduhannya, dan pada sumpah kesaksiannya yang kelima disertai pernyataan bahwa ia bersedia menerima marah dari Allah jika suami benar dalam tuduhannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat An- Nur ayat 8-9:

Page 16: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Bentuk-bentuk tuduhan yang mewajibkan li’an ada dua, yaitu:Wajibnya Li’an Karena tuduhan Berzina

Yaitu apabila suami mengaku melihatnya sendiri, sedangkan menurut Syafi’i, Abu Hanifah, Tsauri, Ahmad, Dawud, mereka berpendapat wajibnya li’an hanya berdasarkan tuduhan semata, jumhur fuqaha berpendapat atas kebolehannya.

Mengingkari Kandungan

Sedangkan jika suami mengingkari kandungan, terdapat dua permasalahan. Salah satunya, suami mengaku ia telah mengistibrakan isterinya dan tidak menggaulinya sesudah istibrak.

Menurut pendapat Malik berbeda-beda mengenai masalah istibrak ini, ia mengatakan bahwa masa istibrak itu tiga kali haid, dan terkadang mengatakan, masanya cukup satu kali haid saja. Pendapat ini ditentang oleh Syafi’i, Ahmad, dan Dawud. Mereka mengatakan, pendapat ini tidak bermakna, karena terkadang wanita itu mengalami kehamilan dalam keadaan masih mengeluarkan haid. Jadi tidak boleh mengingkari kandungan secara mutlak tanpa tuduhan zina.

Page 17: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Akibat Sumpah Li’an Bagi Suami Istri

Akibat li’an adalah terjadinya perceraian antara suami istri. Akan tetapi hal ini masih diperselisihkan oleh para fuqaha. Jumhur ulama mengemukakan alasan bahwa pada dasarnya diantara keduanya telah terjadi pemutusan hubungan , saling membenci, saling mengumbar hawa nafsu, dan merusak batasan-batasan Allah, yang kesemuanya mengharuskan keduanya tidak berkumpul kembali selamanya. Demikian itu karena pada dasarnya hubungan suami istri itu dibina atas dasar kasih sayang, sementara mereka tidak memiliki lagi rasa kasih sayang ini sama sekali. Maka hukuman yang layak bagi keduanya adalah bercerai dan berpisah.

Page 18: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Akibat Li’an dari Segi Hukum

Sebagai akibat dari sumpah li’an yang berdampak pada suami istri, yaitu li’an menimbulkan pula perubahan pada ketentuan hukum yang mestinya dapat berlaku bagi salah satu pihak (suami istri). Perubahan itu antara lain adalah sebagai berikut:

a.       Suami istri bercerai untuk selamanyab.   Bila ada anak, tidak dapat diakui oleh suami

sebagai anaknya

Sebaliknya si istri dapat menggugurkan hukum had atas dirinya dengan membela li’an suaminya dengan li’annya pula atas suaminya.

Page 19: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar
Page 20: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Zhihar berasal dari kata Zhahr yang artinya punggung, sedangkan menurut istilah adalah suatu ungkapan suami yang menyatakan kepada isterinya “Bagiku kamu seperti punggung ibuku”. Dalam kitab fathul Bari dikatakan: zihar khusus disebut punggung saja dan bukan anggota badan lainnya, karena umumnya punggunglah tempat tunggangannya.

Pada zaman jahiliyah zihar ini menjadi thalaq. Lalu islam datang membatalkannya. Kemudian Islam menetapkan isteri yang di zhihar haram untuk di kumpuli sebelum membayar kafarat kepada isterinya sekalipun suami menzhihar isterinya hanya bermaksud untuk menthalaq, tetapi secara hukum tetap dipandang zhihar. Dan jika dengan ucapan thalaq dimaksud zhihar, tapi secara hukum tetap thalaq. Andai kata ada suami mengatakan kepada isterinya “engkau seperti punggung ibuku”, sedangkan maksudnya menthalaq, maka hukum tersebut bukan thalaq, tapi tetap dinamakan sebagai zhihar. Dan zhihar tidak menyebebkan isteri terthalaq dari suami.

Page 21: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Akibat ZhiharSuami yang telah menzhihar isterinya dengan

sah bisa menimbulkan dua macam akibat, yaitu:

- Pertama, haram untuk bersetubuh. Seorang suami yang telah menzhihar isterinya maka haram baginya untuk melakukan persetubuhan dengan isterinya sebelum membayar kafarat zhihar. Karena diharamkannya bersetubuh, berarti haram pula perbuatan-perbuatan pendahuluannya, seperti: mencium, mengecup leher dan sebaginya yang bisa disebut dengan muqaddimah nya. Sedangkan menurut Imam syafi’i bahwa zhihar hanya menyebabkan keharaman pergaulan pada kelamin perempuan saja, yang telah disepakati atasnya. Bukan terhadap anggota tubuh lainnya.

Page 22: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar

Kedua, wajib membayar kafarat dan berhak untuk kembali lagi. Para ulama berbeda pendapat tentang maksud “kembali lagi”. Qatadah, Sai’id bin Zubair, abu Hanifah dan murid-muridnya berkata : kembali lagi maksudnya kembali kehendak bersetubuh yang jadi haram karena zhihar tadi. Tetapi Syafi’i berkata: bahkan ia dapat memegang isterinya setelah zhihar dalam tempo seperti thalaq, walaupun disini bukan perkara thalaq. Karena menyamakan isteri dengan ibu menyebabkan thalak ba’in. dan memegang kembali isteri setelah zhihar berarti berlawanan dengan thalaq ba’in tersebut. Jadi jika suami ingin memegang isterinya kembali berarti ia telah mencabut ucapan zhiharnya.

Sedangkan kafaratnya bagi seseorang suami yang menzhihar isterinya adalah memerdekakan budak perempuan, jika tidak mampu berpuasalah dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu member makanan kepada 60 orang miskin, Syafi’I dan Abu Hanifah memberikan setiap orang miskin itu satu mud.

Page 23: Kelompok 4 - Illa', Li'an, Zhihar