Kelompok 32_Topik 1

6
PENGARUH PERBEDAAN BUDAYA SETEMPAT DAN KONDISI LINGKUNGAN PADA MASJID AGUNG BANTEN DAN MASJID AGUNG DEMAK Andiqa Rizka Nugraha Pratama dan Rinatha Anadariona korespondensi penulis : [email protected] dan [email protected] mahasiswa Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang abstrak Pada saat Islam masuk ke Pulau Jawa, kebudayaan Hindu- Budha sudah melekat kuat di masyarakat. Kebudayaan Islam di Jawa berkembang di masyarakat yang telah memiliki bangunan berciri kebudayaan Hindu-Budha yang kemudian terjadilah akulturasi budaya pada bangunannya. Dalam bahasan ini akan diuraikan bagaimana pengaruh budaya yang terjadi di lingkungan setempat terhadap perbedaan pada ruang-ruang Masjid Agung Banten dan Masjid Agung Demak. Bahasan ini mencakup bagaimana proses terjadinya pola ruang dan bentuk pada Masjid Agung Banten dan Masjid Agung Demak akibat dari akulturasi budaya Hindu-Budha dan Islam sekaligus arsitektur tradisional Jawa Kata kunci : budaya setempat, perbedaan keruangan masjid, akulturasi budaya Latar Belakang Pada masa lalu orang Islam saat melakukan sembahyang, dan terutama dilaksanakan secara bersama-sama atau berjamaah selalu menyediakan tempat tersendiri yang berupa sebuah tanah lapang yang diberi batas- batas tertentu atau pagar. Pada perkembangannya, masjid tidak lagi berupa sebuah tanah lapang yang diberi batasan tertentu saja. Melainkan umat muslim sudah memberikan batasan tertentu yang lebih pasti dengan bentuk berupa bangunan fisik. Maka dari itu tidak heran bila di masing-masing

Transcript of Kelompok 32_Topik 1

Page 1: Kelompok 32_Topik 1

PENGARUH PERBEDAAN BUDAYA SETEMPAT DAN KONDISI LINGKUNGAN PADA

MASJID AGUNG BANTEN DAN MASJID AGUNG DEMAK

Andiqa Rizka Nugraha Pratama dan Rinatha Anadariona

korespondensi penulis : [email protected] dan [email protected]

mahasiswa Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang

abstrak

Pada saat Islam masuk ke Pulau Jawa, kebudayaan Hindu-Budha sudah melekat kuat

di masyarakat. Kebudayaan Islam di Jawa berkembang di masyarakat yang telah

memiliki bangunan berciri kebudayaan Hindu-Budha yang kemudian terjadilah

akulturasi budaya pada bangunannya. Dalam bahasan ini akan diuraikan bagaimana

pengaruh budaya yang terjadi di lingkungan setempat terhadap perbedaan pada ruang-

ruang Masjid Agung Banten dan Masjid Agung Demak. Bahasan ini mencakup

bagaimana proses terjadinya pola ruang dan bentuk pada Masjid Agung Banten dan

Masjid Agung Demak akibat dari akulturasi budaya Hindu-Budha dan Islam

sekaligus arsitektur tradisional Jawa

Kata kunci : budaya setempat, perbedaan keruangan masjid, akulturasi budaya

Latar Belakang

Pada masa lalu orang Islam saat

melakukan sembahyang, dan terutama

dilaksanakan secara bersama-sama atau

berjamaah selalu menyediakan tempat

tersendiri yang berupa sebuah tanah lapang

yang diberi batas-batas tertentu atau pagar.

Pada perkembangannya, masjid tidak lagi

berupa sebuah tanah lapang yang diberi

batasan tertentu saja. Melainkan umat muslim

sudah memberikan batasan tertentu yang lebih

pasti dengan bentuk berupa bangunan fisik.

Maka dari itu tidak heran bila di masing-

masing wilayah memiliki bentuk masjid yang

beraneka ragam. Hal ini menunjukkan

fleksibilitas dan sifat adaptif dari masjid yang

dapat menyesuaikan diri dengan lokasi

tertentu (Selasih, 2013)

Kota Keraton di Jawa dahulu, rata-rata

mempunyai Alun-Alun dengan poros (axis)

yang bagi bangunan-bangunan yang ada

disekitarnya dan merupakan satu kesatuan

yang memiliki hubungan erat, sehingga

membentuk struktur tata ruang pusat kota

yang baik dengan perletakan gedung-gedung

yang jelas. Alun-alun merupakan titik sentral

dari jalan-jalan utama yang menghubungkan

bangunan-bangunan penting di sekitarnya.

Sebelum Islam masuk dan

berkembang, Indonesia sudah memiliki corak

kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama

Hindu dan Budha. Dengan masuknya Islam,

Indonesia kembali mengalami akulturasi yang

melahirkan kebudayaan baru yaitu

kebudayaan Islam Indonesia. Masuknya Islam

tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan

Budha hilang. Salah satu bentuk

perwujudannya adalah adanya makam yang

terdapat di area masjid.

Antara kebudayaan lokal yang telah

ada sebelumnya dengan kebudayaan baru

yang sifatnya lebih membaur dan tidak

Page 2: Kelompok 32_Topik 1

dipaksakan sebagai suatu doktrin baru, maka

terjadilah akulturasi kebudayaan Jawa Hindu

Buddha dan kebudayaan Islam.

Pola ruang pada bangunan Masjid Agung

Demak dan Masjid Agung Banten

Secara makro Masjid Agung Demak

berdiri di tengah kota menghadap alun-alun

yang diyakini masyarakat muslim sebagai

pusat kemasyarakatan dan keumatan.

Berdasarkan pola pembangunan kota-kota di

Jawa yang diawali dari Dinasti Bintoro,

menjadi satu kesatuan antara masjid, keraton

dan sarana pendukungnya termasuk alun-alun

di bagian tengah. Maka tidak jauh dari Masjid

Agung Demak terdapat bekas keraton Demak

Bintoro.

Pada tahun 1947, peneliti Belanda

G.F. Pijper telah menyebutkan bahwa tipe

bentuk masjid di Indonesia berasal dari Masjid

Jawa. Menurutnya ada enam karakter umum

tipe Masjid Jawa itu yakni:

1) berdenah bujur sangkar,

2) lantainya langsung berada pada fundamen

yang masif atau tidak memiliki kolong lantai

sebagaimana rumah-rumah vernakular

Indonesia atau tempat ibadah berukuran kecil

seperti langgar (Jawa), tajug (Sunda), dan bale

(Banten),

3) memiliki atap tumpang dari dua hingga

lima tumpukan yang mengerucut ke satu titik

di puncaknya,

4) mempunyai ruang tambahan pada sebelah

barat atau barat laut untuk mihrab,

5) mempunyai beranda baik pada sebelah

depan (timur) atau samping yang biasa

disebutsurambi atau siambi (Jawa) atau tepas

masjid (Sunda), dan

6) memiliki ruang terbuka yang mengitari

masjid yang dikelilingi pagar pembatas

dengan satu pintu masuknya di bagian muka

sebelah timur (Akbar, 2011).

Pada skala mezo, di dalam lokasi

kompleks Masjid Agung Demak terdapat

beberapa makam raja-raja kesultanan Demak

dan terdapat sebuah museum. Penempatan

makam yang dekat dengan masjid serta

terletak pada tempat yang lebih tinggi

merupakan akulturasi antara kebudayaan

lokal, Hindu-Budha dan Islam.

Pada Masjid Agung Banten juga terdapat

komplek makam sultan-sultan Banten serta

keluarganya. Yaitu makam Sultan Maulana

Hasanuddin dan istrinya, Sultan Ageng

Tirtayasa, dan Sultan Abu Nasir Abdul

Qohhar. Sementara di sisi utara serambi

selatan terdapat makam Sultan Maulana

Muhammad dan Sultan Zainul Abidin, dan

lainnya.

Masjid Agung Banten juga memiliki

paviliun tambahan yang terletak di sisi selatan

gambar 1. Peta kawasan skala makro

(a) Masjid Agung Demak

(b) Masjid Agung Banten

Page 3: Kelompok 32_Topik 1

bangunan inti Masjid ini. Paviliun dua lantai

ini dinamakan Tiyamah. Berbentuk persegi

panjang dengan gaya arsitektur Belanda kuno,

bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek

Belanda bernama Hendick Lucasz Cardeel.

Menara yang menjadi ciri khas Masjid Banten

terletak di sebelah timur masjid (Selasih,

2013).

Pada skala mikro (bangunan) bentuk

denah masjid keduanya berbentuk persegi

dengan ruang yang luas menyerupai joglo

seperti pada rumah tradisional Jawa.

Masjid Agung Demak mempunyai

bangunan-bangunan induk dan serambi.

Bangunan induk memiliki empat tiang utama

yang disebut saka guru. Bangunan serambi

merupakan bangunan terbuka. Atapnya

berbentuk limas yang ditopang delapan tiang

yang disebut Saka Majapahit. 

Kolam air yang menghubungkan

bagian luar dan masjid selain sebagai sarana

mensucikan diri, terdapat maksud agar

masyarakat selalu membersihkan diri dari

berbagai kotoran yang menempel pada diri

dan hati.

Bentuk pada bangunan Masjid Agung

Demak dan Masjid Agung Banten

Masjid Agung Demak menggunakan

atap bersusun tinggi berbentuk segitiga, konon

setiap bagian terdapat makna yang tersirat dari

bentuk-bentuk yang terwujud

Pada Masjid Agung banten atap

bangunan utama bertumpuk lima, mirip

pagoda china. Ini adalah karya arsitektur china

yang bernama Tjek Nan Tjut. Dua tumpukan

atap paling atas itu tampak lebih berfungsi

sebagai mahkota dibanding sebagai atap

penutup ruang bagian dalam bangunan. Dua

buah serambi yang dibangun kemudian

menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan

bangunan utama (Ifan, 2012).

Menara Masjid Agung Banten

berbentuk mercusuar yang tinggi menjulang.

Awalnya, sebelum difungsikan sebagai

menara masjid, menara ini digunakan sebagai

menara rambu dan pengintai untuk Pelabuhan

Banten yang kerap menjadi sasaran serangan

oleh kekuatan-kekuatan Eropa sebagai rival

Belanda. Menara ini dibangun oleh seorang

arsitek Belanda, Hendrik Lucasz Cardeel,

yang bekerja di kota pelabuhan itu pada abad

ke-17M.

gambar 2. Kompleks Masjid Agung Demak

gambar 1. Kolam air pada Masjid Agung Demak

Page 4: Kelompok 32_Topik 1

Fisik bangunan pada makam dapat

dijumpai bangunan kijing (bangunan makam

yang terbuat dari tembok batu bata) yang

disertai cungkup di atasnya. Dalam ajaran

Islam tidak ada aturan tentang adanya kijing

atau cungkup. Adanya bangunan candi dalam

ajaran Hindu-Budha.

Kesimpulan

Bentuk maupun pola ruang pada

masjid tidak seluruhnya mengadaptasi dari

asalnya yaitu negeri Islam melainkan

memanfaatkan potensi-potensi setempat dan

masih terdapat unsur budaya Hindu-Budha

karena kebudayaan dan kebiasaan yang sudah

melekat pada masyarakat pada saai itu.

Senarai Pustaka

Akbar, T. (2011). Academia.edu. Retrieved

2015, from Arsitektur Masjid Jawa:

https://www.academia.edu/7443651/A

rsitektur_Masjid_Jawa

Budi, B. S. (2005). A Study on the History

and Development of the Javanese

Mosque Part 2: The Historical Setting

and Role of the Javanese Mosque

under the Sultanates . journal of Asian

Architecture and Building

Engineering.

Budi, B. S. (2006). A Study on the History

and Development of the Javanese

Mosque Part 3: Typology of the Plan

and Structure of the Javanese Mosque

and Its Distribution . Journal of Asian

Architecture and Building

Engineering.

Handinoto, & Hartono, S. (2007).

PENGARUH PERTUKANGAN

CINA PADA BANGUNAN MESJID

KUNO DI JAWA ABAD 15-16.

Dimensi Journal of Architecture and

Built Environment.

Ifan, D. (2012). Struktur dan Arsitektur

Masjid Agung Banten. Retrieved 2015,

from Struktur dan Arsitektur Masjid

Agung Banten:

https://www.academia.edu/7962838/A

rsitektur_Islam_di_Indonesia

Selasih, S. (2013). Academia.edu. Retrieved

2015, from Arsitektur Islam di

indonesia:

https://www.academia.edu/7962838/A

rsitektur_Islam_di_Indonesia

gambar 2. Menara pada Masjid Agung Banten