Kelompok 2
-
Upload
dwi-lestari -
Category
Documents
-
view
217 -
download
1
description
Transcript of Kelompok 2
ANGGOTAWidya Sistha Yuliasmi 04121401003
Desiyanti 04121401006
Alzena Dwi Saltike 04121401009
Avyandara Janurizka 04121401013
Nur Annisa Faradina 04121401034
Helen 04121401044
Intan Fajrin Karimah 04121401046
Ahmad Wirawan 04121401058
Ayu Aprilisa 04121401062
M. Gufron N 04121401064
Elsa Tamara 04121401075
Dina Fatma Dwimarta 04121401086
Moh. Wafa Adillah 04121401093
Karthik Sekaran 04111401097
SKENARIO
Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawa ibunya ke UGD RSMH karena mengalami kesulitan bernafas. Dua hari sebelumnya, Awi menderita panas tidak tinggi dan batuk pilek.
Pemeriksaan Fisik:
Anak digendong ibu, gelisah, menangis terus. Sewaktu hendak diperiksa, anak semakin gelisah, anak terus memberontak, keempat ekstrimitas bergerak aktif simetris. Bibir dan sekitarnya tampak biru. Nafas terlihat cepat dengan penignkatan usaha napas dan terdengar suara mengorok setiap kali anak menarik nafas. Berat badan 12 Kg, panjang badan 86 cm, temperature 37,6oC di axilla.
Paru: Respiratory rate: 48 kali/menit. Nafas cuping hidung (+), gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi supra sternal dan sela iga (+). Auskultasi: vesikuler, ronkhi (-)
Jantung: tidak ada kelainan HR: 135 kali/menit, nadi brachialis kuat, nadi radialis kuat.
Kulit: berwarna merah muda, hangat, capillary refill time 2 detik.
KESULITAN BERNAPASMakna Klinis:
Virus → saluran nafas (hidung dan nasofaring) → bereplikasi → gejala pilek disertai terjadinya invasi virus ke arah dinding laring dan trakea →erimatous dan edema serta ekskresi cairan fibrous pada lumen → penyempitan dinding lumen, edema pita suara, dan subglottis → obstruksi jalan nafas → sulit bernafas.
Klasifikasi Gawat NafasDibagi menjadi 3 yaitu:
1. Respiratory Distress: ditandai dengan respon anak terhadap pertukaran udara yang tidak adekuat di paru-paru yang dihasilkan oleh setiap kondisi yang menyebabkan ancaman pada oksigenasi dan ventilasi.
1. Respiratory failure : terjadi ketika anak tidak lagi mampu melakukan kompensasi secara cukup sehingga proses oksigenasi dan ventilasi menjadi tidak adekuat dan anak jatuh dalam keadaan hipoksia. Respiratory failure terjadi ketika dinding dada anak kelelahan setelah periode peningkatan pernapasan yang lama.
2. Respiratory arrest: terjadi ketika tidak ada lagi pernapasan yang efektif pada anak. Respiratory arrest merupakan penyebab yang paling sering dari cardiac arrest.
Pada kasus ini Awi masih dalam keadaan Respiratory Distress yang karena kondisi anak masih gelisah, RR masih meningkat, dan tanda-tanda respiratory distress lainnya, yang kemungkinan sedang masuk ke tahap respiratory failure karena adanya tanda sianosis.
PEMERIKSAAN FISIK
Interpretasi dan mekanisme abnormal :
Gelisah, menangis terus. Sewaktu hendak diperiksa, anak semakin gelisah, anak terus memberontak, keempat ekstrimitas bergerak aktif simetris.
PEMERIKSAAN FISIK• Bibir dan sekitarnya tampak biru.Edema laring udara tidak bisa masuk difusi menurun hipoksia jaringan
hipoksia sentral.
• Nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha napas dan terdengar suara mengorok setiap kali anak menarik nafas.
Infeksi (virus atau bakteri) inflamasi, eritem dan edem di laring & trakea sehingga mengganggu gerakan plica vocalis Saat aliran udara ini melewati plica vocalis dan arytenoepiglottic folds, akan menggetarkan struktur tersebut sehingga akan terdengar stridor. Awalnya stridor bernada rendah (low pitched), keras dan terdengar saat inspirasi tetapi bila obstruksi semakin berat stridor akan terdengar lebih lemah, bernada tinggi (high pitched) dan terdengar juga saat ekspirasi.
• T = 37,6oC
Terjadi peningkatan suhu tubuh (subfebris) demam tidak terlalu tinggi ciri khas infeksi virus.
HOW TO DIAGNOSE
Pada kasus ini dijelaskan bahwa pasien megalami kesulitan bernafas dengan riwayat batuk pilek dan panas tidak tinggi 2 hari sebelumnya, dan terdengar suara mengorok (stridor) setiap kali anak menarik nafas. Untuk menentukan diagnosis nya perlu dilakukan pemisahan dengan jenis stridor akut lainnya, yaitu :
Pada kasus ini, kemungkinan besar anak mengalami viral croup. Viral croup merupakan penyebab yang paling sering dari stridor akut. Sebagian besar penegakkan diagnosis cukup dilakukan dengan pemeriksaan klinis pada pasien.
Initial Triage:•Kita harus mendapatkan sejarah singkat mengenai kondisi medis sekarang dan dahulu pasien/ riwayat kelahiran (rawat inap, intubasi/ventilasi mekanik) dan kontak dengan orang sakit. •Periksa status imunisasi: Haemophilus influenza tipe B (HiB), pneumokokkus, tetanus. Penting ketika mempertimbangkan epiglottitis atau bacterial croup. •Kita harus mendapatkan semua riwayat pasien yang bersangkutan, termasuk dan onset dan durasi gejala termasuk gejala prodromal dari croup (rhinorrhea, sakit tenggorokan, demam ringan dan batuk) dan penetuan adanya obstruksi pada saluran nafas atas. (suara serak (hoarseness), batuk yang mengaung (barking cough), stridor yang terdengar) dan keterlibatan subglottic (aphonia)•Menanyakan adanya riwayat penyakit jantung kongenital atau didapat, stenosis subglottic kongenital atau yang didapat, tracheomalacia, tracheal webs, penyempitan choanal atau atresia, micrognathia, macroglossia•Lihat pengobatan antipiretik terakhir yang diberikan (waktu pemberian dan dosis)
HOW TO DIAGNOSE
HOW TO DIAGNOSE
• Clinical Assesement:
Evaluasi harus terus dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat progresivitas dari croup dari yang non-invasive hingga yang ekstensive.
Evaluasi status hidrasi. Evaluasi pasien dengan menggunakan Croup Score setiap 30-90 menit berdasarkan tingkat keparahan pasien.
• Pemeriksaan laboratorium dan radiology:
• Pemeriksaan diagnostik hanya dindikasikan apabila pemeriksaan klinis masih diragukan. Diagnosa croup dapat ditegakkan hanya dengan diagnosis klinis dan biasanya tidak dibutuhkan pemeriksaan diagnostik.
• Beberapa pilihan pemeriksaan diagnostic tersebut, diantaranya:
TATALAKSANA
• Penilaian awal pediatrik dimulai dengan kesan umum melalui observasi yang disebut sebagai Pediatric Assessment Triangle (PAT). Teknk penilaian ini dilakukan tanpa memegang anak. Dengan melihat dan mendengar, pemeriksa dapat mendapatkan kesan kegawatan anak.
• Tiga komponen PAT adalah:
– Penampilan anak/Appearance
– Upaya napas/Work of Breathing
– Sirkulasi/Circulation
Penampilan anak
Merupakan cerminan kecukupan ventilasi dan oksigenasi otak. Penampilan anak dapat dinilai dengan berbagai skala. Metode ‘tides’ meliputi penilaian :
Tonus (T=tone)
Interaksi (I = interactiveness)
Konsolabilitas (C = consolability)
Cara melihat (L = look/gaze)
Berbicara atau menangis (S = speech/cry)
TATALAKSANA
Upaya napas
•Upaya napas merefleksikan usaha anak dalam mengatasi gangguan oksigenasi dan ventilasi. Karakteristik yang dinilai adalah:
Sirkulasi
•Sirkulasi mencerminkan kecukupan curah jantung dan perfusi ke organ vital. Hal yang dinilai:
• Dari evaluasi gawat darurat pada anak dengan menggunakan PAT, pada kasus ini ditemukan abnormalitas pada upaya napas/work of breathing, dimana Awi mengorok, terdapat retraksi suprasternal, dan napas cuping hidung. Kemungkinan Awi mengalami distress pernapasan.
• Selanjutnya dilakukan primary survey yakni evaluasi ABCD:
KDU
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.
Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.