Kelelahan Logam (Fatigue)

101
KELELAHAN LOGAM DIKTAT KULIAH Disusun Oleh: ABRIANTO AKUAN, ST., MT. JURUSAN TEKNIK METALURGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI BANDUNG 2007

Transcript of Kelelahan Logam (Fatigue)

Page 1: Kelelahan Logam (Fatigue)

KELELAHAN LOGAM

DIKTAT KULIAH

Disusun Oleh:ABRIANTO AKUAN, ST., MT.

JURUSAN TEKNIK METALURGIFAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANIBANDUNG

2007

Page 2: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI i

Tujuan Perkuliahan:

1. Memberikan pemahaman tentang aspek mekanik dan

metalurgis terhadap kelelahan logam.

2. Memahami fenomena kelelahan pada logam dan struktur

serta implikasinya pada desain teknis.

3. Memahami konsep mekanika retakan dan implikasinya

pada desain teknis.

Materi:

1. Karakteristik kelelahan logam.

2. Aspek metalurgis pada kelelahan logam.

3. Konsep S-N (tegangan-siklus).

4. Konsep ε-N (regangan-siklus).

5. Konsep da-dN (laju penjalaran retakan).

6. Pengaruh takikan pada perilaku kelelahan logam.

7. Kelelahan pada amplitudo berubah (variabel).

Referensi:

1. Julie A Bannantine, Fundamentals of Metal Fatigue Analysis,

Prentice-Hall, New Jersey, 1990.

2. David Broek, Elementary Engineering Fracture Mechanics,

Kluwer Akademic Publishers, 1991.

3. Dieter, Mechanical Metallurgy,

4. Mardjono Siswosuwarno, Fracture Mechanics dan Prediksi Umur

Kelelahan, Jurusan Teknik Mesin, ITB.

5. Ahmad Taufik, Aplikasi Mekanika Retakan pada Analisis

Kegagalan Logam, Jurusan Teknik Pertambangan, ITB, 2000.

Page 3: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 1

I. KARAKTERISTIK KELELAHAN LOGAM

Kelelahan (Fatigue) adalah salah satu jenis kegagalan (patah)

pada komponen akibat beban dinamis (pembebanan yang berulang-

ulang atau berubah-ubah). Diperkirakan 50%-90% (Gambar.1.1)

kegagalan mekanis adalah disebabkan oleh kelelahan.

Gambar. 1.1 Distribusi mode kegagalan.

Modus kegagalan komponen atau struktur dapat dibedakan

menjadi 2 katagori utama yaitu:

1. Modus kegagalan quasi statik (modus kegagalan yang tidak

tergantung pada waktu, dan ketahanan terhadap kegagalannya

dinyatakan dengan kekuatan).

2. Modus kegagalan yang tergantung pada waktu (ketahanan

terhadap kegagalannya dinyatakan dengan umur atau life time).

Jenis- jenis modus kegagalan quasi statik yaitu:

1. Kegagalan karena beban tarik.

Page 4: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 2

2. Kegagalan karena beban tekan.

3. Kegagalan karena beban geser.

Patahan yang termasuk jenis modus kegagalan ini adalah patah ulet

dan patah getas. Sedangkan jenis-jenis modus kegagalan yang

tergantung pada waktu yaitu:

1. Kelelahan (patah lelah).

2. Mulur.

3. Keausan.

4. Korosi.

Fenomena kelelahan logam mulai timbul pada pertengahan abad

ke-19 yaitu dengan seringnya terjadi patah pada komponen kereta api

dimasa itu:

Di Versailles (Paris), 1944, menewaskan 40-80 penumpang,

akibat patah poros roda.

20 April 1887, 3 orang tewas dan 2 terluka, akibat patah draw

bar.

27 Mei 1887, 6 orang tewas, akibat patah roda.

23 Juni 1887, 1 orang tewas, akibat patah rel.

2 Juli 1887, Kecelakaan paling serius, akibat patah poros roda.

Pelopor dalam penelitian mengenai kelelahan logam adalah

Wohler (Jerman) dan Fairbairn (Inggris) tahun 1860. Pengamatan

yang lebih mendetail terhadap kelelahan logam, dilakukan sejak 1903

oleh Ewing dan Humparey yang mengarah pada lahirnya teori

’Mekanisme Patah Lelah’.

Hingga saat ini, mekanisme patah lelah adalah terdiri atas 3

tahap kejadian yaitu:

1. Tahap awal terjadinya retakan (crack inisiation).

2. Tahap penjalaran retakan (crack propagation).

Page 5: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 3

3. Tahap akhir (final fracture).

Pada Gambar. 1.2 dibawah ini ditunjukkan secara skematis

penampilan permukaan patahan dari kegagalan lelah pada berbagai

kondisi pembebanan.

Karakteristik kelelahan logam dapat dibedakan menjadi 2 yaitu

karakteristik makro dan karakteristik mikro. Karakteristik makro

merupakan ciri-ciri kelelahan yang dapat diamati secara visual

(dengan mata telanjang atau dengan kaca pembesar). Sedangkan

karakteristik mikro hanya dapat diamati dengan menggunakan

mikroskop.

Page 6: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 4

Gambar. 1.2 Skematis permukaan patah lelah dari penampangbulat dan persegi pada berbagai kondisi pembebanan.

1.1 Karakteristik Makroskopis

Karakteristik makroskopis dari kelelahan logam adalah sebagai

berikut:

1. Tidak adanya deformasi plastis secara makro.

2. Terdapat tanda ’garis-garis pantai’ (beach marks) atau clam

shell atau stop/arrest marks, seperti yang ditunjukkan pada

Gambar. 1.3 dibawah ini.

Page 7: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 5

Gambar. 1.3 Permukaan patah lelah pada poros.

3. Terdapat ’Ratchet marks’ seperti yang ditunjukkan pada

Gambar. 1.4 dibawah ini.

Gambar. 1.4 Permukaan patah lelah dari baut akibat beban tarik.

1932

1947

1948

1950

1951

Page 8: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 6

Ratchet marks menjalar kearah radial dan merupakan tanda

penjalaran retakan yang terjadi bila terdapat lebih dari satu lokasi

awal retak, ratchet marks ini merupakan pertemuan beach marks dari

satu lokasi awal retak dengan beach marks dari lokasi lainnya.

Tanda garis-garis pantai (beach marks) yang merupakan tanda

penjalaran retakan, mengarah tegak lurus dengan tegangan tarik dan

setelah menjalar sedemikian hingga penampang yang tersisa tidak

mampu lagi menahan beban yang bekerja, maka akhirnya terjadilah

patah akhir atau patah statik. Luas daerah antara tahap penjalaran

retakan dan tahap patah akhir secara kuantitatif dapat menunjukkan

besarnya tegangan yang bekerja. Jika luas daerah tahap penjalaran

retakan lebih besar daripada luas daerah patah akhir, maka tegangan

yang bekerja relatif rendah, demikian sebaliknya. Tahap I terjadinya

kelelahan logam yaitu tahap pembentukan awal retak, lebih mudah

terjadi pada logam yang bersifat lunak dan ulet tetapi akan lebih

sukar dalam tahap penjalaran retakannya (tahap II), artinya logam-

logam ulet akan lebih tahan terhadap penjalaran retakan. Demikian

sebaliknya, logam yang keras dan getas, akan lebih tahan terhadap

pembentukkan awal retak tetapi kurang tahan terhadap penjalaran

retakan.

Tahapan pembentukan awal retak dan penjalaran retakan dalam

mekanisme kelelahan logam, membutuhkan waktu sehingga umur

lelah dari komponen atau logam, ditentukan dari ke-2 tahap (Gambar.

1.5) tersebut (total fatigue life, NT = fatigue initiation, Ni + fatigue

propagation, Np). Fase-fase yang terjadi selama kejadian kelelahan

logam tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar. 1.5 Fase-fase kegagalan lelah (fatigue).

Cyclicslip

Pengintianretak mikro

Perambatanretak mikro

Perambatanretak makro

Patahakhir

Umur pengintian awal retak Umur Penjalaran retakan

Page 9: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 7

Gambar. 1.6 Skematis penampang melintang dari kegagalan lelahtahap I dan II.

Tahap I (pembentukan awal retak) dan tahap II (penjalaran retakan)

pada mekanisme kegagalan patah lelah tersebut (Gambar. 1.6) dapat

dijelaskan lagi dengan penggambaran sebagai berikut:

Tahap retak mikro (tahap I):

Page 10: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 8

Tahap retak makro (tahap II):

Gambar. 1.7 Skematis tahap retak mikro dan makro pada kelelahanlogam.

1.2 Karakteristik Mikroskopis

Karakteristik mikroskopis dari kelelahan logam adalah sebagai

berikut:

1. Pada permukaan patahan terdapat striasi (striations).

2. Permukaan patahan memperlihatkan jenis patah transgranular

(memotong butir) tidak seperti jenis patah intergranular seperti

yang terjadi pada kasus SCC (stress corrosion cracking) atau

mulur (creep).

Persamaan striasi dan beach marks adalah sebagai berikut:

1. Ke-2 nya menunjukkan posisi ujung retak yang terjadi setiap

saat sebagai fungsi dari waktu siklik.

2. Ke-2 nya berasal dari lokasi awal retak yang sama.

3. Ke-2 nya memiliki arah yang sama (parallel ridges).

4. Ke-2 nya tidak hadir pada logam-logam yang terlalu keras atau

terlalu lunak.

Page 11: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 9

Perbedaan striasi dan beach marks adalah sebagai berikut:

1. Ukuran striasi adalah mikroskopis (1 ÷ 100 µ) dan hanya dapat

dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron.

2. Ukuran beach marks adalah makroskopis (> 1000 µ atau 1

mm) dan dapat dilihat dengan mata telanjang.

3. Striasi mewakili majunya ujung retakan yang bergerak setiap

satu siklus pembebanan, sedangkan beach marks mewakili

posisi dari ujung retakan ketika beban siklik berhenti untuk

satu perioda tertentu. (satu beach mark dapat terdiri atas

ratusan bahkan ribuan buah striasi).

Latihan:

1.1 Carilah sah satu contoh gambar/photo penampang patah lelah

(fatigue fracture), berilah keterangan posisi awal retak, arah

penjalaran retakan dan daerah patah akhirnya. Jelaskan jenis

material, jenis beban yang bekerja, dan jelaskan pula secara

kualitatif besarnya pembebanannya.

1.2 Buatlah skematis penampang patahan dari kedua gambar

berikut dan tunjukkan posisi awal retak, arah perambatan

retakan, patah akhir dan jenis bebannya.

Gambar Permukaan Patah Lelah dari Porors Baja AISI 1040 steel(~30 HRC).

Page 12: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 10

Gambar Permukaan Patahan dari Batang Piston Mesin Forgingberdiameter 200mm dari Bahan Baja Paduan.

Page 13: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 11

II. ASPEK METALURGIS PADA KELELAHAN LOGAM

Kelelahan logam diawali dengan pembentukan awal retak dan

dilanjutkan dengan penjalaran retakan hingga komponen mengalami

patah. Lokasi awal retak pada komponen atau logam yang mengalami

pembebanan dinamis atau siklik adalah pada titik daerah dimana

memiliki kekuatan yang paling minimum dan atau pada titik daerah

dimana mengalami tegangan yang paling maksimum. Oleh karena itu

untuk memperkirakan umur lelah suatu komponen merupakan suatu

hal yang cukup sulit, hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor-faktor

yang mempengaruhi umur lelahnya. Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Pembebanan:

a. Jenis beban: uniaksial, lentur, puntir.

b. Pola beban: periodik, random.

c. Besar beban (besar tegangan).

d. Frekwensi siklus beban.

2. Kondisi material.

a. Ukuran butir.

b. Kekuatan.

c. Penguatan dengan larutan padat.

d. Penguatan dengan fasa ke-2.

e. Penguatan regangan.

f. Struktur mikro.

g. Kondisi permukaan (surface finish).

h. Ukuran Komponen.

3. Proses pengerjaan.

a. Proses pengecoran.

b. Proses pembentukan.

c. Proses pengelasan.

d. Proses pemesinan.

Page 14: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 12

e. Proses perlakuan panas.

4. Temperatur operasi.

5. Kondisi lingkungan.

2.1 Pengaruh Pembebanan

Parameter pembebanan yang berpengaruh terhadap kelelahan

logam adalah tegangan rata-rata, σm dan tegangan amplitudo, σa

serta frekwensi pembebanan.

2.1.1 Pengaruh Tegangan Rata-rata

Gambar. 2.1 Pengertian tegangan siklik.

Tegangan amplitudo:

Sa = σa = (σmax - σmin) / 2 (2.1)

Tegangan rata-rata:

Sm = σm = (σmax + σmin) / 2 (2.2)

Rasio tegangan:

R = σmin / σmax (2.3)

Besarnya tegangan rata-rata yang bekerja akan menentukan

terhadap besarnya tegangan amplitudo yang diijinkan untuk mencapai

suatu umur lelah tertentu. Bila tegangan rata-rata sama dengan 0

atau rasio tegangan sama dengan -1, maka besarnya tegangan

amplitudo yang diijinkan adalah nilai batas lelahnya (Se). Dengan

Page 15: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 13

demikian jika tegangan rata-ratanya semakin besar maka tegangan

amplitudonya harus diturunkan. Hal ini terlihat pada alternatif diagram

Goodman atau pada diagram-diagram lainnya, lihat Gambar 2.2

berikut ini:

Gambar. 2.2 Diagram-diagram batas tegangan terhadap kelelahanlogam.

Persamaan-persamaan yang digunakan pada diagram batas

tegangan seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2 diatas adalah

sebagai berikut:

a. Soderberg (USA, 1930):

Sa/Se + Sm/Syt = 1 (2.4)

b. Goodman (England, 1899):

Sa/Se + Sm/Sut = 1 (2.5)

c. Gerber (Germany, 1874):

Sa/Se + (Sm/Sut)2 = 1 (2.6)

d. Morrow (USA, 1960s):

Sa/Se + Sm/σf = 1 (2.7)

Page 16: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 14

dimana, Se adalah batas lelah (endurance limit), Su adalah kekuatan

tarik dan σf adalah tegangan patah sebenarnya (true fracture stress).

Perbandingan dari tegangan amplitudo terhadap tegangan rata-rata

disebut rasio amplitudo (A=Sa/Sm), sehingga hubungan antara nilai R

dan A yaitu sebagai berikut:

jika R=-1, maka A=~ (kondisi fully reversed)

jika R=0, maka A=1 (kondisi zero to maximum)

jika R=~, maka A=-1 (kondisi zero to minimum)

Pada Gambar 2.2 diatas yang memperlihatkan aman tidaknya

kondisi pembebanan terhadap kelelahan logam, berdasarkan hasil

diskusi atas berbagai permasalahan, maka dapat dinyatakan sebagai

berikut:

Diagram. a (Soderberg) adalah paling konservatif dan paling

aman, atau digunakan pada kondisi nilai R mendekati 1.

Data hasil pengujian, cenderung berada diantara diagram. b dan

c (Goodman dan Gerber).

Untuk baja keras (getas), diagram. b dan d (Goodman dan

Morrow) hampir berimpit (sama).

Untuk baja lunak (ulet), diagram. D (Morrow) akan lebih akurat.

Pada kondisi R<1 (atau perbedaan tegangan rata-rata dan

tegangan amplitudo cukup kecil), maka ke-4 diagram hampir

sama (berimpit).

Alternatif diagram Goodman seperti yang ditunjukkan pada Gambar

2.2 diatas adalah yang paling banyak digunakan, dan diagram

Goodman yang lama (asli) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3

dibawah ini, sekarang sudah tidak dipakai lagi.

Page 17: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 15

Gambar. 2.3 Diagram Goodman.

Pengaruh dari tegangan siklik (SN) terhadap tegangan rata-rata

atau sebaliknya, dapat terlihat pada diagram master seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut ini.

Page 18: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 16

AISI 4340 steelSu = 158, Sy = 147 kpsi.σmin = 20, σmax = 120,σm = 70, σa = 50 kpsi.

Gambar. 2.4 Diagram master baja AISI 4340 untuk menentukanpengaruh dari tegangan rata-rata pada kelelahan logam.

Untuk melihat pengaruh tegangan siklik (SN) terhadap umur

lelah pada kondisi R=-1 (tegangan siklik sama dengan tegangan

amplitudo) dapat dilihat pula pada diagram Haigh berikut ini.

Gambar. 2.4 Diagram Haigh.

Page 19: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 17

Jika tegangan siklik atau tegangan amplitudo meningkat, maka umur

lelah akan semakin menurun, begitu pula dari pengaruh meningkatnya

tegangan rata-rata, maka akan menyebabkan penurunan umur

kelelahan logam.

Tabel 2.1 Persamaan dan koordinat perpotongan pada kuadran ke-1untuk Goodman dan kriteria kegagalan lainnya.

Tabel 2.2 Persamaan dan koordinat perpotongan pada kuadran ke-1untuk Gerber dan kriteria kegagalan lainnya.

Page 20: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 18

2.1.2 Pengaruh Tegangan Amplitudo, σa

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, tegangan amplituda akan

sangat berpengaruh terhadap umur kelelahan logam. Perkiraan

kelelahan pada pembebanan yang kompleks atau variabel, seringkali

didasarkan pada hukum kerusakan non linier (linier damage rule)

yang pertama kali diajukan oleh Palmgren (1924) dan dikembangkan

oleh Miner (1945) sehingga metoda ini dikenal dengan hukum Miner.

Hukum ini tidak selalu sesuai dengan kenyataan, sehingga muncullah

berbagai alternatif yang lain seperti teori kerusakan non linier (oleh

Collins), metoda perhitungan siklus (cycle counting) yaitu metoda

perhitungan curah hujan rain flow counting (oleh Downing).

2.1.3 Pengaruh Frekwensi Pembebanan

Pengaruh frekwensi ini dapat dilihat pada pengujian kelelahan

logam dengan frekwensi ± 500÷10.000 siklus/menit, pada interval ini

hampir tidak ada pengaruhnya terhadap kekuatan lelah materialnya.

Sebagai contoh pada pengujian kelelahan baja dengan frekwensi

200÷5.000 siklus/menit, tidak menunjukkan adanya pengaruh

tersebut terhadap batas lelahnya, tetapi pengujian pada frekwensi

100.000 siklus/menit, maka batas lelahnya akan semakin meningkat

(karena pada frekwensi tinggi, deformasi plastis yang terjadi tidak

sebesar pada frekwensi rendah). Pengaruh frekwensi tersebut terjadi

pula pada logam-logam non ferro.

2.2 Pengaruh Kondisi Material

Awal retak lelah terjadi dengan adanya deformasi plastis mikro

setempat, dengan demikian komposisi kimia dan struktur mikro

material akan sangat mempengaruhi kekuatan untuk menahan

terjadinya deformasi plastis sehingga akan sangat berpengaruh pula

terhadap kekuatan lelahnya. Parameter-parameter dari kondisi

Page 21: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 19

material yang mempengaruhi kekuatan lelah tersebut yaitu antara lain

dijelaskan berikut ini.

2.2.1 Pengaruh Ukuran Butir

Butir halus yang akan meningkatkan kekuatan luluh dan

kekuatan lelah atau akan meningkatkan umur lelah logam, hanya

dapat terjadi pada pembebanan siklik dengan kondisi HCF atau LCS

(High Cycle Fatigue atau Low Cycle Stress/Strain), tetapi berdasarkan

hasil experimen menunjukkan bahwa pada pembebanan siklik dengan

kondisi sebaliknya yaitu LCF atau HCS (Low Cycle Fatigue atau High

Cycle Stress/Strain), ternyata ukuran butir tidak berpengaruh

terhadap umur lelah.

Ukuran butir, pada satu sisi dapat meningkatkan umur lelah,

tetapi disisi lain akan meningkatkan kepekaan terhadap takikan

(notch). Spesimen yang halus permukaannya dan memiliki struktur

berbutir halus, akan meningkatkan umur lelah, tetapi jika spesimen

tersebut memiliki takikan, maka akan berumur lebih pendek jika

berbutir halus.

2.2.2 Pengaruh Kekuatan

Sebagai patokan kasar, baja memiliki batas lelah sebesar:

Se = 0,5 Su (2.8)

Hal ini terlihat pada Gambar. 2.5 dan 2.6 berikut ini:

Page 22: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 20

Gambar. 2.5 Pengaruh kekuatan tarik terhadap batas lelah.

Gambar. 2.6 Hubungan antara batas lelah (lentur putar) dengankekuatan tarik baja.

Sedangkan untuk logam-logam non ferro (Cu, Ni, Mg, dan lain-lain)

memiliki batas lelah sebesar:

Se = 0,35 Su (2.9)

Perbandingan Kekuatan lelah, Se dan kekuatan tarik, Su disebut rasio

kelelahan. Jika pada spesimen tersebut memiliki takikan, maka rasio

kelelahan akan menurun hingga 0,2÷0,3. Dengan demikian, semakin

tinggi kekuatan tarik logam, maka akan semakin tinggi pula kekuatan

Page 23: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 21

lelahnya. Kekuatan tarik tersebut dapat ditingkatkan melalui

mekanisme-mekanisme penguatan logam, yaitu antara lain:

Penguatan larutan padat

Penguatan fasa ke-2

Pengutan presipitasi

Penguatan regangan

Dan lain sebagainya

Rasio kelelahan dari batas lelah karena pembebanan aksial hasil

eksperimen adalah sebesar 0,6÷0,9 dan secara konsevatif diestimasi

sebesar:

Se (aksial) ≈ 0,7 Se (bending) (2.10)

Sedangkan rasio kelelahan hasil eksperimen dengan uji lelah puntir

dan bending atau lentur putar adalah sebesar 0,5÷0,6 dan hubungan

tersebut secara teoritis dituliskan:

Se (puntir) ≈ 0,577 Se (bending) (2.11)

2.2.3 Pengaruh Penguatan Larutan Padat

Atom-atom asing akan menyebabkan distorsi kisi sehingga

menghasilkan medan tegangan pada kisi kristal logam yang akan

menghambat gerakan dislokasi yang pada akhirnya akan

meningkatkan kekuatan logam termasuk batas lelahnya, apalagi jika

atom asing tersebut yang larut padat interstisi, menimbulkan strain

aging, maka akan lebih meningkatkan batas lelah logam seperti yang

ditunjukkan pada Gambar. 2.7 berikut ini.

Page 24: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 22

Sementit speroidal

Sementit lamelar

Gambar. 2.7 Pengaruh unsur paduan/atom asing terhadap bataslelah.

2.2.4 Pengaruh Fasa ke-2

Fasa ke-2 yang keras akan menghalangi gerakan dislokasi

sehingga akan meningkatkan kekuatan logam. Parameter fasa ke-2

yang berpengaruh tersebut adalah: bentuk, ukuran dan distribusinya.

Sebagai contoh baja yang memiliki struktur Ferit-Perlit dengan

bentuk sementit lamelar dan speroidal, maka kekuatan statiknya

relatif sama tetapi batas lelahnya dapat berbeda. Fasa ke-2 dengan

bentuk lamelar akan memiliki batas lelah yang relatif lebih rendah

(Gambar. 2.8), hal ini dikaitkan dengan bentuk tersebut akan lebih

peka terhadap efek takikan, hal yang serupa terjadi pula pada fasa

perlit atau karbida yang kasar, fasa alpha bebas dan austenit sisa.

Gambar. 2.8 Pengaruh bentuk karbida terhadap batas lelah.

Efek atom asing

Strain aging dariatom asing

Logam murni

Page 25: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 23

2.2.5 Pengaruh Pengerasan Regangan

Logam yang dikeraskan atau diperkuat melalui mekanisme

pengerasan regangan, akan meningkatkan kekuatan statik dan

sikliknya, hal ini dikarenakan penjalaran retakan akan menjadi lebih

lambat pada logam yang telah mengalami pengerasan regangan

(Gambar 2.9).

Gambar. 2.9 Pengaruh pengerolan dingin terhadap kurva S-N baja.

2.2.6 Pengaruh Struktur Mikro

Struktur mikro merupakan satu faktor disamping komposisi

kimia yang sangat menentukan kekuatan logam, baik kekuatan statik

maupun sikliknya (Gambar 2.10). Sebagai contoh baja yang memiliki

struktur Martensit akan memiliki kekuatan statik yang relatif tinggi

akan tetapi kekuatan lelahnya relatif lebih rendah (karena bersifat

getas) dibandingkan baja dengan struktur Martensit temper (karena

ada peristiwa strain aging pada ujung retakan). Batas lelah baja akan

lebih tinggi lagi jika struktur yang dimilikinya adalah fasa Bainit.

Page 26: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 24

Gambar. 2.10 Pengaruh struktur mikro terhadap rasio kelelahan.

2.2.7 Pengaruh Surface Finish

Kelelahan logam merupakan suatu fenomena permukaan,

sehingga kondisi permukaan (surface finish) logam akan sangat

mempengaruhi batas lelahnya. Kondisi permukaan tersebut sangat

ditentukan oleh perlakuan permukaan seperti:

Plating, dimana proses ini akan menghasilkan tegangan sisa

tarik pada permukaan logam.

Thermal (proses diffusi), seperti karburisasi, nitriding, dan

lainnya dapat menimbulkan tegangan sisa tekan pada

permukaan logam.

Mechanical, misalnya shot peening, dapat menghasilkan

tegangan sisa tekan pada permukaan logam.

Dengan demikian proses perlakuan permukaan dapat menghasilkan

tegangan sisa ataupun ketidakkontinyuan (takik, fillet, retak) pada

permukaan logam yang akan sangat mempengaruhi batas lelah dari

logam yang bersangkutan (Gambar 2.11 sampai 2.13). Disamping itu

proses perlakuan permukaan yang dapat menghasilkan kekasaran

permukaan tertentu pada baja akan menghasilkan suatu faktor

Page 27: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 25

koreksi permukaan dari komponen baja seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.14 dan 2.15.

Gambar. 2.11 Pengaruh pelapisan chrom terhadap kurva S-N baja4140.

Gambar. 2.12 Pengaruh pelapisan nikel terhadap kurva S-N baja.

Gambar. 2.13 Pengaruh shot peening terhadap kurva S-N baja lapisnikel.

Page 28: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 26

Gambar. 2.14 Faktor koreksi kondisi permukaan pada komponenbaja.

Gambar. 2.15 Faktor koreksi kekasaran permukaan (RA : root meansquare atau AA : Arithmetic Average) dan kekuatan dari komponen

baja.

Proses elektroplating nikel atau chrom dapat menyebabkan

penurunan kekuatan lelah hingga 60 % dan semakin tebal lapisan

akan semakin menurunkan kekuatan lelahnya, hal ini disebabkan oleh

karena timbulnya tegangan sisa tarik pada permukaan logam yang

dilapis yang relatif cukup tinggi. Solusi untuk menghindari pengaruh

buruk dari proses ini adalah:

Page 29: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 27

1. Dilakukan proses nitriding sebelum proses elektroplating.

2. Dilakukan proses shot peening sebelum atau setelah proses

elektroplating.

3. Dilakukan proses stress relieving (baja = 260oC dan aluminium

= 121oC) setelah proses elektroplating.

Proses elektroplating cadmium dan seng tidak begitu berpengaruh

terhadap kekuatan lelah, tetapi semua jenis proses elektroplating jika

kurang kontrolnya dapat menimbulkan penggetasan hidrogen yang

mempengaruhi kekuatan logamnya.

Pada Gambar 2.16 dan 2.17 ditunjukkan skematis distribusi

tegangan sisa pada batang yang dikenai pembebanan lentur (bending)

dan beban aksial tarik.

Gambar. 2.16 Tegangan sisa pada batang tanpa takikan yang dikenaibeban lentur.

Gambar. 2.17 Tegangan sisa pada batang bertakik yang dikenaibeban tarik.

Page 30: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 28

Berdasarkan Gambar 2.16 diatas dapat dijelaskan keadaan

tegangan (Gambar 2.16e) pada permukaan batang yang mengalami

beban lentur (Gambar 2.16d) yaitu sebagai berikut:

1. Pada titik1, permukaan batang mendekati titik luluh dan

distribusi tegangan linier (Gambar 2.16a).

2. Jika beban lentur meningkat hingga titik 2, permukaan batang

mulai mengalami luluh atau deformasi plastis (Gambar 2.16b).

3. Jika momen menurun hingga titik 3, maka batang akan memiliki

distribusi tegangan sisa (Gambar 2.16c).

Contoh lain dari tegangan sisa ini ditunjukkan pada Gambar. 2.17 dari

batang pelat yang mengalami beban tarik siklik (Gambar 2.17d) dan

dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pada titik 1 akan menyebabkan luluh atau deformasi plastis

pada ujung takikan dari material (Gambar 2.17b) dan jika beban

dihilangkan (titik 2), maka material akan mendapat tegangan

sisa tekan (Gambar 2.17c).

2. Jika terjadi beban siklik (titik 3 dan 4), maka tegangan pada

ujung retakan akan mengalami siklik pula (Gambar 2.17e).

Metoda lain untuk menghasilkan tegangan sisa adalah dengan

pemberian teganga awal (prestressing atau presetting) yang dapat

menyebabkan peningkatan kekuatan lelah dari batang bertakik

dengan pembebanan aksial seperti ditunjukkan pada Tabel 2.3 berikut

ini.

Tabel.2.3 Batas lelah dari pelat berlubang dengan pembebananaksial.

Page 31: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 29

Presetting ini umumnya diterapkan pada komponen pegas ulir

dan pegas daun dimana pemberian beban awal ini harus memiliki arah

yang sama dengan pembebanan kerjanya. Presetting dapat pula

menyebabkan penurunan kekuatan lelah 20÷50 % jika diterapkan

pada pembebanan lentur putar.

Proses perlakuan permukaan secara thermal misalnya

karburising dan nitriding akan sangat menguntungkan terhadap

ketahanan lelah seperti yang ditunjukkan pada Tabel. 2.4, hal ini

dikarenakan proses tersebut menyebabkan peningkatan kekuatan

permukaan material, dan menyebabkan pula timbulnya tegangan sisa

tekan pada permukaannya yang disebabkan adanya perubahan

volume. Demikian halnya pada proses perlakuan permukaan flame

dan induction hardening.

Tabel. 2.4 Pengaruh proses nitriding terhadap batas lelah.

Selanjutnya proses perlakuan permukaan secara mekanis

misalnya shot peening yang menyebabkan timbulnya tegangan sisa

tekan pada permukaan material, akan sangat menguntungkan

kekuatan atau lelah materialnya. Hal ini ditunjukkan pada Gambar.

2.18 dan 2.19 berikut ini.

Gambar. 2.18 Pengaruh proses shot peening terhadap kurva S-N dariroda gigi yang dikarburisasi.

Page 32: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 30

Gambar. 2.19 Pengaruh proses shot peening terhadap batas lelahdari baja baja kekuatan tinggi.

2.2.8 Pengaruh Ukuran Komponen

Kelelahan merupakan fenomena permukaan, maka akan sangat

ditentukan oleh ukuran permukaan. Semakin besar ukuran maka akan

semakin besar pula kemungkinan terjadinya pembentukan awal

retaknya, sehingga muncul faktor modifikasi batas lelah karena faktor

ini yaitu sebagai berikut:

Csize = 1 jika d ≤ 8 mm (2.12)

Csize = 1,189 d-0,097 jika 8 mm < d ≤ 250 mm (2.13)

Pengaruh ukuran ini berhubungan dengan lapisan tipis permukaan

material yang terkena tegangan 95 % atau lebih. Gambar 2.20

menunjukkan semakin besar ukuran akan semakin besar pula volume

dari permukaan material yang mengalami tegangannya.

Gambar. 2.20 Gradien tegangan pada spesimen berukuran besar dankecil.

Page 33: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 31

Pengaruh ukuran ini ditunjukkan pada Tabel 2.5 berikut ini:

Tabel. 2.5 Pengaruh ukuran terhadap batas lelah.

Contoh Soal 2.1:

Beberapa batang baja kekuatan tinggi akan dipergunakan sebagai

lembaran pegas daun, pegas tersebut akan bekerja dengan kondisi

tegangan zero to maximum (R=0) dengan 3 titik pembebanan. Lebar

batang adalah 1 in dan tebal: 0,145 in.

Pilihlah 2 kondisi perlakuan terhadap batang dibawah ini yang akan

memberikan umur lelah tak berhingga dengan menggunakan

persamaan Goodman sebagai perhitungannya.

A. Kondisi as Heat Treated (Quench+Temper):

Kekerasan = 48 HRc (≈ 465 BHN).

Tegangan sisa pada permukaan = 0 ksi.

Kekasaran permukaan (AA) = 24 μin.

B. Kondisi as Shot Peened:

Kekerasan = 49 HRc (≈ 475 BHN).

Tegangan sisa pada permukaan = -80 ksi.

Kekasaran permukaan (AA) = 125 μin.

Jawab:

* Untuk kondisi A:

Kekuatan:

Se = 100 ksi (BHN > 400) dan,

Page 34: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 32

Su = 0,5 BHN = 0,5 . 465 = 232 ksi

Ukuran luas pelat pegas:

A = w t = 1 . 0,145 = 0,145 in2 maka,

Diameter ekuivalennya adalah:

A = Л/4 dek2 = 0,145

dek = 0,43 in = 10.92 mm sehingga,

*Faktor modifikasi pengaruh ukuran:

Csize = 1,189 d-0,097 = 1,189 (10,92)-0,097 = 0,94

*Faktor modifikasi pengaruh pembebanan adalah 1 karena

pembebanan berupa lentur atau bending.

Karena kekasaran permukaannya = 24 μin, maka sesuai dengan

Gambar 2.15 dapat diketahui;

*Faktor modifikasi pengaruh kekasaran permukaan yaitu sebesar =

0,75

Dengan demikian batas lelah setelah memperhitungkan faktor-faktor

modifikasinya adalah:

S’e=Se . Csize . CLoad . Csurf finish=100 . 0,94 . 1 . 0,75= 70,5 ksi

Maka tegangan yang diijinkan bekerja pada pegas tersebut:

σa / Se + σm / Su = 1

Untuk pembebanan zero to max atau R=0 maka,

σa = σm = σmax / 2 = σ sehingga,

σ / Se + σ / Su = 1

σ / 70,5 + σ / 232 = 1 maka,

σ = 54 ksi sehingga,

σmax = 108 ksi

Untuk kondisi A, pegas tersebut dapat bekerja dengan umur tak

berhingga dengan siklus tegangan antara 0 ÷ 108 ksi.

(aktualnya adalah antara 0 ÷ 100 ksi, dengan demikian perhitungan

diatas memiliki faktor kesalahan: 8 %).

Page 35: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 33

* Untuk kondisi B:

Kekuatan:

Se = 100 ksi (BHN > 400) dan,

Su = 0,5 BHN = 0,5 . 475 = 238 ksi

Karena kekasaran permukaannya = 125 μin, maka sesuai dengan

Gambar. 23 dapat diketahui;

*Faktor modifikasi pengaruh kekasaran permukaan yaitu sebesar =

0,58

Dengan demikian batas lelah setelah memperhitungkan faktor-faktor

modifikasinya adalah:

S’e=Se . Csize . CLoad . Csurf finish=100 . 0,94 . 1 . 0,58= 54,5 ksi

Karena pengaruh tegangan sisa dipermukaan sebesar -80 maka:

σa / Se + σm / Su = 1 dan,

σa = σm = σmax / 2 = σ sehingga,

σ / Se + {(σ-80) / Su} = 1

σ / 54,5 + {(σ-80) / 238} = 1 maka,

σ = 59,3 ksi sehingga,

σmax = 118,6 ksi

Untuk kodisi B, pegas tersebut dapat bekerja dengan umur tak

berhingga dengan siklus tegangan antara 0÷118,6 ksi.

(aktualnya adalah antara 0÷140 ksi, dengan demikian perhitungan

diatas memiliki faktor kesalahan: 15 %).

Page 36: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 34

Page 37: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 35

Page 38: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 36

Page 39: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 37

Page 40: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 38

Page 41: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 39

Page 42: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 40

Page 43: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 41

2.3 Pengaruh Proses Pengerjaan

Pada dasarnya setiap ketidakkontinyuan dan ketidakseragaman

pada material akan berpengaruh langsung terhadap penjalaran retak

lelah atau ketahanan lelah material, ketidakkontinyuan ini dapat

berupa takikan dari geometri komponen ataupun berupa retakan dan

rongga sebagai akibat suatu proses pengerjaan. Selain itu

ketidakseragaman yang berupa ketidakmohogenan struktur ataupun

berupa segregasi dari suatu proses pengerjaan akan sangat

berpengaruh pula terhadap ketahanan lelah material.

2.3.1 Pengaruh Proses Pengecoran

Hal-hal yang berpengaruh terhadap ketahanan lelah logam

sebagai akibat negatif dari proses pengecoran adalah:

Segregasi (terutama segregasi makro)

Cacat rongga

Porositas

Retak panas

Terak, slag atau inklusi

Dan lain-lain.

Gambar. 2.21 Cacat-cacat coran.

Page 44: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 42

2.3.2 Pengaruh Proses Pembentukan

Logam hasil proses pembentukan akan memiliki batas lelah

yang lebih tinggi dari benda coran, namun cacat-cacat dari suatu

proses pembentukan akan sangat merugikan pula terhadap batas

lelah logam yang dihasilkan. Cacat-cacat tersebut antara lain:

Cacat laps atau seams (berupa lipatan) pada permukaan produk

tempa atau roll.

Oksida yang terjebak pada lipatan di permukaan produk tempa

atau roll.

Permukaan yang kasar.

Dan lain-lain.

Pada Gambar 2.22, Tabel 2.6 dan Gambar 2.23 ditunjukkan

pengaruh proses pembentukan terhadap ketahanan lelah baja, dan

pada Gambar 2.24 ditunjukkan pula pengaruh anisotrop yang

dihasilkan dari proses pembentukan logam serta Gambar 2.25

memperlihatkan jenis-jenis cacat proses pembentukan.

Gambar. 2.22 Pengaruh pengerolan dingin terhadap kurvaS-N baja.

Page 45: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 43

Tabel. 2.6 Kekuatan lelah pada 105siklus dari baut baja AISI 8635

Gambar. 2.23 Pengaruh penempaan terhadap batas lelah baja.

Gambar. 2.24 Pengaruh anisotrop terhadap ketahanan patah.

Page 46: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 44

Gambar. 2.25 Cacat-cacat proses tempa dan ekstrusi.

2.3.2 Pengaruh Proses Pengelasan

Proses pengelasan melibatkan pencairan dan pembekuan, maka

segala jenis cacat-cacat coran dapat terjadi didaerah logam las.

Sedangkan daerah terpengaruh panas (Heat Affected Zone) dapat

terjadi perubahan struktur mikro yang menghasilkan fasa getas dan

butir kasar, hal ini akan sangat merugikan ketahanan lelah

sambungan lasan disamping adanya tegangan sisa tarik pada daerah

tersebut. Pada Gambar 2.26 ditunjukkan jenis-jenis cacat lasan.

Page 47: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 45

Gambar. 2.26 Cacat-cacat lasan.

2.3.3 Pengaruh Proses Pemesinan

Kondisi permukaan logam sangat berpengaruh terhadap umur

lelahnya, permukaan yang kasar merupakan tempat yang tegangan

lokalnya tinggi sehingga dapat menjadi lokasi awal retak lelah.

Dengan demikian proses pemesinan yang menentukan kekasaran

permukaan logam akan menentukan pula terhadap ketahanan

lelahnya disamping timbulnya tegangan sisa sebagai akibat deformasi

plastis pada saat pembentukan geram dalam operasi pemesinan

tersebut (Gambar. 2.27), bahkan jika tegangan sisa tarik muncul yang

cukup besar seperti dalam proses penggerindaan yang cukup berat,

dapat menimbulkan retak rambut (Gambar 2.28).

Gambar. 2.27 Pengaruh proses penggerindaan terhadap kurva S-Nbaja.

Page 48: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 46

Gambar. 2.28 Cacat-cacat proses pemesinan.

2.3.5 Pengaruh Proses Perlakuan Panas

Pengaruh dari proses perlakuan panas yang dapat menurunkan

kekuatan lelah adalah:

Over heating yang menyebabkan butir kasar.

Over heating yang menyebabkan pencairan fasa bertitik cair

rendah.

Retak quench.

Tegangan sisa

Dekarburisasi (Tabel 2.7).

Dan lain-lain.

Tabel. 2.7 Pengaruh dekarburisasi terhadap batas lelah.

Page 49: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 47

2.4 Pengaruh Temperatur Operasi

Pada temperatur tinggi, kekuatan logam akan menurun

sehingga deformasi plastis akan lebih mudah terjadi dan batas lelah

menjadi tidak jelas (hilang) yang disebabkan oleh karena pengaruh

mobilitas dislokasi (lihat Gambar 2.29).

Gambar 2.29. Pengaruh temperatur terhadap batas lelah baja.

2.5 Pengaruh Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan yang korosif akan menyerang permukaan

logam dan menghasilkan lapisan oksida atau produk korosi. Umumnya

oksida adalah sebagai lapis lindung dan dapat mencegah kerusakan

korosi selanjutnya, tetapi pembebanan siklik dapat menyebabkan

pecahnya lapisan tersebut dan kerusakan korosi berikutnya sehingga

timbul korosi sumuran yang berfungsi sebagai takikan. Hal itulah yang

menyebabkan penurunan kekuatan lelah, pengaruh lingkungan korosif

ini menurunkan kekuatan lelah logam hingga 10 % serta dapat

menyebabkan batas lelah menjadi tidak jelas (hilang) seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2.30, 2.31 dan Tabel 2.8 dan 2.9 berikut

ini.

Room Temperature

High Temperature(750oC)

Page 50: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 48

Gambar 2.30. Pengaruh lingkungan terhadap kurva S-N baja.

Gambar 2.31. Pengaruh kekuatan tarik terhadap korosi-lelahberbagai jenis baja.

Tabel. 2.8 Kekuatan lelah baja pada beberapa kondisi lingkungan.

Tabel. 2.9 Pengaruh perlakuan permukaan terhadap korosi-lelah baja.

Page 51: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 49

Gambar. 2.32 Pengaruh lingkungan dan variabel metalurgis lainnyaterhadap batas lelah.

Latihan:

2.1 Batang silinder berdiameter 2,5 in dan memiliki kekasaran

permukaan 125 μ in terbuat dari bahan baja AISI 1035 dengan

kekuatan tarik, Su = 92 Ksi. Tentukanlah beban yang akan

menghasilkan umur tak berhingga untuk kondisi: pembebanan aksial

bolak-balik (R=-1) dan pembebanan puntir bolak-balik (R=-1).

2.2 Gambarlah grafik hubungan antara kekuatan lelah, Se dengan

kekuatan tarik, Su dengan berbagai kondisi permukaan hasil perlakuan

proses: Hot Rolling, Machining, Forging dan Poleshing. (Gunakanlah

Gambar. 2.14).

2.3 Suatu baja paduan memiliki kekuatan tarik, Su = 100 ksi. Baja

tersebut diproses shot peening sehingga menghasilkan tegangan sisa

-50 ksi yang menyebabkan peningkatan kekerasan dari 200 BHN

menjadi 250 BHN serta peningkatan kekasaran permukaan dari 5

menjadi 50 μ in. Estimasilah kekuatan lelah baja tersebut sebelum

dan setelah perlakuan shot peening.

Page 52: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 50

2.4 Poros baja kondisi A hasil proses pemesinan akan diganti oleh

poros baja kondisi B hasil proses forging. Tentukanlah diameter dari

poros pengganti tersebut yang akan dipakai pada pembebanan puntir

bolak-balik yang menghasilkan umur 106 siklus.

Poros A: Su = 80 Ksi

Surface finish, AA = 125 μ in (machined)

Diameter = 1,5 in

Poros B: Su = 90 Ksi

Surface finish, AA = as forged

Page 53: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 51

III. KONSEP S-N

Konsep tegangan-siklus (S-N) merupakan pendekatan pertama

untuk memahami fenomena kelelahan logam. Konsep ini secara luas

dipergunakan dalam aplikasi perancangan material dimana tegangan

yang terjadi dalam daerah elastik dan umur lelah cukup panjang.

Metoda S-N ini tidak dapat dipakai dalam kondisi sebaliknya

(tegangan dalam daerah plastis dan umur lelah relatif pendek), hal ini

dapat dilihat pada Gambar 3.1. Umur lelah yang diperhitungkan dalam

metoda S-N ini adalah umur lelah tahap I (inisiasi retak lelah) dan

umur lelah II (propagasi retakan).

Gambar. 3.1 Pembagian daerah umur lelah dalam kurvaS-N.

Batas daerah pada Gambar 41 tersebut diatas adalah antara 10÷105

tergantung jenis materialnya (baja: ±104 siklus).

HCS=High Cycles Stress/Strain LCF=Low Cycles FatigueLCS=Low Cycles Stress/Strain PCS=Plastic Cycles StrainHCF=High Cycles Fatigue ECS=Elastic Cycles Strain

HCF atau ECSLCF atau PCS

LCF

HCFTotal = Elastic and Plastic

ElasticPlastic

Page 54: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 52

Dasar dari metoda S-N ini adalah diagram Wohler atau diagram

S-N yang secara experimen didapat dari pengujian lelah lentur putar

dengan tegangan yang bekerja berfluktuasi secara sinusiodal antara

tegangan tarik dan tekan, sebagai contoh adalah pada pengujian R.R

Moore dengan 4 titik pembebanan pada frekwensi 1750 rpm terhadap

spesimen silindris berdiameter 0,25÷0,3 in. Kurva hasil pengujian ini

ditunjukkan pada Gambar 3.2, 3.3 dan 3.4 berikut ini.

Gambar. 3.2 Kurva S-N baja AISI 1045.

Gambar. 3.3 Kurva S-N aluminium 2024-T4.

Gambar. 3.4 Kurva S-N beberapa baja yang diplot dalam rasio Se/Su.

Page 55: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 53

Kekuatan lelah atau batas lelah (endurance limit), Se adalah

tegangan yang memberikan umur tak berhingga. Sebagai Contoh

pada nilai batas lelah baja AISI 1045 seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 3.2 diatas yaitu sebesar 50 ksi. Kebanyakan jenis baja

dengan kekuatan tarik dibawah 200 ksi memiliki nilai batas lelah

sebesar 0,5 dari kekuatan tariknya, hal ini ditunjukkan pada Gambar

2.7 dan Gambar 3.4 diatas.

Tegangan dibawah batas lelah akan menyebabkan logam aman

terhadap kelelahan, hal ini disebabkan karena gerakan dislokasinya

akan terhambat oleh atom-atom asing interstisi sehingga tidak akan

menghasilkan PSB (Presistant Slip Band). Batas lelah logam-logam

BCC (Body Centered Cubic) akan tidak jelas sehingga kurvanya

menjadi kontinyu jika mengalami kondisi sebagai berikut:

Over load periodik (sehingga dislokasi mengalami unlock atau

unpin).

Lingkungan yang korosif.

Temperatur tinggi (sehingga mobilitas dislokasi tinggi).

Pada logam-logam FCC (Face centered Cubic), batas lelahnya

tidak jelas atau kurvanya kontinyu (Gambar 3.5), sehingga kekuatan

lelahnya ditentukan dari nilai tegangan yang memberikan umur:

5X108 siklus.

BCC Metals

FCC Metals

Page 56: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 54

Gambar. 3.5 Perbandingan kurva S-N pada logam BCC dan FCC.

Kurva S-N baja dapat diestimasi dari rasio kelelahan seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 2.7 dan 3.4 yaitu ditunjukkan pada

Gambar 3.6 berikut ini.

Gambar. 3.6 Estimasi kurva S-N untuk Baja.

Hubungan tegangan siklik, S dan umur lelah, N (siklus):

S = 10C Nb (untuk: 103 < N < 106) (3.1)

atau:

N = 10-C/b S1/b (untuk: 103 < N < 106) (3.2)

Eksponen C dan b ditentukan sebagai berikut:

b = - 1/3 log (S1000/Se) (3.3)

C = log {(S1000)2/Se} (3.4)

Batas lelah:

Se = 0,5 Su (Su ≤ 200 ksi atau 1379 Mpa) (3.5)

Se = 0,25 BHN (BHN ≤ 400) (3.6)

Se = 100 ksi atau 689,5 Mpa (3.7)

(Su > 200 ksi atau 1379 Mpa)

Page 57: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 55

Tegangan siklik yang menghasilkan umur 1000 siklus:

S1000 = 0,9 Su (3.8)

Estimasi hubungan S-N (untuk: 103 < N < 106) adalah:

S = 1,62 Su N-0,085 (3.9)

atau

S = 0,81 BHN N-0,085 (3.10)

Berdasarkan persamaan garis lurus (Y=mX+C) dari Gambar 3.6

diatas, estimasi hubungan S-N (untuk: 103 < N < 106 atau

Se<S<S1000) adalah:

S=-[(S1000 – Se)/(106 – 103)] N + S1000

=-(S1000 – Se) 10-6 N + S1000

=-(0,9 Su – 0,5 Su) 10-6 N + 0,9 Su

=-0,4 Su 10-6 N + 0,9 Su

=Su (0,9 – 0,4 10-6 N)

S/Su=k=0,9 – 0,4 10-6 N

0,4 10-6 N = 0,9 – k

maka:

N = [(0,9-k)/0,4] 106 (3.11)

Untuk N>106 siklus:

Sa/Sb = (Nb/Na)R (3.12)

dimana:

Sa = Kekuatan lelah pada umur Na

Page 58: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 56

Sb = Kekuatan lelah pada umur Nb

Na = Umur lelah pada kekuatan lelah Sa

Nb = Umur lelah pada kekuatan lelah Sb

R = Rasio tegangan = σmin / σmax

Pada tegangan siklik, S atau SN sebesar tegangan patah sebenarnya,

σf maka umur lelah adalah sebesar 1 atau ¼ siklus.

Hubungan tegangan maksimum, σmax dengan batas lelah dan

kekuatan tarik, dapat dirumuskan sebagai berikut:

σmax = (2 Se Su) / {Se + Su + R (Se – Su)} (3.13)

Contoh Soal 3.1:

Suatu komponen baja dengan Su = 150 ksi dan Se = 60 ksi

mengalami pembebanan siklik dengan tegangan maksimum 110 ksi

dan tegangan minimum 10 ksi. Dengan menggunakan persamaan

Goodman, tentukan umur komponen baja tersebut.

Jawab:

σmax = 110 Ksi

σmin = 10 Ksi

σa = ( 110 – 10 ) : 2 = 50 Ksi

σm = (110 + 10 ) : 2 = 60 Ksi

dari persamaan Goodman:

σa /Se + σm /Su = 1

σa /SN + σm /Su = 1

50/SN + 60/150 = 1

SN = 83 Ksi

Page 59: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 57

Jika diplot pada Diagram haigh:

Maka umur komponen akan berada pada siklus antara 103 ÷ 106

dengan nilai tegangan siklik sebesar 83 Ksi.

Jika diplot pada Diagram S-N:

dapat dihitung berdasarkan persamaan S-N:

S = 1,62 . Su . N-0,085

S (Ksi)

N (siklus)

110

83

60

103 106

Su=15060

83

Se=0,5Su=60

S1000=0,9Su=110

σm

σa

Page 60: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 58

83 = 1,62 . 150 . N-0,085

N = 3,1 . 105 Siklus

Contoh Soal 3.2:

Suatu batang komponen baja dengan kekuatan tarik, Su = 114 Ksi

memiliki lebar 1 inch dan tebal ¼ inch dan pada kedua sisinya

terdapat takikan ½ lingkaran dengan radius 1/10 inch.

Tentukan umur lelah komponen tersebut jika dikenai beban berulang

(R=-1) dengan amplitudo beban 10 Kips.

Jawab.

Penampang sisa, Anet = ¼ . 0,8 = 0,2 in2

Maka:

Snet = P/Anet = 10 Kips / 0,2 in2 = 50 Ksi

Berdasarkan persamaan S-N, sehingga:

S = 1,62 . Su . N-0,085

50 = 1,62 . 114 . N-0,085

N = 4,7 . 106 Siklus

Latihan:

3.1 Baja dengan kekuatan tarik, Su = 100 Ksi. Prediksikanlah

tegangan siklik yang diijinkan yang akan memberikan umur: 103 dan

106 siklus. Ulangi prediksi tersebut untuk baja dengan kekuatan tarik

220 Ksi. Gambarkan pula skematis kurva S-N nya.

Page 61: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 59

3.2 Estimasikanlah kekerasan minimum (BHN) dari baja yang akan

dipakai sebagai suatu komponen yang mendapat tegangan siklik ±

100 Ksi dan harus berumur 500.000 siklus.

3.3 Estimasikanlah umur lelah (dalam siklus) yang direncanakan

terhadap komponen: batang torak pada mesin otomotif, handle rem

sepeda motor dan engsel pintu. Berikanlah penjelasannya.

3.4 Suatu baja dengan kekuatan tarik, Su = 70 Ksi dan kekuatan

lelah, Se = 33 Ksi. Tentukanlah tegangan maksimum (zero to max, R

= 0) yang memberikan umur lelah: 103 dan 106 siklus. Gunakanlah

persamaan Goodman dalam prediksi tersebut.

3.5 Suatu komponen mengalami tegangan siklik: σmax = 75 Ksi dan

σmin = -5 Ksi. Jika komponen tersebut terbuat dari baja dengan

kekuatan tarik, Su = 100 Ksi, prediksikanlah umur lelahnya.

3.6 Pendekatan lain dalam memprediksi umur lelah adalah dengan

persamaan Basquin (1910):

σa = (σf - σm) (2Nf)b

dimana:

σf = kekuatan patah sebenarnya (true fracture strength)

b = eksponen kekuatan lelah

2Nf = umur kegagalan (cycles to failure)

Jika Su = 75 Ksi, σf = 120 Ksi dan b = -0,085. Tentukanlah tegangan

siklik yang diijinkan (σa) yang dapat bergabung dengan σm sebesar 40

ksi dan memberikan umur lelah 5.105 siklus. Bandingkan pula hasilnya

jika prediksi dilakukan melalui persamaan Goodman.

Page 62: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 60

IV. KONSEP ε-N

Metoda ε-N didasarkan pada observasi terhadap banyak

komponen yang merupakan respon material pada lokasi-lokasi kritis

(takikan). Metoda ε-N ini memprediksi umur lelah tahap I

(pembentukkan awal retak) saja, hal ini berbeda dengan metoda S-N

yang memprediksi umur lelah tahap I dan II (penjalaran retak). Pada

kondisi pembebanan rendah (HCF/LCS/ECS) akan menghasilkan Load

Controlled Test (S-N) dan Strain Controlled Test (ε-N) yang equivalen.

Metoda ε-N ini merupakan suatu metoda yang sangat berguna

untukmengevaluasi umur lelah dari komponen yang memeiliki takikan.

4.1 Perilaku Material

4.1.1 Perilaku Tegangan-Regangan Monotonik

Suatu pengujian tarik monotonik pada spesimen uji, pada

umumnya adalah untuk menentukan perilaku tegangan-regangan

teknis dari suatu material (Gambar 4.1).

(a)

(b)

Page 63: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 61

Gambar 4.1 (a) Spesimen uji tarik sebelum dan pada saatterdeformasi. (b) perbandingan tegangan-regangan teknis dan

sebenarnya.Keterangan Gambar 4.1 diatas adalah:

P=beban

lo=panjang awal

do=diameter awal

Ao=luas penampang awal

l=panjang sebenarnya

d=diameter sebenarnya

A=luas penampang sebenarnya

Persamaan tegangan-regangan:

Tegangan teknis, S = P/Ao (4.1)

Regangan teknis, e = ∆l/lo = (l-lo)/lo (4.2)

Tegangan sebenarnya, σ = P/A (4.3)

Regangan sebenarnya, ε = ∫l dl/l = ln l/lo (4.4)lo

Hubungan tegangan-regangan teknis dan sebenarnya:

∆l= l-lo

l=lo - ∆l

maka, ε=ln [(lo+∆l)/lo] = ln (1+∆l/lo) = ln (1+e) (4.5)

Hubungan tersebut berlaku sampai titik maksimum (necking) dimana

pada daerah tersebut deformasi yang terjadi secara homogen

sehingga berlaku pula hubungan volume konstan. Maka hubungan

tegangan teknis dan sebenarnya pada daerah ini adalah:

Ao lo = Al

Page 64: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 62

Ao / A = l/lo

ε = ln l/lo = ln Ao/A = ln (1+e)

S = F/Ao

σ = F/Ao = S Ao /A = S (1+e) (4.6)

Regangan total yang terjadi pada saat deformasi adalah jumlah

dari regangan elastis dan regangan plastis.

εt = εe + εp (4.7)

secara skematis, regangan total ini ditunjukkan pada Gambar 4.1

dibawah ini.

Gambar 4.2 Regangan elastis dan plastis.

Hubungan tegangan-regangan pada daerah elastis, dinyatakan oleh

persamaan Hooke:

εe = σ/E (4.8)

dimana, E=Modulus elastisitas.

Sedangkan hubungan tegangan-regangan plastis, mengikuti

persamaan tegangan alir sebagai berikut:

Page 65: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 63

σ = K εpn

εp = (σ/K)1/n (4.9)

dimana, K=keofisien kekuatan

n=exponen pengerasan regangan:

Su/Sy = (n/offset)n exp (-n)

Dari hubungan tegangan-regangan pada titik patah (fracture):

σf = Ff/Af

εf = ln Ao/Af = ln 1/(1-q)

σf = K εfn

maka, K = σf/εfn (4.10)

sehingga:

εp = [σ/ (σf/εfn )]1/n = [(σ εf

n)/ σf]1/n = εf (σ/σf)

1/n (4.11)

dari Persamaan 4.7 dan 4.8 maka:

εt = σ/E + (σ/K)1/n (4.12)

4.1.2 Perilaku Tegangan-Regangan Siklik

Kurva tegangan-regangan monotonik telah lama dipergunakan

dalam menentukan parameter desain untuk membatasi tegangan-

tegangan yang terjadi pada struktur teknik dan komponen yang

mengalami pembebanan statis. Demikian halnya dengan kurva

tegangan-regangan siklik, adalah dipergunakan untuk memperkirakan

ketahanan struktur dan komponen yang mengalami pembebanan

siklik atau dinamis (beban berubah-ubah atau berulang-ulang).

Gambar 4.3 menunjukkan kurva histerisis loop sebagai respon

material terhadap pembebanan siklik.

Page 66: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 64

Gambar 4.3 Diagram histerisis (hysteresis loop).

Tegangan-regangan amplitudo:

εa = ∆ε/2 (4.13)

σa = ∆σ/2 (4.14)

Regangan total:

∆ε = ∆εe + ∆εp (4.15)

Regangan amplitudo total:

∆ε/2 = ∆εe/2 + ∆εp /2 (4.16)

Dengan substitusi dari hukum Hooke, maka:

∆ε/2 = ∆σ /2 + ∆εp /2 (4.17)

4.1.2 Perilaku Transient: Regangan Siklik Hardening dan Regangan

Siklik Softening

Respon tegangan regangan dari logam, seringkali berubah

secara drastis pada pembebanan siklik. Perubahan ini tergantung pada

kondisi logamnya (hardening dan tempering atau annealing) yang

meliputi:

Cyclically harden

Cyclically soften

Page 67: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 65

Stabil

Campuran antara soften dan harden

Pada Gambar 4.4 ditunjukkan respon tegangan dari suatu material

yang mengalami pembebanan regangan (b) dan respon regangan-

regangan untuk dua siklus (c). Pada gambar tersebut terlihat

peningkatan tegangan pada setiap siklus regangan, sebaliknya

penurunan tegangan dari siklik sotening diperlihatkan pada Gambar

4.5.

Gambar 4.4 Siklik hardening: (a) Amplitudo regangan konstan. (b)Respon tegangan. (c) Respon tegangan-regangan siklik.

Page 68: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 66

Gambar 4.4 Siklik softening: (a) Amplitudo regangan konstan. (b)Respon tegangan. (c) Respon tegangan-regangan siklik.

Respon tegangan-regangan siklik untuk terjadinya siklik hardening

atau softening adalah tergantung pada kestabilan substruktur

dislokasinya, secara umum:

Pada material lunak, awalnya kerapatan dislokasinya rendah,

dengan adanya cyclic plastic straining maka kerapatan

dislokasinya akan meningkat sehingga menjadi bertambah keras

atau kuat (siklik hardening).

Pada material keras, adanya cyclic plastic straining akan

menyebabkan terjadinya pengturan dislokasi sehingga

menurunkan ketahanan terhadap deformasi (siklik softening).

Manson memprediksi fenomena siklik hardening atau softening dari

suatu material berdasarkan sifat-sifat monotoniknya (Gambar 4.6),

yaitu:

σuts / σys > 1,4 maka material akan mengalami siklik hardening.

σuts / σys < 1,2 maka material akan mengalami siklik softening.

Perilaku siklik ini dapat pula diprediksi bedasarkan nilai eksponen

pengerasan regangan monotonik, yaitu:

n > 0,2 maka material akan mengalami siklik hardening.

n < 0,1 maka material akan mengalami siklik softening.

Pada umumnya perilaku siklik hardening atau softening terjadi hanya

pada awal kelelahan (±20÷40% umur lelah) dan selanjutnya adalah

stabil (±50% umur lelah).

Page 69: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 67

Gambar 4.6 Kurva tegangan-regangan siklik dan monotonik.

4.2 Hubungan Tegangan-Regangan siklik

Seperti halnya dalam kondisi monotonik, maka hubungan

tegangan-regangan pada kondisi siklik dapt dinyatakan sebagai

berikut:

σ = K’ εpn’ (4.18)

dimana, σ =tegangan amplitudo

K’=konstanta tegangan siklik

εp=regangan plastis siklik

n’=koefisien pengerasan regangan siklik, ditentukan dari plot

log-log tegangan-regangan siklik, secara umum untuk

logam besarnya adalah: 0,1÷0,25 rata-rata: 0,15

sehingga:

εp = (σ/K’)1/n (4.19)

maka sesuai dengan Persamaan (4.7) dan (4.12):

ε = σ/E + (σ/K’)1/n’ (4.20)

Page 70: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 68

Gambar 4.7 Plot log-log tegangan-regangan siklik.

dan regangan amplitudonya sesuai dengan Persamaan (4.16) yaitu:

∆ε/2 = ∆σ/2E + (∆σ/2K’)1/n’ (4.21)

Atau total regangannya adalah:

∆ε = ∆σ/E + 2(∆σ/2K’)1/n’ (4.22)

Contoh Soal 4.1:

Material dengan sifat-sifat mekanik sebagai berikut:

E=30. 103 ksi

n’=0,202

K’=174,6 ksi

Material tersebut dikenai regangan berulang (fully reversed) dengan

range regangan, ∆ε=0,04. Tentukan respon tegangan-regangan dari

material tersebut.

Jawab:

Gambar dibawah ini menunjukkan sejarah regangannya, pada

pembebanan awal (titik. 1):

ε1 = σ1/E + (σ1/K’)1/n’

0,02= σ1/30.103 + (σ1/174,6)1/0,202

Page 71: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 69

σ1=77,1 ksi

Regangan amplitudo:

∆ε = ∆σ/E + 2(∆σ/2K’)1/n’

0,04= ∆σ/30.103 + 2(∆σ/(2. 174,6))1/0,202

∆σ=154,2 ksi

Tegangan pada titik. 2:

ε2 = ε1 - ∆ε = 0,02 – 0,04 = -0,02

σ2 = σ1 - ∆σ = 77,1 – 154,2 = -77,1 ksi

4.3 Kurva ε-N (Regangan-Siklus)

Tahun 1910, Basquin meneliti bahwa data S-N (regangan

elastik) dapat di plot secara linier dalam skala log-log:

∆σ/2 = σ’f (2Nf)b (4.23)

dimana, ∆σ/2 =amplitudo tegangan

σ’f =konstanta kekuatan (tegangan) lelah

2Nf =jumlah siklus kegagalan (1 putaran=1/2 siklus)

b =eksponen kekuatan (tegangan) lelah atau eksponen

Basquin=-0,05÷-0,12 ; rata-rata=-0,085

Pada tahun 1950-an, Coffin dan Manson (sendiri-sendiri)

menemukan data εp-N juga linier dalam koordinat log-log:

Page 72: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 70

∆εp/2 = ε’f (2Nf)c (4.24)

dimana, ∆εp/2 =amplitudo regangan plastis

ε’f =konstanta keuletan (regangan) lelah (untuk logam

ulet≈1 dan untuk logam keras≈0,5)

c =eksponen keuletan (regangan) lelah=-0,5 (Coffin,

untuk logam keras)÷-0,7(Manson, untuk logam

ulet), rata-rata=-0,6 (Manson)

Sehingga amplitudo regangannya sesuai dengan Persamaan (4.16)

dan (4.17) adalah:

∆ε/2 = σ’f/E (2Nf)b + ε’f (2Nf)

c (4.25)

Persamaan (4.25) diatas jika di plot dalam sebuah diagram

menghasilkan kurva seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8 (a)

berikut ini.

Gambar 4.8 Kurva ε-N.

Umur transisi (Gambar 4.8 (b)) yang merupakan umur regangan

elastis sama dengan umur regangan plastis dapat ditentukan sebagai

berikut:

∆εe/2 = ∆εp/2

σ’f/E (2Nf)b = ε’f (2Nf)

c dimana 2Nf=2Nt

2Nt = (ε’f E / σ’f )1/b-c (4.26)

(a) (b)

Page 73: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 71

Berdasarkan Gambar 4.8 (b), dapat ditunjukkan bahwa jika kekuatan

atau kekerasan material meningkat maka umur transisi akan

menurun. Hal ini diperlihatkan pula pada Gambar 4.9 berikut ini.

Gambar 4.9 Kurva ε-N untuk baja karbon medium kondisi quenchingdan normalizing

Pada baja karbon medium yang dinormalising (relatif ulet):

2Nt=90.000 siklus dan jika dalam kondisi dikeraskan (queching) akan

memiliki 2Nt=15 siklus. Dengan demikian untuk regangan tertentu

pada kondisi quenching akan memberikan umur lelah yang lebih lama

pada daerah pembebanan regangan elastis atau siklus lelah tinggi.

Sebaliknya pada kondisi normalising akan memberikan umur lelah

yang lebih lama pada pembebanan regangan plastis atau siklus lelah

rendah (lihat Gambar 3.1).

Contoh Soal 4.1:

Berikut ini diberikan data sifat mekanik monotonik dan siklik dari

suatu spesimen baja yang dipoles, yaitu:

Data monotonik.

Sy = 158 ksi

Su = 168 ksi

E = 28,4 X 103 ksi

Page 74: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 72

f = 228 ksi

q = 52 %

εf = 0,734

Data siklik.

Tentukanlah konstanta tegangan-regangan dan regangan-siklus (K’,

n’, σ’f , b, ε’f , c) untuk baja tersebut.

Jawab:

Menentukan σ’f dan b dengan menggunakan hubungan antara

tegangan amplitudo dengan siklus kegagalan (dari data siklik):

∆σ/2 = σ’f (2Nf)b

Menentukan ε’f dan c dengan menggunakan hubungan antara

amplitudo regangan plastis dengan siklus kegagalan (dari data

siklik):

∆εp /2 = ε’f (2Nf)c

Kurva regangan-siklus berdasarkan data siklik:

Page 75: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 73

maka sifat-sifat sikliknya adalah:

σ’f = 222 ksi (berdasarkan pendekatan = 228 ksi)

b = -0,076 (berdasarkan pendekatan = -0,085)

ε’f = 0,811 (berdasarkan pendekatan = 0,734)

c = -0,732 (berdasarkan pendekatan = -0,6)

Menentukan K’ dan n’ dengan menggunakan hubungan antara

tegangan amplitudo dengan amplitudo regangan plastis:

σ = K’ (εp)n’

maka menghasilkan sifat-sifat siklik:

K’ = 216 ksi

n’ = 0,094

atau dapat ditentukan pula melalui persamaan:

K’ = σ’f / (ε’f)n’ = 227 ksi dan

n’ = b/c = 0,104

Contoh Soal 4.2:

Suatu batang komponen baja dengan kekuatan tarik, Su = 114 Ksi

memiliki lebar 1 inch dan tebal ¼ inch dan pada kedua sisinya

terdapat takikan ½ lingkaran dengan radius 1/10 inch.

Page 76: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 74

Tentukan umur lelah komponen tersebut jika dikenai beban berulang

(R=-1) dengan amplitudo beban 10 Kips.

Jawab:

Penampang sisa, Anet = ¼ . 0,8 = 0,2 in2

Maka:

Snet = P/Anet = 10 Kips / 0,2 in2 = 50 Ksi

Berdasarkan persamaan ε-N:

∆ε/2 = σ’f (2Nf)b + ε’f (2Nf)

c

b=-0,085 (diambil nilai rata-ratanya)

c =-0,6 (diambil nilai rata-ratanya)

σ’f≈ σf ≈ Su+50 (ksi) = 114+50=164 ksi

ε’f≈ εf =ln 1/(1-q)=1(diambil untuk logam ulet)

∆ε = ∆σ/E + 2(∆σ/2K’)1/n’

∆σ=σmax- σmin=50-(-50)=100 ksi

n’ ≈ n atau n’=b/c=-0,085/-0,6=0.142

K’= σ’f/ε’fn’=154 ksi

maka:

∆ε = 100/30.103 + 2(100/(2. 154))1/0,142 = 0,0042

sehingga:

∆ε/2 = σ’f/E (2Nf)b + ε’f (2Nf)

c

0,0021= (164/30.103) (2Nf)-0,085 + 1 (2Nf)

-0,6

maka:

2Nf = 70.000 siklus (dihitung dengan teknik iterasi)

Umur tersebut merupakan umur fatik tahap satu yaitu pada tahap

pembentukan awal retak.

Page 77: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 75

Latihan:

4.1 Suatu logam memiliki sifat mekanik monotonik sebagai berikut:

E=193 Gpa

Su=650 Mpa

Sy=325 Mpa

a. Pada kondisi pembebanan siklik, apakah material akan

bertambah keras atau bertambah lunak?

b. Hitung regangan yang dicapai pada ½ siklus pertama untuk

tegangan amplitudo 200 Mpa.

c. Tentukan regangan total (stabil) dan amplitudo regangan

untuk tegangan amplitudo 200 Mpa.

4.2 Berikut ini disampaikan kurva beban-pertambahan panjang dari

material kuningan dengan nilai modulus elastisitas, E = 100 Gpa

dan data lainnya sebagai berikut:

Panjang awal, lo = 167 mm

Diameter awal, do = 3,17 mm

Diameter akhir (pada daerah necking), df = 2,55 mm

Tentukanlah:

a. kekuatan luluh (0,2 % offset), Sy.

b. Kekuatan tarik, Su.

c. Prosentase reduksi penampang, % RA.

d. Regangan patah sebenarnya, εf.

e. Kekuatan patah sebenarnya, σf.

f. Konstanta tegangan, K.

g. Eksponen pengerasan regangan,n.

h. Tegangan sebenarnya pada beban maksimum.

i. Regangan sebenarnya pada beban maksimum.

Page 78: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 76

4.3 Berikut ini disampaikan data sifat mekanik monotonik beberapa

logam-logam teknik.

Manakah diantara logam-logam tersebut yang akan mengalami

siklik hardening, softening atau stabil?

Tunjukkan pula dari logam-logam tersebut yang menjadi pilihan

terbaik untuk menentukan:

a. Beban tarik maksimum (batang halus).

b. Perpanjangan seragam maksimum sebelum necking pada

saat pembebanan tarik.

c. Energi maksimum yang diperlukan dari batang halus untuk

terjadinya regangan sebesar 0,001.

d. Energi maksimum yang diperlukan untuk terjadinya patah.

e. Regangan elastis minimum pada saat terjadinya necking.

f. Regangan totalmaksimum pada saat necking.

Page 79: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 77

4.4 Berikut ini disampaikan data parameter tegangan-regangan

siklik dan regangan-siklus dari suatu baja.

σ’f = 133 ksi

b = -0,095

ε’f = 0,26

c = -0,47

n’ = 0,202

K’ = 174,6 ksi

E = 30.103 ksi

Tentukanlah umur fatik dari baja tersebut dengan kondisi

regangan sepertiditunjukkan pada Gambar dibawah ini. Kondisi

regangan A: amplitudo konstan. B dan C: memiliki overload

awal sebagai tegangan sisa. Pergunakanlah persamaan

regangan-siklus dari Morrow yang memperhitungkan tegangan

rata-rata, σo yaitu sebagai berikut:

∆ε/2 = ((σ’f – σo) / E) (2Nf)b + ε’f (2Nf)

c

Dalam perhitungan umur fatik ini pergunakanlah juga

persamaan Manson-Halford:

∆ε/2 = ((σ’f – σo) / E) (2Nf)b + ε’f ((σ’f – σo) / σ’f)

c/b (2Nf)c

Bandingkan pula hasilnya jika mempergunakan persamaan

Smith-Watson-Topper:

σmax (∆ε/2) = ((σ’f)2 / E) (2Nf)

2b + σ’f ε’f (2Nf)b+c

Page 80: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 78

V. KONSEP da/dN

Umur lelah suatu komponen adalah meliputi umur untuk

terjadinya pembentukan awal retak (tahap inisiasi) dan umur untuk

merambatkan retakan (tahap propagasi). Pada amplitudo tegangan

atau regangan rendah, 90 % umur lelah didominasi oleh tahap inisiasi

dan sebaliknya pada amplitudo tinggi, akan didominasi oleh propagasi

retakan. Prediksi umur lelah pada tahap propagasi ini didekati dengan

menggunakan konsep mekanika retakan atau konsep da/dN.

Konsep mekanika retakan mempersyaratkan asumsi adanya

retakan awal. Retak awalini dapat berupa cacat atau

Page 81: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 79

ketidaksempurnaan komponen (porositas,inklusi dan lain sebagainya).

Konsep mekanika retakan inipun dapat diterapkan terhadapkomponen

yang bebas cacat.

Umur lelah yang diperoleh dari hasil prediksi dengan

menggunakan konsep mekanika retakan (umur propagasi) ditambah

umur lelah dengan menggunakan konsep regangan-siklus (umur

inisiasi) akan menghasilkan umur total kelelahan dari suatu komponen

(Gambar 5.1).

Gambar 5.1 Umur inisiasi dan propagasi retakan dari total umurlelah.

Konsep mekanika retakan dapat menjawab beberapa hal dari

suatu komponen yaitu:

1. Berapa kekuatan sisa darisuatu komponen.

2. Berapa nilai panjang retak kritis atau ukuran retak maksimum

yang diijinkan.

3. Berapa lama retak akan menjalar dari ukuran semula hingga

ukuran kritisnya.

4. Berapa umur sisa dari suatu komponen struktur dalam service

atau operasionalnya.

5. Berapa sering inspeksi harus dilakukan untukmemonitor

penjalaran retkan.

Page 82: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 80

Konsep tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.2 dibawah ini.

Gambar 5.2 Umur service dari suatu komponen yang retak.

Page 83: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 81

Page 84: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 82

Page 85: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 83

Page 86: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 84

VI. PENGARUH TAKIKAN TERHADAP KELELAHAN LOGAM

Page 87: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 85

Page 88: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 86

Page 89: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 87

Page 90: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 88

Page 91: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 89

Page 92: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 90

Page 93: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 91

Page 94: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 92

Page 95: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 93

Page 96: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 94

VII. KELELAHAN PADA AMPLITUDO BERUBAH (VARIABEL)

Page 97: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 95

Page 98: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 96

Page 99: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 97

Page 100: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 98

Page 101: Kelelahan Logam (Fatigue)

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan

Teknik Metalurgi-UNJANI 99