Kelekatan Baja Tulangan

21
 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Struktur beton bertulang (reinforced concrete)  adalah struktur komposit yang terbuat dari dua bahan dengan karakteristik yang berbeda yaitu beton dan baja. Secara umum beban luar telah diberikan pada beton, dan tulangan menerima bagian beban tersebut hanya pada tulangan yang dilingkupi beton melalui ikatan. Tekanan ikatan adalah nama yang diberikan pada tegangan geser pada permukaan tulangan beton dimana melalui pemindahan beban antara besi dan beton sekitarnya, akan memodifikasi tekanan baja. Ikatan ini ketika dikembangkan secara efisien, memungkinkan dua bahan membentuk struktur komposit. Dalam struktur komposit, ikatan antara komponen beton bertulang yang berbeda memiliki peran primordial dan  pengabaiannya akan mengakibatkan respon struktur yang kurang baik. Fenomena yang kompleks ini mengarahkan para insinyur di masa lalu untuk bergantung pada formula empiris untuk disain struktur beton, yang kemudian berasal dari sejumlah  percobaan. Untuk itu, keterpaduan ika tan itu dilaksanakan dalam penelitian terakhir. Sifat-sifat interaksi ini tergantung pada sejumlah faktor seperti friksi, interaksi mekanika, dan adhesi kimia. Di masa lalu, jumlah penelitian eksperimental telah dilakukan untuk mengklarifikasi dan memahami perilaku besi yang terdeformasi yang ditarik dari Universitas Sumatera Utara

description

Kelekatan

Transcript of Kelekatan Baja Tulangan

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Umum

    Struktur beton bertulang (reinforced concrete) adalah struktur komposit yang

    terbuat dari dua bahan dengan karakteristik yang berbeda yaitu beton dan baja. Secara

    umum beban luar telah diberikan pada beton, dan tulangan menerima bagian beban

    tersebut hanya pada tulangan yang dilingkupi beton melalui ikatan. Tekanan ikatan

    adalah nama yang diberikan pada tegangan geser pada permukaan tulangan beton

    dimana melalui pemindahan beban antara besi dan beton sekitarnya, akan

    memodifikasi tekanan baja. Ikatan ini ketika dikembangkan secara efisien,

    memungkinkan dua bahan membentuk struktur komposit. Dalam struktur komposit,

    ikatan antara komponen beton bertulang yang berbeda memiliki peran primordial dan

    pengabaiannya akan mengakibatkan respon struktur yang kurang baik. Fenomena

    yang kompleks ini mengarahkan para insinyur di masa lalu untuk bergantung pada

    formula empiris untuk disain struktur beton, yang kemudian berasal dari sejumlah

    percobaan. Untuk itu, keterpaduan ikatan itu dilaksanakan dalam penelitian terakhir.

    Sifat-sifat interaksi ini tergantung pada sejumlah faktor seperti friksi, interaksi

    mekanika, dan adhesi kimia.

    Di masa lalu, jumlah penelitian eksperimental telah dilakukan untuk

    mengklarifikasi dan memahami perilaku besi yang terdeformasi yang ditarik dari

    Universitas Sumatera Utara

  • balok beton dalam kondisi beban siklus atau monotonik. Hasil percobaan ini

    terdokumentasi dengan baik dalam literatur khusus. Namun penelitian ini hanya

    didapatkan pada hasil percobaan, maka sangat sulit untuk menyaring pengaruh bahan

    dan parameter geometri atas perilaku ikatan. Oleh karena itu, untuk memahami lebih

    baik perilaku ikatan, maka model ikatan jauh lebih reliabel (simulasi transmisi gaya

    dalam zona ikatan lihat Gambar 2.1(a) dan 2.1(b) yang dapat digunakan dalam

    elemen terbatas tiga dimensi.

    Menurut J.Shafaie,A.Hosseini, M.S. Marefat, 2002 pemodelan numerik dari

    perilaku ikatan adalah dimungkinkan dalam dua tingkatan:

    1. Pemodelan yang lebih rinci dimana geometri batangan dan beton adalah

    dimodelkan oleh elemen tiga dimensi;

    2. Pemodelan fenomenologi didasarkan pada formulasi diskrit atau smear dari

    interfase besi dan beton.

    Gambar 2.1 (a) Ideal Bond Zone ( menurut Shafaie,A.Husseini,M.S Marefat)

    Bet

    on

    Nodes Elemen besi

    Ket

    ebal

    an

    kuat

    leka

    t

    Volume Element beton

    Nodes

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 2.1 (b) Detail Modeling ( menurut Shafaie,A.Husseini,M.S Marefat)

    Dalam pemodelan fenomenologi ikatan beton dan penguatnya adalah terbatas

    oleh elemen dua atau tiga dimensi. Hubungan antara besi dan beton dapat dimodelkan

    dan pendekatan diskontinue dimana ikatan didefinisikan oleh elemen-elemen yang

    perilakunya dikontrol oleh hubungan tekanan ikatan-slip. Pendekatan ini adalah

    kemampuan untuk untuk memprediksikan secara realistis perilaku ikatan untuk

    geometri yang berbeda dan untuk kondisi batasan yang berbeda hanya bila model

    konstitusi relatif untuk beton. Model ini tidak mampu secara otomatis

    memprediksikan perilaku ikatan dari geometri tulangan. Konsekuensinya, pemodelan

    tiga dimensi lebih baik dalam paramter model ikatan. Dengan demikian, kita

    memiliki kemungkinan mensimulasikan secara realistis perilaku struktur beton

    bertulang dengan pemodelan dan perhitungan. Dengan menggunakan pemodelan

    yang rinci seperti pemodelan penulangan pada penampang beton akan memberikan

    elemen yang lebih baik. Ini mengarah pada usaha dalam pemodelan dan

    merealisasikan waktu perhitungan analisis pada sturktur beton bertulang.

    Bet

    on

    Nodes Elemen besi Ket

    ebal

    an

    kuat

    leka

    t

    Volume Element beton

    Nodes

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2 Penyaluran Tegangan Lekatan

    Salah satu dasar anggapan yang digunakan dalam perencanaan dan analisis

    struktur beton bertulang adalah lekatan batang baja tulangan dengan beton yang

    mengelilingi berlangsung sempurna tanpa terjadi penggelinciran. Ini berarti bahwa

    beban kerja tidak terjadi slip dari baja tulangan terhadap beton disekelilingnya.

    Berdasarkan atas anggapan tersebut, pada waktu komponen struktur beton bertulang

    bekerja menahan beban akan timbul tegangan lekat yang berupa (bond strength) pada

    permukaan singgung antara batang tulangan dengan beton.

    Perkuatan pada beton dapat meningkatkan kekuatan tarik penampang

    bergantung pada keserasian (compatibility) antara kedua bahan tersebut untuk dapat

    bekerja sama memikul beban luar. Dalam keadaan terbebani, elemen penguat seperti

    baja tulangan harus mengalami regangan atau deformasi yang sama dengan

    sekelilingnya untuk mencegah terpisahnya kedua material. Kekuatan lekatan yang

    merupakan hasil dari berbagai parameter seperti adhesi antara beton dan permukaan

    tulangan baja dan tekanan beton, yang menyebabkan peningkatan tahanan terhadap

    gelincir, efek total ini disebut sebagai lekatan (bond). Kekuatan lekatan bergantung

    pada faktor-faktor utama sebagai berikut:

    1. Adhesi gabungan antara elemen beton dan baja tulangan;

    2. Efek Gripping (memegang) sebagai akibat dari susut pengeringan beton

    disekeliling tulangan dan saling geser antara tulangan dengan beton

    sekelilingnya;

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Tahanan gesekan (friksi) terhadap gelincir dan saling kunci pada saat

    elemen penguat atau tulangan mengalami tegangan tarik;

    4. Pengaruh kualitas beton, kekuatan tarik dan tekannya;

    5. Pengaruh mekanis penjangkaran ujung tulangan, yaitu panjang penyaluran

    (development length), panjang lewatan (splicing), bengkokan tulangan

    (hooks) dan persilangan tulangan;

    6. Diameter, bentuk dan jarak tulangan karena semuanya mempengaruhi

    pertumbuhan retak;

    7. Kedalaman permukaan dari tulangan (licin, kasar, berulir).

    Agar beton bertulang dapat berfungsi dengan baik sebagai bahan komposit

    dimana batang baja tulangan saling bekerja sama sepenuhnya dengan beton maka

    perlu diusahakan supaya terjadi penyaluran gaya yang baik dari suatu bahan kebahan

    yang lain. Untuk menjamin hal ini diperlukan adanya lekatan yang baik antara beton

    dengan tulangan baja. Agar batang tulangan baja dapat menyalurkan gaya

    sepenuhnya melalui ikatan, baja harus tertanam di dalam beton hingga kedalaman

    tertentu yang dinyatakan dengan panjang penyaluran. Jenis percobaan yang dapat

    menentukan kualitas lekatan elemen tulangan yaitu:

    1. Percobaan Tarik Langsung (Pull Out Test)

    Percobaan ini memberikan perbandingan yang baik antara efisien lekatan

    berbagai jenis permukaan tulangan dan panjang penanaman. Akan tetapi, hasilnya

    belum memberikan tegangan lekat sesungguhnya pada struktur.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Hubungan Slip Ikatan Lokal

    Persamaan diferensial terhadap slip, dalam persamaan (2.1) baja penguat

    yang dimasukkan pada massa beton seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.2

    Dalam potongan batang yang pendek, dx, perubahan dalam pergeseran relatif

    dari baja terhadap beton, d adalah sama dengan perubahan dalam deformasi

    s, dikurangi perubahan dalam deformasi beton, c. dalam hal ini

    d = s -c .............................................................. (2.1)

    besaran deformasi untuk penguatan dan beton, bila kita mengasumsikan

    keadaan elastis diberikan oleh persamaan (2.2) dan (2.3)

    S

    = (S

    ES) dx ............................................................... (2.2)

    C

    =(c

    Ec)dx ................................................................. (2.3)

    Gambar 2.2 Kuat Lekat Baja pada

    Dimana s dan c adalah baja dan beton. Istilah yang digunakan dalam

    persamaan (2.1) adalah umum dan berlaku pada tingkat lokal. Dalam

    prakteknya, nilai c adalah relatif dan dapat terabaikan terhadap s karena

    bagian beton lebih besar dari bagian baja dan tekanan normal beton adalah lebih

    rendah. Oleh karena itu, persamaan kedua dalam persamaan (2.1) adalah

    Beton

    Steel bar

    Concrete

    X

    x dx

    db dx

    (s+ds)As

    Universitas Sumatera Utara

  • diabaikan dan seluruh slip diferensial pada level lokal attributed pada deformasi

    baja. Persamaan (2.1) direduksi menjadi (2.2):

    d - s ...................................................................... (2.4)

    Substitusikan persamaan 2.2 ke dalam persamaan 2.4 dan kemudian

    disusun kembali, sehingga diperoleh:

    d

    dx= s

    Es .................................................................. (2.5)

    Bila kita mendiferensialkan kedua sisi persamaan di atas dengan mengacu

    kepada dx, maka persamaan berikut akan berlaku:

    d2

    d2x= ( 1

    Es) dxdx

    ....................................................... (2.6)

    Pada sisi lain, tekanan ikatan dan tekanan baja (pada segmen dx) adalah

    berhubungan dari kondisi keseimbangan yang menyatakan:

    (s + dx) As = sAs + xdx x x db

    Secara sederhana:

    dsdx

    = x dbAs ...................................................... (2.7)

    Bila kita mensubstitusikan persamaan (2.7) ke dalam persamaan (2.6),

    maka diperoleh persamaan berikut:

    d2

    d2x= s(x)x db

    AsEs ...................................... (2.8)

    Dimana ds adalah diameter, As adalah luas penampang, Es adalah modulus

    Young dari batang penguat dan s(x) adalah slip antara beton dan absiska baja x.

    Universitas Sumatera Utara

  • Persamaan (2.8) diketahui sebagai persamaan diferensial yang mendasar

    untuk ikatan antara penguatan baja dan beton. Persamaan ini digambarkan

    dalam bentuk sederhana seperti di atas atau dalam bentuk lain oleh berbagai

    penulis. Diasumsikan bahwa karakteristik ikatan batang penguat adalah

    dijelaskan secara analitik oleh hubungan ikatan t = t(s). Dimana dalah

    tegangan geser apa permuakan kontak antara bar dan beton yang slip.

    3. Sifat Keruntuhan Lekatan.

    Bila digunakan baja polos untuk penulangan, lekat dianggap sebagai suatu

    adhesi antara pasta beton dengan permukaan dari baja. Tegangan tarik yang

    relatif rendah di dalam penulangan bahkan akan timbul slip yang cukup untuk

    menghilangkan adhesi pada lokasi yang berdekatan langsung dengan retak di

    dalam beton, sehingga pergeseran relatif antara tulangan dan beton

    sekelilingnya hanya ditahan oleh gesekan disepanjang daerah slip.

    Susut juga dapat menimbulkan seretan gesek terhadap batang tulangan,

    umumnya suatu tulangan polos yang dibentuk dengan cara penggilingan panas,

    dapat terlepas dari beton karena terbelah diarah memanjang bila terjadi

    perlawanan gesek yang cukup tinggi, atau dapat terlepas keluar dengan

    menimbulkan lubang bulat didalam beton.

    4. Variasi Ke Dalam Penjangkaran Tulangan

    Variasi kedalaman baja tulangan akan mempengaruhi tingkat kelekatan

    antara baja dan beton. Benda uji silinder diameter 15 - 30 cm merupakan benda

    uji beton dimana baja tulangan ditanamkan dapat dilihat pada Tabel 2.1:

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 2.1 Variasi Jumlah Sampel

    Variasi kedalaman Benda Uji Silinder Jumlah benda Uji 16 cm 15 30 cm 5 (dengan Flay Ash) 16 cm 15 30 cm 2 (tanpa Flay Ash)

    5. Pengujian Kuat Lekat Tulangan

    Benda uji ini berbentuk silinder diameter 150 mm dan tinggi 300 mm.

    Pengujian dilakukan pada umur 28 hari dengan jumlah benda uji sebanyak 5

    buah. Letakkan benda uji (kepala tulangan) pada penarik mesin Pull Out Test,

    kemudian diberi beban perlahan-lahan sampai pembacaan dial tidak naik lagi,

    dan catat beban maksimum terjadi.

    2.3 Abu Terbang (Fly Ash)

    Abu terbang adalah debu yang dihasilkan dari sisa pembakaran Pembangkit

    Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara (Sudjatmiko Nugroho, 2003).

    Sedangkan NSPM KIMPRASWIL dalam SNI 03-6414-2002 (2002:145) memberikan

    definisi berbeda, yaitu abu terbang adalah limbah hasil pembakaran batu bara pada

    tungku pembankit listrik tenaga uap yang berbentuk halus, bundar dan bersifat

    pozolanik (SNI 03-6414-2002 (2002: 145)).

    Bahan bangunan abu terbang dapat digunakan sebagai bahan baik untuk

    pembuatan agregat buatan dalam campuran beton, bahan tambahan paving blok,

    mortar, batako, bahan tambah beton aspal, beton ringan dan sebagainya. Sebagai

    bahan tambah beton, abu terbang dinilai dapat meningkatkan kualitas beton dalam hal

    kekuatan, kekedapan air, ketahanan terhadap sulfat dan kemudahan dalam pengerjaan

    Universitas Sumatera Utara

  • (workability) beton (Sofwan Hadi, 2000). Penggunaan abu terbang juga dapat

    mengurangi penggunaan semen dan sekaligus sebagai bentuk pemanfaatan limbah

    yang akan membantu menjaga kelestarian lingkungan.

    Abu terbang sepertinya cukup baik untuk digunakan sebagai bahan ikat karena

    bahan penyusun utamanya adalah silikon dioksida (SiO2), alumunium (Al2O3) dan

    Ferrum oksida (Fe2O3

    Dalam SNI 03-6863-2002 (2002: 146) spesifikasi abu terbang sebagai bahan

    tambah untuk campuran beton disebutkan ada 3 jenis abu terbang, yaitu;

    ). Oksida-oksida tersebut dapat bereaksi dengan kapur bebas

    yang dilepaskan semen ketika bereaksi dengan air. Clarence (1966: 24) menjelaskan

    dengan pemakaian abu terbang sebesar 20-30% terhadap berat semen maka jumlah

    semen akan berkurang secara signifikan dan dapat menambah kuat tekan beton.

    Pengurangan jumlah semen akan menurunkan biaya material sehingga efisiensi dapat

    ditingkatkan.

    1. Abu terbang jenis N, adalah abu terbang hasil kalsinasi dari pozolan alam,

    misalnya tanah diatomite, shole, tuft dan batu apung;

    2. Abu terbang jenis F, adalah abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran

    batubara jenis antrasit pada suhu kurang lebih 1560 C;

    3. Abu terbang jenis C, adalah abu terbang hasil pembakaran ligmit/ batubara

    dengan kadar karbon sekitar 60%. Abu terbang jenis ini mempunyai sifat

    seperti semen dengan kadar kapur di atas 10%.

    Abu terbang memiliki sifat pozolan yang terdiri dari unsur-unsur silikat dan

    atau aluminat yang reaktif. Komposisi kimia masing-masing jenis abu terbang sedikit

    Universitas Sumatera Utara

  • berbeda dengan komposisi kimia semen. Tabel 2.2 menjelaskan komposisi kimia abu

    terbang dan semen menurut Ratmaya Urip (2002).

    Tabel 2.2 Komposisi Kimia Berbagai Jenis Abu Terbang dan Semen Portland

    No. Komposisi Kimia Jenis Abu Terbang Semen Jenis F Jenis C Jenis N 1 SiO 51.90 2 50.90 58.20 22.60 2 Al2O 25.80 3 15.70 18.40 4.30 3 Fe2O 6.98 3 5.80 9.30 2.40 4 CaO 8.70 24.30 3.30 64.40 5 MgO 1.80 4.60 3.90 2.10 6 SO 0.60 2 3.30 1.10 2.30 7 Na2O dan K2 0.60 O 1.30 1.10 0.60

    Sumber: Ratmaya Urip, 2003

    Abu terbang merupakan limbah dari pembakaran batubara yang banyak

    dihasilkan oleh PLTU dan mesin-mesin di pabrik. Abu terbang termasuk bahan

    pozolan buatan yang memiliki sifat pozolanik. Sifat abu terbang tersebut membuat

    abu terbang dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen dan bahan tambah untuk

    bangunan yang dapat meningkatkan ketahanan/keawetan beton terhadap ion sulfat

    dan juga menurunkan panas hidrasi semen.

    Menurut standar SNI 03-6863-2002 (2002:150) penggunaan abu terbang

    sebagai bahan tambah beton, baik untuk adukan maupun campuran beton harus

    memenuhi syarat-syarat seperti Tabel 2.3.

    Abu terbang memiliki butiran yang cukup halus yaitu lolos saringan no

    5-27% dengan spesifikasi grafiti antara 2,5-2,8 berwarna abu-abu kehitaman. Fly

    Ash yang dipakai dalam penelitian ini diambil dari limbah pembakaran batubara

    pada PLTU Sijantang Kodya Sawahlunto, hasil pengujian seperti Tabel 2.4

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 2.3 Susunan Kimia dan Sifat Fisik Abu Terbang

    No. Uraian Kelas F (%) Kelas C %

    A 1. Silikon dioksida + alumunium oksida +besi oksida, min 2. Sulfur trioksida, maks 3. Kadar air, maks 4. Hilang Pijar, maks 5. Na2O, maks

    70.00 5.00 3.00 6.00 1.50

    50.00 5.00 3.00 6.00 1.50

    B Sifat Fisik Kehalusan sisa di atas ayakan 4um ,maks Indeks keaktifan pozolan dengan PCI, pada umur minimal

    28 hari Air, maks Pengembangan dengan u toc lav e, maks

    34.00

    75.00

    105.00 0.80

    34.00

    75.00

    105.00 0.80

    (Sumber: SNI 03-6863-2002 (2002: 150))

    Tabel 2.4 Hasil Uji Fly Ash Sawahlunto

    Uraian Satuan Asal Sample

    EP1 EP3 Hopper

    SiO2 % 57.81 55.77 56.11

    Al2O3 % 28.64 30.61 29.07

    Fe2O3 % 6.69 6.33 6.59

    CaO % 2.38 2.35 2.2

    MgO % 0.13 0.19 0.13

    BTL % 81.95 82.93 78.37

    LOI % 3.91 4.41 10.65

    H2O % 0.19 0.18 0.21

    Sisa diatas ayakan 45 % 36.6 4.20 45.6

    Sumber PT Semen Padang Indarung

    Universitas Sumatera Utara

  • Komposisi kimia yang telah dilakukan seperti yang disajikan pada tabel di atas

    menunjukkan bahwa abu terbang tersebut masuk kelas C, karena kandungan oksida

    silica, almunium dan besi lebih dari 50 %.

    Hasil penelitian yang telah dilakukan persentase abu terbang terhadap berat

    semen dilampirkan antara lain pengaruh penggunaan abu terbang (Fly Ash) terhadap

    kuat tekan oleh Andoyo 2006.

    Dari Gambar 2.3 terlihat bahwa kuat tekan mortar mengalami kenaikan karena

    penambahan abu terbang pada persentase 10%, 20%, 30% dan setelah itu mengalami

    penurunan kembali pada persentase 40% tapi kuat tekannya tetap lebih tinggi jika

    dibandingkan dengan mortar yang tanpa abu terbang. Hal ini sesuai dengan pendapat

    Ratmaya Urip (2002) yang mensyaratkan penggunaan abu terbang sebagai bahan

    bangunan yang paling baik adalah 20%-30%.

    Y=400.43X2 + 102.81 X + 45.410

    R2 = 0.8028

    50% 40% 30% 20% 10% 0%

    70

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    50

    55 60

    65

    Persentase abu terbang thp berat semen (%)

    Kuat

    teka

    n (k

    g/cm

    2 )

    Universitas Sumatera Utara

  • Sumber: Hasil Analisis

    Gambar 2.3 Proyeksi Kuat Tekan Karaktreristik Mortal Umur 28 Hari

    Kenaikan kuat tekan mortar pada penambahan abu terbang terjadi karena

    secara kimiawi abu terbang bersifat hidrolik yang bereaksi mengikat kapur bebas atau

    kalsium hidroksida yang dilepaskan semen saat proses hidrasi. Reaksi kimia yang

    terjadi tersebut membuat kapur bebas yang semula adalah mortar mengeras bersama

    air dan abu terbang yang akhirnya mempengaruhi kekuatan tekan mortar. Kadar

    kalsium hidroksida akibat proses hidrasi yang berkurang karena adanya pengikatan

    yang terjadi dengan abu terbang menyebabkan porositas dan permeabilitas berkurang

    sehingga membuat mortar menjadi lebih padat dan lebih kuat.

    Abu terbang yang butirannya lebih halus dari semen dalam mortar secara

    mekanik juga akan mempengaruhi kuat tekan mortar karena akan mengisi pori-pori

    yang ada dalam mortar sehingga menambah kekedapan dan memudahkan pengerjaan,

    hal ini sesuai dengan pendapat Sofwan Hadi (2000) yang menyatakan bahwa abu

    terbang dapat menambah workability dan kualitas mortar dalam hal kekuatan dan

    kekedapan air. Kuat tekan mortar yang paling optimal didapatkan pada persentase

    20%.

    Dalam penelitian ini adalah sebaliknya Fly Ash berfungsi sebagai pengganti

    semen jadi berat semen akan berkurang.

    2.4 Tegangan Lekat

    Kuat lekat adalah kemampuan baja tulangan dan beton yang menyelimutinya

    dalam menahan gaya-gaya dari luar ataupun faktor lain yang dapat menyebabkan

    Universitas Sumatera Utara

  • lepasnya lekatan antara baja tulangan dan beton (Winter, 1993). Menurut Nawy

    (1986), kuat lekatan antara baja tulangan dan beton yang bergantung pada faktor-

    faktor utama sebagai berikut:

    1. Adhesi antara elemen beton dan bahan penguatnya (tulangan baja);

    2. Sebagai akibat dari susut pengeringan beton disekeliling tulangan, dan

    saling geser antara tulangan dengan beton di sekelilingnya;

    3. Tahanan gesek (friksi) terhadap gelincir dan saling mengunci pada saat

    elemen penguat atau tulangan mengalami tarik;

    4. Efek kualitas beton dan kekuatan tarik dan tekannya;

    5. Efek mekanis penjangkaran ujung tulangan;

    6. Diameter dan bentuk tulangan.

    Kuat lekat antara baja tulangan dengan beton merupakan susunan yang khas

    dan kompleks dari adhesi, tahanan geser, dan aksi penguncian mekanis dari

    perubahan permukaan baja tulangan. Ini mempunyai pengaruh penting pada

    keretakan dan perubahan bentuk bahan struktur bertulang.

    Kekuatan lekatan tergantung pada besarnya perikatan baja tulangan di dalam

    beton. Kuat lekat yang rendah dapat menimbulkan slip sehingga adhesi hilang. Maka

    pergeseran antara tulangan dengan beton sekelilingnya hanya ditahan oleh gesekan

    disepanjang daerah slip.

    Menurut Kemp (1986), distribusi tegangan lekat sepanjang tulangan ulir lebih

    rumit dan kompleks. Tegangan lekat antara batang tulangan dan beton akan terjadi

    pada dua tonjolan. Baja ulir dapat meningkatkan kapasitas lekatan karena penguncian

    Universitas Sumatera Utara

  • dua ulir dan beton di sekelilingnya. Gaya tarik yang ditahan oleh tulangan

    dipindahkan ke beton melalui tonjolan.

    2.5 Panjang Penyaluran

    Panjang penyaluran adalah panjang penanaman yang diperlukan untuk

    mengembangkan tegangan baja hingga mencapai tegangan luluh, merupakan fungsi

    dari tegangan leleh, diameter dan tegangan lekat baja tulangan. Panjang penyaluran

    menentukan tahanan terhadap tergelincirnya tulangan. Dasar utama teori panjang

    penyaluran adalah dengan memperhitungkan suatu baja tulangan yang ditanam di

    dalam masa beton. Agar batang dapat menyalurkan gaya sepenuhnya melalui ikatan,

    harus tertanam di dalam beton hingga suatu kedalaman tertentu yang dinyatakan

    dengan panjang penyaluran. Sebuah gaya tarik P bekerja pada baja tulangan tersebut.

    Gaya ini ditahan oleh lekatan antara beton sekeliling dengan baja tulangan. Bila

    tegangan lekat ini bekerja merata pada seluruh bagian batang yang tertanam, total

    gaya angker (gaya yang harus dilawan sebelum batang tersebut keluar dari beton)

    akan sama dengan panjang bagian yang tertanam dikalikan keliling baja tulangan kali

    tegangan lekat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.4.

    Gambar 2.4 Panjang Penyaluran Baja Tulangan

    Universitas Sumatera Utara

  • Gaya maksimum yang dapat dilawan oleh batang itu sendiri sama dengan luas

    penampang batang dikalikan dengan kekuatan tarik baja. Agar terjadi keseimbangan

    antara gaya, maka kedua gaya ini harus sama besar. Untuk menjamin lekatan antara

    baja tulangan dan beton tidak mengalami kegagalan, diperlukan adanya syarat

    panjang penyaluran.

    Ld . . d . fb = P ..................................................... (2.9)

    Dimana nilai P = A . fy maka didapat persamaan:

    Ld . . d . fb = A . fy ............................................ (2.10)

    Dengan luas penampang tulangan adalah:

    .................................................... (2.11)

    Dari persamaan 2.11 diperoleh panjang penyaluran :

    .......................................................... (2.12)

    Dan nilai tegangan lekat:

    ....................................................... (2.13)

    Dimana : P = Gaya tarik keluar.

    A = Luas penampang baja tulangan.

    fy = Tegangan baja leleh.

    d = Diameter baja tulangan.

    Ld = panjang penyaluran.

    fb = kuat lekat/tegangan lekat.

    4

    2dA

    fyddfbLd4

    2

    .4

    dfbfyLd =

    ..4

    dLdfyfb

    Universitas Sumatera Utara

  • Menurut SKSNI T-15-1991-03 pasal 3.5.2 menentukan bahwa panjang

    penyaluran Ld untuk batang tulanga baja tarik deformasian dan tulangan rangkai las

    adalah sebagai berikut:

    Ld = Ldb x faktor modifikasi ................................ (2.14)

    dimana: Ld = panjang penyaluran

    Ldb = panjang penyaluran dasar

    1. Panjang penyaluran dasar:

    a. Batang D-36 dan lebih kecil :

    Tetapi tidak kurang dari : 0,06 db fy

    b. Batang D-45 :

    c. Batang D-55 :

    d. Kawat berulir :

    2. Faktor modifikasi diambil:

    a. Tulangan atas : 1,4

    b. Tulangan dengan fy > 400 MPa : 2-(400/fy)

    c. Beton ringan dengan spesifikasi beton tahan sulfat :

    d. Beton ringan tanpa menentukan kekuatan tarik

    3. Beton ringan berpasir : 1,18

    4. Beton ringan total : 1,33

    5. Penulangan mendatar spasi pkp 150 mm,

    '/02.0 cyb ffA

    '/25 cy ff

    '/40 cy ff

    '/..8/3 cy ffdb

    )8,1(

    '

    cd

    c

    ff

    Universitas Sumatera Utara

  • Jarak bersih antara tulangan < 70 mm : 0,80

    6. Tulangan dalam lilitan spiral diameter > 5mm

    Dan jarak lilitan < 100 mm : 0,75

    Panjang penyaluran Ld tidak boleh kurang dari 300 mm.

    fc = Satuan dalam MPa.

    fy = Satuan dalam MPa.

    db = Satuan dalam mm.

    Ab = Satuan dalam mm

    fct = Satuan dalam MPa.

    2

    Panjang penyaluran Ld yang didapat dalam satuan milimeter (mm).

    2.6 Distribusi Tegangan Lekat pada Pengujian Lolos Tarik

    Tegangan lekat yang diijinkan sebagian besar ditetapkan dari pengujian lolos

    tarik (pull-out test). Sesar batang relatif terhadap beton diukur pada ujung yang

    dibebani dan ujung bebas. Pada beban relatif kecil, sesar mula-mula terjadi pada

    daerah sekitar ujung yang dibebani. Makin besar gaya tarik yang dikerjakan, sesar

    pada ujung dibebani makin bertambah besar. Apabila sesar telah mencapai ujung

    bebas, maka perlawanan maksimum hampir tercapai. Perlawanan rata-rata selalu

    dihitung seakan-akan merata sepanjang penyaluran (Ferguson, 1980).

    Adapun tegangan lekat kritis didefinisikan sebagai nilai terkecil dari tegangan

    lekat yang menghasilkan sesar sebesar 0,05 mm pada ujung bebas atau 0,25 mm pada

    ujung yang dibebani (Park dan Paulay, 1975).

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 2.5 Sesar Antara Baja Tulangan dan Beton

    Dari Gambar 2.5 dapat dirumuskan bahwa sesar (c) yang terjadi setelah

    pembeban adalah:

    C = - S ........................................................... (2.15)

    Dimana: C = sesar yang terjadi

    = pertambahan panjang total

    S = pertambahan panjang baja

    Pertambahan panjang baja dicari dengan persamaan:

    ......................................................... (2.16)

    Dimana: L = Pertambahan panjang baja

    P = Beban

    Lo = Panjang mula-mula baja

    E = Modulus young

    A = Luas penampang baja

    ...EALoP

    s =

    Universitas Sumatera Utara

  • BAGAN ALIR METODOLOGI

    Gambar 2.6 Bagan Alir Metodologi

    MIX DESIGN

    tidak

    ya

    Numerik dengan program Ansys Ekperimen

    Mulai

    Pengumpulan data

    Pemilihan bahan dasar

    Pengujian material bahan campuran beton

    Benda uji untuk tulangan polos panjang penyaluran kedalaman

    16 cm tanpa fly ash

    Benda uji untuk tulangan polos panjang penyaluran kedalaman 16

    cm dengan beton fly ash

    Perawatan Beton dengan cara perendaman pengujian kuat lekat beton

    pada umur 28 hari

    Pengolahan data

    Evaluasi dan analisa hasil

    Kesimpulan dan saran

    Selesai

    Pengujian Pull Out Test

    Universitas Sumatera Utara