Kelapa sawit untuk Industri

7
PENDAHULUAN Latar Belakang Prospek perkembangan industri kelapa sawit saat ini sangat pesat, dimana terjadi peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat. Hal ini terlihat dari total luas areal perkebunan kelapa sawit yang terus bertambah yaitu menjadi 7,8 juta hektar pada tahun 2010 dan terus meningkat pada tahun 2011 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012). Dengan meningkatnya produksi kelapa sawit, maka tentu akan berdampak pada peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan. Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak kelapa sawit adalah limbah cair dan limbah padat. Limbah padat berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Pemanfaatan TKKS masih sangat terbatas, setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 22 – 23% TKKS atau sebanyak 220–230 kg TKKS. Jumlah limbah TKKS seluruh Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan mencapai 18,2 juta ton. Umumnya TKKS ditimbun (open dumping), dijadikan mulsa di perkebunan kelapa sawit, atau diolah menjadi kompos. Cara terakhir merupakan pilihan yang terbaik, namun cara ini belum banyak dilakukan oleh Perkebunan Kelapa Sawit karena adanya beberapa kendala yaitu waktu pengomposan, fasilitas yang harus disediakan, dan biaya pengolahan TKKS. Dengan cara konvensional, dekomposisi TKKS menjadi kompos dapat berlangsung dalam waktu 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Lamanya waktu ini berimplikasi pada luas lokasi, tenaga kerja, dan fasilitas yang diperlukan untuk mengomposkan TKKS (Isroi, 2008). dan cangkang. 1 Universitas Sumatera Utara

description

Kelapa sawit banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Kelapa sawit juga banyak di butuhkan oleh Industri. Salah satu produk dari kelapa sawit yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah minyak goreng. Selain itu kelapa sawit juga banyak digunakan oleh produk lain seperti kosmetik. Kelapa sawit dapat dijadikan sebagai bahan biodiesel. Indonesia merupakan negara pengekspor kelapa sawit nomor 1 di dunia

Transcript of Kelapa sawit untuk Industri

Page 1: Kelapa sawit untuk Industri

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Prospek perkembangan industri kelapa sawit saat ini sangat pesat, dimana

terjadi peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring meningkatnya kebutuhan

masyarakat. Hal ini terlihat dari total luas areal perkebunan kelapa sawit yang

terus bertambah yaitu menjadi 7,8 juta hektar pada tahun 2010 dan terus

meningkat pada tahun 2011 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012). Dengan

meningkatnya produksi kelapa sawit, maka tentu akan berdampak pada

peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan. Limbah yang dihasilkan dari proses

pengolahan minyak kelapa sawit adalah limbah cair dan limbah padat. Limbah

padat berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

Pemanfaatan TKKS masih sangat terbatas, setiap pengolahan 1 ton TBS

(Tandan Buah Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 22 – 23% TKKS atau

sebanyak 220–230 kg TKKS. Jumlah limbah TKKS seluruh Indonesia pada tahun

2004 diperkirakan mencapai 18,2 juta ton. Umumnya TKKS ditimbun (open

dumping), dijadikan mulsa di perkebunan kelapa sawit, atau diolah menjadi kompos.

Cara terakhir merupakan pilihan yang terbaik, namun cara ini belum banyak dilakukan

oleh Perkebunan Kelapa Sawit karena adanya beberapa kendala yaitu waktu

pengomposan, fasilitas yang harus disediakan, dan biaya pengolahan TKKS. Dengan

cara konvensional, dekomposisi TKKS menjadi kompos dapat berlangsung dalam waktu

6 bulan sampai dengan 1 tahun. Lamanya waktu ini berimplikasi pada luas lokasi, tenaga

kerja, dan fasilitas yang diperlukan untuk mengomposkan TKKS (Isroi, 2008).

dan cangkang.

1

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Kelapa sawit untuk Industri

Penempatan TKKS biasanya disusun di piringan atau gawangan tanpa berlapis,

tetapi pada lahan bertopografi miring TKKS tidak dapat diaplikasikan. Hal ini juga

menambah keterbatasan TKKS untuk dapat dimanfaatkan di perkebunan kelapa sawit.

Tanah Ultisol pada areal kelapa sawit di Indonesia sebagian besar

bertopografi datar hingga bergelombang dan sebagian kecil bergelombang hingga

berbukit. Proses pembentukan tanahnya berasal dari proses pelapukan yang sangat

intensif karena berlangsung pada daerah tropika dan sub tropika yang bersuhu

panas dan bercurah hujan tinggi. Pencucian basa-basa berlangsung sangat intensif

mengakibatkan tanah bersifat masam dan miskin unsur hara (Koedadiri dkk,

1999). Salah satu jenis tanah yang umum terdapat di kebun kelapa sawit adalah

Typic Paleudult (podsolik kuning fraksi liat tinggi), yang mengandung karbon (C)

tergolong sedang (2,20%) di lapisan atas dan tergolong rendah di lapisan bawah

(0,39-0,82 %). Kandungan Nitrogen (N) agak rendah (0,05-0,17 %) pada seluruh

lapisan begitu juga fosfor (P) tergolong rendah (2-4 ppm), pH tanahnya masam

(pH 4,0-4,4), kapasitas tukar kation dan kejernuhan basa tergolong rendah di

seluruh lapisan (Adiwiganda, 2005).

Hasil penelitian Tambunan (2008) di Kebun Kwala Sawit bahwa tanah

bertekstur liat, memiliki kandungan liat tinggi. Kandungan liat, pasir, bulk density,

particle density dan Total Ruang Pori pada tanah Typic Paleudult menekan

produksi tandan per pokok kelapa sawit. Semakin besar bulk density tanah maka

semakin berkurang jumlah produksi tandan per pokok. Tanah dengan kerapatan

lindak tinggi merupakan tanah padat yang berpengaruh menurunkan ketersediaan

air tanah, pertukaran udara di dalam tanah dan kapasitas infiltrasi.

2

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Kelapa sawit untuk Industri

Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan teknik konservasi sebagai

alternatif penempatan TKKS. Lubang biopori adalah teknologi tepat guna dan

ramah lingkungan, penggunaan biopori pada lahan perkebunan kelapa sawit masih

terbatas, biopori digalakkan pada daerah perkotaan. Manfaat biopori adalah

sebagai berikut : (1) Meningkatkan daya resapan air, (2) Mengubah sampah

organik menjadi kompos dan mengurangi gas rumah kaca (3) Memanfaatkan

peran aktivitas fauna tanah dan akar tanaman (Anonim, 2012).

Pemanfaatan TKKS pada tanah Ultisol diharapkan mampu memperbaiki

sifat buruk liat, hasil penelitian Munar (2009) menunjukan bahwa tanpa maupun

dengan kompos TKKS yang diberi bersamaan dengan kotoran ayam pada 100

maupun 50% pupuk standar sangat nyata meningkatkan kadar K total tanah

setelah pertumbuhan vegetatif kedelai, dengan peningkatan sebesar 130 – 405%

dibandingkan dengan tanpa pemberian kompos TKKS dan amandemen pada

100% pupuk standar (K0A0P1). Secara umum kombinasi perlakuan kornpos

TKKS dengan atau tanpa amandemen, menghasilkan serapan P yang lebih tinggi

pada pemberian 100% pupuk standar dibandingkan dengan 50% pupuk standar,

dengan penyerapan tertinggi diperoleh pada perlakuan kompos TKS aerob yang

diberi bersamaan dengan kotoran ayam pada 100% pupuk standar (K1A1P1

Ginting (2011) dalam penelitiannya Laju Resapan Air Pada Berbagai Jenis

Tanah Dan Berat Jerami Dengan Menerapkan Teknologi Biopori Di Kecamatan Medan

Amplas menyatakan bahwa pada jenis tanah entisol diperoleh angka laju resapan

tertinggi rata-rata sebesar 147,32 liter/jam, pada jenis tanah inseptisol 104,56

=

2,62%).

3

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Kelapa sawit untuk Industri

liter/jam dan pada jenis tanah ultisol 25,03 liter/jam. Berdasarkan hasil penelitian

tersebut diketahui bahwa jumlah biopori yang dibutuhkan berbeda berdasarkan

jenis tanahnya. Angka laju resapan air pada tanah ultisol sangat rendah.

Mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai pupuk biologis

tanah dan biofungisida adalah jamur Trichoderma sp dan Aspergillus sp.

Mikroorganisme ini adalah jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi dari

perakaran tanaman lapangan yang dapat berfungsi sebagai organisme pengurai,

agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Dalam penelitian ini

Trichoderma sp dan Aspergillus sp merupakan salah satu bioaktivator yang

digunakan dan akan dibandingkan dengan bioaktivator yang didalamnya terdapat

Azospirilium, Aspergilus, Actynomycetes, Lactobacillus dan Pseudomonas.

Rumusan Masalah

Dari pemaparan di atas maka penulis berkeinginan mengetahui bagaimana

pengaruh penempatan TKKS dan pemberian bioaktivator pada lubang biopori dan

rorak terhadap laju dekomposisi TKKS dan sifat fisik – kimia tanah di kebun

kelapa sawit.

Pengembangan agroindusttri kelapa sawit menimbulkan konsekwensi

meningkatnya limbah padat berupa tandan kosong kelapa sawit dalam jumlah

yang sangat besar. Limbah tersebut berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai

sumber bahan organik yag sangat diperlukan bagi usaha pertanian.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menangani masalah limbah yang

bersumber dari hasil pengolahan kelapa sawit Pemberian bioaktivator dan

pemilihan penempatan tandan kosong kelapa sawit pada saat diaplikasikan di

4

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Kelapa sawit untuk Industri

lapangan merupakan alternatif penting dalam mengelola tandan kosong kelapa

sawit sekaligus sebagai usaha dalam mengelola lahan untuk mengurangi run off

dan meningkatkan kemampuan tanah menyimpan air. Namun belum diketahui

apakah penempatan TKKS dan pemberian bioaktivator pada biopori merupakan

teknik yang tepat untuk mempercepat penurunan C/N TKKS dan memperbaiki

sifat fisik – kimia tanah.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh penempatan tandan kosong kelapa sawit

terhadap rasio C/N dan populasi mikroba pada TKKS serta terhadap sifat

fisik – kimia tanah dan kadar hara N, P, K daun

2. Untuk mengetahui pengaruh bioaktivator terhadap rasio C/N dan populasi

mikroba pada TKKS serta terhadap sifat fisik – kimia tanah dan kadar hara

N, P, K daun.

3. Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara penempatan tandan kosong

kelapa sawit dan bioaktivator terhadap rasio C/N dan populasi mikroba pada

TKKS serta terhadap sifat fisik – kimia tanah dan kadar hara N, P, K daun

Hipotesis Penelitian

1. Penempatan tandan kosong kelapa sawit berpengaruh terhadap penurunan

rasio C/N TKKS dan perbaikan sifat fisik – kimia tanah serta kadar hara N,

P, K daun

2. Pemanfaatan bioaktivator berpengaruh terhadap terhadap penurunan rasio

C/N TKKS dan terhadap perbaikan sifat fisik – kimia tanah dan kadar hara N,

P, K daun.

5

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Kelapa sawit untuk Industri

3. Interaksi antara penempatan tandan kosong kelapa sawit dan bioaktivator

berpengaruh terhadap penurunan rasio C/N TKKS dan terhadap perbaikan

sifat fisik – kimia tanah dan kadar hara N, P, K daun

Manfaat Penelitian

1. Untuk memperoleh alternatif dalam pemilihan teknik konservasi tanah dan

air yaitu biopori atau rorak yang dijadikan sebagai tempat pengaplikasian

limbah pabrik kelapa sawit khususnya TKKS di kebun kelapa sawit dengan

kemiringan 5 – 8 %.

2. Sumber informasi bagi pihak yang tertarik dalam manajemen lahan kelapa

sawit dan pemanfaatan bioaktivator di kebun kelapa sawit.

6

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Kelapa sawit untuk Industri

Universitas Sumatera Utara