Kelainan Kongenital Pada Gigi

26
KELAINAN KONGENITAL PADA GIGI Kelainan bawaan atau kelainan kongenital atau cacat bawaan adalah kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur . Kelainan bawaan dapat dikenali sebelum kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun kemudian setelah kelahiran. Kelainan bawaan dapat disebabkan oleh keabnormalan genetika, sebab-sebab alamiah atau faktor-faktor lainnya yang tidak diketahui. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alami terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira- kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Etiologi Kelainan Kongenital Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:

description

..

Transcript of Kelainan Kongenital Pada Gigi

Page 1: Kelainan Kongenital Pada Gigi

KELAINAN KONGENITAL PADA GIGI

Kelainan bawaan atau kelainan kongenital atau cacat bawaan adalah kelainan dalam

pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan

bawaan dapat dikenali sebelum kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun kemudian

setelah kelahiran. Kelainan bawaan dapat disebabkan oleh keabnormalan genetika, sebab-sebab

alamiah atau faktor-faktor lainnya yang tidak diketahui.

Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau

kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering

diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu

seleksi alami terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan

kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan

sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan

kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.

Etiologi Kelainan Kongenital

Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan

embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan

atau kedua faktor secara bersamaan.

Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara

lain:

1. Kelainan Genetik dan Kromosom

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan

kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel

biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant

traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi

adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah

selanjutya. Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran , maka telah dapat

diperiksa kemingkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat

dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal

trisomi 21 sebagai sindroma down (mongolism). Kelainan pada kromosom kelamin sebagai

sindroma turner.

Page 2: Kelainan Kongenital Pada Gigi

2. Faktor Mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan hentuk

rgan tubuh hingga menimbulkan deformitas organ cersebut. Faktor predisposisi dalam

pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai

contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes

valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot).

3. Faktor infeksi

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode

organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode

organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi

pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula

meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester

pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi

Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak,

kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan.

Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital

antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan

kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat

seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.

4. Faktor Obat

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan

diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu

jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang

dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang

diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya

dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak

diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari

pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar

dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada

pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang

tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan

Page 3: Kelainan Kongenital Pada Gigi

dan akibatnya terhadap bayi.

5. Faktor Umur Ibu

Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh

ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto

Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme

1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu

berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu

berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok

ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.

6. Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi

yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk

mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.

7. Faktor Radiasi

Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital

pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat

mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital

pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya

dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.

8. Faktor Gizi

Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan

kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa

frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan

lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada

binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-

Iain dapat menaikkan kejadian &elainan kongenital.

9. Faktor-faktor Lain

Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan

faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial,

hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali

penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.

Page 4: Kelainan Kongenital Pada Gigi

(Jurnal Asri Arumsari, Alwin kasim, bagian bedah mulut fakultas Kedokteran Gigi

UNPAD)

Tumbuh Kembang Gigi-Geligi Normal

Inisiasi (Bud Stage)

Adanya bukti perkembangan gigi manusia bisa diobservasi pada awal minggu ke – 6 usia

embrio. Sel pada lapisan basal epitelium oral berpoliferasi lebih cepat dibandingkan sel yang

berdekatan. Akhirnya epitelia menebal dibagian lengkung gigi. Nantinya yang meluas sepanjang

seluruh margin bebas rahang. Hal ini disebut dengan “ premordium dari bagian ektodermal gigi “.

Dan hasilnya disebut lamina dental. Pada waktu yang bersamaan, 10 bulatan atau pembengkakan

ovoid terjadi pada tiap rahang pada posisi yang akan diduduki oleh gigi sulung.  Beberapa sel pada

lapisan basal mulai berpoliferasi lebih cepat daripada sel yang berkembang. Sel – sel yang

berpoliferasi ini mengandung seluruh potensial pertumbuhan gigi. Molar permanent sama hal nya

dengan gigi sulung muncul dari lamina dental. Insisor permanent, kaninus, dan premolar berkembang

dari “ bud” ( kuncup ) gigi sulung yang sebelumnya. Tidak adanya hubungan kogenital pada gigi

merupakan hasil ( akibat ) dari kurangnya inisiasi penangkapan dalam proliferasi sel. Adanya

superrnumery gigi merupakan hasil dari organa enamel yang terus berkembang.

Proliferasi (Cap Stage)

Proliferasi sel berlangsung selama cap stage sebagai akibat pertumbuhan yang tidak merata

( tidak sama ) pada berbagai bagian kuncup, bentuk topi ( caps )terbentuk. Suatu invaginasi yang

dangkal muncul pada permukaan dalam kuncup. Sel – sel perifer pada “ cap” kemudian membentuk

outer enamel dan inner enamel epitelium.  Defisiensi pada tahap proliferasi akan berakibat pada

gagalnya benih gigi untuk berkembang dan kurangnya jumlah gigi dibandingkan normalnya.

Proliferasi yang berlebihan pada sel bisa menghasilkan sisa – sisa jaringan epitel. Sisa – sisa tersebut

bisa tetap tidak aktif atau menjadi teraktivasi sebagai akibat dari iritasi atau stimulus. Jika sel

berdiferensiasi sebagian/ terlepasnya dari organa enamel dalam keadaannya yang terdiferensiasi

sebagian, sel – sel tersebut menganggap fungsi sekretori umum untuk semua sel epitel dan kistapun

berkembang. Dan jika sel – sel berdiferensiasi sempurna atau terpisah dari organa enamel, maka

menghasilkan enamel dan dentiin.

Histodiferensiasi dan Morfodiferensiasi (Bell Stage)

Page 5: Kelainan Kongenital Pada Gigi

Epitelium terus berlangsung berinvaginasi dan mendalam hingga organ enamel membentuk “

bell “. Selama tahap ini, terjadi diferensiasi sel – sel dental papila menjadi odontoblas dan sel – sel

inner menjadi odontoblast. Histodiferensiasi menandakan akhir dari tahap proliferatif dengan

hilangnya kemampuan untuk membelah. Gangguan diferensiasi pada pembentukan sel benih gigi

berakibat pada keabnormalan struktur dentin dan enamel. Contohnya : amelogenesis imperfecto.

Kegagalan odontoblas berdiferensiasi dengan baik, dan keabnormalan struktur dentin akan

membentuk dentinogenesis imperfecta.

Pada tahap morfodiferensiasi, sel-sel pembentuk tersusun untuk membatasi bentuk dan

ukuran gigi. Proses ini terjadi sebelum deposisi matriks. Pola morfologi gigi menjadi terbentuk saat

inner enamel epithelium tersusun sehingga membatasi diantaranya dan odontoblas menguraikan

dentinoenamel junction nantinya. Gangguan pada morfodiferensiasi akan berakibat pada

keabnormalan bentuk dan ukuran gigi. Contohnya : peg teeth, tipe lain dari mikrodonsia, dan

makrodonsia.

Tahap Aposisi

Aposisi adalah pengendapan matriks dari struktur jaringan keras gigi. Pertumbuhan aposisi

dari enamel dan dentin adalah pengendapan yang berlapis – lapis dari matriks ekstra seluler.

Pertumbuhan aposisi ditandai oleh pengendapan yang teratur dan berirama dari bahan ekstra seluler

yang tidak mempunyai kemampuan sendiri untuk pertumbuhan akan dating.

Bila terjadi gangguan pada tahap ini maka akan mengakibatkan kelainan/perubahan struktur

dari jaringan keras gigi. Misalnya pada hipoplasia enamel,gigi terlihat kecoklatan akibat tetracycline.

Tahap Kalsifikasi

Kalsifikasi adalah tahap dimana terjadi pengendapan garam – garam kalsium anorganik

selama pengendapan matriks. Kalsifikasi dimulai selama pengendapan matriks oleh endapan dari

suatu nidus kecil, selanjutnya nidus garam – garam kalsifikasi anorganik bertambah besar lapisan –

lapisan yang pekat.

Apabila bila tahap ini terganggu,maka akan terbentuk butir kalsium yang tidak melekat atau

tidak menyatu dengan dentin. Kekuranagan seperti ini sangat mudah dikenali di dalam dentin, tetapi

itu semua dapat dikenali walaupun tidak jelas dalam kalsifikasi tulang dan enamel.

Tahap Erupsi

Page 6: Kelainan Kongenital Pada Gigi

Tahap ini adalah tahap dimana gigi telah terbentuk sempurna,khususnya mahkota gigi dan

gigi melakukan pergerakan ke alah oklusal (erupsi). Dan pada tahap ini juga dimulai perkembangan

dari rahang (bertambah panjang dan tinggi).

Kelainan Struktur gigi

1.      Hipoplasia Enamel

Enamel hipoplasia adalah defisiensi kualitas enamel karena terjadinya penyimpangan

selama perkembangan dan dapat terjadi pada pembentukan pit, groove, atau area yang lebih

besar. Hipoplasia email sering ditemukan dan sering terjadi pada sekitar 10 % populasi.

Hipoplasia email merupakan istilah untuk menunjukkan pembentukan defek sempurna pada

email yang menghasilkan cacat menyeluruh atau perubahan dalam bentuk. Hipoplasia email

dapat mengenai gigi susu atau tetap.

Penyakit sistemis disertai kelainan degeneratif sewaktu hamil, juga dapat herediter dan

terjadi kelainan degeneratif pada sel ameloblas yang mengganggu pembentukan email. Bila sel

ameloblas mengalami kerusakan selama periode pembentukan gigi. Yaitu dalam masa

pembentukan matriks email, gigi akan mengalami defek dalam pembentukannya.

Banyak faktor baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui dapat menimbulkan jejas

pada sel ameloblas dan menyebabkan hipoplasia. Defisiensi nutrisi dari vitamin A, C, D dapat

menyebabkan hipoplasia sistemis. Penderita dengan riwayat riketsia (kekurangan vitamin D)

seringkali menunjukkan hipoplasia berat.

Penyakit yang berhubungan dengan demam tinggi, terutama campak dan cacar

iaimenyebabkan ceruk horizontal. Ceruk ini merupakan tempat berkumpulnya sisa makanan dan

bakteri. Menyebabkan warna coklat tua. Selain itu, masih ada penyakit sistemis lain, misalnya:

            Toksemia atau penyakit kandungan lain yang dapat mengganggu pembentukan

email in utero

            Skalartina pada anak-anak atau bayi

            Defisiensi kalsium, fosfor

            Gangguan congenital

            Demam eksantematus pada bayi.

Page 7: Kelainan Kongenital Pada Gigi

Penyebab lain hipoplasia adalah siphilis kongenital. Pada wanita hamil yang terinfeksi

dengan syhiphilis yang tidak diobati akan menyebabkan spirochaeta menyerang janin sesudah

minggu ke-16 dan benih gigi menjadi cacat. Pada anak-anak tanda kerusakan  yang

karakteristiknya dapat terlihat pada gigi anterior tetap atau posterior. Terlihat pengurangan

dimensi mesiodistal gigi-geligi yang terkena.

Hipokalsemia  merupakan penurunana kadar kalsium dalam serum dan dapat

menyebabkan lubang atau lekukan pada gigi geligi. Keadaan ini mungkin terlihat pada penyakit

pada penyakit hipoparatiroidisme dan defisiensi vitamin D. Perubahan yang terjadi sama seperti

yang terlihat pada hipoplasia sistemis.

Bahan kimia dapat menyebabkan gangguan hipoplastik sehingga email tampak berbercak

putih yang makin lama makin coklat. Kebanyakan fluor dapat menyebabkan dental fluorosis,

terjadi klasifikasi email sehingga bewarna seperrti kapur yang kemudian mengalami pigmentasi

sehingga bewarna coklat tidak beraturan (motteld). Derajat kerusakan bertambah bila kosentrasi

fluor bertambah.

Etiologi enamel hipoplasia:

1.          Penyakit defisiensi vitamin D (Rickets), anak dengan celah bibir/langit-

langit, Down syndrome, kelainan jantung bawaan, penyakit gangguan metabolisme, cerebral

palsy, dll.

2.          Gangguan pada masa kelahiran, seperti kelahiran sulit (bayi kurang oksigen), berat

badan lahir rendah, kelahiran prematur, kernikterus (kuning patologis pada bayi), dll.

3.          Penyakit infeksi pada masa kehamilan (demam tinggi, infeksi sitomegalovirus,

rubela, toksoplasmosis) atau infeksi berat pada masa bayi dan anak.

4.          Infeksi dan trauma pada gigi susu dapat berakibat hipoplasia email pada gigi tetap

penggantinya.

(Hall R.K. Pediatric Orofacial Medicine and Pathology. Chapman and Hall. 1994)

Gambaran klinis:

1.     Jenis kualitatif : berkurangnya mineralisasi (hipomineralisasi), secara klinis

bermanifestasi sebagai hipomineralisasi (amelogenesis imperfekta) dan aplasia email.

2.     Jenis kuantitatif           : mineralisasi normal, ketebalan email berkurang.

Page 8: Kelainan Kongenital Pada Gigi

Secara klinis, tampak gambaran yang bervariasi. Gigi dapat tampak cekung berwarna

cokelat karena hampir tidak terbentuk email. Hipoplasia dapat pula tampak sebagai ceruk kecil,

barisan lekukan horizontal atau ceruk, atau tampak sederhana sebagai hilangnya lapisan email.

2.      Hipokalsifikasi Enamel (Opasitas Email)

Opasitas enamel adalah perubahan kualitatif terhadap translusensi enamel.

Gambaran klinis:

Bercak putih opak yang tampak pada gigi-geligi tetap dan gigi-geligi susu.

Kerusakan tampak sebagai bercak putih karena kekurangan kalsium pada saat serangan.

3.      Amelogenesis Imperfecta

Merupakan kelainan herediter yang tampak sebagai perubahan pengaturan atau struktur

gen yang berhubungan dengan email. Ditemukan dalam bentuk hipoklasifikasi enamel,

hipoklasifikasi email, hipoplasia email atau keduanya namun dentin dan pulpa normal. Baik gigi

susu maupun tetap dapat terserang. Insidennya adalah 1 dalam 15000 orang.

Banyak pola herediter yang ditemui, diantaranya adalah autosomal dominan, resesif, X-

linked, sehingga jumlah individu yang terkena dalam satu keluarga dapat bervariasi. Bentuk yang

paling sering adalah X linked dan menarik karena gen X mengatur ukuran dan bentuk gigi

manusia. Kelainan ini mempunyai riwayat keluarga. Oleh karena itu, beberapa anggota keluarga

dapat mempunyai penyakit ini dalam beberapa generasi. Cacat dalam gen ini menyebabkan

email mengalami hipoklasifikasi atau hipoplasia.

Secara klinis dapat bervariasi barupa ceruk, lekukan, defek horizontal atau vertikal dan

tidak ada hubungannya dengan kronologis perkembangannya. Tipe yang paling umum

adalahhipoklasifikasi yang bervariasi dan ketebalan gigi normal, bewarna coklat, rapuh serta

lunak. Kalkulus dapat terbentuk banyak sekali pada daerah yang rusak sehingga menyebabkan

fraktur email menjauhi dentin. Begitu email fraktur, dentin terlihat terlihat sehingga cepat rusak,

meninggalkan hanya akar. Pada radiogram tampak email hampir tak terlihat, seperti bayangan

atau sama sekali tidak ada.

Etiologi

Enamel merupakan jaringan yang mengalami mineralisasi tingkat tinggi dengan lebih dari

95% volumenya disusun oleh kristal-kristal hidroksiapatit yang begitu besar dan sangat teratur.

Page 9: Kelainan Kongenital Pada Gigi

Pembentukan struktur kristal hidroksiapatit ini disinyalir dikontrol secara ketat oleh ameloblas

melalui interaksi sejumlah molekul matriks organik yang mencakup amelogenin, enamelin,

ameloblastin, tuftelin, amelotin, dan dentin sialophosphoprotein. Gangguan yang terjadi pada

satu atau lebih dari gen-gen ini dapat menebabkan terjadinya amelogenesis imperfekta.

Salah satu gen yang paling besar pengaruhnya terhadap pembentukan enamel adalah

amelogenin. Gen ini merupakan protein yang disekresi oleh ameloblas dan berfungsi untuk

membentuk matriks organik enamel. Mutasi yang dilaporkan biasa terjadi pada gen ini adalah

penghapusan beberapa bagian dari gen, single base mutation, dan pemberhentian kodon

prematur. Beberapa bagian gen ini bersifat kritis terhadap penhaturan ketebalan enamel,

sementara bagian lainnya berperan penting dalam mineralisasi enamel.

Gambaran klinis

Secara klinis, amelogenesis imperfekta dapat tampak bervariasi antara lin berupa ceruk,

lekukan, defek horizontal atau vertikal dan tidak ada hubungan dengan kronologis

perkembangannya. Tipe yang paling umum adalah hipokalsifikasi yang bervariasi dan ketebalan

gigi normal, berwarna cokelat, rapuh serta lunak.

(Crawford, Peter J.M dkk. 2007. Amelogenesis Imperfecta. Orphanet Journal of

Rare Disease)

4.      Dentinogenesis Imperfecta

Email normal terbentuk, tetapi dentin kurang mineralisasinya sehingga gigi tampak

kebiru-biruan, merah, akar pendek berliku-liku, dapat obliterasi, email dapat pecah karena

sokongan dentin yang lemah, dentin cepat abrasi, erosi, dan akar terlihat. Biasanya merupakan

bagian osteogenesis imperfecta.

Dentinogenesis imperfecta lebih sering ditemukan dibandingkan amelogenesis imperfecta

dan ditandai dengan pembentukan dentin yang tidak teratur, baik pada gigi susu maupun gigi

tetap, sebagai akibat perubahan kromosom 4 dari struktur gen yang berhubungan dengan

pembentukan dentin. Ini merupakan faktor dominan turunan atau cacat genetik yang terlihat pada

1 dalam 8.000 orang.

Secara klinis gigi dapat berbentuk normal. Tanda karakteristik adah warna biru abu-abu

atau violet dan dapat opalesen. Sepihan email terjadi karena kerusakan pada tempat

Page 10: Kelainan Kongenital Pada Gigi

persambungan dentindengan email. Keadaan ini menyebabkan atrisi berat seperti yang terlihat

pada amelogenesis imperfecta.

Radiogram menunjukkan perubahan karakteristik seperti penutupan ruang pilpa, akar

yang memendek, konstriksi pertautan semen-email yang memberi gambaran mahkota seperti bel.

Dentinogenesis imperfecta biasanya terlihat pada kasus osteogenesis imperfecta (suatu penyakit

keturunan lain yang ditandai dengan pembentukan kolagen tipe 1 yang tidak sempurna dan

menyebabkan tulang rapuh dan warna sklera mata yang biru).

Dentinogenesis imperfekta terjadi akibat perubahan kromosom 4 dari struktur gen yang

berhubungan dengan pembentukan dentin. Gen yang sangat berhubungan dengan dentinogenesis

imperfekta adalah gen dentino sialophosphoprotein (DSPP). Gen DSPP ini berfungsi untuk

menghasilkan protein dengan nama serupa. Begitu dihasilkan, protein DSPP ini akan terpotong

menjadi tiga bagian yaitu: dentino sialoprotein, dentino glikoprotein, dan dentino fosfoprotein.

Dentino glikoprotein dan dentino fosfoprotein terlibat dalam pengerasan kolagen dan berperan

penting dalam deposisi kristal mineral di antara serat-serat kolagen (mineralisasi).

Gangguan pada gen DSPP ini akan menyebabkan terganggunya proses mineralisasi pada

dentin sehingga terjadilah dentinogenesis imperfekta. Dentinogenesis imperfekta diturunkan

dalam pola autosom dominan. Ini berarti, cukup satu kopi gen yang terganggu dalam tiap sel

untuk dapat menyebabkan kelainan ini. Terbukti dalam kebanyakan kasus, pasien mendapat

kelainan ini hanya dari salah satu orang tuanya.

Gejala klinis:

Gigi berwarna biru keabu-abuan atau kuning kecoklatan, akar translusen, gigi lemah dan

rapuh.

(Beattie, ML dkk. 2007. Phenotype Variation in Dentinogenesis Imperfecta/Dentin

dysplasia. US National Library of Medicine)

Kelainan  Jumlah gigi

1.      Hipodonsia

Kegagalan perkembangan satu atau dua benih gigi relatif umum terjadi dan sering kali

bersifat herediter. Ada beberapa sindrome yang disertai hipodonsia, yang paling umum adalah

Sindrome Down. Gigi yang paling sering tidak tumbuh adalah molar ketiga, premolar kedua, dan

insisif lateral atas. Sumbing palatal merupakan kelainan perkembangan lainnya yang

berhubungan dengan hipodonsia. (Sudiono, 2008 : 23)

Page 11: Kelainan Kongenital Pada Gigi

2.      Anodonsia

Kegagalan perkembangan seluruh gigi (anodonsia) jarang ditemukan. Anodonsia

berkaitan dengan penyakit sistemis, displasia ektodermal anhidrotik herediter yang merupakan

suatu kelainan perkembangan ektodermal dan umumnya diturunkan sebagai sex-linked. Ptia

lebih sering daripada wanita.

Pada anodonsia, proc. alveolaris tanpa adanya dukungan oleh gigi menjadi tidak

berkembang membuat profil menyerupai orang yang sudah tua dikarenakan kehilangan dimensi

vertikal.  (Sudiono, 2008 : 24)

3.      Gigi Berlebih (supernumerary teeth)

Supernumerary teeth adalah gigi tambahan/berlebih, sehingga jumlah gigi yang terbentuk

dalam rahang lebih banyak dari jumlah normal. Supernumerary teeth dapat menyebabkan

susunan gigi-geligi yang terlalu berjejal atau malah dapat menghambat pertumbuhan gigi

sebelahnya.

Supernumerary teeth atau gigi lebih merupakan suatu kelainan jumlah gigi berupa

bertambahnya gigi dari jumlah normalnya dan dapat ditemukan di semua bagian lengkung gigi. 

Gigi lebih pada periode gigi sulung lebih jarang terjadi dibandingkan pada periode gigi

permanen.  Penelitian pada populasi Kaukasia memperlihatkan prevalensi 0,2 - 0,8 % pada

periode gigi sulung dan 1,5 – 3,5 % pada periode gigi permanen.  Sedangkan studi epidemiologi

pada anak di Jepang hanya 0,06 % yang terdapat gigi lebih pada gigi sulungnya.  Perbandingan

ditemukannya gigi lebih pada laki-laki dan perempuan adalah 2:1.   Kasus gigi lebih 98 % terjadi

pada maksila, dengan 75 % - nya terletak di anterior. Gigi lebih pada periode gigi sulung tidak

selalu diikuti gigi lebih pada periode gigi permanennya, dan sebaliknya gigi lebih pada periode

gigi permanen tidak selalu ada gigi lebih pada periode gigi sulungnya.  Menurut Welbury, 30 –

50 % kasus gigi sulung lebih yang terletak pada premaksila, akan diikuti gigi lebih pada gigi

permanennya.

Etiologi dari gigi lebih tidak diketahui dengan pasti.  Terdapat beberapa teori mengenai

etiologi gigi lebih, yaitu teori dikotomi dan teori hiperaktifitas. Teori dikotomi adalah gigi lebih

merupakan hasil dikotomi dari tooth bud, sedangkan teori hiperaktifitas adalah gigi lebih

merupakan hasil hiperaktifitas dari lamina dental.  Munculnya gigi lebih pada beberapa anggota

keluarga yang sama mengarahkan anomali ini diwariskan secara genetik atau X-linked.

Page 12: Kelainan Kongenital Pada Gigi

Gigi lebih pada periode gigi sulung biasanya berupa mesiodens atau gigi supplemental

insisif lateral.  Gigi lebih yang morfologinya menyerupai gigi normal disebut supplemental,

sedangkan gigi lebih yang tidak menyerupai gigi normal disebut accessory.  Russell &

Folwarczna (2003) mengelompokan gigi lebih berdasarkan waktu munculnya pada periode gigi

permanen atau gigi sulung, dan berdasarkan morfologinya yaitu supplemental, konus dan

tuberkel.  Gigi lebih juga dibedakan berdasarkan lokasinya yaitu mesiodens, paramolar dan

distomolar.  Gigi lebih yang berlokasi di premaksila dan berdekatan dengan sutura mid-line

disebut mesiodens.  Paramolar dan distomolar adalah gigi lebih yang terletak di posterior.  Gigi

lebih dapat muncul secara unilateral bahkan bilateral. Gigi lebih dapat menyebabkan erupsi

ektopik gigi sekitarnya dan menyebabkan maloklusi.  Menurut Welbury (1999) gigi lebih yang

erupsi dengan morfologi yang normal atau gigi supplemental akan menyebabkan gigi berjejal

setempat pada daerah disekitar gigi lebih.

Manajemen gigi lebih tergantung jenis dan posisi gigi tersebut, dan pengaruh yang

potensial terjadi pada gigi-geligi yang berdekatan.  Manajemen gigi lebih adalah pencabutan atau

tanpa pencabutan.  Kasus gigi lebih dengan indikasi untuk dilakukan pencabutan adalah: erupsi

insisif sentral terlambat atau terhalang, dan terdapat perubahan erupsi atau pergeseran gigi insisif

sentral. Sedangkan kasus gigi lebih dengan indikasi tanpa pencabutan adalah: erupsi gigi

sekitarnya yang baik, dan tindakan pencabutan akan berakibat buruk pada vitalitas gigi

sekitarnya.  Gigi lebih insisif sulung dapat dipertahankan bila terdapat ruang yang cukup untuk

gigi tersebut dalam lengkung rahang dan gigi tersebut harus diekstraksi pada saat gigi insisif

permanennya siap untuk erupsi. Identifikasi gigi suplemental atau gigi lebih yang bentuk dan

ukurannya menyerupai dengan gigi sekitarnya adalah dengan membandingkan gigi pada sisi

yang berlawanan. Gigi yang bentuk dan ukurannya paling menyerupai gigi pada sisi yang

berlawanan lah yang harus dipertahankan.

Etiologi

Penyebab dari supernumerary teeth belum diketahui dengan pasti. Kelainan ini dapat

terjadi bila ada proliferasi sel yang berlebihan pada saat pembentukan benih gigi, sehingga gigi

yang terbentuk melebihi jumlah yang normal. Pada beberapa kasus, kelainan ini dapat diturunkan

dari orang tua.

Selain itu, supernumerary teeth juga bisa merupakan bagian dari penyakit atau sindroma tertentu,

Page 13: Kelainan Kongenital Pada Gigi

yaitu cleft lip and palate (sumbing pada bibir dan langit-langit), Gardner’s syndrome, atau

cleidocranial dysostosis. Pada kelainan-kelainan tersebut, biasanya supernumerary teeth

mengalami impaksi (tidak dapat tumbuh di dalam rongga mulut).

Gambaran Klinis

Supernumerary teeth dapat memiliki bentuk yang sama atau berbeda dengan gigi normal.

Bila berbeda, bentuknya dapat konus (seperti kerucut), tuberculate (memiliki banyak tonjol gigi),

atau odontome (bentuknya tidak beraturan).

Supernumerary teeth lebih sering terjadi pada rahang atas dibandingkan rahang  bawah. Gigi

berlebih ini juga dapat terbentuk di berbagai bagian rahang, yaitu pada daerah gigi insisif depan

atas (disebut juga mesiodens), di sebelah gigi molar (disebut juga paramolars), di bagian paling

belakang dari gigi molar terakhir (disebut juga disto-molars), atau di sebelah gigi premolar

(disebut juga parapremolars). Supernumerary teeth yang paling sering dijumpai adalah

mesiodens. Kelainan ini lebih sering terjadi pada gigi tetap dibandingkan gigi susu.

Kelainan  Bentuk gigi

1.      Geminasi

Geminasi merupakan gigi yang besar karena satu benih gigi berkembang membentuk dua

gigi. Pada kelainan geminasi ini menyebabkan terpisah nya mahkota gigi secara menyeluruh atau

sebagian melekat pada satu akar dengan satu saluran akar.

2.      Fusi

Fusi merupakan gigi yang besar (makrodonsia) dengan satu mahkota besar yang terdiri

atas persatuan mahkota-mahkota dan akar-akar. Hal ini  dikarenakan satu gigi dibentuk dua

benih gigi yang terpisah. Fusi sulit dibedakan dengan geminasi. Selain dengan pembuatan

radiogram, menghitung jumlah gigi yang ada dapat menolong hal ini karena pada fusi ada satu

gigi yang hilang.

3.      Dens invaginatus

Dens invaginatus berarti adanya gigi dalam gigi. Pada radiogram tampak kelainan gigi

karena invaginasi enamel ke dalam lekukan yang dalam di dalam gigi. Sering kali terlihat pada

daerah ceruk lingual gigi insisif kedua atas. Adanya debris dalam invaginasi membuat kerusakan

Page 14: Kelainan Kongenital Pada Gigi

pada gigi ini cenderung tidak terdeteksi. Radang periapeks merupakan indikasi pertama dari

adanyaproses kerusakan gigi.

4.      Dilaserasi

Dilaserasi merupakan suatu angulasi akar yang abnormal terhadap aksis memanjang dari

mahkota gigi. Umumnya deviasi angulasi terlihat sangat tajam, hamper tegak lurus. Mineralisasi

gigi tetangganya sebelum gigi yang mengalami kelainan ini menjadi penyebab terjadinya

dilaserasi akar.

5.      Gigi Hutchinson dan Mulberry Molar

Gigi Hutchinson dan Mulberry molar ditemukan pada penderita sifilis kongenital yang

terjadi akibat infeksi dari ibu melalui plasenta ke janin yang telah mencapai tahap perkembangan

gigi tetap. Patogenesis dari kelainan ini adalah bakteri Treponema palidum menyebabkan reaksi

radang kronis, fibrosis dalam folikel gigi sehingga terjadi perubahan dalam penekanan pada sel

ameloblas dan menyebabkan terjadinya hipoplasia, dan proliferasi epitel odontogenik ke dalam

papilla dentis sehingga terbentuk takik. Secara klinis gigi insisif terlihat kecil, bentuk

menggembung dibagian tengah atau mengalami invaginasi menguncup ke arah insisal, pada gigi

molar bentuk seperti bulan, permukaan kasar, banyak ceruk dan tonjolan.

6.      Mutiara enamel

Mutiara enamel adalah enamel berbentuk bola kecil bulat oval yang dapat dijumpai pada

atau di dalam akar. Suatu mutiara enamel adalah enamel mahkota yang sering berekstensi sampai

ke bi- atau trifurkasi.

7.      Dwarf root

Dwarf root adalah kelainan pada akar gigi. Mahkota gigi normal, tetapi akar gigi pendek

dan gemuk. Biasanya gigi dengan kelainan ini lebih mudah.

8.      Taurodonsia

Gigi malformasi berakar jamak yang ditandai oleh perubahan ratio mahkota terhadap akar

dimana mahkota ada adalam panjang normal, akar-akarnya abnormal pendek dan ruang pulpa

abnormal besar

Page 15: Kelainan Kongenital Pada Gigi

Keainan  Ukuran gigi

1.      Mikrodonsia

Defenisi. Mikrodontia adalah gigi yang memiliki ukuran lebih kecil dari normal.

Mikrodontia lokal yang hanya mengenai satu atau beberapa gigi lebih sering ditemui daripada

yang mengenai seluruh gigi. Kelainan ini lebih sering terjadi pada gigi-gigi permanen

dibandingkan gigi-gigi sulung. Selain itu juga lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-

laki. Microdontia lebih sering terjadi pada gigi insisif dua rahang atas dan gigi molar tiga rahang

atas.

Penyebab. Kelainan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Microdontia yang

mengenai seluruh gigi jarang terjadi dan bisa ditemukan pada kelainan yang diturunkan dari

orangtua (congenital hypopituitarism). Selain itu bisa juga disebabkan karena adanya radiasi atau

perawatan kemoterapi saat pembentukan gigi.  Microdontia lokal diduga disebabkan oleh adanya

mutasi pada gen tertentu.  Kelainan ini juga bisa merupakan bagian dari sindroma tertentu

(penyakit yang terdiri dari beberapa gejala yang timbul bersama-sama), seperti sindroma trisomy

21 atau sindroma ectodermal dysplasia. Selain itu microdontia juga sering ditemui pada kelainan

cleft lip and palate (bibir sumbing dan celah pada langit-langit rongga mulut).

Gejala. Mahkota gigi yang mengalami microdontia tampak lebih kecil daripada ukuran

yang normal. Gigi tersebut dapat berbentuk kerucut atau sama seperti gigi normal hanya dengan

ukuran yang lebih kecil.

Perawatan. Perawatan microdontia biasanya meliputi pemberian restorasi estetik untuk

memperbaiki bentuk dan ukuran gigi, misalnya dengan pemasangan mahkota tiruan (crown) atau

dengan penambalan. Juga bisa dilakukan perawatan orthodonti (pemakaian kawat gigi) untuk

merapatkan ruangan antar gigi-geligi bila diperlukan. Lakukan konsultasi dengan dokter gigi

Anda untuk mendapatkan perawatan yang sesuai bila gigi Anda memiliki kelainan ini.

(http://www.klikdokter.com/illness/detail/107)  

2.      Makrodonsia

Definisi. Makrodontia adalah gigi yang memiliki ukuran lebih besar dari normal.

Kelainan ini bisa mengenai semua gigi atau hanya beberapa gigi saja. Makrodontia total yang

meliputi seluruh gigi sangat jarang terjadi, biasanya hanya satu gigi saja yang mengalami

kelainan ini. Makrodontia lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.

Page 16: Kelainan Kongenital Pada Gigi

Penyebab. Makrodontia dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang saling

mempengaruhi. Makrodontia yang mengenai seluruh gigi dapat terjadi pada kelainan pituitary

gigantism, yaitu suatu kelainan yang disebabkan oleh adanya gangguan keseimbangan hormonal.

Makrodontia yang hanya mengenai gigi tertentu saja (macrodontia lokal) kadang ditemukan pada

kelainan unilateral facial hyperplasia yang menyebabkan perkembangan benih gigi yang

berlebihan. Selain itu, makrodontia juga dapat berhubungan dengan beberapa penyakit yang

diturunkan.

Gejala Klinis. Ukuran gigi tampak lebih besar daripada gigi normal.  Macrodontia

merupakan kelainan yang cukup jarang ditemukan pada gigi permanen. Biasanya mengenai gigi

molar tiga rahang bawah dan premolar dua rahang bawah, serta insisif sentral rahang atas.

Perawatan. Perawatan kasus ini akan dilakukan bila besarnya ukuran gigi menyebabkan

keluhan, misalnya gigi yang berjejal atau faktor estetis yang berkurang. Perawatan kelainan ini

biasanya meliputi perbaikan ukuran gigi dengan cara mengecilkan gigi yang mengalami

makrodontia. Bila tidak mungkin dilakukan perbaikan dan dapat menimbulkan kelainan lainnya,

maka dapat dilakukan pencabutan dan dibuatkan gigi tiruan. Segera lakukan konsultasi dengan

dokter gigi Anda bila Anda memiliki kelainan ini

(http://www.klikdokter.com/illness/detail/106#)

            Anomali Erupsi (Natal Teeth)

          Pola erupsi gigi pada usia 6 bulan, umumya dimulai dengan gigi insisif bawah dan

erupsi gigi geligi susu selesai pada usia sekitar 2,5 tahun. Erupsi gigi terlambat berkaitan dengan

penyakit gangguan metabolisme skletal terutama kretisma dan riketsia. Pada kleidokranial

displasia, eruspsi sebagian besar gigi tetap dapat gagal atau terlambat.

Etiologi :

1.                   Kehilangan ruangan akibat tanggal dini gigi susu.

2.                   Kista dentigerus yang menyebabkan pergeseran dan mencegah gigi untuk erupsi.

3.                   Retensi gigi susu, kadang-kadang gigi susu mengalami ankilosis, dan

4.           Resorbsi akar gigi susu yang lambat akibat infeksi periapeks, meskipun jarang terjadi dapat mengalami erupsi gigi tetap.

Gejala klinis :

1.                   Posisi abnormal biasanya ditemukan pada gigi M3 bawah dan C atas.

2.                   Gigi berjejal.

Page 17: Kelainan Kongenital Pada Gigi

3.                   Gigi berlebih yang menempati ruang untuk gigi normal.