Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

80
8 Universitas Indonesia BAB II “ANALISA KEKUATAN PEMBUKTIAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN DAN BUKTI TANAH LETTER C” 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Pendaftaran Tanah, Hak Guna Bangunan, Bukti Letter C: 2.1.1. Sejarah Hukum Tanah di Indonesia Seperti telah disebutkan pada bahasan sebelumnya, bahwa kehidupan manusia selalu terkait erat dengan keberadaan tanah. Hubungan manusia dan tanah menjadi tidak terpisahkan meskipun terjadi suatu perubahan atas perkembangan manusia. Dr. B.F. Sihombing, SH, MH menyebutkan bahwa jiwa rakyat baik sebagai hasil perubahan yang lama maupun sebagai hasil letusan revolusi menghendaki juga perubahan dalam hukum tanah. 7 Ini mengartikan bahwa terdapatnya perubahan yang terjadi pada kehidupan manusia, mengharuskan adanya penyesuaian terhadap sebuah pengaturan hubungan manusia dengan tanah itu sendiri. Pengaturan hubungan manusia dengan tanah itu yang kemudian disebut sebagai hukum tanah. Prof. Boedi Harsono menyebutkan bahwa Hukum Tanah merupakan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah yang disusun menjadi satu kesatuan yang merupakan satu sistem. Dari konteks tersebut, Hukum Tanah Indonesia diartikan sebagai bentuk pengaturan hubungan antara manusia, Pemerintah yang mewakili negara sebagai badan hukum publik maupun swasta termasuk badan keagamaan/badan sosial dan perwakilan negara asing dengan tanah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) 8 Penerapan Hukum Tanah di Indonesia dalam kerangka mengatur hubungan atau hak-hak penguasaan masyarakat atas tanah di wilayah 7 Dr. B. F. Sihombing, SH, MH. Evaluasi Kebijakan Pertanahan dalam Hukum Tanah Indonesia. (Jakarta : PT. Toko Gunung Agung, 2004). Hal 51. 8 Prof. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1. Cet. X (Edisi Revisi) 2005. (Jakarta : Djambatan, 2005). Hal. 16. Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

description

Pembukitan harus memiliki kekuatan agar dapat dijadikan sebagai bukti, tidak hanya berupa lembaran-lembaran, tetapi juga keterangan yang diberikan saksi akan memiliki kekuatan untuk sebuah pembuktian.

Transcript of Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

Page 1: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

8

Universitas Indonesia

BAB II

“ANALISA KEKUATAN PEMBUKTIAN SERTIFIKAT HAK GUNA

BANGUNAN DAN BUKTI TANAH LETTER C”

2.1. Tinjauan Umum Mengenai Pendaftaran Tanah, Hak Guna Bangunan,

Bukti Letter C:

2.1.1. Sejarah Hukum Tanah di Indonesia

Seperti telah disebutkan pada bahasan sebelumnya, bahwa

kehidupan manusia selalu terkait erat dengan keberadaan tanah. Hubungan

manusia dan tanah menjadi tidak terpisahkan meskipun terjadi suatu

perubahan atas perkembangan manusia. Dr. B.F. Sihombing, SH, MH

menyebutkan bahwa jiwa rakyat baik sebagai hasil perubahan yang lama

maupun sebagai hasil letusan revolusi menghendaki juga perubahan dalam

hukum tanah.7 Ini mengartikan bahwa terdapatnya perubahan yang terjadi

pada kehidupan manusia, mengharuskan adanya penyesuaian terhadap

sebuah pengaturan hubungan manusia dengan tanah itu sendiri. Pengaturan

hubungan manusia dengan tanah itu yang kemudian disebut sebagai hukum

tanah.

Prof. Boedi Harsono menyebutkan bahwa Hukum Tanah merupakan

ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah

yang disusun menjadi satu kesatuan yang merupakan satu sistem. Dari

konteks tersebut, Hukum Tanah Indonesia diartikan sebagai bentuk

pengaturan hubungan antara manusia, Pemerintah yang mewakili negara

sebagai badan hukum publik maupun swasta termasuk badan

keagamaan/badan sosial dan perwakilan negara asing dengan tanah di

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)8

Penerapan Hukum Tanah di Indonesia dalam kerangka mengatur

hubungan atau hak-hak penguasaan masyarakat atas tanah di wilayah

7 Dr. B. F. Sihombing, SH, MH. Evaluasi Kebijakan Pertanahan dalam Hukum Tanah Indonesia. (Jakarta : PT. Toko Gunung Agung, 2004). Hal 51. 8 Prof. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1. Cet. X (Edisi Revisi) 2005. (Jakarta : Djambatan, 2005). Hal. 16.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 2: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

9

Universitas Indonesia

Indonesia telah mengalami berbagai tahapan perkembangan yang cukup

signifikan. Tahapan perkembangan Hukum Tanah di Indonesia dapat

dideskripsikan dalam dua bagian penting, yaitu dengan membedakan antara

kondisi sebelum dan sesudah UUPA

2.1.1.1. Hukum Tanah Indonesia Sebelum Berlakunya UUPA

Pada masa jauh sebelum berlakunya UUPA, masyarakat

Indonesia sebenarnya telah melakukan pengaturan terhadap

hubungan manusia dengan tanahnya melalui sebuah kesepakatan-

kesepakatan dengan masyarakat lainnya sehingga menghasilkan tata

kehidupan yang tentram dan saling menghargai. Perubahan terjadi

setelah datangnya Belanda ke Indonesia yang pada akhirnya juga

mengubah ketentuan masyarakat di bidang agraria sebelumnya.

Bagi Hukum Tanah di Indonesia pada masa sebelum

berlakunya UUPA, terdapat dua sumber peraturan yang dianut

masyarakat, yaitu peraturan agraria yang bersumber pada Hukum

Adat dan Hukum Barat. Perbedaan sumber peraturan ini lebih pada

pengaturan atas tanah yang dimiliki dan bukan pada orang – orang

yang memilikinya. Pada saat ini, Hukum Tanah yang berlaku di

masyarakat terdiri atas hukum yang tertulis dan yang lainnya tidak

tertulis.

Pada zaman pendudukan Belanda, antara tahun 1602 – 1799

dimana Vereenigde Oostindische Compagnie atau lebih dikenal

dengan sebutan VOC berkuasa, pengaturan, pemilikan dan

penguasaan tanah menerapkan Hukum Barat dengan tidak

memperdulikan hak – hak tanah rakyat dan raja – raja di Indonesia,

tetapi secara umum Hukum Adat yang memiliki corak dan sistem

sendiri tidak dipersoalkan oleh VOC, bahkan membiarkan rakyat

Indonesia hidup menurut adat dan kebiasaannya9 Sedangkan pada

zaman Daendels tahun 1808 – 1811 telah terjadi perubahan yang

cukup mencolok atas struktur penguasaan dan pemilikan tanah

9 Erman Rajagukguk, Hukum Agraria, Pola Penguasaan Tanah Daerah Kebutuhan Hidup, (Jakarta: Chandra Pratama, 1995). Hal. 8-11.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 3: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

10

Universitas Indonesia

dengan sistem penjualan tanah. Kondisi ini menyebabkan

munculnya tanah – tanah partikelir.

Pada zaman pendudukan Inggris tahun 1811 – 1816, terutama

masa Raffles berkuasa, semua tanah yang berada dibawah kekuasaan

Pemerintah dinyatakan sebagai eigendom government, sehingga

seluruh tanah dikenakan pajak bumi. Zaman Cultuur stelsel telah

melakukan pemaksaan terhadap rakyat Indonesia untuk melakukan

penanaman komoditi tertentu yang hasilnya harus diberikan untuk

kepentingan penjajah. Dari hal ini, penduduk tersingkir ke

pegunungan untuk mencari lahan-lahan lain untuk memenuhi

kebutuhannya.

Sejak tahun 1870, setelah keluarnya Undang-undang

Agraria Barat yang disebut dengan Agrarisch Wet 1870 menjadi

pokok hukum dan semua peraturan pelaksanaannya dalam

pengaturan bidang agraria yang diberlakukan pada masa itu.

Ketentuan utama dalam Agrarisch Wet adalah bahwa Pemerintah

masa itu memberikan kesempatan yang besar bagi perusahaan asing,

terutama yang bergerak di bidang pertanian untuk berkembang di

Indonesia, dengan tetap menjamin hak – hak pribumi atas tanah

miliknya. Aturan selanjutnya yang dikeluarkan adalah Agrarisch

Besluit yang merupakan ketetapan Raja Belanda untuk menetapkan

bahwa pemilik atas tanah di seluruh Indonesia adalah Pemerintah

Belanda, kecuali tanah – tanah yang dapat dibuktikan eigendom-nya.

Pada masa kolonial ini tanah-tanah hak adat tidak terdaftar,

kalaupun ada hanya bertujuan untuk bukti setoran pajak yang telah

dibayar pemiliknya. Dalam hal ini, terdaftarnya tanah tersebut bukan

sebagai bukti formal hak atas tanahnya.

Sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945,

Pemerintah Indonesia berusaha mengakhiri dominasi Hukum

Agraria Barat yang ditinggalkan oleh Pemerintah kolonial. Namun

demikian sampai tahun 1950-an Pemerintah Indonesia belum mampu

menghasilkan suatu Hukum Agraria Nasional yang secara tetap

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 4: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

11

Universitas Indonesia

menggantikan Hukum Agraria Barat. Baru pada tahun 1954,

dikeluarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1954 tentang

Penyelesaian Soal Pemakaian Tanah Perkebunan oleh Rakyat10.

Undang-undang ini hanya mengatur secara parsial persoalan tanah di

Indonesia, sedangkan aturan secara umum tentang Hukum Agraria

yang akan menggantikan secara total Hukum Agraria Barat warisan

penjajah sampai tahun 1959 tidak dapat dibuat.

2.1.1.2. Hukum Tanah Indonesia Sesudah Berlakunya UUPA

Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) adalah penyebutan

lazim dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok – pokok Agraria, yang disetujui oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) pada tanggal 24

September 1960. UUPA ini merupakan hasil penyempurnaan dari

hasil – hasil rancangan yang telah dibuat oleh lima kepanitiaan

pembentukan UUPA sebelumnya yang telah ditetapkan sejak tahun

1948 hingga 1959, yaitu Panitia Agraria Yogyakarta, Panitia Agraria

Jakarta, Panitia Soewahjo, Rancangan Soenarjo dan Rancangan

Sadjarwo, yang kemudian hasilnya dilakukan penyesuaian dengan

UUD 1945.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960,

maka terjadilah perubahan secara fundamental dibidang Hukum

Tanah dan hak-hak perorangan atas tanah yang berlaku di Indonesia.

Jika pada masa sebelumnya terjadi dualistik Hukum Tanah yang

berlaku, maka setelah UUPA terjadi unifikasi Hukum Tanah yang

bersumber hanya kepada Hukum Adat Tidak Tertulis. Konsekuensi

dari hal ini adalah secara tegas dinyatakan tidak berlakunya lagi :

a. Hukum Tanah Barat yang liberalistik yang ketentuannya terdapat

dalam Buku Kedua Kitab Undang – Undang Hukum Perdata

10 Indonesia (d), Undang Undang tentang Penetapan Undang Undang Darurat tentang Pemindahan Hak atas Tanah dan Barang – barang Tetap yang lainnya yang Bertakluk Kepada Hukum Eropa (Undang – undang Darurat nomor 1 tahun 1952) sebagai Undang Undang, UU Nomor24 Tahun 1954, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 62.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 5: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

12

Universitas Indonesia

Indonesia (kecuali tentang ketentuan hipotik yang masih

berlaku),

b. Hukum Tanah Adat Tertulis yang diciptakan oleh Pemerintah

Belanda dan Pemerintah Swapraja.

Sangat wajar apabila konsepsi, bahan, norma, sistem, asas-

asas dan lembaga-lembaga hukumnya ditetapkan sebagai sumber

perumusan Hukum Tanah Nasional, karena Hukum Tanah Adat

Tidak Tertulis ini sangat sesuai dengan kepribadian Bangsa

Indonesia dan juga merupakan hukum rakyat Indonesia yang asli.

Dalam hal lain, unifikasi hak – hak perorangan atas tanah

(hak – hak atas tanah dan hak jaminan atas tanah) yang sudah

dikuasai oleh orang dan badan hukum baik yang berasal dari Hukum

Tanah Barat maupun Hukum Tanah Adat (yang tertulis atau tidak

tertulis), melalui diktum kedua UUPA, yaitu ketentuan konversi dari

hukum terhitung sejak 24 September 1960 dikonversi atau diubah

menjadi hak-hak perorangan atas tanah menurut Hukum Tanah

Nasional.

Dari konteks di atas, maka fungsi UUPA adalah :

a. Menciptakan unifikasi hukum tanah dan mengakhiri hukum tanah

yang dualistik,

b. Unifikasi hak – hak perorangan atas tanah melalui ketentuan

konversi (Diktum Kedua UUPA),

c. Meletakkan landasan hukum untuk melaksanakan pembangunan

Hukum Tanah Nasional.

UUPA memiliki sifat nasional dalam aspek formal maupun

material. Dalam aspek formal, UUPA merupakan Hukum Tanah

Nasional yang dibuat oleh pembentuk Undang – undang di

Indonesia, dibuat di Indonesia, disusun dalam bahasa Indonesia,

berlaku di seluruh wilayah Indonesia dan meliputi seluruh tanah

yang ada di wilayah negara Indonesia. Sedangkan tentang aspek

material, UUPA harus juga bersifat nasional dalam hal tujuan,

konsepsi, asas – asas, sistem dan isinya.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 6: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

13

Universitas Indonesia

Konsepsi yang mendasari Hukum Tanah Nasional yang

berasal dari konsepsi Hukum Adat adalah bersifat komunalistik

religius yang berarti Hukum Tanah Nasional memberikan

kesempatan pemilikan tanah secara individual, dengan hak hak atas

tanah yang bersifat pribadi sekaligus mencakup unsur kebersamaan.

Kesempatan hak kepemilikan atas tanah oleh individu masyarakat

memperoleh perlindungan hukum dengan ketentuan dilakukan

pendaftaran terlebih dahulu. Dengan pendaftaran tanah, maka

hubungan pribadi individu masyarakat dengan tanah yang

dimilikinya diumumkan dan memperoleh jaminan hukum. Dengan

pendaftaran tanah atau pendaftaran hak atas kepemilikan tanah juga,

maka hak keperdataan seseorang anggota masyarakat terhadap

tanahnya memperoleh jaminan hukum.

2.1.2. Konsep Hak Milik atas Tanah

2.1.2.1. Pengertian Hak Milik atas Tanah

Hak-hak atas tanah berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UUPA

terdiri atas :

a. Hak Milik

b. Hak Guna Usaha

c. Hak Guna Bangunan

d. Hak Pakai

e. Hak Sewa

f. Hak Membuka Tanah

g. Hak Memungut Hasil Hutan

h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak – hak tersebut di

atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak – hak

yang sifatnya sementara yaitu Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil,

Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian.

Soedharyo Soimin11 menyatakan bahwa, bila dilihat dari

kepentingan yang mendesak dan sangat dibutuhkan oleh manusia

11 Soedharyo Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, (Jakarta : Sinar Grafika, 1993), Hal. 1.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 7: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

14

Universitas Indonesia

ataupun badan hukum maka hak atas tanah dapat dibedakan atas Hak

Milik, Hak Pakai, Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha.

Senada dengan pendapat tersebut A. P. Perlindungan12,

menyatakan bahwa :

“Pada dasarnya hak atas tanah hanya terdiri atas Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Namun berdasarkan UUPA maka hak tersebut dapat ditambah dengan hak memungut hasil dan hak membuka tanah”.

Salah satu hak atas tanah yang sering menjadi pangkal

sengketa di pengadilan adalah sengketa terhadap hak milik atas

tanah. Secara yuridis hak milik diatur dalam Pasal 20 ayat (1) & (2)

UUPA yang menegaskan bahwa, hak milik adalah hak turun

temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah

dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 UUPA, dan hak ini dapat

beralih serta dialihkan pada pihak lain.

Sehubungan dengan pengertian tersebut Soedharyo Soimin13

mengatakan bahwa, hak milik adalah hak yang dapat diwariskan

secara turun temurun, secara terus menerus dengan tidak harus

memohon haknya kembali apabila terjadi pemindahan hak.

Selanjutnya A. P. Parlindungan14 menegaskan bahwa, unsur-

unsur dari hak milik:

a. Turun temurun

Bahwa hak milik dapat diwariskan pada pihak lain atau ahli waris

apabila pemiliknya meninggal dunia tanpa harus memohon

kembali bagi ahli waris untuk mendapatkan penetapan.

b. Terkuat dan terpenuh

Hal ini berarti bahwa hak milik merupakan hak yang terkuat dan

terpenuh yang dimiliki oleh seseorang, dapat dibedakan dengan

hak yang lain seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan

12 A. P. Perlindungan, Pedoman Pelaksanaan UUPA dan Tata Cara PPAT, (Bandung: Mandar Maju, 1998), Hal. 13. 13 Soedharyo Soimin, Op. Cit., Hal. 1. 14 A. P. Parlindungan, Op. Cit., Hal. 137.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 8: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

15

Universitas Indonesia

Hak Pakai; bahwa diantara hak-hak atas tanah hak miliklah yang

mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat, tetapi tetap

mempunyai fungsi sosial.

c. Fungsi sosial

Maksudnya adalah meskipun hak milik sifatnya terkuat dan

terpenuh tetapi tetap mempunyai fungsi sosial, yang mana apabila

hak ini dibutuhkan untuk kepentingan umum maka pemiliknya

harus menyerahkannya pada negara dengan mendapatkan ganti

rugi yang layak.

d. Dapat beralih dan dialihkan

Hak milik dapat dialihkan pada pihak yang lain sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku baik melalui

penjualan, penyerahan, hibah atau bahkan melalui hak

tanggungan.

Apabila disimak bunyi Pasal 21 ayat (1), (2) dan (3) UUPA

maka dapat diketahui bahwa yang berhak untuk memperoleh hak

milik adalah hanya warga negara Indonesia; oleh pemerintah

ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik

dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan; Orang asing yang

sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik

karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena

perkawinan, demikian pula warga-negara Indonesia yang

mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-undang ini

kehilangan kewarga-negaraannya wajib melepaskan hak itu didalam

jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau

hilangnya kewarga-negaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut

lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena

hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa

hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung; Selama

seseorang disamping kewarga-negaraan Indonesianya mempunyai

kewarga-negaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 9: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

16

Universitas Indonesia

dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan mengenai orang

asing.

Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 1963

tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum15, bahwa yang dapat

mempunyai hak atas tanah adalah sebagai berikut:

a. Bank-bank yang didirikan oleh negara (selanjutnya disebut Bank

Negara)

b. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian

c. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri

Pertanian/Agraria setelah mendengar Menteri Agama

d. Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria

setelah mendengar Menteri Sosial.

2.1.2.2. Terjadinya Hak Milik atas Tanah

Sebagai salah satu jenis hak atas tanah maka hak milik

merupakan hak yang terkuat, terpenuh serta turun temurun. Hal ini

sesuai dengan Pasal 20 ayat (1) UUPA yang menyebutkan bahwa

hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat

dipunyai orang atas tanah.

a. Hak milik atas tanah terjadi disini dengan didaftarkan pada kantor

pertanahan Kabupaten/ Kota untuk mendapatkan sertifikat hak

milik.

b. Hak milik atas tanah yang terjadi karena penetapan pemerintah.

c. Hak milik atas tanah yang terjadi disini semua berasal dari tanah

negara

d. Hak milik atas tanah yang terjadi ini karena permohonan

pemberian hak milik atas tanah oleh pemohon dengan memenuhi

prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan oleh Badan

Pertanahan Nasional (BPN).

15 Indonesia (e), Peraturan Pemerintah tentang Penunjukan Badan – badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah, PP Nomor 38 Tahun 1963, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1963 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2555.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 10: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

17

Universitas Indonesia

e. Hak milik atas tanah yang terjadi karena ketentuan undang-

undang

f. Hak milik atas tanah yang terjadi karena ketentuan konversi

(perubahan) menurut UUPA. Sejak berlakunya UUPA pada

tanggal 24 September 1960, maka semua hak atas tanah yang ada

harus diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang diatur dalam

undang-undang pokok agraria. Yang dimaksud dengan konversi

adalah perubahan hak atas tanah sehubungan dengan berlakunya

UUPA. Hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA

diubah menjadi hak-hak atas tanah yang ditetapkan dalam

UUPA.16

A.P. Parlindungan17 mengatakan bahwa proses lahirnya hak

milik terdiri atas beberapa sebab yaitu :

a. Konversi dari tanah-tanah eks eigendom

b. Konversi tanah-tanah eks hukum adat

c. Hak milik berdasarkan ketentuan-ketentuan landreform

d. Hak milik berdasarkan suatu surat keputusan dari Kepala Badan

Pertanahan Nasional atau dari Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional.

e. Pemberian hak milik kepada para transmigran.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa proses terjadinya hak milik atau lahirnya hak milik dapat

terjadi karena beberapa sebab yakni :

a. Atas keputusan pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional

b. Atas permohonan dari pemegang tanah yang akan berstatus hak

milik.

c. Karena aturan perundang-undangan yang berlaku.

16 A. P. Parlindungan, Log. Cit., Hal. 140. 17 Ibid., Hal. 148.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 11: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

18

Universitas Indonesia

2.1.2.3. Hapusnya Hak Milik atas Tanah

Pasal 27 UUPA menegaskan bahwa hapusnya hak atas tanah

karena :

a. Tanahnya jatuh pada negara yakni :

1. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 UUPA;

2. Karena penyerahan dengan suka rela oleh pemiliknya;

3. Karena ditelantarkan;

4. Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2)

UUPA

b. Tanahnya Musnah

Hal ini bisa terjadi karena pengaruh bencana alam atau faktor

alam seperti tanah longsor, terkikisnya tanah pada aliran sungai

dan dengan musnahnya tanah maka pemiliknya tidak dapat

memanfaatkan lagi tanah tersebut.18

A. P. Parlindungan19, menyatakan bahwa hak milik dapat

hapus apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :

a. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 UUPA yakni :

b. Karena penyerahan dengan suka rela oleh pemiliknya

c. Karena ditelantarkan tapi belum ada peraturan pelaksanaannya

d. Akan kehilangan haknya karena terkena ketentuan perundang-

undangan

e. Tanahnya musnah, yang disebabkan oleh bencana alam.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hapusnya hak

atas tanah dapat disebabkan karena campur tangan negara

berdasarkan perundang-undangan yang berlaku maupun disebabkan

oleh bencana alam yang mengakibatkan hilangnya hak milik atas

tanah.

18 Ibid., Hal. 160. 19 Ibid., Hal. 5.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 12: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

19

Universitas Indonesia

2.1.3. Teori dan Hukum Pendaftaran Tanah

2.1.3.1. Asas – asas Pendaftaran Tanah

Terdapat beberapa asas dari pendaftaran tanah20 yaitu asas

sederhana, aman, terjangkau, mutakhir, dan terbuka.

a. Asas Sederhana

Dalam pendaftaran tanah yang dimaksud sederhana dalam

pelaksanaannya agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun

Prosedurnya, dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak

yang berkepentingan terutama hak atas tanah.

b. Asas Aman

Dimaksud untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu

diselenggarakan secara teliti dan cermat, sehingga hasilnya dapat

memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran

tanah itu sendiri.

c. Asas Terjangkau

Dimaksud keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan

khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan,

golongan ekonomi lemah pelayanan yang diberikan dalam rangka

penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh

pihak yang memerlukan.

d. Asas Mutakhir

Dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya

dan keseimbangan dalam pemeliharaan datanya, dan data yang

tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir untuk itu

perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-

perubahan yang terjadi dikemudian hari.

e. Asas Terbuka

Masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang

benar setiap saat.

20 Supriadi, Log. Cit., Hal. 164.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 13: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

20

Universitas Indonesia

2.1.3.2. Tujuan Pendaftaran Tanah

Adapun tujuan pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19

UUPA yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka

menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan, sebagaimana pada

garis besarnya telah dikemukakan dalam pendahuluan tujuan

pendaftaran tanah seperti yang dinyatakan dalam Pasal 3 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 adalah :

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum

kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah

susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat

membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang

berkepentingan termaksud pemerintah agar dengan mudah, dapat

memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan

hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah

susun yang sudah terdaftar.

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar

dan perwujudan, tertib administrasi di bidang pertanahan; untuk

mencapai tertib administrasi tersebut disetiap bidang tanah dan

satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan dan

hapusnya wajib didaftarkan.

Untuk penyajian data tersebut diselenggarakan oleh Kantor

Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya; data tersebut dikenal sebagai

daftar umum yang terdiri atas peta pendaftaran, daftar tanah, surat

ukur, buku tanah dan daftar nama para pihak yang berkepentingan.

Dalam melakukan suatu perbuatan hukum mengenai suatu

bidang tanah atau satuan rumah susun tertentu perlu masyarakat

mengetahui data yang tersimpan dalam daftar-daftar di kantor

pertanahan. Data tersebut bersifat terbuka untuk umum ini sesuai

dengan salah satu asas pendaftaran tanah yaitu terbuka seperti yang

dinyatakan dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 14: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

21

Universitas Indonesia

1997 karena terbuka untuk umum daftar-daftar dan peta-peta

tersebut disebut sebagai daftar umum.

Peta pendaftaran adalah peta yang menggambarkan bidang

atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah.

Daftar tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang

memuat identitas bidang tanah dengan suatu sistem penomoran.

Surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu

bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian yang diambil datanya

dari peta pendaftaran.

Daftar nama adalah dokumen dalam bentuk daftar yang

memuat keterangan mengenai penguasaan tanah dengan suatu hak

atas tanah atau hak pengelolaan dan mengenai pemilikan hak milik

atas satuan rumah susun oleh orang perseorangan atau badan hukum

tertentu.

2.1.3.3. Sertifikat Tanah Merupakan Alat Pembuktian Yang Kuat

Mengenai pengertian sertifikat, dalam beberapa literatur

kamus memberi arti yang berbeda-beda, sebagai berikut :

a. Kamus Bahasa Inggris yang ditulis E. Pino dan Wittermans :

tahun 1953, sertifikat dalam teks aslinya certificate, diartikan

sebagai “surat keterangan, surat lulusan, atau ijazah “.

b. Kamus Bahasa Indonesia populer yang ditulis Bambang

Marhijanto tahun 1996, dimana sertifikat diartikan sebagai ‘surat

keterangan yang menguatkan kedudukan sesuatu (menurut hukum

yang sah), surat tanda bukti. Maksudnya, ialah dengan sertifikat

itu seseorang dapat membuktikan kedudukannya, posisinya,

pembuktian mana dikuatkan oleh apa yang tersurat didalam

sertifikat itu.

c. Kamus Hukum yang ditulis oleh J.C.T Simorangkir, dkk tahun

2000 dalam teks aslinya certificate dimana sertifikat diartikan

sebagai surat tanda bukti, maksudnya ialah dengan sertifikat itu

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 15: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

22

Universitas Indonesia

orang dapat membuktikan kedudukannya apakah sebagai pemilik

suatu benda dan sebagainya.

Berdasarkan pengkajian literatur yang dilakukan penulis,

sertifikat yang diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang

bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah

didaftar dalam buku tanah dan jika terdapat catatan – catatan

menyangkut data fisik atau data yuridis maka penerbitan sertifikat

ditangguhkan.

Sesuai dengan Pasal 1 butir 20 Peraturan Pemerintah Nomor

24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwa :

Sertifikat adalah surat tanda bukti hak yang sebagaimana

dimaksud dalam pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA untuk hak atas tanah,

hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun,

dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam

buku tanah yang bersangkutan.

Sertifikat berdasarkan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah

Nomor 24 tahun 1997 yaitu surat tanda bukti hak yang berlaku

sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data

yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data

yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan

buku tanah yang bersangkutan.

1. Tujuan Penerbitan Sertifikat

Untuk memahami lebih mendalam tujuan penerbitan sertifikat

hak milik atas tanah kita harus kembali mempelajari penyerahan

klasifikasi benda sebagaimana diatur dalam Pasal 612 – 616 Kitab

Undang – Undang Hukum Perdata. Pada prinsipnya benda dapat

diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu:

a. Benda bergerak

Barang bergerak karena sifatnya adalah barang yang dapat

berpindah sendiri atau dipindahkan (Pasal 509 Kitab Undang

– Undang Hukum Perdata). Kapal, perahu, sampan tambang,

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 16: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

23

Universitas Indonesia

kincir dan tempat penimbunan kayu yang dipasang di perahu

atau yang terlepas dan barang semacam itu adalah barang

bergerak.(Pasal 510 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata)

Yang dianggap sebagai barang bergerak karena

ditentukan undang – undang adalah:

1) Hak pakai hasil dan hak pakai barang-barang bergerak;

2) Hak atas bunga yang dijanjikan, baik bunga yang terus-

menerus, maupun bunga cagak hidup;

3) Perikatan dan tuntutan mengenai jumlah uang yang

dapat ditagih atau mengenai barang bergerak;

4) Surat saham atau saham dalam persekutuan perdagangan

uang, persekutuan perdagangan atau persekutuan

perusahaan, sekalipun barang – barang bergerak yang

bersangkutan dan perusahaan itu adalah kebendaan

tidak bergerak. Bukti saham atau saham ini dipandang

sebagai barang bergerak, tetapi hanya terhadap masing

– masing peserta saja, selama persekutuan berjalan;

5) Saham dalam utang atas beban negara Indonesia, baik

yang terdaftar dalam buku besar, maupun sertifikat,

surat pengakuan utang, obligasi atau surat berharga

lainnya, berserta kupon atau surat-surat bukti bunga yang

berhubungan dengan itu.

6) Sero-sero atau kupon obligasi dari pinjaman lainnya,

termasuk juga pinjaman yang dilakukan negara-negara

asing. (Pasal 511 Kitab Undang – undang Hukum

Perdata)

b. Benda tetap/ tak bergerak.

Barang tak bergerak adalah :

1) Tanah pekarangan dan apa yang didirikan di atasnya;

2) Penggilingan, kecuali yang dibicarakan dalam Pasal 510;

3) Pohon dan tanaman ladang yang dengan akarnya

menancap dalam tanah, buah pohon yang belum dipetik,

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 17: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

24

Universitas Indonesia

demikian pula barang-barang tambang seperti batu bara,

sampah bara dan sebagainya, selama barang-barang itu

belum dipisahkan dan digali dari tanah;

4) Kayu belukar dari hutan tebangan dan kayu dari pohon

yang tinggi, selama belum ditebang;

5) Pipa dan salurán yang digunakan untuk mengalirkan air

dari rumah atau pekarangan; dan pada umumnya segala

sesuatu yang tertancap dalam pekarangan atau terpaku

pada bangunan. (Pasal 506 Kitab Undang – Undang

Hukum Perdata)

Yang termasuk barang tak bergerak karena tujuan adalah:

a. Pada pabrik; barang hasil pabrik, penggilangan,

penempaan besi dan barang tak bergerak semacam itu,

apitan besi, ketel kukusan, tempat api, jambangan, tong

dan perkakas – perkakas sebagainya yang termasuk

bagian pabrik, sekalipun barang itu tidak terpaku;

b. Pada perumahan: cermin, lukisan dan perhiasan lainnya

bila dilekatkan pada papan atau pasangan batu yang

merupakan bagian dinding, pagar atau plesteran suatu

ruangan, sekalipun barang itu tidak terpaku;

c. Dalam pertanahan: lungkang atau tumbuhan pupuk yang

dipergunakan untuk merabuk tanah; kawanan burung

merpati; sarang burung yang biasa dimakan, selama

belum dikumpulkan; ikan yang ada di dalam kolam;

d. Runtuhan bahan bangunan yang dirombak, bila

dipergunakan untuk pembangunan kembali; dan pada

umumnya semua barang yang oleh pemiliknya

dihubungkan dengan barang tak bergerak guna dipakai

selamanya. (Pasal 507 Kitab Undang – Undang Hukum

Perdata)

Pemilik dianggap telah menghubungkan barang –

barang itu dengan barang tak bergerak guna dipakai untuk

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 18: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

25

Universitas Indonesia

selamanya, bila barang – barang itu dilekatkan padanya

dengan penggalian, pekerjaan perkayuan dan pemasangan

batu semen, atau bila barang – barang itu tidak dapat

dilepaskan tanpa membongkar atau merusak barang itu atau

bagian dari barang tak bergerak di mana barang – barang itu

dilekatkan.

Yang juga merupakan barang tak bergerak adalah hak

–hak sebagai berikut;

a. Hak pakai hasil dan hak pakai barang tak bergerak.

b. Hak pengabdian tanah;

c. Hak numpang karang;

d. Hak guna usaha;

e. Bunga tanah, baik dalam bentuk uang maupun dalam

bentuk barang;

f. Hak sepersepuluhan;

g. Pajak bazar atau pasar yang diakui oleh pemerintah

dan hak Istimewa yang berhubungan dengan itu;

h. Hak gugatan guna menuntut pengembalian atau

penyerahan barang tak bergerak. (Pasal 508 Kitab

Undang – Undang Hukum Perdata).

Pembagian kedua jenis benda tersebut bukan dilakukan

tanpa tujuan tetapi justru memiliki konsekuensi yuridis yaitu :

a. Dalam hal jaminan benda bergerak digadaikan sebaliknya

benda tak bergerak dihipotikkan.

b. Dalam hal peralihan (jual beli, hibah, tukar menukar) benda

bergerak diserahkan secara fisik, sebaliknya benda tak

bergerak dilakukan dengan cara membuat akta otentik

dihadapan pejabat tertentu.

c. Asas yang terkandung dalam ketentuan Pasal 1977 Kitab

Undang – Undang Hukum Perdata hanya berlaku terhadap

benda bergerak, sebaliknya benda tak bergerak tidak

berlaku.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 19: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

26

Universitas Indonesia

Asas yang terkandung dalam ketentuan Pasal 1977

yaitu sebagai berikut :

“Terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada si pembawa maka barang siapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya.”

Dari uraian tersebut di atas ada yang menjadi anggapan/

sangkaan hukum bahwa setiap yang menguasai benda bergerak

harus dianggap ia sebagai pemilik, konsekuensinya ialah

barang siapa yang menyatakan bahwa benda yang dikuasai

orang tersebut sebagai miliknya maka dialah yang dibebani

pembuktian. Yang patut di garis bawahi disini ialah sangkaan/

anggapan hukum tersebut hanya berlaku terhadap benda

bergerak berarti kalau kita menggunakan metode konstruksi

hukum Argument a Contrario kita dapat menarik kesimpulan

bahwa terhadap benda tetap (termaksud tanah) tidak berlaku.

Hubungan antar asas tersebut dengan penerbitan

sertifikat hak milik atas tanah dapat dijelaskan karena asas

dimaksud tidak berlaku terhadap benda tak bergerak maka bagi

yang menguasai benda tak bergerak (termaksud tanah) belum

dianggap sebagai pemilik, sehingga dengan kata lain

membuktikan kepemilikan terhadap suatu bidang tanah

tertentu tidak cukup dengan cara menguasainya secara de facto

melainkan diperlukan bukti tertentu sebagai pendukungnya.21

Bukti tersebut tidak lain adalah sertifikat hak milik atas

tanah. Sebagai bukti alas hak yang sah dan dimiliki kekuatan

pembuktian sempurna. Dengan diterbitkannya sertifikat,

kepastian hukumnya akan lebih terjamin yang meliputi :

a. Kepastian hukum tentang subyeknya, maksudnya adalah

dengan diterbitkannya sertifikat hak milik atas tanah secara

21 Abdurrahman, Tentang dan Sekitar UUPA, (Bandung: Alumni, 1995), Hal. 109.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 20: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

27

Universitas Indonesia

yuridis telah terjamin bahwa orang yang namanya tersurat

di dalam sertifikat sebagai pemilik atas tanah tertentu.

b. Kepastian tentang obyeknya, maksudnya dengan

diterbitkannya sertifikat hak milik atas tanah, baik letak,

luas maupun batas-batas tanah lebih terjamin karena

didalam sertifikat hal-hal yang berkenaan dengan suatu

bidang tanah termaksud gambar situasi termuat didalamnya.

Dengan terciptanya kedua kepastian hukum di atas kita

mengharapkan sengketa atau konflik di bidang pertanahan

lambat laun akan semakin berkurang dan inilah sebenarnya

tujuan akhir dari penerbitan sertifikat. Abdurrahman 22menyatakan bahwa :

Lebih parah lagi adalah timbulnya dua atau lebih

sertifikat tanda bukti hak atas tanah yang sama. Kondisi

demikian tidak hanya menciptakan ketidakpastian hukum

melainkan juga merugikan bagi pemegang bukti hak sebab

diantara sekian banyak sertifikat mungkin hanya satu yang sah,

selebihnya cacat hukum dan ini akan teruji kalau antara

mereka telah terjadi sengketa di pengadilan.

2. Fungsi Sertifikat Bagi Pemegangnya

Sebagai konsekuensi dari terciptanya kepastian hukum mengenai

subyek dan obyek maka dengan diterbitkannya sertifikat tersebut

dapat menimbulkan beberapa fungsi bagi pemiliknya yaitu :

a. Nilai ekonomisnya (harga jual) lebih tinggi

Dalam jual beli pada umumnya pembeli (konsumen) memiliki

pandangan, lebih baik kalah dalam membeli tetapi menang

dalam pemakaian daripada menang dalam membeli tetapi

kalah dalam memakai. Bertolak dari pandangan seperti itulah

sehingga tanah yang telah bersertifikat memiliki harga yang

jauh lebih tinggi ketimbang tanah yang belum bersertifikat.

22 Ibid., Hal. 120.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 21: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

28

Universitas Indonesia

Kenapa demikian, karena tanah yang telah bersertifikat telah

memiliki jaminan kepastian hukum baik subyek maupun

obyeknya. Kepastian hukum mengenai subyek, dalam hal ini

ada jaminan oleh hukum bahwa penjual adalah pemilik tanah

yang sesungguhnya. Dengan begitu telah menepiskan keragu-

raguan dari pembeli atas gangguan pihak ketiga. Kepastian

hukum mengenai obyek, bahwa luas dan batas-batas tanah

tidak perlu diragukan lagi karena kedua hal tersebut telah

tersurat di dalam sertifikat tanah.23

b. Tanah lebih mudah dijadikan sebagai jaminan utang

Tidak setiap orang memiliki kemampuan ekonomi yang cukup,

sering ditemukan orang dalam mempertahankan hidupnya

harus meminjam uang dari pihak/ orang lain. Demikian juga

halnya dengan para pelaku usaha, bahwa tidak setiap pelaku

usaha memiliki modal yang cukup untuk tetap bertahan atau

mengembangkan usahanya, terkadang harus membutuhkan

dana yang cukup besar, sementara dana dimaksud tidak

dimilikinya. Suatu alternatif yang dapat ditempuh ialah dengan

cara meminjam dana dari orang/pihak lain.

Bertolak dari kenyataan tersebut pemerintah bahkan

pihak swasta membentuk lembaga-lembaga keuangan

misalnya, lembaga perbankan dimana salah satu fungsinya

memberi kredit bagi setiap orang yang membutuhkannya.

Suatu keraguan lalu muncul, bagaimana kalau debitur

terlambat atau tidak mengembalikan uang pinjamannya; kalau

ini terjadi kreditur akan menderita kerugian. Untuk mengatasi

hal ini lalu kreditur membuat persyaratan bahwa dalam

perkreditan disyaratkan adanya jaminan (garansi), maksudnya

para debitur hanya akan diberi kredit jika ada barang yang

dijaminkan.

23 Bachtiar Effendi, Kumpulan Tulisan tentang Hukum Tanah, (Bandung: Alumni, 1983), Hal. 73.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 22: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

29

Universitas Indonesia

Barang yang menjadi obyek jaminan tersebut meliputi

segala macam barang yang memiliki nilai ekonomi, termasuk

tanah. Dengan adanya barang yang dijaminkan kreditur tidak

perlu ragu akan pengembalian uang pinjaman sebab sekalipun

debitur wanprestasi barang dimaksud dapat dijual lelang dan

hasil penjualannya digunakan untuk pelunasan utang.

Keraguan yang muncul berikutnya adalah bagaimana kalau

barang yang dijaminkan tersebut bukan milik debitur; kalau ini

terjadi proses pelelangan akan terhambat oleh gangguan pihak

ketiga sebagai pemilik tanah yang sesungguhnya.

Konsekuensinya ialah pelelangan tidak dapat dilakukan

sehingga uang pinjaman tidak dapat dikembalikan oleh debitur

apa bila secara yuridis pihak ketiga itu mampu membuktikan

bahwa barang jaminan sebagai miliknya.

Terbayangi oleh dampak terburuk itu lalu muncul

pemikiran bahwa kalau sebidang tanah yang dijadikan sebagai

jaminan pelunasan utang disyaratkan dengan sertifikat tanah

dimaksud agar ada kepastian hukum, bahwa debitur adalah

benar-benar sebagai pemilik atas tanah yang dijaminkan itu.24

c. Potensi untuk menang dalam berperkara lebih terbuka

Ada pepatah dalam bahasa latin yang berbunyi “Sivis Pacem

Para Bellum” yang berarti hendak damai siapkan perang.

Rupanya pepatah tersebut tidak hanya dapat diterapkan pada

perang dalam arti yang sesungguhnya tetapi justru cukup

memberi inspirasi dalam dunia hukum, dalam hal ini

berperkara di pengadilan.25

Sertifikat hak milik atas tanah dapat diklasifikasikan

dalam golongan alat bukti tertulis/ surat. Bagi kita di Indonesia

hingga kini alat bukti primer (utama) lebih khusus lagi akta

otentik. Apa yang dinamakan akta otentik tidak lain adalah

24 Ibid., Hal. 74 25 Boedi Harsono. Log. Cit., Hal. 431.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 23: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

30

Universitas Indonesia

akta yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan oleh Undang –

Undang oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu

ditempat dimana akta itu dibuatnya. Berdasarkan rumusan

diatas maka sertifikat memenuhi syarat untuk digolongkan

kedalam akta otentik karena dibuat oleh pejabat tertentu.

Akta otentik dinamakan alat bukti primer karena

memiliki keunggulan tersendiri yang tidak dimiliki alat bukti

lain. Suatu keunggulan bagi akta otentik dibanding dengan alat

bukti lain ialah dari segi kekuatan pembuktiannya (Vis

Probandi) bahwa akta otentik memiliki kekuatan pembuktian

sempurna (Volledige Bewijs Kracht) artinya kekuatan

pembuktian yang memberikan kepastian hukum yang cukup,

kecuali terbukti sebaliknya. Sehingga menurut hukum akta

otentik (termasuk sertifikat hak milik atas tanah) untuk

sementara harus dianggap sebagai suatu yang benar sepanjang

belum terbukti kepalsuan nya. Konsekuensinya ialah barang

siapa yang membantah keasliannya pihak inilah yang harus

membuktikannya bahwa akta itu palsu, berarti kalau tidak

terbukti kepalsuannya maka pihak ini harus kalah dalam

perkaranya.26

d. Dapat memberi proteksi yuridis bagi pemegangnya

Seseorang yang bukan pemilik tanah menerbitkan sertifikat

hak milik terhadap tanah tersebut atas namanya tanpa seizin

pemilik sesungguhnya jika keduanya terlibat sengketa di

pengadilan dimana sertifikat dijadikan sebagai alat bukti

hampir dapat dipastikan pemegang sertifikat ini akan

memenangkan perkara, sebab paling tidak secara yuridis ia

telah membuktikan hak-haknya terhadap tanah tersebut.

Kebenaran hukum itu terkadang tidak mencapai kebenaran

yang sesungguhnya, dengan kata lain “pengertian yang benar”

menurut hukum ialah pihak yang mampu membuktikan dalil-

26 Ibid., Hal. 432.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 24: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

31

Universitas Indonesia

dalilnya dan mampu membuktikan dalil-dalil sangkalannya

yang diajukan pihak lawan dengan menggunakan alat – alat

bukti yang sah. Sebaliknya bagi pihak lawannya sekalipun ia

sebagai pemilik tanah yang sesungguhnya tetapi karena dalam

perkara, para pihak mampu membuktikan haknya atas tanah

yang dipersengketakan.27

Sertifikat sebagai salah satu bukti kepemilikan hak,

menjadi salah satu hal penting dalam pembangunan kesadaran

hukum masyarakat. Oleh karena itu penerbitan sertifikat,

menjadi sangat penting dalam sebuah negara hukum.

2.1.3.4. Proses Pendaftaran Tanah

Proses pendaftaran tanah pertama kali merupakan kegiatan

fisik untuk memperoleh data mengenai letaknya, batas – batasnya,

luasnya dan bangunan – bangunan yang terdapat di atasnya,

penetapan batas dan pemberian tanda – tanda batas yang jelas,

berdasarkan penunjukan oleh pemegang hak atas tanah dengan

persetujuan pemilik tanah berbatasan. Selanjutnya diadakan

pengukuran diikuti dengan perhitungan luas dan pembuatan peta

bidang tanahnya yang kemudian diterbitkan menjadi surat ukur.28

Kegiatan bidang yuridis bertujuan untuk memperoleh data

mengenai status tanah dan pemiliknya serta ada atau tidaknya hak

pihak lain, yang membebaninya yang diperlukan guna penetapan

surat keputusan haknya baik melalui penetapan konversi, pengakuan

hak atau pemberian hak. Kegiatan berikutnya adalah pengukuran

tanah, berdasarkan surat keputusan haknya dengan mencatatnya

dalam buku tanah, selanjutnya diterbitkan sertifikat hak atas tanah

sebagai salinan dari buku tanah dan suratyang berlaku; sebagai tanda

bukti hak yang kuat sertifikat tanah memuat data pemegang hak,

jenis hak serta dilengkapi surat ukur memuat letak batas-batas

bidang tanah yang bersangkutan. Ketentuan mengenai prosedurnya; 27 Ibid., Hal. 428. 28 Ibid., Hal. 54.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 25: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

32

Universitas Indonesia

pengumpulan, penyimpanan, dan penyajian data fisik dan data

yuridis serta penerbitan sertifikat dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 24 tahun 1997. Sebagaimana telah diuraikan di atas,

pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui

pendaftaran secara sistematik atau sporadik. Pendaftaran tanah

secara sistematik dilaksanakan atas prakarsa badan pertanahan

nasional yang didasarkan atas suatu rencana kerja jangka panjang

dan rencana tahunan, yang berkesinambungan. Pelaksanaan

dilangsungkan diwilayah-wilayah yang ditentukan oleh menteri serta

diwilayah-wilayah yang belum ditunjuk oleh menteri.

Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas prakarsa

pihak yang berkepentingan yaitu pihak yang berhak atas obyek

pendaftaran tanah yang bersangkutan; yang akan diutamakan dalam

pendaftaran tanah secara sistematik tetapi pendaftaran tanah secara

sporadik juga akan ditingkatkan29, dengan kegiatan – kegiatan

sebagai berikut:

1. Pengumpulan dan pengolahan data fisik

Untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik

pertama-tama dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan

kegiatan ini meliputi :

a. Pembuatan peta dasar pendaftaran

b. Penetapan atas bidang-bidang tanah

c. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan

peta pendaftaran

d. Pembuatan daftar tanah

e. Pembuatan surat ukur

2. Pembuatan peta dasar pendaftaran

Kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik disuatu

wilayah yang di tunjuk dimulai dengan pembuatan peta dasar

pendaftaran. Peta dasar pendaftaran tersebut menjadi dasar

29 Ibid., Hal. 54.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 26: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

33

Universitas Indonesia

pembuatan peta pendaftaran sebagaimana yang dimaksud dalam

uraian di atas, selain untuk pembuatan peta pendaftaran dalam

pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik peta dasar

pendaftaran juga digunakan untuk memetak bidang-bidang tanah

yang sebelumnya sudah didaftar.

Penyiapan peta dasar pendaftaran diperlukan agar setiap

bidang tanah yang didaftar dijamin letaknya, secara pasti karena

dapat direkonstruksi dilapangan setiap saat untuk maksud

tertentu, diperlukan adanya titik-titik dasar teknik nasional. Titik

– titik dasar teknik adalah titik yang tetap yang mempunyai

koordinat yang diperoleh dari suatu pengukuran dan perhitungn

dalam suatu sistem tertentu yang berfungsi sebagai titik kontrol

atau titik ikat untuk keperluan pengukuran dan rekonstruksi batas.

Di wilayah – wilayah lain untuk keperluan pendaftaran

tanah secara sporadik diusahakan juga tersedianya peta dasar

pendaftaran; yang dimaksud dengan adanya peta dasar

pendaftaran tersebut dibidang tanah yang didaftar dapat diketahui

letaknya dalam kaitannya dengan bidang – bidang tanah yang lain

dalam suatu wilayah sehingga dapat dihindarkan terjadinya

sertifikat ganda atas suatu bidang tanah.30

3. Penetapan batas-batas bidang tanah

Untuk memperoleh data fisik yang diperlukan bidang –

bidang tanah yang akan diukur, setelah ditetapkan letak batas –

batasnya dan menurut keperluan ditetapkan tanda – tanda batas

disetiap sudut bidang tanah yang bersangkutan; dalam penetapan

batas tersebut diupayakan penetapan dasar batas berdasarkan

kesepakatan para pihak yang berkepentingan, untuk memperoleh

bentuk yang tertata dengan baik bagi bidang – bidang tanah yang

semula kurang baik bentuknya.31

30 Ibid., Hal. 72. 31 Ibid., Hal. 73.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 27: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

34

Universitas Indonesia

Penetapan batas – batas bidang tanah yang sudah dimiliki

dengan suatu hak yang belum terdaftar atau yang sudah terdaftar,

tetapi belum ada surat ukur atau gambar situasinya atau surat ukur

atau gambar situasinya tidak sesuai lagi dengan keadaan yang

sebenarnya, dilakukan berdasarkan penunjukan batas oleh

pemegang hak yang bersangkutan dan sedapat mungkin disetujui

oleh para pemegang hak atas tanah yang berbatasan; penetapan

batas bidang tanah yang akan diberikan dengan hak baru oleh

negara (Badan Pertanahan Nasional) dilakukan sesuai ketentuan

tersebut diatas atau penunjukkan instansi yang berwenang (Pasal

18 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).

Penetapan batas bidang-bidang di tanah tersebut jika tidak

diperoleh kesepakatan antara pemegang hak atas tanah yang

bersangkutan, dengan pemegang hak atas tanah yang berbatasan

atau pemegang hak atas tanah yang berbatasan tidak hadir,

biarpun sudah ada pemanggilan. Maka pengukuran bidang

tanahnya diupayakan untuk sementara dilakukan berdasarkan

batas – batas yang menurut kenyataannya merupakan batas –

batas bidang tanah yang bersangkutan. (menurut Pasal 19

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997)

4. Pengukuran dan pemetaan bidang – bidang tanah dan pembuatan

peta pendaftaran

Bidang – bidang tanah yang sudah ditetapkan batas –

batasnya di ukur dan selanjutnya dipetakan dalam peta dasar

pendaftaran, untuk bidang tanah yang luas pemetaannya

dilakukan dengan cara membuat peta sendiri, dengan

menggunakan data yang diambil dari peta dasar pendaftaran dan

hasil ukur batas tanah yang akan dipetakan.

Jika dalam wilayah pendaftaran tanah secara sporadik

belum ada peta dasar pendaftaran, dapat digunakan peta lain

sepanjang peta tersebut memenuhi persyaratan teknis untuk

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 28: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

35

Universitas Indonesia

pembuatan peta pendaftaran. Misalnya peta dari instansi

pekerjaan umum atau instansi pajak; dalam keadaan terpaksa

karena tidak tersedia peta dasar pendaftaran tanah ataupun peta

lain pembuatan peta dasar pendaftaran dapat dilakukan bersama-

sama dengan pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang

bersangkutan dan bidang – bidang tanah sekelilingnya yang

berbatasan sehingga letak relatif bidang tanah itu dapat

ditentukan.

Apabila dijumpai keadaan seperti dikemukakan dalam pasal

19 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 pengukuran

diupayakan untuk sementara dilakukan berdasarkan batas – batas

yang menurut kenyataan merupakan batas – batas tanah yang

bersangkutan; mengenai dilakukannya pengukuran sementara itu

dan belum diperolehnya kesepakatan mengenai penetapan batas

tersebut dibuat suatu berita acara dalam gambar ukur, sebagai

hasil pengukuran yang dilakukan, dibubuhkan catatan atau tanda

yang menyatakan bahwa batas – batas tanahnya masih merupakan

batas sementara.32

5. Pembuatan daftar tanah

Bidang atau bidang – bidang tanah yang sudah dipetakan

atau dibubuhkan nomor pendaftarannya pada peta pendaftaran, di

bukukan dalam daftar tanah yang bentuk, isi, cara pengisian,

penyimpanan dan pemeliharaannya akan diatur. Daftar tanah

dimaksudkan sebagai sumber informasi yang lengkap mengenai

nomor bidang, lokasi dan penunjukan kenomor surat ukur bidang

– bidang tanah yang ada di wilayah pendaftaran baik sebagai hasil

pendaftaran untuk pertama kali maupun pemeliharaannya

kemudian.33

32 Ibid., Hal. 79. 33 Ibid., Hal. 80.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 29: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

36

Universitas Indonesia

6. Pembuatan surat ukur

Untuk keperluan pendaftaran haknya, bidang – bidang

tanah yang sudah diukur serta dipetakan dalam peta pendaftaran

dibuatkan surat ukur yang dimaksud dalam uraian diatas,

demikian ditentukan dalam Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor

24 tahun 1997 beda dengan ketentuannya dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 surat ukur bukan kutipan dari

peta pendaftaran tanah, surat ukur memuat data fisik yang diambil

dari peta pendaftaran.34

Untuk wilayah – wilayah pendaftaran tanah secara

sporadik yang belum tersedia peta pendaftaran surat ukur dibuat

dari hasil pengukuran sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20

ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

7. Pengumpulan dan pengolahan data yuridis serta pembukuan hak

Dalam kegiatan pengumpulan data yuridis diadakan

perbedaan antara pembuktian hak baru dan hak lama, hak – hak

baru adalah hak – hak yang baru diberikan atau diciptakan sejak

mulai berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Sedangkan hak – hak lama yaitu hak – hak atas tanah yang

berasal dari konversi hak – hak yang ada pada waktu mulai

berlakunya UUPA dan hak – hak yang belum didaftar menurut

Peraturan Pemerintah 10 Tahun 1961.

Untuk keperluan pendaftaran tanah, dalam Pasal 23

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ditentukan bahwa:

a. Hak atas tanah baru data yuridisnya dibuktikan dengan:

1) Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang

memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan

yang berlaku, apabila pemberian hak tersebut berasal dari

tanah negara atau tanah hak pengelolaan yang dapat

diberikan secara individual kolektif ataupun secara umum

34 Ibid., Hal. 83.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 30: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

37

Universitas Indonesia

2) Asli akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang memuat hak

yang bersangkutan, mengenai Hak Guna Bangunan dan Hak

Pakai atas tanah Hak Milik.

b. Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak

pengelolaan oleh pejabat yang berwenang.

c. Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf di tinjau dari

sudut objeknya pembukuan tanah wakaf merupakan

pendaftaran untuk pertama kali, meskipun bidang tanah yang

bersangkutan sebelumnya sudah didaftar sebagai tanah milik.

d. Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta

pemisahan biarpun hak atas tanah tempat bangunan gedung

rumah susun yang bersangkutan berdiri sudah didaftar.

e. Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian

hak tanggungan.

Untuk pembuktian hak – hak atas tanah yang sudah ada

dan berasal dari konversi hak – hak lama data yuridisnya,

dibuktikan dengan alat – alat mengenai adanya tersebut berupa

bukti tertulis keterangan saksi dan atau hak pernyataan yang

bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh panitia ajudikasi

dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak, dan hak –

hak pihak lain yang membebaninya. Demikian yang ditetapkan

dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 alat – alat bukti tersebut adalah bukti pemilikan.

Maka mengenai kepemilikan itu ada tiga kemungkinan

alat pembuktian yaitu :

a. Bukti tertulisnya lengkap tidak memerlukan tambahan alat

bukti lain

b. Bukti tertulis sebagian tidak ada lagi, diperkuat keterangan

saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan.

c. Bukti tertulisnya semuanya tidak ada lagi, diganti keterangan

saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 31: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

38

Universitas Indonesia

Tetapi semuanya akan diteliti lagi melalui pengumuman

untuk memberi kesempatan kepada pihak – pihak yang

berkepentingan mengajukan keberatan.

8. Pengumuman data fisik dan data yuridis

Daftar isian tersebut memuat data yuridis beserta peta

bidang atau bidang tanah yang bersangkutan sebagai hasil

pengukuran. Sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 yang memuat data

fisik diumumkan selama 30 hari dalam pendaftaran tanah secara

sistematik, sedangkan 60 hari dalam pendaftaran tanah secara

sporadik.

Untuk memudahkan pelaksanaanya dalam pendaftaran

tanah secara sistematik pengumuman tidak harus dilakukan

sekaligus mengenai semua bidang tanah, dalam wilayah yang

ditetapkan tetapi dapat dilaksanakan secara bertahap;

pengumuman ini dilakukan dikantor kelurahan serta media massa,

dalam hal ini baik media cetak maupun elektronik; hal ini

ditegaskan dalam Pasal 26 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 1997.

Tujuan diadakan pengumuman ialah memberi kesempatan

kepada pihak – pihak yang bersangkutan atau berkepentingan

mengajukan keberatan; jika dalam jangka waktu pengumuman

tersebut ada yang mengajukan keberatan mengenai data fisik dan

yuridis yang diumumkan, ketua panitia ajudikasi mengusahakan

agar secepatnya keberatan yang diajukan diselesaikan secara

musyawarah untuk mufakat.

Jika usaha tersebut tidak dapat dilakukan atau tidak

membawa hasil, ketua panitia ajudikasi memberitahukan secara

tertulis kepada pihak yang mengajukan keberatan, agar

mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai data fisik dan atau

data yuridis setelah jangka waktu pengumuman berakhir, data

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 32: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

39

Universitas Indonesia

fisik dan data yuridis yang diumumkan oleh ketua panitia

ajudikasi disahkan dengan suatu berita acara yang bentuknya

ditetapkan oleh menteri.

Jika masih ada kekurangan lengkap data fisik dan data

yuridis yang bersangkutan atau masih ada keberatan yang belum

diselesaikan, pengesahan yang dimaksud dilakukan dengan

membubuhkan catatan mengenai hal – hal yang belum

diselesaikan, mengenai hal – hal yang belum lengkap dan atau

keberatan yang belum diselesaikan.35

9. Pembukuan Hak

Pelaksanaan pembukuan diatur dalam Pasal 30 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, atas dasar alat bukti dan

berita acara pengesahan tersebut diatas hak atas bidang tanah :

a. Data fisik dan yuridis sudah lengkap dan tidak ada yang

disengketakan dilakukan pembukuannya dalam buku tanah.

b. Data fisik dan yuridis belum lengkap dan tidak ada yang

disengketakan, dilakukan pembukuannya dalam buku tanah

dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap.

c. Data fisik dan yuridis disengketakan tetapi diajukan gugatan

kepengadilan, pembukuannya dalam buku tanah dengan

catatan mengenai adanya sengketa tersebut.

d. Data fisik dan atau data yuridis disengketakan dan diajukan

gugatan di pengadilan tetapi tidak ada perintah dari pengadilan

untuk status quo dan tidak ada putusan penyitaan dari

pengadilan, dilakukan pembukuan dalam buku tanah dengan

catatan mengenai adanya sengketa tersebut.

e. Data fisik dan yuridis disengketakan dan diajukan gugatan

dipengadilan tetapi ada perintah dari pengadilan untuk status

quo dan tidak ada putusan penyitaaan dari pengadilan,

dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dan

35 Ibid., Hal. 89.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 33: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

40

Universitas Indonesia

mengosongkan nama pemegang haknya dan hal-hal lain yang

di sengketakan.36

10. Penerbitan Sertifikat

Sertifikat sebagai surat tanda bukti hak diterbitkan untuk

kepentingan pemegang hak yang bersangkutan, sesuai dengan

data fisik yang ada dalam surat ukur dan data yuridis yang telah

didaftarkan dalam buku tanah. Sertifikat hanya boleh diberikan

kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang

bersangkutan sebagai pemegang hak atau pihak lain yang

dikuasakan olehnya. Dalam hal pemegang hak sudah meninggal

dunia sertifikat diterimakan kepada ahli warisnya atau salah

seorang ahli warisnya dengan persetujuan ahli waris lainnya37

2.1.4. Hak Guna Bangunan

2.1.4.1. Pengertian Hak Guna Bangunan

Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah yang

diatur dalam Undang – Undang Pokok Agraria. Menurut ketentuan

Pasal 35 UUPA yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan - bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

(2) Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.

(3) Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Dapat diketahui bahwa yang dinamakan Hak Guna Bangunan

adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah

yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu selama 30 tahun.

36 Ibid., Hal. 428 – 451. 37 Ibid., Hal. 451.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 34: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

41

Universitas Indonesia

Jadi, dalam hal ini pemilik bangunan berbeda dari pemilik hak atas

tanah di mana bangunan tersebut didirikan. Ini berarti seorang

pemegang Hak Guna Bangunan adalah berbeda dari Pemegang Hak

Milik atas bidang tanah di mana bangunan tersebut didirikan.

Sehubungan Hak Guna Bangunan ini, Pasal 37 Undang –

Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa:

Hak Guna Bangunan terjadi: a. mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara;

karena penetapan Pemerintah; b. mengenai tanah milik; karena perjanjian yang berbentuk

otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh Hak Guna Bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.

2.1.4.2. Subjek Hukum Yang Dapat Menjadi Pemegang Hak Guna

Bangunan

Kepemilikan Hak Guna Bangunan diatur dalam ketentuan

Pasal 36 UUPA yang menyatakan bahwa:

(1) Yang dapat mempunyai Hak Guna Bangunan ialah a. warga-negara Indonesia; b. badan hukum yang didirikan menurut hukum

Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. (2) Orang atau badan hukum yang mempunyai Hak Guna

Bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh Hak Guna Bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika Hak Guna Bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Sejalan dengan ketentuan – ketentuan tersebut, dapat

diketahui bahwa Undang – undang memungkinkan dimilikinya Hak

Guna Bangunan oleh Badan Hukum yang didirikan menurut

ketentuan hukum Negara Republik Indonesia dan yang

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 35: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

42

Universitas Indonesia

berkedudukan di Indonesia. Dua Unsur tersebut harus secara

bersama – sama ada atau suatu keharusan kumulatif, jika badan

hukum tersebut ingin menpunyai Hak Guna Bangunan di Indonesia.

2.1.4.3. Tanah Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Guna Bangunan

Ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun

1996 menentukan bahwa:

Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah: b. Tanah Negara; c. Tanah Hak Pengelolaan; d. Tanah Hak Milik.

1. Hak Guna Bangunan di Atas Tanah Negara dan Tanah Hak

Pengelolaan

Ketentuan mengenai Hak Guna Bangunan yang diberikan

di atas tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan di atur lebih

lanjut dalam ketentuan Pasal 22 dan Pasal 23 Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 199638 menentukan bahwa:

Pasal 22 (1) Hak Guna Bangunan atas tanah Negara diberikan

dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan.

(3) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 23 (1) Pemberian Hak Guna Bangunan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 22 di daftar dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.

(2) Hak Guna Bangunan atas tanah Negara atau atas tanah Hak Pengelolaan terjadi sejak di daftar oleh Kantor Pertanahan.

38 Indonesia (f), Peraturan Pemerintah tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah, PP Nomor 40 Tahun 1996, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3643.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 36: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

43

Universitas Indonesia

(3) Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Guna Bangunan diberikan sertifikat hak atas tanah.

Dari kedua ketentuan tersebut, dapat di ketahui bahwa

Hak Guna Bangunan yang diberikan di atas tanah Negara dan

tanah Hak pengelolaan harus berdasarkan keputusan Menteri

Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional, dengan

memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri

Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3

Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan

Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara,

khususnya ketentuan dalam Pasal 4, Pasal 9 dan Pasal 13. Maka

dapat diketahui bahwa terhadap pemberian Hak Guna Bangunan

a. Sampai dengan 2000 m2 (dua ribu meter persegi), pemberian

Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dilakukan oleh Kepala

Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya;

b. Mulai dari 2000 m2 (dua ribu meter persegi) hingga 150.000

m2 (seratus lima puluh ribu meter persegi), pemberian Hak

Guna Bangunan atas tanah Negara dilakukan oleh Kepala

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi;

c. Diatas 150.000 m2 (seratus lima puluh ribu meter persegi);

pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dilakukan

oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional/ Menteri Negara

Agraria;

d. Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan

dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/

Kotamadya.

2. Hak Guna Bangunan di Atas Tanah Hak Milik

Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik diatur dalam

Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 16 tahun 1997 tentang perubahan Hak Milik

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 37: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

44

Universitas Indonesia

menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dan Hak Guna

Bangunan menjadi Hak Pakai.

Dari Ketentuan tersebut diketahui bahwa terjadinya Hak Guna

Bangunan dari Hak Milik adalah karena:

a. Sukarela, dilakukan dengan cara pelepasan Hak Milik atas

tanah yang disertai dengan pemberian Hak Guna Bangunan.

b. Hasil Lelang, yang diperoleh badan hukum.

Dalam Penjelasan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 40

tahun 1996 maka jelas bahwa pemberian hak milik lahir pada saat

dibuatnya akta pemberian Hak Guna Bangunan tersebut oleh

Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pendaftaran yang dilakukan adalah

untuk mengikat pihak ketiga.

2.1.5. Buku Letter C

2.1.5.1. Isi Buku Letter C

Penjelasan mengenai isi Buku Letter C ini penulis disini juga

didasarkan atas pendapat masyarakat, sarjana, dan menurut contoh

Buku Letter C yang dimiliki.

1. Masyarakat berpendapat isi Buku Letter C adalah :

a. Mengenai luas dan kelas tanah serta nomor persil

b. Mengenai nama pemilik

c. Mengenai jumlah pajak

2. Sarjana dalam hal ini adalah R. Soeprapto, menyatakan isi buku

Letter C adalah :

a. Daftar tanah

b. Nama pemilik dengan nomor urut

c. Besarnya pajak

3. Contoh Buku Letter C, isinya adalah :

a. Nama pemilik

b. Nomor urut pemilik

c. Nomor bagian persil

d. Kelas desa

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 38: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

45

Universitas Indonesia

e. Menurut daftar pajak bumi yang terdiri atas :

1) Luas tanah, hektar (ha) dan are (da)

2) Pajak, R (Rupiah) dan S (Sen)

f. Sebab dan hal perubahan

g. Mengenai Kepala Desa/Kelurahan yaitu, tanda tangan dan

stempel desa

NAMA : NO :

Nomor dan Bagian Persil

Kelas Desa

Menurut Daerah Perijinan Pajak Bumi

Sebab dan Perubahan Luas Tanah Pajak

Ha Da R S

Nama desa, Tgl, ……………………

Mengetahui,

Kepala Desa/Kelurahan

ttd

Gambar 1. Contoh Buku Letter C

Di dalam keterangan ataupun contoh di atas terdapat kata “Persil”

dan kelas desa, supaya lebih jelas saya mencoba akan menjelaskan

apa yang dimaksud dengan persil dan kelas desa.

a. Persil adalah suatu letak tanah dalam pembagiannya atau disebut

juga blok.

Tanah dengan luas 1 hektar, atau tanah itu dibagi dengan berbagai bagian yang

pemiliknya berbeda, luas tanahnya berbeda.

Persil 1 Persil 4

Persil 2

Persil 5 Persil 6 Persil 7 Persil 3

Gambar 2. Contoh Persil

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 39: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

46

Universitas Indonesia

b. Kelas Desa adalah suatu kelas tanah biasanya dipergunakan untuk

membedakan antara tanah darat dan tanah sawah atau diantara

tanah yang produktif dan non produktif ini terjadi pada saat

terbitan tahun dulu.

Contoh :

a) Kelas d. I, d.II, adalah kelas ini digunakan untuk perumahan

b) Kelas S.I, S.II, adalah kelas ini digunakan untuk sawah dan

pertanian

Selanjutnya kita akan membahas pihak – pihak yang ada

dalam buku letter C yang sangat berperan. Pertama kita akan

membahas pemilik tanah dan yang berwenang mencatat keterangan

tersebut dalam buku letter C.

1. Pemilik tanah

Pihak di sini adalah pihak yang keterangan mengenai

tanahnya baik persil, kelas desa, luas tanah, besarnya pajak dicatat

di dalam buku Letter C. Berarti pemilik tanah ini adalah seorang

yang memiliki hak atas tanah tersebut.

Pendaftaran pada waktu itu yang kita kenal hanyalah

pendaftaran untuk hak – hak atas tanah yang tunduk kepada Kitab

Undang – Undang Hukum Perdata Barat, sungguh pun juga ada

orang – orang Bumiputera yang mempunyai hak – hak atas tanah

yang berstatus Hak Barat, selain dari golongan Eropa dan

golongan Timur Asing termasuk golongan China. Sesuai dengan

ketentuan perundangan yang ada, maka jika seorang bumiputera

yang memiliki tanah yang berstatus Hak Barat, maka dianggap

mereka telah menundukkan diri kepada Hukum Barat tersebut,

sebagai konsensuensi tanah-tanah bekas Hak Barat itu tunduk

Kitab Undang – undang Hukum Perdata (Barat). Untuk golongan

Bumiputera tidak ada suatu hukum pendaftaran tanah yang

bersifat uniform atau seragam, sungguhpun ada secara sporadik

kita temukan beberapa pendaftaran yang sederhana dan belum

sempurna, sebaliknya juga kita mengenal pendaftaran tanah pajak,

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 40: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

47

Universitas Indonesia

seperti girik, petuk, dan letter C yang dilakukan oleh kantor –

kantor pajak terutama di pulau Jawa.

2. Pihak yang mencatat buku letter C.

Pihak yang berwenang disini adalah Perangkat Desa/

Kelurahan, yang dilakukan secara aktif dalam pengertian adalah

bukan pemilik tanah yang datang ke Kantor Desa/ Kelurahan

untuk mencatat keterangan tanah yang mereka miliki, tetapi

secara otomatis Perangkat Desa/ Kelurahan yang mencatat.

Mengenai tindakan yang aktif dari Perangkat Desa/

Kelurahan ini tidakhanya dalam hal pencatatan Bukti Letter C

saja tetapi juga kegiatan atau transaksi-transaksi yang terjadi di

desa mereka, misalnya seperti:

a. Hibah

b. Jual beli

c. Kewarisan

d. Bagi hasil dan sebagainya

Mengenai hal ini terdapat Instruksi Presiden tahun 1980.

Sebagai contoh Instruksi Presiden Indonesia Nomor 13 tahun

1980 tanggal 10 September 1980 tentang Pedoman Pelaksanaan

Undang-undang Nomor 2 tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi

Hasil39. Pasal 6 ayat 1 menyatakan :

“Para Kepala Desa secara aktif mengadakan pencatatan

mengenai perjanjian – perjanjian bagi hasil yang ada di desanya

masing – masing untuk dihimpun dalam daftar yang disediakan

untuk itu dan dilaporkan kepada Camat yang bersangkutan.”

Jadi dalam hal pihak yang berwenang mencatat Buku

Letter C ini adalah Perangkat Desa/ Kelurahan secara aktif, dan di

dalam Buku Letter C ditanda tangani oleh Kepala Desa/

Kelurahan.

39 Indonesia (g), Instruksi Presiden tentang Pedoman Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil, Inpres Nomor 13 Tahun 1980.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 41: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

48

Universitas Indonesia

2.1.5.2. Fungsi Bukti letter C

Setelah membahas pengertian alat bukti, macam-macam alat

bukti, pengertian Bukti Letter C, maka dapatlah dikatakan bahwa

Bukti Letter C dapat digunakan sebagai alat bukti yang dimiliki oleh

seseorang, pada saat orang tersebut ingin memperoleh hak akan

tanahnya, dan ingin melakukan pendaftaran tanah atas namanya. Dan

tidak dapat dilupakan pula bahwa Bukti Letter C juga merupakan

syarat yang harus ada untuk pengkonversian tanah milik adat,

sebagai bukti hak milik adat. Jadi bukti letter C dapat dikatakan

sebagai alat bukti tertulis,

kemudian di dalam hal ini penulis akan membahas fungsi dari Bukti

Letter C dari beberapa segi

1. Bukti Letter C sebagai salah satu syarat untuk pengkonversian

tanah milik adat.

Pasal II UUPA, ayat 1, “ Hak – hak atas tanah yang memberi

wewenang sebagaimana atau mirip dengan Hak yang dimaksud

dalam Pasal 20 ayat 1, seperti yang disebut dengan nama sebagai

dibawah, yang ada pada mulai berlakunya undang-undang ini,

yaitu hak agrarisch eigendom, milik yayasan, andar beni, hak atas

druwe/ hak atas druwe desa, pesini, Grant Sultan, larderijen

bezitrercht, altijddurende Erfpacht, Hak usaha atas bekas tanah

partikelir dan hak-hak lain dengan nama apapun juga yang akan

ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai

berlakunya Undang-Undang ini, menjadi Hak Milik tersebut

dalam Pasal 20 ayat 1, kecuali jika yang mempunyainya tidak

memenuhi syarat, sebagai tersebut dalam Pasal 21.”

Pengkonversian tanah milik adat dilihat dari sudut alat

bukti dapat dipisahkan dalam dua macam bekas tanah milik adat

yaitu :

a. Bekas tanah milik adat yang dianggap sudah mempunyai bukti

tertulis: girik, kekitir, petuk pajak dan sebagainya.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 42: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

49

Universitas Indonesia

b. Bekas tanah milik adat yang belum atau tidak dilengkapi

dengan alat bukti tertulis.40

Dari penjelasan di atas, maka sangat jelas disebutkan

untuk pengkonversian tanah milik adat memerlukan alat bukti,

dua macam; salah satunya petuk pajak atau bisa dikatakan Bukti

Letter C.

Dalam hal pengkonversian tanah milik adat Bukti Letter C

ini disebut sebagai tanda bukti hak.

R. Soeprapto mengemukakan tentang tanda bukti hak

milik adat sebagai berikut :

Adapun yang dimaksud dengan surat-surat bukti hak

menurut Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun

196241 ialah :

a. Surat hak tanah yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan

Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959, ordonantie tersebut

dalam S. 1873 Nomor 38 dan Peraturan Khusus di Daerah

Istimewa Yogyakarta dan Keresidenan Surakarta serta

Sumatera Timur, Riau dan Kalimantan Barat (Pasal 2

Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun

1962).

b. Surat Pajak Hasil Bumi/Verponding Indonesia atau bukti surat

pemberian hak dari instansi yang berwenang (Pasal 3 sub a

Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun

1962).42

Dari penjelasan R. Soeprapto di atas maka semakin jelas

bahwa surat pajak (Girik, Petuk, Letter C, ) merupakan tanda

bukti hak terutama tanda hak milik adat. Kemudian R. Soeprapto

menjelaskan kembali bahwa : Menurut Permendagri Nomor SK.

40 R. Soeprapto, Op Cit, Hal. 207 41 Indonesia (h), Peraturan Menteri Pertanian Dan Agraria Tentang Penegasan Konversi Dan Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia Atas Tanah, PMPA Nomor 2 Tahun 1962. 42 Ibid, Hal. 209-201

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 43: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

50

Universitas Indonesia

26/DDA/1970 (tentang penegasan konversi dan pendaftaran bekas

hak – hak Indonesia atas tanah).

Yang dianggap sebagai tanda bukti hak menurut Peraturan

Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun1962 Pasal 3a

adalah :

Untuk daerah-daerah yang sebelum tanggal 24 September

1960 sudah ada Pajak Hasil Bumi (Landrente) atau Verponding

Indonesia maka yang dianggap sebagai tanda bukti hak ialah :

a. Surat Pajak hasil Bumi atau Verponding Indonesia.

b. Girik, pipil, kekitir, petuk dan sebagainya hanya dikeluarkan

sebelum tanggal 24 September 1960. Jika antara tanggal 24

September 1960 sampai dengan tanggal diselenggarakannya

pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1961 terjadi jual beli, tukar menukar, hibah, maka asli

surat-surat akta jual beli, tukar menukar, hibah yang sah yaitu

yang dibuat dihadapan Kepala Desa/ Adat setempat, atau

dibuat menurut hukum adat setempat, harus dilampirkan juga

sebagai tanda bukti hak.43

2. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh hak milik atas tanah.

Memperoleh hak milik atas sebidang tanah sebagai hasil dari

pembagian warisan, membeli sebidang tanah atau hibah tidak

memerlukan prosedur yang panjang, dapat dilakukan di muka

Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pembuatan

akta.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, tentang

pendaftaran tanah, Pasal 24 ayat 1, untuk keperluan pendaftaran

hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama yang

dibuktikan dengan bukti tertulis, diantaranya girik, kekitir, petuk

pajak bumi/ landrente.

43 Ibid, Hal. 210

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 44: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

51

Universitas Indonesia

2.1.5.3. Kutipan Buku Letter C

Kutipan Bukti Letter C yang dianggap masyarakat umumnya

adalah girik, kekitir, petuk, yang ada di tangan pemilik tanah,

sedangkan yang asli terdapat di desa/ kelurahan. Jadi dapat

disimpulkan Buku Letter C aslinya itu di Kantor Desa/ Kelurahan,

sedangkan kutipannya berupa girik, petuk, kekitir diberikan pada

pemilik tanah sebagai bukti pembayaran pajak.

2.1.5.4. Letter C Sebagai Alat Bukti Perolehan Hak Atas Tanah

Bukti Letter C sebagai alat bukti perolehan hak atas tanah ini

ada beberapa sarjana yang tidak menyetujui :

a. D. Bidara, dan Martin P. Bidara

Beliau – beliau ini menyatakan bahwa catatan dari buku desa

(Letter C) tidak dapat dipakai sebagai bukti hak milik jika tidak

disertai bukti-bukti lain. Kedua sarjana ini berpendapat atas dasar

keputusan MA. Reg. Nomor 84k/ Sip/ 1973 tanggal 25 Juni

1973.44

b. Effendi Peranginangin

Beliau dalam menjawab suatu pertanyaan “Apakah surat pajak

(girik, petuk, Letter C, Ipeda) dapat dianggap sebagai hak bukti

atas tanah, kalau sebidang tanah belum bersertifikat, maka yang

ada mungkin hanya surat pajak (girik, petuk, Letter C, tanpa

pembayaran Ipeda). Mahkamah Agung dalam beberapa

keputusannya telah menyatakan bahwa surat pajak, bukan bukti

pemilikan hak atas tanah. Surat pajak tanah hanyalah

pemberitahuan bahwa yang membayar atau wajib pajak adalah

orang yang namanya tercantum dalam surat pajak.45

c. A. P. Parlindungan

AP. Parlindungan berkomentar dalam bukunya bahwa “Kita harus

meninjau bagaimana pandangan dari Mahkamah Agung Nomor.

44 D. Bidara, dan Martin P Bidara, Ketentuan Perundang-undangan Yurisprudensi dan Pendapat Mahkamah Agung RI tentang Hukum Acara Perdata, (Pradnya Paramita, Jakarta, 1984), Hal. 61. 45 Effendi Peranginangin, Pembuatan Akta, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1979), Hal. 16-17.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 45: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

52

Universitas Indonesia

34/ k.Sip/ 80. Tidak diakui sebagai bukti hak atas tanah yang sah,

surat-surat pajak bumi atau Letter C tersebut hanya merupakan

bukti permulaan untuk mendapatkan tanda bukti hak atas tanah

secara yuridis yaitu sertifikat (Pasal 13 jo Pasal 17 Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961).46

Tetapi walaupun demikian Bukti Letter C tetap dikatakan

sebagai alat bukti. Mengapa demikian, karena untuk memperoleh

hak atas tanah seseorang harus memiliki alat bukti yang menyatakan

tanah itu miliknya. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997, Pasal 24 ayat 1 itu menyatakan untuk keperluan pendaftaran

hak – hak atas tanah dibuktikan dengan alat bukti, salah satunya

bukti tertulis adalah Bukti Letter C yang merupakan alat bukti

perolehan hak atas tanah yaitu bukti tertulis karena Bukti Letter C itu

berisi tentang hal-hal yang menyangkut tanahnya dan semua itu

tertulis dengan jelas.

Mengenai pendapat-pendapat di atas itu tidak berarti salah

karena Letter C juga memiliki fungsi yang telah disebutkan para

sarjana-sarjana tersebut di atas, tetapi tetap dalam perkembangannya

Letter C tetaplah dinyatakan sebagai alat bukti.

Tidak cukup sampai disitu saja, pihak bank pun memiliki

keberanian bahkan keyakinan untuk memberikan kredit kepada

debitur yang memiliki tanah yang bukti kepemilikannya berupa

Letter C.

Pada penjelasan dari Pasal 8 Undang – undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan47 disebutkan sebagai berikut :

Kredit yang diberikan bank mengandung resiko, sehingga

dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas yang

sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit

dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur

46 A. P. Parlindungan, Op Cit, Hal. 31. 47 Indonesia (i), Undang – Undang tentang Perbankan, UU Nomor 7 Tahun 1992, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 46: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

53

Universitas Indonesia

untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan oleh

bank.

Untuk memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan

kredit bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap

watak, kemampuan, modal, agunan, dan proyek usaha dari debitur.

Mengingat bahwa agunan adalah salah satu unsur jaminan

pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah

dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan

hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih

yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.

Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adalah

yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk dan lain-

lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan, bank tidak wajib

meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung

dengan obyek yang dibiayai yang lazim dikenal dengan “agunan

tambahan”.48

Jadi sudah semakin jelas bahwa Bukti Letter C sebagai alat

bukti untuk memperoleh dan untuk pendaftaran hak atas tanah yaitu

sebagai bukti tertulis.

2.2. Kasus Posisi

Kasus posisi kekuatan pembuktian sertifikat Hak Guna Bangunan Dan

Bukti Letter C pada studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor 190/ PDT.G/

2001/ PN.JKT.UT tanggal 17 Oktober 2001, Putusan Pengadilan Tinggi Nomor

110/ PDT/ 2002/ PT.DKI tanggal 7 Juni 2002, Putusan Mahkamah Agung Nomor

390 K/ Pdt/ 2003 tanggal 16 September 2004, Putusan Peninjauan Kembali

Nomor 163 PK/ PDT/ 2005 tanggal 27 Januari 2006, dijabarkan dibawah ini:

Para pihak yang bersengketa disini adalah PT. Taman Harapan Indah

selaku Penggugat, Terbanding, Termohon Kasasi dan Pemohon Peninjauan

Kembali dengan Bon Surya Santika selaku Tergugat, Pembanding, Pemohon

Kasasi dan Termohon Peninjauan Kembali. Dimana Penggugat telah memperoleh

48 A. P. Perlindungan, Op Cit, Hal. 30.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 47: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

54

Universitas Indonesia

lahan tanah seluas kurang lebih 18,227 m2, yang terletak di Wilayah Kelapa

Gading, Kecamatan Koja, Jakarta Utara berdasarkan Surat Perjanjian Kerjasama

Nomor 01/ SPK/ 1982, yang dibuat dan ditandatangani oleh Penggugat asli

dengan Badan Pelaksana Otorita Pluit Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Lahan

tanah tersebut luasnya berubah menjadi 19.150 m2 karena setelah dilakukan

pengukuran untuk pembuatan peta lokasi oleh Suku Dinas Tata Kota Jakarta

Utara;

Bahwa lahan tanah seluas tersebut diperoleh Pemerintah Daerah Khusus

Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) Cq. Badan Pelaksana Otorita Pluit Jakarta (karena

terjadi perubahan status hukum kini berubah menjadi PT. Pembangunan Jaya) dari

Perkumpulan Sekolah Kristen Jakarta (PSKJ), karena didasari adanya tukar

menukar tanah sebagaimana terbukti dalam Surat Perjanjian Nomor 03/ Per/ PTI/

75, tanggal 29 Agustus 1975;

Bahwa dalam melaksanakan pembangunan rumah tinggal di atas lahan

tanah tersebut, Penggugat telah memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Nomor 08644/ IMB/ 1985, tanggal 11 Desember 1985;

Bahwa untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan rumah tinggal

tersebut, Penggugat mendapat hambatan karena “sebagian” lahan tanah Penggugat

dengan luas 2.970 m2, yang terletak di Blok A, Blok D, dan Blok H sebagian,

Jalan Taman Gading V, Kelurahan Kelapa Gading, Kecamatan Kelapa Gading,

Jakarta Utara, tidak dapat dikerjakan pembangunannya karena dikuasai secara

melawan hukum oleh Tergugat, padahal tanah in cassu telah memperoleh

sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 4513, tanggal 26 Februari 1993 dan Surat

Ukur Nomor 20/ 1992 tanggal 29 Februari 1992, dengan batas – batas seperti

disebut dalam surat gugatan;

Bahwa tanah milik Penggugat asli semula luasnya 4440 m2 terdiri dari

Letter C 333, dan bekas Hak Guna Bangunan Nomor 3195/ Kelapa Gading Timur

untuk sebagian dan seluas 1470 m2 diperuntukkan untuk “rencana jalan”,

sehingga luas tanah Penggugat yang dapat diterbitkan Sertifikat Hak Guna

Bangunan (HGB) adalah seluas 2970 m2 tentang Surat Ukur Nomor 20/ 1992

tanggal 29 Februari 1992;

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 48: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

55

Universitas Indonesia

Bahwa pada waktu Penggugat melakukan pemeriksaan lahan seluas 2.970

m2 di atas, Penggugat melihat dan menyadari tanah in cassu dikuasai Tergugat

secara melawan hukum dengan melakukan pemagaran dengan menggunakan

seng, dan diduga kuat dijaga oleh oknum Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia (ABRI).;

Bahwa melihat keadaan tersebut, Penggugat langsung melapor kepada

Kantor Suku Dinas Pengawasan Pembangunan Kota (SDPPK) Jakarta Utara,dan

Kepala SDPPK Jakarta Utara telah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian

Pekerjaan Pembangunan (SP4) Nomor 2346/ SP.4/ U/ 1994 kepada Tergugat;

Bahwa dalam realitanya Tergugat tidak mengindahkan Surat Peringatan

SDPPK Jakarta Utara tersebut, maka untuk kedua kalinya Penggugat melaporkan

Tergugat kepada Kepala SDPPK dengan hal yang sama, dan Kepala SDPPK

Jakarta Utara kembali mengeluarkan SP4 Nomor 1429/ SP.4/ U/ 1996 tanggal 15

Oktober 1996 kepada Tergugat;

Bahwa akibat Tergugat tidak mengindahkan peringatan Kepala SDPPK

Jakarta Utara, pada tanggal 18 Oktober 1996 Kepala SDPPK Jakarta Utara telah

mengeluarkan Surat Penyegelan Nomor 1379/ SP/ U/ 1996 atas seluruh bangunan

Tergugat;

Bahwa meskipun telah dua kali dikeluarkan SP4, dan terakhir Kepala

SDPPK Jakarta Utara mengeluarkan Surat Penyegelan Nomor 1379/ SP/ U/ 1996

atas seluruh bangunan Tergugat, namun Tergugat tetap tidak mengindahkannya,

dan bahkan dalam realita sekarang pagar seng tersebut telah berubah menjadi

pagar tembok yang melingkari tanah milik Penggugat tersebut.;

Bahwa akibat adanya perbuatan melawan hukum dari Tergugat, Penggugat

sampai saat ini tidak dapat melakukan pembangunan sebanyak 18 unit rumah

tinggal di atas tanah milik Penggugat seluas 2970 m2 yang terletak di daerah

tersebut, setempat dikenal Blok A, Blok D, dan Blok H sebagian, Jl. Taman

Gading Indah V Kelurahan Kelapa Gading, Jakarta Utara.;

Bahwa untuk pembangunan 18 unit rumah tinggal di atas tanah in cassu,

Penggugat telah mengurus perijinan, termasuk design structure, landscape, dan

pematangan tanah, dalam hal ini Penggugat telah mengeluarkan biaya ditaksir

sejumlah Rp. 1.688.550.000,- (satu milyar enam ratus delapan puluh delapan juta

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 49: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

56

Universitas Indonesia

lima ratus lima puluh ribu rupiah), diluar bunga Bank, akan tetapi biaya ini pada

akhirnya telah menjadi kerugian Penggugat karena lahan tanah tersebut tidak

produktif.;

Bahwa karena Tergugat masih menguasai lahan tanah Penggugat secara

melawan hukum, maka berdasarkan pada ketentuan Pasal 1246 Kitab Undang

Undang Hukum Perdata, kerugian yang patut dibebankan kepada Tergugat

sebesar Rp. 7.845.050.000,- (tujuh milyar delapan ratus empat puluh lima juta

lima puluh ribu rupiah), dengan perincian sebagai berikut :

Kerugian Materiil

1. Karena tidak bisa menguasai tanah milik Penggugat Rp. 2.970.000.000,-

2. Keuntungan yang diharapkan dari penjualan

18 unit rumah Tipe 70/112 (lb/lt) dan tanah Rp. 2.686.500.000,-

3. Biaya IMB, Sertifikat, pematangan tanah,

design structure, landscape Rp. 1.688.550.000,-

Total Kerugian Materil Rp. 7.345.050.000,-

(tujuh milyar tiga ratus empat puluh lima juta lima puluh ribu rupiah)

Kerugian Inmateriil,

Karena keuntungan yang diharapkan tidak dapat dinikmati, yang akhirnya

menimbulkan keresahan hati yang tidak dapat dinilai dengan uang, namun

cukup pantas apabila dinilai dengan uang sebesar Rp. 500.000.000,-

(lima ratus juta rupiah)

Bahwa untuk menghindari gugatan Penggugat tidak bersifat ilusoir dan

guna mencegah dialihkannya lahan sengketa serta harta kekayaan Tergugat, maka

Penggugat mohon kepada Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara, agar

berkenan meletakkan Sita Jaminan terlebih dahulu, terhadap :

1. Tanah sengketa seluas 2.970 M2, terletak di Jalan Taman Gading Indah V Blok

A, Blok D, dan Blok H sebagian, Kelurahan Kelapa Gading, Kecamatan

Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang telah Penggugat peroleh Sertifikat HGB

Nomor4513 tanggal 26 Februari 1993, dan Surat Ukur Nomor 20/ 1992 tanggal

29 Februari 1992.

2. Tanah berikut bangunan rumah di Jalan Taman Gading Indah Blok H/4, Jakarta

Utara

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 50: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

57

Universitas Indonesia

Dari kasus tersebut, hakim memutuskan sebagai berikut:

1. Putusan Pengadilan Negeri Nomor 190/ PDT.G/ 2001/ PN.JKT.UT tanggal 17

Oktober 2001

PT. Taman Harapan Indah selaku Penggugat dan Bon Surya Santika

sebagai Tergugat

Menyatakan Penggugat adalah pemilik tanah seluas 2970 m2, yang

terletak di Jalan Taman Gading Indah V Blok A, Blok D dan Blok H sebagian,

Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 4513/ Desa Kelapa Gading dan Surat

Ukur Nomor 20/1992 tanggal 29 Januari 1992, dengan batas – batas:

Sebelah Utara : Perumahan Kelapa Gading Blok KH.35

Sebelah Selatan : Taman Gading Indah Blok B, Jalan Kelapa Puyuh II;

Sebelah Timur : Komplek Perumahan PLN Blok B ;

Sebelah Barat : Perumahan Kelapa Gading, Jalan Kelapa Puyuh III

2. Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 110/ PDT/ 2002/ PT.DKI tanggal 7 Juni

2002

Bon Surya Santika selaku Pembanding semula Tergugat dan PT. Taman

Harapan Indah selaku Terbanding semula Penggugat.

Menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Utara tanggal 17

Oktober 2001 Nomor 190/ Pdt.G/2001/ PN.JKT.UT yang dimintakan banding

tersebut.

3. Putusan Mahkamah Agung Nomor 390 K/ Pdt/ 2003 tanggal 16 September

2004

Bon Surya Santika selaku Pemohon Kasasi dahulu Tergugat/

Pembanding dan PT. Taman Harapan Indah selaku Termohon Kasasi dahulu

Penggugat/ Terbanding dan memutuskan membatalkan putusan

Pengadilan Tinggi Jakarta tanggal 7 Juni 2002 Nomor 110/ Pdt/

2002/ PT.DKI. dan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tanggal 17

Oktober 2001 Nomor 190/ Pdt.G/ 2001/ PN.JKT.UT;

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 51: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

58

Universitas Indonesia

4. Putusan Peninjauan Kembali Nomor 163 PK/PDT/2005 tanggal 27 Januari

2006

PT. Taman Harapan Indah selaku Pemohon Peninjauan Kembali dahulu

Termohon Kaasasi/ Penggugat/ Terbanding dan Bon Surya Santika selaku

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Kasasi/ Tergugat/

Pembanding,

Peninjauan Kembali memutuskan menolak permohonan peninjauan

kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : PT. Taman Harapan Indah

tersebut.

2.3. Analisa Pokok Permasalahan

Setelah mempelajari teori mengenai tata cara memperoleh tanah,

pendaftaran tanah, pembuktian hak, Hak Guna Bangunan, Bukti Letter C dan

kasus posisi yang menjadi pokok permasalahan serta dengan mempertimbangkan

putusan pengadilan tingkat pertama sampai dengan Mahkamah Agung merupakan

dasar untuk melakukan analisa terhadap sengketa dalam kasus yang diatas oleh

penulis.

2.3.1. Analisa yuridis sertifikat dan Bukti Letter C sebagai bukti

kepemilikan tanah

Pemahaman tentang tanda bukti kepemilikan hak atas tanah adalah

hal terpenting yang harus dimiliki oleh masyarakat saat ini; hal ini

mengingat banyaknya sengketa hak atas tanah yang terjadi dewasa ini, dan

akan semakin meningkat karena kebutuhan akan tanah meningkat

sedangkan luas tanahnya bersifat tetap. Kejadian penyerobotan dan

pemalsuan tanda bukti kepemilikan tanah merupakan salah satu jenis

sengketa yang muaranya pada pengambilalihan paksa atas kepemilikan

tanah orang lain untuk memenuhi kebutuhan akan tanah tersebut. Kejadian

tersebut sebenarnya perbuatan melawan hukum, dan sangat merugikan bagi

pertumbuhan pembangunan dan perekonomian di Indonesia, karena tidak

adanya kepastian hukum. Dalam konteks inilah penulis ingin membahas

mengenai tanda bukti kepemilikan tanah yang sah dan diakui oleh hukum:

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 52: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

59

Universitas Indonesia

a. Pengertian Tanda Bukti

Pengertian alat atau tanda bukti, menurut Andi Hamzah adalah

segala apa yang menurut undang – undang dapat dipakai untuk

membuktikan sesuatu49. Sedangkan menurut Kitab Undang – undang

Hukum Perdata, Pasal 1865, istilah pembuktian memiliki pengertian

sebagai berikut:

“Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.”

Jadi sangat jelas bahwa yang dapat menjadi suatu alat pembuktian

dalam suatu hal dalam hukum dan peradilan adalah suatu peristiwa dan

hak, contoh hak yang dimaksud diatas adalah hak atas kepemilikan tanah.

John Salindeho memberikan pengertian hak atas tanah sebagai

suatu hubungan hukum antara orang atau badan hukum dengan suatu

bidang tanah tertentu yang dimiliki, dimana didalamnya diatur tentang

kewenangan dan kewajiban50. Kewenangan disini diartikan sebagai

kewenangan untuk mempergunakan tanah bagi kepentingan pribadinya

dengan pembatasan tidak merugikan dan mengganggu pihak lain sesuai

yang diatur dalam UUPA.

Jadi secara ringkas dapat disebutkan bahwa yang dimaksud

dengan tanda bukti hak atas tanah adalah segala alat atau tanda apapun

yang menurut undang – undang yang resmi dan sah dapat digunakan

untuk membuktikan hak seseorang atas tanah yang dimilikinya, sehingga

orang tersebut memiliki kewenangan yang luas untuk menggunakan dan

memanfaatkan tanah tersebut dengan tanpa adanya gangguan dari pihak

lain.

Di Indonesia dasar hukum atau peraturan perundang – undangan

yang menjadi rujukan dan mengatur tentang keabsahan hukum terhadap

alat atau tanda bukti hak atas tanah, atau secara umum mengatur tentang

bidang pertanahan adalah UUPA, beserta peraturan pelaksanaan

49 Andi Hamzah, Kamus Hukum. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), Hal. 34. 50 John Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan, (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), Hal. 184.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 53: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

60

Universitas Indonesia

dibawahnya, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang

diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan

dibawahnya masih terdapat Peraturan Menteri dan peraturan pelaksanaan

lainnya.

b. Sertifikat sebagai Alat Bukti Hak atas Tanah.

Mengenai pengertian sertifikat, dalam beberapa literatur kamus

memberi arti yang berbeda-beda, sebagai berikut :

1. Kamus Bahasa Inggris yang ditulis E. Pino dan Wittermans : tahun

1953, sertifikat dalam teks aslinya certificate, diartikan sebagai “surat

keterangan, surat lulusan, atau ijazah “.

2. Kamus Bahasa Indonesia populer yang ditulis Bambang Marhijanto

tahun 1996, dimana sertifikat diartikan sebagai ‘surat keterangan yang

menguatkan kedudukan sesuatu (menurut hukum yang sah), surat

tanda bukti. Maksudnya, ialah dengan sertifikat itu seseorang dapat

membuktikan kedudukannya, posisinya, pembuktian mana dikuatkan

oleh apa yang tersurat didalam sertifikat itu.

3. Kamus Hukum yang ditulis oleh J.C.T Simorangkir, dkk tahun 2000

dalam teks aslinya certificate (BLD) dimana sertifikat diartikan

sebagai surat tanda bukti, maksudnya ialah dengan sertifikat itu orang

dapat membuktikan kedudukannya apakah sebagai pemilik suatu

benda dan sebagainya. .

Sesuai dengan Pasal 1 butir 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24

tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwa :

“Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak/ tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.“

Sertifikat berdasarkan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah

Nomor 24 tahun 1997 yaitu surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai

alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang

termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 54: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

61

Universitas Indonesia

sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang

bersangkutan.

Dari Pasal – pasal dalam UUPA dan Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 yang disebutkan diatas, dapat disimpulkan

bahwa untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi

pemegang hak atas bidang tanah, maka Pemerintah menyelenggarakan

pendaftaran tanah yang disertai dengan pemberian tanda bukti hak atas

bidang tanah, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, seperti

yang diatur dalam UUPA Pasal 19 ayat (2) huruf c. Sertifikat bukan

hanya sekedar fasilitas tetapi menjadi hak bagi pemegang hak atas tanah

bersangkutan, dan keberadaannya di jamin undang – undang.

Sebagai bukti alas hak yang sah dan memiliki kekuatan

pembuktian yang kuat. Dengan diterbitkannya sertifikat, kepastian

hukumnya akan lebih terjamin yang meliputi :

1. Kepastian hukum tentang subyeknya, maksudnya adalah dengan

diterbitkannya sertifikat hak milik atas tanah secara yuridis telah

terjamin bahwa orang yang namanya tersurat di dalam sertifikat

sebagai pemilik atas tanah tertentu.

2. Kepastian tentang obyeknya, maksudnya dengan diterbitkannya

sertifikat hak milik atas tanah, baik letak, luas maupun batas-batas

tanah lebih terjamin karena didalam sertifikat hal-hal yang

berkenaan dengan suatu bidang tanah termaksud gambar situasi

termuat didalamnya.

Ketentuan tersebut bersifat mutlak, kecuali apabila terdapat

sesuatu hal yang mampu membuktikan kondisi yang sebaliknya.

Penjaminan perlindungan hukum kepada pemegang sertifikat

mendapat perlakuan yang lebih tegas sesuai yang dinyatakan olleh

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 32 ayat (2) yang

berbunyi:

“Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 55: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

62

Universitas Indonesia

apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.”

Dengan ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 32 ayat (2)

diatas, menjadi sangat jelas bahwa apapun yang tercatat dalam sertifikat

hak asalkan memenuhi kriteria yang telah ditentukan dalam peraturan

perundang – undangan yang berlaku tersebut, kepastian hukumnya

menjadi sangat kuat. Kekuatan hukum tersebut tetap berlaku meskipun

Indonesia menganut sistem publikasi negatif yaitu negara tidak

menjamin atas kebenaran yang disajikan. Meskipun demikian, tidak

menjaminnya negara atas kebenaran data yang disajikan bukan dalam

arti sesuai sistem publikasi negatif murni, karena dalam Pasal 19 ayat

(2) huruf c, dan Pasal 23, 32 dan 38 dari UUPA sangat jelas disebutkan

bahwa surat tanda bukti hak yang diterbitkan berlaku sebagai alat bukti

yang kuat, serta pendaftaran berbagai peristiwa hukum tersebut

merupakan alat pembuktian yang kuat. Jadi pada dasarnya Indonesia

pada satu sisi tetap berpegang pada sistem publikasi negatif, tetapi

dalam sisi lain negara tetap memberikan keseimbangan untuk

memberikan kepastian hukum kepada pihak lain yang dengan itikad

baik menguasai bidang tanah dan didaftar sebagai pemegang hak dalam

buku tanah dengan sertifikat sebagai tanda bukti dimana menurut

UUPA berlaku sebagai alat bukti yang kuat.

c. Bukti Letter C sebagai Alat Bukti Hak atas Tanah.

Bukti Letter C dapat digunakan sebagai alat bukti yang dimiliki

oleh seseorang, pada saat orang tersebut ingin memperoleh hak atas

tanahnya, dan ingin melakukan pendaftaran tanah atas namanya. Dan

tidak dapat dilupakan pula bahwa Bukti Letter C juga merupakan syarat

yang harus ada untuk pengkonversian tanah milik adat, sebagai bukti hak

milik adat. Jadi Bukti Letter C dapat dikatakan sebagai alat bukti tertulis.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 56: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

63

Universitas Indonesia

Pasal II UUPA, ayat 1, “ Hak-hak atas tanah yang memberi

wewenang sebagaimana atau mirip dengan Hak yang dimaksud dalam

Pasal 20 ayat 1, seperti yang disebut dengan nama sebagai dibawah, yang

ada pada mulai berlakunya undang-undang ini, yaitu hak agrarisch

eigendom, milik yayasan, andar beni, hak atas druwe tanah / hak atas

druwe desa, pesini, Grant Sultan, larderiyen bezitrercht, altijddurende

erfpacht, Hak usaha atas bekas tanah partikulir dan hak-hak lain dengan

nama apapun juga yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri

Agraria, sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini, menjadi Hak Milik

tersebut dalam Pasal 20 ayat 1, kecuali jika yang mempunyainya tidak

memenuhi syarat, sebagai tersebut dalam Pasal 21.”

Pengkonversian tanah milik adat dilihat dari sudut alat bukti dapat

dipisahkan dua macam bekas tanah milik adat yaitu :

1. Bekas tanah milik adat yang dianggap sudah mempunyai bukti

tertulis, girik, kekitir, petuk pajak dan sebagainya.

2. Bekas tanah milik adat yang belum atau tidak dilengkapi dengan alat

bukti tertulis.51

Dari penjelasan di atas, maka sangat jelas disebutkan untuk

pengkonversian tanah milik adat memerlukan alat bukti, salah satunya

petuk pajak atau bisa dikatakan Bukti Letter C.

Dalam hal pengkonversian tanah milik adat, Bukti Letter C ini

disebut sebagai tanda bukti hak.

R. Soeprapto mengemukakan tentang tanda bukti hak milik adat

sebagai berikut :

Adapun yang dimaksud dengan surat-surat bukti hak menurut

Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 ialah :

1. Surat hak tanah yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan Menteri

Agraria Nomor 9 Tahun 1959, ordonantie tersebut dalam S. 873

Nomor 38 dan Peraturan Khusus di Daerah Istimewa Yogyakarta dan

Surakarta serta Sumatera Timur, Riau dan Kalimantan Barat (Pasal 2

Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962).

51 R. Soeprapto, Op. Cit., Hal. 207.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 57: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

64

Universitas Indonesia

2. Surat Pajak Hasil Bumi/Verponding Indonesia atau surat pemberian

hak dari instansi yang berwenang (Pasal 3 Peraturan Menteri

Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962).52

Dari penjelasan R. Soeprapto di atas maka semakin jelas bahwa

surat pajak (Girik, Petuk D, Letter C) merupakan tanda bukti hak

terutama bagi hak milik adat. Kemudian R. Soeprapto menjelaskan

kembali bahwa: Menurut Permendagri Nomor SK. 26/ DDA/ 1970

(tentang penegasan konversi dan pendaftaran bekas hal-hal Indonesia

atas tanah).

Yang dianggap sebagai tanda bukti hak menurut PMPA Nomor 2

Tahun 1962 Pasal 3a adalah :

Untuk daerah-daerah yang sebelum tanggal 24 September 1960

sudah ada Pajak Hasil Bumi (Landrente) atau Verponding Indonesia

maka yang dianggap sebagai tanda bukti hak ialah :

1. Surat Pajak hasil Bumi atau Verponding Indonesia.

2. Girik, pipil, kekitir, petuk dan sebagainya hanya dikeluarkan sebelum

tanggal 24 September 1960. Jika antara tanggal 24 September 1960

sampai dengan tanggal diselenggarakannya pendaftaran tanah menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 terjadi jual beli, tukar

menukar, hibah, maka asli surat-surat akta jual beli, tukar menukar,

hibah yang sah yaitu dibuat dihadapan Kepala Desa/adat setempat,

atau dibuat menurut hukum adat setempat, harus dilampirkan juga

sebagai tanda bukti hak,53 Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

hak milik atas tanah.

Dengan penjelasan – penjelasan diatas dapat dinyatakan bahwa

girik adalah bukti tertulis untuk melakukan pendaftaran atas tanah bekas

hak milik adat berkaitan dengan konversi hak atas tanah tersebut, yang

merupakan sejak di keluarkannya UUPA, tanah hak adat dan tanah Barat

harus dikonversi atau disesuaikan atau di ubah dari peraturan hukum

tanah nasional lama menjadi peraturan yang baru.

52 Ibid, Hal. 209 - 201. 53 Ibid, Hal. 210

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 58: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

65

Universitas Indonesia

Keberadaan Girik yang berkembang di masyarakat yang

kemudian dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai tanda bukti hak

atas tanah, jika di telusuri dapat diketahui berasal dari pengaruh ketika

masih terdapatnya status tanah hak barat dan hak adat sebelum

diundangkannya UUPA.

Sampai pada tahun 1961, di Indonesia dikenal tiga jenis pungutan

pajak yang masing – masing dikenakan sesuai dengan status tanah yang

ada. yaitu Verponding Eropa untuk tanah berstatus taah hak barat,

Verponding Indonesia untuk tanah berstatus hak adat yang berada di

wilayah Gemeente, dan Landrente atau Pajak Bumi untuk tanah dengan

status hak adat yang berada di luar wilayah Gemeente. Dalam konteks

pungutan pajak ini, yang memiliki kewajiban untuk membayar pungutan

pajak tersebut adalah hanya pemilik atau pemegang hak atas tanah

tersebut. Jadi meskipun yang menguasai tanah meminta untuk dikenai

verponding atau landrente, tetapi kalau tanah yang bersangkutan bukan

tanah hak barat atau hak adat, maka tidak akan diberikan. Landrente atau

pajak bumi hanya dikenakan di Jawa, Madura, Bali dan Lombok,

Sulawesi, Daerah Hulu Sungai Kalimantan, Bima, Dompu dan Anggar,

serta Sumbawa.

Pengenaan pajak dilakukan dengan menerbitkan surat pengenaan

pajak atas nama pemilik tanah. Di kalangan masyarakat surat ini disebut

Petuk Pajak, Pipil, Girik dan lainnya. Karena pajak tersebut dikenakan

kepada pemilik/ pemegang hak atas tanah, maka sering terjadi kesalahan

anggapan oleh sebagian masyarakat, bahwa petuk pajak atau Girik yang

sebenarnya hanya merupakan surat pengenaan dan tanda pembayaran

pajak, kemudian menjadi tanda bukti kepemilikan tanah yang

bersangkutan, dianggap sebagai bentuk pengakuan pemerintah atas tanah

yang dimilikinya.

Anggapan salah tentang Girik atau petuk pajak yang terjadi

sebelum tahun 1961, terbawa sampai saat ini, meskipun sejak

diundangkan UUPA, klasifikasi tentang hak tanah (hak barat dan hak

adat) telah dihapuskan termasuk didalamnya hak – hak yang ada dan

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 59: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

66

Universitas Indonesia

jenis pungutan pajak juga dilakukan konversi dalam bentuk lain. Tiga

jenis pungutan pajak yang sebelumnya dikenakan diganti dengan nama

Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA) dan diganti lagi menjadi Pajak

Bumi dan Bangunan (PBB). IPEDA dan PBB tidak berkaitan langsung

dengan status tanah, sehingga antara status tanah dan hubungan dengan

wajib pajak bukan sebagai faktor penentu penetapan pajaknya. Dalam

Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan

Bangunan54 Pasal 4 ayat (1) disebutkan:

“Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai sesuatu hak atas bumi, dan/ atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/ atau memiliki, menguasai, dan/ atau memperoleh manfaat atas bangunan”.

Jadi setiap orang atau badan dapat dikenakan pajak apabila

memperoleh manfaat dari bumi/ bangunan, dan bukan hanya mereka

yang menjadi pemegang hak atas tanah tersebut.

Dengan penjelasan di atas terdapat penegasan bahwa Bukti letter

C, Girik, atau Petuk Pajak atau surat pajak lainnya tidak dapat dijadikan

bukti hak atas tanah. Tentang hal tersebut Mahkamah Agung dalam

putusannya pada tanggal 10 Februari 1960 melalui Ketetapan Nomor 34

K/ Sip/ 1960 menyatakan bahwa:

“surat petuk pajak bumi bukan merupakan suatu bukti mutlak, bahwa sawah sengketa adalah milik orang yang namanya tercantum dalam petuk pajak bumi tersebut, akan tetapi petuk itu hanya merupakan suatu tanda siapakah yang harus membayar pajak dari sawah yang bersangkutan.”

Putusan tersebut menegaskan bahwa Girik atau Petuk Pajak tidak

diterima sebagai bukti pemilikan tanah, meskipun telah dikenai pajak.

Penegasan lain yang menyatakan bahwa tanda pembayaran pajak

bukan menjadi bukti hak atas kepemilikan tanah adalah seperti yang

tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) itu

sendiri, yaitu:

54 Indonesia (j), Undang-Undang Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan, UU Nomor 12 Tahun 1985, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 60: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

67

Universitas Indonesia

“Tanda pembayaran/ pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak”. Maka dalam hal pembuktian hak kepemilikan atas tanah, Bukti

letter C tidak dapat dijadikan bukti hak atas tanah. Bukti letter C juga

tidak kuat dalam melakukan pembuktian dalam kasus sengketa

pengadilan, kecuali untuk melakukan penggugatan atas bukti lain yang

tidak sah, dimana Bukti letter C masih harus didampingi oleh penguatan

alat bukti lain, seperti surat keterangan kepala desa dan atau tentang

sejarah kepemilikan tanah tersebut yang benar dan akurat.

Karena keberadaan Bukti letter C atau Girik yang banyak

mengandung sengketa dan juga pemahaman yang salah dari masyarakat

itulah, maka melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/

PJ.6/ 1993, tanggal 27 Maret 1993, yang kemudian dilakukan penegasan

ulang melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-44/ PJ.6/

1998, tanggal 11 November 1998, dinyatakan bahwa Girik/ Petuk/

Ketitir/ Keterangan Objek Pajak sejak dikeluarkannya surat edaran

tersebut dilarang untuk diterbitkan lagi di wilayah Indonesia.

2.3.2. Analisa cara memperoleh Sertifikat dan Bukti Letter C dalam kasus

tersebut sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Sertifikat dan Bukti Letter C merupakan produk hukum yang

diperoleh berdasarkan prosedur yang harus dijalani sedemikian rupa agar

dihasilkan produk hukum yang tidak cacat hukum. Sertifikat adalah produk

hukum setelah UUPA dan Bukti Letter C sebelum UUPA. UUPA sebagai

hukum tanah nasional yang mendasarkan pada kesatuan dan kesederhanaan

hukum dan keinginan untuk menghilangkan dualisme yang

diakibatkan oleh hukum agraria kolonial maka timbullah konversi

atas hak – hak tanah baik barat maupun adat. Dilaksanakanlah landreform

sebagai upaya penataan kembali struktur pemilikan dan penguasaan

sumber – sumber agraria (khususnya tanah) yang ditujukan untuk

mencapai keadilan, utamanya bagi mereka yang sumber penghasilannya

tergantung pada produksi pertanian dan/ atau sumber agraria tersebut.

Sumber – sumber agraria yang merupakan sumber penghidupan tersebut

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 61: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

68

Universitas Indonesia

harus dikelola sedemikian rupa sebagai sarana pemberdayaan masyarakat

memberi kemungkinan untuk kegiatan ekonomi skala besar. Namun, dalam

kenyataannya banyaknya sengketa hak atas tanah yang terjadi dewasa ini,

salah satunya disebabkan oleh adanya tumpang tindih bukti atas satu bidang

tanah yang sama.

Sebagaimana sudah di bahas penulis mengenai kekuatan pembuktian

Sertifikat dan Bukti letter C, maka berdasarkan kasus yang ada, penulis

ingin membahas apakah prosedur dalam hal PT. Taman Harapan Indah

sudah memperoleh pemindahan hak atas sertifikat Hak Guna Bangunan

sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan apakah Bon Surya Santika

juga sudah melalui proses yang benar dalam hal pemindahan hak

sebagaimana diatur dalam perundangan di Indonesia.

Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 4513/ Desa Kelapa Gading

Timur, tanggal 15 Februari 1993 dan Surat Ukur Nomor 20/ Th. 1992,

tanggal 29 Februari 1992 atas nama PT. Taman Harapan Indah diperoleh

berdasarkan Surat Perjanjian Kerja Sama Nomor 01/ SPK/ 1982, tanggal 6

Januari 1982 tentang pembangunan perumahan di atas areal tanah seluas

kurang lebih 18.227 M2 di daerah Kelapa Gading, Kecamatan Koja, Jakarta

Utara antara PT. Taman Harapan Indah dengan Badan Pelaksana Otorita

Pluit Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor Da. 11/ 23/ 49/ 1972,

tanggal 29 Nopember 1972, mengatur tentang ketentuan dan persyaratan

pemberian izin penunjukan penggunaan tanah untuk real estate (perumahan)

dalam wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Latar belakang

dikeluarkannya keputusan ini adalah sebagai usaha untuk memenuhi

kebutuhan akan perumahan di wilayah DKI Jakarta yang belum terpenuhi,

disertai dengan keinginan masyarakat terutama para pengusaha perumahan.

Oleh karena itu untuk terlaksananya pembangunan perumahan Real Estate,

dengan kewajiban membiayai prasarana untuk kepentingan lingkungan

perumahan yang akan di bangunnya, agar pelaksanaan pembangunan dapat

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 62: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

69

Universitas Indonesia

dilakukan dalam kesatuan rencana yang ditentukan dalam Rencana Induk

Jakarta 1965 – 1985.55

Selain pengembang swasta atau pengusaha perumahan atau

developer, di lingkungan pemerintahan DKI Jakarta sudah terdapat badan –

badan yang bergerak dalam pengembangan kegiatan wilayah baru dan

peremajaan pusat – pusat kegiatan perkotaan. Kepada Otorita tersebut

diberikan wewenang pengembangan atas suatu areal tanah yang ditunjuk

untuk dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan berpedoman pada

Rencana Induk. Adapun salah satu Otorita tersebut adalah Badan Pelaksana

Otorita Pluit56 yang bertugas mengembangkan sesuai dengan planologi,

mempercepat pembangunan dan mengendalikan pembangunan. Pengusaha

swasta selalu mencari tanah kosong dalam menanamkan modalnya, yang

tentunya ingin agar segera modalnya dapat kembali, disinilah Badan

Pelaksana Otorita Pluit berperan dalam mengendalikan para pengusaha Real

Estate, sehingga pengembangan wilayah dapat terlaksana dan menyentuh

semua golongan, baik golongan ekonomi kuat maupun golongan ekonomi

lemah.57

Perjanjian Kerja Sama dilaksanakan antara Badan Pelaksana Otorita

Pluit dengan PT. Taman Harapan Indah tentang Perjanjian Penggunaan

Tanah dari pemegang hak pengelolaan sebagaimana ditetapkan dalam pasal

3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 sebagai berikut:

(1) Setiap penyerahan penggunaan tanah yang merupakan bagian dari tanah hak pengelolaan, kepada pihak ketiga oleh pemegang hak pengelolaan, baik yang disertai ataupun tidak disertai dengan pendirian bangunan di atasnya, wajib dilakukan dengan pembuatan perjanjian tertulis antara pihak pemegang hak pengelolaan dan pihak ketiga yang bersangkutan.

(2) Perjanjian termasuk dalam ayat (1) pasal ini memuat antara lain keterangan mengenai: a. Identitas para Pihak yang bersangkutan, b. Letak batas – batas dan luas tanah yang bersangkutan, c. Jenis penggunaannya,

55 Keputuan Gubernur KDKI Jakarta Nomor Da. 11/23/49/1972, dalam Menimbang, huruf a sampai dengan d. 56 Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 9557/BS/61 tanggal 31 Mei 1961. 57 Dr. B. F. Sihombing, SH, MH, Op. Cit., Hal. 397.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 63: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

70

Universitas Indonesia

d. Hak atas tanah yang dimintakan untuk diberikan kepada pihak ketiga dan jangka waktunya serta kemungkinan untuk memperpanjangnya jangka waktu atau memperbaharui haknya,

e. Jenis-jenis bangunan yang akan didirikan di atasnya dan ketentuan mengenai pemilikan bangunan-bangunan tersebut pada saat berakhirnya hak atas tanah yang diberikan,

f. Jumlah uang pemasukan dan syarat-syarat pembayarannya, g. Syarat-syarat lain yang dipandang perlu

Berdasarkan penjelasan – penjelasan tersebut diatas, maka dapat kita

ketahui bahwa cara memperoleh Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor

4513/ Desa Kelapa Gading Timur, tanggal 15 Februari 1993 dan Surat Ukur

Nomor 20/ Th. 1992, tanggal 29 Februari 1992 atas nama PT. Taman

Harapan Indah diperoleh berdasarkan Surat Perjanjian Kerja Sama Nomor

01/ SPK/ 1982, tanggal 6 Januari 1982 tentang pembangunan perumahan di

atas areal tanah seluas kurang lebih 18.227 M2 di daerah Kelapa Gading,

Kecamatan Koja, Jakarta Utara antara PT. Taman Harapan Indah dengan

Badan Pelaksana Otorita Pluit Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sudah sesuai

dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Bukti Kepemilikan atas tanah sengketa oleh Bon Surya Santika

adalah Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan

tahun 1996 yang diperoleh berdasarkan Akta Penyerahan Hak dan Kuasa

Nomor 119 tertanggal 24 Maret 1981 antara H. Masnadi Badar, BBA

dengan Bon Surya Santika di hadapan Notaris J. F.B.T. Sinjal, SH. Bahwa

asalnya H. Masnadi Badar, BBA membelinya dari Muhali Bin Songsen

pada tahun 1971, dan Muhali Bin Songsen memperolehnya dari PR.

Maemunah binti H. Eli pada tahun 1963 berdasarkan Surat Jual Beli Mutlak

tanggal 16 Februari 1963. Surat Ketetapan Padjak Hasil Bumi atas nama Pr.

Maemunah Binti H. Eli Nomor 335 persil 375 seluas 0.361 Ha.

Sebagaimana sudah dibahas pada bagian pertama bagian

pembahasan pokok permasalahan ini, yaitu tanda pembayaran pajak bukan

menjadi bukti hak atas kepemilikan tanah adalah seperti yang tercantum

dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) itu sendiri, yaitu:

“Tanda pembayaran/ pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak”.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 64: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

71

Universitas Indonesia

Surat Jual Beli Mutlak tertanggal 16 Februari 1963 antara Pr.

Maemunah binti H. Eli sebagai Penjual dan Muhali bin Songsen sebagai

Pembeli, yang diketahui Lurah Desa Pulogadung dibawah register Nomor

46/ 63, Undang – Undang Nomor 1 Tahun 195858 tersebut berlaku pada

tanggal 24 Januari 1958 maka sejak itu tanah – tanah partikelir karena

hukum telah menjadi tanah Negara, bahwa meskipun menurut Pasal 5 ayat 1

Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1958, bahwa tanah partikelir oleh

Menteri Agraria atau Pejabat yang ditunjuknya diberikan kepada penduduk

yang mempunyai usaha atas itu dengan hak milik, namun tidak ternyata

adanya bukti bahwa atas tanah yang dikuasai Tergugat tersebut telah

ditunjuk oleh Menteri Agraria atau Pejabat yang ditunjuknya Pr. Maemunah

binti H. Eli adalah pemiliknya dan tidak ada usaha dari Pr. Maemunah untuk

mendaftarkan hak miliknya tersebut. Maka pada dasarnya tanah yang

diperjualbelikan adalah tanah negara, karena tidak adanya usaha untuk

mengklaim hak atas tanah berdasarkan bukti bukti letter C.

Surat Jual Beli Mutlak Tanah Sawah tertanggal 24 Februari 1971

antara Muhali bin Songsen sebagai Penjual dan H.Masnadi Badar, BBA

sebagai Pembeli masing – masing adalah akta dibawah tangan yang menurut

ketentuan pasal 1875 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata hanya

membuktikan diantara para pihak dan para ahli warisnya tidak berlaku bagi

pihak ketiga.

Akta Penyerahan Hak dan Kuasa Nomor 119 tertanggal 24 Maret

1981 antara H. Masnadi Badar, BBA dengan Bon Surya Santika di hadapan

Notaris J. F.B.T. Sinjal, SH. tidak dapat dijadikan dasar yang kuat untuk

dijadikan bukti terjadinya pemindahan hak atas tanah. Berdasarkan pasal 19

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah,

yaitu :

“Setiap pejanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau

58 Indonesia (k), Undang Undang Tentang Penghapusan Tanah-Tanah Partikelir, UU Nomor 1 Tahun 1958, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1571

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 65: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

72

Universitas Indonesia

meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akte yang dibuat oleh dan dihadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria (selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut : penjabat). Akte tersebut bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria.”

Pejabat yang dimaksud dalam pasal tersebut diatur dalam Pasal 3

ayat (1) Peraturan Menteri Agraria Nomor 10 tahun 1961 tentang

penunjukan pejabat yang dimaksudkan dalam Pasal 19 Peraturan

Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah serta hak dan

kewajibannya, yang lengkapnya berbunyi:

“Yang dapat diangkat sebagai pejabat adalah : a. Notaris; b. Pegawai-pegawai dan bekas pegawai dalam lingkungan

Departemen Agraria yang dianggap mempunyai pengetahuan yang cukup tentang peraturan-peraturan Pendaftaran Tanah dan peraturan-peraturan lainnya yang bersangkutan dengan persoalan peralihan hak atas tanah;

c. Para pegawai pamongpraja yang pernah melakukan tugas seorang pejabat;

d. Orang-orang lain yang telah lulus dalam ujian yang diadakan oleh Menteri Agraria.”

Akta yang dimaksud dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor

10 tahun 1961 diatur dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria Nomor 11

tahun 1961 tentang bentuk akta, yaitu :

“Akta-akta yang dimaksudkan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran-Negara tahun 1961 Nomor 28) harus dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan mempergunakan pormulir-pormulir (daftar-isian) yang contoh - contohnya terlampir pada Peraturan ini.” Jadi berdasarkan peraturan yang disebutkan di atas, untuk

pelaksanaan perjanjian mengenai pertanahan harus dilaksanakan dan

dilakukan dihadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria dengan

menggunakan akta yang ditentukan oleh Menteri Agraria yang di perjelas

oleh Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria Nomor 11 tahun 1961 tentang

bentuk akta, bahwa pejabat tersebut adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah,

dan akta yang dimaksud adalah berbentuk formulir – formulir isian yang

sudah baku.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 66: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

73

Universitas Indonesia

2.3.3. Analisa Putusan Hakim Masing – Masing Peradilan

Dalam pokok pembahasan bagian ini, penulis ingin mempelajari

yang menjadi pertimbangan hukum hakim Peradilan yang menjadi dasar

yuridis dalam rangka memutuskan pokok perkara kasus Perseroan Terbatas

Taman Harapan Indah selaku developer dan pemegang Sertifikat Hak Guna

Bangunan melawan Bon Surya Santika selaku pemilik Bukti Letter C, untuk

memenangkan Perseroan Terbatas Taman Harapan Indah dalam Pengadilan

Negeri dan Pengadilan Tinggi tetapi kalah dalam putusan Mahkamah Agung

dan ditolak dalam Peninjauan Kembali, pembatalan Putusan Pengadilan

Negeri dan Pengadilan Tinggi yang berupa sertifikat hak atas tanah yang

telah melalui analisis yang berkaitan dengan hukum materiil peraturan

perundang-undangan dibidang pertanahan dan dalam pertimbangan

hukumnya telah menganalisis kajian aspek hukum tanah nasional (hukum

materiil) yang menjadi landasan hukum mengatur tentang hak kepemilikan

atas tanah. Kepastian hukum harus diterapkan untuk mencapai keadilan dan

kebijakan pertanahan dapat dilaksankan secara konsisten.

2.3.3.1. Putusan Pengadilan Negeri

Dalam pokok perkara Putusan Pengadilan Negeri Jakarta

Utara Nomor 190/ PDT.G/ 2001/ PN.JKT.UT tanggal 17 Oktober

2001 berbunyi sebagai berikut:

“Menyatakan Penggugat adalah pemilik tanah seluas 2970 m2, yang terletak di Jalan Taman Gading Indah V Blok A, Blok D dan Blok H sebagian, Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 4513/ Desa Kelapa Gading dan Surat Ukur Nomor 20/1992 tanggal 29 Januari 1992, dengan batas – batas: Sebelah Utara : Perumahan Kelapa Gading Blok KH.35 Sebelah Selatan : Taman Gading Indah Blok B, Jalan Kelapa Puyuh II; Sebelah Timur : Komplek Perumahan PLN Blok B ; Sebelah Barat : Perumahan Kelapa Gading, Jalan Kelapa Puyuh III”

Penggugat dalam hal ini adalah PT. Taman Harapan Indah

dan Tergugat adalah Bon Surya Santika.

Adapun pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Negeri

tersebut adalah:

Menimbang, bahwa Pengugat pada pokoknya mengajukan

gugatan agar tanah Hak Guna Bangunan Milik Pengugat luas 2970

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 67: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

74

Universitas Indonesia

m2, yang terletak dan didaerah setempat dikenal dengan Blok A,

Blok D, dan Blok H sebagian, Jalan Taman Gading Indah V

Kelurahan Kelap Gading, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara,

Sertifikat HGB Nomor 4513 tanggal 26 Februari 1993 dan Surat

Ukur Nomor 20/1992 tanggal 29 Februari 1992 dengan batas –

batas:

Utara : Perumahan Kelapa Gading Blok KH.35

Selatan : Taman Gading Indah Blok B, Jalan Kelapa Puyuh II;

Timur : Komplek Perumahan PLN Blok B ;

Barat : Perumahan Kelapa Gading, Jalan Kelapa Puyuh III

yang telah dikuasai oleh Tergugat secara melawan hukum

sehingga Pengugat tidak dapat mengerjakan pembangunannya,

dikembalikan kepada Pengugat dan Tergugat dihukum membayar

ganti rugi sebesar Rp. 7.345.050.000,- dan Immaterial sebesar Rp.

50.000.000,-;

Menimbang, bahwa karena gugatan Penggugat telah dibantah

Tergugat, maka pembuktian dibebankan kepada Pengugat ;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti Sertifikat Hak Guna

Bangunan Nomor 4513/Desa Kelapa Gading Timur, tanggal 15

Februari 1993, Surat Ukur Nomor 20 tahun 1992 tanggal 29 Februari

1992 ternyata bahwa benar Penggugat adalah pemilik tanah Hak

Guna Bangunan Nomor 4513/Desa Kelapa Gading Timur, yang

terletak di Jalan Taman Gading Indah V Blok A, Blok D, dan Blok H

sebagian, seluar 2970 m2;

Menimbang, bahwa berdasarkan keputusan Gubernur Kepala

Daerah Khusus Ibukota Jakarta tanggal 11 Desember 1985 Nomor

08644/ IMB/ 1985 tentang ijin untuk mendirikan bangunan, terbukti

Pengugat telah mendapat ijin untuk mendirikan bangunan diatas

tanahnya yang terletak di Kelapa Gading Blok A Nomor1 sampai

dengan 12 A & 14 sampai dengan 16, Koja, Jakarta Utara tersebut;

Menimbang, bahwa Pengugat mendalilkan pula bahwa

pelaksanaan pembangunan rumah tinggal ditempat tersebut tidak

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 68: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

75

Universitas Indonesia

dapat dilaksanakan karena sebagian dari tanah Penggugat tersebut

telah dikuasai secara melawan hukum oleh Tergugat;

Menimbang, bahwa dari bukti Sertifikat Hak Guna

Bangunan Nomor 4513/Desa Kelapa Gading Timur, tanggal 15

Februari 1993, Surat Ukur Nomor 20 tahun 1992 tanggal 29 Februari

1992, ternyata tanah Hak Guna Bangunan milik Penggugat berasal

dari Tanah Negara bekas Eigendom Nomor 6871 Girik 335 persil

375 dan bekas Hak Guna Bangunan Nomor 3195/ Kelapa Gading

Timur sebagian;

Menimbang, bahwa ternyata tanah yang dikuasai Tergugat

Letter C 335 persil 375 yang berasal dari Pr. Maemunah binti H. Eli

adalah tanah yang berada diatas tanah Hak Guna Bangunan milik

Penggugat karena berasal dari Nomor Girik dan persil yang sama;

Menimbang bahwa Tergugat mendalilkan bahwa ia

memperoleh tanah tersebut dari H. Masnadi Badar, BBA selaku

penjual dan Tergugat selaku pembeli berdasarkan akta yang dibuat di

hadapan Notaris J. F. B. T. Sinjal, SH., sedangkan H.Masnadi

Badar, BBA membelinya dari Muhali bin Songsen yang

memperolehnya dari Pr. Maemunah binti H. Eli berdasarkan Surat

Jual Beli Mutlak tanggal 16 Februari 1963.

Bahwa Pr. Maemunah binti H.Eli tercatat dalam buku C

Kelurahan Kelapa Gading sebagai pemilik pertama atas tanah

setempat di kenal Kampung Pulogadung dahulu Desa Pulogadung

sekarang Kelurahan Kelapa Gading, Kecamatan Koja, Kotamadya

Jakarta Utara dengan batas – batas:

Sebelah Utara : Sawah Lihan;

Sebelah Selatan : Sawah Syamsudin;

Sebelah Timur : Sawah Piih;

Sebelah Barat : Sawah Jamhari;

Sedangkan Tergugat sudah lama menguasai tanah miliknya

yang dipagar dengan pondasi beton sejak tahun 1981, maka Tergugat

menguasai tanah tersebut sah secara hukum sehingga tidak masuk

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 69: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

76

Universitas Indonesia

akal sehat Tergugat dikatakan melakukan perbuatan melawan

hukum;

Menimbang, bahwa bukti Surat Jual Beli Mutlak tertanggal

16 Februari 1963 antara Pr. Maemunah binti H. Eli sebagai Penjual

dan Muhali bin Songsen sebagai Pembeli, yang diketahui Lurah

Desa Pulogadung dibawah register Nomor 46/ 63, dan bukti Surat

Jual Beli Mutlak Tanah Sawah tertanggal 24 Februari 1971 antara

Muhali bin Songsen sebagai Penjual dan H.Masnadi Badar, BBA

sebagai Pembeli masing – masing adalah akta dibawah tangan yang

menurut ketentuan pasal 1875 Kitab Undang – Undang Hukum

Perdata hanya membuktikan diantara para pihak dan para ahli

warisnya tidak berlaku bagi pihak ketiga;

Menimbang, bahwa karena Penggugat adalah pihak ketiga,

maka bukti Surat Jual Beli Mutlak tertanggal 16 Februari 1963 dan

Surat Jual Beli Mutlak Tanah Sawah tertanggal 24 Februari 1971

tidaklah mengikat Penggugat, sehingga dengan sendirinya tidaklah

dapat membuktikan kepada Penggugat, bahwa benar tanah yang

sekarang dikuasai Tergugat adalah tanah yang diperoleh H. Masnadi

Badar, BBA dari jual beli dengan Muhali bin Songsen, dan Muhali

bin Songsen memperolehnya dari Pr. Maemunah binti H. Eli

berdasarkan Jual Beli Mutlak tanggal 16 Februari 1963;

Menimbang, bahwa dari bukti Surat Jual Beli Mutlak Tanah

Sawah tertanggal 24 Februari 1971 ternyata bahwa tanah yang

dikuasai oleh Penggugat adalah tanah yang berasal dari tanah

Partikelir yang menurut Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1958

tentang Penghapusan Tanah Partikelir Lembaran Negara 1958

Nomor 2 Pasal 3 ayat 2 menyebutkan; Sejak mulai berlakunya

Undang – undang ini demi kepentingan umum hak – hak pemilik

beserta hak – hak pertuanannya hapus dan tanah – tanah bekas tanah

partikelir itu karena hukum seluruhnya menjadi tanah negara;

Menimbang, bahwa karena Undang – Undang Nomor 1

Tahun 1958 tersebut berlaku pada tanggal 24 Januari 1958 maka

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 70: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

77

Universitas Indonesia

sejak itu tanah – tanah partikelir karena hukum telah menjadi tanah

negara;

Menimbang, bahwa meskipun menurut Pasal 5 ayat 1

Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1958, bahwa tanah partikelir oleh

Menteri Agraria atau Pejabat yang ditunjuknya diberikan kepada

penduduk yang mempunyai usaha atas itu dengan hak milik, namun

dari bukti – bukti Tergugat tidak ternyata adanya bukti bahwa atas

tanah yang dikuasai Tergugat tersebut telah ditunjuk oleh Menteri

Agraria atau Pejabat yang ditunjuknya Pr. Maemunah binti H. Eli

adalah pemiliknya;

Menimbang, bahwa dengan demikian meskipun dari Bukti T-

4 ternyata H. Masnadi Badar, BBA telah menyerahkan tanah yang

berasal dari Pr. Maemunah binti H. Eli kepada Tergugat, maka

peralihan hak atas tanah tersebut tidak mempunyai akibat hukum

beralihnya tanah tersebut kepada Tergugat;

Menimbang, bahwa karena Tergugat tidak dapat

membuktikan tanah tersebut adalah miliknya sebagai didalilkannya,

sedangkan bukti Surat Ketetapan Pajak Terutang Pajak Bumi dan

Bangunan, bukan bukti pemilikan, maka Tergugat tidak dapat

membuktikan dalil – dalil bantahannya bahwa tanah yang

dikuasainya adalah tanah yang berasal dari H. Masnadi Badar, BBA

yang membelinya dari Muhali bin Songsen, dan Muhali bin Songsen

memperolehnya dari Pr. Maemunah binti H. Eli dengan Jual Beli

Mutlak tanggal 16 Februari 1963;

Pertimbangan – pertimbangan hukum yang diambil dalam

mengambil keputusan sudah tepat, benar dan sesuai dengan

peraturan hukum dan perundang – undangan yang berlaku, Bukti

Letter C tidak dapat dijadikan bukti hak atas tanah, dan berdasarkan

penjelasan diatas juga cukup diragukan cara memperoleh Bukti

Letter C tersebut oleh Bon Surya Santika.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 71: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

78

Universitas Indonesia

2.3.3.2. Putusan Pengadilan Tinggi

Dalam Pokok Perkara Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta

Nomor 110/ PDT/ 2002/ PT.DKI tanggal 7 Juni 2002 adalah sebagai

berikut:

“Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tanggal 17 Oktober 2001 Nomor 190/ Pdt.G/ 2001/ PN.JKT.UT yang dimintakan banding tersebut”

Adapun pertimbangan hukum yang diambil oleh Pengadilan

Tinggi adalah menimbang, bahwa memperhatikan dan mempelajari

secara cermat dan seksama putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara

tanggal 17 Oktober 2001 Nomor 190/ Pdt.G/ 2001/ PN.JKT.UT

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat, bahwa putusan

Hakim pertama telah berdasarkan alasan – alasan dan pertimbangan

– pertimbangan yang tepat dan benar menurut hukum sehingga

diambil alih oleh Pengadilan Tinggi untuk dijadikan sebagai

pertimbangan sendiri oleh karena itu putusan Pengadilan Negeri

Jakarta Utara tanggal 17 Oktober 2001 Nomor 190/ Pdt.G/ 2001/

PN.JKT.UT yang dimohonkan banding tersebut dikuatkan.

Oleh karena Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa alasan –

alasan dan pertibangan – pertimbangan dalam putusan Pengadilan

Negeri sudah tepat dan benar menurut hukum maka Pengadilan

Tinggi memutuskan untuk menguatkan Keputusan Pengadilan

Negeri Jakarta Utara tanggal 17 Oktober 2001 Nomor

190/Pdt.G/2001/ PN.JKT.UT yang berbunyi :

“Menyatakan Penggugat adalah pemilik tanah seluas 2970 m2, yang terletak di Jalan Taman Gading Indah V Blok A, Blok D dan Blok H sebagian, Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 4513/ Desa Kelapa Gading dan Surat Ukur Nomor 20/ 1992 tanggal 29 Januari 1992, dengan batas – batas: Sebelah Utara : Perumahan Kelapa Gading Blok KH.35 Sebelah Selatan : Taman Gading Indah Blok B, Jalan Kelapa Puyuh II; Sebelah Timur : Komplek Perumahan PLN Blok B ; Sebelah Barat : Perumahan Kelapa Gading, Jalan Kelapa Puyuh III”

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 72: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

79

Universitas Indonesia

2.3.3.3. Putusan Mahkamah Agung

Dalam Pokok Perkara Putusan Mahkamah Agung Nomor 390

K/ Pdt/ 2003 adalah sebagai berikut:

“Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tanggal 7 Juni 2002 Nomor 110/ Pdt/ 2002/ PT.DKI. dan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tanggal 17 Oktober 2001 Nomor 190/ Pdt.G/ 2001/ PN.JKT.UT”

Adapun pertimbangan hukum yang diambil oleh Mahkamah

Agung adalah sebagai berikut:

1. Bahwa putusan judex factie bertentangan dengan hukum yang

berlaku, hal ini dapat dilihat dalam pertimbangan hukum alinea

18 alinea 2 putusan Pengadilan Negeri yang dikuatkan oleh

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, yang menyatakan:

“Menimbang, bahwa dari bukti Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 4513/ Desa Kelapa Gading Timur, tanggal 15 Februari 1993 dan Surat Ukur Nomor 20/ Th. 1992, tanggal 29 Februari 1992 dan bukti Surat Jual Beli Mutlak tertanggal 16 Februari 1963 yang diketahui oleh Lurah Desa Pulogadung dibawah Register Nomor 46/ 63 antara Pr. Maemunah binti H. Eli (Penjual) dan Muhali bin Songsen (Pembeli), Surat Jual Beli Mutlak atas Tanah Sawah tertanggal 24 Februari 1971 antara Muhali bin Songsen (Penjual) dan H. Masnadi Badar, BBA (Pembeli), Akta Penyerahan Hak dan Kuasa Nomor 119 tertanggal 24 Maret 1981 antara H. Masnadi Badar, BBA dengan Bon Surya Santika, Surat Ketetapan Padjak Hasil Bumi atas nama Pr. Maemunah binti H. Eli Nomor 335 persil 375 seluas 0.361 Ha, serta Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun 1996 atas nama Bon Surya Santika, ternyata tanah yang dikuasai Tergugat Letter C 335, persil 375 yang berasal dari Pr. Maemunah binti H. Eli adalah tanah yang berada diatas tanah Hak Guna Bangunan milik Penggugat karena berasal dari nomor girik dan persil yang sama”;

Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, sangat

jelas Majelis Hakim tingkat pertama telah memberikan

pertimbangan hukum yang memihak kepada Penggugat atau tidak

objektif, karena pada dasarnya judex factie dalam pertimbangan

hukumnya menyatakan bahwa ternyata tanah yang dikuasai

Pemohon Kasasi Letter C 335, persil 375 yang berasal dari Pr.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 73: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

80

Universitas Indonesia

Maemunah binti H. Eli adalah tanah yang berada diatas tanah Hak

Guna Bangunan milik Termohon Kasasi, sedangkan pihak

Termohon Kasasi tidak ada hubungan hukum apapun dengan Pr.

Maemunah binti H. Eli. Hak Guna Bangunan milik Termohon

Kasasi dari Surat Perjanjian Kerjasama tanggal 6 Januari 1982

dan tukar menukar tanah antara PT. Badan Pengelolaan

Lingkungan Pluit dengan Perkumpulan Sekolah Kristen

tertanggal 29 Agustus 1975, sedangkan Pemohon Kasasi sangat

jelas ada hubungan hukum dengan Pr. Maemunah binti H. Eli,

karena asal tanah yang dibeli oleh Pemohon Kasasi berasal dari

H. Masnadi Badar, BBA., selaku penjual dan Pemohon Kasasi

selaku pembeli berdasarkan Akta yang dibuat dihadapan J. F. B.

T.Sinjai, SH, Notaris di Jakarta, sedangkan H. Masnadi Badar,

BBA membeli dari Muhali bin Songsen, yang mana Muhali bin

Songsen membeli dari Pr. Maemunah binti H. Eli berdasarkan

Akta Jual Beli Mutlak tertanggal 16 Februari 1963, yang mana

dalam Bukti Letter C Kelurahan Kelapa Gading, tanah objek

sengketa a quo tercatat atas nama Pr. Maemunah binti H. Eli

sebagai pemilik Pertama.

Pertimbangan hukum hakim kurang tepat, hakim melihat

berdasarkan hubungan hubungan hukum, jika dilihat berdasarkan

hubungan hukum mengenai jual beli tanah atau pemindahan hak

atas tanah, berdasarkan pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu :

“Setiap pejanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akte yang dibuat oleh dan dihadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria (selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut : pejabat). Akte tersebut bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria.”

Akta yang dimaksud dalam pasal pasal 19 Peraturan

Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 diatur dalam pasal 1 Peraturan

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 74: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

81

Universitas Indonesia

Menteri Agraria Nomor 11 tahun 1961 tentang bentuk akta,

yaitu:

“Akta-akta yang dimaksudkan dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran-Negara tahun 1961 Nomor 28) harus dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan mempergunakan pormulir-pormulir (daftar-isian) yang contoh - contohnya terlampir pada Peraturan ini.”

Jadi berdasarkan peraturan yang disebutkan di atas, untuk

pelaksanaan perjanjian mengenai pertanahan harus dilaksanakan

dan dilakukan dihadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri

Agraria dengan menggunakan akta yang ditentukan oleh Menteri

Agraria yang diperjelas oleh Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria

Nomor 11 tahun 1961 tentang bentuk akta, bahwa pejabat tersebut

adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan akta yang dimaksud

adalah berbentuk formulir – formulir isian yang sudah baku.

Sehingga Akta yang dibuat dihadapan J.F.B.T.Sinjai,SH,

Notaris di Jakarta oleh Bon Surya Santika selaku pembeli dan H.

Masnadi Badar, BBA., selaku penjual tidaklah tepat, karena

Notaris tidak dapat membuat akta pemindahan hak atas tanah,

tetapi dapat membuat Surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang

dapat digunakan untuk Perjanjian awal sebelum dilaksanakannya

Pembuatan Akta Jual Beli. Perjanjian Jual Beli harus diikuti

dengan Pemberian Kuasa Mutlak bagi Pembeli agar Pembeli

dapat melakukan pengurusan untuk pendaftaran tanahnya.

Perjanjian Pengikatan Jual Beli merupakan proses untuk

melakukan Jual Beli, dengan demikian tidak tunduk pada

ketentuan – ketentuan atau peraturan – peraturan mengenai Jual

Beli menurut Hukum Tanah Nasional, dalam hal ini, Pengikatan

Jual Beli hanyalah untuk mengikat suatu prestasi yang terlaksana

di kemudian hari, sehingga akibat hukumnya hanyalah janji untuk

melakukan sesuatu di masa datang, dengan demikian jual beli

tersebut bukan merupakan jual beli yang sah menurut Hukum

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 75: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

82

Universitas Indonesia

Tanah Nasional. Sehingga hubungan hukum yang dijadikan dasar

pertimbangan hakim menjadi tidak sah.

2. Bahwa, Pengadilan tingkat banding tidak menerapkan hukum atau

salah dalam menerapkan hukum, yang mana telah menguatkan

atau mengambil alih pertimbangan – pertimbangan hukum

pengadilan tingkat pertama, hal ini dapat dilihat dalam

pertimbangan hukumnya halaman 18 dan 19 alinea 4 dan 5

putusan Pengadilan Tingkat Pertama sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa bukti Surat Jual Beli Mutlak tertanggal 16 Februari 1963 antara Pr. Maemunah binti H. Eli sebagai Penjual dan Muhali bin Songsen sebagai Pembeli, yang diketahui Lurah Desa Pulogadung dibawah register Nomor 46/ 63, dan bukti Surat Jual Beli Mutlak Tanah Sawah tertanggal 24 Februari 1971 antara Muhali bin Songsen sebagai Penjual dan H. Masnadi Badar, BBA sebagai Pembeli masing – masing adalah akta dibawah tangan yang menurut ketentuan pasal 1875 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata hanya membuktikan diantara para pihak dan para ahli warisnya tidak berlaku bagi pihak ketiga;

Menimbang, bahwa karena Penggugat adalah pihak ketiga, maka bukti Surat Jual Beli Mutlak tertanggal 16 Februari 1963 yang diketahui oleh Lurah Desa Pulogadung dibawah Register Nomor 46/ 63 antara Pr. Maemunah Binti H. Eli (Penjual) dan Muhali bin Songsen (Pembeli) dan Surat Jual Beli Mutlak atas Tanah Sawah tertanggal 24 Februari 1971 antara Muhali bin Songsen ( Penjual ) dan H.Masnadi Badar, BBA (Pembeli) tidaklah mengikat Penggugat, sehingga dengan sendirinya tidaklah dapat membuktikan kepada Penggugat, bahwa benar tanah yang sekarang dikuasai Tergugat adalah tanah yang diperoleh H. Masnadi Badar, BBA dari jual beli dengan Muhali bin Songsen, dan Muhali bin Songsen memperolehnya dari Pr. Maemunah binti H. Eli berdasarkan Jual Beli Mutlak tanggal 16 Februari 1963”;

Bahwa pertimbangan hukum judex factie tersebut diatas,

sangat jelas tidak menerapkan hukum atau keliru dalam

menerapkan hukum karena judex factie menafsirkan Pasal 1875

Kitab Undang Undang Hukum Perdata hanya sebagian yang

menguntungkan pihak Termohon Kasasi, diantaranya hanya

dikutip kata – kata “ .............. Akta dibawah tangan hanya berlaku

bagi para pihak dan para ahli warisnya” dan telah judex factie

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 76: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

83

Universitas Indonesia

telah menghilangkan kata – kata “dan orang – orang yang

mendapat hak dari pada mereka”. Untuk jelasnya berikut ini

Pemohon Kasasi kutip isi Pasal 1875 Kitab Undang Undang

Hukum Perdata sebagai berikut:

“Suatu tulisan dibawah tangan yang diakui oleh orang terhadap tulisan itu hendak dipakai atau dengan cara menurut undang – undang dianggap sebagai diakui, memberikan terhadap orang – orang yang menandatanganinya serta para ahli warisnya dan orang – orang yang mendapat hak dari pada mereka, bukti yang sempurna seperti suatu akta otentik dan demikian pula berlakulah ketentuan pasal 1871 untuk tulisan itu”

Dengan demikian sudah sangat jelas dengan adanya kata –

kata “dan orang – orang yang mendapat hak dari pada mereka

berati berlaku bagi pihak ketiga”, sehingga kekeliruan atau

kekhilafan judex factie sudah terbukti dengan jelas;

Hakim melupakan bahwa perjanjian dibawah tangan

adalah tidak mempunyai kekuatan pembuktian formil, terkecuali

bila si penandatangan dari surat/akta itu mengakui kebenaran

tanda tangannya. Dalam hal ini, para pihak yang melakukan

penandatanganan dalam akta di bawah tangan tersebut tidak hadir

ataupun tidak memberikan surat pernyataan mengakui kebenaran

tanda tangan mereka, sehingga pembuktian atas Surat Jual Beli

Mutlak atas Tanah Sawah tertanggal 24 Februari 1971 antara

Muhali bin Songsen ( Penjual ) dan H.Masnadi Badar, BBA

(Pembeli) tidak dapat dijadikan dasar pihak ketiga yang mendapat

hak dari pada mereka untuk menagih hak tersebut.

3. Bahwa, putusan tingkat banding bertentangan dengan ketentuan

hukum yang berlaku, yang mana telah menguatkan putusan

tingkat pertama;

Hal ini dapat dilihat dalam pertimbangan hukum tingkat

pertama halaman 19 alinea 1, 2 dan 6 (mohon dianggap telah

diurai selengkapnya), menyatakan sesuai dengan Undang –

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 77: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

84

Universitas Indonesia

Undang nomor 1 tahun 1958 nomor 2 Pasal 3 ayat (2) yang

menyebutkan:

”Sejak mulai berlakunya undang – undang ini demi kepentingan umum, hak – hak pemilik beserta hak – hak pertuanannya hapus dan tanah – tanah bekas tanah partikelir itu karena hukum seluruhnya menjadi tanah negara”;

Bahwa, pertimbangan hukum judex factie tersebut sangat

bertentangan atau kontradiktif dalam pertimbangan hukumnya

sendiri, halaman 19 alinea 6 putusan tingkat pertama dinyatakan

bahwa tanah objek sengketa a quo milik Termohon Kasasi

berdasarkan bukti Surat Ketetapan Padjak Hasil Bumi atas nama Pr.

Maemunah Binti H. Eli Nomor 335 persil 375 seluas 0.361 Ha,

sedangkan berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut

diatas, tanah objek sengketa a quo dinyatakan atau menjadi milik

negara berdasarkan undang – undang nomor 1 tahun 1958;

Menimbang, bahwa terlepas dari alasan – alasan kasasi

yang diajukan Pemohon kasasi, Mahkamah Agung berpendapat

bahwa Judex Factie telah salah menerapkan hukum dengan

pertimbangan sebagai berikut:

Bahwa situasi tahun 1963, undang – undang nomor 5

tahun 1960 belum sepenuhnya secara riil dilaksanakan, apalagi

bagi rakyat. Bagi masyarakat setiap nama yang tercantum dalam

Letter C dianggap sebagai pemilik. Kelalaian Pemerintah tidak

membuat Penetapan tidak dapat merugikan Pr. Maemunah binti

H. Eli yang menguasai tanah, karena telah dijamin oleh hukum.

Penetapan Pemerintah hanyalah formalitas belaka;

Bahwa seluruh proses jual beli telah terjadi sebelum

Penggugat mengikat perjanjian “menguasai” tanah tersebut.

Justru Penggugat yang melakukan perbuatan melawan hukum,

yaitu berusaha menguasai tanah yang telah menjadi milik orang

lain;

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 78: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

85

Universitas Indonesia

Dalam pertimbangan hukum hakim bagian :

“Bahwa situasi tahun 1963, undang – undang nomor 5 tahun 1960 belum sepenuhnya secara riil dilaksanakan, apalagi bagi rakyat. Bagi masyarakat setiap nama yang tercantum dalam Letter C dianggap sebagai pemilik. Kelalaian Pemerintah tidak membuat Penetapan tidak dapat merugikan Pr. Maemunah binti H. Eli yang menguasai tanah, karena telah dijamin oleh hukum. Penetapan Pemerintah hanyalah formalitas belaka;”

Dapat kita lihat bahwa hakim tidak berdasarkan hukum

yang diterapkan pemerintah melainkan menafsirkan kondisi riil

sosiologis pada tahun tersebut yaitu tahun 1963. Hal ini sangat

bertentangan dengan Putusan Mahkamah Agung tanggal 10

Februari 1960 Nomor 34K/ Sip/ 1960 bahwa:

“surat petuk pajak bumi bukan merupakan suatu bukti mutlak, bahwa sawah sengketa adalah milik orang yang namanya tercantum dalam petuk pajak bumi tersebut, akan tetapi petuk itu hanya merupakan suatu tanda siapakah yang harus membayar pajak dari sawah yang bersangkutan.”

Dapat kita lihat bahwa hakim pada tahun 2003 melihat

kondisi tahun 1963 bahwa undang – undang nomor 5 tahun 1960

belum dapat sepenuhnya secara riil dilaksanakan, apalagi bagi

masyarakat, karena bagi masyarakat setiap nama yang tercantum

dalam Letter C dianggap sebagai pemilik. Sedangkan hakim pada

tahun 1960 yang pada saat itu ada pada masa yang dianggap tidak

sepenuhnya secara riil dapae dilaksanakan sudah memutuskan

bahwa surat petuk pajak bukanlah suatu bukti mutlak siapa

pemilik tanah tersebut tetapi hanya merupakan tanda siapakah

yang harus membayar pajak dari sawah yang bersangkutan.

Putusan Hakim Mahkamah Agung juga tidak memberi

kejelasan dalam akibat hukum dari masing – masing pihak yang

bersengketa dimana Hakim menyatakan Membatalkan putusan

Pengadilan Tinggi Jakarta tanggal 7 Juni 2002 Nomor 110/ Pdt/

2002/ PT.DKI. dan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara

tanggal 17 Oktober 2001 Nomor 190/ Pdt.G/ 2001/ PN.JKT.UT,

dimana Putusan kedua pengadilan tersebut adalah menyatakan

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 79: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

86

Universitas Indonesia

Penggugat atau PT. Taman Harapan Indah adalah pemilik tanah

seluas 2970 m2, yang terletak di Jalan Taman Gading Indah V

Blok A, Blok D dan Blok H sebagian, Sertifikat Hak Guna

Bangunan Nomor 4513/ Desa Kelapa Gading dan Surat Ukur

Nomor 20/1992 tanggal 29 Januari 1992, dengan batas – batas:

Sebelah Utara : Perumahan Kelapa Gading Blok KH.35

Sebelah Selatan : Taman Gading Indah Blok B, Jalan Kelapa

Puyuh II;

Sebelah Timur : Komplek Perumahan PLN Blok B ;

Sebelah Barat : Perumahan Kelapa Gading, Jalan Kelapa Puyuh

III”

Jika putusan hakim Mahkamah Agung adalah dibatalkan

maka yang dibatalkan adalah PT. Taman Harapan Indah sebagai

pemilik tanah sengketa tersebut tetapi tidak menghapus

kepemilikan sertifikat dari yang bersangkutan. Sehingga sampai

saat ini Sertifikat dan Bukti Letter C masih berlaku dan tidak

dapat menjadi dasar pendaftaran tanah bagi pemegang Bukti

Letter C. Sehingga tanah sengketa sampai saat ini masih dalam

keadaan terlantar dan tidak dapat di bangun oleh salah satu pihak

yang bersengketa.

2.3.3.4. Putusan Peninjauan Kembali

Dalam Pokok Peninjauan Kembali Nomor 163 PK/PDT/2005

tanggal 27 Januari 2006 adalah sebagai berikut:

“Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : PT. Taman Harapan Indah tersebut;”

Dengan pertimbangan bahwa alasan – alasan Kasasi yang

berupa kekeliruan yang nyata hanyalah perbedaan penafsiran antara

Pemohon Peninjauan Kembali dengan Termohon Peninjauan

Kembali tersebut; dimana Pemohon Peninjauan Kembali adalah PT.

Taman Harapan Indah dengan termohon Peninjauan Kembali adalah

Bon Surya Santika. Ketika salah satu pihak yang bersengketa

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.

Page 80: Kekuatan pembuktian- Studi Analisis.pdf

87

Universitas Indonesia

memohon peninjauan kembali adalah karena menganggap bahwa ada

kesalahan putusan oleh hakim dan kasus ini menjadi semakin

menggantung karena tidak adanya kejelasan dari status hukum dalam

putusan – putasan Mahkamah Agung tersebut.

Kekuatan pembuktian..., Dessy Nofita, FH UI, 2011.