KEKAYAAN INTELEKTUAL

download KEKAYAAN INTELEKTUAL

of 29

Transcript of KEKAYAAN INTELEKTUAL

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    1/29

    1

    KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM MELINDUNGI HAKKEKAYAAN INTELEKTUAL WARGA NEGARA MENURUT

    PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

    Chandra Darusman S, S.H. *

    A. LATAR BELAKANG MASALAHPemerintah dalam hal ini presiden merupakan pelaksanaa kekuasaan

    eksekutif. Kewenangan dari pemerintah diatur dalam Pasal 4 UUD 1945 yang

    menyebutkan bahwa Presiden memegang kekuasaan pemerintahan negara.

    Dalam menjalankan kewenangan pemerintah maka Presiden melimpahkan

    sebagian kewenangan kepada pembantunya dalam hal ini yaitu Menteri

    Negara.

    Salah satu wujud dari penerapan equality before the law bahwa setiap

    kepentingan warga dilindungi dan diatur dalam peraturan perundang-

    undangan nasional. Kementerian Negara yang menjadi perpanjangan tangan

    pemerintah dalam melindungi hak warga salah satunya adalah Kementerian

    Negara Hukum dan HAM.

    Hak yang wajib dilindungi oleh pemerintah atas rakyatnya adalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI). HKI hak atas kekayaan yang timbul atau lahir

    dari kemampuan intelektual manusia. HKI memang menjadikan karya-karya

    yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektual manusia yang

    harus dilindungi. Kemampuan intelektual manusia dihasilkan oleh manusia

    melalui daya, rasa, dan karsanya yang diwujudkan dengan karya-karya

    intelektual. 1

    Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antarmanusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri.

    HKI juga merupakan sesuatu yang given dan inheren dalam sebuah

    masyarakat industri atau yang sedang mengarah ke sana. Keberadaannya

    senantiasa mengikuti dinamika perkembangan masyarakat itu sendiri. Begitu

    * Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala BandaAceh sekaligus Pengajar UPT MKU Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dan Pembela PembelaUmum Thr ARK Law Firm Banda Aceh

    1

    Djumhana dan R. Djubaedilah IV, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori, dan Prakteknya diIndonesia), Cetakan kedua, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal 2

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    2/29

    2

    pula halnya dengan masyarakat dan bangsa Indonesia yang mau tidak mau

    bersinggungan dan terlibat langsung dengan masalah HKI. 2

    Kekayaan atau aset berupa karya-karya yang dihasilkan dari

    pemikiran atau kecerdasan manusia mempunyai nilai atau manfaat ekonomi

    bagi kehidupan manusia sehingga dapat dianggap juga sebagai aset

    komersial. Karya-karya yang dilahirkan atau dihasilkan atas kemampuan

    intelektual manusia baik melalui curahan tenaga, pikiran dan daya cipta, rasa

    serta karsanya sudah sewajarnya diamankan dengan menumbuhkembangkan

    sistem perlindungan hukum atas kekayaan tersebut yang dikenal sebagai

    sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

    HKI merupakan cara melindungi kekayaan intelektual dengan

    menggunakan instrumen-instrumen hukum yang ada, yakni Hak Cipta, Paten,

    Merek dan Indikasi Geografis, Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata

    Letak Sirkuit Terpadu dan Perlindungan Varietas Tanaman.

    Guna menghindari berbagai macam pelanggaran atas hak cipta,

    khususnya dalam hal hak cipta film maka berdasarkan ketentuan yang berlaku

    setidaknya didaftarkan kepada lembaga yang berwenang, sehingga

    memperoleh status hukum yang jelas. Lembaga yang berwenang dan ditunjuk

    oleh pemerintah sebagai tempat pendaftaran hak cipta adalah Kementrian

    Hukum dan HAM.

    B. IDENTIFIKASI MASALAHBerdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka

    permasalahan yang akan dibahas yaitu:1. Apakah perlindungan oleh pemerintah terkait perlindungan HKI?

    2. Bagaimanakah proses penyelesaian sengketa HKI di luar

    pengadilan?

    2 Ibid.

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    3/29

    3

    C. TUJUAN PEMBAHASANAdapun tujuan dari pembahasan ini yaitu:

    1. Untuk mengetahui dan menjelaskan perlindungan oleh pemerintah

    terkait perlindungan HKI.

    2. Untuk mengetahui dan menjelaskan proses penyelesaian sengketa

    HKI di luar pengadilan?

    D. METODE PEMBAHASAN

    Metode pembahasan yang digunakan dalam pembahasan ini yaitumetode penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan menggunakan data

    sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan

    hukum tersier.

    E. PERSPEKTIF TEORITIS

    a. Teori Kewenangan

    Kewenangan merupakan salah satu aspek penting dalam ilmu

    hukum tata pemeritahan ( bestuursrecht ). Secara sederhana, keweangan

    dapat kita artikan sebagai hak yang bersifat khusus yang diberikan

    kepada apartur Negara untuk memaksakan kehendaknya . Pemaksaan

    disini merupakan hak yang melekat secara otomatis ( ex-officio ) bagi

    aparatur pemerintahan dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya. 3

    Terdapat 2 jenis kategori kewenangan dalam ilmu tatapemerintahan, antara lain ; Pertama , Kewenangan yang bersifat atributif

    (original ), yaitu kewenangan aparatur pemerintahan yang bersifat

    permanen yang langsung diberikan atau diperintahkan oleh peraturan

    perundang-undangan; dan Kedua , Kewenangan non atributif ( non

    original ), yaitu kewenangan aparatur pemerintahan yang diperoleh dari

    pelimpahan wewenang, yang terdiri dari 2 bentuk, yakni baik pelimpahan

    3

    Abu Bakar Busro dan Abu Daud Busro, Asas-asas Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia,Jakarta, 1989, hal. 22

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    4/29

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    5/29

    5

    pejabat yang berhak untuk melakukan proses pembatalan tersebut. 5

    Untuk lebih memudahkan kita dalam mengidentifikasi pejabat siapa saja

    yang memiliki hak untuk membatalkan, maka kita membagi pejabat

    dalam bentuk yang sangat sederhana, yakni pejabat yudikatif, eksekutif

    dan legislatif.

    Untuk lebih jelasnya, berikut perbandingan dari ketiga teori

    kebatalan tersebut ;

    1. Batal Mutlak (absolute nietig ). Secara prinsip, batal mutlak berakibat semua perbuatan yang pernah dilakukan, dianggap tidak

    pernah ada. Dalam konteks ini, perbuatan yang dinyatakan tidak

    pernah ada tersebut, berlaku prinsip fiction theory atau semua

    orang atau subjek hukum dianggap tahu hukum. Dalam hal batal

    mutlak ini, yang berhak menyatakan batal atau tidak murni

    merupakan monopoli kewenangan yudikatif.

    2. Batal Demi Hukum (nietig van recht wege ). Konsekuensi dari

    terjadinya proses batal demi hukum berakibat terhadap dua halutama, yaitu ; pertama, perbuatan yang sudah dilakukan, dianggap

    tidak ada atau tidak sah secara hukum, dan kedua, perbuatan yang

    telah dilakukan, sebahagian dianggap sah, dan sebahagian lagi

    dianggap tidak sah. Dalam hal batal demi hukum ini, pejabat yang

    berhak menyatakan batal atau tidak adalah pihak yudikatif dan

    eksekutif.

    3. Dapat Dibatalkan (vernietig baar). Dalam hal ini, dapatdibatalkan memiliki konsekuensi hukum dimana keseluruhan dari

    perbuatan hukum yang pernah dilakukan sebelumnya, tetap

    dianggap sah. Artinya, keseluruhan perbuatan di masa lampau

    tetap menjadi suatu tindakan hukum yang tidak dapat dibatalkan

    atau tetap berlaku pada masa itu. Adapun pejabat yang berhak

    membatalakan adalah pihak yudikatif, eksekutif dan legislatif.

    Untuk lebih melihat secara jelas mengenai keabsahan perbuatan

    hukum, maka terdapat 2 ( dua ) kategori syarat penting yang perlu kita

    5 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Hukum Tata Negara, Konstitusi Press, Jakarta, 2006, hal. 32

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    6/29

    6

    ketahui, yaitu ; Pertama , Syarat Mutlak, yaitu syarat yang harus ada

    dalam suatu perbuatan hukum. Tanpa keberadaan syarat ini, maka

    perbuatan hukum tidak akan mungkin lahir atau eksis; dan Kedua , Syarat

    Relatif, yaitu syarat yang menjadi penunjang atau pelengkap dalam suatu

    perbuatan hukum. Syarat relatif ini tidak harus ada pada saat perbuatan

    hukm lahir, akan tetapi dapat disusulkan dikemudian hari.

    Dalam hal syarat mutlak tidak terpenuhi, maka konsekuensi

    hukum yang dapat diambil adalah batal mutlak ( absolute nietig ) dan atau

    batal demi hukum ( nietig van recht wege ). Sedangkan jika syarat relatif yang tidak terpenuhi, maka konsekuensi hukum yang mengikutinya

    adalah pembatalan dalam kategori bisa dibatalkan ( vernietig baar ).

    Demikianlah akibat-akibat hukum atau konsekuensi yuridis terhadap

    perbuatan aparatur pemerinahan yang tidak absah secara hukum. Satu hal

    yang perlu kita pahami bersama, bahwa setiap perbuatan aparatur

    pemerintahan, baik dalam menjalankan tanggung jawab untuk

    menjalankan roda pemerintahan maupun dalam melayani masrakatnya,harus mengutamakan asas keadilan dan kemanfaatan daripada kepastian

    hukum. Sebagaimana apa yang diutarakan oleh Imanuel Kant, bahwa,

    filosofi hukum itu dapat diibaratkan dua sisi mata uang. Sisi kanan

    adalah sisi kebenaran ( rechtmatig ) dan sisi kiri merupakan sisi keadilan

    dan kemanfaatan ( doelmatig ). Namun ketika kedua sisi ini pecah dan

    berbeda jalan, maka kita harus mendahulukan sisi keadilan dan

    kemanfatannya".

    b. Teori Delegasi dan Mandat

    Kewenangan pemerintah secara umum dapat diklasifikasikan

    menjadi beberapa jenis seperti kewenangan konstitusi atau kewenangan

    asli dan pokok, kewenangan atribusi yang diperoleh dari delegasi

    kekuasaan lain khususnya legislatif, serta kewenangan delegasi dan

    mandat. Diantara ketiga jenis kewenangan tadi, kewenangan

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    7/29

    7

    pemerintahan yang tertuang dalam konstitusi serta kewenangan atribusi

    paling banyak mendapat sorotan sebagai kewenangan yang selama ini

    (era Orde Baru) banyak terjadi penyimpangan. Penjelasan yang lebih

    terinci dari masing-masing jenis kewenangan diatas dapat diuraikan

    sebagai berikut.

    1. Kewenangan Konstitusi (Wewenang Asli atau Pokok)

    Dilihat dari sejarah ketatanegaraan, kewenangan pemerintah

    (baca: presiden) telah ditetapkan sebelum lahirnya lembaga

    pemerintah itu sendiri. Oleh karena itu, pada saat pembentukannya,

    pemerintah langsung memiliki kewenangan yang secara organik

    telah melekat pada dirinya, yakni kewenangan yang diberikan oleh

    konstitusi. Itulah sebabnya, kewenangan ini dapat dinamakan

    sebagai kewenangan konstitusi.

    Dalam hukum dasar negara Indonesia yakni UUD 1945,

    kekuasaan presiden dibagi menjadi 2 (dua) yakni sebagai kepala

    negara dan sebagai kepala pemerintahan. Dalam hubungan ini, MTI

    berpandangan bahwa kekuasaan presiden sebagai kepala negara

    hanya kekuasaan administratif, simbolis dan terbatas, yang

    merupakan suatu kekuasaan di samping kekuasaan utamanya sebagai

    kepala pemerintahan. Dengan kata lain, meskipun secara umum hak

    sebagai kepala negara bersifat istimewa dan mutlak (prerogatif),

    namun dalam konteks negara demokrasi dan negara hukum modern

    hal ini tidak dibenarkan lagi, dan harus ditempatkan dalam kerangka

    kontrol lembaga negara lain. Atas dasar pandangan seperti ini, maka

    kewenangan kepala negara sebagaimana ditentukan dalam pasal 10

    15 UUD 1945 tetap harus melewati mekanisme tertentu, baik yang

    bersifat pemberitahuan, pertimbangan maupun persetujuan lembaga

    tertentu (terutama DPR dan MA).

    Sementara mengenai kewenangan sebagai kepala

    pemerintahan, MTI berpendapat bahwa kekuasaan pemerintahan

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    8/29

    8

    sama artinya dengan kekuasaan eksekutif dalam konsep pemisahan

    kekuasaan yang membatasi kekuasaan pemerintahan secara sempit

    pada pelaksanaan peraturan hukum yang ditetapkan lembaga

    legislatif. alasan bahwa perkembangan kehidupan kenegaraan di

    masa mendatang membutuhkan rasionalisasi kekuasaan yang

    didasarkan pada kebutuhan pertanggungjawaban ( accountability )

    yang kongkret dan jelas. Itulah sebabnya, kekuasaan pemerintahan

    tidak lagi didefinisikan sebagai kekuasaan yang abstrak dan

    menyerahkan penentuan definisi abstrak tersebut pada satu lembaga

    saja yakni presiden.

    Pola pikir seperti ini mengandung makna bahwa meskipun

    pemerintah berhak membuat dan menjalankan peraturan perundang-

    undangan sebagaimana ditetapkan dalam konstitusi, namun harus

    memperhatikan batas-batas tertentu sehingga tidak mengarah pada

    terjadinya penggunaan kewenangan yang berlebihan. Secara lebih

    spesifik, MTI berpendapat bahwa kekuasaan pemerintahan ini

    terbatas hanya pada penetapan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan

    politik yang berada dalam ruang lingkup fungsi-

    fungsi bestuur (administrasi), politie (keamanan)

    dan regeling (pengaturan) yang tidak bertentangan dengan

    konstitusi.

    Diantara kewenangan kenegaraan (prerogatif) dan

    kewenangan pemerintahan diatas, kewenangan jenis kedua

    nampaknya lebih membuka peluang terjadinya penyimpangan.

    Beberapa hal yang menyebabkan hal ini adalah: pertama , rumusan

    wewenang pemerintahan tidak bersifat limitatif sehingga dapat

    mengundang penafsiran yang berbeda dan beragam ( multi

    interpretation ). Kedua , konstitusi tidak menentukan batas-batas

    kewenangan dan rambu-rambu yang harus diperhatikan pemerintah

    dalam penyusunan sebuah produk hukum eksekutif. Ketiga ,

    kewenangan pemerintahan lebih banyak yang bersifat pengaturan

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    9/29

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    10/29

    10

    undangan jika sudah ada atribusi dari peraturan perundang-

    undangan yang lebih tinggi, yakni UU. Dalam kasus pungutan

    iuran TV, misalnya, produk hukum eksekutif (PP, Kepres,

    Kepmen) baru menjadi peraturan perundang-undangan apabila

    telah ada suatu UU (katakanlah UU No. 32 tahun 2002 tentang

    Penyiaran) yang mengatur bahwa iuran TV (atau iuran lainnya)

    diatur lebih lanjut oleh pemerintah .[5] Klausul seperti inilah yang

    menjadi dasar hukum timbulnya kewenangan atribusi.

    Dalam praktek administrasi negara selama ini terdapat

    kecenderungan bahwa produk hukum eksekutif tidak memiliki

    payung hukum yang kuat. Dengan kata lain, Presiden cenderung

    tidak memperhatikan ketentuan peraturan UU, dan menjadi

    sewenang-wenang. Prof. Hamid Attamimi (1991) dalam

    disertasinya menyebut Keputusan Presiden yang tidak memiliki

    payung hukum (atribusi dari UU) tadi sebagai Keppres Mandiri

    Non-atribusian . Hal ini masih dapat ditolerir jika Keppres tadi

    berisi suatu persoalan yang sangat penting dan mendesak (darurat),

    serta dikeluarkan sebagai wujud tanggungjawab Presiden yang

    sangat besar. Namun jika jenis Keppres ini terlalu banyak dan

    terlalu mudah disusun, maka dapat mengurangi kadar demokrasi di

    suatu negara (Indonesia) dan upaya membangun pemerintahan

    rakyat.

    Itulah sebabnya, lahirnya UU No. 10 tahun 2004 tentang

    Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan perlu disambut

    positif. Lahirnya UU ini diharapkan akan membawa kejelasan

    bahwa Peraturan Presiden adalah produk hukum yang bersifat

    pengaturan secara umum ( regeling ), sedang Keputusan Presiden

    adalah produk hukum yang bersifat penetapan secara konkrit dan

    individual ( beschikking ) seperti pengangkatan dan pemberhentian

    pejabat, pembentukan panitia-panitia negara yang bersifat ad-hoc,

    dan sebagainya. Sebelum lahirnya UU No. 10/2004, Keputusan

    http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9146011189127986436#_ftn5http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9146011189127986436#_ftn5http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9146011189127986436#_ftn5http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9146011189127986436#_ftn5
  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    11/29

    11

    Presiden dapat berisi baik pengaturan maupun penetapan. Dengan

    kata lain, Keputusan Presiden saat itu berkedudukan sebagai

    peraturan perundang-undangan, sekaligus sebagai peraturan

    kebijaksanaan. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan

    kebingungan, perbedaan interpretasi, serta peluang untuk

    disalahgunakan oleh Presiden. [6] Lebih dari itu, wewenang bebas

    untuk mengatur suatu hal tertentu ini juga mendorong pemerintah

    untuk bertindak otoriter.

    Mengingat hal tersebut, maka penyusunan suatu peraturan

    perundang-undangan kedepan paling tidak perlu memperhatikan 2

    (dua) hal. Pertama , perlu adanya upaya untuk melakukan

    kodifikasi secara limitatif kewenangan-kewenangan pemerintah

    yang diperoleh dari proses atribusi. Kedua , produk hukum yang

    dikeluarkan pemerintah juga harus memperhatikan batas-batas

    tertentu.

    Dalam kaitan dengan batasan ini, Sjachran Basah (1986)

    pernah mengajukan adanya batas atas dan batas bawah. Batas atas

    diartikan sebagai ketaatasasan ketentuan perundang-undangan,

    dimana peraturan (keputusan/ketetapan) yang dikeluarkan

    pejabat/badan TUN tidak boleh bertentangan dengan peraturan

    yang lebih tinggi derajatnya. Sedangkan batas bawah berarti bahwa

    peraturan yang dibuat pejabat/badan TUN tidak boleh melanggar

    hak-hak masyarakat. Batas atas dari suatu aturan misalnya adalah

    pasal 27 UUD 1945 yang menentukan bahwa Setiap warga negara

    berhak atas pekerjaan yang lay ak. Atas dasar ini, maka setiap

    peraturan (yang dikeluarkan pemerintah) dilarang menimbulkan

    akibat hilangnya pekerjaan bagi seorang warga negara, karena

    bertentangan dengan UUD 1945. Dalam kasus ini, batas bawahnya

    adalah hak setiap warga negara untuk berkarya dan mendapat

    nafkah yang layak.

    http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9146011189127986436#_ftn6http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9146011189127986436#_ftn6http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9146011189127986436#_ftn6http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9146011189127986436#_ftn6
  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    12/29

    12

    Sementara itu SF. Marbun (2004a) mengajukan batas-batas

    yang harus dipedomani oleh pejabat/badan TUN dalam

    menggunakan tindakan atau hak freies ermessen -nya, sebagai

    berikut: 1) sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri, 2) sikap

    tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan penting dan

    mendesak yang timbul secara tiba-tiba, 3) sikap tindak itu ditujukan

    untuk menjalankan tugas-tugas public service , 4) sikap tindak itu

    dimungkinkan oleh hukum, dan 5) sikap tindak itu dapat

    dipertanggungjawabkan baik secara hukum maupun secara moral.

    3. Kewenangan Delegasi dan Mandat

    Dalam HAN dikenal pula adanya delegasi dan mandat.

    Menurut Artikel 1.A.1.2.1 Algemene Wet van Bestuurrecht (AWB)

    naskah 1992/1993, pengertian delegasi adalah Onder

    delegatieverlening wordt Verstaan; het overdragen door een

    bestuursorgaan van zijn bevoegheid tot het nemen van besluiten

    aan een ander die deze onder eigen verantwoordelijkheid

    uitofent (delegasi adalah pemberian / pelimpahan wewenang oleh

    suatu organ pemerintahan kepada pihak lain untuk mengambil

    keputusan atas tanggung jawab sendiri). Sedangkan pengertian

    mandat diatur dalam Artikel 1.A.1.1.1 AWB yang berbunyi: het

    door een bestuursorgaan aan een ander verlenen van de

    bevoegdheid in zijn naam besluiten te nemen , yang artinya adalah

    mandat adalah kewenangan yang diberikan oleh suatu organ

    pemerintahan kepada organ lain untuk atas namanya mengambil

    keputusan (SF. Marbun, 2004b).

    Dengan mengutip Amrah Muslimin, Sinaga (2004) menulis

    adanya 3 (tiga) bentuk delegasi dalam pengertian makro, yaitu:

    a. Delegasi Bersyarat ( voorwardelijke delegatie ). Artinya, UU

    memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk berbuat sesuatu

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    13/29

    13

    atau membentuk suatu peraturan perundang-undangan ketika

    negara dalam keadaan sangat terdesak (darurat).

    b. Delegasi dalam bentuk UU Penugasan ( machtigingswet ). Artinya,

    dalam suatu UU hanya mengatur hal-hal yang pokok, sedangkan

    pengaturan lebih lanjut diserahkan atau ditugaskan kepada

    pemerintah.

    c. Delegasi dalam bentuk UU yang memberikan kerangka dan batas-

    batas tertentu ( kaderwet atau raamwetten ). Artinya, lembaga

    legislatif hanya memberikan kerangka atau sendi-sendi pokok

    secara politis dalam UU, sedangkan pengkhususannya secara teknis

    diserahkan kepada pemerintah.

    Jika dicermati makna dari ketiga jenis delegasi diatas, maka

    kebebasan atau keleluasaan pemerintah (pejabat / badan TUN)

    untuk mengatur suatu substansi tertentu berdasarkan delegasi atau

    mandat, terbatas hanya pada masalah serta maksud dan tujuan yang

    digariskan dalam UU tadi.

    Sementara itu perbedaan antara delegasi dan mandat dapat

    dilihat dari beberapa hal. Pemberi delegasi disebut Delegan,

    sedangkan pemberi mandat disebut Mandan. Penerima delegasi

    disebut Delegataris, sedangkan penerima mandat disebut

    Mandataris. Dalam proses delegasi, delegataris dapat bertindak

    untuk atas namanya sendiri dan bertanggungjawab atas atas

    tindakannya tadi. Sementara dalam proses mandat, mandataris

    bertindak dan bertanggungjawab atas nama Mandan (tidak dapat

    bertindak atas namanya sendiri). Selain itu, delegasi menimbulkan

    pergeseran kompetensi, sedangkan mandat membiarkan hak-hak

    jabatan kompetensi yang telah ada mendahului mandat, tetap

    berada pada tangan Mandan.

    Pelayanan penerbitan KTP adalah contoh mandat. Dalam

    hal ini, Camat (sebagai pejabat yang menandatangani KTP)

    bertindak atas nama Walikota (sebagai pejabat yang berwenang

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    14/29

    14

    mengeluarkan KTP dan bertanggungjawab atas tindakannya

    mengeluarkan atau tidak mengeluarkan KTP). Itulah sebabnya,

    dalam KTP tadi tertera adanya atas nama atau alieno nomine ,

    yang berarti bahwa Camat bertindak sebagai mandataris dari

    Walikota. Namun jika kewenangan pelayanan KTP tadi sudah

    didelegasikan kepada Camat, maka Camat dapat menandatangani

    KTP atas namanya sendiri.

    Sementara itu, contoh mengenai delegasi yang sangat

    mudah ditemui dalam era otonomi daerah saat ini adalah

    pelimpahan / pendelegasian kewenangan bupati / walikota kepada

    camat untuk menjalankan urusan-urusan pemerintahan tertentu.

    Kewajiban untuk melimpahkan kewenangan ini tertuang dalam UU

    Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (telah diubah

    dengan UU Nomor 32 tahun 2004), yang pada pasal 66 berbunyi

    Camat menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan

    dari Bupati/Walikota. Oleh karena ada pernyataan eksplisit bahwa

    hal tersebut merupakan delegasi kewenangan, maka camat

    sebagai delegataris tidak memiliki kompetensi baru untuk

    menjalankan urusan-urusan pemerintahan yang dilimpahkan dari

    bupati/walikota.

    Prinsip yang sangat perlu diperhatikan disini adalah,

    walaupun hanya delegasi maupun mandat, namun batasan-batasan

    kewenangan antara mandan dan mandataris, serta antara delegan

    dan delegataris perlu ditetapkan secara jelas dan tegas (limitatif).

    Selain itu, substansi kewenangan yang didelegasikan atau

    dimandatkan juga harus diperjelas. Semuanya ini untuk

    meghindarkan agar pelaksanaan delegasi dan mandat tadi dapat

    berjalan sebagaimana maksud dan tujuan pemberian delegasi dan

    mandate tersebut, dan mengurangi sebesar mungkin peluang

    terjadinya operasionalisasi kewenangan yang berlebihan dan

    kebablasan.

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    15/29

    15

    F. HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA

    HKI merupakan hak privat (private rights) bagi seseorang yang

    menghasilkan suatu karya intelektual. Di sinilah ciri khas HKI, seseorang

    bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya

    atau tidak. Hak ekslusif yang diberikan negara kepada individu pelaku HKI

    (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) dimaksudkan sebagai

    penghargaan atas hasil karya (kreativitas)nya dan agar orang lain terangsang

    untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistemHKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.

    Di samping itu, sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi

    yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan

    dihasilkannya teknologi atau hasil karya lainnya yang sama dapat

    dihindarkan/dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut,

    diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk

    keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikannilai tambah yang lebih tinggi lagi. 6

    Adapun tujuan perlindungan kekayaan intelektual melalui HKI

    secara umum meliputi:

    a. memberi kejelasan hukum mengenai hubungan antara kekayaan

    dengan inventor, pencipta, desainer, pemilik, pemakai, perantara

    yang menggunakannya, wilayah kerja pemanfaatannya dan yang

    menerima akibat pemanfaatan HKI untuk jangka waktu tertentu;

    b. memberikan penghargaan atas suatu keberhasilan dari usaha atau

    upaya menciptakan suatu karya intelektual;

    c. mempromosikan publikasi invensi atau ciptaan dalam bentuk

    dokumen HKI yang terbuka bagi masyarakat;

    d. merangsang terciptanya upaya alih informasi melalui kekayaan

    intelektual serta alih teknologi melalui paten;

    6

    OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001,hal.507

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    16/29

    16

    e. memberikan perlindungan terhadap kemungkinan ditiru karena

    karya intelektual karena adanya jaminan dari negara bahwa

    pelaksanaan karya intelektual hanya diberikan kepada yang berhak.

    Hak Kekayaan Intelektual akan menyentuh berbagai aspek seperti

    aspek teknologi, industri, sosial, budaya, dan berbagai aspek lainnya. Namun

    aspek terpenting jika dihubungkan dengan upaya perlindungan bagi karya

    intelektual adalah aspek hukum. Hukum diharapkan mampu mengatasi

    berbagai permasalahan yang timbul berkaitan dengan Hak Kekayaan

    Intelektual tersebut. Hukum harus dapat memberikan perlindungan bagi karyaintelektual, sehingga mampu mengembangkan daya kreasi masyarakat yang

    akhirnya bermuara pada tujuan berhasilnya perlindungan Hak Kekayaan

    Intelektual. 7

    Aspek teknologi juga merupakan faktor yang sangat dominan dalam

    perkembangan dan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Perkembangan

    teknologi informasi yang sangat cepat saat ini telah menyebabkan dunia

    terasa semakin sempit, informasi dapat dengan mudah dan cepat tersebar ke

    seluruh pelosok dunia. Pada keadaan seperti ini Hak Kekayaan Intelektual

    menjadi semakin penting. Hal ini disebabkan Hak Kekayaan Intelektual

    merupakan hak monopoli yang dapat digunakan untuk melindungi investasi

    dan dapat dialihkan haknya.

    Instansi yang berwenang dalam mengelola Hak Kekayaan Intelektual

    di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen.

    HKI) yang berada di bawah Departemen Kehakiman dan HAM Republik

    Indonesia. Dan khusus untuk mengelola informasi HKI juga telah dibentuk

    Direktorat Teknologi Informasi di bawah Ditjen. HKI. Sekali lagi

    7

    Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Alumni Bandung, Bandung, 1992,hal. 7

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    17/29

    17

    menunjukkan bahwa pengakuan HKI di Indonesia benar-benar mendapat

    perhatian yang serius. 8

    G. Bentuk-Bentuk Perlindungan Oleh Pemerintah Terkait PerlindunganHak Kekayaan Intelektual

    Perlindungan hukum yang dilakukan oleh pemerintah terkait dengan

    perlindungan HKI, yaitu dengan mengadakan dan mengesahkan peraturan

    perundang-undangan yang terkait. Adapun pengaturan HKI di Indonesiaberdasarkan sejarahnya yakni :

    a. Zaman Hindia Belanda

    i. Octroii Wet No. 136. Staatblad 1911 No. 313

    ii. Industrial Eigendom Kolonien 1912

    iii. Auter Wet 1912 Staatblad 1912 No. 600

    b. Setelah kemerdekaan

    i. Pengumuman Menteri Kehakiman RI No. JS 5/41 tanggal 12

    Agustus 1953 dan No. JG 1/2/17 tanggal 29 Agustus 1953

    tentang Pendaftaran Sementara Paten.

    ii. UU No. 21 Tahun 1987 tentang Merek.

    iii. UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta

    iv. UU No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan UU No. 6 Tahun 1982

    tentang Hak CIpta.

    v. UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek menggantikan UU yang

    sebelumnya.

    c. Tahun 1997

    i. UU No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun

    1987 tentang Hak Cipta.

    ii. UU No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU No. 6 Tahun

    1989 tentang Paten.

    8 Sudargo Gautama, Perkembangan Arbitrase Dagang Indonesia, Eresco, Bandung, 1989 hal. 52

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    18/29

    18

    iii. UU No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU No. 19

    Tahun 1992 tentang Merek.

    d. Tahun 2000

    i. UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang

    ii. UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

    iii. UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit

    Terpadu.

    e. Tahun 2001

    i. UU No. 14 Tahun 2001 tentang UU No. 13 Tahun 1997 tentang

    Perubahan atas UU No. 6 Tahun 1989 tentang Paten.

    ii. UU No. 15 Tahun 2001 tentang tentang perubahan atas UU No.

    14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU No. 19 Tahun 1992

    tentang Merek.

    f. Tahun 2002

    i. UU No. 19 Tahun 2002 tentang Perubahan UU No. 12 Tahun

    1997 tentang Hak Cipta

    Perlindungan hukum yang dimaksud dalam HAKI spesifikasinya

    adalah sebagai berikut :

    1. Pendaftaran HKI

    Menurut ketentuan undang-undang, setiap hak kekayaan

    intelektual wajib didaftarkan. Pendaftaran yang memenuhi persyaratan

    undang-undang merupakan pengakuan dan pembenaran atas hak

    kekayaan intelektual seseorang., yang dibuktikan dengan sertidikat

    pendaftaran sehingga memperoleh perlindungan hukum. 9

    2. Penentuan Masa Perlindungan

    Menurut ketentuan undang-undang setiap hak kekayaan

    intelektual ditentukan jangka waktu perlindungannya. Dengan

    9

    Sujud Margono, Hukum dan Perlindungan Hak Cipta, CV Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta,2003, hal. 34

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    19/29

    19

    demikian, selama masa perlindungan tersebut, hak kekayaan intelektual

    yang bersangkutan tidak boleh digunakan oleh pihak lain tanpa izin

    pemilik/ pemegangnya. 10

    3. Penindakan dan Pemulihan

    Setiap pelanggaran hak kekayaan intelektual akan merugikan

    pemilik/ pemegangnya dan/ atau kepentingan umum/ negara. Pelaku

    pelanggaran tersebut harus ditolak dan memulihkan kerugian yang

    diderita oleh pemilik/ pemegang hak atau negara. Penindakan dan

    pemulihan tersebut diatur oleh undang-undang bidang hak kekayaan

    intelektual. Ada 3 (tiga) kemungkinan penindakan dan pemulihan yaitu:

    a. Secara Perdata berupa gugatan :

    1) Ganti kerugian pelanggar

    2) Penghentian perbuatan pelanggar

    3) Penyitaan barang hasil pelanggaran untuk dimusnahkan

    b. Secara pidana berupa penuntutan :

    1) Hukuman pidana

    2) Hukuman denda

    3) Perampasan barang yang digunakan untuk melakukan kejahatan

    c. Secara administratif berupa tindakan :

    1) Pembekuan/ Pencabutan SIUP;

    2) Pembayaran pajak/ bea masuk yang tidak dilunasi

    3) Reekspor barang hasil pelanggaran. 11

    H. Proses Penyelesaian Sengketa HKI Di Luar Pengadilan

    Asal mula sengketa biasanya bermula pada situasi dimana ada pihak

    yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Biasanya ini diawali oleh perasaan

    tidak puas, bersifat subyektif dan tertutup. Kejadian ini dapat dialami

    10

    Ibid. 11 Ibid.

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    20/29

    20

    perorangan maupun kelompok. Jika hal ini berkelanjutan, pihak yang merasa

    dirugikan menyampaikan ketidakpuasan ini kepada pihak kedua dan apabila

    pihak kedua dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama, maka

    selesailah hubungan konfliktual tersebut. sebaliknya jika beda pendapat terus

    berlanjut, maka terjadi apa yang disebut sebagai sengketa.

    Dalam situasi sengketa, perbedaan pendapat dan perdebatan yang

    berkepanjangan biasanya berakhir dengan putusnya jalur komunikasi yang

    sehat sehingga masing-masing pihak mencari jalan keluar tanpa memikirkan

    nasib ataupun kepentingan pihak lainnya.

    Untuk adanya proses penyelesaian sengketa yang efektif, prasyarat

    bahwa hak didengar kedua belah pihak sama-sama diperhatikan harus

    terpenuhi. Dengan itu baru dapat dimulai proses dialog dan pencarian titik

    temu yang akan menjadi panggung dimana proses penyelesaian sengketa

    dapat berjalan. Tanpa kesadaran pentingnya langkah ini, proses penyelesaian

    sengketa tidak dalam arti yang sebenarnya. Ada tiga faktor utama yang

    mempengaruhi proses penyelesaian sengketa, yaitu :

    - Kepentingan

    - Hak-hak

    - Status kekuasaan

    Para pihak yang bersengketa ingin kepentingannya tercapai, hak-

    haknya dipenuhi serta ingin status kekuasaannya diperlihatkan, dimanfaatkan

    dan dipertahankan. Dalam proses penyelesaian sengketa, pihak-pihak yang

    bersengketa lazimnya akan bersikeras mempertahankan ketiga faktor tersebut

    diatas.

    Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak yang

    bersengketa dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yakni :

    Jalur litigasi/ pengadilan

    Jalur alternatif penyelesaian di luar pengadilan

    Jalur litigasi dimana dalam jalur litigasi ini dibagi menjadi dua

    macam yakni jalur Perdata dan jalur pidana. Untuk jalur perdata ditempuh

    melalui suatu proses gugatan ganti kerugian di Pengadilan Niaga. Sedangkan

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    21/29

    21

    untuk jalur pidana prosedurnya adalah dari pelaporan pihak yang dirugikan

    kepada instansi yang berwenang.

    Sedangkan untuk upaya hukum lain ditempuh melalui jalur non-

    litigasi dikenal sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Alternatif

    penyelesaian sengketa sering diartikan sebagai alternative to litigation, namun

    seringkali juga diartikan sebagai alternative to adjudication. Pemilihan

    terhadap salah satu dari dua pengertian tersebut menimbulkan implikasi yang

    berbeda. Apabila pengertian yang pertama menjadi acuan alternative to

    litigation, maka mencakup seluruh mekanisme alternatif penyelesaian

    sengketa di luar pengadilan.

    Menurut Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

    Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut UU No. 30 Tahun

    1999) yang dimaksud dengan alternatif Penyelesaian Sengketa adalah :

    Lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melal ui prosedur yang

    disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara

    konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

    Konsep penyelesaian sengketa alternatif (ADR), pada dasarnya

    bersumber pada upaya untuk mengaktualisasikan ketentuan kebebasan

    berkontrak dalam berjalannya kontrak tersebut. Sehingga akhir penyelesaian

    sengketa berupa perdamaian yang tidak lain merupakan upaya pihak-pihak

    sendiri maupun dengan menggunakan pihak ketiga untuk mencapai

    penyelesaian.

    Adapun beberapa penyelesaian sengketa alternatif penjelasannya adalah

    sebagai berikut :

    1. Arbitrase

    Pengertian arbitrase menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 adalah :

    Penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang

    didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para

    pihak yang bersengketa.

    Arbitrase merupakan institusi penyelesaian sengketa alternatif yang paling

    populer dan paling luas digunakan orang dibandingkan dengan institusi

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    22/29

    22

    penyelesaian sengketa alternatif lainnya. Hal tersebut disebabkan banyaknya

    kelebihan yang dimiliki oleh institusi arbitrase ini. Adapun Kelebihan-

    kelebihan itu adalah sebagai berikut :

    a. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak.

    b. Dapat dihindari keterlambatan yang diakibatkan hal prosedural dan

    administratif.

    c. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinan

    memiliki kemampuan, pengetahuan, pengalaman serta latar

    belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur,

    dan adil.

    d. Para pihak dapat menentukan pilihan untuk dapat menyelesaikan

    masalah serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase.

    e. Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak

    dan langsung dapat dilaksanakan.

    Keuntungan lain dari pelaksanaan arbitrase yakni sidang arbitrase

    dilakukan secara tertutup dan putusannya diucapkan dalam sidang yang

    tertutup pula kecuali apabila para pihak dalam sengketa tersebut menghendaki

    putusan dalam sidang diucapkan secara terbuka.

    Jika dibandingkan dengan alternatif-alternatif yang lain untuk

    menyelesaikan sengketa, maka institusi arbitrase merupakan lembaga

    penyelesaian sengketa yang paling mirip dengan badan peradilan, terutama

    jika ditinjau dari prosedur yang berlaku, kekuatan putusannya, keterikatan

    dengan hukum yang berlaku atau dengan aturan main yang ada.

    Menurut UU. No. 30 tahun 1999, maka pihak pemohomn (claimant)

    harus mengajukan surat tuntutan (statement of claim), diikuti oleh jawaban

    (statement of defence) dan jika ada tuntutan balasan (counter claim) dari

    pihak termohon (respondent). Selanjutnya diikuti dengan pemanggilan untuk

    hearing dan pemeriksaan saksi, saksi ahli, dan pembuktian lainnya. Setelah

    itu arbitrase baru memberikan putusannya.

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    23/29

    23

    2. Negosiasi

    Pada prinsipnya dengan negosiasi dimaksudkan sebagai suatu proses

    tawar menawar atau pembicaraan untuk mencapai suatu kesepakatan terhadap

    suatu masalah tertentu yang terjadi diantara para pihak. Negosiasi dilakukan

    baik karena telah ada sengketa diantara para pihak, maupun hanya karena

    belum ada kata sepakat disebabkan belum pernah dibicarakan masalah

    tersebut.

    Negosiasi dilakukan oleh seorang negosiator. Mulai dari negosiasi

    yang paling sederhana dimana negosiator tersebut adalah para pihak yang

    berkepentingan sendiri, sampai pada negosiator khusus, atau memakai lawyer

    sebagai negosiator.

    Ciri-ciri seorang negosiator yang baik adalah sebagai berikut :

    a) Mampu berpikir secara cepat, tetapi mempunyai kesabaran yang tidak

    terbatas.

    b) Dapat bersikap manis tapi meyakinkan.

    c) Dapat mempengaruhi orang tanpa harus menipu.

    d) Dapat menimbulkan kepercayaan tanpa harus mempercayai orang

    lain.

    e) Mempunyai sifat loyalitas yang kuat sehingga tidak mudah

    dipengaruhi oleh orang lain

    3. Mediasi

    Mediasi adalah salah satu alternatif dalam menyelesaikan sengketa.

    Yang dimaksud dengan mediasi adalah suatu proses negosiasi untuk

    memecahkan suatu masalah melalui pihak luar yang tidak memihak dan

    netral dan akan bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu

    menemukan solusi dalam menyelesaikan sengketa tersebut secara memuaskan

    bagi kedua belah pihak. Pihak ketiga yang membantu menyelesaikan masalah

    tersebut disebut dengan Mediator. Pihak mediator tidak mempunyai

    kewenangan untuk memberi putusan terhadap sengketa tersebut, melainkan

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    24/29

    24

    hanya berfungsi untuk membantu dan menemukan solusi terhadap para pihak

    yang bersengketa tersebut. pengalaman, integritas dan kemampuan dari pihak

    mediator tersebut diharapkan dapat mengefektifkan proses negosisasi diantara

    para pihak.

    Akan tetapi di samping harapan digantungkan kepada pengalaman,

    kemampuan dan integritas dari pihak mediator, kedudukan mediator sebagai

    pihak penengah itu saja sudah sangat membantu penyelesaian sengketa

    tersebut. Sebab jika pihak ketiga yang netral tidak ikut terlibat, maka diantara

    para pihak akan terjadi saling mencurigai, salah pengertian, salah persepsi,

    kurang komunikasi, bersikap emosi, bersikap menang-kalah dan sebagainya.

    Penyelesaian sengketa melalui mediasi banyak keunggulannya, diantaranya

    sebagai berikut :

    a. Relatif murah dibandingkan dengan alternatif penyelesaian sengketa

    yang lain.

    b. Adanya kecenderungan dari pihak yang bersengketa untuk menerima

    dan ada rasa memiliki putusan mediasi.

    c. Dapat menjadi dasar bagi para pihak yang bersengketa untuk

    menegosiasikan sengketa-sengketanya dikemudian hari.

    d. Terbukanya kesempatan untuk menelaah masalah-masalah yang

    merupakan dasar dari suatu sengketa.

    e. Membuka kemungkinan adanya saling kepercayaan diantara pihak

    yang bersengketa, sehingga dapat dihindari rasa bermusuhan dan

    dendam.

    Disamping kelebihan-kelebihan dari mediasi, maka penyelesaian

    sengketa melalui mediasi juga mempunyai kelemahan yang antara lain :

    a. Bisa memakan waktu yang lama

    b. Mekanisme eksekusi yang sulit. Karena eksekusi putusan hanya

    seperti kekuatan eksekusi suatu kontrak.

    c. Mediasi tidak akan membawa hasil yang baik terutama jika informasi

    dan kewenangan tidak cukup diberikan kepadanya.

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    25/29

    25

    d. Jika lawyer tidak dilibatkan dalam proses mediasi, kemungkinan

    adanya fakta-fakta hukum yang penting yang tidak disampaikan

    kepada mediator, sehingga putusannya menjadi bias.

    4. Konsiliasi

    Seperti dalam mediasi, konsiliasi juga merupakan suatu proses

    penyelesaian sengketa diantara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga

    yang netral. Hanya saja peranan yang dimainkan oleh seorang mediator

    dengan konsiliator yang berbeda, sungguhpun dalam praktek antara istilah

    mediasi dan konsiliasi sering saling dipertukarkan.

    Seperti juga mediator, tugas dari konsiliasi hanyalah sebagai pihak

    fasilitator untuk melakukan komunikasi diantara para pihak sehingga dapat

    diketamukan solusi oleh para pihak sendiri. Dengan demikian pihak

    konsiliator hanya melakukan tindakan-tindakan seperti mengatur waktu dan

    tempat pertemuan para pihak sendiri. Dengan demikian pihak konsiliator

    hanya melakukan tindakan-tindakan seperti mengatur waktu dan tempat

    pertemuan para pihak, mengarahkan subyek pembicaraan, membawa pesan

    dari satu pihak kepada pihak yang lain jika pesan tersebut tidak mungkin

    disampaikan secara langsung atau tidak mau bertemu muka secara langsung,

    dan lain-lain. Selanjutnya pihak mediator juga melakukan hal-hal yang

    dilakukan oleh konsiliator, tetapi juga melakukan lebih jauh dari itu. Sebab

    pihak mediator dapat juga menyarankan jalan keluar atau proposal

    penyelesaian sengketa yang bersangkutan, hal mana paling tidak secara

    teoritis, tidak ada dalam kewenangan pihak konsiliator.

    5. Pencari Fakta

    Pencarian fakta oleh pihak pencari fakta sudah sangat sering

    dilakukan dalam praktek sehari-hari. Pihak pencari fakta tersebut dapat

    berbentuk :

    a. Pencari fakta tunggal

    b. Tim pencari fakta sepihak

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    26/29

    26

    c. Tim pencari fakta gabungan

    d. Tim pencari fakta tripartit

    Sungguhpun tugas utamanya adalah mencari fakta, pihak pencari

    fakta biasanya juga mempunyai kewenangan untuk memberikan rekomenasi

    dari mediasi, maka rekomendasi dari pencari fakta dapat dipublikasikan

    secara umum. Hal inilah yang membedakan antara pencari fakta yang tidak

    mengikat dengan arbitrase advisory. Sebab, berbeda dengan arbitrase

    advisory, maka seperti yang sudah dikatakan bahwa pencari fakta yang tidak

    mengukat tersebut dapat dipublikasikan temuannya, apalagi terhadap pencari

    fakta terhadap kasus yang melibatkan masyarakat banyak.

    Dengan demikian tugas pencari fakta pada umumnya sebagai

    berikut:

    a. Mengumpulkan fakta

    b. Memverifikasi fakta

    c. Mengintepretasi fakta

    d. Melakukan wawancara dan hearing

    e. Menarik kesimpulan tertentu

    f. Memberikan rekomendasi

    g. Mempublikasi

    Seperti dalam praktek di beberapa negara misalnya, bahkan pihak

    pencari fakta terhadap sengketa perburuhan, dapat melakukan rekomendasi

    seperti perbaikan terhadap tunjangan karyawan. Disamping pencari fakta

    yang tidak mengikat, dimungkinkan juga pencari fakta yang mengikat. Dalam

    hal ini pencari fakta, atau minimal salah satu dari anggota tim pencari fakta

    haruslah pihak yang netral dan tidak memihak. Pencari fakta yang mengikat

    ini mirip dengan arbitrase. Hanya bedanya adalah pada aspek publikasinya,

    dimana temuan dan rekomendasi pencari fakta tersebut dipublikasikan untuk

    masyarakat. dengan dipublikasikannya hasil temuan ini, maka diharapkan

    temuan dan rekomendasi tersebut akan dipatuhi oleh pihak-pihak yang

    bersengketa, sebab akan ada preasure dari masyarakat terhadap para pihak

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    27/29

    27

    untuk mengikuti rekomendasi yang dibuat oleh pencari fakta yang dianggap

    berkualitas, berpengalaman dan netral.

    I. KESIMPULAN

    1. Bentuk perlindungan HKI yang dilindungi oleh pemerintah diatur sesuai

    dengan peraturan perundang-undangan HKI. Perlindungan hukum tersebut

    merupakan perlindungan hak masyarakat untuk mendapatkan kepastian

    hukum dimulai dari pendaftaran sampai dengan tahap penyelesaian

    sengketa. Dengan adanya pendaftaran maka status setiap HKI memiliki

    kekuatan hukum untuk dilindungi. Tugas lainnya dari Kanwil Kementrian

    Hukum dan HAM selain sebagai tempat permohonan HKI juga dapat

    bertindak sebagai penyidik bila mana terjadi pelanggaran HKI yang

    dilakukan oleh beberapa pihak yang membajak film daerah yang telah

    memiliki kekuatan hukum untuk dilindungi.

    2. Diharapkan kepada Kanwil Kementrian Hukum dan HAM dalammelaksanakan tugasnya dapat bertindak sesuai dengan prosedur hokum

    yang berlaku, baik sebagai lembaga yang berwenang guna pendaftaran

    HKI dan juga sebagai penyidik. Bila penyelesaian sengketa dilakukan

    secara non formal, keberadaan Kanwil Kementrian Hukum dan HAM

    dapat bertindak sebagai mediator.

    J. SARAN

    1. Diharapkan kepada Kanwil Kementrian Hukum dan HAM dalam

    melaksanakan tugasnya dapat bertindak sesuai dengan prosedur hokum

    yang berlaku, baik sebagai lembaga yang berwenang guna pendaftaran

    HKI dan juga sebagai penyidik.

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    28/29

    28

    2. Diharapkan peran pemerintah sebagai mediator dapat menyelesaikan

    segala masalah sengketa HKI sebagaimana ketentuan dalam peraturan

    perundang-undangan.

  • 8/7/2019 KEKAYAAN INTELEKTUAL

    29/29

    DAFTAR PUSTAKA

    A. BUKUAbu Bakar Busro dan Abu Daud Busro , Asas -asas Hukum Tata Negara ,

    Ghalia Indonesia, Jakarta, 1989

    Djumhana dan R. Djubaedilah IV, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia ), Cetakan kedua, PT. CitraAditya Bakti, Bandung, 2003

    Jimly Asshiddiqie, Pengantar Hukum Tata Negara , Konstitusi Press, Jakarta,2006

    Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata , AlumniBandung, Bandung, 1992

    Sudargo Gautama, Perkembangan Arbitrase Dagang Indonesia , Eresco,Bandung, 1989

    Sujud Margono, Hukum dan Perlindungan Hak Cipta , CV Novindo PustakaMandiri, Jakarta, 2003

    Saidin OK., Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual , PT.Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2001

    B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

    UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang

    UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

    UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

    UU No. 14 Tahun 2001 tentang UU No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahanatas UU No. 6 Tahun 1989 tentang Paten.

    UU No. 15 Tahun 2001 tentang tentang perubahan atas UU No. 14 Tahun1997 tentang Perubahan atas UU No. 19 Tahun 1992tentang Merek.

    UU No. 19 Tahun 2002 tentang Perubahan UU No. 12 Tahun 1997 tentangHak Cipta