Keikutsertaan Masyarakat Dalam Penataan Ruangkota Kabupaten Konawe

download Keikutsertaan Masyarakat Dalam Penataan Ruangkota Kabupaten Konawe

of 35

description

KEIKUTSERTAAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANGKOTA KABUPATEN KONAWE

Transcript of Keikutsertaan Masyarakat Dalam Penataan Ruangkota Kabupaten Konawe

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penataan ruang merupakan suatu tahapan dari proses pengembangan wilayah yang terdiri dari perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang. Penataan ruang ditujukan untuk mewujudkan masyarakat makmur yang bertempat tinggal di ruang yang nyaman dan lestari. Melalui penatan ruang pada akhirnya hak seseorang (property right) dapat terlindungi tanpa menghambat inovasi dan kreatifitasnya. Oleh sebab itu, penerapan prinsip-prinsip penataan ruang dalam pembangunan perkotaan sangat relevan dalam rangka mewujudkan pembangunan kota yang sistematis dan terintegrasi.

Upaya penataan ruang dalam mendukung pembangunan kota akan efektif dan efisien apabila prosesnya dilakukan secara terpadu dengan seluruh pelaku pembangunan (stakeholder) di wilayah setempat. Hal ini sejalan dengan semangat yang tumbuh dalam era otonomi daerah yang mengedepankan Pemerintah Pusat sebagai fasilitator dengan mendorong peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreatifitas serta pelibatan masyarakat dan juga aparatur pemerintahan di daerah. Dengan demikian kebiasaan menginstruksikan masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan, khususnya dalam pemanfaatan ruang, bisa dihindari bersama.

Apabila dicermati secara seksama, maka fenomena pelibatan masyarakat akan mendapat sambutan sangat positif dari seluruh stakeholder, khususnya masyarakat, apabila mereka merasa mendapat nilai tambah "yang terlihat nyata secara ekonomis". Keterlibatannya pun tanpa didorong dan dipaksa oleh siapapun.

Konsep melibatkan masyarakat dalam pembangunan, termasuk dalam Penataan Ruang sejalan dengan TAP MPR IV/MPR/2000 tentang rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, pasal 12 UU 24/92 dan PP 69/96 yang mengedepankan Pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaku atau stakeholder utama pembangunan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat dikemukakan rumusan masalahnya, yaitu :

1. Sejauhmana pemerintah dapat melibatkan masyarakat dalam pelatihan penataan kota/ruang Kabupaten Konawe?

2. Bagaimana hambatan-hambatan dalam penerapan pelatihan penataan kota/ruang Kabupaten Konawe ?1.3 Tujuan dan Manfaat

Untuk mengetahui data-data tentang tata ruang kota Kabupaten Konawe.

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui fungsi dan peran masyarakat dalam menata kota Kabupaten Konawe ?.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam penerapan dalam penerapan pelatihan penataan kota/ruang Kabupaten Konawe.

3. Bahan informasi bagi peneliti lain sebagai sumbangan pemikiran ilmiah untuk nantinya dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam rangka penelitian selanjutnya.

4. Bahan informasi bagi peneliti lain sebagai sumbangan pemikiran ilmiah untuk nantinya dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam rangka penelitian selanjutnya.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan peran masyarakat membantu pemerintah dalam menata ruang/kota Kabupaten Konawe. Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai sumbangan ilmiah dalam pengembangan konsep dan teori dibidang tata ruang umumnya dan tata ruang/kota Kabupaten Konawe pada khususnya.

2. Bagi Pimpinan daerah Kabupaten Konawe dapat dijadikan sebagai acuan dalam penerapan peran masyarakat dalam membantu pemerintah secara maksimal.

3. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan ataupun bahan perbandingan dalam mengkaji masalah penerapan tata ruang/kota Kabupaten Konawe.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. Urgensi Penataan Ruang dalam Rangka Pengembangan WilayahDengan kuatnya kebijakan sentralisasi pada masa lalu membuat semakin tingginya ketergantungan daerah-daerah kepada pusat yang nyaris mematikan kreatifitas masyarakat beserta seluruh perangkat pemerintah di daerah. Sementara itu dalam era desentralisasi, partisipasi masyarakat dan azas keterbukaan cenderung untuk dijadikan pedoman dengan asumsi bahwa pelaksanaan prinsip tersebut akan menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan muncul komitmen untuk melaksanakannya sehingga pembangunan yang berkelanjutan dapat diwujudkan.

Pada posisi lain dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan legitimasi untuk menyerahkan kewenangan dalam proses penyelenggaraan penataan ruang kepada daerah. Konsekuensi dari kondisi tersebut antara lain adalah memberikan kemungkinan banyaknya Kabupaten/Kota yang lebih memikirkan kepentingannya sendiri, tanpa memikirkan sinergi dalam perencanaan tata ruang dan pelaksanaan pembangunan dengan Kabupaten/Kota lainnya demi sekedar mengejar targetnya dalam lingkup kacamata masing-masing. Contoh yang bagus untuk dikemukakan disini adalah adanya keinginan dari Kabupaten/Kota yang bertetangga tetapi ingin membangun pelabuhan sendiri-sendiri tanpa memperhatikan kepentingan wilayah yang lebih luas. Kondisi tersebut bisa menjadi persoalan pembangunan apabila tidak diikat dengan satu kerangka keterpaduan yang mengedepankan kepentingan wilayah atau kawasan yang lebih luas dan dalam kerangka Negara Kesatuan Rebublik Indonesia (NKRI).

Untuk mensinerjikan kepentingan masing-masing Kabupaten/Kota diperlukan satu dokumen produk penataan ruang yang bisa dijadikan pedoman untuk menangani berbagai masalah lokal, lintas wilayah, dan yang mampu memperkecil kesenjangan antar wilayah yang disusun dengan mengedepankan peran masyarakat secara intensif. Berdasarkan hal tersebut, penataan ruang merupakan alat keterpaduan pembangunan lintas sektor dan wilayah. Diharapkan dengan adanya penataan ruang, pengembangan wilayah dapat direkayasa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Koreksi terhadap kegagalan pasar yang disebabkan pasar tidak dapat memenuhi kebutuhan pembangunan dapat dilakukan akibat adanya upaya rekayasa yang dilaksanakan. Mengingat hal tersebut, sangat mungkin bahwa penataan ruang masa lampau akan tidak sesuai dengan penataan ruang masa kini. Dengan demikian, penataan ruang harus lebih dilihat sebagai proses dan bukan merupakan akhir dari suatu usaha mewujudkan masa depan yang ideal karena kata ideal akan berbeda-beda dari satu masa ke masa yang akan datang. Dengan adanya proses pelibatan masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang akan muncul suatu sistem evaluasi dari kegiatan penataan ruang yang telah dilakukan dan menjadi masukan bagi proses penataan ruang yang telah dilakukan dan menjadi masukan bagi proses penataan ruang selanjutnya.

Pada akhirnya, penataan ruang diharapkan dapat mendorong pengembangan wilayah dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat (city as engine of economic growth) yang berkeadilan sosial (social justice) dalam lingkungan hidup yang lestari (environmentaly sound) dan berkesinambungan (sustainability sound).A.1 Isu-isu Stratejik Pelibatan Masyarakat dalam Penataan Ruang

Beberapa isu strategi yang patut diperhatikan dalam kaitannya dengan pelibatan masyarakat dalam penataan ruang adalah:

a. Kebijakan pemerintah yang belum sepenuhnya berorientasi kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak terlibat langsung dalam pembangunan.

b. Kurang terbukanya para pelaku pembangunan dalam menyelenggarakan proses penataan ruang yang menganggap masyarakat sekedar obyek pembangunan.

c. Masih rendahnya upaya-upaya pemerintah dalam memberikan informasi tentang akuntabilitas dari program penataan ruang yang diselenggarakan sehingga masyarakat merasa pembangunan yang dilaksanakan tidak memperhatikan aspirasinya.

d. Walaupun pengertian partisipasi masyarakat sudah menjadi kepentingan bersama (common interest) akan tetapi dalam prakteknya masih terdapat pemahaman yang tidak sama.

e. Kurang optimalnya kemitraan atau sinergi antara swasta dan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang.

f. Persoalan yang dihadapi dalam hal perencanaan partisipatif saat ini antara lain panjangnya proses pengambilan keputusan.

Berdasarkan pengalaman-pengalaman pembangunan yang telah terjadi, rendahnya pelibatan masyarakat dalam proses penataan ruang telah mengakibatkan dampak negatif sebagai berikut:

Rendahnya rasa memiliki dari masyarakat atas program/proyek pembangunan kota yang disusun. Akibatnya telah mengakibatkan keberlanjutan (sustainability) dari program/proyek yang dilaksanakan tidak terwujud.

Program/proyek pembangunan kota yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakatnya.

Munculnya biaya transaksi (transaction cost) yang sangat mahal karena masyarakat kurang memahami tujuan dari program/proyek pembangunan sehingga seringkali muncul penolakan atas program/proyek yang dilaksanakan.I.2 Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang.

Bila dicermati lebih dalam, UU No. 24 tahun 1992 tentang penataan ruang pasal 12 disebutkan bahwa penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah dan Masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa penataan ruang tidak akan dapat diimplementasikan jika tidak melibatkan masyarakat dalam semua prosesnya. Pada kenyataannya, praktek-praktek penataan ruang masa lalu yang hanya melibatkan elit-elit politik atau representatif (biasanya DPR/DPRD) dan menafikan pelibatan masyarakat, terbukti telah mengakibatkan penataan ruang tidak diikuti oleh semua pihak. Sering kali rencana tata ruang sebagai produk perencanaan ruang dan bagian dari proses penataan ruang hanya menjadi koleksi perpustakaan atau lemari instansi pemerintah.

Dengan demikian, sangat jelas bahwa pelibatan masyarakat dalam penataan ruang merupakan suatu keharusan dan menjadi prinsip dasar yang harus diterapkan dalam pelaksanaan penataan ruang.

I.3 Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 tentang Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.

Peraturan Pemerintah No. 69/ 1996 sebagai turunan dari Undang-undang No. 24/ 1992 tentang Penataan ruang secara jelas menjamin adanya pelibatan masyarakat dalam penataan ruang. Hal ini ditujukkan dalam pasal demi pasal yang terkandung dan secara garis besar menetapkan hal-hal sebagai berikut:

1. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Masyarakat

a. Dalam kegiatan penataan ruang, masyarakat berhak:

Berperan serta dalam proses penataan ruang mulai dari perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;

Mengetahui secara terbuka proses penataan ruang;

Menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan ruang;

Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.

b. Dalam kegiatan penataan ruang masyarakat wajib untuk:

Berperanserta dalam memelihara kualitas ruang;

Berlaku tertib dalam keikutsertaannnya dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.2. Pemerintah berkewajiban untuk mensosialisasikan seluruh proses penataan ruang baik pada tingkat nasional, propinsi, kabupaten/ kota, bagian kota, dan kawasan tertentu dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan masukan dan saran untuk perbaikan proses penataan ruang.

3. Bentuk dan tatacara peranserta masyarakat dalam penataan ruang baik dalam tahap perencanaan, pemanfaatan, pengendalian dan pemanfaatan dilakukan sesuai tingkatan wilayah (nasional, propinsi, kabupaten/kota).

4. Secara kelembagaan, pemerintah diwajibkan untuk terus meningkatkan pelibatan masyarakat sehingga masyarakat menjadi paham tentang hak dan kewajibannya dalam penataan ruang.

Berdasarkan muatan-muatan Peraturan Pemerintah ini, sangat jelas bahwa seluruh pelaku pembangunan termasuk masyarakat didalamnya dijamin hak dan kewajibannya untuk berpartisipasi dalam penataan ruang. Masyarakat dapat dengan inisiatifnya sendiri berperan serta dan memberikan masukan terhadap proses penataan ruang yang terjadi dan terhadap rencana ruang dimasa yang akan datang.A.4 Peraturan Mendagri Nomor 9 tahun 1998 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah

Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1996, maka perlu ditetapkan Permendagri tentang Tata Cara Peranserta Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah. Hal-hak yang terkandung didalam Permendagri tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan dan penetapan rencana tata ruang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan peran serta masyarakat.

2. Peranserta masyarakat dapat dilakukan oleh orang seorang, kelompok orang, termasuk masyarakat hokum adat, kelompok profesi, kelompok minat, dan badan hukum.

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Kepala Daerah dibantu Bappeda tingkat I/II dan TKPRD tingkat I/II berperan dalam menerima dan memperhatikan saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan atau masukan yang disampaikan masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang.

4. Tata cara peranserta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang di Daerah meliputi tahap: persiapan, penentuan arah pengembangan, identifikasi potensi dan masalah pembangunan, perumusan perencanaan tata ruang, dan penetapan rencana tata ruang.

5. Pemerintah Daerah menyelenggarakan pembinaan untuk menumbuhkan serta mengembangkan kesadaran, memberdayakan dan meningkatkan tanggung jawab masyarakat dalam penataan ruang.

A.5 Draft Kepmen Permukiman dan Prasarana Wilayah tentang Pedoman Pelibatan Masyarakat dalam Pemanfaatan Ruang.

Dalam rangka mengoperasionalisasi pelibatan masyarakat dalam penataan ruang, pemerintah melalui Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah telah mencoba untuk menyusun Pedoman Pelibatan Masyarakat dalam Pemanfaatan Ruang. Pedoman ini merupakan bagian dari upaya mewujudkan penataan ruang yang meliputi perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, dan sebagai sub dari pedoman-pedoman yang ada.

Dalam proses penyusunannya, pedoman ini dilakukan dengan melakukan serangkaian diskusi dengan pihak-pihak terkait dalam penataan ruang seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga profesional, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Perguruan Tinggi, Kelompok Masyarakat, dan instansi pemerintah sendiri baik ditingkat pusat maupun daerah.

Adapun muatan-muatan yang terkandung didalam Pedoman Pelibatan Masyarakat dalam Penataan Ruang secara garis besar mencakup :

1. Pengertian Peranserta dan Pelibatan Masyarakat dalam pemanfaatan ruang.

2. Prinsip Dasar dari Peranserta dan Pelibatan Masyarakat dalam pemanfaatan ruang.

3. Tujuan dan Ruang Lingkup Pelibatan Masyarakat

4. Peran Masing-masing Stakeholder

5. Mekanisme Dan Prosedur Pemanfaatan Ruang

6. Kelembagaan Dan PembiayaanPerlu diakui bahwa proses pelibatan masyarakat dalam penataaan ruang termasuk dalam teori lama tetapi praktek yang baru. Dengan demikian, pedoman ini masih sangat membutuhkan banyak penyempurnaan dan diskusi yang menyeluruh dengan pelaku pembangunan sehingga pada akhirnya dapat muncul kesepakatan bersama untuk melaksanakannya.A.6 Agenda Pelibatan Masyarakat dalam Penataan Ruang

Perlu diakui bahwa upaya pelibatan masyarakat dalam penataan ruang guna mendukung pembangunan kota, pembangunan perdesaan dan pembangunan kawasan-kawasan tertentu masih harus terus diperjuangkan. Meskipun demikian, hal yang paling penting adalah adanya semangat untuk terus berusaha dan berpikir positif dalam mewujudkan pelibatan masyarakat dalam penataan ruang.

Berdasarkan tuntutan masyarakat dan peraturan perundang-undang yang berlaku dan terkait dengan pelibatan masyarakat dalam penataan ruang, agenda pelibatan masyarakat dalam penataan ruang dimasa yang akan datang adalah :

1. Menyusun pedoman (norma, standar, pedoman, manual, kriteria) tentang pelibatan masyarakat dalam penataan ruang yang mencakup perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

2. Kampanye penyadaran masyarakat (public awarness).

3. Public services (konsultasi publik, menerima pengaduan, dan sebagainya).4. Public campain, untuk mendorong masyarakat untuk peduli akan proses dan hasil serta implementasi penataan ruang.

5. Mengembangkan sistem informasi penataan ruang yang melibatan masyarakat sehingga tercipta transparansi dan akuntabiliti dari proses penataan ruang yang dilaksanakan dan akan dilaksanakan dimasa yang akan datang dalam rangka mewujudkan good governance.

6. Mengembangkan jaringan kemitraan dan mendorong perkuatan kelembagaan melalui forum diskusi, dialog, dan tukar pikiran dengan pelaku pembangunan seperti LSM, Lembaga Profesi, Perguruan Tinggi, dan kelompok masyarakat lainnya.

7. Meningkatkan sosialisasi proses perencanaan, pemanfaatan beserta produk-produk penataan ruang kepada masyarakat sehingga kebijakan yang disusun dapat transparan dan akuntabel serta mampu terus meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam penataan ruang.B. Paradigma Baru Pelibatan Masyarakat Dalam Penataan RuangDalam rangka menerapkan penataan ruang untuk pada akhirnya mewujudkan pengembangan wilayah seperti yang diharapkan, maka terdapat paradigma yang harus dikembangkan sebagai berikut:

Otonomi Daerah (UU No.22/1999) tentang Pemerintahan Daerah, mengatur kewenangan Pemerintah Daerah dalam pembangunan. Paradigma ini akan memperpendek jarak dan birokrasi dalam pengambilan keputusan. Kondisi tersebut sekaligus akan mendorong dan memberi porsi yang lebih besar pada keterlibatan masyarakat.

Pembangunan wilayah tidak terlepas dari pembangunan dunia (globalisasi), investor akan menanamkan modalnya di daerah yang memiliki kondisi politik yang stabil dan didukung sumberdaya yang memadai;

Mendorong kemitraan atau peran masyarakat dengan pelaku lainnya; Pemberdayaan Masyarakat. Pendekatan pemberdayaan masyarakat merupakan tuntutan yang harus dipenuhi dalam era yang serba transparan sekarang ini.

Good Governance Iklim dan kinerja yang baik dalam pembangunan perlu dijalankan. Karakteristiknya adalah partisipasi masyarakat, transparasi, responsif dan akuntabilitas.B.1 Tuntutan Masyarakat Terhadap Penataan Ruang

Seiring dengan demokratisasi yang menjadi tuntutan bersama masyarakat Indonesia dalam rangka mewujudkan masyarakat yang madani (civil society), maka hal ini pun tidak luput berimbas terhadap proses penataan ruang. Berdasarkah hal tersebut, prinsip-prinsip penataan ruang yang pada umumnya dituntut masyarakat mencakup :

a) Masyarakat harus dijadikan ujung tombak dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi (growth) nasional.

b) Perlu adanya upaya penguatan dan fasilitasi peran masyarakat aga mampu menciptakan daya saing ekonomi baik internal maupun eksternal dalam kerangka pengembangan ekonomi kerakyatan.

c) menciptakan sumber daya manusia yang ulet, pandai, tangguh, dan berdaya tahan tinggi.

d) Tercipta transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses penataan ruang.

e) Penataan ruang (khususnya pemanfaatan ruang) harus responsif dengan kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut, guna mewujudkan peran masyarakat yang seutuhnya, proses pelibatan masyarakat tidak boleh berhenti sampai pada tahap tokenism yaitu hanya bersifat konsultasi dan sosialisasi, akan tetapi harus terlihat jelas bahwa aspirasi masyarakat terefleksi dalam setiap proses penataan ruang. Oleh sebab itu, saluran-saluran aspirasi masyarakat harus diformulasikan secara jelas, sehingga apabila terjadi penyimpangan dilapangan dari proses penataan ruang, masyarakat dapat melakukan pengawasan dan berpartisipasi aktif.B.2 Reposisi Penataan Ruang

Dengan kuatnya kebijakan sentralisasi pada masa lalu membuat semakin tingginya ketergantungan daerah-daerah kepada pusat yang nyaris mematikan kreatifitas masyarakat beserta seluruh perangkat pemerintah di daerah. Sementara itu dalam era desentralisasi, partisipasi masyarakat dan azas keterbukaan cenderung untuk dijadikan pedoman dengan asumsi bahwa pelaksanaan prinsip tersebut akan menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, terdapat rasa memiliki masyarakat terhadap kebijakan yang ditetapkan dan muncul komitmen untuk melaksanakannya sehingga pembangunan yang berkelanjutan dapat diwujudkan.

Pada posisi lain dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan legitimasi untuk menyerahkan kewenangan dalam proses penyelenggaraan penataan ruang kepada daerah. Konsekuensi dari kondisi tersebut antara lain adalah memberikan kemungkinan banyaknya Kabupaten/Kota yang lebih memikirkan kepentingannya sendiri, tanpa memikirkan sinergi dalam perencanaan tata ruang dan pelaksanaan pembangunan dengan Kabupaten/Kota lainnya demi sekedar mengejar targetnya dalam lingkup kacamata masing-masing. Contoh yang bagus untuk dikemukakan disini adalah adanya keinginan dari Kabupaten/Kota yang bertetangga tetapi ingin membangun pelabuhan sendiri-sendiri tanpa memperhatikan kepentingan wilayah yang lebih luas.

Kondisi tersebut bisa menjadi persoalan pembangunan apabila tidak diikat dengan satu kerangka keterpaduan yang mengedepankan kepentingan wilayah atau kawasan yang lebih luas dan dalam kerangka Negara Kesatuan Rebublik Indonesia (NKRI). Untuk mensinerjikan kepentingan masing-masing Kabupaten/Kota diperlukan satu dokumen produk penataan ruang yang bisa dijadikan pedoman untuk menangani berbagai masalah lokal, lintas wilayah, dan yang mampu memperkecil kesenjangan antar wilayah yang disusun dengan mengedepankan peran masyarakat secara intensif.

Rencana tata ruang ini tidak hanya memberikan arahan program pembangunan untuk kepentingan pengembangan daerahnya tetapi sekaligus membantu mensinerjikan potensi antar wilayah dan mengoptimalkan kontribusi pada ekonomi nasional dan tugas-tugas lainnya yang memang menjadi national concern.

Memperhatikan hal-hal tersebut serta prioritas-prioritas pembangunan nasional dan dalam upaya mencari dan memantapkan peran baru penataan ruang, serta mendorong percepatan pelaksanaan otonomi daerah, maka Penataan Ruang disusun untuk mendorong sinergi antara berbagai prioritas pembangunan daerah dengan dukungan prasarana dan sarana wilayah serta memperhatikan berbagai upaya penanganan permasalahan strategis nasional, termasuk mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah melalui pendekatan pengembangan wilayah holistik.

Dalam penerapannya, terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:

a) Partisipatif, yaitu melibatkan stakeholder mulai dari penyiapan kerangka acuan, perencanaan tata ruang, sampai dengan pelaksanaan hingga pengendalian.

b) Menciptakan hubungan pusat dan daerah dengan baik dalam proses penataan ruang.

c) Dalam penyusunan penataan ruang perlu memperhatikan keberpihakannya kepada usaha kecil menengah, yang telah terbukti memberikan kontribusi kepada pendapatan nasional secara signifikan.

d) Perlu mengoptimalkan keterpaduan darat dan laut dalam satu sistem penataan ruang.

e) Perlunya memiliki kebijakan dan strategi yang konkrit, seperti keterpaduan program semua sektor, mengedepankan peran masyarakat, memperhatikan keunggulan lokal, akomodatif terhadap berbagai masukan, pembangunann yang konsisten dengan tata ruangnya, penegakan hukum yang konsisten, dan kerja sama antar wilayah.C. Prinsip, Tujuan, dan Kendala Pelibatan Masyarakat

C.1 Prinsip Pelibatan Masyarakat

Dalam kaitan dengan upaya untuk melibatkan masyarakat dalam penataan ruang guna mendukung pembangunan kota, maka beberapa prinsip dasar pelibatan masyarakat dalam penataan ruang adalah sebagai berikut:

1. Menempatkan masyarakat sebagai pelaku yang sangat menentukan dalam proses penataan ruang;

2. Memposisikan pemerintah sebagai fasilitator dalam proses penataan ruang;

3. Menghormati hak yang dimiliki masyarakat serta menghargai kearifan lokal dan keberagaman sosial budayanya;

4. Menjunjung tinggi keterbukaan dengan semangat tetap menegakkan etika;

5. Memperhatikan perkembangan teknologi dan profesional.

Prinsip-prinsip dasar tersebut dimaksudkan agar masyarakat sebagai pihak yang paling terkena akibat dari penataan ruang harus dilindungi dari berbagai tekanan dan paksaan pembangunan yang dilegitimasi oleh birokrasi yang sering tidak difahaminya.

C.2 Tujuan Pelibatan Masyarakat dalam Penataan Ruang

Sebagai pihak yang paling terkena akibat dari pemanfaatan ruang, masyarakat harus dilindungi dari berbagai tekanan dan paksaan pembangunan yang dilegitimasi oleh birokrasi yang sering tidak dipahaminya. Untuk itu perlu suatu upaya guna menempatkan masyarakat pada porsi yang seharusnya. Apabila dikaitkan dengan Good Governance, maka upaya membangun semangat peranserta masyarakat dalam penataan ruang bertujuan untuk :

1. Menumbuhkembangkan semangat akuntabilitas atau kesadaran atas hak dan kewajiban masyarakat dan stakeholder lainnya dalam memanfaatkan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

2. Meningkatkan kesadaran kepada pelaku pembangunan bahwa masyarakat bukanlah obyek pemanfaatan ruang, tetapi justru merekalah pelaku dan pemanfaat utama yang seharusnya terlibat dari proses awal sampai akhir dalam memanfaatkan ruang.

3. Mendorong masyarakat dan civil society organization atau lembaga swadaya masyarakat untuk lebih berperan dan terlibat dalam memanfaatkan ruang.

C.3 Kendala Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang

Beberapa hal pokok yang merupakan kendala utama dalam penataan ruang adalah :

a. Rendahnya pendidikan, pemahaman, kesadaran implementatif, konsistensi, dan komitmen di kalangan masyarakat akan peran yang seharusnya dapat dilakukan.

b. Kebijakan Pemerintah yang belum sepenuhnya berorientasi kepada masyarakat dan belum tingginya kesungguhan Pemerintah dalam mendukung dan mengalokasikan resources dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sehingga masyarakat tidak terlibat langsung dalam pembangunan.

c. Kurang terbukanya para pelaku pembangunan (masih adanya gap feeling) dalam menyelenggarakan proses penataan ruang yang menganggap masyarakat sekedar obyek pembangunan.

d. Masih rendahnya upaya-upaya pemerintah dalam memberikan informasi tentang akuntabilitas dari program penataan ruang yang diselenggarakan sehingga masyarakat merasa pembangunan yang dilaksanakan tidak memperhatikan aspirasinya.

e. Walaupun pengertian partisipasi masyarakat sudah menjadi kepentingan bersama (common interest), akan tetapi dalam prakteknya masih terdapat pemahaman yang tidak sama. Hal ini ditunjukkan dimana pemerintah sudah melakukan sosialisasi dan konsultasi dengan masyarakat, akan tetapi masyarakat merasa tidak cukup hanya dengan proses tersebut karena mereka menginginkan setiap keputusan yang diambil melibatkan mereka.

f. Masih sedikitnya produk pengaturan yang mengacu paradigma yang menempatkan komunitas sebagai subyek atau pelaku pembangunan.

Berdasarkan kendala-kendala yang terdapat diatas, upaya keras untuk mewujudkan partisipasi masyarakat yang sesungguhnya harus terus diupayakan. Upaya-upaya tersebut tidak akan berhasil jika hanya dilakukan oleh pemerintah. Mengingat hal tersebut, kerjasama dengan pihak-pihak terkait seperti perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (ornop), tokoh masyarakat, dewan perwakilan rakyat, dan pihak-pihak terkait lainnya harus terus diupayakan.D. Upaya Peningkatan Pelibatan Masyarakat

Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah dalam mendorong masyarakat agar dapat ikut terlibat dalam proses penataan ruang antara lain melalui pertemuan dengan warga, maupun berbagai kegiatan yang melibatkan forumforum warga, Lembaga Swadaya Masyarakat, swasta, DPR/DPRD dan pelaku pembangunan lainnya (organisasi non Pemerintah). Pelibatan masyarakat sejak dari perencanaan tata ruang merupakan keinginan dari Pemerintah mengingat bahwa bentuk rencana tata ruang yang aspiratif atau memenuhi aspirasi masyarakat sehingga rencana tersebut diakui dan dimiliki oleh masyarakat.Selain itu Departemen Kimpraswil juga terus mendorong bertumbuh kembangnya upaya yang dilakukan oleh UKMK, dan juga melakukan berbagai upaya-upaya seperti mendorong pembangunan perumahan bertumpu pada masyarakat (P2BPM) melalui program tribina (bina manusia, bina usaha dan bina lingkungan), penataan lingkungan permukiman kumuh baik di perkotaan maupun di perdesaan.

Dorongan tersebut juga dilakukan melalui paket program yang mencakup hal-hal sebagai berikut :

a) Komponen pemberdayaan sosial kemasyarakatan;

b) Peningkatan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan;

c) Pendayagunaan prasarana dan sarana;

d) Bantuan bergulir bersifat stimulatif untuk memugar rumah yang tidak/kurang layak huni;

e) Pemberdayaan kegiatan usaha ekonomi. Sebagai gambaran dari sebagian potret dan upaya terlibatnya masyarakat dalam proses penyelenggaraan Penataan Ruang beberapa profil singkat dari berbagai stakeholder dapat digambarkan sebagai berikut : IPGI (Indonesian Partnership on Local Governance Initiative), misalnya mencoba melakukan proses riset aksi di tiga kota sebagai upaya membangun body of collective knowledge tentang partisipasi dan governance.

BUILD (Breakthrough Urban Initiatives for Local Development), suatu program kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan UNDP/UNCHS yang bertujuan untuk meningkatkan peran Pemerintah Daerah dalam kerjasama dengan swasta dan masyarakat, khususnya fasilitasi stakeholders dalam pengelolaan pembangunan perkotaan. Program ini lebih ditekankan pada penciptaan good urban management dan good urban governance untuk kota kecil dan kota sedang, sehingga terbentuk suasana yang mengarah pada proses reinventing local goverments dan terbangun komitmen partisipasi masyarakat serta proses yang transparan. Untuk mencapai tujuan ini, ada 3 strategi yang ditempuh oleh BUILD yaitu:

1. Memperkenalkan reformasi dan membangun praktek-praktek partisipasi masyarakat dalam manajemen perkotaan;

2. Mendokumentasikan hasil-hasil tersebut untuk didesiminasikan ke kota lain;

3. Memanaj perubahan dengan mengkoordinasikan dan memonitor kinerjanya.

URDI (Urban and Regional Development Institute), melalui program Local Government Best Practise mencoba mengidentifikasi berbagai inovasi yang telah dikembangkan dan diimplementasikan Pemerintah Daerah. Hasil identifikasinya tentunya akan disebarluaskan dan diharapkan dapat menjadi katalis sekaligus energizer gerakan mewujudkan good government. CSOs (Civil Society Organisation), mengakatalis proses kesadaran menuju good governance di Indonesia, dengan:

PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) juga concern terhadap proses pemberdayaan masyarakat, yang antara lain melalui program hibah yang diberikan kepada pemerintah, NGOs, CBOs dan Universitas seperti:

Technical Assitance for Parliamentary and Public Participation. Wujudnya adalah mendukung dan melengkapi DPR dengan media center dan juga Poverty Allevation Throurgh Rural-Urban (PARUL).

United States Agency for International Development (USAID) telah mendorong penyusunan Pedoman Penyusunan Program Dasar Pembangunan Perkotaan (PDPP) untuk merespon pelaksanaan otonomi daerah beserta pelatihannya dan juga mendorong terbentuknya asosiasi propinsi dan asosiasi walikota.

Departement for International Development (DFIF) concern pula dalam pemberdayaan masyarakat melalui antara lain program hibah dan asistensi bagi pemerintah dan civil society dalam kerangka pengurangan kemiskinan dengan memberikan bantuan untuk upaya proses konsultasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.

Gesellschaft fur Technische Zusammenarbiet (GTZ), concern dalam pemberdayaan masyarakat melalui antara lain program technical cooperation seperti: Proyek Pendukung Pemantapan Penataan Desentralisasi. Selain itu juga memberikan small grant kepada LSM untuk gagasan yang dianggap inovatif dalam mendorong partisipasi dan good governance.

Bank Dunia, melalui program pinjaman, hibah dan investasi yang diberikan kepada pemerintah maupun masyarakat sipil, yaitu:

Learning and Innovation Loan (LIL)

Urban Poverty Project

Kecamatan Development Program (KDP)

Kabupaten Governance Reform Initiatives Program

ADB (Asian Development Bank) melalui program pinjaman dan technical assistence yang diberikan kepada pemerintah dan masyarakat sipil untuk memperbaiki kualitas governance.Pembangunan daerah menurut undang-undang nomor 5 tahun 2001 tentang rencana strategi pembangunan daerah Kabupaten Konawe adalah strategi dibuat untuk memperdayakan masyarakat dan daerah yang berbaris pada sumber daya alam, sumber daya manusia yang produktif, mandiri, memiliki daya saing.

BAB III

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yaitu pada wilayah Kabupaten Konawe dengan pertimbangan sebagai berikut :

Kabupaten Konawe merupakan salah satu lembaga eksekutif penting dan strategis dalam merupakan sistim administrasi umumnya dan administrasi pemerintahan khususnya pada Kabupaten Konawe

Kurang maksimalnya peran serta masyarakat dalam membantu pemeritah dalam pengembangan kota/wilayah Kabupaten Konawe dengan disertai berbagai kendala maupun hambatan-hambatan intern.

Jenis dan Sumber Data

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif yaitu data yang tidak berbentuk angka, namun berupa kata-kata, kalimat atau keterangan/informasi kualitatif, sedangkan data kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka. Data kualitatif maupun data kuantitatif tersebut akan dikumpulkan langsung dari responden selaku sumber primer maupun dari sumber-sumber sekunder seperti : dokumen-dokumen sebagian dari administrasi, data mengenai tata pelaksana fungsi dan tugas dalam administrasi pemerintah, laporan tahunan, dan lain-lain.3.3 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik analisis kualitatif yang dilengkapi dengan analisis kuantatif . dengan analisis kualitatif dimaksudkan akan dipaparkan data-data dan informan yang diproleh, kemudian dilakukan analisis dan interpretasi sesuai kecendrungan data. Sedangkan untuk analisis kuantitatif akan digunakan deskriptif kualitatif, yaitu tabel-tabel frekuensi dan persentase maupun tabel silang dan asisilang.

3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Adapun metode dan teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Studi kepustakaan (library research) dimana dilakukan kejadian kajian secara analitis terhadap sumber-sumber tertulis yang relevan seperti buku teks, majalah ilmiah, surat kabar dan lain-lain.

2. Studi lapangan (field research) dimana penulis mendatangi lokasi penelitian secara langsung. Dalam studi laporan ini akan digunakan 2 macam teknik yaitu : kuesioner untuk diisi sendiri oleh responden : melakukan pengamatan (observasi) terhadap proses pelaksanaan tata ruang/kota Kabupaten Konawe.

DAFTAR PUSTAKAHandayaningrat, Soewarno. 1989. Administrasi Pemerintah Dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: CV. Haji MasagungKatz, Saul K. 1991. Teori-Teori Pembangunan.

Tjkrowinoto, Moeljarto. 1991. Teori-Teori Pembangunan.

Tjkrowinoto, Moeljarto. 1991. Teori-Teori Pembangunan.

Kartasasmita, Ginanjar. 1997. Administrasi Pembangunan Perkembangan Pemikiran dan Prakteknya di Indonesia.Tugas MPAKEIKUTSERTAAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG/KOTA KABUPATEN KONAWE

ANDI DARMAWAN205 101 006FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

JURUSAN ILMU ADMINITRASI NEGARA

UNIVERSITAS LAKIDENDE

KONAWE

2008DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

i

DAFTAR ISI

ii

BAB I PENDAHULUAN

1

1.1 Latar Belakang

1

1.2 Rumusan Masalah

2

1.3 Tujuan dan Manfaat

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5A. Urgensi Penataan Ruang Dalam Rangka

Pengembangan Wilayah

4

B. Paradigma Baru Pelibatan Masyarakat

Dalam Penataan Ruang

15C. Prinsip, Tujuan dan Kendala Pelibatan Masyarakat

21D. Upaya Peningkatan Pelibatan Masyarakat

24BAB III METODE PENELITIAN

293.1 Lokasi Penelitian

293.2 Jenis dan Sumber Data

293.3 Teknik Analisis Data

303.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

30DAFTAR PUSTAKA

31 ESAHANKATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas segala limpahan berkah dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini.

Berbagai hambatan dijumpai dalam menyelesaikan proposal penelitian ini, namun berkat arahan yang diberikan oleh Dosen pembimbing sehingga terselesaikannya proposal penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini tidak mungkin dapat terwujud tanpa adanya bimbingan oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Pembimbing I dan Pembimbing II yang tak bosan-bosanya memberikan arahan kepaada penulis.

2. Bapak kepala kelurahan yang telah memberikan kesempatan untuk meneliti kepada penulis, sebagai lokasi penelitian.

Semoga bantuan dan budi yang telah diberikan oleh semua pihak mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, Amin

Konawe, Juni 2008

Penulis

PAGE