Kehilangan Minyak Cabe Kering

97
STUDI PENGARUH SUHU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KUALITAS CABAI KERING Oleh SRI RAHMAWATI PANTAN G 611 08 256 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 1

Transcript of Kehilangan Minyak Cabe Kering

Page 1: Kehilangan Minyak Cabe Kering

STUDI PENGARUH SUHU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KUALITAS CABAI KERING

Oleh

SRI RAHMAWATI PANTANG 611 08 256

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

1

Page 2: Kehilangan Minyak Cabe Kering

STUDI PENGARUH SUHU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KUALITAS CABAI KERING

Oleh

SRI RAHMAWATI PANTANG 611 08 256

SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada

Jurusan Teknologi Pertanian

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2012

ii

Page 3: Kehilangan Minyak Cabe Kering

STUDI PENGARUH SUHU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KUALITAS CABAI

HALAMAN PENGESAHAN

Judul :

Nama : SRI RAHMAWATI PANTANStambuk : G 611 08 256Program Studi : ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Disetujui1. Tim Pembimbing

Ir. Nandi K. Sukendar, M. App. Sc Prof. Dr. Ir. Abu Bakar Tawali Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui

2. Ketua Jurusan 3. Ketua Panitia Ujian Sarjana

Prof. Dr. Ir. Hj. Muliyati M.Tahir, MS Prof. Dr. Ir. Elly Ishak, M. Sc

NIP. 19570923198321 2 001 NIP. 19430717196903 2 001

Tanggal Lulus: 13 Juli 2012

iii

Page 4: Kehilangan Minyak Cabe Kering

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah sebagai ungkapan rasa syukur yang mendalam maka tiada

lain yang patut penulis puji selain Allah SWT dengan segala rahmat dan

hidayahNya telah memberikan kekuatan, kesehatan dan keteguhan kepada

penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada jurusan Teknologi Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar.

Penulis menghaturkan terima kasih banyak yang

sebesar-besarnya kepada Ir. Nandi K. Sukendar, M. App. Sc dan

Prof. Dr. Ir. H. Abu Bakar Tawali selaku pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan, kritikan, saran dan motivasi kepada penulis dalam

penyusunan skripsi. Tak lupa pula ucapan dan terima kasih kepada

Prof. Dr. Ir. Amran Laga, MS dan Februadi Bastian, STP., MS selaku penguji

yang telah meluangkan waktunya guna memberikan masukan dan petunjuk

menuju kesempurnaan dalam penyusunan skripsi ini.

Melalui kesempatan yang berharga ini penulis juga tak lupa mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Ketua Jurusan dan Staf Dosen beserta seluruh karyawan Jurusan Teknologi

Pertanian yang telah banyak memberikan pengetahuan kepada penulis

selama menempuh pendidikan.

2. Dekan Fakultas Pertanian dan para Pembantu Dekan, Karyawan dan Staf

dalam lingkup Fakultas Pertanian.

iv

Page 5: Kehilangan Minyak Cabe Kering

3. Ketua Panitia Seminar dan Ujian Sarjana Prof. Dr. Ir. Elly Ishak, M.Sc atas

luang waktunya dalam penyelesaian berkas-berkas ujian sarjana.

Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna, sama

halnya dengan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan tetapi penulis sadari bahwa kesalahan merupakan motivasi dan

pelajaran dalam meraih kesuksesan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

saran dan kritik untuk kesempurnaan lebih lanjut pada skripsi ini.

Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan mendapat

imbalan dan limpahan rahmat yang berlipat ganda dari Allah SWT. Dan semoga

laporan akhir ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, khususnya

penulis, Amien.

Wassalam

Makassar, Juli 2012

Penulis

v

Page 6: Kehilangan Minyak Cabe Kering

UCAPAN TERIMA KASIH

Proses penyusunan skripsi ini didukung dan dibantu oleh orang-orang yang

ada disekeliling penulis. Melalui kesempatan yang berharga ini penulis haturkan

banyak terima kasih kepada :

1. Ayahanda Abd. Hamid . Pantan dan Ibunda Kristina. R (Alm) yang tak perna

lelah mendoakan serta mengusahakan yang terbaik untuk penulis . Juga tak

lupa mengucapkan terima kasih kepada saudara – saudara penulis Kakanda

Surahmat Pantan, SPi, Kakanda Sudirman Pantan, ST, Adikku Sudarmina

Pantan, Adikku Mega Muliyanti Pantan dan Adikku Marfu Hamid Pantan

serta Adik Uzwa Iskandar yang selalu memberikan motivasi kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penulis.

2. Keluarga besar penulis Darmawati, SE, Ir. Arnah Maiseng, Siswati

Massora, SE, Ir. Massora, MSi, JB. Massora, Ir. Nur Parantean, MSi dan

seluruh keluarga yang tidak penulis tulis satu persatu namanya yang selama

ini telah memberikan dukungan yang sangat berarti kepada penulis.

3. Teman - teman “Tekpert08” terkhusus buat sahabat-sahabat penulis Meilty

Cristy Ishak, Emi Hudria, Reskiyani Hasan K, Reskiyati Wiradhika, Nur

Ilma, Andi Marina Reski dan Nesha PRM Sitompul yang telah banyak

membantu penulis.

4. Saudara saudari penulis warga KMJTP UH yang selama ini telah memberikan

banyak pelajaran buat penulis berupa pengalaman yang sangat berharga

buat penulis selama berproses di HIMATEPA UH.

vi

Page 7: Kehilangan Minyak Cabe Kering

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Sri Rahmawati Pantan., lahir di Mangkutana 26 juni

1990. Penulis dilahirkan dari pasangan Abd. Hamid

Pantan dan Kristina R (Alm) yang merupakan anak ke tiga

dari 6 bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah dijalani

adalah :

1. Sekolah Dasar Negeri 325 Balai Kembang (1996 -2002).

2. Sekolah Menengah Pertama (PMDS Putri Palopo) (2002-2005)

3. SMA Negeri Satu Mangkutana (2005-2008)

4. Pada Tahun 2008 penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri Universitas

Hasanuddin melalui jalur UMB pada Program Strata Satu (S1) dan tercatat

sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan

Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar.

Selama menjalani studi penulis pernah menjadi Asisten Pengantar

Komputer. Penulis juga aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi

Pertanian (Himatepa UH) dan pernah menjabat menjadi pengurus Anggota

Departemen Administrasi (2009/2010), Ketua Bidang Keilmuan dan

Keorganisasian (2010/2011) dan Anggota Biro Penelitian dan Pengembangan

(2011/2012).

vii

Page 8: Kehilangan Minyak Cabe Kering

STUDI PENGARUH SUHU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KUALITAS CABAI KERING1)”Study Influence Of Temperature Vacuum Frying To Quality Of Dry Chili”Sri Rahmawati Pantan2), Nandi K. Sukendar 3), Abu Bakar Tawali 3)

RINGKASAN

Telah dilakukan penelitian pengaruh tingkat suhu penggorengan pada kondisi vakum terhadap kualitas cabai keriting kering yang dihasilkan, sebagai alternatif baru upaya pengawetan cabai. Sampel cabai keriting segar dilakukan penggorengan pada tiga tingkat suhu yaitu 950C, 1050C dan 1150C dengan kondisi vakum yang sama. Ketiga produk tersebut diupayakan memiliki kadar air yang relatif sama yaitu 9,12% - 10,82%. Indikator kerusakan maupun penurunan mutu cabai kering didasarkan pada parameter vitamin C, intensitas warna, tingkat kepedasan, kadar minyak dan rendemen cabai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggorengan pada suhu 1050C menghasilkan produk yang bermutu relatif lebih baik berdasarkan tingkat penurunan yang relatif rendah untuk kadar vitamin C, intensitas warna, tingkat kepedasan, dengan kadar minyak yang relatif rendah. Penggorengan pada suhu tertinggi yakni 1150C menghasilkan cabai kering berkadar minyak tinggi yaitu 45% dibanding 21% pada suhu 1050C.

Kata kunci : Cabai Keriting Kering, Vakum Frying, Vitamin C, Intensitas Warna, Tingkat Kepedasan, Kadar Minyak

viii

Page 9: Kehilangan Minyak Cabe Kering

STUDI PENGARUH SUHU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KUALITAS CABAI KERING1)”Study Influence Of Temperature Vacuum Frying To Quality Of Dry Chili”Sri Rahmawati Pantan2), Nandi K. Sukendar 3), Abu Bakar Tawali 3)

ABSTRACT

Research about influence of the vacuum frying temperature on the quality of the resulting dried chilli curls, as a new alternative to chilli preservation efforts has been carried out. Samples of fresh chilli curls applied by three levels of frying temperatures were 950C, 1050C and 1150C with having the same vacuum conditions. All of the products moisture contents were set at the same relatively water contents is 9.12% - 10.82%. Indicator of damage or deterioration of dried chilli was its quality based on the parameters of vitamin C, intensity of color, spiciness levels, oil content and yield of dried chili. The results showed that the fried chilli produced at 1050C having relatively better quality, the product has relatively higher content of vitamin C, color intensity, the level of spiciness, with a relatively low oil content. Frying at a temperature of 1150C produced the highest oil content, which was as 45% compared to 21% at a temperature of 1050C.

Keyword : curly chili dry, vacuum frying, Vitamin C, color intensity, the level of spiciness, oil content.

ix

Page 10: Kehilangan Minyak Cabe Kering

DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR TABEL .................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiv

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .................................................................. 2

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................ 3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani Dan Jenis Cabai............................................................... 4

B. Proses Pengeringan Cabai......................................................... 7

C. Pasca Panen dan Kerusakan Cabai........................................... 10

D. Minyak Goreng ........................................................................... 13

E. Kerusakan Minyak....................................................................... 16

F. Vakum Frying.............................................................................. 18

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat ..................................................................... 24

B. Alat dan Bahan ........................................................................... 24

C. Prosedur Penelitian .................................................................... 24

1. Persiapan Bahan .................................................................... 24

2. Penggorengan Cabai Keriting ................................................ 25

D. Perlakuan Penelitian.................................................................. 27

E. Parameter Pengamatan ............................................................. 27

F. Pengolahan Data ........................................................................ 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penelitian Pendahuluan ............................................................. 31

B. Penelitian Utama......................................................................... 31

1. Kadar Air ............................................................................... 32

2. Vitamin C ................................................................................ 34

x

Page 11: Kehilangan Minyak Cabe Kering

3. Warna...................................................................................... 37

4. Tingkat Kepedasan ................................................................ 38

5. Kadar Minyak ......................................................................... 40

6. Rendemen............................................................................... 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................. 45

B. Saran .......................................................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 47

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... 48

xi

Page 12: Kehilangan Minyak Cabe Kering

DAFTAR TABEL

NO JUDUL HALAMAN

1. Pengelompokan Cabai dan Kegunaannya dalam Perdagangan Internasional Menurut Tingkat Kepedasan ..................................... 7

2. SNI Cabai Kering ........................................................................... 10

3. Hasil Uji Beda Tingkat Kepedasa Produk....................................... 37

xii

Page 13: Kehilangan Minyak Cabe Kering

DAFTAR GAMBAR

NO JUDUL HALAMAN

1. Berbagai Jenis Cabai........................................................................ 5

2. Struktur Kimia Capsaisin................................................................... 6

3. Bagian-bagian Vakum Frying............................................................ 19 4. Pengolahan Cabai Kering................................................................. 26

5. Hubungan Suhu Penggorengan Vakum Terhadap Kadar Air Cabai Kering...................................................................................... 33

6. Hubungan Suhu Penggorengan Vakum Terhadap Kadar

Vitamin C Cabai Kering..................................................................... 35

7. Warna Cabai Kering dan Warna Bubuk Cabai Pengambilan Gambar dengan Kamera Digital 14MP.............................................. 37

8. Hubungan Suhu Penggorengan Vakum Terhadap Kadar Minyak

Cabai Kering...................................................................................... 41 9. Hubungan Suhu Penggorengan Vakum Terhadap Rendemen

Cabai Kering...................................................................................... 43

xiii

Page 14: Kehilangan Minyak Cabe Kering

DAFTAR LAMPIRAN

NO JUDUL HALAMAN

1. Gambar 10. Alat Penggorengan Hampa “Vakum Frying”................. 48

2. Gambar 11. Cabai Keriting Sebelum Penggorengan....................... 48 3. Gambar 12. Cabai Keriting Setelah Penggorengan......................... 49 4. Gambar 13. Cabai Kering Sebelum Spinner ................................... 49

5. Gambar 14. Cabai Kering Setelah Spinner...................................... 50 6. Gambar 15. Cabai Keriting Kering.................................................... 50 7. Gambar 16. Cabai Kering Untuk Analisa.......................................... 51 8. Gambar 17. Uji Organoleptik Cabai Kering....................................... 51

9. Gambar 18. Tahap Analisa Kadar Vitamin C.................................... 52

10. Gambar 17. Tahap Analisa Kadar Minyak Cabai.............................. 52 11. Tabel 4. Hasil Analisa Kadar Air Cabai............................................. 53 12. Tabel 5. Hasil Analisa Kadar Vitamin C Cabai.................................. 53 13. Tabel 6. Hasil Analisa Kadar minyak Cabai...................................... 53

14. Tabel 7. Hasil Perhitungan Rendemen Cabai................................... 53

xiv

Page 15: Kehilangan Minyak Cabe Kering

xv

Page 16: Kehilangan Minyak Cabe Kering

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cabai adalah buah dan tumbuhan anggota genus Capsicum. Buahnya

dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana

digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat populer di

Indonesia sebagai penguat rasa makanan, sebelum dijadikan bumbu pada

bahan pangan cabai biasanya diolah menjadi cabai kering yang kemudian

dijadikan bubuk cabai.

Cabai keriting merupakan salah satu jenis cabai yang memiliki warna

dan tingkat kepedisan yang baik sehingga banyak dimanfaatkan sebagai

penguat rasa dalam makanan. Ketersediaan cabai segar bersifat terbatas

apalagi pada saat musim penghujan. Hal ini menyulitkan para petani untuk

menyediakan permintaan konsumen cabai, karena itu diperlukan metode

pengawetan cabai salah satunya adalah dengan metode pengeringan yang

menghasilkan cabai kering.

Pengeringan cabai dapat dilakukan dengan cara pengeringan sederhana

dan pengeringan buatan atau dengan bantuan alat. Keuntungan dari

pengeringan adalah bahan pangan dapat menjadi lebih awet, volume bahan

menjadi lebih kecil dan ringan serta mempermudah dan menghemat ruang

pengangkutan dan penyimpanan, sehingga pada akhirnya dapat memperkecil

biaya produksi, terutama apabila dilakukan dalam jumlah besar.

Page 17: Kehilangan Minyak Cabe Kering

2

Pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran, pengeringan

buatan (oven) atau dengan penggorengan (vakum/biasa). Penjemuran sangat

tergantung pada musim sedangkan pengeringan buatan dengan metode oven

membutuhkan waktu lama, karena dilakukan pada suhu yang relatif rendah

dan tidak vakum. Metode pengeringan dengan cara penggorengan vakum

selain memerlukan waktu yang relatif singkat juga dapat memperkecil tingkat

kerusakan akibat suhu pemanasan pada tekanan atmosfer.

B. Rumusan Masalah

Pengeringan cabai merupakan salah satu cara untuk mengawetkan

cabai, sebelum diolah menjadi bubuk cabai. Pengeringan cabai dapat

dilakukan salah satunya yaitu pengeringan dengan penggorengan vakum

frying. Pengeringan cabai dengan metode vakum frying sangat bergantung

pada suhu penggorengan. Perbedaan suhu penggorengan akan berpengaruh

terhadap mutu cabai goreng (kering). Oleh karena itu pada penelitian ini akan

dilakukan penggorengan vakum dengan menggunakan suhu yang berbeda

yaitu 95oC, 105oC dan 115oC dan menganalisa perubahan sebelum dan

setelah penggorengan cabai.

Page 18: Kehilangan Minyak Cabe Kering

3

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

a. Untuk mengetahui pengaruh metode vakum frying terhadap mutu cabai

kering yang dihasilkan.

b. Untuk membuat cabai kering yang memiliki mutu baik.

Kegunaan penelitian ini yaitu untuk membuat cabai kering dengan

menerapkan metode pengeringan menggunakan vakum frying dan

menganalisa perubahan yang terjadi pada cabai kering.

Page 19: Kehilangan Minyak Cabe Kering

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani dan Jenis Cabai

Cabai merupakan tanaman perdu dari family terung-terungan

(solanaceae). Keluarga ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2000

spesies yang terdiri dari tumbuhan herba, semak, dan tumbuhan kerdil

lainnya. Dari banyaknya spesies tersebut, hampir dapat dikatakan sebagian

besar merupakan tumbuhan negeri tropis. Namun, secara ekonomis yang

dapat atau sudah dimanfaatkan baru beberapa spesies saja.Tanaman cabai

berasal dari daratan Amerika Tengah hingga Amerika Selatan dan Peru.Cabai

dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu Cabai besar (Capsicum annum

L.) dan Cabai kecil atau rawit (C apsicum frutescens L.)

(Setiadi, 1995).

Di pasaran, dikenal cabai merah keriting, cabai merah besar, cabai

hijau, dan cabai rawit. Sesuai dengan namanya, cabai merah keriting

berbentuk panjang mengeriting atau bergelombang, ramping, kulit buah tipis,

lebih tahan simpan, dan rasanya relatif pedas dibandingkan cabai merah

besar dan cabai hijau. Cabai merah besar adalah cabai besar yang buahnya

rata atau halus, agak gemuk, kulit buah tebal, kurang tahan simpan, dan tidak

begitu pedas, sedangkan cabai hijau adalah cabai merah besar atau cabai

keriting yang dipetik ketika masih muda dan belum berubah warnanya

menjadi merah. Cabai rawit adalah cabai berwarna hijau, ukurannya kecil

dengan bentuk sedikit keriting dan rasanya lebih pedas dibandingkan cabai

merah keriting, cabai merah besar, dan cabai hijau (Sembiring, 2009).

Page 20: Kehilangan Minyak Cabe Kering

5

Cabai Merah Keriting merupakan cabai jenis hibrida. Potensi hasil

mencapai 14 t/ha dan dapat dipanen pertama umur 80 – 85 hari setelah

tanam (hst). Tinggi tanaman ± 65 cm, diameter buah ± 1,3 cm dan panjang

buah ± 12 cm. Bentuk buah bulat panjang ramping, kulit buah tidak rata,

kadang-kadang melengkung. Ditanam di dataran rendah maupun tinggi, rata-

rata per batang menghasilkan 0,8 - 1,2 kg. Secara normal panen dapat

dilakukan 12 - 20 kali (Sherly dkk., 2010). Beberapa jenis cabai dapat dilihat

pada Gambar 01.

Cabai rawit Paprika Cabai merah besar

Cabai kriting Pimento Bhut Jolokia

Red savina papper Habanero Papper Thai Papper

Gambar 01. Berbagai Jenis Cabai

Page 21: Kehilangan Minyak Cabe Kering

6

Jika cabai dibelah, maka kita akan menemukan tangkai putih di

dalamnya yang mengandung zat capsaicin. Zat capsaicin ini seperti minyak dan

menyengat sel-sel pengecap lidah. Zat capsaicin inilah yang mengakibatkan

cabe menjadi terasa pedas dan panas di lidah saat kita mengkonsumsinya.

Selain itu, capsaicin ini juga dapat membuat para pengkonsumsinya merasa

ketagihan dan kecanduan.Itulah alasan yang membuat banyak orang begitu

menyukai, bahkan tidak mau berhenti mengkonsumsi cabai. Jika dikonsumsi

dalam jumlah terlalu banyak, cabe dapat mengakibatkan sakit perut yang

dahsyat bagi pengkonsumsinya (Realmaya, 2007). Strukstur kimia capsaisin

dapat dilihat pada Gambar 02.

8-metil-N-vanilil-6-nonenamida

Gambar 02. Struktur kimia capsaicin

Cita rasa pedas pada cabai disebabkan adanya senyawa capsaicin.

Tingkat kepedesan buah cabai berbeda-beda sesuai dengan jenisnya. Tingkat

kepedesan cabai besar secara garis besar dapat dikelompokkan seperti pada

Tabel 01 (Nawangsih dkk., 2000).

Page 22: Kehilangan Minyak Cabe Kering

7

Tabel 01. Pengelompokkan Cabai dan Kegunaannya dalam Perdagangan Internasional Menurut Tingkat Kepedesan (Scoville Rating)

No KelompokKepedesan

(Scoville Rating)

Kandungan Warna Manfaat

1Cabai sangat

pedas175.000 -

70.00040 – 100 Merah

Ekstrak oleoresin

2Cabai

kepedesan pertengahan

70.000 -30.000 20 – 40 MerahBahan

Campuran rempah

3Cabai

kepedesan kurang

0 - 35.000 0 – 20 MerahSerbuk cabai

4Cabai tidak

pedasMerah

Tua

Bahan pewarna

dan bumbu

B. Proses Pengeringan Cabai

Pengeringan cabai dapat dilakukan dengan cara pengeringan alami dan

pengeringan buatan. Pada pengeringan alami, cabai dijemur selama ± 8 – 10

hari dengan panas matahari. Apabila cuaca kurang baik, pengeringan relatif

lama (12 – 15 hari). Cara ini biayanya cukup murah, tetapi kelemahannya

sangat tergantung pada cuaca dan dapat mengakibatkan turunnya kualitas

cabai kering yang dihasilkan (Hasbullah, 2012).

Guna mempercepat waktu pengeringan serta meningkatkan kualitas cabai,

pengeringan dilakukan dengan pengering buatan (oven) pada suhu 60 °C

selama 10 – 15 jam. Pada tahap ini suhu alat pengering harus diperhatikan

jangan sampai melebihi 60°C. Saat pengeringan, bahan sebaiknya dibolak-balik

setiap 3 – 4 jam agar keringnya merata. Pengeringan dapat diakhiri apabila

Page 23: Kehilangan Minyak Cabe Kering

8

kadar air telah mencapai 7 – 8 % atau bila cabai merah kering sudah mudah

dipatahkan. Penyusutan berat sekitar 50 – 60% (Hasbullah, 2012).

Cabai kering dapat dipasarkan dalam bentuk cabai kering utuh dan cabai

yang telah digiling atau cabai bubuk. Cabai kering merupakan salah satu

produk cabai yang paling mudah pengolahannya. Cabai dijemur atau

dikeringkan sampai kadar dibawah 5%. Setelah itu, cabai kering dapat dikemas

dan dipasarkan, atau digiling sampai halus menjadi cabai bubuk sebelum

dikemas dan dipasarkan. Cabai kering bubuk dapat diolah menjadi berbagai

produk pangan seperti saus, sambal, atau bumbu lainnya

(Hasbullah, 2012).

Langkah-langkah pengeringan cabai yang biasanya dilakukan adalah

sebagai berikut (Nussanda, 2009) :

1. Kotoran atau benda lain yang menganggu pada cabai dibersihkan. Setelah

bersih dilakukan sortasi, yaitu memisahkan buah yang rusak dari yang baik

dan memilih jenis buah yang derajat kemasakannya serta kesegarannya

sama. Hal ini untuk mendapatkan bahan dasar yang berkualitas baik.

2. Pencucian dan sortasi basah dilakukan sebelum cabai dibelahan dibuang

tangkainya. Tujuannya mempercepat pengeringan dan memberikan warna

serta rasa cabai kering yang lebih baik. Pisau yang digunakan untuk

membelah harus tajam dan terbuat dari baja yang tahan karat (stainless

steel).

3. Setelah cabai dibelah, kemudian dicelupkan ke dalam air mendidih selama

6 menit. Perlakuan ini disebut sebagai blatching. Dengan perlakuan

tersebut akan diperoleh waktu pengeringan yang lebih cepat,

Page 24: Kehilangan Minyak Cabe Kering

9

mempertahankan warna cabai dan memperpanjang ketahanan simpan

khususnya penyimpanan dalam kantong palstik. Untuk memperbaiki dan

mempertahankan warna cabe kering, sebaiknya ke dalam air blanching

ditambahkan 0,2% kalium metabisulfit.

4. Sehabis diblanching, cabe ditiriskan untuk kemudian dilakukan

pengeringan. Pengeringan dapat dilalukan langsung di bawah sinar

matahari atau dengan menggunkan alat pengering buatan. Yang perlu

diperhatikan disini adalah penyusunan cabe pada tempat pengeringan,

tidak boleh terlalu tebal, sebab dapat memperlambat waktu pengeringan.

Untuk memperoleh derajat kekeringan yang merata, selama pengeringan

bahan dibolak-balikkan. Cabai kering yang sudah diperoleh perlu disortasi

sekali lagi untuk mendapatkan ukuran dan tingkat kekeringan yang

seragam.

5. Setelah proses pengeringan selesai, barulah kemudian disimpan atau

dibungkus dengan kantong plastik atau botol plastik. Bahan yang sudah

terbungkus itu harus disimpan di ruangan yang kering dan bersih serta

kelembabannya rendah.

Menurut beberapa penelitian, cabai kering yang disimpan selama lebih

dari 26 minggu kadar airnya meningkat diatas 13% dan cabai kering tersebut

mulai rusak karena jamur dan serangga. Cabai merah kering utuh umumnya

mengalami kerusakkan oleh serangan kapang Aspergillus Flavus. Sedangkan

pada cabai merah kering bubuk kerusakkan disebabkan oleh serangga

Ephestia cautella, Tribolium castaneum, Oryzae philus surinamensis dan

Page 25: Kehilangan Minyak Cabe Kering

10

Lasiodermaserri corne (Nussanda, 2009). SNI cabai kering menurut standar

perdagangan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 02.

Tabel 02. SNI Cabai Kering menurut standar perdagangan Indonesia (SP-56-1977).

Karakteristik Syarat Metode PengujianMutu I Mutu II

Bau dan Rasa Khas Khas OrganoleptikBerjamur dan berserangga % b/b maks

Tidak ada 3,0 SP-SMP-35-1995 Isor-927-1969 (E)

Excreata mg/Kg maks

2,0 3,0 SP-SMPS32-1975 Isor-927-1969 (E)

Ka % b/b maks 11 11 SP-SMP-7-1975 Isor-927-1969 (E)

Benda Asing % b/b maks

1.0 1.0 SP-SMP-32-1975 Isor-927-1969 (E)

Buah cacat % b/b maks

5.0 5.0 SP-SMP-32-1975 Isor-927-1969 (E)

Sumber : Standar perdagangan Indonesia (SP-56-1977).

C.Pasca Panen dan Kerusakan Cabai

Sebelum cara pengeringan cabai dimulai, perlu lebih dahulu diperhatikan

penanganan saat panen. Selama panen berlangsung sampai pengangkutan ke

tempat pengolahan, harus dilakukan secara hati-hati. Jangan sampai terjadi

kerusakan mekanis, karena kerusakan ini dapat mengakibatkan kerusakan

biologis cabai sehingga cepat menjadi busuk. Juga pada saat pemetikan harus

dilakukan terhadap buah yang sudah benar-benar masak supaya diperoleh

hasil yang seragam (Hasbullah, 2012). Jenis kerusakan yang terjadi pada cabai

terutama vitamin C dan Warna.

Page 26: Kehilangan Minyak Cabe Kering

11

a. Vitamin C

Cabai merupakan tanaman yang memiliki komponen antioksidan

yang tinggi, seperti asam askorbat, total fenol, dan pigmen karotenoid.

Kandungan lain pada cabai yaitu protein dan vitamin yang berguna bagi

tubuh. Vitamin C adalah salah satu asam organik beratom karbon 6 yang

memiliki dua bentuk molekul aktif yaitu bentuk tereduksi (asam askorbat)

dan bentuk teroksidasi (asam dehidroaskorbat). Apabila asam

dehidroaskorbat teroksidasi lebih lanjut maka akan berubah menjadi asam

diketoglukonat yang tidak aktif secara biologis (Chuan, 2008).

Vitamin C merupakan vitamin yang disintesis dari glukosa dalam hati

dari semua jenis mamalia, kecuali manusia. Manusia tidak dapat

mensintesis asam askorbat di dalam tubuhnya karena tidak memiliki enzim

glunolaktone oksidase yang mampu mensintesis glukosa atau galaktosa

menjadi asam askorbat, sehingga harus disuplai dari makanan

(Padayatty, 2003).

Vitamin C mudah larut dalam air dan mudah rusak akibat

pemanasan. Vitamin C cukup stabil dalam kedaan kering dan dalam larutan

asam, namun tidak stabil dalam larutan alkali. Faktor yang menyebabkan

kerusakan vitamin C adalah lama penyimpanan, perendaman dalam air,

pemanasan dalam waktu lama, dan pemanasan dalam alat yang terbuat

dari besi atau tembaga (Almatsier, 2001).

Asam askorbat menurun dengan meningkatnya pemanasan. Sekitar

setengah dari kandungan vitamin C akan rusak akibat pemanasan. Jumlah

kandungan vitamin C yang hilang tergantung dari cara pemanasan yang

Page 27: Kehilangan Minyak Cabe Kering

12

dilakukan. Sumber vitamin C terdapat di dalam makanan terutama buah

buahan segar seperti jeruk, tomat, cabai, nanas, stroberi, dan sebagainya.

Kadar vitamin C pada sayuran segar lebih rendah. Konsentrasi vitamin C

yang paling tinggi pada buah-buahan segar terdapat pada kulitnya,

sedangkan pada daging buah dan biji memiliki konsentrasi vitamin C

rendah (Karadeniz dkk., 2006).

b. Warna

Warna merah pada cabai merah berasal dari kandungan pigmen

karotenoid,. Karotenoid merupakan suatu pigmen berwarna oranye,

merah, atau kuning. Senyawa karotenoid biasanya terdapat pada buah-

buahan berwarna merah yang merupakan suatu zat yang larut dalam lemak

atau pelarut organik, namun tidak larut di dalam air, gliserol, dan propilen

glikol. Senyawa ini sensitif terhadap alkali dan sangat sensitif terhadap

udara dan sinar terutama pada suhu tinggi. Istilah karoten digunakan untuk

zat yang memiliki atom C40 atau dengan rumus molekul C40H56

(Dutta dkk., 2005).

Karotenoid sangat sensitif terhadap terhadap panas, sehingga

mudah sekali mengalami kerusakan akibat pemanasan. Kecerahan pada

bahan pangan disebabkan karena pigmen yang terdapat pada kulit bahan

pangan tersebut. Penurunan kandungan karotenoid tergantung dari suhu

dan lama pengolahan, pemotongan atau penghancuran bahan. Hal yang

dapat dilakukan dalam mengurangi kemungkinan kerusakan kandungan

karotenoid adalah dengan mengurangi suhu dan lama pengolahan, serta

Page 28: Kehilangan Minyak Cabe Kering

13

mengurangi jeda waktu antara mengupas, memotong, dan menghancurkan

bahan. Pengolahan dengan menggunakan suhu tinggi dalam waktu yang

singkat merupakan alternatif yang baik dalam mengurangi penurunan

kandungan karotenoid. Kandungan gizi cabai merah segar per 100 gram

(Dutta dkk., 2005).

D. Minyak Goreng

Minyak dapat digunakan sebagai medium penggorengan bahan

pangan, misalnya keripik kentang, kacang dan dough nut yang

banyak dikonsumsi di restoran dan hotel. Dalam penggorengan,

minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa

gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan. Dalam proses

menggoreng, udara merupakan faktor utama penyebab kerusakan minyak

goreng. Dalam proses penggorengan, kontak antara udara dengan minyak

sulit untuk dihindarkan. Kerusakan minyak selama proses menggoreng akan

mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak

yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan

dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta

kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam

minyak. Kerusakan minyak karena pemanasan pada suhu tinggi, disebabkan

oleh proses oksidasi dan polimerisasi (Ketaren, 2005).

Pemilihan suhu penggorengan merupakan faktor yang menentukan mutu

hasil gorengan, yang dinilai berdasarkan rupa, flavor, lemak yang terserap dan

stabilitas penyimpanan serta faktor ekonomi. Mutu hasil gorengan dengan

Page 29: Kehilangan Minyak Cabe Kering

14

stabilitas penyimpanan yang baik dihasilkan pada suhu menggoreng yang

paling rendah. Walaupun penggunaan suhu yang lebih rendah dapat

memperbaiki mutu hasil gorengan, namun jarang diterapkan karna

pertimbangan ekonomis. Hal ini disebabkan karena penggunaan suhu tinggi

memerlukan biaya produksi yang lebih murah, dan waktu penggorengan relatif

lebih singkat. Suhu menggoreng yang optimum adalah sekitar 161oC-190oC.

Namun demikian, proses menggoreng pada suhu lebih rendah kadang-kadang

masih diterapkan (Kataren, 2005).

Proses pemurnian minyak melalui tiga tahapan menurut Kataren (2005)

adalah :

1. Bleaching (Pemucatan Warna) dan Filtrasi Pemucatan warna (yang lebih di

kenal dengan bleaching) di lakukan diatas pemanas atau di dalam

pengaduk dalam keadaan hampa udara (vacum air) dengan penambahan

serbuk pemutih Bleaching Eart untuk menurunkan kandungan warna pada

minyak pangan. Pada proses ini juga di turunkan atau dinetralisir apakah

masih terdapat kandungan phospat, sabun ataupun detergent serta logam

dan oeroxida lainnya dari komposisi hasil proses oksidasi. Banyaknya

Bleaching Eart yang ditambahkan antara 1% - 2% tergantung kualitas

Crude Oil, spesifikasi produk akhir yang diminta, type Bleaching Eart dan

temperature pemutihan Crude Oil tersebut. Di negara Malaysia, bleaching

dilakukan pada tekanan hampa udara 15 – 20 mmHg

pada 90 – 130oC selama 20 – 40 menit. Setelah proses bleaching selesai

di lakukan, langkah selanjutnya adalah menghilangkan jumlah kandungan

zat warna yang terasorbsi dalam minyak pangan melalui proses filtrasi.

Page 30: Kehilangan Minyak Cabe Kering

15

Setelah proses filtrasi, hasil minyak pangan kemudian disaring. Hasil dari

kesemua proses ini ditandai dengan adanya warna terang dari proses

Netralisasi pemucatan warna palm oil yang dikenal dengan BPO (Bleaching

Palm Oil).

2. Deodorizing (Penghilangan Bau) Deodorization adalah langkah yang paling

penting dalam proses pengolahan minyak pangan. Deodorization ini

dilakukan untuk menghilangkan bau tengik dan sekaligus untuk

menghasilkan minyak pangan yang berasa hambar. Hal ini dilakukan

dengan cara mengurangi atau menghilangkan tingkat penguapan relative

(tingkat oksidasi/Relative Vollatile Ordouferous) dan aroma yang ada pada

minyak pangan. Mengurangi tingkat oksidasi dilakukan dengan cara

mengurangi asupan free fatty acid (dibawah 0, 10%), kandungan Aldehyd,

keton, warna (dibawah 3 red pada pengukuran dengan Lovibond pada

”cell). Deodorization di lakukan dengan destilasi pada keadaan hampa

udara yaitu 2 – 5 torr, daerah kedap air dan pemanasan 230 – 250oC. untuk

melindungi minyak pangan dari proses oksidasi kembali, langkah yang

dapat dilakukan adalah dengan menghilangkan udara pada temperature

tinggi. Minyak pangan didinginkan pada suhu 55oC sebelum di alirkan ke

polishing filter. Hasil akhir pemurnian palm oil adalah Refined Bleached and

Deodorized (RBD) palm oil yang di gunakan sebagai bahan makanan.

3. Refining Process Pengolahan palm oil selain secara kimia juga dapat

dilakukan secara fisika. Perbedaan utama dari cara fisika dan kimia dari

pengolahan palm oil adalah pada proses deacidification (pengasaman) dan

deodorization. Proses ini di lakukan pada satu tempat khusus yang terbuat

Page 31: Kehilangan Minyak Cabe Kering

16

dari stainless stell dan tahan terhadap korosif oleh proses penetralan

(terutama senyawa alkali).

E. Kerusakan minyak

Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa

oksidasi dan hidrolitik, baik ensimatik maupun non-ensimatik. Kecepatan

kerusakan minyak dan lemak tersebut bergantung antara lain pada jenis

minyak, cara penggunaan (suhu tinggi atau rendah) dan karakteristik bahan

yang digunakan. Di antara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata

kerusakan karena oksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa.

Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak,

aldehid dan keton. Bau tengik atau ransid terutama disebabkan oleh aldehid

dan keton (Sudarmadji et. al., 1989).

Metode penggorengan hampa dalam pengeringan bahan pangan

memiliki nilai lebih karena akan terjadi penurunan laju kerusakan minyak dan

bahan. Pada penggorengan hampa air akan dapat diuapkan pada suhu yang

relatif rendah sebanding dengan penghampaan ruang penggorengan. Pada

penggorengan kentang dengan menggunakan tekanan hampa minyak goreng

dapat dipergunakan secara berulang sampai dengan jam ke – 90

(Yuniarto, 2006).

Warna minyak menjadi salah satu penentu dalam menilai kegiatan

operasi penggorengan.Kegiatan operasi penggorengan seharusnya segera

diberhentikan apabila warna minyak telah berubah secara permanen

dibandingkan dari warna asli.Hal ini terkait dengan oksidasi minyak yang dapat

Page 32: Kehilangan Minyak Cabe Kering

17

berbahaya terhadap konsumsi pangan. Untuk beberapa jenis operasi

penggorengan tertentu seperti kentang, sayur dan buah kualitas awal warna

minyak akan menjadi penentu terhadap mutu produk akhir dan keberlanjutan

penggunaan minyak dalam operasi penggorengan selanjutnya. Indeks warna

kemerahan minyak kelapa sawit apabila mencapai angka 10 harus segera

dibuang (Erickson,1994).

Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan

intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi

semakin gelap). Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak sawit

menjadi menurun. Bila suatu lemak dipanaskan, pada suhu tertentu timbul asap

tipis kebiruan. Titik ini disebut titik asap (smoke point). Bila pemanasan

diteruskan akan tercapai flash point, yaitu minyak mulai terbakar (terlihat nyala).

Jika minyak sudah terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu terjadinya

smoke point ini bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah asam lemak bebas. Jika

asam lemak bebas banyak, ketiga suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila

berat molekul rendah, ketiga suhu itu lebih rendah. Ketiga sifat ini penting

dalam penentuan mutu lemak yang digunakan sebagai minyak goreng

(Winarno, 2002).

Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan

asap tipis yang kebiru-biruan pada pemanasan tersebut.

Titik asap, titik nyala dan titik api adalah kriteria mutu yang terutama

pentingdalam hubungannya dengan minyak yang digunakan untuk menggoreng

(Ketaren, 1986).

Page 33: Kehilangan Minyak Cabe Kering

18

Titik asap minyak jagung, minyak biji kapas dan minyak kacang berkisar

pada suhu 232°C jika kandungan asam lemak bebasnya 0,01% dan 93°C jika

kandungan asam lemak bebasnya 100%. Tingkat ketidak-jenuhan hampir tidak

mempengaruhi titik asap lemak (Fardiaz et. al., 1992).

Pada saat menggoreng terlihat minyaknya berasap maka itu

menandakan titik lemak Jenuhnya sudah sangat tinggi dan menimbulkan

akroleln. Minyak goreng yang baik memiliki titik asap yang cukup tinggi, yaitu di

atas 250 derajat celcius. Namun bila minyak tersebut digunakan secara

berulang-ulang, titik asapnya akan menurun sehingga akrolein semakin cepat

terbentuk (Satrik, 2010).

Minyak yang telah terhirolisis, smoke point-nya menurun, bahan-bahan

menjadi coklat, dan lebih banyak menyerap minyak. Selama penyimpanan dan

pengolahan minyak atau lemak, asam lemak bebas bertambah dan harus

dihilangkan dengan proses pemurnian dan deodorisasi untuk menghasilkan

minyak yang lebih baik mutunya (Winarno, 2002).

F. Vacum Frying

Mesin penggoreng hampa (Vacum Frying) adalah mesin produksi untuk

menggoreng berbagai macam buah dan sayuran dengan cara penggorengan

hampa. Penggorengan vacuum merupakan cara pengolahan yang tepat untuk

menghasilkan kripik buah dengan mutu tinggi. Cara menggoreng dengan

menggunakan penggoreng vacuum (hampa udara), akan menghasilkan kripik

dengan warna dan aroma buah asli serta rasa lebih renyah dan nilai gizi tidak

Page 34: Kehilangan Minyak Cabe Kering

19

banyak berubah. Kerenyahan tersebut diperoleh karena proses penurunan

kadar air.aMenurut Affil (2011) bagian-bagian vakum frying meliputi :

Gambar 03. Bagian-bagian Vakum frying

Keterangan gambar 03:

1. Sumber panas 8. Kondensor

2. Tabung penggoreng 9. Saluran hisap uap air

3. Tuas pengaduk 10. Water-jet

4. Pengendali operasi 11. Pompa sirkulasi

5. Penampung kondensat 12. Saluran air pendingin

6. Pengukur vakum 13. Bak air sirkulasi

7. Keranjang penampung bahan

Fungsi Komponen-Komponen Vacum Fryer (Penggorengan Vakum)

menurut Affil, 2011 adalah :

1. Pompa Vakum (Saluran hisap uap air, water-jet, pompa sirkulasi, saluran

air pendingin dan pengukur vakum). Pompa tidak menggunakan

menggunakan element bergerak. Penghisapan menggunakan fluida

pendorong yang bekrja dengan prinsip venturimeter. Fluida pendorong

dapat berupa air, uap air dan gas takan tinggi yang dilewatkan pada nosel.

Energi tekan nosel diubah menjadi energi gerak. Tingginya kecepatan akan

menghasilkan hisapan diujung nosel tempat memancarnya fluida. Injektor

yang menggunakan air sebagai fluida penggerak disebut dengan water jet.

Page 35: Kehilangan Minyak Cabe Kering

20

2. Ruang Penggoreng (Tabung penggoreng, tuas pengaduk, keranjang

penampung bahan). Bagian ini adalah tempat pemanasan minyak yang

dapat dilengkapi dengan keranjang untuk pengangkat dan pencelup bahan

yang digoreng.

3. Kondensor (kondensor dan penampung kondensat). Bagian ini untuk

digunakan untuk mengembunkan uap air. Bahan pendingin kondensor

adalah air yang berasal dari sirkulasi penggerak water jet.

4. Pengendali operasi. Bagian ini untuk mengendalikan suhu dan tekanan

operasi.

5. Pemanas (sumber panas). Bagian ini berfungsi untuk memanaskan minyak.

Untuk industri kecil sebaiknya menggunakan gas sebagai bahan bakar

pemanas.

6. Spinner. Alat untuk memeras minyak yang masih terkandung pada bahan

pangan yang dihasilkan dengan prinsip spin.

Prinsip kerja vacum frying adalah menghisap kadar air dalam sayuran

dan buah dengan kecepatan tinggi agar pori-pori daging buah-sayur tiak cepat

menutup, sehingga kadar air dalam buah dapat diserap dengan sempurna.

Prinsip kerja dengan mengatur keseimbangan suhu dan tekanan vakum. Untuk

menghasilkan produk dengan kualitas yang bagus dalam artian warna, aroma,

dan ras buah-sayur tidak berubah dan wrenyah pengaturan suhu tidak boleh

melebih 85 C dan tekanan vakum antara 65 – 76 cmHg. Sebaiknya air dalam

bak penampung pada vacuum frying tidak mengandung partikel besi karena

dapat menyebabkan air keruh dan dapat merusak pompa vakum yang akhirnya

mempengaruhi kerenyahan keripik . Kondisi vakum ini dapat menyebabkan

Page 36: Kehilangan Minyak Cabe Kering

21

penurunan titik didih minyak dari 110º C – 200º C menjadi 80ºC – 100ºC

sehingga dapat mencegah terjadinya perubahan rasa, aroma, dan warna bahan

seperti mangga dan buahan lainnya. Bahan yang digoreng diletakkan di dalam

keranjang berangka segi empat yang bagian bawahnya terbuat dari bahan

tahan panas dan karat, dengan diameter sekitar 2 mm. keranjang dan

bahannya ditempatkan secara manual di dalam penggorengan. Faktor – faktor

yang mempengaruhi mutu akhir produk yang digoreng adalah kualitas bahan

yang digoreng, kualitas minyak goreng, jenis alat penggorengan dan sistem

kemasan produk akhir. Selama penyimpanan, produk yang digoreng dapat pula

mengalami kerusakan yaitu terjadinya ketengikan dan perubahan tekstur pada

produk.Ketengikan dapat terjadi karena minyak/ lemak mengalami oksidasi. Hal

ini dipengaruhi oleh mutu minyak, kondisi proses penggorengan dan sistem

pengemasan yang digunakan. Pada alat penggoreng vakum ini Uap air yang

terjadi sewaktu proses penggorengan disedot oleh pompa vakum. Setelah

melalui kondensor uap air mengembun dan kondensat yang terjadi dpat

dikeluarkan. Sirkulasi air pendingin pada kondensor dihidupkan sewaktu proses

penggorengan (Argo dkk., 2005).

Prosedur kerja penggunaan vakum frying panda bahan menurut Affil

(2011) yaitu :

1. Isi bak air sampai 3 cm dari permukaan bak sirkulasi.

2. Masukkan minyak goreng ke dalam tabung sampai dasar keranjang buah. 

3. Pastikan tombol pengendali suhu pada posisi off sewaktu menghubungkan

regulator LPG dengan tabung. 

Page 37: Kehilangan Minyak Cabe Kering

22

4. Periksa kedudukan jarum penyetel suhu pada 85°C-95°C, kemudian

hubungkan steker boks pengendali suhu dengan listrik 220 volt, minimal

1300 watt. 

5. Tekan tombol pengendali suhu pada posisi on dan nyalakan kompor gas. 

6. Setelah tercapai suhu yang diset (ditandai nyala kompor mengecil),

masukkan bahan maksimum sebanyak 3,5 kg ke dalam keranjang

penggoreng kemudian tutup. 

7. Pasang tutup tabung penggoreng dan kunci rapat-rapat, tutup kran pelepas

vakum, nyalakan pompa dengan menekan tombol besar dalam posisi on

pada boks pengontrol sambil membuka kran sirkulasi air di atas tabung jet,

tunggu hingga air keluar dari selang bagian atas kondensor. 

8. Setelah vakum meter menunjukkan angka -70 CmHg, turunkan keranjang

ke dalam minyak dengan memutar tuas pengaduk setengah putaran (180°).

Goyanglah tuas setiap 5 menit untuk meratakan pemanasan. 

9. Pada saat bahan dimasukkan ke dalam minyak, suhu akan turun, jarum

meter vakum bergerak ke kanan, kaca pengintai menjadi berembun. 

10.Setelah matang, buih pada tabung penggorengan akan hilang (lihat dari

kaca pengintai dengan menekan tombol lampu ke posisi on) angkat bahan

ke atas minyak dengan memutar tuas pengaduk 180° dan kunci. Matikan

pompa, kompor, dan kran sirkulasi air, kemudian buka kran pelepas vakum

(di atas tutup), pelan pelan hingga vakum meter menunjuk angka 0. 

11.Buka tutup tabung dan keranjang penggoreng, angkat keripik buah dan

tiriskan pada spinner. 

Page 38: Kehilangan Minyak Cabe Kering

23

Penggorengan vakum adalah suatu metoda pengurangan kadar minyak

pada produk sambil tetap mempertahankan kandungan nutrisi produk.

Teknologi ini dapat digunakan untuk memproduksi sayuran dan buah-buahan

yang didehidrasi tanpa mengalami reaksi pencoklatan (browning) atau produk

menjadi hangus. Pada operasi penggorengan vakum, bahan pangan mentah

dipanaskan dibawah kondisi tekanan yang diturunkan (<60 Torr ∼8 kPa) yang

dapat menurunkan titik didih minyak dan kadar air bahan pangan

tersebut (Shyu dkk.,1998).

Dengan mesin penggoreng vakum (vacuum frying ) memungkinkan

mengolah buah atau komoditi peka panas seperti buah dan sayuran menjadi

hasil olahan berupa keripik (chips) seperti keripik nangka, keripik apel,keripik

salak, keripik pisang, keripik nenas,keripik melon, keripik salak, keripik

pepaya,keripik wortel, keripik buncis, keripik labu siem, keripik lobak, keripik

jamur kancing, dan lain-lain. Pada kondisi vakum, suhu penggorengan dapat

diturunkan menjadi 70-85°C karena penurunan titik didih air. Dengan sistem

penggorengan semacam ini, produk-produk pangan yang rusak dalam

penggorengan (seperti buah-buahan dan sayur-sayuran) akan bisa digoreng

dengan baik, menghasilkan produk yang kering dan renyah, tanpa mengalami

kerusakan nilai gizi dan flavor seperti halnya yang terjadi pada penggorengan

biasa. Umumnya, penggorengan dengan tekanan rendah akan menghasilkan

produk dengan tekstur yang lebih renyah (lebih kering),warna yang lebih

menarik. Hal penting lain dari produk hasil penggorengan vakum adalah

kandungan minyak yang lebih sedikit dan lebih porous (lebih ringan) dan

umumnya mempunyai daya rehidrasi yang lebih baik (Widaningrum, 2009).

Page 39: Kehilangan Minyak Cabe Kering

24

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai

bulan April 2012 di Laboratorium Kimia Analisa dan Pengawasan Mutu Pangan

dan Laboratorium Pengembangan Produk, Program Studi Ilmu dan Teknologi

Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan

Alat – alat yang digunakan pada proses penggorengan yaitu : vakum

frying, spinner, kompor, tabung dan wadah. Sedangkan alat – alat yang

digunakan pada analisa yaitu : timbangan analitik, pipet tetes, gelas ukur,

erlemeyer, buret, oven, stopwacth, tabung reaksi, soxhlet, lumpang, grinder

dan desikator.

Bahan – bahan yang digunakan pada penggorengan yaitu : minyak, air

dan cabai segar. Sedangkan bahan yang digunakan pada analisa yaitu cabai

segar, cabai kering, larutan iod, aluminium foil, tissue roll dan kloroform.

C. Prosedur Penelitian

a. Persiapan bahan

Bahan baku berupa cabai keriting segar dibeli di pasar lokal dan

kemudian dilakukan sortasi berdasarkan warna dan tingkat kesegarannya,

cabai yang digunakan adalah cabai yang memiliki kualitas baik. Jumlah

cabai yang diperlukan 6 kg untuk tiga perlakuan dan dua kali ulangan.

Setiap ulangan memerlukan 3 kg untuk tiga perlakuan.

Page 40: Kehilangan Minyak Cabe Kering

25

b. Penggorengan Cabai Keriting

Cabai keriting yang memiliki mutu baik digoreng secara vakum pada

tingkat suhu yang berbeda, yaitu pada suhu 95, 105 dan 115oC. Sampel

yang digunakan setiap penggorengan jumlahnya sama yaitu 1 kg.

Penggorengan akan diakhiri ketika kadar air produk berada dibawah 11%.

Cabai setelah penggorengan disimpan dalam penyimpanan beku untuk

menunggu pengujian. Lebih jelasnya prosedur pembuatan cabai keriting

dapat dilihat pada Gambar 04.

Page 41: Kehilangan Minyak Cabe Kering

26

Gambar 04. Pengolahan Cabai Kering

Cabai Keriting Segar(1kg)

Penyortiran dan Pembuangan Tangkai

Pencucian

Penirisan

Penggorengan(T1=95oC, T2=105oC, T3=115oC)

Tekanan Vakum 50-57 cmHg

Pemisahan Minyak dan Cabai(Spinner)30 menit

Minyak

Cabai Kering

Analisa cabai keriting segar dan kering

1. Analisa Kadar Air2. Analisa Kadar Vitamin C3. Analisa Warna4. Analisa Tingkat Kepedasan5. Analisa Kadar Minyak6. Analisa Rendemen

Page 42: Kehilangan Minyak Cabe Kering

27

D. Perlakuan Penelitian

Perlakuan penelitian yang digunakan adalah penggunaan suhu

selama proses penggorengan yaitu :

A1 = 95C

A2 = 105C

A3 = 115C

E. Parameter Pengamatan

Sampel berupa cabai keriting goreng akan dianalisa kadar air, kadar

vitamin C, kadar lemak, rendemen dan akan dilakukan pengujian organoleptik

terhadap kualitas warna dan rasa pedas cabai.

a. Analisis Kadar Air (Sudarmadji dkk., 1997)

Analisa kadar air dilakukan sebelum dan setelah sampel melalui

proses penggorengan. Pengukuran kadar air sampel dilakukan dengan

proses pengeringan. Prosedur kerja pengukuran kadar air sebagai berikut:

1) Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit.

2) Ditimbang dengan cepat kurang lebih 5 gr sampel yang sudah

dihomogenkan dalam cawan

3) Dimasukkan dalam cawan kemudian dimasukkan oven selama 3 jam

4) Cawan didinginkan 3-5 menit. Setelah dingin bahan ditimbang kembali

5) Bahan dikeringkan kembali ke dalam oven ± 30 menit sampai diperoleh

berat yang tetap

6) Bahan didinginkan kemudian ditimbang sampai diperoleh berat yang tetap

7) Dihitung kadar air dengan rumus :

Page 43: Kehilangan Minyak Cabe Kering

28

%kadar air=berat awal−berat akhirberat awal

x100 %

b. Analisa Vitamin C (sudarmadji., dkk, l997)

Kadar vitamin C dengan metode Titrasi Iodin dilakukan pada cabai

segar maupun cabai yang telah melalui proses penggorengan. Prosedur

kerja penentuan kadar vitamin C sebagai berikut :

1) Diambil 125 g cabai lalu dihancurkan untuk penentuan kadar vitamin C

2) Diambil 20 g bahan yang sudah dihancurkan tersebut lalu dimasukkan ke

dalam labu takar 100 ml

3) Ditambahkan akuades sampai 100 ml dan dipisahkan filtratnya dengan

kertas saring

4) Diambil 5 ml filtrat tersebut dengan pipet lalu dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 125 ml. Kemudian ditambahkan 2 ml larutan amilum 1 %.

5) Dititrasi dengan 0,01 N standar iodin sampai larutan berwarna biru.

Perhitungan :

%Vit C= ml iod x 0.88xFPberat bahan x1000

x 100 %

c. Tingkat kepedasan

Tingkat kepedasan cabai kering diuji dengan metode pengujian

segitiga, untuk mengetahui apakah panelis mampu membedakan

kepedasan masing-masing sampel. Pengujian dilakukan dengan

menyediakan 3 sampel berkode dengan 2 diantaranya berasal dari sampel

yang sama. Panelis diminta untuk menentukan sampel mana yang berbeda

diantara ketiga sampel tersebut.

d. Warna

Page 44: Kehilangan Minyak Cabe Kering

29

Pengujian warna diamati secara langsung dengan gambar hasil

pemotretan menggunakan kamera digital 14MP dan membandingkan

masing-masing baik sampel cabai kering maupun sampel yang telah

dibubukkan.

e. Analsis Kadar Lemak (Sudarmadji dkk., 1997)

Analisa kadar lemak dilakukan sebelum dan setelah sampel melalui

proses penggorengan. Kadar lemak ditentukan dengan metode soxhlet.

Prosedur kerja penentuan kadar lemak sebagai berikut :

1) Ditimbang dengan teliti 1 gr sampel, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi

berskala 10 ml, ditambahkan kloroform mendekati skala

2) Kemudian ditutup rapat, dikocok dan dibiarkan semalam, himpitkan dengan

tanda skala 10 ml dengan pelarut lemak yang sama dengan memakai pipet,

lalu dikocok hingga homogen kemudian disaring dengan kertas saring ke

dalam tabung reaksi.

3) Dipipet 5 cc ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya (a gram) lalu

diovenkan suhu 1000C selam 3 jam.

4) Dimasukkan ke dalam desikator ± 30 menit, kemudian ditimbang (b gram)

5) Dihitung kadar lemak kasar dengan rumus sebagai berikut :

%Kadar Lemak=P x (b−a)gramcontoh

x100 %

Dimana P = Pengenceran = 10/5 = 2

D.Penentuan Rendemen Cabai

Page 45: Kehilangan Minyak Cabe Kering

30

Angka rendemen yang digunakan untuk menghitung hasil cabai adalah

ratio antara cabai merah sebelum digoreng dan cabai merah setelah digoreng.

Perhitungan rendemen nyata yang diperoleh dilakukan dengan rumus:

%Rendemen Nyata=bobotcabai keringbobotcabai segar

x100 %

F. Pengolahan Data

Data merupakan rata-rata dari setiap parameter pengamatan untuk

sampel cabai keriting segar yang diambil secara acak kemudian digoreng

pada kondisi tekanan vakum yang sama dengan suhu bervariasi 95oC, 105oC

dan 115oC sampai kadar air akhir relatif sama sekitar 9-10%. Data diperoleh

tersebut disajikan secara deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 46: Kehilangan Minyak Cabe Kering

31

A. Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan percobaan penggorengan dilakukan pada

suhu 800C, 950C, 1050C dan 1150C pada tekanan vakum maksimal yang

dapat dicapai oleh alat yaitu 50-57CmHg. Tekanan vakum tidak dapat

mencapai tekanan yang lebih tinggi dikarenakan kondisi alat yang kurang

baik; pada kondisi ideal tekanan vakum tersebut dapat mencapai sekitar

76CmHg. Hasil pengamatan menunjukkan pada tingkat suhu 800C dengan

tekanan vakum sekitar 50 CmHg menghasilkan produk yang kurang baik,

cabai kering yang dihasilkan berwarna pucat dan tidak kering pada hasil

penggorengan selama 4 jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa zat warna

cabai melarut selama penggorengan namun kadar air tidak mengalami

penurunan. Berdasarkan hal tersebut maka suhu penggorengan dinaikkan

menjadi 950C. Pada penggorengan tingkat suhu 950C dan tekanan vakum

50-57 CmHg dihasilkan produk cabai goreng kering dengan warna tidak pucat

selama penggorengan sekitar 90 menit.

B. Penelitian Utama

Pada penelitian utama digunakan tingkat suhu 950C sebagai suhu

penggorengan terendah dengan selang suhu 100C jadi suhu yang digunakan

adalah 950C, 1050C dan 1150C. Percobaan selanjutnya dilakukan untuk

menentukan waktu penggorengan pada tingkat suhu 1050C dan 1150C dan

diperoleh waktu penggorengan 60 dan 30 menit secara berurutan dengan

kadar air produk relatif sama, yaitu 10,64%, 9,12% dan 10,82% secara

berurutan. Sampel produk hasil penggorengan dari setiap perlakuan selain

Page 47: Kehilangan Minyak Cabe Kering

32

dianalisa untuk mengetahui kadar airnya juga kadar vitamin C, minyak dan

rendemen serta diamati perubahan warna secara langsung dengan gambar

hasil pemotretan dengan kamera digital 14MP dan tingkat kepedasan diuji

dengan uji beda segitiga.

1. Kadar Air

Kadar air merupakan parameter yang penting karena produk cabai

kering diharapkan memiliki tingkat kering yang sesuai. Kadar air produk

sangat berpengaruh pada tekstur cabai kering. Pada penelitian ini dilakukan

analisa kadar air pada cabai segar dan cabai kering satelah melalui proses

penggorengan. Kadar air cabai kering sangat dipengaruhi oleh suhu

penggorengan dan lama penggorengan. Hasil yang diperoleh kadar air relatif

sama dari masing-masing perlakuan yaitu pada suhu 950C 10,64%, suhu

1050C 9,12% dan pada suhu 1150C 10,82%, sedangkan kadar air cabai cabai

segar 67%.

Kadar air suatu bahan pangan pempengaruhi kenampakan, tekstur

dan cita rasa produk yang dihasilkan. Air merupakan komponen yang penting

dalam bahan pangan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (2004)

bahwa Air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa

makanan. Air juga akan mempengaruhi daya tahan bahan pangan. Proses

penentuan kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan kadar air dari

setiap sampel cabai segar dan cabai kering yang telah melalui proses

penggorengan. Kadar air sangat menentukan mutu produk pangan, semakin

tinggi kadar air suatu bahan pangan maka tingkat kerusakannya semakin

Page 48: Kehilangan Minyak Cabe Kering

33

cepat dan semakin rendah kadar air suatu bahan maka semakin lambat

tingkat kerusakannya. Hasil analisa kadar air cabai segar dan kering dapat

dilihat pada Gambar 05.

Gambar 05. Hubungan suhu penggorengan vakum terhadap kadar air cabai kering

Dari hasil analisa kadar air cabai segar didapatkan 67%. Sedangkan

kadar air yang terkandung pada cabai kering hasil penggorengan pada suhu

950C, 1050C dan 1150C adalah relatif sama yaitu 10,64%, 9,12% dan 10,82%

secara berurutan. Hasil kadar air terendah yaitu 9,12% didapatkan pada suhu

105oC dengan lama pemanasan 60 menit, diduga bahwa pada suhu 105oC

lama waktu penggorengan 60 menit merupakan kombinasi yang tepat,

dimana dapat dikatakan bahwa pada suhu tersebut penggorengan dilakukan

dengan suhu yang tinggi dibanding 95oC dan waktu yang lebih lama

dibanding 115oC (30 menit). Hal ini menunjukkan adanya perubahan yang

terjadi pada kadar air cabai sebelum penggorengan dan setelah

penggorengan. Kadar air yang didapatkan selanjutnya dijadikan parameter

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

Kada

r Air

Caba

i (%

)

C. Segar 95 105 115Suhu Penggorengan Vakum (oC)

Page 49: Kehilangan Minyak Cabe Kering

34

standar untuk mengevaluasi pengaruh perlakuan terhadap parameter mutu

cabai kering.

Kadar air cabai mengalami penurunan yang cukup besar yaitu kadar air

pada cabai segar sebanyak 67% menjadi 10,64%, 9,12% dan 10,82% pada

suhu 95oC, 105oC dan 115oC secara berurutan. Penurunan kadar air

disebabkan suhu penggorengan yang dilakukan pada kondisi vakum (hampa)

cukup tinggi sedangkan titik didih pada kondisi vakum sangat rendah yaitu

50oC-60oC dibanding dengan kondisi normal (1atm) sehingga menyebabkan

air dengan cepat mengalami penguapan. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Komang (2011) bahwa Teknik penggorengan hampa yaitu

menggoreng bahan baku (biasanya buah-buahan atau sayuran) dengan

menurunkan tekanan udara pada ruang penggorengan sehingga menurunkan

titik didih air sampai 50°- 60° C.

2. Kadar Vitamin C

Cabai merupakan tanaman yang memiliki komponen antioksidan

yang tinggi, seperti asam askorbat, total fenol, dan pigmen karotenoid dan

capsicin atau oleoresin. Kandungan lain pada cabai yaitu protein dan

vitamin yang berguna bagi tubuh. Vitamin C mudah larut dalam air dan

mudah rusak akibat pemanasan. Faktor yang menyebabkan kerusakan

vitamin C adalah lama penyimpanan, perendaman dalam air, pemanasan

dalam waktu lama, dan pemanasan dalam alat yang terbuat dari besi atau

tembaga.

Page 50: Kehilangan Minyak Cabe Kering

35

Analisa kadar vitamin C dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakan

kandungan mutu pada cabai kering setelah proses penggorengan.

Kandungan vitamin C yang dapat bertahan dalam cabai setelah proses

penggorengan sangat dipengaruhi oleh waktu dan suhu penggorengan. Hasil

analisa vitamin C dapat dilihat pada Gambar 06.

Gambar 06. Hubungan suhu penggorengan vakum dengan kadar vitamin C cabai kering

Secara umum penggorengan cabai kriting menurunkan kadar

vitamin C lebih dari 50%nya. Kadar vitamin C terendah terdapat pada suhu

1150C selama 30 menit yaitu 43,1mg/100gram. Hasil penggorengan pada

suhu 1050C selama 60 menit memiliki kadar vitamin C yang relatif lebih

tinggi yaitu 71,8mg/100gram, diduga pada suhu 105oC dengan lama waktu

pemanasan 60 menit merupakan kombinasi yang tepat dimana suhu yang

digunakan tidak terlalu tinggi dibanding suhu 115oC dan lama pemanasan

lebih singkat dibanding pada suhu 95oC yaitu 90 menit. Pada suhu 950C

kadar vitamin C relatif sama dengan suhu 115oC yaitu 51,3mg/100gram.

0

20

40

60

80

100

120

140

Kada

r Vita

min

C (m

g/10

0gra

m)

C. Segar 95 105 115Suhu Penggorengan Vakum (oC)

Page 51: Kehilangan Minyak Cabe Kering

36

Hal ini menunjukkan vitamin C menurun pada proses pemanasan

bergantung dari tingkat suhu dan lama waktu yang dilakukan. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Karadeniz dkk., (2006) bahwa Asam askorbat menurun

dengan meningkatnya pemanasan. Sekitar setengah dari kandungan

vitamin C akan rusak akibat pemanasan.jumlah kandungan vitamin yang

hilang tergantung dari cara pemanasan yang dilakukan.

Penggunaan vakum frying pada proses penggorengan cabai juga

dapat mempengaruhi pengurangan vitamin C pada produk cabai kering.

Selain karena pemanasan vitamin C juga dapat rusak karena penggunaan

alat yang terbuat dari besi atau tembaga. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Almatsier (2001) bahwa Faktor yang menyebabkan kerusakan vitamin C

adalah lama penyimpanan, perendaman dalam air, pemanasan dalam

waktu yang lama, dan pemanasan dalam alat yang terbuat dari besi atau

tembaga.

Kadar vitamin C masih tersisa relatif tinggi pada cabai kering yang

yang telah melalui proses penggorengan, karena proses penggorengan

dilakukan secara vakum. Pada proses penggorengan vakum nutrisi bahan

pangan akan relatif tetap dipertahankan. Bahan pangan atau sayuran yang

digoreng dengan metode vakum frying akan dihasilkan produk dengan

kandungan zat gizi seperti protein, lemak dan vitamin yang tetap terjaga.

Page 52: Kehilangan Minyak Cabe Kering

37

3. Perubahan Warna

Dutta dkk, (2005) Warna merah pada cabai merah berasal dari

kandungan pigmen karotenoid. Karotenoid merupakan suatu pigmen

berwarna oranye, merah, atau kuning bergantung pada jenis dan

konsentrasinya. Hasil penelitian diperoleh warna sampel yang berbeda

pada setiap perlakuan suhu. Semakin tinggi suhu yang digunakan maka

warna merah pada cabai semakin berkurang. Selain itu lama waktu

penggorengan pada tingkat suhu yang sama juga berpengaruh terhadap

tingkat kehilangan karotenoid akibat melarut dalam minyak. Pengukuran

warna cabai dilakukan dengan membandingkan masing-masing sampel

cabai kering serta sampel cabai yang telah dibubukkan (Gambar 07).

T1 T2 T3

Gambar 07. Warna cabai keriting kering dan warna bubuk cabai pengambilan gambar dengan kamera digital 14MP.

Page 53: Kehilangan Minyak Cabe Kering

38

Warna cabai terbaik dihasilkan pada suhu penggorengan 950C namun

memiliki kandungan vitamin C yang relatif rendah dari suhu 1050C. Pada suhu

1050C dan suhu 1150C intensitas warna cabai mengalami penurunan tetapi

masih tetap baik. Warna cabai yang dihasilkan dipengaruhi oleh tingkat suhu

dan lama waktu penggorengan; warna cabai bersifat melarut dalam minyak

dan tingkat kelarutan atau kerusakannya bergantung pada cara

penggorengan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dutta dkk., (2005) bahwa

Senyawa karotenoid biasanya terdapat pada buah-buahan berwarna merah

yang merupakan suatu zat yang larut dalam minyak atau pelarut organik.

Warna cabai yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan suhu

berbeda tetapi tidak menunjukkan kerusakan warna yang berarti. Hal ini

terjadi karena proses penggorengan dilakukan dengan metode vakum.

Dimana pada metode ini warna cabai masih tetap terjaga. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Agro dkk., (2005) Prinsip kerja dari system penggorengan

vakum tersebut adalah dengan mengatur keseimbangan suhu dan tekanan

vakum, sehingga menghasilkan produk dengan kualitas yang bagus dalam

artian warna, aroma, dan ras buah-sayur tidak berubah.

4. Tingkat Kepedasan

Indikasi penurunan mutu akibat proses penggorengan, selain

ditunjukkan oleh indikator vitamin C dan warna cabai juga dapat

ditunjukkan oleh tingkat kepedasan dari cabai kering goreng. Pengujian

tingkat kepedasan tersebut dapat dilakukan secara uji organoleptik dengan

metode uji beda segitiga. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah

Page 54: Kehilangan Minyak Cabe Kering

39

panelis mampu membedakan tingkat kepedasan dari sampel yang diujikan.

Pada pengujian segitiga disajikan tiga sampel berkode dengan dua

diantaranya berasal dari sampel yang sama. Panelis diminta untuk

menentukan sampel mana yang berbeda di antara ketiga sampel tersebut.

Iezar (2012) Uji segitiga digunakan untuk mendeteksi perbedaan

yang kecil. Uji ini lebih banyak digunakan karena lebih peka daripada uji

pasangan. Pada uji ini, masing  – masing panelis disajikan secara acak tiga

contoh berkode. Pengujian ketiga contoh itu biasanya dilakukan bersamaan

tetapi dapat pula berurutan. Dua dari tiga contoh itu adalah sama dan yang

ketiga berlainan. Panelis diminta memilih satu dari ketiga contoh yang

berbeda dari dua yang lain. Hasil pengujian cabai kering dilihat

pada Tabel 03.

Tabel 03. Hasil uji beda tingkat kepedasan produkNo Nama Panelis Hasil Pengujian

1. Nur Amaliah X

2. Nilarisa Meganita

3. Neni

4. Zul Fahri Nur X

5. Yulianti Reski A

6. Andi Anggaraeni

7. Eni Fajrin

8. Emi Hudria

9. Nur Ilma X

10. Reskiati W. Anwar

Ket : X = Hasil pengujian yang keliru atau tidak dapat membedakan secara benar.

= Hasil pengujian benar.

Page 55: Kehilangan Minyak Cabe Kering

40

Pada hasil yang didapatkan dapat dikatakan sampel berbeda nyata.

Sampel dikatakan berbeda nyata karena dari 10 orang panelis 7 diantaranya

menjawab benar. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepedasan dari cabai

kering dapat dibedakan oleh panelis. Pada pengujian segitiga dibandingkan

antara sampel suhu penggorengan 950C dan sampel penggorengan dengan

suhu 1050C. Didapatkan hasil panelis mempu membedakan sampel tersebut

dan memberikan keterangan bahwa sampel 950C lebih pedas karena itu

dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel pada suhu penggorengan 950C lebih

pedas dibanding suhu 1050C dan suhu 1150C. Hasil yang diperoleh

menunjukkan adanya perbedaan tingkat kepedasan dari setiap perlakuan,

tingkat kepedasan yang berbeda- beda dipengaruhi oleh zat capsaisin yang

terkandung dalam cabai. Zat capsaisin merupakan zat larut dalam minyak.

5. Kadar Minyak

Pengeringan cabai dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu

pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan buatan dapat

dilakukan dengan menggunakan oven maupun vakum frying. Pengeringan

dengan vakum frying merupakan salah satu alternatif dimana kelebihan

pengeringan dengan vakum frying dapat dilakukan dengan waktu yang

singkat dan tidak bergantung pada musim. Pengeringan dengan mertode

vakum memerlukan minyak untuk menggorengan. Minyak dapat masuki

kedalam bahan pangan pada proses penggorengan, minyak yang masuk

kedalam bahan sangat mempengaruhi tingkat kerusakan bahan.

Page 56: Kehilangan Minyak Cabe Kering

41

Kadar minyak yang terkandung dalam bahan pangan merupakan

faktor penting yang harus duketahui pada hasil penggorengan. Kadar minyak

yang terdapat dalam bahan pangan dipengaruhi oleh jenis bahan, lama

penggorengan dan suhu penggorengan. Proses penentuan kadar minyak

dilakukan untuk mengetahui kandungan kadar minyak dari setiap sampel

cabai segar dan cabai kering yang telah melalui proses penggorengan.

Kataren (2005) Selama proses menggoreng berlangsung, maka

sebagian minyak masuk kebagian kerak dan bagian luar sehingga outer zone

dan mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi air. Hal ini sesuai dengan

hasil yang didapatkan yaitu pada proses penggorengan menghasilkan

produk cabai goreng berkadar minyak lebih tinggi. Hasil analisa kadar minyak

cabai segar dan cabai kering dapat dilihat pada Gambar 08.

Gambar 08. Hubungan suhu penggorengan vakum terhadap kadar minyak cabai kering

Penggorengan cabai kering dilakukan pada suhu 95oC, 105oC dan

115oC, pada tekanan normal (1atm) penggorengan tidak dapat dilakukan

pada suhu tersebut karena belum mencapai titik didih minyak yaitu 110oC –

0.00%5.00%

10.00%15.00%20.00%25.00%30.00%35.00%40.00%45.00%50.00%

Kada

r Min

yak

Caba

i (%

)

C. Segar 95 105 115 Suhu Penggorengan Vakum (oC)

Page 57: Kehilangan Minyak Cabe Kering

42

200oC. Pada tekanan vakum penggorengan dapat dilakukan pada suhu

rendah karena titik didih minyak dapat diturunkan menjadi 80oC - 100oC.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Agro,.dkk (2005) bahwa Kondisi vakum

dapat menyebabkan penurunan titik didih minyak dari 110ºC – 200ºC

menjadi 80ºC – 100ºC sehingga dapat mencegah terjadinya perubahan

rasa, aroma, dan warna bahan seperti mangga dan buahan lainnya

Secara umum proses penggorengan cabai kering menaikkan kadar

minyak yang ada pada cabai. Hasil yang diperoleh kadar minyak cabai

keriting segar sebelum penggorengan adalah 0.55% dan pada suhu 950C,

1050C dan 1150C mengalami kenaikan yaitu 24,49%, 20,965% dan pada

44,925% secara berurutan. Hasil analisa kadar minyak cabai kering pada

suhu 950C dan suhu 1050C relatif sama. Tapi pada penggorengan 1150C

kadar minyak sangat tinggi, alasan mengapa kadar minyak pada suhu

1150C tinggi belum diketahui secara pasti namun diduga bahwa minyak

tertahan pada biji cabai yang mengalami pengerasan pada permukaan

akibat karena efek pemanasan suhu tinggi (case hardening) minyak yang

berada didalam biji tertahan dan tidak dapat keluar pada saat dilakukan

proses pemusingan dengan alat spinner. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Marliyati dkk., (1992) Case hardening yaitu suatu keadaan dimana luar

(permukaan) bahan sudah kering tapi bagian dalam masih basah.

Penyebab Case hardening adalah suhu pemanasan yang terlalu tinggi .

6. Rendemen

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada peoses penggorengan cabai

kering adalah keadaan zat yang digunakan sebagai indikator penurunan

Page 58: Kehilangan Minyak Cabe Kering

43

mutu seperti kadar vitamin C, intensitas warna, dan tingkat kepedasan dari

produk hasil penggorengan mengalami pengurangan hal ini mempengaruhi

rendemen cabai. Selain itu rendemen sering dijadikan sebagai acuan

indicator mutu secara kuantitatif dari suatu proses pengolahan pangan,

seperti halnya penggorengan.

Rendemen pada cabai kering ditentukan dengan membagikan

antara berat cabai kering dibagi dengan berat cabai segar sebelum

penggorengan, rendemen cabai yang dihasilkan menunjukkan berapa

banyak kandungan dari cabai yang masih tersisah pada cabai kering.

Rendemen yang dihasilkan pada cabai kering rata – rata 30,30%-34,90%.

Secara umum terdapat perbedaan tingkat rendemen cabai keriting kering

hasil penggorengan pada suhu yang berbeda. Perbedaan tersebut banyak

dipengaruhi oleh perbedaan kandungan minyaknya. Tetapi sedikit

dipengaruhi oleh perbedaan kadar air. Hasil analisa rendemen cabai kering

dapat dilihat pada Gambar 09.

Gambar 09. Hubungan suhu penggorengan vakum terhadap rendemen cabai kering

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

35.00%

40.00%

Rend

emen

Cab

ai K

erin

g (%

)

95 105 115 Suhu Penggorengan Vakum (oC)

Page 59: Kehilangan Minyak Cabe Kering

44

Rendemen tertinggi dihasilkan pada suhu 1150C, rendemen yang tinggi

pada umumnya baik pada produk. Berbeda dengan cabai kering hasil

penggorengan. Rendemen tinggi justru menunjukkan banyaknya minyak yang

tertahan pada cabai kering. Peningkatan rendemen ini diduga karena terjadi

case hardening yang menyebabkan tertahannya minyak didalam biji cabai.

Sampel T3 hasil penggorengan pada suhu 1150C memiliki kadar minyak

tertinggi yaitu 45% dengan kadar air 10,82% sedangkan sampel T2 hasil

penggorengan pada suhu 1050C memiliki kandungan minyak 21% dengan

kadar air 9,12%. Kadar minyak yang tinggi pada sampel produk T3 secara

kualitatif tidak dikehendaki karena selain dapat menurunkan tingkat kepedasan

dan intensitas warna, juga daya simpan produk. Sampel produk T3 adalah

hasil penggorengan pada suhu tertinggi yaitu 1150C. dihawatirkan pada proses

penggorengan yang berulang dan terus menerus walaupun dalam kondisi

vakum sekitar 50-57CmHg kualitas minyak menurun; produk T3 tersebut

diduga tidak dapat disimpan lebih lama akibat kadar minyak yang tinggi hasil

pemanasan berulang pada suhu relatif tinggi.

Page 60: Kehilangan Minyak Cabe Kering

45

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Proses pengeringan cabai keriting segar dengan metode penggorengan

vakum sangat dipengaruhi oleh suhu dan lama waktu pemanasan pada

tekanan vakum 50-57CmHg.

2. Penggorengan pada suhu 1050C menghasilkan produk yang bermutu relatif

baik berdasarkan tingkat penurunan yang relatif rendah untuk kadar vitamin

C, intensitas warna, tingkat kepedasan dengan kadar minyak yang relatif

rendah.

B. Saran

Kondisi alat penggorengan vakum yang digunakan dalam kondisi yang

kurang baik dimana tekanan vakum hanya mencapai 50-57CmHg sehingga

penggorengan pada suhu 800C dengan lama penggorengan 4 jam tidak

berhasil. Diduga penggorengan pada suhu 800C dapat dilakukan apabila

tekanan vakum dapat mencapai tekanan maksimal yaitu 76CmHg. Karena itu

perlu dilakukan penelitian pengeringan cabai keriting segar pada kondisi alat

yang baik.

Page 61: Kehilangan Minyak Cabe Kering

46

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Affil 2011. Penuntun Dasar-dasar Teknologi dan Mekanisasi Pertanian.

Universitas Hasanuddin, Makasar. http://affilendi.blogspot.com/2011/05/i.html. diakses 30 oktober 2011.

Argo, D.B., dkk. 2011. Mesin Penggorengan Hampa Sistem Swing dan Penerapannya Pada Industri Keripik Buah. http://www.Dikti.org/ p3m/ abstrak/ ristek/. Diakses pada 30 oktober 2011.

Dalimartha, S., 2003, Cabai Merah (Capsicum Annumm L.), (Online ) (Pusat %20Data%20%26%20Informasi%20PERSI%202.htm?show=arsipnews&tbl=alternatif, diakses tanggal 29 september 2011.

Dutta, D.,Chaudhuri,U.R., Chakraborty, R.,2004, Retention of β-carotene in frozen carrots under frying condition of temperature and time of storage, Jadavpur University, Kolkata-700032, India.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI .1981.Daf tar Komposisi Bahan Makanan. BhataraK arya Aksara.Jakarta.

Erickson. M.D. and Frey, N. 1994. Property anhanced oils in food application. Food Technology, 48, 63 – 68

Fardiaz, Dedi, et. al. 1992. Petunjuk Laboratorium Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Hasbullah, 2012, Teknologi Tepat Guna Pengolahan Pangan Cabe kering dan Cabe bubuk.http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=6&doc=6d07. Diakses 10 februari 2012.

Iezar, 2012. Uji Pembedaan Segi Tiga. http://ml.scribd.com/doc/89961073/PEMBAHASAN-wastu-segitiga. diakses 26 apri 2012.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.

Komang, T. 2011. Vacuum. http://www.scribd.com/doc/84241717/Vacuum. diakses 23 juli 2012.

Nussanda, 2009. Tips Pengeringan Cabai Merah. http://www.infoagrobisnis.com/2009/06/tips-pengeringan-cabai-merah.html . Diakses 10 Februari 2012.

Page 62: Kehilangan Minyak Cabe Kering

47

Realmaya, 2007. Ada Apa Dibalik Pedasnya Cabai, http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1728756-ada-apa-di-balikpedasnya/, diakses 30 oktober 2011.

Saridian Satrix. 2010. Minyak Goreng Sehat Berdasarkan Tingginya Titik Asap. Dalam Batavias.co.id. diakses 30 Oktober 2011

Sembiring, N.N. 2009. Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kualitas Produk Cabai Merah (Capsicum annuum L.). Tesis. Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Setiadi. 1995. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Shyu, S., Hau, L., & Hwang, S. 1998. Effect of Vacuum Frying on the Oxidative Stability of Oils. Journal of the American Oil Chemists’ Society, 75:1393-1398.

Sudarmadji, Slamet, et. al. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Widaningrum dan Nurdi Setyawan, 2009, Standarisasi Keripik Sayuran (Wortel) Sebagai Upayapeningkatan Daya Saing Produk Olahan Hortikultura . Balai besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yuniarto, K. 2006. Kerusakan Mutu Minyak Penggorengan Hampa dalam Pembuatan Keripik Kentang. Prosiding PATPI, UGM, Jogjakarta.

LAMPIRAN

Page 63: Kehilangan Minyak Cabe Kering

48

A. Lampiran Gambar

Gambar 10. Alat Penggorengan Hampa “Vakum Frying”

Page 64: Kehilangan Minyak Cabe Kering

49

Gambar 11. Cabai Keriting Sebelum Penggorengan

Gambar 12. Cabai Keriting Setelah Penggorengan

Page 65: Kehilangan Minyak Cabe Kering

50

Gambar 13. Cabai Hasil Penggorengan Sebelum Spinner

Page 66: Kehilangan Minyak Cabe Kering

51

Gambar 14. Cabai Kering Setelah Spinner

Gambar 15. Cabai Keriting Kering

Page 67: Kehilangan Minyak Cabe Kering

52

Gambar 16. Cabai Kering Untuk Analisa

Gambar 17. Uji Organoleptik Cabai Kering

Page 68: Kehilangan Minyak Cabe Kering

53

Gambar 18. Tahap Analisa Kadar Vitamin C Cabai

Gambar 19. Tahap Analisa Kadar Minyak Cabaik

B. Lampiran Tabel

a. Tabel 4. Hasil Analisa Kadar Air Cabai

Kontrol 95 (1jam 30 menit)

105 (1jam) 115(30 menit)

Ulangan 1 66.06% 9,7%% 10,89% 9,57%Ulangan 2 67,92% 11,59% 7,34% 12,06%Rata Rata 66,99% 10,64% 9,115% 10,815%

b. Tabel 5. Hasil Analisa Kadar Vitamin C Cabai

Kontrol 95 (1jam 30 menit)

105 (1jam) 115(30 menit)

Ulangan 1 0.11968% 0.049597% 0.05744% 0.037734%Ulangan 2 0.12672% 0.055585% 0.86311% 0.036377%Rata Rata 0.12% 0.05% 0.07% 0.04%

Page 69: Kehilangan Minyak Cabe Kering

54

c. Tabel 6. Hasil Analisa Kadar Minyak Cabai

Kontrol 95 (1jam 30 menit)

105 (1jam) 115(30 menit)

Ulangan 1 0.32% 37.32% 19.12% 47.52%Ulangan 2 0.78% 15.66% 22.81% 42.33%Rata Rata 0.55% 26.49% 20.965% 44.925%

d. Tabel 7 . Hasil Perhitungan Rendemen Cabai

95 (1jam 30 menit)

105 (1jam) 115 (30 menit)

Ulangan 1 33,8% 26,2% 37,3%Ulangan 2 26,8% 23,7% 32,5%Rata Rata 30,3% 24,95% 34,9%

Page 70: Kehilangan Minyak Cabe Kering

55