Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

39
Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah ( Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Matakuliah Hadits Tematik ) Dosen Pengampu : Fathurrahman Kamal, Lc, M.Si. Oleh : Ahdika Khoirotunnisa (20120710004) Iim Halimatus sa’diah (20120710008) Umi Solikhah (20120710020) Isma Nabilah (20120710027) Komunikasi Konseling Islam Fakultas Agama Islam 1

Transcript of Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Page 1: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

( Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Matakuliah Hadits Tematik )

Dosen Pengampu : Fathurrahman Kamal, Lc, M.Si.

Oleh :

Ahdika Khoirotunnisa (20120710004)

Iim Halimatus sa’diah (20120710008)

Umi Solikhah (20120710020)

Isma Nabilah (20120710027)

Komunikasi Konseling Islam

Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2014

1

Page 2: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

Kata Pengantar

Alhamdulillah, puji serta syukur selayaknyalah kita panjatkan kehadirat Allah SWT

yang karena ke-Maha Murah-an-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini

dalam rangka memenuhi tugas pada mata kuliah Hadits Tematik. Dengan harapan bahwa

penulis serta pembaca dapat sama-sama mengambil pelajaran dari hadits yang kami bahas.

Hadits tersebut bertemakan “Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah”.

Rasa terimakasih yang tak terhingga penulis haturkan pada :

1. Kedua Orang tua penulis yang hingga saat ini tak bosan-bosannya memberi

dukungan dengan berbagai bentuknya.

2. Ustadz Fathurrahman Kamal, atas setiap kesabaran beliau dalam mendidik

penulis.

3. Teman-teman KKI 2012, yang bukan saja menjadi teman seperjuangan, kini

menjelma menjadi keluarga.

Demikianlah, pada akhirnya setiap ikhtiar ini akan kembali pada Allah. Penulis

menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, penulis menunggu

kritik yang membangun dari pembaca demi perbaikan tulisan ini.

Yogyakarta, April 2014

Penulis

2

Page 3: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

Surat Pernyataan

Kami yang bertanda tangan dibawah ini:

1. Ahdika Khoirotunnisa (Keharusan Bekerja) (20120710004)

( )

2. Iim Halimatus sa’diah (Biografi Rawi & Takhrij Hadits) (20120710005)

( )

3. Isma Nabila (Etos Kerja dalam Islam) (20120710027)

( )

4. Umi Solikhah (Latar Belakang) (20120710020)

( )

Prodi : Komunikasi & Konseling Islam

Fakultas : Agama Islam

Menyatakan dengan sadar dan sejujurnya bahwa makalah ini adalah benar tulisan

kami, kecuali kutipan-kutipan yang kami cantumkan sumbernya dalam catatan kaki

dan daftar pustaka.

Demikian surat ini kami buat agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, 2 April 2014

3

Page 4: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

Daftar Isi

Kata Pengantar 2Surat Pernyataan Keaslian..................................................................................................... 3

Daftar Isi 4

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Hadits dan Tarjamahnya 7

B. Biografi Perawi 7

C. Syarah Hadits 7

D. Keharusan Bekerja 9

E. Etos Kerja dalam Islam 14

BAB III PENUTUP

Kesimpulan 19

Daftar Pustaka 20

4

Page 5: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ada beberapa bangsa yang mengalami pertumbuhan sosial ekonomi dan

modernisasi dengan begitu cepat, tapi juga tidak sedikit negara-negara yang lamban

dalam pertumbuhan ekonomi sosialnya. Para psikolog secara tidak terduga telah

memberi sumbangan penemuan dalam rangka memahami perbedaan itu. Tak terduga

dalam arti mereka menemukan kesimpulan yang sedikit banyak menjelaskan terjadinya

proses tersebut, bermula dari penelitian yang mereka lakukan untuk mengungkap

persoalan lain. Ketika itu mereka mengisolir sejenis “virus mental”, yakni suatu cara

berpikir atau keadaan tertentu yang jarang dijumpai, tetapi bila terjadi pada diri

seseorang, cenderung menyebabkan orang itu berprilaku amat giat.1

Dalam Islam, bekerja adalah kewajiban setiap muslim. Sebab dengan bekerja

setiap muslim akan mengaktualisasikan kemuslimannya sebagai manusia, makhluk

ciptaan Allah yang paling sempurna dan mulia di atas dunia.2 Bagi seorang muslim,

bekerja adalah fitrah sekaligus salah satu identitas manusia, sehinga bekerja yang

didasarkan kepada prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukan fitrah seorang

muslim, tetapi sekaligus meniggikan martabat dirinya sebagai ‘’abdullah (hamba

Allah)’’, yang mengelola seluruh alam sebagai bentuk dari cara dirinya mensyukuri

kenikmatan dari Allah Rabbul ‘Alamin.3

Al Quran surat Az Zumar [39] ayat 39 menerangkan tentang keharusan bekerja

bagi seorang muslim;

ي عامل قل يا قوم اعملوا على مكانتكم إنفسوف تعلمون

Artinya: “Hai kaumku bekerjalah engkau menurut kemampuanmu masing-masing, kelak engkau akan mengetahui apa hasil amalmu”

Terkait dengan bekerja adalah merupakan fitrah dalam rangka

mengaktualisasikan diri, rupanya hal itu terbaca oleh Abraham Maslow, hingga

kemudian ia menggagas teori kebutuhan yang salah satunya adalah kebutuhan

aktualisasi diri.

1 DR. Ahmad Janan Asifudin, M.A. Etos Kerja Islami (Surakarta : Muhamadiyah University Press, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004) Cet. I, hal. 12 Drs. H. Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995) hal. vii3 Ibid. 2

5

Page 6: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

Islam menempatkan budaya kerja bukan hanya sekedar sisipan atau perintah

sambil lalu, tetapi juga menempatkanya sebagai sentral dalam pembangunan umat

karena untuk mewujudkan suatu pribadi dan masyarakat yang tangguh hanya mungkin

apabila penghayatan terhadap esensi bekerja dengan segala kemuliaanya dikajikan

sebagai pokok kajian bagi setiap muslim, ustadz, mubaligh, para tokoh dan sampai

menjadi salah satu kebiasaan dan budaya yang khas di dalam rumah tangga seorang

muslim.4

Terkait dengan Keharusan Bekerja dan Etos Kerja dalam Ajaran Rasulullah Saw,

maka penulis mengambil satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukorie dari

sahabat yang bernama Miqdam bin Ma’di Karib. Hadits ini menceritakan tentang

alangkah baiknya makanan yang dihasilkan dari buah tangan kita bekerja halal.

4 Ibid hal : 7

6

Page 7: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hadits dan Tarjamahnya

بن خالد عن ثور، عن يونس، بن عيسى أخبرنا موسى، بن إبراهيم حدثنا

" : أحد أكل ما قال ه الل رسول عن عنه، ه الل رضي المقدام عن معدان،

من يأكل أن من خيرا قط، الم، طعاما الس عليه داود ه الل نبي وإن يده، عمل

يده " عمل من يأكل كانArtinya : Telah menceritakan kepada kami Ibrahin bin Musa, telah

mengabarkan kepada kami ‘Isa bin Yunus, dari Tsaur, dari Kholid bin Ma’dan, dari

Miqdam r.a, dari Rosulullah Saw, ia bersabda “Tidaklah seseorang mengkonsumsi makanan yang lebih baik dari makanan yang dihasilkan dari jerih payah tangan nya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Daud ‘alaihissalam dahulu senantiasa makan dari jerih payahnya sendiri.”

B. Biografi Perawi

Dengan menggunakan aplikasi Gawami’ul Kalim penulis melakukan

penelusuran mengenai biografi Miqdam bin Ma’di Karib. Dari itu diketahui bahwa

nama asli beliau adalah Miqdam bin Ma’di Karib bin ‘Amr bin Yazid bin Ma’di Karib

bin Ibnu Salamah. Tetapi beliau lebih dikenal dengan Miqdam bin Karib al Kanadi.

Miqdam bin Ma’di Karib adalah keturunan dari Kanadi dan Syami.

Dalam tingkatan sahabat Nabi, Miqdam bin Ma’di Karib termasuk dalam

tingkatan shahabi. Beliau tinggal di daerah Hims, syam. Miqdam bin Ma’di Karib

wafat pada tahun 87 H (sebagian ulama berbeda pendapat mengenai tahun wafatnya,

ada yang mengatakan beliau wafat pada tahun 87 H, 88 H dan ada pula yang

mengatakan Miqdam wafat pada tahun 83 H). Miqdam wafat pada usia 91 tahun.

C. Takhrij Hadits

Masih menggunakan aplikasi Gawami’ul Kalim, penulis menelusuri

keshahihan hadits ini. Dari itu diketahui bahwa hadits tersebut terdapat dalam kitab

Shahih Bukhori, Bab Kasbi al-Rajulu wa ‘Amalihi bi Yadihi, nomor 2072.

Sebuah hadist dikatakan shahih jika ia telah memenuhi syarat-syarat berikut ini;

1. Hadisnya musnad

7

Page 8: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

2. Sanadnya bersambung

3. Para rawi (periwayat)nya adil dan dlabith

4. Tidak ada syadz (keganjilan)

5. Tidak ada ilah (cacat)5

Dikatakan bahwa sanad hadits ini muttashil dengan rawi yang tidak terputus,

rawinya juga tsiqoh, dan para rawi yang ada dalam hadits ini telah memenuhi

kualifikasi rawi menurut Imam Bukhorie. Ini menunjukkan bahwa hadits tersebut

shahih.

Berikut ini adalah grafik susunan rawi dalam hadits ini, sehingga ia dikatakan

muttashil.

معدى بن المقدام

معدان خالدبن

يزيد ثوربن

يونس بن عيسى

موسى بن ابراهيم

محمدبناسماعيل

Syarah hadits ini dalam gawami’ul kalim adalah sebagai berikut;

Dalam kitab Fathul Bari

Dikatakan bahwa : (Dari Tsaur anaknya Yazid Asy Syamiy bukan anak Zaid al

Madaniy). Beliau juga berkata tentang Miqdam, yang beliau adalah anak dari Ma’di

Karib al Kanadi. Beliau termasuk pada shahabat kecil. Ia wafat pada sekitar tahun 80

di Hims. Tidak ada Hadits lain yang diriwayatkan oleh Miqdam dalam kitab Bukhorie

kecuali hadits ini dalam Bab makanan.

5 Amru Abdul Mun’im Salim, Ilmu Hadits Untuk Pemula , Kitab Asli Taysir Ulum al-Hadits lil Mubtadi'in Mudzakkirat Ushul al-Hadits lil Mubtadi'in, Kairo Mesir : Maktabah Ibnu Taymiyah, 1997 M. Hal 13

8

Page 9: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

Beliau mengatakan tentang “ma akala ahadun” dan Ismail menambahkan “min

Bani Adam”.

“tha’aman qottun khoiron min an ya’kula min ‘amali yadihi” dalam riwayat

Isma’il “khoirun”, dengan Ra di dlamah (rafa’) hal itu adalah boleh. Dan dalam

riwayat miliknya (Isma’il) “kaddi yadaih”, yang maksudnya adalah lebih baik dengan

usaha yang dilakukan oleh tangannya sendiri dari pada pemberian orang lain.

Menurut Ibnu Majah melalui jalan ‘Umar bin Sa’ad dari Kholid bin Ma’dan,

usaha yang baik itu adalah usaha yang dihasilkan oleh tangan sendiri.

Dari syarah tersebut dapat kita simpulkan bahwa nafkah dan usaha terbaik

seorang muslim adalah usaha yang dihasilkan oleh tangannya sendiri. Hal itu

menunjukkan bahwa bekerja merupakan satu keharusan bagi seorang muslim.

Namun, baginya bekerja tidak lantas berhenti sebagai usaha mencari uang dan

memenuhi kebutuhan. Bekerja menjadi salah satu caranya beribadah. Dengan etos

kerja seperti yang diajarkan oleh Rasulullah, bekerja bagi seorang muslim adalah

sebuah aktualisasi dari Imannya.

D. Keharusan Bekerja

Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas manusia,

sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja

menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya

sebagai “Abdullah (hamba Allah)”, yang mengelola seluruh alam sebagai bentuk dari

cara dirinya mensyukuri kenikmatan dari Allah Rabbul ‘Alamin.

Apabila bekerja itu adalah fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang

enggan bekerja, malas dan tidak mau mendayagunakan seluruh potensi diri untuk

menyatakan keimanan dalam bentuk kreatif, sesungguhnya dia itu melawan fitrah

dirinya sendiri, menurunkan derajat identitas dirinya sebagai manusia, untuk

kemudian runtuh dalam kedudukan yang lebih hina dari binatang.6

Konotasi dan pengertian bekerja hendaknya jangan ditafsirkan sebagai penerima

upah belaka, padahal tidak menunjukkan prestasi apa-apa. Namun bekerja adalah

segala aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu,

baik kebutuhan jasmani maupun rohani, dan di dalam mencapai tujuannya tersebut ia

6 Drs. H. Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim, (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), cet.2, hlm. 2

9

Page 10: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal

sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT. Dikatakan sebagai aktivitas

dinamis apabila seluruh kegiatan yang dilakukan seorang muslim mengandung unsur

tantangan, tidak monoton dan selalu berupaya untuk mencari terobosan-terobosan

baru, serta tidak merasa puas dalam berbuat kebaikan.7

Dalam Islam, bekerja dalam hal yang tidak ada larangan Allah padanya adalah

bagian dari ibadah ghoiru mahdhoh. Yaitu jenis ibadah yang tidak secara eksplisit

diatur tata caranya oleh syariah. Akan tetapi, semua konteks ibadah adalah hubungan

dengan Allah yang bernilai pahala yang dicatat oleh Malaikat dan disaksikan oleh

Allah Yang Maha Melihat. Jadi, ketika seorang bekerja maka ia sejatinya sedang

beribadah sebagaimana ia sedang melaksanakan sholat, puasa, zakat dan lainny. Oleh

karena itu, bekerja haruslah berniat ibadah.8

Dalam bahasa Danah Zohar dan Ian Marshall, orang yang memosisikan bekerja

sebagai ibadah adalah orang yang memiliki kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual

adalah kemampuan memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan,

melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang

seutuhnya, dan memiliki pola pemikiran tauhidiah, serta berprinsip “karena Allah”.9

Berdasarkan dorongan dari firman Allah Q.S. Az-Zumar: 39, dinyatakan bahwa

bekerja adalah manifestasi kekuatan iman.

E. ي عامل قل يا قوم اعملوا على مكانتكم إنفسوف تعلمون

“Katakanlah: Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu masing-

masing. Sesungguhnya akupun bekerja, maka kelak kamu akan mengetahui”.

Ayat ini adalah perintah dan karena memiliki nilai hukum “wajib” untuk

dilaksanakan. Siapapun yang berdiam diri, pasif, tidak mau berusaha untuk bekerja,

maka dia telah menghujat perintah Allah. Sadar atau tidak sesungguhnya seseorang

tersebut sedang menggali kubur kenistaan bagi dirinya.

Islam menempatkan budaya bekerja bukan hanya sekedar sisipan atau perintah

sambil lalu, tetapi menempatkannya sebagai tema sentral dalam pembangunan umat

karena untuk mewujudkan suatu pribadi dan masyarakat yang tangguh hanya 7 Ibid, hlm. 10 8 A. Riawan Amin dan Tim FEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah: Teori dan Praktik The

Celestial Management, (Jakarta: Salemba Empat, 2010), hlm. 879 Ibid, hlm.90

10

Page 11: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

mungkin apabila penghayatan terhadap esensi bekerja dengan segala kemuliaannya

dikajikan sebagai pokok kajian bagian bagi setiap muslim, ustadz, mubaligh, para

tokoh dan sampai menjadi salah satu kebiasaan dan budaya yang khas di dalam rumah

tangga seorang muslim.

Gelar indah yang diberikan Allah kepada umat Islam, yaitu khoiru ummah

hanya akan menjadi konsep tak bermakna, bagai konsep di atas kertas keropos,

pemanis bahan diskusi dan hanya sekedar pelengkap dalam seminar-seminar, apabila

tidak ada semangat bekerja serta usaha untuk menanamkan suatu ideologi, bahwa

bekerja, berkreasi, berinovasi itu adalah indah. Hanya pribadi-pribadi yang

menghargai nilai kerja yang kelak akan mampu menjadikan masyarakatnya sebagai

masyarakat yang tangguh. Sebaliknya pribadi yang malas hanyalah akan

mengorbankan masyarakat dan bahkan generasinya sebagai umat yang kedodoran,

terjajah dan terbelenggu.

Hal tersebut harusnya menjadi sindiran bagi umat Islam ketika mencampakkan

perintah untuk bekerja keras, karena umat Islam akan menjadi objek yang rapuh dan

menjadi santapan siapapun yang memiliki etos kerja yang tinggi. Dengan kata lain,

seorang muslim haruslah memiliki semangat untuk menjadi manusia yang

diperhitungkan. Mampu memberi pengaruh kepada lingkungan sekitarnya, sehingga

dengan cepat ia mampu dikenal, diperhitungkan karena berhasil mengaktualisasikan

prestasi dirinya secara mengagumkan dan signifikan.10

Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw bersabda,

“Bahwasanya Allah itu cinta kepada seorang mukmin yang bekerja” (H.R.

Tabrani dan Baihaqi)

Sebagaimana hamba Allah yang meyakini kebenaran Al-Qur’an dan Sunnah,

maka tertanam dalam lubuk hatinya bahwa mensyukuri nikmat Allah merupakan

kewajiban mutlak yang harus dikerjakan. Bekerja dalam takaran agama Islam adalah

selaras dengan pernyataan syukur kepada Sang Pencipta, bahkan bekerja adalah setara

dengan berjuang fiisabilillah. Ajaran ini memiliki makna, bahwa siapapun yang tidak

bekerja dan hidupnya tidak produktif, maka dia telah berjalan di atas jalan yang

sesat, karena dia tidak mensyukuri nikmat. Secara tidak langsung orang tersebut

dikategorikan sebagai orang yang kufur nikmat.

Diriwayatkan pula Ka’ab bin Umrah yang artinya,

10 Op.cit, Drs. H. Toto Tasmara, hlm. 6-8

11

Page 12: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

“Ada seseorang yang berjalan melalui tempat Rasulullah Saw, bahwa orang itu

sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para Sahabat lalu berkata: “Ya

Rasulullah, andaikata bekerja seperti orang itu dapat digolongkan fisabilillah,

alangkah baiknya”. Maka Rasulullah bersabda: “Kalau ia bekerja itu hendak

menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, ia adalah fisabilillah. Kalau ia bekerja

untuk membela kedua orang tuanya yang sudah lanjut usianya, ia itu fisabilillah.

Kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, ia

adalah fisabilillah...”. (Diriwayatkan oleh Tabrani).

Bekerja untuk mencari fadhilah karunia Allah, menjebol kemiskinan,

meningkatkan taraf hidup dan martabat serta harga diri adalah merupakan nilai ibadah

yang esensial. Karena itu Nabi Saw bersabda,

“Kemiskinan itu sesungguhnya lebih mendekati kepada kekufuran”

Penghargaan Islam atas hasil karya dan upaya manusia untuk bekerja

ditempatkan pada dimensi yang setara setelah iman, bahkan bekerja dapat

menjadikan jaminan diampuninya dosa-dosa manusia, sebagaimana sabda

Rasulullah:

F. من أمسى كاال من عمل يديه أمسىمغفور

“Barang siapa yang di waktu sorenya merasakan kelelahan karena bekerja,

berkarya dengan tangannya sendiri, maka di waktu sore itu pulalah ia terampuni

dosanya”. (Riwayat Tabrani dan Baihaqi).

Al-Qur’an dengan tandas dan jelas kiranya tidak perlu meminta tafsir berlebihan

bahwa setiap pribadi muslim wajib bekerja dan wajib berupaya meraih prestasi yang

terbaik dalam lapangan kehidupannya.11

Pada kurun waktu kenabian dan awal kebangkitan Islam sangat jelas terlihat

bahwa penghargaan atas makna bekerja telah diterima oleh seluruh pengikut Rasul

dengan sikap sami’na wa ato’na. Hal ini dapat kita lihat dari sikap keteladanan Rasul

yang merupakan suatu catatan sejarah paling monumental dalam hal kebanggaan

bekerja dan semangat untuk berprestasi atas dasar hasil keringat sendiri.12

Berikut ini digambarkan tentang pribadi Muhammad Saw sebagai seorang

pebisnis terutama yang berkaitan dengan profesi dagang yang beliau tekuni. Pada 11 Ibid, hlm. 9-1212 Ibid, hlm. 8

12

Page 13: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

masa kecil Muhammad Saw, beliau memiliki pengalaman yang pahit dengan terlahir

sebagai anak yatim. Ayahnya, Abdullah bin Abdul Muthalib meninggal ketika

Muhammad Saw masih dalam kandungan Ibunya. Sedangkan ibunya, Halimah wafat

ketika Nabi berumur 6 tahun. Kemudian diasuh oleh kakeknya, dan terakhir diasuh

oleh pamannya. Abu Thalib, paman Muhammad Saw hidup dalam kesederhanaan,

sehingga tidak jarang Muhammad kecil harus membantu ekonomi keluarga sang

paman dengan bekerja serabutan kepada penduduk Makkah. Pengalaman masa kecil

seperti inilah yang menjadi modal psikologis beliau ketika menjadi seorang

wirausahawan di kemudian hari.13

Perjalanan karir Muhammad Saw di bidang perdagangan dapat dirumuskan

sebagaimana berikut. Muhammad Saw telah mengenal perdagangan di usia 12 tahun

atau diistilahkan dengan magang (internship). Hal ini terus dilakukan sampai usia 17

tahun ketika beliau telah mulai membuka usaha sendiri. Waktu itu pamannya

menganjurkan beliau untuk berdagang agar beban keluarga mereka dapat berkurang.

Dengan demikian pada usia ini beliau sudah menjadi seorang business manager.

Dalam perkembangan selanjutnya, ketika pemilik modal Makkah mempercayakan

pengelolaan perdagangan mereka kepada Muhammad Saw beliau menjadi seorang

investment manager.

Ketika beliau menikah dengan Khadijah dan terus mengelola perdagangannya,

maka status beliau naik menjadi business owner. Ketika usia beliau menginjak

pertengahan 30-an, beliau menjadi seorang investor dan mulai memiliki banyak waktu

untuk memikirkan kondisi masyarakat. Pada saat ini mungkin beliau sudah mencapai

apa yang diistilah oleh Robert Kiyosaky sebagai kebebasan uang (financial freedom)

dan waktu menurut ukuran masa itu.14

Di beberapa kesempatan Muhammad Saw sering memotivasi para Shahabat

untuk berwirausaha. Beliau mengatakan “Berusaha untuk mendapatkan penghasilan

halal merupakan kewajiban, di samping sejumlah tugas lain yang telah diwajibkan”.

Selain itu, beliau juga mengatakan, “tidak ada satupun makanan yang lebih baik

daripada yang dimakan dari hasil keringat sendiri”.15

Di samping itu, sifat kemandirian dan senang berusaha yang telah tertanam

sejak kecil di hati Muhammad Saw, secara tidak langsung menyatakan bahwa

13 Dr. Muhammad Syafii Antonio, Muhammad Saw The Super Leader Super Manager, (Jakarta: Tazkia Publishing, 2009), cet. 16, hlm. 81-83

14 Ibid, hlm. 9115 Ibid, hlm. 94

13

Page 14: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

mustahil beliau berdiam diri dan hanya hidup dari pendapatan istrinya. Tidak

mungkin beliau hanya tinggal di rumah saja dan menghabiskan waktu berhari-hari,

berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun dalam keadaan menganggur tanpa kegiatan

apapun untuk membiayai hidupnya sekeluarga.16

Ada pepatah yang mengatakan, “Arbeid adelt den Mensch” -pekerjaan itu

mempertinggi derajat manusia. Sedang AlbertCamus berkata pula “Ledigheid is des

duivels oorkussen” -manusia tanpa kesibukan akan menjadi santapan setan.17 Dari

pengertian-pengertian sebelumnya, jelaslah bagi muslim bahwa bekerja dengan usaha

sendiri dan hasilnya digunakan dengan baik adalah sebuah ibadah, jihad fisabilillah,

syukur nikmat, penghapus dosa dan peninggi derajat. Oleh karena itu bekerja itu harus

dilakukan dan dibudayakan di setiap pribadi muslim sehingga terwujud citra dan

semangat yang terus memberikan ilham dalam perjalanan kehidupannya, dimana

mereka akan mengukir sejarah dengan tapak-tapak prestatif.18

E. Etos Kerja dalam Islam

Dr. Ahmad Janan dalam bukunya Etos Kerja Islami menyebutkan bahwa dalam

Websters World University Dictionary dijelaskan etos ialah sifat dasar atau

karakteristik eryang merupakan kebiasaan dan watak bangsa atau ras. Koetjoroningrat

mengemukakan pandangannya bahwa etos merupakan watak khas yang tampak dari

luar, terlihat oleh orang lain. Etos berasal dari kata Yunani, ethos, artinyanya ciri,sifat,

atau kebiasaan, adat istiadat, atau juga kecenderungan moral, pandangan hidup yang

dimiliki seseorang, suatu kelompok orang atau bangsa. Dalam Hand Book of

Psychology Term, etos diartikan sebagai pandangan khas suatu kelompok sosial,

sistem niali yang melatarbelakangi adat istiadat dan tata cara suatu komunitas.

Menurut Geertz , etos merupakan sikap mendasar manusia terhadap diri dan dunia

yang dipancarkan hidup. Etos adalah aspek evaluative yang bersifat menilai. Soejono

Soekanto mengartikan etos antara lain: a. nilai-nilai dan ide-ide dari suatu

kebudayaan, dan b. karakter umum suatu kebudayaan. Menurut Nurcholish Madjid,

etos berasal dari bahasa Yunani (ethos), artinya watak atau karakter. Secara lengkap

etos ialah karakter dan sikap, kebiaasaan serta kepercayaan dan seterusnya yang

bersifat khusus tentang seorang individu atau sekelompok manusia. Dan dari kata etos

terambil pula perkataan “etika” yang merujuk pada makna “akhlak” atau beersifat 16 Ibid, hlm. 9117 Op.cit, Drs. H. Toto Tasmara, hlm. 1318 Ibid, hlm. 12

14

Page 15: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

akhlaqiy, yaitu kualitas esensial seseorang atau suatu kelompok manusia termasuk

suatu bangsa. Etos juga berti jiwa khas suatu kelompok manusia yang daripadanya

berkembang pandangan bangasa itu sehubungan dengan baik dan buruk yakni etika.

Bdalam Dictionary of Education dikatakan etos berarti jiwa suatu kelompok,

kebiasaan dan perasaan yang dominan Musa Asy’arie menjelaskan kata “etos” bisa

dikaitkan dengan individu selain dikaitakan dengan masyarakat.

Adapun kerja, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, artinya: kegiatan

melakukan sesutatu. El-Qussy, seorang pakar ilmu jiwa berkebangsaan Mesir

menerangkan bahwa kegiatan atau perbuatan manusia ada dua jenis. Pertamama,

perbuatan yang berhubungan dengan kegiatan mental, dan kedua tindakan yang

dilakukan secara tidak sengaja. Jenis pertama mempunyai ciri kepentingan, yaitu

untuk mencapai maksud atau mewujudkan tujuan tertentu sedangkan jenis kedua

adalah gerakan random ( random movement)seperti terlihat pada gerakan bayi kecil

yang tampak tidak beraturan, ger4akan reflex dan gerakan-gerakan lain yang terjadi

tanpa dorongan kehendak atau proses pemikiran. Kerja yang dimaksud disini tentu

saja kerja menurut arti yang pertama, yaitu kerja yang merupakan aktivitas sengaja,

bermotif dan bertujuan. Pengertian kerja biasanya terkait dengan penghasilan atau

upaya memperoleh hasil, baik bersifat materiil atau non materiil.

Etos kerja, menurut Mochtar Buchori dapat diartikan sebagai sikap dan

pandangan terhadap kerja, kebiasaan kerja: ciri-ciri atau sifat-sifat mengenai cara

kerja yang dimiliki seseorang, suatu kelompok manusia atau suatu bangsa. Ia juga

menjelaskan bahwa etos kerja merupakan dari tatanan nilai (value system). Etos kerja

seseorang adalah bagian dari tata niali individualnya. Demikian pula etos kerja suatu

kelompok masyarakat atau bangsa, ia merupakan bagian dari tata nilai yang ada pada

bangsa atau masyarakat itu. Etos kerja adalah sifat, watak, dan kualitas kehidupan

batin manusi, moral dan gaya estetik serta suasana batin mereka. Ia merupakan sikap

mendasar terhadap diri dan dunia mereka yang direfkelsikan dalam kehidupan nyata.

Etos kerja adalah pancaran dari sikap hidup manusia yang mendasar terhadap kerja.

Dr. Ahmad Janan menyimpulkan bahwa etos sebagai karakter dan kebiasaan

sedangkan kerja yang di maksud dalam konteks etos kerja itu adalah kerja bermotif

dan terikat dengan penghasilan atau upaya memperoleh hasil, baik bersifat materiil

atau non materiil.

Dari sejumlah definisi dan penjelasan di atas, meski beragam, namun dapat di

tangkap maksud yang berujung pada pemahaman bahwa etos kerja merupakan

15

Page 16: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

karakter dan kebiasaan berkenaan dengan kerja yang terpancar dari sikap hidup

manusia yang mendasar terhadapnya. Lalu selanjutnya dimengerti bahwa timbulnya

kerja dalam konteks ini adalah karena termotivasi oleh sikap hidup mendasar itu. Etos

kerja dapat berada pada individu dan masyarakat.

Sejalan dengan itu, Mochtar Buchori mengemukakan adanya kemungkinan etos

kerja manusia terwujud sebagai hasil dari suatu proses sosial historis. Berarti etos

kerja bukan suatu sifat bangsa yang constant. Ia bisa mengalami pasang surut. Musa

Asy’arie pun berdendapat, etos kerja merupakan bagian dari suatu kebudayaan. Ia

dibentuk ole proses kebudayaan panjang yang kemudian membentuk kepribadian.

Maka, jika masyarakat tetentu mempunyai etos kerja yang berbeda dari masyarakat

lainnya, hal itu disebabkan oleh proses panjang kebudayaan dan tantangan yang

dialami. Dengan demikian, sepanjang etos kerja dipahami sebagian dari budaya,

upaya pembinaan dan peningkatan etos kerja individu atau masyarakat dapat

dilakukan. Dengan perkataan lain dapat di transformasikan lewat pedidikan.

Adapun etos kerja menurut arti yang bertolak dari etika,yaitu moralitas dan

kebajikan dalam bekerja, ia dapat dijabarkan dalam bentuk kode etik sebagai kode of

conduct. Kode etik inilah yang kemudian memnjelma menjadi etika kerja, etika

profesi, atau kerja sebagai kearifan sikap dalam bekerja. Etos kerja menunjukan ciri-

ciri perilaku berkualitas tiggi pada seseorang yang mencerminkan keluhuran serta

keunggulan watak. Dengan berpedoman kepada etos kerja itulah seseorang

melaksanakan kerja dengan baik. Jadi, bukan sekedar etiket dalam arti format

lahiriyah belaka. Pengertian etos kerja sebagi karakter dan kebiasaan yang terpancar

dari sikap hidup manusia yang mendasar terhadap kerja, dan pengertian yang bertolak

dari asas etis, hakikat makna tidak menimbulkan pengertian yang kontradiktif, justru

dapat saling mendukung. Karena keduanya sangat erat berhubungan dengan aspek

kejiwaan dan spiritualitas.

1. Karakteristik Etos Kerja Islami

Karakteristik-karakteristik etos kerja islami dalam buku Etos Kerja Islami

karangan Dr. Ahmad Janan di gali dan dirumuskan berdasarkan konsep iman dan

amal saleh dengan memberikan prioritas penekanan pada etos kerja islami beserta

prinsip-prinsip dasarnya sebagai fokus. Argumentasi yang melatarbelakangi

ditempuhnya acara ini adalah karena etos kerja apapun menurut pemahaman Quraniy

tidak dapat menjadi islami bila tidak dilandaskan pada konsep iman dan amal saleh.

Suatu kerja atau perbuatan, meski secara nyata memberikan manfaat bersifat

16

Page 17: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

keduniaan bagi orang lain, namun tanpa disertai iman pada pelakunya, kerja itu tidak

akan membuahkan pahala di akhirat kelak.

Di dalam al-Qur’an amat banyak di temukan ungkapan امنوا dirangkaikan الذين

dengan ungkapan وءملواالصالحات kata-kata وءملواالصالحات امنوا dalam kitab الدين

suci tersebut terdapat 31 tempat. Ungkapan yang menggunakan redaksi المؤمنين لحات الصا يعملون ada di dua tempat, dan الذين وهومؤمن الصالحات من يعمل من

juga ada di dua tempat. Bila Allah menyebut امنوا selalu dilanjutkan dengan الذين

.وعملواالصالحات Kesemuanya itu mengisyaratkan bahwa Iman dan Amal Saleh

merupakan suatu rangkaian yang memiliki kaitan amat erat, bahkan tidak terpisahkan.

Tidak ada amal saleh tanpa iman, dan iman akan merupakan sesuatu yang

mandul bila tidak melahirkan amal saleh. Dari ajaran al-Qur’an atau al-Hadis dapat

dipahami bahwa Islam terdiri aqidah dan syari’ah (akhlaq termasuk di dalamnya). Al-

Qur’an sering menyebutnya aqidah dengan kata Iman, dan menyatakan syari’ah

menurut arti luas dengan ungkapan amal saleh. Keduanya merupakan kesatuan.

Aqidah berfungsi sebagai pangkal dan dasar, sedangkan amal saleh atau syar’iah

menurut arti luas merupakan bentuk-bentuk yang terbangun diatasnya. Artinya amal

saleh adalah pancaran iman atau aqidah yang menjiwainya.

Dalam pada itu masih terdapat satu unsur lagi yang bersama iman dan amal

saleh dalam membentuk segitiga pola hidup yang kokoh dan benar, yaitu keilmuan.

Ilmu ternyata menjadi landasan sekaligus menjadi jembatan yang harus ada bagi iman

dan amal saleh ilmu juga merupakan suatu bentuk kesadaran Muslim yang amat

sentral. Dalam Islam, agama identic dengan ilmu sedangkan ilmu adalah bagian dari

kewajiban yang bersifat keagamaan, yakni wajib nagi setiap muslim dan muslimah

untuk mencarinya. Tiap-tiap ajaran Islam dapat diamalkan secara benar dan baik

hanya bila di dukung oleh pengetahuan atau ilmu tentang ajaran itu. Dengan

demikian, menurut prespektif Islam, iman, ilmu dan amal merupakan rangkaian yang

saling mensyaratkan dan saling menyempurnakan. Pengalaman ajaran Islam menuntut

dukungan ilmu, kalau dicermati ternyata bersifat menyeluruh. Mulai dari pengamalan

rukun Islam sampai dengan aktivitas keduniaan yang amat luas. Aktivitas keduniaan

agar bernilai ibadah terbukti menuntut persyaratan ilmu seperti tentanh bagaimana

syarat agar kegiatan-kegiatan tersebut menjadi bernilai ibadah. Disamping itu, amal

yang berorientasi pada hasil akan jauh produktif lebih produktif bila di dukung oleh

ilmu yang lebih lengkap. Jadi tidak berlebihan jika Islam di katakan adalah agama

ilmu di samping agama amal. Iman sendiri baru dapat menjadi aqidah dan berfungsi

17

Page 18: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

dengan baik bila sudah di dukung oleh ilmu minimal tentang iman terhadap apa yang

diimani. Dinamika yang mencerahkan iman atau aqidah, menyebabkan lahirnya

kesadaran dan niat harus beramal saleh. Iman yang dicerhkan oleh cara pemahaman

ilmiah holistis proporsional terhadap ajaran-ajaran agma, memang berpotensi besar

utuk menjadi sumber motivasi internal maupun eksternal bagi etos kerja islami di

samping menjadi sumber ilmu dan nilai.

Dalam al-Qur’an, ungkapan ama (saleh) kebanyakan berbentuk fi’il, yaitu عمالا

16صالحا kali, لحا صا ,empat kali اعما صالحا صالحا dan يعمل masing-masing تعمل

dua kali, صالحا لحا dan نعمل صا ا عملو .masing-masing satu kali وا

Dalam Etos Kerja Islami karangan Dr. Ahmad Janan mengutip disertasi Said

Mahmud, al-Qur’an dalam menunjuk perbuatan-perbuatan tertentu yang dapat

dikategorikan amal saleh, menggunakan berbagai ungkapan, selain istilah amal saleh

itu sendiri. Misalnya: al-birr, iman, ihsan, infaq, ma’ruf, khair, al-‘adl, taqwa, dan lain

sebagainya. Kenyataan demikian menunjukkan luasnya pengertian yang di cakup oleh

istilah amal saleh sehingga meliputi kawasan kerja batin dan aqidah, di samping

kawasan ibadah, mu’amalah, akhlak, dan pelaksanaan tugas khalifah. Sudah barang

tentu menunjukkan pula besarnya perhatian agama Islam yang tidak tanggung-

tanggung terhadap amal saleh ini.

Dari konsep iman, ilmu dan amal saleh sebagaimana tersebut di atas, dapat di

gali dan dirumuskan karakteristik-karakteristik etos kerja Islami sebagai berikut:

a. Kerja Merupakan Penjabaran Aqidah

Manusia adalah makhluk yang dikendalikan oleh sesuatu yng bersifat batin

dalam dirinya, bukan oleh fisik yang tampak. Ia terpengaruh dan diarahkan oleh

keyakinan yang mengikatnya. Salah, benar, atau bagaimana keyakinan itu, niscaya

mewarnai segala perbuatan “ikhtiariyyah” orang itu. Keyakinan tersebut bila telah

tertanam mantap dalam hati, akan berusaha menyembul bersama kehendak

pemiliknya. Faktor agama memang tidak menjadi syarat timbulnya etos kerja tinggi

seseorang. Hal itu terbukti dengan banyaknya orang tidak beragama mempunyai etos

kerja yang baik. Tetapi berdasarkan teori tersebut di atas, orang itu pasti memiliki

keyakinan, pandangan atau sikap hidup tertentu yang menjadi pemancar bagi etos

kerja yang baik tersebut. Jadi ajaran agama agama merupakan salah satu faktor yang

dapat menjadi sebab timbulnya keyakinan, pandangan serta sikap hidup mendasar

yang menyebabkan etos kerja tinggi manusia terwujud. Cukup jelas kiranya etos kerja

tinggi seseorang memerlukan kesadaran bersangkut paut dengan pandangan hidupnya

18

Page 19: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

secara lebih menyeluruh. Hal mana memberi makna pada orang itu berkenaan dengan

kehidupan kerja. Dalam Islam keyakinan orang muslim dan muslimah bahwa kerja

berkaitan dengan tujuan mencari rida Allah, yakni dalam rangka ibadah.

Dari pemahaman akal dapat diketahui bahwa wahyu banyak mengungkap

realitas sesuatu juga ajaran yang baik dan buruk serta boleh dan tidak boleh yang

berkenaan dengan kerja. Selain itu ajaran wahyu juga banyak memberikan dorongan

yang kuat agar manusia giat bekerja dalam artian lahir dan batin. Maka dari itu,

sehubungan dengan kerja aqidah dan ajaran Islam menjadi sumber nilai dan sumber

ilmu, di samping sumber motivasi. Sebagai sumber nilai, Islam menetapkan norma-

norma terkait dengan kerja. Banyak pekerjaan yang diperkenankan dalam agama ini,

namun ada juga pekerjaan-pekerjaan yang tidak boleh dilakukan seperti meminta-

minta bagi orang yang tidak dalam keadaan terpaksa, melacur, berjudi, mencuri atau

merampas hak orang lain, mengurangi timbangan dalam berdagang, dan pekerjaan

lain yang zalim. Dalam hal itu, nilai-nilai Islam yang mengandung ajaran yang dapat

dikembangkan menjadi suatu bentuk etika kerja Islami.

Kerja dalam prespektif Islam ternyata menuntut diupayakannya keseimbangan

proporsional yang dikehendaki agama ini, menyangkut hubungan manusia dengan

sang pencipta dan hubungan antar manusia, hubungan antara kepentingan individu

dan masyarakat, duniawi dan ukhrawi, dan sebagainya.

Nabi Muhammad sendiri memberikan teladan bagi masyarakat muslim yang

baru di Madinah ketika itu secara umum menggunakan sepertiga waktunya untuk

beribadah (dalam arti khusus), sepertiga lagi untuk istirahat, dan sepertiga lainnya

untuk bersenang-senang dengan keluarga dan aktivitas sosial. Unsur utama etika kerja

islami adalah petunjuk syari’ah, bahwa kerja apapun hendaknya dilakukan dengan

sebaik-baiknya guna menunjang kehidupan pribadi, keluarga, dan orang-orang yang

menggu uluran tangan. Nilai kerja demikian dalam pandangan Islam adalah sebanding

dengan nilai amaliah wajib. Jadi, kerja positive bercorak keduniaan juga merupakan

tugas keagamaan.

Selanjutnya terkait dengan aqidah dan ajaran Islam sebagai sumber motivasi

kerja islami, secara konsepsional memang harus berangkat dari pengakuan terhadap

realita, bahwasanya Islam berdasarkan ajaran wahyu bekerja sama dengan akal adalah

agama amal atau agama kerja. Bahwasannya untuk mendekatkan diri dan memperoleh

rida Allah, seorang hamba harus beramal saleh yang dikerjakan dengan ikhlas hanya

karena Allah, yakni dengan memurnikan tauhid, sesuai dengan QS. Al-Kahfi/ 18: 110,

19

Page 20: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

yang artinya, “….Barang siapa mengharap akan menemui Tuhannya, hendaklah ia

beramal dengan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukkan dalam menyembah

Tuhannya dengan sesuatu apapun”.

Sejarah telah membuktikan bahwa aqidah Islam berpotensi besar untuk menjadi

sumber motivasi yang mampu mengubah dan membangun sikap hidup mendasar,

karakter, serta kebiasaan perilaku manusia dalam arti amat positif. Aqidah yang

berhasil di tanamkan Nabi saw kepada pengikutnya ketika beliau menjadi Rasul

terbukti telah menimbulkan kemajuan termasuk etos kerja Islami yang luar biasa pada

sejumlah besar dari mereka, yaitu orang-orang Muhajirin, orang-orang Ansar, bahkan

orang-orang yang sebelumnya termasuk “komunitas Jahiliyyah”. Etos kerja mereka

tentu tidak lepas dari motivasi serta nilai-nilai yang dipancarkan oleh aqidah Islam

yang mereka miliki.

Dalam hadis Rasulullah yang artinya, “Sesungguhnya semua pekerjaan

tergantung pada niatnya. Barang siapa yang hijrahnya tertuju kepada Allah dan Rasul-

Nya berarti ia hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, sedangkan orang yang berhijrah

untuk keduniaan maka ia akan memperolehnya; kalau kepada seorang wanita ia akan

menikahinya. Jadi, hijrah seorang itu tergantung pada niatnya”. Dari hadis tersebut

dapat kita pahami bahwa perbuatan atau kerja seseorang tergantung pada niat dan

komitmen yang mendasarinya. Isi hadis tersebut juga mengisyaratkan bahwa tujuan

akhir hidup dan kerja manusia adalah Allah, beribadah kepadaNya dan mencari rida-

Nya.

Secara psikologis, tabiat manusia memang sangat ditentukan oleh niat dan

siakapnya. Sedangkan sikap seseorang amat terpengaruh oleh nilai-nilai yang

diyakini. Niali terpentng yang mutlak harus di pegang teguh oleh setiap orang Islam

ialah sikap tauhid atau sikap mengesakan Allah. Sikap tauhid yang utuh dari

seseorang akan mewarnai seluruh sikap dan tindakan-tindakannya.

Dari uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa kerja berlandaskan niat

beribadah hanya kepada Allah adalah salah satu karakteristi penting etos kerja islami

yang tergali dan timbul dari karakteristik pertama ( kerja merupakan penjabaran

aqidah).

b. Kerja Dilandasi Ilmu

Tiap-tiap ajarannya dapat diamalkan secara benar dan baik hanya di dukung

oleh ilmu. Menurut pandangan agama ini, sumber kebenaran dan ilmu pengetahuan

yang hakiki ialah Allah. Dia menurunkan dua macam sumber kebenaran, yakni: 1.

20

Page 21: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

Wahyu, dapat ditemukan dalam ayat-ayat al-Qur’an, dan 2. Hukum keteraturan alam

atau sunnatullah, yaitu taqdir yang ketetapannya di alam ini mungkin dapat diketahui

secara objektif. Untuk memahami wahyu (al-Qur’an) di gunakan metode penafsiran.

Sedangkan untuk memahami keteraturan alam dengan hukum-hukumnya digunakan

metode penelitin empiris daan rasional. Menurut al-Ghazaliy dalam buku Etos Kerja

Islami karangan Dr. Ahmad Janan perbedaan antara ilmu yang bersumber dari wahyu

dan ilmu yang bersumber dari hukum-hukum keteraturan alam, adalah bahwa yang

pertama dasarnya ittiba’, sedangkan yang kedua adalah berdasarkan penelitian,

penemuan, dan kreasi. Jadi, lebih dinamis dan wajar jika sering mengalami revisi dan

inovasi.

Aqidah dan sistem keimanan orang Islam bersumber dari wahyu yang

berinteraksi dengan akal. Akal dalam pengertian Islam, bukan sekedar otak. Ia adalah

daya memahami yang tetrdapat dalam jiwa manusia. Pengertian akal umumnya

mencakup jerja otak dan kerja qalb dalam rangka memahami sesuatu. Jadi akal

merupakan alat untuk memahami sesuatu. Tanpa penggunaan akal wahyu tidak akan

bisa di mengerti, di terima, dan diakui sesuai dengan keadaan sewajarnya sebagai

wahyu Ilahi. Saling melengkapinya wahyu dengan akal bagi orang Islam merupakan

sesuatu yang badihiy dan mendasar, timbul dari prinsip tauhid menurut aqidah Islam.

Salah satu realitas jalan (manhaj) islami ialah berdampingan an-naql dengan

al-‘aql, wahyu dengan akal dalam proses memperoleh kesadaran, pemahaman, dan

ilmu. Di banding makhluk lain, keistimewaan sekaligus kelebihan manusia terutama

bertolak dari akal yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Ajaran wahyu dapat

diamalkan setelah lebih dulu dipahami. Selain itu, karena mempunyai akkalah

manusia berhasil menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mencapai kebudayaan

dan peradaban tinggi. Dengan memahami keteraturan hukum alam, manusia dapat

meperkirakan apa yang akan terjadi disekitarnya, mampu menyusun teori-teori ilmu

pengetahuan, rencana masa depan, dan dapat memperhitungkannya. Dari hasil-hasil

sunnatullah manusia dapat membangun ilmu pengetahuan. Dalam hal itu, agama dan

keteladanan Rasulullah saw menghendaki agar manusia memanfaatkannya sesuai

dengan hukum alam ciptaan Allah, maka keilmuan sehubungan dengan pengakuan

adanya sunnatullah ini secara langsung atau tidak menuntut serta mendidik orang

Islam agar dalam bekerja bersikap rasional, ilmiah, proaktif, kratif, menguasai iptek,

menggunakan perencanaan yang baik, adil, teratur, disiplin, dan profesional.

21

Page 22: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

Islam merupakan agama ilmu dan amal hal itu menuntut umat Islam untuk

mengupayakan peningkatan serta pemerataan keduanya secara sungguh-sungguh.

Beberapa hal yang khas dalam etos kerja islami perlu dinyatakan lebih tegas, antara

lain:

1) Ilmu yang mendasari etos kerja islami adalah wahyu dan keteraturan hukum

alam.

2) Ilmu aqli (madani) dalam Islam dipandang amat penting serta menempati

posisi yang tinggi bersama iman.

3) Proses memperoleh ilmu madani atau ilmu aqli adalah keteraturan hukum

alam. Pemahaman itu memperkuat iman serta mendidik orang Islam untuk

beretos kerja tinggi , bersikap ilmiah, proaktif, berdisiplin tinggi, dan

seterusnya.

4) Ilmu atau teori tentang kesatuan alam berimplikasi pada diperolehnya

pemahaman bahwa beretos kerja tinggi islami adalah tuntutan bersifat kodrati

bagi setiap muslim dan muslimah.

c. Kerja dengan Meneladani Sifat-sifat Ilahi serta Mengikuti Petunjuk-petunjuk-Nya

Sebagai khalifahtu fil lard wajar jika manusia diarahkan untuk melakukan

penyesuaian dalam rangka melakukan identifikasi dengan kebijakan dan ketetapan-

ketetapan Allah. Namun karena keterbatasan manusia yang tidak akan mampu

melakukan penyesuaian yang memadai, maka bisa dipahami jika kemudian ia

berusaha meneladani sifat-sifat-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Asy-

Syura ayat 11 yang artinya, “Tak ada sesuatupun yang menyerupainya”. Namun hal

itu tidak lantas kita tidak mungkin meneladani sifat-sifat Allah.

Etos kerja islami sebagai etos kerja umumnya tidak akan terwujud tanpa sifat

giat dan aktif dalam memanfaatkan potensi-potensi yang dimilikinya. Keistimewaan

orang yang beretos kerja islami adalah aktivitasnya dijiwai oleh dinamika aqidah dan

motivasi ibadah. Orang beretos kerja islami menyadari bahwa potensi yang

dikaruniakan dan dapat dihubungkan dengan sifat-sifat Illahi pada dasarnya

merupakan amanah yang mesti dimanfaatkan sebaik-baiknya secara bertanggung

jawab sesuai dengan ajaran Islam.

Bekerja bagi seorang muslim haruslah diniatkan untuk mencari rida Allah. Hal

itu memberikan konsekuensi kerja tidak dilakukan dengan sikap seenaknya atau

secara acuh tak acuh. Bekerja demi rida Allah amat erat kaitannya dengan ihsan yang

dalam hal ini dapat diartikan bekerja secara optimal dan sebaik-baiknya.

22

Page 23: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

Selanjutnya yaitu amanah sebagai ciri etos kerja tinggi islami dapat dijabarkan

dengan menjaga mutu kerja, menepati janji, dan jujur. Amanah dapat ditafsirkan

berupa amaliah wajib agar diamalkan, amaliah yang dilarang agar dihindari.

Mempertanggung jawabkan amanah juga merupakan salah satu bentuk akhlaq

bermasyarakat.

Berdasarkan penjelasan dan pembahasan tentang tiga karakteristik etos kerja

islami tadi dapat kita simpulkan bahwa; pertama,sikap hidup mendasar menjadi

sumber motivasi etos kerja islami. Kedua, bahwasanya keilmuan sebagai pengakuan

atas berlaku efektifnya sunnatullah atau takdir Allah secara obyektif. Hal itu akan

membuat manusia bekerja secara rasional menggunakan ilmu pengetahuan, kreatif,

tekun, disiplin, teratur, menggunakan perencanaan yang baik, fisioner, dan

profesional. Ketiga, dengan meneladani sifat-sifat Illahi dapat digali sikap kerja aktif,

kretif, tekun, konsekuen, adil, kerja didukung ilmu pengetahuan dan teknologi,

fisioner, berusaha efektif dan efisien, percaya diri, dan mandiri. Keempat, ciri etos

kerja islami adalah giat, proaktif, menghargai waktu, kompetitif, optimis, bersemangat

tinggi untuk sesuatu yang bermanfaat, bekerja keras, adil, bertanggung jawab, bekerja

sama dengan orang lain, hemat, ulet dan sabar.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam Islam, bekerja adalah kewajiban setiap muslim. Sebab dengan bekerja

setiap muslim akan mengaktualisasikan kemuslimannya sebagai manusia, makhluk

ciptaan Allah yang paling sempurna dan mulia di atas dunia. Hadits dari Miqdam bin

Ma’di Karib yang telah kita bahas tadi dapat ditarik kesimpulan bahwa alangkah

baiknya makanan yang dihasilkan dari buah tangan kita bekerja halal.

Hadits itu juga menunjukkan bahwa bekerja bagi seorang muslim adalah

sebuah keharusan. Namun, baginya bekerja tidak lantas berhenti sebagai usaha

mencari uang dan memenuhi kebutuhan. Bekerja menjadi salah satu caranya

beribadah. Dengan etos kerja seperti yang diajarkan oleh Rasulullah, bekerja bagi

seorang muslim adalah sebuah aktualisasi dari Imannya.

Etos kerja yang diajarkan oleh Rasulullah Saw, ialah;

pertama,sikap hidup mendasar menjadi sumber motivasi etos kerja islami.

23

Page 24: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

Kedua, bahwasanya keilmuan sebagai pengakuan atas berlaku efektifnya

sunnatullah atau takdir Allah secara obyektif. Hal itu akan membuat manusia bekerja

secara rasional menggunakan ilmu pengetahuan, kreatif, tekun, disiplin, teratur,

menggunakan perencanaan yang baik, fisioner, dan profesional.

Ketiga, dengan meneladani sifat-sifat Illahi dapat digali sikap kerja aktif, kretif,

tekun, konsekuen, adil, kerja didukung ilmu pengetahuan dan teknologi, fisioner,

berusaha efektif dan efisien, percaya diri, dan mandiri.

Keempat, ciri etos kerja islami adalah giat, proaktif, menghargai waktu,

kompetitif, optimis, bersemangat tinggi untuk sesuatu yang bermanfaat, bekerja keras,

adil, bertanggung jawab, bekerja sama dengan orang lain, hemat, ulet dan sabar.

24

Page 25: Keharusan Bekerja & Etos kerja dalam Ajaran Rosulullah

Keharusan Bekerja & Etos Kerja dalam Ajaran Rosulullah

DAFTAR PUSTAKA

DR. Ahmad Janan Asifudin, M.A. Etos Kerja Islami (Surakarta : Muhamadiyah University Press, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004) Cet. I, hal. 1 Drs. H. Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995) hal. vii Amru Abdul Mun’im Salim, Ilmu Hadits Untuk Pemula , Kitab Asli Taysir Ulum al-Hadits lil Mubtadi'in Mudzakkirat Ushul al-Hadits lil Mubtadi'in, Kairo Mesir : Maktabah Ibnu Taymiyah, 1997 M. Hal 13

Drs. H. Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim, (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), cet.2, hlm. 2 Ibid, hlm. 10 A. Riawan Amin dan Tim FEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah: Teori dan Praktik The

Celestial Management, (Jakarta: Salemba Empat, 2010), hlm. 87 Ibid, hlm.90 Op.cit, Drs. H. Toto Tasmara, hlm. 6-8 Ibid, hlm. 9-12 Ibid, hlm. 8 Dr. Muhammad Syafii Antonio, Muhammad Saw The Super Leader Super Manager, (Jakarta: Tazkia

Publishing, 2009), cet. 16, hlm. 81-83 Ibid, hlm. 91 Ibid, hlm. 94 Ibid, hlm. 91 Op.cit, Drs. H. Toto Tasmara, hlm. 13 Ibid, hlm. 12

25