Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

27
KEHANCURAN BAGHDAD OLEH BANGSA MONGOL Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Historiografi Islam Dosen pengampu : Prof. Dr. M. Abdul Karim, M. A., M. A. Disusun oleh : Mukhlisin : 252110051 Nike Ardina : 252110052

Transcript of Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

Page 1: Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

KEHANCURAN BAGHDAD OLEH BANGSA MONGOL

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Historiografi Islam

Dosen pengampu : Prof. Dr. M. Abdul Karim, M. A., M. A.

Disusun oleh :

Mukhlisin : 252110051

Nike Ardina : 252110052

JURUSAN ADAB

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2012

Page 2: Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Baghdad merupakan pusat pemerintahan dan peradaban pada masa Bani

Abbasiyah. Ibu kota Negara pada awalnya adalah al-Hasyimiyah dekat kufah.

Namun, pada masa khalifah al-Mansyur ibu kota Negara dipindahkan ke kota

yang baru didirikannya yaitu kota Baghdad yang terletak di dekat ibu kota Persia,

Ctesipon, pada tahun 762 M.

Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan

kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Sebagai pusat intelektual, di Baghdad

terdapat beberapa pusat aktivitas pengembangan ilmu. Di antaranya adalah Baitul

Hikmah, yaitu lembaga ilmu pengetahuan yang menjadi pusat pengkajian

berbagai ilmu. Selain itu Baghdad juga sebagai pusat penterjemahan buku-buku

dari berbagai cabang ilmu ke dalam bahasa Arab. 1

Semua kemegahan dan keindahan kota Baghdad sekarang hanya tinggal

kenangan. Semuanya hancur dan hampir tak tersisa, setelah kota ini di serang dan

dibumihanguskan oleh tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan. Pasukan

Mongol juga membakar buku-buku yang ada di perpustakaan yang merupakan

gudang ilmu pengetahuan.2

1 Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: Amzah, 2010), hlm.147.2 Badri Yatim, Sejarah Perdaban Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 281.

1

Page 3: Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

Sebagai pusat ilmu pengetahuan dan peradaban, kehancuran Baghdad

tentu memberikan dampak yang besar terhadap sejarah umat Islam. Jatuhnya kota

Baghdad bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah, tetapi juga merupakan awal

dari kemunduran umat Islam. Ketika Baghdad hancur berbagai khazanah ilmu

pengetahuan yang ada di sana juga ikut lenyap. Dikisahkan bahwa buku-buku

yang ada dalam baitul hikmah dibakar dan di buang ke sungai Tigris sehingga

airnya berubah yang asal mulanya jernih menjadi hitam karena tinta dari buku-

buku tersebut.

B. Pokok Masalah

Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa pokok masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana kekhalifahan Bani Abbasiyah sebelum dihancurkan Mongol?

2. Siapa bangsa Mongol?

3. Bagaimana bangsa mongol menghancurkan Baghdad?

4. Apa dampak dari serangan Mongol tersebut terhadap Peradaban Islam?

2

Page 4: Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

BAB II

BANI ABBASIYAH SEBELUM SERANGAN MONGOL

Kota Baghdad adalah ibu kota Negara pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah.

Pada masa kejayaannya, kota Baghdad menjadi pusat peradaban dan kebangkitan

ilmu pengetahuan dalam Islam. Masa keemasan kota Baghdad terjadi pada masa

khalifah ketiga, al-Mahdi, hingga khalifah kesembilan, al-Watsiq. Namun lebih

khusus lagi pada masa Harun al-Rasyid dan al-Makmun anaknya3.

Khalifah al-Makmun membangun perpustakaan yang dipenuhi dengan

ribuan buku ilmu pengetahuan. Perpustakaan tersebut dinamakan dengan Bait al-

Hikmah. Selain itu, banyak berdiri akademi, sekolah tinggi, dan sekolah biasa.

Dua di antaranya yang paling penting adalah perguruan Nizhamiyah dan

Muntashiriyah.4

Syamsul Bakri mengutip dari A. Syalabi, secara umum membagi

perkembangan Bani Abbasiyah dalam tiga periode.5 Periode pertama dari Abul

Abbals sampai al-Watsiq, yaitu periode di mana kekuasaan berada di tangan

khalifah. Para khalifah pada periode ini adalah ulama yang berijtihad dan

mengeluarkan fatwa, pahlawan dan pemimpin militer yang perkasa serta memiliki

kecintaan terhadap intelektual. Periode kedua dimulai masa pemerintahan Abu

Fadl al-Mutawakkil sampai pertengahan khalifah al-Nashir. Pada masa ini

khalifah hanya sebagai simbol, kekuasaan politik mlai berpindah dari khalifah ke

3Philip. K. Hitti, History of the Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Selamat Riyadi (Jakarta: Serambi, 2005), hlm. 369.4 Yatim, Sejarah, hlm. 277-278.5 Syamsul Bakri, Peta Peradaban Islam (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2011), hlm. 54.

3

Page 5: Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

tangan orang-orang Turki, kemudian beralih ke tangan golongan Buwaihi, dan

kemudian berpindah ke tangan Bani Saljuk. Sultan–sultan kecil sudah memiliki

kedaulatan sosial-politik, sedangkan khalifah hanya sebagai jabatan keagamaan

yang sakral. Periode ketiga dimulai sejak pertengahan al-Nashir hingga akhir Bani

Abbasiyah. Periode ini merupakan masa runtuhnya sultan-sultan kecil dan

khalifah sudah memiliki kekuatan kembali hingga akhirnya diserang pasukan

Hulagu Khan dari Mongol di era khalifah Abu Ahmad Abdullah al-Mu’tashim.

Bani Abbasiyah mulai mengalami kemunduran ketika pada masa periode

kedua, yaitu dimulai ketika masa khalifah Al-Mutawakkil. Ada banyak hal yang

menyebabkan kemunduran Bani Abbasiyah, di antaranya adalah:

1. Lemahnya khalifah

Setelah kekuasaan Bani Saljuk berakhir, khalifah Abbasiyah tidak lagi

berada di bawah kekuasaan dinasti tertentu. Para khalifah yang sudah merdeka

dan berkuasa kembali wilayah kekuasaan mereka sangat sempit dan terbatas, yaitu

hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit

menunjukkan kelemahan politiknya.

2. Persaingan antar bangsa

Khilafah Bani Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu

dengan orang-orang Persia. Setelah berkuasa, persekutuan itu tetap dipertahankan.

Orang-orang Persia masih belum puas dan mereka menginginkan sebuah dinasti

dengan raja dan pegawai dari Persia pula.

4

Page 6: Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

Selain fanatisme karaban, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa lain yang

melahirkan gerakan syu’ubiyah. Sementara itu, khalifah mengangkat budak-budak

dari Persia dan Turki untuk menjadi tentara atau pegawai. Hal ini mempertinggi

pengaruh mereka terhadap kekhalifahan. Ketika pada masa al-Mutawakkil,

seorang khalifah yang dianggap lemah, kekuasaan dikendalikan oleh orang-orang

Turki dan khalifah hanya dijadikan sebagai boneka. Posisi ini kemudian direbut

oleh Bani Buwaih, bangsa Persia , selanjutnya beralih ke tangan dinasti Saljuk.

3. kemerosotan ekonomi

Bersamaan dengan kemunduran dibidang politik, dinasti Bani Abbasiyah

juga mengalami kemunduran dibidang ekonomi. Penerimaan negara menurun

disebabkan makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyak kerusuhan yang

mengganggu perekonomian, dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang

memerdekakan diri. Sementara pengeluaran membengkak dikarenakan kehidupan

para khalifah dan pejabat yang bermewah-mewahan. Kondisi politik yang tidak

stabil menyebabkan perekonomian Negara morat-marit.

4. konflik keagamaan

Munculnya gerakan Zindiq, yang dilatar belakangi kekecewaan orang-

orang Persia, membuat khalifah merasa perlu mendirikan jawatan untuk

mengawasi kegiatan orang-orang tersebut dan memberantasnya. Gerakan ini

mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme, dan Mazdakisme. Ketika

mulai terpojok, mereka berlindung di balik ajaran Syi’ah. Sehingga banyak aliran

Syi’ah yang dianggap ekstrem dan menyimpang. Syi’ah adalah aliran yang

5

Page 7: Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

dikenal sebagai aliran politik yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah.

Keduanya, sering terjadi konflik yang kadang melibatkan penguasa. Selain itu

juga terjadi konflik antar aliran dalam Islam. Seperti konflik antara Mu’tazilah

dengan gologan Salaf.6

Akibat dari kemunduran dinasti Bani Abbasiyah ini, membuat mereka

sangat rentan terhadap serangan dari luar. Lemahnya para khalifah dan tidak

adanya persatuan di antara umat, mengakibatkan pertahanan negara mudah

ditembus. Sehingga ketika Mongol menyerang Baghdad, mereka dapat dengan

mudah menguasainya tanpa perlawanan yang berarti.

BAB II

BANGSA MONGOL

6 Yatim, Sejarah, hlm. 79-85

6

Page 8: Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan (Mongolia) yang

membentang dari Asia Tengah sampai Siberia Utara, Tibet Selatan, dan Mancuria

Barat serta Turkistan Timur, bukannya bangsa nomad stepa. Mereka merupakan

salah satu anak rumpun dari bangsa Tartar. Nama Mongol diambil dari nama

tempat asal mereka di Mongolia di mana mula-mula mereka tinggal. Sejarawan

Cina beranggapan bahwa nama Mongol berasal dari bahasa Cina “Mong”

(pemberani).7 Badri Yatim mengutip dari Ahmad Syalabi menjelasakan bahwa

nenek moyang bangsa Mongol bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra

kembar, Tartar dan Mongol. Mongol mempunyai anak bernama Il-khan, yang

melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol dikemudian hari.8

Orang Mongol sebagaimana bangsa nomad lain, hidup mengembara

berpindah-pindah tempat dan tinggal di tenda-tenda. Kehidupan mereka sangat

sederhana, mereka hidup dengan berburu, menggembala domba, dan budaya

perampokan sudah umum dikalangan mereka. Mereka menyembah matahari dan

bintang-bintang, sebagian ada yang menganut agama Sammaniyah dan Nestoria.

Orang-orang Mongol mempunyai watak yang kasar, suka berperang, dan berani

menghadang maut untuk mencapai keinginannya. Mereka tidak beradab, pejuang,

sabar, ahli perang, tahan sakit dari tekanan musuh yang sangat kuat. Akan tetapi,

mereka sangat patuh dengan pemimpin atau kepala suku mereka.9

Pemimpin Mongol yang paling terkenal adalah Chengis Khan. Ia lahir

pada tahun 1162 M di Daeyliun Buldagha, yang terletak di tepi sungai Onon

7 M. Abdul Karim, Islam di Asia Tengah ( Yogyakarta: Bagaskara, 2006), hlm.28.8 Yatim, Sejarah, hlm.111.9 Karim, Islam, hlm.28-29 dan Yatim, Sejarah, hlm. 112

7

Page 9: Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

(Unan), Mongolia. Ayahnya bernama Ishujayi dan ibunya bernama Helena

Khatun. Ishujayi berhasil menyatukan 13 kelompok suku yang ada pada saat itu.

Nama asli dari chengis adalah Temuchin. Pada usia yang masih dini ia telah

dinikahkan oleh ayahnya dengan gadis dari Deshai Chan, dari suku Unghir. Ayah

Temuchin meninggal karena diracun oleh musuhnya dari suku Tartar yang pernah

ia bunuh dalam perang.

Temuchin yang saat itu berusia 13 tahun menggantikan ayahnya sebagai

pemimpin suku. Temuchin melatih pasukannya dengan pelatihan yang keras,

disiplin ketat, dan penuh semangat. Ia dibantu oleh temannya yang bernama

Tugril, yang seterusnya bekerja sama dengan baik untuk menumpas musuh-

musuh yang kuat. Dengan bantuan Tugril, Temuchin berhasil mengalahkan

bangsa Tartar. Kemudian ia dapat mengalahkan suku-suku lainnya. Dengan

kemenangan yang bertubi-tubi, akhirnya tidak ada suku-suku Mongol lain yang

berani menentang.10

Pada tahun 1206 M, ia mendapatkan gelar Chengis Khan, Raja Yang

Perkasa sebagai pemimpin tertinggi bangsa Mongol. Ia menetapkan undang-

undang yang dinamakan Alyasak atau Alyasah, untuk mengatur kehidupan

rakyatnya. Dalam bidang militer ia mulai menata pasukannya dengan baik. Ia

membagi pasukannya dalam beberapa kelompok besar-kecil, seribu, dua ratus,

dan sepuluh orang. Tiap-tiap kelompok dipimpin oleh seorang komandan.

Setelah pasukannya teroganisir dengan baik, Chengis Khan mulai

memperluah daerah kekuasaanya dengan menakhlukkan daerah-daerah lain. 10 Karim, Islam, hlm. 30-33

8

Page 10: Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

Peking dapat ia kuasai pada tahun 1215 M. Kemudian ia mengincar negeri-negei

Islam. Pada tahun 1209 M ia membawa pasukannya dengan tujuan Turki,

Farghana, dan kemudian Samarkand. Mereka mendapat perlawanan yang keras

dari penguasa Khawarizm, Sultan Ala al-Din. Karena seimbang, akhirnya masing-

masing kembali ke Negerinya. Sepuluh tahun kemudian mereka masuk Bukhara,

Samarkan, Khurasan, Hamadhan, sampai ke perbatasaan Irak. Di Bukhra, ibu kota

Khawarizm, mereka kembali mendapatkan perlawanan dari Sultan Ala al-Din,

namun mereka berhasil mengalahkannya. Di setiap daerah yang mereka lewati,

terjadi pembunuhan besar-besaran. Bangunan-bangunan mereka hancurkan dan

sekolah-sekolah dibakar.

Setelah meninggal, Chengis Khan membagi wilayahnya kepada empat

orang anaknya, yaitu Jochi, Chaghtai, Oghtai, dan Touly. Changtai berusaha

menguasai kembali daerah-daerah Islam yang pernah ditakhlukkan dan berhasil

menguasai Khawarizm setelah mengalahkan Sultan Jalal al-Din. Saudara Chagtai,

Touly menguasai Khurasan. Karena kerajaan Islam sudah terpecah belah, maka

dapat dengan mudah ia mengusai Irak. Ia meninggal tahun 654 H/1256 M dan

digantikan putranya Hulagu Khan. Hulagu Khan inilah yang nantinya akan

menghancurkan Baghdad.

BAB III

KEHANCURAN BAGHDAD OLEH BANGSA MONGOL

9

Page 11: Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

Puncak kehancuran baghdad terjadi pada tahun 1258, kehancuran ibukota

mengiringi hilangnya hegemoni arab dan berakhirnya sejarah kekhalifahan

Dinasti Abbasiyah. Meskipun faktor eksternal, serbuan kaum barbar (dalam kasus

ini, Mongol dan Tartar)- begitu dahsyat. Nyatanya Cuma berperan sebagai senjata

pamungkas yang meruntuhkan kekhalifahan.11 Faktor internal seperti banyak

dijelaskan di bab awal lebih berperan sebagai sebab kehancuran.

Motif Serangan Mongol di Baghdad

1. Faktor Politik

Pada tahun 615 H. sekitar 400 orang pedagang bangsa Tartar

dibunuh atas persetujuan wali (gubernur) Utrar. Barang dagangan mereka

dirampas dan dijual kepada saudagar Bukhara dan Samarkand dengan

tuduhan mata-mata Mongol. Tentu saja hal ini menimbulkan kemarahan

Jenghis Khan. Jenghis Khan mengirimkan pasukan kepada Sultan

Khawarizmi untuk meminta agar wali Utrar diserahkan sebagai ganti rugi

kepadanya. Utusan ini juga dibunuh oleh Khawarizmi Syah sehingga

Jenghis Khan dengan pasukannya melakukan penyerangan terhadap

wilayah Khawarizmi.12

2. Motif Ekonomi

Motif ini diperkuat oleh ucapan Jenghis Khan sendiri, bahwa

penaklukan-penaklukan dilakukannya adalah semata-mata untuk

memperbaiki nasib bangsanya, menambah penduduk yang masih sedikit,

11 Hitti. History. hlm. 61612 Ensiklopedia Islam, op.C. Hlm. 242

10

Page 12: Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

membantu orang-orang miskin dan yang belum berpakaian. Sementara di

wilayah Islam rakyatnya makmur, sudah berperadaban maju, tetapi

kekuatan militernya sudah rapuh.

Pada peristiwa penyerbuan bangsa mongol yang dipimpin oleh Hulagu,

cucu Jenghis Khan di Kota Baghdad, selain motivasi invasi dan penaklukan

wilayah, penyerbuan ini adalah puncak dari sengketa yang telah dimulai sejak

tahun 1212 M (bab awal). Pada bulan safar 656 H / tahun 1253, Hulagu bersama

ribuan tentaranya membasmi kelompok pembunuh Hasyasyin dan menyerang

kekhalifahan Abbasiyah.13 Hulagu mengundang Khalifah al-Musta’shim (1242-

1258) untuk bekerjasama menghancurkan kelompok Hasyasyin Ismailiyah. Tetapi

undangan itu tidak mendapat jawaban. Pada tahun 1256, sejumlah besar benteng

Hasyasyin, termasuk “puri induk” di Alamut, telah direbut.

Pada bulan September tahun berikutnya, tatkala merangsek menuju jalan

raya Khurasan yang termasyhur, Hulagu mengirimkan ultimatum kepada khalifah

agar menyerah dan mendesak agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Tetapi

khalifah tetap enggan memberikan jawaban. Pada Januari 1258, anak buah

Hulagu bergerak dengan efektif untuk meruntuhkan tembok ibukota. Tak lama

kemudian upaya mereka membuahkan hasil dengan runtuhnya salah satu menara

benteng. Dengan hancurnya salah satu menara benteng, semakin

melemahkan sisa-sisa kekuatan pasukan Khalifah. Hingga pada tanggal 10

Februari 1258, pasukan Hulagu telah berhasil memasuki kota.

13 Ibid. hlm. 619

11

Page 13: Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

Khalifah bersama 300 pejabat dan Qadhi menawarkan penyerahan diri

tanpa syarat. Peristiwa ini menurut beberapa sumber sejarah setelah

pengkhianatan wazir khalifah Abbasiyah (wazir al-Qami). Setelah menyerahkan

hadia dan diri tanpa syarat, 20 Februari (sepuluh hari setelahnya) mereka semua

dibunuh. Termasuk Khalifah, keluarga, pejabat, pasukan dan rakyat Dinasti

Abbasiyah. Selama 40 hari pasukan Hulagu membantai, menjarah, memperkosa

wanita, membunuh bayi dan ibunya, membakar rumah ibadah dan perpustakaan

yang dibangun khalifah dan bangunan – bangunan megah di kota Baghdad.

Peristiwa ini menjadi sejarah besar dalam peradaban Islam, dan untuk

pertama kalinya dalam sejarah, dunia Islam terbengkalai tanpa khalifah.

Kekosongan khalifah islam membuat umat muslim pada abad ke-13 terhimpit

diantara dua kekuatan besar. Bagian timur umat muslim dihimpit pemanah

pasukan mongol yang liar, dibagian barat dihimpit oleh para pasukan perang

salib.

BAB IV

DAMPAK SERANGAN MONGOL TERHADAP PERADABAN ISLAM

12

Page 14: Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

Bangsa mongol meninggalkan catatan hitam dalam sejarah peradaban islam.

Bangsa mongol memang dikenal sebagai bangsa yang pemberani, keberadaannya,

kekejamanya dan kebengisannya mencapai puncak pada masa kepemimpinan

Jhengis khan dan beberapa garis keturunan kebawah. Meskipun kesalahan –

kesalahan itu sebagian dianggap telah ditebus oleh beberapa keturunannya sebagai

pembelah islam dan memberikan energi baru untuk membangkitkan kembali

kebudayaan islam. Namun, hancurnya peninggalan – peninggalan sejarah tidak

bisa terlupakan.

Seperti dijelaskan pada bab – bab awal, serangan mongol di negeri islam

khususnya di baghdad selain berdampak berakhirnya masa khalifah Abbasiyah,

tetapi menjadi awal kemunduran umat islam terlebih khazana ke-ilmuannya.

Secara khusus dampak serangan mongol terhadap peradaban islam diantaranya :

3. politik

kehancuran ibukota baghdad sebagai pusat pemerintahan khalifah Abbasiyah

berpengaruh besar terhadap mundurnya peradaban islam. Kekosongan ke-

khalifahan melemahkan kekuatan umat islam, bahkan peradaban islam banyak

dipandang tenggelam setelah diapit diantara dua kekuatan musuh islam, tentara

salib di barat dan pasukan mongol di timur. Namun, anehnya Kota baghdad tidak

semuanya dihancurkan, mungkin hulagu bermaksud menjadikan baghdad sebagai

tempat kediamannya, sehingga tidak dihancurkan seperti kota—kota lainnya.14

Pada rezim Il-Khan atau Hulagu, Baghdad di turunkan posisinya menjadi ibukota

provinsi dengan nama Iraq al- Arabi.14 Ibid. Hal. 620.

13

Page 15: Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

4. sosial

Dampak sosial akibat serangan mongol di ibukota khalifah abbasiyah tidak jauh

berbeda dengan kondisi politiknya. Pembunuhan massal, pembantaian bayi, anak,

wanita, pemerkosaan, penjarahan. Menjadi catatan hitam umat islam dalam

perjalanan sejarah peradaban islam. Kemakmuran yang perna dicapai pada masa

khalifah Harun Al-Rasyd dan anaknya tinggal cerita.

5. Pendidikan dan keilmuan

Baghdad pada masa khalifah Abbasiyah adalah pusat perkembangan ilmu

pengetahuan. Bahkan budaya kecintaan terhadap ilmu terlihat dari besarnya

kontribusi ilmuan masa itu terhadap perkembangan keilmuan setelahnya.

Pembangunan perpustakaan, tokoh buku, sekolah-sekolah, pusat kajian dan

diskusi adalah aktivitas kaum intelektualnya. Pada masa kehancuran kota baghdad

sejarah mencatat kisah pemusnahan buku-buku di Baitul Hikma yang sebagiannya

di buang di sungai Tigris . Hanya beberapa karya yang sempat diselamatkan. Ibnu

Jubayr menyatakan bahwa di Baghdad pada masa itu terdapat sekitar tiga puluh

sekolah.15 salah satu sekolah yang selamat dari malapetaka pemusnahan oleh

bangsa Mongol adalah Maadrasah Nizhamiyah dan dari sanalah sejarah dan

karya-karya para ilmuan kembali di hidupkan.

6. Agama

Kehancuran Khalifah Abbasiyah menandai hancurnya pemerintahan Islam bahkan

mulai mundurnya peradaban Islam dalam percaturan Internasional. Dampak dari

15 Ibid. 518.

14

Page 16: Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

serangan ini memperluas pengaruh kristen, dengan ditandai dengan pemberian

anugerah istimewah kepada kepala keluarga Nestor dan keberpihakan Hulagu

terhadap pasukan perang salib dan Hulagu sendiri lebih menyukai warga Kristen

dibanding warga Islam.16 meskipun Pada masa kekuasaan Ghazan Mahmud(1295

– 1304) penerus ketujuh Il-Khan Islam menjadi Agama Negara meskipun

kecenderungan kepada mahzab atau sekte Syiah.

Gambaran singkat dampak serangan pasukan mongol di Kota Baghdad

terhadap perjalanan sejarah peradaban Islam. Dimana catatan hitam ini menjadi

pelajaran berharga bagi generasi selanjutnya. Bahkan sejarah ini juga menjadi

catatan penting dalam pembangunan sejarah peradaban Islam selanjutnya.

Lemahnya solidaritas dan perpecahan adalah sumber kehancuran, sehingga

menjadi kesempatan mengundang pihak musuh Islam untuk meleburkan

keretakan yang sudah ada.

BAB V

PENUTUP

Demikianlah analisis singkat tentang kehancuran Baghdad sebagai Ibukota

Khalifah Abbasiyah. Puing – puing kemegahan kota Baghdad sebagai pusat kajian

khazana keilmuan dan peradaban Islam tinggal kenangan. Selain berakhirnya

16 Ibid. Hal. 620 - 621

15

Page 17: Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

kekuasaan ke khalifahan Abbasiyah juga menandai mundurnya peradaban Islam

dalam percaturan Internasional. Pemusnahan naskah – naskah, manuscript dan

karya para ilmuan tidak hanya hancurnya Baitul Hikma tetapi juga lenyapnya

karya – karya monumental para ilmuan terdahulu. Hingga saat ini, ketimpangan

pengetahuan begitu terasa ketika literasi- literasi karya ilmuan muslim begitu

langkah bahkan bisa dikatakan punah.

Meskipun dalam perjalanan sejarah, hal yang dianggap musyikil dan tidak

terbayangkan, Dimana musuh Islam dalam komando Jhengis Khan dan beberapa

keturunan dibawahnya telah meninggalkan catatan hitam bagi umat Islam, namun

di generasi selanjutnya bangsa ini pula yang kembali membangkitkan energi dan

budaya Islam. Sikap inilah yang menjadikannya sebagai penghancur Islam

sekaligus Pahlawan Islam. Meskipun bukan bangsa mongol yang ditakdirkan

untuk memulihkan keagungan militer Islam dan menegakkan kembali panji –

panji kejayaannya.17

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Syamsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2010.

Bakri, Syamsul. Peta Peradaban Islam. Yogyakarta: Fajar Media Press, 2011.

17 Ibid. Hal. 622.

16

Page 18: Kehancuran Baghdad Oleh Bangsa Mongol

Hitti, Philip.K. History of the Arabs. Edisi ke-sepuluh. Jakarta : PT SERAMBI

ILMU SEMESTA. Cet. II ; 2006

Karim, M. Abdul. Islam di Asia Tengah. Yogyakarta: Bagaskara, 2006.

Yatim, Badri. Sejarah Perdaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.

17