Kehamilan Ektopik Terganggu Preskes Edit
description
Transcript of Kehamilan Ektopik Terganggu Preskes Edit
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
Abstrak
Kehamilan ektopik adalah suatu komplikasi dalam kehamilan dimana ovum yang sudah dibuahi berimplantasi di jaringan lain selain dinding uterus. Implantasi dapat juga terjadi pada cervix, ovarium, dan abdomen. Angka kejadian kehamilan ektopik pada wanita usia 35 - 44 tahun tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita usia 15 – 24 tahun. Peningkatan insidensi dari kehamilan ektopik dihubungkan dengan kejadian PID, kontrasepsi, pembedahan pada tuba, dan sebagainya. Trias gejala kehamilan ektopik terganggu adalah berupa amenorrhea yang diikuti perdarahan abnormal dan nyeri abdomen. Penatalaksanaannya adalah dengan pembedahan yang sesuai dengan letak kehamilan ektopik tersebut.
Sebuah kasus seorang G2 P1 A0, 27 tahun, dengan umur kehamilan 9+2 minggu. Penderita datang ke Rumah Sakit Umum Dr. Moewardi dengan keluhan nyeri perut kiri bawah. Pada pemeriksaan ginekologi dengan Vaginal Toucher didapatkan portio lunak, slinger pain (+), corpus uteri sebesar telur bebek, darah (+), adneksa kiri teraba massa sebesar bola ping pong, cavum douglasi tidak menonjol. Pada pemeriksaan USG didapatkan kesan menyokong gambaran hematocele retrouterine.
Kata kunci : Kehamilan Ektopik Terganggu
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik adalah suatu komplikasi dalam kehamilan dimana ovum yang
sudah dibuahi berimplantasi di jaringan lain selain dinding uterus. Kebanyakan
kehamilan ektopik terjadi pada tuba falopii (sehingga disebut kehamilan tuba). Implantasi
dapat juga terjadi pada cervix, ovarium, dan abdomen. 1,2,3
Lebih dari 30 tahun, insidensi kehamilan ektopik telah meningkat secara dramatis
di negara – negara industri. Insidensi yang dilaporkan bervariasi antara 100 – 175 per
100.000 wanita berusia 15 – 44 tahun. Yang terpenting, pada kasus kehamilan ektopik
tercatat 10% kasus dari seluruh kasus kehamilan yang berhubungan dengan kematian. 3,4
Penyebab paling utama gangguan transportasi hasil konsepsi pada tuba adalah
infeksi alat genitalia interna, desakan dari luar tuba, operasi pada tuba falopii, kelainan
kongenital alat reproduksi interna, migrasi intraperitoneal spermatozoa ataupun ovum,
dan kelambatan implantasi. 5
Trias gejala dan tanda dari kehamilan ektopik adalah riwayat keterlambatan haid
atau amenorrhea yang diikuti perdarahan abnormal (60-80%), nyeri abdominal atau
pelvik (95%).6
Operasi pada kehamilan ektopik terganggu segera dilakukan setelah diagnosis
dapat dipastikan. Bila diagnosis cepat ditegakkan umumnya prognosis baik, terutama bila
cukup penyediaan darah dan fasilitas operasi serta narkose. 7
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
A. DEFINISI
Kehamilan ektopik adalah suatu komplikasi dalam kehamilan dimana ovum
yang sudah dibuahi berimplantasi di jaringan lain selain dinding uterus. Pada
konsepsi yang normal, ovum dibuahi oleh sperma pada tuba falopii kemudain ovum
yang sudah dbuahi tersebut akan bergerak sepanjang tuba menuju uterus sekitar 3 – 4
hari kemudian. Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi pada tuba falopii (sehingga
disebut kehamilan tuba). Kehamilan tuba dapat terjadi dikarenakan tuba falopii
terhalang atau rusak dan tidak dapat dilewati oleh embrio.
Implantasi dapat juga terjadi pada cervix, ovarium, dan abdomen. Fetus
memproduksi suatu enzim yang memungkinkannya untuk berimplantasi pada
berbagai macam jaringan, dan apabila fetus berimplantasi di tempat lain selain uterus
maka dapat mengakibatkan kerusakan jaringan karena usaha dari fetus itu sendiri
untuk mendapatkan suplai darah yang cukup. 1, 2, 3
B. EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 30 tahun, insidensi kehamilan ektopik telah meningkat secara
dramatis di negara – negara industri. Insidensi yang dilaporkan bervariasi antara 100
– 175 per 100.000 wanita berusia 15 – 44 tahun. Di Inggris, insidensi kehamilan
ektopik bertambah dari 9,6 kasus per 1000 kehamilan (1991 – 1993) menjadi 11
kasus per kasus 1000 kehamilan (2000 – 2002). Peningkatan insidensi kehamilan
ektopik bisa jadi merupakan cerminan dari meningkatnya kasus pada populasi
penduduk ataupun bisa juga karena adanya pengembangan dari tes diagnosa yang
lebih sensitif. Angka kejadian kehamilan ektopik pada wanita usia 35 - 44 tahun tiga
kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita usia 15 – 24 tahun. 8
Pada tahun 1992, di Amerika Serikat kejadian kehamilan ektopik sekitar
108.000, hampir 2% dari seluruh kehamilan. Yang terpenting, pada kasus kehamilan
3
ektopik tercatat 10% kasus dari seluruh kasus kehamilan yang berhubungan dengan
kematian.
Insidensi kehamilan ektopik untuk wanita kulit berwarna lebih tinggi dalam
setiap kategori umur dibandingkan dengan wanita berkulit putih. Sekitar 2 % dari
kehamilan merupakan kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik merupakan salah satu
faktor penyebab kematian ibu, sekitar 9 % dan merupakan penyebab kematian
terbanyak pada trimester pertama. 3,4
C. PEMBAGIAN KEHAMILAN EKTOPIK
Menurut lokasi :
1. Kehamilan abdominal (1,4 % - 15 %)
a. Kehamilan abdominal primer (sangat jarang ditemukan)
Terjadi apabila ovum dan spermatozoon bertemu dan bersatu di dalam
satu tempat pada peritoneum dalam rongga perut dan juga kemudian
berimplantasi di tempat tersebut, karena syarat – syarat untuk implantasi
4
kurang baik maka kehamilan berhenti dengan kematian mudigah disertai
dengan perdarahan.
b. Kehamilan abdominal sekunder
Mudigah yang menjadi janin dapat meninggalkan tuba melalui ostium
abdominalis atau melalui sobekan dinding tuba dan kemudian kantung
janin melekat dalam rongga peritoneum, begitu juga plasenta berinsersi
diluar tuba pada dinding belakang uterus, pada ligamentum latum, atau
pada dinding panggul. Walaupun terjadi gangguan tetapi tidak
menyebabkan meninggalnya mudigah dan vaskularisasi masih cukup
untuk memungkinkan mudigah tumbuh terus.
2. Kehamilan ampula tuba (terbanyak sekitar 55 % - 80 %)
3. Kehamilan isthmus tuba (12 % - 25 %)
4. Kehamilan interstitial tuba
Jarang terjadi hanya sekitar 1 – 2 % dari semua kehamilan tuba, ruptur terjadi
pada kehamilan lebih tua bisa mencapai akhir bulan keempat (16 – 20 minggu),
karena jaringan endometrium pada daerah ini lebih mampu untuk melebar.
Karena ukuran yang meningkat dan implantasi endometrium parsial, kehamilan
ektopik lanjut ini dapat salah didiagnosis sebagai kehamilan intrauterin karena
perdarahan sangat banyak sehingga harus segera dioperasi jika tidak dapat
menyebabkan kematian.
5. Kehamilan ovarial (0,2 % - 0,5%)
Terjadi apabila spermatozoon memasuki folikel de graaf yang baru saja pecah dan
menyatukan diri dengan ovum yang masih tinggal dalam folikel. Nasib kehamilan
ini ialah ovum yang dibuahi mati atau terjadi ruptur.
Diagnosis ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg
i. Tuba pada sisi kehamilan harus normal
ii. Kantung janin harus terletak dalam ovarium
iii. Kantung janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii
proprium
iv. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding
kantung janin
5
6. Kehamilan intraligamen
7. Kehamilan cornu ( 2%)
8. Kehamilan fimbriae (5% - 17%)
9. Kehamilan servik (sangat jarang terjadi sekitar 0,03% - 0,2%)
Kriteria Rubin (1911) untuk kehamilan servikal :
i. Kelenjar serviks harus ditemukan di seberang tempat implantasi plasenta
ii. Tempat implantasi plasenta harus berada di bawah arteri uterina atau
peritoneum viserale uterus
iii. Janin tidak boleh terdapat di daerah korpus uterus
iv. Implantasi plasenta di serviks harus kuat
Kriteria Rubin sulit diterapkan secara klinis karena memerlukan histerektomi total
untuk memastikannya.
Kriteria klinis dari Paalman & McElin (1959) untuk kehamilan servikal, lebih
dapat diterapkan secara klinis :
i. Ostium uteri internum tertutup
ii. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
iii. Hasil konsepsi terletak di dalam endoserviks
iv. Perdarahan uterus setelah fase amenorhea, tanpa disertai nyeri
v. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar daripada fundus (hour-glass
uterus)
Kehamilan ektopik terbanyak dijumpai adalah kehamilan di tuba falopii (90% -
97%)
D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Fungsi tuba falopii pada alat reproduksi wanita sangat penting, yaitu:
1. Proses ovum pick up mechanism
2. Transportasi spermatozoa menuju ampula tuba sebagai tempat yang paling besar
untuk terjadinya konsepsi.
3. Alat transportasi ovum menuju ampula tuba sehingga dapat terjadi konsepsi.
6
4. Tempat tumbuh kembangnya hasil konsepsi, dari bentuk zygot sampai blastula
sehingga siap untuk melakukan implantasi.
5. Alat tempat transportasi hasil konsepsi menuju uterus sebagai tempat akhir
implantasi dan tumbuh kembang sampai menjadi aterm. 5
Peningkatan insidensi dari kehamilan ektopik dihubungkan dengan
1. Meningkatnya kejadian PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan kemajuan dalam
penanganan penyakit ini
2. Penggunaan kontrasepsi misalnya IUD, ataupun kontrasepsi yang mengandung
progesteron
3. Bertambahnya prosedur pembedahan untuk menangani penyakit pada tuba falopii,
misalnya ligasi tuba, reanastomosis tuba
4. Bertambahnya penggunaan sterilisasi elektif
5. Berkembangnya teknik diagnosa
6. Paparan dietilstilbestrol
7. Riwayat Salpingitis, misalnya oleh karena infeksi Chlamydia
8. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
9. Penggunaan Agen induksi ovulasi
10. Adhesi peritubal yang terjadi setelah adanya abortus, infeksi puerperal,
endometriosis
11. Riwayat infertilitas
12. Meningkatnya usia ibu hamil anak pertama
13. Inseminasi buatan
14. Hubungan sexual diusia muda dan berganti – ganti pasangan
15. Merokok
16. Latihan fisik yang berat 3,8
Penyebab paling utama gangguan transportasi hasil konsepsi pada tuba adalah:
1. Infeksi alat genitalia interna, khususnya tuba falopii
a. Infeksi STD akibat makin meningkatnya hubungan sexual pranikah.
b. Infeksi asendens akibat penggunaan IUD.
7
c. Bakteri khusus yang menyebabkan gangguan tuba Falopii adalah
Chlamydia trachomatis yang menyebabkan peyempitan lumen tuba.
2. Terdapat desakan dari luar tuba
a. Kista ovarium atau mioma subserosa sehingga pada bagian tertentu, lumen
tuba falopii menyempit, akibatnya hasil konsepsi tidakdapat lewat
sehingga tumbuh dan berkembang setempat.
b. Endometriosis menimbulkan perlekatan dengan sekitarnya sehingga
terjadi penyempitan tuba falopii.
3. Operasi pada tuba falopii
a. Operasi rekonstruksi tuba falopii, tetapi lumennya tidak selebar semula
sehingga hasil konsepsi tersangkut dan tumbuh kembang di dalamnya.
b. Rekanalisasi spontan dari sterilisasi tuba, dengan pembukaan lumen ynag
tidak sempurna dan terjadi penyempitan. Akibatnya hasil konsepsi
tersangkut dan terjadi kehamilan ektopik.
4. Kelainan kongenital alat reproduksi interna
a. Tuba falopii memanjang sehingga dalam perjalanan blastula terpaksa
melakukan implantasi dan menimbulkan kehamilan ektopik.
b. Terdapat divertikulum dalam tuba falopii, sehingga hasil konsepsi dapat
melakukan implantasi dan terjadi kehamilan ektopik.
5. Terjadi migrasi intraperitoneal spermatozoa ataupun ovum
a. Terjadi kehamilan ektopik pada uterus rudimenter.
b. Terjadi kehamilan pada ovarium.
6. Kelambatan implantasi
Kelambatan implantasi hasil konsepsi menyebabkan implantasi terjadi di
bagian bawah kavum uteri dalam bentuk plasenta previa dan kehamilan
servikalis. 5
E. PATOFISIOLOGI
Adanya abnormalitas pada morfologi tuba ataupun pada fungsinya dapat
menyebabkan adanya kehamilan ektopik. Pada kehamilan yang normal, ovum dibuahi
pada tuba falopii kemudian bergerak menuju uterus. Sangat diyakini bahwa yang
8
paling berperan menyebabkan kehamilan ektopik adalah rusaknya mukosa tuba, yang
dapat menghalangi jalannya embrio karena adanya jaringan parut. Kemungkinan yang
lain adalah defek kecil pada mukosa menarik embrio untuk berimplantasi ditempat
tersebut. Hal lain yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik adalah disfungsi
aktifitas otot polos tuba. 8
Karena tuba kekurangan lapisan submukosa, ovum yang telah dibuahi
cenderung tertanam pada epitelium dan zigot diam pada dinding muskular dari tuba.
Pada permukaan zigot terdapat kapsul trofoblas yang secara cepat berproliferasi yang
menginvasi dinding muskular dari tuba. Pada saat yang sama, pembuluh darah
maternal membuka dan darah mengalir pada daerah sekitar trofoblas atau diantara
trofoblas dan jaringan tambahan. Dinding tuba yang berhubungan dengan zigot hanya
bisa memberikan tahanan ringan terhadap invasi trofoblas, yang secepatnya tertanam
didalamnya. Embrio atau fetus pada kehamilan ektopik biasanya tidak ditemukan
ataupun terhambat pertumbuhannya.4
Isi konsepsi yang berimplantasi melakukan penetrasi terhadap lamina propria
dan pars muskularis dinding tuba. Kerusakan tuba lebih lanjut disebabkan oleh
pertumbuhan invasif jaringan trofoblas. Karena trofoblas menginvasi pembuluh darah
dinding tuba, terjadi hubungan sirkulasi yang memungkinkan jaringan konsepsi
bertumbuh.
Pada suatu saat, kebutuhan embrio di dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi
oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu.
Ada beberapa kemungkinan akibat hal ini :
1. kemungkinan terbentuknya jaringan mola berisi darah di dalam tuba, karena
aliran darah di sekitar chorion menumpuk, menyebabkan distensi tuba, dan
mengakibatkan ruptur intralumen kantung gestasi di dalam lumen tuba.
2. kemungkinan "tubal abortion", lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung
distal (fimbria) dan ke rongga abdomen.
3. kemungkinan reabsorpsi jaringan konsepsi oleh dinding tuba sebagai akibat
pelepasan dari suplai darah tuba.
9
4. kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat
erosi villi chorialis atau distensi berlebihan tuba - keadaan ini yang umum disebut
kehamilan ektopik terganggu / kehamilan ektopik dengan ruptur tuba. 9
Secara umum, estrogen menstimulasi aktifitas mioelektris dari tuba dan
progesteron memiliki efek untuk menghambat. Perubahan rasio estrogen /
progesteron mungkin mempengaruhi motilitas tuba. Tingginya tingkat estrogen
mungkin menyebabkan spasme tuba, yang akan mengahalangi transportasi embrio
menuju cavum uteri. Sebaliknya, pada penggunaan oral kontrasepsi progesteron dapat
menyebabkan tuba relaksasi yang mengakibatkan retensi ovum pada tuba. 8
Abortus Tuba
Terjadinya abortus tergantung dari tempat implantasi. Abortus biasanya
terjadi pada kehamilan ampula tuba, karena lumennya lebih luas sehingga dapat
mengikuti pertumbuhan hasil konsepsi dengan mudah. Perdarahan timbul karena
gangguan hubungan antara plasenta dan membran dan dinding tuba. Jika pemisahan
plasenta sudah lengkap, seluruh produk konsepsi dapat keluar melalui fimbriae ke
cavum peritoneal. Pada saat itu, perdarahan akan berhenti dan gejala hilang. Beberapa
perdarahan biasanya masih terjadi selama produk masih dalam oviduct. Darah
mengalir pelan-pelan dari fimbriae tuba ke dalam cavum peritoneal dan terkumpul
dalam kavum Douglasii, sehingga membentuk hematokele retrouterina, biasanya
tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
Gejala klinis :
1. Perdarahan dari terus berwarna hitam
2. Rasa nyeri disamping uterus bertambah hebat
3. Disamping uterus ditemukan sebuah massa, nyeri tekan, agak lembek
dengan batas jelas, tidak rata
4. Kavum Douglasii menonjol ke vagina
5. Kadang teraba jelas hematokel sebagai massa agak lembek
6. Timbul nyeri bila serviks digerakkan 4,9
10
Ruptur Tuba
Pembesaran produk konsepsi dapat menyebabkan terjadinya ruptur oviduct
pada beberapa tempat. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan
villi korialis kedalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonium Sebelum
ditemukannya pemeriksaan hCG sebagai pembantu penegakkan diagnosa kehamilan
ektopik, banyak kasus kehamilan tuba yang diakhiri dengan ruptur pada trimester
pertama yang biasanya terletak pada isthmus tuba. Ruptur biasanya terjadi spontan,
namun dapat juga terjadi karena trauma yang berkaitan dengan koitus atau
pemeriksaan bimanual. Pada ruptur intraperitoneal, seluruh konsepsi dapat keluar dari
tuba dan menyebabkan perdarahan dalam rongga perut, bisa sedikit ataupun banyak
bahkan kadang sampai menimbulkan syok dan kematian.
Gejala klinis pada ruptur tuba :
1. Anemi
2. Syok
3. Suhu badan menurun
4. Nadi cepat
5. Tekanan darah menurun
6. Akral dingin
7. Perut agak membesar
8. Ditemukan adanya cairan bebas dalam rongga perut
9. Pada pemeriksaan ginekologi uterus tidak dapat diraba dengan jelas
karena dinding perut menegang dan uterus dikelilingi oleh darah, nyeri
sekali bila servik digerakkan, kavum Douglasii terasa sangat menonjol.4,9
F. MANIFESTASI KLINIS
Trias gejala dan tanda dari kehamilan ektopik adalah riwayat keterlambatan
haid atau amenorrhea yang diikuti perdarahan abnormal (60-80%), nyeri abdominal
atau pelvik (95%). 1 Biasanya kehamilan ektopik baru dapat ditegakkan pada usia
kehamilan 6 – 8 minggu saat timbulnya gejala tersebut di atas.2 Gejala lain yang
muncul biasanya sama seperti gejala pada kehamilan muda, seperti mual, rasa penuh
11
pada payudara, lemah, nyeri bahu, dan dispareunia. Selain itu pada pemeriksaan fisik
didapatkan pelvic tenderness, pembesaran uterus dan massa adneksa. 3
1. Nyeri
Nyeri dirasakan biasanya pada perut bagian bawah, yang disebabkan karena
distensi tuba. Nyeri abdomen dapat disertai hemoperitoneum, nyeri pleuritik atau
nyeri bahu yang disebabkan karena iritasi diafragma 3.
2. Perdarahan abnormal
Kebanyakan wanita dengan kehamilan ektopik mengalami amenorrhea, dan hanya
seperempat saja yang tidak mengalami amenorrhea 4. Amenorrhea yang terjadi,
diikuti dengan perdarahan yang berupa perdarahan berwarna coklat gelap, dapat
terjadi intermitten ataupun kontinyu 1.
3. Perubahan uterus
Uterus mungkin dapat terdorong ke salah satu sisi karena massa ektopik atau
karena ligamen yang terisi oleh darah. Pada 25 % wanita, uterus membesar sesuai
dengan stimulasi hormon selama kehamilan. Ditemukannya desidua uterus tanpa
trofoblas dapat merupakan tanda kehamilan ektopik namun tidak absolut. 4
4. Massa Adneksa
Terabanya massa adneksa dilaporkan pada 40% kasus. 3 Massa biasanya teraba
dengan konsistensi lunak dan disertai nyeri. 4
G. DIAGNOSIS
Diagnosis kehamilan ektopik ada tiga golongan:
1. Kehamilan ektopik intak
Diagnosis didasarkan pada kombinasi :
a. Pemeriksaan hormon progesteron dan ßhCG
Pada kehamilan normal kadar ßhCG serum meningkat setiap 2 hari. Pada
kehamilan ektopik kadar ßhCG juga meningkat tetapi tidak sebanyak pada
kehamilan normal. Untuk mengetahui peningkatan kadar ßhCG serum
harus dilakukan pemeriksaan kadar ßhCG serum secara serial.
Kadar progesteron dalam darah meningkat apabila terjadi kehamilan baik
itu kehamilan normal ataupun abnormal. Kadar progesteron tidak
12
bergantung pada umur gestasi dan akan menetap selama trimester pertama.
Beberapa penulis menyatakan bahwa kadar progesteron lebih dari 25
ng/mL dapat menyingkirkan kemungkinan kehamilan abnormal sebesar
97.4%. Sebaliknya kadar progesteron kurang atau sama dengan 5 ng/mL
menunjukkan kehamilan yang abnormal. Akan tetapi kadar progesteron
tidak dapat membantu memperkirakan lokasi kehamilan ektopik dan
bukan merupakan tes yang rutin dikerjakan dalam menegakkan diagnosa
kehamilan ektopik.3, 4, 8
b. Ultrasonografi (USG)
USG transvaginal memiliki resolusi yang lebih tinggi dibanding USG
transabdominal dan dapat digunakan untuk memvisualisasikan kehamilan
intauterin 24 hari setelah ovulasi atau 38 hari setelah periode menstruasi
atau 1 minggu lebih awal daripada USG transabdominal.
Kehamilan ektopik dipastikan dengan ditemukannya strktur yang tebal,
sangat ekogenik, menyerupai cincin yang terletak diluar uterus, dengan
kantung gestasional terdiri dari fetal pole, yolc sac, atau keduanya.
Kantung ini memiliki tepi ekogenik yang tebal, mengelilingi pusat yang
sonolusen dan terhubung dengan reaksi desidual trofoblastik di sekeliling
kantung korionik.
Kadangkala pemeriksaan USG dapat dibantu dengan mengetahui kadar
ßhCG serum :
i. Bila kadar ßhCG serum > 6000 mIU/mL dan ditemukan
intrauterin sac, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat
disingkirkan.
ii. Bila kadar ßhCG serum > 6000 mIU/mL dan tidak ditemukan
intrauterin sac atau bila kadar ßhCG serum > 1500 - 2000
mIU/mL tidak ditemukan intrauterin sac, diagnosis kehamilan
ektopik masih mungkin didapatkan atau bisa juga terjadi abortus
karena pada abortus juga memiliki gambaran yang serupa.
iii. Bila kadar ßhCG serum < 6000 mIU/mL dan tampak gambaran
13
intrauterin sac atau bila kadar ßhCG serum > 1500 - 2000
mIU/mL dan ditemukan gambaran gestasional sac, mungkin
terjadi abortus spontan tetapi diagnosis keamilanektopik harus
disingkirkan. Kadar progesteron serum dapat membantu untuk
menegakkan diagnosis.
iv. Bila kadar ßhCG serum < 6000 mIU/mL dan tidak tampak
gambaran intrauterin sac atau bila kadar ßhCG serum > 1500 -
2000 mIU/mL dan tidak ditemukan gambaran gestasional sac,
tidak ada diagnosis yang dapat ditegakkan. 8
Spektrum gambaran USG pada kehamilan ektopik :
i. Cincin tuba
Merupakan struktur yang menyerupai cincin yang ekogenik,
terletak diluar uterus. Gambaran ini menunjukkan kehamilan
ektopik awal.
ii. Massa Ekstrauterin
Suatu massa adneksa lunak yang terlihat pada USG menunjukkan
kehamilan ektopik. Adanya suatu gambaran massa apapun selain
gambaran kista simpel merupakan temuan USG yang paling
signifikan dalam diagnosis kehamilan ektopik.
iii. Hematosalphinx
Tuba Falopii dapat terisi darah atau cairan bebas. Dalam suatu
penelitian dikatakan bahwa hematosalphinx merupakan gambaran
patognomonik untuk kehamilan ektopik.
iv. Rupturnya kehamilan ektopik
Gambaran pada USG adalah adanya cairan bebas atau gumpalan
darah pada ruang intraperitoneal
c. Laparoskopi untuk konfirmasi diagnostik dan terapi
Pasien yang mengalami nyeri dan atau dengan keadaan hemodinamik
yang tidak stabil harus menjalani laparoskopi. Laparoskopi
memungkinkan dilakukannya pemeriksaan struktur pelvis, ukuran dan
14
lokasi yang sebenarnya dari kehamilan ektopik, adanya perdarahan, dan
kondisi – kondisi lain, misalnya kisata ovarium dan endometriosis, yang
jika terjadi bersamaan dengan kehamilan intrauterin akan menunjukkan
gambran klinis yang menyerupai kehamilan ektopik. Laparoskopi munkin
melewatkan hingga 4 % kehamilan ektopik dini dan karena lebih banyak
kehamilan ektopik yang berhasil didiagnosis pada awal kehamilan, rata –
rata hasil negatif palsu dengan pemeriksaan laparoskopi juga meningkat.
Pemeriksaan laparoskopi kelainan KET, infeksi pelvis, kista ovarium
segera dapat dibedakan dengan jelas. 5
2. Kehamilan ektopik subakut
Diagnosisnya didasarkan pada
a. Gejala klinisnya
- Adanya nyeri perut
- Amenorea
- Perdarahan pervaginam
- Pusing
- Gejala hamil muda
- Pengeluaran massa
b. Hasil pemeriksaan
- Adanya nyeri tegang abdomen
- Terdapat massa adneksa
- Pembesaran uterus
- Perubahan orthostatik
- Badan panas – dehidrasi
c. Konfirmasi diagnosis
i. Pungsi Kavum Douglasi (Kuldosintesis)
Untuk mengetahu adanya darah pada kavum Douglasi.
Kuldosintesis adalah metode evaluasi untuk mengetahui
adanya KET yang tidak mengalami ruptur yang juga cepat da
tidak mahal. Tetapi pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan,
15
karena adanya hasil negatif palsuyang tinggi, dimana darah
yang biasanya diambil merupakan darah dari kehamilan
ektopik yang tidak ruptur, ruptur korpus luteum, abortus
inkomplet dan menstruasi retrograd. Selain itu, kemajuan
teknologi USG dan pemeriksaan hormonal jauh lebih sensitif
dan spesifik untuk mencapai diagnosis yang tepat.
ii. Laparoskopi diagnostik
- Terdapat darah dalam kavum abdomen
- Dijumpai letak kehamilan ektopik
Gejala hamil ektopik subakut sebagian besar dijumpai pada kehamilan isthmus
sehingga perdarahnnya terjadi secara perlahan. 5
3. Ruptur kehamilan ektopik akut
Ruptur hamil ektopik dengan cepat menyebabkan kehilangan cukup banyak darah
menuju kavum abdomen sehingga secara total mengubah hemodinamik sirkulasi
sistemik dan mengakibatkan kolaps yang disertai syok.
Dasar diagnosisnya :
a. Penderita tampak anemis, sakit, mungkin sudah disertai gangguan
pernafasan (dispneu)
b. Tensi turun, nadi meningkat, akral dingin
c. Pemeriksaan dijumpai
- Tanda cairan / darah bebas di kavum abdomen
- Abdomen nyeri dan tegang
d. Pemeriksaan dalam
- Nyeri pada pergerakan serviks
- Teraba massa adneksa
- Kavum Douglasi menonjol
Karena gejala klinisnya sudah sangat jelas, sebenarnya tidak perlu
dilakukan konfirmasi diagnosis dengan melakukan pungsi kavum
Douglasi. 5
H. DIAGNOSA BANDING
16
1. Salpingitis
Gejalanya serupa tetapi pada hasil laboratorium, tes kehamilan terbukti negatif,
adanya peningkatan AL dan juga adanya peningkatan suhu.
2. Aborsi threatened
Perdarahan lebh hebat, nyeri lebih terlokalisasi pada perut tengah bawah.
Ditemukannya kista korpus luteum dapat membingungkan dalam menentukan
diagnosis.
3. Appendisitis
Tidak didapatkan amenorrhea ataupun perdarahan pervaginam. Nyeri pada
kuadran kanan bawah abdomen cenderung menetap, dengan disertai demam, dan
gejala gastrointestinal. Hasil tes kehamilan negatif.
4. Torsi Ovarii
Biasanya nyeri hilang timbul, tetapi dapat enetap apabila asupan vaskuler
terpenuhi. Dapat dijumpai peningkatan AL dan masssa adneksa yang dapat teraba.
Hasil tes kehamilan negatif.
5. Lain – lain, misalnya perdarahan uterus disfungsional (biasanya tidak nyeri
dan perdarahan lebih hebat dibanding dengan kehamilan ektopik), kista korpus
luteum yang menetap, penggunaan IUD, gastroenteritis, atau infeksi traktus
urinarius.4
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum penatalaksanaan ialah :
1. Segera dibawa ke rumah sakit
2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengkoreksi anemia dan
hipovolemia
3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis dapat dipastikan :
a. Kehamilan di tuba dilakukan salpingektomi
17
Total salpingectomy Partial salpingectomy
b. Kehamilan di kornu dilakukan ovorektomi atau salpingo-oovorektomi
Salpingotomi Salpingo-oovorektomi
c. Kehamilan di kornu dilakukan:
- Histerektomi bila telah umur > 35 tahun
- Fundektomi bila masih muda untuk kemungkinan masih bisa
haid.
- Eksisi bila kerusakan pada kornu kecil dan kornu dapat
direparasi
d. Kehamilan abdominal
- Bila mudah, kantong dan plasenta diangkat
18
- Bila besar atau susah (kehamilan abdominal lanjut), anak
dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat plasenta, plasenta
ditinggalkan dan dinding perut ditutup.2, 3, 4
J. KOMPLIKASI
Komplikasi dari kehamilan ektopik dapat terjadi akibat kurang tepatnya
diagnosis, terlambat mendiagnosis, ataupun terlambat memberikan terapi.
Terlambatnya diagnosis ataupun terapi dapat mengakibakan ruptur tuba ataupun
ruptur uteri, diikuti dengan perdarahan masif, syok, DIC dan kematian. 1
Selain itu adapula komplikasi lain seperti :
1. Jaringan trofoblas yang persisten
19
Ada 4 – 8 % resiko bahwa tidak semua jaringan trofoblas dapat diangkat, maka
dari itu follow up post operasi diperlukan. Dengan adanya kadar hCG yang
menetap ataupun meningkat, reexplorasi ataupun kemoterapi dengan methotrexate
sodium diperlukan berdasarkan keadaan pasien dan kadar hCGnya.
2. Kehamilan Ektopik yang persisten
Adalah komplikasi yang paling sering ditemui dan merupakan alasan utama
interves sekunder setelah tindakan pembedahan konservatif. Salpingektomi
merupakan tindakan yang dapat diandalkan dan memberikan jaminan tidak
berulangnya kehamilan ektopik. 3
K. PROGNOSIS
1. Bagi kehamilan berikutnya
Umumnya penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba atau pasca
penyakit radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga setelah pernah mengalami
kehamilan ektopik pada tuba satu sisi, kemungkinan pasien akan mengalami
kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi yang lain.
2. Bagi ibu
Bila diagnosis cepat ditegakkan umumnya prognosis baik, terutama bila cukup
penyediaan darah dan fasilitas operasi serta narkose. 7
20
BAB IV
Analisis Kasus
Pada kasus ini pasien adalah seorang G2 P1 A0, 27 tahun, dengan umur
kehamilan 9+2 minggu. Penderita datang ke Rumah Sakit Umum Dr. Moewardi dengan
keluhan nyeri perut kiri bawah. Pada kasus ini ditegakkan diagnosis kehamilan ektopik
terganggu kronis. Hal ini didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien.
Pada anamnesa didapatkan keluhan nyeri perut disertai perdarahan dari jalan
lahir berupa flek-flek sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, mual (+). Pasien merasa
hamil 2 bulan. Sebelum hamil, KB (+) suntik 3 bulan
Pada pemeriksaan ginekologi dengan Inspekulo didapatkan portio livide, OUE
tertutup, darah (+). Pemeriksaan Vaginal Toucher didapatkan portio lunak, slinger pain
(+), corpus uteri sebesar telur bebek, darah (+), adneksa kiri teraba massa sebesar bola
ping pong, cavum douglasi tidak menonjol.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah tidak didapatkan anemi, PP
test (+). Pemeriksaan USG didapatkan kesan menyokong gambaran hematocele
retrouterine.
Untuk membantu diagnosis pasti kehamilan ektopik dapat dilakukan
laparoskopi. Akan tetapi pada pasien ini mungkin lebih sulit dilakukan karena kehamilan
ektopik sudah terganggu, sehingga penatalaksanaannya langsung dengan pembedahan.
21
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2008. Ectopic Pregnancy. en.wikipedia.org/wiki/Pregnancy_ectopic.
Tanggal akses 3 Agustus 2008
2. American Society for Reproductive Medicine. 2006. Ectopic Pregnancy a
Guide for Patients.
www.asrm.org/Patients/patientbooklets/ectopicpregnancy.pdf. Tanggal akses 3
Agustus 2008
3. Brandon, J. Bankowski, et al. 2002. The Johns Hopkins Manual of Gynecology
and Obstetrics. Edisi 2. Lippincot Williams & Wilkins. Philadelphia
4. Cuningham, M. G., et al. 2005. Williams Obstetrics. Edisi 22. McGraw Hill
Company. New York. Hal: 253 – 63
5. Manuaba, IG. Kuliah Obstetri
6. Sepilian VP. 2007. Ectopic Pregnancy.
www.emedicine.com/med/topic3212.htm. Tanggal akses 3 Agustus 2008
7. Rustam sinopsis
8. Edmonds D K., 2007. Dewhurst’s Textbook of Obstetrics and Gynaecology.
Edisi 7. Blackwell Publishing. Massachusetts. Hal : 106 – 15
9. Hanifa W. 1999. Ilmu Kandungan. Edisi 2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta. Hal : 250 - 60
22